Vitamin&Mineral

59
BAB VII VITAMIN Sekitar akhir abad XIX, ketika mulai dipergunakan bahan pakan murni dalam percobaan- percobaan binatang, disangka bahwa susunan makanan sudah cukup kalau terdiri atas karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Ternyata bahwa dengan susunan makanan demikian, binatang percobaan tidak menunjukkan kesehatan dan pertumbuhan badan yang memuaskan. (Sediaoetama D. A.,2012) Di dalam susunan makanan di atas, masih diperlukan zat gizi lain yang pada saat itu masih belum diketahui ujudnya. Dalam penelitian penyakit beri-beri di antara para tahanan dan hukuman di Indonesia pada permulaan abad XX, EIJKMAN dan rekan-rekannya menemukan adanya zat yang diperlukan ini, yang kemudian diberi nama VITAMINE oleh VLADIMIR FUNK, karena disangka suatu ikatan organik amine, oleh adanya unsur N dan telah dikenalnya asam amino pada saat itu. Zat vitamin ini diperlukan untuk kehidupan (vita), sehingga diberi nama vitamine: (Sediaoetama D. A.,2012) Kemudian ternyata bahwa zat esensial ini bukan suatu amine dan tidak selamanya mengandung unsur nitrogen (N). Karena itu nama vitamine banyak yang menentangnya, sehingga diubah menjadi VITAMIN, dengan dibuang huruf e-nya. Mengganti sama sekali dengan nama lain agak sulit, karena nama itu telah memasyarakat di kalangan para ilmuwan. (Sediaoetama D. A.,2012) Definisi vitamin ini mula-mula dianggap mudah, dan diformulasikan sebagai "suatu zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil dan harus didatangkan dari luar, karena tidak dapat disintesa di dalam tubuh”. Di dalam definisi ini tersirat: (a) diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil, dan (b) harus datang dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa di dalam metabolisme tubuh sendiri. (Sediaoetama D. A.,2012) Dengan semakin mendalamnya pengetahuan tentang vitamin, terdapat hal-hal yang tidak sepenuhnya sesuai dengan definisi seperti tersebut di atas. Pernyataan jumlah sedikit,

description

mineral

Transcript of Vitamin&Mineral

  • BAB VII

    VITAMIN

    Sekitar akhir abad XIX, ketika mulai dipergunakan bahan pakan murni dalam percobaan-

    percobaan binatang, disangka bahwa susunan makanan sudah cukup kalau terdiri atas

    karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Ternyata bahwa dengan susunan makanan demikian,

    binatang percobaan tidak menunjukkan kesehatan dan pertumbuhan badan yang memuaskan.

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    Di dalam susunan makanan di atas, masih diperlukan zat gizi lain yang pada saat itu

    masih belum diketahui ujudnya. Dalam penelitian penyakit beri-beri di antara para tahanan dan

    hukuman di Indonesia pada permulaan abad XX, EIJKMAN dan rekan-rekannya menemukan

    adanya zat yang diperlukan ini, yang kemudian diberi nama VITAMINE oleh VLADIMIR

    FUNK, karena disangka suatu ikatan organik amine, oleh adanya unsur N dan telah

    dikenalnya asam amino pada saat itu. Zat vitamin ini diperlukan untuk kehidupan (vita),

    sehingga diberi nama vitamine: (Sediaoetama D. A.,2012)

    Kemudian ternyata bahwa zat esensial ini bukan suatu amine dan tidak selamanya

    mengandung unsur nitrogen (N). Karena itu nama vitamine banyak yang menentangnya,

    sehingga diubah menjadi VITAMIN, dengan dibuang huruf e-nya. Mengganti sama sekali

    dengan nama lain agak sulit, karena nama itu telah memasyarakat di kalangan para ilmuwan.

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    Definisi vitamin ini mula-mula dianggap mudah, dan diformulasikan sebagai "suatu zat gizi

    yang diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil dan harus didatangkan dari luar, karena

    tidak dapat disintesa di dalam tubuh. Di dalam definisi ini tersirat:

    (a) diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil, dan

    (b) harus datang dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa di dalam metabolisme tubuh

    sendiri.

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    Dengan semakin mendalamnya pengetahuan tentang vitamin, terdapat hal-hal yang tidak

    sepenuhnya sesuai dengan definisi seperti tersebut di atas. Pernyataan jumlah sedikit,

  • ternyata sangat relatif, karena ada vitamin yang diperlukan hanya dalam jumlah mikrogram,

    tetapi ada pula yang dalam jumlah milligram. Juga tentang tidak dapat disintesa di dalam

    tubuh, ternyata tidak selalu benar. Ada beberapa vitamin yang dapat dibuat di dalam tubuh,

    dari zat pendahulu yang disebut precursor atau provitamin. Kesanggupan berbagai spesies

    binatang untuk mensintesa vitamin juga berbeda-beda. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Definisi yang tercantum di atas masih tetap dipergunakan, tetapi patut diperhatikan bahwa

    perumusan itu tidaklah tepat benar, hanya merupakan suatu garis besar saja.

    1. Vitamin, Provitamin dan Antivitamin

    Dikatakan bahwa pada umumnya vitamin tidak dapat disintesa di dalam tubuh,

    sehingga harus disediakan dari luar, biasanya dengan makanan. Ternyata hal ini tidak

    mutlak benar. Ada beberapa vitamin yang dapat dibuat di dalam tubuh, dengan mengubahnya

    dari ikatan organik lain. Ikatan organik yang tidak bersifat vitamin, tetapi dapat diubah menjadi

    vitamin setelah dikonsumsi, disebut provitamin atau prekursor vitamin. Tidak semua vitamin

    mempunyai prekursor, sehingga tetap tidak dapat disintesa di dalam tubuh. (Sediaoetama D.

    A.,2012)

    Yang sampai sekarang telah diketahui ada provitaminnya ialah vitamin A, dengan

    prekursor karotin, vitamin D dengan prekursor 7dehydro cholesterol, serta niacin dengan

    prekursor tryptophane. Tikus dapat membuat vitamin C dari prekursor glukosa, tetapi

    marmot, primata dan manusia tidak dapat mengubah glukosa menjadi vitamin C tersebut.

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    Sebaliknya ada pula ikatan-ikatan kimia organik yang berpengaruh menentang atau

    meniadakan kerja sesuatu vitamin. Zat demikian disebut antivitamin atau antimetabolite dari

    vitamin tersebut. Sebagian besar vitamin telah diketahui mempunyai antivitamin. (Sediaoetama

    D. A.,2012)

    Mekanisma kerja sesuatu antivitamin dapat bermacam-macam: (Sediaoetama D. A.,2012)

    a. ada yang merebut titik aktip di dalam enzim, disebut hambatan kompetitip (competitive

    inhibition),

    b. ada yang merusak vitamin ketika masih di dalam saluran gastrointestinal, dan

    c. ada pula yang bereaksi mengikat vitamin tersebut di dalam rongga usus, sehingga

    mengendap dan tidak dapat diserap ke dalam mukosa Binding usus.

    2. Fungsi Vitamin.

    Fungsi vitamin secara umum berhubungan erat dengan fungsi enzim, terutama vitamin-

    vitamin kelompok B. Enzim merupakan katalisator organik yang menjalankan dan

    mengatur reaksi-reaksi biokimiawi di dalam tubuh. Suatu enzim terdiri atas komponen

  • protein yang dihasilkan oleh sel dan disebut apoenzim. Apoenzim ketika disintesa tidak

    mempunyai aktivitas; baru menjadi aktip bila telah berkonjugasi dengan komponen non-protein

    yang disebut ko-enzim. Ko-enzim inipun dibuat di dalam tubuh dan mengandung

    komponen yang disebut vitamin itu. Susunan lengkap apoenzim dan ko-enzim disebut

    holoenzim dan holoenzimlah yang mempunyai aktivitas sebagai biokatalisator. Di dalam sel

    apoenzim terdapat sebagai butir yang mengisi suatu vakuole, dan disebut proenzim atau

    zymogen, yang belum mempunyai aktivitas. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Peranan hampir seluruh vitamin dari kelompok B telah diketahui fungsinya di dalam

    ko-enzim. Tidak demikian halnya dengan vitaminvitamin yang larut lemak. Meskipun

    gejala-gejala sebagai akibat defisiensi vitamin ini telah diketahui, tetapi peranannya yang

    jelas di dalam rantai reaksi biokimiawi di dalam proses metabolisms, belum diketahui.

    Kekecualian adalah untuk vitamin D. Untuk vitamin ini telah jelas diketahui bahwa vitamin D

    ini di dalam tubuh diubah menjadi hormon yang berpengaruh atas transpor zat kapur (Ca).

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    3. Status Gizi Vitamin.

    Masing-masing vitamin dibutuhkan badan dalam jumlah tertentu. Terlalu banyak

    maupun terlalu sedikit vitamin yang tersedia bagi badan, memberikan tingkat kesehatan yang

    kurang. Bila terlalu banyak vitamin dikonsumsi, akan terjadi gejala-gejala yang merugikan

    dan kondisi demikian disebut hypervitaminosis. Sebaliknya bila konsumsi vitamin tidak

    memenuhi kebutuhan akan terjadi jugs gejala-gejala yang merugikan. Bila kadar vitamin

    di dalam darah sudah menurun, tetapi belum memberikan gejala-gejala klinik yang

    jelas, disebut kondisi hypovitaminosis, sedangkan bila sudah tampak gejala-gejala kilnik,

    disebut avitaminosis. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Hypervitaminosis terutama terjadi dengan vitamin-vitamin yang larut lemak. Yang telah

    dilaporkan ada kasus hypervitaminosis misalnya untuk vitamin A dan vitamin D. Vitamin yang

    larut air, sampai sekarang belum pernah dilaporkan memberikan kondisi

    hypervitaminosis. Dalam percobaan binatang pernah diberikan thiamin dengan dosis

    tinggi. Terdapat kelainan pada sel-sel hati dalam bentuk perlemakan ringan. Tetapi pada

    manusia belum pernah dilaporkan adanya kondisi yang menyerupai hypervitaminosis thiamin

    ini. Vitamin-vitamin yang larut air akan segera diekskresikan dalam urine bila dikonsumsi

    dalam kwantum berlebihan, sehingga tidak besar kemungkinannya untuk menimbulkan gejala-

    gejala hypervitaminosis. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Kondisi defisiensi vitamin lebih banyak terdapat, baik pada vitamin yang larut lemak

  • maupun yang larut air. Kondisi defisiensi ringan memberikan hypovitaminosis, sedangkan

    kondisi defisiensi berat memberikan avitaminosis. Dalam praktek, tidak semua vitamin

    memberikan kondisi defisiensi, karena selalu tersedia di dalam susunan hidangan dalam

    jumlah mencukupi dan dibutuhkannya dalam jumlah sangat sedikit. Di Indonesia, yang

    masih merupakan problems defisiensi pada skala nasional ialah untuk vitamin A. Defisiensi

    vitamin lainnya masih ada, tetapi pada taraf ringan dan tidak merupakan dimensi nasional, di

    antaranya defisiensi vitamin C, riboflavin, thiamin, Asam folat. Defisiensi vitamin K juga

    terdapat pada anak bayi yang baru lahir. (Sediaoetama D. A.,2012)

    4. Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin.

    Pada proses pengolahan bahan makanan, beberapa jenis vitamin hilang terbuang atau

    menjadi rusak, sehingga kadar di dalam hasil olahnya menjadi sangat rendah. Untuk

    mengembalikan kadar vitami yang hilang itu ke tingkat kadar normal atau paling tidak mendekati

    kadar normal, vitamin yang terbuang itu dapat ditambahkan kembali kepada hasil olah

    tersebut. Cars menambahkan kadar vitamin yang terbuang dan berkurang kadarnya kembali

    ke kadar normal, disebut suplementasi. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Ada pula yang disebut fortifikasi, ialah penambahan vitamin kepada bahan makanan

    sehingga mencapai kadar yang lebih tinggi dari kadar alamiah, atau bahkan menambahkan

    kepada makanan yang pada keadaan aslinya tidak mengandung vitamin tersebut. Bahan

    makanan yang diberi tambahan vitamin tersebut dinamakan bahan pangan pembawa atau

    bahan pangan pendukung (carrier atau vehicle). (Sediaoetama D. A.,2012)

    Bahan pangan yang dapat dijadikan pembawa itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, di

    antaranya: (Sediaoetama D. A.,2012)

    a. Harus dikonsumsi merata oleh seluruh lapisan dari populasi target dalam kwantum yang

    rata-rata konstan, tidak banyak berfluktuasi. Hal ini diperlukan agar vitamin yang

    ditambahkan tersebut dikonsumsi merata sesuai dengan spa yang diinginkan

    b. Kadar vitamin yang ditambahkan tidak menyebabkan perubahan pada bahan makanan

    pembawa, balk wama, rasa, bau dan kwalitas konsumsi setelah diolah.

    c. Vitamin yang ditambahkan kepada bahan makanan pembawa tidak mengalami perubahan,

    yang menyebabkan pengurangan kekuatan vitamin tersebut. Vitamin tersebut tidak

    mengalami kerusakan pada cars penyimpanan dan pembungkusan bahan makanan

    ketika masih dalam jalur perdagangan.

    d. Setelah ditambah vitamin, harga bahan makanan pendukung tidak menjadi mahal,

    sehingga tidak terlalu berbeda dengan bahan makanan tersebut sebelum

    difortifikasikan.

  • Kalau bahan makanan pembawa yang beredar di pasaran tidak semuanya

    difortifikasi, maka untuk bahan makanan yang difortifikasi tersebut harus diberikan

    penyuluhan dan penerangan secukupnya, agar masyarakat mengetahui manfaatnya, dan lebih

    memilih bahan makanan yang difortifikasikan tersebut, terutama bila harga bahan makanan

    yang difortifikasikan itu berbeda dari yang tidak. Penambahan vitamin kepada bahan makanan

    tersebut bila dilakukan oleh pengusaha swasta, harus tidak memberi beban tambahan, apalagi

    kerugian kepada pengusaha. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Pengusaha.swasta dapat melakukan fortifikasi tersebut dengan kemauan sendiri, bila melihat

    adanya tambahan keuntungan dari upaya tersebut, bila tidak terlihat keuntungan, maka tidak

    dapat diharapkan pengusaha swasta tersebut akan melakukan fortifikasi ini atas dasar

    kesadaran sendiri demi kepentingan masyarakat. Dapat pula fortifikasi itu diharuskan kepada

    semua pengusaha dengan jalan peraturan, tetapi cara ini akan hanya diharapkan dapat berjalan, bila

    pengawasan dilakukan cukup untuk waktu terus menerus. Di Indonesia, kesinambungan

    pengawasan ini merupakan kelemahan dalam pelaksanaan peraturan-peraturan, baik dalam

    bidang perdagangan maupun bidang lainnya. (Sediaoetama D. A.,2012)

    A. VITAMIN-VITAMIN YANG LARUT LEMAK.

    1. VITAMIN A.

    Terdapat sejumlah ikatan organik yang mempunyai aktivitas vitamin A, yang semuanya

    mengandung gelang beta ionon di dalam struktur molekulnya. Ikatan kimia yang

    mempunyai aktivitas vitamin ini disebut preformed vitamin A; sebagai lawannya ialah

    provitamin A atau prekursor vitamin A, yang terdiri atas ikatan-ikatan karoten. Dereten homolog

    preformed vitamin A ialah vitamin A alkohol, vitamin A aldehida den vitamin A asam.

    Preformed vitamin A sekarang diberi nama Retinol, dan homolognya retinal dan retinoic

    acid. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Ternyata ada dua jenis vitamin ini, ialah vitamin Al dan vitamin A2 yang disebut juga

    dehydro vitamin A. Perbedaan dalam struktur keduanya ialah adanya dua ikatan tak jenuh

    dalam cincin beta ionon pads vitamin A2, sedangkan vitamin Al hanya mengandung satu ikatan

    kembar pada cincin tersebut. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Preformed vitamin A terdapat khusus di dalam bahan makanan hewani, sedangkan

    bahan makanan nabati hanya mengandung provitamin A, yang disebut ikatan karoten. Kita

    dapatkan karoten alpha, beta den gamma sebagai prekursor vitamin A, sedangkan karoten delta,

    tidak bersifat provitamin A. Semua prekursor vitamin A mengandung gelang beta ionon,

    bahkan beta karoten mengandung due gelang beta ionon. Bila menyebut vitamin A saja,

  • biasanya yang dimaksud ialah vitamin Al alkohol. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Sumber vitamin A preformed ialah hati, ginjal; minyak ikan merupakan sumber vitamin A

    preformed yang dipekatkan dan biasa dipergunakan sebagai obat sumber vitamin A dan

    vitamin D. (Sediaoetama D. A.,2012)

    a. Fungsi Vitamin A

    Fungsi Vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar: (a) Fungsi dalam proses

    melihat (b) Fungsi dalam metabolisma umum (c) Fungsi dalam proses reproduksi. Dari semua

    deretan homolog Vitamin A, asam vitamin A (retinoic acid) hanya dapat memenuhi fungsi

    dalam metabolisma umum dan tidak menunjukkan aktivitas pads proses melihat den proses

    reproduksi. Bentuk Vitamin A lainnya sanggup berperan dalam ketiga fungsi tersebut di

    atas. Ini terjadi karena Asam vitamin A tidak dapat dikonversi menjadi bentuk lain, tetapi

    bentuk lain dapat diubah menjadi Asam vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)

    (a) Fungsi Vitamin A dalam Proses Melihat

    Pada proses melihat Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan

    komponen dari zat penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang

    disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin

    merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya den mengubah enersi cahaya menjadi

    enersi biolistrik yang merangsang indra penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang

    (rods) dari set-set retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen

    proteinnya berbeda dengan opsin; zat penglihat yang terdapat di dalam cones disebut

    porphyropsin. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Gejala-gejala mata pada defisiensi Vitamin A disebut xerophthalmia, berturut-turut

    terdiri atas xerosis conjunctivae den xerosis corneae yaitu kekeringan epithel biji mata den

    kornea, karena sekresi glandula lacrimalis menurun. Tampak selaput bola mata tersebut keriput

    dan kusam bila biji mata bergerak. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau nictalopia, yang

    oleh awam disebut buta senja atau buta ayam (kotokan),yaitu ketidak sanggupan melihat

    pada cahaya remang-remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja) anak

    masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-remang). Pagi hari tidak

    terjadi buta ayam tersebut karena anak dari cahaya remang remang di dalam rumah ke luar

    (pekarangan) yang cahayanya lebih kuat. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Kornea kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak, disebut keratomalacia, dan

    dapat memberikan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini, dapat terjadi luka parut

    yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini kadang-kadang

  • membonjol keputihan (atau kemerahan), disebut leucoma (biji kapas). Banyak kebutaan pada

    orang dewasa muda disebabkan oleh defisiensi Vitamin A ini. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Mungkin terdapat kelainan pada sclera, sebelah lateral dari kornea, yang disebut Bercak

    BITOT. Kelainan ini tampak sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa sabun yang dapat

    dihapus dengan kapas dan meninggalkan epithet kering dengan pigmen kecoklatan.

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    Kalau kelainan mata belum begitu parch, penyembuhan terjadi secara dramatis pada

    pengobatan dengan. Vitamin A. Dalam pengobatan ini tidak dipergunakan provitamin A,

    tetapi selalu preformed Vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)

    (b) Fungsi Vitamin A pada Metabolisme Umum

    Fungsi ini tampaknya erat berkaitan dengan metabolisme protein.

    - Integritas Epithel.

    Pada defisiensi Vitamin A terjadi gangguan struktur maupun fungsi epithelium,

    terutama yang berasal ectoderm. Epithel kulit menebal dan terjadi hyperkeratosis. Kulit

    menunjukkan xerosis (kering) dan garis-garis gambaran kulit tampak tegas. Pada mulut

    folikel rambut terjadi gumpalan keratin yang dapat diraba keras, memberikan kesan berbonjol-

    bonjol seperti kulit kodok tanah (toadskin). Kondisi ini disebut juga phrenoderma atau

    hyperkeratosis follicularis. Permukaan kulit tersebut sering pula terasa gatal (pruritus).

    Epithel saluran-saluran di dalam tubuh juga menunjukkan kelainan, seperti saluran tractus

    respiratorius, tractus urogenitalis dan saluran-saluran kelenjar. Epithel columnar dan epithel

    transitional menunjukkan perubahan metaplasia, menjadi epithel skuamosa. Terjadi

    gumpalan-gumpalan keratin yang dapat menjadi pusat perkapuran dan terjadi berbagai

    calculi (batu kapur). (Sediaoetama D. A.,2012)

    (c) Fungsi Vitamin A dalam Pertumbuhan

    Pada defisiensi Vitamin A terjadi hambatan pertumbuhan. Rupanya dasar hambatan

    pertumbuhan ini karena hambatan sintesa protein. Gejala ini tampak terutama pada anak-anak

    (BALITA), yang sedang ada dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat. Tampaknya

    sintesa protein memerlukan Vitamin A, sehingga pada defisiensi vitamin ini terjadi hambatan

    sintesa protein yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan. Telah dilaporkan bahwa pada

    defisiensi Vitamin A terdapat penurunan sintesa RNA, sedang RNA merupakan satu faktor

    penting pada proses sintesa protein. (Sediaoetama D. A.,2012)

    (d) Fungsi Vitamin A dalam Permeabilitas Membran.

    Berbagai percobaan in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa Vitamin A berperan dalam

  • mengatur permeabilitas membrana sel maupun membrana dari suborganel selular. Melalui

    pengaturan permeabilitas membrana sel, Vitamin A mengatur konsentrasi zat-zat gizi di dalam

    sel yang diperlukan-untuk metabolisme sel. (Sediaoetama D. A.,2012)

    (e) Fungsi Vitamin A dalam Pertumbuhan Gigi.

    Ameloblast yang membentuk email sangat dipengaruhi oleh Vitamin A. Pada kondisi

    kekurangan Vitamin A ketika bakal gigi sedang dibentuk, terjadi hambatan pada fungsi

    ameloblast, sehingga terbentuklah email gigi yang defektip dan sangat peka terhadap pengaruh

    faktor-faktor kariogenik. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Deretan ameloblast menginduksi set-set odontoblast untuk membuat dentin. Gangguan

    pada ameloblast berakibat terhadap gangguan fungsi odontoblast, sehingga terbentuk

    jaringan keras dentin yang defektip dan sensitip terhadap serangan caries dentis. (Sediaoetama

    D. A.,2012)

    (f) Fungsi Vitamin A dalam Produksi Hormon Steroid.

    Diketahui pula bahwa Vitamin A berperan di dalam sintesa hormon-hormon steroid.

    Terdapat sejumlah hormon steroid yang bersangkutan dengan proses kehamilan dan proses

    pengaturan keseimbangan garam dan cairan tubuh. Berbagai penelitian dan percobaan

    menunjukkan bahwa pada defisiensi Vitamin A terjadi hambatan pada sintesa hormon

    hormon steroid. (Sediaoetama D. A.,2012)

    (g) Fungsi Vitamin A dalam Proses Reproduksi.

    Pada binatang percobaan defisiensi Vitamin A memberikan kemandulan, balk pada

    yang jantan maupun pada yang betina. Pada tikus betina, pembuahan tidak terjadi dan tikus

    menjadi steril; demikian pula yang jantan menjadi steril pada defisiensi Vitamin A. Pada

    pengalaman pengarang, fertilitas binatang percobaan ini meningkat pada defisiensi Vitamin

    A tingkat ringan, untuk menurun kembali pada defisiensi tingkat berat. (Sediaoetama D.

    A.,2012)

    Pada percobaan in vitro dengan pemeliharaan jaringan ovaria dan testes, terjadi hambatan

    perkembangan sel-sel reproduksi pada yang betina maupun yang jantan. Sel ootid tidak dapat

    berkembang menjadi set ovum dan set spermatid juga tidak berkembang lebih jauh menjadi

    spermatozoa. Sel-set tersebut berhenti berkembang dan menunjukkan degenerasi, kemudian

    diresorpsi. Fungsi Vitamin A pada proses reproduksi ini tidak dapat dipenuhi oleh Asam

    vitamin A (retinoic acid). (Sediaoetama D. A.,2012)

    b. Metabolisme Vitamin A.

    Telah dibicarakan bahwa preformed Vitamin A terdapat di dalam bahan makanan hewani,

  • sedangkan provitamin A di dalam bahan makanan nabati. Sumber yang kaya akan preformed

    Vitamin A adalah hati dan ginjal, sedangkan jumlah yang lebih rendah terdapat di dalam jantung

    dan paru-paru. Minyak ikan merupakan pekatan sumber Vitamin A dan Vitamin D, dan sering

    dipergunakan sebagai obat yang mengandung Vitamin A dan Vitamin D konsentrasi tinggi.

    (Sediaoetama D. A.,2012)

    Sumber nabati ialah sayur yang berwarna hijau dan buah-buahan dengan daging

    berwarna kuning, merah sampai biru. Semakin hijau warna sayur, semakin tinggi

    kandungannya akan aktivitas vitamin A. Dalam bahan makanan nabati ini kegiatan Vitamin

    A terdapat dalam bentuk provitamin, campuran berbagai jenis karotin, dengan kadar terbanyak

    beta karotin. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Dalam susunan hidangan di Indonesia, Vitamin A terutama berasal dari sayur dalam bentuk

    karotinoid. Buah sebagai sumber karotin pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan

    sayuran. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Preformed Vitamin A dalam bahan makanan hewani terdapat dalam bentuk ester dengan

    asam lemak, terutama Asam stearat, Asam palmitat dan Asam oleat. Vitamin A aldehida terdapat

    di dalam telur;"balk telur unggas (ayam, bebek) maupun telur ikan. Di dalam bahan makanan tidak

    terdapat Asam vitamin A (retinoic acid) secara alamiah. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Di dalam saluran pencernaan, ester Vitamin A dihidrolisa dan retinol yang terbebas

    diserap dengan proses penyerapan aktip melalui epithel dinding saluran usus halus.

    Provitamin A diserap sambil diubah menjadi Vitamin A (retinol) di dalam sel epithet usus.

    Untuk menghidrolisa ester Vitamin A diperlukan enzim hydrolases dan untuk pengubahan

    karotin menjadi Vitamin A diperlukan enzim 5,5'-dioksi hydrolase. Enzim ini terdapat

    terutama di dalam sel epithet mukosa usus dan sel hati. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Untuk penyerapan .karotin diperlukan adanya empedu, sedangkan empedu tidak

    esensial bagi penyerapan preformed Vitamin A; tetapi adanya empedu meningkatkan

    penyerapan preformed Vitamin A ini. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Setelah diabsorpsi Vitamin A dijadikan ester kembali dan ditranspor oleh khylomikron

    melalui ductus thoracicus, masuk ke aliran darah di anggulus venosus. Vitamin A kemudian

    ditangkap oleh set-set parenchym hati. Sebagian Vitamin A disimpan di sel hati, dan

    sebagian lagi dihidrolysa menjadi retinol dan dikonjugasikan dengan pRBP (plasma retinol

    binding protein) dan dikeluarkan lagi dari sel hati ke dalam aliran darah. Di dalam plasma diikat

    lagi oleh prealbumin dan sebagai komplek retinol-pRBP-PA vitamin A ini ditranspor dari

    tempat penimbunan di hati ke sel-sel target yang memerlukan Vitamin A di seluruh jaringan

    tubuh. (Sediaoetama D. A.,2012)

  • Bentuk transpor Vitamin A di dalam plasma terdapat dua jenis, ialah Vitamin A ester di

    dalam VLDL dan LDL (very low density lipoprotein=chylomikron; low density lipoprotein)

    sebagai bentuk transpor dari usus ke hati dan retinol-pRBP-PA kompleks merupakan bentuk

    transpor dari tempat penimbunan di hati ke jaringan set-set target yang memerlukan vitamin

    tersebut. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Kriteria bagi ProbIem Kesehatan Masyarakat Nasional: (Sediaoetama D. A.,2012)

    1. X1 B lebih dari 2.0%

    2. X2 + X3A + X3B lebih dari 0,01

    3. Xs lebih dari 0,1

    4. Plasma Vit.A kurang dari 10 ug/dl, melebihi 5%

    Gejala-gejala di atas lebih berarti deskripsi daripada diagnostik. Dalam mencatat gejala-gejala

    di atas, satu anak hanya dicatat satu kali untuk satu jenis kelas. Kriteria di atas hanya berlaku bagi

    anak-anak 0 - 5 tahun dari populasi risiko. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Timbunan preformed Vitamin A di dalam sel hati terdapat dalam bentuk ester Vitamin A yang

    berkonjugasi dengan cRBP, ialah RBP yang terdapat di dalam cytoplasma; cRBP berbeda dari

    pRBP, tetapi keduanya berbentuk molekul protein. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Transpor dan penimbunan serta absorpsi karotin berlangsung dengan proses yang berlainan

    dari Vitamin A. Diumumkan bahwa karotin ditranspor di dalam plasma berkonjugasi dengan

    DAFTAR XVI

    KLASIFIKASI XEROPHTHALMIA

    X1

    A

    Conjunctival Xerosis

    X1

    B

    Bitot's Spot with Conjunctival Xerosis X2 Corneal Xerosis X3

    A

    Corneai ulceration with Xerosis X31

    3

    Keratomalacia XN Night blindness XF Xeropthalmia fundus Xs Corneal scar XB Bitot'sspot

  • lipoprotein dan tidak ditimbun di dalam sel hati. Pada manusia dan primata terdapat karotin di

    dalam plasma, sedang pada binatang lainnya, plasma tidak mengandung karotin dalam

    jumlah yang berarti. (Sediaoetama D. A.,2012)

    Vitamin A diekskresikan dalam bentuk metabolite, hasil pemecahan di dalam sel. Sebagian

    Vitamin A dioksidasi menjadi C02 dan H2O yang diekskresikan di dalam udara

    pernapasan. Urine juga mengandung beberapa metabolit yang berasal dari katabolisma

    Vitamin A; sebagian telah diketahui dan sebagian lagi belum sampai diidentifikasikan.

    Dengan reaksi warna yang menunjukkan adanya retinol (CARR & PRICE; NEELD

    & PEARSEN), tidak dapat ditunjukkan adanya Vitamin A di dalam urine. Sebagian Vitamin

    A mengalami siklus enterohepatis, yaitu diekskresikan di dalam cairan empedu, tetapi diserap

    kembali dari usus halus. Fungsi karotin di dalam tubuh belum jelas benar, kecuali sebagai

    prekusor bagi Vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)

    c. Kebutuhan akan Vitamin A.

    Kebutuhan tubuh akan Vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan Internasional (SI),

    untuk memudahkan penilaian aktivitas Vitamin ini di dalam bahan makanan, agar mencakup

    preformed Vitamin A dan provitaminnya. Satu SI Vitamin A setara dengan kegiatan 0,300

    ug retinol atau-0,6 ug all trans beta karotin atau 1.0 mg karotin total (campuran) di dalam

    bahan makanan nabati. (Sediaoetama D. A.,2012)

    d. Penyakit Gizi bertalian dengan Vitamin A.

    Kelainan gizi yang berhubungan dengan Vitamin A dapat berbentuk defisiensi maupun

    hypervitaminosis A. (Sediaoetama D. A.,2012)

    (a) Defisiensi Vitamin A.

    Defisiensi Vitamin A didiagnosa berdasarkan: kadar Vitamin A di dalam darah, gejala-

    gejala xerophthalmia, dan anamnesa konsumsi makanan, serta kelainan kulit. Kadar Vitamin

    A total di dalam darah pada seorang normal,30 ug/dI atau lebih. Kadar 20 - 30 ug/dI masih

    dapat diterima, meskipun pada tingkat yang dianggap rendah, yang mempunyai risiko lebih besar

    untuk timbulnya gejala-gejala defisiensi. Kadar 10 - 20 ug/dI sudah termasuk kondisi

    hypovitaminosis, sedangkan kadar di bawah 10 ug/dI sudah dianggap avitaminosis, yang

    biasanya sudah disertai gejalagejala klinis, seperti gejala xerophthalmia dan gejala-gejala kulit.

    Anamnesa makanan akan membantu diagnosa, dan menunjukkan hidangan yang tidak

    mengandung sumber yang kaya akan Vitamin A atau prekusornya.

    (b) Hypervitaminosis A

    Hypervitaminosis A praktis tidak ditemukan di Indonesia. Namun demikian kemungkinan

    untuk itu harus dipertimbangkan, bila seorang anak mendapat konsentrat minyak ikan untuk

  • jangka waktu panjang dan mendapat keluhankeluhan. Anak akan menunjukkan hambatan

    pertumbuhan, nyeri pada tulang panjang, terutama di daerah-daerah titik tumbuh.

    Gejala akut mungkin pada kegiatan intervensi gizi di mana diberikan massive oral dosis di

    atas 200.000 SI sekaligus. Anak muntah dan ada pula yang melaporkan mendapat

    mencret-mencret, meskipun kondisi terakhir ini masih diragukan hubungannya dengan dosing

    Vitamin A tersebut.

    Bila massive dosing Vitamin A dihentikan, maka gejalagejala hypervitaminosis A akan

    menghilang dengan cepat dalam 1 - 2 hari.

    Pada orang dewasa yang mengkonsumsi dosis satu juts SI Vitamin A untuk beberapa hari

    berturut-turut timbul gejalagejala nausea, vomitus, rasa sakit kepala. Terdapat pula

    hyperhemoglobinemia dengan peningkatan jumlah sel erythrocyt. Rambut mudah rontok juga

    dilaporkan timbul pada kondisi hypervitaminosis A.

    (c) Hyperkarotinemia.

    Pada konsumsi karotinoid berlebih, kadar karotin di dalam darah meningkat dan terdapat warns

    kuning di seluruh tubuh, menyerupai kondisi icterus. Penegasan diagnosa dilakukan dengan

    penentuan kadar karotin di dalam darah dan kadar bilirubin. Anamnesa makanan akan

    sangat membantu apakah telah terjadi konsumsi karotin dosis tinggi untuk jangka waktu

    sebelum timbul gejala-gejala tersebut. Dari sudut klinik, gejala-gejala hyperkarotinemia

    tidak memberikan keluhan sakit, kecuali dari sudut kosmetik, kulit berwarna kuning.

    Warna kuning pada hyperkarotinemia tidak mengenai kuku dan sclera mats; pada icterus,

    sclera dan kuku ikut berwarna kuning.

    2. VITAMIN D. CALCIFEROL

    Vitamin D mulai dikenal dan dibedakan dari Vitamin A di dalam minyak ikan, yang sanggup

    menghindarkan penyakit rickets dan mendorong pertumbuhan; efek yang terakhir ini

    dianggap pengaruh vitamin A. Diketahui bahwa Vitamin A rusak oleh penyinaran

    ultraviolet dan oleh oksidasi. Ternyata bahwa minyak ikan yang telah disinari ultraviolet dan

    dioksidasi oleh oksigen udara, masih sanggup menghindarkan atau mengobati rachitis,

    tetapi sudah tidak menunjukkan efek Vitamin A.

    Mula-mula disangka hanya terdapat satu ikatan kimia dengan kegiatan Vitamin D, tetapi

    ternyata kemudian terdapat beberapa ikatan organik yang mempunyai kegiatan Vitamin D

    ini.

    Berbagai jenis Vitamin D terdapat dari hasil penyinaran beberapa jenis kholesterol

    dengan sinar ultraviolet.

  • Vitamin D1 terdapat pada penyinaran Ergosterol dari bahan turnbuhan. Kemudian

    ditemukan bahwa Vitamin D1 adalah campuran dari dua jenis vitamin, yang diberi nama

    Vitamin D2 dan Vitamin D3, sedangkan struktur molekuler Vitamin D1 sendiri sebenarnya

    tidak ada.

    Vitamin D3 didapat dari bahan hewani, 7-dehydro kholesterol, suatu minyak yang terdapat di

    bawah kulit. Pada manusia pun vitamin D3 terbentuk di bawah kulit dari 7-dehydro kholesterol

    tersebut dengan penyinaran ultraviolet yang berasal dari sinar matahari Vitamin D3 disebut juga

    cholecalciferol.

    Vitamin D yang dihasilkan dari penyinaran ergosterol kemudian diberi nama Vitamin D2 atau

    calciferol. Calciferol yang dilarutkan di dalam minyak terdapat di pasaran dengan nama

    Viosterol.

    Ada lagi Vitamin D4 yang berasal dari minyak nabati yang mengandung 22-dehydro

    kholesterol, setelah disinari ultraviolet.

    Vitamin D berbentuk kristal putih yang tidak larut di dalam air, tetapi larut di dalam minyak

    dan zat-zat pelarut lemak. Vitamin ini tahan terhadap papas dan oksidasi. Penyinaran ultraviolet

    mula-mula menimbulkan aktivitas Vitamin D, tetapi bila terlalu kuat dan terlalu lama terjadi

    pengrusakan dari zat-zat yang aktif tersebut.

    a. Fungsi Vitamin D

    Vitamin D merupakan satu-satunya Vitamin yang diketahui berfungsi sebagai prohormon.

    Vitamin D mengalami dua kali hydroksilasi untuk mendapat aktivitasnya sebagai hormon.

    Pertama dihydroksilasi pada C25 yang terjadi di dalam sel hati, kemudian disusul oleh

    hydroksilasi kedua pada C1 yang terjadi di ginjal. 1,25 dihydroksi calciferol merupakan

    hormon yang mengatur sintesa protein yang mentranspor calsium ke dalam sel, disebut Calsium

    Binding Protein (CaBP) . Jadi agar Vitamin D dapat melaksanakan tugasnya, diperlukan kondisi

    hati dan ginjal yang sehat. Efek kegiatan Vitamin D tampak pada hal-hal berikut:

    (a) Meningkatan absorpsi Ca dan Phosphat di dalam usus. Untuk penyerapan Ca yang balk,

    diperlukan perbandingan yang sesuai dengan tersedianya phosphat di dalam hidangan.

    Perbandingan yang baik terletak di sekitar 1 Ca : 1 P; penyerapan Ca akan terganggu bila

    perbandingan tersebut dibawah 1 Ca : 4 Phosphat. Perbandingan ini akan memberikan sifat

    rakhitogenik kepada hidangan, yaitu hidangan yang akan mendukung terjadinya rakhitis.

    Pada perban dingan Ca dan Phosphat yang sesuai, Vitamin D meningkatkan penyerapan Ca.

    Penyerapan Ca ke dalam sel usus dilaksanakan melalui mekanisma Ca-binding protein (CaBP),

    yang sintesanya diatur oleh hormon 1,25 dihydroksi calciferol.

    (b) Mendorong pembentukan garam-garam Ca di dalam jaringan yang memerlukannya. Gararn

  • Ca diperlukan di beberapa jaringan untuk memperkuat struktur jaringan tersebut, misalnya pads

    tulang-tulang dan gigi-geligi. Yang terdapat di dalam jaringan keras ini garam karbonat dan

    garam phosphat, juga fluoride dari Calsium. Garam Ca di dalam jaringan keras terdapat dalam

    suatu keseimbangan dinamis dengan kondisi cairan tubuh, artinya terjadi suatu fluks yang same

    enters Ca yang masuk ke jaringan keras dengan yang keluar dari jaringan tersebut.Melalui

    pengaturan sintesa CaBP, Vitamin D menyediakan kondisi yang optimum bagi pembuatan

    garam Ca di dalam jaringan tersebut. Di samping hormon 1,25 dihydroksi calciferol,

    hormon parathyroid juga berpengaruh pads pengaturan kadar Ca di dalam cairan tubuh dan di

    dalam jaringan.

    (c) Vitamin Djuga berpengaruh meningkatkan resorpsi phosphat di dalam tubuli ginjal, sehingga

    meningkatkan kondisi konsentrasi Ca den Phosphat di dalam jaringan untuk sintesa garam

    Ca phosphat.

    b. Metabolisms Vitamin D

    Telah kite bicarakan bahwa Vitamin D ads yang khas terdapat di dalam bahan makanan

    hewani den ads yang khas di dalam bahan makanan nabati. Di dalam jaringan di bawah kulit

    terdapat 7-dehydro kholesterol yang berubah menjadi vitamin cholecalciferol (Vitamin D3)

    pada penyinaran ultraviolet yang terdapat di dalam sinar matahari. Jadi di daerah tropik di mana

    terdapat banyak sinar matahari, defisiensi Vitamin D tidak perlu terjadi, asal saja kulit kits cukup

    terkena sinar matahari.

    Bahan makanan yang keys akan Vitamin D ialah susu; di negara beret susu difortifikasikan

    dengan Vitamin A den Vitamin D.

    Untuk penyerapan Vitamin D yang balk diperlukan adanya garam empedu. Mengenai

    transport,,katabolisma den ekskresi Vitamin D belum banyak diketahui, sehingga masih

    memerlukan banyak penelitian lebih laniut.

    c. Kebutuhan akan Vitamin D

    Kebutuhan akan Vitamin D belum diketahui dengan pasti, karena vitamin ini dapat disintesa

    dari jenis kholesterol tertentu yang terdapat di dalam jaringan di bawah kulit. Namun demikian

    diperkirakan bahwa konsumsi 400 SI sehari sudah mencukupi untuk semua umur dan jenis

    kelamin. Di Amerika mule-mule dianjurkan konsumsi sebanyak 800 SI seorang sehari,

    tetapi kemudian terdapat tends-tends bahwa dosis itu terlalu tinggi, sehingga kemudian

    diturunkan menjadi 400 SI.

  • d.Defisiensi Vitamin D.

    Defisiensi vitamin D memberikan penyakit rakhitis (rickets) atau disebut pule

    Penyakit Inggeris, karena mule-mule banyak terdapat dan dipelajari di negeri Inggeris.

    Sebelum diketahui adanya vitamin sebagai zat gizi, penyakit ini merupakan problems gawat

    sekali di Negeri Inggeris; di mana anak-anak tidak dapat dikenai cukup

    sinar matahari untuk jangka waktu sangat panjang, karena hidup di lorong-lorong kota London,

    yang tidak pernah terkena sinar matahari karena terlindung oleh bayangan gedung-gedung yang

    tinggi.

    Secara umum di Indonesia penyakit ini tidak perlu dirisaukan, tetapi kasus sporadis

    mungkin masih dijumpai pada anak-anak atau pare wanita yang karena adat istiadafi sedikit

    sekali terkena sinar matahari.

    Konsumsi berlebih Vitamin D dapat pule memberikan gejalagejala Hypervitaminosis D.

    Kondisi ini mungkin terjadi. pada anakanak yang mendapat tetes konsentrat minyak ikan yang

    terlalu banyak untuk jangka waktu lama. Hypervitaminosis D menyebabkan perkapuran di

    dalam jaringan yang bukan biasanya, seperti di dalam organ-organ vital ginjal den sebagainya.

    3. VITAMIN E. ALPHA TOCOPHEROL

    Terdapat sekelompok ikatan organik yang mempunyai aktivitas Vitamin E. Secara garis

    baser terdapat 8 bush ikatan yang dapat dikelompokkan menjadi due: kelompok tocopherol,

    den kelompok tocotrienol.

    Ditemukannya vitamin E mule-mule berkaitan dengan kegagalan kehamilan binatang

    percobaan tikus yang dalam makanannya defisien dalam vitamin ini. Semua bentuk Vitamin

    E berupa minyak den tidak dapat dikristalkan. Minyak ini mempunyai viskositas tinggi, larut

    dalam minyak den zat pelarut lemak. Vitamin E stabil terhadap suhu, alkali den asam.

    Kelompok tocotrienol mempunyai tiga ikatan tak jenuh, sehingga membuatnya mudah

    dioksidasi. Vitamin E dikenal sebagai reduktor alamiah yang sangat kuat.

    a. Fungsi Vitamin E

    Fungsi Vitamin E dapat dikelompokkan berdasar dua sifatnya yang penting:

    - Berhubungan dengan sifatnya sebagai antioksidans alamiah,

    - Berhubungan dengan metabolisma selenium.

    Kedua dasar dari fungsi Vitamin E ini berkaitan dengan perlindungan set terhadap daya destruktip

    peroksida di dalam jaringan. Pertahanan terhadap daya destruktip peroksida ini terdapat dalam dua

    tingkat: Tingkat pertama adalah kesanggupan Vitamin E sebagai antioksidans alamiah

    yang kuat untuk meniadakan efek ikatan peroksida yang setiap saat terjadi di dalam set

  • jaringan, sebagai hasil metabolisma. Peroksida ini mempunyai kesanggupan merusak

    phospholipid pads struktur membrana set maupun membrana subselular. Tingkat kedua

    dari pertahanan ini dilakukan oleh enzim peroksidase glutathion.

    Melalui pertahanan terhadap kerusakan selular ini, fungsi Vitamin E bersifat multipel untuk

    kesehatan segala jenis set jaringan. Namun demikian, tidak ada sesuatu kelainan selular yang

    secara khusus dapat disembuhkan oleh Vitamin E ini.

    Gejala-gejala yang timbul pada defisien Vitamin E menunjukkan bahwa fungsi Vitamin E ini

    berhubungan dengan kesehatan otak, sistem pembuluh darah, set-set darah merah, susunan otot

    skelet, jantung, hati dan gonad; juga menghindarkan timbulnya kondisi lemak kuning (yellow

    fat diseas, brown fat disease)..

    Vitamin E menghindarkan encephalomalacia pada ayam, dan muskular dystrophy

    nutritional pada kelinci dan marmot. Tetapi harapan optimis untuk mempergunakan Vitamin E

    terhadap kondisi muskular dystrophy pada penderita manusia, tidak menjadi kenyataan.

    Pada tikus percobaan, Vitamin E dapat menghindarkan kemandulan, baik pada yang betina

    maupun pada yang jantan. Tetapi efeknya pada manusia belum dapat dipastikan. Pada tikus

    betina, pembuahan dapat terjadi normal dan ovum yang telah dibuahi menunjukkan

    nidasi, tetapi pada suatu scat ovum tidak tumbuh terus. Hasil pembuahan berhenti tumbuh dan

    berdegenerasi, terus hilang kembali diresorpsi dan kehamilan menjadi urung.

    Penyakit exudative diathesis pada ayam, di mana keluar banyak sekresi dari pelatuk dan

    hidungnya, dilaporkan dapat disembuhkan dengan pemberian Vitamin E tersebut.

    Karena sifat multipel dari efeknya, Vitamin E dipergunakan dalam banyak kondisi klinik

    sebagai pengobatan suportif, meskipun hasilnya sangat variabel

    b. Metabolisma Vitamin E

    Ester Vitamin E yang terdapat di dalam bahan makanan, dihidrolisa oleh enzim lipase

    dari sekresi pankreas dan Vitamin E yang dibebaskan diserap bersama lipoid dan asam lemak

    hasil pencernaan. Vitamin E mempergunakan misel yang dibentuk oleh asam lemak dan garam

    empedu sebagai carrier dalam proses penyerapan, bersama dengan Vitamin A, Vitamin D,

    dan Vitamin K. Terdapat sating hambat kompetitip dalam penyerapan vitaminvitamin yang larut

    lemak itu. Setelah diserap, ditranspor lebih lanjut dalam chylomikron melalui jalur Ductus

    throracicus, pada mamalia. Pada spesies burung setelah diserap Vitamin E ditranspor oleh

    portomikron ke jalur Vena portae.

    Dari dosis 10 mg sampai 1.500 mg, Vitamin E pada manusia dapat diabsorpsi 70 - 95%.

    Vitamin A dan PUFA yang dikonsumsi bersamaan dengan Vitamin E menurunkan efisiensi

  • absorpsi dari Vitamin E. Di dalam darah, Vitamin E ditranspor oleh lipoprotein.

    Vitamin E terdapat di dalam jaringan lemak, meskipun tidak jelas apakah di situ sebagai

    timbunan cadangan atau karena sifat larut lemak saja. Phospholipid pada struktur membrana

    selular

    maupun subselular mengandung Vitamin E dengan konsentrasi relatif tinggi.

    Metabolite Vitamin E ditemukan di dalam tinja maupun di dalam urine. Telah

    diidentifikasikan metabolite alpha tocopherol quinone, ada yang bebas dan ada yang

    berkonjugasi dengan asam glukuronat.

    c. Kebutuhan akan Vitamin E

    Efek biologik dari Vitamin E sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat di

    dalam susunan hidangan, sehingga sulit untuk menentukan kebutuhan tubuh akan

    Vitamin E tersebut. Fungsi Vitamin E dan selinium (Se) sating berhubungan sangat erat.

    Kholesterol dan PUFA memperkuat gejala-gejala defisiensi Vitamin E, sedangkan Se

    meringankannya.

    Di dalam hidangan rata-rata masyarakat di Indonesia, tampaknya kebutuhan akan Vitamin E

    selalu terpenuhi. Berbagai biji-bijian merupakan sumber kaya akan Vitamin E. Khusus biji

    yang sudah berkecambah dikenal mengandung Vitamin E dalam konsentrasi tinggi.

    Di dalam klinik Vitamin E dipergunakan dalam banyak kasus berbagai penyakit

    meskipun data yang mendukung penggunaan tersebut seringkali tidak meyakinkan. Efek

    Vitamin E adalah suportif terhadap berbagai cara pengobatan lain yang lebih spesifik. Vitamin E

    diberikan pada kasus penyakitjantung dan pembuluh darah, khusus pada penyakit-penyakit

    dengan penyumbatan arteri perifer. Vitamin E juga diberikan kepada para penderita diabetes

    mellitus dan dilaporkan dapat meringankan gejala-gejala sampingan dari penyakit tersebut,

    meskipun tidak menyebabkan penyembuhan diabetes mellitusnya. Vitamin E diberikan

    pula kepada penderita ulcus pepticum dan dilaporkan meringankan gejala-gejala, bahkan dapat

    menyembuhkan gejala-gejala atau keluhan-keluhan subjektif.

    4. VITAMIN K. MENADION

    Terdapat sejumlah struktur ikatan organik yang semuanya termasuk ikatan quinone dan

    mempunyai bioaktivitas Vitamin K. Vitamin ini diusulkan oleh H.DAM pada tahun 1936

    sebagai vitamin untuk pembekuan darah (K berasal dari bahasa Jerman Koagulation).

    Yang mula-mula dimaksud dengan Vitamin K ialah 2-methyl, 1,4naphthoquinone.

    Sekarang terdapat sejumlah derivat yang semuanya mempunyai bioaktivitas Vitamin K.

    Terdapat ketidak cocokan dalam nomenclatur yang diusulkan oleh International Union

  • for Protein and Applied Chemistry (IUPAC) dengan yang diusulkan oleh International

    Union for Nutrition Science (IUNS).

    Bentuk induk dari Vitamin K disebut Menadion oleh IUPAC dan Menaquinon oleh

    TUNS. Kemudian terdapat dua deretan derivat karena perbedaan struktur rantai samping yang

    melekat pada C3 dari bentuk induk tersebut.

    Huruf n menunjukkan jumlah carbon paaa rantai samping, sedangkan angka 7 menunjukkan

    jumlah gugusan isoprenoid dalam rantai samping tersebut. Gugusan isoprenoid mengandung 5

    buah carbon, jadi 35 carbon adalah 7 satuan isoprenoid.

    Vitamin K1 yang mula-mula diisolasikan dari rumput alfalfa, oleh IUPAC diberi

    nama Phylloquinone dan oleh IONS disebut Phythyl menaquinone. Vitamin K2 mempunyai

    rantai samping yang terdiri atas unitunit isoprenoid yang berbeda-beda jumlahnya disebut

    Menaquinone-n (IUPAC) atau Phrenyl menaquione-n (TUNS), masing-masing disingkat

    dengan catatan MK-n dan MQ-n. Bila jumlah unit isoprenoid ada 7, disebut Menaquinone-7 (MK-

    7) (IUPAC) atau Phrenyl menaquinone-7 (MQ-7) (TUNS). Vitamin K1 berbentuk minyak

    pada suhu kamar.

    a. Fungsi Vitamin K

    Vitamin K berfungsi di dalam proses sintesa prothrombine yang diperlukan dalam

    pembekuan darah; bahkan mula-mula disangka bahwa Vitamin K merupakan komponen dari

    prothrombin itu sendiri. Fungsi lain yang diusulkan untuk Vitamin K ialah sebagai pen-

    transpor elektron di dalam proses redoks di dalam jaringan (sel); pada defisiensi Vitamin K

    terjadi kekurangan produksi ATP, karena sintesa ATP berkaitan dengan proses redoks tersebut.

    Data sekarang menunjukkan bahwa peranan Vitamin K pada sintesa protein

    prothrombine ialah pada fase postribosomal (lihat halaman 83) pada proses konversi prekJrsor

    prothrombine menjadi prothrombine. Sintesa prothrombine itu sendiri tidak memerlukan

    Vitamin K. Dengan kemajuan teori tentang proses pembekuan darah, maka fungsi yang diusulkan

    untuk Vitamin K inipun semakin bertambah dan kompleks. Peranan yang diperuntukkan

    Vitamin K sekarang ialah dalam sintesa empat komponen yang berperan di dalam proses

    pembekuan darah: prothrombine, Faktor VII, Faktor IX dan Faktor X, dari teori kaskade

    mengenai pembekuan darah.

    b. Metabolisma Vitamin K

    Vitamin K tidak dapat disintesa oleh tubuh, tetapi suplai Vitamin K bagi tubuh berasal dari

    bahan makanan dan dari sintesa oleh mikroflora usus yang menghasilkan Menaquinone.

    Pada pengobatan dengan antibiotik terutama bila untuk jangka panjang, mikroflora usus dapat

    terbunuh dalam jumlah besar dengan akibat suplai Vitamin K untuk tubuh menjadi kurang dan

  • dapat terjadi defisiensi Vitamin K. Juga pada bayi yang baru lahir dapat terjadi defisiensi Vitamin

    K, karena mikroflora usus belum terbentuk dengan baik sehingga suplai Vitamin K tidak

    mencukupi. Untuk penyerapan Vitamin K diperlukan garam empedu dan lemak di dalam

    hidangan. Garam empedu dan lemak makanan yang dicerna membentuk misel (micell)

    yang berfungsi sebagai transport carrier bagi Vitamin K tersebut. Pada gangguan penyerapan

    lemak, terjadi Juga hambatan penyerapan Vitamin K. Dari Vitamin K yang terdapat di dalam

    hidangan, sekitar20% ditemukan kembali di dalam tinja, tetapi pada gangguan penyerapan

    lemak, Vitamin K yang ditemukan di dalam tinja meningkat mencapai 7080%.

    Mekanisma penyerapan Vitamin K terjadi secara aktip di bagian proksimal usus halus.

    Penyerapan ini memerlukan enersi. Terdapat kekecualian untuk Menadion yang diserap secara

    pasip di bagian distal usus halus. Transpor Vitamin K dari usus halus terjadi bersama dengan

    transpor lemak yang baru diserap, yaitu melalui khilomikron ke jalur Ductus thoracicus.

    Setelah diserap, phylloquinone terutama terdapat di dalam hati dan retensi di sini ber-

    langsung untuk waktu cukup lama. Sebaliknya Menadion hanya sebentar saja ditahan di

    dalam hati dan segera disebar ke jaringanjaringan yang memerlukannya. Dari dosis Vitamin K

    sebanyak 3090 ugh 00 gram berat badan yang diberikan intravena (IV) kepada tikus percobaan,

    70% diekskresikan selama 24 jam di dalam urine.

    Di dalam hati Vitamin K dikonjugasikan dengan asam glukuronat dan asam sulfat untuk

    kemudian diekskresikan di dalam urine Menaquinone-4 adalah metabolite yang terbanyak

    diekskresikan di dalam urine.

    Vitamin K terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam ginjal, kelenjar suprarenal,

    paru-paru, sumsum tulang dan lymphnodes, dan yang tersebar terbanyak juga adalah

    Menaquinone-4.

    Telah diketahui sejumlah ikatan derivat dicoumarol yang merupakan antivitamin

    bagi Vitamin K (lihat halaman 107, DAFTAR XV). Dicoumarol adalah antivitamin K yang terdapat

    di dalam "sweet clover" yang telah membusuk dan termakan oleh ternak menyebabkan

    penyakit perdarahan yang susah berhenti.

    B. VITAMIN-VITAMIN YANG LARUT AIR

    Ke dalam kelompok vitamin-vitamin yang larut air dan tidak larut dalam minyak dan Zat-

    Zat pelarut lemak, ialah Vitamin C dan vitamin-vitamin B-Kompleks. Vitamin-vitamin B-

    kompleks biasanya terdapat bersamasama di dalam bahan makanan tertentu yang sama,

    ialah sayuran dan biji-bijian. Di dalam pil yang disebut B-kompleks terdapat 11 jenis vita-

    min: Thiamin, riboflavin, niacin, pyridoksin, biotin, PABA, inositol, asam pantothenat, asam

    folat, cholin dan Vitamin 1312. Sebagian besar anggotaanggota Vitamin B-kompleks diketahui

  • berfungsi di dalam ko-enzim.

    Vitamin C dapat larut di dalam air dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut

    lemak, tetapi merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan Vitamin B-kompleks. Fungsi

    Vitamin C di dalam proses metabolisma belum jelas, berbeda dengan fungsi sebagian besar

    vitamin anggota kelompok B-kompleks.

    1. VITAMIN C. ASAM ASKORBAT

    Vitamin C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pads tahun 1928. Penyakit

    karena defisiensi Vitamin C telah menghantui masyarakat pare pelaut untuk beberapa abad

    sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh defisiensi Vitamin C

    ialah skorbut, telah merenggut sejumlah besar jiwa di antara para pelaut yang melakukan

    pelayaran jarak jauh dan untuk waktu lama tidak menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk

    mendapatkan bahan makanan segar Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu

    asam organik dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam larutan, Vitamin C mudah rusak

    karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk

    kristal keying Gugusan hydroksil pada C2 dan C3 mudah dioksidasi, sehingga terjadi dehydro

    vitamin C. Reaksi ini reversibel dan menyebabkan Vitamin C mudah dioksidasi dan

    direduksi. Dengan demikian, Vitamin C bersifat mudah mereduksi ikatan organik lain.

    a. Fungsi Vitamin C

    Fungsi Vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai

    antioksidans. Meskipun mekanismanya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya Vitamin C

    berperan serta di dalam banyak proses metabolisma yang berlangsung di dalam jaringan tubuh.

    Fungsi fisiologis yang telah diketahui memerlukan Vitamin ialah:

    - kesehatan substansi matrix jaringan ikat

    - integritas epithet melalui kesehatan zat perekat antar set

    - mekanisma immunitas dalam rangka days tahan tubun terhadap berbagai serangan

    penyakit dan toksin

    - kesehatan epithet pembuluh darah

    - penurunan kadar kholesterol, dan

    - diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi-geligi.

    b.metabolisme vitamin C

    Sumber Vitamin C di dalam bahan makanan terutama buahbuahan segar dan dengan

  • kadar yang lebih rendah terdapat jugs di dalam sayuran segar. Di dalam buah, Vitamin C terdapat

    dengan konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah

    dan lebih rendah lagi di dalam bijinya.

    Defisiensi Vitamin C memberikan penyakit yang disebut skorbut. Kerusakan terjadi di

    dalam jaringan yang terdapat di dalam rongga mulut, di tulang dan gigi-geligi. Juga terdapat

    kerusakan pada saluran darah. Pada dasarnya kerusakan mengenai matrix jaringan ikat Ban zat

    perekat antar selular. Pada Binding pembuluh kapiler, zat perekat antar selular defektip, sehingga

    set-set endothel sating renggang Ban terjadi perdarahan. Mula-mula tampak perdarahan di

    permukaan kulit berbentuk titik-titik kecil, disebut hemorrhagia punctata, yang semakin

    lebar menjadi bercak-bercak, disebut petechia, yang kemudian dapat sating

    berkonfluensi menjadi ecchymosa. Dengan test Fragilitas Kapiler dapat diperlihatkan me-

    nurunnya daya tahan terhadap tekanan darah, berarti meningkatnya fragilitas Binding (mudah

    menjadi rusak) kapiler darah tersebut.

    Pada pemeriksaan radiologis (pemotretan X-ray) terlihat perdarahan subperiostal pada

    tulang panjang.

    Bila jaringan tubuh ada dalam kondisi jenuh oleh Vitamin C maka dari dosis yang diberikan

    parenteral, sebagian besar akan diekskresikan di dalam urine; sebaliknya bila suplai Vitamin ini

    di dalam jaringan tidak mencukupi, maka sebagian besar dari dosis Vitamin C yang diberikan

    akan diretensi di dalam tubuh Ban sedikit sekali yang diekskresikan di dalam urine.

    Penyakit infeksi akut maupun menahun menurunkan kadar vitamin C di dalam darah.

    Dikemukakan bahwa antara kadar vitamin C di dalam Buffy coat dengan kadarnya di dalam

    jaringan tubuh terdapat korelasi yang positip yang sangat erat; jadi kadar vitamin C di dalam

    Buffy coat mencerminkan kadar vitamin C di dalaVitamin C diekskresikan terutama di dalam

    urine, sebagian kecil di dalam tinja Ban sebagian kecil lagi di dalam keringat.

    Defisiensi vitamin C memberi gejala-gejala. penyakit skorbut. Kerusakan terutama

    terjadi pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah kapiler Ban jaringan tulang. Kelainan di

    dalam Rongga Mulut.

    Bila defisiensi vitamin C terjadi pada saat pembentukan bakal gigi, maka akan terjadi defect

    di dalam jaringan keras bakal gigi, tertutama dentin. Dentin yang dibentuk bersifat lebih sensitif

    terhadap pengaruh negatif dari faktor-faktor cariogenic , bila kelak gigi telah bererupsi Ban

    berfungsi di dalam rongga mulut.

    Defisiensi vitamin C pada orang dewasa atau setelah gigigeligi bererupsi

    memberikan kelainannya terutama pada jaringan lunak gingiva. Jaringan gingiva membengkak

    Ban hypermis, dimulai pada papilla interdentales. Ujung papil tampak oedematous Ban hypermis,

  • mudah berdarah pada gosokan kecil sekalipun. Ujung papil kemudian menunjukan luka Ban

    dapat terus menjadi gangraen yang mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap. Serat-serat

    yang menghubungkan radix dentis dengan Binding alvioli tulang rahang menjadi rusak

    terputus, sehingga gigi menjadi goyah, bahkan gigi dapat menjadi copot. Kelainan-kelainan

    terutama mengenai gingiva bila masih ada giginya, atau bahkan tinggal akar gigi saja, dan tidak

    terjadi bila sudah tidak ada gigi samasekali. Kelainan ini juga tidak menyerang mukosa

    bagian buccal dan palatum, maupun permukaan lidah. Gejala-gejala dapat sembuh dalam

    waktu relatif cepat pada pengobatan dengan vitamin C.

    DAFTAR XX

    BAHAN MAKANAN SUMBER VITAMIN C

    (mg Vit. C/100 g Bahan)

    SAYUR BUAH

    Asparagus 3

    3

    Jambu batu 3

    02 Kacang-kacangan

    segar

    1

    9

    Jeruk lemon 5

    0 Brussel's sprout 9

    4

    Jeruk nipis 2

    7 Sawi 5

    0

    Jeruk orange 4

    9 Kol kembang 6

    9

    Mangga 4

    1 Salada air 7

    7

    Nanas 2

    4 Cabe hijau 1

    20

    Peaches 2

    6 Bayam segar 5

    9

    Tomat 2

    3

    Kelainan tulang berbentuk perdarahan subperiostal yang memberikan rasa nyeri di

    daerah tersebut, terutama mengenai tulang panjang. Perdarahan dapat pula terjadi pada

    berbagai rongga di dalam tubuh, disamping yang terjadi di permukaan kulit

    Setelah diketahui bahwa skorbut disebabkan oleh defisiensi Vitamin C, pengobatan

    memberikan hasil yang memuaskan dan penyakit ini tidak lagi dijumpai dalam bentuknya

    yang sangat gawat di lapangan. Tetapi masih dijumpai kasus defisiensi Vitamin C tingkat ringan,

    yang memberikan gejala pada jaringan gusi, terutama pada anak-anak prasekolah dan anak-anak

    sekolahAkhir-akhir ini dianjurkan untuk memberikan Vitamin C dalam megadosis, untuk

    meningkatkan days tahan umum tubuh terhadap berbagai penyakit, khususnya terhadap

    influensa. Dikemukakan bahwa megadosis demikian tidak memberikan efek sampingan

    yang merugikan. Namun demikian, sebaiknya tetap harus berhati-hati dan tidak terlalu cepat

    memberikan megadosis bila tidak diperlukan

    2. THIAMIN. VITAMIN B1

    Penelitian penyakit beri-beri menuju ke arah ditemukannya Vitamin B1. Bahkan

  • dikemukakannya pengertian vitamin dan penyakit defisiensi adalah sebagai hasil penelitian

    Vitamin 131 ini, yang telah dilakukan di Jakarta oleh EIJCKMAN, GRIJNS, JANSEN dan

    DONATH. Nama vitamin mula-mula dikemukakan oleh VLADIMIR FUNK dengan

    huruf e dibelakangnya (VITAMINE); tetapi kemudian diubah menjadi VITAMIN, tanpa huruf

    e di akhir kata.Vitamin B1 merupakan anggota pertama dari suatu kelompok vitamin-

    vitamin yang disebut B-kompleks. Vitamin B1 larut dalam air, tidak larut dalam minyak

    dan dalam zat-zat pelarut lemak; stabil terhadap pemanasan pada pH asam, tetapi terurai

    pada suasana basa atau netral.

    a. Fungsi Thiamin

    Bentuk aktif thiamin adalah di dalam coenzim Co-carboksilase sebagai thiamin

    pyrophosphate atau TPP. Ikatan ini merupakan ko-enzim dari dua jenis enzim: (a) pyruvate

    decarboxylase dan (b) transtolase. Asam pyruvate mengalami dekarboksilasi untuk

    menjadi retyl-CoA yang akan dibakar lebih lanjut di dalam Cyclus KREBS untuk

    menghasilkan metabolite berenersi tinggi yang disebut Adenosine triptlosphate (ATP).

    Transketolase berfungsi dalam pengubahan 6 ribulose-5 phosphate menjadi 5 glukose-6

    phosphate, di dalam jalur metabotisma Hexosa Monophosphate Shunt (HMP). Kedua

    reaksi di atas berhubungan dengan metabolisms karbohidratDefisiensi thiamin

    memberikan gangguan pada metabolisms karbohidrat yang menghasilkan enersi;

    sehingga mengganggu fungsi organ-organ yang mendapat enersinya terutama dare

    karbohidrat, seperti syaraf, otot dan jantung. Kehilangan refleks syaraf merupakan gejala

    fungsional dini pada defisiensi Vitamin 131, disusul oleh kelemahan otot dan kelainan kerja

    jantung. b. Metabolisms Thiamin

    Thiamin tersebar luas di dalam berbagai jenis bahan makanan meskipun kadarnya sangat

    bervariasi. Bahan makanan nabati sumber thiamin terutama biji-bijian dan serealia maupun

    kacangkacangan. Dalam biji serealia, thiamin terutama terdapat di dalam lapisan aleuron. Beras

    yang digiling bersih mengandung kurang thiamin karena sebagian air terbuang dengan

    lapisan aleuron di dalam dedak. Bahan makanan hewani juga merata kandungannya akan

    thiamin, sebagian sebagai thiamin bebas dan sebagian lagi sebagai TPP. Mikroflora usus

    dapat mensintesa thiamin dan tersedia untuk tubuh kits.

    Mammalia tidak sanggup mensintesa thiamin di dalam tubuhnya sehingga harus

    mendapatnya dari luar dengan bahan makanan atau sebagai pengobatan.

    Thiamin mudah larut di dalam air, sehingga di dalam usus halus mudah diserap ke dalam

    jaringan mukosa. Di dalam sel epitel mukosa usus thiamin diphosphorylasikan dengan

    pertolongan ATP dan sebagai TPP dialirkan oleh Vena portae ke hati.

  • Thiamin total di dalam darah berbentuk TPP, kadarnya 10 ug% di dalam komponen selular

    dan 1 ug% di dalam plasma. Leucocyt mengandung TPP dalam konsentrasi tinggi, sampai

    100 ug%. Jumlah jumlah kecil TPP tersebar di dalam berbagai jaringan, tetapi tidak ads thiamin

    bebas yang ditimbun. Kadarthiamin total di dalam darah lengkap kurang dari 3 ug% tanpa

    adanya anemia, menjadi indikator bagi defisiensi thiaminThiamin diekskresikan di dalam

    urine pada keadaan normal; ekskresi ini parallel terhadap tingkat konsumsi, tetapi pada kondisi

    defisien hubungan parallel ini tidak lagi berlaku. Pada konsumsi yang adekwat ekskresi

    thiamin di dalam urine 100 ug/24 jam; pada konsumsi kurang dari. 0,6 mg sehari, ekskresi di

    dalam urine ini 1 - 10 ug/24 jam; gejala-gejala klinik defisiensi thiamin mulai nampak, bila

    ekskresinya di dalam urine di bawah 40 ug/24 jam.Pengukuran kegiatan transketolase di dalam

    erythrocyt sangat berguna bagi diagnosa defisiensi thiamin, dan sudah menunjukkan penurunan

    aktivitas pada tingkat defisiensi yang masih ringan.

    c. Kebutuhan akan Thiamin

    Fungsi thiamin di dalam tubuh berkaitan dengan metabolisms karbohidrat dalam

    menghasilkan enersi. Karena itu kebutuhan tubuh akan thiamin dikaitkan dengan jumlah

    total enersi yang dikonsumsi. Dari berbagai penelitian diperkirakan bahwa MDR untuk

    thiamin adalah 0,2 - 0,3 mg untuk setiap 1.000 kalori. Setelah diperhitungkan penambahan

    safety margin (lihat halaman 205), diambil nilai RDA sebesar 0,5 mg untuk setiap 1.000

    kalori. Jadi anjuran kebutuhan tubuh akan thiamin adalah tergantung dari RDA untuk kalorinya.

    Defisiensi thiamin memberikan gejala-gejala klinik yang.4isebut penyakit beri-beri.

    Penyakit ini terutama terdapat di antara para anggota masyarakat yang mempergunakan beras

    sebagai bahan makanan pokok, khususnya beras yang digiling sempurna. Bila beras digiling

    sempurna maka lapisan aleuron yang kaya akan thiamin terbuang sebagai dedak, sehingga

    bila dalam hidangan lauk-pauknya tidak mengisi kekurangan akan vitamin ini, sehingga

    konsumsi thiamin menjadi dibawah 0,33 mg/1.000 kalori, maka timbullah gejala-gejala

    defisiensi.

    Defisiensi thiamin banyak terdapat di antara para peminum alkohol di negara Barat.

    Defisiensi thiamin sekunder terjadi pada gangguan penyerapan zat makanan di dalam saluran

    pencernaan atau pada kondisi yang disertai peningkatan kebutuhan akan vitamin tersebut. Pads

    kondisi demam terjadi peningkatan metabolisms enersi dan pada penderita yang mendapat

    infus glukosa, dapat pula terjadi defisiensi thiamin bila intake vitamin ini tidak diperhatikan.

    Peningkatan ekskresi thiamin dapat terjadi pada pengobatan dengan diuretics sehingga

    terjadi kondisi defisiensikelompok.Anorexia merupakan gejala dini pada defisiensi

    thiamin, sedangkan nausea dan vomitus tidak selalu terjadi; konstipasi ditemukan lebih

  • konstan; pada pemeriksaan refleks terjadi juga penurunan reaksi. Kelainan jiwa dan emosi juga

    merupakan gejalagejala yang menyolok, di antaranya mudah tersinggung dan mudah menjadi

    marsh, depresi dan mudah bertengkar, selalu merasa khawatir dan ketakutan serta tidak

    mudah bekerja sama dalam Rasa subjektif ialah rasa berat pada kedua kaki, parestesia,

    rasa semutan seperti ditusuk-tusuk. Terdapat pula gangguan objektif pads persepsi cahaya

    (photophobia), pemeriksaan dengan tusukan jarum rasa suhu dan rasa getaran. Daerah kulit di

    sepanlang jalan urat syaraf yang agak besar merasa sakit pads tekanan, demikian pula otot-otot

    betis. Gejala-gejala subjektif lain ialah nafas pendek, cepat lelah, jantung terasa berdebar lebih

    kuat dan tidak teratur.

    Terdapat beberapa bentuk beri-beri pada orang dewasa: Beri-beri Kering atau beri-beri

    atrofik dengan gejala-gejala polyneuritis perifer. Beri-beri Basah dengan gejala oedema

    pada kedua kaki dan kedua lengan serta muka yang tampak sembab.

    Beri-beri Jantung yang kuat dan gawat. Beri-beri jenis ini di Jepang disebut Shoshin.

    Ketiga bentuk beri-beri ini dapat sating berganti pada seseorang. Beri-beri Infantil. Type ini

    terdapat pada anak-anak bayi yang disusukan ibunya. Ibu ini mungkin sudah menderita

    defisiensi thiamin untuk beberapa lama sehingga ASI-nya mengandung kurang thiamin. Beri-

    beri infantil bersifat akut sekali, dan mengambil gambaran beri-beri jantung. Anak mulai

    memperdengarkan suara serak, mungkin karena tali suara kurang tegangannya dan terjadi

    sedikit oedema. Gejala-gejala lain ialah anorexia, vomitus, resah, insomnia dengan muka

    pucat dan sedikit sembab oleh oedema, juga terdapat oliguria. Pada serangan mendadak

    anak tiba-tiba menderita cyanosis dengan denyut nadi yang cepat dan lemah. Kematian dapat

    menyusul dalam waktu 24 - 48 jam.Dengan therapi spesifik pemberian thiamin gejala-

    gejala menyurut dan menghilang secara dramatik dalam beberapa jam. ASI ibu yang

    anaknya menderita beri-beri infantil mengandung thiamin sangat rendah dan terdapat

    metabolite methyl glyoxal (pyruvic aldehyde)

    Pada orang dewasa terdapat Encephalopathia WERNICKE dan Syndroma KORSAKOV,

    yang juga dianggap bentuk dari defisiensi thiamin. Kedua syndroma ini merupakan bentuk

    defisiensi thiamin yang akut, dimana terjadi confusion dan coma. Para penderita kedua

    penyakit ini terdapat di antara para peminum alkohol tingkat berat yang menderita defisiensi

    thiamin. Syndroma ini timbul juga pada defisiensi thiamin sekunder, misalnya pada penderita

    yang mengalami vomitus berkepanjangan, seperti pada kasus obstruksi pylorus, toxaemia

    gravidarum dan carcinoma ventriculi. Dapat pula timbul pads penderita yang diberi infus glukosa

    yang berlebihan, sedangkan cadangan thiamin di dalam hati sudah rendah. Penderita diabetes mellitus

    yang diobati dengan insulin dan glukosa dapat pula menderita syndroma ini, bila intake thiamin

  • tidak mendapat perhatian yang cukup.

    Therapi spesifik dengan thiamin memberikan penyembuhan gejala-gejala kedua

    syndroma ini denqan cepat.

    Terdapat sejumlah antivitamin atau antimetabolite terhadap thiamin, di antaranya pyrithiamin

    dan oxythiamin, dan beberapa lainnya lagi. Di dalam daging ikan mentah terdapat enzim thiaminase

    yang merusak thiamin di dalam rongga usus, bila dikonsumsi bersama dengan sumber thiamin.

    Ada bangsa yang masyarakatnya mengkonsumsi ikan mentah dan terjadi banyak kasus

    defisiensi thiamin. Enzim thiaminase ini rusak oleh pemanasan ketika dimasak.

    3. RIBOFLAVIN, VITAMIN B2

    Meskipun ikatan flavonoid telah diketahui dan diteliti sejak tahun 1879, tetapi pengakuan

    riboflavin sebagai suatu vitamin bare terjadi pada tahun 1932, setelah dikenalnya Enzim Kuning

    WARBURGH yang berperan di dalam proses reaksi redoks

    Riboflavin berbentuk kristal berwarna kuning-oranye, sedikit larut di dalam air

    memberikan warns kuning dengan fluoresensi kehijauan. Vitamin ini tidak larut dalam

    minyak atau zat-zat pelarut lemak, stabil terhadap pemanasan dalam larutan asam mineral

    dan tahan terhadap pengaruh oksidasi, tetapi sensitip terhadap larutan alkali, di mans is terurai

    irreversibel oleh sinar ultraviolet maupun oleh cahaya biasa.

    a. Fungsi Riboflavin

    Fungsi riboflavin telah jelas diketahui sebagai komponen dalam ko-enzim; terdapat

    dua bentuk aktif dari riboflavin sebagai koenzim, ialah:

    - Flavine adenine dinucleotide.(FAD) dan

    - Flavine Mononucleotide (FMN)

    Enzim-enzim di mans kedua ko-enzim ini berperanserta termasuk kelas flavoprotein, yang

    bersangkutan dengan proses reduksioksidasi dl dalam reaksi-reaksi metabolisms tubuh.

    FAD lebih banyak terdapat dibandingkan dengan FMN.,Flavoprotein mengkatalisa proses-

    proses oksidasi-reduksi pyridine nucleotide NAD dan NADP.

    Sebagian besar flavoprotein enzim memerlukan FAD sebagai koenzim (prosthetic group),

    dan mengkatalisa reaksi-reaksi interkonversi antara NAD dan NADP dalam mentransfer hydrogen

    yang akhirnya dioksidasikan menjadi H2O (air).

    b. Metabolisms Riboflavin

    Riboflavin terdapat meluas di dalam bahan makanan nabati maupun hewani dan

    diperlukan oleh segala jenis set jaringan khewan dan manusia maupun bakteri. Riboflavin

    bebas terdapat di dalam bahan makanan dan larut di dalam air, sehingga mudah diserap dari

  • rongga usus ke dalam mukosa Di dalam set epithet mukosa usus, riboflavin bebas mengalami

    phosphorylasi dengan pertolongan ATP dan sebagai FMN dialirkan melalui Vena portae ke hati.

    Tidak diketahui apakah pengubahan menjadi FMN itu merupakan bagian yang esensial dari

    mekanisma penyerapan vitamin ini di dalam usus halus.

    Di dalam jaringan khewan riboflavin terdapat dalam hati (15 ug/g jaringan), ginjal

    (20 - 25 ug/g), dan sedikit di dalam otot skelet (2 - 3 ug/g jaringan). Riboflavin bebas terdapat di

    dalam urine. Di dalam jaringan, retensi atau kehilangan riboflavin sejajar dengan retensi atau

    kehilangan protein. Negative protein balance yang disertai peningkatan ekskresi riboflavin di

    dalam urine terdapat pada kondisi kelaparan akut, diabetes mellitus yang tidak terkendalikan,

    setelah trauma, terutama kerusakan jaringan karena operasi dan luka bakar.

    Konsentrasi riboflavin di dalam serum pada kondisi gizi baik adalah 3,2 ug/dl; dari

    jumlah ini 0,8 ug/dl terdapat sebagai riboflavin bebas dan FMN, sedangkan 2,4 ug/dl sebagai

    FAD. Riboflavin di dalam buffy coat adalah sekitar 250 ug/dl dan di dalam erythrocyt sebanyak

    22,4 ug/dI.

    Timbunan riboflavin di dalamjaringan hanya kecil saja, sehingga mudah menjadi jenuh,

    tetapi cepat puts menjadi susut kembali. Kwantum riboflavin yang diekskresikan di dalam

    urine menggambarkan kelebihan vitamin ini, dan tidak merefleksikan tingkat gizinya di dalam

    tubuh.

    Pads konsumsi adekwat, seorang yang sehat mengekskresikan di dalam urine riboflavin

    sebanyak 200 ug atau lebih selama 24 jam. Ekskresinya di dalam air keringat sangat sedikit,

    sehingga dapat diabaikan. Ekskresi vitamin ini di dalam tinja bukan berasal endogen, tetapi hasil

    sintesa oleh mikroflora usus.

    c. Kebutuhan akan Riboflavin

    Kebutuhan badan akan riboflavin mempunyai korelasi erat dengan kwantum protein

    yang dikonsumsi di dalam hidangan. Perhitungan dalam berbagai penelitian menghasilkan

    angka kebutuhan tubuh akan vitamin ini sebesar 0,025 x jumlah gram protein yang dikonsumsi.

    Kebutuhan akan riboflavin jugs mempunyai korelasi cukup erat dengan kwantum enersi

    yang dikonsumsi. Perhitungan berdasarkan kondisi ini menghasilkan angka kebutuhan

    yang sama seperti di atas. Masyarakat dengan konsumsi riboflavin 0,7 mg atau kurang sehari

    untuk orang-orang dewasa, memperlihatkan adanya gejala-gejala defisiensi dan

    menunjukkan insidens defisiensi yang cukup tinggi serta terdapat ekskresi rendah dari vitamin

    ini di dalam urine, yaitu kurang dari 0,4 mg/24 jam. Pads percobaan dengan subjek wanita

    muda, pada konsumsi riboflavin setinggi 0,15 mg/1000 kalori, atau 0,22 mg/1000 kalori

    masih memperlihatkan timbulnya gejala-gejala defisiensi pada beberapa subjek, serta ekskresi

  • di dalam urine yang rendah. Konsumsi riboflavin setinggi 0,41 mg/1000 kalori untuk selama

    dua tahun ber turut-turut tidak menyebabkan gejala-gejala defisiensi dan ekskresi vitamin ini di

    dalam urine pun cukup tinggi.

    Defisiensi riboflavin biasanya timbul secara khronis, dengan gejala-gejala sebagai

    berikut:

    - Daerah Mulut: Cheilosis, stomatitis angularis, seborrhoic dermatitis sekitar hidung (sulcus

    nasolabialis)

    - - Dalam Rongga Mulut: lidah berwarna merah dadu (magenta tongue), dianggap

    suatu gejala cukup khas bagi defisiensi riboflavin ini.

    - Daerah Mata: Keluhan subjektif, berbentuk rasa papas di bibir kelopak mata. Gejala-

    gejala objektif lain: photophobia, lakrimasi, circumcorneal vascular injection.

    - Daerah Kulit Muka: dermatitis seborrhoica

    - Daerah Genital: Dermatitis sekitar vulva atau scrotum, dap sering jugs daerah paha bagian

    medial yang berhadapan dengan vulva atau scrotum tersebut. Dermatitis berwarna kulit merah

    bersisik, dap dapat mengelupas.

    4. NIACIN. ASAM NICOTINAT

    Asam nikotinat telah dikenal oleh para ahli biokimia sejak 1867, tetapi pengenalannya

    sebagai suatu vitamin anti-pellarga baru dimulai tahun 1937. Terdapat dua struktur molekul

    yang mempunyai bioaktivitas vitamin ini, ialah

    (a) asam nikotinat (nicotinic acid), dan

    (b) amida asam nicotinic (nicotinic acid amide). Tryptophane ternyata merupakan provi-

    tamin bagi niacin; 60 mg tryptophane setara dengan 1 mg niacin.

    Kedua jenis niacin berbentuk kristal putih, larut di dalam air, tetapi tidak larut di

    dalam minyak dap zat-zat pelarut lemak. Niacin tahan terhadap pemanasan, alkali dap sinar

    ultraviolet maupun sinar matahari biasa.

    a. Fungsi Niacin

    Selain fungsinya sebagai enzim, asam nikotinat (bukan niacinamide) menunjukkan pula efek

    pharmakodinamik sebagai vasodilatator perifer dap menurunkan kadar kholesterol darah.

    Meskipun niacin terdapat merata di dalam berbagai jenis sel jaringan di dalam

    tubuh, tidaklah terdapat timbunan niacin yang cukup berarti. Niacin dan prekusornya larut di

    dalam air, sehingga mudah diserap ke dalam mukosa dinding usus, dan dialirkan lebih lanjut ke

    dalam hati melalui Vena portae. Yang terdapat di dalam jaringan berbentuk NADP dan NAD.

    Bentuk NADP ini tidak banyak kwantumnya dan cepat menjadi susut, bila konsumsi tidak

    mencukupi.

  • Kadar niacinamida di dalam darah lengkap (sebagai NAD dan NADP) adalah sebesar 35

    ug/ml dan praktis seluruhnya terdapat di dalam erythrocyt, yang kadarnya 60 - 90 ug/dI.

    Sejumlah kecil niacin bebas terdapat di dalam plasma (0,15 uglml) pada kondisi berpuasa.

    Defisiensi niacin memberi gejala-gejala dengan gambaran klinik penyakit yang disebut

    pellagra, dari bahasa Italia yang berarti kulit kasar. Gejala-gejala disimpulkan dalam formula 3-D,

    yaitu Dermatitis, Diarrhoea dan Dementia; sering pula ditambah menjadi 4-D, dengan D

    terakhir Death.

    Gejala klinik ini di antaranya dermatitis, glossitis, stomatitis, diarrhoea, proctitis dan

    depresi mental. Lesio kulit sering terlihat mengenai kedua sikut secara simetris bilateral.

    Pada wanita dapat terjadi vaginitis dan amenorrhoea.

    Pengobatan dilakukan dengan pemberian niacinamida 300 - 500 mg oral sehari, terbagi

    menjadi dosis 50 - 100 mg setiap kali. Bila dosis oral tidak dapat diberikan karena

    stomatitis, dapat digantikan dengan suntikan IM dengan dosis 100 mg setiap kali, 2 - 3 kali

    sehari, yang terus diberikan sampai semua gejala sembuh. Asam nikotinat tidak dipergunakan

    karena memberikan hyperemia muka, sehingga terasa kulit muka pangs. Niacin tidak boleh

    diberikan IV karena akan memberikan shock pada dosis di atas 25 mg. Setelah gejala-gejala

    menyembuh dosis dapat diturunkan menjadi 2 - 3 kali 50 mg sehari.

    Perbaikan susunan hidangan merupakan suatu keharusan, agar penyakit tidak kambuh

    kembali. Istirahat di tempat tidur sangat diperlukan pada kondisi pellagra akut. Karena kasus

    pellagra sering dicampuri defisiensi vitamin anggota B-kompleks lainnya, sebaiknya di samping

    terapi spesifik dengan niacinamida, diberikan pula terapi B-kompleks.

    5. PYRIDOXIN

    Terdapat tiga ikatan organik yang mempunyai bioaktivitas Pyridoxin ialah: pyridoxin,

    pyridoxal dan pyridoxamine; pyridoxinn berbentuk suatu alkohol, seh'ingga seharusnya disebut

    pyridoxol.

    Bentuk biologis aktip ialah pyridoksal dan pyridoksamin, sebagai komponen dari

    ko-enzim. Pyridoksin hydrochorida berbentuk kristal gepeng berwarna putih, larut di dalam

    air, tetapi tidak larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut minyak. Dalam larutan netral atau

    bass, pyridoksin mudah rusak oleh penyinaran cahaya matahari, tetapi dalam 0,1 N HCI ternyata

    lebih stabil.

    a. Fungsi Pyridoksin

    Fungsi pyridoksin adalah sebagai komponen dan suatu ko-enzim pyridoksal-5 phosphate.

    Koenzim ini berperanserta dalam banyak sekali enzim yang berhubungan dengan metabolisms

    protein dan asam amino oksido-reduktase, transferase yang mentransfer gugusan methyl,

  • glucosyl transferase yang memindahkan gugusan hexosyl, transaminase, lyase yang

    mendekarboksilasi asam amino, isomerase dan beberapa lagi enzim lainnya. Beberapa neurotrans-

    mitter memerlukan pula ko-enzim pyridoksal-5-phosphate dalam proses sintesanya.

    Pads manusia, defisiensi pyridoxin sukar timbul, selain diperlukan susunan hidangan

    yang defisiensi akan pyridoxin, harus pula diberi antivitaminnya. Gejala-gejalanya ialah

    sejenis dermatitis ceborrhoica di sekitar mata, hidung dan mulut; cheilosis dan glossitis,

    serta anemia hypochromic. Terapi dilakukan dengan memperbaiki susunan hidangan dan

    pemberian pyridoxin 40 - 150 mg sehari secara oral. Di dalam klinik, pyridoxin

    dipergunakan pula dalam kondisi dengan neusea, vomitus karena berbagai sebab.

    b. Metabolisms Pyridoxin

    Di dalam bahan makanan, bentuk vitamin B6 terdapat sebagai pyridoxin, pyridoxal,

    pyridoxamin, pyridoxamin-5-phosphate, dan pyridoxal-5-phosphate. Untuk manusia dan

    binatang, Semua bentuk ini mempunyai aktivitas biologis sama kuat, tetapi bila dicampurkan ke

    dalam hidangan maka bentuk pyridoxinlah yang mempunyai potensi paling kuat; hal ini

    masih belum dapat diterangkan dan difahami.

    Vitamin B6 disintesa oleh tumbuhan, algae dan sebagian besar mikro-organisma.

    Tryptophane merupakan prekursor bagi niacin, tetapi membutuhkan pyridoxin dalam proses

    sintesa tersebut; maka pada defisiensi pyridoxin, terjadi hambatan pada proses konversi

    tryptophane menjadi niacin, dan terjadi berbagai metabolite yang diekskresikan di dalam

    urine; xanthurenic acid, kynurenine dan 3hydroxy kynurenine.

    Pengukuran metabolite hasil metabolisms tryptophane di dalam urine searing dipergunakan

    untuk menilai kondisi gizi vitamin B6 ini. Diberikan 10 gram di-tryptophane atau 5 gram 1-

    tryptophane dan diukur ekskresi xanthurenat di dalam urine untuk waktu 24 jam. Pada

    kondisi gizi normal akan diekskresikan kurang dari 50 mg asam xanthurenat selama 24 jam,

    sedangkan pada defisiensi vitamin B6, ekskresi akan sebesar 100 mg atau lebih.

    Toksisitas vitamin B6 sangat rendah, sehingga dapat diberikan megadosis setinggi 1.000

    mg/kg berat badan tanpa efek negatif. Namun demikian, megadosis tersebut di atas

    diberikan kepada binatang percobaan tikus, kelinci dan anjing menimbulkan gejalagejala.

    Mula-mula terjadi, gangguan koordinasi dan refleks tegak badan. Selanjutnya, setelah 2 - 3

    hari terjadi konvulsi toksik dan dapat terjadi kematian setelah didahului oleh paralysis, btla

    dosis dinaikkan menjadi 2.000 - 6.000 mg/kg berat badan.

    Terdapat dua kelompok ikatan organik yang merupakan antivitamin bagi vitamin B6; satu

    kelompok merupakan derivat pyridoxin, dan satu kelompok lagi mempunyai berbagai struktur

    molekuler yang dapat mengikat vitamin B6, sehingga vitamin ini kehilangan aktivitasnva.

  • c. Kebutuhan akan Pyridoxin .

    Kebutuhan akan pyridoxin diperkirakan dari penelitian dan percobaan mempergunakan

    binatang percobaan, dan dianggap 1,5 mg pyridoxin sehari sudah mencukupi. Di Indonesia belurn

    pernah dilaporkan kasus defisiensi pyridoxin yang tegas, mungkin karena selalu terpenuhi di

    dalam hidangan rata-rata di Indonesia'': Di dalam daftar RDA untuk Indonesia, tidak tercantum

    nilai untuk kebutuhan vitamin ini.

    6. BIOTIN

    Biotin larut di dalam larutan alkalis dan air pangs, tetapi kurang larut dalam reaksi asam

    atau air dingin, serta tidak larut di dalam minyak atau zat pelarut lemak. Vitamin ini anggota B-

    Kompleks, tetapi praktis tidak pernah dilaporkan ads kasus defisiensi pada manusia.

    a. Fungsi Biotin

    Telah dibuktikan tanpa meragukan bahwa biotin berfungsi sebagai komponen suatu

    ko-enzim. Di sini biotin terikat langsung pada asam amino terminal L-Lysine dari apoenzim.

    Enzim ini berperan dalam fiksasi C02. Tempat biotin berperan diantaranya ialah: Dalam

    enzim karboksilase, yang menambahkan gugusan karboksil pada sesuatu ikatan organik,

    dengan pertolongan ATP dan Co-enzim A (Co-A). Karboksilase yang memerlukan biotin di dalam

    koenzimnya ialah: propionyl kokarboksilase, methylorotonyl-CoA karboksilase, acetylCoA

    karboksilase, dan pyruvic karboksilase. Enzim acetyl-CoA karboksilase berperan penting dalam

    metabolisms lemak yang menghasilkan acetyl-CoA yang merupakan bahan bakar utama

    bagi CYCLUS KREBS dalam menghasilkan enersi (ATP). Enzim ini jugs berfungsi dalam

    penambahan gugusan karboxyl kepada acetyl-CoA, sehingga menjadi malonyl-CoA yang

    memegang kedudukan central dalam sintesa asam lemak jenuh.

    Mekanisma biotin mengikat dan mentransfer gugusan karboxyl mula-mula diajukan oleh

    WAKIL, tetapi kemudian diganti oleh mekanisma yang diusulkan oleh LYNEN. Avidin

    yang terdapat di dalam putih telur mentah mengikat biotin di dalam rongga usus, sehingga menjadi

    tidak tersedia untuk diserap ke dalam mukosa.

    b. Metabolisms Biotin

    Biotin tersebar luas di dalam bahan makanan nabati maupun hewani, meskipun dalam

    kwanfum yang kecil-kecil, baik sebagai biotin bebas maupun terkonjugasi. Deteksi dan

    pengukuran kadar biotin dilakukan secara mikrobiologis, tetapi sebagian besar mikroba hanya

    bereaksi terhadap biotin.bebas. Kesulitan lain ialah bahwa mikroba sering bereaksi

    terhadap metabolite biotin yang bagi mammalia tidak menunjukkan aktivitas biologis. Biotin

    merupakan salahsatu growth factor bagi mikroorganisma tersebut.

    Untuk mengukur biotin total, bahan makanan harus dihydrolysa biotinnya yang

  • terkonjugasi, karena di dalam bahan makanan sebagian besar biotin justru terdapat dalam

    kondisi terkonjugasi. Hydrolisa dengan HCI 3N pada 120C selama satu jam atau lebih sudah

    dapat menghidrolisa semua konjugat biotin yang disebut biocytin di dalam bahan makanan.

    Bahan makanan nabati pada umumnya mengandung lebih banyak biotin dibandingkan

    dengan bahan makanan hewani. Hati mengandung biotin kadar tinggi, sedangkan kadarnya di

    dalam daging rendah saja. Dedak beras dan kacang kedele merupakan bahan makanan

    nabati yang cukup kaya akan biotin. Pengolahan bahan makanan di dapur pada umumnya

    tidak banyak merusak biotin di dalam bahan makanan. Dalam merah telur terdapat juga konjugat

    biotin dengan protein yang memberikan aktivitas biologis.

    Mikroflora usus dapat mensintesa biotin yang tersedia bagi tubuh. Setelah

    dikonsumsi, biotin sebagian dibebaskan dari konjugasi biocytin dan kedua bentuk ini larut

    di dalam air, sehingga mudah diserap ke dalam mukosa usus. Penyerapan kedua bentuk biotin

    ini terjadi secara aktif yang memerlukan enersi. Terdapat regulasi antara kadar biotin di

    dalam usus dan sintesa biotin oleh mikroflora usus. Bila kadar biotin di dalam medium telah naik,

    maka sintesa oleh mikroflora menurun. Mekanisma autoregulasi ini belum difahami benar.

    Sebagian biotin diekskresikan di dalam urine pada manusia dan tikus, dalam bentuk

    terkonjugasi. Diketahui tiga jenis struktur metabolite biotin yang strukturnya belum diketahui,

    tetapi sudah diberi nama miotin, tiotin dan rhiotin. Pada manusia ekskresi biotin di dalam

    urine sebanding dengan tingkat konsumsinya, sedangkan ekskresi di dalam tinja selalu lebih

    banyak dari yang dikonsumsi; ini karena sebagian besar biotin di dalam tinja adalah hasil

    produksi mikroflora.

    Sampai sekarang belum pernah dilaporkan adanya kasus defisiensi biotin pada

    rnanusia, mungkin karena di dalam rata-rata hidangan di Indonesia, ditambah sintesa oleh

    mikroflora usus, selalu mencukupi kebutuhan akan vitamin ini. Kebutuhan manusia akan biotin

    belum diketahui. Beberapa derivat biotin berpengaruh sebagai antivitamin. Perubahan dilakukan

    pada struktur gelang maupun struktur samping, diantaranya gamma (2,3 ureylene cyclohexyl)

    butyric acid, gamma (3,4-ureylene cyclohexyl) butyric acid dan isolecithine. Avidin ialah suatu

    protein yang terdapat di dalam putih telur mentah, yang mengikat biotin di dalam rongga

    usus dan menjadikan vitamin ini tidak dapat diserap ke dalam mukosa usus. Pengaruh avidin

    dapat ditiadakan dengan memanasinya.

    Defisiensi biotin pada binatang percobaan berbentuk scaly dermatitis dan kelainan

    rambut yang menjadi rontok. Kelainan mulai tampak di daerah bokong, genitalia dan moncong.

    Kelainan ini melebar dan disertai rambut yang rontok. Daerah kelainan ini tidak berbatas

    tegas dari kulit yang masih sehat. Pada kondisi ringan kelainan hanya terbentuk di sekitar

  • mats sehingga disebut "kondisi kacamata". Pada defisiensi yang sangat berat; dermatitis mengenai

    seluruh tubuh, menyerupai erythroderma desquamatum. Epidermis mengelupas daiam lapisan-

    lapisan kecil dan besar, tidak menunjukkan berlemak pada rabaan. Mata memperlihatkan

    blepharitis, sehingga kelopak mata dapat menjadi tertutup rapat oleh sekret yang mengering dan

    berwarna kekuningan. Terjadi allopecia generalisata dan binatang tampak menggaruk terus

    seluruh tubuhnya. Pada pengobatan dengan dosis biotin, lesio ini akan menyembuh dengan

    sangat lambat. Meskipun defisiensi biotin percobaan pada manusia dapat ditimbulkan, yang juga

    mengenai kondisi kulit seperti pada hewan, tetapi kasus defisiensi biotin alamiah pada

    manusia belum pernah dilaporkan.

    7. ASAM PANTOTHENAT. VITAMIN B5

    Asam pantothenat berbentuk minyak pekat berwarna kuning pucat, dapat larut di

    dalam air dan tidak larut di dalam minyak serta zat-zat pelarut lemak, seperti benzene dan

    chloroform. Asam pantothenat rusak oleh pengaruh asam, bass dan pemanasan.

    a. Fungsi Asam pantothenat

    Asam pantothenat selalu terdapat dalam keadaan terkonjugasi sebagai Co-enzim A (CoA).

    Co-enzim A memegang peranan penting di dalam berbagai proses metabolisms, dan terutama

    menghasilkan gugusan acetyl Co-A yang memberikan gugusan acetylnya kepada 8 cyclus

    KREBS untuk dibakar menjadi enersi dalam bentuk ATP. Asam pantothenat merupakan growth

    factor bagi berbagai mikro-organisma.

    b. Metabolisma Asam pantothenat

    .Asam pantothenat terdapat tersebar di dalam segala jenis jaringan tumbuhan maupun

    hewan. Sumber yang cukup kaya akan asam pantothenat ialah hati, ginjal, telur, daging kurus,

    dan susu; dari bahan makanan nabati diantaranya kacang-kacangan, sawi, ubi jalar dan

    broccoli.Karena vitamin ini mudah larut di dalam air, maka penyerapannya ke dalam

    mukosa usus terjadi dengan mudah, mungkin secara difusi pasip, untuk kemudian dialirkan

    melalui vena portae ke hati. Di dalam bahan makanan dapat berbentuk alkohol dan disebut

    pantothein, tetapi setelah diserap ke dalam mukosa usus, segera diubah menjadi bentuk asam.

    Bentuk aktif asam pantothenat adalah sebagai komponen dari Co-enzim. Mikroflora usus

    mempunyai kapasitas mensintesa asam pantothenat yang juga tersedia bagi pemanfaatan oleh

    tubuh kits. Co-enzim-A terdapat di dalam segala jenis sel, tetapi tidak terdapat di dalam darah

    maupun cairan jaringan. Disimpulkan bahwa coenzim A ini disintesa di dalam semua sel itu

    dan tidak dapat menembus membrana sel untuk diekspor ke sel lain. Sebaliknya asam

    pantothenat