Post on 27-May-2015
description
POKOK-POKOK AJARAN ISLAM
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“Pengantar Study Islam”
Oleh:
Achmad Zain Nuruddin
Dosen Pembimbing:
Nurul Asiya Nadhifah, M.HiNIP 197504232003122001
FAKULTAS SYARI’AH
PRODI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010/2011
KATA PENGANTAR
i
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dari Kelompok I dapat menyelesaikan
makalah Pengantar Studi Islam ini dengan baik sebagai tugas pertama untuk
bahan diskusi dalam tatap muka perkuliahan.
Makalah Pengantar Studi Islam ini membahas tentang Pokok-pokok
Ajaran Islam yang pembahasan secara lengkap diuraikan dan dijelaskan dalam
makalah ini.
Kelompok I mengucapkan terima kasih kepada :
Ibu Nurul Asiya Nadhifah selaku dosen pembimbing Pengantar Studi Islam.
Makalah Pengantar Studi Islam ini sangatlah jauh dari kesempurnaan
dalam pengerjaannya. Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah ini.
Surabaya, 02 Novemberber 2010
PENYUSUN
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akidah ..................................................................................... 2
2.2 Rukun Iman ............................................................................................... 3
2.3 Pengertian Syariah ..................................................................................... 4
2.4 Pengertian Akhlak...................................................................................... 5
2.5 Madzhab Akhlak......................................................................................... 6
2.6 Sumber Akhlak Menurut Islam.................................................................. 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 11
3.2 Saran .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan zaman, banyak sekali orang-orang yang aqidah
dan imannya tergoda dan akhirnya terjerumus pada hal-hal yang sebenarnya
dilarang oleh syariah agama. Demikian pula dengan keadaan akhlak
masyarakat yang akhir-akhir ini mulai rusak. Lalu bagaimana kita
memperbaikinya?. Langkah pertama yang harusnya kita ambil adalah
menimbulkan kesadaran diri masing-masing bahwa kita sudah terlampau jauh
keluar dari syariah agama, dan kita harus memperteguh akidah kita. Jika
akidah kita sudah tertancap kuat, niscaya kita akan mudah mengikuti syariah
dan memperbaiki akhlak kita. Layalnya sebuah pohon besar, akarnya bagaikan
akidah, batangnya bagaikan syariah, dan buahnya bagaikan akhlak. Jika
akarnya tertancap kuat dalam tanah, maka batangnya pun akan bagus, dan
buahnya pun akan tumbuh dengan sempurna.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa
rumusan masalah. Sebagai berikut :
A. Apakah pengertian Akidah?
B. Rukun Iman?
C. Pengaruh Rukun Iman dalam kehidupan manusia?
D. Apakah Pengertian Syariah?
E. Apakah Pengertian Akhlak?
F. Apa saja Madzhab-madzhab Akhlak?
G. Dari mana Sumber Akhlak?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akidah
Akidah berasal dari bahasa Arab ‘aqidah yang bentuk jamaknya adalah
‘aqa’id dan berarti faith, belief1 (keyakinan, kepercayaan); sedang menurut
Louis Ma’luf ialah ma ‘uqidah ‘alayh al-qalb wa al-dhamir2 yang artinya
sesuatu yang mengikat hati dan perasaan. Dari etimologi diatas bisa diketahui
bahwa yang di maksud dengan “akidah” ialah keyakinan atau keimanan ; dan
hal itu diistilahkan sebagai akidah karena ia mengikatkan hati seseorang
kepada sesuatu yang di yakini atau di imaninya dan ikatan tersebut tidak boleh
di lepaskan selama hidupnya. Inilah makna asal “akidah” yang merupakan
derivasi dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan yang artinya mengikat.
Menurut Mahmud syaltut, akidah ialah sisi teoritis yang harus pertama
kali di imani atau di yakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan
sedikitpun. Pada dasarnya, manusia memiliki dua potensi yakni teoritis yang
kesempurnaannya bisa dicapai dengan mengetahui hakikat-hakikat yang
sebenarnya, dan praktis yang kesempurnaannya dengan mengerjakan semua
keharusan dalam urusan dalam kehidupannya. Islam menetapkan hal tersebut
sebagai prinsip untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Untuk itu, ditetapkanlah dua kewajiban yaitu kewajiban untuk
mengetahui/meyakininya (iman) dan kewajiban untuk melaksanakannya
(amal).3
Lebih lanjut, syaltut mengelaborasi bahwa dalam ajaran islam, akidah
merupakan landasan atau akar sedangkan syari’ah merupakan batang, cabang-
cabangnya. Hal itu berimplikasi bahwa syari’ah tidak bisa berdiri sendiri atau
1 Hans Wahr, ADictionary of Modern Wrien Arabic : Arabic-English (Wiesbaden : Otto Harrassowitz, 1971), hal 628.2 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam(Beirut : Dar al-Masyriq, 1975), cet. Ke26, hal 519. 3 Ibid., hal.66.
2
tumbuh tanpa akar yang berupa akidah. Dan syari’ah tanpa akidah bagaikan
bangunan yang melayang karena tidak ada pondasinya. Namun demikian,
islam menyatakan bahwa hubungan antara keduanya merupakan suatu
keniscayaan, yang artinya bahwa antara akidah dan syari’ah tidak bisa berdiri
sendiri-sendiri.4 Jadi, ajaran islam terdiri dari dua pokok, yakni: akidah/iman
yaitu: mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan aktifitasnya dalam
masyarakat yang disebut “mu’amalah”.
2.2 Rukun Iman
Kalau kita berbicara tentang akidah maka yang menjadi topik pembicaraan
adalah masalah keimanan yang berkaitan dengan rukun-rukun iman dan
peranannya dalam kehidupan beragama.5 Rukun iman yang berupa keimanan
kepada Allah dan sifat-sifat-Nya, para rasul-Nya, para malaikat, kitab-kitab
yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan qadha’ serta qadar,
bisa ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadist Nabi SAW. Seperti
yang terdapat dalam Q.S. Al-baqarah:285, Q.S. Al-baqarah:177, Q.S. Al-
Qamar:49.
Adapun pengaruh rukun iman dalam kehidupan sebagai berikut :
a) Iman kepada Allah : Mendorong seseorang untuk bertakwa
kepada-Nya, yaitu dengan menyadari kehadiran Allah di sisinya
dan bahwa Ia selalu mengawasi segala tindak tanduknya.
b) Iman kepada Malaikat : Mendorong seseorang untuk selalu
melakukan perbuatan-perbuatan baik, karena ia yakin bahwa
keinginan berbuat baik itu merupakan dorongan dari malaikat.
c) Iman kepada Kitab-kitab Allah : Memberikan keyakinan kepada
umat islam bahwa Al-Qur’an adalah merupakan kitab penerus dan
pelengkap terhadap semua kitab sebelumnya, dan juga merupakan
kitab Allah yang terakhir dan paling lengkap untuk mencapai
kebahagiaan hidup didunia atau diakhirat.
4 Mahmud Syaltut, Op.Cit, hal.23-24.5 Masyfuk Zuhdi, Op.Cit. hal,6.
3
d) Iman kepada Para Nabi dan Rosul : Memberi keyakinan pada umat
muslim bahwa semua nabi dan rosul mempunyai misi suci yang
sama, yakni mengajak manusia untuk beriman dan beribadah
hanya semata-mata kepada Allah agar mendapat Ridho-Nya. Dan
bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang diberi tugas
menyampaikan ajaran agama yang paling lengkap untuk dijadikan
way of life bagi seluruh umat manusia.
e) Iman kepada Hari Kiamat : Manusia akan senantiasa menjaga diri
untuk selalu ta’at kepada Allah, mengharapkan pahala dihari
kemudian, dan menjauhi larangan karena takut akan siksaan kelak
dkemudian hari.
f) Iman kepada Qodho’ dan Qodar : dapat mendorong seseorang
untuk bersikap berani dalam menegakkan keadilan dan kebenaran,
dalam meninggikan kalimat Allah. Ia tidak takut menghadapi
resiko dan bahaya yang mengancamnya, sebab ia yakin bahwa
kematian, rizki, nasib, dan sebagianya semuanya berada ditangan
Allah.
2.3 Pengertian Syariah
Istilah syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan
kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses “tasyri”.
Oleh karena itu, ada baiknya istilah tasyri’ ini dibahas sebelum pemaparan
tentang makna syariah.
Kata tasy’ri merupakan bentuk masdar dari syarra’a yang berarti
menciptakan dan menetapkan syariah.6 Sedang dalam istilah para ulama fiqh
bermakna “Menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan
manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun dengan umat
manusia lainnya. 7
Dengan melihat pada subyek penetap hukumnya, para ulama’
membagi tasyri’ menjadi dua, yaitu tasyri’ samawi ( ilahy) dan tasyri’ wadh’i.
Yang dimaksud dengan tasyri’ ilahy adalah penetapan hukum yang dilakukan
6 Jamaluddin bin Muhammad al-Afriqi, Lisan al-Arab,(Beirut: Dar al-Shadir,tth),jld.VIII,hal,11.7 Muhammad Faruq Nabhan, al-Madkhal li-Tasyri’ al-Islami (Beirut: Dar al-Qalam,1981), hal.11.
4
langsung oleh Allah dan Rosul-Nya dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Sedangkan tasyri’ wadh’i adalah penentuan hukum yang dilakukan para
mujtahid, baik para mujtahid mustambith maupun muthabiq.
Dilihat dari sudut kebahasaan kata “syariah” berarti “jalan tempat
keluarnya air minum”. Kemudian bangsa Arab menggunakan kata ini untuk
konotasi jalan lurus. Dan pada saat dipakai dalam pembahasan hukum menjadi
bermakna “segala sesuatu yang di syari’atkan Allah kepada hamba-hamba-
Nya”. Sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
2.4 Pengertian Akhlak
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaq yang
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, peringai,
tingkah laku, atau tabi’at. Kata ini berakar dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan. Derivasinya ialah kata khaliq artinya pencipta, makhluq yang
artinya yang di ciptakan, dan khalq artinya penciptaan.
Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhak, antara lain:
1.Menurut Ibrahim Anis
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
perbuatan-perbuatan, baik atau buruk tanpa memerlukan pemikiran dan perimbangan.
2. Menurut Abdul Al-Karim Zaidan
Akhlak adalah kumpulan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau
buruk, untuk kemudian terus melakukan atau meninggalkannya.
Kedua definisi tersebut diatas, sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluq
adalah sifat yang tertanam dalam sifat manusia, sehingga ia akan muncul secara
spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan adanya dorongan dari luar dirinya.
Selain definisi diatas, Al-Hufi memberikan definisi yang cukup singkat dengan
mengatakan bahwa akhlak adalah suatu kebiasaan (yang dilakukan) dengan
kehendak/maksud, atau kehendak/keinginan yang berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan, yang tertuju untuk berbuat baik atau buruk.
Disamping istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral.Ketiga istilah ini
sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia.
5
Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah al-
qur’an dan hadist nabi, etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan moral
standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.
.
2.5 Madzhab Akhlak
Para pakar akhlak sejak dahulu tidak sependapat dalam persoalan
sumber yang mendorong munculnya akhlak atau ukuran untuk menentukan
baik dan buruk, sehingga memunculkan beberapa madzhab atau pendapat,
yang masing-masing tidak pernah lepas dari kritik.
1. Adat Istiadat
Setiap suku bangsa mempunyai adat istiadat atau aturan-atran yang
diharapkan munculnya kenaikan jika diikuti, sehingga mereka mendidik anak-
anak mereka untuk tunduk pada adat itu, dan menghukum mereka jika
melanggarnya.
Sebagian pakar berpendapat bahwa adat istiadat inilah yang menjadi
parameter akhlak atau sebagai ukuran baik dan buruk. Parameter ini tidak ada
kepastian karena tidak memiliki akar yang kuat, sebab adat istiadat bisa
berubah-ubah sejalan dengan perubahan situasi dan masa. Selain itu
kadangkala apa yang diperkenankan oleh adat ternyata ditentang oleh akal
dan bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Misalnya pada zaman jahiliyah,
minim minuman keras dibenarkan oleh adat tetapi setelah Islam datang hal itu
dilarang, demikian pula dengan perbudakan yang merupakan adat istiadat bagi
umat-umat terdahulu, kini hal itu dientang oleh hampir semua bangsa.
Jadi, menjadikan adat istiadat sebagai parameter akhlak merupakan sikap
yang kaku serta menghambatbkemajuan karena tidak bisa menerima
pendapat-pendapat yang baru.8 Disamping itu, kemajuan akan bisa tercapai
bila ada golongan yang suka menunjukan kesalahan kaumnya, mempunyai
keberanian untuk menyalahi adat istiadat dan mengajak kearah kebenaran,
meskipun semula mereka menghadapi penderitaan, tetapi akhirnya akan
tersebarlah buah pikirannya dan banyak pengikutnya, sehingga barang baru
yang benar akan menempati barang lama yang salah.9
8 Al hufi, Op.Cit, hal. 13-14.9 Ahmad Amin, Op.Cit, hal. 90.
6
2. Manfaat Materi (material benefit)
Sebagian pakar berpendapat bahwa manfaat materi adalah sebagai
dari parameter akhlak. Menurut mereka perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan keuntungan materi bagi masarakat dianggap sebagai akhlak
yang terpuji. Oleh karena itu mereka menolak parameter kejiwaan yang
dianggap sebagai masalah individu dan tidak bisa dijadikan sebagai
ukuran umum bagi semua orang.
Pendapat ini sangat berbahaya bagi terjalinnya hubungan
kemasyarakatan, baik antar individu, individu dengan masyarakat, bahkan
antar masyarakat. Bila keuntungan materi yang dijadikan sebagai
parameter, maka akn muncul sikap egois, kejahatan, penipuan, sikap
oportunis, dan mengabaikan kebaikan bagi orang lain.
3. Hedonisme/Kesenangan
Setelah ahli-ahli filsafat menyelidiki ukuran baik dan buruk secara
ilmu pengetahuan, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa ukuran
itu ialah bahagia. Bahagia adalah tujuan akhir dari hidup manusia. Mereka
mengartikan bahwa bahagia dengan kelezatan dan sepi dari penderitaan.
Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan, maka perbuatan yang
mendatangkan kelezatan ianggap baik, sebaliknya yang mendatangkan
penderitaan dianggap buruk.
Pengikut madzhab ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Egoistic Hedonism: Menyatakan bahwa manusia itu hendaknya
mencari sebesar-besarnya kelezatan untuk dirinya sendiri. Tokoh yang
paling besar dari madzhab ini adalah Epicurus (341-270 SM), seorang
filosof Yunani. Mdzhab ini memiliki kelemahan, yaitu pengikutnya
menjadi orang yang angkuh, tidak melihat dalam segala perbuatannya
kecuali dirinya sendiri dan ia tidak peduli apakah perbuatannya kan
orang-orang mendapatkan manfaat ataun kerugian.
b. Universalistic Hedonism: Menghendaki agar umat manusia itu mecari
kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesame manusia, bahkan
segala makhluk yang berperasaan. Menurut mereka, keutamaan itu
disebut keutamaan bila mendatangkan kelezatan yang lebih besar dari
penderitaannya, ia juga dianggap keutamaan meskipun mendatangkan
7
penderitaan bagi pelakunya, sebaliknya kejelekan dianggap jelek bila
penderitaannya lebih besar dari kelezatannya.
Mereka juga berpendapat bahwa kebahagiaan yang mereka maksud
ialah kebahagiaan lahir dan batin, dan klezatan yang mereka maksud ialah
kelezatan akal dan badan meskipun sebagian berkata bahwa kelezatan
akal lebih utama dari kelezatan badan.
4. Intuisi
Madzhab ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai
kekuatan instinc batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan
selintas pandang. Dalam menilai baik buruknya suatu perbuatan kita tidak
melihag dari akibatnya yang berupa kelezatan atau penderitaaan seperi
Hedonism, tetapi dengan instinc kita bisa menilainya tanpa melihat
akibatnya. Maka keutamaan madzhab ini ialah universalitas penilaian
terhadap baik dan buruk tanpa terikat oleh dimensi waktu dan tempat, dan
tanpa melihat pula pada akibat yang didatangkan oleh perbuatan itu.
Selain itu, intuisi juga membutuhkan adanya pembentukan dan
pendidikan, sebab sering kali ia dipengaruhi oleh nafsu dan kepentingan
khusus, selain juga terpengaruh oleh lingkungan, zaman, dan peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Maka dari itu, jika seseorang terdidik dengan
pendidikan agama yang baik ia akan mampu menguasai hawa nafsunya,
dan jika tidak maka hawa nafsu justru menguasai mereka.
5. Moderat
Madzhab ini paling banyak tersebar dan diikuti, dan banyak pula
pengaruhnya para peneliti dan pelajar.Sejak Aristoteles meletakkan
ukuran/parameter akhla dengan mengatakan bahwa prinsip kemuliaan
ialah pertengahan diantara dua sisi. Aristoteles berkata :” Sesungguhnya
pertengahan sesuatu ialah titik yang jauhnya sama antara dua sisinya, dan
itulah satu-satunya titik yang ada dalam segala kondisi/keadaan”. Bagi
manusia moderat ialah sesuatu yang tidak dicela karena kekurangan atau
kelebihan.
Madzhab ini banyak dianut oleh para filosof Muslim, penyebabnya
ialah karena moderasi adalah sifat yang terpuji menurut Islam dan juga
dipuji oleh semua orang sebab hal itu menunjukkan pada sikap bijak dan
8
jauh dari sikap berlebihan. Imam al-Ghazali misalnya, berpendapt bahwa
pusat dari akhlak dan sumbernya ialah kebijaksanaan, keadilan,
keberanian, dan kesucian. Maksud dari kebijaksanaan ialah kondisi
kejiwaan yang dengannya bisa diketahui kebenaran dan kesalahan dalam
semua perbuatan sukarela. Keadilan ialah kondisi kejiwaan dan kekuatan
yang bisa mengendalikan marah dan nafsu untuk dibawa ke sikap yang
bijaksana. Keberanian ialah menundukkan kemauan untuk marah pada
kemauan akal, baik unt uk menggunakannya atau mencegahnya,. Sedang
Kesucian ialah mendidik dorongan nafsu dengan pendidikan akal dan
syara’.
Dari keempat kemuliaan akhlak ini kemudian muncul semua
akhlak yang baik dan terpuji, dan hanya Rasulullah SAW orang yang telah
mencapai kesempurnaan akhlak.
2.6 Sumber Akhlak Menurut Islam
Yang dimaksud sumber akhlak ialah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana karakteristik keseluruhan
ajaran Islam, maka sumber akhlak adalah al-Qur’an dan Sunnah, dan
bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep
etika dan moral.
Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk atu
terpuji dan tercela,semata-mata karena syara’ (al-Qur’an dan Sunnah)
menilainya demikian. Adapun pandangan masyarakat bisa saja dijadikan
ukuran untuk menilai baik buruk, tetapi sangat relatif , tergantung sejauh
mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka
dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertutup dan akal
pikirannya sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang tidak terpuji, tentu
tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah
yang bisa dijadikan ukuran.
Dari uraian diatas jelas bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif),
obyektif dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah al-
Qur’an dan Sunnah Nabi SAW dan bukan yang lain-lain.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akidah berasal dari bahasa Arab ‘aqidah yang bentuk jamaknya adalah
10
‘aqa’id dan berarti faith, belief (keyakinan, kepercayaan); sedang menurut Louis
Ma’luf ialah ma ‘uqidah ‘alayh al-qalb wa al-dhamir yang artinya sesuatu yang
mengikat hati dan perasaan. Dari etimologi diatas bisa diketahui bahwa yang di
maksud dengan “akidah” ialah keyakinan atau keimanan ; dan hal itu diistilahkan
sebagai akidah karena ia mengikatkan hati seseorang kepada sesuatu yang di
yakini atau di imaninya dan ikatan tersebut tidak boleh di lepaskan selama
hidupnya. Inilah makna asal “akidah” yang merupakan derivasi dari kata ‘aqada-
ya’qidu-‘aqdan yang artinya mengikat.
Sedangkan“syariah” berarti “jalan tempat keluarnya air minum”.
Kemudian bangsa Arab menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Dan
pada saat dipakai dalam pembahasan hukum menjadi bermakna “segala sesuatu
yang di syari’atkan Allah kepada hamba-hamba-Nya”. Sebagai jalan lurus untuk
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dan secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaq yang
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, peringai,
tingkah laku, atau tabi’at. Kata ini berakar dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan. Derivasinya ialah kata khaliq artinya pencipta, makhluq yang
artinya yang di ciptakan, dan khalq artinya penciptaan. Akhlak memiliki beberapa
madzhab, diantaranya:
1. Adat Istiadat
2. Manfaat Materi
3. Hedonisme/Kesenangan
4. Intuisi
5. Moderat
Akhlak hanyalah bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, dan
orang yang mempunyai kesempurnaan akhlak hanyalah Nabi Muhammad
SAW.
3.2 Saran
11
Kita sebagai umat muslim seharusnya menjalani kehidupan dengan
melibatkan akidah, syariah, dan akhlak. Karena tanpa ketiganya hidup kita
akan berguna, layaknya mobil yang tidak ada pengendaranya. Dan kita
hidup haruslah sejalan dengan ketiganya.
DAFTAR PUSTAKA
Studi Islam IAIN Sunan-Ampel Surabaya. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: 2004
Fazlur Rahman. Islam. Pustaka. Bandung: 1984
12
13