Post on 26-Dec-2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan Umum adalah perwujudan dalam rangka demokratisasi di
negara tercinta Republik Indonesia ini. Setelah kita melakukan pemilihan
umum tahun 1955. Masa Orde Lama, kemudian berturut-turut sebanyak 7
kali di Masa Orde Baru yang selalu di kelola oleh Departemen dalam Negeri.
Karena di khawatirkan memihak pada partai tertentu, maka di era demokrasi
ini di bentuklah komisioner bernama KPU.
Sesuai dengan Undang-Undang No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah diundangkan pada tanggal 11 Mei
2012. Ada beberapa perbedaan mendasar antara regulasi yang mengatur
tentang pemilu 2014 dengan pemilu 2009.
KPU Pusat, KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota harus bekerja
dalam situasi tidak normal dan harus tahan terhadap berbagai tekanan dalam
mensukseskan pemilu 2014. Hal ini sebagai konsekuensi atas pekerjaan KPU
yang berada di medan pertempuran antar politisi, medan konflik antar
kekuatan politik, yang saling memperebutkan kekuasaan politik.
1
Sehingga KPU tidak hanya berhadapan dengan tekanan berbagai calon
dan partai politik yang ingin diloloskan sebagai peserta pemilu, namun juga
menjadi medan perang bagi dua kubu partai politik yang berkonflik untuk
memperebutkan tiket pendaftaran calon DPRD.
Demi kesuksesan pemilu, penyelenggara pemilu di tingkat pusat dan
daerah telah melakukan berbagai kajian serta identifikasi persoalan teknis dan
non teknis sebagai implikasi atas perbedaan tersebut.
Ada lima hal yang secara prinsip sangat berbeda antara Pemilu 2009
dengan Pemilu 2014, yaitu meliputi :
1. Sistem pendaftaran pemilih
2. Peserta pemilu
3. Pembentukan daerah pemilihan
4. Sistem pemungutan suara dan
5. Sistem penghitungan suara
Perbedaan pendataan pemilih pada Pemilu 2009 denganPemilu 2014.
Pada Pemilu 2014, PPS mendaftar berbasis domisili (de facto). Sementara
Pemilu 2009 berbasis de jure (berbasis KTP). Secara teknis hal ini tidak
mudah. Apalagi di Pasal 40 UU No 8 Tahun 2012 dijelaskan bahwa bagi
Warga Negara yang sudah memenuhi syarat tetapi tidak memiliki identitas
apapun, maka KPU wajib mendaftar, yaitu dimasukkan kepemilih khusus.
Pemilih khusus ini dicatat setelah tidak terdaftar di pemilih tambahan.
2
Sedangkan pemilih tambahan didaftar selambat-lambatnya H-3 (hari
pemungutan suara-red), maka pemilih khusus didaftar setelah H-3.
Pendaftaran pemilih khusus wajib dilakukan oleh KPU provinsi, bukan oleh
KPU kabupaten/kota dan penyelenggara pemilu di bawahnya. Oleh karena
itu, KPU pusat terutama harus secara hati-hati dalam membuat regulasi, agar
secara teknis bisa dijalankan dan hak pilih Warga Negara yang sudah
memenuhi syarat bisa terpenuhi. Terutama dengan mempertimbangkan
perbedaan kondisi geografis wilayah Indonesia.
Dengan adanya pemilih tambahan dan pemilih khusus, yang
pendataannya masih dimungkinkan dilakukan pada H-1, maka masalah teknis
yang kemungkinan muncul dalam daftar pemilih yang akan muncul pada
pemilu 2014 nanti. Dengan adanya pemilih tambahan dan pemilih khusus ini
maka KPU provinsi memiliki tanggung jawab yang lebih besar tentang daftar
pemilih. Misalnya, jika ada orang yang tidak memiliki kartu identitas apapun
meminta untuk dimasukkan kedalam daftar pemilih khusus, maka bagaimana
caranya KPU Provinsi membuktikan bahwa orang tersebut sudah memiliki
hak untuk memilih, padahal dia tidak memiliki kartu identitas yang jelas.
Perubahan ketentuan untuk menjadi peserta pemilu Untuk menjadi
peserta pemilu, partai politik calon peserta pemilu 2014 yang saat ini belum
memiliki kursi di DPR RI, yaitu parpol yang tidak lolos parliamentary
threshold (PT-red) pada pemilu 2009, parpol tersebut harus mendaftar di
3
KPU. Syarat-syarat yang paling menonjol adalah parpol tersebut harus
mempunyai kepengurusan di setiap provinsi dan parpol tersebut harus
mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu. Ini adalah dua hal yang
sangat prinsip dan harus diperhatikan oleh parpol agar lolos verifikasi.
1. Dengan adanya perubahan daerah pemilihan, resiko politik dan resiko
anggaran pada pemilu 2014
Dalam pemilu 2014, kursi DPRD Provinsi ditetapkan dari
kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, jumlah kursi per dapil 3
sampai 12 kursi. Ada ayat yang mengatakan kalau kabupaten/kota atau
gabungan kabupaten/ kota tidak bisa dilaksanakan (pembentukan Dapil
tersebut, karena melampaui ketentuan jumlah maksimal, red.) maka
dibolehkan membagi kabupaten/kota menjadi dua atau lebih dapil dengan
kursi 3 sampai 12.
2. Antisipasi terkait perubahan dapil tersebut
Pembuatan regulasi tentang pemilu adalah kewenangan KPU Pusat,
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tinggal melaksanakan. Problem dapil
merupakan kebijakan politik. Ini tidak sesederhana jika yang ada adalah
kebijakan teknis. Belajar dari pengalaman pada pemilu 2004, dalam
penentuan dapil pada pemilu 2014, harus bisa diterima oleh semua pihak.
4
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota telah dilakukan kajian-kajian hukum
terkait regulasi ini.
3. Perbedaan penghitungan suara/kursi bagi parpol
Pada pemilu 2009 kan PT hanya diberlakukan untuk DPR RI. Untuk
DPRD tidak menggunakan ketentuan PT tersebut. Sedangkan pada pemilu
2014, PT berlaku secara nasional yaitu berlaku untuk Pemilu DPR serta
Pemilu DPRD Provinsi dan Pemilu DPRD Kabupaten/Kota. Sehingga parpol
yang secara nasional tidak memperoleh PT 3,5% sama sekali tidak
dimasukkan dalam perhitungan kursi, baik DPR RI, DPRD Provinsi maupun
Pemilu DPRD Kabupaten/Kota.
Kedua, untuk pemilu 2009 jika ada sisa suara DPR RI, diakumulasi di
tingkat provinsi dari dapil masing-masing. Pada pemilu 2014, setelah dilihat
parpol memenuhi PT 3,5% dari suara sah nasional maka parpol itu diikutkan
dalam penghitungan kursi di pusat dan daerah. Bagi yang tidak memenuhi,
tidak diperhitungkan sama sekali.
Alokasi kursi ada penggabungan sisa suara di tingkat provinsi,
sementara pada 2014 habis di dapil bersangkutan. Artinya bagi parpol yang
memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP-red.) maka akan diperhitungkan
di tingkat awal, sisanya menjadi sisa suara. Parpol yang tidak memenuhi BPP
langsung dijadikan sisa suara, maka lalu dilihat rangkingnya. Sisa suara
5
terbanyak secara berturut-turut mendapatkan alokasi kursi yang masih tersisa,
sampai sisa kursi habis.
4. Cara memberikan suara dalam Pemilu 2014
Teknisnya kembali ke mencoblos. Tetapi UU baru ini membatasi
bahwa pada pemilu 2014, sistem pemungutan suaranya hanya diperbolehkan
mencoblos satu kali. Kalau di 2004 pengaturan berapa kalinya kan dengan
peraturan KPU. Demikian juga pada pemilu 2009. Ini harus dicermati oleh
KPU pusat agar tidak membingungkan pemilih. Karena di pemilu sebelumnya
kan boleh menandai lebih dari satu kali. Dengan menggunakan sistem
proporsional terbuka, sehingga bisa memilih parpol atau calonnya, maka
definisi coblos satu kali ini harus jelas.
Daftar Pemilh Tetap (DPT) Pemilu 2014 Kabupaten Bantul ditetapkan
sebanyak 721.870 dengan perincian laki-laki 350.765 dn perempuan 371.105
dalam rapat pleno terbuka oleh KPU Kabupaten Bantul yang dipimpin Ketua
KPU Kabupaten Bantul Budhi Wiryawan dihadiri dan disaksikan anggota
KPU DIY Drs. Miftahul Alfin, Staf Ahli Bupati Bantul Suarman SW, SH
MH, Ketua Panwaslu Bantul Drs. Supardi, para ketua parpol, para calon
anggota DPD RI dari DIY, para camat, para ketua PPK dan LSM pemerhati
Pemilu bertmpat di Hotel Ros In Yogyakarta hari Jumat (13/9).
6
Meskipun sudah ditetapkan menurut Ketua KPU Kabupaten Bantul
Budhi Wiryawan dalam hal setelah DPT ditetapkan masih terdapat data
pemilih ganda, pemilih yang belum berusia 17 tahun dan belum
menikah/kawin, atau data pemilih yang kurang lengkap terkait jenis kelamin,
tanggal lahir dan jenis kecacatan pemilih, KPU Kabupaten melakukan
pembersihan/penghapusan terhadap salah satu pasangan data ganda,
menghapus data pemilih yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah
dengan meminta PPS yang bersangkutan mengkonfirmasi data tersebut ke
lapangan. KPU kabupaten akan melakukan perbaikan DPT paling lama
sampai tanggal 11 Oktober 2013 jelasnya.1
Selain itu pada Pemilu 2014 terdapat DPK Bantul tercatat 1.804
Pemilih. Sampai dengan batas akhir pendaftaran (tanggal 30 Maret 2014)
Daftar Pemilih Khusus (DPK) untuk Pemilu 2014 di KPU Kabupaten Bantul
tercatat sebanyak 1.804 pemilih, mereka adalah warga masyarakat yang telah
memiliki hak pilih tetapi tidak terdaftar di DPT termasuk pemilih pindahan
yang menggunakan formulir A-5 sebanyak 503 pemilih.
Ketua KPU Kabupaten Bantul Muhammad Johan Komara, S.IP
optimis dengan tambahan surat suara dua persen akan dapat memenuhi jumlah
pemilih di Bantul baik yang tercatat di DPT maupun DPK pada Pemilu
1 (www.kpu_bantulkab.com 05 maret 2014)
7
legislatif hari Rabu tanggal 9 April 2014 akan datang, tinggal pengaturan oleh
PPS di TPS mana meraka akan menggunakan hak pilihnya.
Apabila ada warga masyarakat pemilih belum tercatat pada DPK
masih dapat menggunakan hak pilih dengan dalam DPK tersebut. Yaitu pada
hari H langsung datang ke TPS pada alamat sesuai KTP paling lambat 1 (satu)
jam sebelum pemungutan suara ditutup. Jika surat suara pada TPS
bersangkutan tidak mencukupi akan diarahkan oleh KPPS ke untuk
menggunakan hak pilihnya pada TPS terdekat.
Setelah ditetapkan sebanyak 721.870 jumlah DPT di kabupaten Bantul
pada 16 September 2013 yang lalu kini Hasil Penyempurnaan DPT Kabupaten
Bantul 716.367. Penyempurnaan DPT bukan untuk mendata pemilih baru,
namun memperbaiki data pemilih (NIK Invalid), menyaring pemilih ganda,
maupun menghapus pemilih meninggal atau yang tidak memenuhi syarat
lainnya,” kata Arif Widayanto, S.Fil.I., Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan
KPU Bantul, usai Rapat Koordinasi Penyempurnaan DPT Kabupaten Bantul
yang dipimpin Ketua KPU Kabupaten Bantul Muhammad Johan Komara,
S.IP didampingi anggota KPU KPU Bantul, dihadiri Divisi Teknis
Penyelenggaraan KPU DIY Nur Huri Mustofa, S.Ag,M.SI, Pimpinan Partai
Politik di Bantul serta Panwaslu Kabupaten Bantul pada hari Jumat (17/1).
8
Sumber:KPU Kabupaten Bantul
Lebih lanjut Arif menjelaskan sesuai SE KPU No. 858/KPU/XII/2013
ada tiga hal yang
disempurnakan. Pertama, pemilih dengan NIK Invalid dengan cara koordinasi
dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bantul, sebab yang
dapat memberikan NIK adalah Disdukcapil atau Kemendagri. Kedua,
penyaringan data ganda akibat terisinya NIK antar kabupaten dengan cara
pencocokan dan penelitian melalui PPK dan PPS. Ketiga, penghapusan
pemilih meninggal, berubah status TNI/Polri, pindah domisili, belum cukup
umur, serta pemilih tidak dikenal.
9
Tabel 1.1DPT Pemilu 2014 Kabupaten Bantul
No. Kecamatan JumlahDesa
JumlahTPS
Jumlah Wajib Pilih Total
Laki-laki Perempuan
1 Bambanglipuro 3 110 15995 17245 33240
2 Banguntapan 8 252 38924 41664 80588
3 Bantul 5 149 23086 24545 47631
4 Dlingo 6 100 14776 15400 30176
5 Imogiri 8 153 23950 25182 49132
6 Jetis 4 143 21564 23189 44753
7 Kasihan 4 253 38932 40632 79564
8 Kretek 5 82 11543 13003 24546
9 Pajangan 3 82 12743 13396 26139
10 Pandak 4 132 19939 20746 40685
11 Piyungan 3 123 18970 20078 39048
12 Pleret 5 105 17045 17702 34747
13 Pundong 3 92 13749 14777 28526
14 Sanden 4 94 13057 14438 27495
15 Sedayu 4 119 17448 18661 36109
16 Sewon 4 225 36815 37560 74375
17 Srandakan 2 80 12229 12887 25116
TOTAL 75 2.294 350.765 371.105 721.870
Penyempurnaan DPT, tetap akan dilaksanakan hingga empat hari
sebelum pemungutan suara suara yang dilaksanakan pada tanggal 9 April
2014. Perbaikan DPT terus dilakukan karena dari bulan Januari hingga akhir
Maret 2014, akan terjadi perubahan karena ada pemilih meninggal dan yang
lainnya. Adapun data DPT per 30 November 2013 tercatat 717.253 pemilih
dan NIK invalid 2.066 setelah penyempurnaan sampai tanggal 17 Januari
2014 tercatat 716.367 pemilih dengan NIK invalid 1.445 pemilih.
Untuk warga masyarakat yang belum terdaftar atau tercecer dari DPT
maka masih ada kesempatan untuk tidak kehilangan hak pilihnya melalui
Daftar Pemilih Khusus (DPK). Masyarakat yang akan mendaftarkan diri
untuk dicatat pada DPK dapat melalui PPS di setiap desa pada hari kerja.
Warga yang telah memenuhi hak pilih dan belum tercantum di DPT di
tampung dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) hingga 14 hari sebelum
pemungutan suara, terang Arif.
Untuk memberikan layanan kepada masyarakat yang pada hari dan
tanggal pemungutan suara tidak dapat hadir di TPS karena keadaan tertentu
maka diadakan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). DPTb berfungsi agar
pemilih dapat berpindah TPS dengan menggunakan surat dari PPS asal (Form
A5). Dokter yang bertugas di rumah sakit, wartawan yang sedang
mengadakan liputan, maupun mahasiswa yang menempuh study di luar
daerah akan tetap bisa memilih dengan Form A5.
10
Setelah DPT kabupaten Bantul telah di sempurnakan KPU bantul
melakukan Sosialisasi Pemilu 2014 melalui Berbagai Metode Untuk mencapai
target partisipasi pemilih mencapai 75 persen pada Pemilu legislatif tanggal 9
Maret 2014 KPU Kabupaten Bantul terus melakukan sosialisasi melalui
berbagai metode antara lain melalui media elektronika radio( Radio Persatuan,
Bantul Radio dan Radio Rasialima) berupa tayangan iklan layanan masyarakat
serta mengisi siaran langusng pada acara Taman Gabusan di TVRI
Yogyakarta (11/3), jalan santai sosialisasi Pemilu 2014(9/3) untuk mengajak
masyarakat menggunakan hak pilihnya.
Adapun melalui metodaetatap muka dengan mengefektifkan peran
Relawan Demokrasi (Relasi) dengan menghadiri segmen masyarakat pemilih,
penyuluhan yang dilakukan oleh PPK dan PPS serta oleh Komisioner KPU
kepada kelompok-kelompok masyarakat, penyebaran bahan sosialisasi berupa
modul serta alat peraga sosialiasi lainnya (contoh surat suara, poster daftar
calon).
Salah satu alat peraga sosialisasi berupa baliho dan spanduk berisi
ajakan untuk memilih pada Pemilu tanggal 9 April 2014 hari Rabu Pon yang
telah dipasang pada tempat-tempat strategis, untuk baliho ukuran 4 x 6 meter
sebanyak 95 buah tersebar di setiap kecamatan, desa serta di ibukota Bantul.
Sedangkan spanduk sebanyak 201 buah telah terpasang di seluruh kecamatan
dan desa se Kabupaten Bantul.
11
KPU Bantul Rekrut Relawan Demokrasi Untuk menindaklanjuti Surat
Edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 609/KPU/IX/2013 tentang
Penyampaian Petunjuk Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi Pemilu
2014 dan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu
2014 serta untuk memberikan pendidikan pemilih yang memadai, Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Bantul membuka kesempatan bagi Warga
Negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih untuk menjadi Relawan
Demokrasi (Relasi) di Kabupaten Bantul.
Relawan Demokrasi KPU Kabupaten Bantul Dikukuhkan Sebanyak
25 orang Relawan Demokrasi (Relasi) Kabupaten Bantul mewakili segmen
pemilih pemula, segmen perempuan, segmen agama, segmen pinggiran dan
segmen disabilitas dikukuhkan oleh Ketua KPU Kabupaten Bantul
Muhammad Johan Komara, S.IP disaksikan anggota KPU Bantul dan jajaran
staf Sekretariat KPU Bantul hari Rabu (20/11).
Dalam sambutannya Muhammad Johan Komara, S.IP mengatakan
bahwa program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang di prakarsai
oleh KPU RI yang dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas
pemilih dalam menggunakan hak pilihnya, program ini di latarbelakangi oleh
kecenderungan menurunnya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak
pilihnya dalam pemilu.
12
Saat ini trend partisipasi pemilih dalam Pemilu terus mengalami
penurunan, target KPU Kabupaten Bantul adalah meningkatkan partisipasi
pemilih minimal di angka 75% pada Pemilu 2014. Sehingga Relawan
Demokrasi sebagai mitra KPU, diharapkan dapat menjalankan sosialisasi serta
pendidikan pemilih pada komunitasnya, jelas Muhammad Johan Komara,
S.IP.
Usai pengukuhan dilanjutkan pembekalan oleh Divisi Sosialissi KPU
DIY Farid Bambang Siswantara serta Komisioner KPU Kabupaten Bantul
dengan materi antara lain menjadi relawan berintegritas, pentingnya
demokrasi Pemilu dan partisipasi, gender dan disabilitas dalam Pemilu 2014,
tahapan penyeleggaraan Pemilu, teknik komunikasi yang baik, kode etik
relawan, serta rencana tindak lanjut.
Adapun tugas Relawan Demokrasi antara lain akan memetakan varian
kelompok sasaran, mengidentifikasi kebutuhan varian kelompok sasaran,
identifikasi materi dan metoda sosialisasi yang dilakukan, menyusun jadwal
kegiatan dan berkoordinasi dengan relawan pemilu lain, melaksanakan
kegaitan sesuai jadwal serta menyusun laporan kegiatannya.
Tingkat kehadiran pemilih dalam pileg dan pilpres 2004, Pemilukada
tahun 2005/2006, 2009/ 2010. Pemilihan Umum (pemilu) merupakan salah
satu mekanisme untuk melaksanakan demokrasi. Tingkat legitimasi pemilu
13
berbanding lurus dengan tingkat partisipasi masyarakat, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Secara kuantitatif, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu di
Indonesia memang lebih dari 50%, tetapi perlu juga disadari adanya tendensi
penurunan tingkat prosentase pemilih dalam pemilu dari tahun ke tahun.
Ikhtisar tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu sebagaimana tersebut dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 1.2
Partisipasi Pemilih
NO Kabupaten/kota
Pileg 2004
Pilpres 2004 Pilkada2005 /2006
Pemilu 2009 Pilkada Pemilu 2014Putaran I
Putaran II Pileg Pilpres 2010/2011 Pileg Pilpres
1 Kota yogyakarta 75.04% 79.08% 75.61% 53.32% 66.54% 69.21% 64.46%
14
2 Bantul 92.11% 85.24% 82.63% 76.52% 74.08% 79.11% 73.69% 81,00% 3 Kulonprogo 87.04% 85.41% 82.96% 75.66% 73.37% 73.46% 69.70% 4 Sleman 81.30% 78.81% 76.04% 77.69% 72.68% 77.61% 70.67% 5 Gunungkidul 82.41% 79.12% 75.26% 75.27% 75.14% 75.36% 71.87%
Provinsi DIY 84.13% 80.93% 77.79% 72.94% 75.97%
Nasional 84.00% 78.00% 76.63% 70.96% 72.55% Sumber : KPU Kabupaten Bantul
Pada pemilu tahun 2009 kabupaten bantul angka partisapsi nya cukup
tinggi yaitu sekitar 74% dan pada pemilihan presiden mencapai 79%. Ini
cukup tinggi di bandingkan dengan kabupaten lain di DIY. Dan pada pemilu
2014 yang lalu angka partisipasi pemilihan legislatif di kabupaten bantul
partisipasi nya mencapai target KPU yaitu mencapai 81% ini lah suatu
keberhasilan KPU bantul dalam menyelenggarakan pemilu di lihat dari angka
partisipasi masyarakatnya.
Dalam sistem politik modern, tidak ada satu negara yang dapat disebut
Negara demokratis (oleh masyarakat international) apabila tidak mengadakan
pemilu. Permasalahan apakah pemilihan umum itu dilakukan secara adil,
transparan dan jujur itu merupakan hal lain. Salah satu indikator kematangan
suatu bangsa adalah tingkat partisipasi politik warganya, idealnya partisipasi
yang diidamkan adalah pada proses transformasi publik kedalam ranah
struktur politik bukan hanya kehadiran pemilih di TPS Bantul yang
merupakan kabupaten berpenduduk besar kedua telah sukses dalam pemilu
15
legislatif maupun presiden. Hal tersebut bisa dilihat jumlah partispasi
masyarakat yang tertinggi di DIY.2
KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang menjalankan sistem
demokrasi di Indonesia sangat berperan penting dalam penentuan nasib
masyarakat lima tahun lama nya karena ada pergantian kekuasaan di lembaga
Negara seperti halnya DPR maupun Presiden dan Wakil Presiden dengan
adanya pemilu setiap lima tahun sekali rakyat bisa memilih para wakil mereka
di DPR maupun memilih Presiden dan wakil presiden. Sehingga pada setiap
pemilu lembaga seperti KPU sangat bekerja keras untuk menjalankan sistem
demokrasi ini dan harus sukses dalam setiap pemilu yang di selenggarakan,
baik dari KPU pusat maupun yang di daerah. KPU bantul saat ini telah
menjalankan tugas mereka dengan maksimal agar sukses menyelenggarakan
pemilu 2014 yang lalu. Dan keberhasilan KPU 2014 yang lalu yang mencapai
target partisipasi 81% dan menjalankan pemilu dengan adil,damai serta jujur.
Dan tentunya angka golput pun bisa menurun dari pemilu 2009 yang lalu.
Dari sekilas uraian diatas mengenai deskriptif fenomena yang
menggambarkan Kinerja KPU pada penyelenggaraan pemilu 2014 maka
penulis tertarik melakukan penelitian tentang “PENGARUH KINERJA KPU
TERHADAP PENCEGAHAN GOLPUT DI KABUPATEN BANTUL PADA
PEMILU LEGISLATIF 2014”
2 (www.kpu_bantulkab.com 05 maret 2014)
16
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting bagi suatu penelitian yang berguna
untuk menjadikan penelitian tersebut sebagai penelitian yang terarah pada
masalah tersebut. Dengan memperhatikan latar belakang masalah di depan
dapatlah di rumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kinerja KPU yang manakah yang paling berpengaruh pada pencegahan golput
di Kabupaten Bantul ?
2. Resiko Golput manakah yang paling di pengaruhi oleh kinerja KPU ?
3. Seberapa banyakkah pengaruh kinerja KPU terhadap pencegahan Golput di
Kabupaten Bantul?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui Kinerja KPU yang manakah yang paling berpengaruh
pada pencegahan golput di Kabupaten Bantul.
2. Untuk mengetahui Resiko Golput manakah yang paling di pengaruhi oleh
kinerja KPU.
3. Mengetahui Seberapa banyakkah pengaruh kinerja KPU terhadap
pencegahan Golput di Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
17
1. Bagi penyusun, penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan serta
pengetahuan sebagai perbandingan antara teori–teori yang telah diterima
dibangku kuliah serta menindak lanjuti dari program instrenship di (KPU)
Kabupaten Bantul dengan kenyataan yang ada pada Pemilu Tahun 2014.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
mengenai pelayanan yang berkualitas serta kinerja dari KPU Kabupaten
Bantul pada Pemilu Tahun 2014.
3. Agar menjadi wacana dan memberikan masukan pemikiran serta
menambah referensi skripsi yang ada di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
E. Kerangka Dasar Teori
Kerangka dasar teori adalah teori-teori yang di gunakan dalam
melakukan suatu penelitian sehinggga penelitian yang dilakukan menjadi
jelas, sistematis, dan ilmiah. Kerangka dasar teori tersebut digunakan untuk
lebih menjelaskan permasalahan yang ada sehingga menjadi lebih jelas
dengan kerangka dasar pemikiran yang benar.
“Teori adalah merupakan alat yang terpenting dari suatu ilmu
pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta
saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Kecuali (1) Menyimpulkan
generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta hasil pengamatan, teori itu juga: (2)
Memberi kerangka orientasi untuk analisa dan klasifikasi dari fakta-fakta yang
18
dikumpulkan dalam penelitian; (3) Memberi ramalan terhadap gejala-gejala
baru yang akan terjadi; (4) Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan
kita tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi. 3
Teori umumnya dibagi dalam suatu klasifikasi seperti teori dasar
(“lower-level”), teori pertengahan (“middle-range”), dan teori umum. Teori
dasar terdiri dari satu atau sejumlah pernyataan teoritis yang berkaitan dengan
ragam jenis kejadian-kejadian tertentu. Teori pertengahan mencakup jenis
kejadian yang lebih luas, yang menggabungkan dan mempertalikan sejumlah
proposisi yang semula terpisah. Teori umum, cakupannya sangat luas, ia
menggabungkan teori-teori pertengahan ke dalam struktur yang luas guna
mengintegrasikan pengetahuan ke dalam lingkup bidang yang luas atau
bahkan ke dalam keseluruhan disiplin.4
Pengertian teori menurut F.N Kerlinger sebagaimana dikutip kembali
oleh Sofian Efendi dan Masri Singarimbun adalah serangkaian konsep,
kontrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial
secara sistematis dengan merumuskan hubungan antar konsep.
Menurut definisi ini, teori mengandung tiga hal, yaitu:
Pertama, teori adalah serangkaian proposisi atau konsep yang
berhubungan. 3 Koentjoroningrat, 1977,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, P.T Gramedia, Jakarta, hal :194 Jack C. Plano, Robert E, dan Helena S. Robin, terjemahan oleh Edi S. Siregar. 1994. Kamus Analisa Politk, Rajawali pers, Jakarta, cetakan ketiga, Hal : 266
19
Kedua, teori adalah menerangkan secara sistematis suatu fenomena
dengan cara menentukan hubungan antar konsep.
Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dan cara menentukan
konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana
bentuk hubungannya.5
Kerangka dasar dalam penelitiaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kinerja
Penilaian kerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena
dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam
mencapai misinya. Bagi suatu organisasi informasi tentang kinerja dapat
berguna untuk menilai sejauh mana kinerja yang dilakukan suatu organisasi
untuk mencapai kepuasan dan memenuhi harapan yang ingin dicapai dalam
rangka meningkatkan kualitas. Dengan adanya penilaian dan informasi
kinerja pada suatu organisasi diharapkan adanya perbaikan yang lebih terarah
dan sistematis.
Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari
bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja
dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.6
5 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989,Metode Penelitian Survai, Jakarta :LP3ES,, Hal: 37 6 www.wikipedia.com
20
Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi
kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum,
dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya.
a. Menurut Bernardin dan Russel, Kinerja didefinisikan sebagai catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau
kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
b. Menurut As’ad, Kinerja didefinisikan sebagai keberhasilan seseorang
dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
c. Menurut Kurb, Kinerja didefinisikan sebagai pekerjaan yang merupakan
gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang.
d. Menurut Gilbert, Kinerja didefinisikan sebagai apa yang dapat dikerjakan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
1. Tingkat organisasi, dengan variable kinerjanya adalah strategi,tujuan,
dan pengukuran organisasi secara luas, struktur organisasi dan
penyebaran sumber daya.
2. Tingkat proses, yaitu bagaimana pekerjaan ini dilakukan. Variable
kinerjanya adalah proses pelayanan kebutuhan pelanggan efisien dan
efektif, tujuan proses dan pengukuran proses digerakkan oleh
kebutuhan pelanggan dan kebutuhan organisasi.
3. Tingkat pekerja atau pelaksana, dengan variable kinerjanya adalah
promosi jabatan, pertanggung jawaban pekerja, standar pekerjaan
umpan balik, penghargaan dan latihan.
21
a. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat menejemen untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna ganda, yaitu pengukuran
kinerja sendiri dan evaluasi kinerja.
1. Penetapan indikator kinerja
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan
klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan
pengolahan data/informasi untuk menentukan capaian tingkat
kinerja kegiatan/program.
2. Penetapan Capaian Kinerja
Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan
menilai capaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatan/program
dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh suatu instansi
pemerintah.
3. Formulir Pengukuran Kinerja
Untuk memudahkan dalam melakukan evaluasi atas kesesuaian
dan keselarasan antara kegiatan dan program, atau antara program
penunjangan dengan program utama, atau antara program yang
lebih rendah dengan program yang lebih tinggi.7
7 Tim Asistensi pelaporan AKIP 1999, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Jakarta, hal 44
22
James B.Whittaker dalam bukunya “The Government Performance
Result Art of 1993”, menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan
suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan
untuk menilai pencapaian tujuan atau sasaran (goals and objective),8 menurut
Whittaker, elemen kunci system pengukuran kinerja terdiri atas :
1. Perencanaan dan penetapan tujuan;
2. Pengembangan ukuran yang relevan;
3. Pelaporan formal atas hasil;
4. Penggunaan informasi.
Bagi setiap organisasi, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu
kegiatan yang sangat penting karena penilaian tersebut dapat dipakai sebagai
ukuran keberhasilan penilaian suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu,
bahkan penilian tersebut dapat menjadi input bagi perbaikan dan peningkatan
organisasi. Jadi kinerja dapat juga diartikan, kegiatan perencanaan yang
dilaksanakan oleh kelompok atau individu untuk mencapai tujuan atau hasil
yang diharapkan sesuai dengan perencanaan kinerja yang diraih oleh suatu
organisasi dapat dilihat dari beberapa aspek berikut.9
a. Aspek Produktivitas (Productivity)
8 Tim Asistensi pelaporan AKIP Modul 3, 1999, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Jakarta, hal 59 Ulung Pribadi, Perubahan Paradigma Organiasi, Perancangan Strategis Manajemen Total Kualitas Dalam Pengembangan Organiasi (Diktat Mata Kuliah Pengembangan Organisasi Publik), Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas ISIPOL, Universitas Muhammadiyah Yogyaklarta.
23
Aspek ini berkaitan dengan perbandingan antara masukan (input) dan
keluaran (output) suatu organisasi. Apabila keluaran atau hasilnya lebih
besar dari pada masukannya atau ongkosnya, maka kondisi ini disebut
efisien atau produktivitas tinggi. Namun bila keluarannya lebih rendah
dari pada masukannya, maka organisasinya tersebut tidak efisien.
b. Aspek Kualitas Pelayanan (Quality of service)
Aspek ini bias dilihat sebagai aspek efektifitas pelayanan yang diberikan
oleh organisasi kepada para konsumennya.
c. Aspek Responsivitas (Responsiveness)
Aspek ini dapat diartikan sebagai daya tanggap para penggelola organisasi
terhadap kebutuhan dan keinginan dari para klien atau masyarakat sasaran.
Daya tanggap disini diartikan sebagai respon terhadap kebutuhan klien
dan penerapan peraturan yang benar.
d. Aspek Responsibilitas (Responsibility)
Aspek ini dapat diartikan sebagai suatu kondisi administrasi dan kebijakan
serta program-program yang baik yang dimiliki oleh para pengelola
organisasi. Kondisi administrasi, kebijakan dan program yang baik disini
dimaksudkan dalam artian yang luas sebagai kemantapan sistem
pekerjaan.
e. Aspek Profesioanal (Professionalism)
Aspek ini menunjuk pada sifat dari suatu pekerjaan yang membutuhkan
kompetisi atau keahlian teknis. Prosessionalism menjadi suatu kebutuhan
24
yang tidak dapat dihindari oleh para pengelola organisasi, karena semakin
tumbuhnya kompleksitas masalah-masalah yang ada dalam masyarakat
dan semakin canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f. Aspek Akuntabilitas (Accountability)
Aspek ini dapat diartikan sebagai organisasi tentang apa-apa yang telah
dilakukan oleh stake holders (pihak-pihak yang berkepentingan), konsep
ini menganut pada pengertian bahwa segala tindakan organisasi akan
dinilai dan dievaluasi oleh kalangan yang terkait dan memiliki
kepentingan dengan organisasi itu.
Dari keenam aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai
suatu kinerja atau prestasi kerja yang baik maka suatu organisasi dalam
hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul dalam keadaan
yang seimbang dalam produktivitasnya, baik itu masukan atau keluaran.
Sehingga dalam melakasanakan tugasnya para aparatur dapat bekerja
secara efektif dan efisien.
Menurut Atmosoeprapto, dalam Hessel Nogi (2005 : 181)
mengemukakan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal, secara lebih lanjut kedua faktor tersebut diuraikan sebagai
berikut :
a. Faktor eksternal, yang terdiri dari :
25
1. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuasaan Negara yang berpengaruh pada keamanan dan
ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk
berkarya secara maksimal.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang
berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli
untuk menggerakkan sektor-sektor lainya sebagai suatu system
ekonomi yang lebih besar.
3. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat,
yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang
dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
b. Faktor internal, yang terdiri dari :
1. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
diproduksi oleh suatu organisasi.
2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3. Sumber Daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota
organisasi sebagai penggerak jalanya organisasi secara
keseluruhan.
4. Budaya Organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam
pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang
bersangkutan.
26
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi.
Namun secara garis besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi
kinerja organisasi adalah faktor internal (faktor yang datang dari dalam
organisasi) dan faktor eksternal (faktor yang datang dari luar organisasi).
Setiap organisasi akan mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda karena
pada hakekatnya setiap organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-
masing sehingga permasalahan yang dihadapi juga cenderung berbeda
tergantung pada faktor internal dan eksternal organisasi.
2. Golongan putih
Fenomena kemunculan golongan putih atau Golput di Indonesia sejak
tahun 1971 dan perkembangannya hingga kini jelas merupakan suatu dimensi
sejarah politik kita yang menarik untuk diamati dan dianalisis. Meskipun
Golput yang diidentifikasi dengan “gerakan protes” terhadap penyelenggraan
pemilihan umum itu muncul hanya setiap lima tahun sekali, namun yang
paling penting untuk diketahui dari gerakan ini adalah makna dan sasaran
yang ingin dicapainya, yaitu terwujudnya demokrasi di berbagai dimensi
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Bahwa hingga kini
masih tetap ada Golput yang bandel memberikan “suara berbeda”, ini suatu
tenda zaman bahwa masih ada sesuatu yang “tidak beres” dengan demokrasi
kita. “Suara berbeda” atau dengan kata lain tidak mencoblos salah satu pun
27
dari tanda gambar organisasi peserta pemilu (OPP), itu bukannya tanpa
kesadaran dan pertimbangan argumentatif.10 Istilah Golongan Putih (Golput).
Istilah golongan putih atau golput pertama kali muncul menjelang
Pemilu 1971. Istilah ini sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-
kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan
ABRI (sekarang TNI) yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada
Golkar. Arogansi ini ditunjukkan dengan memaksakan (dalam bentuk
ancaman) seluruh jajaran aparatur pemerintahan termasuk keluarga untuk
sepenuhnya memberikan pilihan kepada Golkar. Arogansi seperti ini dianggap
menyimpang dari nilai dan kaidah demokrasi di mana kekuasaan sepenuhnya
ada di tangan rakyat yang memilih.
Ketika itu, Arief Budiman mengajak masyarakat untuk menjadi golput
dengan cara tetap mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketika
melakukan coblosan, bagian yang dicoblos bukan pada tanda gambar partai
politik, akan tetapi pada bagian yang berwarna putih. Maksudnya tidak
mencoblos tepat pada tanda gambar yang dipilih. Artinya, jika coblosan tidak
tepat pada tanda gambar, maka kertas suara tersebut dianggap tidak sah.
Sementara itu kemunculuan golput ada Sembilan yaitu :
1. Golongan putih bukanlah suatu organisasi. Dia adalah identifikasi,
identifikasi bagi mereka yang tidak puas dengan keadaan sekarang karena
10 Arbi Sanit, 1992 GOLPUT:aneka pandangan fenomena politik,Pustaka sinar harapan, Jakarta,hal 11
28
aturan permainan demokrasi diinjak-injak, tidak saja oleh partai-partai
politik (seperti ketika mereka mencetuskan U.U. Pemilihan Umum), tapi
juga oleh Golongan Karya, yang dalam usaha memenangkan pemilihan
umum ini, menggunakan aparat pemerintah dan cara-cara yang di luar
batas aturan permainan dalam suatu masyarakat yang demokratis.
2. Untuk menunjukan bahwa seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan
Golongan Putih, maka dia, kalau dapat memakai sebuah lencana
berbentuk segilima putih dengan pinggir hitam. Lencana tersebut dapat
dibuat sendiri dengan kertas karton dan peniti.
3. Golongan Putih tidak melakukan gerakan-gerakan di luar hokum, karena
salah satu tujuan gerakan ini adalah menguatkan ketaatan kepada hukum.
Dia melakukan protes di dalam batas-batas hukum yang ada.
4. Apa yang dilakukan oleh Golongan Putih ialah melakukan pendidikan
politik bagi masyarakat umumnya, khususnya bagi generasi muda.
Tujuannya bukanlah untuk membuat orang menjadi pengikut suatu aliran
politik, tapi untuk membuat orang berpikir kritis dan kreatif dalam
menghadapi lingkungannya.
5. Selanjutnya, kepada mereka yang merasa dipaksa untuk memilih suatu
partai politik ataupun golongan karya, padahal dia tidak mau memilih,
maka dia dapat mengadukan hanya kepada seorang ahli hukum.
29
6. Tujuan dari Golongan Putih adalah untuk menjaga tradisi berdemokrasi,
yakni dalam situasi apa pun juga, suatu pendirian yang berlainan dengan
pendirian penguasa, harus selalu dilindungi.
7. Karena itu, gerakan ini merupakan gerakan kultural, dalam arti yang
diperjuangkan bukanlah kekuasaan politik, melainkan suatu tradisi
bermasyarakat di mana hak-hak asasi selalu terlindung dari kekuasaan
sewenang-wenang.
8. Golongan putih menganjurkan untuk Pemilihan umum 1971 supaya rakyat
Indonesia menjadi penonton yang baik saja, sebagai protes terhadap
pemilihan umum yang tidak demokratis.
9. Tidak memilih adalah hak setiap warga Negara, karena itu dilindungi oleh
Undang-Undang Dasar yang berlaku.
Golongan putih bukanlah suatu pengelompokan politik, tapi ia
merupakan pengelompokan kultural. Ia tidak melambangkan diri pada suatu
ikatan organisasi, tapi adalah pribadi-pribadi. Sebagai suatu gerakan moral
Golongan Putih berjuang ditegakkannya suatu idealisme baru, di mana
prinsip-prinsip Demokrasi dan Hak-hak asasi rakyat benar-benar dijamin dan
ditegakkan. Golongan putih mengajukan appeal kepada seluruh generasi
muda Indonesia agar merebut hari depan bangsa dan Negara ini di tangannya
sendiri”. Kata Arief Budiman hari kamis di gedung balai budaya, jakrta ketika
30
mengumumkan apa yang dikatakan sebagai “Proklamasi” adanya Golongan
Putih. 11
Golput sejauh ini himbauan pemerintah agar setiap warga Negara
menggunakan hak pilihnya dan menikmati pemilu sebagai pesta demokrasi,
selalu mendapatkan respon yang positif. Kalaupun ada usaha dari kelompok
tertentu, yang mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya,
sejarah memperlihatkan ajakan ini tidak pernah menimbulkan ancaman yang
berkhawatirkan. Kelompok yang mencoba mempengaruhi atau mengagalkan
pemilu sebagai sarana membangkitkan partisipasi politik rakyat ini, ternyata
hanya mampu merebut pengikut yang jumlahnyatidak perlu mencemaskan.
Dalam hal ini, agaknya masyakrat lebih bergairah untuk berpartisipasi dengan
memberikan pilihan, dari pada tidak menggunakan hak pilih karena suatu
motivasi yang tidak jelas.12
Golput memang merupakan masalah klasik dan universal dalam
kehidupan politik. Pembicaraan tentang ini selalu menjadi berita menarik
menjelang pemilu di negara mana pun. Istilah golput dalam peta politik
Indonesia pertama kali muncul pada tahun 1971, terhadap mereka yang tidak
menggunakan hak suaranya untuk memilih. Dalam UU tentang Pemilu yaitu
UU No.10 Tahun 2008, disebutkan di Pasal 19 ayat (1 ) yang berbunyi: “WNI
11 Arbi Sanit, 1992, GOLPUT: aneka pandangan fenomena politik,Pustaka sinar harapan, Jakarta,hal 46-4912 Arbi Sanit, 1992,GOLPUT: aneka pandangan fenomena politik,Pustaka sinar harapan, Jakarta ,hal 190
31
yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau
sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Jelas kata yang tercantum
adalah “hak”, bukan “kewajiban”.21 Lebih tinggi lagi, dalam produk hukum
tertinggi di Negara kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang
diamandemen tahun 1999-2002, juga tercantum hal senada. Dalam pasal 28 E
disebutkan: “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”.
Hak memilih di sini termasuk dalam kata bebas. Artinya bebas
digunakan atau tidak, terserah pemilihnya. Dari sudut hukum, jelas sekali
kalau memilih dan dipilih adalah hak, demikian pula secara hak asasi. Hak
untuk memilih merupakan hak perdata warga negara, demikian juga hak untuk
berpendapat. Tidak ada hukum apa pun yang menyebutkan mereka yang
memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu, akan
dikenakan sanksi atau di kriminalkan oleh negara.
Secara hukum memang tidak ada satu kekuatan apa pun yang dapat
menghalang-halangi seseorang untuk bersikap golput atau tidak menggunakan
hak pilihnya. Namun, untuk menghilangkan golput barangkali perlu dikaji
lebih dalam kenapa sampai muncul orang-orang yang tidak menggunakan hak
pilihnya sebagai wujud dari hak kedaulatan yang ada pada dirinya.
32
Setidaknya secara umum ada beberapa faktor yang cukup signifikan
mempengaruhinya :
Pertama, dengan kesadarannya sendiri memang tidak ingin
menggunakan hak pilihnya disebabkan beberapa kemungkinan, seperti rasa
tidak percaya kepada sistem pemilu. Bagi masyarakat, pelaksanaan pemilu di
Indonesia dinilai masih sekadar pesta demokrasi yang tidak akan membawa
perubahan apa-apa dalam kehidupan politik selanjutnya.
Kedua, ketidak percayaan kepada kontestan (partai politik). Mereka
menganggap bahwa tidak ada figur andalan yang dapat mewakili aspirasi
mereka. Ini dibuktikan dengan beberapa kali penyelenggaraan pemilu. Para
pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih tidak dapat berfungsi mengemban
aspirasi politik mereka. Kondisi kehidupan politik yang lebih baik setelah
pelaksanaan pemilu ternyata tidak berlangsung di tengah kehidupan
masyarakat. Malah yang muncul justru konflik berkepanjangan antar elite
politik atau parpol pemenang pemilu.
Analisa penyebab terjadinya golput berdasarkan pendapat para ahli
yang melakukan penelitian terhadap penyebab golput di masyarakat. Berdasar
pemaparan secara teoritis dan tinjauan penelitian sebelumnya ada perbedaan
pendapat para ahli dan temuan hasil penelitian tentang fenomena golput.
Menurut David Moon ada perilaku non-voting yaitu pertama, menekankan
33
pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih serta karakteristik institusional
sistem pemilu; dan kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang
keuntungan dan kerugian atas keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir
memilih. Merujuk pedapat Arbi Sanit golput dapat diklasifikasi menjadi tiga
yaitu Pertama, menusuk lebih dari satu gambar partai. Kedua ,menusuk bagian
putih dari kartu suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran
untuk tidak menggunakan hak pilih.
Sedangkan menurut Novel Ali dapat di bagi dua kelompok golput
awam dan kelompok golput pilihan. Secara lebih detail diuraikan oleh Eep
Saefulloh Fatah golput teknis, golput teknis-politis golput politis dan golput
ideologis.
Hasil penelitian Tauchid Dwijayanto dalam kasus pilkada Jawa
Tengah ada tiga yang menyebabkan terjadinya golput yaitu lemahnya
sosialisasi, masyarakat lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan sikap
apatisme masyarakat. Berdasarkan hasil temuan Efniwati ada dua hal yang
menyebabkan pemilih golput yaitu faktor pekerjaan dan faktor lokasi TPS.
Kemudian Eriyanto mengatakan ada empat alasan mengapa pemilih golput
yaitu karena administratif, teknis, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan
pada politik (political engagement) dan kalkulasi rasional.
34
Berangkat dari penjelasan ini dalam pemahaman penulis faktor yang
menyebabkan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya secara
sederhana dapat di klasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu faktor
dari internal pemilih dan faktor ekternal. Faktor internal yang penulis maksud
adalah alasan pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu
bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan ekternal alasan tersebut datang dari
luar dirinya. Secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.3
Internal dan Eksternal
NO Internal Eksternal
1 Teknis Administratif
2 Pekerjaan Sosialisasi
3 - PolitikSumber : Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011
1. Faktor Internal
Tabel di atas menunjukkan tiga alasan yang datang dari individu
pemilih yang mengakibatkan mereka tidak menggunakan hak pilih.
Diantaranya alasan teknis dan pekerjaan pemilih.
35
a. Faktor Teknis
Faktor teknis yang penulis maksud adalah adanya kendala yang
bersifat teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginya
untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat hari pencoblosan
pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang lain serta
berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih.
Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke
TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
Faktor teknis ini dalam pemahaman dapat di klasifikasikan ke
dalam dua hal yaitu teknis mutlak dan teknis yang bisa di tolerir.
Teknis mutlak adalah kendala yang serta merta membuat pemilih tidak
bisa hadir ke TPS seperti sakit yang membuat pemilih tidak bisa
keluar rumah. Sedang berada di luar kota. Kondisi yang seperti yang
penulis maksud teknis mutlak. Teknis yang dapat di tolerir adalah
permasalahan yang sifatnya sederhana yang melakat pada pribadi
pemilih yang mengakibat tidak datang ke TPS. Seperti ada keperluan
keluarga, merencanakan liburan pada saat hari pemilihan.
Pada kasus-kasus seperti ini dalam pemahaman penulis pemilih
masih bisa mensiasatinya, yaitu dengan cara mendatangi TPS untuk
36
menggunakan hak pilih terlebih dahulu baru melakukan aktivitas atau
keperluan yang bersifat pribadi.
Pemilih golput yang karena alasan teknis yang tipe kedua ini
cenderung tidak mengetahui essensi dari menggunakan hak pilih,
sehingga lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada
menggunakan pilihnya. Pemilih ideal harus mengetahui dampak dari
satu suara yang diberikan dalam pemilu. Hakikatnya suara yang
diberikan itulah yang menentukan pemimpin lima tahun mendatang.
Dengan memilih pemimpin yang baik berarti pemilih berkontribusi
untuk menciptakan masa depan yang lebih baik pula.
a. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari-hari pemilih. Faktor
pekerjaan pemilih ini dalam pemahaman penulis memiliki kontribusi
terhadap jumlah orang yang tidak memilih. Berdasarkan data Sensus
Penduduk Indonesia tahun 2010 dari 107,41 juta orang yang bekerja,
paling banyak bekerja di sektor pertanian yaitu 42,83 juta orang (39,88
persen), disusul sektor perdagangan sebesar 22,21 juta orang (20,68
persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 15,62 juta orang
(14,54 persen). Data yang hampir sama di Provinsi Kepuluan Riau
berdasrakan Data BPS 2010, sebanyak 31,9% penduduk bekerja di
37
sektor industri, sektor jasa kemasyarakatan sebesar 20,7%, sektor
perdagangan sebesar 18,18% dan pertanian dan perkebunan 13,5%.
Data di atas menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia
bekerja di sektor informal, dimana penghasilanya sangat terkait
dengan intensitasnya bekerja. Banyak dari sektor informal yang baru
mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti
tidak ada penghasilan. Seperti tukang ojek, buruh harian, nelayan,
petani harian. Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang
mengharuskan mereka untuk meninggal tempat tinggalnya seperti para
pelaut, penggali tambang. Kondisi seperti membuat mereka harus
tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja yang jauh dari
TPS.
Maka dalam pemahaman penulis faktor pekerjaan cukup
singifikan pada pada faktor internal membuat pemilih untuk tidak
memilih. Pemilih dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua
pilihan menggunakan hak pilih yang akan mengancam berkurang yang
penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak memilih.
b. Faktor Eksternal
Faktor ektenal faktor yang berasal dari luar yang mengakibatkan
pemilih tidak menggukan hak pilihnya dalam pemilu. Ada tiga yang masuk
38
pada kategori ini menurut pemilih yaitu aspek administratif, sosialisasi dan
politik.
a. Faktor Administratif
Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek
adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak
pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu
pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal
administratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak bisa ikut dalam
pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidak terdaftar
sebagai pemilih. Kasus pemilu legislatif 2009 adalah buktinya banyaknya
masyarakat Indonesia yang tidak bisa ikut dalam pemilu karena tidak terdaftar
sebagai pemilih. Jika kondisi yang seperti ini terjadi maka secara otomatis
masyarakat akan tergabung kedalam kategori golput.
Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi
adalah permasalahan kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak memilki
KTP. Jika masyarakat tidak memiliki KTP maka tidak akan terdaftar di DPT
(Daftar Pemimilih Tetap) karena secara administtaif KTP yang menjadi
rujukkan dalam mendata dan membuat DPT. Maka masyarakat baru bisa
terdaftar sebagai pemilih menimal sudah tinggal 6 bulan di satu tempat.
Golput yang diakibat oleh faktor administratif ini bisa diminimalisir
jika para petugas pendata pemilih melakukan pendataan secara benar dan
39
maksimal untuk mendatangi rumah-rumah pemilih. Selain itu dituntut inisiatif
masyarakat untuk mendatangi petugas pendataan untuk mendaftarkan diri
sebagai pemilih. Langkah berikutnya DPS (Daftar Pemilih Sementara) harus
tempel di tempat-tempat strategis agar bisa dibaca oleh masyarakat.
Masyarakat juga harus berinisiatif melacak namanya di DPS, jika
belum terdaftar segara melopor ke pengrus RT atau petugas pendataan.
Langkah berikut untuk menimalisir terjadi golput karen aspek adminitrasi
adalah dengan memanfaatkan data kependudukan berbasis IT. Upaya
elektoronik Kartu Tanda Penduduk (E KTP) yang dilakukan pemerintahan
sekarang dalam pandangan penulis sangat efektif dalam menimalisir golput
administratif.
b. Sosialisasi
Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di Indonesia
sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal ini di
sebabkan intensitas pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih
kepala desa, bupati/walikota, gubernur pemilu legislatif dan pemilu presiden
hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/ RW.
Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya
meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap pemilu
terutama pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta pemilu
yang berbeda. Pada Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai politik, pada
pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik dan pemilu 2009 dikuti oleh 41
40
partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh dan pada pemilu 2014
sebanyak 15 Partai Politik termasuk 3 partai politik Aceh Kondisi ini
menuntut perlunya sosialisasi terhadap masyarakat.
Permasalahan berikut yang menuntut perlunya sosialisasi adalah
mekanisme pemilihan yang berbeda antara pemilu sebelum reformasi dengan
pemilu sebelumnya. Dimana pada era orde baru hanya memilih lambang
partai sementara sekarang selian memilih lambang juga harus memilih nama
salah satu calon di pertai tersebut. Perubahan yang signifikan adalah pada
pemilu 2009 dimana kita tidak lagi mencoblos dalam memilih tetapi dengan
cara menandai.
Kondisi ini semualah yang menuntu pentingnya sosialisasi dalam
rangka menyukseskan pelaksanaan pemilu dan memenimalisir angka golput
dalam setiap pemilu. Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai
besar berada di pedesaan maka menyebar luaskan informasi pemilu dinilai
pentingi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari akses transportasi dan
informasi, maka sosiliasi dari mulut ke mulut menjadi faktor kunci
mengurangi angka golput.
c. Faktor Politik
Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh
aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percaya dengan
partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa
41
pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang
mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain
sebagainya memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap politik sehingga
membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini
terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik
instan. Politik dimana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda
politik seperti pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat
pada politisi.
Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang
dekat dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih dekat
dengan para petinggi partai, dengan pemegang kekuasaan. Mereka lebih
menngantungkan diri pada pemimpinnya di bandingkan mendekatkan diri
dengan konstituen atau pemilihnya. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi
yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan
jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda
partai. Konflik seperti ini menimbulkan anti pati masyarakat terhadap partai
politik. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seharusnya tetap
mengedepankan etika politik (fatsoen).
Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi
maupun di sebagian masyarakat. Para politisi hanya mencari keuntungan
sesaat dengan cara mendapatkan suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat
42
kita, politik dengan melakukan transaksi semakin menjadi-jadi. Baru mau
mendukung, memilih jika ada mendapatkan keutungan materi, maka muncul
ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau sudah jadi/terpilih mereka
akan lupa janji.13
Kondisi-kondisi yang seperti penulis uraikan ini yang secara politik
memengaruhi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Sebagian
Masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua
politisi seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik
tenggelam dikalahkan politisi yang tidak baik.
Melihat kondisi seperti itu maka jelas rakyat akan merasa semakin
kecewa, sehingga akhirnya mereka tidak lagi percaya kepada elite politik dan
parpol yang ada. Masyarakat merasa elite politik belum mampu membawa
makna yang cukup berarti dalam menyalurkan aspirasinya. Hal tersebut
ditambah lagi dengan tidak seriusnya wakil rakyat dalam sidang-sidang
membahas agenda penting bangsa. Akibatnya, membuat Dewan selalu lamban
dalam merespons suatu masalah. Dari kondisi ini, mereka menganggap bahwa
pelaksanaan pemilu tidak ada gunanya, hanya membuang energi dan waktu
saja. Salah satu tolak ukur keberhasilan pemilu adalah peran serta aktif dalam
pemilih di luar golongan putih.
13 Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011
43
Sebagai tolak ukur paradoksalnya (ketidakberhasilan) adalah
rendahnya peran serta parpol terhadap pendidikan politik serta kekecewaan
terhadap terhadap praktik politik parpol dan elit politik memberikan wacana
negatif di benak pemilih. Minimal ada empat faktor mengapa orang enggan
untuk aktif berperan dalam pemilu:
1. Kekecewaan sebagian publik terhadap parpol;
2. Parpol sebagian kaya akibat money politics;
3. KPU dan pengawas di daerah minim melibatkan civil society;
4. Sistem pemilu yang rumit.
Golput dalam pemilu bisa juga muncul karena kerumitan teknis
mencoblos nomor dan atau tanda gambar dan atau nama caleg.14
TABEL 1.4
Golput Pemilu versi Quick Count Lingkaran Survei Indonesia (LSI)
No NAMA PARTAI PERSENTASE
1 GOLPUT 28,00%
2 DEMOKRAT 20,36%
3 GOLKAR 14,77%
4 PDI-P 14,54%
14 Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009
44
TABEL 1.5
Pemilih Pemilu 2009 Survei Indo Barometer
NO PEMILIH BANYAK
1 JUMLAH PEMILIH 172,00 JUTA
2 MERASA TERDAFTAR 113,58 JUTA
3 TIDAK TERDAFTAR 31,38 JUTA
4 TIDAK TAHU 24,94 JUTA
TABEL 1.6
Golput Administratif dan Teknis Versi LSN
NO TEKNIK MEMILIH PERSENTASE
1 TINGAKAT PENGENALAN PADA PARTAI 20,0%
2 MENGETAHUI PEMILU 45,4%
3 TIDAK TAHU JUMLAH PESERTA PEMILU 62,9%
4 CARA MEMBERIKAN SUARA MENYOBLOS 30,8%
5 TIDAK TAHU CARA SAMA SEKALI 19,2%
TABEL 1.7
Pemilu 2004
45
NO PEMILIH BANYAK
1 JUMLAH PENDUDUK 214,8 JUTA
2 JUMLAH PEMILIH 148,3 JUTA
3 TIDAK MEMILIH 66,6 JUTA
TABEL 1.8
Partisipasi Pemilu
NO PEMILU PERSENTASE
1 PEMILU 1955 90%
2 PEMILU 1999 86%
3 PEMILU 2004 80%
4 PEMILU 2009 72%
TABEL 1.9
Angka Golput
46
NO PEMILU PERSENTASE
1 PEMILU 1999 10,40%
2 PEMILU 2004 23,34%
3 PEMILU 2009 28,00%
TABEL 1.10
Golput Pemilu 2004
NO GOLPUT BANYAK
1 JUMLAH GOLPUT 34.509.246
2 TIDAK TERDAFTAR KE TPS 23.551.321
3 SUARA TIDAK SAH 10.957.925
4 PERSENTASENYA 23,34%
Data tersebut di atas menunjukkan fenomena angka golput yang
cenderung meningkat pada setiap pelaksanaan Pemilu.15
3. KPU (Komisi Pemilhan Umum)
15 Sumber : Suara Merdeka(Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009)
47
Konstitusi mengatur kewenangan menyelenggarakan pemilu kepada
lembaga KPU, dan selanjutnya oleh Undang-Undang No 8 tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum diberi nama Lembaga KPU yang bersifat nasional, tetap,
dan mandiri, dengan kewenangan menyelenggarakan pemilihan umum secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, dituntut mempunyai
integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu kuat dan
bersifat mandiri. Hal ini sangat penting maknanya, dalam penyelenggaraan
pemilu selanjutnya. Munculnya beberapa komentar dan sorotan, sangat
mempengaruhi otoritas dan kemandirian KPU sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pemilu. KPU sebagai organ negara, dan peran yang
dilaksanakan KPU adalah peran negara, sudah selayaknya dan
sepatutnyadiperlakukan sama dengan organ-organ negara yang lain, artinya
diberikan perlindungan hukum yang memadai supaya tugas dan kewajibannya
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ketika undang-undang memberikan kewenangan suatu lembaga
negara, maka lembaga tersebut harus mempertanggungjawabkannya.
Kemandirian KPU dimaksudkan bahwa dalam hal penyelenggaraan pemilihan
Kepala Daerah secara langsung, terbebas dari pengaruh pihak manapun, untuk
48
menjamin tercapainya penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah yang
independen dan demokratis.16
Sifat independent dan nonpartisan KPU saat ini tercermin dari proses
seleksi calon anggota KPU. Dari semua calon anggota KPU yang di ajukan
Presiden kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan,tidak satupun yang
berasal dari partai politik.
Pada umumnya para calon berasal dari kalangan perguruan tinggi dan
lembaga swadaya masyarakat(LSM). Secara lebih jelas persyaratannya untuk
menjadi anggota KPU secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Berhak memilih dan dipilih.
3. Mempunyai komitmen yang kuat terhadap tegaknya demokrasi dan
keadilan.
4. Mempunyai integritas pribadi yang kuat dan jujur.
5. Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik.
6. Tidak sedang menduduki jabatan politik atau jabatan struktural
dalam jabatan pegawai negeri.
Tata Tertib KPU dan Kode Etik Pemilu. Selain Hak dan Kewajiban
sebagaimana di atur dalam ketentuan-ketentuannya Perundangan, KPU juga
wajib:
16 Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009
49
1. Melaksanakan dan mentaati hukum dan peraturan Negara
2. Melaksanakan tugas secara jujur dan adil
3. Menghormati azas keterbukaan dan pentingnya memberikan
akuntabilitas kepada masyarakat.
4. Melaksanakan tugas yang di tetapkan sesuai Undang –Undang
5. Mengusahakan agar setiap peseta pemilihan umum meliputi partai
politik, calon anggota legislatif dan calon pemilih, mendapat
perlakuan yang adil dan setara.
6. Melaksanakan tugas secara terkoordinasi antar anggota atau
dengan intansi terkait.
7. Menunjang pemantauan Pemilihan umum agar berjalan secara
efektif dan efisien.17
Adapun mekanisme pencalonan anggota yang di lakukan di KPU
Kabupaten Bantul melalui Bupati dengan membentuk tim seleksi anggota
KPU Kabupaten Bantul. Tim ini bekerjasama dengan membuka pendaftaran
calon anggota KPU Kabupaten Bantul, Kemudian menyeleksi ratusan orang
yang mendaftar dengan seleksi administrasi yang dilanjutkan dengan seleksi
melalui interview. Hasil dari seleksi ini memunculkan 10 nama, selanjutnya
10 nama yang di ajukan oleh Bupati ini di seleksi melalui mekanisme uji
kelayakan dan kepatuhan (fit and proper test)yang dilakukan oleh KPU
Propinsi DIY Yogyakarta untuk di pilih menjadi 5 nama. Dan kelima anggota 17 Situs KPU (www.kpu.go.id), Tentang KPU “ Peraturan Tentang Penyelenggaraan Pemilu”
50
tersebut bertanggung jawab penuh akan tugas masing-masing sesuai dengan
aturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mengefektifkan kinerja KPU, pimpinan KPU juga membentuk
alat kelengkapan berupa divisi-divisi, Badan Urusan Rumah Tangga dan
panitia kerja atau tim yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Badan Urusan
Rumah Tangga bertugas melaksanakan pengurusan hak-hak anggota KPU dan
sekretariat umum serta merumuskan rancangan anggaran tahunan KPU dan
rencana anggaran penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Sedangkan divisi-divisi dibentuk untuk memudahkan dan
memfokuskan pelaksanaan program KPU. Setiap divisi mempunyai jaringan
kerja dengan biro-biro pada sekretariat umum yang berhubungan dengan
kegiatan divisi. Apapun divisi yang dibentuk sebanyak 9 divisi, yaitu: Devisi
Peserta Pemilu, Devisi Pendidikan dan Irformasi Pemilu, Devisi Pendaftaran
Penduduk /Pemilih dan pencalonan, Devisi Logistik Pemilu, Devisi
Pemungutan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu, Divisi Hukum, Devisi
Organisasi, Devisi Kajian dan Pengembangan Pemilihan Umum, dan Devisi
Hubungan Antar Lembaga.
F. Definisi Konsepsional
Agar tidak terjadi kekaburan pengertian kiranya penulis perlu
mepaparkan batasan-batasan dari konsep-konsep yang akan dikemukakan
51
dalam penelitian dilapangan. Konsepsional adalah sesuatu yang
menggambarkan hubungan,antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang
akan diteliti.
1. Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau
aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna
mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi
dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
2. Golput(Golongan Putih) yang diidentifikasi dengan “gerakan protes”
terhadap penyelenggraan pemilihan umum itu muncul hanya setiap lima
tahun sekali, namun yang paling penting untuk diketahui dari gerakan ini
adalah makna dan sasaran yang ingin dicapainya, yaitu terwujudnya
demokrasi di berbagai dimensi kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat.
3. Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah merupakan lembaga
pemerintahan yang memiliki hak dan kewajiban penuh untuk mengatur,
mengontrol, pelaksanaan proses pemilihan umum yang meliputi Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden di tingkat Pusat, Propinsi, dan Daerah sesuai
dengan Undang –Undang yang telah ditetapkan.
4. KPU Kabupaten Bantul merupakan lembaga pemerintahan yang
menjalankan agenda-agenda negara sesuai dengan Undang-Undang yang
52
berlaku seperti Pemilihan Umum legislatif, Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada)
khususnya di wilayah Kabupaten Bantul.
5. Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara umum, langsung, bebas, rahasia dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
G. Definisi Operasional
Dalam definisi operasioanal adalah suatu informasi ilmiah yang amat
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama
Indikator-indikator tersebut kemudian menjadi tolak ukur pelaksanaan Kinerja
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul pada Pemilu Legislatif
2014. Terkait dengan pejabaran tersebut, maka indikator - indikator yang
dibutuhkan penyusun dalam penelitian ini adalah :
53
Tabel 1.11
Definisi Konsep & Operasional
NO DEFINISI KONSEP
DEFINISI OPERASIONAL
INSTRUMEN K
54
X
Y
VARIABELBEBAS
KINERJA KPU BANTUL
VARIABEL TERGANTUNG
PENCEGAHANGOLPUT DI
BANTUL
PEMILU
PEMILIH
MASYARAKAT
PENDIDIKAN
KECEWA
PEDULI
LEGITIMASI
BUDAYA
- SOSIALISASI
- MENCEGAH KERUSUHAN
- SUKSES
- EFEKTIF
- MENGATASI KEKACAUAN
- IKUT-IKUTAN
- PENDIDIKAN POLITIK
- PENDIDIKAN AGAMA
- FENOMENA
- KENYATAAN DEMOKRASI
- PERATURAN HUKUM
- HAK ASASI MANUSIA
- PRESENTASE
- KEKECEWAAN
- SANTUN
- PROTES
X 1
X 2
X 3
X 4
X 5
X 6
X 7
X 8
Y 1
Y 2
Y 3
Y 4
Y 5
Y 6
Y 7
Y 8
H. Metode Penelitian
Metode Penelitian merupakan cara untuk melaksanakan penelitian
yang digunakan untuk menyimpulkan fakta –fakta atau arsip-arsip untuk
memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini metode penelitian meliputi :
55
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di pilih penulis adalah penelitian kuantitatif
dengan melakukan uji hipotesis memakai rumus Product Moment dari Karl
Pearlson dengan demikian penulis mengetahui seberapa banyak pengaruh
KPU terhadap keberadaan Golput. Sedangkan untuk mencari jumlah sampel
dari keseluruhan populasi jumlah pemilih di kabupaten bantul penulis akan
menggunakan rumus Frank Lynch.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah di
wilayah Kabupaten Bantul Khususnya pada KPU Kabupaten Bantul. Alasan
dilakukannya penelitian di KPU Kabupaten Bantul untuk mengetahui Kinerja
KPU bantul dalam mengatasi Golput, serta Sosialisasi, dan pendidikan politik
pada pemilu Tahun 2014 di wilayah Kabupaten Bantul.
3. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder.
56
a. Data Primer adalah Data yang di peroleh langsung dari pihak
pertama berupa pendapat subjektif yang bersangkutan.
b. Data Sekunder adalah Data yang sudah di olah pihak ketiga tetapi
cenderung lebih objektif, biasanya di peroleh dari
Buku,Koran,Majalah, dan Monografi.
4. Unit Analisis Data
Yang menjadi unit analisa data dalam penelitian ini adalah Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Kuesioner
Kuesioner penulis buat baik yang berasal dari variabel bebas
maupun variabel tergantung yang di uraikan menjadi instrument
lalu pada akhirnya menjadi Kuesioner.
Jawaban Kuesioner di buat bertingkat sebagai berikut :
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Biasa saja
4. Kurang setuju
5. Tidak setuju sama sekali
57
Masing-masing tingkatan tidak di kasih skor tetapi dihitung berapa
jumlah responden yang memilih setiap tingkat jawaban.
Adapun untuk menentukan sampel dari sekian jumlah populasi maka
penulis akan menggunakan rumus Frank Lynch sebagai berikut :
n= N Z ² × P(1−P)N d ²+Z ²× P(1−P)
Keterangan :
n= Ukuran Sampel
N= Ukuran Populasi
Z= Nilai Normal Variabel (1,96)
P= Harga Patokan Terbatas (0,50)
d= Kekeliruan Pengambilan Sampel (0,10)
Oleh karena itu, berdasarkan data dari KPU Kabupaten Bantul, jumlah
pemilih terdaftar716.367 orang, maka dengan menggunakan rumus Frank
Lynch di atas maka di peroleh sampel sebagai berikut :
n=716.367 . (1,96 )2× 0,50(1−0,50)
716.367 . (0,10 )2+(1,96)² × 0,50(1−0,50)
n= 716.367 ×3,84 × 0,25(716.367 .0,01 )+(3,84.0,25)
n=687.712,327.164,63
n=95,99 Dibulatkanmenjadi(96)
58
Sedangkan untuk mencari berapa banyak variabel bebas X (Kinerja
KPU) sedangkan variabel tegantung Y (Golput), penulis akan memakai rumus
Karl Pearson dari Product Moment.
Keterangan :
r= Koefisien Korelasi
n= Jumlah Sampel
Koefisien korelasi sederhana dilambangkan (r) adalah suatu ukuran
arah dan kekuatan hubungan linier antara dua variabel bebas (X) dan variabel
tergantung (Y), dengan ketentuan nilai r berkisar dari harga (-1≤ r ≤ +1).
Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna (menyatakan arah
hubungan antara X dan Y adalah negatif dan sangat kuat), r = 0 artinya tidak
ada korelasi, r = 1 berarti korelasinya sangat kuat dengan arah yang positif.
Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel.
Untuk melihat pengaruh X terhadap Y penulis menggunakan rumus
regresi terhadap hubungan diatas yaitu18 :
Y=a+bX
X= Variabel Bebas (Kinerja KPU)
18 Hadi Sutrisno,2004, Statistik,Andi,Yogyakarta hal :382
59
r xy=n∑ xy−(∑ x )(∑ y )
√ {n∑ x2−(∑ x )2 }√ {n∑ y2−(∑ y )2}
Y= Variabel Tergantung (Jumlah Golput)
Untuk mencari hubungan a dan b sebagai berikut :
Ʃ Y = Nɑ
2497 = 96 ɑ
ɑ = 2497
96 = 26,01
Ʃ XY = b Ʃ X²
2705 × 2497 = b (2705)²
b = 2705× 2497
2705²
= 67543857317025
= 0,9
I. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dibagi dua yaitu hipotesis minor (16
jenis) dan hipotesis mayor sebagai induknya (1 jenis).
1. Semakin KPU melakukan Sosialisasi maka Golput semakin berkurang.
2. Semakin Kerusuhan terjadi maka Golput meningkat.
3. Semakin Sukses Pemilihan Umum maka Golput semakin berkurang.
60
4. Semakin Efektif KPU menyampaikan pesan maka Golput semakin
berkurang.
5. Semakin tinggi Kekacauan pemilu maka Golput semakin meningkat.
6. Semakin tinggi Ikut-ikutan masyarakat dalam pemilu maka Golput
semakin meningkat.
7. Semakin Pendidikan Politik disampaikan oleh KPU maka Golput
menurun.
8. Semakin tinggi KPU menyampaikan Pendidikan Agama maka Golput
menurun.
9. Semakin tinggi Kinerja KPU maka fenomena golput berkurang.
10. Semakin tinggi Kinerja KPU maka demokrasi semakin meningkat.
11. Semakin tinggi Kinerja KPU maka penegakkan Hukum semakin
meningkat.
12. Semakin tinggi Kinerja KPU maka penerepan hak asasi manusia (HAM)
semakin meningkat.
13. Semakin tinggi Kinerja KPU maka Presentase pemilih meningkat.
14. Semakin tinggi Kinerja KPU maka Kekecewaan masyarakat menurun.
15. Semakin tinggi Kinerja KPU maka Sopan Santun kampanye meningkat.
16. Semakin tinggi Kinerja KPU maka Protes masyarakat terhadap
pemerintah semakin menurun.
61
Sedangakan hipotesis mayor adalah semakin tinggi kinerja KPU maka
Golput di Kabupaten Bantul semakin bisa di tekan.
BAB II
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran umum Kabupaten Bantul
62
1. Sejarah Kabupaten Bantul
Awal mula pembentukan wilayah Kabupaten Bantul adalah
perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah
bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai
meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda
kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah
Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintahan
daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak
kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal
pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang,
penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah
administratif.
Tanggal 26 dan 31 Maret 1831 Pemerintah Hindia Belanda
dan Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang
pembagian wilayah administratif baru dalam Kasultanan disertai
penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan
Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang
untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, dan
Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian
wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau
63
Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi
ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di
kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan
Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro
kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk
memangku jabatan sebagai Bupati Bantul.
Tanggal 20 Juli ini lah yang setiap tahunnya diperingati
sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu tanggal 20 Juli
tersebut juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan
kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang
Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825.Pada masa
pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei
nomor 13 sedangakan stadsgemente ordonantie dihapus.
Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri
(otonom). Setelah kemerdekaan, Pemerintahan ditangani oleh
Komite Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun
1945. Tetapi di Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut
tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah
Daerah No 22 tahun 1948. dan selanjutnya mengacu UU Nomor
15 tahun 1950 yang isinya pembentukan Pemerintahan Daerah
Otonom di seluruh Indonesia.
64
Saat itu Seiring dengan perjalanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan silih bergantinya kepemimpinan nasional,
kini ini Kabupaten Bantul telah mengalami kemajuan pesat
diberbagai bidang dibawah kepemimpinan Drs. HM. Idham
Samawi yang menjabat sejak akhir tahun 1999. 19
2. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mempunyai
lima kabupatn dan satu Kotamadya, Kabupaten Bantul merupakan
Salah satu Kabupaten dari lima Kabupaten yang terdapat pada
provinsi DIY. apabila terletak bentang alamnya, wilayah
kabupaten bantul terdiri dari daerah daratan yang terletak pada
bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian
timur dan barat, serta kawasan pantaiu terletak di bagian selatan.
Kondisi bentang alam tersebut relative membujur dari utara ke
selatan. Secara Geografis Kabupaten Bantul terletak antara 07° 44'
04" - 08° 00' 27" Lintang Selatan dan 110° 12' 34" - 110° 31' 08"
Bujur Timur. Dari sebelah utara berbatasan dengan Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dari sebelah selatan berbatasan
dengan Samudera Indonesia, dari sebelah timur berbatasan dengan
19http://www.bantulkab.go.id/pemerintahan/sejarah.html Maret 05, 2014
65
Kabupaten Gunung Kidul dan dari sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Kulon Progo. 20
Gambar 2.1.
Peta Kabupaten Bantul
3. Kondisi Demografi Kabupaten Bantul
a. Kependudukan
20 http://www.bantulkab.go.id/datapokok/0401_letak_geografis.html Maret05, 2014
66
Kepadatan penduduk dapat dilihat berdasarkan beberapa
sudut pandang yaitu Kepadatan penduduk geografis, Kepadatan
penduduk agraris, Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur,
jenis kelamin dan lain sebagainya.
Tabel 2.1.
Kepadatan penduduk geografis per kecamatan di Kabupaten Bantul Tahun 2012
No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan / Km2
1. Srandakan 18,32 28.582 1.5602. Sanden 23,16 29.636 1.2803. Kretek 27,77 29.135 1.0884. Pundong 23,68 31.603 1.3355. Bambanglipuro 22,7 37.480 1.6516. Pandak 24,3 47.908 1.9727. Bantul 21,95 59.754 2.7228. Jetis 24,47 52.313 2.1389. Imogiri 54,49 56.536 1.03810. Dlingo 55,87 35.667 63811. Pleret 22,97 43.185 1.88012. Piyungan 32,54 48.646 1.49513. Banguntapan 28,48 122.510 4.30214. Sewon 27.16 105.701 3.89215. Kasihan 32,38 112.708 3.48116. Pajangan 33,25 44.7698 1.30417. Sedayu 34,36 44.798 1.293
Jumlah 506,85 921.263 1.818
Sumber: BPS Kabupaten Bantul tahun 2012
Pada tabel 2.1. diketahui bahwa jumlah kepadatan
Geografis tertinggi terdapat pada Kecamatan Banguntapan yaitu
dengan kepadatan 4.302 km2, sedangkan jumlah kepadatan
Geografis terendah terdapat pada Kecamatan Dlingo 638 Km2.
67
Tabel 2.2.
Kepadatan penduduk agraris per kecamatan di kabupaten bantul tahun 2012
No Kecamatan Luas Areal Pertanian(Ha) Jumlah Penduduk Kepadatan / Ha
1. Srandakan 419 28.668 502. Sanden 986 29.744 263. Kretek 892 29.323 124. Pundong 864 31.779 245. Bambanglipuro 1.164 37.480 246. Pandak 927 47.908 287. Bantul 1.132 59.754 588. Jetis 1.177 52.313 399. Imogiri 1.109 56. 5110. Dlingo 512 35.667 911. Pleret 860 43.731 2612. Piyungan 1.385 49.427 2313. Banguntapan 1.409 122.510 10014. Sewon 1.305 105.701 8315. Kasihan 673 112.708 15016. Pajangan 262 33.216 2317. Sedayu 960 44.798 16
Jumlah 16.036 921.263 31
Sumber: BPS Kabupaten Bantul tahun 2012
Berdasarkan table 2.2. Diketahui bahwa jumlah kepadatan
penduduk agraris atau pengunaan lahan per hektar terbesar
terdapat pada kecamatan Kasihan yaitu mencapai 150 per hektar
dengan jumlah penduduk sekitar 112.708 orang, jika di
bandingkan dengan Kecamatan Banguntapan yang kepadatan
pengunaan lahan per hektar hanya mencapai 100 sedangkan
penduduknya lebih tinggi dari Kecamatan Kasihan yaitu sebesar
122.510 orang. sedangkan untuk jumlah kepadatan pengunaan
68
lahan per hektar terkecil terdapat pada kecamatan Dlingo yaitu
hanya sekitar 9 per hektar dengan jumlah penduduk yang cukup
tinggi yaitu 35.667 orang.
Tabel 2.3.
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah1. Srandakan 14.214 14.454 28.6682. Sanden 14.616 15.128 29.7443. Kretek 14.131 15.192 29.3234. Pundong 15.543 16.236 31.7795. Bambanglipuro 18.414 18.897 37.3116. Pandak 23.926 23.982 47.9087. Bantul 29.681 30.073 59.7548. Jetis 25.887 26.426 52.3139. Imogiri 28.008 28.528 56.53610. Dlingo 17.609 18.058 35.66711. Pleret 21.926 21.805 43.73112. Piyungan 24.604 24.823 49.42713. Banguntapan 62.127 60.383 122.51014. Sewon 53.486 52.215 105.70115. Kasihan 56.487 56.221 112.70816. Pajangan 16.493 16.723 33.21617. Sedayu 22.197 22.601 44.798
Jumlah 459.459 461.804 921.263Presentase 49,87 50,13 100
Sumber: BPS Kabupaten Bantul tahun 2012
Berdasarkan table 2.3 diketahui bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Bantul dengan kelamin Perempuan lebih banyak yaitu
sebesar 50,13% sedangkan Jumlah penduduk dengan jenis kelamin
laki-laki sebesar 49,87%. jika diperhatikan lebih lanjut jumlah
penduduk tertinggi terdapat pada kecamatan banguntapan yaitu
69
dengan jumlah penduduk sebesar 122.510 orang, sedangkan untuk
jumlah penduduk terendah terdapat pada Kecamatan Srandakan
yaitu sebesar 28.668 orang.
Table 2.4.
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
No KecamatanKelompok Umur
Jumlah0-9 10-14 15-19 20-24 25-39 40 tahun keatas
1. Srandakan 4.160 2.066 2.177 1.834 6.237 12.194 28.6682. Sanden 4.184 2.248 2.288 1.638 6.170 13.216 29.7443. Kretek 3.928 2.133 2.188 1.699 6.084 13.291 29.3234. Pundong 4.546 2.355 2.418 2.039 6.880 13.541 31.7795. Bambanglipuro 5.598 2.675 2.699 2.268 8.212 16.028 37.4806. Pandak 7.016 3.562 3.628 3.190 10.824 19.688 47.9087. Bantul 9.034 4.299 4.532 4.372 13.872 23.645 59.7548. Jetis 8.155 3.749 3.917 3.619 12.506 20.367 52.3139. Imogiri 8.613 4.034 4.163 3.908 13.395 22.423 56.53610. Dlingo 5.527 2.920 2.782 2.294 7.898 14.516 35.66711. Pleret 7.621 3.452 3.626 3.308 11.279 14.445 43.37112. Piyungan 8.153 4.324 4.155 3.459 11.960 17.376 49.42713. Banguntapan 20.062 8.844 9.626 12.724 32.430 38.824 122.51014. Sewon 16.341 7.768 8.510 10.009 27.150 35.923 105.70115. Kasihan 17.573 8.318 9.108 11.476 28.809 37.424 112.70816. Pajangan 5.628 2.511 2.511 2.447 8.105 12.244 33.21617. Sedayu 7.151 3.400 3.400 3.078 10.554 17.254 44798
Jumlah 142.660 68.749 71.728 73.362 222.365 342.399 921.263
4. Kondisi Topografi Kabupaten Bantul
Luas wilayah Kabupaten Bantul berkisar 508,85 Km2
(15,90 5 dari Luas wilayah Propinsi DIY) dengan topografi
sebagai dataran rendah 140% dan lebih dari separuhnya (60%)
70
daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari
: 21
a. Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta
perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas
89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).
b. Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai
merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94
km2 (41,62 %)
c. Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan
terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah
bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%)
d. Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian
dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya
yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai
Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.
Tata guna lahan pada kabupaten bantul yaitu :
1. Perkarangan : 18.327,15 Ha (36,16%)
2. Sawah : 16.823,84 Ha (33,19%)
21 http://www.bantulkab.go.id/pemerintahan/sekilas_kabupaten_bantul.html Maret 05, 2014
71
3. Tegalan : 7.554,454 Ha (14,90)
4. Tanah Hutan : 1.697,80 Ha (3,35%)
Kabupaten bantul dialiri oleh enam sungai yang mengalir
sepanjang tahun dengan panjang 114 km2. Adapun ke enam sungai
tersebut antara lain :
1. Sungai Oyo : 35,75 Km
2. Sungai Opak : 19,00 Km
3. Sungai Code : 7,00 Km
4. Sungai Winongo : 18,75 Km
5. Sungai Bedok : 9,50 Km
6. Sungai Progo : 24,00 Km
Table 2.5.
Jumlah Desa, Dusun dan Luas kecamatan di Kabupaten Bantul
No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Dusun Luas (Km2)1. Srandakan 2 43 18,322. Sanden 4 62 23,16
72
3. Kretek 5 52 26,774. Pundong 3 49 24,305. Bambanglipuro 3 45 22,706. Pandak 4 49 24,307. Pajangan 3 55 33,258. Bantul 5 50 21,959. Jetis 4 64 21,4710. Imogiri 8 72 54,4911. Dlingo 6 58 55,8712. Banguntapan 8 57 28,4813. Pleret 5 47 22,9714. Piyungan 3 60 32,5415. Sewon 4 63 27,1616. Kasihan 4 53 32,3817. Sedayu 4 54 34,36
Jumlah 75 933 504,47
Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setkab. Bantul
Berdasarkan Table 2.5 diketahui bahwa Kabupaten Bantul
secara administratif terdiri dari 17 kec, 75 desa dan 933 jumlah
dusun dengan luas sekitar 504,47 km2. Kecamatan di kabupaten
bantul yang memiliki jumlah Desa terbanyak terdapat pada
Kecamatan Banguntapan dan Imogiri yaitu dengan jumlah 8 Desa
sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah Desa yang paling
sedikit adalah Kecamatan Srandakan yaitu dengan jumlah 2 Desa
saja. Adapun Kecamatan di Kabupaten Bantul yang memiliki
jumlah Dusun terbanyak terdapat pada Kecamatan Imogiri yaitu
dengan jumlah 72 Dusun sedangkan Kecamatan yang memiliki
jumlah Dusun yang paling sedikit adalah Kecamatan Srandakan
yaitu dengan jumlah 43 Dusun.
73
5. Budaya Jawa
Budaya jawa terkenal dengan ketabahan yang tinggi dan
bahkan juga ulet, hal ini di kalangan suku lain cenderung seperti
kepasrahan yang fatalis karena dipengaruhi oleh kultur “nrimo”,
bahkan untuk meniadakan kesombongan mereka memakai istilah
“ojo dumeh” (jangan mentang-mentang).
Bila menghormati orang yang dituakan lalu menggangkat
seluruh jasa-jasanya dan mengubur dalam-dalam segala
kesalahannya, maka mereka memakai istilah “mikul nduwur
mendem jero” (memikul tinggi-tinggi, mengubur dalam-dalam).
Untuk menguatkan keberasamaan mereka memakai istilah
“mangan ora mangan pokok-e ngumpul” (makan tidak makan
pokokya berkumpul), dalam memantapkan kehati-hatian pekerjaan
mereka memakai istilah “alon-alon waton kelakon” (pelan-pelan
asal tercapai).
Dalam merendahkan diri dan mengurangi kesewenangan
bertindak mereka memberi istilah “ngono ya ngono ya ojo ngono”
hal ini sejalan dengan usaha bertata karma walaupun kepada
mereka yang dikalahkan dengan istilah ngulruk tanpa bolo,
digdaya tanpa aji-aji, menang tanpa ngasorake.
Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri dalam
pemerintahan karena masyarakat jawa lebih nrimo untuk
74
menghadapi penguasa sehingga feodalistik pemerintahan
berkembang, pemerintahan Negara menikmati pelayanan ramah
orang jawa tersebut.22
6. Visi dan Misi Kabupaten Bantul
a. Visi Kabupaten Bantul
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan
Kabupaten Bantul, telah ditetapkan visi daerah, adapun
Visi dari Kabupaten Bantul yaitu Bantul Projotamansari
Sejahtera, Demokratis, Dan Agamis.
Visi tersebut mengandung pengertian bahwa
kondisi Kabupaten Bantul yang ingin diwujudkan dimasa
yang akan datang adalah Bantul yang produktif profesional,
ijo royo-royo, tertib, aman, sehat dan asri, sejahtera, dan
demokratis, yang semuanya itu akan diwujudkan melalui
misi. Adapun poin-poin dari Visi Kabupaten Bantul
tersebut, antara lain :
a) Produktif, dalam arti bahwa semua potensi daerah baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusianya
22 Inu kencana syafiie,2013 ilmu pemerintahan edisi revisi kedua,mandar maju,Bandung,hal 190-191
75
dapat berproduksi sehingga mampu memberikan andil
terhadap pembangunan daerah.
b) Profesional, dalam arti penekanan kepada setiap
warganya dari berbagai profesi, agar mereka betul-betul
matang dan ahli di bidangnya masing-masing. Tolak
ukur profesionalisme ini dapat dilihat dari kualitas hasil
kerja dihadapkan kepada efisiensi penggunaan dana,
sarana, tenaga serta waktu yang diperlukan.
c) Ijo Royo-Royo, dalam arti tidak ada sejengkal tanah
pun yang ditelantarkan sehingga baik di musim hujan
baik di musim kemarau dimanapun akan tampak
suasana yang rindang. Dalam hal ini perlu diingatkan
kepada masyarakat Bantul bahwa bagaimana pun
Kabupaten Bantul tumbuh terlebih dahulu sebagai
kawasan agronomi yang tangguh dalam rangka
mendukung tumbuh berkembangnya sektor industri
yang kuat di masa mendatang.
d) Tertib, dalam arti bahwa setiap warga negara secara
sadar menggunakan hak dan menjalankan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga
terwujud kehidupan pemerintah dan kemasyarakatan
yang tertib semuanya secara pasti, berpedoman pada
76
sistem ketentuan hukum/ perundang-undangan yang
esensial untuk terciptanya disiplin nasional.
e) Aman, dalam arti bahwa terwujudnya tertib
pemerintahan dan tertib kemasyarakatan akan sangat
membantu terwujudnya keamanan dan ketentraman
masyarakat. Kondisi aman ini perlu ditunjang demi
terpeliharanya stabilitas daerah.
f) Sehat dalam arti bahwa tertibnya lingkungan hidup
yang akan dapat menjamin kesehatan jasmani ,dan
rohani bagi masyarakat/ manusia yang menghuninya.
g) Asri, dalam arti bahwa upaya pengaturan tata ruang di
desa dan di kota dapat serasi, selaras, dan seimbang
dengan kegiatan-kegiatan manusia yang menghuninya
sehingga akan menumbuhkan perasaan kerasan, asri
tidak mewah tetapi lebih cenderung memanfaatkan
potensi lingkungan yang berstandar pada kreativitas
manusiawi.
h) Sejahtera, dalam arti bahwa kebutuhan dasar
masyarakat Kabupaten Bantul telah terpenuhi secara
lahir dan batin.
i) Demokratis, dalam arti bahwa adanya kebebasan
berpendapat, berbeda pendapat, dan menerima pendapat
77
orang lain. Akan tetapi apabila sudah menjadi
keputusan harus dilaksanakan bersama-sama dengan
penuh rasa tanggungjawab.
j) Agamis, dalam arti bahwa kehidupan masyarakat
Bantul senantiasa diwarnai oleh nilai-nilai religiusitas
dan budi pekerti yang luhur. Pentingnya aspek agama
tidak diartikan sebagai bentuk primordialisme untuk
suatu agama tertentu, tetapi harus diartikan secara
umum bahwa nilai-nilai luhur yang dianut oleh semua
agama semestinya dapat ditentukan dalam interaksi
sosial sehari-hari.
b. Misi Kabupaten Bantul
Misi merupakan pernyataan tentang tujuan
operasional organisasi (Pemerintah) yang diwujudkan
dalam produk dan pelayanan, sehingga dapat mengikuti
irama perubahan zaman bagi pihak-pihak yang
berkepintingan bagi masa mendatang. Sebagai penjabaran
dari Visi yang ditetapkan diatas, pernyataan misi
78
mencerminkan tentang segala sesuatu yang akan
dilaksanakan untuk pencapaian Visi tersebut. Dengan
adanya pernyataan Misi organisasi, maka akan dapat
dijelaskan mengapa organisasi eksis dan apa maknanya
pada masa yang akan datang.
Adapun misi Kabupaten Bantul sesuai RPJMD tahun
2011 - 2015 antara lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah menuju tata
kelola pemerintahan yang empatik
2. Meningkatkan kualitas hidup rakyat menuju
masyarakat Bantul yang sehat, cerdas, berakhlak
mulia,dan berkepribadian Indonesia dengan
memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pendapatan berbasis pengembangan
ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat yang
responsif gender
79
4. Meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko bencana
dengan memperhatikan penataan ruang dan pelestarian
lingkungan. 23
Data Desa Wisata Di Kabupaten Bantul Beserta Potensinya
No Nama Desa Wisata Potensi Desa
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.25.26.27.28.
Kebon AgungKrebetWukirsariTembiKasonganKarang tengahMandingPutonJagalanCandranLopatiKalibuntungParangtritisKuwaruGoa CemaraGuwosariPanjangrejoTrimulyoCandenTirtosariSeloharjoImogiriSrunggoPantai BaruCangkringGilangharjoWunut, SriharjoSantan, Guwosari
Wisata pendidikan pertanianKerajinan batik kayu & Jurang PulosariBatik tulis pewarna alamiAneka kerajinanSentra kerajinan gerabahBudidaya ulat sutera & batik pewarna alamiSentra kerajinan kulitAlam dan perikananCagar budayaMuseum taniKulinerWisata pedesaanAlam dan kulinerAlam dan kulinerAlam dan kulinerCagar budaya & kerajinan kayuKerajinan gerabahAlam pedesaan & batik “sekar nitik”Jamu herbalKulinerSeni budayaWisata budayaAlam karetWisata Alam PendidikanWisata alamAlam & PendidikanAlam BudayaKerajinan
Sumber : Dinas Kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Bantul
23 http://www.bantulkab.go.id/pemerintahan/visi_misi.html Maret 05, 2014
80
B. Gambaran Umum Institusi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten
Bantul.
1. Sejarah
Ini merupakan Pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia.
Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan Pemilu
merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10
tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga
menjawab pertanyaan tersebut.Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan
setelah kemerdekaan dipro-klamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17
81
Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk
bisa menyelenggarakan Pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan
dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal
3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai
politik. Maklumat tersebut menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR
dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata
Pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah
kemudian tentu bukan tanpa sebab.
Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X,
Pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955
untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk
memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya
disebutkan bahwa Pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk
memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.
Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula.
Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari
faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan
pemerintah menyelenggarakan Pemilu, baik karena belum tersedianya
perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan Pemilu
maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah
pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan
menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan
82
kompetitif.Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang
mengharuskan Negara ini terlibat peperangan.
Tidak terlaksananya Pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti
yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan
2 (dua) hal:
1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat
UU Pemilu.
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar
kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama
gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain, para
pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan
bangsa dan perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak
berniat untuk menyelenggarakan Pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah
punya keinginan politik untuk menyelenggarakan Pemilu. Misalnya adalah
dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian
diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No
12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah
bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak langsung ini didasarkan
pada alasan bahwa mayoritas warga negara Indonesia pada waktu itu masih
buta huruf. Sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan akan
banyak terjadi distorsi.
83
Kemudian pada paruh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir
dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk
menjadikan Pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU
Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari
Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen.
Pada waktu itu Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah sejak
1949 menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan RUU
Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari
Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan Pemilu karena
pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat
melalui pemilihan umum.
Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan
pembahasan undang-undang Pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai
dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun
1953. Maka lahirlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang
menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang
Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi
pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa Pemilu yang pertama kali
tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta
84
sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak,
termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai
politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran
berkompetisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR
adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak
menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk
menggiring pemilih yang menguntungkan partainya.
Karena itu, sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang
menakutkan dan akan memenangkan Pemilu dengan segala cara. Karena
Pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR
dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya pun perlu
dipaparkan semuanya.
Pemilihan Umum merupakan manifestasi dari pelaksanaan demokrasi
di Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Secara historis, penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara
langsung ini merupakan peristiwa yang kedua kali terjadi sejak Republik ini
berdiri. Tentunya hal ini merupakan awal kebangkitan pelaksanaan
demokratisasi di Indonesia yang selama ini tumbuh massif sejak pasca
lengsernya kekuasaan Orde Baru yang sentralistik-otoritarian pada 1998.
85
Konsekuensi dari implementasi demokrasi material ini adalah
terjadinya beberapa perubahan fundamental dalam teknis penyelenggaraan
Pemilu Tahun 2009. Perubahan elemen teknis pada Pemilu 2014 dimaksudkan
agar sistem Pemilu 2014 bisa lebih sesuai dengan prinsip demokrasi serta
memenuhi kebutuhan bangsa, yaitu terpilihnya anggota DPR disetiap
tingkatan, Presiden dan Wakil Presiden dan Bupati dan Wakil Bupati yang
dipilih secara langsung yang merupakan pilihan rakyat sehingga legitimasinya
kuat untuk menjalankan roda pemerintahan.
Adanya beberapa perubahan aturan yang cukup mendasar di atas
merupakan resultan dari pertarungan kepentingan antar partai politik di DPR
yang tertuang dalam Undang-undang Pemilu yang secara hirarkis mesti
diimplementasikan oleh KPU. Tentunya hal itu bukan pekerjaan mudah bagi
KPU untuk dapat menterjemahkan aturan yang tertuang dalam UU ke dalam
kegiatan praktis di lapangan.
Penyusunan Rencana Strategis Komisi pemilihan Umum Kabupaten
Bantul 2013-2018 pada dasarnya melatar belakangi keinginan untuk
menegakkan demokrasi dengan melalui Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dan pelaksanaan Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Bantul berdasarkan
Undang-undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 serta Peraturan
Perundangan tentang Pemilu yang berlaku.
86
Untuk mengaplikasikan pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi
Pemilihan Umum dalam perumusan manajemen kebijakan publik serta
indikator eberhasilan pelaksanaannya, perlu disusun Rencana Strategis
sebagai pedoman yang diterapkan secara utuh di lingkungan KPU Kabupaten
Bantul dan jajarannya.
Dalam Rencana Strategis ini akan dijelaskan pula tentang Visi, Misi,
Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Program dan Kegiatan Strategis KPU Kabupaten
Bantul.
2. Struktur Organisasi Institusi
87
88
KETUA KPUMUHAMMAD JOHAN KOMARA, S.IPANGGOTA KPUDRS. SYACHRUDDIN, SEANGGOTA KPUTITIK ISTIYAWATUN KHASANAH, S.IPANGGOTA KPUDIDIK JOKO NUGROHO, S.ANTANGGOTA KPUARIF WIDAYANTO, S.FIL.I
89
SEKRETARISTRI TUJIANA, AP, MMNIP. 19750522 199412 1 001SUB BAGIAN KEUANGAN UMUM DAN LOGISTIKSRIMULYANI, S.IPNIP. 19710520 199603 2 002LILIEK EDDY SUSANTONIP. 19720805 199803 1 009PRAYITNONIP. 19720215 200701 1 006DENY WIDYANINGSIH, SHNIP. 19820924 200912 2 002MIFTACHUL JANNAH SETYOWATI, S.SOSNIP. 19751109 200912 2 001WINENGKU DAMARJATI, SENIP. 19810326 200912 2 002 SANTOSO BAYU PUTRANTO, SENIP. 19860919 201012 1 003PONIMANNIP. 19680106 200903 1 001SARTININGSIHTUGIMINARIF YULIANTOSUPRIYONOENDRA SULISTYAMUZAM HARISMANSUB BAGIANPROGRAM DAN DATAYAYULIANTO, SENIP. 19690703 199305 1 001VERANIA PUSPITANING TYAS CIPTA PUTRI, STNIP. 19860827 201012 2 007DYAH AJENG IKA PUSPARINI, SENIP. 19870601 201012 2 005SUB BAGIAN TEKNIS DAN HUPMASDRS. MURSANANIP. 19641231 199302 1 008MARTUPONNIP. 19670312 198903 1 007DIWANGKARA NAFI AL MUFTI, S.IPNIP. 19850530 201012 1 002 SUB BAGIANHUKUMBAMBANG NUGROHO, SHNIP. 19591219 198603 1 004SAPTATI WULANDARI, SENIP. 19751128 200811 2 002 AYU PUTRININGTYAS, SHNIP. 19840523 201012 2 005
3. VISI DAN MISI KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)
a. Visi dan Misi Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Visi dan Misi merupakan dua hal yang menentukan arah bagi setiap
lembaga, atau bahkan individu. Didalam terdapat cita-cita komisi pemilihan
umum (KPU), sebuah lembaga yang diberi kepercayaan untuk
menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu), mempunyai visi dan misi yang
jelas.
1. VISI KPU adalah :
Komisi Pemilihan Umum menjadi penyelenggara pemilihan umum
yang mandiri, non-partisipan,tidak memihak,transparansi dan
professional, berdasarkan azas-azas Pemilihan Umum demokratis, dengan
melibatkan partisipasi rakyat seluas luasnya, sehingga hasilnya bisa
dipercaya masyarakat.
2. MISI KPU adalah :
a. Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden
dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
pejabat-pejabat publik lain yang ditentukan oleh Undang-Undang.
b. Meningkatkan pemahaman tentang hak dan kewajiban politik
rakyat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum
yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
adil, akuntabel, edukatif dan beradab.
90
c. Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum
secara adil dan setara serta menegakkan peraturan Pemilihan
Umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
d. Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penyelenggaraan
Pemilihan Umum berikutnya.
4. TUJUAN, SASARAN DAN PROGRAM
Sebagai penjabaran atau penerapan dari misi yang ditentukan, Komisi
Pemilihan Umum menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
a. TUJUAN
Menyelenggarakan Pemilihan Umum sebagai sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat secara LUBER JURDIL dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pasal dan UUD 1945, untuk memilih
anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan Anggota DPRD
Kabupaten/Kota.
b. SASARAN
a. Terselenggaranya Pemilihan Umum Langsung, Umum, Bebas,
Rahasia, Jujur, Adil.
b. Tersusunnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilih yang valid.
91
c. Tersusunnya Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPRD
Kabupaten Bantul yang mencerminkan aspirasi masyarakat Bantul
serta terpenuhinya kouta 30% keterwakilan perempuan.
d. Terlaksananya Kampanye Pemilu yang tertib dan aman.
e. Terpilihnya Anggota DPRD Bantul yang cakap dan mewakili
aspirasi masyarakat.
f. Terciptanya situasi yang aman, tertib dan kondusif dalam
kehidupan masyarakat paska pemilu.
c. PROGRAM
Program yang akan dilaksanakan oleh KPU
a. Sosialisasi pemilu kepada 12 Parpol Nasional
b. Kesepakatan kampanye damai
c. Work shop tentang pendidikan pemilih
d. Simulasi pemilu 2014
e. Sosialisasi dan publikasi pemilu 2014 kepada warga masyarakat
5. Tugas Pokok dan Fungsi Divisi-Divisi di Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten Bantul
Keanggotaan KPU Kabupaten Bantul yang berjumlah lima orang
langsung memiliki dan mengetahui lima devisi yang di bentuk, kelima divisi
yang ada di KPU Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut :
92
a. Devisi Hukum dan Pegawasan
b. Devisi Sosialisasi,Pendidikan Pemilih,Hupmas,Sdm
c. Devisi Umum, Rumah Tangga, dan Organisasi
d. Devisi Perencanaan,Logistik, dan Keuangan
e. Devisi Teknis Penyelenggaraan dan Data Informasi
1. Devisi hukum dan Pengawasan
a. Merencanakan dan mengkoordinasikan tugas-tugas yang berkaitan
dengan masalah hukum dan pengawasan.
b. Melakukan hubungan, komunikasi, kerjasama dengan lembaga lain
di luar KPU Kabupaten.
c. Dalam melakasanakan tugas, dapat bekerjasama dengan devisi lain
yang relevan.
d. Mengkomunikasikan secara perodik kepada devisi lain mengenai
perkembangan pelaksanaan program.
e. Melaporkan secara tertulis tentang pelaksanaan program, dan
melaporkannya kepada rapat pleno KPU yang diagendakan khusus
untuk itu.
2. Devisi Sosialisasi,Pendidikan Pemilih,Hupmas dan,Sdm
a. Merencanakan dan mengkoordinasikan tugas masing-masing yang
berkaitan dengan masalah sosialisasi kepada masyarakat, dan
memberikan pendidikan kepada pemilih.
b. Mengkoordinasikan sumber daya manusia.
93
c. Dalam melakasanakan tugas, dapat bekerjasama dengan devisi lain
yang relevan.
d. Mengkomunikasikan secara perodik kepada devisi lain mengenai
perkembangan pelaksanaan program.
e. Melaporkan secara tertulis tentang pelaksanaan program, dan
melaporkannya kepada rapat pleno KPU yang diagendakan khusus
untuk itu.
3. Devisi Umum, Rumah Tangga, dan Organisasi
a. Merencanakan dan mengkoordinasikan tugas masing-masing yang
berkaitan dengan masalah organisasi, dan masalah umum yang
menyangkut tentang pemilihan umum.
b. Mengkoordinasikan setiap pelaksanaan yang akan dilakukan.
c. Mengkoordinasikan kegiatan organisasi dan rumah tangga.
d. Dalam melakasanakan tugas, dapat bekerjasama dengan devisi lain
yang relevan.
e. Mengkomunikasikan secara perodik kepada devisi lain mengenai
perkembangan pelaksanaan program.
f. Melaporkan secara tertulis tentang pelaksanaan program, dan
melaporkannya kepada rapat pleno KPU yang diagendakan khusus
untuk itu.
94
4. Devisi Perencanaan,Logistik, dan Keuangan
a. Merencanakan dan mengkoordinasikan tugas masing-masing yang
berkaitan dengan masalah logistik,perencanaan dan keuangan.
b. Mengkoordinasikan pemantauan dan pengawasan logistik.
c. Mengkoordinasikan pemantauan dan pengawan terhadap
keuangan.
d. Dalam melakasanakan tugas, dapat bekerjasama dengan devisi lain
yang relevan.
e. Mengkomunikasikan secara perodik kepada devisi lain mengenai
perkembangan pelaksanaan program.
f. Melaporkan secara tertulis tentang pelaksanaan program, dan
melaporkannya kepada rapat pleno KPU.
5. Devisi Teknis Penyelenggaraan dan Data Informasi
a. Merencanakan dan mengkoordinasikan tugas masing-masing yang
berkaitan dengan masalah teknis penyelenggaraan dan infomasi.
b. Mengkoordinasikan kegiatan data infomasi dan penyelenggara.
c. Dalam melakasanakan tugas, dapat bekerjasama dengan devisi lain
yang relevan.
d. Mengkomunikasikan secara perodik kepada devisi lain mengenai
perkembangan pelaksanaan program.
e. Melaporkan secara tertulis tentang pelaksanaan program, dan
melaporkannya kepada rapat pleno KPU.
95
BAB III
PEMBAHASAN
Secara global penulis gambarkan hubungan X dan Y sebagai berikut :
KINERJA KPU (X)
PENCEGAHAN
GOLPUT (Y)
X1= Sosialisasi Y1 = Fenomena
X2= Kerusuhan Y2 = Demokrasi
X3= Sukses Y3 = Hukum
X4= Efektif Y4 = Ham
X5= Kekacauan Y5 = Presentase
X6= Ikut-ikutan Y6 = Kekecewaan
X7= Pend.Politik Y7 = Santun
X8= Pend.Agama Y8 = Protes
Gambar 3.1 Hubungan X dengan Y
Keterangan :
: Hipotesis Minor
: Hipotesis Mayor
96
1. Uji Korelasi
A. Hubungan X1 dengan Y
Hubungan Sosialisasi dengan Pencegahan Golput untuk melihat
hubungan Sosialisasi (X1) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai
berikut :
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan sosialisasi KPU
dengan Pencegahan Golput adalah Sangat Kuat. Maka dengan itu semakin
optimal kinerja dari KPU Bantul dalam melakukan sosialisasi terhadap
masyarakat maka golput dapat di cegah sehingga dalam setiap pelaksanaan
pemilu angka golput pun bisa berkurang. Sosialisasi sebagai pendekatan
97
r x1 y=n∑ xy−(∑ x )(∑ y )
√{n∑ x2−(∑ x )2}√ {n∑ y2−(∑ y )2}
=96×363×2497−(363×2497)√(96×131769 )−(131769 )(96×6235009)−(6235009)
=87015456−906411√12518055×592325855
=86109312√7414767631
=8610931286109045
=1 ,00
terhadap masyarakat sangat di butuhkan oleh masyarakat diberikan kepada
masyarakat berupa bentuk penyampaian langsung maupun lewat media cetak
maupun media elektronik. Jadi masyakarat bisa memahami dan mengerti cara
memilih calon yang baik dan benar dan mengetahui visi misi dari seorang
calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden. Sehingga
sosialisasi ini bisa langsung memberikan dampak yang baik kepada
masyarakat agar lebih mengerti pemilu dan mengerti calon yang akan mereka
pilih untuk menyerap aspirasi dari mereka.
Untuk melihat hubungan regresi Sosialisasi KPU (X1) dengan
Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai berikut :
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X1 berpengaruh
terhadap
Variabel Tetap
Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
98
X 0 1 2 3
Y 26 352,7 679,4 1006,1
1 2 3Y = a + b X1 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 363 = 26 + 653,4 = 26 + 653,4 = 26 + 326,7 = 679,4 = 26 + 980,1 = 352,7 = 1006,1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
200
400
600
800
1000
1200
26
1, 352
2, 679
3, 1006
Gambar 3.2 : Regresi r X1 Y
Jadi semakin Sosialisasi dilakukan oleh KPU maka Golput semakin
dapat di cegah di Kabupaten Bantul. Dan tentunya dengan adanya sosialiasi
terhadap masyarakat maka pemilih lebih mengetahui calon yang mana yang
akan mereka pilih untuk menyerap aspirasi mereka sehingga dapat
mensejahterahkan masyakarat. Sehingga angka golput pun bisa ditekan dan
berkurang.
B. Hubungan X2 dengan Y
Hubungan Kerusuhan dengan Pencegahan Golput untuk melihat
hubungan Kerusuhan (X2) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai
berikut :
99
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kerusuhan (X2)
dengan Pencegahan Golput di Kabupaten Bantul adalah Sangat Lemah.
Sehingga kerusuhan ini yang membuat golput semakin tinggi karena apabila
dalam setiap penyelenggaraan pemilu kerusuhan ini terjadi ini akan membuat
pencegahan terhadap golput menjadi rendah. Hal ini karena kerusuhan di
Kabupaten Bantul tidak ada kaitannya degan pemilu. Kerusuhan ini pun
membuat penyelenggara pemilu menjadi kacau dan juga bisa mengganggu
jalannya pesta demokrasi di Indonesia. Jadi untuk mencegah hal tersebut KPU
bersama pihak yang berwajib berhak membantu mensukseskan
penyelenggaraan pemilu dengan tertib,damai, aman, dan jujur.
100
r x2 y=n∑ x 2 y−(∑ x 2)(∑ y )
√{n∑ x22−(∑ x2)
2 }√ {n∑ y2−(∑ y )2}
=96×313×2497−(313×2497)√(96×97969 )−(97969)(96×6235009 )−(6235009 )
=75029856−781561√9307055×592325855
=74248295√551280931
=74 ,24829523 , 47937246
=0 ,03
Untuk melihat hubungan regresi Kerusuhan (X2) dengan Pencegahan
Golput (Y) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X2 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 313 = 26 + 615,4 = 26 + 615,4 = 26 + 281,7 = 641,4 = 26 + 845,1 = 307,7 = 871,1
X 0 1 2 3Y 26 307,7 641,4 871,1
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X2 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
26
1, 307
2, 641
3, 871
Gambar 3.3 : Regresi rX2 Y
101
Jadi semakin Kerusuhan Terjadi maka Golput semakin meningkat di
Kabupaten Bantul. Dan hal ini akan sangat menggangu proses berjalannya
pemilu, sehingga KPU bekerja keras agar pemilu berlangsung dengan aman,
dan damai. Serta meminta pihak yang berwajib untuk membantu KPU dalam
mensukseskan pemilu 2014 yang lalu.
C. Hubungan X3 dengan Y
Hubungan Sukses Pemilihan Umum dengan Pencegaham Golput
untuk melihat hubungan Sukses (X3) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah
sebagai berikut :
102
r x3 y=n∑ x 3 y−(∑ x3 )(∑ y )
√ {n∑ x32−(∑ x3 )
2}√ {n∑ y2−(∑ y )2 }
=96×392×2497−(392×2497 )√(96×153664 )−(153664)( 96×6235009 )−(6235009)
=93967104−978824√14598080×592325855
=92988280√8646820217
=929882809298828
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Sukses (X3)
dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat.
Kesuksesan pemilu akan terlihat dan dikatakan berhasil apabila
penyelenggaran pemilu sukses, oleh karena itu hubungan kesuksesan pemilu
terhadap pencegahan golput sangat lah kuat. Jadi apabila pemilu sukses maka
pecegahan golput pun bisa berjalan baik. Kesuksesan KPU menjalankan
pemilu harus lah banyak faktor pendukung mulai dari masyakarat yang ikut
berperan aktif dalam pemilu serta para relawan demokrasi yang di bentuk oleh
KPU harus bekerja dengan maksimal agar kesuksesan pemilu 2014 yang lalu
bisa diwujudkan dan mencegah golput tinggi di kabupaten bantul pada pemilu
2014 yang lalu. Kesuksesan KPU 2014 yang lalu terbukti karena pada pemilu
2009 angka golput mencapai 26% sehingga dikatakan cukup sukses dan pada
pemilu 2014 yang lalu angka golput berkurang yaitu 19% dan ini menjadikan
pemilu 2014 di kabupaten bantul yang lalu sangat sukses. Itu lah yang
membedakan kesuksesan pemilu 2009 dengan 2014 yang lalu sesuai data di
atas.
103
=1 ,00
Untuk melihat hubungan regresi Sukses (X3) dengan Pencegahan
Golput (Y) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X3 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 392 = 26 + 757,6 = 26 + 757,6 = 26 + 352,8 = 783,6 = 26 + 1058,4 = 378,8 = 1084,4
X 0 1 2 3
Y 26 378,8 783,6 1084,4
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X3 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
200
400
600
800
1000
1200
26
1, 378
2, 783
3, 1084
Gambar 3.4 : Regresi rX3 Y
104
Jadi semakin sukses pemilihan umum maka Golput semakin berkurang
di Kabupaten Bantul. Kesuksesan KPU meyelenggarakan pemilu harus lah
dari bekerja sama mulai dari masyakarat yang mendukung pemilu,aparat yang
berwajib, serta pada relawan yang membantu KPU untuk mensukseskan
pemilu 2014 yang lalu.
D. Hubungan X4 dengan Y
Hubungan Efektif dengan Pencegahan Golput untuk melihat hubungan
Efektif (X4) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai berikut :
105
r x 4 y=n∑ x 4 y−(∑ x4 )(∑ y )
√ {n∑ x42−(∑ x4 )
2 }√ {n∑ y2−(∑ y )2}
=96×401×2497−( 401×2497 )√(96×160801)−(160801)(96×6235009 )−(6235009 )
=96124512−1001297√15276095×592325855
=95123215√9048426032
=9512321595123215
=1 , 00
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Efektif (X4)
dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat.
Keefektifan KPU menyampaikan pesan kepada para calon pemilih maka
golput akan berkurang dikarenakan kinerja dari KPU berjalan baik dan sesuai
dengan apa yang di harapkan agar pencegahan golput bisa di laksanakan.
Keefektifan untuk menjalankan pemilu adalah dengan adanya sumber daya
manusia yang ada sehingga target yang di harapkan oleh KPU bisa menjadi
terwujudkan. Seperti halnya pencapaian target KPU 75% partisipasi
masyarakat di Kabupaten Bantul.
Untuk melihat hubungan regresi Efektif (X4) dengan Pencegahan
Golput (Y) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X4 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 401 = 26 + 773,8 = 26 + 773,8 = 26 + 360,9 = 799,8 = 26 + 1082,7 = 386,9 = 1108,7
X 0 1 2 3Y 26 386,9 799,8 1108,7
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X4 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
106
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
200
400
600
800
1000
1200
26
1, 386
2, 799
3, 1108
Gambar 3.5 : Regresi rX4 Y
Jadi semakin efektif KPU menyampaikan pesan maka Golput semakin
berkurang di Kabupaten Bantul. Karena KPU mencapai target yang di
harapkan dan kemudian sumber daya manusia yang memenuhi sehingga KPU
menyampaikan pesan kepada masyarakat menjadi tercapai.
E. Hubungan X5 dengan Y
Hubungan Kekacauan dengan Pencegahan Golput untuk melihat
hubungan Kekacauan (X5) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai
berikut :
107
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kekacauan (X5)
dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat.
Semakin tingginya kekacauan pada peyelenggaraan pemilu maka golput
semakin meningkat. Hal ini di sebabkan oleh faktor kekacauan oleh
masyarakat yang tidak mendukung sukses nya penyelenggaraan pemilu.
Sehingga hubungan kekacauan terhadap pencegahan golput ini sangat kuat.
Oleh karena itu KPU meminta kepada lapisan tokoh-tokoh masyarakat dapat
108
r x5 y=n∑ x 5 y−(∑ x 5)(∑ y )
√ {n∑ x52−(∑ x5 )
2}√ {n∑ y2−(∑ y )2}
=96×342×2497−(342×2497 )√(96×116964 )−(116964 )(96×6235009 )−(6235009 )
=81981504−853974√11111580×592325855
=81, 127530√6581617612
=81, 12753081, 12753
=1 , 00
membantu mereka untuk tidak mengacaukan pemilu yang akan berlangsung
sehingga target dan harapan dari KPU Kabupaten Bantul bisa terpenuhi.
Untuk melihat hubungan regresi Kekacauan (X5) dengan Pencegahan
Golput (Y) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X5 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 342 = 26 + 667,6 = 26 + 667,6 = 26 + 307,8 = 693,6 = 26 + 923,4 = 333,8 = 949,4
X 0 1 2 3Y 26 333,8 693,6 949,4
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X5 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
109
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
26
1, 333
2, 693
3, 949
Gambar 3.6 : Regresi rX5 Y
Jadi semakin banyak kekacauan pemilu maka Golput semakin
meningkat di Kabupaten Bantul. Sehingga KPU harus meminta bantuan
kepada lapisan masyakarat untuk tidak melakukan hal-hal yang akan
mengganggu jalannya pemilu legislatif. Karena pemilu harus berjalan dengan
jujur, adil, aman dan damai.
F. Hubungan X6 dengan Y
Hubungan Ikut-ikutan dengan Pencegahan Golput untuk melihat
hubungan Ikut-ikutan (X6) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai
berikut :
110
r x6 y=n∑ x 6 y−(∑ x6 )(∑ y )
√ {n∑ x62−(∑ x6 )
2}√ {n∑ y2−(∑ y )2 }
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Ikut-ikutan (X6)
dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat. Hal
ini disebabkan oleh fenomena atau budaya ikut-ikutan dalam masyarakat
seperti halnya pada saat pemilu budaya ikut-ikutan ini terus terjadi sehingga
golput semakin meningkat. Dan hubungan ikut-ikutan dengan pencegahan
golput menjadi sangat kuat. Masyarakat bantul banyak yang hanya ikut-ikutan
saat pemilu dan hal ini akan membuat golput pun menjadi tinggi dan aspirasi
dari masyakarat tidak bisa tersampaikan oleh para wakil mereka yang akan
duduk di kursi DPR-RI,DPRD,DPD. Jadi masyakarat yang seperti itu akan
111
=96×350×2497−(350×2497)√(96×122500 )−(122500 )(96×6235009)−(6235009)
=83899200−873950√11637500×592325855
=83025250√6893192138
=830252508302525
=1 , 00
rugi tidak menyemarakan pesta demokrasi yang dilakukan 5 tahun sekali
tersebut.
Untuk melihat hubungan regresi Ikut-ikutan (X6) dengan Pencegahan
Golput adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X6 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 350 = 26 + 682,0 = 26 + 682,0 = 26 + 315,0 = 708,0 = 26 + 945,0 = 341 = 971,0
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X6 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
112
X 0 1 2 3
Y 26 341 708,0 971,0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
200
400
600
800
1000
1200
26
1, 341
2, 708
3, 971
Gambar 3.7 : Regresi rX6 Y
Jadi semakin banyak Ikut-ikutan masyarakat maka Golput semakin
meningkat di Kabupaten Bantul. Hal seperti ini harus dapat di cegah
secepatnya agar fenomena seperti ini bisa berkurang dan masyarakat bisa
memilih secara cerdas dan sesuai dengan hati nurani mereka.
G. Hubungan X7 dengan Y
Hubungan Pendidikan Politik dengan Pencegahan Golput untuk
melihat hubungan Pendidikan Politik (X7) dengan Pencegahan Golput (Y)
adalah sebagai berikut :
113
r x7 y=n∑ x 7 y−(∑ x7 )(∑ y )
√ {n∑ x72−(∑ x7 )
2}√{n∑ y2−(∑ y )2 }
=96×337×2497−(337×2497 )√(96×113569 )−(113569)( 96×6235009 )−(6235009)
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Pendidikan Politik
(X7) dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah Sangat
Kuat. Pendidikan politik yang di berikan oleh penyelenggara pemilu yaitu
KPU sangat berpegaruh terhadap hasil pemilu, karena pendidikan politik yang
baik maka akan membuat masyakarat mengetahui calon yang akan mereka
pilih dan itu suatu modal yang baik buat masyarakat yang akan menentukan
pilihan mereka dalam pemilu. Jadi semakin tinggi KPU menyampaikan
pendidikan politik maka golput akan menurun. Pendidikan politik yang di
berikan oleh KPU khususnya Kabupaten Bantul harus terus dilakukan baik
sebelum pemilu dilaksanakan maupun setelah pemilu dilaksanakan sehigga
sifatnya menjadi jangka panjang karena bukan hanya pemilu legislatif, pemilu
114
=80782944−841489√10789055×592325855
=79941455√6390636228
=7994145579941455
=1 ,00
Presiden dan Wakil presiden tetapi ada juga pilkada. Sehingga pendidikan
politik harus terus diberikan kepada masyarakat agar masyarakat menjadi
cerdas untuk memilah dan memilih calon yang akan meraka pilih dan bisa
melek terhadap politik.
Untuk melihat hubungan regresi Pendidikan Politik (X7) dengan
Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X7 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 337 = 26 + 658,6 = 26 + 658,6 = 26 + 303,3 = 684,6 = 26 + 909,9 = 329,3 = 935,9
X 0 1 2 3
Y 26 329,3 684,6 935,9
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X7 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
115
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
200
400
600
800
1000
1200
26
1, 329
2, 684
3, 935
Gambar 3.8 : Regresi rX7 Y
Jadi semakin banyak Pendidikan Politik disampaikan kepada
masyarakat maka Golput semakin menurun di Kabupaten Bantul. KPU
menyampaikan pendidikan politik terhadap masyakarat harus terus berlanjut
karena akan membuat masyarakat melek terhadap politik dan bisa menyerap
mana politik pencitraan dan mana politik yang benar untuk rakyat. Dan itu
sangat penting diberikan kepada masyakarat luas.
H. Hubungan X8 dengan Y
Hubungan Pendidikan Agama dengan Pencegahan Golput untuk
melihat hubungan Pendidikan Agama (X8) dengan Pencegahan Golput (Y)
adalah sebagai berikut :
116r x8 y=n∑ x 8 y−(∑ x8 )(∑ y )
√ {n∑ x82−(∑ x8 )
2}√{n∑ y2−(∑ y )2 }
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Pendidikan
Agama (X8) dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah
Sangat Kuat. Pendidikan agama yang termasuk dalam bentuk sosialisasi
kepada masyarakat akan membentuk suatu pemikiran masyarakat untuk
meentukan pilihan mereka, seperti halnya calon yang mereka pilih harus
muslim atau non muslim dan pendidikan agama adalah salah satu nya. Dan
hubungan dengan pencegahan golput ini sangat kuat, apabila pendidikan di
samapaikan oleh KPU maka golput akan menurun. Semakin tinggi
penyampaian terhadap pendidikan agama kepada masyarakat maka pemilih
117
=96×207×2497−(207×2497 )√(96×42849)−(42849 )(96×6235009)−(6235009)
=49620384−516879√4070655×592325855
=49103505√2411154203
=4910350549103505
=1 ,00
bisa menentukan pilihan mereka berdasarkan hati nurani dan juga berlatar
belakang dari calon yang akan ikut di pemilu.
Untuk melihat hubungan regresi Pendidikan Agama dengan
Pencegahan Golput adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b X8 Y = a + b X Y = a + b X = 26 + 0,9 × 207 = 26 + 424,6 = 26 + 424,6 = 26 + 186,3 = 450,6 = 26 + 558,9 = 212,3 = 584,9
X 0 1 2 3Y 26 212,3 450,6 584,9
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X8 berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini :
118
0 0.5 1 1.5 2 2.5 30
100
200
300
400
500
600
700
26
1, 212
2, 450
3, 584
Gambar 3.9 : Regresi rX8 Y
Jadi semakin banyak KPU menyampaikan Pendidikan Agama kepada
masyarakat maka Golput berkurang di Kabupaten Bantul. Pendidikan agama
menjadi penting dilakukan karena masyarakat bisa memilah mana calon yang
memang dekat dengan tuhan mereka maka calon itu juga harus dekat dengan
masyarakat yang memilih dia dalam pemilu, karena di Indonesia melihat
calon berdasarkan sebagian dari agama nya terlebih dahulu baru melihat
orangnya dan terakhir baru visi dan misi nya.
I. Hubungan X dengan Y1
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Fenomena Golput di Bantul (Y1) adalah
sebagai berikut :
119r xy 1=n∑ xy1−(∑ x )(∑ y 1)
√{n∑ x2−(∑ x )2}√ {n∑ y12−(∑ y1 )
2}
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Fenomena Golput (Y1) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat.
Fenomena golput yang terjadi pada setiap penyelenggaraan pemilu adalah
suatu bentuk sikap yang di pilih oleh para calon pemilih untuk tidak ikut
dalam pemilu dikarenakan banyak faktor. Dan kemudian kinerja dari KPU
sangatlah penting untuk membuat para pemilih yang golput ini untuk ikut
berpartisipasi pada pesta demokrasi yang dilaksanakan 5 tahun sekali ini.
Sehingga untuk pemilu yang akan datang fenomena golput ini bisa berkurang.
120
=96×2705×263−(2705×263)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×69169)−(69169)
=68295840−711415√695117375×6571055
=67584425√4567654503
=6758442567584425
=1 ,00
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap fenomena
golput (Y1) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y1 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 263 = 26 + 525,4 = 26 + 525,4 = 26 + 236,7 = 551,4 = 26 + 710,1 = 262,7 = 736,1
Y 26 262,7 551,4 736,1
X 0 1 2 3
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y1 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
100
200
300
400
500
600
700
800
26
262
551
736
Gambar 3.10 : Regresi rX Y1
121
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Fenomena Golput berkurang
di Kabupaten Bantul. Fenomena golput ini merupakan tantangan tersendiri
bagi peyelenggara pemilu yaitu KPU dimana kinerja mereka dinilai dari hasil
pemilu terutama partisipasi masyakarat dan yang kedua yaitu besar atau kecil
nya golput yang terjadi di daerah tersebut.
J. Hubungan X dengan Y2
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Demokrasi (Y2) adalah sebagai
berikut :
122
r xy 2=n∑ xy2−(∑ x )(∑ y 2)
√{n∑ x2−(∑ x )2}√ {n∑ y22−(∑ y2 )
2}
=96×2705×351−(2705×351 )√(96×7317025 )−(7317025 )(96×123201)−(123201 )
=91147680−949455√695117375×11704095
=90198225√8135719793
=9019822590198225
=1 ,00
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Demokrasi (Y2) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat. Bentuk
demokrasi yang baik pada sebuah Negara yaitu penyeleggarakan pemilu. Hal
ini sudah dilakukan oleh bangsa Indonesia hanya saja banyak yang perlu
dibenahi dalam menjalankan demokrasi di Indonesia. Semakin tinggi kinerja
dari KPU maka demokrasi semakin meningkat di Indonesia. Oleh karena itu
pula KPU sebagai penyelenggara pemilu sangat antusias untuk
menyelenggarakan pesat demokrasi di Indonesia ini karena demokrasi salah
satu bentuk aspirasi masyarakat bisa disampaikan karena mereka bisa memilih
calon yang bakal menampung aspirasi mereka.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap Demokrasi
(Y2) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y2 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 351 = 26 + 683,8 = 26 + 683,8 = 26 + 315,9 = 709,8 = 26 + 947,7 = 341,9 = 973,7
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y2 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
123
Y 26 341,9 709,8 973,7
X 0 1 2 3
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
200
400
600
800
1000
1200
26
341
709
973
Gambar 3.11 : Regresi rX Y2
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Demokrasi semakin
meningkat di Kabupaten Bantul. Demokrasi menjadi bentuk keterlibatan
masyarakat untuk memilih calon yang akan mereka pilih walaupun masih
banyak hal-hal yang harus dibenahi oleh KPU agar demokrasi di Indonesia ini
bisa berjalan sesuai apa yang diharapkan oleh KPU.
K. Hubungan X dengan Y3
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Hukum (Y3) adalah sebagai
berikut :
124
r xy 3=n∑ xy3−(∑ x )(∑ y 3 )
√ {n∑ x2−(∑ x )2}√ {n∑ y32−(∑ y3 )
2}
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Hukum (Y3) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat. Penegakkan
hukum yang baik akan membuat peraturan hukum di Indonesia semakin bisa
ditegakakan seadil mungkin, karena semakin tinggi kinerja KPU maka
penegakkan hukum akan meningkat. Penegakkan hukum yang adil dan
bijaksana dan berdasarkan UUD 1945 akan membuat masyarakat puas dengan
kinerja dari lembaga Indonesia ini. Karena hukum di Indonesia beberapa
tahun belakangan sangat memperihatinkan karena Hukum di Indonesia yang
masih bisa di beli oleh oknum yang berkuasa dan mempunyai uang yang
banyak.
125
=96×2705×361−(2705×361 )√(96×7317025 )−(7317025 )(96×130321)−(130321 )
=93744480−976505√695117375×12380495
=92767975√8605897186
=92767959276795
=1 ,00
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap Hukum
(Y3) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y3 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 361 = 26 + 701,8 = 26 + 701,8 = 26 + 324,9 = 727,8 = 26 + 974,7 = 350,9 = 1000,7
Y 26 350,9 727,8 1000,7X 0 1 2 3
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y3 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
200
400
600
800
1000
1200
26
350
727
1007
Gambar 3.12 : Regresi rX Y3
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Penegakkan Hukum semakin
meningkat di Kabupaten Bantul. Dan penegakkan hukum yang adil dan
126
bijaksana serta memihak kepada kebenara akan membuat hukum di Indonesia
menjadi lebih baik lagi untuk kedepan nya.
L. Hubungan X dengan Y4
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Hak Asasi Manusia (Y4) adalah
sebagai berikut:
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan HAM (Y4) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat. Hak asasi
manusia yang dimaksudkan dalam pemilu ini adalah sikap yang di pilih oleh
127
r xy 4=n∑ xy 4−(∑ x )(∑ y 4 )
√ {n∑ x2−(∑ x )2 }√ {n∑ y 42−(∑ y4 )2}
=96×2705×316−(2705×316)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×99856)−(99856 )
=82058880−854780√695117375×9486320
=81204100√6594105857
=81204100812041
=1 , 00
masyarakat dalam mengambil sikap dalam pemilu, jadi apabila hak asasi
manusia ini bisa diterapkan dari kinerja KPU maka hak asasi manusia akan
semakin meningkat di Indonesia.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap HAM
(Y4) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y4 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 316 = 26 + 620,8 = 26 + 620,8 = 26 + 284,4 = 646,8 = 26 + 853,4 = 310,4 = 879,4
Y 26 310,4 646,8 879,4
X 0 1 2 3
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y4 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
128
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
26
310
646
879
Gambar 3.13 : Regresi rX Y4
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Penerapan Hak Asasi
Manusia (HAM) semakin meningkat di Kabupaten Bantul. Oleh karena itu
penerapan HAM ini akan membuat masyakarat lebih mengambil sikap dalam
pemilu, karena pemilu merupakan hak asasi juga. Tergantung kepada individu
nya peduli atau tidak nya terhadap pesta demokrasi di Indonesia yang
dilakkukan 5 tahun sekali. Tetapi memilih adalah bentuk sikap yang lebih
baik dari pada golput atau tidak memilih.
129
M. Hubungan X dengan Y5
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Presentase (Y5) adalah sebagai
berikut :
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Presentase (Y5) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat. Presentase
pemilih di kabupaten bantul merupakan suatu bentuk kinerja dari KPU
kabupaten bantul untuk meningkatkan angka pemilih dalam pemilu maka
semakin tinggi kinerja dari KPU maka presentase pemilih di kabupaten bantul
130
r xy 5=n∑ xy5−(∑ x )(∑ y5 )
√ {n∑ x2−(∑ x )2}√ {n∑ y52−(∑ y5 )
2}
=96×2705×236−(2705×236)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×55696)−(55696 )
=61284480−638380√695117375×5291120
=60646100√3677949445
=60646100606461
=1 ,00
akan meningkat. Kinerja dari KPU untuk meningkatkan angka presentase
pemilih merupakan hal yang utama karena apabila pemilih sedikit
menggunakan hak pilih nya maka kinerja KPU tersebut di nilai buruk tetapi
sebaliknya apabila presentase pemilih tinggi maka kinerja dari KPU bisa di
nilai sangat baik.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap Presentase
(Y5) adalah sebagai berikut :
Y 26 238,4 502,8 663,2
X 0 1 2 3
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y5 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
131
1 2 3Y = a + b Y5 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 236 = 26 + 476,8 = 26 + 476,8 = 26 + 212,4 = 502,8 = 26 + 637,2 = 238,4 = 663,2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
100
200
300
400
500
600
700
26
238
502
663
Gambar 3.14 : Regresi rX Y5
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Presentase Pemilih semakin
meningkat di Kabupaten Bantul. Kinerja KPU yang meningkatkan presentase
pemilih di Kabupaten Bantul akan membuat KPU akan semakin bisa bekerja
sepenuhnya agar mensukseskan pemilu.
N. Hubungan X dengan Y6
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Kekecewaan (Y6) adalah sebagai
berikut :
132
r xy 6=n∑ xy6−(∑ x )(∑ y 6)
√ {n∑ x2−(∑ x )2}√{n∑ y62−(∑ y6 )
2 }
=96×2705×287−(2705×287)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×82369)−(82369 )
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Kekecewaan (Y6) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat. Kinerja
dari KPU untuk membuat masyarakat tidak kecewa terhadap penyelenggaraan
pemilu adalah suatu tugas yang harus dilaksanakan oleh KPU, karena apabila
masyarakat kecewa terhadap pemilu maka akan meningkatkan angka golput
tapi sebaliknya apabila kinerja dari KPU tinggi maka kekecewaan masyarakat
akan menurun. Dari data diatas kekecewaan masyarakat terhadap pemilu 2014
yang lalu tidak begitu tinggi ini dilihat dari laporan masyarakat ke KPU
maupun ke Bawaslu Kabupaten Bantul jumlah nya sedikit, karena KPU
133
=74528160−776335√695117375×7825055
=73751825√5439331691
=7375182573751825
=1 , 00
Kabupaten Bantul bekerja dengan baik sehingga kekecewaan masyarakat
tidak begitu tinggi pada pemilu legislatif 2014 yang lalu.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap
Kekecewaan(Y6) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y6 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 287 = 26 + 568,6 = 26 + 568,6 = 26 + 258,3 = 594,6 = 26 + 774,9 = 284,3 = 800,9
Y 26 284,3 594,6 800,9
X 0 1 2 3
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y6 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
134
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
100
200
300
400
500
600
700
800
900
26
284
594
800
Gambar 3.15 : Regresi rX Y6
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Kekecewaan Masyarakat
menurun di Kabupaten Bantul. Sikap masyarakat terhadap pemilu legislatif
2014 yang lalu tidak begitu kecewa karena KPU bekerja dengan maksimal
untuk menyelenggarakan pemilu jadi laporan kecewa itu tidak begitu tinggi.
O. Hubungan X dengan Y7
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Sopan Santun Kampanye (Y7)
adalah sebagai berikut:
135
r xy 7=n∑ xy7−(∑ x )(∑ y7 )
√ {n∑ x2−(∑ x )2}√{n∑ y72−(∑ y7 )
2 }
=96×2705×407−(2705×407)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×165649)−(165649)
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Sopan Santun Kampanye (Y7) di Kabupaten Bantul adalah Sangat
Lemah. Bentuk sopan santun dalam kampanye akan meningkat apabila kinerja
dari KPU tinggi dan budaya saling menghormati dalam pemilu akan
meningkat dikarenakan masyarakat bantul yang tinggi sopan santun nya
dalam pemilu. Hal ini menjadi suatu bentuk budaya yang ada di jawa
khususnya juga di Kabupaten Bantul untuk saling menjaga kedamaian selama
berlangsungnya pemilu maupun saat pemilu berakhir.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap Sopan
Santun (Y7) adalah sebagai berikut :
136
=105689760−1100935√695117375×15736655
=104588825√1093882231
=1045888253307389047
=0 ,03
1 2 3Y = a + b Y7 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 407 = 26 + 784,6 = 26 + 784,6 = 26 + 366,3 = 810,6 = 26 + 1098,9 = 392,3 = 1124,9
Y 26 392,3 810,6 1124,9
X 0 1 2 3
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y7 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
200
400
600
800
1000
1200
26
392
810
1124
Gambar 3.16 : Regresi rX Y7
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Sopan santun kampanye
meningkat di Kabupaten Bantul. Budaya ini menjadi turun temurun dilakukan
137
oleh masyarakat jawa khususnya di Kabupaten Bantul untuk saling menjaga
ketertiban dan sikap sopan santun sangat di butuhkan untuk mendinginkan
suasana pemilu yang panas.
P. Hubungan X dengan Y8
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Protes Masyarakat (Y8) adalah
sebagai berikut:
138
r xy 8=n∑ xy8−(∑ x )(∑ y 8)
√ {n∑ x2−(∑ x )2}√{n∑ y82−(∑ y8 )
2 }
=96×2705×276−(2705×276)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×76176)−(76176 )
=71671680−746580√695117375×7236720
=70925100√503036981
=70 , 92510022 , 42848593
=0 ,03
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Protes Masyarakat (Y8) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Lemah.
Pemilu dilaksanakan agar demokrasi di Indonesia bisa meningkat karena
keterlibatan rakyat yang memilih calon nya sendiri. Oleh karena itu apabila
kinerja KPU sangat bagus maka protes masyarakat terhadap pemerintah
semakin menurun. Protes yang dilakukan masyarakat pasti mempunyai
penyebabnya karena apabila kinerja dari KPU buruk maka protes yang
dilakukan masyarakat akan tinggi tetapi apabila kinerja KPU sangat bagus
maka protes masyarakat akan sedikit. Jadi pemilu akan berjalan baik apabila
kinerja KPU berjalan baik dan mendapat dukungan dari berbagai pihak baik
itu calon pemilih maupun tokoh masyarakat.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap Protes
Masyarakat (Y8) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y8 Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 276 = 26 + 548,8 = 26 + 548,8 = 26 + 248,4 = 574,8 = 26 + 745,2 = 274,4 = 771,2
Y 26 274,4 574,8 771,2
X 0 1 2 3
139
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y8 adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
100
200
300
400
500
600
700
800
900
26
274
574
771
Gambar 3.17 : Regresi rX Y8
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Protes Masyarakat terhadap
pemerintah semakin menurun. Protes dari masyarakat muncul karena kinerja
KPU tidak baik dalam menyelenggarakan pemilu tetapi apabila kinerja KPU
baik maka bentuk protes dari masyarakat pun akan sedikit karena pemilunya
berlangsung baik dan berjalan lancar.
Q. Hubungan X dengan Y
Hubungan Kinerja KPU (X) dengan Pencegahan Golput (Y) adalah
sebagai berikut:
140r xy=n∑ xy−(∑ x )(∑ y )
√ {n∑ x2−(∑ x )2 }√ {n∑ y2−(∑ y )2}
Sesuai nilai r pada tabel lampiran 1 maka hubungan Kinerja KPU (X)
dengan Pencegahan Golput (Y) di Kabupaten Bantul adalah Sangat Kuat.
Untuk melihat hubungan regresi Kinerja KPU (X) terhadap
Pencegahan Golput (Y) adalah sebagai berikut :
1 2 3Y = a + b Y Y = a + b Y Y = a + b Y = 26 + 0,9 × 2705 = 26 + 4921 = 26 + 4921 = 26 + 24345 = 4947 = 26 + 73035 = 2460,5 = 73061
141
=96×2705×2497−(2705×2497)√(96×7317025 )−(7317025 )(96×6235009)−(6235009)
=648420960−6754385√695117375×592325855
=641666575√4117359935
=641666575641666575
=1 , 00
X 0 1 2 3
Y 0 2460,5 4947 73061
Untuk melihat seberapa banyak Variabel Bebas X berpengaruh
terhadap Variabel Tetap Y adalah sebagaimana hubungan regresi berikut ini:
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
26 2460 4947
73061
Gambar 3.18 : Regresi rX Y
Jadi semakin banyak Kinerja KPU maka Golput di Kabupaten Bantul semakin bisa di tekan.
142
2. Uji Hipotesis
A. Hipotesis Minor
a. Hubungan sosialisasi KPU degan pencegahan golput dikatakan sangat erat
atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
sosialisasi pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
b. Hubungan kerusuhan dengan pencegahan golput dikatakan sangat erat
atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
kerusuhan pada uji korelasi yaitu 0,03. Yang mana nilai tersebut lebih <
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan tidak
berpengaruh.
c. Hubungan sukses dengan pencegahan golput dikatakan sangat erat atau
sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
sukses pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih > dari
taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
d. Hubungan efektif dengan pencegahan golput dikatakan sangat erat atau
sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
efektif pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih > dari
taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
143
e. Hubungan kekacauan dengan pencegahan golput dikatakan sangat erat
atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
kekacauan pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
f. Hubungan ikut-ikutan dengan pencegahan golput dikatakan sangat erat
atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
Ikut-ikutan pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
g. Hubungan pendidikan politik dengan pencegahan golput dikatakan sangat
erat atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah
nilai pendidikan politik pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai
tersebut lebih > dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di
katakan berpengaruh.
h. Hubungan pendidikan agama dengan pencegahan golput dikatakan sangat
erat atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah
nilai pendidikan agama pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai
tersebut lebih > dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di
katakan berpengaruh.
i. Hubungan kinerja KPU dengan fenomena golput dikatakan sangat erat
atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
144
fenomena pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
j. Hubungan kinerja KPU dengan demokrasi dikatakan sangat erat atau
sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
demokrasi pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
k. Hubungan kinerja KPU dengan hukum dikatakan sangat erat atau sangat
tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai hukum
pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih > dari taraf
signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan berpengaruh.
l. Hubungan kinerja KPU dengan HAM dikatakan sangat erat atau sangat
tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai HAM pada
uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih > dari taraf
signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan berpengaruh.
m. Hubungan kinerja KPU dengan presentase dikatakan sangat erat atau
sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
presentase pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
145
n. Hubungan kinerja KPU dengan kekecewaan dikatakan sangat erat atau
sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
kekecewaan pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
o. Hubungan kinerja KPU dengan santun dikatakan sangat erat atau sangat
tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai santun pada
uji korelasi yaitu 0,03. Yang mana nilai tersebut lebih < dari taraf
signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan tidak
berpengaruh.
p. Hubungan kinerja KPU dengan protes dikatakan sangat erat atau sangat
tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai protes pada
uji korelasi yaitu 0,03. Yang mana nilai tersebut lebih < dari taraf
signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan tidak
berpengaruh.
B. Hipotesis Mayor
Hubungan Kinerja KPU degan Pencegahan Golput dikatakan sangat
erat atau sangat tinggi sesuai dengan nilai 1,00 dibuktikan dengan jumlah nilai
Kinerja KPU pada uji korelasi yaitu 1,00. Yang mana nilai tersebut lebih >
dari taraf signifikan 5% 0,202 dan 1% 0,263. Sehingga di katakan
berpengaruh.
146
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada variabel kinerja KPU (X) terhadap
pencegahan Golput (Y) melalui uji hipotesis seperti yang tertera pada
pembahasan. Dengan kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas atau Kinerja KPU berpengaruh signifikan terhadap
Pencegahan Golput karena semakin tinggi kinerja dari KPU maka golput
di Kabupaten Bantul semakin bisa di tekan dan menurun pada setiap
pemilihan umum. Nilai koefesien regresi positif sehingga setiap kenaikan
nilai pada variabel kinerja KPU akan mencegah terjadinya Golput.
Dengan demikian kinerja KPU dalam bentuk sosialisasi adalah yang
paling berpengaruh dalam pencegahan golput.
2. Variabel Bebas atau kinerja KPU yang terdiri Sosialisasi, Kerusuhan,
Sukses, Efektif, Kekacauan, Ikut – ikutan, Pendidikan Politik, dan
Pendidikan agama terhadap Variabel tergantung (Pencegahan Golput).
Sesuai dengan uji hipotesis dan korelasi bahwa semua unsur – unsur yang
ada di dalam variabel bebeas (Kinerja) berpengaruh positif terhadap
Pencegahan Golput. Dengan nilai masing masing unsur yang ada didalam
Variabel Bebas adalah 1,00. Yang mana > dari pada taraf signifikan 1%
dengan nilai 0,263 sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan erat dan
147
sangat berpengaruh kepada Pencegahan Golput. Namun yang paling tinggi
adalah kekecewaan dapat di pengaruhi oleh KPU.
3. Kinerja KPU sangat tinggi pengaruhnya terhadap pencegahan golput,
oleh karena itu KPU mempertaruhkan hasil kerja sebagai patokan
keberhasilan KPU.
148
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan maka penulis memberikan
saran kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul sebagai
berikut :
1. Komisi pemilihan umum pada pemilu legislatif 2014 yang lalu telah
bekerja dengan maksimal karena melaksanakan pesta demokrasi di
Indonesia khususnya di Kabupaten Bantul cukup sukses hanya saja masih
banyak kendala yang di hadapi oleh KPU baik yang di tingkat pusat
maupun di daerah seperti di KPU Kabupaten Bantul. Hal yang harus lebih
di tingkatkan oleh KPU adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat
baik yang di desa maupun yang di pelosok desa sekalipun, karena
sosialisasi dari KPU sangat mempengaruhi para calon pemilih untuk
menggunakan hak suara nya pada setiap pemilu yang dilakukan oleh KPU.
Dan mengerti calon yang akan di pilih dan juga tata cara memilih dengan
cerdas dan benar agar pada saat pemilihan dilakukan masyakarat telah
cerdas untuk memilih siapa calon yang akan mereka beri amanah untuk
menyamapaikan aspirasi mereka kepada pemerintah.
2. Taraf dimana KPU dinilai berhasil melakukan penyelenggaraan pemilu itu
di buktikan pada hasil partisipasi masyarakat yang tinggi dan KPU bantul
pada pemilu Legislatif 2014 yang menargetkan 75% pemilih. Dan jumlah
angka Golput yang rendah. Itu lah yang membuktikan bahwa kinerja dari
149
KPU itu berhasil atau tidak. KPU harus membuka relasi kerjasama
terhadap tokoh-tokoh masyarakat di daerah Kabupaten Bantul khususnya
untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar untuk pemilu yang
akan datang angka pastisipasi meningkat dan sesuai target serta angka
Golput bisa di tekan atau rendah.
3. Khusus untuk Kabupaten Bantul timbulnya golput disebabkan banyaknya
mahasiswa yang memilih kos tidak dapat mengikuti pemilu kendati
mereka ingin untuk ikut pesta demokrasi legislatif 5 tahun sekali, tetapi
KTP yang mereka miliki masih berstatus daerah asal dan mereka tidak
punya waktu untuk mengurus A5.
150