Post on 06-Mar-2019
i
UJI PERFORMANSI SISTEM PEMANASAN
PADA ALAT PENGERING HIBRID TIPE LORONG UNTUK
PENGERINGAN IKAN SAMGEH (Argyrosomus amoyensis)
DI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL (PHPT)
MUARA ANGKE JAKARTA UTARA
Oleh :
AHMAD NAWAWI
F14103031
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ii
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UJI PERFORMANSI SISTEM PEMANASAN
PADA ALAT PENGERING HIBRID TIPE LORONG UNTUK
PENGERINGAN IKAN SAMGEH (Argyrosomus amoyensis)
DI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL (PHPT)
MUARA ANGKE JAKARTA UTARA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
AHMAD NAWAWI
F14103031
Dilahirkan di Garut
Pada tanggal: 7 Juli 1984
Tanggal lulus:
Disetujui,
Bogor, Mei 2009
Dr. Ir. Dyah Wuandani, M.Si Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan,M.Si
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng.
Ketua Departemen Teknik Pertanian
iii
Ahmad Nawawi. F14103031. Uji Performansi Sistem Pemanasan Pada Alat
Pengering Hibrid Tipe Lorong untuk Pengeringan Ikan Samgeh (Argyrosomus
amoyensis) di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke
Jakarta Utara. Di bawah bimbingan Dyah Wulandani dan Leopold Oscar
Nelwan. 2009.
RINGKASAN
Pada proses pengeringan ikan. Salah satu alat pengering yang telah
dikembangkan adalah alat pengering surya tipe lorong. Alat pengering ini
menggunakan sumber energi alternatif dari surya. Energi ini merupakan salah satu
bentuk energi terbarukan yang tersedia di alam dengan jumlah yang tak terbatas.
Namun, dikarenakan energi surya yang tidak stabil dan kondisi cuaca yang
sewaktu-waktu bisa berubah, maka perlu ditambahkan suatu pemanas tambahan
untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk itu digunakan tungku dengan bahan
bakar dari biomassa yang dirancang sedemikian rupa sehingga bisa dioperasikan
pada kondisi cuaca mendung atau pengeringan di malam hari.
Masalah yang timbul kemudian adalah hasil olahan dengan menggunakan
biomasa yang cenderung kotor, berbau, dan kurang menarik secara tekstur. Hal ini
sering terjadi karena asap yang dihasilkan dari pembakaran biomasa tersebut
langsung bersentuhan dengan produk. Untuk menghindari asap bersentuhan
langsung dengan dengan produk, maka digunakan sistem penukar panas (heat
exchanger).
Dalam pelaksanaannya, nelayan masih jarang menggunakan alat pengering
dengan sumber energi tersebut. Hal ini terkait dengan hasil pengeringan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, terkadang ikan yang dihasilkan terlalu
kering atau hasil pengeringannya yang tidak merata. Untuk itu maka perlu
diadakan pengujian dari sistem pemanasan yang digunakan pada alat pengering
tersebut.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kinerja sistem
pemanasan pada alat pengering surya hibrid tipe lorong untuk pengeringan ikan.
Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mendapatkan data sebaran suhu dalam
ruang pengering, sebaran suhu pada kolektor surya, sebaran suhu pada penukar
panas, sebaran suhu pada tungku, efisiensi kolektor, effisiensi tungku, dan
efektifitas penukar panas
Pengering ERK tipe lorong didisain untuk menangani bahan-bahan pangan
atau pertanian yang umumnya sensitif terhadap kerusakan mekanis dan yang
tahan terhadap suhu sampai 600C. Pengering ERK ini merupakan pengeringan
yang mengandalkan energi surya dan energi lain seperti kayu bakar atau briket
batubara sebagai sumber energi panasnya. Radiasi surya masuk kedalam sistem
pengering melalui dinding transparan dan diserap olah berbagai komponen
pengering (seperti absorber, rak, rangka, juga produk) yang berada dalam ruang
pengering. Pemanasan dari pembakaran batok kelapa disalurkan melalui udara
yang mengalir melalui penukar panas.
iv
Penelitian dilakukan di Pengolahan Hasil Perikanan Tradional (PHPT)
Muara Angke Jakarta Utara. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
ikan Samgeh dan batok kelapa sebagai bahan bakar biomassa. Parameter yang
diukur dalam penelitian ini meliputi iradiasi surya, suhu bangunan pengering,
suhu sistem pemanas, kecepatan udara, dan pemakaian biomassa. Performansi
sistem pemanasan yang diukur meliputi efisiensi kolektor, effisiensi sistem
tungku, dan efektifitas penukar panas.
Perlakuan yang berbeda-beda pada tiap percobaan berpengaruh begitu
nyata terhadap sebaran suhu dalam ruang pengering. Suhu ruang pengering dalam
setiap percobaan selalu lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Semakin siang
suhu ruang pengering cenderung mengalami kenaikan atau semakin besar radiasi
surya maka semakin tinggi suhu absorber, dan semakin besar pula suhu ruang
pengering.
Laju iradiasi berkisar antara 286.75-729.49 W/m2 dengan rata-rata suhu
lingkungan 31.88-36.81oC didapatkan suhu rata-rata ruang pengering berkisar
antara 40.39-52.63 oC. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor
surya mampu menaikkan suhu lingkungan menjadi suhu ruang pengering berkisar
antara 27-55%. Adanya fluktuasi yang cukup tajam disebabkan karena cuaca yang
terus berubah pada setiap percobaan. Kenaikkan suhu ruang pengering yang
paling besar terjadi pada percobaan yang dilakukan sepanjang hari.
Semakin banyak bahan bakar yang dibakar akan semakin tinggi suhu pada
ruang bakar dan semakin tinggi pula suhu pada ruang pengering. Sehingga faktor
yang paling penting adalah bagaimana kita bisa menjaga kekontinuan jumlah
panas yang diberikan dari pembakaran batok kelapa yang terjadi dalam tungku.
Oleh sebab itu bahan bakar yang kita masukan untuk proses pembakaran jangan
terlalu banyak untuk sekali periode pembakaran dan jangan terlalu lama jarak
waktu pengisian bahan bakar. Selang waktu dalam pengisian bahan bakar adalah
setiap 15 menit sekali sebanyak 2-3 kg.
Pemanas tambahan menggunakan tungku berbahan bakar batok kelapa.
Dengan laju pembakaran antara 7.11-8.8 kg/jam dieroleh suhu tungku berkisar
antara 295.94-391.83 oC pada kondisi suhu lingkungan antara 27.79-27.86
oC
diperoleh suhu ruang pengering antara 36.82-38.12 oC. Sehingga dapat dikatakan
bahwa penggunaan tungku sebagai pemanas tambahan mampu menikkan suhu
lingkungan menjadi suhu ruang pengering berkisar antara 32-37%.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai efisiensi kolektor berkisar
antara 62.23-64.30%. Sedangkan rata-rata nilai efisiensi sistem tungku berada
pada kisaran 13.92-15.33%. Adapun nilai efektifitas penukar panas berkisar antara
0.95-0.96.
Penggunaan kolektor sebaiknya pengeringan dilakukan sepanjang hari.
Karena pada percobaan ini kenaikan suhu dapat mencapai 18.68 oC atau sekitar
55% dari kondisi lingkungan. Dalam sistem operasi dengan menggunakan batok
kelapa sebagai pemanas tambahan sebaiknya dilakukan dengan laju pembakaran
8.8 kg/jam karena menghasilkan suhu yang paling tinggi yaitu 10.27 oC atau
sekitar 37%.
v
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Ahmad Nawawi.
Dilahirkan pada tanggal 07 Juli 1984 di Garut dari
pasangan Ading Abdurachim dan Komala Sari.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan penulis pada
tahun 1997 di SDN Mekar Wangi, Kabupaten Garut.
Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat pertama di
SLTPN 1 Bayongbong dan lulus pada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke
tingkat atas dan menamatkan pendidikan di SMUN 1 Garut pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa di
Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA).
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif dalam organisasi
kemahasiswaan. Tahun 2003 penulis masuk dalam keanggotaan Himpunan
Mahasiswa Garut (HIMAGA). Tahun 2004/2005 penulis masuk dalam
keanggotaan Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA). Tahun
2005/2006 penulis masuk dalam keanggotaan Dewan Perwakilan Mahasiswa
(DPM) Fakultas Teknologi Pertanian.
Penulis melakukan praktek lapangan di PTN VIII Sukabumi dengan judul
“Mempelajari Proses Pembuatan Teh Hitam Goalpara di PTPN VIII , Sukabumi
Jawa Barat”
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian,
penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Performansi Sistem Pemanasan
Pada Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong Untuk Pengeringan Ikan Samgeh
(Argyrosomus amoyensis) di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT)
Muara Angke Jakarta Utara”
vi
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas segala
nikmat karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Uji Performansi Sistem Pemanasan pada Alat Pengering Hibrid
Tipe Lorong untuk Pengeringan Ikan Samgeh (Argyrosomus amoyensis) di
Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara”.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW, para sahabat serta kita semua sebagai ummatnya hingga akhir
zaman kelak.
Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu penulis, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis ucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi. sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
mengarahkan selama penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, MSi. selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama masa studi.
3. Ir. Agus Sutejo MSi. selaku dosen penguji atas masukan yang telah diberikan
untuk perbaikan skripsi ini
4. Pak Dinta beserta staf di PHPT Muara Angke atas masukan, kritik, saran
beserta arahannya selama melakukan penelitian.
5. Ayah, ibu, kakak-kakakku serta adikku yang telah memberikan semangat
dukungan moril dan materiil.
6. Keluarga besar Nusa Garut atas segala dukungan, perhatian, bantuan,
fasilitas, ktitik dan saran yang telah diberikan.
7. Pak Harto, Mas Firman dan Mas Darma yang telah membantu dalam
kelancaran penelitian
8. Hellen Noval Gia atas pengertian, dukungan dan do’anya.
9. Suharjo, teman satu lokasi penelitian, terima kasih atas segala bantuan selama
penelitian.
10. Bima, Kindi, Bubun, Salman, Hadi, Dikcy dan seluruh teman-teman Lab.
Energi atas segala bantuan dan dukungannya.
vii
11. Seluruh teman-teman TEP’40, 41, dan 42 atas segala bantuan, dukungan dan
kebersamaannya selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuannya selama
ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang
memerlukan.
Bogor, April 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN............................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ....................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
A. Pengeringan Tipe ERK ................................................................ 3
B. Sistem Pemanas Pada Pengering ERK ........................................ 3
1. Kolektor Surya ........................................................................ 4
2. Penukar panas .......................................................................... 5
3. Tungku Pembakaran ................................................................ 6
C. Hasil-Hasil Penelitian Tentang Sistem Pemanas.............................. 8
PENDEKATAN TEORI ........................................................................... 9
A. Perpindahan Panas ....................................................................... 9
1.Konduksi .................................................................................. 9
2.Konveksi .................................................................................. 9
2.1.konveksi Alami ................................................................... 9
2.2. Konveksi Paksa ................................................................. 10
B. Kolektor surya ............................................................................ 11
C. Tungku Pembakaran .................................................................... 13
D. Penukar Panas ............................................................................ 14
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 17
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 17
B. Bahan dan Alat Penelitian ........................................................... 17
C. Pengering ERK Tipe Lorong ....................................................... 17
ix
D. Komponen-Komponen Pengering ERK ....................................... 18
E. Metode Pengujian Performansi ................................................... 20
1. Prosedur Percobaan ................................................................. 20
2. Parameter Yang Diukur ........................................................... 21
3. Perlakuan................................................................................. 21
4. Kinerja Sistem Pemanasan pada Alat Pengering ERK .............. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 23
A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering 23
B. Pengaruh Pemanas Tambahan Terhadap Suhu Ruang Pengering . 25
C. Efisiensi Kolektor ........................................................................ 28
D. Efisiensi Sistem Tungku .............................................................. 31
E. Efektifitas Penukar Panas ........................................................... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 35
A. Kesimpulan ................................................................................ 35
B. Saran .......................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 37
LAMPIRAN ............................................................................................. 39
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.Nilai kalor beberapa bahan bakar ................ .............................................. 7
2.Perlakuan dalam setiap percobaan............... ............................................. 22
3.Nilai rata-rata efisiensi kolektor pada masing-masing percobaan .............. 30
4.Laju pembakaran pada masing-masing percobaan .................................... 31
5.Nilai efisiensi tungku pada masing-masing percobaan .............................. 32
6.Nilai rata-rata efektifitas penukar panas...... ............................................. 34
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.Skema aliran panas pada alat pengering ERK Tipe Lorong
18
2.Profil suhu dan radiasi surya pada percobaan 1
23
3.Profil suhu dan radiasi surya pada percobaan 2
24
4.Profil suhu dan radiasi surya pada percobaan 3
24
5.Profil suhu pada percobaan 2
26
6.Profil suhu pada percobaan 3
26
7.Profil suhu pada percobaan 4
27
8.Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 1
28
9.Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 2
29
10.Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 3
30
11.Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 2
33
12.Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 3
33
13.Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 4
33
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1.Pengukuran iradiasi surya
39
2.Pengukuran suhu
41
3.Contoh Perhitungan efisiensi kolektor surya
45
4.Contoh Perghitungan efisiensi tungku
48
5.Contoh Perhitungan efektifitas HE
49
6.Gambar Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong
54
7.Gambar Heat Exchanger pada Alat Pengering Tipe Lorong
56
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki lautan yang sangat luas,
di dalamnya terkandung kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan hidup manusia. Salah satu kekayaan laut itu adalah ikan yang
terdiri dari berbagai spesies. Ikan merupakan salah satu komoditas penting
dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kandungan air yang
tinggi pada ikan (dapat mencapai 80%) akan mempercepat proses penguraian
tubuh ikan oleh mikroorganisme, sehingga diperlukan proses pengolahan
ikan untuk mempertahankan tubuh ikan dari pengaruh pembusukan.
Salah satu metode pengawetan ikan yang sering dilakukan adalah
dengan pengeringan ikan. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air
ikan sehingga aktifitas mikroorganisme dapat dikurangi. Dengan teknologi
pengawetan ini, diharapkan daya simpan ikan menjadi lebih panjang, sehingga
kebutuhan manusia akan ikan dapat terus dipenuhi. Selain itu, usaha
pemanfaatan hasil peikanan dapat memberikan nilai tambah sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nelayan.
Metode pengeringan ikan dapat digolongkan dengan cara tradisional
dan mekanis. Cara tradisional yang biasa dilakukan oleh masyarakat maupun
industri kecil yaitu dengan penjemuran ikan secara langsung di bawah sinar
matahari. Biaya operasional dengan cara ini relatif murah, namun memiliki
banyak kelemahan. Misalnya kondisi lingkungan atau panas matahari yang
tidak stabil, gangguan cuaca, debu, lalat, dan kotoran. Untuk memperbaiki
kelemahan ini, maka digunakanlah sistem pengeringan buatan.
Salah satu alat pengering yang telah dikembangkan adalah alat
pengering surya tipe lorong. Alat pengering ini menggunakan sumber energi
alternatif dari surya. Energi ini merupakan salah satu bentuk energi terbarukan
yang tersedia di alam dengan jumlah yang tak terbatas. Namun, dikarenakan
energi surya yang tidak stabil dan kondisi cuaca yang sewaktu-waktu bisa
berubah, maka perlu ditambahkan suatu pemanas tambahan untuk mengatasi
masalah tersebut. Untuk itu digunakan tungku dengan bahan bakar dari
2
biomassa yang dirancang sedemikian rupa sehingga bisa dioperasikan pada
kondisi cuaca mendung atau pengeringan di malam hari. Penggunaan
biomassa sebagai bahan bakar tambahan didasarkan atas beberapa
pertimbangan, selain murah dan mudah di dapat, energi kalor yang dihasilkan
pun cukup besar tergantung dari jenis biomassa yang digunakan.
Masalah yang timbul kemudian adalah hasil olahan dengan
menggunakan biomasa yang cenderung kotor, berbau, dan kurang menarik
secara tekstur. Hal ini sering terjadi karena asap yang dihasilkan dari
pembakaran biomasa tersebut langsung bersentuhan dengan produk. Untuk
menghindari asap bersentuhan langsung dengan dengan produk, maka
digunakan sistem penukar panas (heat exchanger).
Penukar panas adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan
sejumlah panas dari suatu bahan atau zat ke bahan atau zat lain. Pada sistem
ini, masing-masing bahan atau fluida akan mencapai suhu akhir yang sama.
Jumlah dari panas yang dapat dipindahkan dapat dihitung dengan konsep
keseimbangan energi. Energi yang dilepaskan oleh fluida yang lebih panas
akan sama dengan jumlah energi yang diterima oleh fluida yang lebih dingin.
Dalam pelaksanaannya, nelayan masih jarang menggunakan alat
pengering dengan sumber energi tersebut. Hal ini terkait dengan hasil
pengeringan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, terkadang ikan yang
dihasilkan terlalu kering atau hasil pengeringannya yang tidak merata. Untuk
itu maka perlu diadakan pengujian dari sistem pemanasan yang digunakan
pada alat pengering tersebut.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem pemanasan
pada alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK) tipe lorong dalam proses
pengeringan ikan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)
Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum
dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan
kadar air sampai pada tingkat yang aman untuk penyimpanan atau proses
lainnya (Kamaruddin, 2007).
Metode pengeringan dapat digolongkan dengan cara tradisional dan
mekanis. Cara tradisional yang biasa dilakukan oleh masyarakat maupun
industri kecil yaitu dengan penjemuran secara langsung di bawah sinar
matahari. Biaya operasional dengan cara ini relatif murah, namun memiliki
banyak kelemahan. Misalnya kondisi lingkungan atau panas matahari yang
tidak stabil, gangguan cuaca, debu, lalat, dan kotoran. Untuk memperbaiki
kelemahan ini, maka digunakanlah sistem pengeringan kombinasi. Sistem
pengeringan kombinasi adalah jenis pengeringan dengan menggunakan
sumber energi alternatif dari surya, angin, dan biomassa. Energi ini merupakan
salah satu bentuk energi terbarukan yang tersedia di alam dengan jumlah yang
tak terbatas.
Pengering ERK merupakan pengeringan yang mengandalkan energi
surya dan energi lain seperti kayu bakar atau briket batubara sebagai sumber
energi panasnya. Radiasi surya masuk kedalam sistem pengering melalui
dinding transparan dan diserap olah berbagai komponen pengering (seperti
absorber, rak, rangka, juga produk) yang berada dalam ruang pengering.
Penyerapan energi ini mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu dari masing-
masing komponen tersebut dan hasilnya adalah perbedaan suhu antara
komponen tersebut dengan suhu udara di dalam ruang pengering.
Perpindahan panas akan terjadi secara konvektif dan secara radiatif ke udara
(dalam bentuk gelombang panjang). Sebagian besar gelombang panjang
radiasi ini akan diserap atau dipantulkan oleh dinding transparan dan hanya
sebagian kecil yang dilepaskan ke lingkungan. Oleh karena itu keseimbangan
termal dari sistem dengan lingkungan akan bergeser pada suhu yang lebih
4
tinggi. Udara dengan suhu lebih tinggi ini kemudian digunakan untuk
mengeringkan produk.
Pemanasan dari pembakaran bahan bakar disalurkan melalui udara
yang mengalir melalui penukar panas. Kipas digunakan untuk mengalirkan
udara melalui pipa-pipa penukar panas tersebut. Pada saat udara melalui
penukar panas, transfer panas berlangsung melalui dinding saluran penukar
panas. Perpindahan panas ini dibantu dengan dengan adanya kecepatan udara
yang tinggi yang melalui penukar panas tersebut.
B. Sistem Pemanasan Pada Pengering ERK
Pemanas tambahan dalam sistem pengeringan merupakan bentuk dari
suatu usaha untuk mempertahankan suhu ruangan pada tingkat tertentu yang
diinginkan, disesuaikan dengan keadaan bahan serta keadaan cuaca disekitar
sistem pengeringan. Bentuk dari pemanas tambahan diwujudkan melalui suatu
alat atau mesin yang dapat digunakan untuk menambah atau memindahkan
sejumlah panas tertentu pada ruang pengeringan.
1. Kolektor Surya
Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk gelombang
pendek (energi elektromagnetik) yang meliputi sinar gamma, ultraviolet, sinar
tampak, sinar infra merah dan gelombang radio. Energi yang sampai ke
permukaan bumi adalah ultraviolet, sinar tampak, dan sinar infra merah. Ciri
khas dari radiasi surya adalah sifat keberadaannya yang berubah-ubah.
Meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya berubah dengan
titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan
terpendek sinar surya menembus atmosfer (Abdullah,1990).
Kolektor surya merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan
efektivitas pemanfaatan energi surya dengan cara pemanfaatan langsung
menggunakan suatu alat pengumpul dan penyerap panas.
Kolektor surya sebagai pengumpul panas meneruskan energi yang
diserap (absorber) ke fluida, absorber tersebut akan merubah pancaran
5
menjadi energi panas, kemudian memindahkan energi panas ke fluida untuk
memanaskan fluida yang mengalir.
Sebagai penyerap dan pemindah energi surya, kolektor surya dibagi
dua, yaitu : kolektor datar (flat plat collector) dan kolektor konsentrator
(concentrating collector) (Kamaruddin Abdullah, et al., 1990) .
Pada kolektor datar, radiasi yang diterima kolektor adalah radiasi baur
dan radiasi langsung. Radiasi baur adalah radiasi pantulan dari pancaran
energi surya, baik itu pantulan langsung maupun pantulan tidak langsung dari
beberapa benda. Kamaruddin Abdullah,et al., (1990) menyatakan bahwa
komponen utama dari pengumpul panas adalah: keping penyerap (absorber),
penyekat panas (isolator), dan lapisan penutup transparan. Duffie dan
Beckman, (1980) menyatakan bahwa bagian-bagian yang penting dari sistem
kolektor adalah sebagai berikut:
a. Plat penyerap panas, yang berfungsi untuk memindahkan energi
radiasi panas ke fluida yang mengalir.
b. Penyekat belakang, berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas
akibat konduksi.
c. Tutup transparan, berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas
karena konveksi dan radiasi ke atmosfer.
Kolektor konsentrator digunakan untuk meningkatkan kemampuan
pengumpul panas. Kolektor ini dibedakan menjadi dua, yaitu: kolektor
konsentrator satu titik fokus dan kolektor konsentrator satu garis fokus.
2. Penukar Panas
Sistem pemanas ruangan dibedakan menjadi sistem pemanas langsung
atau direct system dan sistem pemanasan tidak langsung atau indirect system.
Pada sistem pemanasan langsung, energi panas diperoleh dari suatu alat atau
mesin yang terletak dalam ruangan yang mampu memberikan panas pada
ruangan tersebut. Sedang untuk pemanas tidak langsung, jumlah energi panas
yang dibutuhkan untuk memanaskan ruang pengering diperoleh dari sistem
pemanasan di luar ruangan untuk kemudian dipindahkan kedalam ruangan
6
dalam bentuk yang sama atau pun dalam bentuk lain melalui mekanisme heat
exchanger.
Penukar panas atau heat exchanger merupakan alat yang digunakan
untuk memindahkan sejumlah panas dari suatu bahan atau zat ke bahan atau
zat lain. Bentuk yang paling sederhana dari penukar panas adalah Regenerator
berupa kontainer dimana bahan yang bersuhu tinggi didalamnya akan kontak
secara langsung dengan bahan yang bersuhu rendah. Pada sistem ini, masing-
masing bahan atau fluida akan mencapai suhu akhir yang sama. Jumlah dari
panas yang dapat dipindahkan dapat dihitung dengan konsep keseimbangan
energi. Energi yang dilepaskan oleh fluida yang lebih panas akan sama
dengan jumlah energi yang diterima oleh fluida yang lebih dingin.
Bentuk lain dari penukar panas adalah menggunakan dinding atau
sekat sehingga memungkinkan adanya perambatan panas dari fluida yang
bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu rendah. Sistem ini kemudian disebut
dengan sistem penukar panas sistem tertutup (closed type heat exchanger).
Sedangkan pada penukar panas sistem terbuka (open type heat exchanger)
sebelum fluida masuk kedalam sistem penukar panas, fluida akan masuk
terlebih dahulu kedalam suatu ruangan terbuka, setelah bercampur fluida akan
masuk dan meninggalkan penukar panas dalam aliran tunggal.
Penukar kalor yang banyak digunakan dalam pemanasan dan
pendinginan udara atau gas adalah model aliran silang. Pada sistem ini gas
atau udara dialirkan diluar tabung, sedangkan fluida lain digunakan dalam
tabung untuk memanaskan atau mendinginkan.
3. Tungku Pembakaran
Pada prinsipnya pembakaran adalah reaksi suatu zat dengan oksigen
dan menghasilkan energi. Bahan bakar umumnya adalah merupakan suatu
senyawa hidrokarbon. Semakin besar energi yang dihasilkan oleh pembakaran
bahan bakar tersebut, maka semakin baik fungsinya sebagai bahan bakar.
Agar pemanfaatan energi panas yang dihasilkan optimum, bahan bakar
dibakar dalam suatu alat yang disebut tungku pembakaran. Rancangan tungku
sangat menentukan sempurna tidaknya proses pembakaran berlangsung dan
7
besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem
tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan
laju pembakaran atau jumlah bahan bakar yang terbakar persatuan waktu.
Sempurna atau tidaknya pembakaran dipengaruhi oleh rancangan
ruang pembakaran yang menentukan mudah tidaknya oksigen kontak dengan
partikel karbon pada bahan bakar. Sedangkan jumlah udara yang dapat masuk
ke dalam tungku ditentukan oleh rancangan tungku. Selain itu kelancaran
proses pembakaran juga ditentukan oleh kelancaran pembuangan gas hasil
pembakaran.
Tabel 1. Nilai kalor beberapa bahan bakar
Bahan bakar Nilai Kalor (kJ/kg)
Kayu kering 18 799.10
Arang kayu 29 495.59
BBM 42 797.96
Gas alam 40 836.20
Batu bara 29 298.60
Batok kelapa 17 000.00
Sumber : Wegner, 1988 dalam Suharjo, 2007
8
C. Hasil-Hasil Penelitian Tentang Sistem Pemanasan
Alief (1999) melakukan uji unjuk kinerja pemanas tambahan pada
pengering ERK dengan bahan bakar berupa minyak tanah dengan laju 1.3
liter/jam menghasilkan efisiensi heat exchanger 5.5% - 12 %. Pemanas ini
dapat menaikkan suhu lingkungan menjadi suhu ruangan sebesar 16 oC pada
debit air 0.6 liter/detik
Darmawan (2003) melakukan uji kinerja alat pengering tipe ERK
dengan energi surya dan tungku biomassa sebagai sistem pemanas tambahan
menghasilkan efisiensi tungku sebesar 10.17% dan efisiensi heat exchanger
sebesar 9.79%.
Ignasius Ferry (2003) melakukan uji performansi sistem pemanas air.
Pemanas yang digunakan adalah perpaduan antara energi surya dan LPG.
Dengan radiasi rata-rata 384.59 W/m2 suhu air masuk kolektor 28.59
oC dan
keluar 29.3 oC menghasilkan efisiensi kolektor sebesar 24.3%.
Lunardi (2003) melakukan uji performansi alat pengering surya hibrid
pada pengeringan ikan mujair. Penerimaan rata-rata radiasi surya harian pada
pengujian 1 dan pengujian 2 masing-masing sebesar 281.21 W/m2 dan 465.33
W/m2 dengan lama pengeringan masing-masing selama 27.85 jam dan 18.17
jam. Suhu udara pengering rata-rata pada pengujian 1 dan pengujian 2 masing-
masing adalah 34 oC dan 35.22
oC. Energi yang digunakan alat pengering
berasal dari energi surya, energi listrik dan energi bahan bakar biomassa.
Energi yang digunakan untuk menguapkan kadar air ikan pada pengujian 1
sebesar 154.43 MJ/kg uap air sedangkan pada pengujian 2 sebesar 56.95
MJ/kg uap air.
Ai Rukmini (2006) melakukan perancangan dan uji alat pemanas tipe
counter flow. Hasil yang diperoleh setelah pengujian selama 4 jam yaitu suhu
tungku berkisar antara 171.6 – 179.2. panas yang dipindahkan antara 506.43 –
791.67 kJ/jam. Efektifitas penukar panas antara 0.28 – 0.36
9
PENDEKATAN TEORI
A. Perpindahan Panas
Perpindahan panas didefinisikan sebagai ilmu umtuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda
atau material (Holman,1986). Perpindahan panas berhubungan dengan laju
perpindahan panas dan penyebaran suhu dalam sistem.
Pada alat penukar panas, perpindahan panas berlangsung dengan cara:
1. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas melalui kontak langsung antara
molekul zat yang berbeda suhu. Besaran perpindahan panas secara konduksi
tergantung pada nilai konduktivitas panas bahan.
2. Konveksi
Konveksi merupakan perpindahan panas yang dihubungkan dengan
pergerakan fluida. Jika fluida bergerak karena adanya gaya gerak dari luar
maka disebut konveksi paksa, sedangkan jika pergerakan fluida terjadi karena
perbedaan masa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu disebut konveksi
alami.
2.1. Konveksi Alami
Konveksi alami dipengaruhi oleh perbandingan antara gaya apung dan
kekentalan fluida atau disebut dengan bilangan Grashof. Semakin besar
bilangan Grashof maka perpindahan panasnya semakin efektif. Konveksi
bebas dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan (Holman,1986)
berikut:
….................................................... (1)
........................................................... (2)
…................................................................ (3)
2
3)(
νβ ϖ xTTg
Gr−
= ∞
mGrCNu Pr)(=
x
kNuh =
10
Dimana :
g = gravitasi (9.8m/s)
β = koefisien muai panas udara (1/K)
ν = viskositas kinematik (m3 /s)
Pr = bilangan Prandtl
Nud = bilangan Nusselt
Gr = bilangan Grashof
Tw = suhu dinding (oC )
T = suhu antara dua dinding(oC )
x = tinggi bidang tegak (m)
C,m = konstanta berdasar nilai GrPr pada geometri tertentu.
2.2. Konveksi Paksa
Untuk aliran yang terjadi karena adanya gaya tambahan dari luar, maka
koefisien pindah panas pada penukar panas yang disusun berupa pipa, dapat
dicari dengan menggunakan persamaan (Holman, 1986) berikut.
14.0
3
1
3
1
Pr)(Re86.1
=w
dL
dNu
µµ
..................................... (4)
Persamaan diatas berlaku untuk perpindahan kalor aliran laminer (Re <
5 x105 ). Sedangkan untuk aliran turbulen (Re > 5 x10
5 ) digunakan persaman:
14.0
3
1
8.0 PrRe027.0
=
w
dNuµµ
......................................... (5)
Dimana :
µρν dm=Re .................................................................. (6)
11
B. Kolektor Surya
Jumlah panas yang terkumpul pada suatu kolektor merupakan
keseimbangan antara jumlah panas terserap dan panas yang hilang dari sistem
kolektor tersebut. Untuk menghitung jumlah panas yang terkumpul digunakan
persamaan Kamaruddin (1998) sebagai berikut :
Qb = Qc – Ql ..................................................................... (7)
Dimana :
Qb = jumlah panas terkumpul (W/ m2 )
Qc = jumlah panas terserap (W/ m2 )
Ql = jumlah panas hilang dari kolektor (W/ m2 )
Jumlah panas yang masuk ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
)(ταpc IAQ = .................................................................... (8)
Dimana :
(τ α ) = hasil perkalian koefisien tembus cahaya penutup
transparan dan koefisien penyerap panas energi surya oleh
plat penyerap.
I = laju radiasi surya yang ditangkap oleh permukaan kolektor
(W/ m2 )
Ap = luas plat kolektor (m2)
Sedangkan jumlah panas yang hilang dari kolektor dapat ditentukan
dengan menggunakan persaman berikut :
( )ac
c
s
sbtl TTA
AUUUQ −
++= ................................ (9)
Dimana :
Ut = kehilangan panas bagian atas kolektor (W/ m2 oC
)
Ub = kehilangan panas dari bagian bawah kolektor (W/ m2 oC
)
Us = kehilangan panas dari bagian samping kolektor (W/ m2 oC
)
As = luas sisi kolektor (m2)
Ac = luas permukaan kolektor (m2)
Tc = suhu permukaan absorber (oC)
Ta = suhu udara sekeliling ( oC)
12
Kehilangan panas pada bagian atas kolektor dicari dengan
menggunakan persamaan :
∆+
=
tkk
x
h
Utk
t 1
1 …….................................................... (10)
Dimana :
Ut = kehilangan panas pada bagian atas kolektor ( W/m2 oC)
h = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
di bagian dalam polikarbonat atau konveksi secara alami
(W/ m2 oC
)
∆xtk = tebal tutup kolektor (m)
k tk = konduktivitas panas tutup kolektor (W/ m2 oC )
Kehilangan panas pada bagian bawah kolektor dicari dengan
menggunakan persamaan :
∆+
=
g
g
b
k
x
h
U1
1 ................................................... (11)
Dimana :
Ub = kehilangan panas pada bagian bawah kolektor ( W/m2 oC)
h = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
di bagian dalam glas wool atau konveksi secara alami
(W/ m2 oC)
∆xxp = tebal glas wool (m)
k p = konduktivitas panas glas wool (W/ m2 oC)
Karena biasanya luas bagian samping kolektor sangat kecil
dibandingkan dengan permukaan atas atau permukaan bawah dari kolektor,
maka biasanya panas yang hilang dari bagian samping tadi diabaikan.
13
Dengan demikian maka keseimbangan energi pada kolektor datar
dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut :
( ) ( )acpLpb TTAUIAQ −−= τα ................................. (12)
Dimana :
btL UUU += ............................................................ (13)
Efisiensi kolektor datar (ηc) merupakan perbandingan antara jumlah
panas yang terkumpul dan panas yang datang Kamaruddin (1998) atau :
ηc =
−−
I
TTU ac
Lτα .............................................. (14)
C. Tungku Pembakaran
Pada pembakaran sempurna, bahan bakar akan menghasilkan sejumlah
energi panas yang umumnya disebut sebagai nilai kalor panas. Nilai kalor
panas bahan bakar yang umumnya digunakan sebagai patokan adalah nilai
kalor panas pada tingkat rendah ( Low Heating Value = LHV ) yang biasa
diperoleh antara lain dengan cara pengukuran menggunakan alat Bomb
Calorimeter.
Pada pembakaran secara aktual energi panas yang dihasilkan
umumnya lebih kecil dari nilai kalor panas bahan bakar yang bersangkutan
karena pembakaran berlangsung tidak habis atau tidak sempurna.
Perbandingan antara jumlah energi panas yang dihasilkan dengan nilai kalor
panas bahan bakar disebut sebagai effisiensi pembakaran.
Efisiensi sistem tungku merupakan perbandingan antara jumlah energi
yang digunakan untuk meningkatkan suhu ruangan dengan energi yang
diberikan oleh tungku pemanas, dinyatakan dalam persamaan Kamaruddin
(1998) berikut :
ηt=Cvm
TTCpm
b
auinuu )( − .................................................. (15)
14
Dimana :
um = massa udara (kg)
uCp = panas jenis udara (kJ/kg oC)
uinT = suhu ruang pengering (oC
)
aT = suhu lingkungan ( oC )
bm = masa bahan bakar (kg)
Cv = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
D. Sistem Penukar Panas
Analisis unjuk kerja dari penukar panas akan dipengaruhi oleh
deskripsi fisik dari parameter-parameter yang terlibat. Hal pertama yang perlu
diketahui adalah bentuk aliran dari fluida seperti Crossflow, parallelflow atau
counterflow maupun penukar panas dengan model sheel and tube serta berapa
kali fluida akan melewati masing-masing pipa dalam penukar panas. Kedua
adalah dimensi fisik dari penukar panas seperti ukuran pipa, bahan dari pipa
serta jumlah total permukaan pindah panas yang terlibat.
Perhitungan unjuk kerja dari penukar panas didasarkan pada konsep
keseimbangan energi yang terjadi sepanjang penukar panas dan efektifitas dari
penukar panas.
Laju perpindahan panas untuk berbagai tipe penukar panas dapat
ditentukan dengan menggunakan persaman berikut (Kreith,1973) :
TLogUAQ ∆= ................................................................. (16)
Dimana :
U = koefisien pindah panas keseluruhan (W/ m2 oC
)
A = total luas pindah panas ( m2 )
∆T Log = beda suhu keseluruhan logaritmik (oC)
Koefisien pindah panas keseluruhan untuk penukar panas yang
berbentuk pipa dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut
(Holman,1986) :
15
U =
+
+hoAo
Ai
KL
r
rAiLn
hi
i
o
1
2
1
1
π
.......................................... (17)
Dimana :
k = konduktivitas panas bahan penukar panas (W/m oC )
hi = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
dibagian dalam pipa atau konveksi secara alami (W/ m2 oC
)
ho= koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
dibagian luar pipa atau konveksi secara paksa (W/ m2 oC )
ro = jari - jari luar pipa (m)
ri = jari - jari dalam pipa (m)
Ai = luas dalam tabung (m2)
L = panjang pipa (m)
Sedangkan beda suhu keseluruhan logaritmik didapat dengan
menggunakan persamaan:
∆T Log =
2
1
21
T
TLn
TT
∆
∆∆−∆
...................................................... (18)
Dimana :
∆T 1 = Thi – Tco ............................................................... (19)
∆T 2 = Tho – Tci .............................................................. (20)
Dengan :
Thi = suhu udara pembakaran masuk penukar panas (oC)
Tho = suhu udara pembakaran ke luar dari penukar panas (oC )
Tci = suhu udara pengering masuk penukar panas (oC )
Tco = suhu udara pengering yang keluar dari penukar panas (oC )
16
Keefektifan penukar panas merupakan perbandingan laju perpindahan
panas yang sebenarnya dalam penukar panas terhadap laju pertukaran panas
maksimum yang mungkin. Keefektifan penukar panas dihitung dengan
menggunakan persamaan (Holman,1986) :
( )[ ]{ }NeCC
−−−−
= 1exp11
ε ....................................... (21)
Dimana :
minC
UANTUN == ........................................................... (22)
( )( )
maksmaks mCp
mCp
C
CC minmin == ................................................. (23)
Dimana :
ε = efektifitas penukar panas
NTU = satuan perpindahan panas
C = laju kapasitas udara (W/ oC)
m = laju aliran massa udara (kg/dt)
Cp = panas jenis udara (kJ/kg. oC)
Cmin = laju kapasitas udara yang lebih kecil (kW/ oC)
Cmax = laju kapasitas udara yang lebih besar (kW/ oC)
17
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu
penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan bahan yaitu ikan
Samgeh (Argyrosomus amoyensis) yang sudah di belah dan sudah melalui
proses penggaraman, ikan Tembang (Sardinella Fimbriata) yang sudah
melalui proses penggaraman, yang didapat dari nelayan sekitar Muara Angke
serta bahan bakar dari batok kelapa.
Alat-alat untuk mendukung penelitian yang digunakan adalah :
� Alat Pengering Surya Hibrid tipe lorong
� Termometer
� Timbangan digital EK 1200 A
� Anemometer Model A541
� Oven Drying SS 204 D
� Thermocopel kabel dan thermocopel batang
C. Pengering ERK Tipe Lorong
Pengering ERK tipe lorong didisain dengan bentuk setengah lingkaran.
hal ini didasarkan pada arah pancaran sinar matahari dari posisi timur ke
barat. Sinar datang dari matahari akan membentuk sudut 180o sehingga
diharapkan sinar matahari yang ditangkap ruang pengering menjadi lebih
efektif. Pengering ERK tipe lorong ini didisain untuk menangani bahan-
bahan pangan atau pertanian yang umumnya sensitif terhadap kerusakan
mekanis dan yang tahan terhadap suhu sampai 600C. Karena bahan yang
dikeringkan sensitif terhadap kerusakan mekanis dengan demikian pada
sistem ini pengeringan dilakukan tidak dengan cara menumpuk, tetapi
diletakkan di atas wadah yang atasnya berlubang (seperti jaring, rak bambu
dan lain-lain).
18
Prinsip kerja alat pengering ini adalah radiasi surya masuk kedalam
sistem pengering melalui dinding transparan dan diserap oleh absorber.
Penyerapan energi ini mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu dari ruang
kolektor dan hasilnya adalah perbadaan suhu antara komponen tersebut
dengan suhu udara di dalam ruang pengering. Perpindahan panas akan terjadi
secara konvektif dan secara radiatif ke udara (dalam bentuk gelombang
panjang). Sebagian besar gelombang panjang radiasi ini akan diserap atau
dipantulkan oleh dinding transparan dan hanya sebagian kecil yang
dilepaskan ke lingkungan. Oleh karena itu keseimbangan termal dari sistem
dengan lingkungan akan bergeser pada suhu yang lebih tinggi. Udara dengan
suhu lebih tinggi ini kemudian digunakan untuk mengeringkan ikan. Outlet
udara dialokasikan pada dinding yang sisinya berseberangan dengan inlet
untuk menghindari rendahnya tekanan akibat hisapan dari kipas.
Pemanasan dari pembakaran batok kelapa disalurkan melalui udara
yang mengalir melalui penukar panas. Kipas digunakan untuk mengalirkan
udara melalui pipa-pipa penukar panas tersebut. Pada saat udara melalui
penukar panas, transfer panas berlangsung melalui dinding saluran penukar
panas. Perpindahan panas ini dibantu dengan dengan adanya kecepatan udara
yang tinggi yang melalaui penukar panas tersebut.
Gambar 1. Skema aliran panas pada alat pengering ERK Tipe Lorong
Panas matahari
HE Kolektor Ruang Pengering outlet
Panas Tungku
Inlet
19
D. Komponen-Komponen Pengering ERK
Pada dasarnya komponen-komponen pengering ERK dapat dibedakan
menjadi : bangunan ruang pengering, wadah produk, pengaliran udara, dan
sistem pemanasan.
1. Bangunan ruang pengering.
a. Dimensi bangunan, panjang 20m, lebar 1.60, dan tinggi 1m.
Bangunan dilengkapi 6 buah pintu yang dibuka tutup secara
digeser.
b. Dinding transparan yang terbuat dari polikarbonat 1.2 mm.
Berfungsi sebagai penerus radiasi surya pendek dan bersifat opak
bagi radiasi surya gelombang panjang. Dinding ini juga menahan
perpindahan panas secara konvektif ke udara sekitar.
c. Dasar pengering. Berfungsi untuk menyerap radiasi dan menahan
perpindahan panas secara konduktif.
2. Wadah produk (ikan)
a. Rak pengering, sebanyak 12 buah yang terdiri dari 6 buah rak
dibagian atas dan 6 buah rak dibagaian bawah. Ukuran rak bawah
lebih besar dari rak bagian atas. Berfungsi sebagai wadah produk
yang dikeringkan. Dimensi rak bagian atas adalah: lebar 1.2 m
dengan panjang 2 m, sedangkan rak bagian bawah lebar 1.5 m
dengan panjang 2 m.
3. Sistem pengaliran udara
a. kipas inlet/penukar panas, sebanyak 1 buah. Kipas yang digunakan
merupakan tipe aksial dengan daya 320 W. Berfungsi untuk
menghisap udara dan menghembuskannya melalui penukar panas ke
arah produk yang dikeringkan.
b. kipas outlet, sebanyak 1 buah. Kipas ini berdaya 80 W yang
digerakan oleh fotovoltaik (PV) yang energi listriknya disimpan
dalam baterai.
c. Turbine ventilator. Digerkan oleh angin. Baik kipas outlet maupun
turbine ventilator berfungsi membantu pengaliran udara.
20
d. Ventilasi (1 buah). Terletak dibagian depan pengering. Berfungsi
untuk melewatkan udara dari/keluar/dalam ruang pengering.
4. Sistem pemanasan
a. Kolektor surya.Terdiri dari absorber yang bahannya serupa dasar
pengering.
b. Penukar panas. Terbuat dari pipa-pipa besi dengan panjang 0.5 m,
diameter bagian dalam 0.0133 m, dan diameter luar 0.0167 m. alat
ini berfungsi untuk memperluas permukaan pindah panas. Gas hasil
pembakaran dari tungku akan mengalir melalui pipa-pipa ini
kemudian dibuang melalui outlet penukar panas yang ada di
atasnya.
c. Tungku. Berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses
pembakaran.
E. Metode Pengujian Performansi
1. Prosedur Percobaan
Urutan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan alat pengering serta alat pengukur yang akan digunakan
dalam percobaan (pyranometer, termometer, timbangan, timer, dan
anemometer)
2. Mempersiapkan dan menimbang batok kelapa sebagai bahan bakar yang
akan digunakan.
3. Pengujian yang dilakukan pada sistem pengering meliputi :
a. Pengukuran radiasi surya, suhu udara, RH udara, kecepatan udara dan
kebutuhan bahan bakar.
2. Parameter Yang Diukur
Pada penelitian ini, parameter yang akan diukur adalah :
1. Iradiasi Surya
Data iradiasi surya diukur dengan menggunakan pyranometer.
Pengukuran iradiasi surya dilakukan selama waktu pengeringan dengan
selang waktu 30 menit dari awal proses sampai akhir proses pengeringan.
21
2. Suhu
Dalam Glossary of Meteorology suhu disebutkan sebagai derajat panas
atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan
berbagai tipe termometer (Staf Pengajar Klimatologi, 1985). Pengukuran
suhu dilakukan dengan menggunakan temometer alkohol dan termometer
batang. Suhu yang diukur adalah suhu pada tungku pembakaran, suhu
pada heat exchanger, pada cerobong, pada plat kolektor, pada bangunan
pengering, dan suhu lingkungan. Pengukuran suhu dilakukan setiap selang
waktu 30 menit dari awal proses sampai akhir proses pengeringan.
3. Kecepatan Udara
Pengukuran kecepatan aliran udara dilakukan dengan menggunakan
Anemometer. Pengukuran dilakukan pada udara luar dan udara inlet ruang
pengering.
4. Lama Pengeringan
Lama pengeringan merupakan waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan ikan yang mengandung kira-kira 80% air menjadi 35-45%.
5. Kebutuhan Energi Biomassa
Energi biomassa digunakan untuk mengeringkan bahan pada malam
hari sebagai pengganti energi surya. Kebutuhan jumlah biomassa dihitung
berdasarkan kapasitas ruang pembakaran sehingga dapat ditentukan
banyaknya bahan bakar yang dibutuhkan untuk proses pengeringan.
3. Perlakuan
Pengambilan data dilakukan pada siang hari dengan sumber energi
pengeringan dari radiasi surya dan malam hari dengan memakai batok kelapa
yang dibakar pada tungku biomassa sebagai sumber panas. Perbedaan
perlakuan pada tiap percobaan dilakukan untuk mengetahui kinerja alat
dengan menggunakan sumber energi surya atau biomassa atau keduanya.
22
Tabel 2. Perlakuan dalam setiap percobaan
Percobaan Perlakukan Sumber energi
1. Menggunakan sampel ikan Samgeh sebanyak
10 kg dan ikan Tembang sebanyak 10 kg
dengan penjemuran merata pada setiap rak
bagian atas. Pengeringan hanya dilakukan
pada siang hari 08:00-15:30 WIB.
Surya
2. Tidak menggunakan beban. Percobaan
dilakukan mulai pukul 15:00-17:30 WIB
dengan sumber panas dari radiasi matahari.
Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
biomassa dari pukul 17:45-20:00 WIB.
Surya
kemudian
Biomassa
3. Menggunakan sampel ikan Samgeh sebanyak
135 kg dengan penjemuran merata pada
setiap rak atas dan rak bawah. Pengeringan
dilakukan mulai pukul 03:00 WIB dengan
menggunakan biomassa sampai pukul 08:00
selanjutnya bahan bakar tidak digunakan lagi
karena panas sudah cukup dari energi surya.
Biomassa
kemudian
Surya
4. Percobaan dilakukan mulai pukul 18:45 -
04:15 WIB. Sampel yang digunakan
sebanyak 11 kg ikan Samgeh dengan
penjemuran merata pada setiap rak bagian
atas.
Biomassa
4. Kinerja Sistem Pemanas pada Alat Pengering ERK
Untuk mengukur kinerja sistem pemanasan pada alat pengering ERK
tipe lorong, dilakukan analisis data sebagai berikut :
• Efisiensi kolektor
• Efisiensi sistem tungku
• Efektifitas penukar panas ( heat exchanger).
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering
Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai
yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi surya diukur dengan
menggunakan pyranometer. Percobaan dilakukan pada kondisi iklim berada
dalam musim kemarau dengan cuaca terik normal. Selain itu bahan penutup
transparan yang menggunakan bahan polycarbonate yang memiliki nilai
koefisien tembus cahaya cukup baik yaitu 0.81 (Mustafid, 2003) dan koefisian
penyerap panas plat yang terbuat dari besi cor memiliki nilai absorptivitas
sebesar 0.94 (Holman.1986). Secara umum rata-rata radiasi surya yang
diperoleh selama percobaan mendekati jumlah penerimaan rata-rata iradiasi
surya di Indonesia yang besarnya 562 W/m2.
Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1
Pada percobaan 1 pengukuran Iradiasi dimulai dari pukul 08:00 WIB
sampai 15:30 WIB dengan nilai iradiasi tertinggi pada pukul 12:00 yaitu
sebesar 602.86 W/m2 dan iradiasi minimum sebesar 61.43 W/m
2 (Gambar 2).
Dengan rata-rata iradiasi sebesar 475.18 W/m2 mampu menaikkan suhu
lingkungan 33.95 oC menjadi suhu ruang pengering sebesar 52.63
oC.
Sehingga bisa dikatakan bahwa pada percobaan 1 penggunaan kolektor
mampu menaikkan suhu sebesar 18.68 oC atau sekitar 55%.
24
Gambar 3. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 2
Pada percobaan 2 pengukuran Iradiasi dimulai dari pukul 15:00 WIB
sampai 17:30 WIB dengan nilai iradiasi tertinggi pada pukul 15:00 yaitu
sebesar 470.00 W/m2 dan iradiasi minimum sebesar 121.42 W/m
2 (Gambar 3).
Rata-rata radiasi pada percobaan ini adalah 286.75 W/m2 dan mampu
menaikkan suhu lingkungan dari 31.88 oC menjadi suhu ruang pengering
sebesar 40.39 oC. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor surya
pada percobaan 2 mampu menaikkan suhu sebesar 8.51 oC atau sekitar 27%.
Gambar 4. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 3
25
Pada percobaan 3 pengukuran Iradiasi dimulai dari pukul 07:30 WIB
sampai 14:00 WIB dengan nilai iradiasi tertinggi pada pukul 13:00 yaitu
sebesar 971.43 W/m2 dan iradiasi minimum sebesar 334.29 W/m
2 (Gambar 4).
Dengan nilai rata-rata radiasi sebesar 729.49 W/m2 dan mampu menaikkan
suhu lingkungan dari 36.81 oC menjadi suhu ruang pengering sebesar 49.35
oC. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor surya pada
percobaan 3 mampu menaikkan suhu sebesar 12.54 oC atau sekitar 34%.
Dari Gambar 2, 3, dan 4 diatas dapat dilihat bahwa perlakuan yang
berbeda-beda pada percobaan 1, 2, dan 3 berpengaruh begitu nyata terhadap
sebaran suhu dalam ruang pengering. Suhu ruang pengering dalam setiap
percobaan selalu lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Semakin siang suhu
ruang pengering cenderung mengalami kenaikan atau semakin besar radiasi
surya maka semakin tinggi suhu absorber, dan semakin besar pula suhu ruang
pengering. Pada percobaan 1 dapat dilihat bahwa suhu ruang pengering lebih
besar dari suhu absorber. Sedangkan pada percobaan 3 suhu absorber lebih
tinggi dari suhu ruang pengering. Hal ini disebabkan karena pengaruh
banyaknya bahan yang dikeringkan. Adapun kenaikkan suhu pada percobaan
1,2, dan 3 berturut-turut adalah 55%, 27%, dan 34%. Sehingga sebaiknya
pengeringan dilakukan dari pagi sampai sore hari ( percobaan 1).
B. Pengaruh Tungku Sebagai Pemanas Tambahan Terhadap Suhu Ruang
Pengering
Pemanas tambahan pada percobaan ini berasal dari penggunaan
biomasa batok kelapa yang dibakar didalam tungku dan kemudian udara
panasnya dialirkan melalui pipa-pipa penyalur kedalam ruang pengering.
Suhu ruang pengering dengan pemanas tambahan nilainya berfluktuasi
bergantung pada suhu ruang bakar. Profil suhu ruang pengering dan ruang
bakar pada percobaan 2, 3, dan 4 dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7.
26
Gambar 5. Profil suhu pada percobaan 2
Pada percobaan 2 penggunaan pemanas tambahan dimulai dari pukul
17:45 WIB. Hal ini dilakukan karena pada pada jam tersebut nilai radiasi
surya sudah semakin kecil. Pengaruh penggunaan kolektor kemudian
diabaikan karena nilainya sangat kecil yaitu 4.89% atau kurang dari 5%. Pada
percobaan ini suhu rata-rata ruang pengering mencapai 36.82 oC pada kondisi
lingkungan dengan suhu 27.86 oC. Sehingga dapat dikatakan bahwa
penggunaan batok kelapa sebagai pemanas tambahan pada percobaan 2
mampu menaikkan suhu sebesar 8.96 oC atau sekitar 32%.
Gambar 6. Profil suhu pada percobaan 3
27
Pada percobaan 3 penggunaan pemanas tambahan dimulai dari pukul
03:00 WIB sampai 08:00 WIB. Pada percobaan ini suhu rata-rata ruang
pengering mencapai 38.12 oC pada kondisi lingkungan dengan suhu 27.85
oC.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan batok kelapa sebagai pemanas
tambahan pada percobaan 3 mampu menaikkan suhu sebesar 10.27 oC atau
sekitar 37%.
.
Gambar 7. Profil suhu pada percobaan 4
Pada percobaan 4 penggunaan pemanas tambahan dimulai dari pukul
18:45 WIB sampai 04:15 WIB. Pada percobaan ini suhu rata-rata ruang
pengering mencapai 37.84 oC pada kondisi lingkungan dengan suhu 27.79
oC.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan batok kelapa sebagai pemanas
tambahan pada percobaan 3 mampu menaikkan suhu sebesar 10.05 oC atau
sekitar 36%.
Dari Gambar 5, 6, dan 7 diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi
suhu pada ruang bakar maka semakin tinggi pula suhu pada ruang pengering.
Sehingga faktor yang paling penting adalah bagaimana menjaga kekontinuan
jumlah panas yang diberikan dari pembakaran batok kelapa yang terjadi
dalam tungku. Dalam percobaan ini selang waktu dalam pengisian bahan
bakar adalah setiap 15 menit sekali sebanyak 2-3 kg. Oleh karena itu
disarankan untuk operasi sebaiknya jumlah bahan bakar dikurangi (<2kg)
dengan frekuensi pemasukan yang lebih besar (<15menit).
28
C. Efisiensi Kolektor
Nilai efisiensi kolektor digunakan untuk mengetahui seberapa besar
energi panas matahari yang berguna selama proses pengeringan. Nilai efisiensi
kolektor dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan dan iradasi surya.
Pemilihan bahan yang tepat akan menaikkan efisiensi, karena dapat
menghindari kehilangan energi akibat adanya proses pindah panas pada bagian
plat dan tutup transparan.
Dalam perhitungan efisiensi kolektor, data yang digunakan adalah
suhu plat absorber, suhu lingkungan, dan iradiasi surya. Percobaan dilakukan
pada kondisi iklim berada dalam musim kemarau. Selain itu bahan penutup
transparan yang menggunakan bahan polycarbonate dan bahan isolasi plat
absorber yang terbuat dari bahan berupa glas wool memiliki nilai
konduktivitas termal cukup rendah yaitu 0.0703 W/m2 oC dan 0.038 W/m
2 oC
(Holman,1986), mampu menahan besarnya laju perpindahan panas yang
hilang secara konveksi ke lingkungan.
Gambar 8. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 1
29
Pada Gambar 8 terlihat bahwa efisiensi kolektor dan laju radiasi terus
naik ketika menuju siang hari, tetapi ketika pukul 11:00 WIB mengalami
penurunan dan terus berfluktuasi hingga pukul 12:30 WIB. Hal ini disebabkan
karena pada saat itu cuaca terus berubah sehingga menyebabkan pancaran
sinar matahari yang diterima kolektor terus berfluktuasi. Efisiensi maksimum
terjadi pada pukul 15:30 WIB yaitu sebesar 71.27% dan efisiensi minimum
sebesar 46.68% terjadi pada pukul 08:30 WIB. Sedangkan nilai radiasi
tertinggi terjadi pada pukul 12:00 yaitu sebesar 602.86 W/m2 dan radiasi
minimum sebesar 214.28 W/m2 pada pukul 08:30 WIB. Adanya perbedaan
waktu nilai maksimum antara nilai efisiensi dan laju radiasi yang terjadi pada
percobaan 1 disebabkan karena kolektor surya mampu menyimpan energi
panas yang diterima dari matahari. Sehingga nilai efisiensinya terus naik
ketika pancaran sinar matahari sudah mulai meredup. Pada Gambar 8 terlihat
bahwa ada kesesuaian antara peningkatan nilai efisiensi kolektor dengan laju
radiasi. Semakin besar laju radiasi maka semakin besar pula nilai efisiensi dari
kolektor tersebut. Pada Gambar 9 nilai efisiensi kolektor mengikuti pola
penerimaan radiasi, tetapi ketika pukul 16:30 WIB nilai efisiensi meningkat
padahal disaat yang sama nilai radiasi terus mengalami penurunan. Hal ini
terjadi karena sifat dari absorber tersebut yang dapat menyimpan panas,
sehingga energi panas tidak cepat hilang.
Gambar 9. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 2
Gambar 9. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 2
30
Gambar 10. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 3
Dari percobaan 1, 2, dan 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi radiasi
maka akan semakin tinggi nilai efisiensi kolektor. Pada saat menjelang sore
ketika laju radiasi mulai menurun, nilaI efisiensi kolektor masih stabil bahkan
masih naik seperti pada Gambar 8 dan 10. Hal ini disebabkan karena sifat
absorber yang mampu menahan panas, sehingga panas yang diterima bisa
disimpan dalam beberapa waktu.
Tabel 3. Nilai rata-rata efisiensi kolektor pada masing-masing percobaan
Percobaan Kehilangan panas
pada bahan isolasi
glas wool
( W/m2 oC )
Kehilangan panas
pada
polycarbonate
( W/m2 oC )
Efisiensi kolektor
( % )
1 1.25 3.04 62.23
2 1.15 2.53
64.17
3 1.29 2.88 64.30
Rataan 1.23 2.82 63.56
Dari tabel 3 diatas terlihat bahwa efisiensi kolektor cukup bagus
dengan rata-rata dari ketiga percobaan adalah 63.56% dengan nilai efisiensi
31
terbesar pada percobaan 2 dengan nilai 64.30% dan efisiensi terkecil pada
percobaan 1 dengan nilai efisiensi 62.23%.
Efisiensi kolektor antara 62.23–64.30% masih lebih besar bila
dibandingkan dengan hasil penelitian Ignasius (2003) sebesar 24.3% yang
menggunakan fiberglass sebagai penutup transparan dan seng sebagai plat
absorbernya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan polycarbonate cukup
baik.
D. Efisiensi Sistem Tungku
Efisiensi sistem tungku merupakan perbandingan antara jumlah energi
yang digunakan untuk meningkatkan suhu ruangan dengan energi yang
diberikan oleh tungku pemanas. Disain tungku dan jenis bahan bakar yang
digunakan sangat menentukan dalam perhitungan efisiensi ini.
Suhu ruang pengering dengan pemanas tambahan nilainya berfluktuasi
bergantung pada suhu ruang bakar. Semakin banyak bahan bakar yang dibakar
akan semakin tinggi suhu pada ruang bakar dan semakin tinggi pula suhu pada
ruang pengering. Adapun besarnya laju pembakaran pada tipa-tiap percobaan
dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Laju pembakaran pada tiap-tiap percobaan
Percobaan Jumlah
bahan bakar
( kg )
Lama
pembakaran
( Jam )
Laju
pembakaran
( kg/Jam)
Suhu ruang
pengering
( oC )
2 16 2.25 7.11 36.82
3 44 5 8.8 38.12
4 80 10 8 37.84
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa laju pembakaran untuk proses
pengeringan pada percobaan 2 adalah 7.11 kg/jam. Pada kondisi ini pemanas
tambahan tersebut mampu menaikkan suhu lingkungan sebesar 27.86 oC
menjadi suhu ruang pengering sebesar 36.82 oC atau mampu menaikkan suhu
sebesar 8.98 oC (32%). Pada percobaan 3 dengan laju pembakaran 8.8 kg/jam
mampu menaikkan suhu lingkungan sebesar 27.85 oC menjadi suhu ruang
32
pengering sebesar 38.12 oC atau mampu menaikkan suhu sebesar 10.27
oC
(37%). Pada percobaan 5 dengan laju pembakaran 8 kg/jam mampu
menaikkan suhu dari 27.79 oC pada suhu lingkungan menjadi 37.84
oC pada
suhu ruang pengering atau mampu menaikkan suhu sebesar 10.05 oC atau
sekitar 36%. Sehingga agar menghasilkan kenaikkan suhu ruangan yang tinggi
maka sebaiknya pengeringan dilakukan dengan menggunakan laju
pembakaran yang lebih besar pula.
Tabel 5. Nilai efisiensi sistem tungku pada masing-masing percobaan
Percobaan Panas untuk
memanaskan udara
( kJ )
Panas hasil
pembakaran
( kJ )
Efisiensi sistem
tungku
( % )
2 41 709.42 272 000 15.33
3 104 142.73 748 000 13.92
4 207 463.36 1 360 000 15.25
Rataan 215 006.60 793 333.33 14.83
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa rata-rata nilai efisiensi sistem
tungku adalah 14.83% masih lebih besar bila dibandingkan dengan hasil
penelitian Darmawan (2003) yang menggunakan bahan bakar berupa kayu
bakar dengan nilai efisiensi mencapai 10.17%. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan batok kelapa sebagai pemanas tambahan cukup baik.
E. Efektifitas Penukar Panas
Keefektifan penukar panas (heat exchanger) merupakan perbandingan
laju perpindahan panas yang sebenarnya dalam penukar panas terhadap laju
pertukaran panas maksimum yang mungkin terjadi (Kreith, 1973). Laju
perpindahan panas yang sebenarnya sangat tergantung pada jenis bahan dan
dimensi bahan yang digunakan. Semakin efektif suatu penukar panas, maka
semakin banyak energi panas yang dapat dipindahkan dari tungku ke sistem
pengering.
33
Gambar 11. Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 2
Gambar 12. Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 3
Gambar 13. Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 4
34
Pada percobaan 2, 3, dan 4 terlihat bahwa nilai efektifitas penukar
panas dan laju perpindahan panas berbanding lurus. Semakin tinggi nilai
efektifitas penukar panas (HE) maka semakin besar pula laju perpindahan
panas yang terjadi. Sebaliknya ketika nilai efektifitas menurun, maka laju
perpindahan panas yang terjadi semakin kecil. Hal ini bisa terjadi karena nilai
beda suhu logaritmik pada waktu ini cenderung naik, sementara nilai jumlah
satuan perpindahan panas (NTU) semakin kecil.
Tabel 6. Nilai efektifitas rata-rata HE pada masing-masing percobaan
Percobaan ∆T Log
( oC)
NTU
maksC
CC min=
Efektifitas
penukar
panas
Perpindahan kalor
( W/m2 oC )
2 175.15 3.51 0.0321 0.95 3158.18
3 177.41 3.81 0.0301 0.96 3450.28
4 133.03 3.41 0.0297 0.95 2253.24
Dari tabel 6 diatas telihat bahwa beda suhu rata-rata logaritmik
berdasarkan perhitungan berkisar antara 133.03-177.41 oC . Beda suhu rata-
rata logaritmik yang rendah menunjukkan suhu aliran fluida dalam ruang
penukar panas cukup konstan. Perpindahan panas berkisar antara 2 253.24–
3450.28 W/m2 oC .
Dari ketiga percobaan tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan
(rasio) laju kapasitas panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar
terhadap laju kapasitas panas yang berasal dari saluran udara masuk akan
mempengaruhi nilai satuan perpindahan panas (NTU). Semakin besar nilai
NTU dan semakin kecil rasio laju kapasitas panas maka nilai efektifitas
penukar panas akan semakin besar. Dengan semakin besarnya efektifitas maka
jumlah panas yang dihantarkan ke ruang pengering akan semakin besar.
Efektifitas penukar panas antara 0.95-0.96 jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Ai Rukmini (2003) sebesar 0.28-0.36
yang menggunakan penukar panas berupa tabung dengan diameter dalam 50.8
mm dan panjang 600 mm.
35
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dengan alat pengering ERK tipe lorong
dapat disimpulkan bahwa kinerja sistem pemanasan adalah :
1. Laju iradiasi berkisar antara 286.75-729.49 W/m2 dengan rata-rata suhu
lingkungan 31.88-36.81oC didapatkan suhu rata-rata ruang pengering berkisar
antara 40.39-52.63 oC. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor
surya mampu menaikkan suhu lingkungan menjadi suhu ruang pengering
berkisar antara 27-55%. Adanya fluktuasi yang cukup tajam disebabkan
karena cuaca yang terus berubah pada setiap percobaan. Kenaikan suhu ruang
pengering yang paling besar terjadi pada percobaan yang dilakukan sepanjang
hari.
2. Laju pembakaran batok kelapa berkisar antara 7.11-8.8 kg/jam menghasilkan
suhu tungku berkisar antara 295.94-391.83 oC pada kondisi suhu lingkungan
antara 27.79-27.86 oC diperoleh suhu ruang pengering antara 36.82-38.12
oC.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan tungku sebagai pemanas
tambahan mampu menikkan suhu lingkungan menjadi suhu ruang pengering
berkisar antara 32-37%. Semakin tinggi suhu pada ruang bakar maka semakin
besar pula suhu ruang pengering. Sehingga faktor yang paling penting adalah
bagaimana menjaga ke kontinyuan jumlah panas yang diberikan dari
pembakaran batok kelapa yang terjadi dalam tungku.
3. Nilai efisiensi kolektor berkisar antara 62.23-64.30%.
4. Efisiensi sistem tungku berada pada kisaran 13.92-15.33%.
5. Perpindahan panas berkisar antara 2253.24-3450.28 W/m2 o
C . Sedangkan
nilai efektifitas penukar panas berkisar antara 0.95-0.96.
36
B. Saran
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, yang dapat disarankan
adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan percobaan 1, 2, dan 3 pada penggunaan kolektor maka
sebaiknya pengeringan dilakukan sepanjang hari (Percobaan 1). Karena
pada percobaan ini kenaikan suhu dapat mencapai 18.68 oC atau sekitar
55% dari kondisi lingkungan.
2. Dalam sistem operasi dengan menggunakan batok kelapa sebagai pemanas
tambahan sebaiknya dilakukan dengan laju pembakaran 8.8 kg/jam karena
menghasilkan suhu yang paling tinggi yaitu 10.27 oC atau sekitar 37%.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, K., A. K. Irwanto, N. Siregar, E. Agustina, A. H. Tambunan, M.
Yamin, E. Hartulistiyoso, Y. A. Purwanto, D. Wulandani and L. O.
Nelwan. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHE IPB Project.
Bogor.
Abdullah, K. 2007. Energi Terbarukan untuk Mendukung Pembangunan Pertanian
dan Perdesaan. IPB Press. Bogor.
Agriana, Dias. 2006. Kinerja Lapang Alat Pengering Surya Hibrid Tipe Efek
Rumah Kaca Untuk Pengeringan Dendeng Jantung Pisang. Skripsi.
Fateta IPB. Bogor.
Alief, R. 1999. Uji Unjuk Kinerja Pemanas Tambahan pada Pengering ERK.
Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. IPB. Bogor.
Duffie, J.A., and W.A. Beckman.1980. Solar Engineering of Thermal Processes.
John Wiley & Sons, Inc. Toronto Canada.
Darmawan. 2003. Uji Kinerja Alat Pengering Tipe ERK dengan Energi Surya dan
Tungku Biomasa Sebagai Sistem Pemanas Tambahan untuk Proses
Pengeringan. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. IPB. Bogor.
Ferry, I.H. 2003. Rancangan dan Uji Performansi Sistem Pemanas Air Perpaduan
Energi Surya dan LPG. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. IPB.
Bogor.
Holman, J.P. 1986. Heat Transfer 6th ed. Diterjemahkan Jasjfi. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Kamaruddin, A., et al. 1990. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHE IPB
Project. Bogor.
Kreith, F. 1973. Principle of Heat Transfer. Diterjemahkan. Prijono, A. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Lunardi, Ardi. 2003. Uji Performansi Alat Pengering Surya Hibrid Pada
Pengeringan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Skripsi. Fateta
IPB. Bogor.
Mustafid, A.T. 2003. Uji Performansi Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca
Berenergi Hibrid pada Pengeringan Ikan Pepetek (Leiognatus equulus).
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.IPB.Bogor.
Staf Pengajar Klimatologi. 1985. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan
Meteorologi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
38
Suharjo. 2007. Uji Performansi Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong Untuk
Pengringan Ikan Samgeh (Argyrosomus amoyensis) di Pengolahan Hasil
Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
39
Lampiran 1. Pengukuran iradiasi surya
Tabel lampiran 1. Pengukuran iradiasi surya dengan pyranometer pada
percobaan 1
Waktu Radiasi
W/m2
8:00 61.43
8:30 214.29
9:00 314.29
9:30 461.43
10:00 480.00
10:30 575.71
11:00 560.00
11:30 591.43
12:00 602.86
12:30 521.43
13:00 574.29
13:30 551.43
14:00 507.14
14:30 575.71
15:00 550.00
15.30 461.43
Rataan 475.18
Tabel lampiran 2. Pengukuran iradiasi surya dengan pyranometer pada
percobaan 2
Waktu Radiasi
W/m2
15:00 470.00
15:15 430.00
15:30 302.86
15:45 410.00
16:00 337.14
16:15 288.57
16:30 267.14
16:45 214.28
17:00 165.71
17:15 147.14
17:30 121.42
Rataan 286.75
40
Lampiran 1. Pengukuran iradiasi surya (lanjutan)
Tabel lampiran 3. Pengukuran iradiasi surya dengan pyranometer pada
percobaan 3
Waktu Radiasi
W/m2
7:30 334.29
8:00 355.71
8:30 508.57
9:00 657.14
9:30 700.00
10:00 900.00
10:30 757.14
11:00 828.57
11:30 871.43
12:00 802.86
12:30 867.14
13:00 971.43
13:30 914.29
14:00 744.29
Rataan 729.49
41
Lampiran 2. Pengukuran suhu
Tabel lampiran 4. Pengukuran suhu pada percobaan 1
Waktu Lingkungan
(oC)
Inlet
(oC)
Tengah
(oC)
Outlet
(oC)
Lantai
absober
(oC)
Timur Barat 8:00 29.97 49.61 60.90 60.90 45.68 40.77
8:30 31.93 50.88 59.92 61.39 48.62 42.73
9:00 34.88 54.02 66.30 73.17 52.55 46.66
9:30 34.88 50.39 60.41 71.21 53.53 49.61
10:00 35.37 54.52 65.32 70.23 49.61 52.55
10:30 35.37 55.01 64.34 70.23 49.61 53.53
11:00 35.86 53.83 61.78 68.75 52.55 58.44
11:30 32.91 52.55 63.35 67.28 42.24 45.68
12:00 37.82 51.08 60.60 65.32 54.52 69.25
12:30 33.89 43.32 49.80 52.06 45.68 52.55
13:00 33.89 39.29 45.19 49.11 44.70 52.55
13:30 35.86 41.75 47.64 48.62 47.64 59.43
14:00 33.89 38.80 45.68 45.48 44.70 55.50
14:30 32.91 36.84 41.75 40.77 42.73 50.59
15:00 31.93 35.37 38.80 36.84 38.80 44.70
15:30 31.93 34.88 37.33 33.89 36.84 40.77
Rataan 33.95 46.38 54.32 57.20 46.87 50.96
42
Lampiran 2. Pengukuran suhu (lanjutan)
Tabel lampiran 5. Data hasil pengukuran pada percobaan 2
Waktu
Lingkungan T inlet T tengah1 T tengah2 T outlet
Tabsorber
timur
Tabsorber
barat
T
PipaHE T tungku
T
cerobong
(oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC)
15:00 35.37 40.01 44.42 52.70 57.73 47.66 58.37
15:15 33.89 38.93 43.18 51.28 57.00 46.25 56.65
15:30 33.40 38.39 42.14 50.33 54.61 45.11 55.70
15:45 32.42 37.85 41.11 47.96 52.01 36.80 52.83
16:00 33.89 37.09 39.24 46.07 49.41 41.99 49.97
16:15 33.40 34.94 39.04 43.23 47.53 40.58 46.16
16:30 30.95 34.94 38.41 41.80 44.20 38.22 41.39
16:45 29.97 33.32 36.86 38.96 40.56 35.85 36.62
17:00 29.47 31.37 35.10 35.64 36.71 33.49 32.80
17:15 28.98 28.14 30.75 31.57 32.03 30.37 29.75
17:30 28.98 29.00 30.24 30.91 30.67 31.13 29.75
Rataan 31.88 34.90 38.25 42.77 45.67 38.85 44.54
17:45 28.49 44.86 41.31 37.54 40.77 109.80 520.00 134.30
18:00 28.30 38.71 33.03 36.12 35.88 93.30 376.30 44.60
18:15 28.00 38.39 38.00 36.12 36.40 124.30 396.40 37.80
18:30 28.00 37.63 37.17 35.64 35.36 105.00 442.40 24.90
18:45 28.00 36.77 35.72 34.22 35.36 119.40 397.60 47.00
19:00 28.00 43.24 40.80 37.07 39.52 144.20 316.50 52.00
19:15 28.00 40.55 43.38 38.96 43.68 159.20 330.90 66.50
19:30 27.81 36.77 37.17 35.93 34.84 73.70 400.00 20.00
19:45 27.02 32.45 33.24 33.27 33.28 61.70 381.00 12.40
20:00 27.02 30.51 31.58 31.38 30.15 37.80 357.20 10.00
Rataan 27.84 37.98 37.14 35.63 36.52 102.84 391.83 44.95
43
Lampiran 2. Pengukuran suhu (lanjutan)
Tabel lampiran 6. Pengukuran suhu pada percobaan 3
Waktu
Lingkungan T inlet T tengah1 T tengah2 T outlet
Tabsorber
timur
Tabsorber
barat
T
Tungku
T
Cerobong
T Pipa HE
(oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC)
3:00 26.90 32.45 27.58 27.85 28.07 33.02 31.85 388.1 141.7 144.2
3:30 26.41 44.32 33.27 34.06 34.31 41.52 40.43 253.4 65.7 71.3
4:00 26.42 48.63 35.16 38.20 36.39 53.80 52.83 304.4 109.7 151.65
4:30 26.41 48.63 35.16 38.20 36.39 47.19 46.16 400.2 120.2 176.7
5:00 26.13 45.40 34.22 36.13 35.35 43.41 42.34 531.7 121.8 191.7
5:30 26.12 42.16 33.27 35.10 34.31 41.99 40.91 275.3 65.2 93.3
6:00 25.91 40.00 32.32 34.06 33.27 40.57 39.48 370.2 52.2 126.8
6:30 27.01 50.79 37.06 40.27 38.47 48.13 47.11 268.1 93.2 171.7
7:00 28.11 47.55 36.11 38.72 37.43 46.72 45.68 259.2 61.7 148
7:30 32.82 48.09 37.06 40.07 38.47 46.23 39.00 282.6 37.7 80.9
8:00 34.32 47.02 40.85 42.34 42.64 52.86 43.29 321.3 32.3 56.8
Rataan 27.87 45.00 34.73 33.35 35.92 45.04 45.37 332.16 332.16 128.46
8:30 34.90 48.63 44.64 44.41 46.80 55.69 48.06
9:00 30.01 52.95 46.54 47.52 48.88 62.30 49.97
9:30 34.21 51.87 49.38 48.56 52.00 62.30 51.88
10:00 36.22 50.79 51.28 49.59 54.08 65.13 53.78
10:30 37.26 49.71 47.48 48.56 49.92 64.19 61.42
11:00 39.45 50.79 51.28 48.56 54.08 63.24 61.42
11:30 40.31 53.27 52.22 49.59 56.16 61.36 62.37
12:00 40.51 54.03 52.70 50.11 57.72 58.52 63.32
12:30 40.32 51.87 52.03 49.18 56.37 56.63 63.32
13:00 39.52 51.01 50.71 48.56 55.12 54.74 64.28
13:30 38.21 50.04 49.85 48.14 53.87 52.85 65.23
14:00 37.66 48.42 48.62 46.69 52.21 51.91 66.19
Rataan 37.38 51.13 49.73 48.29 53.10 52.37 51.32 332.16 332.16 128.46
44
Lampiran 2. Pengukuran suhu (lanjutan)
Tabel lampiran 7. Pengukuran suhu pada percobaan 4
Waktu Lingkungan T inlet
T
tengah1
T
tengah2
T
outlet
T
Tungku
T
PipaHE
T
cerobon
g
(oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC) (
oC)
18:45 28.70 33.40 31.19 29.22 29.48 524.60 114.60 69.00
19:15 28.80 33.96 32.81 31.37 31.38 347.60 93.30 54.30
19:45 28.70 35.63 29.03 31.91 31.85 397.60 100.10 66.50
20:15 28.80 40.65 38.77 37.85 36.12 297.10 83.30 76.10
20:45 29.00 39.54 39.85 37.85 35.17 235.00 78.50 69.00
21:15 29.20 35.07 33.36 31.91 30.91 234.50 76.10 66.50
21:45 29.20 44.00 43.10 39.47 37.07 338.10 83.30 64.10
22:15 29.20 45.12 46.35 40.01 38.01 359.60 73.70 44.60
22:45 29.40 44.00 42.56 40.01 37.07 347.70 78.50 73.70
23:15 29.20 40.65 38.77 37.85 35.17 338.10 76.10 71.30
23:45 28.20 40.65 39.85 36.77 34.22 265.60 66.50 69.00
0:15 27.20 43.45 42.02 37.85 32.80 289.80 71.30 47.00
0:45 26.50 37.30 35.52 33.53 31.38 236.40 66.50 47.00
1:15 26.40 44.00 42.02 37.85 35.17 211.60 69.00 44.60
1:45 26.00 42.33 40.93 37.31 35.17 289.80 93.30 49.50
2:15 26.40 48.47 46.89 40.65 38.77 234.00 69.00 47.00
2:45 26.40 38.42 37.69 34.61 33.27 229.00 66.50 47.00
3:15 26.40 45.12 43.64 37.85 37.07 219.00 64.10 44.60
3:45 25.80 41.77 39.85 36.77 34.22 354.80 93.30 49.50
4:15 26.30 49.59 42.02 37.85 35.17 397.60 102.50 69.00
Rataan 27.79 41.16 39.31 36.42 34.47 295.94 79.20 58.47
45
Lampiran 3. Contoh perhitungan efisiensi kolektor surya pada percobaan 3
a. kehilangan panas pada bagian isolasi plat kolektor
Tabel parameter pengukuran untuk perhitungan Ub
Parameter Simbol Nilai Satuan keterangan
Suhu Lingkungan Ta 34.90 oC data
Suhu plat
kolektor
Tp 51.87 oC data
Suhu film Tf 316.39 K hitung
Koefisien volume
pemuaian
β 3.16 x 10-3 1/
K
hitung
Dimensi
karakteristik
L 0.02 m hitung
Viskositas
kinematik
v 17.35 x 10-6 m/s Holman,1986
Bilangan Prandtl Pr 0.704 Holman,1986
Konduktivitas
termal
k 0.027482 W/m oC Holman,1986
Konduktivitas
glas wool
K 0.038 W/m oC Holman,1986
konstanta C 0.13 Holman,1986
konstanta m 1/3 Holman,1986
Untuk menghitung perpindahan panas secara konveksi alami digunakan
persamaan 1.
704.0)1016.17(
)02.0()90.3487.51()1016.3(8.9Pr
26
33
−
− −=
x
xxxxGr
= 9 842.74
Untuk plat horizontal yang muka bagian atasnya dipanaskan dengan nilai
Gr Pr < 2x108 nilai C dan m adalah 0.13 dan 1/3. sehingga :
3
1
)74.9842()13.0( xNu =
= 2.77
02.0
027482.077.2=h
= 3.82 W/m2 o
C
+=
038.0
02.0
82.3
1
1bU
= 1.26 W/m2 o
C
46
Lampiran 3. Contoh perhitungan efisiensi kolektor surya pada percobaan 3
(lanjutan)
b. kehilangan panas pada bagian tutup kolektor
Tabel parameter pengukuran untuk perhitungan Ut
Parameter Simbol Nilai Satuan keterangan
Suhu Lingkungan Ta 34.90 oC data
Suhu polikarbonat Tp 46.13 oC data
Suhu film T 313.51 K hitung
Koefisien volume
pemuaian
β 3.19 x 10-3 1/
K
hitung
Dimensi
karakteristik
L 0.5 m hitung
Viskositas
kinematik
v 17.06 x 10-6 m/s Holman,1986
Bilangan Prandtl Pr 0.705 Holman,1986
Konduktivitas
termal
k 0.027264 W/m oC Holman,1986
Konduktivitas
penutup
transparan
K 0.0703 W/m oC Holman,1986
konstanta C 0.52 Holman,1986
konstanta m 1/4 Holman,1986
Untuk menghitung perpindahan panas secara konveksi alami digunakan
persamaan 1.
705.0
)1006.17(
)5.0()90.3413.46()1019.3(8.9Pr
26
33
−
− −=
x
xxxxGr
= 106.3 x 106
Untuk silinder horizontal, nilai C dan m pada GrPr =106.3 x 106 adalah
0.53 dan ¼. Karena berada pada rentang antara nilai GrPr 104-10
9, sehingga :
4
1
6 )1093.64()53.0( xxNu =
= 53.81
5.0
027264.081.53=h
= 2.93 W/m2 o
C
+=
0703.0
0012.0
93.2
1
1tU
= 2.92 W/m
2 oC
Utotal = 1.26 + 2.92
= 4.06 W/m2 o
C
47
Lampiran 3 Contoh perhitungan efisiensi kolektor surya pada percobaan 3
(lanjutan)
c. perhitungan efifiensi kolektor
Untuk menghitung efisiensi kolektor digunakan persamaan 14.
η =
−−
28.334
90.3487.5106.47614.0
= 0.62 x 100%
= 62 %
48
Lampiran 4. Contoh perhitungan efisiensi tungku pada percobaan 3
Tabel parameter pengukuran untuk perhitungan efisiensi tungku
Parameter Simbol Nilai Satuan keterangan
Massa biomassa mb 44 Kg data
Suhu lingkungan Ta 38.12 oC data
Suhu ruang pengering Tr 27.85 oC data
kalor jenis udara Cpu 1.006 kJ/kg oC Holman,1986
Volume jenis udara v 0.9217 m3/kg hitung
Lama pengeringan t 18000 Detik data
Luas bangunan pengering Arp 20 m2 data
Kecepatan udara ν 0.026 m2/detik data
Debit udara qu 0.52 m3/detik hitung
Laju udara Mu 0.56 Kg/detik hitung
Untuk menghitung efisiensi tungku digunakan persamaan 15.
ηtk=1700044
006.1)85.2712.38()1800056.0(
x
xxx −
%100748000
73.104142xtk =η
= 13.92 %
49
Lampiran 5. Contoh perhitungan efektifitas HE pada percobaan 3
Tabel parameter pengukuran untuk perhitungan konveksi paksa pada Heat
Exchanger
Parameter Simbol Nilai Satuan keterangan
Suhu udara
pembakaran
T tungku 388.10 oC data
Suhu dinding HE T HE 144.20 oC Data
Kecepatan rata-
rata
ν 0.96 m/s Data
Diameter tabung d 0.026 M Data
Densitas ρ 0.5249 kg/m3 Holman,1986
Viskositas
dinamik
µ 3.2249x 10-5 kg/m.s Holman,1986
Angka Pandtl Pr 0.680 Holman,1986
Konduktivitas
termal
k 0.050289 W/m oC Holman,1986
Viskositas
dinamik dinding
µw 2.5225 x 10-5 kg/m.s Holman,1986
Untuk menghitung bilangan Reynolds digunakan persamaan :
5102249.3
026.096.05249.0Re
−=
x
xx
= 406.29
Karena nilai Re kurang dari 5 x 105 maka alirannya Laminer, dan berlaku
persamaan 4.
14.03
1
3
1
Pr)(Re86.1
=wL
dNud
µµ
14.0
5
53
1
3
1
105225.2
102249.3
5.0
026.0)680.029.406(86.1
=−
−
x
xxNud
= 4.64
=d
kNudh
=026.0
050289.064.4h
= 8.97 W/m2 oC
50
Lampiran 5. Contoh perhitungan efisiensi HE pada percobaan 3 (lanjutan)
b. perhitungan konveksi bebas pada penukar panas (HE)
Tabel parameter pengukuran untuk perhitungan konveksi bebas pada HE
Parameter Simbol Nilai Satuan Keterangan
Suhu lingkungan Ta 26.90 oC Data
Suhu dinding HE THE 144.20 oC Data
Suhu film Tf 358.55 K Hitung
Koefisien volume
pemuaian
β 0.002789
1/ K
Hitung
Tinggi tabung x 0.5 m Data
Viskositas
kinematik
v 21.626 x 10-6 m
2/detik Holman,1997
Bilangan Prandtl Pr 0.695119
Holman,1997
Konduktivitas
termal
k 0.030678
W/m oC Holman,1997
C 0.53 Holman,1997
m 1/4 Holman,1997
Untuk menghitung perpindahan panas secara konveksi alami digunakan
persamaan 1.
Pr)(
Pr2
3
v
xTTgGr ∞−
= ωβ
( )( )
695119.010626.21
)5.0(90.2620.14410789.28.9Pr
26
33
−
− −=
x
xxxxGr
= 228.93 x 106
Untuk bidang dan silinder vertikal, nilai C dan m pada GrPr =228.93 x
106 adalah 0.59 dan ¼. Karena berada pada rentang antara nilai GrPr 10
4-10
9,
sehingga :
4
1
6 )1093.228(59.0 xxNu =
= 92.17
=5.0
030678.017.92h
= 5.65 W/m2 oC
51
Lampiran 5. Contoh perhitungan efisiensi HE pada percobaan 3 (lanjutan)
c. perhitungan efisiensi pada heat exchanger
Tabel parameter pengukuran untuk perhitungan efisiensi heat exchanger
Parameter Simbol Nilai Satuan Keterangan
Suhu udara pembakaran
masuk penukar panas
Thi 388.10 oC Data
Suhu udara pembakaran
yang ke luar dari penukar
panas
Tho 141.70 oC Data
Suhu udara pengering
masuk penukar panas
Tci 26.90 oC Data
suhu udara pengering
yang keluar dari penukar
panas
Tco 28.99 oC Data
Diameter dalam tabung ri 0.0133 m Holman,1997
Diameter luar tabung ro 0.0167 m Holman,1997
Jumlah pipa n 85 Data
Panjang pipa L 0.5 m Data
konveksi bebas hi 5.65 W/m2 o
C Hitung
konveksi paksa ho 8.38 W/m2 o
C Hitung
Konduktivitas termal K 67 W/moC Holman,1997
Untuk menghitung koefisien pindah panas menyeluruh, digunakan
persamaan 17 .
+
+
=
38.8
1
1049.0
0837.0
5.0672
0133.0
0167.00837.0
65.5
1
1
xxx
xLn
U
π
= 5.74 W/m2 o
C
Untuk menghitung beda suhu kesuluruhan logaritmik digunakan
persamaan 18.
∆T Log =
30.117
11.359
30.11711.359
Ln
−
= 216.11 oC
Untuk menghitung total luas pindah panas digunakan persamaan sebagai
berikut :
52
Lampiran 5. Contoh perhitungan efisiensi HE pada percobaan 3 (lanjutan)
A = π x d x L x n
Dimana n adalah jumlah pipa = 85 pipa
A = 3.14 x (0.026) x 0.5 x 85
= 3.47 m2
Untuk menghitung laju perpindahan panas digunakan persamaan 16.
Q = A x U x ∆Tlog
= 3.47 x 5.74 x 216.11
= 4307.67 W
Fluida Panas (fluida tak campur)
Th = 388.10 oC
Mh = 0.0047 kg/det
Cph = 1063 J/kg
Mh x Cph = 5.00 W/ oC
Fluida Dingin
Tc = 28.99 oC
Mc = 0.56 kg/det
Cp = 1376 J/kg
Mc x Cp = 77.08 W/ oC
53
Lampiran 5. Contoh perhitungan efisiensi HE pada percobaan 3 (lanjutan)
Untuk menghitung efektifitas penukar panas digunakan persamaan 21.
( )[ ]{ }98.310648.0exp10648.0
1 −−−−
= eε
= 0.95
Dengan,
00.5
47.374.5 xNNTU ==
= 3.98
08.77
00.5min ==maksC
CC
= 0.0648
54
Lampiran 6. Gambar Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong
55
Lampiran 6. Gambar Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong (lanjutan)
56
Lampiran 7. Gambar Heat Exchanger pada Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong
57
Lampiran 7. Gambar Heat Exchanger pada Alat Pengering Hibrid Tipe Lorong (Lanjutan)