Post on 07-Sep-2018
STRATEGI CUSTOMER RELATIONS DENGAN
MENGGUNAKAN SOCIAL MEDIA TWITTER
UNTUK MEMBANGUN BUZZWORD
(Studi Kasus pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)
SKRIPSI
Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)
pada Program Strata Satu (S-1)
Tiara Permadi
09120110138
PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya ilmiah saya
sendiri, bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain atau lembaga
lain, dan semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam
skripsi ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan di Daftar
Pustaka.
Jika di kemudian hari terbukti ditemukan kecurangan atau penyimpangan,
baik dalam pelaksanaan skripsi maupun dalam penulisan laporan skripsi, saya
bersedia menerima konsekuensi dinyatakan TIDAK LULUS untuk mata kuliah
Skripsi yang telah saya tempuh.
Tangerang, 7 Januari 2013
Tiara Permadi
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
“Strategi Customer Relations dengan Menggunakan Social Media Twitter
untuk Membangun Buzzword
(Studi Kasus Pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)”
oleh
Tiara Permadi
telah disetujui untuk diajukan pada
Sidang Ujian Skripsi Universitas Multimedia Nusantara
Tangerang, 7 Januari 2013
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
A. Judhie Setiawan, M. Si.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Dra. Bertha Sri Eko M., M.Si.
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
“Strategi Customer Relations dengan Menggunakan Social Media Twitter
untuk Membangun Buzzword
(Studi Kasus Pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)”
oleh
Tiara Permadi
telah diujikan pada hari Selasa, tanggal 29 Januari 2013 pukul 08:30 s.d. 10:00
dan dinyatakan lulus dengan susunan penguji sebagai berikut.
Ketua Sidang Penguji Ahli
Dra. Bertha Sri Eko M., M. Si. Inco Hary Perdana, M. Si.
Dosen Pembimbing
A. Judhie Setiawan, M. Si.
Disahkan oleh
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMN
Dra. Bertha Sri Eko M., M. Si.
v
KATA PENGANTAR
Terselesaikannya skripsi ini adalah anugerah terindah dari Yang Kuasa.
Rasa syukur Penulis panjatkan pada Tuhan Yesus atas hikmat-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Customer Relations
dengan Menggunakan Social Media Twitter untuk Membangun Buzzword (Studi
Kasus Pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)”.
Social media merupakan bentuk perkembangan media baru yang sangat
diminati oleh kaum muda. Twitter adalah salah satu social media yang banyak
digunakan, termasuk oleh Penulis. Banyak hal yang dapat diakukan melalui
Twitter: curhat, ngobrol, sampai mencari informasi semua bisa dilakukan. Di
Twitter inilah Penulis bertemu dengan akun @NINOTCHKA_JKT, yang akhirnya
membuat Penulis tertarik untuk berkunjung ke Ninotchka Cafe dan menjadi
pelanggannya.
Ninotchka Cafe hanya mengandalkan social media, terutama Twitter,
untuk berpromosi. Ternyata, kafe ini mampu berkembang dengan pesat dalam
waktu setahun. Suatu pencapaian yang membanggakan dan tentunya dapat ditiru
oleh organisasi lainnya. Oleh karena itu, Penulis kemudian tertarik untuk
menjadikannya sebagai objek penelitian.
Seiring dengan terselesaikannya skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam proses
penyusunannya. Terima kasih kepada:
1. Dr. Ninok Leksono, Rektor Universitas Multimedia Nusantara, yang
juga pernah membimbing Penulis dalam mata kuliah Pengantar
Teknologi Komunikasi. Terima kasih atas inspirasi dan ilmu yang
telah diberikan pada Penulis.
2. Dra. Bertha Sri Eko M., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi,
“Ibu” bagi seluruh mahasiswa Ilkom.
vi
3. Ambang Priyonggo, M. A., Dosen Pembimbing Akademik Ilkom 2009
kelas D, yang selalu menerima Penulis dengan baik untuk konsultasi.
4. A. Judhie Setiawan, M. Si., Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus
pengajar mata kuliah Customer Relationship Management Penulis.
Terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Inco Harper, Penguji Ahli, yang juga banyak membantu Penulis dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
6. Para dosen di Universitas Multimedia Nusantara yang telah membagi
ilmunya dengan Penulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
7. Orang tua dan seluruh keluarga besar penulis: Mami, Papi, Oma, Opa,
Mbah, Ii, Om Ei dan Tante Na, Om Jack dan Tante Santi, Quinn, dan
Little Avery. Terima kasih atas doa, cinta, dan semangat yang kalian
berikan selama ini.
8. Melvin Iskandar. Thank you for your love and support through the
distance.
9. My high-school BFF: Vira, Jessica, Jacqueline, Beauty, Maureen, dan
Silviana. Terima kasih, khususnya buat Vira
10. Sahabat seperjuangan: Widya, Chica, Maureen, Nova, dan Anggie.
Terima kasih banyak buat dukungan semangat dari kalian.
11. Maynard, Yuda, Ming, Bang Yos, Gratia, Cun-Cun, Koko Cliff, dan
Mr. Timotius Laudus. Thank you so much, guys.
12. Teman-teman angkatan 2009 dan segenap civitas academica.
13. Sonia Eryka, Roy Leonard, dan Stefanie Kurniadi. Terima kasih atas
kesediaan kalian untuk sharing dengan Penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia.
Tangerang, Januari 2013
Tiara Permadi
PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
vii
ABSTRAK
Tiara Permadi
09120110138
STRATEGI CUSTOMER RELATIONS DENGAN MENGGUNAKAN SOCIAL
MEDIA TWITTER UNTUK MEMBANGUN BUZZWORD (STUDI KASUS
PADA NINOTCHKA CAFE KUARTAL III & IV TAHUN 2012)
xiii + 144 halaman, 8 tabel; 12 gambar; 2 lampiran (39 + 35 halaman)
Referensi: 38 buku + 2 jurnal + 3 skripsi + 30 online
Kata kunci: Social CRM, Online Customer Relations, Twitter
Teknologi komunikasi manusia memasuki interactive communication era,
dimana internet menjadi perkembangan terpenting. Social media merupakan situs
yang paling diminati oleh para pengguna internet. Fakta menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kunjungan social media tertinggi.
Peluang itu kemudian dimanfaatkan oleh organisasi. Organisasi menggunakan
social media sebagai sarana promosi dan komunikasi dengan customer-nya. Salah
satunya adalah Ninotchka Cafe yang mengandalkan Twitter.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi customer relations
dengan menggunakan social media Twitter untuk membangun buzzword.
Kehadiran social media dapat memudahkan organisasi dalam membangun
hubungan dengan pelanggannya, tetapi di sisi lain juga membuat hubungan
tersebut semakin kompleks. Social media memampukan pelanggan menjadi
influencer, memengaruhi pandangan orang lain terhadap produk dan organisasi.
Customer relations kini berorientasi strategis: menghasilkan pelanggan setia yang
menyebar buzzword positif – para evangelist.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sifat penelitian adalah
deskriptif dengan metode studi kasus. Menggunakan metode analisis data Miles &
Huberman (reduction, display, conclusion). Untuk pemeriksaan keabsahan data,
dilakukan dengan triangulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menyusun strategi customer
relations dan memilih media, diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan
program customer relations yang dilakukan oleh Ninotchka Cafe sesuai dengan
konsep IDIC dari Peppers dan Rogers. Sementara untuk pemilihan social media
yang digunakan, sesuai dengan konsep POST dari Lee dan Bernoff. Dengan
strategi dan media yang tepat, Ninotchka dapat membangun buzzword positif
yang menguntungkan.
Berdasarkan pendekatan POST, peneliti melihat bahwa pilihan social
media Ninotchka sesuai untuk menjangkau target market-nya. Peneliti hanya
menyarankan agar Ninotchka Cafe dapat memaksimalkan penggunaannya dengan
mengintegrasikan beragam social media yang digunakan dan memanfaatkannya
untuk menyusun program customer relations bersama para customer-nya. Selain
itu, Ninotchka juga dapat mulai mempertimbangkan bantuan profesional.
viii
ABSTRACT
Communication technology now has entered the interactive
communication era. Internet becomes the most important development in history.
Social media is the most popular site used by Internet users, and Indonesia is a
country with the highest visit to social media. It opens a big opportunity for
business. Organizations use social media to promote and communicate effectively
with their customers. One them is Ninotchka Café, who rely on Twitter.
This study aimed to describe the customer relations strategy using Twitter
to build buzzword. Social media could facilitate organization in establishing
relationship with its customers. However, it might as well create a more complex
relationship. Social media turns customers into some powerful influencers, who
can affect other’s view of products and organization. Customer relations now
based on strategic orientation: create loyal customers who buzzing about them –
the evangelists.
This study used a case study method with qualitative approach. The nature
of research is descriptive. This study used Miles and Huberman’s analysis
method: reduction, display, conclusion. The validation method used is data
triangulation.
The result shows that in determining the customer relations strategy and
selecting the media, organization need to make a good consideration of planning.
The planning of customer relations program conducted by Ninotchka Café can be
explained by the IDIC concept from Peppers and Rogers. While in the process of
selecting which social media to use, the POST concept from Lee and Bernoff fits
perfectly. With the right strategy and of course the right media, Ninotchka can
build the positive buzzword which is profitable for them.
Researcher assessed that the choice Ninotchka Café made in determining
which social media to use is appropriate, according to POST concept. Researcher
suggests that Ninotchka Café can optimize their way of using social media by
integrating the various kind of social media they chose to build an even better
customer relations programs together with their customers. Ninotchka can also
consider professional assistance in their management.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................. Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 13
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 13
1.4. Signifikansi Penelitian .................................................................................... 13
1.4.1. Signifikansi akademis ........................................................................... 13
1.4.2. Signifikansi praktis ............................................................................... 13
BAB II: KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................... 14
2.1. Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 14
2.2. Teori ................................................................................................................ 17
2.2.1. Perkembangan marketing communications .......................................... 17
2.2.2. Dasar teori ............................................................................................. 21
2.3. Kerangka Konseptual ...................................................................................... 24
2.3.1. Marketing communications ................................................................... 24
2.3.2. Customer relations ................................................................................ 29
x
2.3.3. Customer relationship management ..................................................... 36
2.3.4. Social media .......................................................................................... 41
2.3.5. Buzzword ............................................................................................... 50
2.3.6. Social CRM ........................................................................................... 55
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 61
3.1. Tipe Penelitian ................................................................................................ 61
3.2. Metode Penelitian............................................................................................ 64
3.3. Objek Penelitian dan Informan Penelitian ...................................................... 65
3.4. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 67
3.5. Definisi Konsep dan Fokus Penelitian ............................................................ 69
3.5.1. Definisi konsep ..................................................................................... 69
3.5.2. Fokus penelitian .................................................................................... 70
3.6. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 71
3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ............................................................ 73
3.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 75
BAB IV: PEMBAHASAN ..................................................................................... 76
4.1. Gambaran Umum Organisasi .......................................................................... 76
4.1.1. Profil dan perkembangan usaha ............................................................ 76
4.1.2. Competitive review ................................................................................ 82
4.2. Hasil Penelitian ............................................................................................... 89
4.3. Konsep IDIC dalam Penyusunan Program Customer Relations ................... 101
4.4. Konsep POST dalam Pemilihan Media......................................................... 116
4.5. Pembentukan Buzzword ................................................................................ 126
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 140
5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 140
5.2. Saran .............................................................................................................. 142
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A: KELENGKAPAN SKRIPSI, PEDOMAN, DAN TRANSKRIP
LAMPIRAN B: SERBA-SERBI NINOTCHKA CAFE
CURRICULUM VITAE
xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL ...................................................................................... Halaman
1. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 16
2. Tabel 2.2: Empat Fase Evolusi PR menurut Grunig dan Hunt .......................... 22
3. Tabel 3.1: Informan Penelitian ........................................................................... 66
4. Tabel 4.1: Perbandingan Kompetitor ................................................................. 87
5. Tabel 4.2: Perbandingan dengan Holycow Steak .............................................. 88
6. Tabel 4.3: Buzzword dari Sonia, Roy, dan Blogger/Public Figure .................. 127
7. Tabel 4.4: Buzzword dari Ninotchka dan Pelanggannya .................................. 128
8. Tabel 4.5: Buzzword #AUTUMNWIPEOUT .................................................. 136
xii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. Halaman
1. Gambar 2.1: Model Komunikasi Lasswell......................................................... 17
2. Gambar 2.2: Perkembangan Marketing Communications ................................. 20
3. Gambar 2.3: Model Komunikasi Transaksional Barnlund ................................ 22
4. Gambar 2.4: Ragam Social Media ..................................................................... 42
5. Gambar 2.5: Pergeseran Model AIDMA menjadi AISAS ................................. 45
6. Gambar 2.6: Nielsen Global Trust in Advertising Survey 2011 ......................... 47
7. Gambar 2.7: Perbandingan Usia Pengguna Twitter dan Facebook .................... 49
8. Gambar 2.8: Pentingnya Keterlibatan Organisasi di Social Media.................... 53
9. Gambar 2.9: Perbedaan Traditional CRM dan Social CRM .............................. 56
10. Gambar 4.1: Ninotchka Coffee Parlour & Diner ............................................. 76
11. Gambar 4.2: Hasil Pencarian Google dengan Keyword “Ninotchka”............ 134
12. Gambar 4.3: Pergerakan Jumlah Followers Ninotchka ................................. 138
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... Halaman
LAMPIRAN A: KELENGKAPAN SKRIPSI, PEDOMAN, DAN TRANSKRIP
Formulir Konsultasi Skripsi ..................................................................................... 2
Surat Izin Wawancara .............................................................................................. 3
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ........................................................ 4
Pedoman Wawancara (Interview Guide) ................................................................. 5
Transkrip Wawancara ............................................................................................ 11
LAMPIRAN B: SERBA-SERBI NINOTCHKA CAFE
Ninotchka Cafe’s Snapshot ...................................................................................... 2
Peta Lokasi Ninotchka Cafe ..................................................................................... 3
Ninotchka’s Menu .................................................................................................... 4
Ninotchka’s Favorite Menu...................................................................................... 5
Laman Twitter @NINOTCHKA_JKT .................................................................... 6
Laman Foursquare Ninotchka Coffee Parlour & Diner ........................................... 7
Laman Instagram ninotchka_jkt ............................................................................... 8
Laman Blog Ninotchka Cafe .................................................................................... 9
Laman Facebook Ninotchka Coffee Parlour & Diner ........................................... 10
Discount Program .................................................................................................. 11
Event ....................................................................................................................... 12
Buzzword ................................................................................................................ 16
Merespons Pelanggan............................................................................................. 20
Merespons Complain Fiktif ................................................................................... 21
#AUTUMNWIPEOUT .......................................................................................... 22
Liputan Media ........................................................................................................ 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi komunikasi manusia telah memasuki interactive
communication era.1 Perkembangan teknologi memungkinkan manusia untuk
berkomunikasi secara interaktif melalui perantaraan media. Komunikasi dapat
terjadi secara timbal balik, seperti percakapan tatap muka. Komunikasi interaktif
tersebut difasilitasi oleh keberadaan komputer dan dapat terjadi antarperangkat
yang berbeda.
Perkembangan teknologi menghasilkan media baru yang memungkinkan
manusia untuk melakukan kontak dengan cara-cara yang tak terbayangkan
sebelumnya. Flew menjelaskan istilah “media baru” dengan 4C (Computing,
Communication, Content, Convergent).2 Secara ringkas, media baru merupakan
segala bentuk teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi dan terhubung
dalam jaringan. Media baru memungkinkan manusia untuk berkomunikasi tanpa
dibatasi jarak dan waktu. Salah satu bentuk media baru adalah internet dan web.
Menurut Grant, internet merupakan perkembangan teknologi komunikasi
terpenting, karena memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia.3
Internet menjadi sebuah kekuatan sosial: memengaruhi bagaimana, kapan, dan
mengapa manusia berkomunikasi. Internet juga menjadi kekuatan ekonomi:
1August E. Grant dan Jennifer H. Meadows, Communication Technology Update and
Fundamentals 11th edition (USA: Focal Press, 2008), hlm. 9. 2Terry Flew, New Media: An Introduction (Melbourne: Oxford University Press, 2002), hlm. 11. 3August E. Grant dan Jennifer H. Meadows, op. cit., hlm. 268.
2
mengubah cara perusahaan beroperasi dan berinteraksi. Dan internet menjadi
kekuatan hukum, di mana internet mendorong intepretasi baru mengenai hukum.
Internet menjadi versi kehidupan normal dari banyak orang di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai aktivitas di dunia nyata dapat
dilakukan melalui perantaraan internet, seperti mengobrol, berbelanja, membaca
berita, mencari informasi, melakukan pertemuan bisnis, dan lain sebagainya.
Didukung dengan gadget canggih dan koneksi nirkabel, manusia kini mampu
berkomunikasi kapan saja dan dimana saja. Manusia semakin mobile dan semakin
bergantung pada teknologi. Manusia menjadi cybernetic organism, makhluk yang
selalu terhubung dengan dunia maya.
Internet adalah sekumpulan jaringan yang menghubungkan individu,
kelompok, atau organisasi dari seluruh dunia. Internet menghubungkan seluruh
dunia, bagaikan sebuah desa global (global village). Dunia yang begitu luas,
seolah kecil dan menjadi satu kesatuan karena terhubung dengan internet.
Pada awalnya, internet hadir dalam format web 1.0. Karakteristik web 1.0
adalah surf and search. Para pengguna internet mencari informasi yang mereka
butuhkan, atau dikenal dengan istilah browsing. Setelah mendapatkannya, mereka
hanya bisa menjadi pembaca konten. Yang dapat menjadi sender adalah para
programmer yang mengerti bahasa web (HTML).
Tahun 2004, muncul web 2.0 yang memiliki karakteristik share and
collaborate. Para pengguna internet dapat saling berbagi dan berkolaborasi dalam
penyusunan konten. Ada tiga ciri web 2.0. Pertama, two-way communication.
3
Seluruh pengguna internet dapat berperan sebagai sender sekaligus receiver.
Mereka tidak hanya menerima pesan, tetapi juga dapat mengontol konten pesan.
Mereka dapat memberikan feedback terhadap pesan, merevisi, atau
menyebarkannya. Kedua, many-to-many. Pesan dapat dikirimkan dari dan ke
sejumlah orang yang tak terbatas, secara bersamaan. Ketiga, asynchronous.
Asynchronous adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara tidak sinkron.
Sender dan receiver tidak harus melakukan proses komunikasi bersamaan.
Mereka dapat mengirim dan menerima pesan pada waktu yang dikehendaki.
Social media merupakan bentuk web 2.0 yang paling banyak digunakan.
Hampir seluruh pengguna internet masuk ke situs-situs social media dan
berpartisipasi aktif. Para pengguna saling bertinteraksi dan berbagi informasi.
Waktu yang mereka habiskan di social media pun umumnya lebih banyak
ketimbang di situs lainnya, karena dialog dan sharing terjadi secara realtime dan
terus-menerus.
Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 63 juta
pengguna.4
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dalam
daftar pertambahan pengguna internet tertinggi dunia. Hasil studi Yahoo! TNS
Net Index tahun 2012 tentang studi inovatif mengenai perilaku pengguna internet
menyatakan bahwa selama dua tahun terakhir, penggunaan telepon seluler
menjadi penggerak utama pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia. Ponsel
menjadi media kedua paling banyak digunakan setelah televisi.5
4Antaranews.com, “Pengguna Internet Indonesia 2012 Capai 63 juta Orang”, dalam
http://www.antaranews.com/berita/348186/pengguna-internet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang
diakses pada Jumat, 1 Februari 2013, pukul 13:00. 5Cecep Supriadi, “Tren Penggunaan Internet di Indonesia”, dalam
http://www.marketing.co.id/2012/06/27/tren-penggunaan-internet-di-indonesia diakses pada
Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50.
4
Para pengguna internet di Indonesia sangat aktif di social media. Data
yang dilansir oleh Ipsos menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan
tingkat kunjungan social media tertinggi di dunia.6 Pernyataan Regional Head of
ConsumerLab Ericsson Southeast Asia and Oceania, Vishnu Singh, mendukung
fakta tersebut. Menurutnya, penggunaan smartphone di Indonesia didominasi
untuk social media.7 Penggunaan smartphone yang meningkat juga memicu
penggunaan fitur pesan, khususnya untuk pengguna BlackBerry.
Situs social media yang paling diminati adalah jejaring sosial Facebook
dan situs microblogging Twitter. Hampir seluruh pengguna internet memiliki
akun Facebook dan/atau Twitter. Sebagaimana dikutip oleh Hendri Destiwanto:
“Dilihat dari checkfacebook.com, pengguna Facebook di Indonesia menduduki
peringkat ke-4 dengan 42 juta facebookers di bawah USA, Brazil dan India.
Sementara menurut data pada situs aworldoftweets.com, Indonesia masuk
peringkat ke-3 jumlah pengguna Twitter di bawah USA dan Brazil.”8
Akan tetapi menurut Socialbakers, sebagaimana dikutip Detikinet, jumlah
pengguna Facebook di Indonesia per 1 Agustus 2012 tinggal 36 juta, berkurang
hingga tujuh juta pengguna dalam dua pekan terakhir.9 Menempatkan Indonesia di
posisi ke-8 negara dengan jumlah pengguna Facebook terbanyak. Sementara itu,
jumlah kicauan di Twitter semakin meningkat.
6Ipsos North America, “Visit Social Networks” dalam http://www.ipsos-
na.com/download/pr.aspx?id=11498 diakses pada Sabtu, 22 September 2012, pukul 23:12. 7Didik Purwanto, “Ponsel Pintar di Indonesia Cuma untuk SMS dan Media Sosial”, dalam
http://tekno.kompas.com/read/2012/06/06/18403922/Ponsel.Pintar.di.Indonesia.Cuma.untuk.SMS.
dan.Media.Sosial diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:45. 8Hendri Destiwanto, “Melihat Indonesia dari Sisi Lain” dalam http://mashendri.com/indonesia-
versi-google-sosmed-dan-android.html diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50. 9Trisno Heriyanto, “Facebooker Indonesia Hijrah ke Twitter?” dalam
http://inet.detik.com/facebooker-indonesia-hijrah-ke-twitter_files/ diakses pada Jumat, 21
September 2012, pukul 13:50.
5
Indonesia mencapai 29,4 juta pengguna Twitter, meskipun kemudian
hanya menduduki peringkat ke-5 negara dengan pengguna Twitter terbanyak;
dibawah USA, Brazil, Jepang, dan Inggris. Akan tetapi, kontribusi Indonesia
dalam Twitter sangat besar. Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara
terbanyak di dunia dalam menulis tweet (kicauan), dengan sumbangan tweet
sebesar 11,39%. Untuk di wilayah Asia sendiri, Indonesia menduduki peringkat
pertama dengan sumbangan tweet sebesar 53,97%. Jakarta bahkan dinyatakan
sebagai ibukota tweet dunia. Berdasarkan data dari semiocast.com, Jakarta
merupakan kota dengan jumlah tweet terbanyak dan paling aktif di seluruh
dunia.10
Sementara Bandung berada di posisi keenam.
Apa yang dilakukan orang-orang di Facebook maupun Twitter? Pada
dasarnya, mereka bertukar informasi. Social media menjadi begitu populer karena
sesuai dengan esensi manusia sebagai makhluk sosial yang ingin selalu
berhubungan dengan orang lain. Mereka melakukan kontak; menceritakan apa
yang tengah mereka lakukan, lihat, dan rasakan. Batasan waktu dan tempat yang
seringkali jadi penghalang, kini teratasi dengan penggunaan social media seperti
Facebook dan Twitter.
Social media merupakan media berbasis komunitas. Tingkat keakrabannya
sangat tinggi. Para penggunanya saling berbagi cerita, informasi yang bermanfaat,
serta rekomendasi. Mereka juga saling percaya. Para pengguna bahkan mungkin
tidak saling mengenal di dunia nyata, tetapi mereka dapat terlibat dalam interaksi
berdasarkan kesamaan minat atau karakteristik tertentu.
10Ibid.
6
Proses sosialisasi tidak hanya menjadi lebih mudah, tetapi juga lebih luas.
Komunikasi melalui social media terjadi dalam jaringan. Antar-user saling
terhubung satu sama lain. Oleh karena itu, ketika seseorang berbagi cerita, ia tidak
membaginya hanya pada satu orang. Ia membaginya ke jaringan relasinya. Dan
tingkat viralitasnya sangat tinggi, karena semua orang dapat menjadi sender –
turut menyebar pesan.
Peluang itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh organisasi. Organisasi
dapat menggunakan social media untuk berkomunikasi dengan pelanggannya.
Dave Kerpen, penulis Likeable Social Media, menceritakan bagaimana satu tweet
dan satu Facebook like berdampak besar. Ketika Kerpen berada di Las Vegas, ia
harus menunggu lebih dari satu jam untuk check-in di Hotel Aria. Ia menulis tweet
yang mengungkapkan kekecewaannya, dan The Rio, kompetitor Aria, membalas
tweet-nya dengan rasa empati, “Kami harap pengalaman tidak menyenangkan itu
tak terulang lagi”. Sebuah tweet yang akhirnya membuat Kerpen memutuskan
untuk memesan kamar di The Rio pada kunjungan selanjutnya ke Vegas.11
Kerpen mendapat pelayanan menyenangkan dari The Rio dan akhirnya
memberikan like di halaman Facebook hotel ini. Relasi Kerpen yang berjumlah
lebih dari 3500 orang melihatnya, dan Erin, salah satu temannya, akhirnya
melakukan reservasi untuk menghabiskan liburan tahun baru di The Rio.
Informasi yang didapat dari social media memiliki tingkat kepercayaan
dan efektivitas yang tinggi. Jelas Anda akan lebih percaya pada rekomendasi
seorang teman yang telah mengalami sendiri, ketimbang kata iklan dan janji
11Dave Kerpen, Likeable Social Media (USA: McGraw Hill, 2011), hlm. 1-2.
7
manis sales promotion. Pengalaman satu orang dapat mengangkat sebuah produk
atau menjatuhkannya. Social media dapat memunculkan new influencers. Mereka
yang bukan siapa-siapa, bukan public figure, dapat memengaruhi pandangan
orang lain mengenai suatu produk atau organisasi.
Di era media baru, para produsen menyadari bahwa mereka menghadapi
konsumen yang mampu menjadi influencer di dunia maya. Konsumen semakin
kritis dan cerdas. Mereka mengetahui bahwa pendapat mereka berharga dan
didengar oleh orang lain. Mereka tidak segan untuk menyampaikan rekomendsi,
saran, maupun kritik. Semuanya dimudahkan oleh social media. Semakin besar
jejaring mereka, semakin banyak orang yang dapat mereka pengaruhi. Hal ini
mendorong organisasi untuk berpromosi secara kreatif melalui social media.
Peter Shankman, seorang konsultan bisnis, mendapatkan pengalaman tak
terlupakan dari Morton’s Steakhouse.12
Suatu hari, Shankman harus terbang
kembali ke Newark setelah hari penuh meeting di Tampa, Florida. Shankman
tidak sempat makan, dan ia membayangkan lezatnya steak dari Morton’s,
steakhouse favoritnya. Iseng, Shankman menulis tweet, “Hey, @Mortons – can
you meet me at newark airport with a porterhouse when I land in two hours? K,
thanks.:)”. Di luar dugaan, Morton’s membuatkan pesanan Shankman dan
mengantarkannya ke Newark Airport. Kejutan itu membuat Shankman tersanjung.
Ia menulis tweet tentang itu, bahkan membuat posting di blog-nya. Kisah itu
tersebar dengan segera. Banyak followers Shankman yang kemudian tertarik
untuk mencoba steak di Morton’s.
12Peter Shankman, “The Greatest Customer Service Story Ever Told, Starring Morton’s
Steakhouse” dalam http://shankman.com/the-best-customer-service-story-ever-told-starring-
mortons-steakhouse/ diakses pada Jumat, 1 Februari 2013, pukul 13:30.
8
Istilah “pembeli adalah raja”, kini diartikan secara strategis. Bahwa ketika
seseorang merasakan pengalaman yang menyenangkan dengan produk, mereka
tidak hanya akan melakukan repeat buying; tetapi juga menjadi evangelist.
Evangelist mempromosikan produk secara sukarela, dengan tingkat kredibilitas
yang tinggi. Mereka berbagi informasi mengenai produk dan organisasi dengan
seluruh kontak di jaringannya – menyebar buzzword.
Peran Public Relations kini didukung oleh social media. Social media
merupakan cara termudah bagi organisasi melakukan kontak dengan sekian
banyak customer yang tersebar di wilayah geografis berbeda; mendengarkan dan
merespons mereka. Customer ada di social media. Mereka terhubung setiap hari,
bahkan hampir sepanjang waktu.
Customer merupakan aset bagi organisasi. Mereka adalah para penyebar
buzzword. Ketika satu organisasi tidak hadir, banyak pihak yang siap untuk
memanfaatkan kesempatan; kompetitor misalnya. Kompetitor mendengarkan
customer yang dikecewakan, kemudian memberikan produk dan layanan yang
lebih memuaskan. Si customer lalu menyebarkan kisahnya, dan kompetitor
mendapatkan keuntungan.
Dunia PR kini memasuki ranah 2.0. The Chartered Institute of Public
Relations in the UK dalam Ryan dan Jones mendefinisikan PR 2.0 sebagai
komunikasi melalui web dan menggunakan teknologi media baru untuk
berkomunikasi dengan stakeholders.13
PR 2.0 memungkinkan organisasi untuk
menyebarkan informasi tanpa bergantung pada publikasi media semata dan
13Damian Ryan dan Calvin Jones, Understanding Digital Marketing 2nd edition (London:
Kogan Page, 2012), hlm. 176.
9
berkomunikasi langsung dengan publiknya, terutama customer. Peran PR
dimudahkan dengan hadirnya social media. Brian Solis menjelaskan bahwa PR
2.0 menangani penggunaan alat internet dan teknologi media baru, di mana social
media menjadi tools utamanya.14
Di Indonesia sendiri, tidak semua organisasi aware terhadap praktik PR
2.0. Menurut hasil survei dari salingsilang.com, ada dua cara pandang organisasi
terhadap praktik PR 2.0.15
Pertama, organisasi yang memandang internet sebagai
hal yang rumit untuk ditelusuri, mahal biayanya, serta membutuhkan waktu yang
lama untuk dipelajari. Kedua, yang memanfaatkan dunia online secara maksimal.
Hasil studi menunjukkan bahwa organisasi yang menggunakan teknologi online
akan tumbuh dua kali lipat dari yang lain.
Beberapa organisasi dalam negeri yang sukses berkat praktik PR 2.0
adalah Holycow Steak dan Keripik Pedas Maicih.16
Holycow Steak baru dikenal
setelah sang owner berinisiatif untuk mempromosikannya melalui Twitter.
Hampir 95% pelanggannya datang karena melihat percakapan di Twitter. Begitu
pula dengan keripik Maicih. Produk asal Bandung ini juga menggunakan Twitter
sebagai media promosinya.
Holycow Steak mengoptimalkan penggunaan Twitter untuk mendapatkan
rekomendasi pelanggan dengan memberikan gratis tiramisu bagi pelanggan yang
menulis tweet sedang makan di Holycow dan di-mention ke akun Twitter
Holycow. Dengan demikian, para pelanggan tergerak untuk merekomendasikan
14Brian Solis, “PR 2.0 = The Evolution of PR, Nothing Less, Nothing More”, dalam
http://www.briansolis.com/2008/03/pr-20-evolution-of-pr-nothing-less/ diakses pada Selasa, 25
September 2012, pukul 13:20. 15Salingsilang, “Marketeers Top 50 UKM di Dunia Online”, dalam
http://m.salingsilang.com/baca/marketeers-top-50-ukm-di-dunia-online diakses pada Selasa, 20
November 2012, pukul 22:16. 16Bisnis UKM, “Menggunakan Twitter Untuk Menjaring Calon Pelanggan”, dalam
http://bisnisukm.com/?p=21788 diakses pada Selasa, 20 November 2012, pukul 23:37.
10
Holycow. Sementara Maicih memanfaatkan Twitter untuk pemasarannya yang
unik. Keripik Maicih dipasarkan dengan cara gentayangan (berpindah-pindah)
dan lokasi jualannya hanya dapat diketahui melalui akun Twitternya. Itulah yang
membuat banyak orang membicarakannya, dan menarik lebih banyak pembeli.
Twitter menjadi social media yang paling banyak digunakan untuk
menjalankan praktik PR 2.0. Hasil laporan dari Exact TARGEL, yang dikutip oleh
Indira Abidin, mengungkapkan bahwa pengguna Twitter yang aktif setiap harinya
dengan cara mem-follow suatu brand dan men-tweet tentang brand tersebut akan
lebih memperkuat efek dari brand tersebut tiga kali lipat dibandingkan dengan
social network lainnya.17
Para pengguna Twitter dinilai lebih sering mem-publish
suatu brand, dan lebih mampu memengaruhi orang lain, baik para Twitter user
maupun non-user.
Twitter memegang peranan penting dalam pemasaran produk di masa
sekarang ini. Twitter dapat digunakan untuk memperkenalkan brand ataupun
meningkatkan omzet penjualan. Strateginya adalah menjadikan brand ataupun
produk sebagai bahan pembicaraan. Itulah yang dikenal dengan buzzword.
Ninotchka Cafe merupakan sebuah kafe di perumahan Citra Garden 6,
Jakarta Barat, yang hanya mengandalkan social media, khususnya Twitter untuk
berpromosi dan berkomunikasi dengan pelanggannya. Kafe ini didirikan oleh
Sonia Eryka, seorang fashion blogger, bersama keluarganya. Berangkat dari hobi
memasaknya, Sonia bermimpi untuk memiliki kafenya sendiri. Impiannya pun
terwujud. Ninotchka, kafe kecilnya, dibuka pada 31 Juli 2011.
17Indira Abidin, “Pengguna Twitter Memberikan Efek Lebih Banyak daripada Sosial Network
Lainnya”, dalam http://www.fortunepr.com/dibe-unit/243-pengguna-twitter-memberikan-efek-
lebih-banyak-daripada-sosial-network-lainnya.html diakses pada Jumat, 1 Februari 2013, pukul
14:00.
11
Sonia hanya menggunakan Twitter, Facebook, dan blog sebagai media
promosi kafe. Diawali dengan akun Twitter (@NINOTCHKA_JKT), Sonia
menjalankan promosi kafenya. Penggunaan Twitter selanjutnya disinergikan
dengan Foursquare dan Instagram. Sonia juga menghadirkan fanpage Ninotchka
di Facebook (Ninotchka Coffee Parlour & Diner), serta membuatkan blog sebagai
situs resmi Ninotchka.
Ninotchka Cafe baru berumur satu tahun, tapi sudah berhasil terkenal
berkat buzzword di social media. Per 1 Desember 2012, jumlah followers-nya di
Twitter mencapai 6293 dan jumlah like di Facebook fanpage-nya mencapai 1125.
Ninotchka Cafe juga berada di puncak hasil pencarian Google dengan keyword
“Ninotchka”. Berbagai online review dari pengunjung juga dengan mudah ditemui
dengan keyword tersebut.
Ninotchka Cafe juga sudah berpindah ke tempat yang lebih besar dan
strategis; tetap di kawasan Citra Garden 6. Ninotchka juga dikabarkan akan segera
membuka cabang di daerah Kelapa Gading. Para pelanggan Ninotchka Cafe
datang dari berbagai wilayah di Jakarta, bahkan dari luar kota. Untuk sebuah kafe
di kawasan perumahan di Jakarta Barat, yang sebenarnya bukan merupakan
tempat yang familiar untuk hangout, Ninotchka dapat dikatakan sukses. Para
followers dari luar Jakarta seperti Depok, Bogor, Surabaya, Medan, Palembang,
dan Bali meminta Ninotchka untuk membuka cabang disana.
Peneliti tertarik untuk mengangkat Ninotchka Cafe sebagai objek
penelitian karena Ninotchka adalah contoh organisasi yang sukses berkat
12
kekuatan buzzword. Ninotchka yang hanya menggunakan social media sebagai
alat promosi berhasil dikenal luas, bahkan berencana membuka cabang baru hanya
dalam kurun waktu satu tahun. Belum lagi dengan tawaran untuk membuka
cabang di luar kota.
Para pelanggan rela datang dari jauh demi mencoba menu-menu di
Ninotchka Cafe. Dalam sebuah wawancara dengan The Jakarta Globe, Sonia
menyatakan bahwa besarnya antusiasme di social networks, membuat orang-
orang yang sudah jauh-jauh datang ke Ninotchka sedikit terkejut, karena kafe ini
tak sebesar yang mereka bayangkan.18
Di social media, organisasi dapat terlihat jauh lebih besar dari
kenyataannya. Siapa sangka sebuah kafe kecil di kawasan perumahan di Jakarta
Barat, bisa begitu terkenal di dunia maya; sampai-sampai orang datang dari luar
kota untuk mengunjunginya. Inilah era media baru. Era di mana cerita dari
customer Anda adalah iklan yang paling efektif – dan efisien tentunya. Oleh
karena itu, hubungan dengan customer penting untuk dibina dan dijaga. Dan PR
berperan strategis didalamnya.
18The Jakarta Globe, “Sonia Eryka, Teen Cafe Owner” dalam
http://www.thejakartaglobe.com/myjakarta/my-jakarta-sonia-eryka-teen-cafe-owner/531999
diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 23:00.
13
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana strategi customer relations dengan menggunakan social media Twitter
untuk membangun buzzword?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi customer
relations dengan menggunakan social media Twitter untuk membangun buzzword.
1.4. Signifikansi Penelitian
1.4.1. Signifikansi akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia Ilmu
Komunikasi dengan mengembangkan konsep PR 2.0. Seorang PR hendaknya
menguasai offline dan online public relations seiring dengan tuntutan zaman.
Secara khusus, penelitian ini membahas mengenai kompetensi PR 2.0
dalam menjalankan customer relations dengan memanfaatkan social media
Twitter yang diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian sejenis di masa
yang akan datang.
1.4.2. Signifikansi praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Ninotchka
Cafe, mengenai praktik PR 2.0 yang telah dijalankan, khususnya untuk customer
14
relations. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada
organisasi lainnya untuk menyadari pentingnya peran PR 2.0.
Sedangkan bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat
mendorong berbagai organisasi untuk dapat menjalankan customer relations
dengan efektif, sehingga masyarakat kelak bisa mendapatkan produk dan layanan
yang lebih baik.
14
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat menjadi data
pendukung bagi penelitian yang baru. Oleh karena itu, Peneliti akan menjelaskan
dua penelitian sebelumnya yang membahas mengenai customer relations dan
penggunaan social media.
Pada tahun 2010, Arini Eka Purwanti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia membuat penelitian yang berjudul “Pemanfaatan
Facebook sebagai Sarana Promosi Perpustakaan: Studi Kasus Perpustakaan
Forum Indonesia Membaca”. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana situs
jejaring sosial Facebook dimanfaatkan sebagai sarana promosi, dalam hal ini
mempromosikan Perpustakaan Forum Indonesia Membaca.
Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Facebook dinilai efektif dan
efisien sebagai sarana promosi. Efektif karena sifatnya many-to-many sehingga
informasi menyebar dengan cepat. Selain itu, Facebook juga memfasilitasi
komunikasi interaktif sehingga upaya persuasi dapat dilakukan dengan lebih
maksimal. Facebook membangun kedekatan antara pihak perpustakaan dengan
15
para penyuka page tersebut, serta antarpenyuka. Penggunaan Facebook juga
dinilai efisien karena biayanya relatif murah dan dapat di-handle sendiri.
Sayangnya, para pengguna Facebook saat ini telah memasuki titik jenuh.
Maraknya penggunaan Facebook menyebabkan begitu banyak informasi yang
menyebar melalui Facebook, membuat para penggunanya dibanjiri informasi. Hal
tersebut menjadi distraction yang menurunkan efektivitas pesan.
Tidak heran, orang-orang kini beralih ke social media Twitter. Di Twitter,
mereka dapat memilah informasi yang mereka inginkan dan butuhkan. Mereka
bebas menentukan siapa yang mau mereka follow. Ada filtrasi informasi. Oleh
karena itu, pengguna Twitter semakin bertambah.
Penelitian Donna Riyani dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia tahun 2010 yang berjudul “Penggunaan Situs Jejaring
Sosial Twitter di Kalangan New Influencers: Suatu Telaah Kritis atas Model
Komunikasi Shannon dan Model Fungsional Ruesch dan Bateson” membahas
mengenai pengaruh Twitter dalam kehidupan sosial masyarakat. Penelitian
tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.
Dalam penelitian tersebut, Donna menjelaskan bahwa Twitter merupakan
salah satu medium yang memfasilitasi kelahiran new influencers. Twitter
memiliki karakteristik unik yang tidak dimiliki secara utuh oleh social media
lainnya. Di Twitter, komunikasi intrapersonal, interpersonal, serta antarbudaya
terjadi secara stimultan dan realtime dalam satu medium. Twitter adalah bentuk
komunikasi massa, dengan rasa personal di dalamnya. Oleh karena itu, Twitter
16
dinilai mampu memfasilitasi influence dalam proses pemilihan dan pengambilan
keputusan seseorang. Donna mengajukan rekomendasi praktis bahwa Twitter
dapat dipertimbangkan sebagai alat komunikasi yang efektif, terutama untuk
communication campaign; misalnya kampanye politik dan promosi produk.
Tabel 2.1: Penelitian Terdahulu
Peneliti Arini Eka Purwanti
(FISIP UI, 2010)
Donna Riyani
(FISIP UI, 2010)
Judul Penelitian Pemanfaatan Facebook
sebagai Sarana Promosi
Perpustakaan: Studi Kasus
Perpustakaan Forum
Indonesia Membaca
Penggunaan Situs Jejaring
Sosial Twitter di Kalangan
New Influencers: Suatu
Telaah Kritis atas Model
Komunikasi Shannon dan
Model Fungsional Ruesch dan
Bateson
Metodologi
Penelitian
Kualitatif studi kasus Kualitatif fenomenologi
Hasil Penelitian Facebook efektif dan efisien
sebagai sarana promosi
Perpustakaan Forum
Indonesia Membaca
Twitter mampu memfasilitasi
influence, dipertimbangkan
sebagai alat komunikasi yang
efektif, terutama untuk
communication campaign
Kontribusi
terhadap
Penelitian ini
Menunjukkan bahwa social
networks seperti Facebook
efektif untuk membangun
customer relations
Menunjukkan bahwa Twitter
dapat memfasilitasi influence
– jika dihubungkan dengan
customer relations,
memfasilitasi buzzword
Perbedaan
dengan
Penelitian ini
Penelitian ini membahas
customer relations dengan
menggunakan social networks
yang sedang populer saat ini,
yaitu Twitter
Penelitian ini membahas sisi
praktis penggunaan Twitter
dalam communication
(promotional) campaign
17
2.2. Teori
2.2.1. Perkembangan marketing communications
Definisi komunikasi berakar pada model komunikasi klasik dari Harold
Lasswell. Lasswell menjelaskan proses komunikasi sebagai "Who says what to
whom in which channel with what effect".19
Gambar 2.1: Model Komunikasi Lasswell
Sumber: Communication Theory, “Lasswell’s Model”, dalam
http://communicationtheory.org/lasswells-model/ diakses pada Sabtu, 13 Oktober 2012 pukul
12:13.
Berdasarkan model komunikasi Lasswell, ada lima elemen komunikasi,
yaitu komunikator (who), pesan (what), saluran/medium (channel), komunikan (to
whom), dan dampak (effect). Kelima elemen tersebut harus ada dalam sebuah
proses komunikasi dan tidak dapat dihilangkan.
Setiap bentuk komunikasi memiliki tujuan tertentu. Komunikator
menyusun pesan sedemikian rupa, mengirimnya melalui saluran komunikasi
tertentu, berharap ada dampak yang dihasilkan pada diri komunikan.
Komunikator, baik orang perorang, kelompok, maupun organisasi profit dan non-
profit, memiliki tujuan ketika ia melakukan komunikasi. Oleh karena itu, Lasswell
menyatakan bahwa komunikasi adalah propaganda.
19Em Griffin, A First Look at Communication Theory 7th edition (New York: McGraw Hill
International, 2009), hlm. 6.
18
Lasswell mendefinisikan propaganda sebagai manajemen tingkah laku
kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah simbol signifikan.20
Rumusan
Lasswell tentang propaganda adalah bahwa propaganda hendaknya mampu
membentuk opini publik, tanpa terlihat melakukannya. Menurut Lasswell,
propaganda bersifat netral. Nilai baik atau buruk diberikan oleh pihak yang
melakukan propaganda (propagandais).
Dalam perkembangannya, propaganda dapat berwujud komunikasi politik,
advertising, dan public relations. Lasswell menekankan propaganda sebagai
teknik manipulasi pikiran masyarakat untuk mengarahkan opini dan perilaku,
bukan mengubah apa yang terjadi pada lingkungan atau diri seseorang.21
Edward Bernays berhasil membuktikan kekuatan propaganda dalam
periklanan produk.22
Awal kesuksesannya adalah kampanye rokok Lucky Strike
yang berhasil mempersuasi wanita Amerika untuk berani merokok.
Kunci
keberhasilan kampanye tersebut adalah mendengarkan (feedback). Bernays
berusaha mengerti mengapa para wanita awalnya menolak rokok. Ternyata
mereka takut dengan pandangan negatif orang ketika melihat mereka merokok.
Bernays menjawabnya dengan tagline “An ancient prejudice has been removed”.
Bernays juga menyusun sebuah aktivasi publik dimana para wanita muda
diajak untuk merokok bersama sembari menyusuri Fifth Avenue, New York.
Bernays memanipulasi pikiran mereka dengan menyatakan rokok sebagai
lambang kebebasan (the torch of freedom). Kebebasan, sebuah kata yang
digaungkan Amerika sejak memutuskan untuk melawan penjajahan Inggris.
20Everett M. Rogers, A History of Communication Study: A Biographical Approach (New
York: Free Press, 2005), hlm 16. 21Ibid. 22Shirley Harrison, Public Relations: An Introduction 2nd edition (Singapore: South-
Western Cengage Learning, 2000), hlm. 22.
19
Apa yang dilakukan Bernays membawa pengaruh besar dalam dunia
pemasaran. Perusahaan berkomunikasi dan belajar untuk mendengarkan
konsumen mereka. Inilah yang kemudian menjadi dasar berkembangnya
marketing communications. Marketing communications menurut Kotler dan
Keller adalah sarana yang digunakan perusahaan dalam upaya untuk
menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung
ataupun tidak langsung tentang produk atau merek yang mereka jual.23
Organisasi
mengkomunikasikan produknya dengan berbagai cara guna menarik perhatian
masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan.
Kotler dan Keller menjelaskan delapan bauran komunikasi pemasaran
(marketing communications mix) yang dapat dilakukan, yaitu advertising, sales
promotion, events & sponsorship, public relations (publicity), direct marketing,
personal selling, point of purchase, dan word of mouth marketing.24
Fungsi PR
masuk ke dalam marketing sebab kondisi pasar semakin rumit. Organisasi
menghadapi perubahan kebutuhan dan minat konsumen, kondisi sosial
masyarakat, dan persaingan yang semakin ketat. Kehadiran PR diharapkan dapat
menopang fungsi marketing dalam menghasilkan pertukaran yang memuaskan.
Customer menjadi stakeholders utama. Frederick Newell mendefinisikan
customer relations sebagai sebuah proses untuk mengubah perilaku pelanggan.25
Tujuan utama customer relations bukan menjual produk, tetapi menjalin dan
menjaga hubungan baik dengan customer-nya. Organisasi mampu mengerti
keinginan dan kebutuhan publiknya sehingga dapat menciptakan produk dan
23Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Marketing Management 13th edition (New Jersey:
Pearson, 2009), hlm. 172. 24Ibid., hlm. 512. 25Frederick Newell, Loyalty.com: Customer Relationship Management in the New Era of
Internet Marketing (USA: McGraw-Hill, 2000), hlm. 2.
20
layanan yang sesuai. Setelah itu, organisasi dapat meyakinkan publik bahwa
produk tersebut adalah jawaban atas kebutuhan mereka. Produk tersebut menjadi
pilihan dan organisasi pun dapat terus beroperasi dan berinovasi.
Customer relations dikelola dengan Customer Relationship Management
(CRM). CRM merupakan serangkaian metodologi dan alat yang didesain untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) sehingga dapat
meningkatkan pendapatan (revenue) dan keuntungan (profit). CRM melibatkan
sinergi antara komunikasi dan teknologi guna mendukung pemasaran.
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, PR dimudahkan
dalam berkomunikasi dengan publiknya. Media baru memfasilitasi dialog guna
membangun saling pengertian dengan publiknya. PR dapat memanfaatkan Web
2.0 yang memungkinkan komunikasi interaktif. Social media adalah bentuk media
baru yang paling sering digunakan. Salah satunya adalah Twitter.
Berikut Peneliti memetakan perkembangan marketing communications.
Gambar 2.2: Perkembangan Marketing Communications
21
2.2.2. Dasar teori
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, praktik PR berkembang dari
propaganda. Propaganda sendiri berlandaskan atas model komunikasi linier
Lasswell: "Who says what to whom in which channel with what effect". Akan
tetapi, di era komunikasi interaktif seperti sekarang ini, model komunikasi linier
tidak lagi relevan.
Model komunikasi transaksional dari Barnlund lebih tepat untuk
menjelaskan komunikasi di era media baru. Barnlund menggambarkan proses
komunikasi sebagai siklus pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung
secara terus-menerus.26
Komunikasi bersifat transaksional menunjukkan bahwa
proses tersebut kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab
terhadap dampak dan efektivitas proses komunikasi.
Komunikasi bersifat dua arah. Setiap pihak yang terlibat dalam proses
komunikasi dapat menjadi pengirim dan penerima pesan. Komunikator dapat
mencapai dampak komunikasi yang diharapkan dengan meminimalisasi noise.
Komunikator mencari kesamaan antara dirinya dan komunikan, kemudian
menyesuaikan pesan agar dapat dipahami oleh komunikan tersebut. Dalam proses
tersebut, komunikator dan komunikan saling memengaruhi, sampai akhirnya
mencapai mutual understanding.
Model transaksional membuat kita menyadari bahwa dalam proses
komunikasi ada saling ketergantungan antara masing-masing komponen
komunikasi. Pesan dan makna dibangun bersama, komunikasi sebagai negosisasi.
26Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication Theory: Analysis and
Application (Singapore: McGraw Hill, 2007), hlm. 14.
22
Gambar 2.3: Model Komunikasi Transaksional Barnlund
Sumber: Pengantar Terori Komunikasi 1, dalam
http://books.google.co.id/books?id=XqlOV2TWy4YC&printsec=frontcover&dq=Pengantar+
Teori+Komunikasi+1&hl=en&sa=X&ei=NA8fUffTN8zjrAeKioCYBQ&ved=0CC0Q6AEwAA
#v=onepage&q&f=false diakses pada Sabtu, 16 Februari 2013 pukul 12:04.
Praktik PR berkembang seiring dengan perkembangan model komunikasi.
Grunig dan Hunt menjelaskan evolusi PR dalam empat fase, yaitu press agentry,
public information, two-way asymmetric, dan two-way symmetric. Shirley
Harrison mengutip pemetaannya sebagai berikut.
Tabel 2.2: Empat Fase Evolusi PR menurut Grunig dan Hunt
Characteristic Model
Press
agentry/
Publicity
Public
information
Two-way
asymmetric
Two-way
symmetric
Purpose Propaganda Dissemination
of information
Scientific
persuasion
Mutual
understanding
Nature of
communication
One-way,
truth not
essential
One-way, truth
important
Two-way,
imbalanced
effects
Two-way,
balanced effects
Communication
model
Source-
receiver
Source-receiver Source-
receiver-
source
(feedback)
Group-group
Nature of
research
Little,
“counting the
house”
Little,
readability,
readership
Formative,
evaluates
attitudes
Formative,
evaluates
understanding
23
Leading figures P. T. Barnum Ivy Lee Edward L.
Bernays
Bernays,
educators,
professional
leaders
Where practised
now
Sports,
theatre,
product
promotion
Government,
non-profit
organisations,
business
Competitive
business,
agencies
Regulated
business,
agencies
PR practice 15% 50% 20% 15%
Sumber: Shirley Harrison, Public Relations: An Introduction 2nd edition (Singapore: South-
Western Cengage Learning, 2000), hlm. 45.
Grunig dan Hunt menjelaskan bahwa model two-way symmetric
kebanyakan dilakukan oleh organisasi yang high-regulated, misalnya perusahaan
tambang. Mereka perlu berdialog dengan publiknya, khususnya masyarakat
sekitar yang kehidupannya dapat terpengaruh dengan keberadaan pertambangan
tersebut. Disini penting untuk berkomunikasi dua arah, menjaga agar kepentingan
perusahaan dan publiknya dapat terpenuhi; saling menguntungkan.
Model two-way symmetric diyakini sebagai praktik public relations yang
ideal. Akan tetapi, kebanyakan organisasi masih menggunakan model two-way
asymmetric. Mereka memberikan kesempatan bagi publik untuk memberikan
feedback, tapi belum tentu ditindaklanjuti. Bahkan terkadang publik tidak dapat
mengetahui apakah feedback mereka sampai ke pihak organisasi.
Di era media baru seperti sekarang, model two-way symmetric menjadi
pola yang harus diterapkan oleh seluruh organisasi: baik pemerintah, competitive
business, maupun high-regulated business. Publik menempatkan organisasi di
social media. Mereka membicarakan soal organisasi dan produknya. Mereka bisa
merekomendasikan suatu produk, atau mengkritiknya habis-habisan. Hadir di
24
social media adalah cara organisasi mengelola opini publik terhadapnya.
Organisasi membangun hubungan dengan publik, mendengarkan, dan berdialog
dengan mereka. Dengan demikian akan tercipta saling pengertian dan hubungan
yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya.
2.3. Kerangka Konseptual
2.3.1. Marketing communications
Menurut Shimp, komunikasi pemasaran dapat dipahami dengan
menguraikan dua unsur pokoknya, yaitu komunikasi dan pemasaran. Komunikasi
merupakan proses dimana pemikiran dan pemahaman disampaikan antar individu,
atau antara organisasi dengan individu. Sementara pemasaran adalah sekumpulan
kegiatan dimana organisasi mentransfer nilai-nilai (pertukaran) dengan
pelanggannya.27
Komunikasi pemasaran dapat diartikan sebagai usaha untuk
menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran, mengenai
produk dan layanannya. Komunikasi pemasaran penting bagi organisasi. Tanpa
komunikasi pemasaran, masyarakat tidak akan mengetahui mengenai produk dan
layanan yang ditawarkan oleh organisasi.
Melalui komunikasi pemasaran, organisasi membangun saling pengertian
dengan publiknya. Oleh karena itu, komunikasi pemasaran merupakan
komunikasi dua arah. Delozier, sebagaimana dikutip Dave Chaffey, menyatakan
27Terrence A. Shimp, Advertising, Promotion, and Supplemental Aspects of Integrated
Marketing Communications 6th edition (Ohio: South Western Publishing, 2003), hlm. 2.
25
bahwa komunikasi pemasaran melibatkan dialog yang berkesinambungan antara
pembeli dan penjual dalam suatu segmen pasar.28
Kotler menjelaskan bahwa komunikasi pemasaran merupakan proses
pengolahan, produksi, dan penyampaian pesan-pesan melalui satu atau lebih
saluran kepada kelompok khalayak sasaran, yang dilakukan secara
berkesinambungan dan bersifat dua arah dengan tujuan menunjang efektivitas dan
efisiensi pemasaran suatu produk.29
Definisi dari Kotler menekankan pada
pencapaian tujuan marketing melalui komunikasi.
Tujuan marketing adalah mencapai pertukaran yang memuaskan.
Organisasi mengetahui kebutuhan dan keinginan publik sehingga dapat
menyesuaikan penawaran. Diharapkan publik akan tertarik dengan produk dan
layanan yang ditawarkan, dan memberikan respons positif (action). Organisasi
pun mendapat keuntungan.
Komunikasi pemasaran bertujuan untuk mencapai tiga tahap perubahan
pada konsumen. Tahap pertama yang ingin dicapai dari strategi komunikasi
pemasaran adalah tahap perubahan knowledge (pengetahuan). Dalam tahap ini,
konsumen mengetahui tentang keberadaan sebuah produk. Komunikasi pemasaran
memengaruhi orientasi kognitif. Konsumen diberikan edukasi mengenai produk,
manfaat, dan keunggulannya.
Tahap kedua adalah orientasi afektif. Tahap ini ditandai dengan perubahan
sikap konsumen ke arah yang positif. Mereka melihat keunggulan produk dan
mulai menunjukkan penerimaan terhadap produk. Tahap ketiga adalah orientasi
28Dave Chaffey, “Interactive Marketing Communications” dalam http://www.marketing-
online.co.uk/ch8.pdf diakses pada Sabtu, 13 Oktober 2012 pukul 13:51. 29Philip Kotler, Manajemen Pemasaran edisi milenium (Jakarta: Prenhallindo, 2002), hlm. 40.
26
konatif. Pada tahap ini terjadi perubahan perilaku. Perusahaan berhasil
meyakinkan calon konsumen untuk melakukan aksi (pembelian).
Komunikasi pemasaran dapat dilakukan melalui kombinasi bauran
komunikasi pemasaran (marketing communications mix). Kotler menjelaskan
delapan bauran komunikasi pemasaran yang dapat dilakukan, yaitu advertising,
sales promotion, events & sponsorship, public relations (publicity), direct
marketing, personal selling, point of purchase, dan word of mouth marketing.30
Periklanan (advertising) merupakan penggunaan media secara berbayar.
Keunggulan iklan adalah dapat mencapai khalayak luas yang tersebar secara
geografis. Promosi penjualan (sales promotion) merupakan ajakan untuk
melakukan transaksi pembelian sekarang, dilakukan dalam jangka waktu pendek.
Events dan sponsorship dilakukan dengan membuat atau mendukung acara-acara
yang sejalan dengan produk dan nilai-nilai organisasi.
Hubungan masyarakat memanfaatkan peran PR untuk mendukung
marketing. Peran PR adalah membangun image produk, berkomunikasi dengan
publik dan mendapatkan kepercayaan publik terhadap produk. Publisitas
merupakan salah satu tools PR untuk mengangkat produk dalam wujud berita
sehingga kredibilitasnya lebih tinggi.
Pemasaran langsung (direct marketing) merupakan pemasaran melalui
media yang bersifat non-publik, misalnya dengan menggunakan surat, telepon,
dan e-mail. Penjualan personal (personal selling) adalah penggunaan komunikasi
tatap muka untuk mendorong penjualan. Point of purchase adalah upaya untuk
30Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, loc. cit.
27
menarik perhatian calon konsumen di tempat pembelian. Packaging yang
menarik, poster, dan banner adalah contohnya.
Word of mouth marketing merupakan usaha pemasaran yang memicu
konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, atau merekomendasikan
produk kepada orang lain. Word of mouth marketing juga dikenal dengan istilah
buzzword. Umumnya word of mouth marketing memiliki efektivitas tinggi karena
rekomendasi dilakukan oleh sumber yang terpercaya. Word of mouth marketing
kini didukung dengan teknologi media baru seperti social media.
Kedelapan bauran komunikasi pemasaran tersebut kini digunakan secara
terintegrasi satu sama lain. Kegiatan komunikasi pemasaran dilakukan secara
terpadu, atau disebut juga dengan Integrated Marketing Communications (IMC).
Menurut American Association of Advertising Agencies sebagaimana dikutip oleh
Morissan, definisi komunikasi pemasaran terpadu adalah:
“Suatu konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang mengakui
nilai tambah dari satu rencana komprehensif yang mengevaluasi
peran strategis dari berbagai disiplin komunikasi – misalnya iklan
umum, respons langsung, promosi penjualan, dan hubungan
masyarakat – dan menghubungkan berbagai disiplin tersebut guna
memberikan kejelasan, konsistensi, serta dampak komunikasi yang
maksimal”.31
Komunikasi pemasaran terpadu merupakan upaya untuk menjadikan
seluruh kegiatan pemasaran dan promosi organisasi dapat menciptakan satu image
yang konsisten di mata konsumen. Dengan image yang kuat dan utuh, akan lebih
mampu menggerakkan konsumen untuk melakukan aksi. Disini dibutuhkan pesan
31Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 8.
28
terintegrasi, yang disampaikan melalui beragam bauran komunikasi pemasaran
yang digunakan.
Pendekatan komunikasi pemasaran terpadu melahirkan gagasan untuk
mensinergikan program komunikasi dan pemasaran organisasi. Dengan demikian,
organisasi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam berkomunikasi dan
mempersuasi publiknya, terutama konsumen. PR memegang peranan penting
dalam strategi tersebut.
Tugas PR adalah membentuk persepsi. PR melakukan pengelolaan
komunikasi dengan tujuan untuk memotivasi pembelian. PR tidak sekadar
menginformasikan tentang produk, tetapi memengaruhi khalayak untuk
melakukan aksi. Dengan demikian, komunikasi pemasaran tidak hanya
menekankan pada proses komunikasi dua arah (dialogis), tetapi juga sifat
persuasif. PR harus mampu meyakinkan calon konsumen bahwa mereka
membutuhkan produk tersebut. Komunikasi mendukung pemasaran, menjadi
bagian integral dari pemasaran.
Oleh karena itu, pemasar yang baik selalu bersikap antisipatif dan proaktif,
bukan pasif menunggu. Seperti yang dikatakan oleh Peter Drucker yang dikutip
oleh Hermawan Kartajaya: “Predictions? No. These are the implications of a
future that has already happenned”.32
Organisasi berusaha untuk mengetahui
kebutuhan dan keinginan konsumen, bahkan sebelum mereka menyadarinya.
Disinilah pentingnya komunikasi dan kedekatan dengan konsumen.
32Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing: The World is Still Round, The Market is
Already Flat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 302.
29
Hermawan Kartajaya memberikan tiga kunci keberhasilan organisasi
dalam situasi persaingan ketat, yaitu market effectiveness, product differentiation,
dan balanced promotion.33
Produk harus memiliki pasar yang efektif, dalam artian
ada konsumen yang membutuhkan produk tersebut dan mampu melakukan
pembelian. Produk harus memiliki diferensiasi, pembeda dari produk lain yang
sejenis. Diferensiasi memberikan keunggulan kompetitif. Promosi yang
berimbang, dengan kata lain, produk harusnya bermanfaat bagi konsumen, bukan
sekadar menguntungkan organisasi.
Masuknya PR ke dalam ranah marketing membantu organisasi untuk
berhasil dalam situasi persaingan yang semakin ketat. PR membantu perusahaan
agar lebih peka pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Organisasi dapat
mengembangkan produk yang sesuai, produk yang berbeda, produk yang menjadi
solusi atas kebutuhan dan keinginan konsumennya. Produk tersebut menjadi
pilihan konsumen dan tujuan marketing pun tercapai.
2.3.2. Customer relations
Customer relations menurut Kotler dan Armstrong adalah suatu proses
membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan untuk menjaga
kepuasannya dan untuk menjaganya datang kembali.34
Customer relations
merupakan sebuah proses jangka panjang. Organisasi berusaha untuk mengerti
kebutuhan dan keinginan pelanggannya dari waktu ke waktu. Organisasi
menyesuaikan diri dengan pelanggannya.
33Ibid., hlm. 41. 34Philip Kotler dan Gary Armstrong, Principles of Marketing Volume 1 (New Jersey:
Prentice Hall, 2001), hlm. 3.
30
Organisasi membangun hubungan dengan customer dan belajar mengerti
mereka. Dari situlah organisasi dapat menyesuaikan produk dan layanan bagi
customer. Inilah yang kemudian dapat memperkuat ikatan antara pelanggan dan
organisasi. Seperti definisi customer relations dari Frederick Newell berikut:
“A process of modifying customer behavior over time and learning
from every interaction, customizing customer treatment, and
strengthening the bond between the customer and the company. This
is the principle of important one-to-one marketing.” 35
Customer relations menggabungkan marketing dengan peran PR. Peran
utama PR adalah membangun hubungan baik dengan publik organisasi secara
terencana dan terus-menerus dengan tujuan memperoleh saling pengertian.
Pelanggan merupakan publik utama bagi organisasi. Dengan membangun saling
pengertian, organisasi dapat terus mengembangkan produk dan layanan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pelanggan yang merasa harapannya
terpenuhi tentu akan terus membeli.
Tujuan utama customer relations bukan menjual produk, tetapi bagaimana
organisasi mampu menjalin dan menjaga hubungan baik dengan customer-nya.
Hal ini penting untuk menjaga kepuasan pada customer, sehingga mereka terus
membeli. Customer relations penting untuk mendapatkan pelanggan loyal.
Loyalitas menurut Griffin dalam Hurriyati adalah wujud pengambilan
keputusan untuk melakukan pembelian suatu produk tertentu secara terus
menerus.36
Kriteria pelanggan loyal adalah melakukan pembelian ulang secara
teratur (repeat purchase), melakukan pembelian terhadap produk lain yang
35Frederick Newell, loc. cit.
36Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen (Bandung: CV Alfabeta,
2005), hlm. 129.
31
ditawarkan oleh organisasi tersebut (cross-selling & up-selling), memberikan
rekomendasi (referral), dan tidak mudah dipengaruhi oleh pesaing (retention).
Pelanggan loyal merupakan aset bagi organisasi. Pelanggan loyal menjadi
penyumbang sales terbesar dengan melakukan repeat purchase. Mereka juga
memiliki kecenderungan spend more, dengan menggunakan produk lain dari
organisasi yang sama. Perusahaan mendapat keuntungan seiring dengan
peningkatan share of wallet. Menurut Nebel dan Blattberg, total sales yang
dihasilkan oleh pelanggan loyal dapat mencapai lebih dari 60% total revenue.37
Pelanggan loyal dapat memangkas biaya akusisi pelanggan baru dengan
menjadi evangelist. Mereka merekomendasikan organisasi dan produknya secara
sukarela, tanpa dibayar. Tingkat efektivitasnya juga lebih tinggi. Pelanggan loyal
merupakan narasumber yang kredibel. Orang lebih percaya pada rekomendasi dari
sesama pelanggan, dari orang yang mereka kenal, ketimbang promosi yang
dilakukan oleh pihak organisasi.
Beberapa estimasi menunjukkan bahwa pelanggan loyal dapat mengurangi
sampai 90% biaya pemasaran. Akusisi pelanggan baru membutuhkan biaya besar.
Selain itu, perusahaan membutuhkan upaya dan waktu yang lebih untuk dapat
meyakinkan mereka. Para pelanggan loyal yang sudah berpengalaman dengan
produk dan organisasi cenderung memiliki lebih sedikit masalah sehingga biaya
yang dikeluarkan lebih sedikit juga.
Fungsi penting lainnya dari customer relations adalah untuk memantau
informasi dan persepsi publik terkait organisasi dan produknya. Jika ada informasi
37Jean-Francois Nebel dan Robert C. Blattberg, “Brand Relationship Management: A New
Approach for the Third Millennium” dalam http://mthink.com/content/brand-relationship-
management-new-approach-for-third-millennium diakses pada Jumat, 28 September 2012, pukul
14:50.
32
yang dianggap dapat merugikan organisasi, dapat segera dibenahi sebelum
dampaknya menjadi fatal. Pelanggan loyal dapat membantu organisasi. Mereka
dapat membela organisasi berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Dan kalaupun
organisasi melakukan kesalahan, biasanya pelanggan loyal lebih mudah
memaafkan.
Persaingan semakin hari makin sengit. Kompetitor terus bertambah dan
kondisi ekonomi tidak selalu berada dalam keadaan stabil. Disinilah pentingnya
bagi organisasi untuk memiliki pelanggan loyal. Pelanggan loyal akan tetap setia
menggunakan suatu produk, meskipun ada penawaran dari kompetitor.
Organisasi berkomunikasi dengan pelanggannya. Pelanggan menjadi mitra
bagi organisasi. Organisasi mengembangkan produk dan layanan sesuai dengan
harapan pelanggan. Septiadi menyatakan: “Sesuatu yang dapat dijadikan patokan
bagi perusahaan untuk tetap menjaga hubungan antara konsumen dan perusahaan
adalah ‘kesesuaian’, yaitu kesesuaian antara harapan konsumen dan realitas yang
dirasakan”.38
Dengan produk yang sesuai, organisasi mampu membangun
migration barrier, yang menjaga pelanggan agar tidak berpindah ke produk lain.
Lebih lagi, organisasi dapat membentuk identitas dari pelanggannya.
Pelanggan loyal akan merasa bahwa produk tertentu merupakan bagian dari
dirinya, sehingga ia tidak bisa berpaling ke produk lain. Itulah retention,
ketahanan pelanggan terhadap penawaran dari pihak lain. Menurut Frederick
Reicheld yang dikutip oleh Hermawan Kartajaya, “Kenaikan 5% dari tingkat
38Septiadi, Jangan Abaikan Pelanggan, Kunci Sukses Pemasaran Relasional (Bandung: PT
Mandar Maju, 2001), hlm. 225.
33
retensi pelanggan, akan meningkatkan profit antara 25% sampai 95%”.39
Jadi
jelas, pelanggan loyal penting bagi kelangsungan organisasi.
Customer relations merupakan orientasi strategis. Organisasi
memfokuskan diri untuk membangun hubungan yang berkelanjutan dengan
pelanggan yang bernilai (retensi) daripada mencari pelanggan baru (akuisisi).
Chan menyatakan bahwa customer relations digunakan untuk menemukan
customer lifetime value (LTV).40
LTV adalah keuntungan yang diperoleh
perusahaan karena memiliki hubungan dengan pelanggan tertentu pada jangka
waktu tertentu. Setelah LTV didapat, organisasi berusaha agar LTV masing-
masing kelompok pelanggan dapat terus diperbesar dari tahun ke tahun.
Setelah itu, organisasi dapat menggunakannya untuk mendapatkan
pelanggan baru dengan biaya yang lebih murah – dengan memanfaatkan
rekomendasi pelanggan loyal. Dengan demikian, tujuan jangka panjang customer
relations adalah menghasilkan keuntungan terus-menerus dari dua kelompok
pelanggan: pelanggan loyal dan pelanggan baru.
Customer relations menjadi elemen fundamental dalam strategi bersaing
organisasi. Strategi bersaing bertujuan membina posisi yang menguntungkan dan
kuat dalam persaingan industri. Treacy dan Wiersema, dalam Peelen, menyatakan
bahwa terdapat tiga strategi generik untuk mencapai keunggulan bersaing, yaitu:
operational excellence, product leadership, dan customer intimacy.41
Operational excellence adalah kemampuan dan keunggulan organisasi
dalam menghasilkan produk. Product leadership adalah kemampuan produk
39Hermawan Kartajaya, op. cit., hlm. 53. 40Syafruddin Chan, Relationship Marketing (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003),
hlm. 89. 41Ed Peelen, Customer Relationship Management (UK: Prentice Hall, 2005), hlm.49.
34
untuk menjadi pemimpin di antara produk lain, menekankan pada kualitas produk
dan layanan yang diberikan oleh organisasi. Customer intimacy merupakan
kemampuan organisasi membina hubungan yang intim dengan pelanggan.
Melalui customer relations, organisasi membangun customer intimacy.
Mereka mengenal pelanggan dan membangun hubungan jangka panjang yang
menguntungkan. Organisasi mampu melakukan kustomisasi produk dan layanan.
Kustomisasi inilah yang menjadi strategi bersaing. Produk dan layanan memiliki
keunikan (unique selling point) yang tidak dimiliki oleh produk dan layanan dari
organisasi lain.
Zikmund memberikan enam strategi customer relations: a welcome
strategy, reliability, responsiveness, personalization, recognition, dan access
strategy.42
A welcome strategy adalah apresiasi organisasi terhadap awal
terjadinya hubungan pelanggan. Reliability adalah kemampuan output organisasi
yang dapat diandalkan. Responsiveness adalah kepedulian organisasi dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Personalization merupakan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan
produk dan layanan dengan karakteristik pelanggan tertentu. Recognition adalah
kemampuan organisasi untuk mengenal pelanggan dan memberikan perhatian
lebih. Access strategy merupakan kemampuan organisasi untuk membangun
hubungan dengan pelanggannya.
Access strategy erat hubungannya dengan teknologi. Apalagi di interactive
communication era seperti sekarang ini. Menurut Regis McKenna dalam Peelen,
42William G. Zikmund, Customer Relationship Management: Integrating Marketing
Strategy and Information Technology (New Jersey: John Wiley & Sons, 2003), hlm. 88-93.
35
“Customer relations bertujuan membangun infrastuktur yang dapat digunakan
untuk membangun hubungan jangka panjang antara perusahaan dan pelanggan
dengan konsep real-time marketing”.43
Definisi ini membawa customer relations
pada ranah media baru. Customer relations difasilitasi oleh teknologi.
Perkembangan teknologi komunikasi membuat customer relations menjadi
lebih mudah, sekaligus lebih rumit. Manusia dapat berkomunikasi kapan saja dan
dimana saja. Akibatnya, tuntutan bagi perusahaan juga semakin besar. Pelanggan
menuntut layanan yang cepat, berkualitas, dan personal; 24 jam sehari, 7 hari
seminggu. Pelanggan memiliki banyak pilihan produk. Ketika satu produk tak
memenuhi harapannya, ia akan dengan mudah mencari produk lain.
Pelanggan juga memiliki akses informasi yang begitu luas. Mereka dapat
membandingkan produk yang satu dengan lainnya. Mereka dapat melakukan
online tracking, mencari keunggulan dan masalah dari suatu produk atau
organisasi. Semua dimungkinkan dengan internet.
Kekuatan terbesar dari internet adalah kecepatan penyebaran informasi.
Sebuah pesan dapat sampai ke berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan
detik. Dengan adanya internet, organisasi dapat lebih mudah melakukan kontak
dengan pelanggannya. Organisasi dapat melakukan kontak secara one-to-one atau
one-to-many sesuai kebutuhan.
Social media menjadi alat yang efektif dalam membangun customer
relations. Manusia adalah makhluk sosial. Ia senang berkomunikasi, berhubungan
dengan sesama manusia. Di social media, organisasi menjadi sesosok manusia
43Ed Peelen, op. cit., hlm.5.
36
yang berkomunikasi dengan pelanggannya. Melalui social media, organisasi dapat
menjelaskan sesuatu, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, atau
menanggapi saran dan kritik.
Selain itu, para pelanggan loyal juga dapat menggunakan social media
sebagai tools yang paling mudah dalam menyebarkan informasi mengenai
organisasi dan produknya. Hal tersebut dimungkinkan berkat sifat pengiriman
pesan one-to-many. Hanya dengan menulis satu kalimat, informasi tersebut akan
langsung meluas. Ada banyak calon potensial dalam jaringan mereka.
2.3.3. Customer relationship management
Customer Relationship Management (CRM) merupakan pengelolaan
customer relations. Sekarang ini, semakin banyak organisasi yang meningkatkan
praktik customer relations dengan tujuan memberikan pelayanan yang semakin
baik. Secara khusus, mereka berusaha memberikan layanan yang sifatnya personal
sehingga dapat memberikan kepuasan yang tinggi pada pelanggannya. Dengan
demikian, kesetiaan pelanggan dapat dipertahankan.
Menurut Costanzo, CRM merujuk pada software system yang membantu
perusahaan memperoleh dan menyimpan data pelanggannya serta melakukan
hubungan dua arah.44
Memang, CRM melibatkan teknologi dalam
pelaksanaannya. Akan tetapi, teknologi saja tidaklah cukup. CRM lebih
menekankan pada perubahan kebijakan dan prosedur yang didesain untuk
meningkatkan sales dan customer retention di berbagai lini produk.
44Chris Costanzo, “Moving Focus of CRM Efforts from Software to Employees” dalam
American Banker, Vol. 168/Iss. 116, hlm.8, New York.
37
Secara sederhana, CRM dapat diartikan sebagai pengelolaan segala
aktivitas organisasi dengan para pelanggan, serta mengamati perilaku pelanggan-
pelanggan tersebut. Jill Dyché mendefinisikan CRM sebagai
“Infrastruktur yang memungkinkan interpretasi nilai pelanggan (customer value) secara benar dan memungkinkan untuk meningkatkan customer value tersebut, yang bertujuan untuk memberi motivasi bagi pelanggan yang bernilai (valuable customers) untuk tetap loyal kepada kita, dan tentu saja kembali membeli produk-produk kita”.
45
CRM merupakan strategi bisnis yang terdiri dari software dan layanan
yang didesain untuk meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan keuntungan. Caranya dengan membantu organisasi
untuk mengidentifikasi pelanggannya dengan tepat. Hal tersebut memungkinkan
pendekatan yang tepat sehingga para pelanggan kelak menjadi loyal pada
organisasi. Dengan CRM, organisasi juga berpeluang untuk mendapatkan
pelanggan baru.
Selanjutnya Martin, sebagaimana dikutip Fransisca Andreani, menjelaskan
bahwa CRM merupakan pendekatan yang teintegrasi. Menurutnya:
“A CRM system attempts to provide an integrated approach to all aspects of interaction a company has with its customers, including marketing, sales and support. The goal of a CRM system is to use technology to forge a strong relationship between a business and its customers. To look at CRM in another way, the business is seeking to better manage its own enterprise around customer behaviors”.
46
Definisi dari Martin tersebut menjelaskan bahwa sistem CRM berusaha
menyediakan sebuah pendekatan terintegrasi terhadap semua aspek dalam
organisasi dalam kaitannya dengan pelanggannya, yang meliputi marketing, sales,
45Jill Dyché, The CRM Handbook (Canada: Addison-Wesley Professional, 2008), hlm. 3. 46Fransisca Andreani, “Customer Relationship Management (CRM) dan Aplikasinya dalam
Industri Manufaktur dan Jasa” dalam Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2/No. 2, hlm. 60,
Universitas Kristen Petra Surabaya.
38
and support. Tujuan dari sistem ini adalah dengan penggunaan teknologi
diharapkan terjadi jalinan hubungan yang kuat antara organisasi dengan
pelanggannya. Organisasi dapat mengelola kinerjanya dengan lebih baik.
Sementara O’Brien dalam Andreani menegaskan bahwa CRM
memungkinkan organisasi mengidentifikasi dan membidik pelanggan terbaiknya,
yaitu mereka yang menguntungkan organisasi, sehingga mereka dapat
dipertahankan menjadi pelanggan yang setia untuk jangka panjang. Mereka
diharapkan akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi organisasi.47
Terdapat dua fungsi dalam customer relationship management, yaitu
analytical CRM dan operational CRM. Analytical CRM adalah mereka yang
merumuskan strategi, berdasarkan analisis tren pasar dan perilaku pelanggan.
Sementara operational CRM merupakan mereka yang langsung berinteraksi
dengan pelanggan, disebut juga front-office. Sinergi inilah yang memungkinkan
organisasi mampu menjalankan customer relations-nya dengan baik.
CRM memungkinkan customization dan personalization atas produk dan
layanan berdasarkan keinginan, kebutuhan, kebiasaan pembelian, dan siklus
kehidupan pelanggannya. CRM memampukan perusahaan untuk menyediakan
layanan yang konsisten dan prima, sehingga pelanggan memperoleh pengalaman
yang menyenangkan. Semua ini memberikan nilai bisnis yang strategis bagi
perusahaan, yang dari sisi pelanggan disebut dengan perceived value.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menyusun program CRM.
Salah satu model yang dikembangkan oleh Don Peppers dan Martha Rogers
47Ibid.
39
adalah IDIC Model.48
IDIC merupakan singkatan dari Identification,
Differentiation, Interaction, dan Customization.
Identification merupakan langkah awal bagi organisasi sebelum
meluncurkan program loyalitas pelanggan. Pada tahap ini organisasi
mengidentifikasi pelanggan (baik B2B atau B2C). Organisasi memulai dengan
membangun database pelanggan. Pada tahap differentiation, organisasi
membedakan/mengkategorikan pelanggan menurut nilai dan kebutuhannya.
“Nilai” artinya seberapa keuntungan total yang didapat organisasi apabila
melanjutkan transaksi dengan pelanggan tersebut di masa mendatang. Alat
ukurnya adalah interaksi dan transaksi.
Pada akhir tahap differentiation, organisasi dapat membedakan mana
pelanggan yang bernilai dan yang tidak. Kemudian di tahap interaction, organisasi
fokus mengelola pelanggan yang secara jangka panjang dinilai menguntungkan
(key account). Organisasi membangun interaksi dengan pelanggan yang bernilai
tersebut. Dengan demikian, organisasi dapat mengetahui kebutuhan dan
keinginannya.
Puncak dari CRM adalah mengantarkan produk dan layanan yang
beragam, bahkan personal. Inilah tahap customization. Untuk dapat menciptakan
produk dan layanan yang cocok dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan,
bahkan personal – “customized”, diperlukan kemampuan untuk mendengarkan
pelanggan. Dengan berfokus pada kebutuhan dan keinginan mereka, makan dapat
dibuat inovasi produk dan diferensiasi layanan sesuai dengan nilai pelanggan. Hal
48Don Peppers dan Martha Rogers, Managing Customer Relationships: A Strategic
Framework (New Jersey: John Wiley & Sons, 2004), hlm. 76.
40
tersebut diharapkan dapat memuaskan pelanggan, dan pelanggan akan menjadi
loyal pada organisasi.
Program-program CRM dapat dijalankan dengan tiga cara. Pertama,
financial relationship untuk meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap harga dan
insentif. Misalnya dengan memberikan financial incentives, program frequent
buyer, poin rewards, dan diskon. Kedua, social bonding untuk mencari friendly
companionship, meningkatkan kepercayaan (trust), dan membangun interaksi
antarpribadi yang saling menguntungkan. Misalnya dengan membangun
komunitas pelanggan. Ketiga, structural interactions yang dapat meningkatkan
loyalitas pelanggan terhadap pengalaman (experiences). Organisasi mengadakan
kegiatan yang memberikan good/memorable experience kepada pelanggan.
PR dan media baru, terutama social media, berperan besar dalam
membangun social bonding. PR memanfaatkan social media untuk membangun
sebuah komunitas pelanggan yang kuat, berisikan para pelanggan loyal yang
mendukung organisasi. CRM melibatkan sinergi antara komunikasi dan teknologi
yang bertujuan untuk mendukung pemasaran.
41
2.3.4. Social media
Manusia dikelilingi oleh teknologi. Teknologi komunikasi merupakan
salah satu perkembangan terpenting dalam kehidupan manusia. Teknologi
komunikasi memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia: cara mereka
berkegiatan, membangun hubungan, dan memenuhi kebutuhannya. Menurut
Beniger dalam Grant: "Communication technology was introduced as mechanisms
of control that played an important role in almost every area of the production
and distribution of manufactured goods".49
Perkembangan teknologi komunikasi membawa manusia pada era media
baru. Media baru adalah istilah yang dimaksudkan untuk mencakup kemunculan
digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi dan komunikasi di akhir abad
ke-20. Media baru berbasis pada komunikasi dalam jaringan. Menurut Manovich:
“The terms ‘new media’ refers to a broad term used to explain the
advances in technology. The basic principle behind new media is that
it can be any application that transfers information via technology
techniques, such as computers, digital devices, and data networks”.50
Teknologi media baru memungkinkan komunikasi interaktif melalui
format web 2.0. Web 2.0 memiliki ciri two-way communication, many-to-many,
dan asynchronous. Web 2.0 memungkinkan manusia untuk melakukan
komunikasi dua arah melalui perantaraan media. Setiap orang dapat menjadi
sender. Mereka dapat membuat, merespons, atau menyebarluaskan pesan. Mereka
juga dapat berkolaborasi dalam penyusunan konten pesan. Pesan bersifat massive,
dikirimkan dari dan ke banyak orang secara bersamaan. Dan proses penyampaian
49August E. Grant dan Jennifer H. Meadows, op. cit., hlm. 1. 50Lev Manovich, “The Language of New Media”, dalam
http://courses.gossettphd.org/library/manovich_whatisnewmedia.pdf diakses pada Senin, 2
April 2012, pukul 13:30.
42
pesan dapat dilakukan secara tidak sinkron, di mana pengirim dan penerima pesan
tidak harus berkomunikasi pada waktu yang sama.
Salah satu bentuk web 2.0 adalah social media. Social media menurut
Ryan dan Jones adalah sebuah istilah payung yang menunjuk pada software dan
layanan berbasis web yang memungkinkan para penggunanya berbagi, berdiskusi,
berkomunikasi, dan berpartisipasi dalam segala bentuk interaksi sosial secara
online.51
Inti dari social media adalah berbagi dan berpartisipasi. Stowe Boyd
menjelaskan bahwa social media berpengaruh besar terhadap manusia: mengubah
cara mereka menemukan, membaca, dan berbagi berita, informasi, dan konten.52
Social media sudah menjadi santapan masyarakat sehari-hari. Wikipedia,
Facebook, Twitter, blog, YouTube, Flickr, dan masih banyak lagi situs lainnya
yang tidak asing di telinga.
Gambar 2.4: Ragam Social Media
Sumber: Erianto Simalango, “Apa itu Social Media?”, dalam
http://www.eriantosimalango.com/2011/07/apa-itu-social-media-social-media-adalah.html
diakses pada Senin, 2 April 2012, pukul 13:50.
51Damian Ryan dan Calvin Jones, op. cit., hlm. 152. 52Stowe Boyd, “Scoble Asks What Is Social Media?”, dalam
http://www.stoweboyd.com/post/1339189186/scoble-asks-what-is-social-media diakses pada Senin,
2 April 2012, pukul 13:50.
43
Jenis social media sangat beragam. Ryan dan Jones mengklasifikasikannya
menjadi social bookmarking, social media submission sites, forums and
discussion sites, media sharing sites, reviews and rating sites, social network
sites, blogs, podcasts, micro blogging, dan wikis.53
Social bookmarking adalah jenis social media yang memungkinkan
pengguna untuk menandai laman favorit mereka, mengelompokkannya ke dalam
kategori tertentu, dan membaginya dengan orang lain secara online. Contoh situs
social bookmarking adalah Delicious dan Ma.gnolia. Social submission sites
adalah jenis social media yang memungkinkan penggunanya untuk berlangganan
konten tertentu yang mereka suka. Contohnya adalah Digg dan Reddit. Forums
and discussion sites adalah situs yang memfasilitasi diskusi dengan berbagai
topik. Contohnya adalah Yahoo! Groups dan Google Groups.
Media sharing sites adalah situs yang memungkinkan para pengguna
untuk berbagi bermacam-macam jenis konten. Contohnya Flickr untuk share
gambar, YouTube untuk share video, atau Slideshare untuk share slide presentasi.
Reviews and ratings sites adalah situs yang memungkinkan pengguna untuk
mengevaluasi dan menilai suatu perusahaan, produk, tempat, dan apapun yang
mereka sukai. Contohnya adalah Amazon.
Social network sites adalah situs yang memungkinkan penggunanya untuk
membentuk kelompok berisi orang-orang yang berbagi kesamaan dengan mereka.
Dalam social networks, para pengguna dapat berbagi artikel, foto, video, games,
bahkan tanggapan terhadap isu terkini. Pada dasarnya, social network sites dapat
53Damian Ryan dan Calvin Jones, op. cit., hlm. 157.
44
memberikan hampir seluruh layanan yang ditawarkan oleh social media. Contoh
social network sites adalah Facebook dan MySpace. Blogs adalah situs yang
menjadi media ekspresi bagi para penggunanya. Melalui blog, setiap orang dapat
menjadi publisher. Contoh blogs adalah Blogger dan WordPress.
Podcasts adalah rangkaian file digital (audio/video) yang didistribusikan
melalui internet. Podcasts dapat diunduh ke berbagai perangkat untuk dinikmati
berulang kali oleh penggunanya. Contohnya adalah iTunes dari Apple. Micro
blogging adalah bentuk kecil dari blog, memungkinkan penggunanya untuk meng-
update informasi melalui layanan broadcast pesan singkat. Twitter misalnya,
dengan batas posting 140 karakter per tweet. Wikis adalah koleksi online dari
halaman web yang terbuka bagi siapa saja untuk turut berkontribusi. Pengguna
dapat membuat, memperbaiki, mendiskusikan, dan mengomentari koleksinya.
Situs wikis terpopuler saat ini adalah Wikipedia.
Social media merupakan bentuk demokratisasi informasi. Social media
tidak hanya mengenai bagaimana orang membaca dan menyebarkan informasi,
tetapi juga bagaimana mereka berbagi. Social media membahas bagaimana sender
membuat pesan yang dapat mengajak pihak lain untuk ikut berpartisipasi. Social
media juga mengubah komunikasi menjadi horizontal. Tidak ada lagi batas antara
produsen dan konsumen berita. Setiap orang dapat menjadi produsen sekaligus
konsumen berita.
Di era social media, terdapat new balance of power. Customer produk
dapat menentukan pandangan masyarakat luas mengenai produk dan organisasi,
45
memengaruhi preferensinya. Ryan dan Jones mendefinisikan ciri-ciri customer di
era social media: merasa nyaman dan sangat bergantung pada media, sangat
demanding terhadap organisasi (they want it all, they want it now), memiliki
kontrol terhadap organisasi, mudah berpindah (tidak loyal), dan vokal.54
Social media telah mengubah perilaku konsumen. Dalam proses
pengambilan keputusan apakah ia akan menggunakan suatu produk atau tidak,
konsumen sangat bergantung pada social media. Dulu kita mengenal model
AIDMA (Attention, Interest, Desire, Memory, Action) sebagai model pengambilan
keputusan konsumen. Ternyata model tersebut dinilai tidak relevan lagi di era
social media. Kotaro Sugiyama dan Tim Andree menawarkan model AISAS
(Attention, Interest, Search, Action, Share) untuk menjelaskannya.55
Gambar 2.5: Pergeseran Model AIDMA menjadi AISAS
Sumber: Kotaro Sugiyama dan Tim Andree, The Dentsu Way (USA: McGraw-Hill, 2011),
hlm. 79.
Pada model AIDMA, konsumen mengetahui mengenai keberadaan suatu
produk (aware). Kemudian ia merasa tertarik (interest) dan mencari informasi
lebih lanjut mengenai produk tersebut (desire). Proses pengambilan keputusannya
54Ibid., hlm. 165. 55Kotaro Sugiyama dan Tim Andree, The Dentsu Way (USA: McGraw-Hill, 2011), hlm. 79.
46
dipengaruhi oleh hasil pencarian informasi tersebut dan memory. Memory adalah
kesan dalam ingatannya mengenai suatu produk atau organisasi, baik berdasarkan
pengalamannya sendiri maupun pengalaman orang lain. Pada tahap action,
konsumen memutuskan apakah akan melakukan tindakan pembelian atau tidak.
Kehadiran social media telah mengubah tahapan tersebut. Hal itu didasari
atas kemudahan mencari dan berbagi informasi melalui social media. Pada model
AISAS, konsumen mengetahui (aware) dan tertarik (interest) terhadap suatu
produk. Selanjutnya, ia akan melakukan search. Ia mencari informasi tentang
produk di social media atau search engine. Ia dapat mencari akun perusahaan,
komentar dari customer, ataupun forum diskusi yang membahas mengenai
organisasi dan produknya. Dari situlah konsumen mengambil keputusan untuk
menggunakan suatu produk. Dan sesuai dengan karakteristik konsumen di era
social media yang vokal, konsumen tersebut kelak akan menceritakan (share)
pengalamannya mencoba produk tersebut, baik ataupun buruk, di social media.
Sharing itu kemudian dapat menjadi dasar bagi calon konsumen lain dalam
pengambilan keputusan.
Biasanya rekomendasi dari sesama customer lebih dipercaya karena
dianggap jujur dan netral. Apalagi jika rekomendasi tersebut datang dari orang
yang dikenal dan dipercaya, misalnya keluarga dan teman. Hasil Nielsen Global
Trust in Advertising Survey kuartal III tahun 2011 menyatakan bahwa tingkat
kepercayaan terhadap bentuk iklan yang tertinggi berasal dari rekomendasi orang
yang dikenal (92%) dan pendapat sesama customer di media online (70%).56
56Nielsen Wire, “Global Advertising: Consumers Trust Real Friends and Virtual Strangers the
Most”, dalam http://blog.nielsen.com/nielsenwire/consumer/global-advertising-consumers-trust-
real-friends-and-virtual-strangers-the-most/ diakses pada Sabtu, 1 Desember 2012, pukul 17:42.
47
Gambar 2.6: Nielsen Global Trust in Advertising Survey 2011
Sumber: Nielsen Wire, “Global Advertising: Consumers Trust Real Friends and Virtual Strangers the
Most”, dalam http://blog.nielsen.com/nielsenwire/consumer/global-advertising-consumers-trust-real-friends-
and-virtual-strangers-the-most/ diakses pada Sabtu, 1 Desember 2012, pukul 17:42.
Disinilah pentingnya bagi organisasi untuk membangun kedekatan dengan
publik, khususnya customer. Pelanggan loyal adalah aset bagi organisasi. Mereka
dapat menjadi evangelist. Organisasi membangun komunitas maya, tempat para
pelanggan loyal yang juga social media users berinteraksi dan berbagi
pengalaman terkait penggunaan produk. Komunitas yang berisi para evangelist.
Komunitas ini dapat menjadi kekuatan organisasi di dunia maya.
Social media merupakan tools yang paling tepat untuk membangun
hubungan baik dengan publik dan membangun komunitas bagi pelanggan loyal.
Menurut Solis: “Social Media uses the Internet to facilitate conversations between
people. I say people, because it humanizes the process of communications when
you think about conversations instead of companies marketing at audiences”.57
57Brian Solis, “PR 2.0: Putting the Public Back in Public Relations”, dalam
http://www.briansolis.com/2008/04/pr-20-putting-public-back-in-public/ diakses pada Senin, 2
April 2012, pukul 14:00.
48
Dengan demikian, social media bukan digunakan sebagai alat marketing, tetapi
media komunikasi yang dapat mendukung tujuan marketing.
Oleh karena itu, social media sangat tepat untuk menjadi tools utama MPR
di era media baru seperti sekarang ini. Social media merupakan alat yang efektif
untuk membangun customer relations. Tidak heran, Solis menyatakan bahwa
kehadiran social media membuat peran PR semakin signifikan.58
Pemanfaatan
media baru, khususnya social media, menjadi kompetensi yang penting dikuasai
oleh seorang PR – PR 2.0.
Li dan Bernoff dalam Smith menjelaskan pendekatan POST untuk
membantu organisasi dalam menentukan social media mana yang tepat bagi
mereka.59
POST merupakan singkatan dari people, objective, strategy, dan
technology. People artinya organisasi melihat karakteristik publik mereka: kondisi
demografi, psikografi, dan kecenderungan penggunaan media publiknya.
Objective mengacu pada tujuan organisasi itu sendiri. Apa yang ingin
mereka lakukan di social media? Apakah mereka ingin meningkatkan penjualan,
membangun image, atau menggunakannya untuk promosi produk baru?
Kemudian strategy, apa yang akan mereka lakukan untuk mencapai objectives
yang telah dirumuskan tersebut.
Terakhir, barulah masuk ke technology. Organisasi melihat setiap pilihan
media yang tersedia. Masing-masing social media memiliki karakteristik
pengguna dan penggunaan yang berbeda. Twitter dan Facebook misalnya. Twitter
58Ibid. 59Mari Smith, The New Relationship Marketing (USA: John Wiley & Sons, 2011), hlm. 3.
49
banyak digunakan oleh remaja dan kaum muda, sementara Facebook lebih banyak
pengguna berusia diatas 35 tahun.60
Gambar 2.7: Perbandingan Usia Pengguna Twitter dan Facebook
Sumber: Brian Chappell, “2012 Social Network Analysis Report – Demographic, Geographic,
and Search Data Revealed” dalam http://www.ignitesocialmedia.com/social-media-stats/2012-
social-network-analysis-report/ diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 14:54.
Untuk penggunaannya, Twitter lebih banyak digunakan untuk conversation.
Penyebaran informasi melalui Twitter juga lebih cepat dan mudah berkat fitur
retweet. Begitu pula untuk pencarian informasi, lebih mudah dengan penggunaan
#hashtag. Facebook lebih banyak digunakan untuk posting gambar dan video.
Setelah mengenal karakteristik social media, baru bisa menentukan apakah
media tersebut sesuai untuk menjangkau people untuk mencapai objectives
melalui strategy yang telah dirumuskan. Jangan lupa juga untuk memperhatikan
soal kesiapan dan kemampuan organisasi untuk menjalankan social media yang
terpilih. Dengan demikian, penggunaan social media barulah efektif.
60Brian Chappell, “2012 Social Network Analysis Report – Demographic, Geographic, and
Search Data Revealed”, dalam http://www.ignitesocialmedia.com/social-media-stats/2012-social-
network-analysis-report/ diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 14:54.
50
2.3.5. Buzzword
Buzzword merupakan sebuah istilah baru dalam dunia PR. Istilah ini
muncul seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi interaktif. Buzz
menurut Emanuel Rosen, sebagaimana dikutip oleh Tanadi Santoso, adalah
obrolan murni ditingkat pelanggan yang menular; tentang orang, barang, atau
tempat.61
Singkatnya, buzz adalah obrolan tentang brand. Sementara buzzword
merupakan ide yang menjadi bahan perbincangan. Buzzword haruslah menarik,
unik, menunjukkan suatu identitas bagi organisasi.
Buzzword berakar pada konsep word of mouth. Customer senang berbagi
pengalaman mengenai produk. Di masa sekarang, sharing dimudahkan dengan
kehadiran social media. Percakapan di social media terjadi secara massive.
Sebuah percakapan antara dua orang dapat menyebar dalam jaringan komunikasi
mereka dan menarik orang lain untuk terlibat. Oleh karena itulah dampak
buzzword kini semakin besar.
Penyebaran buzzword tidak hanya dilakukan secara online melalui social
media. Buzzword tersebar secara online dan offline. Andy Sernovitz menjelaskan
bahwa hanya 20% buzzword yang penyebarannya terjadi secara online.62
Sisanya
adalah bagaimana 20% tersebut menghasilkan 80% buzzword dalam percakapan
face-to-face.
Buzzword, pada dasarnya adalah membuat orang membicarakan tentang
kita. Tapi tidak berhenti sampai disitu. Buzzword bertujuan memberi keuntungan
61Tanadi Santoso, “Book Review: The Anatomy of Buzz”, dalam
http://www.tanadisantoso.com/v6/book-reviews-detail/20/the-anatomy-of-buzz diakses pada Selasa,
20 November 2012, pukul 22:47. 62Andy Sernovitz, Word of Mouth Marketing: How Smart Companies Get People Talking
(Austin: Greenleaf Book Group Press, 2012), hlm. XII.
51
(dalam hal ini bagi organisasi). Buzzword melibatkan marketing dan word of
mouth. Sernovitz menjelaskannya dengan “BtoCtoC”: Business to Consumer to
Consumer marketing.63
Pemasar memberikan ide mengenai apa yang layak
diperbincangkan dari organisasi dan produknya kepada customer. Customer
kemudian turut membicarakannya, dan bahkan membawa orang lain untuk ikut
terlibat dalam percakapan tersebut. Itulah soft-selling. PR harus dapat menjual
produk, tanpa terkesan jualan. PR membuat orang-orang membicarakan
produknya, membuat mereka melakukan promosi.
Buzzword erat kaitannya dengan ”share” dan “search” dalam model
AISAS. Organisasi membuat buzzword yang terkait dengan produk, kemudian
customer akan turut berpartisipasi mengembangkan pembahasannya (share).
Ketika suatu topik banyak dibicarakan, orang lain akan tertarik untuk mengikuti
pembicaraan, bahkan mereka yang bukan customer produk. Share semakin
meluas. Percakapan ini juga dapat mendorong action dari mereka yang belum
pernah mencoba produk tersebut.
Produk yang banyak diperbincangkan akan mudah dicari informasinya
(search). Percakapan mengenai produk tersebut dapat berada di puncak hasil
pencarian search engine. Ini dikenal juga dengan Search Engine Optimization
(SEO). Produk dan organisasi yang SEO-nya tinggi berarti eksis di dunia maya.
Ketika ada orang yang ingin mencari informasi tentangnya, mereka akan
mendapatinya dengan mudah. Jika informasi yang tersedia bersifat positif, maka
dapat mendorong mereka untuk melakukan action.
63Ibid., hlm. 3.
52
Richard Laermer menjelaskan bahwa inti dari buzzword adalah
membangun pembicaraan dan menjadi bahan pembicaraan.64
Organisasi harus
mampu membuat orang tertarik dengan produk dan membicarakannya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan kata baru; misalnya Google dengan
kata “Googling”.65
Kata tersebut berhasil menempatkan Google sebagai search
engine terpopuler sampai saat ini. Sebuah kata atau brand yang unik dapat
membuat orang penasaran dan membicarakannya.
Cara lainnya menurut Laermer adalah membuat para figur berpengaruh
membicarakannya.66
Dalam era social media, para figur berpengaruh ini disebut
buzzer, penyebar buzzword. Ryan dan Jones mendefinisikan beberapa kriteria
buzzer: ahli dalam bidang tertentu, orang-orang menjadikannya referensi ketika
ingin membeli suatu produk, sering memberikan rekomendasi mengenai produk
yang disukai, memiliki jaringan sosial yang luas, dan aktif di dunia online.67
Biasanya, yang ditunjuk oleh organisasi untuk menjadi buzzer adalah
selebritis. Dalam ranah advertising, para selebritis ini disebut sebagai endorser.
Tetapi di era social media di mana terdapat new balance of power, selebritis
bukan satu-satunya pilihan. Organisasi dapat menggunakan blogger sebagai
buzzer mereka. Bahkan, customer biasa pun dapat menjadi buzzer bagi organisasi.
Fakta sudah menunjukkan bahwa calon customer kini lebih percaya pada
rekomendasi dari relasi mereka dan sesama customer, daripada bentuk iklan
manapun. Customer memiliki power. Organisasi dituntut untuk dapat memberikan
kepuasan pada pelanggannya, supaya mereka dapat menjadi evangelist – customer
64Richard Laermer, Full Frontal PR: Building Buzz about Your Business, Your Product, or You
(USA: Bloomberg, 2004), hlm. 4. 65Ibid., hlm. 6. 66Ibid., hlm. 7. 67Damian Ryan dan Calvin Jones, op. cit., hlm. 28.
53
yang secara sukarela menyebarkan buzzword mengenai organisasi. Seperti yang
dikatakan Sernovitz: “Happy customers are your greatest advertisers”.68
Vanessa Fox, sebagaimana dikutip oleh Ryan dan Jones menjelaskan
pentingnya keterlibatan organisasi di social media.
Gambar 2.8: Pentingnya Keterlibatan Organisasi di Social Media
Sumber: Damian Ryan dan Calvin Jones, Understanding Digital Marketing 2nd edition
(London: Kogan Page, 2012), hlm. 155.
Menghadapi customer sebagai buzzer di social media, organisasi harus bersedia
mendengarkan dan merespons publiknya. Customer akan memberikan feedback,
dan organisasi harus cukup peka untuk mendengarkan. Organisasi kemudian
merespons dengan menggunakan feedback tersebut untuk meningkatkan kualitas
produk dan layanannya, yang memuaskan customer. Customer yang merasa
senang akan menjadi evangelist dan menarik lebih banyak customer lagi.
Buzzword dari customer tidak dapat dipaksakan. Beberapa organisasi
mungkin menawarkan reward bagi customer yang merekomendasikan produk
mereka kepada orang lain (member get member, dan sejenisnya). Itu bukanlah
buzzword. Buzzword hanya terjadi ketika customer merasakan koneksi dengan
organisasi dan produknya. Menurut McConneld dan Huba dalam Hermawan
Kartajaya, ukuran koneksi emosi antara pelanggan dan produk adalah referensi
dan rekomendasi, dan itulah ukuran yang paling sahih untuk loyalitas pelanggan.69
Happier customers
Provide feedback
Create better
products Evangelize
More customers
68Andy Sernovitz, op. cit., hlm. 6. 69Hermawan Kartajaya, Boosting Loyalty Marketing Performance (Jakarta: MarkPlus Inc.,
2007), hlm. 45.
54
Buzzword diibaratkan dengan menceritakan kisah persahabatan yang
menyenangkan antara customer dengan organisasi. Seorang customer mengenal
organisasi tersebut, produk-produknya, dan merasa puas akan pelayanan yang
diberikan. Ia kemudian memperkenalkan “sahabatnya” itu pada teman-teman lain
secara sukarela, agar teman-temannya itu dapat menikmati pengalaman
menyenangkan seperti yang ia rasakan.
Dalam penyebaran buzzword oleh customer, prinsip kejujuran adalah yang
utama. Customer itu jujur. Mereka akan mengatakan hal positif pada produk
berkualitas dan tidak segan meninggalkan komentar negatif pada produk yang
buruk. Buzzword dari customer dianggap netral, bebas kepentingan. Oleh karena
itu, dinilai kredibel dan lebih dipercaya.
Disini, penting bagi organisasi untuk melakukan monitoring; melihat
bagaimana percakapan di kalangan customer mengenai organisasi dan produknya.
Lihat isu-isu yang mungkin berkembang menjadi buzzword negatif, dan segera
merespons. Organisasi harus merespons. Ryan dan Jones menjelaskan cara meng-
handle buzzword negatif sebagai berikut: analisis buzzword negatif, terlibat dalam
percakapan, selesaikan misunderstanding, tetap tenang dan penuh hormat, berikan
informasi tambahan yang mendukung, responsif dan informatif, serta berhati-hati
pada komentar palsu yang menjatuhkan.70
Ya, tantangan era social media dan demokratisasi informasi adalah
anonimitas sumber. Siapa saja bisa menjadi sumber buzzword negatif. Sekadar
orang iseng sampai strategi kompetitor, bisa membuat buzzword negatif yang
70Damian Ryan dan Calvin Jones, op. cit., hlm. 192.
55
berdampak buruk bagi organisasi. Tetapi selama organisasi mampu membuktikan
kualitasnya, selalu ada evangelist yang siap mendukung dan membela.
Para evangelist adalah aset. Mereka menyebar buzzword positif dengan
tingkat kredibilitas tinggi, menarik customer lain untuk melakukan aksi, dan
bahkan menjadi pembela di saat krisis. Penting bagi organisasi untuk membangun
hubungan dengan customer-nya. Menjadikan customer sebagai sahabat: saling
mengenal, memahami, dan menguntungkan. Dan PR berperan penting dalam
membangun hubungan dan mengelola penyebaran buzzword.
2.3.6. Social CRM
Social media telah mengubah karakteristik customer menjadi kritis dan
vokal. Mereka tahu bahwa pendapat mereka didengar dan mereka memiliki power
untuk memengaruhi orang lain. Organisasi kini menghadapi social customer.71
Menurut Adam Metz, social customer memiliki daya beli yang tinggi. Akan
tetapi, yang mampu memengaruhi mereka untuk membeli adalah orang-orang
yang dinilainya sama (setara) dengan dirinya. Mereka percaya pada sesama
customer yang memiliki kesamaan minat dengan mereka.
Customer berkumpul di social media. Salah satu kekuatan social media
adalah kemampuannya membangun komunitas berdasarkan karakteristik tertentu.
Peluang inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh organisasi. Organisasi
menggunakan social media untuk berkomunikasi secara langsung dengan
pelanggannya; membangun komunitas yang kuat.
71Adam Metz, The Social Customer (USA: McGraw-Hill, 2012), hlm. VI.
56
Cara organisasi mengelola hubungan dengan pelanggannya berubah
seiring dengan perkembangan teknologi. Jacob Morgan menjelaskan bahwa
Customer Relationship Management (CRM) kini beralih dari traditional CRM
menjadi social CRM.72
Jika dalam traditional CRM organisasi mengelola data
pelanggan, dalam social CRM organisasi mengelola hubungan dan percakapan
dengan pelanggannya.
Gambar 2.9: Perbedaan Traditional CRM dan Social CRM
Sumber: Jacob Morgan, “What is Social CRM: An Introduction” dalam
http://www.jmorganmarketing.com/what-is-social-crm-an-introduction/ diakses pada Sabtu, 16 Februari
2013, pukul 16:35.
Paul Greenberg, sebagaimana dikutip oleh Morgan, mendefinisikan social
CRM sebagai berikut.
“CRM merupakan filosofi dan strategi bisnis yang didukung oleh
teknologi, peraturan bisnis, proses, dan karakteristik sosial yang
didesain untuk mengikutsertakan pelanggan dalam percakapan
kolaboratif sehingga menghasilkan nilai yang saling menguntungkan
dalam lingkungan bisnis yang transparan dan terpercaya. Respons
perusahaan terhadap percakapan antar-customer.”73
Social CRM menunjukkan kuatnya power pelanggan di era social media.
Pelanggan memiliki kendali atas interaksi. Dan apa yang dilakukan oleh
72Jacob Morgan, “What is Social CRM: An Introduction” dalam
http://www.jmorganmarketing.com/what-is-social-crm-an-introduction/ diakses pada Sabtu, 16
Februari 2013, pukul 16:35. 73Ibid.
57
organisasi adalah respons terhadap interaksi tersebut. Termasuk dengan CRM.
Program-program yang dirumuskan oleh organisasi merupakan respons atas
interaksi dengan dan antarpelanggan.
Social CRM berfokus pada memperoleh wawasan dari informasi yang
dibuat oleh pelanggan dan komunitas pelanggan ketika mereka berinteraksi
dengan organisasi maupun ketika mereka berinteraksi satu sama lain. Social CRM
digunakan untuk mencari tahu kebutuhan pelanggan dan apa yang benar-benar
mereka inginkan. Menurut Paul Greenberg, proses pengenalan tersebut
berkembang secara berkesinambungan sehingga bisa disesuaikan antara
ekspektasi pelanggan dan apa yang akan organisasi lakukan.74
Berbagai situs social media dapat digunakan untuk menjalankan social
CRM. Menurut Jelani Harper, setiap social media menjalankan fungsi social CRM
yang berbeda.75
Situs jejaring sosial seperti Facebook dimanfaatkan untuk
membuat halaman profil yang menjelaskan produk, testimoni customer, dan foto.
Blog digunakan untuk memfasilitasi percakapan mengenai produk dan brand.
Forum diskusi memfasilitasi sharing informasi, tips, dan rekomendasi. Sementara
Wikis dapat digunakan untuk mendapatkan feedback dari customer dan melihat
ketertarikan mereka terhadap produk.
Social CRM semakin mudah dengan kehadiran Twitter. Menurut Aaron
Lee, Twitter membuat hubungan dengan customer lebih efektif.76
Pesan yang
disampaikan melalui Twitter singkat, to the point, sehingga respons yang
dihasilkan dapat lebih cepat dan memuaskan.
74Paul Greenberg, CRM at The Speed of Light 4th edition (USA: McGraw-Hill, 2010), hlm. 35. 75Jelani Harper, “Social Networking and CRM” dalam
http://www.comparebusinessproducts.com/crm/social-networking-and-crm diakses pada Sabtu, 16 Februari
2013, pukul 21:21. 76Aaron Lee, “Twitter: The New Customer Service For Businesses” dalam http://askaaronlee.com/twitter-
the-new-customer-service-for-busineses/ diakses pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 21:34.
58
Neil Zawacki menjelaskan beberapa manfaat penting social CRM.77
Organisasi dapat mengidentifikasi berbagai peluang baru. Melalui social media,
organisasi dapat melihat tren di kalangan customer yang berguna untuk menyusun
strategi penjualan, cross-selling, dan up-selling. Organisasi mendapatkan feedback
dari customer. Komentar di social media dapat menjadi masukan bagi organisasi,
sekaligus rekomendasi bagi pelanggan lain. Komentar positif dapat menjadi
publisitas bagi organisasi.
Organisasi juga dapat berhemat. Publisitas positif dapat memangkas biaya
pemasaran produk. Return on Investment (ROI) dapat diukur. Organisasi dapat
menghubungkan jumlah komentar, tweet, ataupun subscription dengan tingkat
penjualan. Social CRM juga memungkinkan organisasi melakukan penelitian dan
pengembangan guna peningkatan produknya. Organisasi melihat kebutuhan
pelanggan, masalah yang dihadapi, dan harapan mereka terhadap suatu produk.
Umpan balik ini menjadi dasar pengembangan produk, dan hasilnya akan
menunjukkan bahwa organisasi mendengar dan memperhatikan pelanggannya.
Paul Greenberg menjelaskan delapan hal yang harus diperhatikan oleh
organisasi dalam menjalankan social CRM.78
Pertama, presence. Organisasi hadir
di social media. Kedua, actions. Ada respons yang diberikan oleh organisasi.
Tidak hanya membuat akun, tetapi juga berinteraksi dengan para pelanggannya
serta menindaklanjuti interaksi tersebut. Ketiga, sharing. Customer berbagi cerita
tentang pengalamannya dengan suatu produk. Kisah tersebut menjadi feedback
bagi organisasi, sekaligus dapat juga menjadi referensi bagi customer lainnya.
77Neil Zawacki, “Benefits of Social CRM” dalam
http://www.comparebusinessproducts.com/crm/benefits-of-social-crm diakses pada Sabtu, 16
Februari 2013, pukul 21:25. 78Paul Greenberg, op. cit., hlm. 42.
59
Keempat, relationship. Organisasi membangun saling pengertian dengan
customer-nya, guna menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan.
Kelima, reputation. Customer memiliki power untuk menentukan pandangan
orang lain terhadap organisasi. Hubungan yang baik dengan para pelanggan dapat
membantu organisasi dalam membangun reputasi positif.
Keenam, conversation. Organisasi mengelola percakapan dengan para
pelanggannya dan mengelola percakapan antarpelanggan mengenai organisasi dan
produknya. Conversation dapat menghasilkan feedback yang berharga. Ketujuh,
groups. Social media dapat membentuk komunitas pelanggan setia yang menjadi
evangelist dan pembela bagi organisasi. Kedelapan, collaboration. Collaboration
merupakan karakteristik social CRM yang paling bermanfaat. Organisasi
berkolaborasi dengan pelanggannya, menghasilkan produk yang sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan mereka. Pelanggan kelak merasa puas dan akan terus
loyal terhadap organisasi.
Praktik social CRM tidak menggantikan traditional CRM, tetapi
mengembangkannya. Social CRM dapat menghasilkan program yang lebih efektif,
mampu menjangkau komunitas, dan yang paling penting adalah dapat bekerja
sama dengan pelanggan guna menghasilkan produk dan layanan yang lebih baik
lagi. Traditional CRM bisa menjadi sangat powerful dengan mengintegrasikannya
dengan social media.
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Harmon dalam Moleong mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar
untuk mempersepsi, berpikir, menilai, dan melakukan yang berkaitan dengan
sesuatu secara khusus tentang visi realitas.79
Paradigma menjadi landasan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan
antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas.
Paradigma merupakan cara pandang yang membimbing peneliti dalam mendesain
dan menjalankan penelitiannya.
Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivis. Menurut Guba
dalam Denzin dan Lincoln, post-positivisme merupakan suatu modifikasi dari
positivisme.80
Post-positivisme percaya pada realitas jamak (multiple realities).
Realitas objektif diyakini ada, tetapi hanya dapat didekati dan tidak dapat dipotret
sepenuhnya. Paradigma post-positivis memandang penelitian sebagai alat untuk
mempelajari peristiwa dan hukum-hukum sosial yang pada akhirnya
memungkinkan manusia untuk meramalkan kemungkinan kejadian serta
mengendalikan peristiwa.
Menurut paradigma post-positivis, hubungan antara peneliti dan realitas
yang diteliti tidak dapat dipisahkan. Peneliti tidak mungkin mendapatkan
79Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 49. 80Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research Edisi Bahasa
Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 134.
62
kebenaran dari realitas apabila membuat jarak, tidak terlibat secara langsung
dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif,
tetapi peneliti harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas
dapat diminimalisasi.
Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivis. Paradigma post-
positivis menekankan pada penemuan dan pembuktian teori. Penelitian ini
didasarkan atas teori komunikasi transaksional Barnlund. Peneliti ingin melihat
apakah teori Barnlund relevan dengan praktik PR 2.0 (dalam lingkup two-way
symmetric communication).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini
memungkinkan peneliti untuk mengintepretasikan suatu fenomena secara holistik
dengan menggunakan kata-kata, bukan angka-angka. Menurut Kriyantono, riset
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya juga.81
Pendekatan kualitatif menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Penelitian kualitatif menghasilkan suatu gambaran menyeluruh yang
disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terperinci yang diperoleh dari
para sumber informasi, serta dilakukan dalam setting yang alamiah. Pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, tidak
boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis.
Peneliti merupakan bagian integral dari data. Peneliti menjadi instrumen
riset yang harus terjun langsung. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif,
81Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media,
Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana,
2009), hlm. 56.
63
realitas bersifat dinamis sebagai hasil konstruksi. Tidak ada realitas tunggal.
Setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya.
Subjektif dan kasuistik. Hasilnya bukan untuk melakukan generalisasi.
Menurut Moleong, analisis data dalam riset kualitatif dilakukan secara
induktif.82
Peneliti menarik kesimpulan dari hasil pengumpulan data di lapangan.
Analisis induktif dilakukan seiring dengan perkembangan tahap penelitian.
Rancangan penelitian pun lebih fleksibel. Dapat berubah sewaktu-waktu,
bergantung pada kondisi dan temuan di lapangan. Ketika peneliti menemukan
data baru, desain penelitian dapat diubah untuk beradaptasi dengan data tersebut.
Data dapat digunakan untuk menggugat suatu teori, atau bahkan memunculkan
atau membentuk teori baru.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha untuk
menjelaskan fenomena secara utuh, menyeluruh, dan mendalam. Dibutuhkan
pengumpulan data yang mendalam dimana Peneliti ikut terlibat dengan objek
yang diteliti. Kasuistik, dimana realitas yang dibahas adalah yang terjadi di
Ninotchka Cafe.
Sifat penelitian adalah deskriptif. Menurut Kriyantono, penelitian
deskriptif bermaksud untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.83
Penelitian deskriptif menurut Rakhmat bertujuan hanya untuk memaparkan situasi
atau peristiwa.84
Penelitian deskriptif menitikberatkan pada setting alamiah, tidak
memanipulasi dan merusak kenormalan.
82Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 10. 83Rachmat Kriyantono, op. cit., hlm. 67. 84Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), hlm. 24.
64
Penelitian ini bersifat deskriptif; berusaha untuk menjelaskan secara
sistematis, faktual, dan akurat strategi penggunaan social media Twitter oleh
Ninotchka Cafe dalam membangun customer relations pada setting alaminya.
Berdasarkan sifat penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan adalah
berupa kata-kata, pernyataan, ataupun gambar. Dalam laporan, akan digunakan
berbagai kutipan data untuk memberi gambaran mengenai fenomena yang diteliti.
Menurut Moleong, data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, video, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya.85
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Robert K. Yin dalam
Kriyantono menjelaskan studi kasus sebagai riset yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, memanfaatkan multisumber bukti.86
Sasaran
penelitiannya dapat berupa manusia atau peristiwa. Sasaran tersebut ditelaah
secara rinci dan mendalam sebagai suatu totalitas, sesuai dengan latar atau
konteksnya masing-masing. Tujuannya adalah untuk melihat dan memahami
berbagai kaitan yang ada di antara temuan/fakta lapangan.
Robert K. Yin menjelaskan bahwa studi kasus mencari jawaban atas
pertanyaan “Bagaimana” (How) dan “Mengapa” (Why).87
Menggali secara
mendalam dan komprehensif. Oleh karena itu, menuntut pengumpulan data yang
detail. Stake, dalam Denzin dan Lincoln, menjelaskan bahwa penelitian studi
kasus memfokuskan pada apa yang dapat dipelajari secara khusus pada kasus
85Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 11. 86Rachmat Kriyantono, op. cit., hlm. 65. 87Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hlm. 1.
65
tunggal.88
Penelitian studi kasus menekankan pada pemahaman tentang kasus
yang dipelajari dan bukan untuk mendapatkan generalisasi.
Lebih lanjut, Stake mengidentifikasikan tiga tipe studi kasus, yaitu studi
kasus intrinsik, instrumental, dan kolektif.89
Penelitian ini menggunakan metode
studi kasus instrumental (instrumental case study). Studi kasus instrumental
adalah pengujian suatu kasus khusus untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang suatu masalah atau untuk memperbaiki teori yang telah ada.
Dalam studi kasus instrumental, kasus diposisikan sebagai instrumen
untuk menunjukkan penjelasan mendalam dan pemahaman terhadap sesuatu yang
lain dari yang biasa dijelaskan. Melalui kasus yang ditelitinya, peneliti bermaksud
untuk menunjukkan adanya suatu kekhasan yang dapat dipelajari dari sebuah
kasus, yang berbeda dengan penjelasan yang diperoleh dari objek-objek lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Penelitian difokuskan
pada strategi customer relations Ninotchka Cafe melalui social media Twitter.
Metode studi kasus instrumental menjadi metode yang tepat karena menekankan
pada pemahaman mendalam dan kekhasan. Penelitian ini mempelajari bagaimana
Ninotchka Cafe dapat menjadi besar di dunia maya dan berkembang pesat berkat
kekuatan hubungan dengan customer-nya.
3.3. Objek Penelitian dan Informan Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini adalah akun Twitter Ninotchka Cafe
(@NINOTCHKA_JKT). Ninotchka Cafe dipilih karena berhasil terkenal berkat
88Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, op. cit., hlm. 300. 89Ibid., hlm. 301.
66
buzzword di social media. Ninotchka Cafe melakukan promosi dari Twitter, blog,
dan Facebook. Twitternya sampai saat ini telah di-follow oleh lebih dari 6200
orang dan selalu aktif setiap harinya. Yang diamati adalah bagaimana Ninotchka
Cafe membangun customer relations melalui social media Twitter.
Informan penelitian terbagi atas dua: informan kunci dan informan
sekunder. Informan kunci penelitian ini adalah Sonia Eryka, pemilik kafe yang
sekaligus menjalankan analytical dan operational CRM. Informan sekunder
dalam penelitian ini adalah Roy Leonard, adik Sonia, yang bertugas membantu
pengelolaan akun Twitter Ninotchka sehari-hari, seperti menulis tweet, me-
retweet, mengirim twitpic, ataupun menjawab mention yang masuk. Peneliti juga
mengambil informan sekunder dari beberapa customer Nintotchka Cafe, yang
sekaligus merupakan follower akun Twitternya, untuk menjelaskan praktik
customer relations yang dilakukan selama ini dari sudut pandang pelanggan.
Untuk triangulasi, Peneliti akan mewawancarai social media expert,
Stefanie Kurniadi. Stefanie adalah Head of Digital Strategy Dixgital, sebuah
perusahaan yang mengelola social media engagement dan online marketing. Ia
juga menjadi tim penulis buku "Menciptakan Penjualan melalui Social Media".
Peneliti menilainya kompeten untuk menjelaskan mengenai tren penggunaan
social media oleh organisasi, strategi, dan efektivitasnya.
Tabel 3.1: Informan Penelitian
Informan Who What Why
Informan
Kunci
Sonia Eryka Owner
Ninotchka
Sonia yang menjalankan
analytical dan operational
CRM Ninotchka Cafe
67
Informan
Sekunder
Roy Leonard Manager
Ninotchka
Roy turut membantu Sonia
sebagai operational CRM
Customer
Ninotchka
Customer
sekaligus
follower Twitter
Mereka yang merasakan
praktik customer relations
yang dilakukan Ninotchka
Informan
Triangulasi
Stefanie Kurniadi Social media
expert
Menjelaskan mengenai tren
penggunaan social media
oleh organisasi, strategi,
dan efektivitasnya
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang lazim digunakan dalam penelitian studi
kasus adalah observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Data primer
dalam penelitian ini adalah hasil observasi dan wawancara mendalam. Hal ini
mengacu pada Lofland dan Lofland, sebagaimana dikutip oleh Moleong, yang
menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen.90
Menurut Karl Weick, sebagaimana dikutip Rakhmat, observasi adalah
pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan
suasana yang berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan
empiris.91
Melalui observasi, peneliti dapat menggambarkan setting, aktivitas yang
berlangsung, orang-orang yang terlibat, dan mendefinisikan makna kejadian.
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap akun Twitter
Ninotchka Cafe. Peneliti mengamati aktivitas akun, melihat segala aktivitas yang
dilakukannya terkait dengan customer relations. Peneliti melihat keaktifan,
bagaimana hubungan dengan customer, dan pesan-pesan apa yang disampaikan.
90Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 157. 91Jalaluddin Rakhmat, op. cit., hlm. 83.
68
Peneliti melakukan observasi partisipan. Peneliti terlibat langsung,
menjadi follower dari akun Twitter tersebut. Misalnya dengan me-retweet, me-
mention, mengirim twitpic, ataupun mengajukan pertanyaan. Peneliti melihat
bagaimana respons dari pihak Ninotchka Cafe. Dengan demikian, peneliti dapat
merasakan bagaimana kedekatan Ninotchka Cafe dengan followers-nya. Peneliti
juga akan mengikuti event yang diselenggarakan oleh Ninotchka Cafe, sehingga
dapat melihat perbandingan antara antusiasme di Twitter dan partisipasi nyatanya.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan informan yang sudah
ditentukan. Wawancara merupakan metode pengambilan data dengan cara
bertanya kepada responden. Wawancara umumnya dilakukan dalam konteks tatap
muka. Maksud mengadakan wawancara, sebagaimana dijelaskan oleh Lincoln dan
Guba dalam Moleong, antara lain untuk mengkonstruksi mengenai orang,
kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian.92
Melalui wawancara, kita tidak hanya mengkonstruksi apa yang telah
terjadi dan sedang terjadi, tetapi juga dapat memproyeksikan harapan di masa
yang akan datang. Lebih lanjut menurut Guba, melalui wawancara, peneliti dapat
memverifikasi, mengubah, memperluas informasi yang diperolehnya sehingga
dapat memverifikasi, mengubah, memperluas hasil konstruksinya sendiri.
Agar mendapatkan data yang diharapkan, maka perlu untuk membuat
interview guide. Panduan wawancara digunakan untuk menjaga fokus penelitian.
Peneliti dapat menggali pertanyaan guna mendapatkan pemahaman yang
mendalam, tetapi tidak keluar dari tujuan penelitian yang telah dibuat. Peneliti
92Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 186.
69
juga dapat melakukan wawancara dengan sistematis dan terarah. Dengan
demikian, peneliti bisa mendapatkan data yang diperlukan secara detail.
Sementara untuk data sekunder, digunakan studi dokumen dengan
mempelajari berbagai pustaka dan literatur terkait komunikasi pemasaran, PR 2.0
dan media baru, customer relations, dan customer relationship management.
Peneliti juga mencari data-data pendukung secara online.
3.5. Definisi Konsep dan Fokus Penelitian
3.5.1. Definisi konsep
Strategi customer relations diartikan sebagai upaya organisasi untuk
membangun hubungan dengan pelanggan. Organisasi mengerti kebutuhan dan
keinginan customer, kemudian menyesuaikan produk dan layanannya. Dengan
demikian, organisasi dapat memiliki ikatan kuat dengan customer. Itulah yang
menjadi dasar hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya.
Era media baru memudahkan organisasi untuk membangun hubungan
dengan customer-nya. Media baru memfasilitasi komunikasi interaktif dua arah,
dimana organisasi dapat berdialog dengan customer. Sifat pesannya many-to-
many sehingga penyebarannya cepat dan luas. Social media merupakan tools yang
paling sering digunakan dalam membangun customer relations.
Twitter merupakan sebuah situs microblogging, dimana orang maupun
organisasi dapat terus meng-update mengenai kegiatannya: apa yang sedang
mereka pikirkan dan lakukan. Twitter juga memfasilitasi percakapan antar-user.
70
Yang membedakan Twitter dengan social media yang lainnya adalah sifat
personal dalam interaksinya. Sifat personal tersebut membuat komunikasi melalui
Twitter menjadi efektif, alat yang kuat untuk menyebarkan pengaruh (influence).
Buzzword merupakan perbincangan mengenai suatu organisasi dan
produknya yang mendorong publik untuk melakukan aksi (action) sesuai dengan
harapan organisasi. Customer dapat menjadi penyebar buzzword. Mereka
mempromosikan atau merekomendasikan produk kepada orang lain. Buzzword
dari customer dinilai kredibel, sehingga lebih efektif untuk menggerakkan publik.
3.5.2. Fokus penelitian
Fokus penelitian ini adalah konsep IDIC dalam penyusunan program
customer relations dan konsep POST dalam pemilihan media.
IDIC merupakan model customer relationship management dari Peppers
dan Rogers. IDIC adalah singkatan dari Identification, Differentiation,
Interaction, dan Customization. Organisasi mengidentifikasi pelanggan dan
mengelompokkannya berdasarkan nilai keuntungan yang diperoleh. Organisasi
berinteraksi dengan masing-masing kelompok pelanggan, dan berusaha untuk
memberikan produk dan layanan yang terkustomisasi bagi tiap kelompok.
Pemilihan media untuk berinteraksi dengan pelanggan dapat dilakukan
dengan pendekatan POST (People, Objective, Strategy, Technology) dari Li dan
Bernoff. Organisasi mengenal karakteristik pelanggannya. Organisasi kemudian
menentukan tujuan yang ingin dicapai dan strategi dalam mencapai tujuan
71
tersebut. Barulah menentukan teknologi yang tepat digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan, pada kelompok pelanggan tersebut. Dengan
demikian, penggunaan media akan efektif.
3.6. Teknik Analisis Data
Bogdan dan Biklen dalam Moleong mendefinisikan analisis data sebagai
upaya bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
dan menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.93
Selanjutnya,
menurut Patton dalam Moleong analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.94
Keseluruhannya dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman dan membantu
mempresentasikan penemuan dan penelitian.
Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai sejak sebelum
peneliti memasuki lapangan, kemudian dilanjutkan pada saat peneliti berada di
lapangan dan sampai peneliti menyelesaikan kegiatan di lapangan. Sebelum
peneliti memasuki lapangan, analisis dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan atau data sekunder. Analisis data diarahkan untuk menentukan fokus
penelitian. Fokus penelitian tersebut masih bersifat sementara. Fokus penelitian
mungkin berubah atau berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Ketika peneliti mulai memasuki kegiatan lapangan untuk mengumpulkan
data, peneliti melanjutkan analisis data. Misalnya, terhadap informasi hasil
93Ibid., hlm. 248. 94Ibid., hlm. 249.
72
wawancara. Apabila jawaban wawancara tersebut dirasa belum memuaskan,
peneliti dapat melanjutkan wawancara dengan mengajukan pertanyaan lanjutan
sampai diperoleh data yang memuaskan.
Miles dan Huberman menjelaskan metode analisis data yang meliputi
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), serta penarikan
kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification).95
Aktivitas tersebut
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas,
sehingga datanya jenuh.
Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak
diperolehnya lagi data atau informasi baru.
Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan perhatian,
meyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data yang muncul
dari catatan-catatan lapangan. Mereduksi data berarti membuat rangkuman,
memilih hal-hal pokok, fokus pada hal-hal penting, mencari tema dan pola, dan
membuang yang dianggap tidak perlu. Reduksi data dilakukan dengan
pertimbangan bahwa data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
untuk itu perlu dipilah sesuai dengan kebutuhan pemecahan masalah penelitian.
Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.
Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi
informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya
dilakukan dengan cara membuat dan menampilkan hubungan antarfenomena
untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti
untuk mencapai tujuan penelitian.
95Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, op. cit., hlm. 592.
73
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan,
hubungan, diagram alur (flow chart), dan lainnya. Penyajian data tersebut akan
memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
penelitian selanjutnya.
Langkah berikutnya adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan
melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat
sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung
tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah
yang disebut sebagai verifikasi data.
Berdasarkan kesimpulan awal tersebut, peneliti dapat mencari suatu
alternatif penjelasan lain. Sebab, dalam penelitian kualitatif memang selalu ada
alternatif penjelasan yang lain. Hasil tersebut dapat mengarahkan pada hal-hal
yang menyimpang dari asumsi atau tidak terpikir sebelumnya.
3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Hasil penelitian kualitatif sering diragukan kebenarannya karena beberapa
hal, yaitu subjektivitas peneliti, kelemahan wawancara dan observasi sebagai alat
penelitian ketika dilakukan secara terbuka dan tanpa kontrol, dan sumber data
yang kurang kredibel yang mempengaruhi akurasi hasil penelitian. Oleh karena
itu, penelitian kualitatif juga membutuhkan pemeriksaan keabsahan data.
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam paradigma kualitatif
merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep validitas dan
74
reliabilitas. Moleong menjelaskan kriteria dasar keabsahan data kualitatif: derajat
keterpercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan
(dependability), dan kepastian (confirmability).96
Derajat keterpercayaan menunjukkan apakah proses dan hasil penelitian
dapat diterima atau dipercaya. Derajat keteralihan menunjukkan apakah hasil
penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain. Derajat kebergantungan
menunjukkan apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam
mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika
membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Sementara derajat kepastian
menunjukkan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya, sesuai
dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan.
Penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Denzin
dalam Moleong, ada empat macam triangulasi, yaitu sumber, metode, penyidik,
dan teori.97
Metode triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
dengan sumber. Triangulasi dengan sumber mencoba membandingkan dan
mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Dilakukan dengan
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
96Lexy J. Moleong, op. cit., hlm. 324. 97Ibid., hlm. 330.
75
dikatakannya secara pribadi, membandingkan pendapat dengan perkataan dan
perilakunya sehari-hari, membandingkan keadaan dan perspektif sesorang dengan
berbagai pendapat lain dari berbagai sudut pandang, dan membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
3.8. Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan observasi dilakukan di Ninotchka Cafe, Sixth Avenue Citra
Garden 6 J5A-18, Jakarta Barat. Wawancara dengan Sonia, Roy, dan para
customer juga dilakukan di tempat yang sama. Sementara untuk wawancara
dengan Stefanie Kurniadi dilakukan via e-mail. Waktu penelitian yang ditetapkan
adalah 15 Oktober-22 Desember 2012.
76
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Organisasi
4.1.1. Profil dan perkembangan usaha
Ninotchka Cafe terletak di Sixth Avenue Citra Garden 6 J5A-18, Jakarta
Barat. Kafe ini menawarkan berbagai menu American, Italian, dan French. Menu
andalannya adalah pasta dan aneka dessert. Beberapa yang menjadi favorit
pengunjung adalah rainbow cake, choco lava cake, macaroons, dan homemade
lasagna. Setiap harinya Ninotchka buka dari pukul 14:00-22:00, sementara untuk
Jumat dan Sabtu Ninotchka buka sampai pukul 23:00.
Gambar 4.1: Ninotchka Coffee Parlour & Diner
Sumber: Profil Facebook Ninotchka Coffee Parlour & Diner, dalam
http://www.facebook.com/ninotchkacafe/ diakses pada Sabtu, 26 Oktober 2012 pukul 09:20.
Ninotchka Cafe didirikan oleh Sonia Eryka, seorang fashion blogger asal
Indonesia yang cukup dikenal. Sonia menjalankan bisnis ini bersama keluarganya.
77
Bahkan pada awal pembukaannya, Sonia meng-handle sendiri pelayanan kafe
tanpa dibantu karyawan. Kala itu, Sonia hanya bersama mama dan adiknya, Roy.
Sang mama menjadi koki, Roy menjadi pelayan, dan Sonia sendiri menjadi
pelayan sekaligus kasir.
Ide membuat kafe ini sendiri berawal dari hobi memasak sang mama,
Megawati. Menurut Sonia, mamanya paling jago memasak pasta. Rahasianya ada
pada pasta buatan sendiri, bukan memakai pasta kering siap pakai yang banyak
dijual di supermarket. Lasagna misalnya, dibuat dari lapisan homemade pasta,
yang diisi dengan daging cincang, keju, dan saus tomat yang juga buatan sendiri.
Sonia sendiri juga suka memasak. Sonia sering berkreasi dengan
mamanya, terutama dalam membuat dessert. Beragam menu dessert yang
disajikan di Ninotchka adalah hasil eksperimen mereka berdua. Macaroons
misalnya, cookies asal Perancis yang terkenal sulit dalam pembuatannya itu
berhasil mereka racik dengan tepat setelah melalui tiga bulan percobaan. Tapi ada
juga menu yang murni hasil kreasi Sonia, yaitu choco lava cake. Kue coklat yang
meleleh dibagian tengahnya ini adalah buatan Sonia sendiri.
Sampai sekarang, Sonia dan mamanya terus mengkreasikan berbagai
menu baru. Jadi, para pelanggan Ninotchka Cafe tidak bosan dengan menu yang
itu-itu saja. Beberapa menu baru yang ditawarkan adalah homemade pizza,
chocolate marshmallow cupcake, dan strawberry cheesecake. Selain itu, Sonia
juga membuat inovasi cake in a jar, dimana cake yang biasa penyajiannya hanya
dipotong-potong di atas piring diubah menjadi cake dalam toples. Presentasi cake
78
menjadi unik dan menggugah selera. Cake in a jar ini tersedia dalam berbagai
pilihan rasa: red velvet, caramel, green tea, oreo, cheese, dan cotton candy.
Ninotchka Cafe pertama kali dibuka pada 31 Juli 2011. Waktu itu
lokasinya di Circle West Citra Garden 6 blok C-28. Tempat tersebut adalah milik
sahabat Sonia, Karyn Putri. Sonia menyampaikan idenya tentang memiliki sebuah
kafe, dan Karyn mengusulkan untuk menggunakan tempat tersebut. Lokasinya
dekat dengan sebuah sekolah menengah atas, jadi potensial untuk dijadikan lokasi
kafe. Sonia kemudian berunding dengan keluarganya, dan papa-mamanya
menyambut baik keinginan putri kedua mereka ini untuk berbisnis. Dengan
bantuan keluarga dan sahabatnya, kafe impiannya itu pun terwujud.
Sonia mengambil nama Ninotchka dari film komedi romantis tahun 1930-
an yang dibintangi oleh Greta Garbo. Arti katanya sendiri dalam bahasa Rusia
adalah “gadis kecil”. Sonia merasa nama tersebut catchy, dan ia langsung
memutuskan nama tersebut untuk menjadi nama kafenya. Terinspirasi dari film
tersebut, Sonia memilih tema vintage untuk kafenya: didominasi warna coklat,
kayu, dan peralatan makan yang cantik. Menurut Sonia, tabungannya sampai
habis untuk mendandani kafe ini.
Sonia memperhatikan setiap detail: menu, display makanan, interior,
sampai peralatan yang digunakan di kafe tersebut. Semuanya adalah pilihan
Sonia. Ia bahkan mengecat sendiri kursi kayu yang digunakan di kafe. Semua
dibuat sesuai dengan tema vintage yang diusung. Menurut Sonia, tema tersebut
diharapkan membangun kesan homey yang dapat membuat pengunjung merasa
79
nyaman dan betah berlama-lama disana. Gaya vintage juga menunjukkan identitas
Sonia. Dalam dunia fashion, Sonia dikenal dengan gaya classic vintage yang tetap
fresh dan pas dengan usianya.
Sonia hanya menggunakan Twitter, Facebook, dan blog sebagai media
promosi kafe. Social media dinilai Sonia sebagai cara promosi paling efektif.
Social media dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Menurut Sonia, dirinya
tidak terpisahkan dengan social media; begitu pula dengan orang-orang zaman
sekarang. Calon konsumen kafe ada di social media. “Kuncinya adalah
berkomunikasi dengan pelanggan dan mengerti mereka,” kata Sonia.
Penggunaan social media juga dinilai efisien. Maklum, sumber dana
mereka juga terbatas. Sonia sendiri merasa cukup fasih dalam menggunakan
berbagai tools social media, sehingga tidak memerlukan effort lebih untuk
menjalankannya. Dalam pengelolaan social media, Sonia juga dibantu oleh Roy.
Tidak berapa lama, kafe ini ramai diperbincangkan di social media. Dan
pengunjung pun berdatangan dari berbagai wilayah; tidak hanya dari Jakarta,
tetapi juga dari luar kota. Menurut Sonia:
“Tidak disangka orang-orang sangat antusias dengan kafe ini. Mereka
datang dari berbagai wilayah di Jakarta hanya untuk mencoba menu-
menu kami. Bahkan ada juga yang datang dari luar kota.”
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Roy, katanya:
“Orang-orang dari luar kota juga pada dateng. Yang gue tau waktu itu
sih dari Surabaya, Bogor, dan Bekasi.”
80
Sonia menjelaskan bahwa tempat yang lama memang tidak terlalu besar,
jadi kapasitasnya terbatas untuk menampung pengunjung. Roy menyatakan:
“Banyak yang tidak dapat tempat, terutama saat weekend. Beberapa
menu kami juga sering sold out. Kadang jadi merasa ga enak sama
pengunjung. Kasihan yang sudah jauh-jauh datang. ”
Ninotchka akhirnya pindah ke lokasi yang sekarang. Masih di kawasan Citra 6,
lokasi baru Ninotchka lebih mudah ditemukan karena berada di tepi jalan
boulevard utama. Selain itu, tempatnya juga lebih besar sehingga dapat
menampung lebih banyak orang. Menurut Roy, tempat ini dapat menampung
sekitar 50 orang.
Sonia kini mempekerjakan beberapa orang karyawan untuk meng-handle
pelayanan di kafenya. Ada 6 orang karyawan untuk melayani tamu dan kasir, 1
orang barista untuk membuat minuman, serta 1 orang asisten dapur. Untuk
masakan, sebagian besar masih di-handle oleh mama. Asisten hanya bertugas
membantu mamanya. Sonia dan Roy juga tetap mengontrol kafe setiap harinya.
Sonia berencana untuk mengembangkan Ninotchka Cafe dengan
membuka cabang di daerah Kelapa Gading. Sonia memang masih mempersiapkan
semuanya. Tapi Sonia sendiri masih merasa ragu untuk segera merealisasikannya.
Sonia menjelaskan:
“Ada rasa takut dalam diri aku kalau harus buka cabang. Rasanya kafe
ini jadi ga istimewa lagi. Kehilangan kesan eksklusivitasnya. Kadang,
petualangan untuk ngedapetin sesuatu yang ga ada di tempat lain
menghasilkan kepuasan tersendiri. Contohnya aku. Aku tipe orang
yang bersedia nyari-nyari makanan enak sampe kemana-mana.”
81
Sonia juga memikirkan soal menu-menu Ninotchka yang semuanya homemade.
Jika kelak membuka cabang, Sonia menyatakan bahwa suplai makanan tetap akan
dibuat oleh sang mama. Ninotchka harus menjaga standar kualitasnya.
Sonia juga mendapat tawaran untuk membuka cabang di Surabaya,
Medan, dan Bali. Sekarang pun mereka banyak mendapat order cookies dari luar
kota. “Mereka order lewat Twitter,” kata Sonia. Sonia sebetulnya tidak mengira
bahwa kafe mungil impiannya ini akan menjadi besar seperti sekarang. Sonia
awalnya menargetkan kafe ini untuk orang-orang yang tinggal di kawasan Citra 6
dan sekitarnya saja. Kenyataannya, pengunjung berdatangan dari berbagai tempat.
Menurut Sonia:
“Tenyata ada gitu yang dari daerah-daerah yang sama sekali bukan
jangkauan kita kaya dari Surabaya, Balikpapan, Batam, Medan jadi
follower dan minta kita buka cabang disana.”
Untuk tawaran ekspansi ke luar kota, Sonia sedang memikirkan sistem
franchise. Yang menjadi pertimbangan adalah apakah mereka akan menjual nama
dan resep saja, atau menyediakan SDM juga. Sonia berpikir untuk melakukan
training beberapa orang karyawan. Jika mereka siap untuk membuat menu sesuai
dengan standar kualitas Ninotchka, akan lebih mudah untuk membuka cabang di
tempat lain.
Ninotchka, kafe kecil yang berangkat dari mimpi seorang anak remaja kini
berkembang menjadi bisnis potensial. Penghasilan kafe terbilang cukup
menjanjikan. Di hari biasa, omzetnya berkisar antara 2-3 juta. Sementara pada
82
saat weekend, omzetnya bisa mencapai 5-6 juta. Belum lagi jika mereka membuka
cabang dan membuat franchise. Keuntungannya bisa berlipat ganda.
4.1.2. Competitive review
Ninotchka merupakan kafe tempat hangout anak muda. Roy menyatakan
bahwa range usia target market Ninotchka Cafe adalah antara 15-30 tahun. Sonia
kemudian menjelaskan bahwa sasarannya memang bukan hanya para pelajar
(mengingat lokasi kafe yang dekat dengan sebuah sekolah), tetapi juga para ibu
muda yang tengah menunggu anaknya pulang sekolah. Sonia menyasar anak-anak
muda yang tinggal di kawasan Citra Garden 6 dan sekitarnya.
Sonia mengatakan: “I believe some cafes marketed to teenagers have
trouble developing because they lack ideas from teenagers”. Menurut Sonia,
pemahaman terhadap target market merupakan hal penting dalam bisnis.
Organisasi harus mengerti kebutuhan, keinginan, dan karakteristik khalayak
sasaran mereka, sehingga dapat memberikan produk dan pelayanan yang sesuai.
Sonia menjalankan manajemen Ninotchka dengan adiknya, Roy. Sonia
menjelaskan:
“Karena ini bisnis keluarga, aku sama Roy yang masih belum
berpengalaman gini diberi ruang buat belajar berbisnis. Mama-papa
percayain kita untuk jalanin kafe ini. Tapi kita tetep dibantu sama
mama-papa kok. Terutama soal (pengaturan) keuangan.”
Ninotchka dijalankan oleh anak muda dan untuk anak muda. Sonia menjelaskan
bahwa hal tersebut merupakan keuntungan bagi Ninotchka. Menurutnya, pihak
83
manajemen mengerti apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh target market
Ninotchka yang merupakan sesama anak muda. Dengan demikian, Ninotchka
mampu menyesuaikan diri dengan khalayak sasarannya dan akhirnya menjadi
pilihan mereka.
Anak muda senang berkumpul dengan teman-temannya. Akan tetapi sulit
untuk menemukan tempat hangout yang seru di wilayah Jakarta Barat, khususnya
di daerah Citra Garden. Sonia dan Roy yang tinggal di sekitar kawasan tersebut
juga merasakannya. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk menjadikan
Ninotchka sebagai tempat hangout yang menyenangkan bagi anak-anak muda di
kawasan ini.
Lalu apa yang diinginkan anak muda dari sebuah tempat hangout?
Menurut Sonia ada tiga hal: tempat yang cozy, makanan enak, dan harga yang
terjangkau. Tempat hangout haruslah nyaman, membuat kita betah nongkrong
berjam-jam disana. Oleh karena itu, Sonia berusaha menciptakan suasana homey
di kafenya. Interiornya didominasi kayu dan warna coklat yang hangat. Sonia juga
memilih barang-barang vintage yang unik untuk menghias kafenya. Menurutnya:
“Anak muda selalu eksis kapan saja dan dimana saja. Kalo tempat
hangout nya cantik kan bisa foto-foto terus dipamerin gitu, terus jadi
tempat yang wajib didatangi; bahkan jadi tempat favorit.”
Suasana kafe yang cozy juga didukung oleh pemilihan playlist lagu masa
kini. Biasanya Roy yang mempersiapkan itu. Sonia dan Roy juga menyiapkan
berbagai fasilitas untuk memanjakan pengunjung kafe. Ada TV cable, free Wi-Fi,
berbagai majalah dan mainan sebagai sarana hiburan bagi pengunjung. Mainan
84
yang disediakan juga merupakan kesukaan anak muda seperti rubiks, uno stacko,
dan falling monkey games.
Hal lainnya adalah makanan yang enak. Keunggulan Ninotchka adalah
pada menu-menunya yang semuanya homemade. Oleh karena itu, Sonia sangat
corcerned menjaga kualitas makanannya. Sampai saat ini, sajian di Ninotchka
hampir semuanya dibuat oleh mama Sonia. Menurut Sonia, sekarang memang ada
karyawan yang membantu di dapur, tapi mereka belum bisa mempercayakan
pembuatan hidangan secara penuh. Karyawan tersebut hanya membantu mamanya
Sonia saja. Sonia menyatakan:
“Mama aku juga sering ngingetin kalau kafe ini seharusnya dikenal
karena kualitasnya. Makanya kita berusaha untuk terus improve
produk dan pelayanan kita.”
Semua menu yang disajikan di Ninotchka Cafe adalah kreasi dari sang
mama, dan terkadang idenya datang dari Sonia. Tetapi semuanya melalui fase uji
coba terlebih dahulu. Katanya:
“Semua menu yang disajikan sudah melewati fase uji coba di rumah,
dimulai dari pendapat keluarga dulu.”
Ketika satu menu sudah diterima oleh keluarganya, baru mereka berani untuk
masukkan ke menu kafe. Menurut Sonia, satu menu seringkali harus melalui
berkali-kali percobaan sampai akhirnya mereka bisa menemukan resep yang pas.
Masukan dari para pelanggan juga sangat berarti. Sonia mengerti bahwa ia juga
harus menyesuaikan menu kafe dengan selera pelanggan. Taste makanan di kafe
terus di-improve sesuai dengan masukan dari mereka.
85
Sonia juga menekankan pada presentasi makanan. Menurutnya, makanan
harus disajikan dengan cantik. Selain menggugah selera, makanan tersebut bisa
jadi sesuatu yang membanggakan untuk dipamerkan. Anak muda sekarang ingin
selalu eksis. Mereka meng-update tentang apa yang mereka lakukan, dimana, even
what they have for lunch. Presentasi makanan yang cantik tentu membuat anak
muda senang. Mereka pasti tidak sabar untuk menunjukkannya ke teman-teman
mereka. Keuntungan bagi Ninotchka, sebab hal tersebut bisa menarik pelanggan
baru untuk mencoba menu-menu Ninotchka.
Selain menu yang enak dan presentasi yang menarik, harga makanan juga
harus terjangkau. Anak muda belum memiliki penghasilan sendiri. Uang mereka
terbatas, jatah dari orang tua. Oleh karena itu, harga makanan dan minuman di
Ninotchka juga dibuat sesuai dengan kantong anak muda. Untuk makanan
harganya berkisar antara Rp.6.000-Rp.35.000, sementara untuk minumannya
berkisar antara Rp.7.000-Rp.16.000. Sonia juga menegaskan bahwa ia tetap
menggunakan bahan baku berkualitas sambil menjaga agar harga makanan di
kafenya terjangkau.
Selain tiga karakteristik unggulan di atas, Sonia menjelaskan bahwa yang
membedakan Ninotchka dengan kafe-kafe lain adalah pengelolaan kafe yang di-
handle sendiri oleh keluarganya. Sebagai bisnis keluarga, Ninotchka Cafe
memiliki rasa personal. Makanan yang tersaji semua homemade, buatan sang
mama. Sonia dan Roy juga setiap harinya melakukan kontak dengan pengunjung
kafe. Mereka berinteraksi dengan pelanggan melalui Twitter, dan juga secara
langsung karena setiap harinya mereka datang untuk mengontrol kafe. Antara
86
pengelola kafe dan pengunjung terbangun kedekatan yang sulit dirasakan di kafe-
kafe lainnya. Menurut Sonia:
“Aku bisa mengenali beberapa pelanggan kafe. Ada beberapa yang
memang eksis banget. Ada satu anak yang sehari bisa 3x makan
disini. Dari siang, sore, terus malem kesini lagi. Ada juga pelanggan
yang tiap kali kita twitpic menu baru, ga berapa lama langsung dateng
dan nyobain menu baru kita.”
Roy juga menyatakan hal serupa:
“Mengenali pelanggan? Beberapa sih bisa ya. Kalo sering dateng kan
familiar, kadang pada suka nyapa gitu.”
Sistem pengelolaan Ninotchka yang masih di-handle sendiri oleh Sonia
dan keluarganya tersebut sebetulnya menjadi keunggulan sekaligus keterbatasan
Ninotchka. Ninotchka memiliki citarasa dan kedekatan personal dengan para
pelanggannya. Namun, pengelolaan tersebut juga dapat membatasi Ninotchka
dalam perkembangan usahanya.
Ninotchka saat ini baru memiliki satu outlet di Citra Garden 6. Sonia
menyatakan bahwa ia tengah mempersiapkan cabang di Kelapa Gading. Selain
itu, ia juga mulai memikirkan pembukaan cabang di luar kota. Yang menjadi
kendala adalah bagaimana Sonia dan keluarganya dapat meng-handle
kepengurusan kafe, mulai dari pembuatan menu-menu homemade sampai
penggunaan social media-nya. Sonia sendiri mengatakan bahwa ia menghadapi
dilema mengenai ekspansi kafenya: memiliki kafe kecil yang personal atau
mengembangkan usahanya dengan membuka cabang dimana-mana tetapi
kehilangan rasa kedekatan dengan para pelanggannya.
87
Sebetulnya, dengan satu outlet saja, Ninotchka sudah mampu menjadi
pesaing yang patut diperhitungkan. Berdasarkan hasil obeservasi Peneliti, jika
dibandingkan dengan kafe maupun cake shop yang menjual produk sejenis,
Ninotchka tidak kalah saing.
Tabel 4.1: Perbandingan Kompetitor
Kompetitor Cheese Cake
Factory
The Harvest Dapur Cokelat
Berdiri 2004 2004 2001
Kategori persaingan Direct Indirect Indirect
Jumlah outlet 7 13 12
Lokasi Jakarta, Bekasi Jakarta, Bandung,
Surabaya
Jakarta, Tangerang,
Bekasi, Surabaya,
Makassar
Outlet terdekat
dengan Ninotchka
CCF Puri The Harvest Pluit Dapur Cokelat Taman
Palem
Website chzfactory.com harvestcakes.com dapurcokelat.com
Twitter Tidak ada akun
@theharvestcakes @dapurcokelat
Hadir di Twitter
sejak
- September 2010 Januari 2010
Jumlah followers - 6732 6725
Usia Ninotchka belum mencapai dua tahun, tetapi dapat dibandingkan dengan
kafe dan cake shop yang sudah berdiri hampir satu dasawarsa, baik dari segi
produk maupun penggunaan social media-nya. Per 22 Februari 2013, followers
akun Twitter Ninotchka sudah mencapai 6888; unggul daripada The Harvest dan
Dapur Cokelat yang telah hadir di Twitter setahun lebih awal.
Namun, patut diingat bahwa Cheese Cake Factory, The Harvest, dan
Dapur Cokelat tidak murni berkembang dari social media. Cheese Cake Factory,
The Harvest, dan Dapur Cokelat justru lebih mengandalkan media konvensional,
seperti billboard, brosur, dan iklan di media cetak. Oleh karena itu, Peneliti juga
88
membandingkan Ninotchka dengan organisasi lain yang sama-sama hanya
mengandalkan Twitter sebagai media komunikasi dan promosi. Peneliti
membandingkan Ninotchka dengan Holycow Steak, resto yang dikenal dengan
promosi melalui Twitternya.
Tabel 4.2: Perbandingan dengan Holycow Steak
Ninotchka Cafe Steak Hotel by
Holycow!
Holycow! Steakhouse
Berdiri 2011 2010 2010
Jumlah outlet 1 3 3
Lokasi Citra Garden 6 Radio Dalam,
Kemang, Sabang
Senopati, Kelapa
Gading, Kebon Jeruk
Twitter @NINOTCHKA_JKT @Holycow_Radal @steakholycow
Jumlah
followers
6888 8865 15672
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa Ninotchka juga mampu bersaing dengan
organisasi lain yang juga mengandalkan social media Twitter. Holycow Steak
usianya setahun lebih tua, sudah memiliki 3 cabang, dan followers-nya dua kali
lipat followers Ninotchka. Belum lagi lokasinya yang memang strategis – lokasi
hangout favorit anak muda Jakarta. Dan Ninotchka mampu mengimbangi itu.
Berikut Peneliti memetakan competitive review Ninotchka Cafe.
Strength
•Tempat yang cozy
•Makanan homemade yang enak
•Harga terjangkau
•Rasa (feel) personal
Weakness
•Pengelolaannya masih di-handle sendiri, sehingga terbatas dalam riset, pengembangan layanan, dan ekspansi usaha
Opportunities
•Pengenalan yang baik terhadap pelanggan
•Memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan
•Viralitas Twitter tinggi
Thread
•Kompetitor (direct dan indirect) yang memiliki cabang dimana-mana, memberi pelayanan lebih (ada sistem delivery), dan menggunakan media konvensional untuk promosi
89
4.2. Hasil Penelitian
Sejauh ini, tidak banyak program customer relations yang dijalankan oleh
Ninotchka Cafe. Ninotchka hanya melakukan promo diskon dan beberapa kali
hosting event yang diadakan oleh pemiliknya, Sonia Eryka. Sonia menyatakan
bahwa mengadakan promo diskon memang tidak dijadikan agenda rutin
Ninotchka Cafe. Beberapa promo diskon yang dilakukan adalah: diskon 20%
dalam rangka opening, diskon 10% untuk pelanggan yang berhasil menjadi mayor
Ninotchka di Foursquare, dan diskon 10% untuk para pelajar.
Diskon selalu berhasil menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu, di
awal pembukaan kafe, pelanggan diberi diskon sebesar 20%. Roy menjelaskan:
“Dalam rangka opening kita ngasih diskon 20%. Itu buat perkenalan
aja sih kepada konsumen, ucapan selamat datang untuk pelanggan.”
Sonia juga membuat program diskon 10% bagi para pelanggan yang
berhasil jadi mayor Ninotchka di Foursquare. Sonia menjelaskan:
“Itu sebetulnya cuma lucu-lucuan aja sih. Itu suatu bentuk apresiasi
dari kita untuk pelanggan yang sering datang ke Ninotchka. Mereka
datang, terus check-in gitu kan secara nggak langsung juga
mempromosikan kafe ini.”
Program diskon lainnya adalah diskon 10% bagi para pelajar berseragam.
Promo ini berlaku setiap weekdays, pukul 14:00-17:00. Ditanya mengenai
alasannya membuat promo ini, Sonia menjelaskan:
“Aku ngeliat banyak anak sekolah yang hangout disini. Lokasi kita
kan dekat dengan sekolah. Kita mau jadi tempat tujuan utama mereka
setelah dari sekolah. Mereka bisa ngemil, santai bareng teman-teman,
atau nugas juga disini.”
90
Selain program diskon, Sonia juga pernah mengadakan beberapa event di
Ninotchka Cafe. Event tersebut adalah garage sale para fashion blogger yang
sudah tiga kali diadakan: Autumn Wipe Out, Spring Wipe Out, dan Summer Wipe
Out. Garage sale tersebut menjual barang-barang fashion, baik baru maupun
bekas pakai, dari para fashion blogger. Sonia mengajak teman-temannya sesama
fashion blogger untuk berpartisipasi dalam acara ini. Beberapa diantaranya adalah
Anastasia Siantar, Clara Devi, Marcella Caroline, dan Cindy Karmoko.
Acara tersebut selalu sukses menarik perhatian pengunjung. Menurut Roy,
kafe selalu penuh saat ada event. Katanya:
“Penuh banget. Waktu Summer Wipe Out kan kita udah di tempat
baru dan kita bisa buka lantai atas, tapi tetep penuh banget. Tempat
acara di atas penuh, pengunjung di bawah juga penuh. Bener-bener ga
kepegang.”
Sonia menyatakan bahwa pengunjung garage sale-nya datang dari berbagai
tempat. Bahkan ada yang datang dari Singapura. Yang membuat Sonia senang
adalah bahwa orang-orang tidak hanya antusias dengan garage sale-nya, tetapi
juga dengan kafenya.
Rangkaian event tersebut diawali dengan Autumn Wipe Out pada 17
Desember 2011. Kala itu, fashion blogger yang ikut berpartisipasi adalah
Anastasia Siantar, Bethanny Putri, Marcella Caroline, dan Lalita Tian. June Paski,
dari June & Julia shoes, juga ikut meramaikan acara tersebut. Awalnya Sonia
mengadakan event tersebut hanya sekadar karena ia membutuhkan closet
91
cleaning. Sonia sebagai fashion blogger memiliki banyak barang fashion yang
tidak terpakai. Begitu pula dengan teman-temannya. Sonia menjelaskan:
“Aku punya banyak barang, baik yang aku beli, dikasih sama fans,
ataupun dikirimin sama brand-brand gitu. Aku perlu closet cleaning
secara berkala. Temen-temen aku juga gitu. Selama ini suka bingung
sih barang-barang itu mau dikemanain. Nah ada ide untuk garage
sale, tapi bingung dimana. Pas aku punya kafe ya kenapa ga di kafe
ini aja..”
Di garage sale ini, Sonia juga menjual koleksi dari online shop miliknya yang
bernama Riots Barbie. Sonia menyampaikan bahwa ia tidak menyangka orang-
orang akan begitu antusias dengan acara ini. Sonia menceritakan bahwa orang-
orang bahkan mulai mengantre dari sebelum garage sale dibuka.
Itulah yang kemudian mendasarinya untuk mengadakan acara garage sale
lagi. Sonia mengadakan Spring Wipe Out pada 17 Maret 2012 lalu. Kali ini Sonia
mengajak Diana Rikasari. Selain itu, sahabatnya Marcella Caroline, Anastasia
Siantar, dan Cindy Karmoko juga ikut meramaikan event ini. Antusiasme orang-
orang juga tidak berkurang. Bahkan ketika Sonia mengadakan Summer Wipe Out
pada 16 Juni 2012, yang sekaligus untuk memperkenalkan lokasi baru Ninotchka,
antusiasme makin meningkat. Fashion blogger yang mengikuti acara ini juga
semakin banyak: Anastasia Siantar, Calaradevi, Marcella Caroline, Cindy
Karmoko, Cindy Biantoro dari Diamondhurts, dan Judith dari De Dittie.
Sonia juga tengah merencanakan Autumn Wipe Out part 2. Rencananya
akan diadakan pada bulan Desember nanti. Akan tetapi, Sonia belum dapat
memastikan tanggalnya. Ia masih mencari tanggal yang pas supaya sahabat-
92
sahabatnya dapat turut berpartisipasi. Sonia juga sudah mulai menanyakan pada
followers, kapan kira-kira waktu yang tepat untuk mengadakan acara tersebut.
Sonia hanya menggunakan social media untuk mempromosikan Ninotchka
Cafe, program promosi, dan event yang diadakannya. Social media merupakan
tools yang familiar bagi Sonia. Ia mengaku tidak bisa lepas dari Twitternya.
Menurut Sonia, customer Ninotchka Cafe yang juga merupakan remaja seperti
dirinya pasti memiliki kebiasaan yang sama. Mereka tidak bisa lepas dari social
media mereka. Selain itu, penggunaan social media dinilai efisien oleh Sonia,
sebab tidak memerlukan effort khusus, dalam arti waktu dan biaya.
Social media yang digunakan oleh Sonia adalah Twitter, Facebook, dan
blog. Strategi penggunaannya pun berbeda untuk masing-masing social media
tersebut. Sonia menjelaskan:
“Twitter itu yang paling update deh, buat kasih tau info tentang kita,
terus kalo ada menu baru gitu bisa ditwitpic. Kalo Facebook sih jarang
dipake. Cuma untuk info basic. Asal ada profilnya Ninotchka aja sih.
Jadi bisa untuk attract orang-orang yang aktifnya di Facebook. Kalo
dengan blog aku harap bisa memperkenalkan Ninotchka ke orang-
orang yang dari luar negeri juga.”
Dari ketiga social media tersebut, Sonia menyatakan bahwa Twitter merupakan
social media yang paling diandalkan. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Roy.
Beberapa aplikasi social media yang terkait dengan Twitter juga digunakan,
seperti Instagram dan Foursquare.
Twitter menurut Sonia lebih update dan lebih mudah untuk membangun
conversation. Twitter memiliki rasa personal, dimana para penggunanya dapat
93
“mengobrol” seperti dalam percakapan biasa. Bagi Sonia, hal tersebut bermanfaat
bagi Ninotchka. Ada kedekatan yang terjalin antara Ninotchka dengan followers-
nya. Melalui kedekatan tersebut, Sonia dapat mengerti kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Menurut Sonia:
“Kita berusaha untuk bersahabat dengan followers. Kalo ada yang
mention, ya kita sebisa mungkin bales. Kalau ada yang kritik juga kita
bales. Itu jadi mekanisme kontrol buat kita juga. Kita bisa
mengembangkan produk dari kritikan customer.”
Roy menjelaskan bahwa Twitter menjadi sarana Ninotchka untuk
melakukan kontak dengan pelanggan. Pelanggan yang ingin bertanya, memberi
komentar, ataupun mau memesan, bisa melakukannya melalui Twitter. Dari pihak
Ninotchka sendiri jika ingin menyampaikan informasi seperti jam buka, menu
yang tersedia, program promosi dan event, ataupun memamerkan menu baru,
dilakukan melalui Twitter.
Menurut Sonia, kunci keberhasilan Ninotchka Cafe dalam berpromosi
melalui Twitter adalah dialog dengan para followers. Twitter harus selalu update
dan interaktif. Pihak Ninotchka harus selalu siap untuk mendengar dan menjawab
followers. Sebisa mungkin, Sonia mengikuti keinginan followers-nya.
“Misalnya untuk event Autumn Wipe Out part 2, kita udah mulai
nanya followers maunya tanggal berapa. Atau kalau mau ngeluarin
menu baru, kita tanya dulu, ‘Tweeps kira-kira menu apa ya yang seru
buat jadi menu baru?’ atau kita kasih beberapa pilihan buat mereka.”
Roy membenarkan hal tersebut, katanya:
“Kalo follower nanya ya kita jawab. Kalo ada yang minta follow back,
gue follback. Kalo mereka mention ke Ninotchka ya gue sebisa
mungkin merespons.”
94
Merespons terhadap pelanggan. Itulah yang ditekankan oleh Sonia dan
Roy. Mereka mengerti bahwa social media merupakan medium komunikasi dua
arah. Organisasi tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mendengarkan
dan merespons pelanggannya. Percakapan itulah yang kemudian dapat
menghasilkan buzzword bagi organisasi.
Ditanya mengenai kiatnya dalam membangun buzzword, Sonia dan Roy
sama-sama menyatakan bahwa men-twitpic foto makanan adalah cara yang paling
jitu untuk membangun percakapan dengan pelanggan. Menurut Roy:
“Paling cepet bikin interaksi tuh kalo ada twitpic-nya. Kalo posting
foto makanan, pasti pada rame deh. Pada bilang pengen nyoba,
pengen makan ke sini..”
Itulah sebabnya Sonia dan Roy menggunakan Instagram. Mereka tahu bahwa
followers Ninotchka suka dengan foto-foto makanan. Mereka kemudian hadir di
Instagram, dan followers-nya pun langsung banyak.
Para pelanggan Ninotchka juga aktif mengirim twitpic. Tampilan makanan
yang cantik memang berhasil menggugah selera makan, sekaligus jiwa seni
mereka. Foto-foto makanan Ninotchka dipamerkan oleh para pelanggannya di
akun Twitter maupun Instagram mereka. Dari situlah kemudian teman-teman dari
si pelanggan dapat tertarik untuk mencoba makanan di Ninotchka Cafe. Sonia dan
Roy biasanya me-retweet hasil karya para pelanggan tersebut sebagai bentuk
apresiasi.
Sonia juga menyatakan bahwa pengelola akun harus pintar-pintar
mengangkat topik sebagai bahan perbincangan. Sonia menceritakan:
95
“Aku suka nanya kaya gini: ‘Halo tweeps, uda pada makan siang
belum?’, terus ada yang jawab belum.. Terus aku bales lagi, ‘Ayo
dateng, hari ini ada menu apa, apa, sama apa’ kaya gitu..”
Sonia menegaskan bahwa bersikap friendly terhadap customer itu penting.
Membangun dialog dengan customer bukanlah hal sulit. Yang penting adalah
kemauan untuk terlibat dalam percakapan para followers. Semuanya dilakukan
secara natural, seperti ketika kita berkomunikasi dengan teman sendiri.
Ketika ditanya mengenai perannya dalam mempromosikan kafe ini, Sonia
tidak menampik bahwa namanya juga turut mengangkat popularitas kafe.
Beberapa sahabatnya juga pernah mempromosikan kafe ini lewat tweet mereka.
Akan tetapi, Sonia menegaskan bahwa sebetulnya konsumen lah yang memiliki
andil besar dalam mengangkat nama Ninotchka Cafe. Sonia menjelaskan:
“Banyak kok (pelanggan) yang gak tau kalo kafe ini punya aku.
Mereka dikasih tau sama temennya kalau choco lava cake disini enak,
terus dia nyoba. Setelah ketemu aku di kafe, baru tau kalo ini punya
aku. Ada juga yang ga kenal sama aku, cuma tau kafenya aja. Jujur
aku lebih seneng kalo kafe ini dikenal karena makanannya yang enak,
bukan karena aku.”
Sonia menjelaskan bahwa dari pengalamannya sebagai buzzer, konsumen tetap
merupakan buzzer utama. Konsumen itu jujur. Mereka hanya merekomendasikan
suatu produk yang menurut mereka berkualitas. Oleh karena itu, rekomendasinya
dinilai lebih kredibel daripada public figure yang jelas dibayar untuk menjadi
buzzer. Rekomendasi dari konsumen lebih efektif untuk menggerakkan publik.
Buzz tidak akan berhasil jika produknya tidak berkualitas. Dan Sonia percaya
bahwa Ninotchka dapat dikenal seperti sekarang ini karena kualitasnya.
96
Sonia melakukan monitoring terhadap kepuasan pelanggan. Ia
menanyakan kepada followers apakah mereka puas dengan makanan dan
pelayanan di kafe. Sonia juga memantau percakapan orang-orang mengenai
kafenya. Ia tidak hanya membaca mention yang masuk, tetapi juga melakukan
searching di Twitter untuk mengetahui apa yang orang-orang bicarakan tentang
Ninotchka. Sonia juga melakukan pencarian dengan search engine Google untuk
melihat review dari para food blogger ataupun pengunjung yang datang ke
kafenya. Ia ingin mengetahui pendapat, kritik, maupun saran dari pengunjungnya.
Sonia mengerti bahwa nama kafenya susah dan tidak familiar. Oleh karena
itu, ada kemungkinan customer yang typo dalam menulis tentang Ninotchka.
Misalnya “Ninotcka”, tanpa huruf “H”. Sonia juga melakukan monitoring
terhadap keyword yang salah tersebut. Sebisa mungkin, ia terlibat dalam
percakapan orang-orang mengenai Ninotchka. Katanya:
“Kalau ada komentar yang bagus, aku ucapin terima kasih. Komentar
yang unik aku retweet, bahkan kadang aku retweet juga pake account
aku. Terus kritik juga direspons. Kami minta maaf kalau ada hal yang
kurang berkenan. Kemudian juga ada kritikan yang aku retweet
sebagai info bagi pelanggan lain, misalnya keluhan tempat yang
penuh, AC mati, atau menu habis.”
Di social media, penting bagi organisasi untuk bersikap jujur. Organisasi harus
mampu mengakui bahwa mereka tidak sempurna dan bisa melakukan kesalahan.
Kritik pasti ada, tetapi yang penting adalah bagaimana organisasi mampu
merespons kritik tersebut dengan baik. Membiarkan kritik tanpa respons justru
dapat menimbulkan masalah yang lebih besar. Memberikan early warning seperti
yang dilakukan oleh Ninotchka dapat membantu organisasi.
97
Sejauh ini, penggunaan social media, terutama Twitter, untuk membangun
customer relations oleh Ninotchka Cafe dinilai positif. Roy menyatakan:
“Respons pelanggan sejauh ini positif. Mereka excited sama kafe ini.
Di Twitter, mereka kasih komen yang bagus. Hasil review dari food
blogger juga menurut gue positif kok. Kritik sih ada, tapi semuanya
membangun. Buat kita improve juga.”
Sonia juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, para pelanggan memberikan
komentar yang positif serta kritik yang membangun. Ninotchka Cafe pun dapat
terus berkembang dan memperbaiki diri demi pelayanan yang maksimal.
Dari hasil observasi Peneliti, apa yang dikatakan oleh Sonia dan Roy
memang terbukti. Akun Twitter Ninotchka Cafe memang selalu update setiap
harinya. Akun tersebut memberikan informasi tentang jam operasional kafe,
menu-menu yang tersedia dalam satu hari, serta program promosi kafe. Selain itu,
Ninotchka juga sering men-twitpic foto menu terutama untuk menu baru mereka.
Akun tersebut juga aktif berhubungan dengan followers-nya. Jika ada
followers yang check-in atau mention sedang berada di Ninotchka Cafe, pasti
dibalas. Followers yang bertanya juga dijawab. Peneliti sendiri pernah beberapa
kali mention dan direspons dengan baik oleh pihak Ninotchka. Kedekatan yang
dibangun oleh Ninotchka dengan followers-nya memberikan hasil positif.
Ninotchka mengerti bahwa customer intimacy dapat menjadi kunci suksesnya.
Para followers Ninotchka pun menjadi evangelist, para penyebar buzzword.
Peneliti melihat bahwa followers Ninotchka cukup aktif dan antusias
menyebarkan buzzword. Mereka check-in saat berkunjung ke Ninotchka. Bahkan
98
ada pula yang sudah me-mention untuk memberi tahu bahwa ia tengah berada
dalam perjalanan menuju ke Ninotchka. Para pengunjung juga dengan sukarela
mengambil foto makanan dan memamerkannya melalui twitpic. Hal tersebut
menguntungkan Ninotchka, sebab dapat membuat para followers dari akun
Twitter pengunjung mereka ikut tertarik untuk datang ke Ninotchka.
Ketika Peneliti kemudian mengadakan wawancara dengan sejumlah
pengunjung Ninotchka Cafe, terbukti bahwa konsumen adalah buzzer terkuat.
Kebanyakan pengunjung mengenal Ninotchka berkat rekomendasi dari teman-
temannya. Mereka kemudian tertarik untuk mencoba dan menikmati kunjungan
mereka ke Ninotchka. Kualitas makanan yang disajikan, tempat yang nyaman,
dan harga yang terjangkau; didukung dengan komunikasi yang baik antara
Ninotchka dengan pelanggannya membuat pengujung itu puas. Ia kemudian
dengan senang hati merekomendasikannya kepada orang lain lagi.
Setiap customer memiliki caranya masing-masing dalam mempromosikan
Ninotchka. Ada yang hanya upload foto makanan, ada yang mengajak temannya
secara langsung, dan ada juga yang terang-terangan menyatakan bahwa Ninotchka
adalah kafe favorit dan menyajikan makanan yang paling enak (Lebih lanjut lihat
lampiran Buzzword: Dari Pelanggan). Bagaimana pun caranya, yang pasti masing-
masing cara promosi tersebut berpotensi untuk menarik pelanggan baru.
Buzzword ibarat sebuah kisah persahabatan yang menyenangkan antara
customer dengan organisasi. Seorang customer mengenal Ninotchka, mencoba
produk-produknya, dan merasa puas akan pelayanan yang diberikan. Ia kemudian
99
memperkenalkan Ninotchka kepada teman-teman lain secara sukarela, agar
mereka dapat menikmati pengalaman menyenangkan seperti yang ia rasakan.
Penyebaran melalui social media Twitter mempercepat dan memperluas
dampak yang dihasilkan. Akibatnya, Ninotchka berhasil terkenal sampai kemana-
mana. Seperti yang dijelaskan oleh Sonia dan Roy, pengunjung datang dari
berbagai wilayah di Jakarta dan luar kota. Bahkan ada pula yang bisa datang dari
Singapura. Banyak orang dari luar kota yang belum berkesempatan untuk ke
Jakarta meminta Sonia untuk membuka cabang di kotanya. Peneliti membaca di
favorites akun Twitter Ninotchka, orang-orang dari Depok, Bogor, Surabaya,
Malang, Batam, dan Bali meminta Ninotchka untuk membuka cabang disana.
Buzzword pelanggan di Twitter berhasil membuat kehebohan, terutama di
masa awal kafe beroperasi. Peneliti sendiri mengenal Ninotchka dari buzzword
pelanggannya di Twitter. Ketika search keyword “Rainbow cake” di Twitter,
Peneliti mendapati beberapa tweet yang menyatakan bahwa rainbow cake dari
@NINOTCHKA_JKT adalah the best rainbow cake in town. Peneliti
menganggap rekomendasi yang datang dari sesama customer kredibel sehingga
dapat dipercaya. Peneliti pun tertarik untuk datang dan mencoba menu tersebut.
Apa yang dialami Peneliti itu juga dialami oleh para pelanggan Ninotchka
yang menjadi narasumber wawancara. Mereka mendapat rekomendasi dari teman-
temannya yang sudah lebih dulu menjadi pelanggan Ninotchka. Rekomendasi dari
customer, apalagi teman sendiri, pasti lebih dipercaya dan mampu menggerakkan
aksi. Mereka pun datang dan mencoba sendiri menu-menu di Ninotchka.
100
Ninotchka mengerti bahwa rekomendasi dari pelanggan memiliki
kekuatan yang besar untuk menggerakkan aksi. Oleh karena itu, Ninotchka aktif
me-retweet mention dari followers yang merekomendasikan Ninotchka Cafe dan
menu-menunya. Ninotchka juga tetap memanfaatkan buzzword dari public figure
seperti Sonia Eryka dan teman-teman blogger-nya, serta Gigi ChiBi yang
merupakan teman dari Roy. Buzzword dari public figure bertujuan untuk
memperluas penyebaran pesan, sementara buzzword dari pelanggan bertujuan
untuk menciptakan kredibilitas. Dengan demikian, buzzword menjadi efektif.
Seperti yang sebelumnya dijelaskan oleh Sonia, kualitas tetap yang utama.
Sonia menyatakan bahwa pelanggan adalah buzzer yang kuat karena dinilai
kredibel. Mereka tidak punya motif apa-apa dan merekomendasikan produk
semata karena kualitasnya. Oleh karena itulah Sonia terus meningkatkan kualitas
kafenya. Penataan ruang, pelayanan, dan taste menu terus ditingkatkan. Begitu
pula dengan inovasi produk. Sonia sadar bahwa dengan kuatnya buzzword di
social media, para customer memiliki ekspektasi yang tinggi saat mengunjungi
kafenya. Dan ia tidak ingin mengecewakan mereka.
Sonia tampaknya berhasil. Para pelanggan yang menjadi narasumber
wawancara semuanya pernah merekomendasikan, atau setidaknya membicarakan
Ninotchka Cafe pada teman-temannya yang lain. Kualitas produk yang terjaga
dan kedekatan dengan konsumen adalah kombinasi yang bekerja dengan baik bagi
Ninotchka. Inilah kombinasi yang bekerja di era social media.
101
4.3. Konsep IDIC dalam Penyusunan Program Customer Relations
Berdasarkan hasil wawancara, jelas terlihat bahwa Sonia menjalankan
fungsi analytical CRM dan operational CRM. Ia yang menyusun strategi
sekaligus berhubungan langsung dengan pelanggan Ninotchka Cafe. Meskipun
tidak melakukan proses perencanaan strategis secara formal, apa yang dilakukan
oleh Sonia sebetulnya sejalan dengan perencanaan strategis PR. Yang dilakukan
Sonia dalam merumuskan promosi dan event Ninotchka Cafe dapat dijelaskan
dengan konsep IDIC dari Peppers dan Rogers.
Berawal dari program promosi 20% saat opening kafe. Pada tahap
identification, Sonia mengidentifikasi calon pelanggannya. Ia menetapkan bahwa
target market-nya adalah remaja sampai dewasa muda dengan range usia 15-30
tahun. Sonia pada awalnya hanya menyasar mereka yang tinggal di kawasan Citra
Garden 6 dan sekitarnya. Memang, di wilayah Citra Garden memang tidak banyak
tempat hangout untuk anak muda. Padahal pasarnya ada. Sonia yang bertempat
tinggal di kawasan tersebut merasakan sulitnya untuk mencari tempat hangout
yang dekat dengan rumahnya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa kafe
ini akan menarik pengunjung dari tempat lain. Misalnya saja teman-teman dari
anak muda yang tinggal di kawasan Citra Garden tersebut. Mereka datang
mengunjungi temannya, kemudian hangout di Ninotchka Cafe. Mereka pun bisa
menjadi pelanggan Ninotchka Cafe.
Masuk pada tahap differentiation, Sonia memilah pelanggan mana yang
dapat memberikan keuntungan bagi kafenya. Sonia mengetahui bahwa orang-
102
orang yang lokasi tempat tinggalnya dekat dengan Ninotchka Cafe adalah
kelompok pelanggan yang paling potensial untuk memberikan keuntungan bagi
kafenya. Mereka adalah orang-orang yang akan menjadi pelanggan pertama kafe.
Lokasi yang dekat memungkinkan mereka untuk segera datang dan mencoba
menu-menu di Ninotchka Cafe. Selanjutnya juga mudah bagi mereka untuk sering
datang dan membeli produk-produk dari Ninotchka Cafe. Kelompok inilah yang
merupakan pelanggan pertama dan utama bagi Ninotchka Cafe. Kelompok
pelanggan ini merupakan pelanggan yang bernilai dan penting untuk membangun
interaksi dengan mereka.
Pada tahap interaction, sebetulnya tidak ada interaksi khusus yang
dilakukan oleh Sonia. Interaksi dengan pelanggan semuanya dilakukan melalui
social media, dan pada saat itu ia hanya mengandalkan Twitter saja. Akan tetapi
tetap ada perbedaan bagi kelompok pelanggan awal. Pada masa awal pembukaan
kafe, Sonia berperan juga sebagai kasir sekaligus pelayan. Ia ada di kafe setiap
hari dan dapat berinteraksi langsung dengan pelanggannya. Sekarang, Sonia lebih
banyak membantu di dapur. Itu pun tidak setiap hari. Roy lah yang setiap harinya
ada di kafe dan menjaga kasir.
Sebagai bentuk customization, Sonia memberikan diskon 20% untuk
semua menunya. Tujuannya adalah untuk membuat orang tertarik untuk datang ke
kafenya dan mencoba menu-menu disana. Diskon selalu berhasil menarik
perhatian pembeli. Selain itu, diskon juga menjadi bentuk apresiasi terhadap para
pelanggan awal yang telah bersedia “mengambil risiko”, mencoba produk yang
mereka belum ketahui kualitasnya. Dalam strategi customer relations, hal tersebut
103
digolongkan sebagai welcome strategy, sebuah bentuk apresiasi organisasi
terhadap awal terjadinya hubungan pelanggan.
Sonia kemudian menemukan bahwa pelanggan awalnya bukan hanya
mereka yang tinggal di kawasan Citra Garden, tetapi juga followers Twitter dan
blog-nya yang datang dari jauh untuk melihat kafe miliknya. Customization pun
berlanjut. Melihat para pengunjung kafe yang juga merupakan followers blog,
Sonia juga menghadirkan Ninotchka Cafe di blog. Tujuannya agar calon
pengunjung lebih mudah mencari informasi mengenai kafe ini dan menu-
menunya. Tampilan blog juga dapat didesain sedemikian rupa untuk
mencerminkan konsep kafe, sebagaimana blog pribadi Sonia mencerminkan
identitasnya. Sonia mengaku mendesain sendiri blog Ninotchka Cafe.
Tampilannya dibuat bertemakan vintage, sesuai dengan desain kafe. Sonia juga
menghadirkan Ninotchka Cafe di Facebook supaya memudahkan orang-orang
yang tidak punya Twitter untuk mengetahui informasi mengenai kafe ini.
Selanjutnya untuk program diskon 10% bagi mayor Ninotchka Cafe di
Foursquare, konsep IDIC juga tetap diterapkan. Sonia mengidentifikasi bahwa
pelanggannya yang anak muda sangat familiar dengan berbagai tools social
media, baik itu Twitter, Facebook, maupun blog. Yang berbeda adalah derajat
keaktifan mereka. Beberapa sangat eksis, mereka selalu meng-update apa yang
sedang mereka lakukan, mereka kemana, dan sama siapa saja. Tetapi sebagian
lainnya justru santai-santai saja. Mereka menikmati momen hangout mereka tanpa
sibuk update sana-sini.
104
Para pelanggan paling aktif di Twitter. Menurut Sonia, Twitter lebih
update dan lebih mudah untuk membangun conversation. Penyebaran melalui
Twitter juga lebih cepat dan luas berkat fitur retweet. Selain itu, Twitter juga
terhubung dengan berbagai aplikasi social media lain, seperti Instagram untuk
upload foto dan Foursquare untuk update lokasi; membuat konten yang
ditawarkan semakin kaya dan update melalui Twitter semakin menarik. Oleh
karena itu, Ninotchka memfokuskan diri pada para pelanggan yang ada di Twitter.
Kelompok pelanggan yang eksis di Twitter ini menguntungkan bagi
Ninotchka. Secara tidak langsung, mereka membantu promosi kafe ini. Mereka
menulis tweet yang menyatakan bahwa mereka suka hangout di Ninotchka dan
suka dengan makanan disana. Atau ketika mereka sering check-in di Ninotchka
Cafe, teman-temannya akan penasaran, “Kok sering banget sih hangout disana?
Tempatnya enak ya? Makanannya gimana?”. Kadang pertanyaan tersebut dibalas
dengan ajakan untuk hangout bersama. Ditambah twitpic foto makanan yang
menggugah selera, membuat orang-orang semakin tertarik terhadap Ninotchka.
Oleh karena itu, Sonia berusaha untuk mengelola interaksi dengan mereka.
Pelanggan yang mention atau check-in di Ninotchka Cafe sebisa mungkin dibalas.
Respons tersebut diharapkan akan membuat para pelanggan tersebut senang,
karena mereka merasa didengar dan diperhatikan. Diharapkan mereka akan me-
mention lagi pada kunjungan berikutnya. Begitu pula dengan pelanggan yang
men-twitpic foto makanan. Pihak Ninotchka Cafe menunjukkan apresiasi dengan
me-retweet foto tersebut, mengucapkan selamat menikmati makanannya, dan
kadang memuji foto tersebut.
105
Sonia melihat bahwa pelanggannya aktif menyebarkan buzzword. Kafenya
berhasil dikenal di social media berkat buzzword dari para pelanggan tersebut.
Sebagai bentuk apresiasi, Sonia membuat program diskon 10% untuk mereka
yang berhasil menjadi mayor Ninotchka di Foursquare. Program diskon tersebut
juga diharapkan dapat membuat semangat para pelanggan yang selama ini
“kurang eksis” untuk sering datang dan check-in di Ninotchka.
Program ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah
mempermudah customer relationship management. Organisasi tidak perlu
membangun sistem sendiri. Untuk pemetaan sederhana seperti melihat frekuensi
kunjungan pelanggan, bisa menggunakan Foursquare seperti yang dilakukan oleh
Ninotchka Cafe. Organisasi dapat mengenal pelanggannya yang sering datang,
dengan melihat frekuensi check-in mereka.
Keuntungan lainnya adalah dengan penggunaan social media seperti
Foursquare (yang terintegrasi dengan Twitter), pesan menyebar dengan cepat dan
meluas. Sekadar check-in saja bisa berkembang menjadi buzzword, membuat
orang lain tertarik untuk mengunjungi kafe ini.
Program promosi lainnya adalah diskon 10% untuk para pelajar
berseragam. Promo ini berlaku setiap hari Senin-Jumat, pukul 14:00-17:00. Sonia
membuat program ini dikarenakan ia melihat bahwa pengunjung kafe pada jam
tersebut kebanyakan anak sekolah. Lokasi Ninotchka memang dekat dengan SMA
Citra Kasih. Anak-anak remaja kebanyakan memilih hangout dulu sepulang
sekolah sebelum pulang ke rumah.
106
Sonia menyatakan bahwa ia ingin Ninotchka menjadi tujuan utama ketika
para pelajar tersebut membutuhkan tempat hangout. Kelompok pelajar merupakan
pasar potensial. Seperti yang dijelaskan oleh Sonia dan Roy, kafe biasanya ramai
di atas jam 7 malam. Pada jam “tanggung”, yaitu jam 2-5 sore, pasar potensialnya
adalah anak-anak sekolah – tepat setelah mereka pulang sekolah. Anak-anak
sekolah tersebut butuh tempat hangout, mereka ingin ngemil sambil ngobrol
dengan teman-teman, menunggu dijemput, ataupun membahas tugas.
Ninotchka mengerti hal tersebut. Ninotchka menyediakan segala hal yang
diperlukan oleh anak-anak tersebut: camilan lezat, berbagai mainan untuk
menemani saat santai mereka, dan Wi-Fi untuk keperluan hiburan maupun
mengerjakan tugas.
Interaksi dengan mereka juga dibangun melalui social media. Anak remaja
tidak terpisahkan dengan social media mereka. Oleh karena itu, Ninotchka
menjaga interaksinya dengan kelompok pelanggan ini melalui social media.
Ninotchka mengandalkan word of mouth marketing, dimana para pelajar ini
diharapkan dapat membawa temannya dari langsung sekolah untuk hangout di
Ninotchka. Remaja adalah kelompok yang paling kuat menyebarkan pengaruh.
Mereka bisa sangat persuasif terhadap teman-temannya.
Oleh karena itu, kustomisasi program promosinya adalah dengan
memberikan diskon 10% bagi para pelajar berseragam, di jam pulang sekolah.
Diharapkan dengan program ini, para pelajar tidak pulang dulu, tapi langsung dari
sekolah ke Ninotchka. Dengan demikian, kemungkinan besar teman-temannya
107
yang lain akan ikut. Jika mereka sempat pulang dulu dan berganti baju, bisa saja
di rumah ada kegiatan lain yang harus dilakukan sehingga tidak jadi hangout.
Manfaat lainnya adalah ketika anak lain dari sekolah tersebut melihat
bahwa teman-teman satu sekolahnya suka hangout di Ninotchka, ia juga akan
tertarik untuk hangout disana. Anak-anak dari sekolah lain juga bisa ikut tertarik
jika ia melihat banyak anak seusianya hangout disana. Jadi di Ninotchka, mereka
juga bisa mendapat teman-teman baru.
Mengenai event yang diadakan oleh Sonia, pada awalnya memng bukan
ditujukan untuk promosi kafe. Semua berangkat dari kebutuhan Sonia untuk
melakukan closet cleaning, karena barang-barangnya semakin bertumpuk. Teman-
temannya sesama fashion blogger juga ternyata mengalami hal yang sama. Ide
untuk mengadakan garage sale pun muncul. Sonia menawarkan diri untuk
menjadi host acara. Membuat acara di tempat sendiri tentu lebih mudah, tidak
memerlukan biaya tambahan. Selain itu, dengan mengadakan garage sale di
kafenya, Sonia Sonia sekaligus dapat meningkatkan penjualan kafe.
Dalam event tersebut, Sonia juga menjual koleksi pakaian dan aksesoris
dari online shop miliknya, Riots Barbie. Selama ini, Riots Barbie tidak memiliki
offline store. Melalui event ini, Sonia dapat memperkenalkan koleksinya.
Diharapkan orang-orang dapat melihat kualitas barang yang ia tawarkan di online
shop tersebut dan kelak tidak ragu untuk berbelanja secara online.
Autumn Wipe Out pun terwujud pada hari Sabtu, 17 Desember 2011.
Sonia bersama Anastasia Siantar, Bethanny Putri, Marcella Caroline, dan Lalita
108
Tian berhasil membuat Ninotchka Cafe penuh sesak oleh pengunjung yang
kebanyakan adalah remaja putri. Sonia tidak menyangka bahwa event tersebut
akan sukses menarik banyak pengunjung dari berbagai wilayah di Jakarta, bahkan
dari luar kota dan luar negeri.
Yang menarik bagi Sonia, ternyata para pengunjung tidak hanya tertarik
dengan garage sale yang ia adakan. Mereka juga tertarik pada Ninotchka Cafe.
Orang-orang membicarakan event tersebut, sekaligus membicarakan kafenya.
Buzzword pun menyebar. Inilah yang kemudian mendasari Sonia untuk
mengadakan event serupa. Dan pada event selanjutnya, Sonia tidak menyia-
nyiakan kesempatan untuk mempromosikan kafenya.
Sonia mengadakan Spring Wipe Out pada Sabtu, 17 Maret 2012.
Perencanaan event-nya yang kedua ini baru dapat dikatakan sesuai dengan konsep
IDIC. Sonia dapat mengidentifikasi calon pengunjung Spring Wipe Out melalui
Twitter Ninotchka, Twitter Sonia, dan blog pribadi Sonia. Para pengunjung
menuliskan tweet dan comment mengenai acara Autumn Wipe Out. Tweet dan
comment tersebut menunjukkan mereka yang senang bisa hadir pada acara
Autumn Wipe Out dan mereka yang ingin hadir tetapi tidak bisa. Mereka inilah
yang merupakan calon pengunjung Spring Wipe Out.
Sonia melihat bahwa banyak dari pengunjung Autumn Wipe Out yang
ternyata adalah blogger. Mereka menuliskan di blog-nya mengenai acara tersebut.
Beberapa diantaranya mengirimkan link menuju blog-nya kepada Sonia supaya
Sonia dapat membaca ulasan mereka mengenai Autumn Wipe Out. Kelompok
109
inilah yang bernilai bagi Sonia. Mereka excited menanti event selanjutnya dan
kelak akan mengulasnya lagi di blog mereka.
Sonia membangun interaksi dengan kelompok tersebut. Ia kemudian
mempromosikan tulisan para blogger itu di blog-nya. Beberapa diantaranya
adalah Gabriel Olivia, Mitha Komala, dan Claudia Phankova. Para blogger
tersebut mendapat keuntungan bahwa blog mereka dipromosikan di blog Sonia
Eryka yang memiliki banyak pengunjung. Sementara keuntungan bagi Sonia
adalah ia mendapatkan publisitas atas event dan kafenya.
Customization yang dilakukan adalah selanjutnya Sonia memilih pengisi
acara yang lebih seru. Pada Spring Wipe Out, Sonia berhasil mengajak Diana
Rikasari untuk bergabung. Dengan pengisi acara yang lebih seru, diharapkan para
blogger tersebut semakin tertarik untuk mengikuti acara garage sale berikutnya.
Sonia juga melihat bahwa mereka yang sudah pernah datang ke Autumn
Wipe Out memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk hadir pada event
selanjutnya. Oleh karena itu, Sonia berusaha agar semakin banyak orang yang
bisa datang dan berpartisipasi pada event Spring Wipe Out. Ia membangun
interaksi dengan mempromosikan hashtag #SPRINGWIPEOUT di Twitter untuk
memfasilitasi percakapan orang-orang mengenai event tersebut. Ia membuat
hashtag tersebut dari sebelum event berlangsung sehingga orang-orang
membicarakannya dan bisa menyiapkan waktu untuk menghadirinya.
Pada event Autumn Wipe Out, Sonia juga menggunakan hashtag, akan
tetapi hasilnya belum maksimal. Hal itu disebabkan karena orang-orang belum
110
mengetahui kira-kira seperti apa garage sale tersebut. Ketika Spring Wipe Out,
lebih mudah untuk membangun buzz dengan menggunakan hashtag tersebut.
Orang-orang yang sudah pernah menjadi pengunjung Autumn Wipe Out bisa turut
menyebarkan buzzword soal event tersebut.
Customization-nya adalah bahwa pada event selanjutnya Sonia berusaha
untuk menyesuaikan jadwal event dengan para pengunjungnya. Sonia
menanyakan kapan kira-kira waktu yang pas untuk mengadakan event supaya para
pelanggannya bisa ikut berpartisipasi. Dengan menanyakan jadwal followers itu
juga, Sonia dapat mulai membangun pembicaraan mengenai event tersebut.
Perencanaan event pun semakin lama semakin matang dan hasilnya maksimal.
Event selanjutnya adalah Summer Wipe Out yang diadakan pada hari
Sabtu, 16 Juni 2012. Ninotchka Cafe telah berpindah ke tempat yang lebih besar
sehingga Sonia dapat mengajak lebih banyak blogger untuk ikut mengambil
bagian dalam acaranya. Summer Wipe Out diikuti oleh Anastasia Siantar, Clara
Devi, Marcella Caroline, Cindy Karmoko, Cindy Biantoro dari Diamondhurts,
dan Judith dari De Dittie. Dalam rangka memperkenalkan lokasi baru Ninotchka
Cafe, Sonia dan Roy juga mengundang teman-teman mereka. Beberapa
diantaranya adalah public figure terkenal, seperti Gigi dari girlband CherryBelle
dan Bena Kribo, blogger yang juga terkenal sebagai MC dan pemain film.
Pengunjung Summer Wipe Out begitu banyak. Semua antusias melihat
fashion blogger yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut. Ditambah lagi
dengan kedatangan para public figure tersebut. Hashtag #SUMMERWIPEOUT
111
menjadi bahan perbincangan di Twitter. Seperti yang dijelaskan oleh Roy, event
Summer Wipe Out membuat kafe penuh seharian. Orang-orang terus berdatangan,
dan meskipun Ninotchka kini memiliki dua lantai, tetap saja kafe penuh sesak.
Sonia kini tengah mempersiapkan event Autumn Wipe Out part 2. Sonia
terlihat lebih matang dalam mempersiapkannya. Ia mendiskusikan jadwal event
tersebut bersama sahabat-sahabatnya yang akan berpartisipasi dalam event
tersebut. Sonia juga bertanya pada followers, kapan waktu yang tepat untuk
membuat event tersebut. Dari hasil perundingan dengan para followers-nya, Sonia
menetapkan tanggal 22 Desember 2012. Pada awalnya, event Autumn Wipe Out
part 2 ingin diadakan pada tanggal 15 Desember, tetapi banyak followers yang
mengeluh bahwa mereka masih ujian. Oleh karena itu, Sonia akhirnya
memindahkan jadwal event ke tanggal 22 Desember. Dengan demikian,
diharapkan semua followers yang tertarik dapat hadir meramaikan acara tersebut.
Autumn Wipe Out part 2 akan diikuti oleh beberapa fashion blogger yang
sudah menjadi “langganan”, yaitu Anastasia Siantar, Clara Devi, dan Marcella
Caroline. Autumn Wipe Out juga akan diramaikan oleh Cindy Biantoro dan
Sabila Anata. Konsep acara tetap sama: menjual barang fashion baru maupun
bekas, dengan harga yang murah (mulai dari Rp.50.000).
Sejak memulai perbincangan mendiskusikan waktu yang tepat untuk
Autumn Wipe Out part 2, Sonia menggunakan hashtag #AUTUMNWIPEOUT;
sehingga perbincangan soal event ini dapat dimulai. Peneliti melihat bahwa
hashtag #AUTUMNWIPEOUT sudah mulai dipromosikan sejak bulan Oktober.
112
Para followers yang membicarakan soal event ini juga turut menggunakan hashtag
tersebut. Begitu juga dengan para pengisi acara (Lebih lanjut lihat lampiran
#AUTUMNWIPEOUT: Memulai Buzzword).
Dengan penggunaan hashtag, informasi dapat menyebar dengan cepat dan
dapat dicari dengan mudah. Para pengguna Twitter dapat langsung klik pada
hashtag tersebut dan mendapati informasi mengenai event Autumn Wipe Out.
Sonia juga menyediakan link ke hasil pencarian gambar Google dengan keyword
“Ninotchka wipe out” untuk memberikan gambaran mengenai event sejenis yang
telah berlangsung sebelumnya.
Hasilnya, Autumn Wipe Out part 2 juga berhasil menarik banyak
pengunjung. Peneliti membuktikannya sendiri dengan datang ke acara tersebut.
Ketika acara dimulai tepat jam 1 siang, para pengunjung sudah memadati lantai
atas Ninotchka Cafe. Mayoritas adalah para remaja putri yang datang dengan
teman-teman gank-nya. Hujan deras yang mengguyur Jakarta tampaknya tidak
menyurutkan niat para pengunjung. Mereka tetap antusias untuk datang.
Sayangnya, beberapa dari mereka harus kecewa karena tidak bisa menembus
jalanan yang macet akibat banjir. Sore itu, Ninotchka sudah tampak lenggang.
Berbeda dengan Summer Wipe Out yang ramai sampai malam hari. Tapi secara
keseluruhan, Sonia tetap merasa puas dengan event ini.
Dari beberapa program customer relations di atas, Peneliti melihat bahwa
Ninotchka Cafe telah menjalankan enam strategi customer relations yang
dijelaskan oleh Zikmund, yaitu a welcome strategy, reliability, responsiveness,
113
personalization, recognition, dan access strategy. A welcome strategy adalah
apresiasi organisasi terhadap awal terjadinya hubungan pelanggan. Hal tersebut
dilakukan dengan program diskon 20% saat opening Ninotchka. Seperti yang
dijelaskan oleh Roy, diskon tersebut dimaksudkan sebagai sambutan dan
perkenalan bagi pelanggan. Pelanggan awal diapresiasi karena mereka telah
bersedia mencoba tanpa mengetahui dulu kualitas Ninotchka. Jika kelak mereka
puas dengan pelayanan Ninotchka, kelompok ini adalah kelompok yang paling
potensial untuk menjadi pelanggan setia dan evangelist bagi Ninotchka –
merekomendasikannya kepada orang lain.
Reliability adalah kemampuan output organisasi yang dapat diandalkan.
Sonia menekankan pada makanan homemade yang lezat, yang citarasanya tidak
dapat ditemui di tempat lain. Presentasi makanan juga dibuat cantik dan unik
sehingga dapat menjadi ciri khas Ninotchka. Mutu makanan dijaga, sambil terus
menjaga harganya agar tetap terjangkau. Tetapi beberapa pengunjung berharap
agar porsi makanan di Ninotchka dapat diperbesar. Itu bisa jadi masukan bagi
Ninotchka. Selain itu, Peneliti juga melihat bahwa Ninotchka masih perlu untuk
membenahi kualitas SDM-nya. Pengunjung masih sering mengeluhkan pegawai
yang lambat dalam melayani. Dari pengalaman Peneliti, pegawai Ninotchka
kadang masih terlihat bingung dan tidak sigap. Hal tersebut tentu dapat
mengurangi reliability Ninotchka karena keandalan output organisasi juga
mencakup kualitas pelayanan yang diberikan.
Responsiveness adalah kepedulian organisasi dalam memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen. Selama ini Ninotchka menunjukkan kesediaan untuk
114
mendengarkan dan merespons pelanggannya. Melalui Twitter, Ninotchka
menyapa pelanggannya, menerima saran dan kritik, serta berusaha meresponsnya.
Sejauh ini Peneliti melihat Ninotchka cukup responsif. Akan tetapi, responsnya
sebagian besar hanya bersifat verbal saja. Misalnya ketika ada yang mengeluhkan
tidak dapat tempat. Dari pihak Ninotchka hanya sebatas membalas dengan
menulis permintaan maaf. Padahal seharusnya Ninotchka dapat langsung
merespons dengan tindakan, misalnya menawarkan meja cadangan.
Respons organisasi idealnya adalah action yang diikuti dengan verbal.
Jadi, Ninotchka seharusnya mengambil tindakan dulu, baru kemudian
mengkomunikasikannya. Sayangnya, Ninotchka hanya melakukan salah satu:
bertindak atau berkomunikasi. Dalam kasus tidak dapat tempat, Ninotchka hanya
berkomunikasi. Hanya mengucapkan permintaan maaf. Sementara pada kasus
lain, misalnya ketika Ninotchka dikritik taste makanannya, Ninotchka hanya
bertindak. Ninotchka memperbaiki rasanya, tapi tidak mengkomunikasikannya.
Padahal ketika kita telah melakukan improvement terhadap produk, penting untuk
menjelaskannya, sehingga orang-orang mengetahuinya. Ninotchka juga dapat
menerapkan policy untuk mengganti makanan/minuman jika rasanya tidak pas
sebagai jaminan bagi para pelanggannya untuk mendapatkan produk terbaik.
Personalization merupakan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan
produk dan layanan dengan karakteristik pelanggan tertentu. Sonia mengerti
bahwa target market-nya adalah anak muda. Sonia mengetahui keinginan mereka:
tempat yang cozy, makanan enak, dan harga yang terjangkau. Sonia berusaha
untuk terus memaksimalkan produk dan layanan Ninotchka sesuai dengan
115
keinginan pelanggannya. Ninotchka sekarang memiliki tempat yang lebih luas dan
nyaman untuk hangout. Lokasinya pun lebih strategis sehingga mudah dicari.
Berbagai fasilitas juga melengkapinya: Wi-Fi, TV cable, dan beragam mainan.
Rasa dan presentasi makanan juga coba disesuaikan dari waktu ke waktu. Harga
makanan juga disesuaikan dengan kantong anak muda. Begitu pula dengan
promosinya. Ninotchka menggunakan social media, khususnya Twitter sesuai
dengan karakteristik penggunaan media pelanggannya.
Ninotchka juga membuat kustomisasi layanan berdasarkan karakteristik
pelanggan tertentu yang menguntungkannya. Ninotchka telah melakukannya
dengan tepat. Ninotchka membidik kaum pelajar dan para pengguna aktif social
media dengan program customer relations yang tepat. Begitu pula dengan event
yang dilakukan di Ninotchka. Peneliti berharap agar Ninotchka dapat
mengeksplor jenis-jenis event lain yang sesuai dengan karakteristik pelanggannya
sehingga event selanjutnya lebih bervariasi.
Recognition adalah kemampuan organisasi untuk mengenal pelanggan dan
memberikan perhatian lebih. Kustomisasi program customer relations seperti
yang dijelaskan di atas adalah bukti bahwa Ninotchka mampu mengenal
pelanggannya dan memberi perhatian lebih (bagi kelompok yang
menguntungkan). Keramahan Sonia terlihat saat menyapa para pengunjung
Autumn Wipe Out. Begitu pula dengan teman-teman fashion blogger-nya. Selain
itu, Sonia dan Roy juga menjelaskan bahwa mereka berusaha untuk menyapa para
pelanggan setia Ninotchka yang dikenalinya. Menyapa secara personal, inilah
perhatian yang jarang ditemui di kafe-kafe lain.
116
Access strategy merupakan kemampuan organisasi untuk membangun
hubungan dengan pelanggannya. Sonia menghadirkan Ninotchka di Twitter,
Instagram, Foursquare, blog, dan Facebook untuk memudahkan kontak dengan
pelanggannya. Penggunaan social media untuk membangun customer relations
dinilai tepat, sebab social media memfasilitasi komunikasi interaktif dengan
customer yang tersebar di berbagai wilayah. Komunikasi interaktif
memungkinkan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan antara
organisasi dan pelanggannya. Pilihan social media yang digunakan juga tepat,
yang akan dibahas pada subbab selanjutnya.
4.4. Konsep POST dalam Pemilihan Media
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ninotchka Cafe hanya
menggunakan social media untuk promosi kafe dan berhubungan dengan
pelanggannya. Sonia dan Roy menyatakan bahwa social media yang paling
mereka andalkan adalah Twitter. Pilihan tersebut bukan tanpa alasan. Twitter
adalah social media yang paling sesuai untuk target market Ninotchka.
Stefanie Kurniadi menjelaskan bahwa dalam keputusan menggunakan
social media dan social media apa yang digunakan, harus disesuaikan dengan
target market-nya. Menurut Stefanie, ada beberapa hal yang dapat menjadi
pertimbangan bagi organisasi: memastikan bahwa target market mereka ada di
social media tersebut, memiliki sumber daya untuk mengelolanya, menguasai
social media yang digunakan, dan penggunaan social media harus sejalan dengan
strategi utama perusahaan dan positioning yang ingin dibangun terhadap brand.
117
Apa yang dijelaskan oleh Stefanie sesuai dengan pendekatan POST dari Li dan
Bernoff. Pendekatan POST dapat digunakan untuk menjelaskan strategi pemilihan
media oleh Ninotchka Cafe.
Strategi pemilihan media diawali dengan people. Organisasi harus melihat
karakteristik publik mereka. Bagaimana kondisi demografi, psikografi, dan
kecenderungan penggunaan media publiknya. Sonia menjelaskan bahwa target
market-nya adalah remaja dan dewasa muda, baik laki-laki maupun perempuan.
Usia mereka antara 15-30 tahun. Mereka adalah pelajar, mahasiswa, pekerja,
maupun ibu rumah tangga. Target market Ninotchka Cafe berasal dari kalangan
menengah ke atas. Mereka adalah warga Jakarta, khususnya yang berdomisili di
kawasan Citra Garden 6 dan sekitarnya.
Secara psikografi, usia remaja dan dewasa muda senang bergaul dan
berkumpul bersama teman-temannya. Mereka juga sangat mudah dipengaruhi
oleh teman-temannya. Mereka percaya pada kata-kata temannya. Ketika temannya
merekomendasikan sesuatu, mereka pasti tertarik untuk mencobanya. Termasuk
untuk tempat hangout. Kalangan remaja juga terkenal sangat persuasif. Mereka
bisa menyatakan bahwa temannya “kurang gaul” jika tidak mengikuti trend yang
mereka ciptakan. Makanya para remaja tidak mau kalah dengan teman-temannya.
Mereka memakai gadget tertentu, memakai aksesoris tertentu, bahkan makan
makanan tertentu di tempat tertentu (yang sedang happening) agar diterima di
pergaulannya. Misalnya saja teman-temannya ramai membicarakan rainbow cake
di Ninotchka Cafe, maka ia merasa wajib mencobanya.
118
Yang patut diingat, konsumen sekarang cerdas, termasuk juga kaum muda.
Mereka mengutamakan kualitas. Mereka mungkin mudah tergoda untuk mencoba
berbagai tempat hangout baru, tapi jika kemudian mengecewakan, mereka tidak
akan mau kembali lagi ke tempat itu. Apalagi sampai merekomendasikannya ke
teman-teman lain. “Kualitas” sebuah tempat hangout menurut Sonia adalah
tempat yang cozy, makanan enak, dan harga yang terjangkau. Oleh karena itu,
Sonia berusaha agar kafenya dapat memenuhi standar kualitas tersebut. Ketika
sebuah tempat hangout berhasil memenuhi standar kualitas, para pengunjung akan
kembali lagi dan tidak segan untuk merekomendasikannya.
Dari segi penggunaan media, anak muda tidak dapat dilepaskan dari
gadget mereka. Mereka menggunakan gadget canggih, seperti smartphone, tablet,
dan laptop dalam kegiatannya sehari-hari. Mereka juga tidak terpisahkan dengan
jaringan internet. Mereka selalu terhubung dengan social media. Twitter,
Facebook, Instagram, Foursquare, blog, dan Youtube adalah kehidupan mereka
sehari-hari.
Anak muda ingin eksis di segala kesempatan. Mereka selalu meng-update
apa yang sedang mereka lakukan, dimana, dan dengan siapa. Mereka juga
memanfaatkan berbagai tools social media secara terintegrasi. Misalnya
Foursquare untuk menunjukkan lokasi mereka dan Instagram untuk upload foto,
diintegrasikan dengan Twitter sebagai microblog mereka.
Selanjutnya dalam proses pemilihan media, organisasi menentukan
objectives. Organisasi merumuskan tujuan penggunaan media mereka. Dalam
119
kasus Ninotchka Cafe, tujuan penggunaan media adalah sebagai sarana promosi
kafe sekaligus sarana untuk berkomunikasi dan membangun hubungan dengan
pelanggannya. Ninotchka berusaha mengerti kebutuhan dan keinginan
pelanggannya, sehingga dapat menyesuaikan produk dan layanan mereka.
Selanjutnya, organisasi menentukan strategi untuk mencapai tujuan
tersebut. Untuk mempromosikan kafe, Ninotchka harus selalu meng-update
informasi mengenai kafe, seperti jam operasional, menu yang ditawarkan dan
harganya, serta program promosi. Agar semakin menarik, Ninotchka bisa
memberikan foto-foto makanan yang menggugah selera calon pelanggannya. Dan
karena lokasi Ninotchka Cafe kurang familiar untuk sebuah tempat hangout,
Ninotchka dapat memberikan panduan, misalnya peta lokasi. Upaya promosi juga
didukung oleh Sonia Eryka, yang merupakan seorang public figure. Tujuannya
adalah agar mempercepat penyebaran pesan.
Sementara untuk membangun hubungan dengan pelanggan, strateginya
adalah komunikasi dua arah. Harus ada dialog antara Ninotchka Cafe dengan
pelanggannya. Ninotchka harus bersedia mendengarkan pelanggan dan merespons
mereka. Ninotchka memiliki kedekatan dengan pelanggan. Terbentuk hubungan
yang saling menguntungkan.
Melalui dialog dengan para pelanggan tersebut, Ninotchka dapat mengerti
kebutuhan dan keinginan mereka. Ninotchka kemudian dapat menyesuaikan
produk dan layanan mereka sesuai dengan harapan pelanggan. Pelanggan kelak
akan merasa puas dan datang kembali. Di sisi lain, pelanggan yang puas adalah
120
advertiser paling kuat. Mereka menjadi evangelist, turut mendukung promosi
Ninotchka Cafe.
Terakhir, barulah masuk ke technology. Organisasi melihat setiap pilihan
media yang tersedia. Masing-masing social media memiliki karakteristik
pengguna dan penggunaan yang berbeda. Karakteristik tersebut menentukan
apakah suatu media dapat menjangkau people untuk mencapai objectives melalui
strategy yang telah dirumuskan. Organisasi juga memperhatikan soal kesiapan
dan kemampuan organisasi untuk menjalankan social media yang terpilih.
Twitter dan Facebook merupakan social media yang paling banyak
digunakan saat ini. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Stefanie. Tetapi, Twitter
dan Facebook memiliki perbedaan. Dari segi usia pengguna, Twitter banyak
digunakan oleh anak muda sesuai dengan target market Ninotchka, sementara
Facebook semakin banyak digunakan oleh usia yang lebih dewasa. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, Twitter merupakan social media yang tengah
happening saat ini. Anak muda semakin banyak yang meninggalkan Facebook.
Orang Indonesia, terutama Jakarta, dikenal sangat aktif di Twitter. Jakarta bahkan
menjadi ibukota tweet dunia.
Untuk penggunaannya, Twitter lebih banyak digunakan untuk
conversation. Penyebaran informasi melalui Twitter juga lebih cepat dan mudah
berkat fitur retweet. Begitu pula untuk pencarian informasi, lebih mudah di
Twitter dengan menggunakan #hashtag tertentu. Sementara untuk Facebook lebih
banyak digunakan untuk posting gambar dan video. Posting gambar melalui
121
Facebook lebih teratur dengan penyusunan dalam album. Untuk posting video
juga lebih mudah karena bukan sekadar link, tapi bisa langsung di-play di wall
Facebook tersebut.
Jika dihubungkan dengan people, objectives, dan strategy; baik Twitter
maupun Facebook dapat menjangkau people untuk mencapai objectives melalui
strategy yang telah dirumuskan oleh Ninotchka Cafe. Target market Ninotchka
Cafe ada di Twitter dan Facebook. Mengapa Facebook juga termasuk? Karena
kaum muda ada dalam tahap transisi antara Facebook dan Twitter. Sebagian besar
pengguna Twitter masih memiliki akun Facebook meskipun sudah tidak terlalu
aktif lagi. Tetapi ada juga kelompok yang masih nyaman menggunakan Facebook
dan belum beralih ke Twitter.
Twitter dan Facebook bersifat update dan interaktif, sesuai strategi yang
telah ditetapkan oleh Ninotchka. Akun Twitternya lebih aktif karena memang
Twitter lebih mudah untuk update dan membangun conversation. Ninotchka
mengandalkan Twitter untuk memberitahukan jam berapa mereka buka, ada menu
apa saja, dan ada promosi apa saja. Twitter juga digunakan untuk upload foto,
diintegrasikan dengan aplikasi Instagram yang sekarang sedang populer di
kalangan anak muda. Twitter juga memfasilitasi conversation antara Ninotchka
dengan pelanggannya. Komunikasinya bersifat horizontal. Para pelanggan dapat
bertanya, memberikan compliment, ataupun menyampaikan kritik dan saran
melalui akun Twitter tersebut. Tingkat viralitas Twitter juga tinggi. Pesan sangat
cepat menyebar. Praktis, tinggal mention, retweet, dan reply.
122
Di Twitter, lebih mudah untuk membicarakan satu topik dan melakukan
pencarian informasi dengan menggunakan #hashtag tertentu. Sebuah #hashtag
dapat menjadi trending topic, topik yang tengah hangat dibicarakan sejumlah
besar pengguna Twitter. Ninotchka pernah mempromosikan event dengan hashtag
#AUTUMNWIPEOUT, #SPRINGWIPEOUT, dan #SUMMERWIPEOUT. Yang
paling berhasil meraih perhatian adalah #SUMMERWIPEOUT. Para followers
ramai membicarakan acaranya, didukung juga dengan buzz dari public figure yang
hadir seperti Gigi ChiBi dan Bena Kribo.
Ada dua aplikasi social media terintegrasi dengan Twitter yang digunakan
oleh Ninotchka Cafe, yaitu Instagram dan Foursquare. Instagram merupakan
aplikasi untuk mengambil dan meng-upload foto. Sementara Foursquare adalah
aplikasi untuk menunjukkan lokasi. Kedua aplikasi tersebut dapat mendukung
promosi bagi Ninotchka Cafe. Instagram digunakan untuk meng-upload foto-foto
menu, sementara Foursquare digunakan untuk mempromosikan lokasi Ninotchka.
Para pengunjung juga memanfaatkan Instagram dan Foursquare untuk “eksis”,
sekaligus mendukung promosi Ninotchka.
Untuk Facebook, dibuat dengan tujuan untuk menampilkan profil
Ninotchka secara lengkap. Di Facebook terdapat kolom penjelasan: deskripsi
kafe, lokasi, menu yang ditawarkan, operation hours, dan kontak. Di Facebook
Ninotchka bahkan tersedia gambar peta lokasi untuk memudahkan pengunjung.
Di Twitter, kolom untuk informasi tersebut terbatas. Oleh karena itu, Sonia
menghadirkan Ninotchka di Facebook – dengan bentuk fanpage. Ini cukup
123
menjelaskan bahwa Facebook Ninotchka Cafe hanya sekadar untuk profil saja,
bukan ditujukan untuk berdialog dan berinteraksi.
Facebook fanpage tersebut juga bermanfaat untuk posting foto-foto menu.
Di Twitter, posting foto terbatas hanya satu foto per tweet. Jika mau mem-posting
lebih banyak, harus dibuat menjadi link, yang kadang orang juga malas untuk
membukanya. Posting-nya juga seringkali tidak beraturan sehingga kadang
menyulitkan jika para pengunjung ingin mencari tahu menu-menu Ninotchka
secara lengkap. Di Facebook, foto-foto menu dikumpulkan dalam satu album
sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk melihat-lihat.
Jika dilihat dari kesiapan dan kemampuan organisasi, Sonia sendiri
mengaku bahwa dirinya memang lebih aktif di Twitter. Followers-nya di Twitter
ada 30 ribu, potensial untuk melakukan promosi. Oleh karena itu, lebih mudah
baginya meng-handle penggunaan Twitter. Begitu pula dengan Roy. Facebook
hanya diurus di awal-awal. Ketika profil sudah dibuat dan foto sudah di-upload,
laman Facebook tersebut dibiarkan terbengkalai.
Ninotchka juga hadir di blog. Sonia menghadirkan Ninotchka di blog
karena melihat bahwa para pengunjung kafenya juga merupakan followers blog-
nya. Itu artinya para pelanggan Ninotchka juga ada di blog. Blog sendiri dapat
digunakan untuk menyajikan profil, detail menu, dan lokasi Ninotchka. Keunikan
blog adalah bahwa tampilan blog dapat dikustomisasi sesuai dengan identitas
organisasi. Sonia mendesain blog Ninotchka dengan tema vintage. Tampilan blog
juga lebih menarik dengan gambar dan tulisan yang bergerak (flash).
124
Blog juga memungkinkan komunikasi dua arah. Para pengunjung blog
dapat meninggalkan comment dan pemilik blog dapat menjawabnya. Akan tetapi,
penggunaan blog oleh Ninotchka Cafe ditujukan untuk menjadi semacam official
website. Membuat website sendiri memang rumit. Jika menggunakan blog, lebih
mudah karena sudah ada template yang tersedia. Blogger hanya tinggal mengatur
layout dan desain sesuai selera. Selain itu, jika membuat website resmi, ada biaya
hosting lagi yang harus dikeluarkan.
Sejauh ini, blog Ninotchka hanya menyediakan info basic mengenai
Ninotchka. Di blog-nya tidak ada artikel mengenai Ninotchka, program promosi,
atau event yang pernah berlangsung. Artikel tersebut biasanya ditulis oleh Sonia
dalam blog pribadinya. Di blog Ninotchka juga tidak ada ruang untuk berinteraksi
dengan pengunjung blog. Ninotchka hanya memberikan link ke Twitternya supaya
pengunjung blog bisa ikut terlibat percakapan disana.
Menurut Stefanie Kurniadi, pilihan social media Ninotchka Cafe (Twitter
plus Instagram dan Foursquare, Facebook, dan blog) sudah tepat, sesuai dengan
karakteristik target market-nya. Dan berdasarkan pendekatan POST, Twitter
memang sangat sesuai sebagai pilihan media Ninotchka Cafe. Target market
Ninotchka ada di Twitter. Strategi update dan interaktif yang ditetapkan oleh
Ninotchka dapat difasilitasi oleh Twitter. Berbagai aplikasi pendukung seperti
Instagram dan Foursquare juga terintegrasi dengan Twitter. Dari pihak Ninotchka
sendiri juga memiliki kemampuan dan kesiapan untuk meng-handle social media
ini. Semua yang dibutuhkan oleh Ninotchka tersedia di media ini. Oleh karena itu,
tidak heran Twitter menjadi social media andalan Ninotchka.
125
Penggunaan Twitter juga dapat memfasilitasi buzz, obrolan murni
ditingkat pelanggan yang menular; tentang orang, barang, atau tempat – obrolan
tentang brand. Twitter memang banyak digunakan untuk conversation, termasuk
di dalamnya conversation tentang produk. Stefanie menjelaskan bahwa Twitter
memiliki viralitas yang tinggi. Semakin banyak orang yang membicarakan tentang
suatu produk, daya tarik produk akan semakin tinggi. Orang lain akan tergerak
untuk terlibat dalam percakapan, ingin mencoba, dan membeli produk tersebut.
Inilah kunci sukses Ninotchka di social media: menjadi bahan pembicaraan orang-
orang di timeline Twitter; yang akan dibahas pada subbab selanjutnya.
Peneliti memberikan sedikit catatan mengenai penggunaan social media-
nya yang lain, yaitu Facebook dan blog. Menurut Peneliti, penggunaannya masih
dapat dimaksimalkan lagi. Facebook Ninotchka seharusnya tetap di-update
dengan informasi terbaru. Untuk di bagian profilnya saja, masih menggunakan
alamat yang lama. Hal tersebut bisa membingungkan. Ninotchka harus menyadari
bahwa customer-nya juga masih ada di Facebook. Masih ada orang-orang yang
like dan membuka profilnya. Jadi penting untuk tetap di-update.
Ninotchka juga dapat memaksimalkan penggunaan blog-nya dengan
menyediakan ruang untuk posting artikel yang terkait dengan Ninotchka.
Misalnya menulis event yang telah diselenggarakan di Ninotchka atau kisah
pembuatan menu-menu baru dari dapur Ninotchka. Artikel tersebut kemudian
dapat di-link ke Twitter dan dapat menjadi bahan perbincangan dengan para
followers. Topik cerita di blog dapat membangun buzzword bagi Ninotchka.
126
4.5. Pembentukan Buzzword
Ninotchka Cafe berhasil dikenal berkat buzz di social media Twitter. Buzz
merupakan obrolan di tingkat pelanggan mengenai brand. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, buzz tidak muncul begitu saja. Organisasi harus mampu
membangun buzzword, suatu ide yang menjadi bahan perbincangan.
Organisasi tentu menghendaki buzz positif terhadap produknya. Oleh
karena itu, mereka harus memberikan ide: hal positif apa yang patut
diperbincangkan orang mengenai organisasi dan produknya. Ide untuk
membangun buzzword positif tersebut dapat berangkat dari identitas ataupun
keunggulan kompetitif organisasi. Untuk Ninotchka misalnya, dapat
menggunakan keunggulan kompetitifnya: kafe yang menyediakan makanan
homemade yang lezat, tempat yang nyaman, dan harga yang terjangkau. Itulah
buzzword Ninotchka.
Konsep buzzword adalah BtoCtoC. Pemasar (dalam hal ini Ninotchka
Cafe) memberikan ide mengenai apa yang layak diperbincangkan dari organisasi
dan produknya kepada customer. Buzzword tersebut dapat disebarkan oleh
organisasi itu sendiri dengan dibantu oleh para buzzer. Buzzer disini adalah para
figur berpengaruh, misalnya selebritis. Akan tetapi di era social media, ada
banyak figur yang dapat menjadi buzzer: para blogger sampai customer yang
menjadi evangelist.
Sonia Eryka menjadi buzzer pertama Ninotchka. Sonia bukan saja owner
dari Ninotchka Cafe, tetapi ia juga seorang public figure. Sonia adalah seorang
127
fashion blogger yang cukup dikenal. Ia juga seorang penyanyi dan pernah
membintangi beberapa sinetron. Sonia memiliki lebih dari 30 ribu followers di
Twitter, jumlah yang cukup besar dan potensial untuk menyebar buzzword. Roy
juga turut menyebar buzzword melalui akun Twitternya meskipun followers
Twitter Roy berada jauh dibawah Sonia, hanya sekitar 2000 followers.
Sonia dan Roy kemudian mengajak teman-teman mereka untuk datang dan
menikmati makanan di Ninotchka. Sonia mengundang teman-teman blogger-nya,
seperti Bena Kribo, Anastasia Siantar, Marcella Caroline, dan Clara Devi. Begitu
juga dengan Roy. Ia mengundang teman-temannya dari band CDC (Cemetery
Dance Club) dan sahabatnya Gigi dari girlband CherryBelle. Sebagai bentuk
apresiasi, mereka menulis tweet tentang Ninotchka dan kelezatan makanannya.
Tabel 4.3: Buzzword dari Sonia, Roy, dan Blogger/Public Figure
Buzzword Dari Sonia dan Roy Dari blogger/public figure
Makanan
homemade
yang lezat
“Biarpun abis makan siang,
sampai Ninotchka pasti makan
lagi” – Sonia Eryka
“Menu ngemil hari ini di
Ninotchka: aglio olio dan
nachos” – Sonia Eryka
“Spaghetti dan macaroons di
Ninotchka enak” – Gigi Chibi
“Rainbow cakenya yummy” –
Bena Kribo
“Can’t get enough” –
Anastasia Siantar
“Ninotchka’s choco lava is
heaven” – Marcella Caroline
Suasana yang
nyaman
“Great food, cozy place,
games, and nice music only at
Ninotchka” – Roy Leonard
“Ngopi sambil bekerja di atas
Ninotchka” – Sonia Eryka
“Hujan dan playlist Adhitia
128
Sofyan di Ninotchka. Klop.” –
Sonia Eryka
Tempat yang
asik untuk
hangout
“Ayo @Diamondhurts, kapan-
kapan tea time di Ninotchka” –
Sonia Eryka
“Photoshoot at Ninotchka” –
Sonia Eryka (selain asik untuk
hangout, juga cantik untuk
foto-foto)
“Alice in wonderland tea party
at Ninotchka” – Anastasia
Siantar
Ninotchka:
everyone’s
favorite cafe
“Super busy day at Ninotchka”
– Roy Leonard
“Mau Ninotchka..”- Clara Devi
“Photoshoot at my favorite
cafe” – Marcella Caroline
Sonia dan Roy juga membangun buzzword melalui akun Twitter
Ninotchka. Menurut keduanya, ada strategi khusus ketika berpromosi lewat akun
Ninotchka, yaitu dengan memanfaatkan twitpic. Sonia dan Roy tidak banyak
menulis tweet melalui akun Ninotchka. Mereka lebih banyak posting foto-foto
makanan sehingga menarik para pelanggan dan calon pelanggan untuk
membicarakan dan mencobanya. Hal ini berlaku terutama untuk menu baru dan
menu favorit di Ninotchka Cafe. Selebihnya, Sonia dan Roy banyak me-retweet
buzzword dari pelanggan yang memuji dan merekomendasikan Ninotchka Cafe.
Sonia juga kadang me-retweet tweet tersebut dari akun pribadinya. Beberapa
tweet dari pelanggan juga dijadikan favorites.
Tabel 4.4: Buzzword dari Ninotchka dan Pelanggannya
Buzzword Dari Ninotchka Dari pelanggan
Makanan
homemade
yang lezat
“Lava cake party” (dengan
twitpic foto beberapa porsi
choco lava cake)
“Aduh ini enak banget” -
@clarisariez
“Chocolate lava cake
129
Ninotchka is the best” -
@GiovanniJesslyn
“Our lovely red velvet cake,
sweet, soft, and moist in your
mouth” (dengan twitpic foto
irisan kue red velvet)
“Red velvet cake Ninotchka
super delicious” -
@ElsaMagnolia
“Now baking.. can you guess?”
(dengan twipic foto macaroons
yang sedang dipanggang)
“Macaroons paling lezat dan
murah di Jakarta” - @Rchliey
“Macaroons paling enak cuma
di Ninotchka” –
@YolandaTheresia
“All of our foods, cakes &
cookies are delicately
homemade, baked with love,
without any preservatives”
“Untuk macaroon, rainbow
cake, velvet cake, volcano
belum nemu yang seenak
Ninotchka” - @jeannieoct
“First rate menu. We were
completely full, but actually
wanting more” - @arnoldteja
Suasana yang
nyaman
“The ambience at Ninotchka,
photo by @yennyyoona96”
(dengan twitpic foto suasana
Ninotchka Cafe yang nyaman)
“I love this place. Nice
decoration” - @NovialitaA
“Come and visit Ninotchka.
Makanannya murah meriah
dan playlist lagunya hits
sekali” - @AslaDanastri
“Kafe impian: makanannya
enak dan tempatnya cozy” -
@giovannyprabu
Tempat yang
asik untuk
hangout
“Ada mainan baru.. monyet
(falling monkey games) dan
stacko” (dengan twitpic foto
mainan tersebut)
“Why so serious? LOL”
(dengan twitpic foto temannya
yang tegang bermain uno
stacko) - @shaniamelia
Ninotchka:
worth to try
“Finally on my way to
Ninotchka, pengen nyobain
rainbow cake dan choco lava
yang terkenal seantero timeline
Twitter” - @LimRobby
“Perjuangan yang memuaskan”
- @mrlnatalia
130
Ninotchka:
everyone’s
favorite cafe
“Kafe yang umurnya baru
setahun tapi langsung
menggelegar di kalangan anak
muda Jakarta” - @LiLshe
“Di Jaksel banyak tempat
nongkrong, tapi kalau di barat,
tempat nongkrong favorit ya
Ninotchka” - @JChristiantoo
“My favorite cafe” -
@dhikaa11
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa Ninotchka memang
menjadikan competitive strategy-nya sebagai buzzword, yaitu makanan lezat yang
harganya terjangkau, suasana yang nyaman, dan tempat hangout yang asik. Pada
akhirnya, buzzword tersebut membawa customer pada satu konsep besar:
Ninotchka layak untuk dicoba.
Buzzword Ninotchka dapat dikatakan berhasil. Stefanie menjelaskan
bahwa buzzword yang berhasil adalah buzzword yang mampu mendorong orang
untuk action. Ninotchka tidak hanya menjadi bahan perbincangan di Twitter;
tetapi perbincangan tersebut mampu menggerakkan orang-orang dari berbagai
wilayah di Jakarta, bahkan luar kota dan luar negeri untuk datang dan mencoba
menu-menu di kafe tersebut. Salah satu customer yang mengenal Ninotchka dari
Twitter adalah Irene Fenia. Ia mengenal Ninotchka dari akun Twitter Sonia.
Berbeda dengan pengalaman Irene, beberapa customer lain yang Peneliti
wawancarai menyatakan bahwa mereka mengenal Ninotchka dari rekomendasi
teman mereka; didukung oleh Twitter. Misalnya Meliani Chu, Gabriella Masaki,
dan Michael Hendry yang mengenal Ninotchka dari rekomendasi temannya.
131
Selanjutnya, mereka mencari informasi mengenai Ninotchka di Twitter. Melihat
buzzword para pelanggan yang positif, mereka jadi semakin tertarik untuk datang.
Seperti yang dijelaskan Sernovitz, buzzword tidak hanya terjadi secara online,
tetapi bagaimana buzzword di dunia online tersebut berpengaruh ke percakapan
offline. Ketika para responden ditanya apakah mereka pernah merekomendasikan
Ninotchka Cafe kepada teman-temannya yang lain, semua menjawab pernah, atau
setidaknya pernah membicarakan soal Ninotchka.
Itulah model AISAS, dimana “search” dan “share” memegang peranan
besar dalam pengambilan keputusan seseorang untuk menggunakan produk
tertentu. Misalnya pengalaman Michael Hendry, salah seorang customer yang
Peneliti wawancarai. Ia diberitahu oleh temannya tentang sebuah kafe di Citra 6
yang menjual rainbow cake yang enak. Sharing itu membuat Michael aware
terhadap kafe tersebut dan tertarik (interest) mencobanya. Sebelum mencoba,
Michael melakukan search di Twitter. Melihat foto-foto makanan yang terlihat
lezat dan rekomendasi positif dari para pengunjung, Michael semakin tergerak
untuk mencoba. Ia datang dan menikmati rainbow cake Ninotchka, dan hasilnya
memuaskan. Ia pun segera share melalui Twitter. Ia memamerkan foto
makanannya di Ninotchka, bahkan selanjutnya mengajak temannya untuk makan
rainbow cake di Ninotchka.
Customer di era social media memang lebih vokal dan persuasif. Mereka
tidak segan menyampaikan pendapat, kritik, dan saran mereka mengenai suatu
produk. Ketika sebuah produk berhasil memenuhi standar mereka, mereka juga
tidak segan berbagi informasi. Mereka menjadi evangelist: merekomendasikan
132
produk kepada relasi mereka, bahkan mendorong action dengan mengajak
langsung relasinya untuk mencoba produk tersebut. “Action” bukan hanya soal
membeli, tetapi share – mendorong orang lain untuk membeli juga.
Keaktifan customer di social media juga harus diimbangi oleh organisasi.
Social media merupakan medium komunikasi dua arah. Organisasi tidak hanya
memberikan ide untuk menjadi bahan perbincangan, tetapi juga merespons
terhadap percakapan yang terbentuk. Pihak Ninotchka biasanya me-retweet atau
mengucapkan terima kasih sebagai bentuk apresiasi terhadap tweet yang diberikan
oleh public figure ataupun customer-nya. Mereka juga merespons antusiasme
customer. Misalnya dengan mengajak customer tersebut untuk segera datang ke
Ninotchka (welcoming, menunggu kedatangannya). Terkadang pihak Ninotchka
mengajukan pertanyaan lanjutan yang membuat percakapan terus berjalan.
Selain itu, Ninotchka juga merepons terhadap saran dan kritik yang
diberikan oleh customer. Produk-produk, program, dan pelayanan terus
disesuaikan dengan harapan customer sehingga dapat memuaskan mereka. Tetapi,
organisasi juga harus mewaspadai kemungkinan komentar fiktif yang merugikan.
Beberapa orang mungkin saja iseng ataupun dikirim oleh kompetitor untuk
menjatuhkan organisasi. Disini diperlukan kejelian dan kebijakan dalam
merespons. Seperti yang dilakukan Ninotchka saat menghadapi complain fiktif
dari orang iseng. Pihak Ninotchka tetap tenang dan merespons dengan hormat.
Kemudian Sonia Eryka menyelesaikan hal tersebut dengan mengontak langsung si
pembuat complaint. Peneliti melihat bahwa Sonia dapat menyelesaikannya
dengan baik. Ia menjelaskan bahwa semua kritik ke Ninotchka selalu
133
ditindaklanjuti – satu statement yang justru memberi nilai positif bagi Ninotchka
(Lebih lanjut lihat lampiran Merespons Complain Fiktif).
Sebetulnya organisasi tidak perlu khawatir dengan pihak-pihak yang
berusaha membangun buzzword negatif. Buzzword yang mampu bertahan adalah
buzzword yang terbukti. Para pengunjung kafe dapat membuktikan sendiri apakah
Ninotchka memang berkualitas atau tidak. Dan sejauh ini, Ninotchka mampu
menunjukkan kualitasnya. Buzzword positif dikombinasikan dengan pembuktian
kualitas membuat Ninotchka berhasil menjadi kafe favorit bagi sejumlah orang.
Mereka pun menjadi evangelist.
Kesuksesan buzzword ditentukan oleh karakteristik dan kualitas organisasi
yang dapat diunggulkan, kemampuan organisasi untuk membuat karakteristik dan
kualitas tersebut diperbincangkan, dan kemampuan organisasi untuk
mempertahankan perbincangan tersebut. Ninotchka memiliki kualitas yang dapat
diunggulkan. Ninotchka juga mampu membuat orang banyak membicarakannya,
dengan dukungan public figure dan para customer yang menjadi evangelist.
Ninotchka juga mampu membuktikan kualitasnya, membuat orang-orang tetap
membicarakannya. Ninotchka juga responsif terhadap percakapan tersebut
sehingga buzzword-nya bertahan.
Di dunia online, kesuksesan buzzword Ninotchka terbukti dengan posisi
Ninotchka di search engine. Ninotchka Cafe berada di puncak hasil pencarian
Google dengan keyword “Ninotchka”. Berbagai online review dari pengunjung
juga dengan mudah ditemui dengan keyword tersebut.
134
Gambar 4.2: Hasil Pencarian Google dengan Keyword “Ninotchka”
Sumber: Google, dalam http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psy-
ab&q=ninotchka&oq=nino&gs_l=hp.1.1.0l4.34269.36502.6.37987.4.0.4.0.0.0.0.0..0.0...0.0...
1c.1.Gam5ZNvPEmc&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.&fp=df9dd13ba491c8d8&bpcl=3
5277026&biw=1967&bih=908 diakses pada Senin, 1 Oktober 2012 pukul 12:03.
Maraknya perbincangan mengenai Ninotchka Cafe di dunia maya,
membuatnya diangkat oleh mainstream media. Ninotchka diulas oleh berbagai
majalah remaja, seperti GoGirl!, Kawanku, Gadis, dan Hai. Artikel mengenai
Ninotchka juga masuk ke majalah wanita Femina, majalah kuliner Bakery
Magazine, dan The Jakarta Globe.
Ada satu hal lagi yang mendukung penyebaran buzzword Ninotchka
sehingga begitu kuat di ranah online dan offline, yaitu penggunaan kata baru.
Seperti yang dijelaskan oleh Laermer, kata baru dapat menghasilkan buzzword
yang sukses. Nama atau brand yang unik, one of a kind, dapat menjadi buzzword
bagi organisasi. Sebuah kata yang asing mendorong orang untuk mencari tahu.
Ninotchka adalah contohnya.
135
Peneliti menilai Sonia cukup cerdas dalam memilih nama bagi kafenya.
Nama Ninotchka diambil dari film klasik tahun 1939, yang dalam bahasa Rusia
artinya “gadis kecil”. Kata “Ninotchka” memang kurang familiar. Peluang itulah
yang diambil Sonia. Sebuah nama yang catchy, belum pernah didengar
sebelumnya, membuat penasaran orang-orang yang mendengarnya. Ketika
kemudian mereka mencarinya di search engine ataupun di Twitter, “persaingan”
dengan kata sejenis tidak banyak; hanya antara Ninotchka Cafe atau film
Ninotchka. Saat ini, lebih banyak orang-orang yang mencari informasi soal
Ninotchka Cafe daripada filmnya. Terbukti, Ninotchka Cafe berhasil berada di
puncak pencarian search engine Google.
Sesuai dengan namanya yang diambil dari film klasik, Sonia menetapkan
tema vintage untuk kafenya. Desain interior, peralatan yang digunakan, sampai
pernak-pernik penghias kafe menyatakan tema tersebut. Begitu pula dengan
desain blog Ninotchka. Tema vintage sendiri memang merupakan signature style
Sonia dalam dunia fashion. Konsistensi identitas tersebut juga turut mendukung
buzzword. Ninotchka, sebuah kafe dengan sajian homemade dan kehangatan
suasana vintage yang membuat pengunjung betah berlama-lama disana.
Strategi pembentukan buzzword tersebut juga diterapkan pada promosi
event Autumn Wipe Out. Sonia dan para fashion blogger yang menjadi pengisi
acara Autumn Wipe Out menjadi buzzer, didukung oleh para customer. Promosi
untuk Autumn Wipe Out memang lebih mudah karena ini adalah kali keempat
acara semacam ini diadakan di Ninotchka. Orang-orang sudah banyak mengenal
event ini dan bersemangat untuk menghadirinya lagi.
136
Tabel 4.5: Buzzword #AUTUMNWIPEOUT
Dari Sonia dan para
fashion blogger
Dari pelanggan Dari Ninotchka
“#AUTUMNWIPEOUT
adalah garage sale sehari
yang diadakan di
@Ninotchka_JKT,
menjual barang-barang
baru maupun second dari
para fashion blogger”
– Sonia Eryka
“Excited to go to
#AUTUMNWIPEOUT”
- @shasilanindita
“Our last year’s
#AUTUMNWIPEOUT
was a blast. Are you
ready for another
bloggers garage sale this
month?”
“I’m so ready for
#AUTUMNWIPEOUT”
– Anastasia Siantar
“Wajib datang ke
#AUTUMNWIPEOUT”
- @jessicatriss
“Sampai jumpa di
#AUTUMNWIPEOUT
@Ninotchka_JKT
tanggal 22 Desember”
- Clara Devi
“Me and @gevinsepria
will come to
#AUTUMNWIPEOUT.
Can’t wait to meet our
favorite blogger @Clara
Devi, @SabilaAnata, and
@SoniaEryka”
- @putrikenanga
“Let’s get pampered with
some goods and food at
#AUTUMNWIPEOUT.
Meet you there”
– Sabila Anata
“What is
#AUTUMNWIPEOUT?
Click here to find out”
(diberikan link ke
Google Images keyword
“Ninotchka Wipe Out”)
– Sonia Eryka
Sejak awal bulan Oktober, Sonia sudah mulai membangun buzzword untuk
event ini. Tweet dengan hashtag #AUTUMNWIPEOUT semakin intens setelah
Sonia menetapkan tanggal pasti event tersebut, yaitu pada 22 Desember 2012.
Dari situlah para fashion blogger yang turut ambil bagian dalam event itu turut
137
menyebar buzz. Memasuki bulan Desember, buzzword #AUTUMNWIPEOUT
semakin giat disebarkan. Puncak buzzword terjadi pada hari-H event tersebut. Para
pengunjung Autumn Wipe Out turut menyebar buzzword. Mereka menunjukkan
antusiasme terhadap acara tersebut. Mereka menyatakan bahwa Autumn Wipe
Out seru, banjir pengunjung, dan banyak barang-barang yang bagus (Lebih lanjut
lihat lampiran #AUTUMNWIPEOUT: During-event Buzzword). Bahkan mereka
yang tidak hadir dalam acara tersebut ikut menyebar buzzword. Misalnya Liza
Chan yang terjebak macet tetapi menyatakan bahwa ia ingin sekali datang kesana.
Percakapan mengenai #AUTUMNWIPEOUT tetap berjalan sampai
setelah acara selesai. Sonia dan para fashion blogger mengucapkan terima kasih
pada para pengunjung yang hadir. Para pengunjung juga mengungkapkan rasa
senang mereka (Lebih lanjut lihat lampiran #AUTUMNWIPEOUT: After-event
Buzzword). Buzzword tersebut berhasil menarik perhatian followers Ninotchka di
kota-kota lain. Mereka meminta kepada Sonia untuk dapat membuka cabang
Ninotchka di kota tempat tinggalnya supaya event semacam itu dapat diadakan
disana. Beberapa diantaranya adalah Gianoora dari Bali dan Fitria dari Surabaya.
Berdasarkan situs tweetreach.com, buzzword #AUTUMNWIPEOUT
berhasil menjangkau 57.928 akun, dengan 256.286 tweet yang menyebar di
timeline selama 4 jam pertama event berlangsung (Lebih lanjut lihat lampiran
#AUTUMNWIPEOUT: TweetReach Report).
Sayangnya, #AUTUMNWIPEOUT tidak berhasil menjadi trending topic.
Seperti yang dijelaskan oleh Peneliti sebelumnya, kesuksesan buzzword
138
ditentukan oleh kualitas hal yang menjadi perbincangan, kemampuan organisasi
untuk membuat hal tersebut diperbincangkan, dan bagaimana mempertahankan
perbincangan tersebut. Menurut Peneliti, #AUTUMNWIPEOUT tidak berhasil
menjadi trending topic karena Ninotchka tidak dapat mempertahankan
perbincangan tersebut. Semakin sore, pengunjung semakin berkurang sehingga
sulit bagi Ninotchka untuk membangun percakapan. Ditambah lagi di Twitter
tengah marak perbincangan mengenai Hari Ibu dan banjir Jakarta. Selain itu, tidak
ada sosok public figure yang dapat membantu penyebaran buzzword tersebut.
Meskipun demikian, Autumn Wipe Out tetap berhasil mengangkat nama
Ninotchka. Selama event berlangsung, akun Twitter Ninotchka mendapatkan
peningkatan followers yang cukup signifikan. Menurut situs Socialbakers, terjadi
lonjakan followers pada tanggal 22 menuju 23 Desember 2012.
Gambar 4.3: Pergerakan Jumlah Followers Ninotchka
Sumber: Socialbakers, dalam http://www.socialbakers.com/twitter/ninotchka_jkt diakses pada
Rabu, 26 Oktober 2012 pukul 12:00.
Ninotchka tidak hanya berhasil dengan makanan yang enak, tempat yang
cozy, dan harga yang terjangkau. Lebih dari itu, event yang diselenggarakannya
139
pun berhasil menghasilkan buzzword positif. Kembali, kuncinya adalah pada
event yang menarik dan sesuai bagi target market, kemampuan Ninotchka untuk
membuat event tersebut menjadi bahan perbincangan, dan mempertahankan
percakapan tersebut. Dalam setahun usianya, Ninotchka telah menyelenggarakan
empat event semacam itu. Event tersebut menjadi agenda rutin Ninotchka.
Diharapkan ke depannya dapat semakin baik sehingga dapat mengangkat nama
Ninotchka, bahkan menjadi signature bagi Ninotchka. Seperti yang dikatakan
oleh Sonia, Ninotchka dianggap “kafenya para fashion blogger”.
140
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian terhadap strategi customer relations dengan
menggunakan social media Twitter untuk membangun buzzword yang dilakukan
oleh Ninotchka Cafe pada kuartal III dan IV tahun 2012, Peneliti dapat menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Riset dan perencanaan adalah hal yang penting bagi PR. Setiap kegiatan
komunikasi yang dilakukan hendaknya memiliki tujuan yang bermanfaat
bagi organisasi, termasuk program customer relations. PR menyusun
perencanaan yang matang agar mencapai tujuan yang ditetapkan. Riset
adalah dasar dari segala perencanaan. Organisasi perlu memahami siapa
customer mereka dan karakteristiknya, supaya kegiatan customer
relations-nya tepat sasaran. Ninotchka beruntung, sebab manajemennya
ditangani oleh orang-orang yang memiliki karakteristik yang sesuai
dengan customer mereka. Jadi mereka cukup mengerti siapa dan
bagaimana customer-nya, tanpa memerlukan riset yang berarti.
2. Social media merupakan tools yang penting bagi PR, terutama dalam
membangun customer relations. Customer adalah pengguna social media.
Suka atau tidak, customer akan membicarakan mengenai organisasi dan
141
produknya di social media. Customer merupakan buzzer terkuat. Ia
dianggap kredibel dan dipercaya. Kehadiran PR untuk merepresentasikan
organisasi di social media dapat membantu organisasi untuk mengelola
percakapan tersebut dan mengarahkannya agar berdampak positif bagi
organisasi. Seperti Ninotchka yang berhasil berkat buzzword di social
media. Itulah sebabnya, PR kini masuk dalam ranah online (PR 2.0).
3. Di era social media, PR menjalankan two-way symmetric communication.
Teknologi komunikasi semakin maju. Customer semakin cerdas dan kritis.
Tuntutan terhadap organisasi juga semakin tinggi. Ditambah lagi dengan
persaingan yang makin ketat. Customer punya banyak pilihan dan dapat
berpindah kapan saja. Organisasi membangun dialog dengan customer-nya
agar tercipta hubungan yang saling menguntungkan. Itulah yang membuat
organisasi mampu bertahan. Belajar dari Ninotchka, kunci suksesnya
adalah kesediaan mendengarkan dan merespons pelanggan.
4. Penyusunan strategi customer relations dan pemilihan social media yang
digunakan juga hendaknya melalui perencanaan. Perencanaan program
customer relations dapat dilakukan dengan konsep IDIC (Identification,
Differentiation, Interaction, Customization) dari Peppers dan Rogers.
Untuk pemilihan media, dapat menggunakan konsep POST (People,
Objectives, Strategy, Technology) dari Li dan Bernoff. Meskipun tidak
melakukan proses perencanaan strategis secara formal, penyusunan
strategi customer relations dan pemilihan social media yang dilakukan
oleh Ninotchka Cafe sejalan dengan konsep tersebut.
142
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, Peneliti ingin memberikan beberapa
masukan bagi Ninotchka Cafe agar kelak strategi customer relations dengan
menggunakan social media-nya dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi.
1. Berdasarkan pendekatan POST, Peneliti melihat bahwa pilihan social
media yang digunakan oleh Ninotchka Cafe sesuai untuk menjangkau
target market-nya. Peneliti hanya menyarankan agar penggunaannya dapat
dimaksimalkan. Ninotchka dapat mengintegrasikan berbagai social media
yang digunakan. Selama ini hanya Twitter, Foursquare, dan Instagram
yang saling terintegrasi; padahal blog dan Facebook-nya juga dapat
berintegrasi. Misalnya: Ninotchka mempublikasikan artikel mengenai
event di blog-nya, selanjutnya link ke artikel tersebut di posting melalui
akun Twitter Ninotchka. Begitu pula dengan kegiatan lainnya yang
diadakan di Ninotchka Cafe, seperti photoshoot atau bahkan kreasi resep
baru di dapur Ninotchka. Selama ini, artikel semacam itu di-posting di
blog Sonia Eryka saja. Padahal informasi seperti ini tepat untuk dimuat di
blog Ninotchka. Apalagi jika diintegrasikan dengan Twitter, bisa
membangun topik untuk ngobrol dengan followers. Komunikasi dua arah
juga dapat terjalin melalui blog dengan menyediakan ruang untuk
meninggalkan comment. Dengan demikian, diharapkan blog Ninotchka
akan semakin “hidup”. Begitu pula dengan Facebook. Peneliti
menyarankan agar Facebook Ninotchka tetap dikelola dengan baik.
143
Bagaimanapun, masih ada sejumlah customer yang menggunakan social
media tersebut. Setidaknya profil Facebook harus tetap di-update, sejalan
dengan Twitternya, supaya tidak membingungkan para pengguna
Facebook yang mencari informasi mengenai Ninotchka Cafe.
2. Ninotchka dapat mempertimbangkan untuk memiliki laman website-nya
sendiri (misalnya: www.ninotchkacafe.com). Tujuannya agar Ninotchka
Cafe dapat tampil lebih profesional di dunia online – memiliki situs resmi,
bukan sekadar blog. Selain itu, Ninotchka juga dapat lebih leluasa dalam
menyampaikan informasi tentang usaha.
3. Ninotchka juga dapat menyediakan ruang privat untuk berkomunikasi
dengan customer-nya. Misalnya dengan menyediakan jalur SMS, pin
BlackBerry, atau nomor Whatsapp untuk layanan pelanggan. Tujuannya
adalah ketika ada hal-hal yang perlu didiskusikan secara privat, dapat
menggunakan jalur tersebut. Misalnya, pelanggan yang marah karena
mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan di Ninotchka dapat
diajak berdiskusi melalui Whatsapp; sehingga percakapan lebih fokus dan
tidak menjadi tontonan publik.
4. Peneliti juga menyarankan agar Ninotchka dapat lebih melibatkan
followers dalam perencanaan kegiatan customer relations. Misalnya dalam
perencanaan event. Tidak hanya sekadar menanyakan jadwal mereka,
tetapi menanyakan juga kegiatan apa yang mereka inginkan untuk di-host
oleh Ninotchka Cafe. Dengan kemudahan social media dan karakteristik
followers mereka yang aktif, mencari ide dari followers bukanlah hal sulit.
144
Untuk pembuatan program diskon misalnya, dapat menanyakan menu
favorit followers dan memberikan diskon spesial di hari tertentu untuk
menu-menu tersebut. Dengan demikian, dapat terbentuk engagement
dengan para customer.
5. Social media expert, Stefanie Kurniadi, menyarankan agar Ninotchka
melakukan outsourcing ke digital agency. Atau jika budget-nya terbatas,
bisa dimulai dengan hiring seorang PR 2.0 yang dapat menjalankan
strategi customer relations secara menyeluruh, termasuk pengelolaan
social media. Selain itu, dapat juga dibuatkan planning beragam online
tools lain yang mendukung performa brand dan penjualan. Menurut
Peneliti, pihak Ninotchka perlu mempertimbangkannya. Apalagi jika nanti
sampai membuka cabang di luar kota. Followers akan semakin banyak dan
beragam karakteristiknya. Diperlukan suatu strategi menyeluruh dan
pengelolaan yang profesional untuk meng-handle mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Chan, Syafruddin. 2003. Relationship Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative
Research Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dyché, Jill. 2008. The CRM Handbook. Canada: Addison-Wesley Professional.
Flew, Terry. 2002. New Media: An Introduction. Melbourne: Oxford University
Press.
Grant, August E. dan Jennifer H. Meadows. 2008. Communication Technology
Update and Fundamentals 11th edition. USA: Focal Press.
Greenberg, Paul. 2010. CRM at The Speed of Light 4th edition. USA: McGraw-
Hill.
Griffin, Em. 2009. A First Look at Communication Theory 7th edition. New York:
Mc-Graw Hill International.
Harrison, Shirley. 2000. Public Relations: An Introduction 2nd edition.
Singapore: South-Western Cengage Learning.
Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung:
CV Alfabeta.
Kartajaya, Hermawan. 2007. Boosting Loyalty Marketing Performance. Jakarta:
MarkPlus Inc.
__________. 2009. New Wave Marketing: The World is Still Round, The Market
is Already Flat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kerpen, Dave. 2011. Likeable Social Media. USA: McGraw Hill.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran edisi milenium. Jakarta:
Prenhallindo.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2001. Principles of Marketing Volume 1. New
Jersey: Prentice Hall.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Marketing Management 13th edition.
New Jersey: Pearson.
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh
Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.
Laermer, Richard. 2004. Full Frontal PR: Building Buzz about Your Business,
Your Product, or You. USA: Bloomberg.
Metz, Adam. 2012. The Social Customer. USA: McGraw-Hill.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Morissan. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana.
Newell, Frederick. 2000. Loyalty.com: Customer Relationship Management in the
New Era of Internet Marketing. USA: McGraw-Hill.
Peelen, Ed. 2005. Customer Relationship Management. UK: Prentice Hall.
Peppers, Don dan Martha Rogers. 2004. Managing Customer Relationships: A
Strategic Framework. New Jersey: John Wiley & Sons.
Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rogers, Everett M. 2005. A History of Communication Study: A Biographical
Approach. New York: Free Press.
Ryan, Damian dan Calvin Jones. 2012. Understanding Digital Marketing 2nd
edition. London: Kogan Page.
Septiadi. 2001. Jangan Abaikan Pelanggan, Kunci Sukses Pemasaran Relasional.
Bandung: PT Mandar Maju.
Sernovitz, Andy. 2012. Word of Mouth Marketing: How Smart Companies Get
People Talking. Austin: Greenleaf Book Group Press.
Shimp, Terrence A. 2003. Advertising, Promotion, and Supplemental Aspects of
Integrated Marketing Communications 6th edition. Ohio: South Western
Publishing.
Smith, Mari. 2011. The New Relationship Marketing. USA: John Wiley & Sons.
Sugiyama, Kotaro dan Tim Andree. 2011. The Dentsu Way. USA: McGraw-Hill.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory:
Analysis and Application. Singapore: McGraw-Hill.
Yin, Robert K. 2008. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta : Rajawali Pers.
Zikmund, William G. 2003. Customer Relationship Management: Integrating
Marketing Strategy and Information Technology. New Jersey: John Wiley
& Sons.
Jurnal
Andreani, Fransisca. 2007. “Customer Relationship Management (CRM) dan
Aplikasinya dalam Industri Manufaktur dan Jasa”. Dalam Jurnal
Manajemen Pemasaran, Vol. 2/No. 2, hlm. 60, Universitas Kristen Petra
Surabaya.
Costanzo, Chris. 2009. “Moving Focus of CRM Efforts from Software to
Employees”. Dalam American Banker. Vol. 168/Iss. 116. New York.
Penelitian
Purwanti, Arini Eka. 2010. “Pemanfaatan Facebook sebagai Sarana Promosi
Perpustakaan: Studi Kasus Perpustakaan Forum Indonesia Membaca”.
Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Riyani, Donna. 2010. “Penggunaan Situs Jejaring Sosial Twitter di Kalangan New
Influencers: Suatu Telaah Kritis atas Model Komunikasi Shannon dan
Model Fungsional Ruesch dan Bateson”. Skripsi. Depok: Universitas
Indonesia.
Sumber Online
Abidin, Indira. 2012. “Pengguna Twitter Memberikan Efek Lebih Banyak
daripada Sosial Network Lainnya”. Dalam http://www.fortunepr.com/dibe-
unit/243-pengguna-twitter-memberikan-efek-lebih-banyak-daripada-sosial-
network-lainnya.html diakses pada Jumat, 1 Februari 2013, pukul 14:00.
Antaranews.com. 2012. “Pengguna Internet Indonesia 2012 Capai 63 juta Orang”.
Dalam http://www.antaranews.com/berita/348186/pengguna-internet-
indonesia-2012-capai-63-juta-orang diakses pada Jumat, 1 Februari 2013,
pukul 13:00.
Bisnis UKM. 2012. “Menggunakan Twitter Untuk Menjaring Calon Pelanggan”.
Dalam http://bisnisukm.com/?p=21788 diakses pada Selasa, 20 November
2012, pukul 23:37.
Boyd, Stowe. 2009. “Scoble Asks What Is Social Media?”. Dalam
http://www.stoweboyd.com/post/1339189186/scoble-asks-what-is-social-
media diakses pada Senin, 2 April 2012, pukul 13:50.
Chaffey, Dave. 2010. “Interactive Marketing Communications” dalam
http://www.marketing-online.co.uk/ch8.pdf diakses pada Sabtu, 13 Oktober
2012 pukul 13:51.
Chappell, Brian. 2012. “2012 Social Network Analysis Report – Demographic,
Geographic, and Search Data Revealed”. Dalam
http://www.ignitesocialmedia.com/social-media-stats/2012-social-network-
analysis-report/ diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 14:54.
Communication Theory. 2008. “Lasswell’s Model”. Dalam
http://communicationtheory.org/lasswells-model/ diakses pada Sabtu, 13
Oktober 2012 pukul 12:13.
Destiwanto, Hendri. 2012. “Melihat Indonesia dari Sisi Lain”. Dalam
http://mashendri.com/indonesia-versi-google-sosmed-dan-android.html
diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50.
Eryka, Sonia. 2012a. “Autumn Wipe Out”. Dalam http
http://soniaeryka.blogspot.com/2012/01/autumn-wipe-out.html diakses pada
Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 18:00.
__________. 2012b. “Summer Wipe Out”. Dalam
http://soniaeryka.blogspot.com/2012/06/summer-wipe-out.html diakses pada
Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 18:18.
Femina. 2012. “Sajian Perekat Keluarga”. Dalam
http://www.femina.co.id/shop.dine/makan.di.mana/sajian.perekat.keluarga/
007/003/235 diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 22:00.
Harper, Jelani. 2011. “Social Networking and CRM”. Dalam
http://www.comparebusinessproducts.com/crm/social-networking-and-crm
diakses pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 21:21.
Heriyanto, Trisno. 2012. “Facebooker Indonesia Hijrah ke Twitter?”. Dalam
http://inet.detik.com/facebooker-indonesia-hijrah-ke-twitter_files/ diakses
pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50.
Ipsos North America. 2012. “Visit Social Networks”. Dalam http://www.ipsos-
na.com/download/pr.aspx?id=11498 diakses pada Sabtu, 22 September
2012, pukul 23:12.
Lee, Aaron. 2010. “Twitter: The New Customer Service For Businesses”. Dalam
http://askaaronlee.com/twitter-the-new-customer-service-for-busineses/
diakses pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 21:34.
Manovich, Lev. 2001. “The Language of New Media”. Dalam
http://courses.gossettphd.org/library/manovich_whatisnewmedia.pdf
diakses pada Senin, 2 April 2012, pukul 13:30.
Morgan, Jacob. 2009. “What is Social CRM: An Introduction”. Dalam
http://www.jmorganmarketing.com/what-is-social-crm-an-introduction/
diakses pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 16:35.
Nebel, Jean-Francois dan Robert C. Blattberg. 2009. “Brand Relationship
Management: A New Approach for the Third Millennium” dalam
http://mthink.com/content/brand-relationship-management-new-approach-
for-third-millennium diakses pada Jumat, 28 September 2012, pukul 14:50.
Nielsen Wire. 2011. “Global Advertising: Consumers Trust Real Friends and
Virtual Strangers the Most”. Dalam
http://blog.nielsen.com/nielsenwire/consumer/global-advertising-
consumers-trust-real-friends-and-virtual-strangers-the-most/ diakses pada
Sabtu, 1 Desember 2012, pukul 17:42.
Purwanto, Didik. 2012. “Ponsel Pintar di Indonesia Cuma untuk SMS dan Media
Sosial”. Dalam
http://tekno.kompas.com/read/2012/06/06/18403922/Ponsel.Pintar.di.Indon
esia.Cuma.untuk.SMS.dan.Media.Sosial diakses pada Jumat, 21 September
2012, pukul 13:50.
Salingsilang. 2012. “Marketeers Top 50 UKM di Dunia Online”. Dalam
http://m.salingsilang.com/baca/marketeers-top-50-ukm-di-dunia-online
diakses pada Selasa, 20 November 2012, pukul 22:16.
Santoso, Tanadi. 2009. “Book Review: The Anatomy of Buzz”. Dalam
http://www.tanadisantoso.com/v6/book-reviews-detail/20/the-anatomy-of-
buzz diakses pada Selasa, 20 November 2012, pukul 22:47.
Shankman, Peter. 2011. “The Greatest Customer Service Story Ever Told,
Starring Morton’s Steakhouse”. Dalam http://shankman.com/the-best-
customer-service-story-ever-told-starring-mortons-steakhouse/ diakses pada
Jumat, 1 Februari 2013, pukul 13:30.
Siantar, Anastasia. 2012. “Spring Wipe Out”. Dalam
http://www.brownplatform.com/2012/03/spring-wipe-out-bloggers-garage-
sale.html diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 18:15.
Simalango, Erianto. 2011. “Apa itu Social Media?”. Dalam
http://www.eriantosimalango.com/2011/07/apa-itu-social-media-social-
media-adalah.html diakses pada Senin, 2 April 2012, pukul 13:50.
Socialbakers. 2012. “@NINOTCHKA_JKT (Ninotchka Cafe) Twitter Statistics”.
Dalam http://www.socialbakers.com/twitter/ninotchka_jkt diakses pada
Rabu, 26 Oktober 2012 pukul 12:00.
Solis, Brian. 2008a. “PR 2.0 = The Evolution of PR, Nothing Less, Nothing
More”. Dalam http://www.briansolis.com/2008/03/pr-20-evolution-of-pr-
nothing-less/ diakses pada Selasa, 25 September 2012, pukul 13:20.
___________. 2008b. “PR 2.0: Putting the Public Back in Public Relations”.
Dalam http://www.briansolis.com/2008/04/pr-20-putting-public-back-in-
public/ diakses pada Senin, 24 September 2012, pukul 14:00.
Supriadi, Cecep. 2012. “Tren Penggunaan Internet di Indonesia”. Dalam
http://www.marketing.co.id/2012/06/27/tren-penggunaan-internet-di-
indonesia diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50.
The Jakarta Globe. 2012. “Sonia Eryka, Teen Cafe Owner”. Dalam
http://www.thejakartaglobe.com/myjakarta/my-jakarta-sonia-eryka-teen-
cafe-owner/531999 diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 23:00.
TweetReach. 2012. “TweetReach Report for #autumnwipeout”. Dalam
http://tweetreach.com/reach?q=%23AUTUMNWIPEOUT diakses pada
Sabtu, 22 Desember 2012 pukul 21:19.
Yonathan, Arman. 2011. “Ninotchka Cafe Parlour & Diner”. Dalam
http://armanyonathan.blogspot.com/2011/10/eat-eat-eat-ninotchka-cafe-
parlour.html diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 17:30.
Zawacki, Neil. 2011. “Benefits of Social CRM”. Dalam
http://www.comparebusinessproducts.com/crm/benefits-of-social-crm
diakses pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 21:25.
Situs Ninotchka Cafe
Twitter : @NINOTCHKA_JKT
Foursquare : Ninotchka Coffee Parlour & Diner
Instagram : ninotchka_jkt
Blog : ninotchkacafe.blogspot.com
Facebook : Ninotchka Coffee Parlour & Diner
LAMPIRAN A KELENGKAPAN SKRIPSI, PEDOMAN,
DAN TRANSKRIP
Lampiran A | 5
Pedoman Wawancara (Interview Guide)
Wawancara 1: Sejarah Ninotchka
1. Bagaimana awalnya kalian memulai bisnis ini?
2. Bagaimana kalian menjalankan Ninotchka?
Apakah ada kerjasama dengan pihak lain?
3. Waktu pertama kali buka, bagaimana promosinya?
Hanya melalui social media, atau ada iklan/brosur juga?
4. Apakah ada promo spesial dalam rangka opening?
Misalnya bagi-bagi sample rainbow cake, diskon khusus, atau event
lainnya?
5. Untuk penggunaan social media-nya sendiri: setelah kafe buka baru
dipromosikan melalui social media, atau memang sudah membangun buzz
sebelum kafe itu dibuka?
Bagaimana dengan pengelolaan social media-nya?
6. Bagaimana respons customer di social media? Seberapa antusias mereka
di dunia maya (terhadap opening kafe ataupun terhadap produk kalian)?
7. Kemudian apakah antusiasme di dunia maya itu terbukti secara real?
(Maksudnya disini, bisa saja respons di Twitter ramai dan positif, tetapi
ternyata kafenya sepi. Yang kalian hadapi bagaimana?)
8. Mengapa akhirnya pindah ke lokasi baru? Kapan?
9. Cara mempromosikan tempat baru?
10. Bagaimana perbandingan tempat lama dan tempat baru?
Dari segi jumlah karyawan, rata-rata pengunjung, dan penjualannya?
Kalau sekarang omzet per bulannya kira-kira berapa? (hitungan kasar saja)
11. Rencana pengembangan ke depan?
Lampiran A | 6
Wawancara 2: Penggunaan Social Media
Pertanyaan untuk Sonia Eryka, owner Ninotchka Cafe
1. Apa yang membedakan Ninotchka dengan kafe lain?
2. Keunggulan dan strategi bersaing?
3. Bagaimana karakteristik pelanggan Ninotchka? (demografi, psikografi,
penggunaan media)
4. Bagaimana cara kalian menyesuaikan diri dengan karakteristik tersebut?
5. Program promosi apa saja yang dilakukan? (diskon, dll)
Mengapa membuat program itu?
6. Bagaimana dengan event? Tujuan penyelenggaraannya?
7. Bagaimana cara kalian mempromosikan Ninotchka, program, dan event?
8. Social media apa saja yang digunakan?
9. Bagaimana strategi penggunaan untuk masing-masing social media?
10. Social media mana yang penggunaannya paling diandalkan? Mengapa?
11. Twitter digunakan untuk apa saja?
12. Aplikasi terkait yang digunakan?
13. Perbedaan Twitter dengan social media lainnya? Keunggulan/manfaatnya
bagi Ninotchka?
14. Bagaimana penyampaian pesan melalui Twitter?
Pesan apa yang kamu sampaikan?
Apakah ada gambar/video/link pendukung?
15. Kunci keberhasilan penggunaan Twitter?
Apa ada hubungannya dengan nama besar kamu? Bantuan relasi?
16. Apakah aktivitas kamu selama ini sebagai public figure (dan buzzer)
berpengaruh ke strategi promosi Ninotchka?
17. Bagaimana cara membangun dialog (conversation)?
18. Bagaimana keterlibatan Ninotchka dengan conversation para pelanggan?
Kapan merespons/retweet, dan pemanfaatannya untuk promosi?
Kriteria khusus: misalnya merespons yang followers-nya banyak
Lampiran A | 7
19. Apakah kamu melakukan monitoring? Atau cukup melihat dari mention
yang masuk? Apa bisa mengenali pelanggan yang “eksis”? Apakah ada
treatment khusus untuk mereka?
20. Manfaat yang dirasakan dengan penggunaan Twitter?
Pertanyaan untuk Roy Leonard, manager Ninotchka Cafe
1. Bagaimana karakteristik pelanggan Ninotchka?
2. Bagaimana cara kalian mempromosikan Ninotchka, program, dan event?
3. Social media apa saja yang digunakan?
4. Social media mana yang penggunaannya paling diandalkan?
5. Social media yang kamu handle yang mana saja?
6. Twitter digunakan untuk apa saja?
7. Aplikasi terkait yang digunakan?
8. Bagaimana penyampaian pesan melalui Twitter?
Pesan apa yang disampaikan?
9. Apakah ada target dan jangka waktu posting?
10. Bagaimana cara membangun dialog (conversation)?
11. Bagaimana keterlibatan Ninotchka dengan conversation para pelanggan?
Kapan merespons/retweet, dan pemanfaatannya untuk promosi?
Kriteria khusus: misalnya merespons yang followers-nya banyak
12. Apa bisa mengenali pelanggan yang “eksis”? Apakah ada treatment
khusus untuk mereka?
13. Bagaimana buzz dari Sonia/relasinya? Terus bagaimana dengan kamu
sendiri, apa ikut nge-buzz?
14. Sejauh ini bagaimana respons pelanggan?
Lampiran A | 8
Wawancara 3: Dampak Penggunaan Twitter
Pertanyaan untuk pelanggan
1. Bagaimana kalian bisa kenal Ninotchka? (Kenal Sonia Eryka atau
kafenya?)
2. Bagaimana dengan isi Twitternya? Apakah informatif dan menarik?
3. Pernah mention Ninotchka? Tentang apa?
Atau pernah me-retweet tweet Ninotchka?
4. Bagaimana respons Ninotchka?
5. Apakah kalian puas dengan respons tersebut?
6. Apakah followers kalian juga merespons? Bagaimana responsnya?
7. Apakah kalian pernah merekomendasikan Ninotchka?
(Atau setidaknya membicarakan tentang kafe ini)
8. Pendapat, saran/kritik untuk Ninotchka dan Twitter-nya?
Lampiran A | 9
Wawancara 4: Penggunaan Social Media oleh Organisasi dan Efektivitasnya
Pertanyaan untuk Stefanie Kurniadi, social media expert
Tentang social media
1. Bagaimana tren penggunaan social media oleh organisasi saat ini?
2. Social media apa yang banyak digunakan?
3. Apakah ada kriteria khusus dalam penggunaan social media tersebut?
(Misalnya jenis organisasi tertentu harus menggunakan jenis social media
tertentu juga)
Jika ada, apa saja yang menjadi kriterianya?
4. Apa saja yang harus dipertimbangkan oleh organisasi dalam keputusan
penggunaan dan pemilihan social media?
5. Biasanya social media digunakan untuk apa?
6. Apa penting melakukan riset dan monitoring di social media?
Bagaimana melakukannya? Adakah tools yang dapat digunakan untuk
memudahkannya?
Tentang Twitter
1. Apa karakteristik khusus Twitter yang membedakannya dengan social
media lain (yang menguntungkan bagi organisasi)?
2. Organisasi seperti apa yang cocok untuk menggunakan Twitter?
3. Bagaimana strategi penggunaan Twitter yang ideal oleh organisasi?
Bagaimana model komunikasinya?
Informasi apa yang disampaikan?
Bagaimana membuat komunikasi menjadi menarik?
Bagaimana membangun kedekatan dengan customer?
4. Apa kriteria penggunaan Twitter yang dianggap berhasil? (Misalnya:
followers-nya banyak, tingkat pertumbuhan followers, followers-nya aktif,
mudah buat trending topic, dsb.)
Lampiran A | 10
Bagaimana cara mengukur keberhasilannya? Adakah contoh organisasi di
Indonesia yang dianggap berhasil di Twitter?
5. Apa kunci keberhasilan penggunaan Twitter oleh organisasi?
Tentang buzzword
1. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan buzzword?
2. Bagaimana cara membuat buzzword?
Siapa sumber buzzword?
Siapa yang dapat membantu penyebaran/distribusinya?
Media apa yang digunakan, online/offline?
Buzzword yang menarik seperti apa?
3. Bagaimana efektivitas buzzword di era social media?
4. Buzzword yang berhasil itu seperti apa?
5. Bagaimana pengukuran keberhasilan buzzword?
Tentang Ninotchka
1. Menurut pendapat Anda, apakah social media yang dipilih Ninotchka
(Twitter, Facebook, blog) sudah tepat?
2. Apakah strategi penggunaan social media-nya sudah tepat?
3. Bagaimana dengan buzzword Ninotchka? Apakah sudah dapat dikatakan
berhasil?
4. Apakah ada saran untuk peningkatan?
Social media yang digunakan perlu ditambah/tidak? Jika perlu,
ditambah dengan social media apa?
Saran untuk membangun customer relations melalui Twitter?
Gaya komunikasinya?
Bagaimana meng-handle social media: Apakah perlu
outsource/tidak, kapan harus outsource, dan kriteria orang yang
tepat untuk meng-handle social media Ninotchka (jika outsource)?
Lampiran A | 11
Transkrip Wawancara
Wawancara 1: Sejarah Ninotchka
Ninotchka Cafe, 22 Oktober 2012, 14:30 WIB
Interviewer: Tiara Permadi (T)
Interviewee: Roy Leonard (R), manager Ninotchka Cafe
T: Gimana sih awalnya memulai bisnis ini?
R: Idenya Sonia sih. Nyokap gue emang suka masak, terus Sonia juga suka. Jadi
dia bilang kalo mau coba buka kafe. Nyokap-bokap setuju, terus ide ini terwujud
deh.
T: Terus lo ikutan juga nih?
R: Iya. Tapi gue sih bantu-bantu aja. Ini semua idenya Sonia kok. Dia yang cari
tempat, perabotan, sampe bikin logo, print menu, dan segala macem detailnya.
Kalo gue si bantuin pengelolaan sehari-hari aja. Orang tua gue cuma pengen
supaya kita belajar bisnis, biar bisa mandiri dan bertanggung jawab.
T: I see. Terus pengelolaan kafe ini gimana?
R: Manajemen keluarga. Waktu awal-awal kita belum punya karyawan. Mama
yang masak, gue jadi pelayan, terus Sonia jadi pelayan sekaligus kasir.
T: Wah bisa tuh dihandle sendiri?
R: Awalnya kan masih coba-coba, jadi belum hire orang dulu. Tapi ga nyangka
sih orang-orang antusias banget sama kafe ini. Langsung rame. Pas pertama kali
buka dan dapet banyak tamu, kita malah kebingungan sendiri.
T: Tapi seru dong..
R: Seru sih, tapi cape juga. Waktu masih perkenalan itu kita buka sampai
midnight. Kita dari pagi, handle semuanya sendiri, terus setelah tutup juga masih
harus beres-beres dulu. Cape. Kalau sekarang jadwalnya lebih pas.
Lampiran A | 12
T: Lagian sekarang udah ada karyawan kan..
R: Iya. Ga sampe sebulan sih kita handle sendiri. Udah tau rame gitu, kita
langsung cari karyawan
T: Oo iya.. Kalo sekarang karyawannya udah berapa?
R: Ada 8 orang. 6 orang pelayan, 1 barista, sama 1 cook. Tapi cook disini buat
bantuin nyokap aja sih di dapur. Sebagian besar masih nyokap yang masak.
T: Emang semuanya masakan rumah sih ya?
R: Iya, hehehe..
T: Kue-kue yang disini kreasi Sonia dong?
R: Dia sama nyokap sih. Biasanya dia cuma ngasih ide doang, mama yang bikin.
Tapi ada juga sih yang Sonia bikin sendiri. Itu si choco lava cake, hehehe..
T: Waktu pertama kali buka, promosinya gimana?
R: Ngandelin Twitter aja sih.
T: Dari account nya Sonia juga?
R: Iya. Justru kafe ini rame juga karena dia. Orang-orang udah pada kenal dia,
terus followernya juga banyak, jadi promosi kafe ini cepet lah.
T: Terus mulai promosi gitu dari sebelum kafe buka atau gimana?
R: Kafenya buka dulu dong..
T: Ooo I see. Jadi abis kafenya buka baru di promosiin lewat account Sonia juga
ya?
R: Iya..
T: Lo sendiri gimana? Promote juga?
R: Dari account gue? Kadang sih..
T: Ada media promosi lain gak? Brosur gitu..
R: Nggak. Kita sih ngandelin social media aja.
T: Socmed yang dipake apa aja?
Lampiran A | 13
R: Twitter sih. Emang kita ada bikin Facebook fanpage sama blog juga, tapi
masih lebih dominan Twitter. Facebook malah udah ga diurus lagi, jarang dibuka.
Terus kalo sekarang lagi pake Instagram gitu.
T: Pengelolaan socmednya gimana?
R: Gue sama Sonia yang handle. Ganti-gantian aja.
T: Oke. Terus ada promo atau event gitu nggak waktu pembukaan kafe?
R: Waktu itu kita bikin promo diskon 20% sih dalam rangka opening. Itu buat
perkenalan aja sih kepada konsumen, semacam ucapan selamat datang untuk
pelanggan. Kalo event gitu ga ada. Waktu pindah ke sini, baru ada event summer
wipeout sekalian kenalin tempat baru ini.
T: Oiya, kenapa pindah sih?
R: Tempat yang lama itu punya temennya Sonia. Kita sewa sama dia. Tapi karena
satu dan lain hal, kita putusin buat sewa tempat lain aja.
T: Oh gue kira gara-gara perlu space yang lebih besar gitu..
R: Itu juga sih. Disini juga orang lebih gampang nyarinya, soalnya kan di pinggir
jalan besar gitu
T: Ini kapasitas tempatnya berapa?
R: (ngitung dulu) hmmm 50 an kali ya..
T: Lumayan juga ya.. Terus lo uda berapa lama pindahnya?
R: Duh gue lupa. Berapa yaa?? Empat bulanan gitu deh..
T: Promosiin tempat baru ini gimana?
R: Event summer wipeout itu sih.. Sonia ngajak temen-temennya yang blogger
juga.
T: Eh gue liat ada Gigi ChiBi sama Bena juga ya waktu itu..
R: Bena juga temennya Sonia. Kalo Gigi itu temen gue. Dia gue ajak buat mampir
T: Ooo oke.. Kalo temen band lo diajak juga ga? hehehe
R: Ajak. Mereka jauh sih di Kelapa Gading.. Tapi pernah kok kesini..
T: Oh iya ada rencana buka cabang di Kelapa Gading juga ya?
Lampiran A | 14
R: Iya. Masih dipersiapin sih. Terus Sonia lagi berencana bikin sistem franchise.
Udah banyak yang nanyain.. Tapi masih bingung mau jual nama sama resep, atau
mau siapin SDM juga..
T: Ooo iya-iya.. Uda dapet tawaran darimana aja?
R: Banyak sih. Surabaya, Medan, Bali juga..
T: Oh pada tau kafe ini ya..
R: Iya. Orang dari luar kota juga pernah dateng. Tapi mungkin pas lagi ada urusan
di Jakarta, jadi sekalian mampir..
T: Darimana aja tuh?
R: Yang gue tau sih Surabaya, Bogor, Bekasi..
T: Wah jauh..
R: Iya. Beban juga sih. Harus kasih servis yang terbaik, kan orang udah jauh-jauh
dateng. Ga bole ngecewain. Kadang kasiannya tuh gara-gara pada ga dapet
tempat, atau menu yang mereka pengen udah sold out.
T: Emang pake social media gitu informasi cepet nyebar ya.. Langsung heboh gitu
R: Iya.
T: Respon orang-orang di social media gimana sih?
R: Sejauh ini positif sih. Pada bilang pengen dateng, terus kalo twitpic menu baru
juga pada RT dan pengen nyoba.
T: Terus kenyataan di kafenya gimana? Rame juga?
R: Iya rame sih, tapi ada jam-jamnya gitu. Biasanya jam 7 ke atas itu baru deh
sibuk, sampe tutup. Tapi ya namanya bisnis, ga selalu rame juga. Kalo pas ada
event kaya summer wipeout waktu itu sih penuh banget. Kita kewalahan.
T: Kira-kira omzet berapa sih?
R: Hmm kalo weekdays sih 2-3 juta per hari. Kalo weekend bisa 5-6 juta.
T: Lumayan gede ya.. Hmm, kayanya segitu dulu deh yang gue tanyain. Makasih
ya buat waktunya :)
R: Sama-sama
Lampiran A | 15
Wawancara 2: Penggunaan Social Media
Informan Primer
Ninotchka Cafe, 24 Oktober 2012, 17:00 WIB
Interviewer: Tiara Permadi (T)
Interviewee: Sonia Eryka (S), owner Ninotchka Cafe
T: Ceritain sedikit dong tentang sejarah Ninotchka..
S: Awalnya dari hobi aja sih. Mama hobi masak dan aku suka bantuin. Kita suka
eksperimen nyobain resep-resep baru gitu. Aku juga suka wisata kuliner. Dari situ
aku punya mimpi untuk punya kafe sendiri. Aku bahkan sampe ngegambar kira-
kira kafe aku desainnya kaya apa. Lulus SMA aku bilang ke mama-papa tentang
ide ini. Mereka ternyata excited, dan bantuin aku wujudin mimpi aku.
T: Apa sih yang membedakan Ninotchka dengan kafe lainnya?
S: Hmm basically sih manajemennya yang dihandle sendiri sama keluarga aku.
Dan karena ini bisnis keluarga, aku sama Roy yang masih belum berpengalaman
gini malah diberi ruang buat belajar berbisnis. Mama-papa percayain kita untuk
jalanin kafe ini. Tapi kita tetep dibantu sama mama-papa kok. Terutama soal
keuangan gitu. Aku selalu konsultasi sama mama supaya pengeluaran kafe tetap
efisien.
T: Kalo keunggulan Ninotchka?
S: Makanannya yang homemade. Makanan disini dibuat sendiri sama mamaku
dan aku. Sekarang kita juga punya asisten di dapur, tapi kita belum bisa
mempercayakan pembuatan makanan sepenuhnya sama dia. Dia cukup bantu-
bantu aja.
T: Target marketnya Ninotchka siapa sih?
S: Remaja sih ya. Apalagi lokasi kita deket sama sekolahan, jadi anak-anak
sekolah gitu udah pasti jadi target market. Terus aku juga ngeliat para ibu muda
yang nungguin anaknya sekolah gitu sebagai target market yang potensial. Selain
Lampiran A | 16
itu sih buat anak muda di kawasan sekitar sini sih. Abisnya deket sini kan jarang
banget ada tempat hangout gitu.
T: Loh jadi targetnya orang-orang sekitar sini aja nih?
S: Iya. Makanya ga nyangka kafe ini bisa terkenal kemana-mana. Bahkan ada gitu
yang dari daerah-daerah yang sama sekali bukan jangkauan kita kaya dari
Surabaya, Balikpapan, Batam, Medan jadi follower dan minta kita buka cabang
disana. Bener-bener ga nyangka.
T: Kalo secara psikografi?
S: Maksudnya?
T: Karakteristik psikologis dari pelanggan kamu. Misalnya kalau anak muda tuh
gampang dipengaruhin, kondisi itu kan menguntungkan tuh buat promosi kafe
kamu.
S: Oh itu aku ga setuju. Aku yakin konsumen sekarang cerdas. Mereka mencari
kualitas. Makanya aku berusaha sebaik mungkin menjalankan kafe ini. Aku mau
bikin kafe yang unik, beda sama kafe lain yang udah ada. Makanya aku pilih tema
vintage dan makanan homemade. Kualitas itu yang akhirnya memengaruhi orang-
orang untuk datang dan menjadi pelanggan kafe ini.
T: I see. Terus menurut kamu, standar “kualitas” itu sendiri apa?
S: Hmm.. Ada tiga hal: tempat yang cozy, makanan enak, dan harga yang
terjangkau. Tempat hangout haruslah nyaman, membuat kita betah nongkrong
berjam-jam disana. Selain nyaman, penataan tempat juga harus apik. Anak muda
selalu eksis kapan saja dan dimana saja. Kalo tempat hangout nya cantik kan bisa
foto-foto terus dipamerin gitu, terus jadi tempat yang wajib didatangi, bahkan jadi
tempat favorit. Terus namanya kafe ya makanan sama minuman harus enak dong..
Sama harganya juga harus terjangkau. Kalo masih sekolah atau kuliah gitu kan
uang jajan terbatas.. Buat aku kualitas ga harus mahal kok. Makanya disini kita
pakai bahan baku yang kualitasnya bagus, tapi harganya tetap terjangkau.
T: Gimana sih program promosi Ninotchka?
S: Sejauh ini sih aku bikin diskon buat para pelajar berseragam..
T: Kenapa bikin progam kaya gitu?
S: Karena sesuai sih sama pelanggan Ninotchka. Aku liat dari kita buka jam 2
sampe sore gitu banyak anak sekolah. Terus lokasi kafe kan deket sama
sekolahan, jadi kita pengen kafe ini jadi tujuan hangout mereka sepulang sekolah.
Lampiran A | 17
T: Terus aku juga pernah baca soal promo diskon buat pelanggan yang udah jadi
mayor Ninotchka di Foursquare. Nah itu gimana?
S: Oh itu.. Itu seru-seruan aja sih. Apresiasi buat mereka yang rajin dateng terus
ya secara gak langsung kan promoin kita juga dengan check in di Foursquare gitu,
jadi dikasih diskon deh, hehehe
T: Terus kalo event?
S: Cuma garage sale aja sih. Aku sama temen-temen sesama fashion blogger yang
ngadain.
T: Nah itu kenapa tuh ngadain event kaya gitu?
S: Karena aku punya banyak barang, baik yang kita beli, dikasih sama fans,
ataupun dikirimin sama brand-brand gitu. Aku perlu closet cleaning secara
berkala. Temen-temen aku juga gitu. Selama ini suka bingung sih barang-barang
itu mau dikemanain. Nah ada ide untuk garage sale, tapi bingung dimana. Pas aku
punya kafe ya kenapa ga di kafe ini aja.. Aku kan juga punya online shop (Riots
Barbie), jadi sekalian juga jualan disana..hehehe.. Waktu autumn wipeout (garage
sale pertama) ternyata responnya positif. Jadi aku ngadain lagi. Nanti bulan
Desember juga mau ada autumn wipeout 2, tapi masih cari jadwalnya sih.
T: Jadi event itu bukan buat promo kafe gitu?
S: Tujuan utamanya sih bukan, hehehe.. Tapi ternyata hasilnya ya ikut
mengangkat nama kafe ini juga. Pas acaranya diomongin, kafenya juga ikut
dibahas.
T: Terus gimana cara kamu promoin kafe ini, program, dan eventnya?
S: Lewat social media aja
T: Ga ada media lain?
S: Nggak. Pas awal-awal kita bahkan ga pake papan nama. Aku memang cuma
memimpikan kafe kecil gitu, jadi aku ga pake iklan-iklan atau brosur gitu.
T: Terus kenapa pilihannya jatuh ke social media?
S: Karena itu yang aku pake tiap hari. Jadi aku juga ga perlu effort khusus gitu
untuk promosi.
T: Bukan karena kamu punya banyak follower gitu jadi gampang buat promosi?
Lampiran A | 18
S: Nggak. Jujur aku ngerasa follower aku ga seberapa kok. Masih banyak temen-
temen yang followerya bisa sampe ratusan ribu gitu. Dan aku sendiri gak intens
banget buat promote kafe ini dengan account pribadi.
T: Tapi kamu yakin konsumen kamu ada di social media?
S: Aku ga bisa lepas dari social media, terutama Twitter. Aku ga tau sama orang
lain, tapi kalo ngeliat kecenderungannya aku rasa sama ya. Anak muda gitu pasti
familiar sama socmed, udah makanan sehari-hari. Frekuensinya mungkin beda,
ada yang aktif ada yang kurang. Tapi mereka pasti pake lah social media gitu.
T: Social media apa aja yang dipakai?
S: Twitter, terus ada akun Facebook sama blog juga.
T: Penggunaan masing-masing gimana?
S: Kalo Twitter tuh paling update deh, buat kasih tau info kita buka dan tutup jam
berapa, ada menu apa aja, terus kalo ada menu baru gitu bisa ditwitpic. Kalo
Facebook sih jarang dipake. Cuma untuk info basic aja. Asal ada profilnya
Ninotchka aja sih, kalo di search, ada. Tapi juga bisa untuk attract orang-orang
yang aktifnya di Facebook dan belum punya Twitter. Kalo blog dijadiin mini
website gitulah. Ada profil, menu apa aja.. Terus dengan blog aku harap bisa
memperkenalkan Ninotchka ke orang-orang yang dari luar negeri juga.
T: Social media yang paling diandalkan yang mana?
S: Twitter..
T: Kenapa?
S: Lebih update terus juga lebih mudah untuk “tek-tok” (conversation)
T: Ada aplikasi lain nggak sih yang digunakan?
S: Instagram. Sama Foursquare kali ya. Itupun rasanya sepaket sama Twitter.
T: Kalau menurut kamu, apa yang membedakan Twitter sama social media lain?
Karakteristik khasnya gitu deh..
S: Personal, rasanya tuh kaya bisa ngobrol gitu. Dan buat aku, Twitter adalah
bentuk social media yang ideal. Kita bisa memfilter informasi yang bakal kita
terima dengan memilah following kita. Terus kalau mau menyebar informasi,
pake fitur retweet jadi sumber informasinya juga ketauan.
T: Keunggulan Twitter yang bermanfaat bagi Ninotchka?
Lampiran A | 19
S: Penyebaran informasi yang cepat dan meluas. Itu bener-bener berasa banget.
Orang-orang dari berbagai penjuru Jakarta bisa kenal kafe ini dan dateng kesini,
itu berkat Twitter. Bahkan waktu autumn wipeout, ada yang dateng dari
Singapura. Itu bener-bener diluar dugaan. Update banget. Kita baru post foto
menu baru, ada yang langsung dateng untuk nyoba. Terus bisa ngobrol sama
followers juga. Bisa deket sama mereka. Mereka juga banyak kasih masukan buat
kita.
T: Gimana sih pesan yang disampaikan melalui Twitter?
S: Ga ada guide khusus sih. Bebas-bebas aja. Pokoknya harus friendly pada
customer. Tapi kebanyakan kita ngetweet gambar sih. Ngetweet kata-kata gitu
jarang, biasanya info-info sama jawab pertanyaan doang. Paling aku suka nanya
kaya gini “Halo tweeps, uda pada makan siang belum?”, terus ada yang jawab
belum.. Terus aku bales lagi “Ayo dateng, hari ini ada menu apa, apa, sama apa”
kaya gitu
T: Apa sih kunci keberhasilan penggunaan Twitter?
S: Bangun dialog sih. Update dan interaktif. Kita berusaha untuk mengikuti
maunya followers. Kaya misalnya mau bikin event gitu, kita nanya followers
maunya tanggal berapa. Atau kalo mau ngeluarin menu baru, kita tanya dulu,
“Tweeps kira-kira menu apa ya yang seru buat jadi menu baru?” atau kita kasih
pilihan gitu.
T: Keberhasilan ini ada hubungannya nggak sama nama besar kamu?
S: Aku ga bisa bilang nggak. Ada yang kenal kafe ini karena aku. Tapi juga
banyak kok yang gak kenal sama Sonia-nya, tapi sama kafenya. Kaya dikasih tau
sama temennya kalau choco lava cake disini enak, terus dia nyoba. Banyak malah
yang ketemu aku di kafe, terus baru tau kalo ini punya aku. Ada juga yang ga
kenal sama aku, cuma tau kafenya aja. Jujur aku lebih seneng kalo kafe ini dikenal
karena makanannya yang enak, bukan karena aku. Mama aku juga sering
ngingetin kalau kafe ini seharusnya dikenal karena kualitasnya. Makanya kita
berusaha untuk terus improve produk dan pelayanan kita.
T: Terus kamu masih eksperimen-eksperimen gitu dong buat menu baru..
S: Oiya. Komentatornya orang rumah, hehehe.. Jadi semua menu yang disajikan
disini udah melewati fase uji coba di rumah, dimulai dari pendapat keluarga dulu.
T: I see.. Terus relasi kamu gitu pengaruh ga? Kaya mereka jadi buzzer gitu..
Lampiran A | 20
S: Wah aku sih ga sanggup deh buat bayar buzz-rate mereka hahaha.. Ada
beberapa temen yang tau aku buka kafe terus mampir.. Ada juga yang aku ajak
untuk hangout disini. Kita kaya bikin tea party gitu diatas sambil narsis-narsisan..
hahaha.. Mereka secara sukarela ngetweet kalo lagi disini. Gitu aja sih. Terus kalo
lagi ada event ya biasanya pada ngetweet tentang event itu, terus nyebutin
tempatnya, jadi nama Ninotchka kebawa juga. Bahkan Ninotchka sampai dibilang
kafenya para fashion blogger, hahaha..
T: Aktivitas kamu selama ini, kaya kamu jadi buzzer gitu berpengaruh nggak sih
ke strategi promosi Ninotchka?
S: Dari pengalaman aku sebagai buzzer, aku belajar kalo kualitas itu yang paling
penting. Sekuat apapun buzzernya, mau followers nya ratusan ribu, kalo
produknya memang kurang bagus, buzzer juga ga bisa berbuat banyak. Buzzer
juga ga hanya public figure kok. Konsumen juga bisa jadi buzzer. Mereka kasih
rekomendasi tentang produk gitu. Dan konsumen lebih jujur karena ga ada motif
apa-apa.
T: Tapi kamu tetep nge-buzz buat kafe ini dong?
S: Iya..promosiin kafe sendiri kan wajar dong hehehehe
T: Gimana tuh cara ngebuzznya?
S: Kalo waktu awal-awal aku ngetweet persiapan kafe ini sih. Pas lagi ngecat
bangku-bangku kayu buat kafe ini, aku cerita ke followers. Terus juga aku nulis di
blog tentang opening kafe ini. Terus apa lagi ya? Ya kebanyakan cerita tentang
kegiatan aku sih, tapi yang berhubungan sama kafe ini. Misalnya kemaren hari
minggu aku bikin photoshoot produk disini, aku ngetweet juga kalo aku lagi
ngerjain photoshoot sama sahabat aku olin disini.. Gitu aja sih.. Sama kadang
ngeretweet tweetnya Ninotchka atau komen dari pengunjungnya Ninotchka..
T: Oiya tadi kamu bilang kunci keberhasilan penggunaan Twitter kan membangun
dialog. Itu gimana sih cara kamu membangun dialog itu?
S: Paling cepet sih kalo twitpic gambar gitu. Banyak yang respon, kasih komen,
retweet.. Terus kalo kita kasih pertanyaan juga pada jawab.. Pinter-pinternya
membuat topik aja sih.
T: Terus gimana tuh keterlibatan Ninotchka dengan conversation pelanggan?
S: Kita berusaha untuk merespon mention-mention yang masuk ke account
Ninotchka. Kalo ada yang update lagi di Ninotchka juga kita RT bilang makasih.
Kalo pertanyaan kita jawab. Kadang kita reply biar ga spamming di timeline
Lampiran A | 21
followers, tapi kalo banyak yang nanya pertanyaan yang sama, kita RT supaya
semuanya tau..
T: Ada kriteria khusus gak sih waktu merespon gitu?
S: Maksudnya?
T: Respon yang follower nya banyak gitu..
S: Oh nggak. Kita sih berusaha untuk bersahabat sama semua followers. Jadi kalo
ada yang ajak ngomong, dalam arti mention gitu ya kita sebisa mungkin bales.
Kalau ada yang kritik juga kita bales. Itu jadi mekanisme kontrol buat kita juga.
Kita bisa mengembangkan produk dari kritik customer juga. Twitter tuh customer
servicenya Ninotchka deh, hehehe..
T: Terus kalo ngeretweet gitu? Yang bagus-bagus aja atau gimana?
S: Yang unik! Banyak follower yang kasih komen lucu yang aku sendiri sampe
ngakak sendiri bacanya.. Aku suka retweet komen-komen “ga biasa” itu. Waktu
itu ada yang nulis “Rainbow cake Ninotchka enaknya ga manusiawi” itu bikin
ketawa dan sampe aku retweet pake account aku juga, hehehe.. Tapi yang kritik
juga di retweet kok. Untuk warning buat pelanggan lain, misalnya keluhan tempat
yang penuh, AC mati, menu habis..
T: Ooo I see.. Kamu ngelakuin monitoring nggak?
S: Lakuin. Kita search di Twitter siapa yang ngomongin Ninotchka.. Bahkan
karena namanya susah, kita juga search yang typo-typo. Misalnya ninotcka, ga
ada huruf H nya.. Mau tau aja sih ada yang ngomongin kafe kita, terus apa yang
orang-orang bicarain tentang kita.
T: Kalo googling?
S: Itu juga. Tapi biasanya itu untuk liat review dari food blogger gitu sih. Tapi
beberapa juga suka mention gitu kasih link ke review yang mereka bikin.
T: Kamu bisa mengenali pelanggan kamu yang eksis ga sih?
S: Beberapa bisa kok. Ada beberapa yang memang eksis banget. Ada nih anak
sekolah yang sehari bisa 3x makan disini. Dari siang, sore, terus malem kesini
lagi. Ada juga yang tiap kali kita twitpic menu baru, ga berapa lama langsung
muncul dan nyobain menu baru kita. Kadang sampe bingung juga.. Ini pelanggan
kok semangat amat sih ke kafe ini, hahaha..
T: Ada treatment khusus nggak tuh buat dia?
Lampiran A | 22
S: Nggak sih.. Cuma karena sering dateng kan kita jadi kenal aja :)
T: Sejauh ini gimana sih dampak Twitter buat bisnis kamu ini?
S: Membantu kita buat terus berkembang dan memperbaiki diri. Kita gampang
terima masukan. Terus juga bisa dapet temen baru, kenal sama followers dan
pelanggan kita.
T: Happy sama hasil yang udah kamu dapetin?
S: Aku orangnya ga cepet puas. Aku memang ga nyangka kafe ini bisa sebesar ini.
Tapi itu juga motivasi buat aku untuk terus berkembang. Ekspektasi orang
terhadap kafe ini tinggi karena kafe ini jadi bahan perbincangan di Twitter. Aku
nggak pengen berhasil sebentar, terus turun gitu aja. Aku mau terus ngembangin
kafe ini. Bahkan buat interior aja aku terus nyicil. Kalau lagi ada uang, aku pasti
pake buat ngedandanin kafe supaya semakin cozy :)
T: Oiya rencana ke depan gimana? Katanya mau buka cabang ya?
S: Masih dipersiapkan sih. Ada rasa takut dalam diri aku kalau harus buka cabang.
Rasanya kafe ini jadi gak istimewa lagi. Kehilangan kesan eksklusivitasnya.
Kadang, petualangan untuk ngedapetin sesuatu yang ga ada di tempat lain
menghasilkan kepuasan tersendiri. Aku tipe orang yang bersedia nyari-nyari
makanan enak sampe kemana-mana. Beberapa pelanggan juga gitu. Ada yang
dateng dari belahan Jakarta mana, jauh-jauh kesini, sampe nyasar muter-muter 3
jam, dan nyampe sini kita udah tutup. Tapi pas dateng lagi dan nyobain, rasa
puasnya tuh ga bisa digambarin.. Terus yang jadi pemikiran juga adalah menu kita
yang semuanya homemade. Kalau buka cabang pun, suplai makanan tetap
dihandle sendiri. Aku dapet tawaran franchise dari daerah kaya Surabaya, Medan,
dan Bali. Kalau mau franchise juga masih bingung sistemnya gimana, apa mau
jual nama dan resep aja atau kita kasih SDM juga.. Mungkin nanti ada training
karyawan gitu.. Kalau ada yang bisa bikin menu sesuai standar kita, untuk buka
cabang mungkin lebih mudah.
T: Terakhir nih, apa sih harapan kamu buat Ninotchka?
S: Ninotchka itu mimpi aku yang terwujud. Dan sebetulnya ini baru sebagian dari
perwujudannya. Aku pengen punya antique shop gitu. Jualan barang-barang
vintage, yang ga ada di tempat lain. Aku pengen kafe ini nanti lantai atasnya jadi
antique shop aku. Jadi orang bisa sekalian liat-liat pas mampir untuk hangout di
kafenya.
T: Wow, semoga cepet terwujud ya..
Lampiran A | 23
Informan Sekunder
Ninotchka Cafe, 24 Oktober 2012, 16:30 WIB
Interviewer: Tiara Permadi (T)
Interviewee: Roy Leonard (R), manager Ninotchka Cafe
T: Target marketnya Ninotchka siapa sih?
R: Remaja sih.
T: Anak sekolah gitu?
R: Ga juga. Emang lokasi kita deket sama SMA kaya Citra Kasih gitu. Tapi bukan
berarti targetnya cuma anak sekolah. Pokoknya remaja sampe dewasa muda gitu
deh.
T: Range umurnya berapa tuh kira-kira?
R: Yaa.. berapa ya.. Antara 15-30 tahun kali ya hahaha
T: Terus ada karakteristik khusus ga sih tentang pelanggan lo gitu?
R: Apaan ya? Paling hobi nongkrong gitu lah. Namanya anak muda suka ngumpul
sama temen-temen. Kalo ngumpul ya rame deh. Sambil makan, ngobrol, foto-
foto, main..
T: Okee.. Terus cara kalian menarik pelanggan gimana?
R: Maksudnya promosi gitu? Kita sih ada program diskon. Buat para pelajar
berseragam, diskon 10%. Itu berlaku on weekdays dari jam 2-5 sore.
T: Program diskonnya itu aja?
R: Ada juga diskon 10% buat mereka yang udah jadi mayor Ninotchka di
Foursquare.
T: Oo sekarang masih ada?
R: Ada kok..
T: Tapi kok gue ga pernah liat disosialisasiin gitu sih sekarang ini?
Lampiran A | 24
R: Iya ya? Wah harus di tweet nih.. hahahaha
T: Nah ayo ditweet dong, hehe.. Jadi promosiin diskonan gitu juga pake Twitter?
R: Iya tetep Twitter. Sama ditulis tuh di papan promosi, hehehe..
T: Jadi bener-bener cuma ngandelin Twitter aja ya?
R: Iya nih..
T: Twitter dipake buat apa aja sih?
R: Ngasih tau info ke pelanggan. Intinya sih Twitter itu jadi sarana Ninotchka
buat contact sama pelanggan. Pelanggan mau nanya, kasih komen, atau mau pesen
menu gitu semua bisa lewat Twitter. Kita juga mau kasih tau info kaya ada event,
promo, atau menu baru juga dari Twitter. Praktis, tinggal twitpic.
T: Ajang promosi juga ya?
R: Iya. Komen-komen yang bagus tinggal di-RT buat promosi hehehe..
T: Ada aplikasi terkait Twitter yang digunakan gak sih?
R: Instagram paling. Sama Foursquare.
T: Social medianya Ninotchka kan dihandle berdua nih, lo sama Sonia. Sonia ada
tetapin rules gitu gak sih, gimana cara lo harus ngelola gitu?
R: Nggak sih. Namanya Twitter ya gue jalanin kaya account gue sendiri aja. Dia
(Sonia) sih ga ngatur-ngatur.
T: Oo gue kira ditargetin gitu harus posting berapa, postingannya gimana..
R: Nggak, natural aja. Kalo follower nanya ya kita jawab. Kalo ada yang minta
follow back, gue follow back.. Gitu aja sih.. Cara jawabnya juga biasa aja, ga ada
aturan gimana gitu
T: Jadi lo mau ngetweet apa dan gimana bebas ya..
R: Iya. Dari kakak gue sih ga ada aturan gitu ya. Tapi yang pasti, tiap hari harus
ngetweet. Kan gue biasanya ngasih tau gitu pas kafe udah buka, terus hari ini ada
menu apa aja.. Gitu..
T: Jadi pesan yang disampaikan via Twitter itu kebanyakan soal menu gitu ya?
R: Iya. Ngetweet soal menu gitu kan bisa menarik pengunjung, sekaligus
mengurangi komplain hahaha..
Lampiran A | 25
T: Kok gitu?
R: Iya. Yang doyan sama menu itu bisa jadi kepengen terus dateng kesini. Terus
yang menu favoritnya kebetulan lagi ga ada kan bisa kesini di lain hari, jadi ga
kecewa.
T: Oo iya iya.. Nah kalo namanya social media kan berarti ada interaksi dong
sama follower gitu. Itu gimana sih kiat lo buat bangun conversation gitu?
R: Paling cepet bikin interaksi tuh kalo ada twitpic-nya. Kalo posting foto
makanan gitu, pasti pada rame deh. Pada bilang pengen nyoba, pengen makan ke
sini.. Gitu deh.. hahaha
T: Terus kalo followers ngomong gitu, respon balik lo apa?
R: Paling gue bilang, “Ayo sini kak..” ya welcoming mereka aja gitu..
T: Jadi lo juga ikut terlibat sama percakapan followers ya?
R: Iya. Kalo mereka mention ke Ninotchka ya gue sebisa mungkin merespon lah..
T: Jadi lu bacain mention satu-satu gitu..
R: Iya, mention yang masuk ke Ninotchka gue baca kok
T: Ada kaya monitoring gitu gak sih? Misalnya lo nge-search orang-orang
ngomongin soal Ninotchka..
R: Gue cuma liatin mention aja sih. Terus kalo pas event gitu paling ngeliat juga
di hashtag event nya.
T: Okay. Terus ada kriteria khusus gak sih pas lu ngerespon follower gitu?
R: Maksudnya?
T: Misalnya yang followernya banyak baru lu retweet gitu..
R: Ooo.. Gue sih kalo ngeretweet ngeliatnya komen yang bagus-bagus aja,
hahaha..
T: Jadi yang jelek ga direspon nih?
R: Eh kalo ada kritik, komplain gitu ya gue juga harus respon.
T: Gimana tuh lo handle-nya?
R: Paling say sorry..
Lampiran A | 26
T: Emang pernah dikomplain soal apa sih?
R: Ya taste makanan gitu, katanya kok asin sih.. Gitu. Terus juga pernah ada yang
bete gara-gara ga dapet tempat..
T: Ada yang komplain soal tempatnya jauh gitu ga? Kan disini bukan tempat
kafe-kafe gitu lah, agak jauh..
R: Ada juga sih. Tapi banyak kok yang bersedia jalan jauh buat nyobain satu
tempat makan yang oke. So far menurut gue itu ga jadi issue sih..
T: I see.. Terus gimana sih cara lo merespon pelanggan Ninotchka?
R: Gue sih ikutin maunya pelanggan aja. Kalo mereka minta follow back, gue
follback. Terus kalo nanya, gue jawab. Tapi ya gue juga baca dulu pertanyaannya.
Yang penting-penting baru direspon. Terus juga kalo mereka dateng ke Ninotchka
terus nulis di Twitter ya gue RT bilang makasih, enjoy. Hargain pelanggan.
T: Pelanggan lo pada eksis ga sih?
R: Macem-macem. Ada mulai dari perjalanan kesini uda mention mau dateng,
terus sampe sini makanan difoto-fotoin semua terus di twitpic. Tapi ada juga yang
diem-diem aja. Dateng ya emang pengen makan atau hangout aja. Ga pake pamer-
pamer hehehe
T: Lo bisa kenalin pelanggan lo yang eksis, sering dateng gitu?
R: Beberapa sih bisa ya.
T: Ada treatment khusus nggak?
R: Nggak sih.. Semua tamu harus dilayani dengan baik. Cuma kalo sering dateng
kan familiar, kadang pada suka nyapa gitu..
T: I see.. Oiya kafe ini ngandelin buzz dari public figure gitu ga sih?
R: Ya dari Sonia sih. Kaya yang udah gue bilang, dia yang berperan besar dalam
mempromosikan kafe ini.
T: Sonia ngebuzz gitu sama temen-temennya ya?
R: Iya. Biasa gue tinggal retweet aja sih.
T: Lo sendiri ikut ngebuzz?
R: Iya. Tapi dampaknya ya ga seberapa. Follower gue ga gitu banyak, hehehe
Lampiran A | 27
T: Sejauh ini respon pelanggan gimana?
R: Gue bisa bilang positif sih. Pelanggan excited sama kafe ini. Pada nulis komen
yang bagus di Twitter gitu. Kalo kita kasih foto menu juga pada banyak yang
respon: pada rekomendasi atau tertarik pengen nyoba gitu. Oiya kita juga banyak
sih direview sama food blogger. Respon mereka juga menurut gue positif kok.
Kritik sih ada, tapi semuanya membangun kok. Buat kita improve juga
T: Iya gue ada baca beberapa reviewnya sih
R: Iya. Kalo mereka review juga biasanya mention ke kita, ngasih tau gitu.
T: Oo jadi lo bisa baca juga ya..
R: Iya, hehe
T: Well, gue rasa uda cukup nih nanya-nanyanya..
R: Oh oke
T: Makasih yaa
R: Sama-sama..
Lampiran A | 28
Wawancara 3: Dampak Penggunaan Twitter
Ninotchka Cafe, 27 Oktober 2012, 15:00 – 18:30 WIB
Interviewer: Tiara Permadi (T)
Interviewee 1: Meliani Chu/@chuu10 (M)
T: Kamu tau Ninotchka darimana?
M: Dari teman.. Dia bilang rainbow cakenya ninot enak..
T: Ooo..terus gimana ceritanya kamu bisa follow Twitternya?
M: Gara-gara temen bilang enak ya terus coba liat Twitternya supaya tau menu-
menunya gitu..
T: Isi Twitternya gimana menurut kamu? Menarik ga?
M: Lumayan sih.. Banyak foto-foto makanan gitu. Itu yang bikin menarik.
T: Kamu pernah mention ke Ninotchka ga?
M: Pernah, seringnya sih twitpic foto makanan
T: Ooo terus gimana respons Ninotchka?
M: Di-RT, terus ada juga yang dibales. Dibilang enjoy gitu, selamat menikmati
T: Puas sama respons itu?
M: Puas kok. Dibalesnya cepet
T: Terus followers kamu ada respons gitu ga?
M: Temen-temen udah pada tau Ninotchka jadi kalo ngetweet pengen ke ninot
gitu ya pada nimbrung bilang mau ikut..
T: Pernah rekomendasiin Ninotchka ke temen-temen?
M: Hmm kayanya udah pada kenal deh sama ninot
T: Oke deh, terus ada saran nggak untuk Ninotchka dan Twitternya?
M: Apa yaa?? Buka cabang dong di daerah PIK
Lampiran A | 29
Interviewee 2: Stevani Limansyah/@sstevanii (S)
T: Kamu tau Ninotchka darimana?
S: Sering lewat dan akhirnya mampir untuk nyobain
T: Ooo kamu follow Twitternya gak?
S: Iya. Waktu dateng kesini liat mereka punya Twitter, terus follow deh
T: Menurut kamu isi Twitternya gimana? Menarik ga?
S: Kurang sih. Kebanyakan bales mentionan orang doang
T: Pernah mention ke Ninotchka ga?
S: Pernah, tapi sekedar check in atau update status aja..
T: Respons Ninotchka gimana tuh?
S: Ga ada respons. Kan Twitter gue di-protect..
T: Okay. Terus kamu pernah rekomendasiin Ninotchka ke temen gak?
S: Ada sih temen yang nanya tentang Ninotchka gara-gara liat gue check in gitu,
ya udah gue kasih tau tentang Ninotchka..
T: Jadi menurut kamu Ninotchka recommended nih?
S: Iya. Makanannya enak dan harganya pas menurut gue. Deket rumah juga..
T: Terakhir nih, ada saran nggak untuk Ninotchka atau Twitternya?
S: Smoking areanya dibagusin, terus Twitternya lebih banyak expose tentang
daily menu sama opening hour. Sama boleh lah bikin discount atau paket apa gitu
Interviewee 3: Irene Fenia/@irenefenia (I)
T: Kamu tau Ninotchka darimana?
I: Dari blognya Sonia Eryka sama Twitternya Ninotchka
T: Oh kamu follow Twitternya?
I: Iya. Gara-gara waktu liat dari timelinenya Sonia jadi ikutan follow
T: Kenapa ikutan follow? Menurut kamu isi Twitternya menarik?
Lampiran A | 30
I: Boleh lah, lumayan informatif. Selalu dikasi tau jam buka sama menu-menu
yang available
T: Terus kamu pernah mention ke Ninotchka ga?
I: Nggak pernah deh..
T: Kalo retweet gitu pernah?
I: Nggak juga sih
T: Hmm.. kalo ngomongin Ninotchka atau ngasih rekomendasi gitu ke temen,
pernah nggak?
I: Pernah sih ngomongin tentang ninot, pas lagi ngobrol gitu aja sih
T: Dan menurut kamu Ninotchka layak ga direkomendasiin?
I: Untuk makanannya sih layak. Lokasinya aja yang agak jauh terus kapasitas
tempatnya juga kecil, jadi kalo mau ngajak temen-temen agak susah.
T: Okay.. ada saran nggak untuk Ninotchka atau Twitternya?
I: Restonya diperbesar sama pelayanannya lebih cepet
Interviewee 4: Jeane Felicia/@jeanefelicia (J)
T: Lo tau Ninotchka darimana?
J: Dari yang punyanya.. Sonia Eryka
T: Ohhh lo temennya apa follower Twitter gitu?
J: Kenal aja sih.. Gue sama dia pernah beberapa kali ketemu di acara fashion
T: Terus lo follow Twitternya Ninotchka ga?
J: Follow. Setelah denger dari Sonia soal kafenya, gue cari-cari info soal kafe ini.
Jadi follow Twitternya.
T: Ooo.. Terus isi Twitternya gimana?
J: Bagus-bagus aja sih, banyak info soal kafenya
T: Pernah mention ke Ninotchka ga?
J: Pernah.. Nanya info pas tanggal merah gitu dia buka apa nggak
Lampiran A | 31
T: Responsnya Ninotchka gimana?
J: Dia bilang buka.. Terus ya akhirnya gue kesana deh
T: Puas ga sama responsnya?
J: Puas. Cepet jawabnya..
T: Lo pernah rekomendasiin Ninotchka ke temen nggak?
J: Pernah..
T: Terakhir nih, ada saran/kritik ga buat Ninotchka?
J: Buka cabang yang banyak sama tambahin porsi makanannya..
Interviewee 5: Gabriella Masaki/@gabriellamasaki (G)
T: Kamu tau Ninotchka darimana?
G: Dari blognya Sonia Eryka, terus direkomendasiin temen juga
T: Terus kamu follow Twitternya?
G: Iya. Waktu itu lagi liat-liat timeline terus ada temen yang mention ke
accountnya. Aku tanya ke temen itu apa, katanya kafe di citra 6, makanannya
enak. Terus aku coba liat tweetnya lumayan menarik, jadi follow.
T: Ooo oke.. Terus Twitternya kamu bilang menarik kenapa?
G: Banyak foto makanan. Fotonya bagus dan bikin pengen nyoba. Dia juga sering
update kalo ada menu baru gitu.
T: Kamu sendiri pernah mention ke Ninotchka ga?
G: Ga pernah tuh..
T: Kalo retweet tweetnya Ninotchka pernah?
G: Kayanya nggak juga ya
T: Pernah ngomongin Ninotchka ga sama temen-temen, atau rekomendasiin gitu?
G: Pernah ngobrolin kok sama temen-temen. Waktu kenal Ninotchka juga kan
dari ngobrol sama temen..
T: Kalo dari kamu sendiri, Ninotchka itu recommended ga?
Lampiran A | 32
G: Recommended kok. Tempatnya deket lagi sama rumah..
T: Punya saran ga buat Ninotchka sama Twitternya?
G: Ga ada.. Fine-fine aja sih semuanya
Interviewee 6: Clarisa Mutriafica/@clarisariez (C)
T: Kamu tau Ninotchka darimana?
C: Dari senior reporter gue karena buat wawancara
T: Ooo.. lo dari media apa?
C: Majalah hai..
T: Oo okay.. Terus lo gimana tuh bisa follow Twitternya?
C: Pas dateng ke Ninotchka terus tau Twitternya, coba liat-liat dan isinya menarik
banget makanya follow
T: Menariknya kenapa tuh?
C: Ngasih tau menu-menunya gitu lewat Twitter. Ada fotonya juga jadi tau kira-
kira makanannya kaya gimana
T: Terus lo pernah mention ke Ninotchka ga?
C: Pernah. Waktu itu gue mention untuk bilang makanannya enak
T: Terus respons dari Ninotchka gimana?
C: Diretweet terus dibilang tengkyu gitu sama Ninotchka dan Sonia Eryka juga..
T: Puas ga sama respons itu?
C: Puas aja sih. Soalnya gue mention juga ga ngarep apa-apa
T: Lo rekomendasiin Ninotchka ke temen-temen nggak?
C: Iya..
T: Punya saran ga buat Ninotchka sama Twitternya?
C: Gue pengennya Ninotchka buka cabang dimana-mana terus buat Twitternya
supaya infonya makin lengkap dengan ngasih tau harga menu
Lampiran A | 33
Interviewee 7: Michael Hendry/@mingcut (M)
T: Lu tau Ninotchka darimana?
M: Dikasitau temen. Katanya ada kafe baru di citra 6, jualannya rainbow cake
enak
T: Ooo.. terus lo follow Twitternya?
M: Iya. Waktu itu cari-cari info soal kafe ini. Terus dapet Twitternya ya di follow
T: Isi Twitternya menarik nggak menurut lo?
M: Menarik. Banyak foto-foto dan rekomendasi orang-orang yang bikin makin
pengen nyoba
T: Lo pernah mention ke Ninotchka?
M: Pernah..
T: Tentang apa tuh?
M: Gue paling check in Foursquare terus pernah ngetweet foto makanan juga
T: Responsnya Ninotchka gimana?
M: Bagus. Langsung di RT, cepet
T: Terus followers lu ngerespon ga sama tweet lu gitu?
M: Gue pernah diretweet sama account yang promosiin tempat makan gitu. Terus
kalo temen-temen gue sih kebanyakan udah tau Ninotchka
T: Pernah rekomendasiin ke temen nggak?
M: Iya. Gue pernah ngajak temen gue buat nyobain rainbow cake disini
T: Punya saran ga buat Ninotchka sama Twitternya?
M: Ga ada..
Lampiran A | 34
Wawancara 4: Penggunaan Social Media oleh Organisasi dan Efektivitasnya
By e-mail, 10 Desember 2012, 14:30 WIB
Interviewer: Tiara Permadi (T)
Interviewee: Stefanie Kurniadi (S), social media expert
Tentang social media
T: Bagaimana tren penggunaan social media oleh organisasi saat ini?
S: Social media memang menjadi tren di dunia pemasaran khususnya di
Indonesia. Sayangnya, banyak owner business atau company yang sebenarnya
belum terlalu mengerti tentang implementasi pemasaran melalui media online.
Banyak yang minta dibuatkan Facebook atau Twitter padahal tidak semua bisnis
butuh social media; tergantung pada target marketnya. Media online itu tidak
hanya social media semata. Ada beragam media online lain yang dapat membuka
peluang bagi bisnis.
T: Social media apa yang banyak digunakan?
S: Di Indonesia Social Media terpopuler masih dipegang oleh Facebook dan
kemudian Twitter
T: Apakah ada kriteria khusus dalam penggunaan social media tersebut (Misalnya
jenis organisasi tertentu harus menggunakan jenis social media tertentu juga)?
Jika ada, apa saja yang menjadi kriterianya?
S: Ada, yang benar adalah sesuai dengan target market. Contoh: produk untuk
anak-anak, sebaiknya tidak menggunakan Twitter karena anak-anak lebih banyak
ada di Facebook dibandingkan di twitter.
Pelaku bisnis/tim brand/komunikasi yang mau menggunakan social media harus
mempelajari dulu insight dari para target marketnya, apa konsumsi social
media/habit penggunaan internet oleh target market mereka masing-masing.
Beda-beda produk, beda-beda target market bisa beda-beda penggunaan social
medianya.
Lampiran A | 35
T: Apa saja yang harus dipertimbangkan oleh organisasi dalam keputusan
penggunaan dan pemilihan social media?
S: a) bahwa target market mereka ada di social media tersebut, b) organisasi siap
untuk komitmen mengelola social media, tidak hanya "ada" lalu tidak memiliki
sumber daya untuk mengelolanya, c) penguasaan terhadap setiap media yang
digunakan, karena beda-beda media nya bisa beda-beda cara menggunakannya, d)
harus tetap sejalan dengan strategi utama perusahaan dan positioning yang ingin
dibangun terhadap brand
T: Biasanya social media digunakan untuk apa?
S: bermacam-macam, antara lain: a) channel penjualan, b) media untuk
membangun brand, c) media berkomunikasi 2 arah dengan konsumen, d) media
untuk menjalin layanan pelanggan (customer service), e) media untuk
membangun opini publik (public relations), dll.
T: Apa penting melakukan riset dan monitoring di social media? Bagaimana
melakukannya? Adakah tools yang dapat digunakan untuk memudahkannya?
S: Sangat penting. Social media sangat bisa digunakan untuk melakukan riset.
Paling sederhana adalah dengan memasukkan kata kunci di kolom search twitter,
conversation tentang brand akan muncul secara real time.
Ada juga tools seperti Klout misalnya. Kita bisa melacak siapa saja target market
yang sering menjalin conversation dengan brand kita atau pesaing, ada berbagai
data tentang pesaing terkait tingkat engagement mereka yang bisa kita bandingkan
dengan performa brand kita masing-masing.
Tentang Twitter
T: Apa karakteristik khusus Twitter yang membedakannya dengan social media
lain (yang menguntungkan bagi organisasi)?
S: Tingkat viralitas yang tinggi (sangat cepat menyebar, real time, easy to access)
T: Organisasi seperti apa yang cocok untuk menggunakan Twitter?
S: Brand/perusahaan yang target market nya ada di Twitter (bisa cari data
pengguna Twitter di Indonesia sebagian besar usia berapa sampai berapa, kota
apa, dll.)
T: Bagaimana strategi penggunaan Twitter yang ideal oleh organisasi? Bagaimana
model komunikasinya? Informasi apa yang disampaikan? Bagaimana membuat
Lampiran A | 36
komunikasi menjadi menarik? Bagaimana membangun kedekatan dengan
customer?
S: a) memiliki positioning yang ingin dibangun dari brand, b) memiliki blue print
kerja media Twitter (rangkaian content apa saja yang akan dikomunikasikan
dalam periode tertentu), c) memiliki pembagian tugas yang jelas terkait
pengelolaan Twitter, d) menjalankan dengan konsisten dan melakukan analisis
kontinyu
Bagaimana model komunikasinya? Twitter adalah media yang sederhana dan 2
arah, sehingga bahasa komunikasi juga harus sederhana (140 karakter, sangat
terbatas, bahasa harus efisien dan mudah dipahami), bahasa yang digunakan
sesuai dengan karakteristik target market, 2 arah yang dimaksud adalah
menciptakan conversation dengan followers, dan menjawab /merespon berbagai
pertanyaan/pujian/complain dari para followers
Informasi apa yang disampaikan? Bisa beragam, diutamakan selain tentang
produk, dan promo harus dikombinasikan dengan berbagai informasi yang
bermanfaat. Contoh: menjual mobil tidak perlu harus melulu tentang produk.
Dapat juga memberikan tips terkait perawatan mobil, cara mengendarai mobil
aman, dll. berbagai konten yang dibutuhkan, menarik dan "shareable" oleh para
target market.
Bagaimana membuat komunikasi menjadi menarik? Posisikan diri sebagai
followers. Pastikan apabila kita sebagai followers kita akan tertarik. Pancing
dengan berbagai interaksi yang mendorong adanya respon dari para followers.
Memahami dengan benar ketertarikan dan minat para followers, ciptakan berbagai
konten yang sesuai dengan minat mereka.
Bagaimana membangun kedekatan dengan customer? Menjalin komunikasi yang
kontinyu. Sering melontarkan pertanyaan atau memicu topk yang menarik respon
para customer. Sapa secara personal atau puji atau ucapkan terima kasih. Greeting
seperti selamat pagi, selamat makan siang, ulang tahun, dll. bisa menjalin
hubungan yang lebih rill, tidak hanya dari brand ke konsumen tapi juga antar
individu (admin dengan followers).
T: Apa kriteria penggunaan Twitter yang dianggap berhasil (Misalnya: followers-
nya banyak, tingkat pertumbuhan followers, followers-nya aktif, mudah buat
trending topic, dsb.)?
S: Setiap aktivitas social media sebaiknya diawali dengan tujuannya. Pengukuran
keberhasilan berdasarkan tujuan itu sendiri. Contoh: a) membangun brand
(meningkatkan awareness), tentu jumlah followers menjadi penting, b)
Lampiran A | 37
meningkatkan loyalitas konsumen, tingkat engagement lebih penting dari jumlah
followers, c) beda lagi memiliki tujuan meningkatkan traffic web, berarti
pengukurannya bukan di Twitter nya tapi bagaimana Twitter dapat menyumbang
traffic ke website/online store.
T: Bagaimana cara mengukur keberhasilannya? Adakah contoh organisasi di
Indonesia yang dianggap berhasil di Twitter?
S: Tiap-tiap ukuran beda-beda toolsnya. Untuk number of followers bisa dilihat
langsung. Untuk engagement bisa menggunakan klout (klout.com). Tingkat
awareness bisa menggunakan tweetreach (tweetreach.com). Dan mengukur traffic
web bisa dengan google analytics, dst.
Contoh yang berhasil: salah satu klien kami SehatCaraHerbal.com (Deltomed
Laboratories) memiliki tujuan memberi edukasi sebanyak mungkin tentang obat-
obatan herbal, maka jumlah followers penting. Di akun Twitter mereka
mengalami pertumbuhan dari 0 hingga 13.166 (target bulan Oktober lalu adalah
10.000 followers).
T: Apa kunci keberhasilan penggunaan Twitter oleh organisasi?
S: a) tujuan yang jelas, b) perencanaan yang detil, c) pembagian tugas yang jelas,
d) eksekusi konsisten, e) evaluasi berkala dan perbaikan kontinyu.
Tentang buzzword
T: Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan buzzword?
S: Suatu campaign/pesan yang tersebar melalui social media
T: Bagaimana cara membuat buzzword? Siapa sumber buzzword? Siapa yang
dapat membantu penyebaran/distribusinya? Media apa yang digunakan,
online/offline? Buzzword yang menarik seperti apa?
S: Menetapkan konsep /pesan yang ingin disampaikan dan merancang media
penyampaian pesan (mis: buzzer yang dipilih, cara mereka mengkomunikasikan,
dll.)
Siapa sumber buzzword? Mereka yang memiliki "pengaruh" besar ke para
followers mereka, jumlah followers juga penting
Siapa yang dapat membantu penyebaran/distribusinya? Bisa public figure,
selebtwit, akun anonim dengan followers yang banyak (twitter buzzer)
Lampiran A | 38
Media apa yang digunakan, online/offline? Media yang digunakan bisa beragam
bisa online dan offline. Saat ini populer melalui Twitter karena kekuatan viralitas
pesan yang tinggi dan cepat.
Buzzword yang menarik seperti apa? Yang dapat menggerakkan orang untuk ikut
"share".
T: Bagaimana efektivitas buzzword di era social media?
S: Sangat efektif karena dapat menyampaikan pesan dengan cepat.Namun
sebaiknya diimbangi dengan strategi lanjutan mengelola brand yang sudah
terbangun.
T: Buzzword yang berhasil itu seperti apa?
S: Yang bisa menyampaikan pesan dan mendorong orang untuk "do action".
T: Bagaimana pengukuran keberhasilan buzzword?
S: Bisa beragam. Paling sederhana adalah impression (bisa diukur di tweetreach),
atau contoh lain adalah "Trending Topic".
Tentang Ninotchka
(Diberikan lampiran mengenai Ninotchka dan penggunaan social medianya)
T: Menurut pendapat Anda, apakah social media yang dipilih Ninotchka (Twitter,
Facebook, blog) sudah tepat?
S: Dilihat dari target market, sudah tepat.
T: Apakah strategi penggunaan social media-nya sudah tepat?
S: Sudah tepat.
T: Bagaimana dengan buzzword Ninotchka? Apakah sudah dapat dikatakan
berhasil?
S: Berhasil atau tidaknya hanya bisa dijawab dari tujuan awal mereka, yang
menetapkan tujuan dan target-targetnya adalah mereka sendiri.
T: Apakah ada saran untuk peningkatan? Social media yang digunakan perlu
ditambah/tidak? Jika perlu, ditambah dengan social media apa? Saran untuk
membangun customer relations melalui Twitter? Gaya komunikasinya?
Bagaimana meng-handle social media: Apakah perlu outsource/tidak, kapan harus
Lampiran A | 39
outsource, dan kriteria orang yang tepat untuk meng-handle social media
Ninotchka (jika outsource)?
S: Bisa membuat website sendiri (bukan blog) sehingga bisa leluasa menampilkan
berbagai informasi tentang usaha.
Social media yang digunakan perlu ditambah/tidak? Jika perlu, ditambah dengan
social media apa? Tidak perlu. Social media tidak perlu banyak-banyak yang
penting fokus mengelolanya, jumlah followers dan fansnya bisa ditingkatkan.
Saran untuk membangun customer relations melalui Twitter? Bisa memberikan
berbagai compliment melalui Twitter/Facebook atau memfoto konsumen yang
datang lalu mentweet/tag foto mereka, mengadakan berbagai kompetisi yang
mendorong para customer merekomendasikan ke teman-teman mereka, dll.
Gaya komunikasinya? Disesuaikan dengan target market. Perusahaan bisa
melakukan survey kecil-kecilan kepada customer mereka langsung terkait habit
dan gaya komunikasi yang sedang tren di kalangan mereka.
Bagaimana meng-handle social media: Apakah perlu outsource/tidak, kapan harus
outsource, dan kriteria orang yang tepat untuk meng-handle social media
Ninotchka (jika outsource)? Tergantung dari kapabilitas permodalan perusahaan.
Paling baik memang di outsource ke digital agency yang lebih menguasai media
online (sehingga bisa disusunkan planning tidak hanya social media tapi banyak
sekali media lain di online yang bisa digunakan untuk meningkatkan performa
brand/penjualan).
Namun jika budget terbatas, bisa dimulai dengan memiliki 1 orang PR (orang
tersebut diberi tugas PR online dan offline, orang tersebut diberi checklist yang
jelas terkait tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan termasuk mengelola
social media). Jangan lupa untuk menetapkan ukuran kerja yang jelas terhadap
kegagalan dan keberhasilan PR tersebut.
LAMPIRAN B SERBA-SERBI NINOTCHKA CAFE
Lampiran B | 2
Ninotchka Cafe’s Snapshot
Lampiran B | 3
Peta Lokasi Ninotchka Cafe
Lampiran B | 4
Ninotchka’s Menu
Sumber: Blog Ninotchka Cafe, dalam http://ninotchkacafe.blogspot.com diakses pada Jumat, 26 Oktober
2012 pukul 17:45.
Lampiran B | 5
Ninotchka’s Favorite Menu
Sumber: Arman Yonathan, “Ninotchka Cafe Parlour & Diner” dalam
http://armanyonathan.blogspot.com/2011/10/eat-eat-eat-ninotchka-cafe-parlour.html diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 17:30.
Rainbow Cake Choco Lava Cake
Homemade Lasagna Macaroons
Lampiran B | 6
Laman Twitter @NINOTCHKA_JKT
Lampiran B | 7
Laman Foursquare Ninotchka Coffee Parlour & Diner
Lampiran B | 8
Laman Instagram ninotchka_jkt
Lampiran B | 9
Laman Blog Ninotchka Cafe
Lampiran B | 10
Laman Facebook Ninotchka Coffee Parlour & Diner
Lampiran B | 11
Discount Program
Lampiran B | 12
Event: Autumn Wipe Out
Sumber: Sonia Eryka, “Autumn Wipe Out” dalam http http://soniaeryka.blogspot.com/2012/01/autumn-wipe-
out.html diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 18:00.
Lampiran B | 13
Event: Spring Wipe Out
Sumber: Anastasia Siantar, “Spring Wipe Out” dalam http://www.brownplatform.com/2012/03/spring-wipe-
out-bloggers-garage-sale.html diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 18:15.
Lampiran B | 14
Event: Summer Wipe Out
Sumber: Sonia Eryka, “Summer Wipe Out” dalam http://soniaeryka.blogspot.com/2012/06/summer-wipe-
out.html diakses pada Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 18:18.
Lampiran B | 15
Event: Autumn Wipe Out 2
Lampiran B | 16
Buzzword: Dari Sonia, Roy, dan Blogger/Public Figure
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada Kamis, 6 Desember 2012 pukul 17:13.
Lampiran B | 17
Buzzword: Dari Ninotchka
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada Kamis, 6 Desember 2012 pukul 17:45.
Lampiran B | 18
Buzzword: Dari Pelanggan
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/favorites diakses pada Kamis, 6 Desember 2012 pukul 17:57.
Lampiran B | 19
Buzzword: Dari Pelanggan
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada Kamis, 6 Desember 2012 pukul 17:57.
Lampiran B | 20
Merespons Pelanggan
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada diakses pada Kamis, 6 Desember 2012 pukul 18:00.
Lampiran B | 21
Merespons Complain Fiktif
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada diakses pada Kamis, 6 Desember 2012 pukul 18:50.
Lampiran B | 22
#AUTUMNWIPEOUT: Memulai Buzzword
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada diakses pada Sabtu, 8 Desember 2012 pukul 14:01.
Lampiran B | 23
#AUTUMNWIPEOUT: Pre-event Buzzword
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada diakses pada Sabtu, 15 Desember 2012 pukul 16:17.
Lampiran B | 24
#AUTUMNWIPEOUT: During-event Buzzword
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada diakses pada Minggu, 23 Desember 2012 pukul 15:26.
Lampiran B | 25
#AUTUMNWIPEOUT: After-event Buzzword
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada diakses pada Minggu, 23 Desember 2012 pukul 15:50.
Lampiran B | 26
#AUTUMNWIPEOUT: TweetReach Report
Sumber: TweetReach, dalam http://tweetreach.com/reach?q=%23AUTUMNWIPEOUT diakses pada Sabtu,
22 Desember 2012 pukul 21:19.
Lampiran B | 27
Liputan Media
Sumber: Twitter Ninotchka Cafe, dalam http://twitter.com/NINOTCHKA_JKT/ diakses pada Kamis, 13
Desember 2012 pukul 14:35.
Lampiran B | 28
Liputan Media: Majalah Femina edisi Februari 2012
Sajian Perekat Keluarga
Selalu ada cerita seru di balik kekompakan
ibu dan anak. Seperti lakon Megawati dan
putri keduanya, Sonia Eryka, yang
‘tertangkap’ femina di kafe mungil mereka,
Ninotchka. Nama unik kafe yang terletak di
kawasan kompleks ini dipinjam Sonia dari
judul film komedi romantis Rusia, berjudul
Ninotchka, yang berarti gadis kecil. Duo
ibu-anak ini menganggap bisnis kuliner
barunya ini sebagai ‘anak baru’ yang
sedang jadi pusat perhatian.
Di jam makan siang dan usai sekolah, remaja dari sekolah sekitar asyik makan nachos
untuk mengganjal perut. Sedikit lebih larut, berganti dengan wanita-wanita muda. Cerita
tentang Ninotchka di jejaring sosial bahkan telak menarik mereka yang tinggal di luar
kawasan ini untuk datang mencoba. Suasana privatnya di dalam kompleks, berbeda dari
kafe-kafe ramai di pusat Jakarta.
Di luar aktivitasnya sebagai fashion blogger, Sonia menghabiskan waktunya berkreasi di
dapur bersama sang ibu. Ia paling sering meracik dessert dan pasta, menu favorit
keluarga, saat ngumpul-ngumpul. Kritik terhadap masakannya menjelang pembukaan
kafe, disumbang dari 2 adik Sonia. “Hobi makan membuat lidah anak-anak saya pintar
mengenal rasa,” kata Megawati.
Sajian sesederhana lasagna ternyata mengandalkan pasta buatan sendiri. “Anak-anak
suka protes kalau pakai pasta kering. Katanya lebih enak buatan saya,” sambung
Megawati. Tiap lapisan lasagna ini diisi daging cincang, keju, dan tomato sauce yang
homemade.
Keduanya juga lihai membuat macaroon, si cookies Prancis dengan teknik susah bukan
main. Muncul ‘kaki-kaki’ di tepi macaroon yang menandakan adonan diracik dengan
tepat. Sebuah ‘prestasi’ yang didapat dengan eksperimen selama 3 bulan. Untuk
penggemar cokelat, ada Chocolate Lava Cake dan Chocolate Fondue berupa satai buah
segar dan marshmallow yang nikmat. (f)
Lokasi: Citra Garden 6, C-28. Circle West, Jakarta Barat. Telp: (021) 29030021. Jam
buka: 12.00 – 22.00 WIB (Jum’at-Sabtu: 12.00-23.00 WIB). Harga*): Rp15.000 –
Rp28.000. Suasana: Berhiaskan pajangan serba vintage.
Sumber: Femina, “Sajian Perekat Keluarga” dalam
http://www.femina.co.id/shop.dine/makan.di.mana/sajian.perekat.keluarga/007/003/235 diakses pada Jumat,
26 Oktober 2012 pukul 22:00.
Lampiran B | 29
Liputan Media: Majalah GoGirl!
eat eat eat - NINOTCHKA Cafe Parlour & Diner
Ninotchka adalah Café kecil milik fashion blogger Sonia Eryka dan baru sebulan dibuka, tepatnya tanggal 1 agustus. Awalnya Karyn Putri (GL'11 2nd winner) punya tempat dan nawarin ke Sonia untuk coba dimanfaatin karena sayang kalau didiemin aja. Iseng-iseng Sonia coba buka café sekaligus butik yang menjual baju hasil karyanya. Nggak disangka cafénya langsung jadi favorit, apalagi lokasinya berdekatan dengan sekolah menengah atas bikin banyak siswa-siswa yang dateng untuk nongkrong sepulang sekolah. Interior yang sederhana dengan dominasi coklat dan display makanannya ngingetin kita sama coffee shop vintage tahun 50'an. Nggak heran karena nama Ninotchka sendiri diambil dari nama film Greta Garbo, 'Ninotchka'. Liat dari interiornya yang tertata apik, sama sekali nggak nyangka lho Sonia nyiapin ini semua cuma seminggu. Untuk ngejalanin café ini Sonia dibantu ibu dan adiknya, Roy, terkadang Karyn juga suka dateng bantuin. Untuk makanannya semua homemade bikinan mama Sonia kecuali Chocholate Lava Cake. Kue yang langsung jadi favoritnya semua crew Gogirl! ini bikinan Sonia sendiri lho, kata mamanya cuma Sonia yang tau kematengan kuenya yang pas. Dimakan sama vanilla ice cream, Chocolate Lava Cake ini bener-bener bikin ngiler dan nggak cukup satu deh! Hehe… Text by : Yenni Kartika Sari ( Gogirl ! Magazine ) Photo by : Arman Yonathan. Bon ! Pictorials
Sumber: Arman Yonathan, “Ninotchka Cafe Parlour & Diner” dalam
http://armanyonathan.blogspot.com/2011/10/eat-eat-eat-ninotchka-cafe-parlour.html diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 17:30.
Lampiran B | 30
Liputan Media: Majalah Kawanku edisi 128/Juni 2012
Sumber: Instagram Ninotchka_jkt, dalam http://instagram.com/p/MhYhgBCfVC/ diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 22:47.
Lampiran B | 31
Liputan Media: Majalah Gadis edisi 10-19 Juli 2012
Sumber: Instagram Ninotchka_jkt, dalam http://instagram.com/p/NETeq3ifc4/ diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 22:44.
Lampiran B | 32
Liputan Media: The Jakarta Globe
My Jakarta: Sonia Eryka, Teen Cafe Owner
Kevin Sanly Putera | July 25, 2012
Some kids are lucky enough to grow
up with mothers who can cook tasty
dinners, but most would never think to
make a business out of it. Sonia
Eryka, however, is not like most kids.
As a young girl, Sonia dreamed of
running a cafe, and with support from
her parents she opened Ninotchka in
West Jakarta. The coffee shop and
diner is managed by teenagers, but
her mother does most of the cooking.
Sonia, 19, tells My Jakarta about an awkward mistake on opening day, how she plans to
expand the cafe and what it’s like to run a business with her family.
Why did you pick the name ‘Ninotchka,’ and what does it mean?
‘Ninotchka’ is the title of a late 1930s romantic-comedy [film], but the word itself is
Russian for ‘little girl.’ I just think the word is spot on for me. It’s also quite catchy as a
name.
How did you start Ninotchka?
I’ve always dreamed of running my own cafe. When I graduated from high school, I told
my parents about it and they seemed interested, so we discussed the details. And now
here’s Ninotchka, established through our decision as a family.
Your mom does all the cooking, without any other chefs or professional help?
Yes. On our very first day, we had no employees; it was just me, my brother and my
mom. My mom was the cook, my brother was a waiter and I worked as a waiter and a
cashier. We never thought we’d have so many customers right away, and there was an
awkward moment when we didn’t know what to do because we hadn’t made printed
menus yet. Diners asked a lot of questions and we had to explain everything verbally
[laughs]. It really tested our nerves, that first day.
I also do some of the cooking, but not as much as my mom. And even with seven
employees now, we still won’t let our employees do that [cook]. They’re all working as
cashiers and waiters. We have strict quality control on the food. For the beverages, we
hired a barista.
Lampiran B | 33
How do you think Ninotchka differs from other cafes?
Teenagers handle the management. My younger brother even worked as a manager. I
believe some cafes marketed to teenagers have trouble developing because they lack
ideas from teenagers.
We also don’t sell beer, and we have what I would call ‘fair business’ hours starting at
noon because young people should study or do something productive in the morning.
We’re open from 2 p.m. until 10 p.m. from Sunday to Thursday, and until midnight on
Friday and Saturday. We’re closed on Tuesday.
What makes you so excited about having your own cafe?
I have some hobbies: photography, cooking, blogging, fashion and music. I love doing
cooking experiments. Me and my mom often cook to expand our culinary skills, especially
pasta and desserts. If we think our creations have a shot at wider success, we’ll add them
to Ninotchka’s menu, like with the cake in a jar, the rainbow cake and the chocolate lava
cake. But the main purpose [of the cafe] is to develop my business skills.
Will you stop at the cafe?
I can’t wait to have my own boutique — I have an online fashion shop — but I’ll focus on
managing Ninotchka first. A thought passed through my mind to study cooking more
seriously, but maybe later. The most important thing is that I’m enjoying myself because
Ninotchka is my dream.
If your mom handles all the cooking, how does that affect your expansion plans?
We’re planning to open a branch in Kelapa Gading [in North Jakarta]. We also have some
offers from Surabaya, Medan and Bali. But since these are all homemade dishes, we’ll
still be the ones who supply the food. Outside Jakarta, though, we’ll train employees for
as many months as they need to ensure the food they prepare is really similar to what
we’re making, with the same high-quality ingredients, but we won’t use this as a reason to
raise our prices.
It seems your name precedes you in the online world?
Yes. Many people order our cookies through Twitter and the orders come from all over
Indonesia. …The hype on social networks creates big expectations for people who want
to come here for their first visit. I was surprised to learn that some customers have come
all the way to Jakarta just to visit Ninotchka. They also had their share of surprises; for
some reason, they thought our establishment would be a lot bigger [laughs].
Sonia Eryka was talking to Kevin Sanly Putera.
Sumber: The Jakarta Globe, “Sonia Eryka, Teen Cafe Owner” dalam
http://www.thejakartaglobe.com/myjakarta/my-jakarta-sonia-eryka-teen-cafe-owner/531999 diakses pada
Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 23:00.
Lampiran B | 34
Liputan Media: Majalah HAI edisi XXXVI/41/2012
Lampiran B | 35
Liputan Media: Bakery Magazine edisi Desember 2012
Sumber: Instagram Ninotchka_jkt, dalam http://instagram.com/p/TKqxg0ifQ-/ diakses pada Kamis, 13
Desember 2012 pukul 14:47.
Jalan 20 Desember No. 2, Pegadungan
Jakarta Barat 11830
P. (021) 5417039 | M. 081806523174
E-mail: I_M_TIARA@hotmail.com
Tiara Permadi
C U R R I C U L U M V I T A E
P e r s o n a l D e t a i l s
Full Name : Tiara Permadi
Nick Name : Tiara
Place, Date of Birth : Jakarta, February 20th 1991
Sex : Female
Marital Status : Single
Nationality : Indonesian
Religion : Protestant
E d u c a t i o n a l B a c k g r o u n d
Year Level Institution
2009-present Undergraduate
Universitas Multimedia Nusantara
Faculty of Communication
Majoring in Public Relations
2006-2009 Senior High SMUK Ketapang II
Majoring in Natural Science
2003-2006 Junior High SMPK Ketapang II
1997-2003 Elementary SD Bina Kusuma
N o n - F o r m a l E d u c a t i o n
Specification Year Level Institution
English Course 1997-2004 Intermediate 2 The Eloquence Daan Mogot
S e m i n a r
Year Participation
2012
Participant in “Creating High Enthusiasm of Entrepreneurship
(CHEERS)” by YOURS UMN
Participant in “Win the Crisis with PR Basis” by I’m Kom UMN
2011 Participant in “Mengupas Jurnalisme Online & Proses Bisnis
Media Cetak” by Kontan 2010 Participant in “Green for Life” by UKM Rencang UMN
Jalan 20 Desember No. 2, Pegadungan
Jakarta Barat 11830
P. (021) 5417039 | M. 081806523174
E-mail: I_M_TIARA@hotmail.com
Tiara Permadi
O r g a n i z a t i o n a l E x p e r i e n c e s
Year Position Institution
2012 Publication Coordinator
Conmedia 2012
Universitas Multimedia
Nusantara
2011 Publication Coordinator
Culture Week (by Qorie)
Universitas Multimedia
Nusantara
2011-2012 Treasurer Qorie
UKM Korea
Universitas Multimedia
Nusantara
2004-2005 Member of Palang Merah
Remaja SMPK Ketapang II
2003-2004 OSIS Seksi Bela Negara SMPK Ketapang II
W o r k E x p e r i e n c e
Year Position Institution
2010-2012 Digital Asset Developer PT Kandel
Multimedia Division
A c a d e m i c A c h i e v e m e n t s
Year Achievement Institution
2009-present Beasiswa Mandiri
for 2nd
-6th semester
Universitas Multimedia
Nusantara
2009 Free admission fee Universitas Multimedia
Nusantara
2006-2009
Beasiswa Prestasi
for 11th & 12
th grade
Senior High School
Yayasan Pendidikan
Kristen Ketapang
2006 Free admission fee
for Senior High School
Yayasan Pendidikan
Kristen Ketapang
2003-2006
Beasiswa Prestasi
for 8th & 9
th grade
Junior High School
Yayasan Pendidikan
Kristen Ketapang
N o n - A c a d e m i c A c h i e v e m e n t s
Year Achievement Institution
2004
1st runner up of English
Family Care Competition Penabur Junior High School
2nd
runner up of Lomba
Palang Merah Remaja
se-Jakarta Barat
SMP 98
Jalan 20 Desember No. 2, Pegadungan
Jakarta Barat 11830
P. (021) 5417039 | M. 081806523174
E-mail: I_M_TIARA@hotmail.com
Tiara Permadi
S k i l l s
Specification Description
Computer Skills
Microsoft Word, Microsoft Power Point,
Microsoft Excel, Adobe Photoshop,
Adobe InDesign
Foreign Language English (Passive & Active)
Photography Familiar with DSLR, currently using
Canon 450D
PR Skills Strategic planning, Writing company
profile and press release, Online PR
S u m m a r y O f Q u a l i f i c a t i o n
Responsible, Competent, Hard worker, Fast learner, Reliable, Highly Motivated,
Independent, Listener, Dynamic, Adaptive, Communicative, Able to work in team,
Open Minded.
This Curriculum Vitae is prepared in valid data by my good intention to be used by any
parties needed.
Yours faithfully,
Tiara Permadi