Post on 10-Dec-2015
TEH ALAMI DAUN LAMTORO (Leucaena leucocephala)
PROPOSAL
Kelompok 2 :
Anis Rochani 130342615317
Hesti Nur Choirunnisa 130342615321
Mirza Yanuar Rizky 130342615308
Siti Aminatul Mukarromah 130342615323
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
AGUSTUS 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai negara tropis Indonesia memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan manusia atau makhluk hidup lainnya.
Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat obat tersebut
dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional. Banyak sekali khasiat yang dapat
dihasilkan oleh tanaman tradisional yang ada di indonesia, manfaat yang merupakan efek dan
khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam berbagai tanaman tersebut. Sebagai contoh
zat kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasa digunakan sebagai adalah alkaloid,
flavonoid, glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol. Jenis-jenis hijauan pakan ternak
yang ada di kawasan tropika umum nya banyak yang mengandung tannin, dan hal ini
tentunya akan memberikan nilai tambah yang ada pada hijauan apabila dimanfaatkan dan
difahami dengan benar manfaat dan pengaruh dari pemberian hijauan pakan yang
mengandung tannin. (Chusnul, 1992)
Tanin adalah suatu seyawa polifenol yang banyak terdapat pada hijauan pakan ternak.
Suatu senyawa yang bersifat anti nutrisi yang dapat mengakibatkan keracunan pada ternak
apabila dikonsumsi oleh ternak secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena sifat utamanya
yang dapat berikatan dengan protein atau polimer lainnya.
Tanin mengikat protein membentuk senyawa kompleks sehingga kelarutan proteinnya
menurun dan sulit dicerna. Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu
tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis
merupakan polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula,
sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-
karbon. Tanin banyak terkandung dalam beberapa jenis tanaman terutama yang mengandung
kandungan protein yang cukup tinggi, salah satunya yaitu hijauan pakan ternak atau lebih
dikenal dengan legum. Pada tanaman tanin dapat berfungsi menjaga kandungan protein yang
dikandungnya, namun hal ini dapat berdampak negatif pada ternak yang memakannya yaitu
dapat menurunkan keernaan bahan kering dan protein sehinga dapat terjadi defisiensi protein
pada ternak. Pemilihan jenis pakan ternak dan banyaknya kandungan tanin yang dikonsumsi
pada hijauan yang mengandung tanin harus diperhatikan, sehingga ternak dapat terjamin akan
kebutuhan protein yang diperlukan. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan
hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan
kualitas yang berbeda-beda. (Cheeke,1985)
Salah satu tanaman Leucaena yang mengandung tanin adalah Daun Lamtoro (Leucaena
leucocephala). Daun lamtoro biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak (hewan
ruminansia). Padahal daun lamtoro memiliki kandungan zat kimia yang banyak dan
bermanfaat. Lamtoro mengandung tanin yang dapat menurunkan palatabilitas pakan clan
penurunan kecernaan protein (Soebarinoto, 1986) . Namun adanya sejumlah tanin dalam
Iamtoro dapat mencegah kembung dan melindungi degradasi protein yang berlebihan oleh
mikroba rumen. Dalam proposal ini kami akan membahas tentang pemanfaatan daun lamtoro
sebagai Teh alami.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada judul penelitian dan latar belakang diatas, maka dapat
dirumuskan tujuan masalah sebagai berikut :
1. Mengetahui teknik pengolahan daun lamtoro menjadi teh alami daun lamtoro.
2. Mengetahui kandungan teh alami daun lamtoro.
1.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan judul, latar belakang serta tujuan penelitian diatas, maka dapat
ditarik hipotesis bahwa daun lamtoro mengandung tanin dan dapat dimanfaatkan
sebagai teh alami.
1.4 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan judul penelitian dan latar belakang diatas maka kegunaan dari
penelitian ini sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemanfaatan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam
industri pengolahan pangan khususnya pada industri minuman berupa teh
alami.
2. Agar minuman ini dapat dinikmati oleh konsumen sebagai minuman herba
untuk kesehatan.
1.2 Definisi Istilah atau Defini Operasional
1. Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi
dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya
termasuk asam amino dan alkaloid.
2. Minuman herba adalah salah satu ramuan tradisionalyang dapat dikonsumsi
langsung yang dibuat atau diracik menjadi minuman.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala).
Menurut Soebarinoto, (1986) Lamtoro atau petai cina sebagai makanan hijauan
ataupun konsentrat (biji), hanya bisa diberikan pada hewan – hewan ruminansia seperti
sapi, kerbau, kambing, dan domba atau bisa diberikan kepada monogastrik, tetapi dalam
jumlah terbatas, mengingat bahwa tanaman ini mengandung racun (toxic). Kandungan
racun ini disebabkan adanya glukosida mimosin yang terdapat baik pada daun maupun
biji. Didalam suatu percobaan pada ternak babi dengan menggunakan tepung hijauan
lamtoro dalam jumlah 15 % yang dicampurkan ke dalam ransom, tak menimbulkan efej
negative (sakit), tetapi tepung daun lamtoro ini tak diberika kepada hewan yang sedang
bunting. Sedang pada unggas bisa diberikan pula, asal jumlahnya terdiri dari atau ak
melebihi dari 15 % .
Klasifikasi lamtoro ( Leucaena leucocephala ) adalah sebagai berikut (Soebarinoto,
1986 ) :
Kindom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Family : Leguminoseae
Subfamily : Papilionaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucanena leucocephala
Menurut Soebarinoto (1986), Lamtoro, Leguminosa adalah tanaman polongan yang
merupakan tanaman yang daun dan bijinya banyak mengandung nitrogen dan karenanya
merupakan sumber bahan makanan yang utama untuk ternak.Berdasarkan penelitian Prof
Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro dapat menyembuhkan
beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan
gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim,
patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam hal ini, tanaman
lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak diketahui oleh
orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan
penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak pada percepatan
kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.
2.2 Sejarah tanaman Lamtoro
Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama
botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di
Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara
tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini
penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak
makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas
“common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman
ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru
(tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak
berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di
Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan
tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan
dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan
konservasinya.
Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang
paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28
atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat,
kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan
terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan
yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L.
leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk
mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut
sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin
masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya
adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan
antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah
tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan
Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi
berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga
disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya.
2.3 Klasifikasi Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Nama Umum Leucaena Leucocephala
Nama Umum : Petai Cina
Nama Lokal : Kemlandingan, Lamtoro (Jawa); Palanding, Peuteuy selong (Sunda),
Kalandingan (Madura);
Nama Ilmiah :Leucaena leucocephala, Lmk. de wit , Leucaena glauca, Benth.
2.4 Deskripsi Leucaena Leucocephala
Petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki batang pohon
keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda.
Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan
buah petai (Parkia speciosa) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih
tipis. Buah petai cina termasuk buah polong, berisi biji-bibji kecil yang jumlahnya cukup
banyak. Petai cina oleh para petani di pedesaan sering ditanam sebagai tanaman pagar,
pupuk hijau dan segalanya. Petai cina cocok hidup di dataran rendah sampai ketinggian
1500 meter di atas permukaan laut. Petai cina di Indonesia hampir musnah setelah
terserang hama wereng. Pengembangbiakannya selain dengan penyebaran biji yang sudah
tua juga dapat dilakukan dengan cara stek batang.
Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini
tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipinadi
akhir abad XVI. dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian
dunia; ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan
ternak yang lekas tumbuh. Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini
menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia.
Tanaman semak atau pohon tingggi sampai 18 m, bercabang banyak dan kuat, dengan
kulit batang abu-abu dan lenticel yang jelas. Daun bersirip dua dengan 4-9 pasangan sirip,
bervariasi dalam panjang sampai 35 cm, dengan glandula besar (sampai 5 mm) pada dasar
petiole, helai daun 11-22 pasang/sirip, 8-16 mm x 1-2 mm, akut. Bunga sangat banyak
dengan diameter kepala 2-5 cm,stamen (10 per bunga) dan pistil sepanjang 10 mm. Buah
polong 14-26 cm x 1,5-2 cm, pendant, coklat pada saat tua. Jumlah biji 18-22 per buah
polong, berwarna coklat.
Petai cina (Leucaena glauca, Benth) merupakan salah satu tanaman yang sudah
dikenal masyarakat sebagai obat bengkak. Pemanfaatannya dengan cara dikunyah kunyah
atau diremas-remas, kemudian ditempelkan pada bagian yang bengkak. Selain itu,
masyarakat juga menggunakan petai cina sebagai bahan makanan, lauk-pauk atau
makanan ternak. Biji dari buah petai cina yang sudah tua setiap 100 g mempunyai nilai
kandungan kimia berupa zat kalori sebesar 148 kalori, protein 10,6 g, lemak 0,5 g, hidrat
arang 26,2 g, kalsium 155 mg, besi 2,2 mg, vitamin A, Vitamin BI 0,23 mg. Daun petai
cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin. Dalam petai cina,
mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, mimosin, leukanin,
protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Berbagai kandungan yang
terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah
flavonoid. Flavonoid dalam bentuk aikon bersifat nonpolar, sedangkan dalam bentuk
glikosida bersifat polar. Berdasarkan sifat flavonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat
digunakan etanol 70% sebagai bahan penyarinya, karena etanol 70% bersifat semi polar
yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-polar. Selain itu, etanol
70% tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan
obat terlarut.
2.5 Penggunaan Leucaena Leucocephala
Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi,
sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh
dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13—18 m) dalam waktu 3
sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap
kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat
tumbuh mencapai gemang 50 cm. Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan
serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani).
Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3—10 m, di antara larikan-larikan
tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin,
jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili,
markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao. Di hutan-hutan
tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela
untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah.
Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen.
Kayu lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki
nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap
dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.
Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500—600
kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro
cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu
ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak
mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat
kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu
perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan
agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap
bahan pengawet. Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang
cocok untuk produksi kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50—52% pulp, dengan
kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1—1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat
termasuk baik.
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein
yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60
hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan
pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik
dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran
lamtoro (jarak tanam 5—8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan
memberikan hasil paling ekonomis. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan
bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30%
lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi
dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia.
Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar
4% berat kering. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh
sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun
dapat mengurangi toksisitas mimosin. Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap
mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang
lebih keras dari kopi. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa
digunakan sebagai campuran pecal dan botok. Daun-daunnya juga kerap digunakan
sebagai mulsa dan pupuk hijau. Daun-daun lamtoro lekas mengalami dekomposis.
Berdasarkan penelitian Prof Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro
dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal,
disentri, meningkatkan gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka
terpukul, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam
hal ini, tanaman lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak
diketahui oleh orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak
pada percepatan kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.
Pada bagian akar lamtoro pun memiliki khasiat yang tak kalah hebatnya dengan bagian
biji. Di salah satu bagian tanaman ini, seringkali dimanfaatkan orang sebagai obat peluruh
haid. Metode pengobatan yang relatif tradisional ini menawarkan berbagai kelebihan yang
tidak dimiliki oleh metode pengobatan modern. Manakala obat modern mengandung efek
samping dari unsur kimiawi buatan yang sangat kuat, maka dari tanaman lamtoro ini efek
samping masih rendah karena bersifat alami dan belum tersentuh unsur buatan manusia.
Tanaman lamtoro dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman
lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka
terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis.
Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.( Soebarinoto,
1986)
2.6 Kandungan Kimia
Daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin. Dalam
petai cina, mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, mimosin,
leukanin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Berbagai
kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai
antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dalam bentuk aglikon bersifat nonpolar,
sedangkan dalam bentuk glikosida bersifat polar. Berdasarkan sifat flavonoid tersebut,
maka untuk ekstraksi dapat digunakan etanol 70% sebagai bahanpenyarinya, karena etanol
70% bersifat semi polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-
polar. Selain itu, etanol 70% tidak menyebabkan 23 pembengkakan membran sel dan
memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.
2.7 Tanin
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik.
Istilah tanin pertama sekali diaplikasikan pada tahun 1796 oleh Seguil. Tanin terdiri dari
sekelompok zat – zat kompleks terdapat secara meluas dalam dunia tumbuh – tumbuhan,
antara lain terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun dan buah – buahan. Ada beberapa
jenis tumbuh – tumbuhan atau tanaman yang dapat menghasilkan tanin, antara lain :
tanaman pinang, tanaman akasia, gabus, bakau, pinus dan gambir. Tanin juga yang
dihasilkan dari tumbuh – tumbuhan mempunyai ukuran partikel dengan range besar. Tanin
ini disebut juga asam tanat, galotanin atau asam galotanat. (Kumar, 1984)
Kegunaan Tanin :
1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat massa pertumbuhan bagian tertentu pada
tanaman.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman shingga mencegah serangga dan fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.
4. Pada industri farmasi tanin digunakan sebagai anti septik pada jaringan luka, misalnya
luka bakar yaitu dengan cara mengendapkan protein. Selain itu tanin juga digunakan
untuk campuran obat cacing dan anti kanker.
5. Pada industri kulit tanin banyak dipergunakan karena kemampuannya mengikat
bermacam – macam protein sehinggga dapat mencegah kulit dari proses
pembusukkan.
6. Tanin juga dipergunakan pada industri pembuatan tinta dan cat karena dapat
memberikan warna biru tua atau hijau kehitam – hitaman dengan kombinasi –
kombinasi tertentu.
7. Tanin dapat berperan sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara
mengeluarkan asam tamak yang tidak terlarut.
8. Pada industri minuman tanin juga digunakan untuk pengendapan serat – serat organik
pada minuman anggur atau bir.
2.2 Spesifikasi Produk
Tanin juga dinamakan asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak berwarna tetapi ada
juga yang berwarna kuning atau cokelat. Berikut adalah sifat – sifat dari tanin :
1. Memiliki rumus molekul C76H52O46
2. Memiliki berat molekul 1701.22
3. Tanin dapat diidentifikasi dengan kromatografi
4. Merupakan padatan berwarna kuning atau kecoklatan
5. Memiliki titik leleh 3050C
6. Memiliki titik didih 12710 C
7. Merupakan senyawa yang sukar dipisahkan
8. Kelarutan dalam etanol 0,82gr dalam 1 ml (700C)
9. Kelarutan dalam air 0,656 gr dalam 1ml (700C). (Swain, 1965)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian yang bersifat eksperimental.
Penelitian ini disebut eksperimental karena melakukan sebuah percobaan
untuk membuat Teh alami dari daun lamtoro (Leucaena leucocephala). Minuman
tersebut akan diuji untuk mengetahui karakteristik yang meliputi rasa, warna, dan
aroma.
Selain itu perolehan data dari penelitian ini juga dilakukan dengan penelusuran
informasi digital dari internet dan perpustakaan.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lamtoro (Leucaena
leucocephala). Sedangkan sampel penelitian adalah daun lamtoro (Leucaena
leucocephala) yang diambil dari rumah peneliti di daerah Tumpang, Malang.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam tahap ini peneliti melakukan eksperimen yang hasilnya diuji cobakan
ke 25 tester, selanjutnya tester mengisi angket dan diolah menjadi data.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data ini menggunakan berbagai macam alat dan
bahan. Alat Timbangan digital, kertas saring, gelas ukur, oven, dan Vaccum rotary
evaporator. Bahan Daun teh kering, daun lamtoro kering, Ethanol 70%, dan Aquadest.
Langkah-langkah ekstraksi:
1. Daun lamtoro sebanyak 1 kg dicuci bersih dengan air mengalir.
2. Daun dipotong kecil-kecil dan dikeringkan tanpa bantuan sinar matahari selama 7
hari.
3. Untuk daun teh sudah diperoleh dalam bentuk kemasan kering.
4. Daun yang telah kering ditimbang sebanyak 250 gr. Kemudian direndam dengan pelarut
ethanol-air dengan perbandingan 1 : 1 sebanyak 1 liter.
5. Aduk hingga homogen kemudian simpan kedalam ruangan selama 7 hari.
6. Hasil rendaman disaring menggunakan kertas saring.
7. Filtrat yang diperoleh diuapkan menggunakan vaccum rotary evaporator pada suhu 40-
60oC sampai diperoleh ekstrak pekat.
8. Ekstrak pekat dikeringkan menggunakan oven dengan kisaran suhu 68-700C selama 3
menit untuk memperoleh ekstrak dalam bentuk serbu.
3.5 Teknik analisis data
Dalam tahap ini peneliti melakukan eksperimen
1. Tahap pertama peneliti melakukan eksperimen pembuatan Teh alami daun
lamtoro (Leucaena leucocephala).
2. Tahap kedua peneliti mengujicobakan hasil eksperimen ke 25 tester
3. Tahap ketiga peneliti penyebarkan angket untuk diisi oleh 25 tester
4. Tahap keempat peneliti mengolah data yang diperoleh dari hasil angket
DAFTAR RUJUKAN
.
Arif, Chusnul. 1992. Suplementasi Analog Hidroksi Metionin pada Beberapa Leguminosa
Pohon untuk Pakan Anak Sapi Perah Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Cheeke, P.R., and L.R. Shull. 1985. Tannins dan Polyphenolic. Compounds. In : Cheeke,
P.R. (Ed.). Natural Toxicants in Feeds and Poisonous Plants. AVI Publishing
Company, Connecticut. USA.
Kumar, R., and M.Singh. 1984. Tannins : Their Adverse Role in Ruminant Nutrition. Journal
of Agricultural and Food Chemistry. 32 (3) : 447-453.
Soebarinoto.1986. Evaluasi Beberapa Hijauan Leguminosa Pohon Sebagai Sumber Protein
untuk Hewan. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Swain T. 1965. The Tannin. Di dalam Bonner J. dan Varner J.E. (Eds.) Plant Biochemistry.
Academic Press, New York