Post on 12-Feb-2016
description
ACARA III
PERKECAMBAHAN SERBUK SARI SECARA IN VITRO
A. Tujuan
1. Mengamati serbuk sari yang berkecambah secara in vitro.
B. Metodologi Penelitian
1. Alat dan Bahan
a. Bunga Tapak Dara (Vinca rosea) kuncup, mekar, dan layu
b. Larutan sukrosa konsentrasi 20 %
c. Gelas benda dan penutupnya
d. Pinset
e. Mikroskop cahaya
2. Metode
Observasi
3. Prosedur
C. Hasil dan Pembahasan
a. Data Hasil Pengamatan
Tabel 1. Viabilitas Perkecambahan Serbuk Sari
No Stadium Perkembangan Bunga Viabilitas Polen
1
Kuncup Ukuran 2 cm
0 %
2
Kuncup Ukuran 3 cm
0 %
3
Kuncup Ukuran 5 cm
93 %
4
Mekar
50%
5
Layu
55,81 %
b. Pembahasan
Fertilisasi merupakan salah satu tahapan penting yang terjadi pada tumbuhan
angiospermae, hal ini berkaitan dengan kemampuan reproduksi untuk mempertahankan
generasinya dari masa ke masa. Keberhasilan proses fertilisasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah tingkat viabilitas polen, Serbuk sari merupakan struktur yang
paling sederhana dari sel tumbuhan. Buluh serbuk merupakan model yang baik dan sederhana
untuk mempelajari pertumbuhan dan perkembangan (Taylor dan Helper, 1997), sehingga
perkecambahan dan pertumbuhan buluh serbuk penting sebagai bahan penelitian studi
morfologi, ekologi, evolusi, biokimia dan biologi molekular (Ottavio, et al. , 1992)
Selama beberapa tahun terakhir perkecambahan serbuk sari membentuk buluh tabung
secara in vitro menjadi model populer untuk mempelajari biologi sel dalam sel tanaman
(Moutinho dkk., 2001). Serbuk sari secara morfologis bentuknya sederhana dan proses
pembentukan buluh serbuk merupakan contoh pertumbuhan dan perkembangan yang relatif
sederhana. Dengan alasan tersebut, dan karena pesatnya laju pembentukan buluh serbuk
secara in vitro pada beberapa spesies, pembentukan buluh serbuk telah menjadi model untuk
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan.
Polen atau serbuk sari dari tanaman angiospermae dapat ditemukan pada bagian
anther. Pada saat fertilisasi, serbuk sari akan jatuh pada bagian kepala putik atau stigma.
Stigma memegang peranan penting dalam proses perkecambagan serbuk sari, namun pada
beberapa tumbuhan perkecambahan dapat diinduksi dalam larutan gula dengan ketersediaan
yang cukup, selain itu harus diimbangi dengan aquadest untuk menjaga kelembaban polen.
Menurut Bhojwani dan Bhatnagar (1974), serta Johri (1984), stigma yang telah
mencapai tahap reseptif apabila telah menyediakan media yang cocok untuk penyerbukan dan
perkecambahan polen. Selanjutnya, polen dikatakan matang apabila telah terbentuk sel
generatif atau sel sperma di dalamnya, polen tersenut dikatakan telah memiliki daya
viabilitas. Masa kematangan stigma dan polen pada sebagian besar tumbuhan bunga terjadi
dalam waktu singkat, yaitu antara 1-3 hari. Bahkan ada beberapa jenis tumbuhan, masa
kematangan stigma dan polen hanya terjadi dalam beberapa jam saja (Heslop-Harrison dan
Heslop-Harrison, 1970).
Pemanjangan buluh serbuk merupakan proses yang dinamis, dimana buluh serbuk
merespon dan menavigasi jaringan ovarium untuk mencapai misinya dalam mengantarkan sel
sperma untuk mengadakan fertilisasi. Buluh serbuk melakukan pemanjangan secara eksklusif
pada apeks sel membentuk pertumbuhan polar, yang diketahui sebagai dari ujung
pertumbuhan. yang memproduksi sel silindris yang berbentuk seragam (Cheung, 2001).
Polen secara normal mengalami perkecambahan di stigmata tumbuhan. (Unal, 1986). Pada
beberapa spesies serbuk sari berkecambah pada anther, ada pula perkecambaha Polen yang
terjadi pada kelembaban atmosfer, beberapa serbuk sari berkecambah dengan cara in vitro
pada media dasar yang mengandung 10% sukrosa dan 0,01% asam borat (Vasil, 1960; Unal,
1988; Dane dan Olgun, 1994).
Media yang digunakan untuk perkecambahan serbuk sari bervariasi sesuai dengan
jenis tanaman (Vasil, 1960; Baker dan Baker, 1979). Serbuk sari dari beberapa spesies
membutuhkan media yang lebih kompleks (Çetin et al., 2000). Lingkungan yang diperlukan
untuk perkecambahan serbuk sari secara in vitro terkait dengan komposisi genetik dan juga
kualitas dan kuantitas cadangan nutrisi yang ada di dalam serbuk sari (Baker dan Baker,
1979).
Tapak dara (Vinca rosea L.) yang mempunyai nama lain Catharanthus roseus
merupakan anggota family Spocynaceae yang merupakan herba perennial yang berbunga
setiap saat. Bunga yang dihasilkan jumlahnya banyak, berkelamin ganda, actinomorf,
berbilangan 5, kelopak bunga berbagi, dan mahkota bunga berlekatan membentuk tabung
atau buluh panjang. Taju-taju mahkota di atas bulluh terpuntir ke satu arag ketika masih
kuncup. Kepala sari membebaskan serbuk sari melalui celah longitudinal (Tjitrosoepomo,
1992 :Budiwati, 2012).
Praktikum perkecambahan polen ini dilakukan pengamatan viabilitas polen pada
umur yang berbeda dengan teknik in vitro. Pengamatan dilakukan pada variasi ukuran
kuncup bunga 2, 3,5 cm, bunga yang mekar dan bunga yang layu. Perbedaan ukuran ini
sebagai variabel yang menandakan tahap perkembangan bunga untuk pendekatan umur
serbuk sari yang diambil. Pengelompokan umur serbuk sari berdasarkan stadium
perkembangan bunga. Hasil perkecambahan serbuk sari selanjutnya dibandingkan untuk
melihat viabilitas polen pada umur yang berbeda.
Untuk mengetahui kecepatan waktu berkecambah, setelah serbuk sari ditaburkan
dilakukan pengamatan perkecambahannya pada waktu 10 menit. Media yang digunakan
berupa larutan sukrosa 20%. Selain fungsinya sebagai media pertumbuhan, larutan sukrosa
berfungsi sebagai substrat respirasi, sukrosa menyediakan sumber karbon bagi katabolisme
yang dilakukan oleh serbuk sari. Pengambilan benang sari dilakukan di cekungan dasar
bunga menggunakan bantuan tusuk gigi. Pengamatan dilakukan dengan mengambil polen
yang dicampurkan secara merata hingga larutan sukrosa nampak keruh. Untuk perhitungan
menggunakan jumlah Polen yang cukup banyak (di atas 30 Polen) agar data yang dihitung
dan dibandingkan valid. Pengamatan dilakukan dengan mengitung sejumlah polen yang
berkecambah di bandingkan dengan jumlah seluruh polen yang nampak dalam satu bidang
pandang, selanjutnya dihitung persentase perkecambahan. Pengukuran daya kecambah ini
menjadi salah satu acuan dalam menghitung daya perkecambahan serbuk sari.
a b c d e
Gambar 2. a. Bunga 1(kuncup 2cm), b. kuncup 3 cm, c. kuncup 5 cm, d. bunga mekar,
e. bunga layu
Tabel 2. Pengelompokan bunga berdasarkan stadium perkembangan
Keterangan Morfologi
Kuncup 1 Tahapan kuncup ukuran 2 cm, taju korola masih menutup penuh dan
berwarna putih kehijauan, bagian anther belum membuka
Kuncup 2 Kuncup berukuran 3 cm, taju korola belum membuka dan berwarna
putih, anther belum membuka
Kuncup 3 Kuncup ukuran 5 cm, berwarna merah muda pucat, taju korola hampir
membuka (hampir mekar)
Bunga mekar Taju korola sempurna terbuka
Bunga layu Taju korola sudah mulai layu, polen kadang berhamburan hingga
bagian atas taju korola
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa serbuk sari tapak dari memiliki rata-
rata persentase perkecambahan yang bervariasi, pada kuncup 1 dan 2 hingga waktu 10 menit
tidak ada polen yang berkecambah, sedangkan daya perkecambahan paling tinggi adalah
kuncup ke 3, perbedaanya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 1. Grafik Hubungan antara stadium bunga dengan viabilitas polen dalam medium sukrosa 20 %
Perkecambahan polen secara in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur
Polen, waktu pengamatan perkecambahan, konsentrasi dan komposisi larutan yang digunakan
sebagai media tumbuh. Semakin tua umur serbuk sari semakin lamban perkecambahannya
dan tabung serbuk sari yang terbentuk lebih pendek. Pada kondisi alamiahnya, setelah serbuk
sari lepas dari anther, polen tersebut akan bertahan hidup satu atau beberapa hari saja
sebelum dapat mencapai kepala putik (stigma) yang reseptif (Lestern, 2004 : Budiwati,
2012). Keberhasilan perkecambahan ditunjukkan oleh kuncup bunga yang hampir mekar,
bunga mekar hingga layu, namun viabilitas polen pada bunga yang sudah layu tidak sebaik
pada viabilitas polen pada bunga yang hampir mekar. Pada bunga yang baru mekar, pada saat
tersebut ruang sari belum pecah yang dipebuhi dengan serbuk sari dengan daya tumbuh yang
tinggi.
Pengamatan perkecambahan dilakukan hingga pengamatan tahapan perkecambahan
serbuk sari, berikut data yang teramati :
a b c
Gambar 1. Tahap perkecambahan serbuk sari, a. b. c tahap inisiasi
Serbuk sari (Pollen grain) merupakan sel hidup yang mempunyai protoplasma, dan
terbungkus oleh dinding sel, dinding sel terdiri dari 2 macam, yaitu lapisan luar yang keras
dan tebal yang disebut sebagai lapisan eksin dan lapisan dalam yang tipis atau disebut intin.
Jalan untuk keluarnya buluh serbuk melalui celah atau pori pada permukaan eksin yang
disebut apertura. Tahapan pembentukan serbuk sari dimulai dari tahapan inisiasi, dimana
protoplas mulai keluar dari serbuk sari melalui apertura diikuti proses pemanjangan
(elongasi) akibat pergerakan vakuola. Fase intermediet ditandai dengan penyempitan callose
plug sehingga bagian lumen menyempit, tahapan terakhir seluruh dinding kalose menutup
sehingga bagian lumen dari buluh juga sempurna tertutup.
D. Kesimpulan
Uji viabilitas berbagai umur polen pada tanaman tapak dara (Vinca rosea) yang
dilakukan secara in vitro dalam media sukrosa 20 % memperlihatkan tingkat viabilitas yang
berbeda. Viabilitas tertinggi ditunjukkan oleh polen yang dimiliki oleh bunga dewasa yang
hampir mekar, hal ini dikarenakan ruang sari belum pecah namun sudah dipenuhi oleh serbuk
sari yang memiliki tingkat viabilitas tinggi, persentase perkecambahannya mencapai 93 %.
Serbuk sari pada bunga yang mekar dan layu masih dapat berkecambah dengan persentase 50
% dan 55.81 %, hal ini dikarenakan viabilitas atau kemampuan berkecambah polen berkurang
seiring dengan bertambahnya umur polen setelah ruang sari pecah
DAFTAR PUSTAKA
Baker HB and Baker I. Starch in angiosperm Polen grains and; its evolutionary significance. Amer J Bot. 66 (5): 591-600, 1979.
Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnagar. 1974. The Embryology of Angiosperms. Vikas Publishing House PVT Ltd, New Delhi.
Budiwati. 2012. Pemanfaatan Perkecambahan Serbuk Satri Tapak Dara (Vinca rosea L.) secara In Vitro sebagai Alternatif Bahan Praktikum Biologi Perkembangan.
Çetin E, Y›ld›r›m C, Palavan-Ünsal N, and Ünal M. Effect of spermine and cyclohexylamine on in vitro Polen germination and tube growth in Helianthus annuus. Can J Plant Sci. 80: 241-245, 2000.
Cheung A. Imaging elongating Polen tubes by green fluorescent protein, Sexual Plant Rep. Vol. 14: 1-2, pp. 9-14, 2001
Garwood, N.C. and C.C. Horvits. 1985. Factors Limiting Fruits and Seed Production of a Temperate Shrub, Staphylea Trifolia L. (Staphyleaceae). Amer. J. Scien. 50: 91-96.
Heslop-Harrison, J. and Y. Heslop-Harrison. 1970. Evaluation of Polen Viability by Enzymatically Induced Fluorescence; Intracellular Hydrolysis of Florescein Diacetate. Stain Technology. 45 (1): 115-120.
Johri, B.M. 1984. Embryology of Angiosperms. Springer-Verlag, New York.
Mautinho A, Camacho L, Haley A, Pais MS, Trewavas A, Malho R. Antisense perturbation of protein function in living Polen tubes. Sexual Plant Rep. 14: 101-104, 2001. Ottavio E, Mulahy D, Sari Goria M, Mulahy GB. Angiosperm Polen and Ovules, Springer-Veriag, 1992
Soepadmo, E. 1989. Contribution of Reproductive Biological Studies Towards the Conservation and Development of Malaysian Plant Genetic Resources. dalam A.H. zakri (ed.) Genetic Resources of Under-utilized Plants in Malaysia. Proceeding of The National Workshop on Plant Genetic Resources. Subang Jaya, Malaysia 23 Nov. 1988. Malaysia National Committee on Plant Genetic Resources. Malaysia. p: 1-41.
Taylor LP, Hepler PK. Polen Germination and Tube Growth. Ann Rev of Plant Physiol and Plant Mol Biol. 48: 461-491,1997.
Tjitrosoepomo. G. 1991. Taksonomi Tumbuhan (Spermatofita). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ünal M. A. 1986. Comparative cytological study on compatible and incompatible Polen tubes of Petunia hybrida. Ist Univ Fen Fak Mec. Seri B. 51: 1-12.
Vasil IK. Studies on Polen germination of certain Cucurbitaceae. Amer J Bot. 47 (4): 239-248, 1960.