Post on 14-Feb-2016
description
KAJIAN HUKUM PERTANIAN DI DUKUH KEKEP DESA TULUNGREJO KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU – TITIK
PENGAMATAN 2
I. SPL 1
FAKTA NORMA HUKUM HASIL I
1) Data kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan lereng)
Iklim : Tropis
Lereng : 5%
Tekstur tanah : Lempung liat berpasir
Drainase : Baik
Kedalaman efektif : 20 cm
Tingkat erosi : Ringan
Batu /kerikil : Banyak
Bahaya banjir : Tidak pernah
Kelas kemampuan lahan : Kelas VI dengan
factor pembatas kedalaman efektif.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi dan
delineasi daerah rawan longsor serta teknik
pengendalian longsor)
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
a. Iklim
Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi
pada sebagian besar wilayah Indonesia.
Kondisi ini berpeluang besar
menimbulkan erosi, apalagi di wilayah
pegunungan yang lahannya didominasi
oleh berbagai jenis tanah.
b. Tanah
Kedalaman atau solum, tekstur, dan
struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju
penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah
bersolum dalam (>90 cm), struktur
gembur, dan penutupan lahan rapat,
Skor :
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi
dan longsor (iklim, tanah, elevasi,
dan lereng)
Skor : 4 sesuai dengan pemerintah
Karena menurut saya dengan
kelerengan 5% itu merupakan daerah
yang cocok untuk budidaya tanaman
semusim dalam kontek ini
merupakan tanaman sayuran. Selai
itu dengan lahan yang landai
a. Jenis erosi yang ditenukan :
Erosi percikan
Disebabkan oleh air hujan yang jatuh
secara langsung pada permukaan tanah,
sehingga menyebabkan agregat tanah
hancur menjadi partikel – partikel tanah
yang lebih kecil, sehingga mudah terjadi
erosi. Pengendalian erosi percikan adalah
dengan penanaman tanamn border atau
tanaman sela pada setiap guludan agar air
hujan tidak merusak agregat tanah.
Erosi Alur
Disebabkan oleh iklim seperti curah hujan
yang tinggi, intensitas hujan yang besar,
dan kemiringan lereng yang curam yang
membuat tanah terangkut oleh air hujan
yang berasal dari hulu dengan membuat
alur – alur menuju ke bagian hilir.
Pengendaliannya biasanya dengan
kerapatan vegetasi seperti tanaman sela
pada sekitar tanaman tahunan.
sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke
dalam tanah dan hanya sebagian kecil
yang menjadi air limpasan permukaan.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan
erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan
kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu
liat berkapur atau marl dan batu kapur,
relatif peka tehadap erosi dan longsor.
Batuan vulkanik umumnya tahan erosi
dan longsor.
c. Elevasi
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan
erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan
kemungkinanuntuk terjadinya
longsor itu kecil namun tetap
berpotensi untuk terjadi erosi
mengingat letaknya dibawah lereng
yang berbukit serta dekat dengan
sungai hal ini memungkinkan
terjadinya pencucian unsur hara
dalam tanah.
2) Data pengendalian erosi
(identifikasi dan delineasi daerah
rawan longsor serta teknik
pengendalian longsor)
Skor : 2 Kurang sesuai dengan
pemerintah
Teknik pengendalian secara
vegetative dan mekanisnya sudah
sesuai namun kurangnya kerapatan
vegetasi sebagai penutup lahan dapat
menyebakan percepatan erosi pada
lahan tersebut
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
b. Perhitungan Indeks Erosivitas :
Ada 2 metode yang dilakukan untuk
menghitung erosivitas, yaitu metode Bols dan
Utomo.
- Metode Bols :
Rb = 6,119 (Hb)1,21(HH)-0,47(I24)0,53
= 6,119 (4,5) 1,21(0,14)-0,47(1,4)0,53
= 113,647
- MetodeUtomo
Rb = 10,80 + 4,15 Hb
= 10,80 + 4,15 (4,5)
= 29,475
c. Perhitungan Indeks Erodibilitas
- Lithic Udic Saments
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 49501,14 (10-4)(12-3) + (2-2)
3,25 + ( 1-3) 2,5 )}
K = 0,333
kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu
liat berkapur atau marl dan batu kapur,
relatif peka tehadap erosi dan longsor.
Batuan vulkanik umumnya tahan erosi
dan longsor.
d. Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah
salah satu faktor pemicu terjadinya erosi
dan longsor di lahan pegunungan. Peluang
terjadinya erosi dan longsor makin besar
dengan makin curamnya lereng. Makin
curam lereng makin besar pula volume
dan kecepatan aliran permukaan yang
berpotensi menyebabkan erosi. Selain
kecuraman, panjang lereng juga
menentukan besarnya longsor dan erosi.
Makin panjang lereng, erosi yang terjadi
makin besar. Pada lereng >40% longsor
sering terjadi, terutama disebabkan oleh
pengaruh gaya gravitasi.
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani
konservasi)
Skor : 2 (Kurang sesuai dengan
pemerintah)
Kurang sesuai karena pada kondisi
actual mempunyai lereng yang landai
sehingga teknik pengendaliannya
lebih ditekankan kepada
pengendalian secara vegetatif,
dibandingkan dengan pengendalian
mekanik yang dirancang untuk
menanam tanaman yang mempunyai
akar kuat dan dapat mengikat tanah
namun secara ekonomis tidak
merugikan petani. Sedangkan yang
terdapat pada norma hukum
disebutkan bahwa Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam
pengendalian erosi harus selalu
- Typic Melanudants
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 85501,14 (10-4)(12-4) + (2-2)
3,25 + ( 3-3) 2,5 )}
K = 0,659
- Humic Dystrudepts
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 45051,14 (10-4)(12-4) + (2-2)
3,25 + ( 2-3) 2,5 )}
K = 0,285
d. Perhitungan Panjang dan Kemiringan
Lereng (LS)
L = 25,3 m
S = 5 %
LS= √ L22 ( 0,065 + 0,045 S + 0,0065 S2)
Erosi dan longsor sering terjadi di wilayah
berbukit dan bergunung, tertama pada
tanah berpasir (Regosol atau Psamment),
Andosol (Andisols), tanah dangkal
berbatu (Litosol atau Entisols), dan tanah
dangkal berkapur (Renzina atau
Mollisols). Di wilayah bergelombang,
intensitas erosi dan longsor agak
berkurang, kecuali pada tanah Podsolik
(Ultisols), Mediteran (Alfisols), dan
Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari
batuan induk batu liat, napal, dan batu
kapur dengan kandungan liat 2:1
(Montmorilonit) tinggi, sehingga
pengelolaan lahan yang disertai oleh
tindakan konservasi sangat diperlukan.
Dalam sistem budidaya pada lahan
berlereng >15% lebih diutamakan
campuran tanaman semusim dengan
tanaman tahunan atau sistem wanatani
(agroforestry)
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
diikuti oleh cara vegetative.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan
agronomis )
Skor 2 : Kurang sesuai dengan
pemerintah, pada norma hukum
dijelaskan bahwa Dalam budidaya
pertanian di lahan pegunungan yang
tidak rawan longsor dan erosi, jenis
tanaman yang akan dikembangkan
dipilih sesuai dengan persyaratan
tumbuh masing-masing jenis
tanaman. Namun dengan kelerengan
yang agak curam dan rentan terjadi
erosi alur maka sebaiknya tidak
menanam tanaman yang berakar
serabut karena tidak dapat mengikat
tanah dengan kuat.
= √ 25,322
( 0,065 + 0,045 50 + 0,0065 52)
= 0,485
e. Perhitungan Faktor Tanaman (C) dan
Pengolahannya (P)
C = (0,7 + 0,7 + 0,7)/ 3
= 0,7
P = (0,40 x 40) + (0,35 x 30) + (0,15 x 30)
= 31
f. Perhitungan EDP (erosi yang
diperbolehkan)
Edp= Kedalamantanah ekivalenkelestariantanah
Edp= Kedalamantanah x faktor kedalamankelestarian tanah
= 200 x 1
400
Edp = 0,5 mm/tahun
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
a. Identifikasi dan Delineasi Daerah
Rawan
Longsor Tiap jenis tanah mempunyai
tingkat kepekaan terhadap longsor yang
berbeda. Langkah antisipatif yang perlu
dilakukan adalah memetakan sebaran jenis
tanah pada skala 1:25.000 atau skala lebih
besar (1:10.000; 1:5.000) pada hamparan
lahan yang menjadi sasaran pembangunan
pertanian tanaman hortikultura, tanaman
pangan, atau tanaman perkebunan.
b. Teknik Pengendalian Longsor
Vegetatif
Pengendalian longsor dengan pendekatan
vegetatif pada prinsipnya adalah
mencegah air terakumulasi di atas bidang
luncur. Sangat dianjurkan menanam jenis
tanaman berakar dalam, dapat menembus
lapisan kedap air, mampu merembeskan
air ke lapissan yang lebih dalam, dan
g. Erosi dilapangan
A = R x K x L x S x C x P
= 29,475x 0,333 x 25,3 x 5 x 0,7 x 31
= 26.700,4 Kg/m2/thn
= 2,67 x 10 -3 ton/ha/thn
3) Data sistem usahatani konservasi (prinsip
usahatani konservasi, pengendalian longsor,
komponen teknik sistem usahatani konservasi)
a. Teknik konservasi yang diusulkan
Lahan Konservasi :
Tempat pengamatan dilakukan di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Teknik Konservasi :
Cara Vegetatif :
- Penanaman searah garis kontur dan
berlawanan arah lereng
- Alley cropping ( tanaman lorong )
- Pemulsaan (organic atau anorganik)
Cara Mekanik :
mempunyai massa yang relatif ringan.
Jenis tanaman yang dapat dipilih di
antaranya adalah sonokeling, akar wangi,
Flemingia, kayu manis, kemiri, cengkeh,
pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat,
kakao, kopi, teh, dan kelengkeng.
Mekanis/sipil teknis
Ada beberapa pendekatan mekanis atau
sipil teknis yang dapat digunakan untuk
mengendalikan longsor, sesuai dengan
kondisi topografi dan besar kecilnya
tingkat bahaya longsor. Pendekatan
mekanis pengendalian longsor meliputi :
1. pembuatan saluran drainase (saluran
pengelak,saluran penangkap, saluran
pembuangan),
2. pembuatan bangunan penahan
material longsor,
3. pembuatan bangunan penguat
dinding/tebing atau pengaman
jurang, dan
- Waste Ways (Jalur air)
- Teras bangku dengan rorak
- Pengolahan lahan menurut arah kontur
dan memotong arah kemiringan lereng.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa komoditas
yang dibudidayakan adalah wortel, dan
bawang prei.
4. pembuatan trap-trap terasering.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Prinsip Usahatani Konservasi
Budidaya pertanian di lahan
pegunungan meliputi dua kegiatan
pokok, yaitu kegiatan usahatani dan
konservasi. Kedua kegiatan pada
sebidang lahan pertanian terintegrasi
menjadi sistem usahatani (SUT)
konservasi.
Teknik Pengendalian Erosi
Secara garis besar, teknik pengendalian
erosi dibedakan menjadi dua, yaitu
teknik konservasi mekanik dan
vegetatif. Konservasi tanah secara
mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanis dan pembuatan bangunan
yang ditujukan untuk mengurangi
aliran permukaan guna menekan erosi
dan meningkatkan kemampuan tanah
mendukung usahatani secara
berkelanjutan. Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam
pengendalian erosi harus selalu diikuti
oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan
tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa
tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa
dan pupuk hijau), serta penerapan pola
tanam yang dapat menutup permukaan
tanah sepanjang tahun.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Persyaratan Fisiologis
Dalam budidaya pertanian di lahan
pegunungan yang tidak rawan longsor
dan erosi, jenis tanaman yang akan
dikembangkan dipilih sesuai dengan
persyaratan tumbuh masing-masing jenis
tanaman. Hal ini penting untuk optimasi
pemanfaatan lahan, peningkatan
produktifitas, efisiensi, dan keberlanjutan
usahatani.
Persyaratan Agronomis
Setelah persyaratan fisiologis telah
dipenuhi dan jenis tanaman sudah
terpilih, langkah berikutnya adalah
memenuhi persyaratan agronomis lahan
untuk jenis tanaman tersebut. Lokasi
sasaran bisa memenuhi persyaratan
fisiologis tetapi belum tentu memenuhi
persyaratan agronomis. Persyaratan
agronomis yang dimaksud adalah tingkat
kesesuaian lahan bagi tanaman.
FAKTA HUKUM HASIL I HASIL II
1) Siapa (pelaku, saksi, dan korban)
perusakaan
Pelaku : Para masyarakat di Dukuh Kekep
di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji
Kota Batu
Saksi : Para masyarakat di Dukuh Kekep
Skor :
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
Skor :
1 : Dapat diterapkan
2 : Tidak dapat diterapkan
1) Kepekaan tanah terhadap erosi
di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji
Kota Batu
Korban : Para masyarakat di Dukuh Kekep
di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji
Kota Batu, dan juga masyarakat yang
berada dibagian hilir.
2) Apa (kerusakan atau akibat kerusakan)
Kerusakan :
- Terjadinya pembukaan hutan menjadi lahan
pertanian
- Kurangnya tutupan lahan yang berada
didaerah hulu
- Pengolahan yang intensive
- Kondisi topografi dengan lereng yang
curam
- Banyaknya tanaman musiman dari pada
tanaman tahunan
Akibat :
Didaerah hulu terjadi longsor, erosi, dan
pengikisan. Sedangkan didaerah tengah dan
hilir terjadi sedimentasi dan banjir. Dan
menyebabkan air sungai keruh sehingga
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan lereng)
Skor : 4 sesuai dengan pemerintah
Karena menurut saya dengan kelerengan
5% itu merupakan daerah yang cocok untuk
budidaya tanaman semusim dalam kontek
ini merupakan tanaman sayuran. Selai itu
dengan lahan yang landai
kemungkinanuntuk terjadinya longsor itu
kecil namun tetap berpotensi untuk terjadi
erosi mengingat letaknya dibawah lereng
yang berbukit serta dekat dengan sungai hal
ini memungkinkan terjadinya pencucian
unsur hara dalam tanah.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi dan
delineasi daerah rawan longsor serta
teknik pengendalian longsor)
Skor : 2 Kurang sesuai dengan pemerintah
Teknik pengendalian secara vegetative dan
mekanisnya sudah sesuai namun kurangnya
dan longsor (iklim, tanah, elevasi,
dan lereng)
Skor : 1 Dapat diterapkan
Hal ini karena pada lahan tersebut
memiliki kelerengan yang landai
sehingga cocok untuk tanaman ini
namun perlu dilakuakan konservasi
untuk penjaga keberlanjutan lahan
tersebut.
2) Data pengendalian erosi
(identifikasi dan delineasi daerah
rawan longsor serta teknik
pengendalian longsor)
Skor : 1 (Dapat diterapkan)
Meskipun hasil 1 memaparkan tidak
sesuai dengan pemerintah, namun
untuk pengendalian vegetative juga
dapat diterapkan disana dengan
menanam cover crop disela-sela
tanaman budidaya.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
kualitas airnya buruk.
3) Dimana (lokasi perusakan dan /atau
perusakan yang diikuti dengan berbagai
dampaknya)
Lokasi :
Di Dukuh Kekep di Desa Tulungrejo
Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada titik
pengamatan 2.
4) Dengan apa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Kerusakan di daerah tersebut terjadi dengan
adanya pembukaan hutan menjadi lahan
pertanian, sehingga banyak tanaman tahunan
yang ditebangi dan diganti menjadi tanaman
musiman tanpa memperhitungkan kondisi
lahan.
5) Mengapa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Kerusakan dapat terjadi karena tidak adanya
pengelolaan lahan yang baik antara pihak
pemerintah dengan masyarakat sekitar,
sehingga masyarakat tidak mengerti
kerapatan vegetasi sebagai penutup lahan
dapat menyebakan percepatan erosi pada
lahan tersebut
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen teknik
sistem usahatani konservasi)
Skor : 2 (Kurang sesuai dengan pemerintah)
Kurang sesuai karena pada kondisi actual
mempunyai lereng yang landai sehingga
teknik pengendaliannya lebih ditekankan
kepada pengendalian secara vegetatif,
dibandingkan dengan pengendalian
mekanik yang dirancang untuk menanam
tanaman yang mempunyai akar kuat dan
dapat mengikat tanah namun secara
ekonomis tidak merugikan petani.
Sedangkan yang terdapat pada norma
hukum disebutkan bahwa Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam pengendalian
erosi harus selalu diikuti oleh cara
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani
konservasi)
Skor : 1 (Dapat diterapkan)
Sistem budidaya di SPL 1 dapat
dijadikan sistem alley cropping atau
tumpang sari dengan tanaman kayu
atau tanaman tahunan yang sesuai
dengan tanaman budidayanya.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan
agronomis )
Skor : 2 (Tidak dapat diterapkan)
Komoditas wortel dan bawang prey
tidak mempunyai akar yang kuat
yang mampu mengikat tanah
sehingga secara fisiologis tidak
cocok walaupun secara agronomis
berpeluang menguntungkan.
bagaimana mengelola lahan pegunungan
menjadi sebuah lahan pertanian, akibatnya
masyarakat menebang hutan secara liar, dan
merugikan ekosistem yang lain.
6) Bagaimana (kronologi kerusakan dan /
atau perusakan dapat terjadi)
Kerusakan terjadi bermula dari pembukaan
hutan menjadi lahan pertanian, karena
pengetahuan yang kurag dari masyarakat
sehingga mereka menanam komoditas yang
sesuai pasar tetpai tidak memperhatikan
kondisi lingkungan sekitar, ditambah lagi
dengan pengolahan yang intensif seperti
emupukan dan penggunaan pestisida
membuat banyak ekosistem yang terganggu.
7) Bilamana (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Dan bilamana sudah terjadi kerusakan maka
tindakan yang peru kita lakukan adalah
memperbaiki kondisi tersebut ke kondisi
semula dengan cara konservasi sumberdaya
vegetative.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor 2 : Kurang sesuai dengan pemerintah,
pada norma hukum dijelaskan bahwa
Dalam budidaya pertanian di lahan
pegunungan yang tidak rawan longsor dan
erosi, jenis tanaman yang akan
dikembangkan dipilih sesuai dengan
persyaratan tumbuh masing-masing jenis
tanaman. Namun dengan kelerengan yang
agak curam dan rentan terjadi erosi alur
maka sebaiknya tidak menanam tanaman
yang berakar serabut karena tidak dapat
mengikat tanah dengan kuat.
lahan.
Kesimpulan:
SPL 1 memiliki kemiringan yang landai dan dekat dengan sungai sehingga ada beberapa fakta yang seharusnya tidak sesuai dengan
norma hukum namun masih diterapkan pada lahan ini, akibatnya beberapa hasil akhir pada tabel diatas tidak dapat diterapkan, kebutuhan
lokasi SPL 1 adalah penutup tanah yang tahan terhadap pengikisan tanah karena lokasinya yang bersebelahan dengan sungai.
Rekomendasi :
Pada SPL 1 (dekat sungai) ditanami tanaman wortel dan bawang prei. Morfologi kedua tanaman hortikultura ini adalah mempunyai
akar serabut yang kekuatan akar untuk menahan perkolasi air dalam tanah tidak sekuat akar tunggang yang dimiliki oleh tanaman
pohon/tahunan. Dengan kondisi lahan yang terletak di dekat sungai maka jenis tanaman yang dibutuhkan adalah tanaman yang
mempunyai akar kuat namun secara ekonomis tidak merugikan petani. Vegetasi yang cocok untuk SPL 1 adalah Kopi dengan naungan
sonokeling. Dengan pola tanam alley cropping dengan cover crop tanaman leguminose, tanaman kopi dapat dipanen sebagai keuntungan
ekonomis petani sedangkan sonokeling bersama dengan tanaman kopi dan cover crop dapat menjadi pengendali erosi secara vegetatif.
Untuk pengendalian secara mekanik pada daerah tepi sungai dapat dibuat rorak dan guludan di sekitar tanaman kopi agar mencegah
limpasan permukaan sedangkan untuk mengurangi sedimentasi pada sungai dapat ditanami tanaman strip dan tanaman penyaring.
II. SPL II
FAKTA NORMA HUKUM HASIL I
1) Data kepekaan tanah terhadap erosi dan 1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan Skor :
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan lereng)
- Iklim : Tropis
- Lereng : 30%
- Tekstur tanah :Lempung liat berpasir
- Drainase : Baik
- Kedalaman efektif : 20 cm
-Tingkat erosi : Sedang
- Batu /kerikil : Tidak ada
- Bahaya banjir : Tidak pernah
- Kelas kemampuan lahan : Kelas VI dengan
factor pembatas Lereng dan kedalaman
efektif.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi dan
delineasi daerah rawan longsor serta teknik
pengendalian longsor)
a. Jenis erosi yang ditenukan :
- Erosi Percikan :
Disebabkan oleh air hujan yang jatuh
secara langsung pada permukaan tanah,
sehingga menyebabkan agregat tanah
hancur menjadi partikel – partikel tanah
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan lereng)
a. Iklim
Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi
pada sebagian besar wilayah Indonesia.
Kondisi ini berpeluang besar menimbulkan
erosi, apalagi di wilayah pegunungan yang
lahannya didominasi oleh berbagai jenis
tanah.
b. Tanah
Kedalaman atau solum, tekstur, dan
struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju
penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah
bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur,
dan penutupan lahan rapat, sebagian besar
air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan
hanya sebagian kecil yang menjadi air
limpasan permukaan.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi yang
berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan
longsor. Di daerah pegunungan, bahan
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor :2 Kurang sesuai dengan
Pemerintah
Kepekaan tanah terhadap longsor di
daerah ini sangat peka karena tanah di
daerah ini telah mengalami proses
pengolahan yang intensif sehingga
tanah tersebut menjadi gembur serta
mudah terbawa air. Selain itu hal ini
dipengaruhi oleh vegetasi diatasnya
yang tidak dapat menahan tanah
untukmengurangi kemungkinan
terjadinya longsor dan juga penerapan
sistem teras bangku yang kondisinya
yang lebih kecil, sehingga mudah terjadi
erosi. Pengendalian erosi percikan adalah
dengan penanaman tanamn border atau
tanaman sela pada setiap guludan agar air
hujan tidak merusak agregat tanah.
- Erosi Alur
Disebabkan oleh iklim seperti curah hujan
yang tinggi, intensitas hujan yang besar,
dan kemiringan lereng yang curam yang
membuat tanah terangkut oleh air hujan
yang berasal dari hulu dengan membuat
alur – alur menuju ke bagian hilir.
Pengendaliannya biasanya dengan
kerapatan vegetasi seperti tanaman sela
pada sekitar tanaman tahunan.
b. Perhitungan Indeks Erosivitas :
Ada 2 metode yang dilakukan untuk
menghitung erosivitas, yaitu metode Bols dan
Utomo.
- Metode Bols :
induk tanah didominasi oleh batuan kokoh
dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat
berkapur atau marl dan batu kapur, relatif
peka tehadap erosi dan longsor. Batuan
vulkanik umumnya tahan erosi dan longsor.
c. Elevasi
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi yang
berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan
longsor. Di daerah pegunungan, bahan
induk tanah didominasi oleh batuan kokoh
dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat
berkapur atau marl dan batu kapur, relatif
peka tehadap erosi dan longsor. Batuan
vulkanik umumnya tahan erosi dan longsor.
d. Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah
satu faktor pemicu terjadinya erosi dan
kurang layak.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan
Pemerintah
Karena menurut saya dengan kondisi
fisik tanah yang seperti di atas tidak
sesuai untuk ditanami tanaman dengan
sistem perakaran pendek, hal ini dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya
erosi. Selain itu juga mengakibatkan
kehilangan unsur hara tanah lebih cepat
karena digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tanaman dengan sistem
perakaran pendek dan hilang akibat
erosi. Dengan pola tanam seperti yang
diterapkan mengakibatkan tanah mudah
tererosi dan longsor akibat tidak ada
penghalang (akar tanaman) serta
berkurangnya bahan organik tanah yang
mengikat tanah membentuk agregat
Rb = 6,119 (Hb)1,21(HH)-0,47(I24)0,53
= 6,119 (4,5) 1,21(0,14)-0,47(1,4)0,53
= 113,647
- MetodeUtomo
Rb = 10,80 + 4,15 Hb
= 10,80 + 4,15 (4,5)
= 29,475
c. Perhitungan Indeks Erodibilitas
- Lithic Udic Saments
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 49501,14 (10-4)(12-3) + (2-2)
3,25 + ( 1-3) 2,5 )}
K = 0,333
- Typic Melanudants
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 85501,14 (10-4)(12-4) + (2-2)
3,25 + ( 3-3) 2,5 )}
K = 0,659
longsor di lahan pegunungan. Peluang
terjadinya erosi dan longsor makin besar
dengan makin curamnya lereng. Makin
curam lereng makin besar pula volume dan
kecepatan aliran permukaan yang
berpotensi menyebabkan erosi. Selain
kecuraman, panjang lereng juga
menentukan besarnya longsor dan erosi.
Makin panjang lereng, erosi yang terjadi
makin besar. Pada lereng >40% longsor
sering terjadi, terutama disebabkan oleh
pengaruh gaya gravitasi.
Erosi dan longsor sering terjadi di wilayah
berbukit dan bergunung, tertama pada tanah
berpasir (Regosol atau Psamment), Andosol
(Andisols), tanah dangkal berbatu (Litosol
atau Entisols), dan tanah dangkal berkapur
(Renzina atau Mollisols). Di wilayah
bergelombang, intensitas erosi dan longsor
agak berkurang, kecuali pada tanah
Podsolik (Ultisols), Mediteran (Alfisols),
dan Grumusol (Vertisols) yang terbentuk
yang kuat serta meningkatkan infiltrasi
tanah.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor :2 Kurang sesuai dengan
Pemerintah
Dari segi data sistem usahatani
konservasi kurang sesuai dengan
pemerintah. Dengan menerapkan sistem
usahati seperti yang telah dijelaskan
akan mengakibatkan degradasi lahan
tersebut untuk dampak jangka panjang.
Serta untuk dampak jangka pendek
yang dirasakan adalah menurunnya
produksi hasil pertanian namun biaya
produksi akan semakin tinggi. Hal ini
dapat dikatakan bahwa sistem pertanian
di daerah ini belum dikatakan berlanjut.
Untuk usaha konservasi di daerah ini
sudah mulai diterapkan namun
- Humic Dystrudepts
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 45051,14 (10-4)(12-4) + (2-2)
3,25 + ( 2-3) 2,5 )}
K = 0,285
d. Perhitungan Panjang dan Kemiringan
Lereng (LS)
L = 45,8 m
S = 30 %
LS= √ L22 ( 0,065 + 0,045 S + 0,0065 S2)
= √ 45,822
( 0,065 + 0,045 50 + 0,0065 302)
= 10,476
e. Perhitungan Faktor Tanaman (C) dan
Pengolahannya (P)
C = (0,7 + 0,7 + 0,7)/ 3
= 0,7
dari batuan induk batu liat, napal, dan batu
kapur dengan kandungan liat 2:1
(Montmorilonit) tinggi, sehingga
pengelolaan lahan yang disertai oleh
tindakan konservasi sangat diperlukan.
Dalam sistem budidaya pada lahan
berlereng >15% lebih diutamakan
campuran tanaman semusim dengan
tanaman tahunan atau sistem wanatani
(agroforestry).
2) Data pengendalian erosi (identifikasi dan
delineasi daerah rawan longsor serta
teknik pengendalian longsor)
a. Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan
Longsor Tiap jenis tanah mempunyai
tingkat kepekaan terhadap longsor yang
berbeda. Langkah antisipatif yang perlu
dilakukan adalah memetakan sebaran jenis
tanah pada skala 1:25.000 atau skala lebih
besar (1:10.000; 1:5.000) pada hamparan
lahan yang menjadi sasaran pembangunan
pertanian tanaman hortikultura, tanaman
penerapannya kurang optimal. Hal ini
dapat dilihat dari pola tanam
tumpangsari namun kurang tepat karena
dengan sesama tanaman semusim serta
penerapan teras-teras namun kondisinya
kurang layak.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis
)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan
Pemerintah
Berdasarkan data jenis komoditas tanaman.
Tanaman sayuran cocok ditanam di derah
dataran tinggi namun tidak pada kelerengan
yang miring berbukit. Hal ini dikarenakan
sistem perakaran yang pendek
mengakibatkan memperbesar kemungkinan
terjadinya erosi dan leaching pada tanah
tersbut.
P = (0,40 x 40) + (0,35 x 30) + (0,15 x 30)
= 31
f. Perhitungan EDP (erosi yang
diperbolehkan)
Edp= Kedalamantanah ekivalenkelestariantanah
Edp= Kedalamantanah x faktor kedalamankelestarian tanah
= 200 x 1
400
Edp = 0,5 mm/tahun
g. Erosi dilapangan
A = R x K x L x S x C x P
= 29,475x 0,659 x 45,8 x 30 x 0,7 x 31
= 579.142,8 Kg/m2/thn
= 5,79 x 10 -2 ton/ha/thn
3) Data sistem usahatani konservasi (prinsip
usahatani konservasi, pengendalian longsor,
komponen teknik sistem usahatani konservasi)
pangan, atau tanaman perkebunan.
b. Teknik Pengendalian Longsor
Vegetatif
Pengendalian longsor dengan pendekatan
vegetatif pada prinsipnya adalah
mencegah air terakumulasi di atas bidang
luncur. Sangat dianjurkan menanam jenis
tanaman berakar dalam, dapat menembus
lapisan kedap air, mampu merembeskan
air ke lapissan yang lebih dalam, dan
mempunyai massa yang relatif ringan.
Jenis tanaman yang dapat dipilih di
antaranya adalah sonokeling, akar wangi,
Flemingia, kayu manis, kemiri, cengkeh,
pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat,
kakao, kopi, teh, dan kelengkeng.
Mekanis/sipil teknis
Ada beberapa pendekatan mekanis atau
sipil teknis yang dapat digunakan untuk
mengendalikan longsor, sesuai dengan
kondisi topografi dan besar kecilnya
a. Teknik konservasi yang diusulkan
Lahan Konservasi :
Tempat pengamatan dilakukan di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Teknik Konservasi :
Cara Vegetatif :
- Penanaman searah garis kontur dan
berlawanan arah lereng
- Alley cropping ( tanaman lorong )
- Pemulsaan (organic atau anorganik)
Cara Mekanik :
- Waste Ways (Jalur air)
- Teras bangku dengan rorak
- Pengolahan lahan menurut arah kontur
dan memotong arah kemiringan lereng.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa komoditas
yang dibudidayakan adalah wortel, dan
tingkat bahaya longsor. Pendekatan
mekanis pengendalian longsor meliputi :
1. pembuatan saluran drainase (saluran
pengelak,saluran penangkap, saluran
pembuangan),
2. pembuatan bangunan penahan
material longsor,
3. pembuatan bangunan penguat
dinding/tebing atau pengaman jurang,
dan
4. pembuatan trap-trap terasering.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen teknik
sistem usahatani konservasi)
Prinsip Usahatani Konservasi
Budidaya pertanian di lahan pegunungan
meliputi dua kegiatan pokok, yaitu
kegiatan usahatani dan konservasi.
Kedua kegiatan pada sebidang lahan
pertanian terintegrasi menjadi sistem
bawang prei. usahatani (SUT) konservasi.
Teknik Pengendalian Erosi
Secara garis besar, teknik pengendalian
erosi dibedakan menjadi dua, yaitu
teknik konservasi mekanik dan
vegetatif. Konservasi tanah secara
mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanis dan pembuatan bangunan
yang ditujukan untuk mengurangi
aliran permukaan guna menekan erosi
dan meningkatkan kemampuan tanah
mendukung usahatani secara
berkelanjutan. Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam
pengendalian erosi harus selalu diikuti
oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan
tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa
tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa
dan pupuk hijau), serta penerapan pola
tanam yang dapat menutup permukaan
tanah sepanjang tahun.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Persyaratan Fisiologis
Dalam budidaya pertanian di lahan
pegunungan yang tidak rawan longsor dan
erosi, jenis tanaman yang akan
dikembangkan dipilih sesuai dengan
persyaratan tumbuh masing-masing jenis
tanaman. Hal ini penting untuk optimasi
pemanfaatan lahan, peningkatan
produktifitas, efisiensi, dan keberlanjutan
usahatani.
Persyaratan Agronomis
Setelah persyaratan fisiologis telah
dipenuhi dan jenis tanaman sudah terpilih,
langkah berikutnya adalah memenuhi
persyaratan agronomis lahan untuk jenis
tanaman tersebut. Lokasi sasaran bisa
memenuhi persyaratan fisiologis tetapi
belum tentu memenuhi persyaratan
agronomis. Persyaratan agronomis yang
dimaksud adalah tingkat kesesuaian lahan
bagi tanaman.
FAKTA HUKUM HASIL I HASIL II
1) Siapa (pelaku, saksi, dan korban)
perusakaan
Pelaku : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu.
Saksi : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Korban : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu, dan juga
masyarakat yang berada dibagian hilir.
2) Apa (kerusakan atau akibat
kerusakan)
Kerusakan :
- Terjadinya pembukaan hutan menjadi
lahan pertanian
- Kurangnya tutupan lahan yang berada
Skor :
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor :2 Kurang sesuai dengan Pemerintah
Kepekaan tanah terhadap longsor di
daerah ini sangat peka karena tanah di
daerah ini telah mengalami proses
pengolahan yang intensif sehingga tanah
tersebut menjadi gembur serta mudah
terbawa air. Selain itu hal ini dipengaruhi
oleh vegetasi diatasnya yang tidak dapat
Skor :
1 : Dapat diterapkan
2 : Tidak dapat diterapkan
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 1 Dapat diterapkan
Untuk kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor dapat diterapkan namun dengan
upaya perbaikan serta pengembalian
fungsi lahan seseuai dengan
kemampuannya.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 2 Tidak dapat diterapkan
Berdasarkan kondisi di lahan hal tersebut
tidak dapat diterapkan. Hal ini harus
didaerah hulu
- Pengolahan yang intensive
- Kondisi topografi dengan lereng yang
curam
- Banyaknya tanaman musiman dari pada
tanaman tahunan
Akibat :
Didaerah hulu terjadi longsor, erosi,
dan pengikisan. Sedangkan didaerah
tengah dan hilir terjadi sedimentasi dan
banjir. Dan menyebabkan air sungai
keruh sehingga kualitas airnya buruk.
3) Dimana (lokasi perusakan dan /atau
perusakan yang diikuti dengan
berbagai dampaknya)
Lokasi
Di Dukuh Kekep di Desa Tulungrejo
Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada
titik pengamatan 2.
4) Dengan apa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
menahan tanah untukmengurangi
kemungkinan terjadinya longsor dan juga
penerapan sistem teras bangku yang
kondisinya kurang layak.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan Pemerintah
Karena menurut saya dengan kondisi fisik
tanah yang seperti di atas tidak sesuai
untuk ditanami tanaman dengan sistem
perakaran pendek, hal ini dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya
erosi. Selain itu juga mengakibatkan
kehilangan unsur hara tanah lebih cepat
karena digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tanaman dengan sistem
perakaran pendek dan hilang akibat erosi.
Dengan pola tanam seperti yang
diterapkan mengakibatkan tanah mudah
tererosi dan longsor akibat tidak ada
penghalang (akar tanaman) serta
diubah sesuai dengan anjuran pemerintah
serta perlu perbaikan dari berbagai aspek
untuk mengembalikan fungsi lahan
tersebut dan untuk menjadikan lahan
tersebut menjadi berlanjut.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor : 1 Dapat diterapkan
Usaha konservasi yang telah diterapkan
tersebut dapat diterapkan untuk
kedepannya namun harus dilakukan
optimalisasi upaya konservasi tersebut
untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal dan dapat mengurangi dampak
negatif dari sistem pertanian tersebut
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor : 1 Dapat diterapkan
Komoditas tersebut masih bisa diterapkan
namun harus diimbangi dengan upaya-
Kerusakan di daerah tersebut terjadi
dengan adanya pembukaan hutan menjadi
lahan pertanian, sehingga banyak
tanaman tahunan yang ditebangi dan
diganti menjadi tanaman musiman tanpa
memperhitungkan kondisi lahan.
5) Mengapa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Kerusakan dapat terjadi karena tidak
adanya pengelolaan lahan yang baik
antara pihak pemerintah dengan
masyarakat sekitar, sehingga masyarakat
tidak mengerti bagaimana mengelola
lahan pegunungan menjadi sebuah lahan
pertanian, akibatnya masyarakat
menebang hutan secara liar, dan
merugikan ekosistem yang lain.
6) Bagaimana (kronologi kerusakan dan /
atau perusakan dapat terjadi)
Kerusakan terjadi bermula dari
pembukaan hutan menjadi lahan
pertanian, karena pengetahuan yang kurag
berkurangnya bahan organik tanah yang
mengikat tanah membentuk agregat yang
kuat serta meningkatkan infiltrasi tanah.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor :2 Kurang sesuai dengan Pemerintah
Dari segi data sistem usahatani konservasi
kurang sesuai dengan pemerintah.
Dengan menerapkan sistem usahati
seperti yang telah dijelaskan akan
mengakibatkan degradasi lahan tersebut
untuk dampak jangka panjang. Serta
untuk dampak jangka pendek yang
dirasakan adalah menurunnya produksi
hasil pertanian namun biaya produksi
akan semakin tinggi. Hal ini dapat
dikatakan bahwa sistem pertanian di
daerah ini belum dikatakan berlanjut.
Untuk usaha konservasi di daerah ini
sudah mulai diterapkan namun
upaya yang mendukung proses konservasi
serta diimbangi tanaman lain yang dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya erosi
dan degradasi lahan.
dari masyarakat sehingga mereka
menanam komoditas yang sesuai pasar
tetpai tidak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar, ditambah lagi dengan
pengolahan yang intensif seperti
pemupukan dan penggunaan pestisida
membuat banyak ekosistem yang
terganggu.
7) Bilamana (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Dan bilamana sudah terjadi kerusakan
maka tindakan yang peru kita lakukan
adalah memperbaiki kondisi tersebut ke
kondisi semula dengan cara konservasi
sumberdaya lahan.
penerapannya kurang optimal. Hal ini
dapat dilihat dari pola tanam tumpangsari
namun kurang tepat karena dengan
sesama tanaman semusim serta penerapan
teras-teras namun kondisinya kurang
layak.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor : 1 Tidak sesuai dengan Pemerintah
Berdasarkan data jenis komoditas
tanaman. Tanaman sayuran cocok
ditanam di derah dataran tinggi namun
tidak pada kelerengan yang miring
berbukit. Hal ini dikarenakan sistem
perakaran yang pendek mengakibatkan
memperbesar kemungkinan terjadinya
erosi dan leaching pada tanah tersbut.
KESIMPULAN
Berdasarkan data serta pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada SPL II peka terhadap longsor dan rawan terjadi erosi
karena memiliki kondisi yang seperti di atas. Selain itu hal ini didukung dengan peggunaan pola tanam yang dominan monokultur dan
beberapa polikultur namun dengan sesama tanaman tahuna yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya erosi serta longsor dan
degradasi lahan. Dengan kondisi kelerengan yang miring berbukit menyebabkan tanah mudah tercuci dan terbawa oleh air. Dengan
ditanami tanaman semusim dan pengolahn tanah yang intensif serta kurang optimalnya penggunaan teras di lahan ini akan menurunkan
laju infiltrasi dan menyebabkan laju perkolasi akan semakin meningkat.
REKOMENDASI
Untuk SPL II sebaiknya perlu dilakukan pengoptimalkan fungsi teras pada lahan tersebut dengan cara perbaikan kondisi teras yang
telah ada serta perlu ditambahkan tanaman strip untuk mengurangi tingkat atau membatasi kemiringan lahan. Selain itu juga perlu
ditambahkan tanaman yang memiliki perakan yang lebih dalam untuk membantu menahan tanah dari erosi serta untuk membantu
manajemen unsur hara dan air dalam tanah tersebut.
III. SPL III
FAKTA NORMA HUKUM HASIL I
1) Data kepekaan tanah terhadap erosi
dan longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Iklim : Tropis
Lereng : 6,5%
Tekstur tanah : Lempung liat berpasir
Drainase : Baik
Kedalaman efektif : 20 cm
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
a. Iklim
Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi
pada sebagian besar wilayah Indonesia.
Kondisi ini berpeluang besar
menimbulkan erosi, apalagi di wilayah
Skor :
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
Tingkat erosi : Ringan
Batu /kerikil : Banyak
Bahaya banjir : Tidak pernah
Kelas kemampuan lahan : Kelas VI
dengan factor pembatas kedalaman
efektif.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor serta
teknik pengendalian longsor)
a. Jenis erosi yang ditenukan :
Erosi percikan
Disebabkan oleh air hujan yang jatuh
secara langsung pada permukaan
tanah, sehingga menyebabkan agregat
tanah hancur menjadi partikel –
partikel tanah yang lebih kecil,
sehingga mudah terjadi erosi.
Pengendalian erosi percikan adalah
dengan penanaman tanamn border atau
tanaman sela pada setiap guludan agar
air hujan tidak merusak agregat tanah.
pegunungan yang lahannya didominasi
oleh berbagai jenis tanah.
b. Tanah
Kedalaman atau solum, tekstur, dan
struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju
penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah
bersolum dalam (>90 cm), struktur
gembur, dan penutupan lahan rapat,
sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke
dalam tanah dan hanya sebagian kecil
yang menjadi air limpasan permukaan.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan
erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan
kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu
liat berkapur atau marl dan batu kapur,
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 3 (Agak sesuai dengan pemerintah)
Karena pada SPL 3, lahan masih ditanami
oleh tanaman semusim yaitu wortel. Pada
sebagian lahan terlihat tanpa vegetasi
karena wortel telah dipanen. Meskipun
dari kriteria drainase, bahaya banjir dan
kedalaman efektifnya memungkinkan
untuk ditanami wortel namun SPL 3 ini
letaknya di atas SPL II, meskipun SPL III
memiliki kelerengan yang landai/
berombak dibawahnya merupakan lereng
miring sehingga masih sangat perlu
penanaman tahunan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya erosi.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 2 (Kurang sesuai dengan
pemerintah)
Teknik pengendalian secara vegetative
Erosi Alur
Disebabkan oleh iklim seperti curah
hujan yang tinggi, intensitas hujan
yang besar, dan kemiringan lereng
yang curam yang membuat tanah
terangkut oleh air hujan yang berasal
dari hulu dengan membuat alur – alur
menuju ke bagian hilir.
Pengendaliannya biasanya dengan
kerapatan vegetasi seperti tanaman
sela pada sekitar tanaman tahunan.
b. Perhitungan Indeks Erosivitas :
Ada 2 metode yang dilakukan untuk
menghitung erosivitas, yaitu metode Bols
dan Utomo.
- Metode Bols :
Rb =6,119 (Hb)1,21(HH)-0,47(I24)0,53
=6,119(4,5)1,21(0,14)0,47(1,4)0,53
= 113,647
- MetodeUtomo
Rb = 10,80 + 4,15 Hb
relatif peka tehadap erosi dan longsor.
Batuan vulkanik umumnya tahan erosi
dan longsor.
c. Elevasi
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan
erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan
kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu
liat berkapur atau marl dan batu kapur,
relatif peka tehadap erosi dan longsor.
Batuan vulkanik umumnya tahan erosi
dan longsor.
d. Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah
salah satu faktor pemicu terjadinya erosi
dan longsor di lahan pegunungan.
Peluang terjadinya erosi dan longsor
dan mekanisnya sudah sesuai namun
kurangnya kerapatan vegetasi sebagai
penutup lahan dapat menyebakan
percepatan erosi pada lahan tersebut
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor 4 : Sesuai dengan pemerintah.
Upaya tindakan konservasi yang akan
dilakukan disesuakan oleh bentukan lahan
terutama topografi dengan prinsip saling
menguntungkan
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor: 1 (Tidak sesuai dengan pemerintah)
Pada SPL 3 hanya sedikit tanaman
pohon/tahunan yang ditemukan. Dengan
kemiringan lereng 6,5% maka dibutuhkan
cover crop sebagai penutup lahan dan
tanaman tahunan untuk mengurangi erosi
dan mencegah timbulnya limpasan
= 10,80 + 4,15 (4,5)
= 29,475
c. Perhitungan Indeks Erodibilitas
- Lithic Udic Saments
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 49501,14 (10-4)(12-3) +
(2-2) 3,25 + ( 1-3) 2,5 )}
K = 0,333
- Typic Melanudants
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 85501,14 (10-4)(12-4) +
(2-2) 3,25 + ( 3-3) 2,5 )}
K = 0,659
- Humic Dystrudepts
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 45051,14 (10-4)(12-4) +
(2-2) 3,25 + ( 2-3) 2,5 )}
makin besar dengan makin curamnya
lereng. Makin curam lereng makin besar
pula volume dan kecepatan aliran
permukaan yang berpotensi menyebabkan
erosi. Selain kecuraman, panjang lereng
juga menentukan besarnya longsor dan
erosi. Makin panjang lereng, erosi yang
terjadi makin besar. Pada lereng >40%
longsor sering terjadi, terutama
disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi.
Erosi dan longsor sering terjadi di
wilayah berbukit dan bergunung, tertama
pada tanah berpasir (Regosol atau
Psamment), Andosol (Andisols), tanah
dangkal berbatu (Litosol atau Entisols),
dan tanah dangkal berkapur (Renzina atau
Mollisols). Di wilayah bergelombang,
intensitas erosi dan longsor agak
berkurang, kecuali pada tanah Podsolik
(Ultisols), Mediteran (Alfisols), dan
Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari
batuan induk batu liat, napal, dan batu
permukaan.
K = 0,285
d. Perhitungan Panjang dan Kemiringan
Lereng (LS)
L = 11,40 m
S = 6,5 %
LS= √ L22 ( 0,065 + 0,045 S + 0,0065 S2)
= √ 11,4022
( 0,065 + 0,045 50 + 0,0065
6,52)
= 0,453
e. Perhitungan Faktor Tanaman (C) dan
Pengolahannya (P)
C = (0,7 + 0,7 + 0,7)/ 3
= 0,7
P =(0,40 x 40) + (0,35 x 30) + (0,15 x30)
= 31
f. Perhitungan EDP (erosi yang
diperbolehkan)
kapur dengan kandungan liat 2:1
(Montmorilonit) tinggi, sehingga
pengelolaan lahan yang disertai oleh
tindakan konservasi sangat diperlukan.
Dalam sistem budidaya pada lahan
berlereng >15% lebih diutamakan
campuran tanaman semusim dengan
tanaman tahunan atau sistem wanatani
(agroforestry)
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
a. Identifikasi dan Delineasi Daerah
Rawan
Longsor Tiap jenis tanah mempunyai
tingkat kepekaan terhadap longsor yang
berbeda. Langkah antisipatif yang perlu
dilakukan adalah memetakan sebaran jenis
tanah pada skala 1:25.000 atau skala lebih
besar (1:10.000; 1:5.000) pada hamparan
lahan yang menjadi sasaran pembangunan
pertanian tanaman hortikultura, tanaman
Edp= Kedalamantanah ekivalenkelestariantanah
Edp= Kedalamantanah x faktor kedalamankelestarian tanah
= 200 x 1
400
Edp = 0,5 mm/tahun
g. Erosi dilapangan
A = R x K x L x S x C x P
= 29,475x 0,333 x 11,4 x 6,5 x 0,7 x 31
= 15.782,5 Kg/m2/thn
= 1,578 x 10 -3 ton/ha/thn
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen teknik
sistem usahatani konservasi)
a. Teknik konservasi yang diusulkan
Lahan Konservasi :
Tempat pengamatan dilakukan di
Dukuh Kekep di Desa Tulungrejo
Kecamatan Bumiaji Kota Batu
pangan, atau tanaman perkebunan.
b. Teknik Pengendalian Longsor
Vegetatif
Pengendalian longsor dengan
pendekatan vegetatif pada prinsipnya
adalah mencegah air terakumulasi di atas
bidang luncur. Sangat dianjurkan
menanam jenis tanaman berakar dalam,
dapat menembus lapisan kedap air,
mampu merembeskan air ke lapissan
yang lebih dalam, dan mempunyai massa
yang relatif ringan.
Jenis tanaman yang dapat dipilih di
antaranya adalah sonokeling, akar
wangi, Flemingia, kayu manis, kemiri,
cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo,
alpukat, kakao, kopi, teh, dan
kelengkeng.
Mekanis/sipil teknis
Ada beberapa pendekatan mekanis atau
sipil teknis yang dapat digunakan untuk
Teknik Konservasi :
Cara Vegetatif :
- Penanaman searah garis kontur dan
berlawanan arah lereng
- Alley cropping ( tanaman lorong )
- Pemulsaan (organic atau anorganik)
Cara Mekanik :
- Waste Ways (Jalur air)
- Teras bangku dengan rorak
- Pengolahan lahan menurut arah
kontur dan memotong arah
kemiringan lereng.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa
komoditas yang dibudidayakan adalah
wortel, dan bawang prei.
mengendalikan longsor, sesuai dengan
kondisi topografi dan besar kecilnya
tingkat bahaya longsor. Pendekatan
mekanis pengendalian longsor meliputi :
1. pembuatan saluran drainase (saluran
pengelak,saluran penangkap, saluran
pembuangan),
2. pembuatan bangunan penahan
material longsor,
3. pembuatan bangunan penguat
dinding/tebing atau pengaman
jurang, dan
4. pembuatan trap-trap terasering.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Prinsip Usahatani Konservasi
Budidaya pertanian di lahan
pegunungan meliputi dua kegiatan
pokok, yaitu kegiatan usahatani dan
konservasi. Kedua kegiatan pada
sebidang lahan pertanian terintegrasi
menjadi sistem usahatani (SUT)
konservasi.
Teknik Pengendalian Erosi
Secara garis besar, teknik
pengendalian erosi dibedakan menjadi
dua, yaitu teknik konservasi mekanik
dan vegetatif. Konservasi tanah secara
mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanis dan pembuatan bangunan
yang ditujukan untuk mengurangi
aliran permukaan guna menekan erosi
dan meningkatkan kemampuan tanah
mendukung usahatani secara
berkelanjutan. Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam
pengendalian erosi harus selalu diikuti
oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan
tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa
tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa
dan pupuk hijau), serta penerapan pola
tanam yang dapat menutup permukaan
tanah sepanjang tahun.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Persyaratan Fisiologis
Dalam budidaya pertanian di lahan
pegunungan yang tidak rawan longsor
dan erosi, jenis tanaman yang akan
dikembangkan dipilih sesuai dengan
persyaratan tumbuh masing-masing jenis
tanaman. Hal ini penting untuk optimasi
pemanfaatan lahan, peningkatan
produktifitas, efisiensi, dan
keberlanjutan usahatani.
Persyaratan Agronomis
Setelah persyaratan fisiologis telah
dipenuhi dan jenis tanaman sudah terpilih,
langkah berikutnya adalah memenuhi
persyaratan agronomis lahan untuk jenis
tanaman tersebut. Lokasi sasaran bisa
memenuhi persyaratan fisiologis tetapi
belum tentu memenuhi persyaratan
agronomis. Persyaratan agronomis yang
dimaksud adalah tingkat kesesuaian lahan
bagi tanaman.
FAKTA HUKUM HASIL I HASIL II
1) Siapa (pelaku, saksi, dan korban)
perusakaan
Pelaku : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Saksi : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Korban : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu, dan juga
masyarakat yang berada dibagian hilir.
2) Apa (kerusakan atau akibat
kerusakan)
Kerusakan :
- Terjadinya pembukaan hutan menjadi
lahan pertanian
Skor :
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 3 (Agak sesuai dengan pemerintah)
Karena pada SPL 3, lahan masih ditanami
oleh tanaman semusim yaitu wortel. Pada
sebagian lahan terlihat tanpa vegetasi
karena wortel telah dipanen. Meskipun
dari kriteria drainase, bahaya banjir dan
kedalaman efektifnya memungkinkan
Skor :
1 : Dapat diterapkan
2 : Tidak dapat diterapkan
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 1 Dapat diterapkan
Untuk praktek budidaya di lapangan
sudah dapat diterapkan melainkan harus
didukung dengan upaya konservasi
lahanbaik secara vegetatif ataupun
mekanik.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
- Kurangnya tutupan lahan yang berada
didaerah hulu
- Pengolahan yang intensive
- Kondisi topografi dengan lereng yang
curam
- Banyaknya tanaman musiman dari pada
tanaman tahunan
Akibat :
Didaerah hulu terjadi longsor, erosi, dan
pengikisan. Sedangkan didaerah tengah
dan hilir terjadi sedimentasi dan banjir.
Dan menyebabkan air sungai keruh
sehingga kualitas airnya buruk.
3) Dimana (lokasi perusakan dan /atau
perusakan yang diikuti dengan
berbagai dampaknya)
Lokasi :
Di Dukuh Kekep di Desa Tulungrejo
Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada
titik pengamatan 2.
4) Dengan apa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
untuk ditanami wortel namun SPL 3 ini
letaknya di atas SPL II, meskipun SPL III
memiliki kelerengan yang landai/
berombak dibawahnya merupakan lereng
miring sehingga masih sangat perlu
penanaman tahunan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya erosi.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 2 (Kurang sesuai dengan
pemerintah)
Teknik pengendalian secara vegetative
dan mekanisnya sudah sesuai namun
kurangnya kerapatan vegetasi sebagai
penutup lahan dapat menyebakan
percepatan erosi pada lahan tersebut
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor : 1 (dapat diterapkan)
Seharusnya setelah wortel di panen lahan
jangan dibiarkan terbuka (tanpa tanaman
penutup tanah) karena jika ada air yang
melimpas tidak aka nada yang menahan
air tersebut dan rentan terjadi erosi.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor : 1 (Dapat diterapkan)
Pada SPL ini dapat menggunakan prinsip
awal karena lahan ini cocok digunakan
untuk agroforetri karena memiliki
kemampuan lahan kelas VI.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor : 1 (Dapat diterapkan)
Dengan mengacu pada topografi maka,
lahan SPL 3 akan dapat digunakan dengan
sedikit bahaya erosi diimbangi dengan
Kerusakan di daerah tersebut terjadi
dengan adanya pembukaan hutan menjadi
lahan pertanian, sehingga banyak
tanaman tahunan yang ditebangi dan
diganti menjadi tanaman musiman tanpa
memperhitungkan kondisi lahan.
5) Mengapa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Kerusakan dapat terjadi karena tidak
adanya pengelolaan lahan yang baik
antara pihak pemerintah dengan
masyarakat sekitar, sehingga masyarakat
tidak mengerti bagaimana mengelola
lahan pegunungan menjadi sebuah lahan
pertanian, akibatnya masyarakat
menebang hutan secara liar, dan
merugikan ekosistem yang lain.
6) Bagaimana (kronologi kerusakan dan /
atau perusakan dapat terjadi)
Kerusakan terjadi bermula dari
pembukaan hutan menjadi lahan
pertanian, karena pengetahuan yang kurag
Skor 4 : Sesuai dengan pemerintah.
Upaya tindakan konservasi yang akan
dilakukan disesuakan oleh bentukan lahan
terutama topografi dengan prinsip saling
menguntungkan
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor: 1 (Tidak sesuai dengan pemerintah)
Pada SPL 3 hanya sedikit tanaman
pohon/tahunan yang ditemukan. Dengan
kemiringan lereng 6,5% maka dibutuhkan
cover crop sebagai penutup lahan dan
tanaman tahunan untuk mengurangi erosi
dan mencegah timbulnya limpasan
permukaan.
penggunaan varietas yang sesuai pula.
dari masyarakat sehingga mereka
menanam komoditas yang sesuai pasar
tetpai tidak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar, ditambah lagi dengan
pengolahan yang intensif seperti
emupukan dan penggunaan pestisida
membuat banyak ekosistem yang
terganggu.
7) Bilamana (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Dan bilamana sudah terjadi kerusakan
maka tindakan yang peru kita lakukan
adalah memperbaiki kondisi tersebut ke
kondisi semula dengan cara konservasi
sumberdaya lahan.
Kesimpulan :
SPL 3 adalah lahan yang memiliki kemiringan lereng sebesar 6,5% dengan jenis vegetasi tanaman wortel pada pola tanam yang
monokultur dan sebagian lahannya kosong hanya berupa guludan saja, dikarenakan wortel telah panen. Dan untuk tanaman tahunan
hanya sedikit ditemukan di wilayah SPL 3. Sedangkan bentuk pertanamannya menggunakan guludan dan bedengan per plot wortel.
Rekomendasi :
Tanaman wortel dapat diganti dengan tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan tanaman kangkung atau bayam dengan
menggunakan tanaman turi sebagai tanaman border atau pinggirnya. Sedangkan jika ingin komoditas wortel, dapat ditumpangsarikan
dengan bawang prey namun ditambahkan tanaman kayu seperti sengon pada masing masing bedengan agar dapat meningkatkan laju
infiltrsi pada tanah.
IV. SPL IV
FAKTA NORMA HUKUM HASIL I
1) Data kepekaan tanah terhadap erosi
dan longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Iklim : Tropis
Lereng : 65%
Tekstur tanah : Lempung liat berpasir
Drainase : Baik
Kedalaman efektif : 20 cm
Tingkat erosi : berat
Batu /kerikil : Banyak
Bahaya banjir : Tidak pernah
Kelas kemampuan lahan : Kelas VII
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
a. Iklim
Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi
pada sebagian besar wilayah Indonesia.
Kondisi ini berpeluang besar
menimbulkan erosi, apalagi di wilayah
pegunungan yang lahannya didominasi
oleh berbagai jenis tanah.
b. Tanah
Kedalaman atau solum, tekstur, dan
Skor :
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan pemerintah
Pada SPL IV tanah ini dalam kelerengan
dengan factor pembatas kelerengan
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor serta
teknik pengendalian longsor)
a. Jenis erosi yang ditenukan :
Erosi percikan
Disebabkan oleh air hujan yang jatuh
secara langsung pada permukaan
tanah, sehingga menyebabkan agregat
tanah hancur menjadi partikel –
partikel tanah yang lebih kecil,
sehingga mudah terjadi erosi.
Pengendalian erosi percikan adalah
dengan penanaman tanamn border atau
tanaman sela pada setiap guludan agar
air hujan tidak merusak agregat tanah.
Erosi Alur
Disebabkan oleh iklim seperti curah
hujan yang tinggi, intensitas hujan
yang besar, dan kemiringan lereng
yang curam yang membuat tanah
terangkut oleh air hujan yang berasal
struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju
penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah
bersolum dalam (>90 cm), struktur
gembur, dan penutupan lahan rapat,
sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke
dalam tanah dan hanya sebagian kecil
yang menjadi air limpasan permukaan.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan
erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan
kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu
liat berkapur atau marl dan batu kapur,
relatif peka tehadap erosi dan longsor.
Batuan vulkanik umumnya tahan erosi
dan longsor.
c. Elevasi
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
curam. Pada kelerengan ini kemungkinan
terjadinya erosi serta longsor sangat
besar. Tanah akan mudah terbalik dan
berpindah posisi akibat airr hujan atau
yang lain. Didukung dengan vegetasi
yang tidak sesuai seperti yang terdapat di
lahan, pada lahan tersebut hanya terdapat
beberapa tanaman tahunan dan beberapa
sisa-sisa tanaman wortel dan yang lainnya
kosong tidak ada vegetasi di atasnya. Hal
ini akan menambah faktor pendukung
terjadinya longsor di lahan ini. Dengan
vegetasi yang didominasi tanaman
semusim akan mengakibatkan konsistensi
tanah menjadi gembur seperti yang
diketahui di lahan. Tanah tersebut kurang
tahan terhadap faktor luar, tanah diinjak
akan ambrol dengan mudah. Hal ini dapat
mewakili kepekaan tanah terhadap
longsor.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
dari hulu dengan membuat alur – alur
menuju ke bagian hilir.
Pengendaliannya biasanya dengan
kerapatan vegetasi seperti tanaman
sela pada sekitar tanaman tahunan.
b. Perhitungan Indeks Erosivitas :
Ada 2 metode yang dilakukan untuk
menghitung erosivitas, yaitu metode Bols
dan Utomo.
- Metode Bols :
Rb =6,119 (Hb)1,21(HH)-0,47(I24)0,53
=6,119(4,5)1,21(0,14)0,47(1,4)0,53
= 113,647
- MetodeUtomo
Rb = 10,80 + 4,15 Hb
= 10,80 + 4,15 (4,5)
= 29,475
c. Perhitungan Indeks Erodibilitas
- Lithic Udic Saments
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan
erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan
kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan
metamorfik. Tanah yang berbentuk dari
batuan sedimen, terutama batu liat, batu
liat berkapur atau marl dan batu kapur,
relatif peka tehadap erosi dan longsor.
Batuan vulkanik umumnya tahan erosi
dan longsor.
d. Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah
salah satu faktor pemicu terjadinya erosi
dan longsor di lahan pegunungan.
Peluang terjadinya erosi dan longsor
makin besar dengan makin curamnya
lereng. Makin curam lereng makin besar
pula volume dan kecepatan aliran
permukaan yang berpotensi menyebabkan
erosi. Selain kecuraman, panjang lereng
juga menentukan besarnya longsor dan
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan Pemerintah
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
di SPL IV ini kurang adanya upaya
pengendalian erosi. Pada lahan ini tidak
ditemukan adanya teras-teras namun
ditemukan parit-parit sisir yang
digunakan untuk meningkatkan laju erosi
pada SPL tersebut namun parit sisir ini
kurang berfungsi secara optimal
mengingat kedalamannya yang cukup
dangkal serta jumlahnya kurang memadai
mengingat lahannya yang luas dan
kemungkinan erosi semakin tinggi.
Kemunian pada SPL ini tidak ditemukan
adanya konservasi lahan secara vegetatif
yang sangat dibutuhkan.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
100K = 1,292 {(2,1 49501,14 (10-4)(12-3) +
(2-2) 3,25 + ( 1-3) 2,5 )}
K = 0,333
- Typic Melanudants
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 85501,14 (10-4)(12-4) +
(2-2) 3,25 + ( 3-3) 2,5 )}
K = 0,659
- Humic Dystrudepts
100K = 1,292 {(2,1 M1,14 (10-4)(12-a) + (b-2)
3,25 + ( c-3) 2,5 )}
100K = 1,292 {(2,1 45051,14 (10-4)(12-4) +
(2-2) 3,25 + ( 2-3) 2,5 )}
K = 0,285
d. Perhitungan Panjang dan Kemiringan
Lereng (LS)
L = 23,32 m
erosi. Makin panjang lereng, erosi yang
terjadi makin besar. Pada lereng >40%
longsor sering terjadi, terutama
disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi.
Erosi dan longsor sering terjadi di
wilayah berbukit dan bergunung, tertama
pada tanah berpasir (Regosol atau
Psamment), Andosol (Andisols), tanah
dangkal berbatu (Litosol atau Entisols),
dan tanah dangkal berkapur (Renzina atau
Mollisols). Di wilayah bergelombang,
intensitas erosi dan longsor agak
berkurang, kecuali pada tanah Podsolik
(Ultisols), Mediteran (Alfisols), dan
Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari
batuan induk batu liat, napal, dan batu
kapur dengan kandungan liat 2:1
(Montmorilonit) tinggi, sehingga
pengelolaan lahan yang disertai oleh
tindakan konservasi sangat diperlukan.
Dalam sistem budidaya pada lahan
berlereng >15% lebih diutamakan
Skor 1: Tidak sesuai dengan Pemerintah
Dengan sistem usahatani yang seperti di
lahan, hal tersebut tidak sesuai dengan
pemerintah karena sistem usahatani
tersebut hanya berorientasi pada segi
ekonomi saja tidak memperhatikan faktor
lingkungan serta kesehatan tanah dan
keragaman hayati pada daerah tersebut.
Selain itu petani tidak memperhatikan
kemampuan lahan. Lahan dengan
kelerengan yang curam seharusnya tidak
cocok untuk tanaman semusim dengan
perakaran yang pendek. Selain itu dalam
lahan ini minimnya usaha konservasi
yang menambah parah kondisi kesehatan
lahan ini.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor: 1 Tidak sesuai dengan pemerintah
Untuk SPL IV dengan kelerengan 65% ini
seharusnya tidak cocok untuk tanaman
sayuran (semusim). Lahan ini lebih cocok
S = 65 %
LS= √ L22 ( 0,065 + 0,045 S + 0,0065 S2)
= √ 23,3222
( 0,065 + 0,045 50 + 0,0065 652)
= 31,33
e. Perhitungan Faktor Tanaman (C) dan
Pengolahannya (P)
C = (0,7 + 0,7 + 0,7)/ 3
= 0,7
P=(0,40 x 40) + (0,35 x 30) + (0,15 x 30)
= 31
f. Perhitungan EDP (erosi yang
diperbolehkan)
Edp= Kedalamantanah ekivalenkelestariantanah
Edp= Kedalamantanah x faktor kedalamankelestarian tanah
= 200 x 1
400
campuran tanaman semusim dengan
tanaman tahunan atau sistem wanatani
(agroforestry)
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
a. Identifikasi dan Delineasi Daerah
Rawan
Longsor Tiap jenis tanah mempunyai
tingkat kepekaan terhadap longsor yang
berbeda. Langkah antisipatif yang perlu
dilakukan adalah memetakan sebaran jenis
tanah pada skala 1:25.000 atau skala lebih
besar (1:10.000; 1:5.000) pada hamparan
lahan yang menjadi sasaran pembangunan
pertanian tanaman hortikultura, tanaman
pangan, atau tanaman perkebunan.
b. Teknik Pengendalian Longsor
Vegetatif
Pengendalian longsor dengan
pendekatan vegetatif pada prinsipnya
adalah mencegah air terakumulasi di atas
untuk hutan lindung minimal digunakan
untuk hutan produksi. Jika tetap
menggunakan tanaman semusim untuk
vegetasi di lahan ini dapat mengakibatkan
degradasi lahan, kehilangan unsur hara
dalam tanah akan semakin cepat serta
sistem pertanian tersebut tidak berlanjut
untuk kedepannya.
Edp = 0,5 mm/tahun
g. Erosi dilapangan
A = R x K x L x S x C x P
= 29,475x 0,285 x 23,32 x 65 x 0,7 x 31
= 276.312,3 Kg/m2/thn
= 2,7 x 10 -2 ton/ha/thn
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen teknik
sistem usahatani konservasi)
a. Teknik konservasi yang diusulkan
Lahan Konservasi :
Tempat pengamatan dilakukan di
Dukuh Kekep di Desa Tulungrejo
Kecamatan Bumiaji Kota Batu
Teknik Konservasi :
Cara Vegetatif :
- Penanaman searah garis kontur dan
berlawanan arah lereng
- Alley cropping ( tanaman lorong )
- Pemulsaan (organic atau anorganik)
bidang luncur. Sangat dianjurkan
menanam jenis tanaman berakar dalam,
dapat menembus lapisan kedap air,
mampu merembeskan air ke lapissan
yang lebih dalam, dan mempunyai massa
yang relatif ringan.
Jenis tanaman yang dapat dipilih di
antaranya adalah sonokeling, akar
wangi, Flemingia, kayu manis, kemiri,
cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo,
alpukat, kakao, kopi, teh, dan
kelengkeng.
Mekanis/sipil teknis
Ada beberapa pendekatan mekanis atau
sipil teknis yang dapat digunakan untuk
mengendalikan longsor, sesuai dengan
kondisi topografi dan besar kecilnya
tingkat bahaya longsor. Pendekatan
mekanis pengendalian longsor meliputi :
1. pembuatan saluran drainase (saluran
pengelak,saluran penangkap,
Cara Mekanik :
- Waste Ways (Jalur air)
- Teras bangku dengan rorak
- Pengolahan lahan menurut arah
kontur dan memotong arah
kemiringan lereng.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa
komoditas yang dibudidayakan adalah
wortel, dan bawang prei.
saluran pembuangan),
2. pembuatan bangunan penahan
material longsor,
3. pembuatan bangunan penguat
dinding/tebing atau pengaman
jurang, dan
4. pembuatan trap-trap terasering.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Prinsip Usahatani Konservasi
Budidaya pertanian di lahan
pegunungan meliputi dua kegiatan
pokok, yaitu kegiatan usahatani dan
konservasi. Kedua kegiatan pada
sebidang lahan pertanian terintegrasi
menjadi sistem usahatani (SUT)
konservasi.
Teknik Pengendalian Erosi
Secara garis besar, teknik
pengendalian erosi dibedakan menjadi
dua, yaitu teknik konservasi mekanik
dan vegetatif. Konservasi tanah secara
mekanik adalah semua perlakuan fisik
mekanis dan pembuatan bangunan
yang ditujukan untuk mengurangi
aliran permukaan guna menekan erosi
dan meningkatkan kemampuan tanah
mendukung usahatani secara
berkelanjutan. Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam
pengendalian erosi harus selalu diikuti
oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan
tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa
tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa
dan pupuk hijau), serta penerapan pola
tanam yang dapat menutup permukaan
tanah sepanjang tahun.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Persyaratan Fisiologis
Dalam budidaya pertanian di lahan
pegunungan yang tidak rawan longsor
dan erosi, jenis tanaman yang akan
dikembangkan dipilih sesuai dengan
persyaratan tumbuh masing-masing jenis
tanaman. Hal ini penting untuk optimasi
pemanfaatan lahan, peningkatan
produktifitas, efisiensi, dan
keberlanjutan usahatani.
Persyaratan Agronomis
Setelah persyaratan fisiologis telah
dipenuhi dan jenis tanaman sudah terpilih,
langkah berikutnya adalah memenuhi
persyaratan agronomis lahan untuk jenis
tanaman tersebut. Lokasi sasaran bisa
memenuhi persyaratan fisiologis tetapi
belum tentu memenuhi persyaratan
agronomis. Persyaratan agronomis yang
dimaksud adalah tingkat kesesuaian lahan
bagi tanaman.
FAKTA HUKUM HASIL I HASIL II
1) Siapa (pelaku, saksi, dan korban) Skor : Skor :
perusakaan
Pelaku : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Saksi : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
Korban : Para masyarakat di Dukuh
Kekep di Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu, dan juga
masyarakat yang berada dibagian hilir.
2) Apa (kerusakan atau akibat
kerusakan)
Kerusakan :
- Terjadinya pembukaan hutan menjadi
lahan pertanian
- Kurangnya tutupan lahan yang berada
didaerah hulu
- Pengolahan yang intensive
- Kondisi topografi dengan lereng yang
curam
- Banyaknya tanaman musiman dari pada
1 : Tidak sesuai dengan pemerintah
2 : Kurang sesuai dengan pemerintah
3 : Agak sesuai dengan pemerintah
4 : Sesuai dengan pemerintah
5 : Sangat sesuai dengan pemerintah
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan pemerintah
Pada SPL IV tanah ini dalam kelerengan
curam. Pada kelerengan ini kemungkinan
terjadinya erosi serta longsor sangat
besar. Tanah akan mudah terbalik dan
berpindah posisi akibat airr hujan atau
yang lain. Didukung dengan vegetasi
yang tidak sesuai seperti yang terdapat di
lahan, pada lahan tersebut hanya terdapat
beberapa tanaman tahunan dan beberapa
sisa-sisa tanaman wortel dan yang lainnya
kosong tidak ada vegetasi di atasnya. Hal
ini akan menambah faktor pendukung
1 : Dapat diterapkan
2 : Tidak dapat diterapkan
1) Kepekaan tanah terhadap erosi dan
longsor (iklim, tanah, elevasi, dan
lereng)
Skor : 2 Tidak dapat diterapkan
Jadi berdasarkan Hasil I kepekaan tanah
terhadap erosi dan longsor tidak dapat
diterapkan karena pada hal inibanyak
sekali hal yang melenceng serta perlu
pembenahan secara komplek untuk
mendapatkan sistem pertanian yang baik
dan berkelanjuta.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 1 dapat diterapkan
Untuk cara pengendalian erosi
berdasarkan hasil I dapat diterapkan
tanaman tahunan
Akibat :
Didaerah hulu terjadi longsor, erosi, dan
pengikisan. Sedangkan didaerah tengah
dan hilir terjadi sedimentasi dan banjir.
Dan menyebabkan air sungai keruh
sehingga kualitas airnya buruk.
3) Dimana (lokasi perusakan dan /atau
perusakan yang diikuti dengan
berbagai dampaknya)
Lokasi :
Di Dukuh Kekep di Desa Tulungrejo
Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada
titik pengamatan 2.
4) Dengan apa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Kerusakan di daerah tersebut terjadi
dengan adanya pembukaan hutan menjadi
lahan pertanian, sehingga banyak
tanaman tahunan yang ditebangi dan
diganti menjadi tanaman musiman tanpa
memperhitungkan kondisi lahan.
terjadinya longsor di lahan ini. Dengan
vegetasi yang didominasi tanaman
semusim akan mengakibatkan konsistensi
tanah menjadi gembur seperti yang
diketahui di lahan. Tanah tersebut kurang
tahan terhadap faktor luar, tanah diinjak
akan ambrol dengan mudah. Hal ini dapat
mewakili kepekaan tanah terhadap
longsor.
2) Data pengendalian erosi (identifikasi
dan delineasi daerah rawan longsor
serta teknik pengendalian longsor)
Skor : 1 Tidak sesuai dengan Pemerintah
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
di SPL IV ini kurang adanya upaya
pengendalian erosi. Pada lahan ini tidak
ditemukan adanya teras-teras namun
ditemukan parit-parit sisir yang
digunakan untuk meningkatkan laju erosi
pada SPL tersebut namun parit sisir ini
kurang berfungsi secara optimal
mengingat kedalamannya yang cukup
namun perlu dilakukan pengoptimalan
fungsi parit sisir tersebut. Selain itu juga
perlu diterapkan teknologi konservasi
baik secara mekanik ataupun secara
vegetatif.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor : 2 Tidak dapat diterapkan
Untuk sistem usahatani konservasi perlu
dilakukan perubahan secara kompleks
karena petani di daerah ini masih
berorientasi pada profit (hasil produksi
saja) sehingga perlu pelurusan dan
penjelasan serta pembekalan mengenai
hal ini kepada petani.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor : 2 Tidak dapat diterapkan
Untuk jenis tanaman yang mengunakan
tanman semusim secara maximal tidak
5) Mengapa (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Kerusakan dapat terjadi karena tidak
adanya pengelolaan lahan yang baik
antara pihak pemerintah dengan
masyarakat sekitar, sehingga masyarakat
tidak mengerti bagaimana mengelola
lahan pegunungan menjadi sebuah lahan
pertanian, akibatnya masyarakat
menebang hutan secara liar, dan
merugikan ekosistem yang lain.
6) Bagaimana (kronologi kerusakan dan /
atau perusakan dapat terjadi)
Kerusakan terjadi bermula dari
pembukaan hutan menjadi lahan
pertanian, karena pengetahuan yang kurag
dari masyarakat sehingga mereka
menanam komoditas yang sesuai pasar
tetpai tidak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar, ditambah lagi dengan
pengolahan yang intensif seperti
emupukan dan penggunaan pestisida
dangkal serta jumlahnya kurang memadai
mengingat lahannya yang luas dan
kemungkinan erosi semakin tinggi.
Kemunian pada SPL ini tidak ditemukan
adanya konservasi lahan secara vegetatif
yang sangat dibutuhkan.
3) Data sistem usahatani konservasi
(prinsip usahatani konservasi,
pengendalian longsor, komponen
teknik sistem usahatani konservasi)
Skor 1: Tidak sesuai dengan Pemerintah
Dengan sistem usahatani yang seperti di
lahan, hal tersebut tidak sesuai dengan
pemerintah karena sistem usahatani
tersebut hanya berorientasi pada segi
ekonomi saja tidak memperhatikan faktor
lingkungan serta kesehatan tanah dan
keragaman hayati pada daerah tersebut.
Selain itu petani tidak memperhatikan
kemampuan lahan. Lahan dengan
kelerengan yang curam seharusnya tidak
cocok untuk tanaman semusim dengan
dapat diterapkan karena hal ini akan
mmeperburuk kondisi lahan yang ada.
Hal ini dapat di atasi dengan penggantian
komoditas untuklahan tersebut atau
dengan pergantian pola tanam.
membuat banyak ekosistem yang
terganggu.
7) Bilamana (kerusakan dan / atau
perusakan dapat terjadi)
Dan bilamana sudah terjadi kerusakan
maka tindakan yang peru kita lakukan
adalah memperbaiki kondisi tersebut ke
kondisi semula dengan cara konservasi
sumberdaya lahan.
perakaran yang pendek. Selain itu dalam
lahan ini minimnya usaha konservasi
yang menambah parah kondisi kesehatan
lahan ini.
4) Data jenis komoditas tanaman
(persyaratan fisiologis dan agronomis )
Skor: 1 Tidak sesuai dengan pemerintah
Untuk SPL IV dengan kelerengan 65% ini
seharusnya tidak cocok untuk tanaman
sayuran (semusim). Lahan ini lebih cocok
untuk hutan lindung minimal digunakan
untuk hutan produksi. Jika tetap
menggunakan tanaman semusim untuk
vegetasi di lahan ini dapat mengakibatkan
degradasi lahan, kehilangan unsur hara
dalam tanah akan semakin cepat serta
sistem pertanian tersebut tidak berlanjut
untuk kedepannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada SPL IV ini semua analisis hukum pada hasil 1 memiliki skor 1 dengan kategori
tidak sesuai dengan pemerintah. Hal ini dikarenakan banyak sekali hal-hal yang melenceng atau keluar dari jalur yang telah ditetapkan.
Beberapa hal diantaranya adalah ketidaksesuaian penggunaan lahan pada SPL ini, dengan kelerengan yang curam ditanami dengan tanaman
semusim yang memiliki sistem perakaran yang pendek akan meningkatkan kemungkinan terjadinya erosi serta longsor pada daerah ini. selain
itu kurangnya usaha konservasi lahan untuk daerah ini juga mendukung proses terjadinya degradasi lahan.
REKOMENDASI
Untuk rekomendasi daerah ini sebaiknya dioptimalkan penggunaan parit strip untuk meningkatkan laju infiltrasi pada lahan tersebut. Selain itu
juga perlu dibuat teras-teras baru serta penanaman tanaman strip untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya erosi. Serta perlu dilakukan
pergantian sistem tanam atau lebih baik pergantian tanaman menjadi tanaman tahunan untuk meminimalkan kerusakan lahan yang mungkin
terjadi dikemudian hari.