Post on 04-May-2018
Desentralisasi mengarah kepada penyerahan urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Dalam
pelaksanaan desentralisasi dilakukan penataan daerah. Penataan daerah ini
bertujuan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Tujuan lainnya adalah untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat,
peningkatan kualitas pelayanan publik, dan meningkatkan kualitas tata kelola
pemerintahan. Upaya penataan daerah ini juga ditujukan kepada kemampuan
meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah, serta dapat memelihara
keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah. Penataan daerah ini terdiri atas
pembentukan dan penyesuaian daerah (UU No.23/2014 Pasal 31 tentang
Pemerintah Daerah).
Dalam konteks Kabupaten Gresik saat ini dan ke depan, terdapat tiga
masalah (dan sekaligus potensi) pembangunan yang harus menjadi fokus
perhatian. Pertama adalah masalah kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Kabupaten Gresik tahun 2016, tingkat kemiskinan di Kabupaten Gresik
pada tahun 2016 berada pada level 13,19%. Hal ini harus mendapatkan
penanganan yang serius mengingat prosentasenya yang cukup tinggi.
Kedua adalah dari sisi geografis dan historis, Kabupaten Gresik memiliki
luasan yang sangat besar dengan potensi pariwisata bervariasi mulai wisata religi
hingga wisata alam bukit, danau dan pantai. Optimalisasi potensi daerah-daerah
wisata menjadi sangat diperlukan, utamanya untuk mengangkat popularitas dari
lokasi-lokasi wisata tersebut baik ke tingkat nasional maupun internasional, serta
memberikan dampak ekonomi secara langsung kepada masyarakat yang tinggal di
sekitar lokasi wisata tersebut.
Ketiga adalah terkait dengan isu lingkungan hidup. Secara geografis pula,
Kabupaten Gresik merupakan salah satu dari basis penopang ekologi yang sangat
penting tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. Wilayah Kabupaten Gresik
memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan salah satu penghasil pertanian
terbesar serta penggerak pasar komoditas pertanian di provinsi Jawa Timur. Luas
wilayah Kabupaten Gresik adalah 119.125,00 hektar dan lebih dari 50% luas
wilayahnya adalah lahan pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor andalan
dalam perekonomian Kabupaten Gresik. Menurut Data Badan Pusat Statistik Kab.
Gresik (Lampiran Tabel 2B) yaitu sekitar 31,95% (38.056,5 ha) merupakan lahan
sawah, 46,73% (55.672,5 ha) merupakan lahan pertanian bukan sawah. Potensi
dari luasnya lahan pertanian di Kabupaten Gresik tersebut tersebut turut
menyumbang terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Di sisi lain,
gencarnya pelaksanaan pembangunan seringkali membuat terabaikannya
perlindungan terhadap kualitas lingkungan hidup itu sendiri. Salah satunya adalah
perkembangan industri dan permukiman di Kabupaten Gresik yang menyebabkan
alih fungsi lahan pertanian lahan kering dan areal persawahan. Semakain banyak
kegiatan industri dan permukiman yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek
pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat menyebabkan semakin
tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sehingga saat ini
pemerintah Kabupaten Gresik menjadikan masalah lingkungan hidup menjadi
program atau kebijakan prioritas dalam pembangunan Kabupaten Gresik ke depan
guna menciptakan keseimbangan antara laju pembangunan dengan pelestarian
lingkungannya.
Penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Gresik dalam lima tahun
terakhir telah menunjukkan capaian yang positif, walaupun demikian, sasaran
pembangunan daerah yang kompleks dan wilayah yang luas belum mampu
memenuhi seluruh kehendak publik. Masalah Pembangunan Kabupaten Gresik
dapat diidentifikasikan dalam beberapa bidang. Pada buku laporan Informasi
Kinerja Pengolahan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) ini difokuskan pada
masalah pembangunan Kabupaten Gresik di bidang Lingkungan Hidup. Berikut
beberapa masalah lingkungan hidup yang tercantum dalam RPJMD Kabupaten
Gresik:
1. Tingginya laju kerusakan lingkungan, berakibat pada peningkatan luasan lahan
yang perlu dikonservasi;
2. Tingginya jumlah industri yang ada di Kabupaten Gresik yang berpotensi
mencemari lingkungan;
3. Tuntutan konversi lahan dan adanya degradasi kualitas lingkungan, akibat alih
fungsi lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek ekologis;
4. Kondisi kualitas lingkungan khususnya air badan air di wilayah Kabupaten
Gresik masih belum dapat memenuhi baku mutu.
5. Belum sebandingnya jumlah kegiatan yang harus diawasi dalam upaya
pengendalian pencemaran lingkungan dengan jumlah tenaga teknis yang
melakukan pengawasan;
6. Peran serta sektor swasta masih tergolong rendah dalam pengelolaan dan
pelestarian lingkungan hidup;
7. Cakupan titik pemantauan lingkungan yang seharusnya dilakukan tidak
sebanding dengan kemampuan anggaran maupun ketersediaan aparatur serta
kurangnya sarana mobilitas;
8. Lemahnya validitas informasi dan database kondisi lingkungan hidup di
Kabupaten Gresik;
9. Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia belum sebanding dengan besarnya
jumlah timbulan sampah dan luasnya daerah pelayanan kebersihan;
10. Kurangnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
sejak dari sumbernya;
11. Belum adanya kajian teknis tentang efisiensi, efektifitas, dan keamanan
penggunaan “prototipe” pemanfaatan gas metana yang berasal dari
dekomposisi sampah; dan
12. Penurunan kuantitas dan kualitas RTH di kawasan perkotaan yang dapat
mengurangi kenyamanan dan keindahan.
Berdasarkan kedua belas persoalan di atas, maka dapat dirumuskan tiga butir isu
prioritas yang sesuai dengan kondisi permasalahan lingkungan hidup di
Kabupaten Gresik sesuai dengan hasil pengolahan input data dalam lampiran
IKPLHD Kabupaten Gresik. Isu Prioritas tersebut ada tiga butir, yaitu: 1) alih
fungsi lahan; 2) pencemaran (air dan udara) dan kerusakan lingkungan; serta 3)
pengolahan sampah dan limbah industri.
2.1 ALIH FUNGSI LAHAN/TATA RUANG
Klasifikasi pengembangan wilayah di Kabupaten Gresik meliputi industri,
hutan bakau, perikanan, perkebunan, permukiman dan hutan. Seiring dinamika
sosial ekonomi masyarakat, pengembangan kawasan di Kabupaten Gresik
senantiasa menimbulkan masalah berupa kerusakan alam dan lingkungan, seperti
banjir, erosi, longsor, kerusakan hutan, kekeringan, alih fungsi lahan, sumber daya
manusia yang rendah, pengangguran, dan terbatasnya ketersediaan lahan. Oleh
karena itu, tata kelola pengembangan wilayah perlu dilakukan secara terfokus agar
aspek keberlanjutan dan aspek keberdayaan masyarakat dapat terwujud secara
bersama (RPJMD Kab. Gresik, 2016).
Potensi pengembangan wilayah Kabupaten Gresik diarahkan ke
pengembangan kawasan:
1. Industri yang berpusat di Kecamatan Manyar, Gresik, Kebomas,
Wringinanom, Driyorejo, Kedamean, dan Menganti.
2. Potensi alam pesisir di Panceng, Ujung Pangkah yang memiliki potensi
perikanan tangkap dan olahan yang sangat besar.
3. Ekowisata di kembangkan di Pulau Bawean terutama Kecamatan Sangkapura
dan Kecamatan Tambak.
4. Pemukiman di kembangkan hampir di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten
Gresik
Kondisi perubahan lahan di Kabupaten Gresik berdasarkan data dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2016 adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Luas Perubahan Penggunaan Lahan
No. Jenis PenggunaanLuas Lahan (Ha)
Sumber PerubahanLama Baru
(1) (2) (3) (4) (5)1 Permukiman 1198,77 1198,77 Penduduk2 Industri 2721,00 3293,69 Industri
3 Perkebunan 245,00 315,00 Industri & Pemukiman
4 Pertambangan - -
5 Sawah 4603,00 3785,20 Industri & Pemukiman
6 Pertanian lahan kering 57691,00 20537,00 Industri &
Pemukiman7 Perikanan - -8 Hutan - -
Sumber: Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2017
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 2.1 di atas, dapat diketahui bahwa
telah terjadi perubahan penggunaan lahan, yaitu berupa penurunan jumlah
perkebunan, sawah dan pertanian lahan kering di Kabupaten Gresik akibat alih
fungsi lahan menjadi permukiman dan industri.
Adapun pengalihan fungsi lahan tersebut tidak lepas dari beberapa faktor pemicu
yang diantaranya adalah sebagai berikut ini:
1. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk yang terjadi secara terus-menerus terhadap luasan
lahan yang tidak berubah menyebabkan timbulnya tekanan terhadap
lingkungan hidup yang berdampak pada alih fungsi lahan. Lahan hutan dan
pertanian berubah menjadi lahan terbangun akibat kebutuhan masyarakat bagi
permukiman. Adanya pertumbuhan demografi menyebabkan kebutuhan-
kebutuhan dasar termasuk tempat tinggal. Ketika lahan di daerah permukiman
sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan yang diminta, maka konversi lahan
pertanian menjadi kawasan rumah menjadi pilihan sebagai salah satu solusi
permasalahan tersebut.
2. Perkembangan Industri
Salah satu bentuk penggunaan lahan yaitu untuk aktivitas industri. Dalam
penggunaan lahannya harus memenuhi syarat-syarat lokasi antara lain tingkat
ketinggian dan kemiringan lahan kurang dari 5% yang berada di luar wilayah
banjir, bukan zona labil dan bukan daerah patahan atau retakan, berlokasi di
daerah pusat kota atau daerah pinggiran (menyebar dalam ruang kota),
kemudahan aksesibilitas baik ke fasilitas transportasi komersial maupun ke
tenaga kerja, tersedianya jaringan utilitas, kesesuaian dengan penggunaan lahan
di daerah sekitarnya, kesesuaian lokasi dengan pengelolaan kualitas udara,
sehingga dengan pembangunan industri terjadi pendayagunaan sumber daya
alam baik berupa pemanfaatan kandungan tanah maupun sebagai wadah/ ruang
dari kegiatan industri. Perkembangan industri yang pesat menjadi salah satu
faktor alih fungsi lahan yang ada di Kabupaten Gresik. Hal ini akan
memberikan tekanan kepada lingkungan berupa meningkatnya tingkat
pencemaran air, tanah dan udara akibat dari aktivitas industri tersebut.
Permasalahan yang ditimbulkan akibat terjadinya alih fungsi lahan di Kabupaten
Gresik adalah sebagai berikut:
1) Ketahanan pangan di Kabupaten Gresik Akibat menurunnya luas lahan
pertanian tanaman pangan yang berpengaruh terhadap ketersediaan pangan
dalam jumlah yang cukup, kelancaran distribusi pangan dan konsumsi pangan
yang bermutu.
2) Terjadinya degradasi kualitas lingkungan
Akibat dari alih fungsi lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek
ekologis. Perubahan alif fungsi lahan pertanian, perkebunan dan pertanian
lahan kering menjadi pertambangan dapat menimbulkan kerusakan dan
pencemaran baik air, udara maupun tanah.
3) Terjadinya permasalahan berupa banjir bandang dan erosi
Terjadi di aliran Sungai Das Brantas akibat pemanfaatan lahan tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air di Kecamatan
Driyorejo, berupa alih fungsi lahan sempadan menjadi lahan pertanian dan
permukiman. Selain itu alih fungsi tersebut juga perpengaruh terhadap
penurunan kualitas sumber mata air di daerah recharge area (daerah
tangkapan).
2.2 PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN SDA
Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Gresik pada tahun 2011 sebesar
1.196.516 jiwa, tahun 2012 sebesar 1.211.686 jiwa, tahun 2013 sebesar 1.227.101
jiwa, tahun 2014 sebesar 1.241.613 jiwa, tahun 2015 sebesar 1.256.313 jiwa, dan
pada tahun 2016 sebesar 1.270.702 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Gresik
tahun 2016 jumlah penduduk di Kabupaten Gresik mencapai 1.270.702 jiwa
(Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Gresik, 2016). Dari data
tersebut, jumlah penduduk di Kabupaten Gresik dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Gresik membawa
konsekuensi peningkatan kebutuhan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari juga
termasuk untuk kebutuhan sanitasi yang menghasilkan air limbah. Peningkatan
jumlah penduduk dan perkembangan suatu kota/kabupaten berakibat pula pada
pola perubahan konsumsi masyarakat yang cukup tinggi dari tahun ke tahun,
dengan luas lahan yang tetap akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan
semakin berat. Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang
berasal dari pertanian, industri dan kegiatan rumah tangga akan menghasilkan
limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai.
Sungai-sungai yang berada di Kabupaten Gresik dimanfaatkan oleh
masyarakat yang berada di sekitar sungai sebagai tempat pembuangan air limbah
dari aktivitas rumah tangga seperti MCK, industri dan limpasan dari aktivitas
pertanian. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan air limbah yang
dilakukan oleh masyarakat tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas air sungai. Hasil analisis kualitas air sungai pada sungai-sungai yang ada
di Kabupaten Gresik menunjukkan kondisi kualitas air yang tercemar dengan
adanya beberapa parameter kualitas air yang melebihi baku mutu (Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, 2017). Kualitas air sungai sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat disekitarnya, misalnya tentang kualitas
kesehatan masyarakat dan angka harapan hidup di Kabupaten Gresik. Kualitas
kesehatan manusia sangat ditentukan kualitas lingkungan hidup yang ada. Apabila
kondisi lingkungan baik, maka tingkat kesehatan masyarakat disekitarnya juga
akan tinggi.
Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup, upaya
mengurangi laju kerusakan dan pencemaran terus dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Gresik serta berbagai komponen masyarakat. Upaya ini masih belum
meningkatkan kualitas lingkungan hidup sebagaimana yang diharapkan bersama.
Masih terjadi berbagai bencana lingkungan hidup seperti banjir, kekeringan,
longsor, pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya. Kondisi ini merupakan
gambaran bahwa fungsi lingkungan hidup telah mengalami penurunan. Berbagai
inisiatif yang dilakukan harus ditingkatkan dengan melibatkan lebih banyak lagi
pemangku kepentingan dan dilakukan dengan tepat sasaran. Oleh karenanya
diperlukan tolok ukur pencapaian yang dapat mudah dipahami dan bersifat
implementatif. Hal ini mengingat bahwa lingkungan hidup bersifat kompleks dan
berbasis ilmiah dan diperlukan pemahaman operasional. Dengan begitu dapat
dilakukan perencanaan, implementasi dan evaluasi secara lebih optimal. Untuk
mengetahui tingkat pencapaian upaya-upaya tersebut, Kementerian Lingkungan
Hidup pada tahun 2009 telah mengembangkan alat ukur yang mudah dipahami,
yaitu Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
Melalui indeks ini akan mendorong proses pengambilan kebijakan yang
lebih cepat dan tepat. Seluruh data dan informasi yang dibutuhkan harus dikemas
dalam bentuk yang lebih sederhana. IKLH adalah pengejawantahan parameter
lingkungan hidup yang kompleks namun tetap mempertahankan makna atau
esensi dari masing-masing indikatornya. Lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan amanat Undang undang Dasar 1945 sebagaimana tertuang dalam pasal
28H. IKLH sebagai indikator pembangunan bidang lingkungan hidup menjadi
acuan bersama bagi semua pihak dengan mengukur kinerja perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. IKLH sudah dinyatakan dalam Visi Misi Jokowi-
JK, sebagai bagian Berdikari Dalam Bidang Ekonomi, yaitu membaiknya Kualitas
Hidup dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, telah menempatkan IKLH sebagai
salah satu ukuran utama untuk Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN
2015-2019. Tahun 2015 merupakan baseline bagi kinerja lingkungan hidup
sampai dengan Tahun 2019. Oleh karenanya capaian pada Tahun 2017 ini harus
merupakan acuan dasar untuk mempertajam prioritas program dan kegiatan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Pemerintah Kabupaten Gresik berkomitmen untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup melalui pembangunan yang berwawasan lingkungan. Langkah
kebijakan yang dilakukan melalui pengendalian pencemaran limbah, peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pengendalian dan pengawasan lingkungan,
peningkatan kualitas dan kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH), pemenuhan RTH
Publik minimal 20% dan penegakan hukum secara konsisten. Program-program
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam
upaya mencegah perusakan atau pencemaran lingkungan hidup, baik di darat,
perairan tawar, dan laut, maupun udara, sehingga masyarakat memperoleh
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
2.3 PENGOLAHAN SAMPAH DAN LIMBAH INDUSTRI
Bertambahnya volume jumlah sampah setiap harinya disebabkan oleh
meningkatnya pertumbuhan ekonomi, bertambahnya jumlah penduduk,
meningkatnya daerah permukiman dan tingkat aktifitas kegiatan sosial. Sarana
dan prasarana persampahan yang terbatas akan menimbulkan permasalahan yang
semakin kompleks sehingga masyarakat membuang sampah di jalan, saluran
selokan, sungai dan lahan-lahan terbuka yang dapat mencemari lingkungan hidup.
Persoalan sampah selalu menjadi bahan topik pembicaraan yang hangat untuk
dibahas karena tidak terlepas atas kaitannya dengan budaya masyarakat itu
sendiri. Sumber-sumber sampah biasanya diperoleh dari sisa sampah rumah
tangga, sampah pertanian, sampah dari pasar, sampah perkantoran, sampah rumah
sakit, sampah sekolah, sampah industri, sampah konstruksi bangunan gedung,
sampah peternakan dan sampah perikanan. Oleh sebab itu penanggulangan
sampah bukan hanya urusan pemerintah semata namun juga membutuhkan
partisipasi seluruh elemen lapisan masyarakat dan industri swasta.
Dengan meningkatnya kemajuan suatu daerah, jumlah laju produksi
sampah sering kali tidak sebanding dengan proses penanganannya sehingga perlu
dipikirkan bagaimana pemerintah daerah untuk menanggulangi masalah
persampahan. Saat ini permasalahan TPA sampah di Kabupaten Gresik ditemui
banyak kendala. Jika masalah persampahan tidak ditangani dengan baik, maka
akan menimbulkan berbagai dampak antara lain menimbulkan masalah bagi
kesehatan manusia, banjir, menimbulkan sarang penyakit, pencemaran air bersih,
pencemaran tanah, tersumbatnya saluran air, lingkungan akan menjadi kumuh
serta bau yang tidak sedap dan merusak keindahan visual kota/kabupaten itu
sendiri.
Di wilayah Kabupaten Gresik, rasio tempat pembuangan sampah (TPS)
per satuan penduduk pada tahun 2011-2016 mengalami peningkatan walaupun
belum terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena pola penanganan sampah di
Kabupaten Gresik bertumpu pada kawasan perkotaan khususnya Ibu Kota
Kecamatan, sedangkan sebagian besar lainnya dikelola secara mandiri oleh
masyarakat baik melalui pengelolaan TPS 3R maupun Bank sampah. Di kawasan-
kawasan perdesaan, penanganan sampah dilakukan secara konvensional yaitu
melalui sistem gali urug terkendali. Hal ini disebabkan karena masih tersedianya
lahan untuk pembuangan sampah dengan model galian (juglangan).
Jumlah sampah di Kabupaten Gresik dalam satu tahun produksinya
mencapai 120 ribu ton. Dari 120 ribu ton produksi sampah per tahun di Kabupaten
Gresik ini tidak semua bisa dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Gresik. Hanya
sekitar 70 persen atau 85 ribu ton yang bisa diangkut ke TPA. Sisanya, 30 persen
dari sampah tersebut masih memerlukan pengolahan supaya tidak mencemari
lingkugan.
Pemerintah Kabupaten Gresik terbantu dengan adanya Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST). Sampah yang ditampung di TPST ini mampu
mengurangi sekitar 15 persen dari beban pemerintah atau sekitar 18 ribu ton.
Adanya bank-bank sampah mengurangi sekitar 4 persen dari produksi timbulan
sampah. Selama ini warga mengurangi jumlah sampah dengan membakar.
Padahal, hal ini bertentangan dengan undang-undang. Selain itu, ada risiko yang
tinggi dibalik pembakaran sampah. Gas yang dihasilkan sampah ini 20 kali lipat
lebih banyak dibandingkan dengan gas emisi kendaraan bermotor di negara maju
(Hapsari, 2017). Pencemaran limbah industri dan domestik juga menjadi prioritas
Pemerintah Kabupaten Gresik dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan
hidup. Sejumlah sungai di Kabupaten Gresik tercemar limbah domestik dan
industri. Ada pula yang mengalami sedimentasi akibat banyaknya sampah. Dari
hasil analisa kualitas air sungai yang dilakukan oleh Dinas LH, secara keseluruhan
sungai yang dipantau diwilayah Kabupaten Gresik melebihi baku mutu kualitas
air sungai sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No 2 Tahun 2008 tentang
Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur, beberapa parameter
pemantauan yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yakni :
Avour Wringinanom (titik pantau bagian hilir) status kualitas air kategori
cemar ringan, dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu kelas
II
Kali Tutup (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar sedang, dimana
parameter BOD , COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Benganwan Solo (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Waduk Bunder (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Mireng (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar berat, dimana
parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Saluran Pelabuhan (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Tebalo (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar berat, dimana
parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Corong (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar sedang,
dimana parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Towo (titik pantau bagian hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu kelas II
Saluran GKB (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD , COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Lamong (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Tengah (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar sedang,
dimana parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Avour Kepatihan (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Sukomulyo (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Kali Roomo (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar berat, dimana
parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Waduk Ngipik (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Telaga Pegat (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Salter Mayjend Sungkono (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar
ringan, dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air kelas
Salter Jl. Veteran (titik pantau hilir) status kualitas air kategori cemar ringan,
dimana parameter BOD, COD kadarnya melebihi baku mutu air kelas III
Salter Jl. Jaksa Agung Suprapto (titik pantau hilir) status kualitas air kategori
cemar ringan, dimana parameter BOD, DO kadarnya melebihi baku mutu air
kelas III
Berdasarkan persoalan tersebut Pemerintah Kabupaten Gresik mengambil inisiatif
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup demi tercapainya kualitas
lingkungan yang baik. Dengan masuknya peningkatan lingkungan hidup sebagai
prioritas kebijakan, maka Pemerintah Kabupaten Gresik akan memperhatikan
prioritas anggaran terhadap kebijakan yang telah diprioritaskan.