Post on 05-Jul-2018
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
1/36
PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS
KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN
SELAMA 14 HARI
SKRIPSIBUDI UTOMO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
2/36
RINGKASAN
BUDI UTOMO. D14202017. Pengaruh Umur Telur terhadap Kualitas
Kemasiran Telur Asin yang Diasin Selama 14 Hari. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS
Pembimbing Anggota : Prof. Dr. dra. Peni S. Hardjosworo, MSc
Hasil utama itik adalah telur. Telur itik banyak digunakan sebagai telur asin.
Permasalahan yang terjadi sekarang ini adalah masih rendahnya kualitas kemasiran
dari telur asin. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh umur telur terhadap
kualitas kemasiran dari telur asin. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus
sampai September 2005. Telur yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 120
butir telur, yang dibagi dalam kelompok kecil (64-65 g), sedang (66-70 g), besar (71-
74 g). Perlakuan yang digunakan adalah umur telur yang berbeda. Peubah yangdiukur dalam penelitian ini adalah kadar garam, kadar air dan persentase kemasiran.
Kadar garam dan kadar air digunakan sebagai indikator perubahan yang terjadi pada
telur selama pengasinan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama umur
telur maka persentase kemasiran semakin besar (60,34% umur 1 hari; 65,18% umur
7 hari; 78,56% umur 14 hari; 80,29% umur 21 hari).
Putih telur pada telur yang telah berumur lama akan semakin encer, dan
membran vitelin kuning telur semakin lemah. Penetrasi garam akan semakin mudah
karena kondisi putih telur telah turun viskositasnya, begitu juga semakin lemah
membran vitelin maka garam dan air akan mudah masuk ke dalam kuning telur.
Besarnya kadar garam dan air dalam kuning telur maka kuning telur asin semakin
masir
kata-kata kunci: Telur itik, telur asin, kemasiran
2
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
3/36
ABSTRACT
The Effects Storage Periode Toward Salted Egg Grity Quality
During 14 Days
Utomo, B., Rukniasih, and Hardjosworo, P
The main product of duck is egg. Mostly the duck egg is used make salted
egg. The recent problem is the fact that the grity quality of salted egg is still low. The
aim of the reaserch was to study the effects of the egg storage periode toward salted
egg grity quality. The reaserch was conducted on august until september 2005. the
eggs used in the reaserch were as many as 120 eggs that were devided in the in three
groups. They were small group (64-65 g), medium group (66-70 g) and large group
(71-74 g). The used treatment was the different of egg storage periode. The variable
measured in the reaserch were salt content, moisture content, and grity percentage.
The salt and moisture content were used as the the change indicator occured in egg
during salting. The reaserch showed that the more egg storage periode, the more thegrity percentage increased (60,34% for 1 day; 65,18% for 7 days; 78,56% for 14
days; 80,29% for 21 days).
The viscosity of albumen was decreased as the egg storage periode longes,
and the yolk viteline membrane weaker. Therefore the salt penetration was easier to
occure becouse of the decreasing albumen viscosity and weaker vitelin membrane,
the easier salt and moisture enter the yolk. The salted egg yolk was more grity as
more salt and water content in the yolk.
Keywords: Duck egg, Salted egg, grity
3
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
4/36
PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS
KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN
SELAMA 14 HARI
BUDI UTOMOD14202017
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
4
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
5/36
PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS
KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN
SELAMA 14 HARI
Oleh :
BUDI UTOMO
D14202017
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapanKomisi Ujian Lisan pada tanggal 10 Agustus 2006
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS Prof. Dr. dra. Peni S. Hardjosworo, MSc
NIP. 131 284 605
Dekan Fakultas PeternakanInstitut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur. Sc.
NIP. 131 624 188
5
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
6/36
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1983 di Situbondo, Jawa Timur.
Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak SapranSiswowijoto dan Ibu Kartini.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Patokan IV Situbondo.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMP 1
Situbondo. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU
1 Situbondo. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2002.
Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah bergabung dalam keanggotaan
FAMM AL-AN’AM periode 2004-2005 dan Himaproter (Himpunan Mahasiswa
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan) periode 2004-2005, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mendapat kesempatan menjadi asisten dosen
praktikum mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak periode 2004-2005 dan
Ilmu dan Teknik Pengolahan Susu periode 2005-2006.
6
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
7/36
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan salah satu upaya dalam mengetahui umur yang tepat
dilakukan pengasinan pada telur itik agar mendapat kualitas kemasiran kuning telurasin yang paling baik. Selama penyimpanan telur akan mengalami penurunan
kualitas yang disebabkan oleh penguapan. Penguapan ini mengakibatkan putih telur
akan semakin encer dan membran kuning telur semakin melemah. Hal ini diyakini
akan dapat mempercepat garam dan air masuk ke kuning telur dan mengakibatkan
perbesaran diameter granula kuning telur, sehingga timbul tekstur masir.
Skripsi ini membahas mengenai pengaruh kadar air dan kadar garam putih
dan kuning telur sebelum dan sesudah diasin. Semakin lama telur disimpan atau
semakin tua umur telur kadar air putih telur semakin meningkat dan membran vitelin
semakin melemah, sehingga akan mempercepat penetrasi air dan garam masuk ke
dalam kuning telur
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
7
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
8/36
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1Tujuan .............................................................................................. 2
Manfaat ............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
Itik Lokal ........................................................................................... 3
Struktur Fisik Telur .......................................................................... 4
Kulit Telur ............................................................................ 5
Putih Telur ........................................................................... 5
Kuning Telur ........................................................................ 6
Kualitas Telur .................................................................................. 7
Penurunan Kualitas selama Penyimpanan ........................... 9Telur Asin ........................................................................................ 10
Perubahan yang Terjadi pada Saat Pengasinan ................................ 11
METODE ..................................................................................................... 13
Lokasi dan Waktu ............................................................................ 13
Materi ............................................................................................... 13
Rancangan ........................................................................................ 13
Prosedur ........................................................................................... 14
Pengasinan Telur .................................................................. 14
Kadar Air (Sofyan, 2003) .................................................... 14
Kadar NaCl (Sofyan, 2003) ................................................. 15Penampakan Kemasiran Kuning Telur (AAICS, 1974) ...... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 23
Kesimpulan ...................................................................................... 23
Saran ................................................................................................ 23
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 25
8
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
9/36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Data Populasi Itik di Indonesia Tahun 1999 - 2003 ........................... 4
2. Kandungan Gizi Telur Itik, Telur Ayam dan Telur Asin ................... 7
3. Kandungan Mineral Telur ................................................................... 7
4. Kandungan Gizi Telur Itik dan Bagian- bagiannya ............................ 9
5. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum dan Sesudah Diasin 17
6. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum Diasin ............ 20
7. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sesudah Diasin ............ 20
8. Persentase Kemasiran Kuning Telur Asin .......................................... 21
9
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
10/36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill 1977) ................................... 4
2. Oven 105P
oP
C ........................................................................................ 16
3. Timbangan Elektrik ............................................................................ 16
4. Oven 600Po
PC ........................................................................................ 16
5. Kemasiran Kuning Telur Asin pada Pengasinan Umur Telur yang
Berbeda ............................................................................................... 22
10
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
11/36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik lokal adalah itik yang telah mengalami domestikasi dan beradaptasidengan lingkungan di Indonesia tanpa memperhatikan asal-usul tetua liarnya. Itik-
itik yang ada sekarang ini diturunkan dari jenis Mallard berkepala hijau ( Anas
plathyrhyncos plathyrhyncos). Itik lokal yang ada di Indonesia mempunyai beberapa
jenis dan setiap jenis diberi nama sesuai dengan tempatnya berada. Setiap jenis
memiliki ciri morfologi yang khas. Sebagai contoh adalah itik Tegal, Alabio, Bali,
Cirebon, Magelang, Tasikmalaya, Tangerang, Medan, Lombok dan Mojokerto.
Budidaya tenak itik di Indonesia terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal
ini cukup beralasan karena selain kemampuan produksi yang cukup tinggi, harga
telurnya juga relatif tinggi.
Telur itik memiliki beberapa kelemahan bila dibandingkan dengan telur ayam
bila dalam keadaan segar. Beberapa kelemahannya antara lain adalah telur itik
memiliki daya buih yang lebih rendah dari telur ayam dan telur itik memiliki pori-
pori yang lebih banyak dari telur ayam. Permukaan cangkang telur itik lebih luas dari
permukaan cangkang telur ayam, sehingga penguapan yang terjadi besar karena
banyaknya pori-pori dan permukaan cangkang yang luas. Telur itik akan lebih cepat
mengalami penurunan kualitas. Selain itu telur itik mempunyai kelebihan bila dibuat
sebagai telur asin. Telur asin yang berasal dari telur itik lebih disukai bila
dibandingkan yang berasal dari telur ayam.
Ada berbagai cara dalam pengasinan telur, antara lain dengan cara
pembalutan dengan adonan yang berbentuk pasta (tumbukan bata merah dengan air
dan garam) dan perendaman dengan larutan garam. Pembuatan telur asin dengan cara
perendaman memiliki dua cara yaitu dengan tekanan dan tanpa tekanan.
Permasalahan yang dihadapi sekarang ini adalah telur asin di Indonesia
belum seragam, contohnya adalah rasa telur asin yang terlalu asin dan ada juga yang
kurang asin, ada yang kuning telur yang masir dan ada juga kuning trelur yang
kurang masir. Padahal untuk mengembangkan populasi usaha telur itik lokal, salah
satu strateginya adalah dengan meningkatkan konsumsi produksinya antara lain
adalah telur asin.
11
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
12/36
Telur asin dapat dijadikan komoditi ekspor mengingat produk ini juga disukai
oleh masyarakat negara-negara tetangga. Salah satu penelitian telah dilakukan untuk
mendapatkan telur asin yang kemasirannya tinggi, yakni dengan cara mengasinkan
telur pada berbagai umur telur. Semakin tua umur telur yang digunakan, putih telur
sudah semakin encer dengan adanya penguapan, sehingga mempercepat penetrasi
garam yang akan membuat kuning telur asin semakin masir.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh umur telur
terhadap kualitas kemasiran telur asin yang dihasilkan.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bagi produsen telur asin dalam
memilih telur yang akan menghasilkan telur asin dengan kemasiran yang tinggi.
12
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
13/36
TINJAUAN PUSTAKA
Itik Lokal
Ternak itik adalah ternak unggas penghasil telur yang cukup potensialdisamping ternak ayam. Ternak itik umumnya merupakan unggas yang dipelihara di
daerah pantai sampai ke pegunungan. Penyebarannya banyak di kota-kota sebelah
utara pulau Jawa seperti Serang, Tanggerang, Karawang, Cirebon, Tegal dan
Pekalongan (Samosir, 1983).
Itik yang ada sekarang ini (Agas domesticus) berasal dari itik liar Wild
Mallard . Semua itik yang sekarang diternakkan berasal dari hewan liar yang
dijinakkan dengan berbagai cara. Beberapa sifat itik diantaranya adalah : 1) mampu
mempertahankan produksi telur lebih lama, 2) mampu berproduksi dengan baik
dengan sistem pengelolaan yang sederhana, 3) tingkat kematian itik umumnya kecil,
4) lebih tahan terhadap penyakit, 5) dapat berproduksi dengan pakan berkualitas
rendah, 6) cocok untuk telur asin, 7) lebih baik gizinya daripada telur ayam (Samosir,
1983).
Itik yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan itik lokal. Itik lokal
adalah itik yang telah mengalami domestikasi dan beradaptasi dengan lingkungan di
Indonesia tanpa memperhatikan asal-usul tetua liarnya (Hardjosworo, 1995).
Beberapa itik lokal diberi nama sesuai dengan lokasi penyebarannya dan memiliki
ciri morfologi yang khas (Setioko et al., 1994).
Setioko et al. (1994) menyatakan bahwa budidaya ternak itik di Indonesia
terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal ini disebabkan selain kemampuan
produksi yang cukup tinggi, harga telur itik juga cukup tinggi. Sebagai sumber
penghasil daging, itik kurang populer dan kurang disukai oleh masyarakat. Hanya
sebagian masyarakat yang telah biasa mengkonsumsinya, yaitu masyarakat pedesaan
dan masyarakat Cina.
Berdasarkan data Statistik Peternakan Indonesia (2005), populasi itik dan
konsumsi telur di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data populasi itik, produksi
telur dan konsumsi telur tahun 1999 - 2003 dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
14/36
Tabel 1. Data Populasi Itik di Indonesia Tahun 1999-2003
Produksi telur itik Konsumsi telur itik
Tahun
Populasi itik
(000 ekor) (000 ton)
1999 27.552 640,1 640,4
2000 29.035 783,3 783,3
2001 32.068 850,3 793,8
2002 46.001 945,7 945,7
2003* 48.120 1.060,3 1.060,3
Keterangan : *) Angka sementara 2003Sumber: Badan Statistik Peternakan Indonesia (2003)
Struktur Fisik Telur
Stuktur fisik telur itik secara keseluruhan hampir sama dengan telur ayam,
terdiri dari tiga bagian yaitu kulit telur (8%-11%), putih telur (56%-61%) dan kuning
telur (27%-31%) (Powrie, 1984). Bentuk telur itik yang normal umumnya sama
dengan telur ayam yaitu oval dengan salah satu bagian meruncing sedangkan ujung
lainnya tumpul (Stewart dan Abbott, 1972). Susunan struktur telur dapat dilihat padaGambar 1.
Gambar 1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill, 1995)
4
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
15/36
Kulit Telur
Lapisan kulit telur terdiri dari lapisan kutikula, bunga karang, lapisan
mamilary, dan lapisan membrana kulit telur. Lapisan bunga karang dan mamilary
dibedakan dengan berat kotor polisakaridanya, kemampuan daya tarik kation-
kationnya, dan ketahanan pada perebusan dengan NaOH 10%. Satu lapisan kutikula
dan membran setelah lapisan matrik adalah lapisan kalsium karbonat dan kalsium
bagian dalam dengan proporsi 1:50. Lapisan kalsium yang bersatu dengan matrik
mamilary berbentuk kerucut (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Menurut Romanoff dan Romanoff (1949), komposisi dari kulit telur adalah
98,2% kalsium; 0,9% Mg dan 0,9% P. Kulit telur itik berwarna hijau kebiruan dan
agak lebih tebal dibandingkan dengan telur ayam. Ketebalan dari kulit telur itik
adalah ± 0,257 mm, sedangkan kulit telur ayam ± 0,244 mm (Hetzel, 1985).
Setiap lapisan pada kulit telur susunan atau komposisinya berbeda-beda.
Lapisan terluar adalah kutikula. Lapisan ini terdiri atas 85%-87% protein; 3,5%-4,4%
karbohidrat; 2,5-3% lemak dan 3,5% abu. Lapisan kedua adalah lapisan bunga
karang. Lapisan ini disebut lapisan sebenarnya karena tersusun dari 2/3 bagian dari
seluruh bagian kulit telur. Lapisan bunga karang tersusun dari protein, karbohidrat,
lemak, garam dan kalsium (kalsium karbonat, Magnesium karbonat, kalsium fosfat).
Lapisan ketiga adalah lapisan mamilary yang terdiri atas mukopolisakarida
sialomusin. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan hidrogen dan disulfida (Belizt dan
Grosch, 1999).
Lapisan membran berada diantara permukaan dalam cangkang telur sampai
albumen. Lapisan ini terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar dengan ketebalan
53,2-65,5 μm dan lapisan dalam dengan ketebalan 19,5-24,3 μm. Lapisan luar
menempel pada cangkang oleh beberapa kerucut pada permukaan cangkang dalamsampai ke dalam membran oleh asosiasi serat. Setiap serat pada membran ada inti
padat elektron. Lapisan membran dalam memiliki tiga lapisan serat yang paralel pada
sudut kanannya masing-masing (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Putih Telur
Putih telur terdiri dari empat lapisan yang tersusun secara istimewa, yaitu:
lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan lapisan khalazaferous.
Masing-masing lapisan tersebut mempunyai kandungan air yang berbeda-beda
5
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
16/36
(Romanoff, 1949). Bagian terbesar dari telur adalah putih telur, yaitu sebesar 56%-
61% dari keseluruhan telur. Protein putih telur terdiri dari protein serabut dan protein
globular (Powrie dan Nakia, 1985).
Jenis protein pada putih telur diantaranya adalah ovalbumin, konalbumin,
ovomucoit, lizozim, ovoglobulin, ovomucin, flavoprotein, ovoglikoprotein,
ovomakroglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Powrie, 1973). Ovomucin merupakan
glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat yang berbentuk serabut.
Serabut-serabut ovomucin berbentuk jala yang dapat mengikat bagian cair dari putih
telur sehingga ovomucin menentukan kekentalan putih telur (Powrie, 1973).
Karbohidarat yang terdapat dalam putih telur adalah karbohidrat yang
berikatan dengan protein (± 0,5%) atau biasa disebut glikoprotein dan karbohidrat
yang berdiri sendiri (± 0,4%-0,5%). Karbohidrat tersebut adalah glukosa (98%),
manosa, galaktosa, arabinosa, xylosa, ribosa dan dioksiribosa. Putih telur selain
mengandung air, protein dan karbohidrat juga mengandung lemak, vitamin dan
mineral (Winarno dan Koswara, 2002).
Kuning Telur
Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang terdiri atas 1/3 protein
dan 2/3 lemak (Belizt dan Grosch, 1999). Kuning telur adalah suatu bagian yang
penting dari telur. Bagian ini mengandung bahan-bahan makanan untuk
perkembangan embrio. Berbeda dengan putih telur, kuning telur terdiri dari protein
telur dan lemak yang berbentuk butiran-butiran dalam berbagai ukuran (Romanoff
dan Romanoff, 1949; Wimton,1949 dan Fromm, 1967).
Kuning telur terdiri atas membran vitelin, saluran latebra, lapisan kuning telur
gelap dan lapisan kuning telur terang (Stadelman dan Cotterill, 1995). Membran
vitelin di sekeliling kuning telur terbentuk dari dua lapisan yaitu lapisan dalam yang
dibentuk di ovari dan lapisan luar yang dibentuk di oviduct (Stadelman dan Cotterill,
1995).
Kuning telur terdiri dari protein, lemak, pigmen dan mineral-mineral seperti
K, Na, Mg, Ca, Fe, Cu, S, P, Ce dan Mn. Kuning telur memiliki semua vitamin
kecuali vitamin BB2 B(Stadelman dan Cotterill, 1995).
6
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
17/36
Belitz dan Grosch (1999) melaporkan bahwa 0.2% karbohidrat yang terdapat
pada kuning telur berkaitan dengan protein. Karbohidrat yang tidak berkaitan dengan
protein adalah monosakarida (U+ U0.6%) dengan jenis yang sama dengan putih telur.
Menurut Chang et al. (1977) kuning telur secara keseluruhan terbagi atas
bagian kuning dan bagian putih. Bagian putih berada di tengah-tengah kuning telur
dan hanya 1% dari total. Bagian putih dan kuning telur memiliki varietas partikel
yang berukuran mikroskopis seperti butiran-butiran telur, lipoprotein drop (granula)
dan low dencity lipoprotein (LDL). Kandungan gizi telur mentah dari berbagai jenis
unggas dan kandungan mineral telur dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Kandungan Gizi Telur Itik, Telur Ayam dan Telur AsinTernak Kalori Protein Lemak Karbohidrat Air
................................................... g ....................................................
Ayam 162 12,8 11,5 0,7 74
Itik 189 13,1 14,3 0,8 70,8
Telur Asin 195 13,6 13,6 1,4 66,5
Sumber : Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (2006)
Tabel 3. Kandungan Mineral Telur Ayam
Mineral Albumen Kuning Telur
(%)
Sulfur 0,195 0,016
Kalium 0,145 – 0,167 0,112 – 0,360
Natrium 0,161 – 0,169 0,070 – 0,093
Fosfor 0,018 0,543 – 0,980
Kalsium 0,008 – 0,02 0,121 – 0,282
Magnesium 0,009 0,032 – 0,128
Ferrum 0,0009 0,0053 – 0,011
Sumber : Stadelman dan Cotterill (1995)
Kualitas Telur
Kualitas telur adalah kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera
konsumen. Kualitas merupakan ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang
7
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
18/36
menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi penerimaan
konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kualitas telur yang dipengaruhi oleh sifat genetik adalah tekstur dan
ketebalan kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya putih telur kental dan
komposisi telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Sirait (1986) menyatakan bahwa
faktor-faktor kualitas yang memberikan petunjuk terhadap keseragaman telur adalah
susut berat, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning telur, bentuk
dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Susut berat telur
dipengaruhi oleh keadaan awal dari telur. Penyusutan berat telur akan bertambah
besar dengan bertambahnya umur simpan sampai batas tertentu dan selanjutnya berat
telur akan relatif konstan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penyusutan bobot telur
pada telur-telur yang diawetkan relatif berlangsung dengan cepat. Hal ini disebabkan
pengaruh suhu yang tinggi selama penyimpanan ( Stedelment dan Cotterill, 1995).
Kualitas putih telur dapat diukur dengan menghitung Haugh unit yaitu
menggunakan Egg Quality Slide Rule atau menggunakan rumus haugh unit
(Stadelmant dan Cotteril, 1995). Keadaan atau kekentalan kuning telur dapat diukur
dengan menghitung indeks kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1949). Indeks
kuning telur yang normal adalah 81,70% (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kekentalan putih telur yang semakin tinggi dapat ditandai dengan tingginya
lapisan putih yang kental. Hal ini menunjukkan bahwa telur masih dalam keadaan
segar. Penurunan tinggi putih telur bersifat logaritmik negatif dan secara matematis
telah dijabarkan oleh Haugh (1937) yang dikenal dengan Haugh unit (Stadelmant
dan Cotterill, 1995).
Beberapa karakteristik yang mempengaruhi mutu kuning telur adalah warna,
bulatnya bentuk dan kekuatan membran vitelin. Warna kuning telur dapatdideterminasi dengan menggunakan Roche Color Fan yang mempunyai lima belas
seri warna. Bentuk bulat kuning telur dapat dinyatakan sebagai indeks kuning telur,
yang merupakan hasil pembagian dari tinggi dan lebar telur. Penurunan kuning telur
merupakan fungsi dari kekuatan membran vitelina (Stadelmant dan Cotterill, 1995).
Kandungan gizi telur dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Tabel 4.
8
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
19/36
Tabel 4. Kandungan Gizi Telur Itik dan Bagian- bagiannya
Komponen Telur utuh Putih telur Kuning telur
............................................ % ............................................
Air 70,60 88 47
Protein 13,10 11 17
Lemak 14,30 - 35
Karbohidrat 0,80 0,80 0,8
Abu 0,95 - -
Keterangan : - : Kadar sangat sedikitSumber : Winarno dan Koswara (2002)
Penurunan Kualitas Selama PenyimpananTelur adalah produk ternak yang mudah sekali rusak oleh lingkungan, yaitu
kelembapan, suhu dan lama penyimpanan. Kerusakan tersebut berupa perubahan-
perubahan pada telur. Perubahan-perubahan yang dapat diketahui dari luar dan
perubahan-perubahan dalam isi telur yang hanya dapat diketahui jika telur sudah
dipecahkan (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Perubahan berat dan pembesaran rongga udara dapat terjadi karena adanya
penguapan air dan pelepasan gas misalnya COB2B, NHB3B, NB2B dan kadang-kadang HB2BS
sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik isi telur selama penyimpanan telur.
Pelepasan gas tersebut dapat mengakibatkan telur jadi berbau menyimpang.
Perubahan penampakan kuning telur dapat terjadi karena pada suhu maupun
kelembapan udara yang tinggi dapat terjadi kondensasi air yang berlebihan pada kulit
telur sehingga dapat sebagai media pertumbuhan kapang dan bakteri (Romanoff dan
Romanoff, 1963). Penyebab menurunnya kesegaran telur utuh adalah karena
terjadinya pelepasan COB2B dari dalam isi telur, menguapnya air dari dalam telur ke
permukaan telur dan masuknya mikroba melalui pori kulit telur (Romanoff dan
Romanoff, 1949).
Lama penyimpanan berpengaruh pada nilai pH putih telur. Semakin lama
penyimpanan maka nilai pH putih telur akan semakin meningkat, pada hari pertama
sebesar 7,6 kemudian meningkat mencapai 9,7. Kenaikan nilai pH disebabkan oleh
hilangnya COB2B melalui pori-pori kulit telur. Nilai pH putih telur tergantung dari
keseimbangan antara pemecahan karbondioksida, ion bikarbonat dan karbonat
tergantung tekanan COB2B oleh pengaruh luar (Winarno dan Koswara, 2002).
9
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
20/36
Romanoff dan Romanoff (1963) menambahkan bahwa perubahan nilai pH
putih telur disebabkan oleh hilangnya COB2B dan aktifnya enzim proteolitik yang
merusak membran vitelin menjadi lemak dan akhirnya pecah sehingga menyebabkan
putih telur menjadi cair dan tipis.
Ovomucin sangat berperan dalam pengikatan air untuk membentuk struktur
gel albumen. Albumen akan semakin kental jika jala-jala ovomucin banyak dan kuat
dengan viskosistas albumen tinggi seperti yang diperlihatkan dari indikator haugh
unit . Protein albumen terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin oleh karena itu
semakin tinggi nilai Haugh unit maka semakin tinggi ovomucin dan fenomena ini
mencerminkan semakin baik kualitas interior telur itik. Semakin lama penyimpanan
dapat menyebabkan HU (Haugh unit) semakin turun (Roesdiyanto, 2002).
Kenaikan nilai pH putih telur akan menyebabkan kerusakan fisikokimia
serabut-serabut ovomucin sehingga kekentalan putih telur akan menurun. Menurut
Romanoff (1949) penurunan kekentalan putih telur dan elastisitas membran vitelin
mengakibatkan kuning telur bergeser dari posisinya yaitu pusat telur.
Perubahan kuning telur selama penyimpanan meliputi penurunan elastisitas
membran vitelin yang diikuti oleh pembesaran bulatan kuning telur akibat adanya
difusi air dari putih telur kemudian bulatan kuning telur menipis dan akhirnya pecah.
Keadaan tersebut dapat diukur dengan indeks kuning telur (Romanoff dan Romanoff,
1949). Semakin lama telur disimpan indeksnya akan semakin menurun (Sirait, 1986).
Telur Asin
Telur asin adalah salah satu bentuk pengawetan telur yang dapat ditemukan di
beberapa negara, misalnya Indonesia, Cina dan Taiwan. Keuntungan proses
pengasinan disamping untuk pengawetan adalah meningkatkan cita rasa, yaitu rasa
masir atau berpasir yang didapatkan pada kuning telur ( Sirait, 1986)
Telur yang biasa digunakan untuk pembuatan telur asin adalah telur itik. Hal
ini disebabkan karena telur itik mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan telur ayam. Wulandari et al. (2002) menyatakan bahwa kadar
lemak kuning telur ayam adalah 31,9%.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan di dalam pengawetan telur
adalah mutu awal telur dan telur yang akan mengalami proses pengawetan. Tujuan
dari tindakan pengawetan adalah menunda kerusakan fisik dan kimia serta mencegah
10
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
21/36
pertumbuhan bakteri. Telur yang diawetkan harus mempunyai mutu awal yang masih
masuk dalam kelas AA. Ciri-ciri telur yang masuk dalam kualitas AA adalah kulit
telur bersih, tidak retak, bentuk normal, kedalaman kantung udara 0,3 cm atau
kurang, putih telur kental dan jernih, kuning telur terletak di pusat dengan baik,
kuning telur jernih dan bebas dari noda (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Pengasinan telur dapat dilakukan dengan cara merendam telur di dalam
larutan garam ataupun dengan cara membungkus telur dalam adonan garam dari batu
bata atau abu gosok. Pengasinan dengan cara perendaman di dalam larutan garam
pada prinsipnya diawali dengan pembuatan garam jenuh dan selanjutnya telur yang
sudah dicuci direndam dalam larutan garam tersebut selama kurang lebih 2 minggu.
Pengasinan dengan cara pembungkusan menggunakan adonan garam dan bahan
bantu yang dapat berupa abu gosok atau bubuk bata merah, dilakukan selama 12-14
hari (Sudaryani, 1996). Telur asin yang disukai konsumen adalah telur asin yang
kuningnya memiliki tekstur masir, tidak terlalu asin putihnya dan kuningnya
berwarna orange (Chi dan Tseng, 1998).
Perubahan yang Terjadi pada Saat Pengasinan
Prinsip pengasinan telur adalah melakukan penetrasi garam masuk ke dalam
telur. Penetrasi garam ke dalam telur disebabkan beberapa faktor. Telur memilki
pori-pori yang menghubungkan permukaan telur dan bagian dalam telur. Melalui
pori-pori inilah garam masuk ke dalam telur. Penetrasi garam ke dalam telur berjalan
secara difusi setelah garam berubah menjadi ion-ion. Difusi ion-ion garam tersebut
melalui pori-pori kulit telur, putih telur dan masuk ke kuning telur melalui membran
vitelin (Sukendra, 1976).
Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar dari pada
tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk kedalam telur.
Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi
adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na P+
P dan ClP-
P.
Kedua ion tersebut berdifusi ke dalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang,
11
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
22/36
lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin dan selanjutnya
ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976).
Stadelmanet et al. (1984) menyatakan bahwa kuning telur dapat digambarkan
sebagai sistem yang kompolek yang mengandung berbagai partikel yang tersuspensi
dalam protein.
Tekstur masir menurut Chi dan Tseng (1998) terjadi karena garam masuk
bersama air ke dalam granul-granul yang berada dalam kuning telur. Garam tersebut
akan merusak ikatan LDL ( Low Dencity Lipoprotein) sebagai penyusun terbesar
granul. Kerusakan ikatan LDL ( Low Dencity Lipoprotein) ini akan memperbesar
diameter dari granula. Semakin sedikit air yang masuk dalam granul maka batas
antara granul dalam kuning telur semakin tampak.
12
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
23/36
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan BagianIlmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September 2005.
Materi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik yang berumur 1,
7, 14 dan 21 hari, garam (NaCl), air mineral, larutan KSCN 0,1 N, indikator tawas
feri ammonium sulfat 40%, HNOB3B 4 N, AgNOB3B 0,1 N serta aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, toples, cawan
porselen, oven 105POPC, oven 600POPC, labu Erlenmeyer dan pipet titrasi.
Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Kelompok yang di-
gunakan berdasarkan berat telur (besar, sedang, kecil). Perlakuan yang digunakan a-
dalah umur telur (1, 7, 14 dan 21 hari). Peubah yang diukur adalah kadar air pada pu-
tih dan kuning telur sebelum dan sesudah diasin, kadar garam putih dan kuning telur
sebelum dan sesudah diasin dan persentase kemasiran kuning telur asin. Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran kadar air dan kadar garam putih dan kuning telur se-
belum dan sesudah diasin dianalisis secara deskriptif, sedangkan persentase kemasi-
ran kuning telur asin dianalisis dengan (ANNOVA) berdasarkan Mattjik dan Sumer-
tajaya (2002). Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjut-
kan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) model
matematikanya adalah:
YBijB = μ + αBi B+ β j +εBijB
Keterangan:
i : 1, 2, 3, 4, dan j : 1, 2, 3
YBij B: pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ : rataan umum
αBi B: pengaruh umur telur ke-i (i = 1, 2, 3, 4)
β jB B: pengaruh bobot telur ke-j (j = 1, 2, 3)
εBij B: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
13
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
24/36
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
25/36
Kadar NaCl (Sofyan, 2003)
Sampel putih dan kuning telur yang telah diabukan dalam oven 600 PO
PC
sebanyak 3–5 g ditambah air dan HNOB3 B pekat sampai lembab. Sampel tersebut
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan air hingga tanda
garis. Larutan tersebut didiamkan selama satu malam. Kemudian larutan tersebut
dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Setelah itu
ditambahkan AgNOB3B 0.1 N dan HNOB3B 4 N sebanyak 10 ml. Selanjutnya
ditambahkan sebanyak 5 ml. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan KSCN 0,1 N.
Volume KSCN yang digunakan dicatat dan dibuat penetapan blanko. Kadar garam
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
%NaCl (B-A) x fp x N KSCNx 58,44
mg sampelx 100%=
keterangan:
B = blanko
A = contoh
N = normalitas KSCN
fp = faktor pengencer
58,44 = berat molekul NaCl
Penampakan Kemasiran Kuning Telur (AAICS, 1974)
Penampakan kuning telur dilakukan dengan mengukur luas permukaan
kuning telur yang berminyak dan dinyatakan dalam bentuk persen. Luas permukaan
tersebut dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% permukaan
yang berminyak=
Luas kuning
yang berminyak
Luas total kuning telur
x100%
Tingkat kemasiran kuning telur asin dinilai dengan menggunakan metode
pengukuran luas permukaan bagian kuning telur yang masir. Permukaan kuning telur
dijiplak secara keseluruhan kemudian dipisahkan antara bagian yang masir dan yang
tidak masir. Gambar ditransfer ke kertas manila kemudian ditimbang dan beratnya
dibagi dengan berat kertas manila setiap cmP2
P.
15
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
26/36
Gambar 2. Oven 105P
oP
C
Gambar 3. Timbangan Elektrik
Gambar 4. Oven 600PoPC
16
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
27/36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar air putih dan kuning
telur sebelum diasin dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum dan Sesudah
Diasin
Bagian-bagian TelurLama
Penyimpanan Kadar Air Putih telur Kadar Air Kuning Telur
Sebelum
Diasin
Sesudah
Diasin
Sebelum
Diasin
Sesudah
Diasin
---- (hari) ---- ------------------------------- (%) -------------------------------
1 35,08 ± 2,71 35,78 ± 1,73 13,78 ± 1,56 20,90 ± 0,39
7 39,37 ± 2,28 48,90 ± 15,27 12,99 ± 3,08 16,17 ± 1,23
14 40,85 ± 12,51 47,27 ± 15,24 10,87 ± 0,86 18,19 ± 1,15
21 55,05 ± 16,33 36,97 ± 2,77 17,15 ± 10,09 18,48 ± 0,40
Tabel 5 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar air putih telur selama
penyimpanan pada suhu ruang. Peningkatan kadar air putih telur tersebut terjadi
karena adanya penguapan COB2B (Romanoff dan Romanoff, 1963). Berkurangnya
kandungan COB2B di dalam telur akan diikuti dengan berkurangnya ion bikarbonat,
sehingga kemampuan buffer telur menurun dan pH meningkat (Robinson, 1989).
Peningkatan pH menyebabkan terjadinya ikatan antara lisozim dan ovomusin yang
mengakibatkan perubahan struktur ovomusin dan membebaskan air (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Kadar air putih telur tertinggi terjadi pada telur umur 21 hari, hal ini
disebabkan semakin lama pemyimpanan, COB2 Byang menguap akan semakin besar.
Meningkatnya penguapan COB2B menyebabkan degradasi protein semakin besar dan
berdampak pada peningkatan kadar air (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kadar air kuning telur umur satu hari berkisar antara 12,75%-15,57% denganrataan 13,78%, umur 7 berkisar antara 10,11%-16,27% dengan rataan 12,99 % dan
umur 14 hari berkisar antara 9,89%-11,48% dengan rataan 10,87% (Tabel 5). Kadar
air kuning telur umur 7 dan 14 hari masih ada dalam kisaran kadar air kuning telur
umur satu hari. Hal tersebut terjadi karena kadar air putih telur umur 1 hari sampai
14 hari belum terlalu besar, sehingga air dari putih telur belum masuk ke kuning
telur.
17
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
28/36
Peningkatan kadar air kuning telur terjadi pada umur telur 21 hari. Hal ini
dipengaruhi kadar air putih telur pada umur 21 hari sangat tinggi yaitu berkisar
antara 44,84%-73,88%; sehingga air tersebut masuk ke dalam kuning telur.
Pernyataan itu sesuai dengan Stadelman dan Cotterill (1995) yang menyatakan
bahwa air yang terlepas dari protein putih telur akan bergerak menuju kuning telur.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar air putih dan kuning telur
sesudah diasin dapat dilihat pada Tabel 5.
Kadar air putih telur setelah diasin mengalami peningkatan dibandingkan
kadar air putih telur sebelum diasin. Peningkatan terjadi pada telur umur 1, 7 dan 14
hari. Hal ini menurut Chen et al., (1998) dapat terjadi karena masuknya larutan
garam ke dalam putih telur dengan cara difusi melalui pori-pori kerabang dan adanya
perbedaan tekanan osmotik antara larutan garam dengan keadaan di dalam telur.
Kadar air putih telur setelah diasin pada umur 7 dan 14 hari lebih besar
dibandingkan telur yang diasin pada umur 1 hari. Hal ini disebabkan oleh dua faktor.
Faktor pertama adalah putih telur sebelum diasin pada umur 7 dan 14 hari lebih encer
dari pada putih telur sebelum diasin pada umur 1 hari (Tabel 5), sehingga penetrasi
garam yang terjadi pada putih telur lebih besar. Faktor kedua adalah terjadinya
degradasi protein oleh garam yang masuk ke dalam putih telur, sehingga
menurunkan daya ikat air oleh protein yang dapat menyebabkan keluarnya air dari
protein putih telur (Fennema, 1985; Belitz dan Grosch, 1999). Faktor kedua ini juga
merupakan penyebab terjadinya peningkatan kadar air putih telur sesudah diasin
dibanding sebelum diasin pada umur 7 dan 14 hari. Peningkatan kadar air putih telur
sesudah diasin dibanding sebelum diasin pada umur 7 dan 14 hari lebih besar
daripada peningkatan kadar air putih telur setelah diasin dibanding sebelum diasin
pada umur 1 hari, sedangkan kadar air putih telur setelah diasin pada umur 14 dan 21hari mengalami penurunan dibanding kadar air putih telur setelah diasin pada umur 7
hari. Penurunan kadar air putih telur tersebut disebabkan karena air dalam putih telur
masuk ke kuning telur. Masuknya air dari putih telur ke kuning telur ini menurut Lai
et al. (1999) karena membran vitelin sudah mulai melemah.
18
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
29/36
Kadar air kuning telur setelah diasin umur 1 hari sebesar 20,90% ± 0,39;
mengalami penurunan pada telur umur 7 hari menjadi 16,17% ± 1,23. Penurunan
tersebut disebabkan oleh keluarnya air dari kuning telur ke putih telur. Menurut Lai
et al, (1999) keluarnya air dari kuning telur ke putih telur disebabkan karena
peningkatan kadar garam di putih telur lebih cepat dibandingkan peningkatan kadar
garam di kuning telur. Shenstone (1968) menambahkan bahwa lambatnya laju difusi
garam ke kuning telur disebabkan karena sebagian besar komponen kuning telur
adalah lemak.
Kadar air kuning telur setelah diasin umur 14 hari mengalami peningkatan
dibandingkan kadar air kuning telur setelah diasin umur 7 hari. Peningkatan kadar air
ini terjadi karena masuknya air dari putih telur ke kuning telur akibat melemahnya
membran vitelin (Lai et al., 1999). Kadar air kuning telur setelah diasin umur 21 hari
juga mengalami peningkatan namun tidak sebesar penurunan kadar air putih
telurnya. Hal ini disebabkan air dari putih telur yang masuk ke dalam kuning telur
terserap oleh gel yang terbentuk pada kuning telur. Garam yang ada di kuning telur
akan masuk ke dalam granula-granula kuning telur. Garam tersebut akan merusak
ikatan-ikatan yang terdapat di dalam granula. Sebagian penyusun granula adalah
LDL (Low Dencity Lipoprotein). Kerusakan ikatan pada LDL (Low Dencity
Lipoprotein) ini diikuti oleh putusnya ikatan lemak dan protein. Protein yang terpisah
dari setiap granula bereaksi bersama-sama larutan garam membentuk struktur tiga
dimensi yaitu gel. Gel ini akan menangkap air yang masuk ke kuning telur.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar air kuning telur
setelah diasin. Hal ini disebabkan oleh dua faktor. Penetrasi larutan garam ke kuning
telur melalui lapisan kutikula, bunga karang dan selanjutnya ke dalam kuning telur
(Chen et al., 1998). Faktor kedua adalah masuknya air dari putih telur ke kuningtelur. Hal ini disebabkan oleh semakin encernya putih telur akibat degradasi protein
putih telur oleh garam. Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar
garam putih dan kuning telur sebelum diasin dapat dilihat pada Tabel 6.
19
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
30/36
Tabel 6. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum Diasin
Bagian-bagian TelurLama
Penyimpanan Kadar Garam Putih telur Kadar Garam Kuning Telur
---- (hari) --- ------------------------------- (%) --------------------------------
1 0,17 ± 0,041 0,01 ± 0,00
7 0,17 ± 0,021 0,01 ± 0,00
14 0,17 ± 0,010 0,01 ± 0,00
21 0,15 ± 0,036 0,01 ± 0,00
Tabel 6 menunjukan bahwa kadar garam putih telur sebelum diasin berturut-
turut umur 1 hari berkisar antara 0,12%-0,20%, umur 7 hari antara 0,15%-0,19%,
umur 14 hari antara 0,16%-0,18%, dan umur 21 hari berkisar antara 0,12%-0,19%.
Kadar garam putih telur sebelum diasin umur 7, 14 dan 21 hari masih ada dalam
kisaran kadar garam putih telur umur 1 hari, sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar
garam putih telur sebelum diasin tidak mengalami perubahan. Keadaan tersebut
terjadi juga pada kadar garam kuning telur sebelum diasin selama penyimpanan,
yaitu tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena
garam tidak ikut menguap selama telur disimpan (Winarno dan Koeswara 2002).
Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar garam putih dan kuning telur
sesudah diasin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sesudah Diasin
Bagian-bagian TelurUmur Telur Saat
Diasin Kadar Garam Putih telur Kadar Garam Kuning Telur
---- (hari) ---- ------------------------------ (%) ------------------------------
1 2,74 ± 0,16 0,01 ± 0,00
7 2,95 ± 0,05 0,01 ± 0,00
14 3,76 ± 1,12 0,10 ± 0,02
21 5,32 ± 0,43 0,17 ± 0,01
Table 7 menunjukkan bahwa semakin tua umur telur yang diasin, maka kadar
garam yang masuk ke dalam putih telur semakin besar. Hal ini disebabkan karena
putih telur yang semakin encer akibat semakin lama umur simpan telur (Tabel 5),
sehingga penetrasi garam ke dalam putih telur semakin mudah. Selain itu juga
20
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
31/36
masuknya larutan garam ke dalam putih telur juga akibat adanya perbedaan tekanan
osmotik antara larutan garam dan keadaan di dalam telur tersebut (Chen et al., 1998).
Kadar garam kuning telur yang diasin sampai umur 7 hari belum terjadi
perubahan. Kadar garam kuning telur yang diasin umur 1 dan 7 hari masih sama
dengan kadar garam kuning telur sebelum diasin. Hal ini disebabkan karena garam
lebih susah masuk ke dalam kuning telur akibat banyaknya kandungan lemak dalam
kuning telur (Shenstone 1968). Chi dan Tseng (1998) menambahkan bahwa garam
yang masuk ke kuning telur langsung bereaksi dengan LDL ( Low Dencity
Lipoprotein) yang berada dalam kuning telur, sehingga tidak nampak adanya
perubahan kadar garam. Peningkatan kadar garam terjadi pada kuning telur yang
diasin umur 14 dan 21 hari. Menurut Lai et al. (1998) peningkatan kadar garam
tersebut terjadi karena melemahnya membran vitelin sehingga garam dari putih telur
mudah masuk ke dalam kuning telur. Pengaruh lama penyimpanan telur yang akan
diasin terhadap persentase kemasiran kuning telur asin dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Kemasiran Kuning Telur Asin
Umur Telur Saat Diasin Persentase Kemasiran Kuning Telur Asin
---------------- (hari) --------------- --------------------- (%) --------------------
1 60,34 ± 3,36PaP
7 65,18 ± 11,15PaP
14 78,56 ± 17,47P bP
21 80,29 ± 9,26P bP
Keterangan : Superskrip yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Tingkat kemasiran telur asin ditunjukkan pada Tabel 8. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa persentase kemasiran telur yang diasin umur 1 dan 7 hari tidak
berbeda nyata, begitu pula dengan persentase kemasiran telur yang diasin umur 14
dan 21 hari, sedangkan jika dibandingkan antara telur yang diasin umur 1 dan 7 hari
dengan telur yang diasin umur 14 dan 21 hari menunjukkan perbedaan yang nyata.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh kadar garam kuning telur umur 1 dan 7 hari
belum berubah. Perubahan baru tampak pada telur yang diasin umur 14 dan 21 hari
(Tabel 8). Kemasiran terjadi karena pengaruh garam dan air dalam kuning telur.
Menurut Chi dan Tseng (1998), tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula
yang ada dalam kuning telur. Membesarnya granula pada kuning telur dipengaruhi
21
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
32/36
oleh dua faktor yaitu kadar garam dan kadar air. Garam akan masuk ke dalam kuning
telur dan akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat
memperbesar diameter granula. Masuknya air akan semakin memperbesar diameter
granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak
granula yang membesar, sehingga persentase kemasiran semakin besar.
1 HARI 7 HARI
14 HARI 21 HARI
Gambar 5. Kemasiran Kuning Telur Asin pada Pengasinan Umur Telur yang
Berbeda
22
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
33/36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Semakin lama telur disimpan putih telur semakin encer dan membran vitelin
semakin melemah, sehingga garam dan air semakin cepat masuk ke dalam putih dan
kuning telur. Air dan garam yang masuk ke dalam kuning telur menyebabkan
pembesaran diameter granula. Pembesaran diameter granula ini yang membentuk
tekstur masir pada kuning telur asin. Kadar garam dan air yang besar pada kuning
telur asin menyebabkan persentase kemasiran kuning telur asin tinggi, sehingga
semakin tua umur telur yang diasin semakin tinggi persentase kemasiran dari kuning
telur asin. Umur telur yang baik untuk telur asin adalah 14 hari.
Saran
Berdasar hasil penelitian yang telah didapatkan, penulis menyarankan perlu
adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap
telur asin yang diasin pada umur telur yang berbeda. Uji organoleptik perlu
dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
23
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
34/36
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua serta kakak
tersayang yang telah banyak membantu baik materi, motivasi, do’a serta kasih
sayang yang tidak henti-hentinya diberikan serta keluarga besar Ibu dan Bapak yang
telah mendo’akan penulis setiap saat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ir Rukmiasih, MS dan Prof. Dr. dra. Peni S. Hardjosworo, MSc sebagai dosen
pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih
saya ucapakan kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Dr. Ir. Sumiati, MSc sebagai dosen
penguji sidang yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi
ini, serta kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. sebagai pembimbing akademik atas
nasehat dan motivasinya selama perkuliahan. Kepada teman-teman THT’39
khususnya Mila, Sujinem dan Dina terimakasih atas kerja sama dan semangat yang
diberikan selama perkuliahan dan penelitian, teman-teman THT’38 dan THT’40 atas
segala kebersamaan dan kerjasamanya selama perkuliahan serta teman-teman kost
Wisma Crystal atas kebersamaannya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada seluruh staf dan teknisi
Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberi bantuan
serta semangat selama penelitian.
Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika
Fakultaas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
24
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
35/36
DAFTAR PUSTAKA
AAICS. 1974. A Course Manual in Tropical Pasture Science. Australian Vice-
Chancellors Committe, Australia.
Badan Statistik Peternakan Indonesia. 2003. Data Populasi Itik di Indonesia Tahun1999-2003. Jakarta.
Belitz, H. D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany.
Chang, C. M., W. D. Powrie and O. Fennema. 1977. Microstructure of egg yolk. J.
Food Sci. 42: 1193-1200.
Chen, B., C. Huang., D. Hung and J. K. M. Lee. 1998. Osmosis through membrana
putaminis of chicken egg. J. Food Sci. 63: 1185-1191.
Chi, S. P and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted pickled yolk
from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63 : 27-30.
Fromm, D. 1967. Some physical and chemical changes in the vitelina membrane on
the hen’s egg during storage. J. Food Sci. 32 (1): 52-56.
Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York.
Hardjosworo, P. S. 1995. Peluang Pemanfaatan Potensi Genetik dan Prospek
Pengembangan Unggas Lokal. Prosiding Seminar Nasional dan Teknologi
Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.
Heat, J. L. 1977. Chemical and related osmatic changes in egg albumen during
storage. J. Poultry Sci. 56: 822-828.
Lai, K. M., S. P. Chi and W. C. Ko. 1999. Change in yolk of duck egg during longterm brining. J. Agricultural of Food Chemistry. 47 : 733-736.
Mattjik, A. A dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Percetakan Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Powrie, W.O. 1984. Chemistry of Egg and Egg Product. The AVI Publishing
Company Inc., Westport. Connecticut.
Powrie, W. D dan S. Nakai. Characteristics of Edible Fluids of Animal Origin : Eggs.
Dalam: O.R. Fennema (Editor). Food Chemistry. Marcell Dekker, New
York.
Robinson, D. S. 1989. The Chemical Basis of albumen Quality. Dalam: R. G. Wells
and C. G Belyavin (Editor). Egg Quality Current Problems and Recent
Advance. Butterworsths, England.
Roesdiyanto. 2002. Kualitas telur itik Tegal yang dipelihara secara intensif dengan
berbagai tingkat kombinasi metionin-lancang ( Atlanta sp.). J. Animal
Production. 4 (2): 77-82.
Romanoff, A. L dan A. J. Romanoff. 1949. The Avian Eggs. John Willey and Sons,
Inc., New York.
Romanoff, A. L dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons,
Inc., New York.
25
8/16/2019 Utomo. Budi_D2006
36/36
Samosir, D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. PT Gramedia, Jakarta.
Shenstone, F. S. 1968. The Gross Composition, Chemistry and Physicochemical
Basis of Organization of The Yolk and The White. Dalam: T. C. Carter
(Editor). Egg Quality : A Study of The Hen’s Egg. Oliver dan Boyd
Edinburg. England.
Setioko, A. R., Syamsudin, M. Rangkuti, H. Budiman dan A. Gunawan. 1994.
Budidaya Ternak Itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi
Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Sofyan. 2003. Pelatihan Prosedur Analisis Proksimat. Laboratorium Quality Control.
PT. Berlian Unggas Sakti, Medan.
Stadelman, R. G and O. J. Catterill. 1995. Egg Science and Technology. 4 PthP ed. Food
Product Press. New York.
Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Sukendra, L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek ( Muscovy sp.) dengan
menggunakan adonan campuran garam dan bata terhadap mutu telur asin
selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Margono, T., D. Suryati dan S. Hartinah. 2000. Telur Asin. Kantor Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, Jakarta.
Winarno, F.G dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan danPengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Winton, A. L and K. B. Winton. 1949. Structure and Compositionof Foods. John
Wiley and Sons, Inc., New York.
Wulandari, Z., Y. Haryadi dan P. S. Hardjosworo. 2002. Sifat organoleptik dan
karakteristik mutu telur itik asin hasil penggaraman dengan tekanan. Media
Peternakan. 25 (1). Institut Pertanian Bogor, Bogor.