Post on 30-Sep-2020
“ KEBIJAKAN PENGURANGAN KETIMPANGAN UNTUK PEMERATAAN PEMBANGUNAN“
TUGAS MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
DI SUSUN OLEH :
1. KOMARUDIN 41183402120081
Fakultas Ekonomi – Manajemen Semester 5Universitas Islam 45 Bekasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu masalah nasional yang tak kunjung terselesaikan hingga saat ini adalah
ketimpangan distribusi pembangunan antarwilayah, khususnya antara Jawa dan Luar Jawa.
Kesenjangan itu tercermin dari penyebaran sumber daya manusia, industri, perdagangan dan
jasa, infrastruktur, irigasi, listrik, pendidikan dan bahkan sektor pertanian.
Sektor industri hingga kini 80 persennya masih berada di Jawa. Tentu juga sektor
perdagangan dan jasa. Berkembangnya kegiatan ekonomi di Jawa-Bali ditunjang infrastruktur
yang relatif lebih baik, seperti jalan raya, pelabuhan dan bandara serta ketersediaan energi
listrik. Jawa masih menjadi episentrum ekonomi nasional yang secara simbolik terlihat dari
pertumbuhan sektor finansial.
Sekalipun sudah otonomi daerah, ketimpangan pendidikan Jawa-luar Jawa tetap lebar.
Sekolah-sekolah dan universitas-universitas terbaik umumnya berada di Jawa. Jangan heran
setiap tahun terjadi gelombang “migrasi” SDM-SDM terbaik (“brain drain”) yang dimulai
saat anak-anak unggul dari luar Jawa memilih masuk ke universitas-universitas di Jawa dan
umumnya enggan kembali ke daerah asalnya.
Kebijakan pembangunan yang justru memperlebar kesenjangan antarwilayah itu telah
membawa implikasi berlapis-lapis. Kebijakan pertumbuhan minus pemerataan bahkan
menimbulkan berbagai dilema dalam pembangunan nasional di kemudian hari. Berbagai
program pemerintah tak berjalan optimal bahkan gagal, karena tak ditopang kebijakan di
sektor terkait lainnya.
Transmigrasi, pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah tertinggal dan
perbatasan, swasembada pangan, maritim, dan sistem transportasi nasional merupakan
beberapa contoh program yang tak bisa berjalan optimal, karena tak didukung keseimbangan
pembangunan infrastruktur, SDM (pendidikan) dan distribusi modal antara Jawa dan luar
Jawa.
Ketimpangan ini akhirnya juga menyisakan banyak masalah pembangunan di Jawa,
yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi “bom” yang meruntuhkan sendi-sendi
pembangunan negara. Konsentrasi pembangunan di Jawa bakal memunculkan komplikasi
pada masalah lingkungan, ketersediaan pangan, kemiskinan, dan tentu saja berbagai masalah
politik dan sosial lainnya. Padahal, di sisi lain (seperti dikatakan sebagian ekonom), secara
umum, pertumbuhan yang terjadi saat ini juga tak bertumpu pada sektor riil, sehingga gagal
mengatasi kemiskinan dan pengangguran.
1
Ke depan harus ada perubahan atau koreksi mendasar terhadap paradigma
pembangunan nasional yang selama ini justru melestarikan pelbagai ketimpangan. Sejarah
Indonesia kontemporer menunjukkan, pertumbuhan tanpa memperhatikan aspek pemerataan,
termasuk pemerataan distribusi antarwilayah, dan sektor riil, akan menyulitkan bangsa ini
keluar dari berbagai bentuk krisis dan jerat pembangunan di masa mendatang.
Beberapa waktu lalu muncul wacana pemindahan ibukota negara Republik Indonesia
dari Jakarta ke Kalimantan. Salah satu pemrakarsanya adalah Tim Visi Indonesia 2033, yang
dibentuk sejumlah akademisi beberapa universitas di Jawa. Ditinjau dari berbagai aspek,
termasuk aspek strategis, ide relokasi ibukota negara ke luar Jawa ini tentu progresif
dibandingkan jika hanya memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah di sekitar Jakarta atau
daerah lainnya di Jawa.
Pembangunan episentrum baru di luar Jawa itu diharapkan bisa menjadi katalisator
distribusi pembangunan yang relatif lebih merata ke luar Jawa, khususnya kawasan Indonesia
timur, sekaligus mengurangi beban Pulau Jawa yang sudah sedemikian berat, akibat
kepadatan penduduk, kerusakan lingkungan dan daya dukung alam yang kian berkurang.
1.2. Rumusan masalah
Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana ketimpangan pembangunan bisa terjadi?
b. Bagaimana cara mengatasi ketimpangan pembangunan yang telah terjadi?
c. Apa yang telah menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan di Indonesia?
d. Siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya ketimpangan pembangunan di
Indonesia?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah yang dibuat adalah sebagai saran referensi untuk mengetahui
bagaimana keadaan pembangunan yang terjadi di Indonesia, apakah suda termasuk kedalam
pembangunan yang sudah maju atau masih dalam pengembangan. Jadi dengan adanya
makalah ini semoga semua yang membaca bisa ikut andil dalam membangun infrastruktur di
wilayah Indonesia seingga pembangunan menjadi merata dan tidak terjadi ketimpangan
dalam pembangunan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kondisi Umum
Seiring dengan pembangunan ekonomi yang semakin berorientasi kepada mekanisme
pasar serta adanya pergeseran struktur perekonomian, ketimpangan pembangunan antar
wilayah di Indonesia merupakan hal yang sulit dihindari. Kesenjangan antardaerah terjadi
terutama antara perdesaan dan perkotaan, antara Jawa dan luar Jawa, antara
kawasan hinterland dengan kawasan perbatasan, serta antara Kawasan Barat Indonesia dan
Kawasan Timur Indonesia. Berbagai bentuk kesenjangan yang timbul meliputi kesenjangan
tingkat kesejahteraan ekonomi maupun sosial. Kesenjangan yang ada juga diperburuk oleh
faktor tidak meratanya potensi sumber daya terutama sumber daya manusia dan sumber daya
alam antara daerah yang satu dengan yang lain, serta kebjakan pemerintah yang selama ini
terlalu sentralistis baik dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan.
Sejauh ini berbagai upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan
antardaerah baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang berbentuk kerangka
regulasi maupun kerangka anggaran telah dilakukan, namun demikian hasilnya masih belum
cukup memadai untuk mengurangi tingkat kesenjangan yang ada.
Wilayah strategis dan cepat tumbuh dengan potensi sumber daya alam dan lokasi
yang menguntungkan, seharusnya berkembang dan mampu menjadi pendorong percepatan
pembangunan bagi wilayah yang potensi ekonominya rendah (wilayah tertinggal), dan
wilayah perbatasan. Namun demikian wilayah strategis dan cepat tumbuh masih menghadapi
banyak kendala dalam berbagai aspek seperti infrastruktur, SDM, kelembagaan, maupun
akses terhadap input produksi dan pasar.
Sementara itu kota-kota nasional yang seharusnya menjadi penggerak bagi
pembangunan disekitarnya - khususnya wilayah perdesaan - justru memberikan dampak yang
merugikan (backwash effects). Hal ini antara lain dikarenakan kurang berfungsinya sistem
kota-kota nasional secara hirarkis sehingga belum dapat memberikan pelayanan yang efektif
dan optimal bagi wilayah pengaruhnya. Di samping itu masih terjadi ketidakseimbangan
pertumbuhan antar kota-kota besar, metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil,
dimana pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan masih terkonsentrasi di pulau Jawa
dan Bali.
3
Tantangan utama yang dihadapi dalam meningkatkan pembangunan di wilayah yang
tertinggal adalah begitu banyak daerah tertinggal yang harus ditangani, dimana sebagian
diantaranya lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Akibatnya masyarakat yang berada
di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program–program
pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik masih sangat
terbatas serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok
masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan
pembangunan yang besar dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil
antara lain: (1) terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal
dengan wilayah yang relatif lebih maju; (2) kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar;
(3) kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan
manusia; (4) belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah
daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung;
(5) belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah ini.
Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan
adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung
berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi
halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan
dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun
daerah. Sementara itu pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama
karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak
berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan
dasar dari pemerintah.
Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan upaya
yang bersifat jangka panjang, yang hasilnya tidak dapat segera dinikmati dalam jangka
pendek Oleh karena itu konsistensi kebijakan dan perencanaan serta pengarusutamaan
anggaran yang terkait dengan program-program dan kegiatan pengurangan ketimpangan
pembangunan sangat penting.
2.2. Permasalahan pembangunan Indonesia
Masih Tingginya Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah. Pembangunan Nasional
yang telah dilakukan selama ini secara umum telah mampu meningkatkan kesejahteraan
4
masyarakat di daerah, namun demikian pembangunan tersebut ternyata juga menimbulkan
dampak kesenjangan yang lebar antar daerah, seperti antara Jawa-Luar Jawa, antara Kawasan
Barat Indonesia (KBI)-Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antara kota-desa. Untuk dua
konteks pertama, ketimpangan telah berakibat langsung pada munculnya semangat
kedaerahan yang, pada titik yang paling ekstrim, muncul dalam bentuk upaya-upaya
separatis. Untuk konteks yang ketiga-kesenjangan antara desa dan kota-adalah konsekuensi
dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh
swasta maupun pemerintah (infrastruktur dan kelembagaan) cenderung terkonsentrasi di
daerah perkotaan. Akibatnya, kota mengalami pertumbuhan yang lebih cepat sedangkan
wilayah perdesaan relatif tertinggal. Upaya-upaya percepatan pembangunan pada daerah
yang masih tertinggal tersebut, meskipun telah dimulai sejak lebih dari sepuluh tahun yang
lalu namun hasilnya masih belum dapat sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal
di daerah dimaksud.
Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih Terbelakang. Perhatian berbagai
pihak terhadap pembangunan di kawasan perbatasan pada beberapa tahun terakhir ini
semakin besar. Disamping memiliki potensi sumber daya alam yang besar, kawasan
perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, merupakan wilayah yang sangat strategis bagi
pertahanan dan keamanan negara. Namun di beberapa wilayah perbatasan terjadi kesenjangan
pembangunan yang cukup besar dengan negara tetangga yang dikhawatirkan dalam jangka
panjang akan menimbulkan berbagai kerawanan. Untuk wilayah perbatasan (khususnya
perbatasan darat) disamping masalah rendahnya dana pembangunan, penyebab utama
ketertinggalan adalah akibat dari arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini
cenderung berorientasi’inward looking’ sehingga seolah-oleh kawasan perbatasan hanya
menjadi halaman belakang dari pembangunan kita. Sementara itu pulau-pulau kecil yang ada
di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau.
Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta
belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah seperti sekolah, puskesmas, dll.
Banyak Wilayah Yang Masih Tertinggal. Kesejahteraan kelompok masyarakat yang
hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari
pemerintah. Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya memiliki akses
yang sangat terbatas kepada pelayanan sosial, ekonomi, dan politik serta terisolir dari wilayah
di sekitarnya. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal,
khususnya yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain: (1) sulitnya mencari
5
lahan bagi pemberdayaan komunitas adat terpencil secara eksitu development, (2) belum
diprioritaskannya pengembangan wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena tidak
menghasilkan PAD secara langsung, serta (3) belum optimalnya dukungan sektor terkait.
Masih Terjadinya Konflik di Berbagai Wilayah. Dalam beberapa tahun terakhir, di
beberapa daerah terjadi konflik antar pemeluk agama, suku, dan golongan. Faktor penyebab
konflik antara lain adalah karena adanya kesenjangan ekonomi, sosial, dan tidak terpenuhinya
hak-hak politik masyarakat di wilayah tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan sehingga
pada saat ini konflik-konflik horisontal itu telah mereda. Namun demikian dibeberapa daerah
potensi konflik masih ada.
Belum Dikembangkannya Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh. Masalah dan
tantangan yang harus diselesaikan untuk mempercepat pengembangan kawasan strategis dan
cepat tumbuh dan mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan adalah:
(1) keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk
unggulan; (2) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku
pengembangan kawasan di daerah; (3) belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan
daerah yang berpihak pada petani dan pelaku swasta; (4) belum berkembangnya infrastruktur
kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan
dalam perekonomian daerah; (5) belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama
diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah (antar sektor), swasta,
lembaga non pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten/kota, dalam
upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan; (6) masih terbatasnya akses
petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi,
dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha
dan kerjasama investasi; (7) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di
daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (8)
belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar negara untuk mendukung
peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Pertumbuhan Perkotaan Yang Tidak Seimbang. Permasalahan utama dalam
pembangunan perkotaan adalah pertumbuhan yang tidak seimbang antara kota-kota
besar/metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil. Hal ini dikarenakan pertumbuhan
kota-kota terlalu terpusat di pulau Jawa-Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah
dan kecil berjalan lambat dan tertinggal. Permasalahan lainnya meliputi: (1) belum
6
optimalnya fungsi ekonomi perkotaan terutama di kota-kota menengah dan kecil dalam hal
menarik investasi dan tempat penciptaan lapangan pekerjaan; (2) kualitas lingkungan fisik
kawasan perkotaan yang tidak berkelanjutan dan cenderung memburuk; (3) kualitas hidup
(sosial) masyarakat di perkotaan yang menurun karena permasalahan sosial-ekonomi, serta
karena penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan dan perdesaan.
2.3. Arah Kebijakan Pembangunan Indonesia
Salah satu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi
regional adalah memberikan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan program-
program pembangunan regional, sehingga seluruh pertanggungjawaban, pengelolaan dan
pembiayaannya dilakukan oleh pemerintah daerah.
Namun sebagaimana diketahui meskipun ada otonomi daerah, pembangunan ekonomi
didaerah tidak hanya berasal dari program pembangunan regional (sebagai manifestasi dari
azas desentralisasi), tapi juga berasal dari program sektoral (sebagai perwujudan azas
dekonsentrasi). Kedua program itu dijalankan secara bersama-sama oleh pemerintah dalam
rangka menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan ekonomi antardaerah. Tetapi,
sampai saat ini program sektoral masih mendominasi program regional, sehingga otonomi
daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab belum terwujud sepenuhnya.
Pertumbuhan yang tinggi tersebut belum sepenuhnya dinikmati secara merata oleh
lapisan masyarakat di daerah. Keragaman ekonomi antardaerah tersebut antara lain
disebabkan karena tingkat perbedaan yang cukup berarti dalam laju pertumbuhan
antardaerah, potensi antardaerah yang telah dikembangkan, laju pertumbuhan penduduk, laju
inflasi, penyerapan tenaga kerja menurut sektor, kualitas sumberdaya manusia, fasilitas yang
tersedia antardaerah dan tingkat produktivitas tenaga kerja antar daerah.
Di samping itu ketimpangan antarwilayah terjadi karena struktur ekonomi yang
berbeda, dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain yang
pada gilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan
ekonmi yang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya kontribusinya pada PDRB
Provinsi.
Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut pola dan arah
investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam wilayah negara kesatuan
atau Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam sumberdaya manusia dan
7
investasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita antardaerah di suatu wilayah,
sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan pada pola, laju pertumbuhan
dan pendapatan perkapita antar berbagai kawasan dalam suatu wilayah dalam satu negara.
Sejak tahun 1999 pertumbuhan ekonomi mulai meningkat, namun karena sebagian
besar daerah kabupaten masih mengandalkan pertumbuhan ekonominya pada sektor primer
seperti sumberdaya alam dan migas, menyebabkan tingkat kesenjangan pendapatan
antardaerah juga meningkat. Hal ini tergambar dari kontribusi sektor primer masih relatif
besar untuk terutama migas.
Keadaan ini sebenarnya jika tidak disikapi dengan arif, akan berpengaruh pada
struktur ekonomi Provinsi Jambi yang pada gilirannya ketergantungan pada migas menjadi
besar, dan kreativitas untuk mendorong sektor lain dapat berkurang.
Dengan demikian jika dihubungkan dengan trend meningkatnya tingkat kesenjangan
pendapatan antardaerah memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat
kesenjangan pendapatan antar daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi, untuk
beberapa periode. Karateristik wilayah yang sangat berbeda antara wilayah barat dan timur
membutuhkan penanganan yang berbeda pula, baik dalam pembangunan infrastruktur
maupun sumberdaya manusianya.
Dalam rangka mencapai sasaran pengurangan ketimpangan pembangunan
antarwilayah dimaksud diatas, diperlukan arah kebijakan sebagai berikut:
1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan
cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya
dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang sinergis, tanpa
mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan
keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya ini dapat dilakukan melalui
pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi,
sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah;
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang
secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain.
Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan selain dengan pemberdayaan masyarakat
8
secara langsung melalui skema dana alokasi khusus, public service
obligation (PSO), universal service obligation (USO) dan keperintisan, perlu pula dilakukan
penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis
dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’;
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan
pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward
looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas
ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan
selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan (security approach), juga
diperlukan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach);
4. Menyeimbangan pertumbuhan pembangunan antarkota-kota metropolitan, besar,
menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan nasional.’
Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi (forward and
backward linkages) sejak tahap awal mata rantai industri, tahap proses produksi antara, tahap
akhir produksi (final process), sampai tahap konsumsi (final demand) di masing-masing kota
sesuai dengan hirarkinya. Hal ini perlu didukung, antara lain, peningkatan aksesibilitas dan
mobilitas orang, barang dan jasa antarkota-kota tersebut, antara lain melalui penyelesaian dan
peningkatan pembangunan trans Kalimantan, trans Sulawesi;
5. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama di
luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor
penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya, maupun dalam melayani kebutuhan
warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain, memenuhi
kebutuhan pelayanan dasar perkotaan seseuai dengan tipologi kota masing-masing;
6. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan
kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan
merupakan ‘backward linkages’ dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu
‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’;
7. Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu ‘sistem
wilayah pembangunan metropolitan’ yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta
mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan;
9
8. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki perencanaan
(RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai acuan
koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; dan
9. Merumuskan sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta melaksanakan
penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan,
transparansi, dan demokrasi.
2.4. Program-Program Pembangunan
Program-program yang diperlukan untuk menerapkan arah kebijakan pengurangan
ketimpangan pembangunan tersebut diatas adalah sebagai berikut:
2.4.1. Program Unggulan
a. Program Pengembangan Wilayah Strategis Dan Cepat Tumbuh
Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk-produk
unggulan di pasar regional, nasional, dan global, maka kegiatan pokok yang akan dilakukan
untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :
1) Peningkatan pengembangan kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh,
khususnya kawasan yang memiliki produk unggulan, melalui pemberian bantuan teknis
dan pendampingan kepada Pemerintah Daerah, pelaku usaha, pengrajin, petani dan
nelayan;
2) Peningkatan penyediaan prasarana dan sarana, seperti pembangunan sistem
jaringan perhubungan termasuk outlet-outletpemasaran yang efisien dalam rangka
menghubungkan kawasan strategis dan cepat tumbuh dengan pusat-pusat perdagangan
nasional dan internasional, termasuk upaya untuk meningkatkan aksesibilitas yang
menghubungkan dengan wilayah-wilayah tertinggal;
3) Pemberdayaan kemampuan pemerintah daerah untuk membangun klaster-klaster
industri, agroindustri, yang berdaya saing di lokasi-lokasi strategis melalui pemberian
insentif yang kompetitif sehingga dapat menarik investor domestik maupun asing untuk
menanamkan modalnya.
4) Penguatan pemerintah daerah untuk meningkatkan, mengefektifkan dan
memperluas kerjasama pembangunan ekonomi regional yang saling menguntungkan
10
antar Provinsi Jambi, dengan Provinsi Riau serta dengan negara-negara tetangga,
termasuk peningkatan kerjasama ekonomi sub-regional yang selama ini sudah dirintis,
yaitu IMS-GT;
5) Peningkatan kerja sama antar pemerintah daerah melalui sistem jejaring kerja
(networking) yang saling menguntungkan. Kerja sama ini sangat bermanfaat sebagai
sarana saling berbagi pengalaman (sharing of experiences), saling berbagi manfaat
(sharing of benefits), maupun saling berbagi dalam memikul tanggung jawab
pembiayaan pembangunan (sharing of burdens) terutama untuk pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi yang menuntut skala ekonomi (scale of
economy) tertentu sehingga tidak efisien untuk dibangun di masing-masing daerah;
6) Pemberdayaan pemerintah daerah dalam: (a) mengidentifikasi produk-produk
unggulan; (b) pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan; (b)
peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pelaku ekonomi; (c)
peningkatan akses petani dan pengusaha kecil menengah kepada sumber-sumber
permodalan; (d) perluasan jaringan informasi teknologi dan pemanfaatan riset dan
teknologi yang difokuskan untuk mendukung produk unggulan; (e)pengembangan
kelembagaan pengelolaan pengembangan usaha;
2.4.2. Program Pengembangan Wilayah Tertinggal
1) Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan,
khususnya untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah
tertinggal melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan pembangunan
seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), skema pembiayaan lain baik
kerjasama dengan Pemerintah maupun swasta.
2) Peningkatan kapasitas (capacity building) terhadap masyarakat, aparatur
pemerintah, kelembagaan, dan keuangan daerah. Selain dari pada itu, upaya percepatan
pembangunan SDM sangat diperlukan melalui pengembangan sarana dan prasarana
sosial terutama bidang pendidikan dan kesehatan;
3) Pemberdayaan komunitas adat terpencil untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemampuan beradaptasi dengan kehidupan masyarakat yang lebih kompetitif;
11
4) Pembentukan pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas penyediaan pelayanan umum, terutama untuk wilayah-wilayah yang
mempunyai kepadatan penduduk rendah dan tersebar. Hal ini antara lain dapat
dilaksanakan melalui transmigrasi lokal, maupun antar regional;
5) Peningkatan akses petani, nelayan, transmigran dan pengusaha kecil
menengah kepada sumbersumber permodalan, khususnya dengan skema dana bergulir
dan kredit mikro, serta melalui upaya penjaminan kredit mikro oleh pemerintah
kepada perbankan, salah satu seperti Kredit KUPEM
6) Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan
wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis, terutama pembangunan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkan antar wilayah.
2.4.3. Program Pengelolaan Pertanahan
Program penataan ruang tidak akan berjalan secara efektif tanpa disertai
program pengelolaan pertanahan. Program pengelolaan pertanahan ditujukan untuk:
(1) meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui
penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan secara konsisten; (2)
memperkuat kelembagaan pertanahan di provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat; (3) mengembangkan sistem pengelolaan
dan administrasi pertanahan yang transparan, terpadu, efektif dan efisien dalam
rangka peningkatan keadilan kepemilikan tanah oleh masyarakat; dan (4) melanjutkan
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara
berkelanjutan sesuai dengan RTRW dan dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
2.4.4. Program Penunjang
a. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
Program ini ditujukan untuk: (1) menjaga kesatuan wilayah Provinsi Jambi
melalui penetapan hak yang dijamin oleh hukum nasional; (2) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan
dengan provinsi tetangga.
12
Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk memfasilitasi pemerintah daerah adalah :
1). Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat melalui: (a) peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi; (b) peningkatan kapasitas SDM; (c) pemberdayaan
kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan; (d) peningkatan mobilisasi
pendanaan pembangunan;
2). Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan,
terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema
pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK),
dan skema lainnya.
b. Program Pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah
Program ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan kemampuan pembangunan
dan produktivitas kota-kota kecil dan menengah; (2) meningkatkan fungsi eksternal
kota-kota kecil dan menengah dalam suatu ’sistem wilayah pengembangan ekonomi’
dan memantapkan pelayanan internal kota- kota tersebut.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk memfasilitasi pemerintah daerah adalah :
1) Peningkatan pertumbuhan industri kecil di kota-kota kecil, khususnya industri
yang mengolah hasil pertanian (agroindustry) dari wilayah-wilayah perdesaan,
melalui: (a) pengembangan sentrasentra industri kecil dengan menggunakan teknologi
tepat guna; (b) peningkatan fungsi pasar lokal; (c) peningkatan prasarana dan sarana
transportasi yang menghubungkan kota-kota kecil dengan wilayah-wilayah perdesaan;
.
2) Penyiapan dan pemantapan infrastruktur sosial dasar perkotaan di kota-kota
kecil dan menengah untuk dapat melayani fungsi internal dan eksternal kotanya,
terutama wilayah-wilayah yang masuk dalam satuan wilayah pengembangan
ekonomi;
3) Pemberdayaan kemampuan: (a) profesionalisme aparatur dalam pengelolaan
dan peningkatan produktivitas kota; (b) kewirausahaan dan manajemen pengusaha
kecil dan menengah dalam meningkatkan kegiatan usaha, termasuk penerapan ‘good
13
corporate governance’; (c) masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan kebijakan-kebijakan publik perkotaan di kota-kota kecil dan menengah;
4) Penyempurnaan kelembagaan melalui reformasi dan restrukturisasi
kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip ‘good urban governance’ dalam
pengelolaan perkotaan kota-kota kecil dan menengah dalam rangka meningkatkan
fungsi pelayanan publik;
5) Pemberdayaan kemampuan pemerintah kota dalam memobilisasi dana
pembangunan melalui: (a) peningkatan kemitraan dengan swasta dan masyarakat; (b)
pinjaman langsung dari bank komersial dan pemerintah provinsi dan pusat; (c)
penerbitan obligasi daerah (municipal bond); (d) ekstensifikasi dan intensifikasi pajak
dan retribusi;
6) Pemberdayaan kemampuan pengusaha kecil dan menengah, melalui: (a)
pemberian akses permodalan; (b) pengembangan informasi pasar bagi produk-produk
lokal; (c) pemberian bantuan teknologi tepat guna.
c. Program Penataan Tata Ruang Wilayah
Rencana tata ruang merupakan landasan atau acuan kebijakan spasial bagi
pembangunan lintas sektor maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis
dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) telah
menetapkan norma-norma spatial pemanfaatan ruang wilayah daerah. RTRW
Provinsi berisikan: (a) pola pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya di Provinsi Jambi; (b) struktur pengembangan jaringan sarana dan prasarana
wilayah, termasuk pusat-pusat permukiman. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memanfaatkan RTRW Provinsi Jambi sebagai acuan penataan ruang daerah, yang
kemudian dijabarkan kedalam RTRW Kabupaten/Kota.
1) Pengembangan Kawasan Khusus
a) Pengembangan kawasan cepat tumbuh, dan lokasi strategis;
b) Pengembangan kawasan potensial/prospektif, yang memiliki potensi kekayaan
sumber daya alam;
c) Pengembangan kawasan terbelakang, yang kurang memiliki sumber daya alam
14
dan atau terisolasi, termasuk daerah perbatasan;
d) Pengembangan kawasan berbasis kelautan.
2) Kebijakan Pengembangan Kawasan Tumbuh Cepat dan Strategis
a) Peningkatan dan diversifikasi produk unggulan;
b) Peningkatan arus perdagangan antara wilayah;
c) Peningkatan fungsi kota sedang dan kecil di luar Jambi;
d) Peningkatan prasarana dan sarana ekonomi antar daerah;
e) Peningkatan iklim investasi dan usaha;
f) Peningkatan Kerjasama dan usaha;
g) Peningkatan Kapasitas pemerintah antar daerah dalam pengembangan
ekonomi wilayah/lokal;
h) Pengendalian kualitas lingkungan kawasan permukiman;
i) Peningkatan kualitas hidup masyarakat.
3) Kebijakan Pengembangan Kawasan Profektif
a) Peningkatan iklim investasi dan kemudahan perizinan dalam pengembangan
kawasan prospektif;
b) Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana kawasan prospektif;
c) Peningkatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan bisnis di
kawasan prospektif;
d) Peningkatan keterkaitan ekonomi lokal dan global;
e) Peningkatan kapasitas pemerintah dalam pengembangan ekonomi di kawasan
prospektif.
4) Kebijakan Pengembangan Kawasan Tertinggal (Termasuk Kawasan Terisolasi dan
Perbatasan).
15
a) Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana di kawasan tertinggal dan
perbatasan (sebagai beranda depan);
b) Peningkatan pengembangan agribisnis skala besar di kawasan tertinggal dan
perbatasan;
c) Peningkatan pengamanan pemanfaatan sumber daya kehutanan dan kelautan di
daerah perbatasan;
d) Peningkatan penyediaan pos pemeriksaan lintas antara negera;
e) Peningkatan pengamanan garis perbatasan negara.
5) Kebijakan Pengembangan Kawasan Berbasis Kelautan
a) Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana kawasan berbasis kelautan (maritim);
b) Peningkatan pengembangan industri berbasis kelautan skala besar;
c) Pengembangan armada nelayan;
d) Peningkatan pemanfaatan dan pengembangan pulau-pulau kecil;
e) Peningkatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan;
f) Peningkatan pengamanan pantai dan batas negara di lautan bebas.
16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan
adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung
berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi
halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan
dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun
daerah. Sementara itu pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama
karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak
berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan
dasar dari pemerintah.
Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan upaya
yang bersifat jangka panjang, yang hasilnya tidak dapat segera dinikmati dalam jangka
pendek Oleh karena itu konsistensi kebijakan dan perencanaan serta pengarusutamaan
anggaran yang terkait dengan program-program dan kegiatan pengurangan ketimpangan
pembangunan sangat penting.
3.2. Saran
Setelah dibuatnya makalah ini maka dapat saran yang dapat kami sampaikan adalah
bahwasannya pemerintah harus lebih jeli lagi dalam mengatur pembangunan di tiap daerah di
Indonesia sehingga mengurangi ketimpangan pembangunan dan dapat menciptakan
pembangunan yang merata diseuruh Indonesia.
3.3. Penutup
Dengan dibuatnya makalah ini semoga bisa memberikan manfaat dan dapat
memberikan referensi bagi setiap pembaca sehingga bisa tahu tentang keadaan pembangunan
yang terjadi di Indonesia dan bisa ikut andil dalam membangun Indonesia untuk menjadi
suatu Negara yang lebih berkembang dan menjadi Negara yang maju.
17
DAFTAR PUSTAKA
Israriskandar. 2011. Kebijakan Pemerintah dan Ketimpangan Pembangunan.
Diunduh dari situs (http://israriskandar.wordpress.com/2011/03/12/kebijakan-
pemerintah-dan-ketimpangan-pembangunan/) pada tanggal 19 November 2011 pukul
20.21.
Priya, Kusuma. 2010. Pengembangan Kawasan. Diunduh dari situs
(http://kusumapriya.blogspot.com) pada 19 November 2011 pukul 20.30.
Sukirno, Sadono. 2006. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta:
Rajawali Pers
www.komarudin92.wordpress.com/home
18
19