Post on 05-Sep-2015
description
BAB VII
VITAMIN
Sekitar akhir abad XIX, ketika mulai dipergunakan bahan pakan murni dalam percobaan-
percobaan binatang, disangka bahwa susunan makanan sudah cukup kalau terdiri atas
karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Ternyata bahwa dengan susunan makanan demikian,
binatang percobaan tidak menunjukkan kesehatan dan pertumbuhan badan yang memuaskan.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Di dalam susunan makanan di atas, masih diperlukan zat gizi lain yang pada saat itu
masih belum diketahui ujudnya. Dalam penelitian penyakit beri-beri di antara para tahanan dan
hukuman di Indonesia pada permulaan abad XX, EIJKMAN dan rekan-rekannya menemukan
adanya zat yang diperlukan ini, yang kemudian diberi nama VITAMINE oleh VLADIMIR
FUNK, karena disangka suatu ikatan organik amine, oleh adanya unsur N dan telah
dikenalnya asam amino pada saat itu. Zat vitamin ini diperlukan untuk kehidupan (vita),
sehingga diberi nama vitamine: (Sediaoetama D. A.,2012)
Kemudian ternyata bahwa zat esensial ini bukan suatu amine dan tidak selamanya
mengandung unsur nitrogen (N). Karena itu nama vitamine banyak yang menentangnya,
sehingga diubah menjadi VITAMIN, dengan dibuang huruf e-nya. Mengganti sama sekali
dengan nama lain agak sulit, karena nama itu telah memasyarakat di kalangan para ilmuwan.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Definisi vitamin ini mula-mula dianggap mudah, dan diformulasikan sebagai "suatu zat gizi
yang diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil dan harus didatangkan dari luar, karena
tidak dapat disintesa di dalam tubuh. Di dalam definisi ini tersirat:
(a) diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil, dan
(b) harus datang dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa di dalam metabolisme tubuh
sendiri.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Dengan semakin mendalamnya pengetahuan tentang vitamin, terdapat hal-hal yang tidak
sepenuhnya sesuai dengan definisi seperti tersebut di atas. Pernyataan jumlah sedikit,
ternyata sangat relatif, karena ada vitamin yang diperlukan hanya dalam jumlah mikrogram,
tetapi ada pula yang dalam jumlah milligram. Juga tentang tidak dapat disintesa di dalam
tubuh, ternyata tidak selalu benar. Ada beberapa vitamin yang dapat dibuat di dalam tubuh,
dari zat pendahulu yang disebut precursor atau provitamin. Kesanggupan berbagai spesies
binatang untuk mensintesa vitamin juga berbeda-beda. (Sediaoetama D. A.,2012)
Definisi yang tercantum di atas masih tetap dipergunakan, tetapi patut diperhatikan bahwa
perumusan itu tidaklah tepat benar, hanya merupakan suatu garis besar saja.
1. Vitamin, Provitamin dan Antivitamin
Dikatakan bahwa pada umumnya vitamin tidak dapat disintesa di dalam tubuh,
sehingga harus disediakan dari luar, biasanya dengan makanan. Ternyata hal ini tidak
mutlak benar. Ada beberapa vitamin yang dapat dibuat di dalam tubuh, dengan mengubahnya
dari ikatan organik lain. Ikatan organik yang tidak bersifat vitamin, tetapi dapat diubah menjadi
vitamin setelah dikonsumsi, disebut provitamin atau prekursor vitamin. Tidak semua vitamin
mempunyai prekursor, sehingga tetap tidak dapat disintesa di dalam tubuh. (Sediaoetama D.
A.,2012)
Yang sampai sekarang telah diketahui ada provitaminnya ialah vitamin A, dengan
prekursor karotin, vitamin D dengan prekursor 7dehydro cholesterol, serta niacin dengan
prekursor tryptophane. Tikus dapat membuat vitamin C dari prekursor glukosa, tetapi
marmot, primata dan manusia tidak dapat mengubah glukosa menjadi vitamin C tersebut.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Sebaliknya ada pula ikatan-ikatan kimia organik yang berpengaruh menentang atau
meniadakan kerja sesuatu vitamin. Zat demikian disebut antivitamin atau antimetabolite dari
vitamin tersebut. Sebagian besar vitamin telah diketahui mempunyai antivitamin. (Sediaoetama
D. A.,2012)
Mekanisma kerja sesuatu antivitamin dapat bermacam-macam: (Sediaoetama D. A.,2012)
a. ada yang merebut titik aktip di dalam enzim, disebut hambatan kompetitip (competitive
inhibition),
b. ada yang merusak vitamin ketika masih di dalam saluran gastrointestinal, dan
c. ada pula yang bereaksi mengikat vitamin tersebut di dalam rongga usus, sehingga
mengendap dan tidak dapat diserap ke dalam mukosa Binding usus.
2. Fungsi Vitamin.
Fungsi vitamin secara umum berhubungan erat dengan fungsi enzim, terutama vitamin-
vitamin kelompok B. Enzim merupakan katalisator organik yang menjalankan dan
mengatur reaksi-reaksi biokimiawi di dalam tubuh. Suatu enzim terdiri atas komponen
protein yang dihasilkan oleh sel dan disebut apoenzim. Apoenzim ketika disintesa tidak
mempunyai aktivitas; baru menjadi aktip bila telah berkonjugasi dengan komponen non-protein
yang disebut ko-enzim. Ko-enzim inipun dibuat di dalam tubuh dan mengandung
komponen yang disebut vitamin itu. Susunan lengkap apoenzim dan ko-enzim disebut
holoenzim dan holoenzimlah yang mempunyai aktivitas sebagai biokatalisator. Di dalam sel
apoenzim terdapat sebagai butir yang mengisi suatu vakuole, dan disebut proenzim atau
zymogen, yang belum mempunyai aktivitas. (Sediaoetama D. A.,2012)
Peranan hampir seluruh vitamin dari kelompok B telah diketahui fungsinya di dalam
ko-enzim. Tidak demikian halnya dengan vitaminvitamin yang larut lemak. Meskipun
gejala-gejala sebagai akibat defisiensi vitamin ini telah diketahui, tetapi peranannya yang
jelas di dalam rantai reaksi biokimiawi di dalam proses metabolisms, belum diketahui.
Kekecualian adalah untuk vitamin D. Untuk vitamin ini telah jelas diketahui bahwa vitamin D
ini di dalam tubuh diubah menjadi hormon yang berpengaruh atas transpor zat kapur (Ca).
(Sediaoetama D. A.,2012)
3. Status Gizi Vitamin.
Masing-masing vitamin dibutuhkan badan dalam jumlah tertentu. Terlalu banyak
maupun terlalu sedikit vitamin yang tersedia bagi badan, memberikan tingkat kesehatan yang
kurang. Bila terlalu banyak vitamin dikonsumsi, akan terjadi gejala-gejala yang merugikan
dan kondisi demikian disebut hypervitaminosis. Sebaliknya bila konsumsi vitamin tidak
memenuhi kebutuhan akan terjadi jugs gejala-gejala yang merugikan. Bila kadar vitamin
di dalam darah sudah menurun, tetapi belum memberikan gejala-gejala klinik yang
jelas, disebut kondisi hypovitaminosis, sedangkan bila sudah tampak gejala-gejala kilnik,
disebut avitaminosis. (Sediaoetama D. A.,2012)
Hypervitaminosis terutama terjadi dengan vitamin-vitamin yang larut lemak. Yang telah
dilaporkan ada kasus hypervitaminosis misalnya untuk vitamin A dan vitamin D. Vitamin yang
larut air, sampai sekarang belum pernah dilaporkan memberikan kondisi
hypervitaminosis. Dalam percobaan binatang pernah diberikan thiamin dengan dosis
tinggi. Terdapat kelainan pada sel-sel hati dalam bentuk perlemakan ringan. Tetapi pada
manusia belum pernah dilaporkan adanya kondisi yang menyerupai hypervitaminosis thiamin
ini. Vitamin-vitamin yang larut air akan segera diekskresikan dalam urine bila dikonsumsi
dalam kwantum berlebihan, sehingga tidak besar kemungkinannya untuk menimbulkan gejala-
gejala hypervitaminosis. (Sediaoetama D. A.,2012)
Kondisi defisiensi vitamin lebih banyak terdapat, baik pada vitamin yang larut lemak
maupun yang larut air. Kondisi defisiensi ringan memberikan hypovitaminosis, sedangkan
kondisi defisiensi berat memberikan avitaminosis. Dalam praktek, tidak semua vitamin
memberikan kondisi defisiensi, karena selalu tersedia di dalam susunan hidangan dalam
jumlah mencukupi dan dibutuhkannya dalam jumlah sangat sedikit. Di Indonesia, yang
masih merupakan problems defisiensi pada skala nasional ialah untuk vitamin A. Defisiensi
vitamin lainnya masih ada, tetapi pada taraf ringan dan tidak merupakan dimensi nasional, di
antaranya defisiensi vitamin C, riboflavin, thiamin, Asam folat. Defisiensi vitamin K juga
terdapat pada anak bayi yang baru lahir. (Sediaoetama D. A.,2012)
4. Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin.
Pada proses pengolahan bahan makanan, beberapa jenis vitamin hilang terbuang atau
menjadi rusak, sehingga kadar di dalam hasil olahnya menjadi sangat rendah. Untuk
mengembalikan kadar vitami yang hilang itu ke tingkat kadar normal atau paling tidak mendekati
kadar normal, vitamin yang terbuang itu dapat ditambahkan kembali kepada hasil olah
tersebut. Cars menambahkan kadar vitamin yang terbuang dan berkurang kadarnya kembali
ke kadar normal, disebut suplementasi. (Sediaoetama D. A.,2012)
Ada pula yang disebut fortifikasi, ialah penambahan vitamin kepada bahan makanan
sehingga mencapai kadar yang lebih tinggi dari kadar alamiah, atau bahkan menambahkan
kepada makanan yang pada keadaan aslinya tidak mengandung vitamin tersebut. Bahan
makanan yang diberi tambahan vitamin tersebut dinamakan bahan pangan pembawa atau
bahan pangan pendukung (carrier atau vehicle). (Sediaoetama D. A.,2012)
Bahan pangan yang dapat dijadikan pembawa itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, di
antaranya: (Sediaoetama D. A.,2012)
a. Harus dikonsumsi merata oleh seluruh lapisan dari populasi target dalam kwantum yang
rata-rata konstan, tidak banyak berfluktuasi. Hal ini diperlukan agar vitamin yang
ditambahkan tersebut dikonsumsi merata sesuai dengan spa yang diinginkan
b. Kadar vitamin yang ditambahkan tidak menyebabkan perubahan pada bahan makanan
pembawa, balk wama, rasa, bau dan kwalitas konsumsi setelah diolah.
c. Vitamin yang ditambahkan kepada bahan makanan pembawa tidak mengalami perubahan,
yang menyebabkan pengurangan kekuatan vitamin tersebut. Vitamin tersebut tidak
mengalami kerusakan pada cars penyimpanan dan pembungkusan bahan makanan
ketika masih dalam jalur perdagangan.
d. Setelah ditambah vitamin, harga bahan makanan pendukung tidak menjadi mahal,
sehingga tidak terlalu berbeda dengan bahan makanan tersebut sebelum
difortifikasikan.
Kalau bahan makanan pembawa yang beredar di pasaran tidak semuanya
difortifikasi, maka untuk bahan makanan yang difortifikasi tersebut harus diberikan
penyuluhan dan penerangan secukupnya, agar masyarakat mengetahui manfaatnya, dan lebih
memilih bahan makanan yang difortifikasikan tersebut, terutama bila harga bahan makanan
yang difortifikasikan itu berbeda dari yang tidak. Penambahan vitamin kepada bahan makanan
tersebut bila dilakukan oleh pengusaha swasta, harus tidak memberi beban tambahan, apalagi
kerugian kepada pengusaha. (Sediaoetama D. A.,2012)
Pengusaha.swasta dapat melakukan fortifikasi tersebut dengan kemauan sendiri, bila melihat
adanya tambahan keuntungan dari upaya tersebut, bila tidak terlihat keuntungan, maka tidak
dapat diharapkan pengusaha swasta tersebut akan melakukan fortifikasi ini atas dasar
kesadaran sendiri demi kepentingan masyarakat. Dapat pula fortifikasi itu diharuskan kepada
semua pengusaha dengan jalan peraturan, tetapi cara ini akan hanya diharapkan dapat berjalan, bila
pengawasan dilakukan cukup untuk waktu terus menerus. Di Indonesia, kesinambungan
pengawasan ini merupakan kelemahan dalam pelaksanaan peraturan-peraturan, baik dalam
bidang perdagangan maupun bidang lainnya. (Sediaoetama D. A.,2012)
A. VITAMIN-VITAMIN YANG LARUT LEMAK.
1. VITAMIN A.
Terdapat sejumlah ikatan organik yang mempunyai aktivitas vitamin A, yang semuanya
mengandung gelang beta ionon di dalam struktur molekulnya. Ikatan kimia yang
mempunyai aktivitas vitamin ini disebut preformed vitamin A; sebagai lawannya ialah
provitamin A atau prekursor vitamin A, yang terdiri atas ikatan-ikatan karoten. Dereten homolog
preformed vitamin A ialah vitamin A alkohol, vitamin A aldehida den vitamin A asam.
Preformed vitamin A sekarang diberi nama Retinol, dan homolognya retinal dan retinoic
acid. (Sediaoetama D. A.,2012)
Ternyata ada dua jenis vitamin ini, ialah vitamin Al dan vitamin A2 yang disebut juga
dehydro vitamin A. Perbedaan dalam struktur keduanya ialah adanya dua ikatan tak jenuh
dalam cincin beta ionon pads vitamin A2, sedangkan vitamin Al hanya mengandung satu ikatan
kembar pada cincin tersebut. (Sediaoetama D. A.,2012)
Preformed vitamin A terdapat khusus di dalam bahan makanan hewani, sedangkan
bahan makanan nabati hanya mengandung provitamin A, yang disebut ikatan karoten. Kita
dapatkan karoten alpha, beta den gamma sebagai prekursor vitamin A, sedangkan karoten delta,
tidak bersifat provitamin A. Semua prekursor vitamin A mengandung gelang beta ionon,
bahkan beta karoten mengandung due gelang beta ionon. Bila menyebut vitamin A saja,
biasanya yang dimaksud ialah vitamin Al alkohol. (Sediaoetama D. A.,2012)
Sumber vitamin A preformed ialah hati, ginjal; minyak ikan merupakan sumber vitamin A
preformed yang dipekatkan dan biasa dipergunakan sebagai obat sumber vitamin A dan
vitamin D. (Sediaoetama D. A.,2012)
a. Fungsi Vitamin A
Fungsi Vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar: (a) Fungsi dalam proses
melihat (b) Fungsi dalam metabolisma umum (c) Fungsi dalam proses reproduksi. Dari semua
deretan homolog Vitamin A, asam vitamin A (retinoic acid) hanya dapat memenuhi fungsi
dalam metabolisma umum dan tidak menunjukkan aktivitas pads proses melihat den proses
reproduksi. Bentuk Vitamin A lainnya sanggup berperan dalam ketiga fungsi tersebut di
atas. Ini terjadi karena Asam vitamin A tidak dapat dikonversi menjadi bentuk lain, tetapi
bentuk lain dapat diubah menjadi Asam vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)
(a) Fungsi Vitamin A dalam Proses Melihat
Pada proses melihat Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan
komponen dari zat penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang
disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin
merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya den mengubah enersi cahaya menjadi
enersi biolistrik yang merangsang indra penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang
(rods) dari set-set retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen
proteinnya berbeda dengan opsin; zat penglihat yang terdapat di dalam cones disebut
porphyropsin. (Sediaoetama D. A.,2012)
Gejala-gejala mata pada defisiensi Vitamin A disebut xerophthalmia, berturut-turut
terdiri atas xerosis conjunctivae den xerosis corneae yaitu kekeringan epithel biji mata den
kornea, karena sekresi glandula lacrimalis menurun. Tampak selaput bola mata tersebut keriput
dan kusam bila biji mata bergerak. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau nictalopia, yang
oleh awam disebut buta senja atau buta ayam (kotokan),yaitu ketidak sanggupan melihat
pada cahaya remang-remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja) anak
masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-remang). Pagi hari tidak
terjadi buta ayam tersebut karena anak dari cahaya remang remang di dalam rumah ke luar
(pekarangan) yang cahayanya lebih kuat. (Sediaoetama D. A.,2012)
Kornea kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak, disebut keratomalacia, dan
dapat memberikan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini, dapat terjadi luka parut
yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini kadang-kadang
membonjol keputihan (atau kemerahan), disebut leucoma (biji kapas). Banyak kebutaan pada
orang dewasa muda disebabkan oleh defisiensi Vitamin A ini. (Sediaoetama D. A.,2012)
Mungkin terdapat kelainan pada sclera, sebelah lateral dari kornea, yang disebut Bercak
BITOT. Kelainan ini tampak sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa sabun yang dapat
dihapus dengan kapas dan meninggalkan epithet kering dengan pigmen kecoklatan.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Kalau kelainan mata belum begitu parch, penyembuhan terjadi secara dramatis pada
pengobatan dengan. Vitamin A. Dalam pengobatan ini tidak dipergunakan provitamin A,
tetapi selalu preformed Vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)
(b) Fungsi Vitamin A pada Metabolisme Umum
Fungsi ini tampaknya erat berkaitan dengan metabolisme protein.
- Integritas Epithel.
Pada defisiensi Vitamin A terjadi gangguan struktur maupun fungsi epithelium,
terutama yang berasal ectoderm. Epithel kulit menebal dan terjadi hyperkeratosis. Kulit
menunjukkan xerosis (kering) dan garis-garis gambaran kulit tampak tegas. Pada mulut
folikel rambut terjadi gumpalan keratin yang dapat diraba keras, memberikan kesan berbonjol-
bonjol seperti kulit kodok tanah (toadskin). Kondisi ini disebut juga phrenoderma atau
hyperkeratosis follicularis. Permukaan kulit tersebut sering pula terasa gatal (pruritus).
Epithel saluran-saluran di dalam tubuh juga menunjukkan kelainan, seperti saluran tractus
respiratorius, tractus urogenitalis dan saluran-saluran kelenjar. Epithel columnar dan epithel
transitional menunjukkan perubahan metaplasia, menjadi epithel skuamosa. Terjadi
gumpalan-gumpalan keratin yang dapat menjadi pusat perkapuran dan terjadi berbagai
calculi (batu kapur). (Sediaoetama D. A.,2012)
(c) Fungsi Vitamin A dalam Pertumbuhan
Pada defisiensi Vitamin A terjadi hambatan pertumbuhan. Rupanya dasar hambatan
pertumbuhan ini karena hambatan sintesa protein. Gejala ini tampak terutama pada anak-anak
(BALITA), yang sedang ada dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat. Tampaknya
sintesa protein memerlukan Vitamin A, sehingga pada defisiensi vitamin ini terjadi hambatan
sintesa protein yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan. Telah dilaporkan bahwa pada
defisiensi Vitamin A terdapat penurunan sintesa RNA, sedang RNA merupakan satu faktor
penting pada proses sintesa protein. (Sediaoetama D. A.,2012)
(d) Fungsi Vitamin A dalam Permeabilitas Membran.
Berbagai percobaan in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa Vitamin A berperan dalam
mengatur permeabilitas membrana sel maupun membrana dari suborganel selular. Melalui
pengaturan permeabilitas membrana sel, Vitamin A mengatur konsentrasi zat-zat gizi di dalam
sel yang diperlukan-untuk metabolisme sel. (Sediaoetama D. A.,2012)
(e) Fungsi Vitamin A dalam Pertumbuhan Gigi.
Ameloblast yang membentuk email sangat dipengaruhi oleh Vitamin A. Pada kondisi
kekurangan Vitamin A ketika bakal gigi sedang dibentuk, terjadi hambatan pada fungsi
ameloblast, sehingga terbentuklah email gigi yang defektip dan sangat peka terhadap pengaruh
faktor-faktor kariogenik. (Sediaoetama D. A.,2012)
Deretan ameloblast menginduksi set-set odontoblast untuk membuat dentin. Gangguan
pada ameloblast berakibat terhadap gangguan fungsi odontoblast, sehingga terbentuk
jaringan keras dentin yang defektip dan sensitip terhadap serangan caries dentis. (Sediaoetama
D. A.,2012)
(f) Fungsi Vitamin A dalam Produksi Hormon Steroid.
Diketahui pula bahwa Vitamin A berperan di dalam sintesa hormon-hormon steroid.
Terdapat sejumlah hormon steroid yang bersangkutan dengan proses kehamilan dan proses
pengaturan keseimbangan garam dan cairan tubuh. Berbagai penelitian dan percobaan
menunjukkan bahwa pada defisiensi Vitamin A terjadi hambatan pada sintesa hormon
hormon steroid. (Sediaoetama D. A.,2012)
(g) Fungsi Vitamin A dalam Proses Reproduksi.
Pada binatang percobaan defisiensi Vitamin A memberikan kemandulan, balk pada
yang jantan maupun pada yang betina. Pada tikus betina, pembuahan tidak terjadi dan tikus
menjadi steril; demikian pula yang jantan menjadi steril pada defisiensi Vitamin A. Pada
pengalaman pengarang, fertilitas binatang percobaan ini meningkat pada defisiensi Vitamin
A tingkat ringan, untuk menurun kembali pada defisiensi tingkat berat. (Sediaoetama D.
A.,2012)
Pada percobaan in vitro dengan pemeliharaan jaringan ovaria dan testes, terjadi hambatan
perkembangan sel-sel reproduksi pada yang betina maupun yang jantan. Sel ootid tidak dapat
berkembang menjadi set ovum dan set spermatid juga tidak berkembang lebih jauh menjadi
spermatozoa. Sel-set tersebut berhenti berkembang dan menunjukkan degenerasi, kemudian
diresorpsi. Fungsi Vitamin A pada proses reproduksi ini tidak dapat dipenuhi oleh Asam
vitamin A (retinoic acid). (Sediaoetama D. A.,2012)
b. Metabolisme Vitamin A.
Telah dibicarakan bahwa preformed Vitamin A terdapat di dalam bahan makanan hewani,
sedangkan provitamin A di dalam bahan makanan nabati. Sumber yang kaya akan preformed
Vitamin A adalah hati dan ginjal, sedangkan jumlah yang lebih rendah terdapat di dalam jantung
dan paru-paru. Minyak ikan merupakan pekatan sumber Vitamin A dan Vitamin D, dan sering
dipergunakan sebagai obat yang mengandung Vitamin A dan Vitamin D konsentrasi tinggi.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Sumber nabati ialah sayur yang berwarna hijau dan buah-buahan dengan daging
berwarna kuning, merah sampai biru. Semakin hijau warna sayur, semakin tinggi
kandungannya akan aktivitas vitamin A. Dalam bahan makanan nabati ini kegiatan Vitamin
A terdapat dalam bentuk provitamin, campuran berbagai jenis karotin, dengan kadar terbanyak
beta karotin. (Sediaoetama D. A.,2012)
Dalam susunan hidangan di Indonesia, Vitamin A terutama berasal dari sayur dalam bentuk
karotinoid. Buah sebagai sumber karotin pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan
sayuran. (Sediaoetama D. A.,2012)
Preformed Vitamin A dalam bahan makanan hewani terdapat dalam bentuk ester dengan
asam lemak, terutama Asam stearat, Asam palmitat dan Asam oleat. Vitamin A aldehida terdapat
di dalam telur;"balk telur unggas (ayam, bebek) maupun telur ikan. Di dalam bahan makanan tidak
terdapat Asam vitamin A (retinoic acid) secara alamiah. (Sediaoetama D. A.,2012)
Di dalam saluran pencernaan, ester Vitamin A dihidrolisa dan retinol yang terbebas
diserap dengan proses penyerapan aktip melalui epithel dinding saluran usus halus.
Provitamin A diserap sambil diubah menjadi Vitamin A (retinol) di dalam sel epithet usus.
Untuk menghidrolisa ester Vitamin A diperlukan enzim hydrolases dan untuk pengubahan
karotin menjadi Vitamin A diperlukan enzim 5,5'-dioksi hydrolase. Enzim ini terdapat
terutama di dalam sel epithet mukosa usus dan sel hati. (Sediaoetama D. A.,2012)
Untuk penyerapan .karotin diperlukan adanya empedu, sedangkan empedu tidak
esensial bagi penyerapan preformed Vitamin A; tetapi adanya empedu meningkatkan
penyerapan preformed Vitamin A ini. (Sediaoetama D. A.,2012)
Setelah diabsorpsi Vitamin A dijadikan ester kembali dan ditranspor oleh khylomikron
melalui ductus thoracicus, masuk ke aliran darah di anggulus venosus. Vitamin A kemudian
ditangkap oleh set-set parenchym hati. Sebagian Vitamin A disimpan di sel hati, dan
sebagian lagi dihidrolysa menjadi retinol dan dikonjugasikan dengan pRBP (plasma retinol
binding protein) dan dikeluarkan lagi dari sel hati ke dalam aliran darah. Di dalam plasma diikat
lagi oleh prealbumin dan sebagai komplek retinol-pRBP-PA vitamin A ini ditranspor dari
tempat penimbunan di hati ke sel-sel target yang memerlukan Vitamin A di seluruh jaringan
tubuh. (Sediaoetama D. A.,2012)
Bentuk transpor Vitamin A di dalam plasma terdapat dua jenis, ialah Vitamin A ester di
dalam VLDL dan LDL (very low density lipoprotein=chylomikron; low density lipoprotein)
sebagai bentuk transpor dari usus ke hati dan retinol-pRBP-PA kompleks merupakan bentuk
transpor dari tempat penimbunan di hati ke jaringan set-set target yang memerlukan vitamin
tersebut. (Sediaoetama D. A.,2012)
Kriteria bagi ProbIem Kesehatan Masyarakat Nasional: (Sediaoetama D. A.,2012)
1. X1 B lebih dari 2.0%
2. X2 + X3A + X3B lebih dari 0,01
3. Xs lebih dari 0,1
4. Plasma Vit.A kurang dari 10 ug/dl, melebihi 5%
Gejala-gejala di atas lebih berarti deskripsi daripada diagnostik. Dalam mencatat gejala-gejala
di atas, satu anak hanya dicatat satu kali untuk satu jenis kelas. Kriteria di atas hanya berlaku bagi
anak-anak 0 - 5 tahun dari populasi risiko. (Sediaoetama D. A.,2012)
Timbunan preformed Vitamin A di dalam sel hati terdapat dalam bentuk ester Vitamin A yang
berkonjugasi dengan cRBP, ialah RBP yang terdapat di dalam cytoplasma; cRBP berbeda dari
pRBP, tetapi keduanya berbentuk molekul protein. (Sediaoetama D. A.,2012)
Transpor dan penimbunan serta absorpsi karotin berlangsung dengan proses yang berlainan
dari Vitamin A. Diumumkan bahwa karotin ditranspor di dalam plasma berkonjugasi dengan
DAFTAR XVI
KLASIFIKASI XEROPHTHALMIA
X1
A
Conjunctival Xerosis
X1
B
Bitot's Spot with Conjunctival Xerosis X2 Corneal Xerosis X3
A
Corneai ulceration with Xerosis X31
3
Keratomalacia XN Night blindness XF Xeropthalmia fundus Xs Corneal scar XB Bitot'sspot
lipoprotein dan tidak ditimbun di dalam sel hati. Pada manusia dan primata terdapat karotin di
dalam plasma, sedang pada binatang lainnya, plasma tidak mengandung karotin dalam
jumlah yang berarti. (Sediaoetama D. A.,2012)
Vitamin A diekskresikan dalam bentuk metabolite, hasil pemecahan di dalam sel. Sebagian
Vitamin A dioksidasi menjadi C02 dan H2O yang diekskresikan di dalam udara
pernapasan. Urine juga mengandung beberapa metabolit yang berasal dari katabolisma
Vitamin A; sebagian telah diketahui dan sebagian lagi belum sampai diidentifikasikan.
Dengan reaksi warna yang menunjukkan adanya retinol (CARR & PRICE; NEELD
& PEARSEN), tidak dapat ditunjukkan adanya Vitamin A di dalam urine. Sebagian Vitamin
A mengalami siklus enterohepatis, yaitu diekskresikan di dalam cairan empedu, tetapi diserap
kembali dari usus halus. Fungsi karotin di dalam tubuh belum jelas benar, kecuali sebagai
prekusor bagi Vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)
c. Kebutuhan akan Vitamin A.
Kebutuhan tubuh akan Vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan Internasional (SI),
untuk memudahkan penilaian aktivitas Vitamin ini di dalam bahan makanan, agar mencakup
preformed Vitamin A dan provitaminnya. Satu SI Vitamin A setara dengan kegiatan 0,300
ug retinol atau-0,6 ug all trans beta karotin atau 1.0 mg karotin total (campuran) di dalam
bahan makanan nabati. (Sediaoetama D. A.,2012)
d. Penyakit Gizi bertalian dengan Vitamin A.
Kelainan gizi yang berhubungan dengan Vitamin A dapat berbentuk defisiensi maupun
hypervitaminosis A. (Sediaoetama D. A.,2012)
(a) Defisiensi Vitamin A.
Defisiensi Vitamin A didiagnosa berdasarkan: kadar Vitamin A di dalam darah, gejala-
gejala xerophthalmia, dan anamnesa konsumsi makanan, serta kelainan kulit. Kadar Vitamin
A total di dalam darah pada seorang normal,30 ug/dI atau lebih. Kadar 20 - 30 ug/dI masih
dapat diterima, meskipun pada tingkat yang dianggap rendah, yang mempunyai risiko lebih besar
untuk timbulnya gejala-gejala defisiensi. Kadar 10 - 20 ug/dI sudah termasuk kondisi
hypovitaminosis, sedangkan kadar di bawah 10 ug/dI sudah dianggap avitaminosis, yang
biasanya sudah disertai gejalagejala klinis, seperti gejala xerophthalmia dan gejala-gejala kulit.
Anamnesa makanan akan membantu diagnosa, dan menunjukkan hidangan yang tidak
mengandung sumber yang kaya akan Vitamin A atau prekusornya.
(b) Hypervitaminosis A
Hypervitaminosis A praktis tidak ditemukan di Indonesia. Namun demikian kemungkinan
untuk itu harus dipertimbangkan, bila seorang anak mendapat konsentrat minyak ikan untuk
jangka waktu panjang dan mendapat keluhankeluhan. Anak akan menunjukkan hambatan
pertumbuhan, nyeri pada tulang panjang, terutama di daerah-daerah titik tumbuh.
Gejala akut mungkin pada kegiatan intervensi gizi di mana diberikan massive oral dosis di
atas 200.000 SI sekaligus. Anak muntah dan ada pula yang melaporkan mendapat
mencret-mencret, meskipun kondisi terakhir ini masih diragukan hubungannya dengan dosing
Vitamin A tersebut.
Bila massive dosing Vitamin A dihentikan, maka gejalagejala hypervitaminosis A akan
menghilang dengan cepat dalam 1 - 2 hari.
Pada orang dewasa yang mengkonsumsi dosis satu juts SI Vitamin A untuk beberapa hari
berturut-turut timbul gejalagejala nausea, vomitus, rasa sakit kepala. Terdapat pula
hyperhemoglobinemia dengan peningkatan jumlah sel erythrocyt. Rambut mudah rontok juga
dilaporkan timbul pada kondisi hypervitaminosis A.
(c) Hyperkarotinemia.
Pada konsumsi karotinoid berlebih, kadar karotin di dalam darah meningkat dan terdapat warns
kuning di seluruh tubuh, menyerupai kondisi icterus. Penegasan diagnosa dilakukan dengan
penentuan kadar karotin di dalam darah dan kadar bilirubin. Anamnesa makanan akan
sangat membantu apakah telah terjadi konsumsi karotin dosis tinggi untuk jangka waktu
sebelum timbul gejala-gejala tersebut. Dari sudut klinik, gejala-gejala hyperkarotinemia
tidak memberikan keluhan sakit, kecuali dari sudut kosmetik, kulit berwarna kuning.
Warna kuning pada hyperkarotinemia tidak mengenai kuku dan sclera mats; pada icterus,
sclera dan kuku ikut berwarna kuning.
2. VITAMIN D. CALCIFEROL
Vitamin D mulai dikenal dan dibedakan dari Vitamin A di dalam minyak ikan, yang sanggup
menghindarkan penyakit rickets dan mendorong pertumbuhan; efek yang terakhir ini
dianggap pengaruh vitamin A. Diketahui bahwa Vitamin A rusak oleh penyinaran
ultraviolet dan oleh oksidasi. Ternyata bahwa minyak ikan yang telah disinari ultraviolet dan
dioksidasi oleh oksigen udara, masih sanggup menghindarkan atau mengobati rachitis,
tetapi sudah tidak menunjukkan efek Vitamin A.
Mula-mula disangka hanya terdapat satu ikatan kimia dengan kegiatan Vitamin D, tetapi
ternyata kemudian terdapat beberapa ikatan organik yang mempunyai kegiatan Vitamin D
ini.
Berbagai jenis Vitamin D terdapat dari hasil penyinaran beberapa jenis kholesterol
dengan sinar ultraviolet.
Vitamin D1 terdapat pada penyinaran Ergosterol dari bahan turnbuhan. Kemudian
ditemukan bahwa Vitamin D1 adalah campuran dari dua jenis vitamin, yang diberi nama
Vitamin D2 dan Vitamin D3, sedangkan struktur molekuler Vitamin D1 sendiri sebenarnya
tidak ada.
Vitamin D3 didapat dari bahan hewani, 7-dehydro kholesterol, suatu minyak yang terdapat di
bawah kulit. Pada manusia pun vitamin D3 terbentuk di bawah kulit dari 7-dehydro kholesterol
tersebut dengan penyinaran ultraviolet yang berasal dari sinar matahari Vitamin D3 disebut juga
cholecalciferol.
Vitamin D yang dihasilkan dari penyinaran ergosterol kemudian diberi nama Vitamin D2 atau
calciferol. Calciferol yang dilarutkan di dalam minyak terdapat di pasaran dengan nama
Viosterol.
Ada lagi Vitamin D4 yang berasal dari minyak nabati yang mengandung 22-dehydro
kholesterol, setelah disinari ultraviolet.
Vitamin D berbentuk kristal putih yang tidak larut di dalam air, tetapi larut di dalam minyak
dan zat-zat pelarut lemak. Vitamin ini tahan terhadap papas dan oksidasi. Penyinaran ultraviolet
mula-mula menimbulkan aktivitas Vitamin D, tetapi bila terlalu kuat dan terlalu lama terjadi
pengrusakan dari zat-zat yang aktif tersebut.
a. Fungsi Vitamin D
Vitamin D merupakan satu-satunya Vitamin yang diketahui berfungsi sebagai prohormon.
Vitamin D mengalami dua kali hydroksilasi untuk mendapat aktivitasnya sebagai hormon.
Pertama dihydroksilasi pada C25 yang terjadi di dalam sel hati, kemudian disusul oleh
hydroksilasi kedua pada C1 yang terjadi di ginjal. 1,25 dihydroksi calciferol merupakan
hormon yang mengatur sintesa protein yang mentranspor calsium ke dalam sel, disebut Calsium
Binding Protein (CaBP) . Jadi agar Vitamin D dapat melaksanakan tugasnya, diperlukan kondisi
hati dan ginjal yang sehat. Efek kegiatan Vitamin D tampak pada hal-hal berikut:
(a) Meningkatan absorpsi Ca dan Phosphat di dalam usus. Untuk penyerapan Ca yang balk,
diperlukan perbandingan yang sesuai dengan tersedianya phosphat di dalam hidangan.
Perbandingan yang baik terletak di sekitar 1 Ca : 1 P; penyerapan Ca akan terganggu bila
perbandingan tersebut dibawah 1 Ca : 4 Phosphat. Perbandingan ini akan memberikan sifat
rakhitogenik kepada hidangan, yaitu hidangan yang akan mendukung terjadinya rakhitis.
Pada perban dingan Ca dan Phosphat yang sesuai, Vitamin D meningkatkan penyerapan Ca.
Penyerapan Ca ke dalam sel usus dilaksanakan melalui mekanisma Ca-binding protein (CaBP),
yang sintesanya diatur oleh hormon 1,25 dihydroksi calciferol.
(b) Mendorong pembentukan garam-garam Ca di dalam jaringan yang memerlukannya. Gararn
Ca diperlukan di beberapa jaringan untuk memperkuat struktur jaringan tersebut, misalnya pads
tulang-tulang dan gigi-geligi. Yang terdapat di dalam jaringan keras ini garam karbonat dan
garam phosphat, juga fluoride dari Calsium. Garam Ca di dalam jaringan keras terdapat dalam
suatu keseimbangan dinamis dengan kondisi cairan tubuh, artinya terjadi suatu fluks yang same
enters Ca yang masuk ke jaringan keras dengan yang keluar dari jaringan tersebut.Melalui
pengaturan sintesa CaBP, Vitamin D menyediakan kondisi yang optimum bagi pembuatan
garam Ca di dalam jaringan tersebut. Di samping hormon 1,25 dihydroksi calciferol,
hormon parathyroid juga berpengaruh pads pengaturan kadar Ca di dalam cairan tubuh dan di
dalam jaringan.
(c) Vitamin Djuga berpengaruh meningkatkan resorpsi phosphat di dalam tubuli ginjal, sehingga
meningkatkan kondisi konsentrasi Ca den Phosphat di dalam jaringan untuk sintesa garam
Ca phosphat.
b. Metabolisms Vitamin D
Telah kite bicarakan bahwa Vitamin D ads yang khas terdapat di dalam bahan makanan
hewani den ads yang khas di dalam bahan makanan nabati. Di dalam jaringan di bawah kulit
terdapat 7-dehydro kholesterol yang berubah menjadi vitamin cholecalciferol (Vitamin D3)
pada penyinaran ultraviolet yang terdapat di dalam sinar matahari. Jadi di daerah tropik di mana
terdapat banyak sinar matahari, defisiensi Vitamin D tidak perlu terjadi, asal saja kulit kits cukup
terkena sinar matahari.
Bahan makanan yang keys akan Vitamin D ialah susu; di negara beret susu difortifikasikan
dengan Vitamin A den Vitamin D.
Untuk penyerapan Vitamin D yang balk diperlukan adanya garam empedu. Mengenai
transport,,katabolisma den ekskresi Vitamin D belum banyak diketahui, sehingga masih
memerlukan banyak penelitian lebih laniut.
c. Kebutuhan akan Vitamin D
Kebutuhan akan Vitamin D belum diketahui dengan pasti, karena vitamin ini dapat disintesa
dari jenis kholesterol tertentu yang terdapat di dalam jaringan di bawah kulit. Namun demikian
diperkirakan bahwa konsumsi 400 SI sehari sudah mencukupi untuk semua umur dan jenis
kelamin. Di Amerika mule-mule dianjurkan konsumsi sebanyak 800 SI seorang sehari,
tetapi kemudian terdapat tends-tends bahwa dosis itu terlalu tinggi, sehingga kemudian
diturunkan menjadi 400 SI.
d.Defisiensi Vitamin D.
Defisiensi vitamin D memberikan penyakit rakhitis (rickets) atau disebut pule
Penyakit Inggeris, karena mule-mule banyak terdapat dan dipelajari di negeri Inggeris.
Sebelum diketahui adanya vitamin sebagai zat gizi, penyakit ini merupakan problems gawat
sekali di Negeri Inggeris; di mana anak-anak tidak dapat dikenai cukup
sinar matahari untuk jangka waktu sangat panjang, karena hidup di lorong-lorong kota London,
yang tidak pernah terkena sinar matahari karena terlindung oleh bayangan gedung-gedung yang
tinggi.
Secara umum di Indonesia penyakit ini tidak perlu dirisaukan, tetapi kasus sporadis
mungkin masih dijumpai pada anak-anak atau pare wanita yang karena adat istiadafi sedikit
sekali terkena sinar matahari.
Konsumsi berlebih Vitamin D dapat pule memberikan gejalagejala Hypervitaminosis D.
Kondisi ini mungkin terjadi. pada anakanak yang mendapat tetes konsentrat minyak ikan yang
terlalu banyak untuk jangka waktu lama. Hypervitaminosis D menyebabkan perkapuran di
dalam jaringan yang bukan biasanya, seperti di dalam organ-organ vital ginjal den sebagainya.
3. VITAMIN E. ALPHA TOCOPHEROL
Terdapat sekelompok ikatan organik yang mempunyai aktivitas Vitamin E. Secara garis
baser terdapat 8 bush ikatan yang dapat dikelompokkan menjadi due: kelompok tocopherol,
den kelompok tocotrienol.
Ditemukannya vitamin E mule-mule berkaitan dengan kegagalan kehamilan binatang
percobaan tikus yang dalam makanannya defisien dalam vitamin ini. Semua bentuk Vitamin
E berupa minyak den tidak dapat dikristalkan. Minyak ini mempunyai viskositas tinggi, larut
dalam minyak den zat pelarut lemak. Vitamin E stabil terhadap suhu, alkali den asam.
Kelompok tocotrienol mempunyai tiga ikatan tak jenuh, sehingga membuatnya mudah
dioksidasi. Vitamin E dikenal sebagai reduktor alamiah yang sangat kuat.
a. Fungsi Vitamin E
Fungsi Vitamin E dapat dikelompokkan berdasar dua sifatnya yang penting:
- Berhubungan dengan sifatnya sebagai antioksidans alamiah,
- Berhubungan dengan metabolisma selenium.
Kedua dasar dari fungsi Vitamin E ini berkaitan dengan perlindungan set terhadap daya destruktip
peroksida di dalam jaringan. Pertahanan terhadap daya destruktip peroksida ini terdapat dalam dua
tingkat: Tingkat pertama adalah kesanggupan Vitamin E sebagai antioksidans alamiah
yang kuat untuk meniadakan efek ikatan peroksida yang setiap saat terjadi di dalam set
jaringan, sebagai hasil metabolisma. Peroksida ini mempunyai kesanggupan merusak
phospholipid pads struktur membrana set maupun membrana subselular. Tingkat kedua
dari pertahanan ini dilakukan oleh enzim peroksidase glutathion.
Melalui pertahanan terhadap kerusakan selular ini, fungsi Vitamin E bersifat multipel untuk
kesehatan segala jenis set jaringan. Namun demikian, tidak ada sesuatu kelainan selular yang
secara khusus dapat disembuhkan oleh Vitamin E ini.
Gejala-gejala yang timbul pada defisien Vitamin E menunjukkan bahwa fungsi Vitamin E ini
berhubungan dengan kesehatan otak, sistem pembuluh darah, set-set darah merah, susunan otot
skelet, jantung, hati dan gonad; juga menghindarkan timbulnya kondisi lemak kuning (yellow
fat diseas, brown fat disease)..
Vitamin E menghindarkan encephalomalacia pada ayam, dan muskular dystrophy
nutritional pada kelinci dan marmot. Tetapi harapan optimis untuk mempergunakan Vitamin E
terhadap kondisi muskular dystrophy pada penderita manusia, tidak menjadi kenyataan.
Pada tikus percobaan, Vitamin E dapat menghindarkan kemandulan, baik pada yang betina
maupun pada yang jantan. Tetapi efeknya pada manusia belum dapat dipastikan. Pada tikus
betina, pembuahan dapat terjadi normal dan ovum yang telah dibuahi menunjukkan
nidasi, tetapi pada suatu scat ovum tidak tumbuh terus. Hasil pembuahan berhenti tumbuh dan
berdegenerasi, terus hilang kembali diresorpsi dan kehamilan menjadi urung.
Penyakit exudative diathesis pada ayam, di mana keluar banyak sekresi dari pelatuk dan
hidungnya, dilaporkan dapat disembuhkan dengan pemberian Vitamin E tersebut.
Karena sifat multipel dari efeknya, Vitamin E dipergunakan dalam banyak kondisi klinik
sebagai pengobatan suportif, meskipun hasilnya sangat variabel
b. Metabolisma Vitamin E
Ester Vitamin E yang terdapat di dalam bahan makanan, dihidrolisa oleh enzim lipase
dari sekresi pankreas dan Vitamin E yang dibebaskan diserap bersama lipoid dan asam lemak
hasil pencernaan. Vitamin E mempergunakan misel yang dibentuk oleh asam lemak dan garam
empedu sebagai carrier dalam proses penyerapan, bersama dengan Vitamin A, Vitamin D,
dan Vitamin K. Terdapat sating hambat kompetitip dalam penyerapan vitaminvitamin yang larut
lemak itu. Setelah diserap, ditranspor lebih lanjut dalam chylomikron melalui jalur Ductus
throracicus, pada mamalia. Pada spesies burung setelah diserap Vitamin E ditranspor oleh
portomikron ke jalur Vena portae.
Dari dosis 10 mg sampai 1.500 mg, Vitamin E pada manusia dapat diabsorpsi 70 - 95%.
Vitamin A dan PUFA yang dikonsumsi bersamaan dengan Vitamin E menurunkan efisiensi
absorpsi dari Vitamin E. Di dalam darah, Vitamin E ditranspor oleh lipoprotein.
Vitamin E terdapat di dalam jaringan lemak, meskipun tidak jelas apakah di situ sebagai
timbunan cadangan atau karena sifat larut lemak saja. Phospholipid pada struktur membrana
selular
maupun subselular mengandung Vitamin E dengan konsentrasi relatif tinggi.
Metabolite Vitamin E ditemukan di dalam tinja maupun di dalam urine. Telah
diidentifikasikan metabolite alpha tocopherol quinone, ada yang bebas dan ada yang
berkonjugasi dengan asam glukuronat.
c. Kebutuhan akan Vitamin E
Efek biologik dari Vitamin E sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat di
dalam susunan hidangan, sehingga sulit untuk menentukan kebutuhan tubuh akan
Vitamin E tersebut. Fungsi Vitamin E dan selinium (Se) sating berhubungan sangat erat.
Kholesterol dan PUFA memperkuat gejala-gejala defisiensi Vitamin E, sedangkan Se
meringankannya.
Di dalam hidangan rata-rata masyarakat di Indonesia, tampaknya kebutuhan akan Vitamin E
selalu terpenuhi. Berbagai biji-bijian merupakan sumber kaya akan Vitamin E. Khusus biji
yang sudah berkecambah dikenal mengandung Vitamin E dalam konsentrasi tinggi.
Di dalam klinik Vitamin E dipergunakan dalam banyak kasus berbagai penyakit
meskipun data yang mendukung penggunaan tersebut seringkali tidak meyakinkan. Efek
Vitamin E adalah suportif terhadap berbagai cara pengobatan lain yang lebih spesifik. Vitamin E
diberikan pada kasus penyakitjantung dan pembuluh darah, khusus pada penyakit-penyakit
dengan penyumbatan arteri perifer. Vitamin E juga diberikan kepada para penderita diabetes
mellitus dan dilaporkan dapat meringankan gejala-gejala sampingan dari penyakit tersebut,
meskipun tidak menyebabkan penyembuhan diabetes mellitusnya. Vitamin E diberikan
pula kepada penderita ulcus pepticum dan dilaporkan meringankan gejala-gejala, bahkan dapat
menyembuhkan gejala-gejala atau keluhan-keluhan subjektif.
4. VITAMIN K. MENADION
Terdapat sejumlah struktur ikatan organik yang semuanya termasuk ikatan quinone dan
mempunyai bioaktivitas Vitamin K. Vitamin ini diusulkan oleh H.DAM pada tahun 1936
sebagai vitamin untuk pembekuan darah (K berasal dari bahasa Jerman Koagulation).
Yang mula-mula dimaksud dengan Vitamin K ialah 2-methyl, 1,4naphthoquinone.
Sekarang terdapat sejumlah derivat yang semuanya mempunyai bioaktivitas Vitamin K.
Terdapat ketidak cocokan dalam nomenclatur yang diusulkan oleh International Union
for Protein and Applied Chemistry (IUPAC) dengan yang diusulkan oleh International
Union for Nutrition Science (IUNS).
Bentuk induk dari Vitamin K disebut Menadion oleh IUPAC dan Menaquinon oleh
TUNS. Kemudian terdapat dua deretan derivat karena perbedaan struktur rantai samping yang
melekat pada C3 dari bentuk induk tersebut.
Huruf n menunjukkan jumlah carbon paaa rantai samping, sedangkan angka 7 menunjukkan
jumlah gugusan isoprenoid dalam rantai samping tersebut. Gugusan isoprenoid mengandung 5
buah carbon, jadi 35 carbon adalah 7 satuan isoprenoid.
Vitamin K1 yang mula-mula diisolasikan dari rumput alfalfa, oleh IUPAC diberi
nama Phylloquinone dan oleh IONS disebut Phythyl menaquinone. Vitamin K2 mempunyai
rantai samping yang terdiri atas unitunit isoprenoid yang berbeda-beda jumlahnya disebut
Menaquinone-n (IUPAC) atau Phrenyl menaquione-n (TUNS), masing-masing disingkat
dengan catatan MK-n dan MQ-n. Bila jumlah unit isoprenoid ada 7, disebut Menaquinone-7 (MK-
7) (IUPAC) atau Phrenyl menaquinone-7 (MQ-7) (TUNS). Vitamin K1 berbentuk minyak
pada suhu kamar.
a. Fungsi Vitamin K
Vitamin K berfungsi di dalam proses sintesa prothrombine yang diperlukan dalam
pembekuan darah; bahkan mula-mula disangka bahwa Vitamin K merupakan komponen dari
prothrombin itu sendiri. Fungsi lain yang diusulkan untuk Vitamin K ialah sebagai pen-
transpor elektron di dalam proses redoks di dalam jaringan (sel); pada defisiensi Vitamin K
terjadi kekurangan produksi ATP, karena sintesa ATP berkaitan dengan proses redoks tersebut.
Data sekarang menunjukkan bahwa peranan Vitamin K pada sintesa protein
prothrombine ialah pada fase postribosomal (lihat halaman 83) pada proses konversi prekJrsor
prothrombine menjadi prothrombine. Sintesa prothrombine itu sendiri tidak memerlukan
Vitamin K. Dengan kemajuan teori tentang proses pembekuan darah, maka fungsi yang diusulkan
untuk Vitamin K inipun semakin bertambah dan kompleks. Peranan yang diperuntukkan
Vitamin K sekarang ialah dalam sintesa empat komponen yang berperan di dalam proses
pembekuan darah: prothrombine, Faktor VII, Faktor IX dan Faktor X, dari teori kaskade
mengenai pembekuan darah.
b. Metabolisma Vitamin K
Vitamin K tidak dapat disintesa oleh tubuh, tetapi suplai Vitamin K bagi tubuh berasal dari
bahan makanan dan dari sintesa oleh mikroflora usus yang menghasilkan Menaquinone.
Pada pengobatan dengan antibiotik terutama bila untuk jangka panjang, mikroflora usus dapat
terbunuh dalam jumlah besar dengan akibat suplai Vitamin K untuk tubuh menjadi kurang dan
dapat terjadi defisiensi Vitamin K. Juga pada bayi yang baru lahir dapat terjadi defisiensi Vitamin
K, karena mikroflora usus belum terbentuk dengan baik sehingga suplai Vitamin K tidak
mencukupi. Untuk penyerapan Vitamin K diperlukan garam empedu dan lemak di dalam
hidangan. Garam empedu dan lemak makanan yang dicerna membentuk misel (micell)
yang berfungsi sebagai transport carrier bagi Vitamin K tersebut. Pada gangguan penyerapan
lemak, terjadi Juga hambatan penyerapan Vitamin K. Dari Vitamin K yang terdapat di dalam
hidangan, sekitar20% ditemukan kembali di dalam tinja, tetapi pada gangguan penyerapan
lemak, Vitamin K yang ditemukan di dalam tinja meningkat mencapai 7080%.
Mekanisma penyerapan Vitamin K terjadi secara aktip di bagian proksimal usus halus.
Penyerapan ini memerlukan enersi. Terdapat kekecualian untuk Menadion yang diserap secara
pasip di bagian distal usus halus. Transpor Vitamin K dari usus halus terjadi bersama dengan
transpor lemak yang baru diserap, yaitu melalui khilomikron ke jalur Ductus thoracicus.
Setelah diserap, phylloquinone terutama terdapat di dalam hati dan retensi di sini ber-
langsung untuk waktu cukup lama. Sebaliknya Menadion hanya sebentar saja ditahan di
dalam hati dan segera disebar ke jaringanjaringan yang memerlukannya. Dari dosis Vitamin K
sebanyak 3090 ugh 00 gram berat badan yang diberikan intravena (IV) kepada tikus percobaan,
70% diekskresikan selama 24 jam di dalam urine.
Di dalam hati Vitamin K dikonjugasikan dengan asam glukuronat dan asam sulfat untuk
kemudian diekskresikan di dalam urine Menaquinone-4 adalah metabolite yang terbanyak
diekskresikan di dalam urine.
Vitamin K terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam ginjal, kelenjar suprarenal,
paru-paru, sumsum tulang dan lymphnodes, dan yang tersebar terbanyak juga adalah
Menaquinone-4.
Telah diketahui sejumlah ikatan derivat dicoumarol yang merupakan antivitamin
bagi Vitamin K (lihat halaman 107, DAFTAR XV). Dicoumarol adalah antivitamin K yang terdapat
di dalam "sweet clover" yang telah membusuk dan termakan oleh ternak menyebabkan
penyakit perdarahan yang susah berhenti.
B. VITAMIN-VITAMIN YANG LARUT AIR
Ke dalam kelompok vitamin-vitamin yang larut air dan tidak larut dalam minyak dan Zat-
Zat pelarut lemak, ialah Vitamin C dan vitamin-vitamin B-Kompleks. Vitamin-vitamin B-
kompleks biasanya terdapat bersamasama di dalam bahan makanan tertentu yang sama,
ialah sayuran dan biji-bijian. Di dalam pil yang disebut B-kompleks terdapat 11 jenis vita-
min: Thiamin, riboflavin, niacin, pyridoksin, biotin, PABA, inositol, asam pantothenat, asam
folat, cholin dan Vitamin 1312. Sebagian besar anggotaanggota Vitamin B-kompleks diketahui
berfungsi di dalam ko-enzim.
Vitamin C dapat larut di dalam air dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut
lemak, tetapi merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan Vitamin B-kompleks. Fungsi
Vitamin C di dalam proses metabolisma belum jelas, berbeda dengan fungsi sebagian besar
vitamin anggota kelompok B-kompleks.
1. VITAMIN C. ASAM ASKORBAT
Vitamin C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pads tahun 1928. Penyakit
karena defisiensi Vitamin C telah menghantui masyarakat pare pelaut untuk beberapa abad
sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh defisiensi Vitamin C
ialah skorbut, telah merenggut sejumlah besar jiwa di antara para pelaut yang melakukan
pelayaran jarak jauh dan untuk waktu lama tidak menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk
mendapatkan bahan makanan segar Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu
asam organik dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam larutan, Vitamin C mudah rusak
karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk
kristal keying Gugusan hydroksil pada C2 dan C3 mudah dioksidasi, sehingga terjadi dehydro
vitamin C. Reaksi ini reversibel dan menyebabkan Vitamin C mudah dioksidasi dan
direduksi. Dengan demikian, Vitamin C bersifat mudah mereduksi ikatan organik lain.
a. Fungsi Vitamin C
Fungsi Vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai
antioksidans. Meskipun mekanismanya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya Vitamin C
berperan serta di dalam banyak proses metabolisma yang berlangsung di dalam jaringan tubuh.
Fungsi fisiologis yang telah diketahui memerlukan Vitamin ialah:
- kesehatan substansi matrix jaringan ikat
- integritas epithet melalui kesehatan zat perekat antar set
- mekanisma immunitas dalam rangka days tahan tubun terhadap berbagai serangan
penyakit dan toksin
- kesehatan epithet pembuluh darah
- penurunan kadar kholesterol, dan
- diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi-geligi.
b.metabolisme vitamin C
Sumber Vitamin C di dalam bahan makanan terutama buahbuahan segar dan dengan
kadar yang lebih rendah terdapat jugs di dalam sayuran segar. Di dalam buah, Vitamin C terdapat
dengan konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah
dan lebih rendah lagi di dalam bijinya.
Defisiensi Vitamin C memberikan penyakit yang disebut skorbut. Kerusakan terjadi di
dalam jaringan yang terdapat di dalam rongga mulut, di tulang dan gigi-geligi. Juga terdapat
kerusakan pada saluran darah. Pada dasarnya kerusakan mengenai matrix jaringan ikat Ban zat
perekat antar selular. Pada Binding pembuluh kapiler, zat perekat antar selular defektip, sehingga
set-set endothel sating renggang Ban terjadi perdarahan. Mula-mula tampak perdarahan di
permukaan kulit berbentuk titik-titik kecil, disebut hemorrhagia punctata, yang semakin
lebar menjadi bercak-bercak, disebut petechia, yang kemudian dapat sating
berkonfluensi menjadi ecchymosa. Dengan test Fragilitas Kapiler dapat diperlihatkan me-
nurunnya daya tahan terhadap tekanan darah, berarti meningkatnya fragilitas Binding (mudah
menjadi rusak) kapiler darah tersebut.
Pada pemeriksaan radiologis (pemotretan X-ray) terlihat perdarahan subperiostal pada
tulang panjang.
Bila jaringan tubuh ada dalam kondisi jenuh oleh Vitamin C maka dari dosis yang diberikan
parenteral, sebagian besar akan diekskresikan di dalam urine; sebaliknya bila suplai Vitamin ini
di dalam jaringan tidak mencukupi, maka sebagian besar dari dosis Vitamin C yang diberikan
akan diretensi di dalam tubuh Ban sedikit sekali yang diekskresikan di dalam urine.
Penyakit infeksi akut maupun menahun menurunkan kadar vitamin C di dalam darah.
Dikemukakan bahwa antara kadar vitamin C di dalam Buffy coat dengan kadarnya di dalam
jaringan tubuh terdapat korelasi yang positip yang sangat erat; jadi kadar vitamin C di dalam
Buffy coat mencerminkan kadar vitamin C di dalaVitamin C diekskresikan terutama di dalam
urine, sebagian kecil di dalam tinja Ban sebagian kecil lagi di dalam keringat.
Defisiensi vitamin C memberi gejala-gejala. penyakit skorbut. Kerusakan terutama
terjadi pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah kapiler Ban jaringan tulang. Kelainan di
dalam Rongga Mulut.
Bila defisiensi vitamin C terjadi pada saat pembentukan bakal gigi, maka akan terjadi defect
di dalam jaringan keras bakal gigi, tertutama dentin. Dentin yang dibentuk bersifat lebih sensitif
terhadap pengaruh negatif dari faktor-faktor cariogenic , bila kelak gigi telah bererupsi Ban
berfungsi di dalam rongga mulut.
Defisiensi vitamin C pada orang dewasa atau setelah gigigeligi bererupsi
memberikan kelainannya terutama pada jaringan lunak gingiva. Jaringan gingiva membengkak
Ban hypermis, dimulai pada papilla interdentales. Ujung papil tampak oedematous Ban hypermis,
mudah berdarah pada gosokan kecil sekalipun. Ujung papil kemudian menunjukan luka Ban
dapat terus menjadi gangraen yang mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap. Serat-serat
yang menghubungkan radix dentis dengan Binding alvioli tulang rahang menjadi rusak
terputus, sehingga gigi menjadi goyah, bahkan gigi dapat menjadi copot. Kelainan-kelainan
terutama mengenai gingiva bila masih ada giginya, atau bahkan tinggal akar gigi saja, dan tidak
terjadi bila sudah tidak ada gigi samasekali. Kelainan ini juga tidak menyerang mukosa
bagian buccal dan palatum, maupun permukaan lidah. Gejala-gejala dapat sembuh dalam
waktu relatif cepat pada pengobatan dengan vitamin C.
DAFTAR XX
BAHAN MAKANAN SUMBER VITAMIN C
(mg Vit. C/100 g Bahan)
SAYUR BUAH
Asparagus 3
3
Jambu batu 3
02 Kacang-kacangan
segar
1
9
Jeruk lemon 5
0 Brussel's sprout 9
4
Jeruk nipis 2
7 Sawi 5
0
Jeruk orange 4
9 Kol kembang 6
9
Mangga 4
1 Salada air 7
7
Nanas 2
4 Cabe hijau 1
20
Peaches 2
6 Bayam segar 5
9
Tomat 2
3
Kelainan tulang berbentuk perdarahan subperiostal yang memberikan rasa nyeri di
daerah tersebut, terutama mengenai tulang panjang. Perdarahan dapat pula terjadi pada
berbagai rongga di dalam tubuh, disamping yang terjadi di permukaan kulit
Setelah diketahui bahwa skorbut disebabkan oleh defisiensi Vitamin C, pengobatan
memberikan hasil yang memuaskan dan penyakit ini tidak lagi dijumpai dalam bentuknya
yang sangat gawat di lapangan. Tetapi masih dijumpai kasus defisiensi Vitamin C tingkat ringan,
yang memberikan gejala pada jaringan gusi, terutama pada anak-anak prasekolah dan anak-anak
sekolahAkhir-akhir ini dianjurkan untuk memberikan Vitamin C dalam megadosis, untuk
meningkatkan days tahan umum tubuh terhadap berbagai penyakit, khususnya terhadap
influensa. Dikemukakan bahwa megadosis demikian tidak memberikan efek sampingan
yang merugikan. Namun demikian, sebaiknya tetap harus berhati-hati dan tidak terlalu cepat
memberikan megadosis bila tidak diperlukan
2. THIAMIN. VITAMIN B1
Penelitian penyakit beri-beri menuju ke arah ditemukannya Vitamin B1. Bahkan
dikemukakannya pengertian vitamin dan penyakit defisiensi adalah sebagai hasil penelitian
Vitamin 131 ini, yang telah dilakukan di Jakarta oleh EIJCKMAN, GRIJNS, JANSEN dan
DONATH. Nama vitamin mula-mula dikemukakan oleh VLADIMIR FUNK dengan
huruf e dibelakangnya (VITAMINE); tetapi kemudian diubah menjadi VITAMIN, tanpa huruf
e di akhir kata.Vitamin B1 merupakan anggota pertama dari suatu kelompok vitamin-
vitamin yang disebut B-kompleks. Vitamin B1 larut dalam air, tidak larut dalam minyak
dan dalam zat-zat pelarut lemak; stabil terhadap pemanasan pada pH asam, tetapi terurai
pada suasana basa atau netral.
a. Fungsi Thiamin
Bentuk aktif thiamin adalah di dalam coenzim Co-carboksilase sebagai thiamin
pyrophosphate atau TPP. Ikatan ini merupakan ko-enzim dari dua jenis enzim: (a) pyruvate
decarboxylase dan (b) transtolase. Asam pyruvate mengalami dekarboksilasi untuk
menjadi retyl-CoA yang akan dibakar lebih lanjut di dalam Cyclus KREBS untuk
menghasilkan metabolite berenersi tinggi yang disebut Adenosine triptlosphate (ATP).
Transketolase berfungsi dalam pengubahan 6 ribulose-5 phosphate menjadi 5 glukose-6
phosphate, di dalam jalur metabotisma Hexosa Monophosphate Shunt (HMP). Kedua
reaksi di atas berhubungan dengan metabolisms karbohidratDefisiensi thiamin
memberikan gangguan pada metabolisms karbohidrat yang menghasilkan enersi;
sehingga mengganggu fungsi organ-organ yang mendapat enersinya terutama dare
karbohidrat, seperti syaraf, otot dan jantung. Kehilangan refleks syaraf merupakan gejala
fungsional dini pada defisiensi Vitamin 131, disusul oleh kelemahan otot dan kelainan kerja
jantung. b. Metabolisms Thiamin
Thiamin tersebar luas di dalam berbagai jenis bahan makanan meskipun kadarnya sangat
bervariasi. Bahan makanan nabati sumber thiamin terutama biji-bijian dan serealia maupun
kacangkacangan. Dalam biji serealia, thiamin terutama terdapat di dalam lapisan aleuron. Beras
yang digiling bersih mengandung kurang thiamin karena sebagian air terbuang dengan
lapisan aleuron di dalam dedak. Bahan makanan hewani juga merata kandungannya akan
thiamin, sebagian sebagai thiamin bebas dan sebagian lagi sebagai TPP. Mikroflora usus
dapat mensintesa thiamin dan tersedia untuk tubuh kits.
Mammalia tidak sanggup mensintesa thiamin di dalam tubuhnya sehingga harus
mendapatnya dari luar dengan bahan makanan atau sebagai pengobatan.
Thiamin mudah larut di dalam air, sehingga di dalam usus halus mudah diserap ke dalam
jaringan mukosa. Di dalam sel epitel mukosa usus thiamin diphosphorylasikan dengan
pertolongan ATP dan sebagai TPP dialirkan oleh Vena portae ke hati.
Thiamin total di dalam darah berbentuk TPP, kadarnya 10 ug% di dalam komponen selular
dan 1 ug% di dalam plasma. Leucocyt mengandung TPP dalam konsentrasi tinggi, sampai
100 ug%. Jumlah jumlah kecil TPP tersebar di dalam berbagai jaringan, tetapi tidak ads thiamin
bebas yang ditimbun. Kadarthiamin total di dalam darah lengkap kurang dari 3 ug% tanpa
adanya anemia, menjadi indikator bagi defisiensi thiaminThiamin diekskresikan di dalam
urine pada keadaan normal; ekskresi ini parallel terhadap tingkat konsumsi, tetapi pada kondisi
defisien hubungan parallel ini tidak lagi berlaku. Pada konsumsi yang adekwat ekskresi
thiamin di dalam urine 100 ug/24 jam; pada konsumsi kurang dari. 0,6 mg sehari, ekskresi di
dalam urine ini 1 - 10 ug/24 jam; gejala-gejala klinik defisiensi thiamin mulai nampak, bila
ekskresinya di dalam urine di bawah 40 ug/24 jam.Pengukuran kegiatan transketolase di dalam
erythrocyt sangat berguna bagi diagnosa defisiensi thiamin, dan sudah menunjukkan penurunan
aktivitas pada tingkat defisiensi yang masih ringan.
c. Kebutuhan akan Thiamin
Fungsi thiamin di dalam tubuh berkaitan dengan metabolisms karbohidrat dalam
menghasilkan enersi. Karena itu kebutuhan tubuh akan thiamin dikaitkan dengan jumlah
total enersi yang dikonsumsi. Dari berbagai penelitian diperkirakan bahwa MDR untuk
thiamin adalah 0,2 - 0,3 mg untuk setiap 1.000 kalori. Setelah diperhitungkan penambahan
safety margin (lihat halaman 205), diambil nilai RDA sebesar 0,5 mg untuk setiap 1.000
kalori. Jadi anjuran kebutuhan tubuh akan thiamin adalah tergantung dari RDA untuk kalorinya.
Defisiensi thiamin memberikan gejala-gejala klinik yang.4isebut penyakit beri-beri.
Penyakit ini terutama terdapat di antara para anggota masyarakat yang mempergunakan beras
sebagai bahan makanan pokok, khususnya beras yang digiling sempurna. Bila beras digiling
sempurna maka lapisan aleuron yang kaya akan thiamin terbuang sebagai dedak, sehingga
bila dalam hidangan lauk-pauknya tidak mengisi kekurangan akan vitamin ini, sehingga
konsumsi thiamin menjadi dibawah 0,33 mg/1.000 kalori, maka timbullah gejala-gejala
defisiensi.
Defisiensi thiamin banyak terdapat di antara para peminum alkohol di negara Barat.
Defisiensi thiamin sekunder terjadi pada gangguan penyerapan zat makanan di dalam saluran
pencernaan atau pada kondisi yang disertai peningkatan kebutuhan akan vitamin tersebut. Pads
kondisi demam terjadi peningkatan metabolisms enersi dan pada penderita yang mendapat
infus glukosa, dapat pula terjadi defisiensi thiamin bila intake vitamin ini tidak diperhatikan.
Peningkatan ekskresi thiamin dapat terjadi pada pengobatan dengan diuretics sehingga
terjadi kondisi defisiensikelompok.Anorexia merupakan gejala dini pada defisiensi
thiamin, sedangkan nausea dan vomitus tidak selalu terjadi; konstipasi ditemukan lebih
konstan; pada pemeriksaan refleks terjadi juga penurunan reaksi. Kelainan jiwa dan emosi juga
merupakan gejalagejala yang menyolok, di antaranya mudah tersinggung dan mudah menjadi
marsh, depresi dan mudah bertengkar, selalu merasa khawatir dan ketakutan serta tidak
mudah bekerja sama dalam Rasa subjektif ialah rasa berat pada kedua kaki, parestesia,
rasa semutan seperti ditusuk-tusuk. Terdapat pula gangguan objektif pads persepsi cahaya
(photophobia), pemeriksaan dengan tusukan jarum rasa suhu dan rasa getaran. Daerah kulit di
sepanlang jalan urat syaraf yang agak besar merasa sakit pads tekanan, demikian pula otot-otot
betis. Gejala-gejala subjektif lain ialah nafas pendek, cepat lelah, jantung terasa berdebar lebih
kuat dan tidak teratur.
Terdapat beberapa bentuk beri-beri pada orang dewasa: Beri-beri Kering atau beri-beri
atrofik dengan gejala-gejala polyneuritis perifer. Beri-beri Basah dengan gejala oedema
pada kedua kaki dan kedua lengan serta muka yang tampak sembab.
Beri-beri Jantung yang kuat dan gawat. Beri-beri jenis ini di Jepang disebut Shoshin.
Ketiga bentuk beri-beri ini dapat sating berganti pada seseorang. Beri-beri Infantil. Type ini
terdapat pada anak-anak bayi yang disusukan ibunya. Ibu ini mungkin sudah menderita
defisiensi thiamin untuk beberapa lama sehingga ASI-nya mengandung kurang thiamin. Beri-
beri infantil bersifat akut sekali, dan mengambil gambaran beri-beri jantung. Anak mulai
memperdengarkan suara serak, mungkin karena tali suara kurang tegangannya dan terjadi
sedikit oedema. Gejala-gejala lain ialah anorexia, vomitus, resah, insomnia dengan muka
pucat dan sedikit sembab oleh oedema, juga terdapat oliguria. Pada serangan mendadak
anak tiba-tiba menderita cyanosis dengan denyut nadi yang cepat dan lemah. Kematian dapat
menyusul dalam waktu 24 - 48 jam.Dengan therapi spesifik pemberian thiamin gejala-
gejala menyurut dan menghilang secara dramatik dalam beberapa jam. ASI ibu yang
anaknya menderita beri-beri infantil mengandung thiamin sangat rendah dan terdapat
metabolite methyl glyoxal (pyruvic aldehyde)
Pada orang dewasa terdapat Encephalopathia WERNICKE dan Syndroma KORSAKOV,
yang juga dianggap bentuk dari defisiensi thiamin. Kedua syndroma ini merupakan bentuk
defisiensi thiamin yang akut, dimana terjadi confusion dan coma. Para penderita kedua
penyakit ini terdapat di antara para peminum alkohol tingkat berat yang menderita defisiensi
thiamin. Syndroma ini timbul juga pada defisiensi thiamin sekunder, misalnya pada penderita
yang mengalami vomitus berkepanjangan, seperti pada kasus obstruksi pylorus, toxaemia
gravidarum dan carcinoma ventriculi. Dapat pula timbul pads penderita yang diberi infus glukosa
yang berlebihan, sedangkan cadangan thiamin di dalam hati sudah rendah. Penderita diabetes mellitus
yang diobati dengan insulin dan glukosa dapat pula menderita syndroma ini, bila intake thiamin
tidak mendapat perhatian yang cukup.
Therapi spesifik dengan thiamin memberikan penyembuhan gejala-gejala kedua
syndroma ini denqan cepat.
Terdapat sejumlah antivitamin atau antimetabolite terhadap thiamin, di antaranya pyrithiamin
dan oxythiamin, dan beberapa lainnya lagi. Di dalam daging ikan mentah terdapat enzim thiaminase
yang merusak thiamin di dalam rongga usus, bila dikonsumsi bersama dengan sumber thiamin.
Ada bangsa yang masyarakatnya mengkonsumsi ikan mentah dan terjadi banyak kasus
defisiensi thiamin. Enzim thiaminase ini rusak oleh pemanasan ketika dimasak.
3. RIBOFLAVIN, VITAMIN B2
Meskipun ikatan flavonoid telah diketahui dan diteliti sejak tahun 1879, tetapi pengakuan
riboflavin sebagai suatu vitamin bare terjadi pada tahun 1932, setelah dikenalnya Enzim Kuning
WARBURGH yang berperan di dalam proses reaksi redoks
Riboflavin berbentuk kristal berwarna kuning-oranye, sedikit larut di dalam air
memberikan warns kuning dengan fluoresensi kehijauan. Vitamin ini tidak larut dalam
minyak atau zat-zat pelarut lemak, stabil terhadap pemanasan dalam larutan asam mineral
dan tahan terhadap pengaruh oksidasi, tetapi sensitip terhadap larutan alkali, di mans is terurai
irreversibel oleh sinar ultraviolet maupun oleh cahaya biasa.
a. Fungsi Riboflavin
Fungsi riboflavin telah jelas diketahui sebagai komponen dalam ko-enzim; terdapat
dua bentuk aktif dari riboflavin sebagai koenzim, ialah:
- Flavine adenine dinucleotide.(FAD) dan
- Flavine Mononucleotide (FMN)
Enzim-enzim di mans kedua ko-enzim ini berperanserta termasuk kelas flavoprotein, yang
bersangkutan dengan proses reduksioksidasi dl dalam reaksi-reaksi metabolisms tubuh.
FAD lebih banyak terdapat dibandingkan dengan FMN.,Flavoprotein mengkatalisa proses-
proses oksidasi-reduksi pyridine nucleotide NAD dan NADP.
Sebagian besar flavoprotein enzim memerlukan FAD sebagai koenzim (prosthetic group),
dan mengkatalisa reaksi-reaksi interkonversi antara NAD dan NADP dalam mentransfer hydrogen
yang akhirnya dioksidasikan menjadi H2O (air).
b. Metabolisms Riboflavin
Riboflavin terdapat meluas di dalam bahan makanan nabati maupun hewani dan
diperlukan oleh segala jenis set jaringan khewan dan manusia maupun bakteri. Riboflavin
bebas terdapat di dalam bahan makanan dan larut di dalam air, sehingga mudah diserap dari
rongga usus ke dalam mukosa Di dalam set epithet mukosa usus, riboflavin bebas mengalami
phosphorylasi dengan pertolongan ATP dan sebagai FMN dialirkan melalui Vena portae ke hati.
Tidak diketahui apakah pengubahan menjadi FMN itu merupakan bagian yang esensial dari
mekanisma penyerapan vitamin ini di dalam usus halus.
Di dalam jaringan khewan riboflavin terdapat dalam hati (15 ug/g jaringan), ginjal
(20 - 25 ug/g), dan sedikit di dalam otot skelet (2 - 3 ug/g jaringan). Riboflavin bebas terdapat di
dalam urine. Di dalam jaringan, retensi atau kehilangan riboflavin sejajar dengan retensi atau
kehilangan protein. Negative protein balance yang disertai peningkatan ekskresi riboflavin di
dalam urine terdapat pada kondisi kelaparan akut, diabetes mellitus yang tidak terkendalikan,
setelah trauma, terutama kerusakan jaringan karena operasi dan luka bakar.
Konsentrasi riboflavin di dalam serum pada kondisi gizi baik adalah 3,2 ug/dl; dari
jumlah ini 0,8 ug/dl terdapat sebagai riboflavin bebas dan FMN, sedangkan 2,4 ug/dl sebagai
FAD. Riboflavin di dalam buffy coat adalah sekitar 250 ug/dl dan di dalam erythrocyt sebanyak
22,4 ug/dI.
Timbunan riboflavin di dalamjaringan hanya kecil saja, sehingga mudah menjadi jenuh,
tetapi cepat puts menjadi susut kembali. Kwantum riboflavin yang diekskresikan di dalam
urine menggambarkan kelebihan vitamin ini, dan tidak merefleksikan tingkat gizinya di dalam
tubuh.
Pads konsumsi adekwat, seorang yang sehat mengekskresikan di dalam urine riboflavin
sebanyak 200 ug atau lebih selama 24 jam. Ekskresinya di dalam air keringat sangat sedikit,
sehingga dapat diabaikan. Ekskresi vitamin ini di dalam tinja bukan berasal endogen, tetapi hasil
sintesa oleh mikroflora usus.
c. Kebutuhan akan Riboflavin
Kebutuhan badan akan riboflavin mempunyai korelasi erat dengan kwantum protein
yang dikonsumsi di dalam hidangan. Perhitungan dalam berbagai penelitian menghasilkan
angka kebutuhan tubuh akan vitamin ini sebesar 0,025 x jumlah gram protein yang dikonsumsi.
Kebutuhan akan riboflavin jugs mempunyai korelasi cukup erat dengan kwantum enersi
yang dikonsumsi. Perhitungan berdasarkan kondisi ini menghasilkan angka kebutuhan
yang sama seperti di atas. Masyarakat dengan konsumsi riboflavin 0,7 mg atau kurang sehari
untuk orang-orang dewasa, memperlihatkan adanya gejala-gejala defisiensi dan
menunjukkan insidens defisiensi yang cukup tinggi serta terdapat ekskresi rendah dari vitamin
ini di dalam urine, yaitu kurang dari 0,4 mg/24 jam. Pads percobaan dengan subjek wanita
muda, pada konsumsi riboflavin setinggi 0,15 mg/1000 kalori, atau 0,22 mg/1000 kalori
masih memperlihatkan timbulnya gejala-gejala defisiensi pada beberapa subjek, serta ekskresi
di dalam urine yang rendah. Konsumsi riboflavin setinggi 0,41 mg/1000 kalori untuk selama
dua tahun ber turut-turut tidak menyebabkan gejala-gejala defisiensi dan ekskresi vitamin ini di
dalam urine pun cukup tinggi.
Defisiensi riboflavin biasanya timbul secara khronis, dengan gejala-gejala sebagai
berikut:
- Daerah Mulut: Cheilosis, stomatitis angularis, seborrhoic dermatitis sekitar hidung (sulcus
nasolabialis)
- - Dalam Rongga Mulut: lidah berwarna merah dadu (magenta tongue), dianggap
suatu gejala cukup khas bagi defisiensi riboflavin ini.
- Daerah Mata: Keluhan subjektif, berbentuk rasa papas di bibir kelopak mata. Gejala-
gejala objektif lain: photophobia, lakrimasi, circumcorneal vascular injection.
- Daerah Kulit Muka: dermatitis seborrhoica
- Daerah Genital: Dermatitis sekitar vulva atau scrotum, dap sering jugs daerah paha bagian
medial yang berhadapan dengan vulva atau scrotum tersebut. Dermatitis berwarna kulit merah
bersisik, dap dapat mengelupas.
4. NIACIN. ASAM NICOTINAT
Asam nikotinat telah dikenal oleh para ahli biokimia sejak 1867, tetapi pengenalannya
sebagai suatu vitamin anti-pellarga baru dimulai tahun 1937. Terdapat dua struktur molekul
yang mempunyai bioaktivitas vitamin ini, ialah
(a) asam nikotinat (nicotinic acid), dan
(b) amida asam nicotinic (nicotinic acid amide). Tryptophane ternyata merupakan provi-
tamin bagi niacin; 60 mg tryptophane setara dengan 1 mg niacin.
Kedua jenis niacin berbentuk kristal putih, larut di dalam air, tetapi tidak larut di
dalam minyak dap zat-zat pelarut lemak. Niacin tahan terhadap pemanasan, alkali dap sinar
ultraviolet maupun sinar matahari biasa.
a. Fungsi Niacin
Selain fungsinya sebagai enzim, asam nikotinat (bukan niacinamide) menunjukkan pula efek
pharmakodinamik sebagai vasodilatator perifer dap menurunkan kadar kholesterol darah.
Meskipun niacin terdapat merata di dalam berbagai jenis sel jaringan di dalam
tubuh, tidaklah terdapat timbunan niacin yang cukup berarti. Niacin dan prekusornya larut di
dalam air, sehingga mudah diserap ke dalam mukosa dinding usus, dan dialirkan lebih lanjut ke
dalam hati melalui Vena portae. Yang terdapat di dalam jaringan berbentuk NADP dan NAD.
Bentuk NADP ini tidak banyak kwantumnya dan cepat menjadi susut, bila konsumsi tidak
mencukupi.
Kadar niacinamida di dalam darah lengkap (sebagai NAD dan NADP) adalah sebesar 35
ug/ml dan praktis seluruhnya terdapat di dalam erythrocyt, yang kadarnya 60 - 90 ug/dI.
Sejumlah kecil niacin bebas terdapat di dalam plasma (0,15 uglml) pada kondisi berpuasa.
Defisiensi niacin memberi gejala-gejala dengan gambaran klinik penyakit yang disebut
pellagra, dari bahasa Italia yang berarti kulit kasar. Gejala-gejala disimpulkan dalam formula 3-D,
yaitu Dermatitis, Diarrhoea dan Dementia; sering pula ditambah menjadi 4-D, dengan D
terakhir Death.
Gejala klinik ini di antaranya dermatitis, glossitis, stomatitis, diarrhoea, proctitis dan
depresi mental. Lesio kulit sering terlihat mengenai kedua sikut secara simetris bilateral.
Pada wanita dapat terjadi vaginitis dan amenorrhoea.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian niacinamida 300 - 500 mg oral sehari, terbagi
menjadi dosis 50 - 100 mg setiap kali. Bila dosis oral tidak dapat diberikan karena
stomatitis, dapat digantikan dengan suntikan IM dengan dosis 100 mg setiap kali, 2 - 3 kali
sehari, yang terus diberikan sampai semua gejala sembuh. Asam nikotinat tidak dipergunakan
karena memberikan hyperemia muka, sehingga terasa kulit muka pangs. Niacin tidak boleh
diberikan IV karena akan memberikan shock pada dosis di atas 25 mg. Setelah gejala-gejala
menyembuh dosis dapat diturunkan menjadi 2 - 3 kali 50 mg sehari.
Perbaikan susunan hidangan merupakan suatu keharusan, agar penyakit tidak kambuh
kembali. Istirahat di tempat tidur sangat diperlukan pada kondisi pellagra akut. Karena kasus
pellagra sering dicampuri defisiensi vitamin anggota B-kompleks lainnya, sebaiknya di samping
terapi spesifik dengan niacinamida, diberikan pula terapi B-kompleks.
5. PYRIDOXIN
Terdapat tiga ikatan organik yang mempunyai bioaktivitas Pyridoxin ialah: pyridoxin,
pyridoxal dan pyridoxamine; pyridoxinn berbentuk suatu alkohol, seh'ingga seharusnya disebut
pyridoxol.
Bentuk biologis aktip ialah pyridoksal dan pyridoksamin, sebagai komponen dari
ko-enzim. Pyridoksin hydrochorida berbentuk kristal gepeng berwarna putih, larut di dalam
air, tetapi tidak larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut minyak. Dalam larutan netral atau
bass, pyridoksin mudah rusak oleh penyinaran cahaya matahari, tetapi dalam 0,1 N HCI ternyata
lebih stabil.
a. Fungsi Pyridoksin
Fungsi pyridoksin adalah sebagai komponen dan suatu ko-enzim pyridoksal-5 phosphate.
Koenzim ini berperanserta dalam banyak sekali enzim yang berhubungan dengan metabolisms
protein dan asam amino oksido-reduktase, transferase yang mentransfer gugusan methyl,
glucosyl transferase yang memindahkan gugusan hexosyl, transaminase, lyase yang
mendekarboksilasi asam amino, isomerase dan beberapa lagi enzim lainnya. Beberapa neurotrans-
mitter memerlukan pula ko-enzim pyridoksal-5-phosphate dalam proses sintesanya.
Pads manusia, defisiensi pyridoxin sukar timbul, selain diperlukan susunan hidangan
yang defisiensi akan pyridoxin, harus pula diberi antivitaminnya. Gejala-gejalanya ialah
sejenis dermatitis ceborrhoica di sekitar mata, hidung dan mulut; cheilosis dan glossitis,
serta anemia hypochromic. Terapi dilakukan dengan memperbaiki susunan hidangan dan
pemberian pyridoxin 40 - 150 mg sehari secara oral. Di dalam klinik, pyridoxin
dipergunakan pula dalam kondisi dengan neusea, vomitus karena berbagai sebab.
b. Metabolisms Pyridoxin
Di dalam bahan makanan, bentuk vitamin B6 terdapat sebagai pyridoxin, pyridoxal,
pyridoxamin, pyridoxamin-5-phosphate, dan pyridoxal-5-phosphate. Untuk manusia dan
binatang, Semua bentuk ini mempunyai aktivitas biologis sama kuat, tetapi bila dicampurkan ke
dalam hidangan maka bentuk pyridoxinlah yang mempunyai potensi paling kuat; hal ini
masih belum dapat diterangkan dan difahami.
Vitamin B6 disintesa oleh tumbuhan, algae dan sebagian besar mikro-organisma.
Tryptophane merupakan prekursor bagi niacin, tetapi membutuhkan pyridoxin dalam proses
sintesa tersebut; maka pada defisiensi pyridoxin, terjadi hambatan pada proses konversi
tryptophane menjadi niacin, dan terjadi berbagai metabolite yang diekskresikan di dalam
urine; xanthurenic acid, kynurenine dan 3hydroxy kynurenine.
Pengukuran metabolite hasil metabolisms tryptophane di dalam urine searing dipergunakan
untuk menilai kondisi gizi vitamin B6 ini. Diberikan 10 gram di-tryptophane atau 5 gram 1-
tryptophane dan diukur ekskresi xanthurenat di dalam urine untuk waktu 24 jam. Pada
kondisi gizi normal akan diekskresikan kurang dari 50 mg asam xanthurenat selama 24 jam,
sedangkan pada defisiensi vitamin B6, ekskresi akan sebesar 100 mg atau lebih.
Toksisitas vitamin B6 sangat rendah, sehingga dapat diberikan megadosis setinggi 1.000
mg/kg berat badan tanpa efek negatif. Namun demikian, megadosis tersebut di atas
diberikan kepada binatang percobaan tikus, kelinci dan anjing menimbulkan gejalagejala.
Mula-mula terjadi, gangguan koordinasi dan refleks tegak badan. Selanjutnya, setelah 2 - 3
hari terjadi konvulsi toksik dan dapat terjadi kematian setelah didahului oleh paralysis, btla
dosis dinaikkan menjadi 2.000 - 6.000 mg/kg berat badan.
Terdapat dua kelompok ikatan organik yang merupakan antivitamin bagi vitamin B6; satu
kelompok merupakan derivat pyridoxin, dan satu kelompok lagi mempunyai berbagai struktur
molekuler yang dapat mengikat vitamin B6, sehingga vitamin ini kehilangan aktivitasnva.
c. Kebutuhan akan Pyridoxin .
Kebutuhan akan pyridoxin diperkirakan dari penelitian dan percobaan mempergunakan
binatang percobaan, dan dianggap 1,5 mg pyridoxin sehari sudah mencukupi. Di Indonesia belurn
pernah dilaporkan kasus defisiensi pyridoxin yang tegas, mungkin karena selalu terpenuhi di
dalam hidangan rata-rata di Indonesia'': Di dalam daftar RDA untuk Indonesia, tidak tercantum
nilai untuk kebutuhan vitamin ini.
6. BIOTIN
Biotin larut di dalam larutan alkalis dan air pangs, tetapi kurang larut dalam reaksi asam
atau air dingin, serta tidak larut di dalam minyak atau zat pelarut lemak. Vitamin ini anggota B-
Kompleks, tetapi praktis tidak pernah dilaporkan ads kasus defisiensi pada manusia.
a. Fungsi Biotin
Telah dibuktikan tanpa meragukan bahwa biotin berfungsi sebagai komponen suatu
ko-enzim. Di sini biotin terikat langsung pada asam amino terminal L-Lysine dari apoenzim.
Enzim ini berperan dalam fiksasi C02. Tempat biotin berperan diantaranya ialah: Dalam
enzim karboksilase, yang menambahkan gugusan karboksil pada sesuatu ikatan organik,
dengan pertolongan ATP dan Co-enzim A (Co-A). Karboksilase yang memerlukan biotin di dalam
koenzimnya ialah: propionyl kokarboksilase, methylorotonyl-CoA karboksilase, acetylCoA
karboksilase, dan pyruvic karboksilase. Enzim acetyl-CoA karboksilase berperan penting dalam
metabolisms lemak yang menghasilkan acetyl-CoA yang merupakan bahan bakar utama
bagi CYCLUS KREBS dalam menghasilkan enersi (ATP). Enzim ini jugs berfungsi dalam
penambahan gugusan karboxyl kepada acetyl-CoA, sehingga menjadi malonyl-CoA yang
memegang kedudukan central dalam sintesa asam lemak jenuh.
Mekanisma biotin mengikat dan mentransfer gugusan karboxyl mula-mula diajukan oleh
WAKIL, tetapi kemudian diganti oleh mekanisma yang diusulkan oleh LYNEN. Avidin
yang terdapat di dalam putih telur mentah mengikat biotin di dalam rongga usus, sehingga menjadi
tidak tersedia untuk diserap ke dalam mukosa.
b. Metabolisms Biotin
Biotin tersebar luas di dalam bahan makanan nabati maupun hewani, meskipun dalam
kwanfum yang kecil-kecil, baik sebagai biotin bebas maupun terkonjugasi. Deteksi dan
pengukuran kadar biotin dilakukan secara mikrobiologis, tetapi sebagian besar mikroba hanya
bereaksi terhadap biotin.bebas. Kesulitan lain ialah bahwa mikroba sering bereaksi
terhadap metabolite biotin yang bagi mammalia tidak menunjukkan aktivitas biologis. Biotin
merupakan salahsatu growth factor bagi mikroorganisma tersebut.
Untuk mengukur biotin total, bahan makanan harus dihydrolysa biotinnya yang
terkonjugasi, karena di dalam bahan makanan sebagian besar biotin justru terdapat dalam
kondisi terkonjugasi. Hydrolisa dengan HCI 3N pada 120C selama satu jam atau lebih sudah
dapat menghidrolisa semua konjugat biotin yang disebut biocytin di dalam bahan makanan.
Bahan makanan nabati pada umumnya mengandung lebih banyak biotin dibandingkan
dengan bahan makanan hewani. Hati mengandung biotin kadar tinggi, sedangkan kadarnya di
dalam daging rendah saja. Dedak beras dan kacang kedele merupakan bahan makanan
nabati yang cukup kaya akan biotin. Pengolahan bahan makanan di dapur pada umumnya
tidak banyak merusak biotin di dalam bahan makanan. Dalam merah telur terdapat juga konjugat
biotin dengan protein yang memberikan aktivitas biologis.
Mikroflora usus dapat mensintesa biotin yang tersedia bagi tubuh. Setelah
dikonsumsi, biotin sebagian dibebaskan dari konjugasi biocytin dan kedua bentuk ini larut
di dalam air, sehingga mudah diserap ke dalam mukosa usus. Penyerapan kedua bentuk biotin
ini terjadi secara aktif yang memerlukan enersi. Terdapat regulasi antara kadar biotin di
dalam usus dan sintesa biotin oleh mikroflora usus. Bila kadar biotin di dalam medium telah naik,
maka sintesa oleh mikroflora menurun. Mekanisma autoregulasi ini belum difahami benar.
Sebagian biotin diekskresikan di dalam urine pada manusia dan tikus, dalam bentuk
terkonjugasi. Diketahui tiga jenis struktur metabolite biotin yang strukturnya belum diketahui,
tetapi sudah diberi nama miotin, tiotin dan rhiotin. Pada manusia ekskresi biotin di dalam
urine sebanding dengan tingkat konsumsinya, sedangkan ekskresi di dalam tinja selalu lebih
banyak dari yang dikonsumsi; ini karena sebagian besar biotin di dalam tinja adalah hasil
produksi mikroflora.
Sampai sekarang belum pernah dilaporkan adanya kasus defisiensi biotin pada
rnanusia, mungkin karena di dalam rata-rata hidangan di Indonesia, ditambah sintesa oleh
mikroflora usus, selalu mencukupi kebutuhan akan vitamin ini. Kebutuhan manusia akan biotin
belum diketahui. Beberapa derivat biotin berpengaruh sebagai antivitamin. Perubahan dilakukan
pada struktur gelang maupun struktur samping, diantaranya gamma (2,3 ureylene cyclohexyl)
butyric acid, gamma (3,4-ureylene cyclohexyl) butyric acid dan isolecithine. Avidin ialah suatu
protein yang terdapat di dalam putih telur mentah, yang mengikat biotin di dalam rongga
usus dan menjadikan vitamin ini tidak dapat diserap ke dalam mukosa usus. Pengaruh avidin
dapat ditiadakan dengan memanasinya.
Defisiensi biotin pada binatang percobaan berbentuk scaly dermatitis dan kelainan
rambut yang menjadi rontok. Kelainan mulai tampak di daerah bokong, genitalia dan moncong.
Kelainan ini melebar dan disertai rambut yang rontok. Daerah kelainan ini tidak berbatas
tegas dari kulit yang masih sehat. Pada kondisi ringan kelainan hanya terbentuk di sekitar
mats sehingga disebut "kondisi kacamata". Pada defisiensi yang sangat berat; dermatitis mengenai
seluruh tubuh, menyerupai erythroderma desquamatum. Epidermis mengelupas daiam lapisan-
lapisan kecil dan besar, tidak menunjukkan berlemak pada rabaan. Mata memperlihatkan
blepharitis, sehingga kelopak mata dapat menjadi tertutup rapat oleh sekret yang mengering dan
berwarna kekuningan. Terjadi allopecia generalisata dan binatang tampak menggaruk terus
seluruh tubuhnya. Pada pengobatan dengan dosis biotin, lesio ini akan menyembuh dengan
sangat lambat. Meskipun defisiensi biotin percobaan pada manusia dapat ditimbulkan, yang juga
mengenai kondisi kulit seperti pada hewan, tetapi kasus defisiensi biotin alamiah pada
manusia belum pernah dilaporkan.
7. ASAM PANTOTHENAT. VITAMIN B5
Asam pantothenat berbentuk minyak pekat berwarna kuning pucat, dapat larut di
dalam air dan tidak larut di dalam minyak serta zat-zat pelarut lemak, seperti benzene dan
chloroform. Asam pantothenat rusak oleh pengaruh asam, bass dan pemanasan.
a. Fungsi Asam pantothenat
Asam pantothenat selalu terdapat dalam keadaan terkonjugasi sebagai Co-enzim A (CoA).
Co-enzim A memegang peranan penting di dalam berbagai proses metabolisms, dan terutama
menghasilkan gugusan acetyl Co-A yang memberikan gugusan acetylnya kepada 8 cyclus
KREBS untuk dibakar menjadi enersi dalam bentuk ATP. Asam pantothenat merupakan growth
factor bagi berbagai mikro-organisma.
b. Metabolisma Asam pantothenat
.Asam pantothenat terdapat tersebar di dalam segala jenis jaringan tumbuhan maupun
hewan. Sumber yang cukup kaya akan asam pantothenat ialah hati, ginjal, telur, daging kurus,
dan susu; dari bahan makanan nabati diantaranya kacang-kacangan, sawi, ubi jalar dan
broccoli.Karena vitamin ini mudah larut di dalam air, maka penyerapannya ke dalam
mukosa usus terjadi dengan mudah, mungkin secara difusi pasip, untuk kemudian dialirkan
melalui vena portae ke hati. Di dalam bahan makanan dapat berbentuk alkohol dan disebut
pantothein, tetapi setelah diserap ke dalam mukosa usus, segera diubah menjadi bentuk asam.
Bentuk aktif asam pantothenat adalah sebagai komponen dari Co-enzim. Mikroflora usus
mempunyai kapasitas mensintesa asam pantothenat yang juga tersedia bagi pemanfaatan oleh
tubuh kits. Co-enzim-A terdapat di dalam segala jenis sel, tetapi tidak terdapat di dalam darah
maupun cairan jaringan. Disimpulkan bahwa coenzim A ini disintesa di dalam semua sel itu
dan tidak dapat menembus membrana sel untuk diekspor ke sel lain. Sebaliknya asam
pantothenat