Post on 30-Jun-2015
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Hama dan penyakit merupakan kendala utama yang dihadapi oleh petani
sayuran. Serangan hama dan penyakit dapat menyerang berbagai organ tanaman baik
pada daerah perakaran, batang, pangkal dan ujung batang, ranting, daun, buah, umbi
ataupun ubi. Selain ada yang bersifat lokal, beberapa penyakit seperti penyakit karena
virus dapat menimbulkan masalah sistemik. Serangan hama dan penyakit seringkali
menimbulkan kerugian besar apabila terjadi ledakan hama ataupun epidemic penyakit
bila lingkungan mendukung.
Dalam suatu pertanaman, terdapat beberapa Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) yang menyerang. Agar pengendalian yang dilakukan dapat efektif dan tepat
sasaran, maka jenis-jenis OPT yang ada perlu didiagnosis dan diidentifikasi sehingga
dapat diketahui sifat penyerangan, siklus hidup, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan populasi atau perkembangan penyakit yang diakibatkannya.
Dengan demikian nantinya dapat ditentukan cara pengendalian yang tepat sasaran.
Dalam mengidentifikasi OPT, kita dapat mengaambil beberapa sampel (agar
lebih mewakili maka pengambilan sampel dapat dilakukan dengan berbagai tipe dan
model, misalnya pengambilan sampel per barisan, diagonal, tipe acak dan lain-lain).
Untuk menentukan strategi pengendalian yang tepat dan juga mengantisipasi terjadinya
epidemic penyakit maka, perlu dilakukan pengamatan terhadap intensitas penyakit pada
suatu lahan. Lalu membawa sampel untuk diamati lebih lanjut di laboratorium (guna
memastikan jenis OPT yang menyerang tanaman tersebut. Misalnya dengan melakukan
pengamatan dengan mikroskop dan melakukan isolasi untuk penyakit).
2. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan pengamatan yang dilakukan di daerah Pasir Wangi
kabupaten Garut adalah sebagai berikut :
a. Mendiagnosis berbagai hama dan penyakit yang ada pada lahan pertanian yang
diamati berdasarga genjala dan tanda.
b. Menentukan sampling dan mengamati intensitas penyakit dan populasi hama
yang dominan.
c. Dari gejala dan tanda yang diperoleh, dapat dilakukan identifikasi lebih lanjut
dengan mengamati gejala dan tanda dengan mikroskop dan mengisolasinya.
d. Setelah melakukan isolasi, dapat ditentukan jenis pathogen tersebut secara pasti,
dilihat dari cici dan karakteristik khas. Kemudian mencocokkan dengan dugaan
awal
e. Menentuan strategi pengendalian hama dan penyakit tanaman yang sesuai
dengan agroekosistem yang ada.
1. Analisa Agroekosistem Lahan Pertanaman Kentang di Lahan yang Diamati
Dalam analisa ini, kami melakukan analisa lokasi, analisa vegetasi dan
deskripsi lahan pada pertanaman kentang. Dengan analisa lokasi dan lingkungan di
lahan lokasi kita dapat mengetahui kondisi lahan tersebut misalnya ketinggian,
lahan tersebut termasuk bukit, lembah, dataran tinggi atau dataran rendah dan suhu
pada lahan tersebut. Lalu dengan analisa vegetasi, kita dapat mengetahui sejarah
lahan, pertanaman pada lahan yang kita amati termasuk lahan monokultur atau
tumpang sari, areal per tanaman, keberadaan jenis tanaman lain yang ada di sekitar
pertanaman kentang tersebut, keberadaan tanaman liar di pertanaman tersebut,
karakteristik tanah di pertanaman tersebut, pelakuan budidaya seperti pemupukan
dan pengendalian hama dan penyakit. Analisis ekosistem pada pertanaman kentang
yang berlokasi di Pasir Wangi kabupaten Garut adalah sebagai berikut :
- Analisis Lokasi
Pengamatan ini dilaksanakan di daerah perbukitan Pasir Wangi yang
berada pada ketinggian 1200 m dpl dan memiliki suhu berkisar antara 19-230C.
Kelembaban di daerah tersebut cukup tinggi dan penyinaran matahari pada siang
hari juga cukup terik. Tanah yang digunakan untuk pertanaman kentang
memiliki karakteristik berstruktur remah, gembur, mengandung bahan organic
dan memiliki drainase yang cukup baik. Saat pengamatan berada pada musim
penghujan sehingga petani tidak perlu lagi untuk member suplai air tambahan
pada pertanaman tersebut.
- Analisa Vegetasi dan Deskripsi lahan
Pada lahan yang diamati terdapat tanaman kentang yang ditumpang sari
dengan tanaman kacang merah. Namun tumpang sarih tersebut tidak dilakukan
diseluruh areal pertanaman. Menurut sumber yang kami dapat, perlakuan
pertanaman secara tumpang sari dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan lahan
yang ada. Namun, tanaman utama dari tumpang sari tersebut adalah tanaman
kentang.
Sedangkan sejarah lahannya, pada lahan tersebut terjadi pergiliran
tanaman atau rotasi tanaman kentang dengan kubis. Namun terkadang sehabis
tanaman kentang dipanen lahan tersebut dibera atau didiamkan selama beberapa
hari dengan tujuan mematikan organisme pengganggu tanaman yang bertahan di
dalam tanah. Jarak tanam pertanaman kentang pada areal tersebut sekitar ± 25 x
25 cm dan jarak antara bedeng yang satu dengan bedeng yang lainnya berkisar ±
70 – 75 cm. Pertanaman tersebut diberi mulsa perak di setiap bedengannya.
Mulsa perak tersebut dapat mempertahankan suhu tinggi pada tanah dan
memantulkan cahaya matahari ke sekitar pertanaman yang berguna untuk
mengendalikan beberapa hama seperti trips dan tungau. Luas pertanaman
kentang teesebut ± 250 tumbak ( 1 tumbak = 14 m2). Lahan disekitar pertanaman
kentang adalah lahan kubis dan lahan kentang.
Di areal lahan tersebut juga terdapat beberapa macam gulma namun
keberadaannya di luar mulsa. Gulma yang ada di sana salah satunya adalah
Ageratum conyzoides L. Gulma di tempat terbuka sampai tegak terlindung pada
semua ketinggian. Merupakan tanaman semusim yang penyebarannya cukup
luas (tropis dan subtropics), gulma ini dapat mengeluarkan allelopati, merupakan
gulma berdaun lebar yang tumbuh di lahan-lahan pertanian. Sebelum dilakukan
penanaman lahan diolah terlebih dahulu. Pemberian pupuk dilakukan sebelum
penanaman (apabila menggunakan mulsa), pupuk yang diberikan adalah pupuk
kandang, pupuk kimia (NPK, SP36). Namun apabila tidak menggunakan mulsa,
pemupukan dilakukan dua kali, pemupukan pertama dilakukan sebelum tanam
dan pemupukan yang kedua dilakukan pada usia tanaman ± 35 hari. Penggunaan
pestisida kimia dilakukan secara rutin dengan jeda waktu 2 sampai 3 hari hal ini
bertujuan agar pertanaman kentang tersebut terbebas dari hama dan penyakit.
Bibit yang digunakan berupa ubi kentang yang diperoleh dari Pangalengan
namun terkadang petani pun menggunakan bibit hasil panen sebelumnya,
biasanya bibit yang terpilih adalah ubi-ubi kentang yang kecil.
Budidaya kentang
1. Klasifikasi Kentang (Solanum tuberosum L. )
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Solanaceae
Species : Solanum tuberosum
Dari tanaman ini dikenal pula spesies-spesies lain yang merupakan spesies liar,
di antaranya Solanum andigenum L, Solanum anglgenum L, Solanum demissum L dan
lain-lain. Varitas kentang yang banyak ditanam di Indonesia adalah kentang kuning
varitas Granola, Atlantis, Cipanas dan Segunung .
2. Syarat Pertumbuhan
2.1. Iklim
Daerah dengan curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun sangat sesuai untuk
membudidayakan kentang. Daerah yang sering mengalami angin kencang tidak cocok
untuk budidaya kentang.
Lama penyinaran yang diperlukan tanaman kentang untuk kegiatan fotosintesis
adalah 9-10 jam/hari. Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan masa
perkembangan umbi.
Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 18-21 derajat C. Pertumbuhan umbi
akan terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10 derajat C dan lebih dari 30 derajat
C.Kelembaban yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%. Kelembaban yang
terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman. mudah terserang hama dan penyakit,
terutama yang disebabkan oleh cendawan.
2.2. Media Tanam
Secara fisik, tanah yang baik untuk bercocok tanaman kentang adalah yang
berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan
memiliki lapisan olah yang dalam. Sifat fisik tanah yang baik akan menjamin
ketersediaan oksigen di dalam tanah.
Tanah yang memiliki sifat ini adalah tanah Andosol yang terbentuk di
pegunungan-pegunungan. Keadaan pH tanah yang sesuai untuk tanaman kentang
bervariasi antara 5,0-7,0, tergantung varietasnya. Untuk produksi yang baik pH yang
rendah tidak cocok ditanami kentang. Pengapuran mutlak diberikan pada tanah yang
memiliki nilai pH sekitar 7.
2.3. Ketinggian Tempat
Daerah yang cocok untuk menanam kentang adalah dataran tinggi/daerah
pegunungan, dengan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl. Ketinggian idealnya berkisar
antara 1000-1300 m dpl. Beberapa varitas kentang dapat ditanam di dataran menengah
(300-700 m dpl).
2.4. Pembibitan
Umbi
Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram. Pilih umbi yang
cukup tua antara 150 180 hari, umur tergantung varietas, tidak cacat, umbi baik, varitas
unggul.
Umbi disimpan di dalam rak/peti di gudang dengan sirkulasi udara yang baik
(kelembaban 80-95%). Lama penyimpanan 6-7 bulan pada suhu rendah dan 5-6 bulan
pada suhu 25 derajat C. Pilih umbi dengan ukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas.
Gunakan umbi yang akan digunakan sebagai bibit hanya sampai generasi keempat saja.
Setelah bertunas sekitar 2 cm, umbi siap ditanam.
Bila bibit diusahakan dengan membeli, (usahakan bibit yang kita beli
bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat
dilakukan tanpa dan dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4
potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi yang dibelah harus
direndam dulu di dalam larutan Dithane M-45 selama 5-10 menit. Walaupun
pembelahan menghemat bibit, tetapi bibit yang dibelah menghasilkan umbi yang lebih
sedikit daripada yang tidak dibelah. Hal tersebut harus diperhitungkan secara ekonomis.
Stek Batang dan stek tunas
Cara ini tidak biasa dilakukan karena lebih rumit dan memakan waktu lebih
lama. Bahan tanaman yang akan diambil stek batang/tunasnya harus ditanam di dalam
pot. Pengambilan stek baru dapat dilakukan jika tanaman telah berumur 1-1,5 bulan
dengan tinggi 25-30 cm. Stek disemaikan di persemaian. Apabila bibit menggunakan
hasil stek batang atau tunas daun, ambil dari tanaman yang sehat dan baik
pertumbuhannya.
2.5. Pengolahan Media Tanam
Lahan dibajak sedalam 30-40 cm sampai gembur benar supaya perkembangan
akar dan pembesaran umbi berlangsung optimal. Kemudian tanah dibiarkan selama 2
minggu sebelum dibuat bedengan.
Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah Barat-Timur
agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan berbukit arah
bedengan dibuat tegak lurus kimiringan tanah untuk mencegah erosi. Lebar bedengan
70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan jarak antar
bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas
kentang yang ditanam. Di sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air
sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
2.6. Teknik Penanaman
Pemupukan Dasar
a) Pupuk dasar organik berupa kotoran ayam 10 ton/ha, kotoran kambing sebanyak 15
ton/ha atau kotoran sapi 20 ton/ha diberikan pada permukaan bedengan kurang lebih
seminggu sebelum tanam, dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang
tanam.
b) Pupuk anorganik berupa SP-36=400kg/ha.
2.7 Cara Penanaman
Bibit yang diperlukan jika memakai jarak tanam 70 x 30 cm adalah 1.300-1.700
kg/ha dengan anggapan umbi bibit berbobot sekitar 30-45 gram. Jarak tanaman
tergantung varietas. Dimanat dan LCB 80 x 40 sedangkan varietas lain 70 x 30 cm.
Waktu tanam yang tepat adalah diakhir musim hujan pada bulan April-Juni, jika lahan
memiliki irigasi yang baik/sumber air kentang dapat ditanam dimusim kemarau. Jangan
menanam dimusim hujan.
Penanaman dilakukan dipagi/sore hari. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman
8-10 cm. Bibit dimasukkan ke lubang tanam, ditimbun dengan tanah dan tekan tanah di
sekitar umbi. Bibit akan tumbuh sekitar 10-14 hst. Mulsa jerami perlu dihamparkan di
bedengan jika kentang ditanam di dataran medium.
2.8 Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman
Untuk mengganti tanaman yang kurang baik, maka dilakukan penyulaman.
Penyulaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. Bibit sulaman
merupakan bibit cadangan yang telah disiapkan bersamaan dengan bibit produksi.
Penyulaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang mati/kurang baik
tumbuhnya dan ganti dengan tanaman baru pada lubang yang sama.
Penyiangan
Lakukan penyiangan secara kontinyu dan sebaiknya dilakukan 2-3 hari
sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan. Jadi penyiangan
dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman. Penyiangan harus dilakukan pada
fase kritis yaitu vegetatif awal dan pembentukan umbi.
Pemangkasan Bunga
Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah
terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara untuk
pembentukan umbi dan pembungaan.
Pemupukan
Selain pupuk organik, maka pemberian pupuk anorganik juga sangat penting
untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk yang biasa diberikan Urea dengan dosis 330 kg/ha,
TSP dengan dosis 400 kg/ha sedangkan KCl 200 kg/ha. Secara keseluruhan pemberian
pupuk organik dan anorganik adalah sebagai berikut:
Pupuk kandang : saat tanam 15.000-20.000 kg.
Pupuk anorganik : Urea/ZA 21 hari setelah tanam 165/350 kg dan 45 hari setelah
tanam 165/365 kg, SP-36 saat tanam 400 kg, KCl 21 hari setelah tanam 100 kg dan 45
hari setelah tanam 100 kg, Pupuk cair 7-10 hari sekali dengan dosis sesuai anjuran.
Pupuk anorganik diberikan ke dalamlubang pada jarak 10 cm dari batang tanaman
kentang.
Pengairan
Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air. Pengairan harus
dilakukan secara rutin tetapi tidak berlebihan. Pemberian air yang cukup membantu
menstabilkan kelembaban tanah sebagai pelarut pupuk. Selang waktu 7 hari sekali
secara rutin sudah cukup untuk tanaman kentang. Pengairan dilakukan dengan cara
disiram dengan gembor/embrat/dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar
15-20 menit).
2.9 panen
Ciri dan Umur Panen
Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung
varietas tanaman. Pada varietas kentang genjah, umur panennya 90-120 hari; varietas
medium 120-150 hari; dan varietas dalam 150-180 hari.
Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen apabila daunnya telah
berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang
tanaman telah berwarna kekuningan dan agak mengering. Selain itu tanaman yang siap
panen kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas
bila digosok dengan jari.
Cara Panen
Waktu memanen sangat dianjurkan dilakukan pada waktu sore hari/pagi hari dan
dilakukan pada saat hari cerah. Cara memanen yang baik adalah sebagai berikut:
cangkul tanah disekitar umbi kemudian angkat umbi dengan hati hati dengan
menggunakan garpu tanah. Setelah itu kumpulkan umbi ditempat yang teduh. Hindari
kerusakan mekanis waktu panen.
Prakiraan Produksi
a) Granola/Atlantis: produksi 35-40 ton/ha.
b) Red Pontiac: produksi 15 ton/ha.
c) Desiree: produksi 18 ton/ha.
d) DTO: produksi 20 ton/ha.
e) Klon no. 17: produksi 30-40 ton/ha.
f) Klon no. 08: produksi 25-30 ton/ha.
2.10 Pascapanen
Penyortiran dan Pengolongan
Umbi yang baik dan sehat dipisahkan dengan umbi yang cacat dan terkena penyakit.
Kegiatan ini akan mencegah penularan penyakit kepada umbi yang sehat. Kentang di
sortir berdasarkan ukuran umbi (tergantung varitas).
Penyimpanan
Simpan umbi kentang dalam rak-rak yang tersusun rapi, sebaiknya ruangan tempat
penyimpanan dibersihkan dan disterilisasi dahulu agar terbebas dari bakteri. Simpan di
tempat yang tertutup dan berventilasi.
Pengemasan dan Pengangkutan
Alat pengemas harus bersih dan terbuat dari bahan yang ringan. Pengemas harus
berventilasi dan di bagian dasar dan tepi diberi bahan yang mengurangi benturan selama
pengangkutan.
Pembersihan
Petani konvensional hampir tidak pernah membersihkan umbi. Untuk memasarkan
kentang di pasar swalayan/ke luar negeri, kentang harus dibersihkan terlebih dulu.
Bersihkan umbi dari segala kotoran yang menempel dengan lap. Lakukan perlahan-
lahan jangan sampai menimbulkan lecet-lecet. Selain itu umbi dapat dibersihkan dengan
cara dicuci di air mengalir yang tidak terlalu deras kemudian dikeringanginkan. Umbi
yang bersih akan memperpanjang keawetan umbi selain itu juga akan menarik
konsumen.
2. OPT pada Kentang
A. Phytopthora sp
Taksonomi :
Domain : Eukaryota
Kingdom : Chromalveolata
Phylum : Heterokontophyta
Class : Oomycetes
Ordo : Peronosporales
Famili : Pythiaceae
Genus : Phytophthora
Species : Phytophthora infestan
Penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang oleh jamur patogen
Phytophthora infestans sejak lama menjadi masalah bagi para petani kentang dan
penyakit ini merupakan penyakit yang paling serius di antara penyakit dan hama
yang menyerang tanaman kentang di Indonesia (Katayama & Teramoto, 1997).
Diduga penyakit ini berasal dari Pengunungan Andes dan menyebar ke Amerika
Serikat dan Eropa. Pada tahun 1845-1860 penyakit ini menyebabkan timbulnya
bahaya kelaparan di Irlandia. Karena pada ssaat itu kentang merupakan bahan
makanan pokok di Irlandia, di sana terjadi kelangkaan kentang yang sangat berat.
Satu juta penduduk mati kelaparan ; ini kurang lebih seperdelapan dari jumlah
penduduk pada waktu itu. Satu setengah juta lainnya terpaksa merantau ke luar
negeri, dan sebagian besar dari mereka menjadi emigran ke Amerika. Dewasa ini
diketahui bahwa penyakit ini terdapat di semua daerah penanaman kentang
Indonesia di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan.
Penyakit ini tergolong sangat penting karena kemampuannya yang tinggi
merusak jaringan tanaman. Serangan patogen dapat menurunkan produksi kentang
hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat (Rukmana,
1997). Sampai saat ini kapang patogen penyebab penyakit busuk daun dan umbi
kentang tersebut masih merupakan masalah krusial dan belum ada varietas kentang
yang benar-benar tahan terhadap penyakit tersebut (Cholil, 1991).
Morfologi
Ciri yang khas yang dimiliki patogen ini adalah miselium interseluler,
miselliumnya yang tidak bersekat, mempunyi banyak haustorium. Konidiofor
keluar dari mulut kulit berkumpul 1-5 dengan percabangan simpodial, mempunyai
bengkakan-bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah peer dengan ukuran
22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Warna misellium putih, jika tua mungkin
agak coklat kekuning – kuningan; kebanyakan sporangium berwarna kehitam –
hitaman. Konidium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa atau
benang baru. Hifanya berkembang sempurna. Atau secara tidak langsung
membentuk spora kembara, konidium juga dapat disebut sebagai sporangium atau
zoosporangium. Jamur dapat membentuk oospora meskipun agak jarang.
Phytophthora infestans memproduksi spora aseksual yang disebut sporangia. Ini
adalah sporangia hyalin, berbentuk seperti jeruk nipis, panjang 20-40 m.
Phytopthora memiliki sporangium yang berbentuk bulat telur. (Anonim,2005).
Phytophthora infestans
Fisiologi
Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual. Cara ini
dilakukan tanpa penggabungan sel kelamin betina dan sel kelamin jantan, tetapi
dengan pembentukan spora yaitu zoospora yang terdiri dari masa protoplasma yang
mempunyai bulu – bulu halus yang bisa bergetar dan disebut cilia, tetapi dapat juga
berkembangbiak secara seksual dengan oospora, yaitu penggabugan dari gamet
betina besar dan pasif dengan gamet jantan kecil tapi aktif.
Daur Hidup Phytopthora
Daur hidup dimulai saat sporangium terbawa oleh angin. Jika jatuh pada
setetes air pada tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan spora
kembara (zoospora), yang seterusnya membentuk pembuluh kecambah yang
mengadakan infeksi (Rumahlewang, 2008). Ini terjadi ketika berada dalam kondisi
basah dan dingin yang disebut dengan perkecambahan tidak langsung. Spora ini
akan berenang sampai menemukan tempat inangnya. Ketika keadaan lebih panas,
P. infestan akan menginfeksi tanaman dengan perkecambahan langsung, yaitu germ
tube yang terbentuk dari sporangium akan menembus jaringan inang yang akan
membiarkan parasit tersebut untuk memperoleh nutrient dari tubuh inangnya. Jamur
dapat mempertahankan diri dari musim ke musim dalam ubi-ubi yang sakit. Kalau
ubi yang sakit ditanam jamur dapat naik ke tunas muda yang baru saja tumbuh dan
membentuk banyak konidium atau sporangium di tunas muda. Demikian ubi-ubi
sakit yang dibuang, dalam keadaan yang cocok dapat bertunas dan menyebabkan
konidium. Karena jamur dapat membentuk oospora, maka mungkin jamur dapat
mempertahankan diri dalam bentuk oospora
Oospora sangat jarang dibentuk, bahkan di Indonesia belum pernah
ditemukan (Rumahlewang, 2008), karena jamur ini bersifat heterotalik, artinya
perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora hanya terjadi apabila
terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat P. infestans yang mempunyai
mating type (tipe perkawinan) berbeda (Purwanti, 2002). Inti sel antheridium dan
oogonium akan saling melebur (karyogami) ketika antheridium memasuki
oogonium. Mereka akan membentuk oospore diploid, yang mana akan berkembang
menjadi sporangium dan daur hidup secara aseksual akan terulang (Benrud, 2007).
Berbagai macam kondisi untuk pembentukan oospora telah dianalisis. Di bawah
suatu kontrol, oospora diproduksi pada daun kentang pada temperature antara 50-
250C (Govers, F.,dkk., 2007) dan kelembaban yang mendekati 100% kelembaban
relatif, Phytophthora menghasilkan jumlah sporangia yang berlimpah pada
permukaan daun (Anonim1, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
Pembentukan dan perkecambahan sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan
suhu, terutama kelembaban. Pada udara kering konidium dapat mati dalam waktu1-
2 jam, sendangkan pada kelembaban 50-80% konidium mati dalam waktu 3-6 jam.
Pada suhu 10-250C kalau ada air konidium membentuk spora kembara dalam waktu
½ - 2 jam, dan spora kembara ini akan membentuk pembuluh kecambah dalam
waktu 2-2,5 jam.
Perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18-200C.
Pada suhu 300C perkembangan bercak akan terhambat. Oleh karena itu pada
kentang daratan rendah (kurang dari 500 m dpl) tidak merupakan masalah.
Tahap Patogenesis :
- Inokulum : zoospore atau oospora
- Penetrasi : melalalui lubang alami, luka atau secara langsung
- Infeksi : pathogen mengeluarkan toksin yang dapat mematikan
jaringan tanaman dan memiliki haustorium untuk
menyerap nutrisi yang ada pada tanaman
- Invasi : penyerangan pathogen ini dengan interseluler. Yaitu
melalui
antar dinding sel pada tanaman
- Sporulasi : sporulasi pathogen ini terjadi di dalam sel tanaman yang
terinfeksi.
- Fisiologis yang terganggu : fotosintesis, respirasi, dan transpirasi
Gejala Serangan
Gejala awal busuk batang kentang ditandai dengan perubahan warna hijau
kecoklatan (bercak) pada tangkai, anak daun dan batang. Pada stadium selanjutnya
bercak tersebut akan meluas dan berubah menjadi kehitaman yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan jaringan. Dalam keadaan yang parah, rusaknya jaringan
batang akan menyebabkan batang membusuk yang membuat transportasi unsur
hara dari akar ke daun dan sebaliknya menjadi terhambat sehingga pertumbuhan
vegetatif tanaman menjadi tidak normal bahkan bisa menimbulkan kematian. Kalau
suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, berrcak-bercak tadi akan
meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca demikian
berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atas tanah akan mati. Dalam cuaca
yang kering jumlah bercak terbatas, secara mengering dan tidak meluas. Seperti
halnya busuk batang, Serangan Phytophthora Infestan pada daun kentang, daun-
daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotis pada tepi dan ujungnya. Gelaja
awalnya tampak berupa bercak-bercak hijau kelabu pada permukaan bawah daun,
kemudian berubah menjadi coklat tua. Semula serangannya hanya terjadi pada
daun-daun bawah, lambat laun merambat ke atas dan menjarah daun-daun yang
lebih muda. Bila serangan menghebat, daun yang kering akan mengeriting dan
mengerut, tetapi bila keadaan udara tetap basah maka daun akan membusuk dan
sering mengeluarkan bau yang tidak enak. Bila udara panas dan kelembaban tinggi
perkembangan penyakit sangat cepat. Seluruh daun akan menghitam, layu dan
menjalar ke seluruh batang. Dalam keadaan lembab, pada sisi bagian bawah daun
akan kelihatan cendawan kelabu, yang terdiri dari conidiophores dengan
konidianya. Akibatnya akan semakin parah, jaringan Daun akan segera membusuk
dan tanaman mati.
Gejala ini cepat sekali menjalar ke seluruh areal kentang dan membinasakan
tanaman, terlebih lagi bila musim hujan tiba. Percikan air akan mengantar spora
cendawan ganas ini kemana-mana. Keganasan cendawan ini ternyata tidak hanya
menimpa daun, umbi pun dimangsanya pula. Kulit umbi yang terserang melekuk
dan agak berair. Bila umbi dibelah, daging umbi berwarna cokelat dan busuk.
Praktis umbi tidak laku dijual (Anonim, 2001).
Gejala serangan dari penyakit Phytophthora Infestan
Penyebaran penyakit
Penularan penyakit oleh jamur Phytophthora ini tidak terlepas dari bantuan
angin dan media lain yang bisa membawa sporanya dari tempat satu ke tempat lain.
Apabila spora yang terbawa angin tersebut jatuh pada setetes air pada bagian daun,
maka sporangium akan mengeluarkan spora kembarnya yang dapat berenang
kemudian membentuk bulu kecambah untuk mengadakan infeksi. Terdapat dugaan
kuat mengungkapkan bahwa jamur mempertahankan diri pada inang yang terdapat
pada daerah pertanaman kentang dan tomat.
Siklus penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans)
B. Alternaria solani
Klasifikasi Patogen
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Sub Divisi : Pezizomycotina
Class : Dothideomycetes
Order : Pleosporales
Genus : Alternaria
Spesies : Alternaria solani
Penyebab penyakit
Bercak kering disebabkan oleh jamur Alternaria solani. Miselium
berwarna cokelat muda, konidiofor tegak, bersekat, dengan ukuran 50-90 x
8-9 µm. Konidium berbentuk gada terbalik, cokelat,berukuran 145 – 370 x
16-18 µm, mempunyai sekat melintang 5-10 buah, dan 1atau lebih sekat
membujur. Konidium mempunyai paruh (beak) pada ujungnya, paruh
bersekat. Panjang paruh lebih kurang separo dari panjang konidium atau
lebih.
Konidium Alternaria
Gejala
Pada umumnya gejala baru tampak setelah tanaman berumur lebih
dari enam minggu. Mula-mula pada daun-daun yang sudah dewasa terjadi
bercak-bercak kecil yang agak bulat, berbatas jelas, tersebar tidak teratur,
berwarna cokelat tua. Bercak meluas dengan lambat. Kelak bercak bercak
juga terdapat pada daun-daun yang agak muda. Bercak yang telah meluas
berwarna cokelat tua., kering dan mudah dibedakan dari bercak yang
disebabkan oleh penyakit-penyakit lain karena mempunyai cincin-cincin
yang sepusat (konsentris, target board spot). Umbi dapatjuga terserang dan
mempunyai bercak yang berwarna gelap, kering, berkerut, keras, dan agak
mengendap.
Daur Penyakit
Jamur dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan
pada tumbuhan-tumbuhan lain. miselium dapat hidup pada daun-daun sakit
selama satu tahun atau lebih, sedang konidium tetap hidup selama 17 bulan
pada suhu kamar. Tumbuhan lain yang dapat menjadi tumbuhan inangnya
adalah tomat, terung, ranti, ( Terung hitam, Solanum ningrum L ), dan
kecubung (Datura stramonium L ).
Dalam biakan murni jamur membentuk konidium dengan suhu
optimum 26,1 o C, suhu maksimum 34,5 o C, dan suhu minimum 1,5 o C.
Setelah disimpan dalam suhu kamar selama 17 bulan, konidium masih
mempunyai gaya tumbuh lebih kurang 10 %. Padda daun yang kering jamur
dapat bertahan sampai 12-18 bulan. Pembentukan konidium pada umumnya
dimulai bila bercak mempunyai garis tengah lebih kurang 3mm. Konidium
banyak dibentuk pada waktu terdapat banyak embun dan hujan. Konidium
yang dibentuk mudah lepas dan terutama dipencarkan oleh angin. Mungkin
kumbang-kumbang pemakan daun juga dapat membantu pemencaran jamur.
Tahap Patogenesis
- Inokulum : berupa konidia, yang disebarkan oleh percikan air hujan,
angin, atau terbawa serangga.
- Penetrasi : melalui lubang alami (stomata), lentisel (apabila di buah,
rantai, tangkai)
- Infeksi : patogen mengeluarkan toxin (alternarin).
- Sporulasi : terjadi pada tanaman yang terinfeksi
- Bertahan : apabila tidak ada tanaman inang patogen dapat bertahan
di sisa tanaman sakit. Patogen bersifat saprofit fakultatif (kadang
sebagai saprofit)
- Proses fisiologis : fotosintesis, respirasi, tramspirasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Alternaria solani
Penyakit bercak kering umum dijumpai pada pertanaman kentang
terutama di daerah yang mempunyai iklim kering. Penyakit lebih banyak
terdapat pda kentang di tanah yang agak rendah. Pertanaman yang kurang
subur cenderung lebih rentan terhadap penyakit. Daun – daun tua terinfeksi
lebih dahulu, diikuti oleh daun-daun muda yang telah mencapai umur
fisiologi tertentu. Tanaman cenderung menjadi lebih rentan setelah
membentuk ubi.
C. Busuk kering Fusarium ( Fusarium spp )
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Subkingdom : Dikarya
Fillum : Ascomycota
Sub Fillum : Pezizomycotina
Kelas : Sordariomycetes
Order : Hypocreales
Family : Nectriaceae
Genus : Fusarium
Spessies : Fusarium spp
Penyebab penyakit
Patogen penyebab layu Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui
benih atau bibit yang terkontaminasi atau pencangkokan tanaman yang
terinfeksi. Sekali menginfeksi, jamur ini akan bertahan selama bertahun-tahun
pada tanah. Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium, didukung
oleh suhu tanah yang hangat (260C atau 800 F) dan kelembapan tanah yang
rendah, sedangkan Penyakit layu Verticillium terbentuk pada kondisi tanah
yang relatif dingin ( 12-230C atau 55-750F).
Penyakit disebabkan oleh beberapa jenis fusarium. Yang paling
banyak terdapat adalah fusarium caeruleum. Spesies ini mempunyai konidium
berbentuk sabit, yang umumnya bersekat 3, berukuran 30-40 x 4,4-5,5 µm,
membentuk massa yang berwarna putih, oker atau merah jambu.
Gejala penyakit
Pada umbi yang disimpan permulaaan serangan fusarium tampak dengan
terbentuknya bercak-bercak berlekuk dan berwarna tua, yang makin lama
makin meluas. Pada permukaannya terdapat miselium berbentuk bantal-
bantal yang berwarna putih sampai berwarna merah jambu dan membentuk
banyak konidium. Bagian ubi yang sakit menjadi kering, berkerut, dan
keras. Sehingga sukar dipotong dengan pisau. Bagian dalam ubi yang sakit
berubah menjadi massa bertepung yang kering. Kila infeksi jamur fusarium
diikuti oleh jasad-jasad sekunder, misalnya bakteri, umbi dapat menjadi
busuk basah.
Daur Penyakit
Tahap Inokulum
Inokulum : berupa konidia, yang disebarkan oleh percikan air hujan, angin,
atau terbawa serangga.
Penetrasi : melalui lubang alami (stomata), lentisel (apabila di buah, rantai,
tangkai)
Infeksi : patogen mengeluarkan toxin (alternarin).
Sporulasi : terjadi pada tanaman yang terinfeksi
Bertahan : apabila tidak ada tanaman inang patogen dapat bertahan di sisa
tanaman sakit. Patogen bersifat saprofit fakultatif (kadang sebagai saprofit)
Proses fisiologis : fotosintesis, respirasi, transpirasi.
Penyebab penyakit ini umumnya Terdapat dalam tanah yang ditanami
kentang. Infeksi terjadi melalui luka-luka yang terdapat pada kulit kentang,
misalnya luka-luka yang terjadi secara mekanis selama panenan dan sortasi,
karena serangga, nematoda, jamur, dan juga luka-luka karena terbakar
matahari. Tetapi jamur fusarium juga dapat mengadakan infeksi pada umbi
yang utuh dengan melalui lentisel dan jaringan yang lemah disekitar tunas.
Di dalam gudang penularan berlangsung agak lambat, terjadi karena adanya
kontak antara ubi yang sehat dengan yang sakit,atau dengan perantaraaan
konidium jamur.
Faktor-faktor yang mem pengaruhi penyakit
Intensitas penyakit dalam gudang dibantu oleh suhu penyimpanan yang
relatif tinggi, cahaya yang lebih dari 50%, dan penyimpanan yang lebih dari
4bulan. I Adanya luka-luka pada umbi membantu infeksi. Kentang yang
dipanen setengah tua (96-100 hari) lebih rentan terhadap serangan fusarium
daripada yang dipanen tua (120 hari). (Suhardi, komunikasi pribadi ).
D. Hama Liriomyza huidobrensis
Klasifikasi Hama
Nama Lokal : Hama penggorok daun
Nama Internasional : Leaf miner
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis
Gambar hama Liriomyza huidobrensis pada kentang
Biologi Hama
Hama pengorok daun yang menyerang tanaman kentang termasuk dalam
spesies Liriomyza huidobrensis. Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran
sekitar 2 mm, fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Telur berukuran 0,1- 0,2
mm, berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun. Larva berukuran 2,5
mm, tidak mempunyai kepala atau kaki. Pupa terbentuk di dalam tanah. Larva akan
merusak tanaman dengan cara menggorok daun sehingga yang tinggal bagian
epidermisnya saja. Serngga dewasa merusak dengan menusukkan ovipositornya
saat meletakan telur dan mengisap cairan daun.
Gejala Serangan
Pada daun nampak bintik-bintik cokelat sebagai akibat tusukan ovipositor
lalat betina saat menghisap cairan sel daun tanaman dan meletakan telur di dalam
jaringan daun. Kerusakan selanjutnya adalah terlihatnya lubang kerokan dalam
daun yang disebabkan oleh larva. Pada serangan parah daun tampak berwarna
merah kecoklatan. Akibatnya seluruh pertanaman hancur.
Gejala serangan
Tanaman Inang
Liriomyza sp. merupakan hama yang bersifat polifag yang menyerang
tanaman sayuran dari famili Solanaceae, Cruciferae, Cucurbitaceae, Leguminoceae,
Liliaceae, Umbeliferae,Chenopodiaceae, Amaranthaceae, dan Compositae. Selain
sayuran juga menyerang tanaman hias seperti gerbera, krisan dan berbagai gulma
seperti babadotan, sawi tanah, senggang, bayam liar dan sejenisnya.
Pengendalian
a. Musuh Alami
Musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama penggorok
daun pada kentanng antara lain :
1. Hemiptarsenus varicorni
H. varicornis (Hymenoptera : Eulophidae) merupakan parasitoid penting
pada hama Liriomyza huidobrensis. Parasitoid tersebut dapat di temukan di seluruh
areal pertanamzn kentang yang terserang L. huidobrensis. Tingkat parasitasi H.
varicornis terhadap L. huidobrensis pada tanaman kentang, kacang-kacangan,
seledri, tomat dan caisin rata-rata adalah 37,33%; 40,63%; 35,71%; 24,69% dan
31,68%. Nisbah kelamin antara jantan dan betina adalah 1,5 : 1 (Setiawati dan
Suprihatno, 2000).
Siklus hidup H. varicornis berkisar antara 12-16 hari. Masa telur, larva dan
pupa masing-masing 1-2 hari, 5-6 hari, dan 6-8 hari. Masa hidup betina berkisar
antara 88-22 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 24-42 butir
(Hindrayani dan Rauf, 2002. dalam A.S. Duriat et al. 2006).
varicornis hemiptarsenus
2. Opius sp.
Opius sp merupakan parasitoid penting hama L. huidobrensis. Telur
berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit lebih membengkak
dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya berkisar antara 13-59 hari.
Masa telur, larva dan pupa masing-masing 2, 6, dan 6 hari. Satu ekor betina mampu
menghasilkan telur sebanyak 49-187 butir. Instar yang paling cocok untuk
perkembangan parasitoid Opius sp., adalah instar ke-3. Pada instar tersebut masa
perkembangan parasitoid lebih singkat dan keturunan yang dihasilkan lebih banyak
dengan proposi betina yang lebih tinggi. Nisbah kelamin jantan dan betina adalah
1:1 (Rustam et a.l, 2002. dalam A.S. Duriat et al., 2006).
Opius sp.
b. Kultur teknis
Cara ini dilakukan dengan menerapkan budidaya tanaman sehat yang meliputi :
- Penggunaan varietas yang tahan
- Sanitasi yaitu dengan membersihkan gulma
- Pemupukan berimbang
- Menimbun bagian-bagian tanaman yang terserang
c. Mekanis
Pemangkasan daun-daun yang terserang dan daun bagian bawah yang telah tua.
Larva dikumpulkan dari sekitar tanaman yang rusak kemudian dimusnahkan.
Pemasangan yellow sticky trap dengan membentangkan kain kuning (lebar 0,9 m
x panjang sesuai kebutuhan atau 7 m, untuk setiap lima bedengan memanjang)
berperekat di atas tajuk tanaman kentang (Baso et al. 2000). Goyangkan pada
tanaman membuat lalat dewasa beterbangan dan terperangkap pada kain kuning.
d. Biologis
Dengan memanfaatkan musuh alami
Penggunaan ekstrak biji mimba (Azadirachta indica).
e. Kimia
Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT dan aplikasinya
apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri
Pertanian untuk OPT gerbera belum ada, namun demikian untuk sementara
dapat menggunakan insektisida seperti insektisida Neem azal T/S Azadirachtin 1
% (Baso et al., 2000 dalam A.S Duriat et al., 2006) atau Trigad 75 WP, Agrimec
18 EC (Novartis, 1998 dalam A.S. Duriat et al., 2006).
f. Karantina
Tidak membawa bibit dari daerah endemik ke daerah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://anafzhu.blogspot.com/2009/06/hawar-daun-phytophthora-infestans.html
http://z47d.wordpress.com/2009/01/01/hama-liriomyza-huidobrensis-pada-tanaman-kentang/
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Utama Kentang
Survei/Infentarisasi (1990/1991)
• Hama utama tanaman kentang di propinsi Jatim adalah P. operculella, T. palmi
dan M. persicae.
• Penyakit utama kentang di propinsi Jatim adalah cendawan P. infestans,
Alternaria solani, Fusarium solani, Pseudomonas solanacearum dan bermacam-
macam virus.
• Nematoda parasit utama kentang di propinsi Jatim adalah Meloidogyne sp
(bengkak akar), Pratylenchus spp (peluka akar) dan Rotylenchulus neniparnus.
Pengendalian secara Kultur Teknik
• Jarak kentang yang lebih rapat (60 x 25 cm) dari anjuran (70 x 30 cm) tidak
mempengaruhi tingkat populasi dan kerusakan tanaman oleh hama/penyakit serta
bobot hasil kentang.
• Tanaman jagung sampai dengan 2 baris dapat berfungsi sebagai barier
hama/penyakit.
• Penggunaan mulsa plastik tidak berpengaruh terhadap tingkat populasi M.
persicae, T. palmi dan serangan penyakit P. infestans, tetapi pada stadia tanaman
tertentu dapat menekan tingkat kerusakan daun dan umbi oleh hama P.
operculella.
• Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan serangan bakteri layu
P. solanacearum dan menurunkan hasil umbi terpasarkan sebesar 15-33%.
• Pemulsaan dengan jerami berpengaruh positif dan dapat meningkatkan hasil umbi
kentang terpasarkan sampai sekitar 23%. Peningkatan dapat mencapai 36%
apabila mulsa jerami di kombinasikan dengan sanitasi.
• Sanitasi pratanam mampu mengurangi intensitas serangan P. solanacearum, tetapi
tidak mampu menekan serangan P. operculella. Sanitasi pratanam dapat
meningkatkan hasil umbi kentang terpasarkan sampai 23%.
PHT (ARM 1990/1991)
Teknologi PHT kentang dapat meningkatkan hasil kentang terpasarkan hingga 3
x lipat dari hasil yang dicapai teknologi petani kentang setempat. Teknologi PHT
kentang dapat menekan infetasi serangan hama dan penyakit yang merupakan OPT
kentang setempat. Evaluasi terhadap hasil penelitian memberikan gambaran umum
menyangkut status, perkembangan dan peluang perbaikan program.
Penyakit dapat dikelola dengan melakukan beberapa usaha secara terpadu yaitu
dengan :
Pengendalian PHT :
1. Hanya menanam ubi-ubi benih (bibit) yang sehat. Sebaiknya tidak mengambil
bibit atau benih dari pertanaman yang berpenyakit. Bibit yang ditanam
hendaknya diperoleh dari penjual benih/bibit yang dapat dipercaya. Bibit yang
sehat tentunya akan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan tanaman
kentang itu sendiri. Mengingat umbi yang terinfeksi penyakit dapat menularkan
penyakit dan mengakibatkan meluasnya kerusakan baik di lahan maupun
digudang, penggunaan ubi sehat sangat mutlak diperlukan. Bila ada hasil panen
ubi yang terinfeksi harus segera dimusnahkan, jangan sampai digunakan untuk
bibit kembali.
2. Penggunaan varietas resisten
Penanaman varietas kentang yang tahan. Di antara varietas-varietas yang
pernah ditanam di Indonesia, Bavelander, Populair, Profijit, dan Gloria kurang
rentan. Varietas-varietas yang didaerah beriklim sedang mempunyai ketahanan
tinggi, ternyata di sini menjadi rentan. Varietas-varietas yang dianjurkan karena
tahan terhadap penyakit daun adalah Cipanas, Donata, Thung 151C, dan Rapan
106. Diantara varietas-varietas baru Rapan 106 adalah yang paling tahan,
Thung 151C, dan Draga adalah tahan. Estima mempunyai ketahanan sedang,
Desiree dan Baraka adalah rentan (Boss dan Sulaeman, 1977). Tetapi ketahanan
tadi adalah khusus terhadap ras phytophtora infestans tertentu, sehingga
ketahanan tersebut sangat goyah. Dengan demikian penanaman varietas-
varietas tahan tersebut masih memerlukan bantuan fungisida. Jenis kentang
yang banyak dianjurkan adalah Cosima, Segunung, Merbabu 17, Granola, HPS,
Cipanas, Atjimba dan Desire.
Untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit daun phytophtora infestans
dan penyakit layu dilakukan penyilangan-penyilangan antara varietas-varietas
kentang konsumsi dengan varietas-varietas kentang liar (Solanum demissum, S.
acaule, S. antipoviczii, dll)
3. Kultur teknis
- Rotasi tanam
Rotasi tanaman sebaiknya dilakukan dengan tanaman yang tidak sefamili
misalnya kentang dengan kubis atau kentang dengan bawang-bawangan.
- Sanitasi lahan
Sanitasi lahan adalah upaya untuk menjaga kebersihan lingkungan
pertanaman agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pembersihan lahan dari
vegetasi lain yang dapat berpotensi menjadi tanaman inang untuk
organisme ini.
- Penentuan lokasi/kesesuaian lahan
Sebelum melakukan pertanaman sebaiknya memilih lokasi yang sesuai
dengan pertumbuhan kentang namun tidak sesuai dengan perkembangan
patogen. Dan kita un harus memahami sejarah lahan yang ada, supaya kita
dapat meramalkan jenis OPT apa saja yang terkandung di dalam tanah.
- Menerapkan teknik budidaya yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman dan
menekan pertumbuhan patogen. Misalnya jarak tanam, menanam dengan
cara tumpang sari dengan tanaman yang tidak sefamili,
4. Fisik
Memusnahkan tanaman kentang yang terinfeksi atau terserang patogen ini
dengan cara membakarnya. Jangan biarkan tanaman yang telah terinfeksi tetap
berada di pertanaman, karena itu dapat menjadi sumber inokulum penyakit
tersebut.
5. Biologi
Pengendalian secara biologi dapat lakukan dengan biopestisida. Biopestisida
adalah semua bahan hayati baik berupa tanaman, hewan, mikroba, atau semua
protozoa yang dapat digunakan untuk memusnahkan OPT. Dalam hal ini
biopestisida yang digunakan untuk mengendalikan patogen phytopthora adalah
biofungisida. Biofungisida adalah semua jenis organisme hidup yang dapat
digunakan untuk mengendalikan jamur yang berperan sebagai OPT. Untuk
mengendalikan Phytophtora spp. dapat menggunakan mikroorganisme Phytium
oligandrum yang dapat menyerang patogen secara agresif dengan memproduksi
toxin untuk menyerang jamur lain yang dapat menjadi inhibitor selulosa yang
seharusnya tersedia untuk pertumbuhan koloni Phytopthora spp.
6. Kimiawi
- Alami
Berikut ini merupakan fungisida alami yang dapat digunakan adalah :
1. Nimba
2. Ubi jalar
3. Bawang Putih
4. Pepaya
- Sintetik
Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa untuk mengatasi serangan
jamur seperti ini dapat ditanggulangi dengan fungisida berbahan aktif
tembaga. Fungisida tembaga melindungi tanaman dari penyakit dengan
cara sebagai berikut: bila terkena air, ion tembaga akan dilepas dari
partikel fungisida kemudian akan terjadi kontak dengan cara masuk atau
penetrasi dalam dinding sel jamur atau bakteri. Jamur dan bakteri yang
terpenetrasi akan mati karena tembaga bersifat racun. Kocide 54WDG
merupakan fungisida berbahan aktif tembaga hidroksida pilihan tepat
untuk menanggulangi sekaligus mencegah terjadinya serangan penyakit
ini. Fungisida ini bekerja secara kontak dengan mematikan jamur dan
bakteri yang berada di permukaan tanaman dan mampu melindungi
tanaman. Dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 54% dan formulasi
baru yaitu WDG membuat fungisida ini lebih aman bagi tumbuhan.
Perlu diketahui pula bahwa tidak semua fungisida tembaga memiliki
karakteristik dan daya kendali yang sama karena yang menentukan efikasi
biologinya diantaranya : ketersediaan ion Cupri (Cu++) bukan ion cupro
(Cu+), kemudian penutupan yang seragam pada permukaan tanaman, dan
terakhir tenacity (kekuatan daya rekat) serta tetention (lama waktu lekat).
Berdasarkan tiga kriteria seperti itu fungisida Kocide 77WP dan Kocide 54
WDG memiliki nilai yang lebih tinggi, artinya semua kriteria yang
diinginkan telah terpenuhi. Baik Kocide 77WP maupun Kocide 54WDG
mempunyai kemampuan utnuk melepaskan ion cupri lebih banyak
dibandingkan produk serupa.
Ada beberapa alasan mengapa fungisida tembaga masih terus
digunakan di seluruh dunia diantaranya : (1) fungisida tembaga diketahui
sangat baik untuk mencegah penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur
dan bakteri, (2) tidak menyebabkan resistensi pada jamur dan bakteri, (3)
relatif lebih aman untuk tanaman, (4) aktivitas residu yang diaplikasikan
terakhir lebih lama, (5) relatif tidak larut dan tidak mudah hanyut oleh air
hujan atau mempunyai daya rekat yang kuat (6) volatilitas sangat rendah (7)
dapat dicampur dengan agrochemical lain dan terakhir penggunaannya
ekonomis.
Hadirnya Kocide 54WDG merupakan alternatif dari fungisida
Kocide 77WP maupun Kocide 60WDG dengan kararteristik yaitu memiliki
kandungan tembaga hidroksida sebanyak 54% atau setara 34% Cu,
formulasi WDG dengan ukuran partikel lebih kecil dan tidak menimbulkan
debu saat aplikasi, tingkat kelarutan lebih dari 80%, pelepasan ion Cu2+
dilakukan secara perlahan sehingga tidak menimbulkan kebakaran pada
tanaman meskipun digunakan dalam dosis tinggi.
Setelah mengetahui pentingnya tembaga hidroksida dalam
membasmi maupun mencegah serangan jamur termasuk diantaranya adalah
Phytophthora, kita pun sadar akan pentingnya upaya pengendalian tanaman
dan menjaga tanaman kita agar tetap sehat. Kocide 54WDG, dengan
formula baru dan dosis yang sesuai mampu mengendalikan serangan
Phytophthora serta aman bagi tanaman.
Monitoring
Monitoring secara teratur di lahan oleh pengamat atau petani sendiri adalah faktor kunci
untuk membuat keputusan. Pemantauan yang dibekali pengetahuan untuk identifikasi
hama, ambang ekonomi, dan teknik pengelolaan akan menjurus ke implementasi yang
efektif proyek pengelolaan OPT.
Menemukan kehadiran patogen
1. Langsung pada permukaan tanaman : melihat apakah ada bagian tanaman yang
terinfeksi penyakit ataupun yang terserang hama. Sebagai contoh gejala awal
busuk batang kentang ditandai dengan perubahan warna hijau kecoklatan
(bercak) pada tangkai, anak daun dan batang. Maka langkah pengendalian harus
dilakukan secara cepat dan efektif untuk menghentikan penyebaran ke arah
selanjutnya yang lebih parah.
2. Menggunakan Lup : beberapa hama yang dapat dilihat dengan bantuan lup
adalah hama yang berukuran kecil, seperti kutu daun, dan pada penyakit bercak
kering alternaria solani gejala awal menunjukkan daun-daun yang sudah dewasa
terjadi bercak-bercak kecil yang agak bulat, berbatas jelas, tersebar tidak teratur,
berwarna cokelat tua.
3. Menggunakan mikroskop cahaya : patogen yang berukuran kecil dapat diamati
dengan bantuan mikroskop, supaya objek dapat terlihat lebih jelas. Kebanyakan
patogen golongan jamur memerlukan kelembapan yang tinggi, untuk itu
jaringan perlu dilembabkan terlebih dahulu, baru kemudian diambil struktur
patogennya untuk diamati. Sering struktur yang dijumpai hanya misellium,
untuk itu perlu digunakan vitamin atau mineral tertentu supaya jamur dapat
membentuk struktur yang dikehendaki dalam diagnosis. Misellium jamur
Phytophthora akan dapat membentuk sporangium apabila diletakkan dalam liset
tanah.
4. Pemerikasaan contoh tanah: untuk mengetahui populasi kehadiran nematoda
seperti Meloidogyne spp.
Pengamatan dilakukan tiap minggu
Cara penarikan contoh: bentuk U atau sistem diagonal
Jumlah tanaman contoh: 10 tanaman setiap 0,2 ha atau 50 tanaman/ha.
Pengamatan tanaman contoh: populasi larva P. operculella, nimfa M. Persicae
dan T. palmi. Hitung jumlah bercak aktif P. infestans pada tanaman contoh.
Serta presentase tanaman terserang layu bakteri perpetak contoh.
Analisis vegetasi dan pengambilan sampling
Intensitas Penyakit
n x zIntensitas Penyakit = x 100 %
N X Z
Keterangan :
n : Jumlah sampel yang mempunyai nilai skor yang sama
z : Nilai skor
N : Jumlah total sampel yang diamati
Z : Nilai skor tertinggi
Dalam perhitungan skoring dapat dilakukan skala daun atau tanaman tergantung
jenis tanaman, jenis penyakit dan jumlah sampel. Pada pengamatan yang dilakukan
perhitungan skoring dilakukan per tanaman karena jumlah sampel yang diambil
berada dalam jumlah yang cukup banyak dan jumlah daun dalam tanaman juga
banyak. Untuk pengamatan intensitas penyakit pada lahan atau di lapangan
mengingat jumlah tanaman dalam suatu area begitu besar maka tidak memungkinkan
melakukan penngukuran intensitas penyakit pada setiap tanaman. Oleh katena itu
perlu dipilih beberapa sampel tanaman yang memwakili keseluruhan tanaman.
Cara pengambilan sampel yang sering dilakukan addalah pengambilan sampel secara
sistematis tata letak sampelnya tergantung dari bentuk lahan atau barisan tanamannya
apabila lahannya relatif luas dan berbentuk persegi empat maka tata letak sampel
dapat menggunakan model horizontal namun apabila bentuk lahannya sempit
memanjang maka sampel dapat diambil dengan mengikuti lajur atau deretan tanaman
(row). Pada pengamatan kali ini kami menggunakan model horizontal.
Produksi kentang
kentang adalah tanaman terpenting nomor empat di dunia setelah gandum, padi
dan jagung. Data terakhir dari FAO (2002) menunjukkan bahwa produksi kentang dunia
pada tahun 2002 mencapai 311 juta ton dan diusahakan pada luasan lahan sekitar 19 juta
hektar (Tabel 1). Perkembangan terakhir juga menunjukkan bahwa China adalah negara
xxxxxxxxxx
xxxxxxxxxx
xxxxxxxxxx
xxxxxxxxxx
xxxxxxxxxx
produsen kentang terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 21%, diikuti oleh Rusia
Federasi dengan kontribusi sekitar 10%. Kentang merupakan tanaman non-sereal
terpenting di dunia dan 35% dari produksi total dunia berasal dari negara-negara
berkembang. Komoditas ini merupakan makanan pokok bagi lebih kurang 500 juta
konsumen di dunia dan diperkirakan peranannya dalam menu makanan harian penduduk
miskin akan semakin meningkat (CIP, 2000).
Tabel 1 Areal panen, produksi dan produktivitas kentang dunia serta lima negara
penghasil terbesar
Ketahanan pangan tanaman kentang
Pengendalian komprehensif berdasarkan analisis agroekosistem
1. Budidaya tanaman sehat
Penggunaan bibit kentang yang sehat dan kalau ada yang toleran terhadap P.
operculella, P. infestans dan R. solanaceanum.
Untuk produksi bibit tanaman kentang dilakukan di tempat yang terisolasi.
Penanaman tanaman penolak di pinggiran untuk mengurangi serangan
hama, seperti tanaman kubis, petsai, tagetes, dan bawang daun.
Beberapa tanaman indikator nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.)
seperti Ageratum spp. dimusnahkan. Pemerikasaan contoh tanah untuk
mengetahui populasi nematoda. Nematisida seperti karbopuran digunakan
jika populasi Meloidogyne spp. 300 larva/kg tanah.
Buatlah guludan setinggi 40 cm
Pemupukan berimbang: pupuk kandang sapi (30 t/ha) atau pupuk kandang
ayam (15 t/ha), pupuk buatan N (200kg/ha urea + 400 kg/ha ZA), P2O5
(250 kg.ha TSP) dan K2O (300 kg/ha KCl)
Penggunaan mulsa plastik berwarna hitam perak
2. Pengendalian hayati
Pelepasan parasitoid Hemiptarsenus varicornis untuk mengendalikan hama
L. Huidobrensis.
Pelepasan kumbang Coccinelia spp dan Aphidius sp. untuk mengendalikan
kutu daun persik (M. persicae)
3. Penggunaan perangkap OPT
Untuk P. operculella: perangkap feromonoid seks (PTM1 + PTM2); 40
perangkap/ha.
Untuk L. Huidobrensis: perangkap lekat berwarna kuning atau putih; 40
buah/ha
4. Pengamatan mingguan
Cara penarikan contoh: bentuk U atau sistem diagonal
Jumlah tanaman contoh: 10 tanaman setiap 0,2 ha atau 50 tanaman/ha.
Pengamatan tanaman contoh: populasi larva P. operculella, nimfa M.
Persicae dan T. palmi. Hitung jumlah bercak aktif P. infestans pada
tanaman contoh. Serta presentase tanaman terserang layu bakteri perpetak
contoh.
5. Pengendalian secara kimiawi
Gunakan pestisida yang selektif jika populasi hama dan penyakit mencapai
ambang pengendalian:
Ambang pengendalian P. operculella; 2 larva/tanaman contoh
Ambang pengendalian M. persicae; 0,3 nimfa/daun contoh
Ambang pengendalian T. palmi; 10 nimfa/daun contoh
Meliodogyne spp; 300 larva/kg contoh tanah
Ambang pengendalian P. infestans; 1 bercak aktif/10 tanaman contoh
Strategi alternatif jenis fungisida:
Kontak(K)-K-Sistemik(S)-K-K-dst.
Penggunaan pestisida sistemik (S), misalnya: Previcur N, maksimal empat
kali permusim.