Post on 21-Jul-2015
BAB II
LANDASAN TEORI
I. KONSEP-KONSEP MEMBACA
1. Pengertian Membaca
Pengertian membaca menurut Ronald Wardaugh adalah suatu kegiatan yang
aktif dan interaktif dikatakan aktif. Menurut Stevens, membaca adalah suatu kegiatan
yang kompleks. Selama proses membaca berlangsung melibatkan kegiatan jasmani dan
rohani. Selain itu, Nurhadi dalam bukunya “ Membaca cepat dan efektif ” menerangkan
bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit.
Seorang ahli membaca Edward L Thorndike mengatakan “ Reading as
thingking and reading as reasoning “. Artinya, proses membaca itu tak ubahnya seperti
ketika seorang sedang berfikir dan bernalar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca adalah proses yang kompleks
dan rumit, serta mengindikasikan bahwa kemampuan membaca itu adalah kemampuan
yang spesifik. Latar belakang kemampuan faktor internal dan faktor eksternal seseorang
menyebabkan setiap orang mempunyai kemampuan membaca yang berbeda-beda
dengan orang lain.
2. Proses Membaca
Secara garis besar, membaca berlangsung dalam dua proses. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini akan diuraikan satu per satu.
1. Pemahaman atau Penagkapan Makna
Pemahaman dan penangkapan makna yang ada dibalik lambang bahasa; baik
makna pokok maupun makna tambahan harus dilakukan oleh pembaca. Kegiatan ini
dilakukan supaya pembaca dapat memahami dan menangkap makna–makna apa saja
yang bisa diberikan kepada lambing-lambang bahasa tadi. Makna tersebut berupa
makna pokok atau makna sebenarnya. Disamping itu dapat juga dibubuhi dengan
makna tambahan atau makna kiasan, jika hal itu diperlukan.
2. Bereaksi secara Interpretatif
Setelah pembaca memahami lambing bahasa tersebut, pembaca harus
bereaksi secara interpretatife. Pembaca dapat menafsirkan apa-apa yang
diperolehnya dari pemahaman yang ditetapkannya tadi. Reaksi dapat secara positif
dan dapat pula secara negatif. Antara lain, dalam bentuk menerima dan menyetujui;
dan dapat pula dalam bentuk menolak atau tidak menyetujui sama sekali.
3. Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh
informasi, mencakup tentang isi bacaan, dan memahami makna bacaan. Atau membaca
merupakan usaha untuk mendapatkan sesuatu yang ingin diketahui, mengetahui sesuatu
yang akan dilakukan, atau untuk mendapatkan kesenangan dan pengalaman.
Uraian diatas adalah tujuan membaca secara umum. Namun begitu, tujuan
membaca dapat dibagi secara rinci sesuai dengan keperluan pembaca secara khusus,
perincian tersebut adalah sebgai berikut:
1. Membaca untuk memperoleh rincian.
2. Membaca untuk memperoleh ide utama.
3. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan organisasi cerita.
4. Membaca untuk menyimpulkan atau membaca untuk bahan rujukan.
5. Membaca untuk mengelompokan atau membaca untuk mengklasifikasikan.
6. Membaca untuk menilai atau mengevaluasi.
7. Membaca untuk mempebandingkan atau membaca untuk mempertentangkan.
II. JENIS-JENIS MEMBACA
1. Jenis Membaca Berdasarkan Tingkatan
Menurut Rizanur Gani dan M. Atar Semi (1997:4) terdapat dalam tiga tahapan,
yaitu membaca permulaan, membaca lanjutan dan membaca orang dewasa. Namun
begitu ada juga para pakar yang lain membagi empat tingkatan, misalnya Adler dan
Doren (1986:13) seperti berikut ini:
a. Membaca Permulaan
b. Membaca Inspeksional
c. Membaca Analisis
d. Membaca Sintopikal
2. Jenis Membaca Berdasarkan Kecepatan dan Tujuan
a. Membaca Kilat ( Skimming )
Membaca kilat merupakan satu cara membaca yang mengutamakan
penangkapan esensi materi bacaan, tanpa membaca keseluruhan materi bacaan itu.
Di dalam membaca kilat, membaca kilat diperlukan keterampilan menentukan
bagiuan-bagian bacaan yang mengandung ide atau pokok pikiran.
Tujuan membaca kilat adalah untuk mendapatkan informasi yang penting
dalam waktu yang terbatas. Untuk menangkap satu atau seperangkat ide pokok atau
untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu fiksi atau non fiksi.
Materi bacaan biasanya : eresi, surat kabar, majalah, cerita fiksi dan non fiksi, serta
bacaan-bacaan problematika lainnya.
b. Membaca Cepat ( Spead Reading )
Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang
tinggi. Biasanya dilakukan dengan membaca kalimat demi kalimat, dan membaca
paragraph;tetapi tidak membaca kata demi kata.
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama dan gagasan
penjelas dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat. Bahan bacaan umumnya
berupa : esai, majalah, surat kabar, dan bacaan lainnya yang memuat materi yang
tidak terlalu kompleks. Pembahasan membaca cepat secara rinci dibahas tersendiri
c. Membaca Studi ( Careful Reading )
Membaca dalam jenis ini dilakukan untuk memahami, mempelajari, dan
meneliti suatu persoalan. Kadang-kadang ditujukan pula untuk mengendapkannya
dalam ingatan. Untuk keperluan ini membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan
yang agak rendah.
Bahan bacaan biasanya terdiri dari artikel ilmiah, buku pelajaran dan buku-
buku semi ilmiah lainnya.
d. Membaca Studi ( Careful Reading )
Membaca relektif yaitu membaca untuk menangkap informasi dengan terinci
dan kemudian melahirkannya kembali atau melaksanakan dengan tepat segala
keterangan yang diperoleh itu. Biasanya membaca jenis ini dilakukan untuk
tuntutan-tuntutan, anatar lain petunjuk tentang percobaan di laboratorium dan
sejenisnya. Disamping itu, juga dilaksanakan atau ditujukan untuk merefleksikan
suatu bacaan, membaca untuk kesenangan, atau membaca estetis
Materi bacaan biasanya terdiri dari : tuntutan buku-buku filsafat, buku suci,
tajuk rencana, puisi, drama, berita dan bacaan-bacaan yang dibaca secara oral
lainnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
I. KONSEP-KONSEP MENULIS
1. Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi
pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas
dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya dilakukan
dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman
Mesir Kuno.
Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan yang
menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dlam bentuk
bahasa tulis untuk tujuan, misalnya member tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil
dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Istilah menulis
sering melekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara istilah
mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis non ilmiah.
Menulis sebagai keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam mengemukan
gagasan-pikirannya kepada orang atau pihak lain dengan media tulisan. Menurut kamus
Besar Bahasa Indonesia, menulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan
pena (pensil, kapur dsb), anak-anak sedang belajar, melahirkan pikiran atau perasaan
(spt mengarang, membuat surat).
Menurut (Angelo, 1980:5), Menulis merupakan suatu bentuk berpikir, tetapi
justru berpikir bagi membawa tertentu dan bagi waktu tertentu
2. Pengertian dan Hakikat Menulis
Jadi menulis itu dapat juga dimaknakan sebagai penyampaian ide dan pikiran
melalui media tulisan. Menulis merupakan suatu cara untuk mengetahui dan
menemukan apa yang diketahui oleh seseorang yang terekam dalam pikirannya (Cox,
1999:309).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pengertian dan Hakikat menulis
diperlukan kegiatan berpikir atau ketika seseorang ingin menulis, ia menggunakan
pikirannya agar ia dapat menghasilkan tulisan.
Pada dasarnya Pengertian dan Hakikat menulis dapat dilihat pada tiga aspek,
yakni :
1. Menulis sebagai proses berpikir,
2. Menulis sebagai proses berpikir meliputi serangkaian aktivitas,
3. Dan menulis sebagai proses berhubungan erat dengan membaca.
Ketiga hal tersebut yang menjadi dasar pengertian dan hakikat menulis
dipaparkan sebagai berikut :
1. Menulis sebagai proses berpikir.
Menulis sebagai suatu proses menuangkan gagasan atau pikiran dalam
bentuk tertulis. Menulis sebagai proses berpikir berarti bahwa sebelum dan atau saat
setelah menuangkan gagasan dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan
proses berpikir.
2. Menulis sebagai proses berpikir meliputi serangkaian aktivitas.
Menulis sebagai suatu proses berpikir yang menghasilkan kreativitas berupa
karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra.
3. Menulis sebagai suatu proses berpikir berkaitan erat dengan membaca
Menulis sebagai suatu proses berpikir yang terdiri atas serangkaian aktivitas
yang fleksibel berkaitan erat dengan membaca. Hal ini dapat dilihat dari :
a. Segi sebelum menulis diperlukan berbagai pengetahuan awal dan informasi yang
berkaitan dengan topik yang di garap,
b. Segi saat setelah menulis, membaca merupakan kegiatan yang tak terpisahkan
dengan kegiatan menulis pada tahap perbaikan, penyuntingan.
Penulis pada dasarnya adalah pembaca berulang-ulang terhadap tulisannya.
Menulis sebagai proses :
a. Pra menulis (prewriting) : siswa memilih topik, siswa mengumpulkan dan
menyesuaikan ide-ide, siswa mengindefikasi pembacanya, siswa mengindefikasi
tujuan menulis siswa memilih bentuk yang sesuai berdasarkan pembaca.
b. Pengedrafan (drafting) : siswa menulis draf kasar, siswa- siswa menulis pokok-
pokok yang menarik pembaca, siswa lebih menekankan isi dari pada mekanik.
c. Merevisi (revising) : siswa membagi tulisannya kepada kelompok, siswa
mendiskusikan tulisannya kepada temannya.
d. Mengedit (editannya) : siswa membaca ulang tulisannya, siswa membantu baca
ulang tulisannya.
e. Mempublikasikan (publishing) : siswa mempublikasikan tulisannya dalam
bentuk yang sesuai.
II. JENIS-JENIS MENULIS
Dalam menulis dikenal bermacam-macam jenis menulis, diantaranya adalah :
1. Deskripsi adalah suatu bentuk tulisan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium,
dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya (Suparno,
2006:4.6). Jadi menulis deskripsi adalah, menulis dengan menceritakan keadaan sesuai
dengan aslinya sehingga pembaca dapat merasakan apa yang dirasakan oleh penulis
2. Narasi adalah tulisan yang menyajikan serangkaian peristiwa (Suparno, 2006:4.54).
Karangan narasi berisi penyampaian rangkaian peristiwa menurut urutan kejadiannya.
Tujuan mnulis narasi ada dua yaitu :
a. Hendak memberikan informasi atau memberi wawasan dan memperluas
pengetahuan kepada pembaca.
b. Hendak memberikan pengalaman estetis kepada pembaca
3. Eksposisi adalah tulisan yang bertujuan untuk memberitahu, mengupas, menguraikan
atau menerangkan sesuatu (Suparno, 2006:5.56). Argumentasi ditulis untuk memberikan
alas an, memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan.
III. TUJUAN MENULIS
Penulis memiliki tujuan tertentu dalam penulisannya, yaitu : memberi informasi,
Mencerahkan jiwa, mengabadikan sejarah, ekspresi diri, mengedepankan idealism,
mengemukan opini dan teori dan menghibur. Dari tujuan menulis dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Memberi informasi, maksudnya adalah sebagian besar tulisan dihasilkan dengan tujuan
member informasi, seperti memperkenalkan produk atau mempromosikan sesuatu
termasuk berita maupun tempat pariwisata.
2. Mencerahkan jiwa, yakni bacaan sudah menjadi salah satu kebutuhan manusia, sehingga
karya tulis layak dipandang sebagai salah satu pencerahan pikira dan jiwa.
3. Mengabadikan sejarah yaitu dengan menuliskan sejarah agar abadi sampai ke generasi
berikutnya.
4. Penulis menggunakan tulisannya sebagai sarana mengekspresikan diri, baik bagi
perorangan atau kelompok.
5. Untuk mengedapankan idealism yang umumnya dituliskan karena tulisan memiliki daya
sebar yang sangat cepat.
6. Tulisan juga berfungsi menggunakan opini dan teori yang biasanya selalu diabadikan
dalam bentuk tulisan.
7. Tulisan bertujuan untuk menghibur pembaca, meski bertema humor atau bukan tulisan
umumnya bertujuan untuk menghibur pembaca
Kegunaan menulis secara rinci sebagai berikut :
a. Menulis menolong menemukan kembali apa yang pernah diketahui.
b. Menulis menghasikan ide-ide baru.
c. Menulis membantu mengorganisasikan pikiran dan menempatkannya dalam suatu
bentuk yang berdiri sendiri, hanya karena menulis.
d. Menulis membantu diserap dan dikuasai informasi baru.
e. Praktis, berdasarkan praktiknya, apa yang kita alami bias tertuang secara mudah dan
praktis.
f. Psikologis, secara psikologis menulis sangat bermanfaat dan bisa membuat kita sehat an
bahkan mampu membuat kita untuk mampu sedang GALAU, sedang mengalami
masalah, TULISLAH Persoalan Anda! Dan akan menjadi sejarah di masa yang akan
dating. Bahkan menulispun bisa membuat kita awet muda, bagaimana bias? Bias anda
bayangkan ketika anda sedang mengalami kegalauan, atau masalah, pasti rasa yang
begitu menekankan dan begitu menyebalkan yang anda alami pada saat itu. Maka jika
meluapkan semua persoalan ke dalam tulisan. Akan ada manfaat yang anda rasakan,
yakni anda mampu bebas meluapkan segala persoalan tersebut ke dalam tulisan.
Berbeda ketika segala persoalan tersebut anda pilih untuk di pendam dalam hati, dan
tidak anda luapkan dalam tulisan, maka semakin terasa tertekan hidup anda atas
persoalan hidup yang sedang anda alami . Cepat mati bisa jadinya.
g. Metodologi.
h. Filosofis.
i. Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian dan Tujuan Berbicara
Ada beberapa pengertian berbicara yang dicantumkan dalam blog
makalahdanskripsi.blogspot.com, antara lain:
a. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
b. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun
serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau
penyimak.
c. Berbicara adalah proses indipidu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk
menyatakan dirinya sebagai anggota masayarakat.
d. Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang
tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk
menciptakan dan memformulasikan ide baru.
e. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari dilingkungan keluarga, tetangga, dan
lingkungan lainnya disekitar tempatnya hidup sebelum masuk sekolah.
Tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan sesuatu hal
pada pendengar. Sesuatu tersebut dapat berupa menjelaskan sesuatu proses, menguraikan,
menafsirkan, atau menginterprestaikan sesuatu hal, member, menyebarkan, atau
menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau
peristiwa.
Unsur Berbicara dan Prosedur Kegiatan Berbicara
Unsur dasar berbicara.
Didalam kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat, yaitu
1. Pembicara
2. Isi Pembicara
3. Saluran
4. Penyimak, dan
5. Tanggapan penyimak
Prosedur kegiatan Berbicara
a. Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati
b. Membatasi pokok pembicaraan
c. Mengumpulkan bahan-bahan
d. Menyusun bahan (pendahuluan, isi, kemampuan)
Konsep Dasar Berbicara
Kemampuan berbicara siswa bervariasi, mulai dari taraf baik atau lancer, sedang,
gagap, atau kurang. Kenyataan tersebut sebaiknya dijadikan landasan berbicara pun harus
berlandaskan onsep dasar berbicara sebagai saranaberkomunikasi.
Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup Sembilan hal,
yakni :
a. Berbicara dan menyimak adalah suatu kegiatan resiprokal
b. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi
c. Berbicara adalah ekspresi kreatif
d. Berbicara adalah tingkah laku
e. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
f. Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman
g. Berbicara sarana memperluas cakrawala
h. Berbicara adalah pancaran kepribadian
Jenis-Jenis Berbicara
Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis
berbicara, antara lain : diskusi, percakapan, pidato menjelaskan, pidato menghibur, ceramah,
dan sebagainya.
Berdasarkan pengamatan minimal ada lima landasan yang digunakan dalam
mengklasifikasikan berbicara. Kelima landasan tersebut adalah :
1. Situasi
Aktivitas berbicara terjadi dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu.
Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi, mungkin pula bersifat
informal atau tidak resmi. Dalam situasi formal pembicara dituntut berbicara secara
formal, sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus berbicara secara tak formal
pula. Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dalam kehidupan manusia
sehari-hari.
Jenis-jenis kegiatan berbicara informal meliputi :
a. Tukar pengalaman
b. Percakapan
c. Menyampaikan berita
d. Menyampaikan pengumuman
e. Bertelepon
f. Memberi petunjuk
Sedangkan kegiatan berbicara yang bersifat formal meliputi :
a. Ceramah
b. Perencanaan dan penilaian
c. Interview
d. Prosedur parlementer
e. Bercerita
2. Tujuan
Akhir pembicaraan, pembicara menginginkan respons dari pendengar. Pada
umumnya tujuan orang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan,
meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya.
3. Metode Berbicara
Ada empat cara atau teknik yang dapat atau biasa digunakan orang dalam
menyampaikan pembicaraan, (H.G. Tarigan) yaitu :
a. Metode Impromptu ‘Serta Merta’
Dalam hal ini pembicara tidak melakukan persiapan lebih dulu sebelum
berbicara, tetapi secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya. Pembicara menyampaikan pengetahuan yang ada,
dihubungkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.
b. Mentode Menghafal
Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara
tertulis, kemudian dihafal kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam
penyampaiannya pembicara tidak membaca naskah. Ada kecenderungan pembicara
berbicara tanpa menghayati maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu dapat
menjemukan, tidak menarik perhatian pendengar. Mungkin juga ada pembicara yang
berhasil dengan metode ini. Metode ini biasanya digunakan oleh pembicara pemula
tau yang masih belum biasa berbicara di depan orang banyak.
c. Metode Naskah
Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan
naskah. Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini
dapat kita perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/MPR, pidato
pejabat pada upacara resmi. Pembicaraan harus memiliki kemampuan menempatkan
tekanan, nada, intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang komunikatif dengan
pendengarnya karena mata dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah. Oleh
sebab itu, apabila akan menggunakan metode harus melakukan latihan yang intensif.
d. Metode Ekstemporan
Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan bahwa berbicara
terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting.
Catatan itu digunakan sebagai pedoman pembicaraan dalam melakukan
pembicaraanya. Dengan pedoman itu pembicara dapat mengembangkannya secara
bebas.
4. Jumlah Penyimak
Komunikasi lisan melibatkan dua pihak, pendengar dan pembicara. Jumlah
peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi
misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok
besar).
5. Peristiwa Khusus
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai kegiatan.
Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa, atau
spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah ulang tahun, perpisahan, perkenalan,
pemberian hadiah.
Jenis-jenis Kegiatan Berbicara
Berbicara terdiri atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara informal
meliputi bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita, bertelepon, dan member
petunjuk. Sedangkan berbicara formal antara lain, diskusi, ceramah, pidato, wawancara, dan
bercerita (dalam situasi formal). Pembagian atau klasifikasi seperti ini bersifat luwes.
Artinya, situasi pembicaraan yang akan menentukan keformalan dan keinformalannya.
Misalnya : penyampaian berita atau memberi petunjuk dapat juga bersifat formal jika berita
itu atau pemberian petunjuk itu berkaitan dengan situasi formal, bukan penyampaiaan berita
antar teman atau bukan pemberian petunjuk kepada orang yang tersesat di jalan.
Seminar
Seminar merupakan jenis diskusi kelompok yang diikuti oleh para ahli dan dipimpin
oleh pemandu untuk mencari pedoman dan penyelesaian masalah tertentu. Hasil pemikiran
atau hasil penelitian yang akan disampaikan oleh pembicara atau penyanggah utama
sebaiknya ditulis dalam kertas kerja atau makalah.
Pidato
Pidato adalah pengungkapan pikiran oleh seseorang dalam bentuk lisan yang
ditujukan kepada orang banyak. Misalnya:
1.) Pidato kenegaraan, yaitu pidato Kepala Negara di depan anggota DPR/MPR.
2.) Pidato pengukuhan, yaitu pidato yang disampaikanoleh seseorang pejabat tinggi
rector universitas pada saat diangkat secara resmi.
3.) Pidato perpisahan.
Ceramah
Ceramah adalah ungkapan pikiran secara lisan oleh seseorang tentang sesuatu atau
pengetahuan kepada para pendengar. Dalam ceramah ada beberapa hal yang merupakan ciri
khas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penyimak
Menyimak adalah mendengar secara khusus dan berpusat pada objek yang di simak
(Panduan Bahasa dan Sastra Indonesia, Natasasmita Hanapi, Drs ; 1995 :18). Menyimak
dapat di definisikan suatu aktifitas yang mencakup kegiatan mendengar dan bunyi bahasa,
mengidenfikasikan, menilik, dan mereaksi atas makna dalam bahan simakan. (Djago
Tarigan; 1991:4).
2.2. Tujuan Menyimak
Tujuan utama menyimak untuk menangkap dan memahami pesan, ide serta
gagasanyang terdapat pada materi atau bahan simakan. Dengan demikian tujuan menyimak
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyimak memperoleh fakta atau mendapatkan fakta.
b. Untuk menaganalisa fakta.
c. Untuk mengevaluasi fakta.
d. Untuk mendapatkan ispirasi.
e. Untuk mendapatkan hiburan atau menghibur diri.
2.3. Jenis-jenis Menyimak
Pengklasifikasian menyimak berdasarkan :
a. Sumber suara
b. Cara penyimak bahan yang disimak
c. Tujuan menyimak
d. Taraf aktifitas penyimak
Berdasarkan sumber suara yang disimak, penyimak di bagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Intrapersonal Listening atau menyimak intrapribadi
2. Intrapersonal Listening atau penyimak antar pribadi
Berdasarkan pada cara penyimakan bahan yang disimak, dapat diklarifikasikan sebagai
berikut :
1. Menyimak ektensif (Ektensif Listening)
Menyimak ektensif ialah kegiatan menyimak tidak memerlukan perhatian, ketentuan
dan ketelitian sehingga penyimak hanya memahami seluruh secara garis besarnya saja.
Menyimak ekstensif meliputi :
a. Menyimak Sosial
b. Menyimak Sekunder
c. Menyimak Estetik
2. Menyimak Intensif
Menyimak Intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh perhatian, ketentuan dan
ketelitian sehingga penyimak memahami segala mendalam.
Menyimak intensif meliputi :
a. Menyimak Kritis
b. Menyimak Introgatif
c. Menyimak Penyelidikan
d. Menyimak Kreatif
e. Menyimak Konsentratif
f. Menyimak Selektif
Tujuan menyimak berdasarkan Tidyman dan Butterfield membedakan menyimak
menjadi:
a. Menyimak Sederhana
b. Menyimak Diskriminatif
c. Menyimak Santai
d. Menyimak Informative
e. Menyimak Literature
f. Menyimak Kritis
Berdasrakan pada titik pandang aktivitas penyimak dapat diklarifikasikan :
a. Kegiatan menyimak bertaraf rendah
b. Kegiatan menyimak bertaraf tinggi.
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Menyimak
1. Unsur Pembicara
Pembaca harus menguasai materi, penuh percaya diri, berbicara sistematis dan
seimbang dengan penyimak juga harus bergaya menarik atau bervariasi.
2. Unsure Materi
Unsure yang diberikan haruslah actual, bermanfaat, sistematis dan seimbang.
3. Unsure Penyimak / Siswa
a. Kondisi siswa dalam keadaan baik
b. Siswa harus berkonsentrasi
c. Adanya minat siswa dalam menyimak
d. Penyimak harus berpengalaman luas
4. Unsure Situasi
a. Waktu penyimakan
b. Saran unsure pendukung
c. Suasana lingkungan
2.5. Ciri-ciri Penyimak Ideal
Menurut Djago Taringan mengindenfikasikan ciri-ciri menyimak ideal sebagai berikut :
1. Berkonsentrasi.
Artinya Penyimak harus betul-betul memusatkan perhatian kepada materi yang
disimak.
2. Penyimakan harus bermotivasi.
Artinya mempunyai tujuan tertentu sehingga untuk menyimak kuat.
3. Penyimak harus menyimak secara menyeluruh
Artinya penyimak harus menyimak materi secara utuh dan padu.
4. Penyimak harus menghargai pembicara.
5. Penyimak yang baik harus selektif, artinya harus memilih bagian-bagian yang inti.
6. Penyimak harus tangguh sungguh-sungguh.
7. Penyimak tidak mudah terganggu.
8. Penyimak harus cepat menyesuaikan diri.
9. Penyimak harus kenal arah pembicaraan.
10. Kontak dengan pembicara.
11. Merangkum.
12. Menilai.
13. Merespon.
2.6. Kegiatan Menyimak
1. Proses menyimak komprehensif
Adapun komponen yang termasuk dalam proses menyimak :
a. Rangsang bunyi.
Weafer 91972) memasukan kata-kata, bunyi isyarat dan bunyi-bunyi lainnya
sebagai tipe-tipe symbol bunyi yang dapat diterima dan dapat dimaknai oleh
penyimak.
b. Penerimaan alat peraga.
c. Perhatian dan penyelesaian.
d. Pemberian makna.
2. Fungsi comprehensive listening
Fungsinya berkonsentrasi pada pesan-pesan tang disampaikan selanjutnya kaitan antara
satu pesan dengan lainnya agar sampai pemahaman yang dikehendaki.
3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan menyimak komprehensif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.
Menurut ahli etnologi dan filogi, bahasa melayu termasuk Bahas Austronesi berasal
dari Kepulauan Riau (Sumatera). Mula-mula bahasa ini hanya dipercakapan terbatas oleh
penuturnya di Riau dan sekitarnya. Secara kebetulan, karena kepulauan ini terletak di jalur
perdagangan yang sangat ramai di Selat Malaka yang penduduknya sebagian besar bermata
pencaharian sebagai nelayan atau pedagang antar pelabuhan, apalagi bahasanya mudah
dipahami atau komunikatif.
Akhirnya bahasa ini tidak hanya digunakan oleh pedagang disekitar perairan
Malaka, tetapi juga diseluruh Nusantara. Tidak hanya sekedar sebagai alat komunikasi di
bidang ekonomi (Perdagangan), tetapi juga di bidang sosial (alat komunikasi) massa,
Politik (perjanjian antar kerajaan) dan sastra-budaya (penyebaran agama islam dan kristen.
Bagaimana bahasa melayu bisa di adopsi menjadi bahasa nasional, yaitu bahasa
Indonesia, di Negara RI ? Perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa nasional di NKRI
sejak lama telah menjadi pembicaraan luas. Oleh karena itu, para pemuda Indonesia dalam
kongresnya yang ke-2 bersatu pada tanggal 28 Oktober 1928 bertekat bulat untuk
menggalang persatuan dan kesatuan dengan Sumpah Pemuda Indonesia Raya. Kongres itu
menghasilkan keputusan : “ Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan,
Bahasa Indonesia “.
Sejak itulah bahasa melayu disepakti untuk diangkat sebagai bahasa persatuan,
bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Bahasa pemersatu rakyat Indonesia, yang
digunakan dalam kegiatan sehari-hari dan organisasi. Perkembangan bahasa melayu
menjadi bahasa indonesia itu sebenarnya secara perlahan-lahan, tapi terus-menerus.
Dengan kata lain, bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan tetapi pasti, berkembang dan
tumbuh terus.
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa melayu
Indonesia adalah :
1. Masa kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7 Bahasa Melayu telah di gunakan sebagai
Lingua Franca atau Bahasa Penghubung.
2. Masa kerajaan Malaka sekitar abad ke-15 Bahasa Melayu alat komunikasi sangat
penting. Sekitar tahun 1521, Antonio Figagafetta menyusun daftar kata Italy-melayu
yang pertama di buat di Tidore dan berisi kata-kata yang dijumpai di sana.
3. Masa Abdullah Bin Abdulkari Munsyi sekitar abad ke-19 fungsi Bahasa Melayu
sebagai sarana pengungkap nilai-nilai estetikian jelas.
4. Pada tahun 1901 diadakan pembuatan ejaan yang pertama kali oleh Prof.Ch.Van
Ophuysen di bantu Engku Nawawi dan Moh. Toib Sultan Ibrahim.
5. Tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan Commissiee Indland Che School en
Valkslektuur (komisi bacaan sekolah bumi putra dan rakyat) ini mempunyai andil besar
dalam menyebarkan serta mengembangkan bahasa melayu melalui bahan-bahan bacaan
yang diterbitkan untuk umum.
6. Tahun 1928 tepatnya tanggal 28 Oktober dalam sumpah pemuda bahasa melayu
diwisuda menjadi bahasa Nasional Bangsa Indonesia sekaligus namanya diganti
menjadi bahasa Indonesia.
7. Tahun 1933 terbit majalah Poed Jangga Baroe yang pertama kali pelopor pendiri
majalah ini ialah Sultan Takdir Alishahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane,
kegiatannya ingin dan berusaha memajukan bahasa Indonesia dalam segala bidang.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Status Relatif bahasa sebagai sistem lambang alat budaya, nilai pemakaian Bahasa
tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.
VARIASI BAHASA
A. Variasi Bahasa
Seabagai sebuah language sebuah bahasa mempunyai sistim dan subsistem yang
dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. namun, karena penutur bahasa tersebut,
meski berada pada masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang
homogeny, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak
seragam. Bahasa itu menjadi seragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau
kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak
homogeny, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat
beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa
itu. Keragaman ini akan semangkin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh
penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya bahasa
inggris yang digunakan oleh hampir seluruh dunia.
Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan
oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh penuturnya
yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan:
1. Variasi itu dilihat dari sebagai akibat dari adanya keragaman sosial penutur bahasa itu
dan keragaman fungsi bahasa itu, jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari
adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
2. Variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam
kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Kedua pandangan ini dapat saja diterima atau ditolak, yang jelas variasi bahasa
diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam
masyarakat sosial.
Namun Halliday membedakan variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan
pemakai (register). Chaser (2004:62) mengatakan bahwa variasi bahasa itu pertama-tama
kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunanya. Berdasarkan penutur berarti, siapa
yang mengunakan bahasa itu, dimana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya
didalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakan. Berdasarkan
penggunaanya berarti, bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan
alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.
Berikut ini akan dibicarakan variasi-variasi bahasa tersebut, dimulai dari segi
penutur ataupun dari segi penggunaannya :
1. Variasi Dari Segi Penutur
a. Variasi Bahasa Indiolek
Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang
mempunyai idiolek masing-masing idiolek ini berkenaan dengan “ Warna “ suara,
pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat dan sebagainya. Yang paling dominan
adalah warna suara, kita dapat mengenali seseorang yang kita kenal hanya dengan
mendengar suara tersebut. Idiolek melalui tulis pun juga bisa, tetapi disini
membedakannya agak sulit.
b. Variasi Bahasa Dialek
Dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya
relatife, yang berada disuatu tempat atau area tertentu. Umpamanya, bahasa jawa
dialek Bayumas, Pekalaongan, Surabaya, dan sebagainya. Bidang studi yang
mempelajari tentang variasi bahasa ini adalah dialektologi.
c. Variasi Bahasa Kronolek Atau Dialek Temporal
Kronolek atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh
komplek sosial pada masa tertentu. Sebagai contoh, variasi bahasa Indonesia pada
masa tahun tiga puluhan, lima puluhan, ataupun saat ini.
d. Variasi Bahasa Sosiolek
Sosiolek atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa yanag berkenaan dengan
status, golongan dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik variasi
inilah yang menyangkut masalah poribadi penuturnya, seperti usia, pendidikan,
keadaan sosial ekonomi, pekerjaan seks, dan sebagainya. Sehubungan dengan
variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial
para penuturnya disebut dengan prokem.
e. Variasi Bahasa Berdasarkan Usia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu bahasa yang digunakan berdasarkan
tingkat usia. Misalnya variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan variasi
remaja atau orang dewasa.
f. Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan
Variasi bahasa berdasarkan pendidikan, yaitu variasi bahasa yang terkait
dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya orang yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan
orang yang lulus sekolah tingkat atas. Demikian pula, orang lulus sekolah
menengah atas akan berbeda penggunaan variasi bahasa dengan mahasiswa atau
para sarjana.
g. Variasi bahasa berdasarkan Seks
Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa yang terkait dengan
jenis kelamin dalam hal ini pria atau wanita. Misalnya, Variasi bahasa yang
digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda denmgan variasi bahasa yang digunakan
oleh Bapak-bapak.
h. Variasi bahasa berdasarkan Profesi, Pekerjaan, atau Tugas Para Penutur
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang terkait
dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para pengguna bahasa tersebut.
Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh, guru, mubalik, dokter, dan lain
sebagainya tentu mempunyai perbedaan variasi bahasa.
i. Variasi bahasa berdasarkan Tingkat Kebangsawanan
Variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan adalah variasi bahasa
yang terkait dengan tingkat dan kedudukan (kebangsawanan atau raja-raja) dalam
masyarakatnya. Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh
raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosa kata, seperti
kata mati digunakan untuk masyarakat biasa, sedangkan Tingkat Ekonomi Para
Penuturnya.
j. Variasi bahasa berdasarkan Tingkat Ekonomi Para Penuturnya
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah variasi
bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat
kebangsawanan hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai warisan
sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya, Seseorang yang
mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang
berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah.
Berkaitan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat golongan, status dan kelas
sosial para penuturnya dikenal hanya variasi bahasa berdasarkan tingkat golongan, status,
dan kelas sosial para penuturnya dikenal adanya variasi bahasa akrolek, basilek, vulgal,
slang, vulokial, jargon, argoi, dan ken, adapun penjelasan tentang variasi bahasa tersebut
sebagai berikut :
1. Akrolek, adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari
variasi sosial lainnya.
2. Basilek, adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dipandang
rendah.
3. Vulgar, adalah variasi sosial yang cirinya tampak pada penilaian bahasa yang kurang
terpelajar atau kalangan yang tidak berpendidikan.
4. Slang, adalah variasi sosial yang bersifat kursus dan rahasia.
5. Kolokial, adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang
cenderung menyikat kata karena bukan merupakan bahasa tulis. Misalnya dok
(Dokter), prof (professor), let (letnan), dan lain-lainnya.
6. Jargon, adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial
tertentu, Misalnya para montir dengan istilah roda gila, didongkrak dan lain-lainnya.
7. Argon, adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh profesi tertentu dan
bersifat rahasia. Misalnya bahasa para pencuri dan tukang copet, kacamata artinya
polisi.
8. Ken, adalah variasi sosial yang bernada pemalas, dibuat merengek-rengek penuh
dengan kepura-puraan misalnya variasi bahasa para pengemis.
2. Variasi Dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pengunaanya, pemakaian atau fungsinya
disebut fungsiolek ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan
bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan
untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang sastra, jurnalistik, pertanian,
militer, pelayaran, pendidikkan dan sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian
ini yang paling tampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan
biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Misalnya bahasa dalam karya sastra biasanya menekan penggunaan kata dari
segi estetis sehingga dipilih dan digunakan kosakata yang tepat. Ragam bahasa
jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan
ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah, komunikatif, dan ringkas.
Sederhana karena harus dipahami dengan mudah, komunikatif karena jurnalis harus
menyampaikan berita sangat tepat dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam
media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya ragam bahas
yang dimaksud di atas, adalah ragam bahasa menunjukan perbedaan ditinjau dari segi
siapa yang menggunakan bahasa tersebut.
3. Variasi dari Segi Keformalan
Menurut Martin Joos, variasi bahasa dibagi menjadi lima macam gaya
(ragam), yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif),
ragam santai (casual), ragam akrab (intimate)
1. Gaya atau Ragam Beku (Frozen)
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan
dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Misalnya, dalam khotbah, undang-
undang, akte notaris, sumpah, dan sebagainya. Disebut ragam beku karena pola
dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, dan tidak boleh diubah.
2. Gaya atau Ragam Resmi (Formal)
Ragam Resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato
kenegaraan, rapat dinas, ceramah, buku pelajaran dan sebagainya.
3. Gaya atau Ragam Usaha (Konsultatif)
Ragam Usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan pembicaraan
biasa di sekolah, rapat-rapat, ataupun pembicaraan yang berorientasi kepada hasil
atau produksi. Wujud raga ini berada diantara ragam formal dan ragam informal
atau santai.
4. Gaya atau Ragam Santai (Casual)
Ragam Santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak
resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman pada waktu
beristirahat, berolahraga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam santai banyak
menggunakan bentuk allegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
5. Ragam atau Ragam Akrab (Intimite)
Ragam Akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para
penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau
teman karib. Ragam ini menggunakan bahasa yang tidak lengkap demgan
artikulasi yang tidak jelas.
4. Variasi Dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat juga dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.
Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan tulis atau juga ragam dalam
berbahasa dengan menggunakan saran atau alat tertentu, misalnya bertelepon atau
bertelegraf.
B. Penyebabnya Terjadinya Variasi Penggunaan Bahasa Dalam Lingkup Masyarakat
Indonesia.
1. Interferensi
Heterogenitas Indonesia dan disepakatinya bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional berimplikasi bahwa kewibawaan akan berkembang dalam masyarakat.
Perkembangan ini tentu menjadi masalah tersendiri yang perlu mendapat perhatian,
kewibahasaan, bahkan kemultibahasaan adalah suatu kecenderungan yang akan terus
berkembang sebagai akibat globalisasi. Disamping segi positifnya, situasi kebahasaan
seperti itu berdampak negative terhadap penguasaan Bahasa Indonesia. Bahasa daerah
masih menjadi proporsi utama dalam komunikasi resmi sehingga rasa cinta terhadap
bahasa indonesia harus terkalahkan oleh bahasa daerah.
Alwi, dkk.(eds.) (2003:9), menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari
bahasa jawa, misalnya dianggap pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya
unsur punggutan bahasa inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian
dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi.
Shaer (1994:66) memberikan batasan interfernsi terbawa masuknya unsur bahasa lain
ke dalam bahasa yang sedang digunakan sehingga tampak adanya penyimpangan
kaidah dari bahasa yang digunakan itu.
Selain bahasa daerah, bahasa asing (bahasa inggris) bagi sebagian kecil orang
Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Faktor yang menyebabkan timbulnya
sikap tersebut adalah pandangan sosial ekonomi dan bisnis. Penggunaan bahasa
inggris yang baik menjanjikan kedudukan dan taraf social ekonomi yang jauh lebih
baik daripada hanya menguasai bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang
sudah tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan budaya
Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona.
Misalnya, masyarakat lebih cenderung memilih “Pull” untuk “Dorong” dan “Push”
untuk “Tarik”, serta “Welcome” untuk “Selamat Datang”.
Sikap terhadap bahasa Indonesia yang kurang baik terhadap kemampuan
berbahasa Indonesia di berbagai kalangan, baik lapisan bawah, menenggah, dan atas,
bahkan kalangan intelektual. Akan tetapi, kurangnya kemampuan berbahasa
Indonesia pada golongan atas dan kelompok intelektual terletak pada sikap
meremehkan dan kurang menghargai serta tidak mempunyai rasa bangga terhadap
bahasa Indonesia.
2. Intergrasi
Selain interferensi, integrasi juga dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa
indinesia. Chaer (1994:67), meyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari
bahasa lain yang terbawa masuk sudah dianggap, diperlukan, dan dipakai sebagai
bagian dan bahasa yang menerima atau memasukinya. Proses intergrasi ini tentunya
disesuaikan, baik lafalnya, ejaanya, maupun tata bentuknya. Contoh kata yang
berintergrasi antara lain montir, riset, sopir, dongkrak.
3. Alih Kode dan Campur Kode
Alih Kode (code swiching) dan campur kode (code mixing) merupakan dua
buah masalah dalam masyarakat yang multilingual. Peristiwa campur kode dan alih
kode disebabkan karena penguasaan ragam formal bahasa Indonesia.
Alih Kode adalah beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau
ragam bahasa tertentu) kedalam kode yang lain (bahasa atau bahasa lain) (Chaer,
1994:67). Campur kode adalah dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan,
dan biasanya terjadi dalam situasi santai (Chaer,1994:69). Diantara ke dua gejala
bahasa itu baik alih kode maupun campur kode gejala yang sering merusak bahasa
Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam berbicara bahasa Indonesia
dicampurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah. Seabiknya juga bisa terjadi dalam
berbahasa daerah tercampur unsur-unsur bahasa Indonesia. Dalam kalangan orang
terpelajar seringkali bahasa Indonesia di campur dengan unsur-unsur bahasa inggris.
4. Bahasa Gaul
Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja
yang dikenal dengan bahasa gaul. Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam
penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan
bahasa tidak baik dan tidak benar.
Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai
bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada saat akhir tahun 1980-an. Pada
saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan atau anak jalanan
disebabkan kata prokem dalam pergaulan sebagai preman.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang
digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak
yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional,
bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Dewasa ini, bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia
menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek bahasa
Indonesia nonformal yang terutama digunakan disuatu daerah atau komunitas
tertentu. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah
Debby Sahertian menggumpulkan kosa kata yang digunakan dalam komunitas
tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama Kamus Bahasa Gaul pada tahun 1999.