Post on 04-Aug-2015
PENGOLAHAN LIMBAH OLI INDUSTRI KELAPA SAWIT
PT.MUSIM MAS
PT MUSIM MAS ( INDUSTRI KELAPA SAWIT)
Musim Mas, yang memiliki asal bisnisnya di Nam Pabrik Sabun Cheong, didirikan pada
tahun 1972 oleh pendiri terlambat, Pak Anwar Karim.Selama tiga dekade terakhir, visi dan
komitmen terhadap kualitas membuat Grup pemain dominan di bidang itu beroperasi masuk Hari
ini, Musim Mas telah berkembang pesat menjadi sebuah corporation palm besar sepenuhnya
terpadu minyak.
Tumbuh dari kekuatan ke kekuatan, Musim Mas adalah salah satu dari kelompok
Indonesia yang paling dinamis, dengan portofolio diversifikasi produk dan aset. Kegiatannya
dipusatkan pada bisnis intinya budidaya sawit dan pengolahan kelapa sawit. Ini adalah pemimpin
pasar dalam pembuatan kelapa sawit, sabun, margarin dan memiliki kapal, tanker, terminal
gandum dan terminal tangki massal.
Prestasi tengara Group termasuk memiliki salah satu kilang minyak kelapa sawit terbesar
di dunia. Indonesia adalah pasar asli Grup Musim Mas dan peringkat di antara produsen terbesar
di Indonesia penyulingan minyak nabati dan industri manufaktur sabun. Hal ini bangga
operasinya sinergis dan sangat terintegrasi yang telah menetapkan patokan baru dalam
industri.Sebagai cerminan dari keberhasilannya, Musim Mas telah diberikan Penghargaan
Eksportir Terbaik di Indonesia oleh Pemerintah delapan dari sepuluh kali penghargaan ini telah
diberikan.
LIMBAH PT MUSIM MAS
limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas.
Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses
klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit
mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air.
Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang
berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat
yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang
atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang
tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial
menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa
lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah.
1. LIMBAH CAIR
limbah yang menjadi permasalahan adalah limbah cair karena jumlahnya cukup
banyak. Apabila kandungan bahan organik dalam air limbah kelapa sawit sangat tinggi
dengan angka perbandingan BOD dan COD cukup besar menunjukan bahwa air limbah
kelapa sawit tidak megandung komponen-komponen organik yang sukar didegradasi
(Chin, et al 1985) Oleh sebab itu bila air limbah minyak kelapa sawit tidak langsung
diolah akan mengakibat terjadinya proses pembusukan di badan air penerima. Proses
pembusukan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen terlaut dalam air, sehingga akan
mengangu kehidupan biodata air (Arjuna, 1990)
Limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat
tinggi yaitu BOD 25.500 mg/l, dan COD 48.000 mg/l, sehingga kadar bahan pencemaran
akan semakin tinggi.
Salah satu bentuk teknik pengendalian dan pengeporasian limbah pabrik kelapa
sawit ialah dengan melakukan bio degradasi terhadap komponen organik menjadi
senyawa organik sederhana dalam kondisi anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat
disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Dengan demikian aspek pengendalian
pengolahan secara optimal dapat :
1. Mengurangi dampak negatip atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat
dikendalikan.
2. tercapainya standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat disesuaikan
dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.
Selanjutnya limbah cair ini sebelum dibuang ke badan sungai harus mendapat perlakuan
terlebih dahulu. Limbah cair ini akan masukkan ke IPAL sebelum dibuang ke badan
sungai.
2. LIMBAH PADAT
Limbah padat yang perlu perlakuan khusus yaitu limbah padat yang berasal dari
slug IPAL. Limbah ini harus melewati uji TCLP, uji TCLP dilakukan oleh Laboratorium
Puspitek Serpong. Hasil dari uji TCLP yaitu limbah padat dari slug IPAL dibawah baku
mutu. Karena uji TCLP tidak terlampaui maka penghasil limbah masih tetap diharuskan
melakukan uji toksisitas akut maupun kronis.
Sesuai dengan pasal 7 ayat 3 dan pasal 8 ayat 3 Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999
Tentang pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang menyebutkan bahwa :
Pasal 7 ayat 3
Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan D223 dapat dinyatakan
limbah B3 setelah dilakukan uji karakteristik dan atau uji toksikologi.
Pasal 8 ayat 3
Pembuktian secara ilmiah dilakukan berdasarkan:
a. Uji karakteristik limbah B3;
b. Uji toksikologi; dan atau
Hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan tidak menimbulkan
pencemaran dan gangguan kesehatan terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.
3. LIMBAH OLI BEKAS
Oli bekas yang merupakan salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
banyak dihasilkan dari bengkel mobil atau motor. Oli banyak digunakan sebagai pelumas
mesin mobil dan kebanyakan penghasilnya banyak yang masih sembarangan menampung
oli bekas. Oleh karena itu, karena disinyalir mengandung limbah B3,maka dikeluarkan
surat BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas agar semua
pemilik atau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola limbah dengan baik.
Penyimpanan Oli Bekas
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah
dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah
terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan
lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum
dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman
karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang
tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli
bekas atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah
sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang
dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk
kategori limbah B3. Meski minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak
dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, ukuran tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran 2m x 2m.
Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang
dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan
(drum, tong, atau bak kontainer)yang digunakan harus:
a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat, atau rusak;
b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya;
d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
pemindahan atau pengangkutan.
Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan
persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya
selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah,
pembentukan gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak
kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus
dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali.
Pemeriksaan tersebut meliputi:
a) apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka
isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru,
sesuai dengan ketentuan,
b) apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut harus
segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3
terpisah.
Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi
dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih
dari ketentuan berikut : pelapisan (di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan
atau tangki berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder
tersebut harus:
a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang
disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan
akibat pengaruh tekanan;
b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki
terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena pengisian, tekanan, atau uplift;
c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24 jam
sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan sekunder,
atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder;
d) penampungan sekunder dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat cairan-
cairan yang berasal dari kebocoran,ceceran, atau presipitasi.
Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib diupayakan langsung
diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke fasilitas pengolahan,
diupayakan 3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah mempunyai izin pemanfaatan
dari KLH-RI.
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara
penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a) karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b) kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau
tangki;
c) pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi
kecelakaan dapat segera ditangani;
d) lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk
lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
e) penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika
berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis
dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dan plastik, maka harus dipergunakan rak;
f) lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi
dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak
penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau
tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
g) mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air.
Adapun persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain:
a) lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang, kuat,
dan tidak retak;
b) konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan
maksimum 1 %;
c) bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas;
d) rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat
mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan;
e) bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi
dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.
Pengangkutan Oli Bekas
Sistem pengangkutan yang akan dijelaskan adalah sistem yang mengacu pada sistem
pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Sebagai pengangkut dari oli bekas,
yang harus dilakukan pertama-tama adalah mendaftarkan diri kepada Kementrian
Lingkungan Hidup (Department of Environmental Protection) untuk mendapatkan nomor
identifikasi EPA (Environmental Protection Agency). Setelah itu, calon pengangkut harus
menentukan apakah oli bekas yang akan diangkut mengandung 100 ppm total halogen
atau tidak (hasil penelitian oli bekas ini harus berlaku selama 3 tahun). Uji protokol yang
dapat dilakukan adalah metode uji SW-846 9075, 9076, dan 9077.
Tujuan pengangkutan oli bekas juga hanya bisa kepada pengangkut oli bekas yang lain,
prosesor oli bekas, dan perusahaan pembakaran oli bekas.
Setelah itu, semua dokumen pengangkutan dan pengiriman harus valid selama kurang
lebih 3 tahun. Informasi yang ada mencakup:
- Nama dan alamat dari penerima oli bekas
- Nomor identifikasi U.S EPA
- Tanggal pengiriman
- Tanda tangan dari penerima atau penyedia oli bekas
Apabila selama pengangkutan terjadi kebocoran oli bekas, maka hal-hal yang harus
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan segera melakukan pencegahan terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan, misalnya dengan cara mengumpulkan kebocorannya
atau dengan mengontak pihak berwajib.
Untuk perusahaan pengangkutan yang menyimpan oli bekasnya dalam jangka waktu
tertentu, diperlukan pengaturan-pengaturan khusus untuk mencegah pengaruh kimiawi oli
bekas terhadap kesehatan dan lingkungan, yaitu:
- Oli bekas hanya boleh disimpan di dalam tangki atau kontainer yang berada dalam
kondisi bagus dan tidak bocor
- Area penyimpanan kontainer oli bekas harus dilengkapai dengan sistem penyimpanan
sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke dalam tanah, air tanah
maupun air permukaan
- Tangki penyimpanan yang berada di atas permukaan tanah harus dilengkapi dengan
sistem penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke
dalam tanah, air tanah, maupun air permukaan (apabila tangki penyimpanan dipasang
setelah tanggal 20 Oktober 1998 maka lantainya harus menutupi tanah yang berada di
bawah tangki. Apabila pemasangan dilakukan sebelum tanggal 20 Oktober 1998,
maka lantainya hanya harus diperbesar sampai titik di mana tangkinya bertemu
dengan tanah).
- Semua tangki oli bekas harus diberi label, termasuk pipa input oli bekas, dan
kontainer harus diberi label juga.
Apabila terjadi tumpahan ke lingkungan, maka yang harus dilakukan adalah:
- Menghentikan tumpahan
- Mengumpulkan oli bekas yang tumpah di dalam suatu wadah
- Membersihkan dan mengatasi oli bekas yang tumpah
- Membenarkan atau mengganti kontainer atau tangki yang rusak sehingga dapat
digunakan kembali
Apabila oli bekas disimpan dalam waktu lebih dari 35 hari, maka perusahan pengangkut
akan dikenai tuntutan sebagai prosesor oli bekas. Tuntutan-tuntutan ini lebih mengikat
daripada standar fasilitas pengangkutan. Perusahaan pengangkut harus mengikuti
serangkaian rencana pencegahan, termasuk rencana pengembangan dan rencana
perawatan serta distribusi rencana sampingan untuk fasilitas perusahaan pengangkut.
Selain itu, perusahaan pengangkut juga akan dikenai tuntutan untuk menutup area
penyimpanan oli bekasnya.
Berikut adalah contoh sistem pengangkutan dan pengiriman yang dilakukan oleh salah
satu perusahan pengangkutan limbah B3 :
Gambar 1. Sistem Pengangkutan Oli Bekas
1) Melakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sample limbah yang dihasilkan oleh
industri untuk di uji kesesuaian (laboratorium)
2) Memberikan penawaran harga sesuai klasifikasi dan karakteristik limbah dan biaya
pengangkutan dan pembersihan.
3) Mempersiapkan jadwal pengangkutan setelah menerima order dari perusahaan.
4) Melakukan penempatan yang sesuai jenis limbah yang diterima dari penghasil
limbah.
5) Membuat perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak secara tertulis.
6) Didalam perjanjian kerjasama khususnya pengangkutan limbah yang berasal dari
perairan laut / kapal, perusahaan pengangkut akan memberikan tanggung jawab
sepenuhnya terhadap resiko apapun setelah limbah diterima dari kapal laut sampai
dengan tujuan perusahaan pengangkut.
Pembuangan dan Penimbunan Oli Bekas
Pembuangan oli bekas secara sembarangan akan merusak lingkungan, khususnya akan
mencemari tanah. Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya
berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila
dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung
sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja
mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa
merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis. Karena itulah limbah dari
ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal yang sulit untuk
mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang bermanfaat dan tidak
lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oleh sebab itu, oli bekas serta wadahnya sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan agar tidak berbahaya dan mencemari lingkungan.
Berdasarkan PP no.18 1999 tentang Pengelolaan limbah B3, maka dalam melakukan
penimbunan sebaiknya :
1. Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis yang dilengkapi dengan
saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan air lindi dan
pengolahannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir yang telah disetujui oleh
instansi yang bertanggung jawab.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penimbunan limbah B3
ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Lokasi penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bebas dari banjir;
b. Permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7 centimeter per detik;
c. Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi penimbunan limbah B3
berdasarkan rencana tata ruang;
d. Merupakan daerah yang secara geologis dinyatakan aman, stabil tidak rawan
bencana dan di luar kawasan lindung;
e. Tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang digunakan untuk air
minum.
Terhadap lokasi penimbunan limbah B3 yang telah dihentikan kegiatannya wajib
memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan tanah setebal minimum 0,60
meter;
b. Melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan limbah B3;
c. Melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi dampak negatif yang
mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke lingkungan, selama minimum 30
tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh fasilitas penimbunan limbah B3;
d. Peruntukan lokasi penimbun yang telah dihentikan kegiatannya tidak dapat dijadikan
pemukiman atau fasilitas umum lainnya.
CRADLE TO GRAVE PT MUSIM MAS ( INDUSTRI KELAPA SAWIT)
PROPER PERUSAHAAN PT MUSIM MAS (INDUSTRI KELAPA SAWIT)
PT Musim Mas periode 2009-2010 mendapatkan proper merah, dikarenakan upaya
pengelolaan lingkungan yang dilakukan belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan dan dalam tahapan melaksanakan sanksi administrasi.
Ketidak sesuain pengelolan lingkungan PT Musim Mas yaitu belum adanya TPS (Tempat
Pembuangan Sementara) limbah B3, dan pada IPAL belum ada flow meter.
Tahun 2012 PT Musim Mas sudah mendapat proper biru dikarenakan PT Musim Mas
telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.