Post on 23-Jan-2016
description
PROSPEK, PERMASALAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGANPERBURUAN SATWA DI INDONESIA
Yanto Santosa, Staf Pengajar Fahutan-IPB
Ekonomi Perburuan di negara lain
tahun 1990 di Australia terdapat 17.500 pemburu rusa dengan total pengeluaran mencapai AUS $ 85 juta (Jesser, 2005)
Di California, pada tahun 1997 terdapat 9.981 pemburu dengan total pengeluaran sebanyak US $2,26 juta (Loft, 1998).
Seorang pemburu komersial di Tasmania diperkirakan memberikan sumbangan sebesar AUD 500.000 per tahun bagi ekonomi lokal melalui biaya perburuan langsung.
Importance of Nature to Canadians pada tahun 1996 melaporkan sebanyak 5,1% penduduk Canada melakukan perburuan satwaliar dgpengeluaran total mencapai US$ 824 juta (rata-rata pengeluaran setiap tahun untuk setiap pemburu mencapai US$692)
Kontribusi pendapatan dari kegiatan yang terkait dengan satwaliar terhadap GNP Amerika Serikat pada tahun 1996 mencapai US$101 milyar atau sekitar 1,4% dari ekonomi nasional (Chardonnet et al., 2002).
Trophy Price List US$ DI NAMIBIA
Eland (common) 2 230.00Kudu 1 300.00Gemsbok 800.00Wildebeest, Blue 1 390.00Zebra, BurchellsPlain 1 240.00Impala (common) 830.00Warthog 520.00
PROSPEK PERBURUAN DI INDONESIA
Secara historis, kegiatan perburuan di Indonesia
telah berkembang sejak masa lampau.
Peraturan Perburuan Satwa telah diterbitkan sejak
jaman Hindia Belanda
Sejak tahun 1968 telah ditetapkan 15 Taman Buru
(dengan luas total 219.392,49 ha)
Potensi keanekaragaman jenis satwa buru tinggi
Potensi pemburu baik lokal maupun mancanegara
propektif
Jachtordonnantie (Stbl. No. 133 dan 265) tahun 1932 mengatur izin perburuan satwaliaryang merugikan dan pembentukan panitia perburuan.
Jachtordonnantie Java en Madoera (Stbl. 1939 No. 733) dan Jachtverordening Java enMadoera (No. 247) tahun 1940 yang mengatur tentang perburuan satwaliar di Jawa danMadura.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun1990 tentang Kepariwisataan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan danSatwa Liar.
Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Buru. Keputusan MenteriKehutanan Nomor: 591/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996 tentang Tata CaraPermohonan, Pemberian, Dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru.
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor:96/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis PenyusunanRencana Pengusahaan Taman Buru.
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor:97/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis PenyusunanRencana Pengelolaan Taman Buru.
Taman Buru di Indonesia
Taman Buru Lingga Isaq (luas 80.000 Ha), di Aceh Tengah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Taman Buru Pulau Rempang (luas 16.000 Ha), di Kepulauan Riau Propinsi Riau.
Taman Buru Pulau Pini (luas 8.350 Ha), di Nias Propinsi Sumatera Utara.
Taman Buru Gunung Nanuua (luas 10.000 Ha), di Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu.
Taman Buru Semidang Bukit Kabu (luas 15.300 Ha), di Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu.
Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (luas 12.420,7 Ha), di Sumedang/Garut Propinsi Jawa Barat.
Taman Buru Landusa Tomata (luas 5.000 Ha), di Propinsi Sulawesi Tengah.
Taman Buru Komara (luas 4.610 Ha), di Takalar Propinsi Sulawesi Selatan.
Taman Buru Karakelang Utara dan Selatan (luas 21.400 Ha), di Sangihe Talaud Propinsi Sulawesi Utara.
Taman Buru Padamarang Mata Osu (luas 8.000 Ha), di Kolaka Propinsi Sulawesi Tengara.
Taman Buru Pulau Moyo (luas 22.250 Ha), di Sumbawa Propinsi Nusa Tengara Barat.
Taman Buru Tambora Selatan (luas 30.000 Ha), di Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Taman Buru Dataran Bena (luas 11.000 Ha), di Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Taman Buru Pulau NdaNo (luas 1.562 Ha), di Kupang Propinsi Nusa Tengara Timur.
Taman Buru Pulau Rusa (luas 1.500 Ha), di Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Indonesia memiliki kekayaan jenis fauna
dengan jumlah mamalia 515 jenis (12% dari
jenis mamalia dunia), 511 jenis reptilia (7,3%
dari jenis reptilia dunia), 1.531 jenis burung
(17% jenis burung dunia), 270 jenis amphibi,
2.827 jenis binatang tak bertulang
Pemanenan sejumlah tertentu dari populasi
satwa liar di habitat alami adalah suatu
tindakan pengelolaan yang penting
DILAKUKAN .
prospek pemburu
Jumlah penduduk : 240 juta jiwa
Jumlah wisman : 6-10 juta/tahun
Jumlah anggota perbakin : 3.000 + 4%/thn
The Ecotourism Society (1998) dalam Reynolds & Braithwaite (2001), 4060% wisman alam (nature tourist) dan 2040% diantaranya merupakan wisatawan thd hidupan liar.
Ownership satwa buru oleh negara
(penentuan jenis satwa buru, perhitungan
kuota buru, nilai satwa buru dll)
Kelembagaan : banyak lembaga (di PHKA saja
ada 3 direktorat), rumit & biaya tinggi
Peraturan perundangan : belum bersifat
memudahkan, prosesnya lama dan biaya
tinggi
Opini/Respons antagonistik dari kelompok
penyayang binatang & LSM
Ownership satwa buru
Hak atas satwa buru
Penentuan jenis satwa buru (hunter oriented, multi-species)
Sistem populasi tersedia atau introduksi
Perhitungan kuota/kelestarian
Kelembagaan
Masih diurus oleh lebih dari 1 kementrian
Di lingkup ditjen PHKA pun, perburuan masih ditangani oleh 2-3 direktorat
Penanganan hanya oleh setingkat kepala seksi
Organisasi pemburu di daerah masih belum berperan optimal
Peraturan Perundangan
Permohonan izin usaha taman buru , prosedur rumit, lama dan biaya tinggi
Larangan membawa senjata buru untuk para pemburu mancanegara
Belum lengkap, beberapa hal masih inkonsisten dan kurang memahami materi perburuan satwa
Opini/Respon antagonistik
Perburuan dianggap sebagai tindakan kejam, tidak berperikehewanan (setiap satwa punya hak utk hidup)
Perburuan merupakan penyebab penting kepunahan satwa
Strategi Pengembangan
Penyempurnaan kebijakkan peraturan/ perundangan
(sehingga lebih konsisten, komprehensif dan kondusif bagi pengembangan
kegiatan perburuan satwa)
Ownership satwa buru sebaiknya ditentukan berdasarkan
tingkat keturunan (F1-F2-F3 dst) dan atau kontribusi pihak
pengusaha dalam hal pengadaan satwa buru dimaksud (
semakin kebawah ownership negara akan semakin rendah).
Tingkatan ownership satwa buru merupakan ukuran
kewenangan bagi penentuan jenis, nilai dan kuota
satwa buru, dll
Lanjutan strategi
Perlu dibentuk badan perizinan terpadu bagi pengurusan
segala hal-ihwal (lokasi/tempat berburu, satwa buru dan pemburu)
yang menyangkut kegiatan perburuan satwa (misalnya
pembentukkan Direktorat Bina Usaha Perburuan Satwa/Tumbuhan)
Perlu sosialisasi perubahan paradigma konservasi yang
semula perlindungan-pengawetan untuk pelestarian menjadi
perlindungan-pengawetan untuk pemanfaatan optimal secara
lestari
Pemanenan satwa liar di habitat alami adalah sebuah
tindakan yang harus dilakukan dalam pengelolaan populasi
satwa secara berkelanjutan, apapun status kawasannya.