Post on 13-Mar-2022
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 117
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
SEMANGAT KERJA PEGAWAI DI DINAS PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT KOTA LUBUKLINGGAU
Oleh:
1. Sri Maya
Mahasiswa Magister Manajemen STIE MURA
2. Betti Nuraini
Dosen Tetap STIE MURA
Abstrak
Semangat kerja adalah salah satu isu sentral dalam bidang
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Hal ini telah banyak menarik
perhatian Peneliti bidang MSDM untuk melakukan diskusi dan kajian-kajian
ilmiah. Membahas masalah semangat kerja perlu diawali dengan memahami
pengertian semangat kerja itu sendiri. Pratiwi (2013:8) mengatakan,
semangat kerja adalah sikap individu dalam bekerja yang menunjukkan rasa
kegairahan, antusias, bertanggung jawab, dan komitmen dalam melaksanakan
tugas agar mencapai tujuan organisasi. Pemerintah sebagai otorisasi tertinggi
dalam mengelola Negara diharapkan mampu menjadikan masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh karena itu, upaya
perbaikan kualitas pegawainya menjadi sangat penting. Tinggi rendahnya
semangat kerja pegawai menjadi salah satu kunci tercapainya cita-cita tersebut.
Hasil pengamatan awal tersebut bertolak belakang dengan berita, opini, hasil
penelitian atau sejenisnya yang berkembang di kalangan masyarakat luas
yang mengatakan : Pegawai yang bekerja di Instansi Pemerintahan kental
dengan nuansa mangkir, datang terlambat, acuh tak acuh terhadap pekerjaannya
dan lain sebagainya. Potret buram kinerja dan perilaku pegawai di Instansi
Pemerintah ini diperparah lagi dengan semakin meningkatnya pelanggaran
etika, disiplin dan pelanggaran hukum/ pidana yang terjadi di tengah masyarakat.
Sering terdengar di media cetak dan elektronik di mana ada oknum pegawai di
Instansi Pemerintah yang tertangkap tengah “mangkir”/ “mbolos” kerja, oknum
pegawai Instansi Pemerintah yang ketahuan tengah melakukan perselingkuhan
sesama. Proses pembinaan semangat kerja pegawai di Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau sudah terbilang baik, akan tetapi masih perlu ditingkatkan lagi
usaha untuk meningkatkan semangat kerja. Strategi peningkatan semangat kerja
pegawai di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota Lubuklinggau telah terlaksana, akan tetapi masih
perlu usaha agar pegawai merasa bersemangat dalam bekerja. Kualifikasi
semangat kerja di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 118
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Pemberdayaan Masyarakat Kota Lubuklinggau terbilang baik, akan tetapi masih
perlu pelengkapan fasilitas (sarana dan prsarana) yang masih kurang.
Kata Kunci : Semangat Kerja, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat.
PENDAHULUAN
Semangat kerja adalah salah satu
isu sentral dalam bidang Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM).
Hal ini telah banyak menarik
perhatian Peneliti bidang MSDM
untuk melakukan diskusi dan kajian-
kajian ilmiah. Membahas masalah
semangat kerja perlu diawali dengan
memahami pengertian semangat
kerja itu sendiri. Pratiwi (2013:8)
mengatakan, semangat kerja adalah
sikap individu dalam bekerja yang
menunjukkan rasa kegairahan,
antusias, bertanggung jawab, dan
komitmen dalam melaksanakan
tugas agar mencapai tujuan
organisasi.
Dari pengertian ini tampak bahwa
semangat kerja diindikasikan melalui
sikap yang dimunculkan oleh
seorang pegawai. Sikap tersebut
merupakan refleksi dari tinggi
rendahnya semangat kerja yang
dimiliki oleh pegawai yang
bersangkutan. Bila pembahasan
masalah semangat kerja dihubungkan
dengan pegawai organisasi
pemerintah, maka ini menjadi isu
sentral dan menyangkut hajat hidup
masyarakat luas. Sebab dewasa ini,
masyarakat luas sangat berharap
akan terwujudnya organisasi layanan
publik/pemerintah yang baik,
profesional, jujur, dan amanah.
Pemerintah sebagai otorisasi
tertinggi dalam mengelola Negara
diharapkan mampu menjadikan
masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera. Oleh karena itu, upaya
perbaikan kualitas pegawainya
menjadi sangat penting. Tinggi
rendahnya semangat kerja pegawai
menjadi salah satu kunci tercapainya
cita-cita tersebut. Untuk melihat
semangat kerja tersebut Kossen
(2012:3) mengindikasikan tinggi
rendahnya semangat kerja dengan
melihat tanda-tanda peringatan
semangat rendah pegawai seperti
kemangkiran, kelambatan, pergantian
yang tinggi, mogok dan sabotase,
serta ketiadaan kebanggan dalam
kerja. Penelitian Subagyo (2012:9)
misalnya, menyatakan, kondisi yang
ada di Instansi Pemerintah telah
mendorong perilaku pegawainya
untuk bekerja secara instant, malas-
malasan, cenderung cari muka,
dan mengutamakan pelayanan
kepada atasan daripada melayani
masyarakat. Para pegawai kurang
semangat dalam menciptakan
inovasi, kreasi dan invensi
(terobosan/ penemuan) di
lingkungan kerjanya masing-masing.
Disiplin, integritas, loyalitas,
kapabilitas dan kompetensi dalam
bekerja kurang diindahkan sehingga
berujung pada rendahnya
produktifitas kerja dan capaian
sasaran kinerja yang telah ditetapkan
sebelumnya. Survei menunjukkan
bahwa tingkat etos kerja dan
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 119
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
produktifitas kerja pegawai di
Instansi Pemerintah jauh lebih
rendah (kurang lebih dalam
prosentase 50%) dibandingkan
dengan etos kerja dan produktifitas
kerja dari pegawai yang bekerja di
sektor perusahaan swasta (Lemlit
UNPAD, 2006 dalam Subagyo,
2012:9). Dari pengamatan sederhana
dengan mempedomani pendapat
Kossen tersebut, Peneliti menemukan
bahwa terdapat semangat kerja
pegawai yang tinggi di lingkungan
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau. Hal ini terlihat dari
sedikitnya pegawai yang mangkir
yang dibuktikan dengan tingkat
kehadiran dimana, rendahnya tingkat
pegawai yang datang terlambat,
jarangnya pergantian pegawai, tidak
adanya pemogokan dan sabotase
pegawai serta adanya rasa
kebanggaan pegawai terhadap
pekerjaannya.
Hasil pengamatan awal tersebut
bertolak belakang dengan berita,
opini, hasil penelitian atau
sejenisnya yang berkembang di
kalangan masyarakat luas yang
mengatakan : Pegawai yang
bekerja di Instansi Pemerintahan
kental dengan nuansa mangkir,
datang terlambat, acuh tak acuh
terhadap pekerjaannya dan lain
sebagainya. Potret buram kinerja dan
perilaku pegawai di Instansi
Pemerintah ini diperparah lagi
dengan semakin meningkatnya
pelanggaran etika, disiplin dan
pelanggaran hukum/ pidana yang
terjadi di tengah masyarakat. Sering
terdengar di media cetak dan
elektronik di mana ada oknum
pegawai di Instansi Pemerintah yang
tertangkap tengah “mangkir”/
“mbolos” kerja, oknum pegawai
Instansi Pemerintah yang ketahuan
tengah melakukan perselingkuhan
sesama.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembinaan
semangat kerja karyawan di
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau?
2. Bagaimana strategi peningkatan
semangat kerja pegawai di Dinas
Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau?
3. Bagaimana kualifikasi semangat
kerja di Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak,
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau
KAJIAN TEORITIS
Semangat Kerja
Banyak pendapat yang
mendefenisikan semangat kerja,
seperti Pratiwi (2013:5) yang
mengungkapkan bahwa, semangat
kerja adalah sikap individu dalam
bekerja yang menunjukan rasa
kegairahan, antusias, bertanggung
jawab dan komitmen dalam
melaksanakan tugas agar mencapai
tujuan organisasi. yang berarti
diharapkan juga meningkatkan
produktivitas karyawan. Darmawan
(2012:8) menyebutkan, semangat
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 120
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
kerja dapat diartikan sebagai
semacam pernyataan ringkas dari
kekuatan-kekuatan psikologis yang
beraneka ragam yang menekan
sehubungan dengan pekerjaan
mereka. Semangat kerja dapat
diartikan juga sebagai suatu iklim
atau suasana kerja yang terdapat
di dalam suatu organisasi yang
menunjukkan rasa kegairahan di
dalam melaksanakan pekerjaan dan
mendorong mereka untuk bekerja
secara lebih baik dan lebih produktif.
Menurut Astuti dan Widyarini
(2012:9), semangat kerja merupakan
suatu kondisi yang mencerminkan
kegairahan, keteguhan hati dan rasa
persatuan dalam kelompok kerja
yang akan mempengaruhi seseorang
untuk bekerja lebih cepat dan lebih
baik agar mencapai suatu prestasi
kerja yang maksimal. Kossen
(2012:3) mendefenisikan semangat
kerja adalah sebagai suasana yang
ditimbulkan oleh sikap para anggota
suatu organisasi, ia dipengaruhi oleh
bagaimana para karyawan
menanggapi organisasi tersebut dan
sasaran-sasarannya dalam
hubungannya dengan mereka sendiri.
Menurut Richard M. Strees
(http://idPenelitian/pengertian-
semangat-kerja) mengatakan bahwa
semangat kerja adalah
kecenderungan anggota organisasi
berusaha lebih keras mencapai tujuan
dan kesadaran organisasi termasuk
perasaan terkait”. Selanjutnya
menurut Nitisemito (2013:75),
semangat kerja adalah melakukan
pekerjaan secara lebih giat sehingga
pekerjaan dapat diharapkan lebih
cepat dan lebih baik”. Berdasarkan
penjelasam di atas dapat disimpulkan
bahwa, semangat kerja adalah sikap
individu dalam bekerja yang
menunjukan rasa kegairahan,
antusias, bertanggung jawab dan
komitmen dalam melaksanakan tugas
agar mencapai tujuan organisasi.
yang berarti diharapkan juga
meningkatkan produktivitas
karyawan. Semangat kerja seorang
pegawai akan berdampak terhadap
kinerjanya, tidak terlepas dari
metode semangat kerja yang
diterapkan di intansi terkait. Dengan
demikian, fungsi dan tujuan dari
semangat kerja akan memengaruhi
semangat kerja, dan juga unsur-unsur
yang dapat meningkatkan semangat
kerja pegawai.
Pembinaan Semangat Kerja
Pembinaan berarti: pertunjukan,
perbuatan, daya guna, prestasi, hasil,
pelaksanaan dan pergelaran (John M.
Echols dan Hassan Shadily,
2014:425). Dari pengertian tersebut
dapat dipahami bahwa pembinaan
semangat kerja adalah prestasi kerja
atau hasil kerja seseorang setelah dia
melakukan sebuah pekerjaan.
Pembinaan adalah arahan atau
petunjuk untuk memperbaiki
kuantitas dan atau kualitas hasil kerja
individu atau sekelompok di dalam
organisasi dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi yang berpedoman
pada norma, standar operasional
prosedur, kriteria dan ukuran yang
telah ditetapkan atau yang berlaku
dalam organisasi (Torang, 2014:74).
Pembinaan semangat kerja
merupakan arahan dalam
memperbaiki performa atau cara
kerja seseorang (Wirawan,
2015:238). Pembinaan semangat
kerja adalah arahan untuk
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 121
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
mencapai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan
/program/ kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang
dalam perumusan skema strategis
(strategic planning) suatu organisasi
(Fahmi, 2016:137). Pembinaan
semangat kerja adalah hasil dari
pekerjaan berkaitan dengan tujuan
organisasi seperti kualitas, efisiensi,
dan kriteria lain dari efektivitas
(Wibowo, 2014:2). Dari pendapat di
atas dapat dikatakan, pembinaan
semangat kerja adalah arahan atau
binaan kuantitas dan kualitas hasil
kerja individu atau kelompok dalam
sebuah organisasi, baik organisasi
yang berorientasi kepada keuntungan
maupun tidak, selama periode
tertentu sebagai gambaran tingkat
pencapaian suatu program yang
tertuang dalam perumusan skema
strategis suatu organisasi.
Pembinaan semangat kerja berkaitan
dengan kuantitas dan kualitas hasil
kerja individu atau kelompok, sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar
pembinaan semangat kerja yakni
tujuan, standar, target, dan waktu
yang tersedia. Fungsi pembinaan
semangat kerja untuk mengukur nilai
dan manfaat kerja karyawan,
menurunkan potensi konflik,
membangun daya saing organisasi,
membangun kedisiplinan kerja,
meningkatkan kreativitas dan inovasi
karyawan, dan menumbuhkan
kesadaran berdisiplin, sedangkan
tujuannya untuk memposisikan dan
menempatkan karyawan sesuai
dengan keahlian, kemampuan, dan
komitmennya.
Strategi Peningkatan Semangat
Kerja Karyawan
Strategi sebenarnya
mengandung banyak pengertian,
hampir setiap kegiatan manusia dapat
saja, dikatakan sebagai strategi, dan
hampir setiap langkah manusia
memerlukan energi. Secara bahasa,
strategi biasa dikatakan sebagai
“siasat, trik atau cara” (Faturrahman,
2012:3), Sedangkan secara umum
strategi mempunyai pengertian suatu
garis-garis besar haluan bertindak
dalam usaha mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Strategi merupakan
”seni dan pengetahuan dalam
merumuskan, mengimplementasikan,
serta mengevaluasikan keputusan-
keputusan lintas-fungsional yang
memampukan organisasi mencapai
tujuannya” (David, 2012:5). Menurut
Arifin (2015:87), pengertian strategi
biasanya berkaitan dengan taktik,
terutama banyak dikenal dalam
lingkungan militer. Strategi
pendekatan pada hakikatnya adalah
pengetahuan atau seni
mendayagunakan semua faktor atau
kekuataan untuk mengamankan
sasaran pendekatan yang hendak
dicapai, melalui perencanaan dan
pengarahan dalam operasionalnya
sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan yang ada, termasuk
perhitungan tentang hambatan-
hambatannya baik berupa fisik
maupun non fisik seperti mental
spritual dan moral baik subjek, objek
maupun lingkungan sekitar. Strategi
ini seperti strategi psikologis dan
strategi pendekatan individu. Dalam
kamus Bahasa Indonesia
menyebutkan pengertian strategi
adalah tindakan yang dilakukan
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 122
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
seseorang, untuk mencapai apa yang
diinginkan atau merupakan sebuah
strategi. Strategi adalah aspek yang
dinamis dalam kedudukan (status)
terhadap sesuatu. Apabila seseorang
melakukan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka
ia menjalankan suatu upaya
(Soeharto 2012:237). Strategi
dijelaskan sebagai usaha, (syarat)
suatu cara, juga dapat dimaksud
sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan secara sistematis,
terencana dan terarah untuk menjaga
sesuatu hal agar tidak meluas atau
timbul.
Dari pendapat di atas, Peneliti
menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan strategi adalah
taktik, cara atau perencanaan yang
dibuat sebagai jalan mencapai apa
yang diinginkan.
Hasil Penelitian yang Relevan
1. Sandra Alfanda (2016), “Upaya
Peningkatan Semangat Kerja
Karyawan Pada PT. Axandra Tbk
Kalimantan Barat”. Jenis
penelitian adalah kualitatif. Hasil
penelitian yaitu semangat kerja
karyawan PT. Axandra Tbk
Kalimantan Barat dapat
ditingkatkan dengan memberikan
perhatian dan motivasi kepada
karyawan.
2. Aldian (2013). “Kepuasan kerja,
semangat kerja dan komitmen
organisasional pada staf pengajar
Universitas Gunadarma”. Jenis
penelitian adalah kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan adanya
pengaruh positif dan signifikan
dari kepuasan kerja dan semangat
kerja terhadap komitmen
organisasional. Artinya, semakin
tinggi kepuasan kerja dan
semangat kerja yang dimiliki oleh
staf pengajar maka semakin tinggi
pula komitmen organisasional
yang diperlihatkannya.
3. Astuti dan Widyarini (2012),
“Persepsi keadilan, tekanan kerja
dan semangat kerja pada pegawai
negeri sipil”. Jenis penelitian
adalah kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tekanan
kerja di kalangan pegawai negeri
sipil di kalangan Instansi tersebut
tidak memberikan peranan yang
signifikan terhadap semangat
kerja. Hasil ini mengindikasikan
bahwa ada faktor lain yang lebih
dominan dalam memberikan
kontribusinya terhadap
peningkatan semangat kerja
karyawan. Dengan mengacu pada
analisis data, dapat diketahui
bahwa terdapat faktor yang cukup
mempengaruhi tingginya
semangat kerja pada subjek, yaitu
penghargaan ekonomi yang
diberikan pihak Instansi. Salah
satu bentuk penghargaan ekonomi
yang utama adalah metode
pemberian gaji yang adil yang
sesuai dengan tingkat pekerjaan.
4. Ayusari (2013), “Strategi
Peningkatan semangat kerja
karyawan divisi teknik PT.
Nusantara Persada Bandung”.
Jenis penelitian adalah kualitatif.
Hasil penelitian yaitu semangat
kerja karyawan dapat ditingkatka
melalui motivasi berupa reward
atau bonus kepada karyawan yang
memiliki kinerja yang baik.
5. Benjamin Kipchumba Tarus
(2014) the title is Effects of Job
Rotation Strategy on High
Performance Workplace, in Lake
Victoria North Water Services
Board, Kenya. The results are The
study investigates job rotation as
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 123
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
a strategy of high performance
workplace in Lake Victoria North
Water Services Board in Kenya.
High Performance Workplace is
very critical to an organization as
it determines its profitability and
given the need to sustain
competitive advantage and to
improve organizational
performance, a number of
organizations have adopted job
rotation as a strategy to sustain
their existence in the industry.
6. Martin Vaculik (2014) the title is
Competencies and Leadership
Effectiveness: Which Skills Predict
Effective Leadership? The results
are This study explores the
relationship between leadership
effectiveness and generic and
stable competencies. The results
can be applied when selecting
leaders for working groups that
have shortterm durations and do
not require frequent personal
contact.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam melakukan analisa
data, Peneliti mengacu pendapat
yang diungkapkan oleh Miles and
Huberman bahwa, “aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan
secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh”
(Sugiyono, 2016:91-99). Aktivitas
dalam analisis data, yaitu data
reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
Dengan demikian, simpulan dalam
penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak. Sebab, dalam
penelitian kualitatif rumusan masalah
masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah Peneliti berada
di lapangan. Analisis data dalam
penelitian kualititatif “dilakukan
sejak sebelum memasuki lapangan,
selama di lapangan, dan setelah
selesai di lapangan” (Sugiyono,
2016:49).
Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan
dalam bentuk : “reduction, data
display, dan conclusion
drawing/verification”.
1. Data Collection adalah semua
data yang terkumpul secara
keseluruhan mengenai studi
deskriptif strategi meningkatkan
kinerja pegawai melalui
pendidikan dan pimpinan pada
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau.
2. Data reduction adalah data yang
diperoleh dari lapangan dalam
hal ini data yang berkaitan
dengan pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau.
3. Data display (penyajian data)
adalah penyajian yang terkait
dengan Kedisiplinan padaDinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dengan
cara mengadakan
pengorganisasian data dan pola
hubungan sehingga mudah
dipahami.
4. Conclusion drawing/verification
adalah gambaran untuk penarikan
kesimpulan dan verifikasi.
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 124
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya.
Dalam hal ini tentunya
penyimpulan data mengenai
Kedisiplinan pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Penelitian
Pemerintah Kota Lubuklinggau
dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2001,
disahkan pada tanggal 21 Juni 2001
serta diresmikan menjadi Daerah
Otonom pada tanggal 17 Oktober
2001. Dalam perjalanannya sampai
Tahun 2016, Kota Lubuklinggau
diharuskan memenuhi amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah. Oleh karena itu, terbentuklah
organisasi perangkat daerah baru
yaitu Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, yang tertuang dalam
Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau
Nomor 7 Tahun 2016 tentang
pembentukan dan susunan perangkat
daerah Kota Lubuklinggau. Peraturan
Daerah tersebut lalu diturunkan ke
dalam Peraturan Walikota
Lubuklinggau No. 48 Tahun 2016
tentang susunan organisasi, tugas dan
fungsi Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat. Dengan
dasar di atas, maka sesuai dengan
amanat Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata
cara penyusunan, pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan daerah, yang
dijelaskan dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010
tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008,
maka Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau harus menyusun
Review Rencana. Strategis Dinas
Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
LubuklinggauTahun 2013-2017.
Review Rencana strategis
(Renstra) Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat (yang
selanjutnya disingkat DPPPAPM)
merupakan dokumen perencanaan
perangkat daerah untuk periode 5
(lima) tahun. Ia berisi tujuan,
sasaran, strategi, kebijakan, program
dan kegiatan sesuai dengan tugas dan
fungsi perangkat daerah berpedoman
pada RPJMD dan bersifat indikatif.
Proses penyusunan Review Renstra
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM) meliputi: (1) Persiapan
Penyusunan Review Renstra Dinas
Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM); (2) Penyusunan
rancangan Review Renstra Dinas
Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 125
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Analisis Gambaran pelayanan
SKPD
Perumusan Isu-isu
strategis berdasarkan
tusi
Perumusan Strategi dan
kebijakan
Perumusan rencana kegiatan, indikator kinerja,
kelompok sasaran dan pendanaan
indikatif berdasarkan
rencana program prioritas RPJMD
Pengolahan data dan informasi
Perumusan visi dan misi
SKPD
Perumusan Tujuan
Perumusan sasaran
Rancangan Renstra-SKPD
· Pendahuluan· Gambaran pelayanan SKPD· isu-isu strategis berdasarkan
tugas pokok dan fungsi· visi, misi, tujuan dan sasaran,
strategi dan kebijakan · rencana program, kegiatan,
indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif
· indikator kinerja SKPD yang mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD.
Perumusan indikator kinerja
SKPD yang mengacu pada
tujuan dan sasaran RPJMD
SPM
Renstra-KLdan Renstra Kabupaten/
Kota
Penelaahan RTRW
Rancangan Renstra-SKPD
Nota Dinas Pengantar Kepala SKPD perihal penyampaian Rancangan Renstra-SKPD
kepada Bappeda
Penelaahan KLHS
Renstra-KLdan Renstra Kabupaten/
Kota
Renstra-KLdan Renstra
SKPD Provinsi
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM); (3) Penyusunan
Rancangan Akhir Review Renstra
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM); dan (4) penetapan
Review Renstra Dinas
Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM). Review Renstra
DPPPAPM memiliki keterkaitan
dengan dokumen perencanaan baik
ditingkat nasional, provinsi maupun
Kota. Keterkaitan Review Renstra
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM) tersebut adalah dengan
RPJMD Kota Lubuklinggau, Renstra
Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak,
Renstra Dinas Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak
(PPPA) Provinsi, dan Renja Dinas
Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM).
Penyusunan Review Renstra
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan
Pemberdayaan Masyarakat
(DPPPAPM) mengacu pada tugas
dan fungsi perangkat daerah. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Daerah
tentang Perangkat Daerah Kota
Lubuklinggau Nomor 07 Tahun 2016
dan Peraturan Walikota
Lubuklinggau Nomor 48 Tahun 2016
tentang Susunan Organisasi, Tugas
dan Fungsi DPPPAPM Kota
Lubuklinggau, RPJMD Kota
Lubuklinggau, dan memerhatikan
Renstra Kementerian PPPA, Renstra
Dinas PPPA Provinsi Sumatera
Selatan. Tahapan penyusunan
rancangan Review Renstra
DPPPAPM Kota Lubuklinggau dapat
digambarkan dalam bagan alir
sebagai berikut:
Gambar 1
Bagan Alir Penyusunan Rancangan Review Renstra DPPPAPM
Kota Lubuklinggau
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 126
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Review Renstra DPPPAPM
memiliki kedudukan dan fungsi yang
sangat strategis, menjadi pedoman
dalam penyusunan Rencana Kerja
(Renja) DPPPAPM yang disusun
setiap tahun selama kurun waktu
lima tahun. Selain itu Renstra
DPPPAPM menjadi acuan dalam
pengendalian dan evaluasi
pembangunan pada internal OPD,
baik evaluasi Renstra maupun
evaluasi Renja.
PEMBAHASAN
Kajian Proses pembinaan
semangat kerja karyawan di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau
Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh DPPPAPM Kota
Lubuklinggau dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi adalah sebagai
berikut:
1. Permasalahan terkait kesetaraan
dan keadilan gender:
a. Masih minimnya tingkat
pelembagaan PUG,
pelaksanaan PPRG pada
perangkat daerah Kota
Lubuklinggau;
b. Masih rendahnya
keterwakilan perempuan
dalam legislatif;
c. Masih rendahnya
produktifitas pelaku ekonomi
perempuan;
d. Belum optimalnya
peningkatan kapasitas
lembaga pemberdayaan
perempuan
2. Permasalahan terkait
perlindungan hak perempuan dan
anak:
a. Belum optimalnya
peningkatan kapasitas
lembaga perlindungan
perempuan dan anak;
b. Minimnya Telepon Sahabat
Anak (TeSA) yang berfungsi;
c. Belum adanya rujukan
lanjutan bagi perempuan
korban kekerasan yang
ditindaklanjuti;
d. Belum adanya Perlindungan
Anak Terpadu Berbasis
Masyarakat (PATBM)
3. Permasalahan terkait tumbuh
kembang anak:
a. Rendahnya capaian kota
layak anak;
b. Belum terbentuknya forum
anak Kecamatan dan
Kelurahan, sedangkan di
Tingkat Kota forum anak
yang sudah terbentuk belum
mengakomodir anak dari
berbagai kalangan;
c. Rendahnya keterlibatan anak
dalam penyusunan dokumen
perencanaan daerah.
4. Permasalahan terkait peningkatan
kualitas keluarga:
a. Belum tersedianya lembaga
peningkatan kualitas
keluarga;
5. Permasalahan terkait
pemberdayaan masyarakat:
a. Belum optimalnya kapasitas
lembaga masyarakat dalam
pembangunan daerah ( LPM,
LPA dan Posyantek)
6. Permasalahan terkait
kesekretariatan:
a. Belum memiliki sistem
pengumpulan, pengolahan,
analisis dan penyajian data
gender dan anak dalam
kelembagaan data
b. Masih kurangnya kualitas dan
kuantitas SDM dalam
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 127
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
menjalankan tupoksi,
lemahnya koordinasi antar
bagian, serta penempatan
SDM yang kurang sesuai
dengan keahliannya
Rendahnya pelembagaan
PUG di perangkat daerah;
c. Sarana dan prasarana yang
masih belum memadai.
Dari penjelasan di atas, maka
Peneliti menyimpulkan bahwa
permasalahan yang ada di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau berkaitan dengan
kesetaraan dan keadilan gender,
perlindungan hak perempuan dan
anak, tumbuh kembang anak,
peningkatan kualitas keluarga, dan
kesekretariatan.
DPPAPM memiliki 25
indikator kinerja. Data disajikan
dengan cara membandingkan target
yang ada dengan realisasi capaian
kinerja. Kemudian dilihat rasio
capaian kinerja dengan cara
membandingkan antara realisasi
dengan target kinerja.
Berdasarkan rasio tersebut,
nilai setiap indikator yang mencapai
angka 1 atau =1 berarti sudah
mecapai target, nilai indikator yang
di bawah 1 atau <1 berarti masih di
bawah target, dan nilai indikator di
atas 1 atau >1 berarti
sudahmelampaui target.
Indikator pertama prosentase
keterwakilan perempuan dalam
jabatan struktural pemerintah daerah
dari Tahun 2013-2016 tidak ada yang
berhasil mencapai target, hal ini
terlihat dari semua rasio di bawah 1
(<1).
Indikator kedua proporsi
keterwakilan perempuan sebagai
anggota DPRD dari Tahun 2013-
2016 juga tidak ada yang berhasil
mencapai target, hal ini terlihat dari
semua rasio bernilai <1.
Indikator ketiga rasio KDRT
dari Tahun 2013-2016 tidak ada yang
berhasil mencapai terget, hal ini
terlihat dari semua rasio bernilai <1.
Indikator keempat jumlah
organisasi wanita aktif dari Tahun
2013-2016 sudah berhasil melampau
target kinerja, hal ini terlihat dari
semua rasio bernilai>1.
Indikator kelima partisipasi
angkatan kerja perempuan dari
Tahun 2013-2016 mengalami
fluktuasi capaian kinerja. Tahun
2013 rasionya mencapai >1 yang
berarti melampau target, Tahun 2014
<1 yang berarti di bawah target,
Tahun 2015 >1 yang berarti
melampaui terget dan Tahun 2016 <1
kembali turun di bawah target.
Indikator keenam
penyelesaian pengaduan
perlindungan perempuan dan anak
dari tindakan kekerasan dari Tahun
2013-2016 sudah berhasil mencapai
target kinerja, yakni sebesar =1.
Indikator ketujuh sampai
keenam belas merupakan indikator
baru yang belum ditetapkan
didokumen RPJMD dan dokumen
Renstra. Namun dinilai perlu untuk
dimasukkan sebagai bahan evaluasi
penilaian evalusi kinerja pelayanan
dinas. Oleh karena itu tabel belum
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 128
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
dapat menyajikan capaian rasio
masing-masing indikator.
Indikator ketujuh belas rata-
rata jumlah kelompokbinaan
lembagapemberdayaan
masyarakat(LPM) dari Tahun 2013-
2016, selalu mengalami penurunan.
Tahun 2013-2014 mencapai target
kinerja bahkan melampauinya,
namun di Tahun 2015-2016
mengalami penurunan di bawah
target kinerja, yakni <1.
Indikator kedelapan belas
tingkat swadaya masyarakat terhadap
programpemberdayaan masyarakat
dari Tahun 2013-2016 mengalami
fluktuasi capaian kinerja. Tahun
2013 rasionya mencapai <1 yang
berarti di bawah target, Tahun 2014
>1 yang berarti di atas target, Tahun
2015 <1 yang berarti turun lagi di
bawah target, dan Tahun 2016 >1
naik di atas target.
Indikator kesembilan belas
PKK aktif dari Tahun 2013-2016
sudah baik, setiap tahunnya indikator
ini mampu mencapai targetnya, yaitu
=1.
Indikator kedua puluh rata-
rata jumlah kelompokbinaan PKK
dari Tahun 2013-2016 mengalami
penurunan. Tahun 2013-2014 target
kinerja mampu dicapai dengan rasio
=1, sedangkan Tahun 2015-2016
target capaian kinerjanya selalu turun
dengan rasio <1.
Untuk indikator kedua puluh
satu sampai dua puluh lima
merupakan indikator pendukung
berjalannya operasional kantor.
Indikator ini dari Tahun 2013-2016
sudah baik, terlihat dari capaian
indikatornya yang semuanya sudah
mencapai rasio =1.
Secara umum terdapat 7
indikator yang secara konsisten
belum mencapai target kinerja atau
nilai rasionya <1, yakni:
1. Prosentase keterwakilan
perempuan dalam jabatan
struktural pemerintah daerah;
2. Proporsi keterwakilan
perempuan sebagai anggota
DPRD;
3. Rasio KDRT;
4. Partisipasi angkatan Kerja
Perempuan;
5. Rata-rata jumlah kelompok
binaan lembaga pemberdayaan
masyarakat (LPM);
6. Tingkat Swadaya Masyarakat
terhadap Program pemberdayaan
masyarakat;
7. Rata-rata Jumlah kelompok
binaan PKK.
Indikator yang capaian target
kinerjanya belum mencapai target
atau nilai rasionya masih >1, dapat
dijadikan referensi dalam menyusun
dan merumuskan isu strategis dinas.
Sedangkan lima indikator pendukung
operasional, walaupun capaian
kinerjanya sudah mencapai 100%
atau rasionya =1, tetap bisa
digunakan dalam penyusunan dan
perumusan isu strategis. Karena
organisasi setiap tahunnya
mengalami dinamisasi atau
perubahan, baik perubahan sumber
daya aparatur maupun menurunnya
dan berkurangnya umur ekonomis
sarana dan prasarana yang telah ada.
Pencapaian kinerja keuangan
secara umum sudah baik, sudah
berada diatas 90%. Namun data di
atas juga menyajikan bahwa terjadi
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 129
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
trend penurunann anggaran setiap
tahunnya. Tentu saja ini
mempengaruhi pelaksanaan program
kegiatan yang akan dilaksanakan.
Guna mengatasi
permasalahan-permasalahn tersebut,
maka diperlukan proses atau strategi
sehingga pegawai merasa
bersemangat dalam menjalankan
tugasnya. Berikut merupakan hasil
wawancara yang peneliti lakukan
kepada responden.
Berkaitan dengan ada penurunan
semangat kerja yang terjadi pada
pegawai saat melaksanakan tugasnya
di Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, jawaban bapak Drs.
H. Heri Zulianta selaku Kepada
Dinas (wawancara tanggal 15
Desember 2017, 09.30 WIB) sebagai
berikut:
Dalam bekerja terkadang ada
penurunan semangat kerja
dikarenakan banyak factor
yang menyebabkannya, bisa
karena dari dalam diri
maupun lingkungan tempat
bekerja. jadi semangat kerja
memang dapat menurun pada
semua pegawai. Penurunan
ini tidak dapat dipungkiri lagi
pasti akan terjadi..
Senada dengan pernyataan di atas ibu
Lia Widianti mengatakan :
Dalam bekerja terkadang ada
penurunan semangat kerja
dikarenakan banyak factor
yang menyebabkannya, bisa
karena dari dalam diri
maupun lingkungan tempat
bekerja. jadi semangat kerja
memang dapat menurun pada
semua pegawai. Penurunan
ini tidak dapat dipungkiri lagi
pasti akan terjadi.
Pendapat yang sama juga
diungkapkan oleh Arie Marta Redo,
S.STP., MM. selaku Kabid
(wawancara tanggal 16 Desember
2017) menjelaskan bahwa:
Dalam bekerja terkadang ada
penurunan semangat kerja
dikarenakan banyak factor
yang menyebabkannya, bisa
karena dari dalam diri
maupun lingkungan tempat
bekerja. jadi semangat kerja
memang dapat menurun pada
semua pegawai. Penurunan
ini tidak dapat dipungkiri lagi
pasti akan terjadi.
Pendapat-pendapat di atas
sejalan dengan pendapat Darmawan
(2012:8) menuliskan bahwa
semangat kerja dapat diartikan
sebagai semacam pernyataan ringkas
dari kekuatan-kekuatan psikologis
yang beraneka ragam yang menekan
sehubungan dengan pekerjaan
mereka. Semangat kerja dapat
diartikan juga sebagai suatu iklim
atau suasana kerja yang terdapat
di dalam suatu organisasi yang
menunjukkan rasa kegairahan di
dalam melaksanakan pekerjaan dan
mendorong mereka untuk bekerja
secara lebih baik dan lebih produktif.
Berdasarkan hasil wawancara
dan pendapat di atas peneliti
menyimpulkan bahwa menurunnya
semangat kerja disebabkan dari
dalam diri maupun lingkungan
tempat bekerja yang tentunya akan
mempengaruhi kinerja pegawai.
Permasalahan sesuatu yang
dapat membuat semangat kerja
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 130
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
seseorang meningkat pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, jawab responden
sebagai berikut:
Banyak usaha yang dilakukan
agar dapat membuat
semangat kerja seseorang
meningkat pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau salah
satunya adalah pemberian
motivasi. Motivasi
merupakan cara yang efektif
yang dapat dirasakan sebagai
bentuk pemberian semangat
yang sangat tepat, baik
pemberian motivasi secara
langsung seperti pujian atau
dengan motivasi tersembunyi
seperti pemberian bonus atau
sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di
atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa usaha yang dilakukan agar
dapat membuat semangat kerja
seseorang meningkat pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau salah satunya adalah
pemberian motivasi
Selanjutnya tingkat absensi
pegawai Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau mengalami penurunan,
adapun jawaban responden sebagai
berikut :
Tingkat absensi pegawai
Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan
Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota
Lubuklinggau dapat
dikatakan berubah dan tidak
stabil. Absensi dapat
meningkat dan juga dapat
menurun. Penurunan absensi
pegawai Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan
Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota
Lubuklinggau dapat
dikarenakan banyak hal yang
tidak dapat dijelaskan secara
terperinci, alasan pribadi
yang dimiliki oleh pegawai
merupakan hal yang pasti
menyebabkan penurunan
tingkat absensi tersebut.
Dari pendapat di atas, maka
peneliti menyimpulkan bahwa
absensi pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dapat dikatakan
berubah, hal ini menyatakan bahwa
semangat kerja pegawai senantiasa
mengalami perubahan.
Selanjutnya cara meningkatkan
absendi pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau agar terus meningkat,
jawaban bapak Drs. H. Heri Zulianta
selaku Kepada Dinas (wawancara
tanggal 15 Desember 2017, 09.30
WIB) sebagai berikut:
Banyak cara meningkatkan
absensi pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau agar terus
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 131
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
meningkat salah satunya
adalah meningkatkan
peraturan dan kedisiplinan.
Peraturan yang dibuat tidak
harus kaku dan monoton, jadi
peraturan yang dibuat tetap
memandang dan
memperhatikan hal-hal yang
dianggap dapat diterima jika
pegawai absen dalam
tugasnya.
Seberapa besar pegawai
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau mengajukan untuk
pindah ke dinas lain, jawaban bapak
Arie Marta Redo, S.STP., MM.
(wawancara tanggal 16 Desember
2017, 09.30 WIB sebagai berikut:
Besar pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau
mengajukan untuk pindah ke
dinas lain dapat dikatakan
relatif, karena tidak semua
pegawai yang memiliki
permasalahan pribadi untuk
mengajukan pindah ke dinas
lain.
Mengenai rasa kegelisahan yang
dialami oleh pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dalam melaksanakan
tugasnya, jawaban ibu Umi Kasum,
S.Sos (wawancara tanggal 17
Desember 2017, 09.30 WIB) sebagai
berikut:
Rasa kegelisahan yang
dialami oleh pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dalam
melaksanakan tugasnya
tentunya ada. Jadwal dan
ketentuan waktu yang
mewajibkan untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
Hasil wawancara di atas
sejalan dengan pendapat Nitisemito
(2013:75) mengatakan bahwa
semangat kerja adalah melakukan
pekerjaan secara lebih giat sehingga
pekerjaan dapat diharapkan lebih
cepat dan lebih baik.
Sesuai dengan tugas dan
fungsinya, DPPPAPM mendukung
pencapaian misi ke dua yaitu
“meningkatkan daya saing ekonomi
dan kesejahteraan sosial”.Adapun
tujuan yang terkait dengan pelayanan
perangkat daerah adalah
“mewujudkan peningkatan kualitas
sosial kemasyarakatan”, dengan
sasaran “meningkatnya kesetaraan
gender, pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak”.
Sesuai dengan tugas dan
fungsinya, DPPPAPM mendukung
pencapaian Renstra Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Adapun tujuan
dan sasaran Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak yang terkait
dengan pelayanan DPPPAPM adalah
sebagai berikut
1. Meningkatkan kesetaraan gender
dalam pembangunan
Sasaran yang ingin dicapai dari
tujuan ke-1 adalah sebagai
berikut:
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 132
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
a. Meningkatnya capaian indeks
pembangunan gender
Capaian sasaran ini diukur
dengan indikator kinerja
utama (IKU): Indeks
Pembangunan Gender (IPG)
b. Meningkatnya capaian indeks
pemberdayaan gender
Capaian sasaran ini diukur
dengan indikator kinerja
utama: Indeks Pemberdayaan
Gender (IDG)
2. Meningkatkan kualitas
perlindungan hak perempuan.
Sasaran yang ingin dicapai
adalah sebagai berikut:
a. Berkurangnya kasus
kekerasan terhadap
perempuan termasuk TPPO.
1) Capaian sasaran ini
diukur dengan indikator
kinerja utama: Pravelensi
kekerasan terhadap
perempuan termasuk
TPPO; dan rasio
kekerasan terhadap
perempuan termasuk
TPPO.
2) Perbandingan antara
jumlah kekerasan
terhadap perempuan
dibagi jumlah perempuan
di atas 18 tahun.
b. Meningkatnya kualitas
penanganan kasus kekerasan
terhadap perempuan
termasuk TPPO
Capaian sasaran ini diukur
dengan indikator kinerja utama:
Persentase kabupaten/kota yang
memberikan layanan
komprehensif sesuai standar
kepada seluruh (100%)
perempuan korban kekerasan.
3. Meningkatkan perlindungan
terhadap Anak dan pemenuhan
hak anak bagi semua anak,
termasuk anak berkebutuhan
khusus
Sasaran yang ingin dicapai
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya kota yang
mampu memenuhi hak
anak.
Capaian sasaran ini diukur
dengan indikator kinerja
utama: Persentase kota
Layak Anak
b. Meningkatnya kualitas
implementasi kebijakan
terkait perlindungan khusus
kepada anak
Capaian sasaran ini diukur
dengan indikator kinerja
utama:
1) Persentase anak yang
membutuhkan
perlindungan khusus
yang memperoleh
layanan sesuai dengan
standar
2) Persentase kota yang
menindaklanjuti seluruh
(100%) pengaduan
kasus anak yang
membutuhkan
perlindungan khusus
yang sesuai dengan
standar.
c. Meningkatnya kualitas sistem
layanan perlindungan
khusus kepada anak
Capaian sasaran ini diukur
dengan indikator kinerja
utama: Persentase lembaga
penyedia layanan
perlindungan khusus kepada
anak yang mampu
memberikan layanan
komprehensif sesuai dengan
standar
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 133
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
4. Meningkatkan partisipasi
masyarakat dan sinergitas antar
lembaga masyarakat dalam
peningkatan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan
anak
Sasaran yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut:
Meningkatnya partisipasi dan
sinergitas lembaga profesi dan dunia
usaha, media, dan organisasi agama
dan kemasyarakatan serta akademisi
dan lembaga riset dalam
pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.
Untuk mengatasi masalah ini,
maka DPPPAPM perlu mengambil
kebijakan skala prioritas setiap
tahunya. Tidak semua program dan
kegiatan dapat dilaksanakan dalam
waktu satu tahun periode keuangan.
Perencanaan harus menganalisa
program dan kegiatan mana saja
yang betul-betul prioritas dan
mendesak bagi masyarakat luas.
Tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan pelayanan
DPPPAPM Kota Lubuklinggau pada
lima tahun mendatang adalah sebagai
berikut:
a. Pemahaman dan komitmen para
pengambil kebijakan mengenai
pentingnya pengintegrasian
perspektif gender di semua
bidang dan tahapan
pembangunan masih kurang;
b. Kelembagaan pengarusutamaan
gender belum berjalan secara
efektif dalam mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender
dalam pembangunan;
c. Pengungkapan kasus-kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) terhambat faktor
psikologis keluarga sehingga
sulit untuk mengungkap
kejahatan yang terjadi dalam
keluarga;
d. Penggunaan media sosial dan
aplikasi online oleh anak
semakin meningkat seiring
dengan kemudahan akses untuk
memiliki smartphone menjadi
tantangan dalam upaya
perlindungan anak dari
pornografi, pelecehan seksual
dan penipuan;
e. Hambatan regulasi dan
kelembagaan perlindungan anak
menyebabkan pencegahan,
penanganan, dan rehabilitasi
kasus-kasus anak belum berjalan
secara efektif;
f. Adanya norma budaya dan
agama di masyarakat yang
menghambat partisipasi
organisasi kemasyarakatan dan
dunia usaha dalam pemberdayaan
perempuan dan perlindungan
anak;
g. Pemahaman dan partisipasi aktif
masyarakat yang masih rendah
terhadap masalah perempuan dan
anak.
Peluang yang dimiliki dalam
pengembangan pelayanan
DPPPAPM Kota Lubuklinggau pada
lima tahun mendatang adalah sebagai
berikut:
a. Kebijakan kesetaraan gender dan
keadilan gender telah tertuang
dalam RPJMD, memberikan
peluang untuk meningkatkan
kesetaraan gender di daerah;
b. Terbukanya peluang kerjasama
antara pemerintah daerah dengan
lembaga PBB dalam
pemberdayaan perempuan,
perlindungan perempuan dan
anak, seperti UNICEF dan
UNDP;
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 134
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
c. Adanya dukungan kebijakan
dalam pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak
memberikan peluang dalam
peningkatan kualitas pemenuhan
hak anak;
Komitmen Tim Penggerak
PKK dalam mendukung pelaksanaan
kesepakatan internasional yang telah
diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia dalam peningkatan PPPA
(meratifikasi Ratifikasi Konvensi
CEDAW, Rencana Aksi Beijing,
Konvensi Hak Anak (KHA),
Konvensi ILO tentang
Ketenagakerjaan, Konvensi Hyogo
tentang Pengurangan Resiko
Bencana, dan Kesepakatan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan
(SDG`s) Tahun 2015-2030).
Kajian Strategi peningkatan
semangat kerja pegawai di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau
Faktor
pertumbuhan/perkembangan pribadi
yang disebut juga Faktor yang
berorientasi pada tujuan
membicarakan tujuan utama Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dalam mendukung
pertumbuhan/perkembangan pribadi
dan motivasi diri. Skala-skala yang
terkait dalam factor ini di antaranya
adalah kesulitan (dqficulty),
kecepatan (speea), kemandirian
Hndepedence), kompetisi
(competition). Skala kesulitan
misalnya mengukur tingkat
kesulitan/hambatan yang dialami
oleh pegawai dalam pengembangan
pribadi, kecepatan, misalnya,
mengukur bagaimana tempo (cepat
atau lambatnya) pengembangan
pribadi di Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau telsebut, kemandirian
misah1ya mengukur tingkat
kemandirian pegawai dalam
mengatasi masalah dan kompetensi
mengukur tingkat kompetensi di
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau tersebut.
Kerja mendukung harapan,
memperbaiki kontrol dan merespon
perubahan. Skala- skala yang
termasuk dalam Faktor ini di
antaranya adalah formalitas
(formalitry), semokrasi (democracy),
kejetasan atumn (rule clarity),
inovasi (innovation). Skala
formalitas, misalnya, mengukur
sejauh mana tingkah laku pegawai di
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau berdasarkan aturan-
aturan perusahaan. Skala demokrasi
mengukur bagaimana pegawai.
Faktor lingkungan fisik
membicarakan sejauh mana Iklim
Kerja seperti kelengkapan sumber,
kenyamanan, serta keamanan
perusahaan. Skala-skala yang
termasuk dalam Faktor ini
diantaranya adalah kelengkapan
sumber (resource adequacy),
keamanan, dan keteraturan
lingkungan (safe ana' orderbf
environment), kenyamanan
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 135
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
lingkungan psikis (physical comhrt),
dan lingkungan fisik (matearial
environment).
Apabila definsi Iklim Kerja
dan skala-skala yang dicakupnya
diperhatikan para ahli mempunyai
penekanan yang berbeda-beda. Hal
ini, menunjukkan betapa luasnya
cakupan Iklim Kelja tersebut.
Beberapa peneliti ahli yang
mendasain instrumen Iklim Kerja
menunjuk skala yang berbeda dengan
peneliti lainnya. Salah satu skala
yang dipakai untuk mengukur Iklim
Kerja adalah School Climate Index
(SCI). Meskipun demikian,
kebanyakan para peneliti masih
merujuk skala-skala itu pada Faktor
umum yang menjadi penyebab model
kepemimpinan pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau Lubuklinggau dengan
demikian berdasarkan pada uraian-
uraian di atas, indikator yang akan
digunakan untuk mengukur Iklim
Kerja adalah (1) hubungan
(relationship), (2) perkembangan
pribadi (personal growth), (3)
perubahan dan perbaikan sistem
(system maintenance/change) dan (4)
lingkungan fisik (fisical
environment). Menyelesaikan
masalah dan tentang pembagian
tugas. Skala kejelasan aturan
mengukur sejauh mana pegawai
mampu memahami setiap aturan
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dan skala inovasi
mengukur sejauh mana warga Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau mampu menghadapi
perubahan.
Guna meningkatkan
keefektifan kinerja Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, didukung dengan
fasilitas yang kurang memadai. Di
ruang kerja inilah setiap hari pegawai
diberi arahan agar menjadi pegawai
yang handal, mampu mengemban
tugas. Untuk mengawali kinerja,
setiap pegawai diberikan motivasi.
Sejalan dengan hal ini
pendapat ibu Umi Kasum, S.Sos
(wawancara 20 Nopember 2017)
menyatakan bahwa:
Fasilitas yang ada di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau ini telah ada, akan
tetapi belum memadai. Jika ada
pegawai yang menggunakan
peralatan tersebut, maka pegawai
yang ingin menggunakan terpaksa
menunggu. Hal inilah yang membuat
pekerjaan menjadi terhambat.
Berkaitan dengan faktor-
faktor pendukung pegawai dalam
Pengelolaan Ketata Usahaan
pada Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dalam
menyelesaikan tugasnya,
responden memberikan jawaban
sebagai berikut:
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 136
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Hj. Agustina Kasi
Pemenuhan Hak Anak
(wawancara 20 Nopember 2017)
menyatakan bahwa :
Fasilitas yang masih
kurang, sehingga mesti
menunggu atau pergi ke tempat
lain untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan merupakan faktor
pendukung pegawai dalam
Pengelolaan Ketata Usahaan
pada Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dalam
menyelesaikan tugasnya. Dengan
pemberian fasilitas yang lengkap,
maka diharapkan dapat
memberikan dukungan bagi
pegawai dalam bekerja.
Selanjutnya Sahida, S.IP
selaku kabid perlindungan
perempuan dan anak
(wawancara 20 Nopember 2017)
mengatakan bahwa:
Dari hasil wawancara di
atas Brian Clegg (2012:2)
mengatakan bahwa semangat
kerja adalah “berkenaan dengan
memberi seseorang suatu
dorongan atau rangsangan, atau
singkatnya, berkenaan dengan
membangkitkan sesuatu”.
Pengertian semangat kerja disini
merupakan rangsangan atau
dorongan untuk membangkitkan
sesuatu dalam hal ini tentunya
berkaitan minat yang ada dalam
diri seserang.
Berdasarkan hasil
wawancara dan pendapat di atas
dapat dipahami bahwa motivasi
pimpinan yang kurang, sehingga
pegawai merasa tidak
bersemangat dalam mengerjakan
tugas yang diberikan. Dengan
motivasi yang diberikan
diharapkan dapat menjadikan
faktor dalam mendukung
pekerjaan.
Media lain untuk
mendukung kinerja Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau berlokasi di
kompleks Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau ini
dibimbing oleh pegawai yang
kompeten dalam bidangnya. Di
kegiatan ini dilakukan
pembiasaan-pembiasaan
berkaitan dengan pekerjaan
secara terprogram dan sistemik
agar pegawai memiliki
keleluasaan dalam bekerja secara
optimal sehingga terbentuk
pegawai yang berkarakter dan
berkepribadian dalam
menjalankan tugasnya.
Kinerja yang efektif dan
inovatif menjadi sasaran utama
dalam mengatasi kelambanan
dalam bekerja di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau. Sejalan dengan itu
dikembangkan program kelas
multimedia, yakni desain
ruangam yang dilengkapi LCD
dan komputer untuk kinerja dan
fasilitas pendukung lainnya.
Bahkan, kini dirintis fasilitas
CCTV di ruangan agar aktivitas
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 137
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
kinerja bisa dipantau dan
dimonitor untuk pengendalian
kinerja efektif. Ke depan fasilitas
ini tentu bisa menjadi media
untuk perbaikan kualitas kinerja.
Perlu dukungan dan komitmen
semua pihak untuk mewujudkan
idealisme di atas.
Dari uraian tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan
bahwa isi program Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dalam membina
kinerja terlihat dari dengan
mengintegrasikan nilai-nilai
tanggung jawab terhadap
pekerjaan secara komprehensif.
Penyediaan fasilitas di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, dimaksudkan agar
nantinya dapat mengatasi dan
menjadi faktor-faktor pendukung
pegawai dalam Pengelolaan
Ketata Usahaan pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dalam
menyelesaikan tugasnya.
Sejalan dengan hal
tersebut Ahyari dalam Chaifatul
(2016:4) terdapat beberapa factor
yang mempengaruhi lingkungan
kerja antara lain :
1). Penerangan
Penerangan adalah cukupnya
sinar yang masuk kedalam
ruang kerja, masing - masing
pegawai intansi. Penerangan
yang ada harus sesuai dengan
kebutuhan, tidak terlalu
terang tetapi juga tidak terlalu
gelap, dengan sistesm
penerangan yang baik
diharapkan pegawai akan
menjalankan tugasnya dengan
lebih teliti, sehingga
kesalahan pegawai dalam
bekerja dapat dapat
diperkecil.
Penerangan ruangan yang
kurang membuat pegawai
terkadang merasa kurang
bersemangat dalam bekerja,
hal ini karena membuat
suasana menjadi tidak
nyaman untuk mengerjakan
sesuatu pekerjaan. Karena
penerangan yang kurang
membuat pegawai merasa
mengantuk dan tidak
bersemangat dalam
menyelesaikan pekerjaan. Hal
inilah terkadang membuat
pegawai merasa kurang
nyaman dalam bekerja.
Berdasarkan informasi
tersebut dapat dipahami
bahwa penerangan
merupakan hal yang wajib
guna menunjang kinerja
pegawai.
2). Suhu udara
Temperatur udara atau suhu
udara terlalu panas bagi
pegawai akan dapat menjadi
penyebab penurunnya
kepuasan kerja para pegawai
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 138
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
sehingga akan menimbulkan
kesalahan - kesalahan
pelaksanaan proses produksi.
Berkaitan suhu udara yang
ada di Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan
Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota
Lubuklinggau. Karena letak
felapon yang renda sehingga
pegawai merasa kepanasan
saat bekerja, di samping itu
fentilasi udara yang terlalu
kecil juga membuat gerah
ruangan yang dapat
mengganggu pekerjaan
pegawai. Kipas angin yang
berukuran sedang membuat
pegawai pegawai merasa
gerah. Akibat rasa gerah ini
membuat pegawai merasa
tidak nyaman dalam bekerja.
Dari pernyataan ini menyatakan
bahwa faktor penerangan dan
suhu menjadi faktor pendukung
dalam keberhasilan pegawai
dalam menjalankan tugasnya.
faktor-faktor pendukung pegawai
dalam Pengelolaan Ketata
Usahaan pada Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dalam
menyelesaikan tugasnya
Yang dilakukan
pimpinan Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dalam
mengatasi kegelisahan dalam
bekerja yang dialami pegawai,
jawaban Drs. H. Heri Zulianta
(wawancara tanggal 15
Desember 2017, 09.30 WIB)
sebagai berikut:
Banyak hal yang dilakukan
pimpinan Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dalam
mengatasi kegelisahan dalam
bekerja yang dialami pegawai
misalnya dengan
mengajaknya berkomunikasi
secara langsung mengenai
sebab terjadinya kegelisaihan
tersebut. Pembicaraan secara
tatap muka akan memberikan
kepercayaan diri kepada
pegawai dalam menjalankan
tugasnya.
Strategi yang dilakukan oleh
pimpinan Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau dalam mengatasi
tuntutan yang diajukan oleh pegawai,
jawaban Hj. Agustina Kasi
Pemenuhan Hak Anak (wawancara
20 Nopember 2017) sebagai berikut:
Strategi yang dilakukan oleh
pimpinan Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau dalam
mengatasi tuntutan yang
diajukan oleh pegawai lebih
kepada pendekatan personal.
Strategi pendekatan personal
ini ditujukan agar pegawai
dapat mengungkapkan
keluhannya, sehingga akan
ditemukan jalan yang tepat
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 139
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
dalam mengatasi
permasalahan tersebut.
Strategi pendekatan yang
dilakukan jika pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau mengadakan
pemogokan kerja, jawaban ibu
Tariyah, SE selaku Kasi PUG & PP
Di Bid. Kualitas Keluarga sebagai
berikut:
Strategi pendekatan yang
dilakukan jika pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau
mengadakan pemogokan
kerja melalui pertemuan
khusus. Pertemuan ini
dimaksudkan agar pegawai
tidak merasa terpojok dalam
situasi tersebut. Pertemuan
dengan tatap muka (face to
face) di maksudkan dapat
memberikan informasi untuk
ditindak lanjut, karena
terkadang kesalahan tidak
hanya ada pada pegawain,
akan tetapi pimpinan juga
dapat berbuat salah tanpa
disadari.
Jika terjadi sabotase yang
dilakukan oleh pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, apa yang dilakukan
oleh pimpinan, jawaban Sahida, S.IP
selaku kabid perlindungan
perempuan dan anak (wawancara 20
Nopember 2017) sebagai berikut:
Sabotase terkadang terjadi di
dalam semua pemerintahan,
baik yang terbesar maupun
yang terkecil. Sikap bijak
dalam menghadapi
permasalahan seperti ini
sangat diperlukan oleh
pimpinan. Pimpinan tidak
harus menyalahkan
sepenuhnya pada pegawai
akan tetapi harus
memperhatikan kembali
kebijakan yang diterapkan.
Sabotase terjadi dikarenakan
tidak dapatnya sebagian
pihak untuk melaksanakan
kebijakan yang diterapkan.
Jawaban responden sejalan
dengan pendapat Hasibuan (2012:87)
bahwa tahap semangat kerja
meliputi:
a. Turunnya produktivitas kerja.
Turunnya produktivitas kerja ini
dapat diukur atau
diperbandingkan dengan waktu
sebelumnya. Produktivitas kerja
yang turun ini dapat terjadi
karena kemalasan, penundaan
pekerjaan dan sebagainya. Untuk
dapat mengetahui tinggi atau
rendahnya produktivitas kerja,
maka perusahaan harus membuat
standar kerja.
b. Tingkat absensi yang tinggi.
Pada umumnya apabila semangat
kerja turun, maka karyawan akan
malas untuk datang bekerja.
Untuk melihat apakah naiknya
tingkat absensi tersebut
merupakan indikasi turunnya
semangat kerja, maka perusahaan
tidak boleh melihat naiknya
tingkat absensi ini secara
perseorangan tetapi harus melihat
secara rata-rata.
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 140
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
c. Tingkat perpindahan karyawan
yang tinggi.
Apabila dalam perusahaan terjadi
tingkat keluar masuknya
karyawan naik daripada
sebelumnya, maka hal ini
merupakan indikasi turunnya
semangat kerja. Keluar masuknya
karyawan yang meningkat
tersebut terutama disebabkan
ketidaksenangan karyawan untuk
bekerja pada perusahaan tersebut,
sehingga karyawan berusaha
mencari pekerjaan lain yang
dianggap lebih sesuai. Tingkat
keluar masuknya karyawan yang
tinggi selain dapat menurunkan
produktivitas kerja, juga dapat
mengganggu kelangsungan
jalannya perusahaan.
Berdasarkan pendapat di atas
dapat peneliti simpulkan bahwa
strategi pendekatan yang dilakukan
jika pegawai Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau berkaitan dengan
turunnya produktivitas kerja, tingkat
absensi dan perindahan pegawai.
Kajian Kualifikasi semangat kerja
di Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau
Keberadaan Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau sekarang dapat
diibaratkan bagai dua sisi mata uang.
Keduanya bergerak menjadi kesatuan
integral yang tak dapat dipisahkan.
Dalam kegiatannya yang dijadikan
sebagai sarana pelindung
masyarakat. Hal itu ditopang dengan
pegawai yang tetap menempatkan
dunia pelayanan sebagai upaya sadar
untuk membangun kualitas diri
manusia pada umumnya.
Kondisi Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau semacam itu memang
perlu dikondisikan sebaik mungkin.
Kenyamanan pegawai dalam
menerima materi pelajaran,
khususnya Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau, sangat mendukung
kesuksesan kegiatan kerja mengajar.
Keharmonisan komunikasi antara
pegawai dan pegawai menjadi satu
hal yang sulit dihindarkan. Dengan
terciptanya kondisi lembaga
pendidikan yang semacam itu akan
sangat menentukan pegawai untuk
mudah menerima materi-materi yang
membangkitkan semangat kerja
pegawai.
Hasil pekerjaan pegawai
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau selama ini, jawaban
Mery Nopriyanti, S.ST selaku Kasi
Perlindungan Perempuan sebagai
berikut:
Hasil pekerjaan siapapun
pasti memiliki kelemahan dan
cacatnya, begitu juga dengan
hasil pekerjaan pegawai
Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan
Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 141
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Lubuklinggau selama ini.
Sikap bijak dan penilaian
yang ada menjadi acuan
apakah pekerjaan yang
dilakukan telah layak.
Pekerjaan yang dilakukan
pegawai Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau masih perlu perbaikan,
jawaban ibu Paini, S.P. Kasi
Pengembangan Partisipasi dan
Ketahanan sebagai berikut:
Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa tidak ada
pekerjaan yang sempurna,
hanya saja sikap dalam
menerima kekurangan yang
dapat dimaklumkan menjadi
landasan bagaimana
pekerjaan itu dapat diterima
atau diperbaiki kembali.
Apabila hanya sebagian kecil
dan itu tidak fatal dalam
penilaian pekerjaan, maka
pekerjaan tersebut dapat
diterima. Akan tetapi
walaupun hal kecil tetapi
akan berdampak yang berat
maka perbaikan harus
senantiasa dilakukan.
Pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau mesti dilakukan
perbaikan secara menyeluruh,
jawaban responden sebagai berikut:
Pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau tidak
mesti dilakukan perbaikan
secara menyeluruh, karena
pegawai adalah manusia yang
memiliki kapasitas dan
kemampuan yang ada.
Apabila pekerjaan tersebut
telah sesuai dengan standar
yang ada dan masih ada
kekurangan sedikitu, maka
pekerjaan tersebut dapat
diterima dan tidak perlu
perbaikan.
Besarnya perbaikan kinerja
yang harus dilakukan pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau untuk memperbaiki
pekerjaan yang ada, jawaban
responden sebagai berikut:
Besar perbaikan kinerja yang
harus dilakukan pegawai
Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan
Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota
Lubuklinggau untuk
memperbaiki pekerjaan yang
ada tergantung dengan
standar penilaian yang ada.
Tidak semua pekerjaan harus
diperbaiki, akan tetapi
pertimbangan bahwa
pekerjaan itu telah layak
diterima merupakan
pertimbangan yang harus
dilakukan.
Solusi yang dilakukan guna
meningkatkan kinerja pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 142
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Lubuklinggau sebagai berikut: Solusi
yang dilakukan guna meningkatkan
kinerja pegawai Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau yaitu dengan
memandang potensi pada setiap
orang. Potensi yang dimiliki oleh
seseorang berbeda-beda.
Pertimbangan inilah yang senantiasa
dilakukan agar pekerjaan dapat
memperoleh hasil yang sesuai
dengan maksud dan tujuan yang
diinginkan. Dengan kata lain bahwa
solusi yang dilakukan dengan
mempertimbangkan sumber daya
manusia untuk melaksanakan tugas
tersebut.
SIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Simpulan
1. Proses pembinaan semangat kerja
pegawai di Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau sudah
terbilang baik, akan tetapi masih
perlu ditingkatkan lagi usaha
untuk meningkatkan semangat
kerja.
2. Strategi peningkatan semangat
kerja pegawai di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau telah terlaksana,
akan tetapi masih perlu usaha
agar pegawai merasa
bersemangat dalam bekerja.
3. Kualifikasi semangat kerja di
Dinas Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau terbilang baik,
akan tetapi masih perlu
pelengkapan fasilitas (sarana dan
prsarana) yang masih kurang.
Rekomendasi
1. Hendaknya pihak Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau memperhatikan
dan melaksanakan program untuk
meningkatkan dan membina
semangat kerja pegawai
2. Perlunya memperbaiki kembali
strategi peningkatan semangat
kerja pegawai di Dinas
Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota
Lubuklinggau yang mampu
meningkatkan kinerjanya
3. Kualifikasi semangat kerja
pegawai Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Lubuklinggau hendaknya
senantiasa ditingkatkan dengan
tujuan agar kinerja pegawai terus
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anditasari. 2012. Hubungan antara
Persepsi terhadap Konflik
Peran dengan Semangat Kerja
Karyawan Divisi Teknik PT.
Indonesia Power Unit Bisnis
Pembangkit Listrik
Banjarnegara. Jurnal
Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Astuti dan Widyarini. 2012.
Persepsi Keadilan, Tekanan
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 143
Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-
7243
Kerja dan Semangat Kerja
pada Pegawai Negeri Sipil.
Jurnal
Bruce. 2012. Human Capital
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Gramedia
Clegg, Brian. 2012. Instant
Motivation. Jakarta: Erlangga
Djamarah, Syaiful Bahri D. 2012.
Psikologi Umum. Jakarta:
Rineka Cipta
Fahmi, Irham. 2013. Manajemen
Kinerja Teori dan Aplikasi,
Bandung: Alfabeta
Fahmi, Irham. 2014. Manajemen
Kinerja Teori dan Aplikasi,
Bandung: Alfabeta
Gaol, CHR. Jimmy. 2014. Human
Capital Manajemen Sumber
Daya Manusia, Jakarta:
Gramedia
Hasibuan. 2012. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipt
Hasibuan. 2013. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipt
http://idPenelitian/pengertian-
semangat-kerja
Kossen. 2012. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta
Kuswadi. 2014. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta
Maheswari. 2012. Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta
Majorsy. 2013. Kepuasan Kerja,
Semangat Kerja dan
Komitmen Organisasional
pada Staf Pengajar
Universitas Gunadarma.
Jurnal
Murdhiarta. 2012. Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta
Mukhyi dan Hudiyanto. 2012.
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta
Nitisemito 2013. Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta
Pratiwi. 2013. Pengaruh Noise
(Kebisingan) Ruang Kerja
Terhadap Semangat Kerja
Karyawan PTP. Nusantara 4
Siodamanik. Jurnal
Siagian, Sondang P. 2013.
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta
Subagyo. 2012. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipt
Sugiyono. 2016. Penelitian
Kuantitatif, Kualiitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabet
Sunyoto, Danang. 2015.
Pengembangan Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta
Tohardi, Ahmad. 2013. Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipt
Wibowo. 2014. Manajemen Kinerja.
Jakarta: Rineka Cipt
Wursanto. 2012. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta