Post on 15-Oct-2021
TUGAS BESAR
KOMUNIKASI SATELIT
ANALISA KARAKTERISTIK DAN PENGGUNAAN HPA
JENIS KPA DI MASING-MASING SHELTER SATELIT YANG
ADA DI STASIUN PENGENDALI UTAMA SATELIT
DISUSUN OLEH:
Rastra Andryan Noor
15101028
S1 TT-03-A
Dosen Pengampu : Bpk. Imam MPB S.T., M.T
INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM PURWOKERTO
JL. DI. PANJAITAN 128 PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan teknologi komunikasi semakin berkembang
pesat, memungkinkan penikmat teknologi semakin bergantung dengan
pelayanan teknologi yang disediakan. Salah satu pelayanan yang tidak lepas
dari kehidupan masyarakat sekarang adalah penggunaan layanan televisi,
dimana televisi ini sudah menjadi sarana hiburan bagi maysarakat. Untuk
menunjang kebutuhan akan tersebut harus didukung dengan teknologi yang
menujang terlaksananya siaran televisi. Salah satu penunjang yang dapat
menopang kendala tersebut adalah dengan menggunakan teknologi satelit.
Penggunaan teknologi satelit merupakan gagasan yang ideal dalam
menyalurkan ataupun menyebarkan suatu informasi dari satu titik ke banyak
titik. Selain itu juga satelit merupakan piranti telekomunikasi yang dapat
digunakan sebagai penguhubung informasi sampai daerah terpincil.
Penggunaan satelit ini tentunya sangat berperan penting dalam menunjang
perkembangan teknologi masa kini. Dengan adanya teknologi satelit dapat di
katakan seluruh daerah dapat dicakup keseluruhan apa lagi daerah kepulauan
seperti indonesia.
Ditinjau dari sistem komunikasi satelit, bahwasanya satelit itu memiliki
2 komponen yang terletak di bumi dan di angkasa. Komponen tersebut
biasanya di sebut dengan ground segment dan space segment. Adapun
perangkat penunjang dalam ground segment diantaranya adalah Antena,
Duplexer, HPA, LNA, Up dan Down Converter, Modulasi dan Demodulasi ,
Multiplexing dan demultiplekxing. Selain perangkat yang berada di space
segment yaitu satelit itu sendiri.
Untuk menyelaraskan teknologi komunikasi satelit perlu adanya HPA
atau Hight Power Amplifier. Hal ini terjadi karena satelit yang berada di PT
SPU satelit mengendalikan satelit jenis GEO (Geostationary Earth Orbit)
yang jarak satelit ini mencapai 36 000 KM di atas permukaan bumi. Oleh
karena itu penggunaan HPA ini sangat penting supaya sinyal yang di
kirimkan dari bumi dapat menuju satelit yang jaraknya menyentuh 36 000
KM diatas permukaan bumi. Prinsip dasar dari perangkat HPA ini adalah
menguatkan sinyal samapi titik tertentu sebelum akhirnya sinyal tersebut di
tembakan ke satelit.
Dalam pelaksanaanya HPA ini memiliki tiga macam jenis yang berbeda
antar satu dan lainya. Terdapat Tiga jenis HPA yaitu klystron power amplifier
(KPA), Traveling wave tube amplifier (TWTA), dan Solid state power
amplifier (SSPA). Akan tetapi pada Stasiun pengendali utama satelit ini
menggunakan HPA jenis KPA dan SSPA. Untuk mendapatkan Hasil data
Penulis melakukan pengamatan terhadap HPA tersebut dengan parameter
yang diamati berupa Gain. Dari ketiga jenis ini memiliki macam-macam
keunggulan dan kekurangan dalam melakukan tugasnya sebagai HPA.
Dari macam-macam itulah penulis mengangkat judul “ANALISA
KARAKTERISTIK DAN PENGGUNAAN HPA JENIS KPA DI
MASING-MASING SHELTER SATELIT YANG BERADA DI SATSIUN
PENGENDALI UTAMA SATELIT.”
BAB II
DASAR TEORI
Satelit secara sederhana didefinisikan sebagai setiap benda yang bergerak
mengelilingi benda yang lain (biasanya lebih jauh besar) dalam melakukan
lintasan yang dapat diperkirakan secara matematika yang disebut orbit (jalur
lintasan satelit.
Komunikasi satelit secara umum dapat di artikan sebagai
penyampaian atau pendistribusian informasi dalam berbagai bentuk
menggunakan satelit di angkasa pada frekuensi gelombang mikro. Satelit
berperan sebagai sebuah repeater (pengulang) untuk menguatkan sinyal
yang diterima kemudian memancarkan kembali ke bumi dengan merubah
frekuensi uplink menjadi frekuensi downlink. Adapun yang menyatakan
bahwa sistem satelit adalah sistem kompleks yang terdiri dari banyak
elemen dan terususun dengan sub yang berbeda beda. Sistem ini
membutuhkan perhatian secara konstan dari banyak orang ahli agar tetap
beroperasi sebagai mestinya [2].
Gambar 1. Sistem Komunikasi Satelit
A. STRUKTUR SISTEM KOMUNIKASI SATELIT
Secara garis besar sistem komunikasi satelit dapat diartikan bahwa
komunikasi satelit memiliki struktur dalam melakukan sebuah komunikasi.
Dapat dilihat dari gambar yang menyatakan komunikasi satelit terbagi dari
2 segment yaitu groud segment dan space segment.
1. Ground segment
Ground segment adalah seluruh perangkat yang berbeda di permukaan
bumi. Dan terdiri dari berbagai macam terminal penerima. Salah satunya
adalah stasiun bumi yang memiliki fungsi untuk mentransmisikan sinyal
informasi ke satelit dan menerimanya kembali dari satelit. Pada dasarnya
satelit bumi di bagi menjadi 2 bagian yaitu
a. Perangkat pita dasar (baseband)
Pada bagian ini terjadi pengolahan pita dasar seperti encoder, decoder,
modulator dan demudulator. Penguat sinyal IF ( intermediate frequency)
akan menghubungkan perangkat pita dasar ke perangkat RF ( radio
frequency ).
b. Perangkat RF ( Radio frequency )
Pada bagian ini terdiri dari beberapa perangkat seperti antena pemancar
atau penerima , HPA, atau LNA, serta up converter atau downconverter
2. Space segment
Space segment adalah bagian dari telekomunikasi satelit yang berada di
luar angkasa. Komunikasi satelit medern terdiri dari repeater multikanal
(Transponder). Fungsi dari transponder inilah yang digunakan untuk
menerima sinyal dari arah uplink dari stasiun bumi dan mentrasnmisikanya
kembali dengan arah downlink ke arah stasiun bumi pernerima. Selain itu
transponder juga merupakan sub sistem dari satelit yang di peruntukan
sebagai penguat sinyal yang di terima serta menggeser frekuensinya. Dalam
pentransmisianya sinyal kembali akan mempengaruhi daya keluaran
transponder. Adapun fungsi lain dari transponder yaitu mengisolasi kanal
RF yang berdekatan dana mentranslasi frekuensi.
B. PITA FREKUENSI DALAM KOMUNIKASI SATELIT
Secara umum penggunaan frekuensi satelit dapat di klasifikasikan
kedalam kategori. Tujuan dikategorikan frekuensi tersbut yaitu agar
frekuesni yang dipakai oleh salah layanan dapat dikenali dengan mudah
selain itu juga sebagai acuan dalam menggunakan perangkat yang ada di
komunikasi satelit.
Gambar 2. Pita Frekuensi Komunikasi satelit
Pada komunikasi satelit yang menggunakan alokasi frekuensi jensi C-
Band, biasanya bandwidth yang tersedia adalah 500 MHz, dan di bagi lagi
menjadi sub band yang disebut transponder. Setiap transponder C-band
memiliki bandwidth sebesar 36 MHz dengan guarband antar transponder
sebesar 4MHz. sehingga dalam 500 Mhz terdapat 12 transponder.
Gambar 3. Alokasi Frekuensi Transponder C-band
C. ALUR KOMUNIKASI SATELIT
Untuk membentuk sutau komunikasi yang baik dalam sebuah sistem
maka perlu adanya kombinasi dalam mewujudkannya. Begitupun dengan
komunikasi satelit, dengan adanya sistem yang baik maka komunikasi akan
berjalan dengan baik. Dalam kmunikasi satelit dapat dijabarkan sistem
tersbut dengan konfigurasi yang dibentuk. Setiap sistem komunikasi satelit
memiliki perangkat yang dapat digunakan sebagai komunikasi satelit salah
satunya adalah modem, upconverter, HPA, Antena, LNA, downconverter,
dan demodulator. Perangkat perangkat tersebut memiliki kemampuannya
sendiri dalam melakukan komunikasi [3].
Gambar 4. Alur Komunikasi Satelit [3].
Dari berbagai perangkat yang terbentuk dalam komunikasi satelit dapat
di indentifikasi dan memiliki tugasnya masing-masing yaitu :
1. Multipleksing
Gambar 5. perangkat Multiplexer
Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk
dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat
yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer atau disebut juga dengan
istilah Transceiver / Mux. Dan untuk di sisi penerima, gabungan sinyal -
sinyal itu akan kembali di pisahkan sesuai dengan tujuan masing – masing.
Proses ini disebut dengan Demultiplexing. Receiver atau perangkat yang
melakukan Demultiplexing disebut dengan Demultiplexer atau disebut juga
dengan istilah Demux. Terkain denangan penggunaanya multiplexing terdiri
dari beberapa jenis yaitu FDM ( Frequency Division Multiplexing ), TDM (
Time Division Multiplexing ), WDM ( Wavelength Division Multiplexing ),
CDM ( Code Division Multiplexing )
a. FDM (frequency Division Multiplexing)
FDM adalah teknik menggabungkan banyak saluran input menjadi
sebuah saluran output berdasarkan frekuensi. Jadi total bandwith dari
keseluruhan saluran dibagi menjadi sub-sub saluran oleh frekuensi. Prinsip
dari FDM adalah pembagian bandwidth saluran ransmisi atas sejumlah
kanal (dengan lebar pita frekuensi yang sama atau berbeda) dimana masing-
masing kanal dialokasikan ke pasangan entitas yang berkomunikasi.
b. TDM (Time Division Multiplexing)
TDM yaitu Terminal/channel pemakaian bersama-sama kabel yang
cepat dengan setiap channel membutuhkan waktu tertentu secara bergiliran
(round-robin time-slicing). TDM menerapkan prinsip penggiliran waktu
pemakaian saluran transmisi dengan mengalokasikan satu slot waktu (time
slot) bagi setiap pemakai saluran (user). Artinya bandwidth yang ada
dipisahkan menjadi channel-channel kecil (baseband) berdasarkan
waktunya. Salah satu permasalahan utama dari TDM ini adalah bandwidth
yang dialokasikan ke sejumlah koneksi hanya dialokasikan ke koneksi
tersebut, baik yang sedang digunakan maupun tidak. Jadi kita tetap
membayar untuk kapasitas yang tidak digunakan, hal ini mengakibatkan
TDM cukup mahal.
c. WDM ( Wavelength Division Multiplexing )
Teknik multiplexing ini digunakan pada transmisi data melalui serat
optik (optical fiber) dimana sinyal yang ditransmisikan berupa sinar. Pada
WDM prinsip yang diterapkan mirip seperti pada FDM, hanya dengan cara
pembedaan panjang gelombang (wavelength) sinar. Sejumlah berkas sinar
dengan panjang gelombang berbeda ditransmisikan secara simultan melalui
serat optik yang sama (dari jenis Multi mode optical fiber). Dalam teknologi
komunikasi fiber optik, WDM adalah teknologi yang me- multiplex banyak
sinyal pembawa optik di satu saluran fiber optik dengan menggunakan
panjang gelombang (warna) dari cahaya laser untuk membawa sinyal yang
erbeda, sedangkan di FDM digunakan di pembawa radio. Penggunaan
teknologi WDM menawarkan kemudahan dalam hal peningkatan
d. CDM ( Code Division Multiplexing )
Code Division Multiplexing (CDM) dirancang sebagaimana untuk
menanggulangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki atau kehandalan dari
beberapa teknik multiplexing sebelumnya, yakni TDM dan FDM [4].
2. Encoder
Gambar 6. perangkat Encoder
Enkoder atau penyandi adalah rangkaian digital yang mempunyai
fungsi yang berlawanan dengan rangkaian dekoder. Rangkaian encoder
mempunyai sejumlah masukan yang pada suatu saat hanya ada satu
masukan yang boleh aktif. Keluaran enkoder ini adalah bit jamak terkode
yang akan dibangkitkan tergantung pada masukan yang diaktifkan. Enkoder
merupakan rangkaian logika yang berfungsi mengubah data yang ada pada
inputnya menjadi kode-kode biner pada outputnya.
Salah satu jenis sistem kode yang digunakan dalam sistem digital
adalah sistem binery-coded decimal (BCD). Dalam sistem kode ini, masing-
masing digit angka desimal diganti dengan suatu kombinasi 4-bit biner.
Salah satu dari jenis kode BCD adalah desimal dikode biner asli atau BCD
8421. Dalam sistem BCD 8421 digunakan enkode desimal ke BCD,
sedangkan untuk menemukan kembali atau menafsirkan kode-kode tersebut
dalam bentuk desimal, diperlukan dekoder BCD ke desimal.
Selain dekoder BCD ke desimal, secara praktis tersedia pula dekoder
dari BCD ke desimal. Peraga desimal berupa piranti LED dengan 7-segmen.
Untuk menggerakkan peraga tersebut diperlukan dekoder dari BCD ke
peraga LED 7- segmen [5].
3. Modulasi
Gambar 7. perangkat modulator
Secara definisi, Modulasi dapat diartikan sebagai proses perubahan
suatu gelombang periodik sehingga menjadi suatu sinyal yang mampu
membawa suatu informasi. Jadi untuk dapat mengirimkan suatu informasi
dari suatu perangkat ke perangkat lainnya yang menggunakan Teknologi
Frekuensi Radio, informasi tersebut harus dimodulasi terlebih dahulu
sebelum dipancarkan. Rangkaian yang berfungsi sebagai Modulasi disebut
dengan Modulator. Dalam penerapanya modulasi di bagi menjadi 2 yaitu
modulasi analog dan Digital
a. Modulasi Analog
Pada dasarnya, Sinyal Analog adalah sinyal data yang berbentuk
gelombang kontinyu (terus-menerus). Teknik Modulasi untuk sinyal
informasi Analog dapat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan parameter suatu
gelombang sinus. Yaitu Amplitudo modulasi, frekuensi modulasi dan Phase
modulasi. Setiap jenis modulasi memiliki kelemahan dan kelebihannya.
b. Modulasi Digital
Sinyal Digital adalah sinyal data dalam bentuk pulsa dan hanya
memiliki dua kondisi yaitu 0 (ON) dan 1 (OFF). Sinyal Digital ini memiliki
beberapa kelebihan yaitu tidak mudah terpengaruh oleh derau, proses
informasinya mudah, cepat dan akurat. Sama seperti sinyal analog, untuk
mengirimkan sinyal digital ini dari suatu perangkat elektronik ke perangkat
elektronik lainnya dengan menggunakan teknologi nirkabel atau Wireless
(Radio Frekuensi) juga diperlukan proses pemodulasian yang dinamakan
dengan Modulasi Digital. Yang dimaksud dengan Modulasi Digital adalah
proses penumpangan sinyal digital ke dalam sinyal pembawanya (Carrier
Signal). Modulasi Digital pada dasarnya adalah proses pemodifikasian sifat
dan karakteristik gelombang pembawa sehingga bentuk hasil gelombang
pembawanya memiliki ciri-ciri bit (0 atau 1).
Modulasi Digital terdiri dari tiga jenis dasar yaitu Amplitudo Shift
Keying (ASK), Freqency Shift Keying (FSK) dan Phase Shift Keying (PSK).
Namun seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, muncul teknik-
teknik modulasi digital yang merupakan kombinasi dari ketiga jenis dasar
modulasi tersebut seperti APK (Amplitude Phase Keying), QAM
(Quadrature Amplitude Modulation) dan lain sebagainya.
4. Up Converter
Gambar 8. perangkat Up converter
Secara umum penggunaan perangkat up converter ini adalah untuk
mengubah sinyal IF (intermediate frequency) menjadi sinyal RF (Radio
Frequency). Kaitannya denga komunikasi satelit mengenai perangkat ini
yaitu penggunaanya sesuai pengalokasian frekuensi, Karena daerah operasi
satelit adalah pada frekuensi 6/4 GHz, sedangkan output modem hanya
berupa sinyal pada frekuensi 50 – 90 MHz, maka diperlukan perangkat
penggeser frekuensi Up Converter berfungsi menggeser frekuensi sinyal
output modulator dari daerah frekuensi IF 50 – 90 MHz ke daerah frekuensi
5,925 – 6,425 GHz.
5. HPA (High Power Amplifier)
Gambar 9. Perangkat HPA (high Power amplifier)
Penguat (Amplifier) adalah rangkaian komponen elektronika yang
dipakai untuk menguatkan daya. Dalam bidang audio, amplifier akan
menguatkan signal suara yaitu memperkuat signal arus (I) dan tegangan (V)
listrik dari inputnya menjadi arus listrik dan tengangan yang lebih besar
(daya lebih besar) di bagian outputnya. Besarnya penguatan ini sering
dikenal dengan istilah gain. Nilai dari gain yang dinyatakan sebagai fungsi
penguat frekuensi audio, gain power amplifier antara 20 kali sampai 100
kali dari signal input.Jadi gain merupakan hasil bagi dari daya di bagian
output (Pout) dengan daya di bagian inputnya (Pin) dalam bentuk fungsi
frekuensi. Ukuran dari gain, (G) ini biasanya memakai decibel (dB).
Penguat daya tinggi (high power amplifier/HPA) digunakan dalam
komunikasi satelit sebagai penguat sinyal RF yang datang dari up converter
dengan penguatan yang sangat tinggi. Dalam jenis teknologi maupun cara
kerjanya Ada tiga jenis HPA, yaitu SSPA(Solid State Power Amplifier),
TWTA (Travelling Wave Tube Amplifier) dan KPA (Klystron Power
Amplifier) dengan kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
1. KPA ( Klystron Power Amplifier )
Klystron Power Amplifier adalah penguat dengan tabung hampa sinar
linear daya tinggi yang digunakan pada frekuensi tinggi seperti radar, satelit
dan komunikasi pita lebar daya, kedokteran, dan fisika energi tinggi. Atau
dengan kata lain KPA ini merupakan sebuah tabung microwave yang
menggunakan interaksi antara berkas elektron dan energi RF pada rongga
microwave untuk menyediakan amplifikasi sinyal. Klystron beroperasi pada
prinsip-prinsip modulasi kecepatan sangat mirip dengan yang di TWT
kecuali bahwa interaksi klystron terjadi di lokasi terpisah di sepanjang
berkas elektron. Jenis umum klystrons adalah klystron refleks (osilator
hanya memiliki satu rongga), amplifier klystron dua rongga dan osilator,
dan multi-rongga klystron amplifier.
Adapun beberapa kekurangan dan kelebihan dari HPA jenis KPA ini
yaitu :
a. Kelebihan
1. Output yang di hasilkan daya tinggi
2. Lebih mudah diperbaiki
3. Biaya operasional per watt lebih murah
4. Konsumsi daya linier
5. Usia perangkat lebih lama (hingga 8 tahun )
b. Kekurangan
1. Lebih besar dan lebih berat daripada TWTA atau SSPA
2. Rentang frekuensi kecil (kisaran 40-80 Mhz)
3. Harganya yang mahal
2. TWTA (Traveling-wave tube amplifier)
TWTA dibangun menggunakan tabung vakum kaki panjang untuk
melakukan penguatnya. Daya diterapkan pada tabung yang menghasilkan
suhu dalam rentang plasma. Frekuensi radio kemudian dipancarkan ke
dalam tabung dan gelombang radio diamplifikasi ketika melewati bagian
dalam pipa yang dipanaskan. Linarizer pra-distorsi sering digunakan dengan
TWTA untuk meningkatkan kemampuan amplifikasi perangkat. Perangkat
ini memiliki keuntungan karena mampu memperkuat berbagai frekuensi
(sekitar 500 Mhz range) yang memungkinkan mereka untuk menangani
seluruh satelit dari satu antena (piringan).
Adapun kelebihan dan kekurangan yang ada di perangkat HPA jenis
TWTA ini yaitu :
a. Kelebihan
1. Secara bersamaan memperkuat rentang frekuensi yang lebih luas.
2. Perangkat yang lebih kecil dan ringan
b. Kekurangan
1. Lebih sulit diperbaiki
2. Lebih mahal untuk beroperasi daripada KPA atau SSPA
3. Masa Hidup Lebih Pendek (4-6 tahun)
3. SSPA (Solid State Power amplifier)
SSPA melakukan penguatan sinyal melalui elektronika solid state
daripada vakum atau tabung Klystron. Biasanya, SSPA menggunakan
metode kombinasi frekuensi untuk memperkuat sinyal. Penggunaan osilator
kuartalan dan pencampur sinyal berbasis SSPA dikombinasikan dalam seri
untuk meningkatkan daya. Karena sistem ini bekerja secara seri, ketika
komponen osilator / penguat yang diberikan gagal, sinyal melemah daripada
gagal sepenuhnya seperti yang terjadi dengan TWTA dan KPA
Adapun kekurangan dan kelebihan dari HPA jenis SSPA ini berikut
ulasanya :
a. kelebihan
1. Secara fisik jauh lebih kecil daripada KPA dan TWTA
2. Membangun amplifikasi secara bertahap
3. Perangkat biasanya hanya mengalami kegagalan parsial yang
memungkinkan sistem untuk terus berfungsi, tetapi pada daya output yang
lebih rendah.
b. Kekurangan
1. Konsumsi daya yang lebih tinggi
2. Kegagalan memperkenalkan ketidakstabilan dalam transmisi.
3. Konsumsi daya non-linear pada rentang amplifikasi [8].
6. Antena
Gambar 10. Antena Stasiun Bumi
Salah satu bagian penting dari suatu stasiun radio adalah antena, ia
adalah sebatang logam yang berfungsi menerima getaran listrik dari
transmitter dan memancarkannya sebagai gelombang radio. Ia berfungsi
pula sebaliknya ialah menampung gelombang radio dan meneruskan
gelombang listrik ke receiver. Dalam melakukan tugasnya sebagai pengirim
sekaligus sebagai penerima, antena meiliki faktor-faktor yang bisa membuat
sinyal menjadi jelek ataupun menjadi baik. Faktor pertama adalah kondisi
propagasi, faktor kedua adalah posisi stasiun (posisi antena) beserta
lingkungannya, faktor ketiga adalah kesempurnaan antena. Untuk pancaran
ada faktor ke-empat ialah kelebaran bandwidth pancaran kita dan faktor
kelima adalah power [6].
7. Transponder
Gambar 11. Raangkaian Transponder Satelit
Sinyal pembawa diterima oleh satelit pada level daya yang sangat
rendah karena jauhnya jarak yang ditempuh oleh gelombang radio. Satelit
memerlukan tambahan level daya sinyal sebelum mentransmisikan kembali
ke bumi untuk memastikan bahwa sinyal tersebut dapat dideteksi oleh
sebuah penerima stasiun bumi. Satelit komunikasi dapat dianggap sebagai
repeater jauh yang berfungsi untuk menerima pembawa uplink,
memrosesnya, dan mentransmisikan kembali informasi tersebut ke
downlink. Komunikasi satelit modern terdiri dari repeater multikanal
(Transponder) yang tersusun dari beberapa komponen, meliputi filter,
penguat, pengalih frekuensi, switch, multiplekser, dan hybrid. Repeater
tersebut memiliki fungsi yang sama dengan repeater relay radio gelombang
mikro line-of-sight pada sistem transmisi terestrial
Garis edar tiap kanal dari antena penerima ke antena pemancar
dinamakan transponder. Istilah ini muncul dari pemakaiannya dalam
aeronautic ketika diaplikasikan pada sebuah peralatan yang menerima sinyal
dari stasiun bumi dan mengembalikan sinyal balasan. Satelit komunikasi
dapat berfungsi melalui transpondernya. Jadi, fungsi dasar tiap transponder
adalah penguatan sinyal, pemisahan kanal RF yang berdekatan, pengalihan
frekuensi [7].
8. LNA (Low Noise Amplifier)
Gambar 12. Perangkat LNA (Low Noise Amplifier)
LNA (Low Noise Amplifier) berfungsi sebagai penguat sinyal dari
satelit yang diterima oleh antena, bisa diartikan LNA adalah sebuah pre-amp
pada sisi Recieved, LNA terpasang di Feedhorn antena umunya memiliki
gain (penguatan) 50 – 60 dB. Parameter lain selain Gain yang perlu
diperhatikan dari sebuah LNA adalah Noise temperatur, umumnya LNA
memiliki Noise temperatur sebesar 35’K semakin kecil nilai noise
temperature dari sebuah LNA maka makin hnadal LNA tersebut. LNA
memiliki LO (Local Oscilator) sendiri karena itu LNA memerlukan
tegangan kerja, biasanya sebesar 18 VDC. Pada system komunikasi satelite
LNA pasti dipakai apabila frequensi kerja yang digunakan berada pada
range C-Band atau Ku-Ba. Pada C-Band LNA, frequensi yang diterima kira-
kira 3.7 – 4.2 GHz, Sinyal yang diterima oleh antena dari satelite masih
sangat lemah (kecil) levelnya kira-kira dibawah – 100 dBm oleh karena itu
LNA sangat berperan penting ddalam penguatan sinyal yang diterima
antena. untuk LNA C-Band tidak ada conversi (perubahan) terhadap
Frequensi yang diterima, hanya dikuatkan saja. Begitu juga pada LNA Ku-
Band hanya frequensi kerjanya saja yang berbeda yaitu 10 -12 GHz dengan
Noise temperature nya sekitar 65’K
9. Down Converter
Gambar 13. perangkat Down converter
Secara umum penggunaan perangkat down converter ini adalah sebagai
kebalikan dari up converter. jika di perangkat up converter sebagai
menggubah sinyal IF menjadi sinya l RF maka di Down converter ini
mengubah sinyal IF menjadi sinyal RF dengan cara menggeser frekuensi
yang bekerja. Pada pita frekuensi C-band maka down conver ini akan
menggeser dari 3,700 – 4,200 GHz yang datang dari satelit ke frekuensi 50
– 90 MHz.
10. Demodulator
Gambar 14. perangkat demodulator
Pada dasarnya perangkat ini adalah sebagi kebalikan dari modulator.
Jika di modulator berfungsi sebagai menumpangkan sinyal informasi ke
dalam sinyal carrier (pembawa) dengan tidak terinterferensi maka
demodulator berfungsi sebagai pemisah antara sinyal informasi terhadap
sinyal pembawa tersebut tanpa adanya interfaransi antar kedua sinyal
tersbut.
11. Decoder
Gambar 15. perangkat Decoder
Pada dasarnya perangkat decoder ini adalah perangkat yang fungsinya
kebalikan dari endcoder. Adapun sesuatu yang ungkapkan dengan kata lain
decoder ini disusun atas elemen elemen yang berkebalikan dari elemen-
elemen encoder. Sinyal yang sebelumnya diubah oleh encoder kemudian
diubah kembali menjadi sinyal awal supaya bisa di baca oleh perangkat
selanjutnya. Sehingga komunikasi bisa berjalan dengan semestinya
12. Demultiplexing
Demultiplexing adalah suatu proses yang penerapannya merupakan
kebalikan dari multipleks (MUX), sebuah proses penggabungan beberapa
aliran sinyal analog atau sinyal digital yang tidak berhubungan menjadi
satu sinyal melalui media terbagi (shared media) tunggal, seperti
konduktor tunggal kawat tembaga atau kabel fiber optik. Dengan
demikian, demultiplex adalah pengembalian bentuk sinyal yang berisi
sejumlah aliran sinyal analog atau sinyal digital kembali ke bentuk sinyal
yang terpisah dan tidak berhubungan.
BAB III
ANALISA HASIL DATA
Dalam sebuah sistem komunikasi satelit terdapat dua segmaen
supaya komunikasi satelit dapat terlaksanan. Dua segmen tersebut tidak lain
adalah segmen angkasa atau space segment dan segmen bumi atau ground
segment kedua segmen ini saling berkesinambungan dalam melakukan
sebuah komnikasi. pada praktek kerja lapangan kali ini, penulis mempelajari
ground segment yang ada di dalam stasiun pengendali utama satelit. Oleh
karena itu perlu adanya penggunaan konfigurasi arsiitektur jaringan agar
terjalin sistem yang baik. Bisa dilihat di hasil data bahwa penyusun antar
shelter pengendali satelit dapat berbeda beda. Seperti halnya di shelter
telkom 2 dan shelter telkom 3S C-band. Karena dalam sebuah shelter ini
harus dimasukan fungsionalitas dari beberapa perangkat sehingga sinyal
yang di kirimkan akan terarahkan dan sampai tujuan.
Perbedaan yang mencolok diantara shelter bisa dikatakan ada diperangkat
penyusunnya, yaitu terdapat sebuah perangkat penguataan sinyal yang
berbeda diantara shelter tergantung kebutuhan. Tujuan utama kenapa sinyal
di kuatkan adalah supaya sinyal tersebut bisa sampai dalam ke titik yang di
tentukan. Karena keberadaan satelit berada ribuat kilometer di atas
permukaan bumi maka sinyal harus di kuatakn supaya tidak hilang dalam
perjalanan menuju satelit tersebut. Seperti halnya di shelter telkom 2
terdapat 2 KPA sementara di shelter telkom 3s C-band terdapat 5 KPA. Jelas
di sini berbeda secara penyusunan dan jumlah perangkat akan tetapi
tujuanya sama. Dan yang aktif dari HPA tersebut minimal ada 2 HPA karena
penggunaan minimal 2 HPA ini sesuai dengan teori bahwa arah rambat
gelombang yang di bedakan menjadi vertikal dan horisontal. Jadi bisa di
artikan bahwa HPA 1 digunakan sebagai penguatan sinyal yang sifatnya
horisontal dan HPA 2 sebgai pengutan sinyal yang sifatnya vertikal. Akan
tetapi pada Shelter telkom 3S ini terdapat 5 HPA dimana yang aktif dalam
menguatkan sinyal ada 2 yaitu KPA 1 dan KPA 2 dalam penguatanya juga
sama seperti di shelter 2. Sedangkan HPA janis TWTA sebagai cadangan
jika sewaktu-waktu salah satu KPA rusak.
A. ANALISA HPA DI SHELTER TELKOM 2 DAN TELKOM 3S
Dari pengamatan didapatkan data bawhasanya dalam melakukan
penguatan terhadap sesuatu sinyal. HPA ini akan melakukanya di selang waktu
yang sudah di tentukan dengan cara yang konsisten.
Gambar 16. Pengamatan penguatan HPA
Dari hasil gambar diatas bahwasanya selang waktu yang di tentukan
dalam pengiriman sinyal sehingga harus di kuatkan di menit ke 00, 20, 30, dan
50. Pada setiap jamnya. Tujuanya di lakukanya setiap jam dan pada menit
tertntu supaya dari pihak pengendali dapat memonitoring secara berklanjutan
tanpa adanya jeda sediikitpun sehingga perusahaan akan terus mengetahui
perkembangan satelit yang ada di luar angkasa tersbut.
Pengamatan diatas dilakukan pada shelter pengendali satelit telkom 2
dan shelter pengendali satelit telkom 3s. dari data tersebut penguatan HPA
hanya dilakukan range dari 3 watt samapi paling besar 10 watt. Baik dari
telkom 2 maupun telkom 3s. oleh karena itu penggunaan HPA jenis KPA ini
tidakk effisien terhadap fungsionalitas dari KPA sendiri. Karena penguat jenis
KPA ini bisa menguatkan sampai 1000 watt. Sedangkan faktanya untuk
penguatan sinyal hanya berkisaran 3-10 watt. Oleh karena itu maka
penggunaan HPA jenis KPA ini tidak salah melainkan tidak maksimal
distasiun pengendali satelit. Dan penulis memberikan pilihan untuk
mengunakan HPA jenis SSPA. Karena jenis ini sangan cocok di gunakan
sebagai penguat sinyal di stasiun pengendali. Disamping harganya lebih murah
ketimbang KPA, kuantitas bobot SSPA juga lebih ringan apabila harus
mengganti SSPA tersebut. Efek penggunaan SSPA ini perusahaan akan lebih
hemat dalam keuangan juga lebih mudah pengontrolannya karena SSPA itu
yang ringan.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Komunikasi satelit di bentuk dari susunan perangkat yang memiliki
tugasnya masing-masing sehingaa komunikasi dari bumi ke satelit dan
balik lagi ke bumi dapat berjalan dengan semestinya
2. Semakin jauh satelit dari pusat pengendalianya, maka sinyal yang di
kuatkan unutk menjangkau satelit tersebut juga semakin besar.
3. Penggunaan HPA dapat di pilah pilih sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi
untuk komunikasi satlit yang ada di stasiun pengendalian lebih effisien jika
menggunakan HPA jenis SSPA.
DAFTAR PUSTAKA
[1] anonymouse, "sejarah satelit indonesia," 2017. [Online]. Available:
https://ubiqu.id/blog/sejarah-satelit-indonesia/. [Accessed 24 oktober 2018].
[2] E. Handarbeni, "RANCANGAN SWEEPER FREKUENSI YANG DAPAT
BERDAYA GUNA UNTUK MENDETEKSI GANGGUAN INTERFERENSI
RADIO PADA SISTEM KOMUNIKASI SATELIT DI STASIUN
PENGENDALI UTAMA (SPU) CIBINONG," vol. 10, no. 3, pp. 65-66, 2017.
[3] v. renata, "Satellite Communication System Engineering Training Course
ASSI," p. 17, 14 Maret 2017.
[4] s. supono, "Pengertian Multiplexing," pp. 1-5, 29 Agustus 2016.
[5] a. triadi and N. Nasution, "DEKODER DAN ENKODER," pp. 2-4, 2013.
[6] anonimaouse, "PENGETAHUAN DASAR RADIO KOMUNIKASI," ANTENA
DIPOLE DAN MONOPOLE, pp. 2-3, 1998.
[7] S. Kusmaryanto, "Diktat Komunikasi satelit," in Transponder Satelit.
[8] Anonimouse, "Satellite Amplifiers," 19 Mei 2018. [Online]. Available:
https://www.inetdaemon.com/tutorials/satellite/equipment/amplifiers.shtml.
[Accessed 24 Oktober 2018].