Tugas Bahasa

52
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah hak cipta di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru, sebab hal ini sudah ada sejak awal abad ke 20 atau pada saat Indonesia masih di bawah kolonialisme Belanda. Sebelum negara kita memerdekakan diri dari Indonesia, kita menggunakan ketentuan hak cipta yang diatur dalam Auteurswet Staatsblad No. 600 Tahun 1912. Sesudah merdeka, Indonesia membuat undang- undangnya sendiri mengenai hak cipta karena Auteurswet dianggap sudah tidak bisa mengikuti perkembangan yang ada atau biasa disebut ‘ketinggalan zaman’. Oleh karena itu, Pemerintah bersama dengan DPR merumuskan UU No. 6 Tahun 1982. Lagi-lagi undang-undang ini tidak membuat para pelaku tindak kejahatan dalam hak cipta menjadi semakin takut, melainkan semakin banyak kasus- kasus pelanggaran yang mencuat di publik. Keadaan yang demikian tentunya membuat kerugian bagi banyak pihak. Untuk menyelamatkan negara dari keadaan seperti ini dan “menyelamatkan wajah negara kita di dalam pergaulan internasional, UU No. 6 Tahun 1982 kemudian diubah dengan UU No. 7

description

TUGAS

Transcript of Tugas Bahasa

32

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMasalah hak cipta di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru, sebab hal ini sudah ada sejak awal abad ke 20 atau pada saat Indonesia masih di bawah kolonialisme Belanda. Sebelum negara kita memerdekakan diri dari Indonesia, kita menggunakan ketentuan hak cipta yang diatur dalamAuteurswet Staatsblad No. 600 Tahun 1912.Sesudah merdeka, Indonesia membuat undang-undangnya sendiri mengenai hak cipta karena Auteurswet dianggap sudah tidak bisa mengikuti perkembangan yang ada atau biasa disebut ketinggalan zaman. Oleh karena itu, Pemerintah bersama dengan DPR merumuskan UU No. 6 Tahun 1982. Lagi-lagi undang-undang ini tidak membuat para pelaku tindak kejahatan dalam hak cipta menjadi semakin takut, melainkan semakin banyak kasus-kasus pelanggaran yang mencuat di publik. Keadaan yang demikian tentunya membuat kerugian bagi banyak pihak. Untuk menyelamatkan negara dari keadaan seperti ini dan menyelamatkanwajah negara kitadi dalam pergaulan internasional, UU No. 6 Tahun 1982 kemudian diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987 yang secara singkat disebut dengan UUHC.Perubahan yang mencolok dari UU No. 6 Tahun 1982 menjadi UU No. 7 Tahun 1987 adalah hukuman yang bisa dijatuhkan kepada para pelaku pembajakan. Hukum pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan secara bersamaan sesuai dengan UUHC. Kemudian dilakukan lagi perubahan dan tambahan pengaturan hak cipta yang dituangkan dalam UU No. 12 Tahun 1997 seiring dengan keikutsertaan Indonesia dalam WTO inklusif Persetujuan TRIPs.Karena semakin banyaknya karya seni dan budaya yang berkembang di Indonesia, maka diperlukanlah penggantian UU No. 12 Tahun 1997 dengan UUHC yang baru. UU No. 19 Tahun 2002 menggantikan UUHC sebelumnya karena dianggap perlu dan juga untuk mendukung iklim persaingan yang sehat dalam dunia karya cipta Indonesia serta berfungsi untuk melaksanakan pembangunan Indonesia. 1.2 RumusanMasalah Bagaimana cara penulisan catatan kaki yang benar pada tema pembuktian terjadinya pemajakan karya cipta lagu dan musik ?

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:1. Dapat mengetahui pengertian hak cipta dan hak cipta lagu dan musik 2. Dapat mengetahui hak eksklusif pemegang hak cipta lagu dan musik3. Dapat mengetahui bentuk-bentuk pembajakan karya cipta lagu dan musik4. Dapat mengetahui pembuktian terhadap terjadinya pembajakan5. Dapat berdiskusi mengenai tindakan pembajakan

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Hak Cipta dan Hak Cipta Lagu dan Musik 2.1.1 Pengertian Lagu dan Musik Apakah lagu dan musik? Samakah pengertian lagu dan musik? Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu cenderung digunakan untuk maksud yang sama. Kedua istilah itu sungguh tidak bisa dipisahkan. Secara etimologi bahwa lagu dan musik sebenarnya memiliki perbedaan arti. Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut. Di samping itu irama juga memberi corak tertentu kepada suatu lagu.10M enurut Ensiklopedia Indonesia sebuah lagu terdiri dari beberapa unsur, yaitu: melodi, lirik, aransemen, dan notasi. Melodi adalah suatu deretan nada yang, karena karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik. Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi. Aransemen adalah penataan terhadap melodi. Selanjutnya, notasi adalah penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka. Adapun pengertian musik menurut Ensiklopedia Indonesia adalah seni menyusun suara atau bunyi. Musik tidak bisa dibatasi dengan seni menyusun bunyi atau suara indah semata-mata. Suara atau bunyi sumbang (disonansi) telah lama digunakan, dan banyak komponis modern bereksperimen dengan suara atau bunyi semacam itu. Walaupun pengertian lagu dan musik berbeda,

10 Ensiklopedia Indonesia, buku 4, Penerbit PT. Ichtiar baru Van Hoeve, Jakarta, tanpa tahun penerbitan, hlm. 1940. tetapi kepustakaan hak cipta tampaknya tidak membedakannya. Di dalam kepustakaan hukum internasional, istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan lagu atau musik adalah musical work. Konvensi Bern menyebutkan salah satu work yang dilindungi adalah komposisi musik (music competitions) dengan atau tanpa kata-kata (with or without words). Tidak ada uraian yang tegas dalam Konvensi Bern tentang apa sesungguhnya musical work itu. Namun, dari ketentuan yang ada dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis ciptaan musik yang dilindungi hak cipta, yaitu musik dengan kata-kata dan musik tanpa kata-kata. Musik dengan kata-kata berarti adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen, dan notasi, sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur melodi, aransemen, dan notasi. Dalam Undang-Undang Hak Cipta (penjelasan Pasal 12 huruf d) terdapat rumusan pengertian lagu atau musik sebagai berikut: Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta.Dari penjelasannya itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa:1. lagu dan musik dianggap sama pengertiannya; 2. lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks; 3. lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh, jadi unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi, bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri.David Bainbridge (1999: 50) membuat pengertian yang sederhana tentang musical work dengan mengatakan: A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music, (dari pengertian ini tampak ada tiga unsur karya musik, yaitu musik, syair, dan penampilan musik). Suatu pengertian yang lebih luas disampaikan oleh David A. Weinstein (1987:19) dengan mengatakan:Musical works are generally deemed to be those which consist of combination of varying melody, harmony, rhythm, and timbre regardless of the material objects in which they are embodied. They can be manifested in terms of notation (musical notes on a staff with or without accompanying words) as found on sheet music and lead sheets. Or they can be manifested in other visually perceptible forms like player piano rolls, for instance. Further, they may expressed in formats you cannot see (e.g., sounds) when they are embodied in phonograph records, cassette tapes, or disk. Some musical works are expressed solely in terms of notation (e.g., a symphonic score) while others are expressed in terms of words integrally associated with notation (e.g., an opera or popular song). The fact that words compose part of musical work will not make any difference insofar as classification is conserned. The combination is still treated as a musical work. This one exception to the classification of works comprised of words as literary. However, when words are created independent of musical notationwith no intention at the time of creation to combine them with music (e.g, poetry), and subsequently they are so combined, the words will be classified as a literary work.

11 Dr. Otto Hasibuan, SH., MM., Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, 2007, PT. Alumni, Bandung, hlm. 141.Dari pengertian ini jelas sekali bahwa musik memiliki unsur yang sangat kompleks, yakni melody, harmony, rhythm, and timbre regardless, words (lyric), notation. Di samping itu, bahwa musik juga memiliki dimensi yang begitu luas, bukan saja untuk dinyayikan atau ditampilkan, melainkan juga disajikan dalam bentuk sheet music dan direkam dalam bentuk kaset dan disk.

No.KonteksIstilahPengertian

1. Etimologi (menurut Ensiklopedia Indonesia)

Lagu dan musik dibedakan

Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Musik adalah seni menyusun suara atau bunyi.

2.Pendapat Ahli (David Bainbridge)

Musical Work

A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music.

3.Konvensi Bern

Musical compositions with or without words.

Tidak diuraikan pengertiannya.

UUHCLagu atau musik dengan atau tanpa teksLagu atau musik diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakansatu kesatuan karya cipta.

2.1.2 Pengertian Hak Cipta Lagu dan Musik Di Indonesia istilah Hak Cipta sudah sejak lama dikenal, untuk pertama kalinya diusulkan oleh Moh. Syah, pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951. istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah Belanda Auteurs Recht.12Di dalam Universal Copy Right Convention Pasal V menyatakan, Hak Cipta meliputi hak tunggal si Pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.Istilah Hak Cipta atau droit dauteur adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau Penerima Hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.14Berbicara tentang Hak Cipta secara umum, akan dihadapkan pada sebuah pemikiran yang dapat dikatakan cukup rumit namun sekaligus menarik. Apalagi di era teknologi sekarang ini, aktifitas budaya tidak hanya berbentuk konvensional, namun telah merambah ke dunia maya yang dijadikan batas-batas wilayah Negara di dunia sudah terkesan tanpa pagar. Hal yang mempengaruhi dan menyebabkan disepakatinya sebuah perlindungan terhadap karya yang digolongkan dalam ruang lingkup Hak Cipta,.

12 Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982: Pandangan Seorang Awam, Djambatan, Jakarta, 1984, hlm. 3. 13 Ibid., hlm. 30. 14 Jurnal Hukum Bisnis, Julius Indra Dwipayono Singara: Hak Cipta Versus Teknologi Peer to Peer, Volume 24 No. 1 Tahun 2005, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2005, hlm. 74.sebenarnya berawal dari terciptanya alat-alat pengganda atau pengkopian seperti percetakan, mesin duplicating atau apa pun bentuknyaDari alat cetak tertua Guttenberg sampai alat yang tercanggih dalam bentuk digital. Sebelum alat-alat tersebut ada, orang tidak meributkan masalah hak Cipta karena semua karya yang dibuat selalu ditampilkan dan dibawakan secara eksklusif atau setidak-tidaknya karya tersebut tidak disebarkan dan tidak dieksploitir secara besar-besaran.15Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 berbunyi : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat 2 (dua) unsur penting yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tersebut, yaitu : 161. hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain; 2. hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan dan integritas ceritanya. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002).

15 Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, PT. Litera Antarnusa, Jakarta, 2004, hlm.4. 16 Rachmadi sman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT. Alumni Bandung, 2003, hlm. 58.Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Pengertian mengumumkan atau memperbanyak termasuk juga kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. Bertolak dari rumusan Pasal 1 tersebut, beberapa pengertian di dalam Hak Cipta antara lain : 1. Pencipta (Author) Pasal 1 angka 1 UUHC No. 19 Tahun 2002 menentukan bahwa, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi.Defenisi tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya yang digolongkan sebagai Pencipta adalah seorang yang melahirkan suatu Ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-hak sebagai Pencipta dan lebih ringkasnya disebut Hak Cipta. Mengetahui siapa yang merupakan Pencipta pertama suatu Ciptaan adalah sangat signifikan, karena :a. hak-hak yang dimiliki seorang Pencipta pertama sangat berbeda dengan hak-hak Pencipta dan hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta. b. masa berlakunya perlindungan hukum bagi Pencipta biasanya lebih lama dari orang yang bukan Pencipta pertama. c. pengidentifikasian Pencipta pertama secara benar, merupakan syarat bagi keabsahan pendaftaran Ciptaan (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002), walaupun pendaftaran tidak mutlak harus dilakukan. 2. Ciptaan (Work)Menurut Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan Ciptaan adalah hasil karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Menunjuk keaslian artinya bukan tiruan atau jiplakan dari Ciptaan orang lain. Ciptaan itu bersifat pribadi artinya berasal dari kemampuan intelektual yang menyatu/manunggal dengan diri Pencipta. Hal yang dilindungi Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 adalah Pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian Pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi Pencipta. 17 Berdasarkan bentuknya, Ciptaan diklasifikasikan sebagai berikut :a. Karya tulis berupa buku, program komputer, pamphlet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya. Menurut penjelasan perubahan ini hanya merupakan penataan ulang dari rumusan mengenai jenis-jenis Ciptaan yang termasuk dalam lingkup Hak Cipta telah dikelompokkannya sesuai dengan jenis dan sifat Ciptaannya. b. Karya lisan, berupa ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu yang diwujudkan dengan cara diucapkan. c. Karya alat peraga, berupa alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. d. Karya seni rupa, berupa lukisan, gambar ukiran, kaligrafi, pahatan, patung, seni terapan berupa kerajinan tangan. e. Karya seni musik, berupa lagu atau musik dengan atau tanpa teks termasuk karawitan dan rekaman suara. Jelas bahwa lagu dan musik juga dapat merupakan Ciptaan yang diberikan perlindungan Hak Cipta. f. Karya tampilan dan siaran, berupa drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim, pertunjukan, konser, film. g. Karya seni gambar, berupa fotografi, sinematografi, seni batik, peta, arsitektur.

17 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm, 131.h. juga dapat merupakan suatu Hak Cipta tersendiri dan dapat dipandang sebagai wajar jika memang diingat pada berapa besarnya usaha yang harus dilakukan untuk melakukan terjemahan secara tepat. 3. Pemegang Hak Cipta (Copyright Holder) Setiap Pencipta adalah pemilik Hak Cipta, kecuali jika diperjanjikan lain dalam hubungan kerja. Pemegang Hak Cipta adalah :a. Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta b. Penerima hak dari Pencipta, yaitu ahli waris atau penerima hibah atau penerima wasiat atau penerima hak berdasarkan perjanjian lisensi. c. Orang lain sebagai penerima lebih lanjut hak dari penerima Hak Cipta. Walaupun bukan Pencipta, Negara adalah pemegang Hak Cipta atas karya: a) Peninggalan sejarah, prasejarah, dan benda budaya nasional. b) Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama dipelihara dan dilindungi oleh Negara. Negara hanya pemegang hak cipta terhadap luar negeri. c) Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan.19Dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 diadakan perubahan untuk menegaskan status daripada Hak Cipta jika Pencipta karya tidak diketahui dan juga belum diterbitkan atau tidak terbit, seperti lazimnya Ciptaan itu diwujudkan. Sebagai contoh, dalam Penjelasan dinyatakan misalnya dalam hal karya musik, Ciptaan tersebut belum diterbitkan dalam bentuk buku atau direkam. Dalam hal ini, maka karya cipta bersangkutan dipegang oleh Negara untuk melindungi Hak Cipta bagi kepentingan Penciptanya. Sedangkan apabila karya tersebut berupa karya tulis dan telah diterbitkan, maka Hak Cipta dipegang oleh Penerbit. Penerbit juga dianggap pemegang Hak Cipta atau Ciptaan yang diterbitkan dengan menggunakan nama samaran penciptanya. Suatu Ciptaan yang diterbitkan dengan pseudoniem, dan tidak diketahui siapa Penciptanya kalau telah memakai nama samaran dari Penciptanya, maka Penerbit yang namanya tertera di dalam Ciptaan tersebut adalah Pencipta. 19 Ibid., hlm. 114.Hal ini tidak berlaku jika Pencipta dapat membuktikan bahwa Ciptaan tersebut adalah Ciptaannya. Dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan :Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. Perbedaan antara Pencipta dan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta merupakan seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002). Sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut (Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002). Dengan demikian, Pencipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.2.1.3 Pengaturan Hak Cipta Lagu dan Musik Walaupun seni musik atau lagu sudah sangat lama dikenal, khasanah perlindungan terhadap ciptaan lagu atau musik baru muncul belakangan. Para seniman musik, baik sebagai pencipta, pemusik, maupun penyanyi mungkin saja mendapat tempat yang terhormat di masyarakat sejak dahulu kala dan mendapat penghargaan baik secara moral maupun ekonomis dari penguasa. Meskipundemikian, tidak ada bukti autentik bahwa hak-hak pencipta lagu atau musik, pemusik, dan penyanyi telah mendapat perlindungan hukum sejak dahulu kala. Memang, pembicaraan tentang perlindungan hak cipta baru muncul ke permukaan sejak penemuan mesin cetak (moveable type) oleh Gutenberg pada tahun 1455 dan hal ini berkaitan dengan karya tulis. Kemudian, hukum hak cipta yang pertama melindungi hak pencipta baru lahir pada tahun 1709 (Statute of Anne, di Inggris), tetapi hak cipta yang dilindungi masih terbatas pada karya tulis. Penemuan mesin cetak, lahirnya hukum hak cipta yang pertama di Inggris, dan berbagai pemikiran yang berkembang tentang perlunya penghormatan terhadap hak milik telah mendorong para pencipta di berbagai bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan menuntut perlindungan atas haknya dari upaya peniruan atau penggandaan oleh orang lain. Di Inggris, perlindungan terhadap karya musik baru dimasukkan dalam undang-undang pada tahun 1883. jika dilihat Undang-Undang Hak Cipta Inggris yang terakhir (The 1956 Copyright Act), ciptaan yang dilindungi dibagi atas tiga kelompok, yaitu: a. Literary, dramatic and musical work, to which are often assimilated; b. Artistic works, and in a special section; c. Sound recording, cinematograph films and broadcasts. (Edward W. Ploman and L. Clark Hamilton, 1980: 91). Dalam pasal 2 ayat (1) Konvensi Bern (sesuai hasil revisi tahun 1971 di Paris atau yang sering disebut Paris Act 1971), disebutkan sebagai berikut:The expression literary and artistic works shall include every production in the literary, scientific and artistic domain, whatever may be the mode or form of its expression, such as books, pamphlets and other writings, lecturers, sermons and other works of the same nature, dramatic or a dramatico-musical works; choreographic works and entertainments in dumb show; musical compositions with or without words Kemudian, di dalam pasal 2 ayat (6) Konvensi Bern dikatakan bahwa: The works mentioned in this article shall enjoy protecyion in all countries of the Union. This protection shall operate for the benefit of author and his succerssors in title. Menurut Undang-Undang Hak Cipta, lagu dan musik dianggap sama pengertiannya. Lagu atau musik bias dengan teks dan bisa juga tanpa teks, lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh: unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri. Pengertian yang demikian ini sekilas tidak menimbulkan masalah, tetapi jika disimak lebih jauh akan menciptakan kerancuan, karena: Pertama, ada kalanya sebuah lagu menggunakan lirik yang berasal dari sebuah puisi, sementara puisi termasuk ciptaan karya sastra yang mendapat perlindungan tersendiri, baik dalam Konvensi Bern maupun Undang-Undang Hak Cipta. Kedua, aransemen musik adalah karya turunan yang menurut Konvensi Bern dilindungi sebagai ciptaan yang berdiri sendiri, setara dengan karya terjemahan. Anehnya, dalam Undang-Undang Hak Cipta diakui bahwa karyaterjemahan merupakan ciptaan yang dilindungi secara tersendiri, tetapi aransemen musik tidak. Ketiga, dalam Undang-Undang Hak Cipta diakui bahwa pemusik merupakan salah satu unsur dari pelaku yang merupakan pemegang hak terkait. Akan tetapi, tidak ada penjelasan apakah pemusik yang disebut pelaku itu adalah penata musik atau pemain musik, atau keduanya.20Hak cipta hanya melindungi ide yang sudah berwujud atau memiliki bentuk dan asli. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Cipta dijelaskan bahwa perlindungan hak cipta tidak diberikan pada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, dan keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca dan didengar. Jadi, jelas bahwa yang terkait dengan hak cipta adalah bentuk nyata karya intelektual, bukan pada ide yang melatarbelakanginya. Orang bernyanyi-nyanyi dengan nada dan syair sembarangan atau memainkan musik dengan nada-nada yang tidak jelas, kemudian tidak ada bentuknya yang nyata yang bisa dilihat atau didengar lagi, misalnya tidak ada rekaman suaranya yang bisa didengar dan tidak ada liriknya yang bisa dibaca, sehingga nyanyian dan musik semacam itu tidak termasuk dalam perlindungan hak cipta. Dalam keadaan sekarang ini, pada umumnya pencipta lagu membuat karya lagu adalah untuk dinyanyikan atau direkam.20 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, 2008, PT. Alumni, Bandung, hlm. 146. Sebelum karya diserahkan kepadaproduser rekaman suara, karya lagu atau musik tersebut sudah dalam bentuk yang bisa didengar (direkam dalam pita kaset) atau bisa dilihat (lirik dan notasinya dituliskan). Setelah itu lagu atau musik terwujud dalam bentuk rekaman pita kaset atau tertulis dalam bentuk lirik yang disertai notasi, pada saat itu sudah lahir hak cipta lagu atau musik. Jadi, lahirnya hak cipta lagu atau musik tidak harus dengan dinyanyikannya lagu dan direkam oleh produser rekaman suara atau didaftarkan ke Direktorat HKI. Menurut Penjelasan Pasal 35 ayat (4): Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, tetap dilindungi.2.2 Hak Eksklusif Pemegang Hak Cipta Lagu dan MusikDi dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta disebutkan bahwa: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian hak cipta yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta dapat diketahui bahwa hak cipta sebagai hak eksklusif. Keberadaan hak eksklusif melekat erat kepada pemiliknya atau pemegangnya yang merupakan kekuasaan pribadi atas ciptaan yang bersangkutan.Oleh karena itu tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak cipta kecuali atas izin pemegangnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwa untuk menciptakan suatu ciptaan bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Menciptakan suatu ciptaan diawali dengan mencari inspirasi terlebih dahulu kemudian menggunakan sebuah pemikiran untuk dapat mewujudkan ciptaan. Dengan latar belakang tersebut orang lain tidak boleh langsung meniru atau menjiplak suatu ciptaan karena setiap ciptaan selalu ada penciptanya. Kalau hendak meniru sebuah ciptaan maka harus permisi atau minta izin dulu kepada penciptanya. Munculnya hak eksklusif adalah setelah sebuah ciptaan diwujudkan dan sejak saat itu hak tersebut mulai dapat dilaksanakan. Dengan hak ekslusif seorang pencipta/pemegang hak cipta mempunyai hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya serta memberi izin kepada pihak lain untuk melakukan perbuatan tersebut. Sebuah ciptaan yang telah diwujudkan bentuknya oleh seorang pencipta yang sekaligus sebagai pemegang hak cipta dapat mengumumkan dengan cara seperti melakukan pameran atau pementasan sehingga diketahui oleh orang lain. Di lain pihak apabila pencipta/pemegang hak cipta mengetahui ciptaannya ditiru serta diperdagangkan oleh orang lain maka dia berhak untuk melarangnya dan bahkan berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Selain itu sebagai pihak korban berhak pula melaporkan kepada petugas yang berwenang agar pelanggaran hak cipta dapat diproses secara pidana. Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik); 2. mengimpor dan mengekspor ciptaan; 3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan); 4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum; 5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain. Begitu juga dengan musik atau lagu. Undang-Undang Hak Cipta jelas memberikan perlndungan terhadap lagu atau musik sebagai suatu ciptaan. Hal ini jelas terlihat di dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta. Tentunya, maksud perlindungan terhadap Ciptaan lagu atau musik adalah untuk melindungi hak-hak pencipta lagu, penyanyi, pemusik, dan pihak-pihak terkait lainnya yang telah mencurahkan tenaga, karsa, cipta, waktu dan biaya demi lahirnya ciptaan lagu atau musik tersebut. Undang-Undang Hak Cipta menegaskan bahwa Pencipta lagu memiliki hak cipta, yakni hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, penyanyi dan pemusik memiliki hak terkait, yaitu hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta: (1) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya. (2) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia. Pasal 1 angka 1 dan Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta mencantumkan hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu:1. Hak Ekonomi (Economic Rights) Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya yang terdiri dari hak untuk:a. Memproduksi karya dalam segala bentuk; b. Mengedarkan perbanyakan karya kepada publik; c. Menyewakan perbanyakan karya; d. Membuat terjemahan atau adaptasi; e. Mengumukan karya kepada publik. Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak eksklusif. Seorang pencipta/pemegang hak cipta melakukan perbanyakan ciptaan kemudian dijual di pasaran, maka ia memperoleh keuntungan materi dari perbanyakan ciptaan tersebut. Demikian pula dengan memberikan izin kepada pihak lain untuk memproduksi, memperbanyak, dan menjual hasil copy-an ciptaan adalahbukan semata-mata karena perbuatan memberi izin saja melainkan pencipta/pemegang hak cipta juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut. Hal ini memang wajar pencipta/pemegang hak cipta ikut serta mendapat bagian keuntungan, karena pihak yang diberi izin mendapatkan keuntungan dari penerimaan izin tersebut. Aplikasi dari hak ini adalah bahwa pencipta hendaknya mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan pengumuman atau perbanyakan ciptaannya. Demikian pula pelaku atau penyanyi dan pemusik mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan kegiatan perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Dalam rangka mewujudkan hak ekonomi Pencipta lagu, penyanyi, dan pemusik, sehubungan dengan hak mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan Ciptaan/rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya, Pasal 45 Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa:(1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; (2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; (3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi; (4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalahberdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Dari ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Hak Cipta tersebut, ada dua hal pokok berkaitan dengan pengalihan hak cipta maupun hak terkait dari pemilik hak kepada pihak lain, yaitu:a. Lisensi apabila orang lain hendak melakukan perbuatan perbanyakan dan pengumuman Ciptaan serta kegiatan perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan, harus mendapat lisensi dari Pencipta atau pemegang hak terkait; dan b. Royalti penerima lisensi wajib memberi royalti kepada Pencipta atau pemegang hak terkait.21Dalam sebuah karya cipta lagu atau musik, setelah sebuah karya lagu atau musik selesai dikerjakan, setidak-tidaknya ada melodi (dengan atau tanpa lirik) yang sudah final, orang yang menciptakan karya lagu atau tersebut secara otomatis memiliki hak cipta, baik hak moral maupun hak ekonomi. Mencakup apa saja hak ekonomi Pencipta lagu tidak spesifik diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Yang disebutkan dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah hak ekonomi Pencipta pada umumnya. Menurut berbagai sumber kepustakaan, terminologi yang digunakan untuk berbagai hak ekonomi yang dimiliki Pencipta lagu adalah sebagai berikut:2.3 Bentuk-Bentuk Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik Pembajakan hak cipta merupakan suatu pelanggaran. Berdasarkan rumusan Pasal 72 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, maka unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:1. barangsiapa; 2. dengan sengaja; 3. tanpa hak; 4. mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual; 5. hak cipta dan hak terkait.

21 Ibid., hlm. 168.Jika kita menggunakan rumusan hak eksklusif Pencipta sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dan penjelasannya, perbuatan-perbuatan yang tergolong pelanggaran hak ekonomi Pencipta lagu adalah, antara lain: 1. Perbuatan tanpa izin mengumumkan Ciptaan lagu: a. Menyanyikan dan mempertunjukkan lagu di depan umum (seperti dalam konser, pesta-pesta, bar, kafe dan pertunjukan musik hidup lainnya); b. Memperdengarkan lagu kepada umum (memutar rekaman lagu yang ditujukan untuk umum, misalnya di diskotek, karaoke, taman hiburan, kantor-kantor, mal, plaza, stasiun angkutan umum, alat angkutan umum, dan lain-lain); c. Menyiarkan lagu kepada umum (radio dan televisi yang menyiarkan acara pertunjukan musik/lagu atau menyiarkan rekaman lagu); d. Mengedarkan lagu kepada umum (mengedarkan lagu yang sudah direkam dalam kaset, CD, dan lain-lain atau mengedarkan syair dan notasi lagu yang dicetak/diterbitkan atau mengedarkan syair dan notasi lagu yang dicetak/diterbitkan atau mengedarkan melalui internet, mengedarkan bagian lagu sebagai nada dering telepon, dan sebagainya); e. Menyebarkan lagu kepada umum (sama dengan mengedarkan); dan f. Menjual lagu (sifatnya sama dengan mengedarkan, tetapi lebih ditekankan untuk memperoleh pembayaran dari orang yang mendapatkan lagu tersebut). 2. Perbuatan tanpa izin memperbanyak Ciptaan lagu: a. Merekam lagu (dengan maksud untuk direproduksi);b. Menggandakan atau mereproduksi lagu secara mekanik atau secara tertulis/cetak (misalnya memperbanyak kaset atau CD lagu atau mencetak dalam jumlah banyak lagu secara tertulis atau yang berupa syair dan notasi); c. Mengadaptasi atau mengalihwujudkan lagu (misalnya dari lagu pop menjadi lagu dangdut); d. Mengaransemen lagu (membuat aransemen lagu); e. Menerjemahkan lagu (menerjemahkan syair lagu dari bahasa tertentu ke bahasa lainnya).

Berkaitan dengan hak penyanyi dan pemusik sebagai pelaku, yang tergolong perbuatan yang melanggar hak ekonomi mereka berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, adalah perbuatan tanpa izin: 1. membuat rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan; 2. memperbanyak rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan; 3. menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan. Berkaitan dengan pelanggaran hak ekonomi Pencipta lagu, selama ini pelanggaran yang paling banyak mendapat sorotan adalah pembajakan (pembajakan). Pembajakan dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, pembajakan sederhana, dimana suatu rekaman asli dibuat duplikatnya untuk diperdagangkan tanpa seizin produser atau pemegang hak yang sah. Rekaman hasil bajakan dikemas sedemikian rupa, sehingga berbeda dengan kemasan rekaman aslinya.Kedua, rekaman yang dibuat duplikatnya, kemudian dikemas sedapat mungkin mirip dengan aslinya, tanpa izin dari pemegang hak ciptanya. Logo dan merek ditiru untuk mengelabui masyarakat, agar mereka percaya bahwa yang dibeli itu adalah hasil produksi yang asli. Ketiga, penggandaan perekaman pertunjukan artis-artis tertentu tanpa ijin dari artis tersebut atau dari komposer atau tanpa persetujuan dari produser rekaman yang mengikat artis bersangkutan dalam suatu Perjanjian Kontrak. Ketiga bentuk reproduksi tersebut di atas pada umumnya ditemukan dalam bentuk kaset atau compact, walaupun ada kalanya dalam bentuk disc.

22 Mertokusumo, Sudikno. Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia Sejak 1942, Cetakan II. 1983. Yogyakarta: Penerbit LibertySelanjutnya akibat kemajuan teknologi internet, bagi sebagian besar kalangan, kehadiran teknologi internet berupa teknologi MP3 (Moving Picture Experts Group Layer 3) dan situs seperti Napster sangat mencemaskan. Perkembangan teknologi internet merupakan ancaman bagi industri rekaman. Artis musik maupun pelaku bisnis industri rekaman musik dunia menyadari bahwa fenomena napster tidak sesederhana seperti yang diperkirakan, merupakan pembajakan rekaman musik yang rumit tetapi canggih. Ini merupakan kejahatan pada dunia maya (cyber crime).

Di Amerika Serikat dan dalam industri musik internasional, perbanyakan suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun pada bagian-bagian tertentu, dengan menggunakan bahan-bahan yang sama atau tidak sama tersebut dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:1. CounterfeitCounterfeit merupakan pembajakan atas karya rekaman yang dilakukan dengan menggandakan langsung sebuah album yang sedang laris, kemasannya direproduksi sebagaimana aslinya. Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan menggandakan ulang suatu album rekaman, meniru persis bentuk album tersebut mulai dari susunan lagu, ilustrasi cover, sampai ke bentuk kemasan album. Dalam industri musik nasional, counterfeit lebih dikenal sebagai album rekaman aspal (asli tapi palsu).2. Piracy Piracy merupakan bentuk pembajakan karya rekaman yang dilakukan dengan menggunakan berbagai lagu dari yang sedang populer, dikenal dengan istilah seleksi atau ketikan. Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan cara memproduksi album rekaman berupa kompilasi dari berbagai album rekaman yang diminati masyarakat, dibuat di pita yang berkualitas dan dijual dengan harga tinggi.23Pirate juga merupakan duplikasi yang ilegal terhadap produk yang telah direkam terlebih dahulu. Produk album rekaman ada yang dikemas dengan baik seperti layaknya album rekaman resmi, ada pula yang dikemas secara sederhana, biasanya diedarkan melalui toko-toko kecil atau kaki-kaki lima dan dikenal dengan istilah ketikan. Bentuk pelanggaran ini menjadi momok bagi industri musik, karena dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus.Pembajakan (piracy) terhadap hak kekayaan industri dan intelektual bukan merupakan fenomena yang baru. Pembajakan sudah terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang. Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, tidak menggunakan istilah bajakan, yang berasal dari terjemahan piracy, namun istilah ini tertera pada Konsiderans Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1987 dan Penjelasan Umum dari Undang-Undang hak Cipta tersebut. Pembajakan bukan merupakan sinonim dari peniruan yang illegal. Tidak semua peniruan (copying) adalah pembajakan dan tidak semua penyalinan disalahkan atau dihukum. Individu tidak dapat eksis di masyarakat tanpa melakukan peniruan terhadap pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang diperoleh melalui berbagai upaya, ide dan kebijaksanaan dari yang lainnya. Ini merupakan bagian dari proses belajar Fashion dan selera (taste) dikembangkan melalui peniruan terhadap gaya baru dan trend. Pembajakan (piracy) dan pemalsuan (counterfeiting) adalah terminologi yang dapat saling dipertukarkan. Pembajakan mempunyai arti yang lebih luas, mencakup semua bentuk penjiplakan atau peniruan yang tidak sah terhadap karya orang lain, terhadap ide atau keterampilan dan kerja. Sedangkan pemalsuan (counterfeiting) mempunyai arti yang lebih sempit, yaitu suatu penyalinan atau peniruan yang disengaja yang diarahkan agar publik itu percaya bahwa peniruan atau pemalsuan itu adalah sesuatu yang benar.

23 Biar Tegak Semua Hak, Vista No. 109, 15 Pebruari 1991, hlm. 58. 3. Boot Legging Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan merekam langsung (direct dubbing) pada saat berlangsungnya pementasan karya musical di panggung (live show). Selanjutnya, hasil rekaman tersebut diedarkan sebagai album khusus Live Show dari artis pementas tersebut. Bentuk pembajakan seperti di atas sudah terjadi di Indonesia, ketika Rhoma Irama mengadakan konser di Taman Mini, lagu-lagunya dibajak secara langsung oleh pembajak. Hasil bajakan bootleg yang dilakukan di luar negeri sering diedarkan secara ilegal di Indonesia. Sejak tahun 1960an, perbuatan piracy, counterfeiting dan bootlegging yang dilakukan terhadap suara rekaman terus menjadi masalah dan mendapat perhatian pada industri musik. Beberapa pengamat merasa khawatir bahwa penyalahgunaan hak cipta jenis-jenis ini dapat membangkrutkan perusahaan-perusahaan rekaman yagn menjalankan usahanya secara sah.24Salah satu dampak negatif dari kemajuan teknologi di bidang elektronika ialah tersedianya alat rekam gambar seperti audio dan video, yang dapat merekam lagu dan film karya orang lain tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. Tujuannya ialah untuk memperoleh keuntungan tanpa membayar pajak dan royalti, sehingga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak cipta. Pelanggaran dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak dan mengumumkan ciptaan orang lain, sebagian atau keseluruhan tanpa izin ini bertentangan dengan undang-undang hak cipta. Seperti yang kita ketahui bahwa hak cipta dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Berdasarkan Pasal 24 juncto Pasal 55

24 Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, 2003, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Jakarta, hlm. 106.2.4 Pembuktian Terhadap Terjadinya PembajakanPembajakan atau plagiarisme hak cipta khususnya terhadap hak cipta lagu dan musik menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan Indonesia pernah dikecam dunia internasional karena lemahnya perlindungan terhadap perlindungan hak cipta atas rekaman musik dan lagu. Selain itu Negara juga dirugikan sebesar 1,8 trilyun rupiah per tahun akibat pembajakan tersebut.25 Pembajakan terhadap lagu dan musik ini bukan hanya terhadap lagu dan musik yang diciptakan oleh orang Indonesia asli, tetapi juga meliputi lagu dan musik yang diciptakan oleh orang luar negeri. Memang secara yuridis tidak ada kewajiban mendaftarkan setiap ciptaan kepada Kantor Hak Cipta, karena hak cipta tidak diperoleh berdasarkan pendaftaran, namun hak cipta terjadi dan dimiliki penciptanya secara otomatis ketika ide itu selesai diekspresikan dalam bentuk suatu karya atau ciptaan yang berwujud. Seandainya suatu ciptaan didaftar pada Kantor Hak Cipta, hal itu merupakan anggapan bahwa pendaftar dianggap sebagai penciptanya kecuali ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya bahwa ia sebagai pencipta atau pemegang hak cipta. Seperti kita ketahui diatas, pembajakan merupakan tindakan pengeksploitasian karya cipta lagu dan musik yang dilakukan secara ilegal oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan ekonomis untuk dirinya sendiri. Proses pembajakan dilakukan dengan melanggar peraturan yang sudah ada atau prosedur resmi dalam proses penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen. Karena itu, untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi pembajakan terhadap suatu karya cipta lagu maka kita harus mengetahui proses penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen melalui cara yang legal.

25 http://www.antaranews.com/view/?i=1141901161&c=NAS&s= Akibat Pembajakan Musik, Negara Rugi Rp1,8 Triliun per Tahun Kamis, 9 Maret 2006 17:46 WIB

1. Penciptaan Lagu Sebuah lagu bisa saja tercipta berawal dari unsur melodi yang dibuat oleh seorang musikus, lalu olehnya atau dengan bantuan orang lain dibuatlah liriknya yang sesuai. Ada kalanya juga seorang musikus menulis terlebih dahulu syair atau kata-kata, kemudian membuat melodinya. Dalam hal terkahir ini, sering seorang musikus membuat lagu (melodi) berdasarkan sajak atau puisi yang sudah ada dan ditulis oleh orang lain. Setelah melampaui beberapa waktu, Pencipta lagu kemudian merekam lagu (dinyanyikan dengan iringan musik, gitar, piano, atau keyboard) dalam pita kaset. Sangat mungkin kalau Pencipta lagu berkali-kali mengganti kaset rekamannya sampai diyakini oleh Penciptanya sudah optimal. Sesudah Pencipta lagu mencipta lagu dan direkam dalam pita kaset dengan atau tanpa iringan musik pada saat itu sudah lahir sebuah Ciptaan lagu dan secara otomatis muncul hak cipta atas lagu yang mendapat perlindungan hukum hak cipta. Hal ini sesuai dengan asas hak cipta yang disebut dengan asas perlindungan otomatis (automatical protection). Sejak sebuah karya cipta diwujudkan dalam suatu bentuk Ciptaan, secara otomatis karya tersebut akan memiliki perlindungan hak cipta tanpa didasarkan pada pendaftaran Ciptaan, asalkan karya cipta itu bersifat asli dan bukan tiruan.

2. Perekaman Lagu Kecuali kalau Pencipta lagu sekaligus sebagai pemilik perusahaan rekaman, Pencipta lagu biasanya mendatangi produser rekaman suara dan menawarkan lagunya untuk direkam. Kadang-kadang, produser rekaman suara yang meminta atau memesan lagu pada Pencipta dan sering disertai dengan pembayaran di muka. Di beberapa Negara lain, dikenal lembaga yang disebut dengan penerbit musik (publisher of music) yang berperan mempromosikan lagu-lagu untuk direkam. Lembaga inilah yang mendatangi produser rekaman suara dan menawarkan lagu-lagu baru untuk direkam. Di Indonesia memang dikenal penerbit musik, tetapi perannya bukan mempromosikan lagu-lagu baru, melainkan mengelola lagu-lagu yang sudah pernah direkam, alias lagu lama. Kalau ada produser yang hendak merekam ulang lagu lama, dia cukup berurusan dengan penerbit musik, tidak harus ke Pencipta lagu sepanjang lagu lama itu termasuk lagu yang dikelola oleh penerbit musik. Kalau produser rekaman tertarik atas lagu yang ditawarkan oleh Pencipta lagu kepadanya, dia akan menerima lagu tersebut untuk direkam dan mengadakan perjanjian dengan Pencipta lagu. Bentuk surat perjanjian antara Pencipta lagu dengan produser rekaman biasanya dibedakan berdasarkan cara pembayaran honorarium Pencipta lagu, yamg terbagi antara lain:a. Flat pay sempurna atau jual putus Dalam hal ini Pencipta menerima honorarium sekali saja. Selanjutnya, produser rekaman yang berhak atas pengeksploitasian lagu. b. Flat pay terbatas atau bersyaratDalam hal ini Pencipta pun menerima honorarium sekali saja. Akan tetapi, hak produser untuk mengeksploitasi lagu dibatasi, misalnya pemakaian lagu hanya untuk satu kali atau dua kali saja. Setelah itu, si Pencipta lagu akan kembali mendapatkan hak untuk mengeksploitasi lagu ciptaannya. c. Royalti Dalam hal ini, pembayaran honorarium Pencipta lagu didasarkan atas jumlah phonogram yang terjual dengan terlebih dahulu ditentukan berapa jumlah uang atau berapa persen yang menjadi hak Pencipta dari setiap keping phonogram yang terjual. d. Semi royaltiBentuk ini merupakan gabungan antara cara pembayaran flat pay dan royalti. Jadi, Pencipta lagu menerima uang muka dan royalti. Mengenai pembayaran royalti, ada yang dihitung sejak phonogram yang pertama beredar. Akan tetapi, pada umumnya pembayaran royalti dihitung setelah phonogram terjual sejumlah tertentu, yang dianggap sudah mencapai target Break Event Point (BEP). Penentuan BEP yaitu seluruh biaya produksi dan uang muka ditutupi. Biasanya perkiraan BEP ini telah ditentukan sejak awal dalam perjanjian, misalnya apabila angka penjualan phonogram melamapui sekitar 30.000 keping. Setelah ada kesepakatan antara Pencipta lagu dengan produser rekaman, dimana produser menerima hak untuk merekam lagu secara mekanik (menchanical right), produser akan mencari penyanyi untuk menyanyikan lagu, penata musik untuk menata musik, dan pemain musik untuk lagu tersebut. Sama seperti Pencipta lagu, penyanyi dan pemusik pun membuat kesepakatan atau perjanjian dengan produser rekaman tentang cara pembayaran honorariumnya. Secara praktik, perjanjian antara penyanyi dan produser rekaman dalam pembayaran honorarium memiliki persamaan dengan perjanjian antara Pencipta lagu dengan produser rekaman suara. Artinya, pembayaran honorarium penyanyi juga ada yang menggunakan sistem flat pay sempurna, flat pay terbatas, royalti, dan semi royalti. Namun pada umumnya pembayaran honorarium di Indonesia menggunakan sisitem semi royalti. Adapun bentuk perjanjian antara pemusik dengan produser rekaman pada umumnya menggunakan sistem flat pay sempurna. Agak berbeda dengan Pencipta lagu dan penyanyi, biasanya kesepakatan antara pemusik dengan produser rekaman suara tidak dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, tetapi hanya secara lisan yang disertai bukti pembayaran honorarium dalam bentuk kuitansi. Setelah semua tahapan proses rekaman selesai, hasilnya disimpan pada kaset yang merupakan master rekaman. Pada master rekaman melekat hak produser rekaman yang disebut dengan hak rekaman suara. Hak ini adalah hak khusus yang hanya dimiliki produser rekaman dan masuk ke dalam kelompok hak terkait. Pelanggaran terhadap hak ini juga merupakan salah satu bentuk pembajakan, dimana si pembajak merekam baik secara langsung maupun tidak langsung hasil rekaman yang seharusnya hanya menjadi hak produser rekaman.3. Perbanyakan dan Distribusi Lagu Penggandaan rekaman lagu dalam bentuk kaset, CD, VCD, atau DVD ada kalanya dilakukan sendiri oleh produser rekaman suara dan dia pun bertindak sebagai distributor. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa setelah produser rekaman suara memperbanyak lagu, dia menyerahkan kepada pihak lain sebagai distributor. Dalam kaitan ini terdapat berbagai macam bentuk perjanjian antara produser rekaman suara dan distributor rekaman lagu, antara lain: a. Jual beli putus

Dalam hal ini produser yang menggandakan rekaman lagu dalam bentuk kaset atau CD, kemudian kaset atau CD tersebut dijual (putus) kepada distributor dan selanjutnya distributor memasarkannya di wilayah yang menjadi wewenangnya. b. KonsinyasiSistem ini sering disebut sebagai titip jual, produk rekaman suara yang diperbanyak produser diberikan kepada distributor untuk dijual atau dipasarkan. Dari setiap produk rekaman suara yang terjual, distributor mendapat komisi atau potongan harga. Kalau produk tidak laku, produk rekaman tersebut dikembalikan kepada produser. c. Jual beli label Dalam sistem ini, produser mencetak sejumlah label untuk produk rekaman suara (kaset atau CD), menjual label itu kepada distributor, dan sekaligus meminjamkan master lagu (master rekaman suara) kepada distributor untuk diperbanyak sesuai dengan jumlah label yang dibeli oleh distributor dari produser. Dalam sistem ini, produser dan distributor bekerja sama menggandakan produk rekaman suara, sementara distributor bertanggung jawab untuk memasarkannya. Keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Setelah produk rekaman suara diperbanyak dalam bentuk kaset, CD atau VCD dan berada di tangan distributor, selanjutnya, produk rekaman suara tersebut didistribusikan ke para agen penjualan, dari agen penjualan diteruskan ke pengecer atau toko-toko penjualan, dan kemudian dari pengecer sampailah kepada masyarakat atau konsumen. Dari uraian di atas tampak bahwa produksi rekaman lagu hingga pendistribusiannya sampai ke konsumen melampaui proses yang panjang dan berliku-liku. Untuk memproduksi sebuah rekaman lagu sampai pendistribusiannya ke konsumen, produsen pun harus mengeluarkan berbagai macam biaya, antara lain pembelian material kaset, CD, atau VCD, sewa studio, honor atau royalti Pencipta lagu, honor atau royalti penyanyi, honor penyanyi, honor penata musik, honor pemain musik, honor operator musik, honor penata vocal, honor backing vocal, dan potongan harga kepada distributor, agen penjualan sampai pada pengecer, serta yang paling penting adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Berdasarkan perhitungan segala pengeluaran biaya inilah kemudian ditentukan harga jual kaset, CD, atau VCD yang perlu ditanggung konsumen. Kalau kemudian banyak anggota masyarakat mengeluhkan mahalnya harga kaset atau CD atau VCD lagu, hal ini sebenarnya terjadi karena dibandingkan dengan harga kaset, CD, atau VCD bajakan. Harga produk bajakan bisa menjadi jauh lebih murah dibanding harga produk orisinal disebabkan para pembajak tidak membayar berbagai biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi produk rekaman suara seperti biaya produksi, pajak, biaya promosi, honorarium atau royalti Pencipta lagu dan artis penyanyi, honorarium penata musik, pemain musik, pembantu vokal, dan biaya-biaya lainnya.

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanKesimpulan dari makalah ini yaitu tindakan plagiatisme atau pembajakan merupakan pelanggaran terhadap hak cipta seseorang atau kelompok. Pembajakan atau plagiarisme hak cipta khususnya terhadap hak cipta lagu dan musik menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan Indonesia pernah dikecam dunia internasional karena lemahnya perlindungan terhadap perlindungan hak cipta atas rekaman musik dan lagu. Selain itu Negara juga dirugikan sebesar 1,8 trilyun rupiah per tahun akibat pembajakan tersebut. Pembajakan terhadap lagu dan musik ini bukan hanya terhadap lagu dan musik yang diciptakan oleh orang. Proses pembajakan dilakukan dengan melanggar peraturan yang sudah ada atau prosedur resmi dalam proses penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen. Karena itu, untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi pembajakan terhadap suatu karya cipta lagu maka kita harus mengetahui proses penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen melalui cara yang legal. Karena semakin banyaknya karya seni dan budaya yang berkembang di Indonesia, maka diperlukanlah penggantian UU No. 12 Tahun 1997 dengan UUHC yang baru. UU No. 19 Tahun 2002 menggantikan UUHC sebelumnya karena dianggap perlu dan juga untuk mendukung iklim persaingan yang sehat dalam dunia karya cipta Indonesia serta berfungsi untuk melaksanakan pembangunan Indonesia. 3.2. SARANSaran yang penulis untuk pembaca yaitu untuk menjaga keaslian dari hak cipta seseorang atau mengurangi terjadinya plagiatisme pada hasil karya orang lain. Jika mengambil sumber data atau file musik video sebaiknya mencantumkan sumber sehingga sebagai referensi dan menjadikan video ataupun musik rekaman hanya sebagai referensi sebelum membeli kaset atau VCD yang asli. Hargai hasil karya anak negeri dan stop plagiatisme/pembajakan. DAFTAR PUSTAKASumber BukuAudah,Husain. 2004. Hak Cipta dan Karya Cipta Musik. Jakarta: PT. Litera Antarnusa.Damian,Eddy. 2002. Hukum Hak Cipta. Bandung: Penerbit Alumni.Gautama,Sudargo. 1997. Rizawanto Winata, Pembaharuan Undang-Undang hak Cipta. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.Hasibuan,Otto. 2008. Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung: PT. Alumni.Rosidi, Ajip. 1984. Undang-Undang Hak Cipta 1982: Pandangan Seorang Awam. Jakarta: Djambatan.Sman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: PT. Alumni.Sudikno , Mertokusumo. 1983. Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia Sejak 1942, Cetakan II. Yogyakarta: Penerbit Liberty.Tanu , Hendra, Atmadja. 2003. Hak Cipta Musik atau Lagu. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Sumber JurnalIndra, Julius Dwipayono Singara. 2005. Hak Cipta Versus Teknologi Peer to Peer.Jurnal hukum bisnis. Volume 24 No. 1 Tahun 2005. Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum BisnisEnsiklopedia Indonesia buku 4. Van Hoeve. tanpa tahun penerbitan. Jakarta: Penerbit PT. Ichtiar baru.Biar Tegak Semua Hak.Vista No. 109, 15 Pebruari 1991.Sumber Internethttp://www.antaranews.com/view/?i=1141901161&c=NAS&s= Akibat Pembajakan Musik, Negara Rugi Rp1,8 Triliun per Tahun . diakses Selasa, 18 November 2013.http://www.ebooke.co.id/view/use-respiratory/%capterII=pembajakan-karya-seni-pdf. diakses, Selasa, 18 november 2013.