Post on 01-Dec-2015
TEKNOLOGI TELUR
Telur adalah suatu pangan yang berkualitas untuk manusia.
Struktur dan Komposisi Telur
Telur utuh : Dari bagian dalam ke luar yaitu :
kuning telur (vitellus)
putih telur (albumin)
cangkang (kulit) telur (bagian dalam dan luar cangkang)
Bagian-bagian ini dapat bervariasi perbandingannya
Nilai rata-rata bagian telur : kulit/cangkang 9,5%
putih telur 61,5%
kuning telur 29,1%
air 66%
mineral 11%
bahan-bahan organik 23% : 12% protein, 1% lemak
Putih Telur
Merupakan komponen yang terdiri dari kandungan air dan protein, serta
mineral
mewakili keaslian dari produk hewani (90% berat keringnya adalah protein)
Terdiri dari gula bebas (dua kali lebih kental dari plasma darah) yang dapat
menjadi sumber energi bagi embrio (calon anaknya)
Protein pada telur mempunyai sifat-sifat spesifik dan sisi fungsional dan
nutritional, sperti di bawah ini :
1. Ovalbumin : yang terbanyak/terbesar adalah phosphoglycoprotein,
mengandung 3,5% gula, phosphate yang terikat ke residu serin 0-2 molar;
mengandung 4 grup SH bebas dan 2 ikatan/jembatan sulfur dan bagian ini
meningkat selama penyimpanan telur yang membentuk g-ovalbumin yang
lebih stabil dan kadarnya bisa mencapai 80% dari 5% setelah
penyimpanan 6 bulan pada suhu dingin.
2. Conalbumin (ovotransferine) : glycoprotein terdiri dari dua unit, mempunyai
kapasitas membentuk kompleks dengan kation metal/logam bi dan
trivalen.
Pada pH isoelektriknya, 1 mol-nya dapat mengikat 2 kation dan menjadi
berwarna merah (Fe3+) atau kuning (Cu2+) kompleksini lebih stabil
daripada protein alamiah.
3. Ovomucoid : Glycoprotein terdiri dari 3 unit, thermoresistent, kecuali pada
suasana alkali dan mempunyai aktivitas anti-tripsin.
4. Cygozym : Berbentuk holoprotein pada pH iso sangat tinggi, mempunyai
aktivitas enzim β-glucosaminidase yang mampu mencernakan (lysis)
dinding sel beberapa bakteri gram positif.
5. Ovomucin : glycoprotein, dengan kandungan gula ±30%. Strukturnya
meregang karena penarikan molekul oleh daya tolak-menolak
elektrostatis dua muatan negatif dari residu asam sialic, penyebab
kekentalan pada lapisan albumen. Protein ini tidak larut dalam air dan
larut di dalam larutan garam pada pH di atas atau pada pH 7.
Kuning Telur
Kuning telur adalah suatu dispersi granula pada phase air kontinyu atau
dalam bentuk plasma.
Dari segi kimia bukan halnya dari segi fungsional bahwa protein dn lemak
adalah berampur (keberadaannya bersama-sama).
Kuning telur adalah suatu sumber lemak yang mudah tersebar dalam air dan
dapat mengemulsi (bersifat sebagai emulsifier) substan lainnya. Sifat ini akibat
tingginya kandungan fosfolipid (triglycerides) yang berasosiasi (bergabung)
pada 2 protein sekurang-kurangnya : Vitellin dan Vitelenine.
Bila disentrifugasi, kuning telur dapat terbentu 3 fraksi :
Satu fraksi lipoprotein dengan densitas rendah (lipovitelline) terdiri dari 90%
lemak utamanya triglicerida. Fraksi ini mewakili 2/3 dari berat kering kuning
telur.
Satu fraksi densitas lebih tinggi, mengendap dalam bentuk granula terdiri dari
23% dari berat kering total; mengandung phosvitine daripada lipovitelline
(lipoprotein); mengandung 18% lemak dengan jumlah ± sama antara
triglyceride dan phospholipids.
Fraksi protein larut : mengandung livetin dan sedikit mengandung protein
serin.
Lemak pada kuning telur adalah triglyceride; terdiri dari 65-70%
phospholipids 25-30%; sehingga ¾ bagian dasarnya adalah phosphatidylcholin.
Phospolipidnya sangat kaya akan asam lemak bebas tidak jenuh daripada
triglyceride, akan tetapi komposisi asam lemak dari lemak ini dapat bervariasi
menurut pakan yang diberikan kepada unggasnya.
Granula (fraksi densitas tinggi) mengandung 3 macam (jenis) protein :
Lipovitellin terdiri dari lipoprotein dengan densitas tinggi yang terbagi lagi menjadi
: α dan β Lipovitellines.
Pada pH rendah dari 7, terbentuk diameter. Dalam phosphovitin, serin
mewakili 31% jumlah total dari residu asam amino dan lebih dari 90%
teresterifikasi oleh asam phosphoric. Protein ini mampu mengikat ion Fe3+.
Kompleks yang terbentuk larut dan mempunyai sumber dari besi.
Fase kontinyu mengandung 2 jenis protein. Vitellin adalah protein globulan
turunan dari protein plasma darah dari unggas dan dapat dipisahkan ke dalam 3
kelompok menurut berat molekul berbeda (α, β, dan γ).
Lipovitellin dapat dipisahkan alam 2 fraksi L1 dan L2; Berat/massa molekul
berturut-turut 10 dan 3 juta Dalton.
Di dalam lipoprotein ini, protein dan phospholipids berada pada permukaan
suatu struktur spherigue dimana inti terdiri dari utamanya triglyceride dan
cholesterol.
Vitellinine mempunyai komposisi asam amino yang seimbang dan
mendekati vitellin akan tetapi kadang-kadang mengandung sedikit cysteine.
YRBP (Yolk Riboflavin Binding Protein) adalah suatu flovoprotein yang
mengikat 1 mol riboflavin (vitamin B2) per mol apoprotein. Glycoprotein ini pada
pH iso yaitu 4,1 secara immunologi identik dengan flavoprotein putih telur.
Semua protein putih atau kuning telur sangat mudah diidentifikasi oleh
elektrophoresis dalam lingkungan disosiasi SDS.
NILAI NUTRISI TELUR
Telur adalah sumber yang sedikit bagi energi, protein yang sempurna
keseimbangannya dan lemak yang mudah dicerna.
Terdiri dari selain sumber penting dari phosphore; dan besi; dan vitamin.
Sebaliknya adalah suatu bahan pangan yang defisiensi gula, kalsium, dan
vitamin C.
NILAI BIOLOGI PROTEIN
Protein telur dikenal dengan nilai biologinya yang tinggi yang terkandung
dalam protein kuning dan putih telurnya demikian keseimbangan antar asam
amino dari proteinnya.
Penggunaan (pemanfaatan) bersih (koefisien daya cerna X nilai biologik)
protein elur utuh yang matang mencapai 94%, memperlihatkan keefektifannya
yang tinggi/terbaik.
Dalam keadaan mentah, protein putih tidak mudah dicern atau hanya
±50%, akibat dari adanya factor kandungan antitrypsin (ovomucoid), demikian
juga bagian putih mentah sedkit dapat merangsang sekresi kelenjar lambung dan
pankreas.
Pemasakan mengumpalkan protein dan mempermudah pencernakan
(enzim-enzim) pencernaan dan daya cernanya akan meningkat sampai
dengan 92%, demikian pula bila dikombinasikan dengan pangan lain. Begitu
pula pemasakan dapat mendestruksi/memutus ikatan botin-avidin.
Sebaliknya, kuning telur sangat mudah dicerna dalam keadaan mentah dan
semua pemasakan yang berkepanjangan cenderung mengurangi daya
cernanya.
Protein putih telur (albumen) mempunyai sifat-sifat biologi antibakteri
langsung atau tidak langsung (aktivitas anti protein, terbentuknya kompleks
vitamin dan logam-logam) yang dapat memperpanjang masa simpan telur.
Pencucian telur dapat mempermudah penetrasi bakteri yang berperan di
dalam kehilangan protein kutikula pelindung, atau bila harus dicuci, maka
sesudahnya harus dikeringkan dengan cepat.
Daya Cerna Lemak-nya
Lemak kuning telur mempunyai daya cerna tinggi pada manusia (94-96%)
akibat/karena sifat/keberadaannya dalam bentuk emulsi.
Daya cerna yang kuat terdapat/ditemukan pada triglicrida-trigliceridanya
(98%); Fraksi yang paling tinggi kandungan asam lemak jenuh 90%
kandungan fosfolipid.
Tingginya kandungan kuning telur dengan asam lemak tidak jenuh (±2/3 x
asam lemak total); Utamanya dengan asam linoleicyang adalah elemen
nutrisi untuk manusia.
Akan tetapi kandungan cholesterolnya cukup tinggi (250-300 mg/butir telur) !!
konsmsi secukupnya !! tidak berlebihan.
Dengan kata lain bahwa jumlah cholesterol darah tergantung/dipengaruhi
juga oleh steral-steral lain yang terdapat/berasal dari steral tumbuhan
utamanya, dan sifat-sifat bahan pangan (nilai kalorinya, kaya akan serat, dll).
Syntesa cholesterol berbanding terbalik/berlawanan dengan bahan pangan
yang dikonsumsi.
Mineral dan Vitamin
Telur dan susu adalah bahan pangan yang aling kaya akan fosfor yang
dapat dicerna dan mngandung kalsium (Ca) yang dibutuhkan oleh manusia.
Sifat telur yang khas adalah kaya akan besi (Fe); 1 telur utuh mengandung
±30% kebutuhan harian manusia akan Fe.
Bila unggas diberi pakan yang seimbang maka telurnya adalah sebagai
sumber vitamin.
1 butir telur mengandung 5 – 10% kebutuhan harian manusia akan vitamin A
dan D.
Bahan pangan ini dapat mensuplai 5 – 10% kebutuhan vitamin B1, 20%
vitamin B2 dan vitamin B5, dan kebutuhan total manusia akan Biotin (B8).
Pemasakan telr lebih dari 5 menit dapat menyebabkan beberapa kehilangan
vitamin, terutama vitamin A sampai dengan30%; vitamin B1, terutama asam
folik (B9) sampai dengan 50%.
SIFAT-SIFAT FUNGSIONAL
Telur dan produk olahan telur banyak digunakan dalam industri pangan
untuk nilai nutrisi demikian pula sifat-sifat fungsional yang membuat tidak
diperbolehkan dalam banyak hal pengolahan. Sifat-sifat dan penggunaannya
disimpulkan pad Tabel 6.3.
Kemampuan Aromatik dan Pewarna
Telur utuh terutama kuning telur mempunyai flavor khas dan disenangi.
Aromanya terikat pada lemak dari kuning telur yan terdiri dari lebih 100
komponen volatile.
Wana kuning telur dinyatakan dengan selera dan penerimaan teluroleh
konsumen. Pewarnan dari vitellus akibat dari kayanya akan pigmen xanthophyl
dan carotenoid berasaldari diet makanan ayam-nya.
Coagulasi dan Gelifikasi
Protein pada telur tercoagulasi akibat aksi/penyebab fisik dan kimia.
Kejadian dari fase cair ke fase solid dan sebagainya dengan koagulasi.
Thermocoagulasi terjadi pada 62°C untuk putih telur dan 65°C untuk kuning telur.
Putih telur : Protein : Ovalbumin dan Conalbumin mempunyai kemampuan
gelifican/gelifikasi (membentuk gel).
Ovomucid tidak ada
Protein kuning telur juga bersifat thermocoagulant kecuali livetin dan phosvitin.
Garam dan Saccharosa dapat melindugi protein telur dari denaturasi thermal
dan dapat meningkatkan suhu pasteurisasi dari 6 dan 3°C berturut-turut, dan
pula meningkata resistensi terhadap mikroorganisme.
Effek proteksi (perlindungan) ini disebabkan oleh menurunnya air bebas
yang tersedia dalam fas larut.
Modifikasi struktur yang membasahi protein meningkatkan stabilitas thermal
dari campuran (adonan) dan menunda/memperlambat denaturasi.
Sebaliknya terhadap pH kuning telur, NaCl dapat mnurunkan muatan
protein, dan mempengaruhi ikatan hydrogen dan meningkatkan ikatan
hydrofob.
Agregasi protein meningkat bila suhu cukup untuk terjadinya denaturasi.
Sifat gelifikasi dari protein kuning telur berhubungan dengan lipoprotein.
Lipoprotein dengan densitas rendah (LDL) terdenaturasi mulai suhu 60°C,
hilang sifat cairnya pada 65°C kemudian membentuk gel pada 85°C.
Gelnya lebih stabil daripada gel ovalbumin putih telur) atau serum albumin
bovin dipreparasi dengan kondisi yang sama.
Sebaliknya pada kedua protein (Lipoprotein) (LDL) memberikan gel yang
stabil antara pH 4 dan 9.
Modifikasi sifat-sifat fungsional setelah pembekuan-pencairan kembali
sangat rendah dan utamanya terikat pada peningkatan viskositas.
Kandungan utama dari kuning telur yang berubah oleh pembekuan adalah
LDL dan; gelifikasi kuning telur pada keadaan dingin akan berakibat interaksi
protein-protein akan menjadikan putusnya lipoprotein.
Demikian pula larutan garam-garam pada fase tidak beku akan sebagai
penyebab degradasi granula pada kuning telur.
Sifat-Sifat Emulsifier (Pengemulsi)
Sifat emulsifier dari kuning telur dibawa oleh phospholipids : Lecitin yang
berbentuk lipoprotein kompleks.
Livetine dan Lipovitellin penyebab penurunan tegangan permukan dan
mempermudah pembentukan emulsi, akan tetapi tidak mempengaruhi
stabilitasnya LDL yang menstabilkan lebih baik eulsi yang terbentuk.
Hidrophobicity LDL lebih tinggi dari serumalbumin bovin juga dari β-
lactoglobulin.
Komponen lipid yang mengelilingi apoprotein pada/di permukaan micelle
(…) menyebabkan suatu keadaan/kondisi hidrophobe yang mempermudah
adsorpsi apoprotein di permukaan sewaktu/ketika pembentukan emulsi.
Denaturasi/pengrusakan LDL oleh perlakuan panas dapat menurunkan
aktivitas dan kapasitas pengemulsi demikian juga kestabian emulsi.
Kekentalan (viskositas) kuning telur meningkat dengan penambahan NaCl
sehingga meningkatkan/memperbaiki stabilitas emulsi, akan tetapi menyebabkan
penurunan penting/berarti kemampuan pengemulsi (sifat emulsifier) komponen
kuning telur.
Garam menyebabkan dehydrasi (pengeringan) pada kompleks protein dan
lipoprotein kuning telur; sodium mengunakan satu bagian air untuk
ketidaklarutannya.
Protein terdehidrasi akan cenderung terasosiasi (bersatu), yang akan
mengendalikan suatu peningkatan kekentalan (viskositas); akan tetapi migrasi
dan adsorption dipermukaan menjadi lebih sulit terjadi.
Curing dapat memperbaiki dan mempertahankan sifat-sifat fungional bila
akan dilanjutkan ke perlakuan pemanasan.
Pasteurisasi, pembekuan dan pengentalan dapat memodifikasi sedikit sifat-
sifat fungsional.
Kemampuan Busa (Pembentukan Busa)
Kemampuan membentuk busa adalah suatu sifat yang sangat dicari pada
putih telur dimana ikut berperan yaitu ovomucine, globulin dan ovalbumine.
Protein putih telur berperan di dalam performance (kenampakan) busa
yang maksimal pada pH alamiah (pH 8-9) daripada dalam kisaran pH isoelektrik
(pH 4-5).
NaCl dapat meningkatkan besarnya gelembung dan menurunkan stabilitas
busa. Hal ini akan memungkinkan penurunan viskositas (kekentalan) larutan
protein.
Ion Ca++ dapat meningkatkn stabilitas dengan cara pembentukan jembatan
group carboxyl dari protein.
Gula-gula dapat menekan ekspansi busa yaitu dengan meningkatkan
stabilitas. Demikian juga ketika membuat …(meringues) atau produk busa
lain yang sejenis (produk foisonants). lebih baik ditambahkan Saccharosa
(gula) pada akhir operasi, dimana setelah busa terbentuk.
Demikian pula peran stabilisator busa diperankan oleh glikoprotein putih telur
(ovomucoide, ovalbumin) akan berhubungan dengan kapasitas/kemampuan
memegang air di dalam lamelle.
Kontaminasi oleh lipid/lemak 0,1% saja dapat menyebabkan perubahan
sarius sifat-sifat busa protein dengan menukar anar kedua substansi
tersebut di atas pada batas permukaan (interface) udara/air dan kemudian
mencegah konformasi yang sangat baik dari film (lapisan tipis) protein
diakibatkan oleh adsorption.
Putih telur utamanya sangat sensitif terhadap perlakuan pengocokan.
Pengocokan terhadap putih telur atau ovalbumin lebih lama dari 6-8 menit
akan menyebabkan agregasi-coagulasi partial dari protein batas permukaan
antara udara/air.
Protein yang tidak larut tidak data diadsorbsi dengan benar kebatas
permukaan (interface) dan tidak membentuk film (lapisan tipis) interace yang
koheran (kuat), atau suatu kekentalan (viskositas) lamelle (…) cair tidak
cukup untuk menciptakan suatu busa yang stabilitasnya baik.
Perlakuan panas yang sedang ditemukan (dicari) selama formasi busa
meningkatkan sifat-sifat pembusaan berbagai protein putih telur.
Busa ini mewakili juga sifat-sifat melindungi strukturnya selama pemanasan.
Sifat-Sifat Technofungsional Lainnya
Putih telur, tidaklah kurang penting dari kuning telur, mempuyai
kemampuan/sifat sebagai performan/pengikat Hal ini mempengarhi/melibatkan
sifat retensi/mengikat air, lemak dari sifat-sifat adhesif.
Dengan demikian putih telur mempunyai sifat-sifat antikrstalisasi : Dapat
memperlambat kristalisasi larutan sukrosa jenuh dan
meningkatkan/memperbaiki homogenitas dan tekstur dari produk-produk
gula/manis.
Sementara itu, sifat-sifat koagulan dan pengemulsi dari kuning telur adalah
sifat-sifat techno-fungsional yang memainkan peran utamadi dalam perilaku
fisik bahan pangan dan sifat-sifat sensorinya, kapasitas fiksasi elemen
mineral, yang adalah suatu sifat yang jarang ditemukan (diketahui)
sebelumnya.
Sebenarnya perilaku yang baik dari substan kuning telur terhadap fiksasi
mineral akan dapat digunakan untuk nutrisi yang bermutu. Protein yang
bertangung jawab akan dapat mengangkut elemen-elemen mineral yang
diinginkan dalam bentuk yang dapat diambil/diserap oleh organisme.
Phosphovitine dideskriptifkan sebagai protein transporteur 9pengangkut) Fe+
+ untuk embrio.
Dimungkinkan dapat diisolasinya 2 phosphovitin F3+ dengan warna yang
berbeda menurut Stoechiometri = 2.
Dalam hal ini, Fe akan terikat oleh ikatantetrahedral, dan ke dua oleh ikatan
octahedral.
Dalam hal kuning telur semua protein kecuali livetin semuanya
terphosphorilasi dandapat mengikat mineral, tetapi phosphovitin mempunyai
kemampuan lebih jauh, yang mempunyai kemampuanpaling besar sebagai
chelating.
Mewakili SCATCHARD diperlihatkan : ada 140 sisi fiksasi agnesium dan 160
calsium dengan konstan afinitas yang berdekatan. Nilai ini dekat dengan
jumlah group phosphat dan phosphovitin.
Modifikasi Sifat-Sifat Fungsional Telur
Selama penyimpanan telur akan terjadi :
Perubahan kompleks ovomucin –lysozym dengaan destruksi (kerusakan gel) di
ovomucin merupakan reaksi penting dalam bidang teknologi dapat
menyebabkan kehilangan sebagian paling tidak, sifat-sifat gelifikasi dan
pembusaan (pembentuk busa) dan pengenceran putih telur.
?? upaya untuk memperlambat atau menunda reaksi ini ??
Modifikasi akibat utamanya adalah oleh peningkatan pH sehingga telur
kehilangan CO2 secara permanen oleh migrasinya (CO2) melewati membran
dan kulit (cangkang) telur.
Fenomena ini dpercepat oleh peningkatan suhu, mengakibatkan
peningkatan pH albumin dari 706 ke nilai maksimal 9,7.
Banyak cara untuk menurunkan kenaikan pH tetapi akibatnya buruk.
Dimungkinkan untuk mempertahankan mutu telur selama 6 bulan pada suhu
-1°C (suhu sedikit di ata titik beku) dan 90% RH, untuk menurunkan
kehilangan air oleh evaporasi.
Jalan keluar lain dapat dilakukan dengan menyimpan telur pada atmosfir
terkendali mengandung 2,5% CO2.
Penurunan porositas air, dapat dengan merendamnya dalam minyak dengan
cara pencelupan singkatdalam air untuk mengkoagulasi selaput/lapisan tpis
protein di permukaan cangkang dengan cara penggunaan kemasan
impermeable (tidak tembus gas dan air) juga dengan uji rasa dalam hal ini
refrigerasi (pendinginan) dianggap memenuhi.
Lebih jauh lagi, dapat dilihat bahwa telur utuh pecah (dikeluarkan dari
cangkangnya), kuning telur dan putih telur dapat juga diawetkan dengan
penambahan saccharosa dan/atau garam, dengan atau tanpa pengentalan
terlebih dahulu dengan ultrafiltration atau setelah pengeringan.
TEKNOLOGI PENINGKATAN NILAI TELUR
1. Pemecahan
Operasi ini adalah pemecahan telur satu persatu, pemecahandalam jumlah
banyak sekaligus boleh dilakukan, ecara automatik diletakkan di atas
sebentuk (berbentuk) wadah menyerupai telur kemudian dipukul dan dua
lembaran yang terpisah terpisah menjadi 2 belahan terpisah antara putih
dan kuningnya.
Beberapa mesin pemecah dilengkapi dengan alat “scanner” untuk mendeteksi
adanya kuning telur di dalam putih telurnya.
2. Operasi Pemisahan dan Fraksinasi
Pemisahan adalah : Mutu pemisahan putih-kuningnya tergantung pada
kesegaran telur, kondisi penyimpanan telur mempengaruhi sifat-sifa
fungsional selanjutnya pada produk olahan telur yang diperoleh.
Perpindahan kuning telurke dalam putihnya merubah kemampuan busa
(pembentukan busa) dari putih telur.
Dapat pula dimungkinkan dperoleh produk-produk telur dalam keadan cir
dari kuning telurnya.
Putih telur atau telur utuh (pecah) disaring untuk mengeluarkan kotoran-
kotoran yang berasal dari cangkang telur dan meghomogenisasi produk.
Teknik Fraksinasi : Teknik ini utamanya untuk mengekstrak protein telur yang
bernilai.
Teknik chromatography “ion exchange” untuk mengekstrak avidin,
flavoprotein, ovoglubin dan lysozim.
“Afinity chromatography” dilakukan unuk mengekstrak protein yang
mempunyai aktivitas biolgi : Avidin, flavoprotein, dan conalbumin.
“Gel filtration” digunakan sebagai persiapan separasi ovomucin, dan seperti
halnya dosis analis lysozim.
Teknik Separasi/Pemisahan
Penurunan atau peningkatan kekuatan ionic misalnya untuk prepares
ovomucine atau precipitasi lysozim dengan NaCl.
Amonium sulfat untu memisahkan protein dalam campuran : pemisahan
ovalbumin dan ovomucoide.
3. Pasteurissi
Tujuannya untuk menghilangkan mikroorganisme pathogen : Salmonella yang
terdapat pada produk telur cair dengan mengaplikasikan suhu 58-64,4°C
selama 2 menit 3 detk, untuk telur utuh, putih atau kuningnya.
Teknik yang digunakan dalam “plate exchange” atau ruangan panas untuk
pasteurisasi putih telur kering (selama 5 hari pada suhu 52°C).
Umumnya pateurisasi pada suhu tinggi akan menurunkan kemmpuan
membentuk busa dari putih telur akan tetapi tidak terhadap kemampuan
emulfsifier kuning telur bila sebelumnya ditambah garam.
4. Penambahan Garam dan Gula
Operasi perlakuan ini ditujukan untuk mempetahankan sifat fungsional telur
untuk digunakan selanjutnya. Demikian pula mempertahankan masa
simpannya (daya awetnya).
Penggaraman adalah suatu operasi pendahuluan untuk mengekstrak lysozim
putih telur, seperti misalnya menaikkan suhu koagulasi dengan perlakuan
panas lebih tinggi pada putih teljur utuh atau kuning telurnya saja. Gula juga
digunakanuntuk maksud yang sama.
5. Pengeluaran Gula
Dilakukan pada putih telur untuk menghilangkan glukosa untuk menghindari
terjadinya fenomena reaksi Maillard sewaktu perlakuan panas yang diberikan
kepada telur.
Dapat dilakukan degan cara fermentasi menggunakan khamir (yeasts) atau
bakteri atau dengan metoda enzimatik (diarang di Perancis) dengan bantuan
glucose-oxydase dan catalase.
Umumnya kemampuan membentuk busa meningkat terhadap/pada putih
telur yang dikeluarkan gulanya.
6. Kosentrasi (Pengentalan)
Ultrafilrasi banyak digunakan untuk mengentalkan produk telur dari 11 33%
berat kering putih tleur, 24 48% telur utuh dan ke 46% untuk kuning telur.
Tujuan untuk mendapakan produk komersial dalam bentuk kental