Post on 08-Dec-2015
description
18 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
(Analisis Pengertian dan Tujuannya)
Syahruddin Usman
Dosen pada Fakutas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar
Abstrak: Sosiologi pendidikan lahir dari pemikiran sosiolog
sekitar abad ke 20. Kelahirannya sangat dibutuhkan oleh
pakar pendidikan setelah melihat perubahan sosial yang
sangat derastis yang terjadi ditengah masyarakat khususnya
di Eropa dan Amerika. Kelahirannya dimaksudkan untuk
memelihara kehidupan dan memotivasi kemajuan masyarakat,
karena pada umumnya pakar pendidikan memandang tujuan
akhir pendidikan lebih bersifat sosialistis daripada
individualistis.
Sosiologi pendidikan memiliki beberapa konsep tujuan di
antaranya : menganalisis proses sosialisasi anak baik dalam
keluarga, di sekolah maupun di masyarakat, menganalisis
perkembangan dan kemajuan sosial, menganalisis status
pendidikan dalam masyarkat, menganalisis partisipasi para
orang terdidik dalam kegiatan sosial dan menentukan tujuan
pendidikan, kurikulum pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikan serta memberi kontribusi kepada para pendidik
dan para penentu kebijakan pendidikan dalam mencapai
tujuan pendidikan.
Kata kunci: Interaksi, guru dan peserta didik.
I. PENDAHULUAN
l-Qur’an menempatkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
paling sempurna dibanding dengan makhluk Tuhan yang
lainnya. (Q.S. al-Tin (95): 4). Keistimewaan ini
melahirkan ciri-ciri tertentu dalam hal bersikap dan
berperilaku. Banyak manusia memberikan sebutan keistimewaan yang
dimiliki manusia itu, di antaranya adalah makhluk yang mampu
berpikir atau yang biasa disebut homo sapiens. Arifin mengatakan
A
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 19
manusia disebut homo sapiens karena makhluk yang mempunyai
kemampuan untuk berilmu pengetahuan.1
Salah satu gariza manusia adalah ingin mengetahui segala
sesuatu yang belum diketahui. Selain sebutan tersebut, juga manusia
disebut makhluk homo religius (makhluk beragama) atau makhluk
homo divinans (makhluk bertuhan) dan homo educandum (makhluk
yang harus dididik) atau animal educable (sebangsa binatang yang
dapat dididik) serta homo socius (makhluk snosial).
Manusia makhluk sosial, karena di dalam kehidupan sehari-
harinya tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan orang lain.
Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu
berkeinginan berinteraksi atau berteman dengan individu lainnya.
Keinginan ini terutama berhubungan dengan aktivitas hidup di
lingkungannya.
Adam adalah manusia pertama ia tidak dapat hidup tanpa
didampingi oleh manusia lain yaitu istrinya yang bernama Hawa.
Berbeda dengan hewan ia dapat hidup dengan sendiri dan mencari
makan sendiri seperti anjing, kucing, dan sebagainya. Manusia tanpa
manusia lainnya pasti akan mati, bayi misalnya harus diajar makan,
berjalan, bermain dan sebagainya. 2
Hubungan manusia dengan manusia lainnya yang paling urgen
adalah reaksi yang timbul sebagai akibat berinteraksi antara
seseorang dengan yang lainnya. Misalnya seorang guru mengajar di
depan kelas ia menyampaikan pelajaran kepada peserta didiknya.
Peserta didik itu merespon dengan baik materi pelajaran yang
disampaikan oleh gurunya. Guru itu memberikan pujian kepadanya
maka dengan demikian terjadilah hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi sehingga dapat melahirkan keserasian tindakan dengan
orang lain. Mengapa demikian? Karena sejak dilahirkan manusia
sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu:
1. Keinginan menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
(masyarakat)
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekeliling-
nya.3
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua
lingkungan tersebut, manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan
kehendak untuk mempertahankan hidupnya. Dengan demikian,
manusia membutuhkan kelompok sosial atau biasa disebut social
1M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga ( Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.21
2 Soedjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Cet. XXV; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998), h,123.
3 Ibid.
20 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
group. Kelompok-kelompok sosial ini merupakan himpunan atau
kesatuan-kesatuan hidup bersama yang didasari kesadaran untuk
saling tolong menolong atau ”taawun”.(QS. al- Maidah /5 : 2 ).
Sehubungan dengan hal tersebut S. Nasution mengatakan
kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial
yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya. Hampir
segala sesuatu yang dipelajari seseorang merupakan hasil hubungan
dengan orang lain di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan
sebagainya. Materi pelajaran atau isi pendidikan ditentukan oleh
kelompok atau masyarakat.4 Selanjutnya dikatakan, masyarakat dapat
terjamin kelangsungan hidupnya dengan baik apabila mereka melalui
pendidikan. Pendidikan itu harus diteruskan oleh generasi muda
melalui interaksi sosial.5
Melalui pendidikan (di rumah, sekolah dan masyarakat) akan
melahirkan terbentuknya kepribadian seseorang. Sedang kepribadian
pada hakikatnya adalah gejala sosial dimana manusia bertempat
tinggal. Olehnya itu, salah satu sasaran sosiologi pendidikan adalah
memeperhatikan keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat
seseorang mengorganisasikan pengalamannya.
Berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi fokus kajian
dalam tulisan ini yaitu deskripsi sosiologi pendidikan, pengertian
sosiologi, dan tujuan sosiologi pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A. Deskripsi Sosiologi Pendidikan
Sebelum dikemukakan pengertian sosiologi pendidikan terlebih
dahulu dikemukakan deskripsi secara singkat lahirnya sosiologi
pendidikan itu. Sosiologi pada garis besarnya terbagi dua yaitu
sosiologi murni dan sosiologi terapan. Sosiologi murni selalu
melakukan sesuatu penyelidikan demi ilmu pengetahuan tanpa
memikirkan bagaimana akhirnya ilmu pengetahuan itu digunakan
nantinya. Sedang sosiologi terapan hanya mengandalkan ilmu
pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh sosiologi murni dengan
harapan dapat menggunakan ilmu pengetahuan tersebut untuk
membantu memecahkan problema-problema sosial.6 Sebagai contoh
sosiologi murni selalu mencari dasar-dasar penyebab munculnya
sesuatu permasalahan-permasalahan sosial (huru-hara atau kerusuhan,
4 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Cet. II; Jakarta : Bumi Aksara,1999),
h. 10.
5 Ibid.
6 Bruce J. Cohen, Theory and Problems of introduction to Sociology alih
bahasa Sahat Simamora (Cet. II ; Jakarta : Rineka Cipta, 1992), h. 37.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 21
rasial dan lain-lain) untuk dipelajari. Sedang sosiologi terapan hanya
berusaha menggunakan ilmu pengetahuan yang telah tersedia untuk
mencegah terjadinya permasalah-permasalahan sosial tersebut.
Sosiologi pendidikan termasuk sosiologi terapan ia
berorientasi pada interaksi edukatif antara individu dan kelompok
dalam masyarakat dengan maksud mengatasi atau menanggulangi
berbagai persoalan edukatif. Misalnya, antara lain kenakalan remaja
dan problema keluarga, sebab sosiologi mempelajari unsur-unsur
kemasyarakatan secara keseluruhan.
Pernyataan tersebut dipahami bahwa sosiologi pendidikan
merupakan implementasi dari sosiologi murni. Jika diperhatikan latar
belakang munculnya sosiologi maka diperoleh informasi bahwa
sosiologi adalah cabang ilmu sosial yang usianya masih muda. Istilah
sosiologi untuk pertama kalinya digunakan oleh Auguste Comte,
seorang ahli filsafat kebangsaan Prancis. Pada tahun 1838 terbitlah
bukunya yang berjudul ” Positive Philosophy ” olehnya itu, tokoh ini
lazim dikenal sebagai bapak sosiologi.7
Beberapa sumbangan penting Comte terhadap sosiologi antara
lain :
1. Ia mengatakan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada
pengamatan, perbandingan, eksprimen, dan metode historis
secara sistematis.
Objek yang dikaji berupa fakta dan objektif serta bermanfaat
kepada kepastian dan kecermatan.
2. Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan
sosiologi yang dikenal dengan hukum kemajuan manusia atau
hukum tiga jenjang (jenjang teologi, jenjang metafisika dan
jenjang positif). 8
Comte memperkenalkan metode positif sehingga ia dianggap
sebagai perintis positivisme. Karena dalam pandangannya sosiologi
harus merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu
pengetahuan alam.
Pada periode berikutnya muncullah ilmu-ilmuan yang
memfokuskan pengertian yang membahas masalah-masalah sosial
atau kemasyarakatan seperti Herbart Spencert, berasal dari Inggris.
Pada tahun 1876 mengembangkan suatu teori yang diberi nama
evolusi sosial. Pada tahun 1883 seorang yang berasal dari Amerika
yang bernama Lester Word menerbitkan sebuah buku yang berjudul
”Djnamic Sociology”. Dalam buku itu menganjurkan suatu kemajuan
sosial melalui aksi sosial. Pada tahun 1895 Emile Durkheim ( salah
7 Basrowi, Pengantar Sosiologi (Cet.I, Bogor ; Galia Indonesia, 2005), h. 3.
8 Ibid.
22 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
seorang pelopor terkemuka dalam pengembangan sosiologi )
menerbitkan buku yang berjudul ”Rules of Sociologycal Metod” dan
masih banyak tokoh-tokoh yang lain yang mengemukakan teori-teori
sosiologi.9
Pada tahun 1890-an mata pelajaran sosiologi mulai diajarkan
di berbagai universitas di Amerika. Pada awal abad ke-20 sosiologi
mempunyai peranan penting dalam pemikiran pendidikan sehingga
lahirlah sosiologi pendidikan sebagaimana akhir abad ke-19 psikologi
mempunyai pengaruh besar dalam dunia pendidikan, sehingga
lahirlah suatu disiplin ilmu baru yaitu psikologi pendidikan.10
E.H. Wilds dalam Abu Ahmadi mengatakan sosiologi
pendidikan dan psikologi pendidikan mempunyai peranan
komplementer bagi pemkiran pendidkan. Sosiologi pendidikan
memandang segala pendidikan dari sudut struktur sosial masyarakat.
Sedang psikologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari
sudut perkembangan pribadi.11
Selanjutnya dikatakan tugas
pendidikan menurut sosiologi adalah memelihara kehidupan dan
mendorong kemajuan masyarakat. Pada umumnya kaum pendidik
dewasa ini memandang tujuan akhir pendidikan lebih bersifat
sosialistis dari pada individualistis.12
Sosiologi pendidikan dalam perjalannya mengalami pasang
surut, karena ada yang menganggap bahwa sosiologi pendidikan itu
adalah sub pembahasan dalam sosiologi. Sebelum berakhir perang
dunia ke-2 sosiologi pendidikan menghilang karena tidak dianggap
urgen lagi untuk dipelajari di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan Amerika Serikat.13
Setelah selesai perang dunia ke-2 perkembangan masyarakat
berubah secara drastis. Masyarakat dunia menghendaki adanya
perubahan dalam menyahuti berbagai perkembangan dan kebutuhan
baru terhadap penyesuaian perilaku lembaga pendidikan dalam
menyikapi perlunya dimensi pendidikan menjadi instrumen
terpenting dalam memajukan masyarakat. Karena itu, sosiologi
pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu dimunculkan kembali sebagai
9 George Ritzer-Douglas J. Goodman, Modern Sociologycal Theory alih
bahasa Ali Mandan dengan judul Teori Sosiologi Modern (Cet. IV, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 16.
10 Abu Ahmadi Sosiologi Pendidikan (Cet.I ; Jakarta : Rineka Cipta, 1991),
h.1.
11 Ibid.
12 Ibid.
13 Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan (Cet.I; Jakarta ; Ciputat Press,
2004), h. 4.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 23
dari bagian ilmu penting di lembaga pendidikan tenaga kependidikan
(LPTK).14
Pernyataan tersebut dipahami bahwa sosiologi pendidikan
adalah sesuatu disiplin ilmu yang sangat urgen dalam membantu
memcahkan berbagai masalah sosial dalam masyarakat. Masalah-
masalah sosial ini dialami oleh dunia pendidikan dewasa ini. Di
Indonesia misalnya berbagai permasalahan sosial yang dihadapi
pemerintah cukup kompleks di antaranya permasalah pendidikan
ditengah-tengah masyarakat yaitu pengembangan SDM dan segala
sarana dan prasarana yang mendukungnya.
B. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan terdiri atas dua kata yaitu sosiologi dan
pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu berbeda
maksudnya namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya
manusia sehingga kedua istilah ini menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan.15
Terutama dalam sistem pemberdayaan manusia sampai
saat ini, pendidikan dimanfaatkan sebagai instrumen pemberdayaan
manusia. Sosiologi di lihat dari segi pengertian terminologi para ahli
pendidikan dan ahli sosiologi telah berusaha untuk memberikan
definisi sosiologi pendidikan, walaupun definisi tentang sosiologi
pendidikan itu belum mencakup secara keseluruhan makna sosiologi
pendidikan. Para ahli telah mengemukakan pengertian antara lain:
1. Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk
mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
memperoleh perkembangan indvidu yang lebih baik. 16
2. F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi
pendidikan adalah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan
hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasi pengalamannya.17
3. Charles A. Ellwood, sosiologi pendidikan adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari hubungan-hubungan antara semua
pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial18
4. W. Dodson mengatakan sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
mempersoalkan pertemuan dan percampuran daripada lingkungan
14
Ibid., h 5.
15 Ibid., h 1.
16 S. Nasution, op.cit, h. 2.
17 Muhyi Batubara, op.cit., h.3.
18 Abu Ahmadi, op.cit, h.7.
24 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
sekitar kebudayaan secara totalitas maka terbentuklah tingkah laku
dan sekolah dianggap sebagian daripada total cultural milieu.19
Berdasarkan pengertian sosiologi pendidikan yang dikemuka-
kan oleh para ahli tersebut kelihatannya terjadi perbedaan namun pada
hakikatnya memiliki pandangan yang sama bahwa manusia sebagai
makhluk sosial membutuhkan pendidikan melalui proses interaksi
antara individu dan kelompok antara kelompok dan kelompok dalam
masyarakat, kemudian terbentuklah perubahan dalam masyarakat. Di
dalam proses interaksi yang melibatkan guru, peserta didik dan remaja
terjadilah proses sosialisasi. Sosialisasi merupakan suatu kegiatan
yang bertujuan agar pihak yang dididik mematuhi kaedah-kaedah dan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Soerjono Soekanto mengatakan di dalam proses sosialisasi
khususnya yang tertuju pada anak dan remaja, terdapat berbagai pihak
yang mengaku berperan. Pihak-pihak tersebut dapat disebut sebagai
lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi tertentu.20
Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan, di dalamnya
terjadi proses interaksi sosial antara guru, peserta didik dan staf
administrasi yang saling mempengaruhi sehingga terbentuklah
perilaku-perilaku sosial, yang berbeda antara rumah tangga dan
masyarakat. Hasan Langgulung mengatakan sekolah merupakan
Institusi formal untuk belajar, mengharuskan sejumlah persyaratan
kepada pendidikan. Akibatnya, belajar di sekolah sangat berlainan
dengan yang berlaku di dalam keluarga, dalam teman-teman sebaya
atau dalam komunitas.21
Jadi, pendidikan dalam pengertiannya yang
sangat luas dapat dianggap sebagai suatu proses sosialisasi yang
dilalui seseorang untuk mempelajari cara hidupnya. Ia adalah suatu
proses yang berkesinambungan semenjak lahir sampai mati.22
Dimensi sosial pendidikan menitikberatkan pada pembicaraan
antara lain:
1. Fungsi–fungsi sosial yang dimainkan oleh pendidikan yang
berlaku di sekolah. Misalnya pewarisan budaya dari generasi tua ke
generasi muda. Ini berlaku pada masyarakat.
2. Asas sosial yang mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri
budaya yang dominan pada kawasan-kawasan tertentu di mana
sekolah itu berada. Biasanya mempengaruhi antara lain klas sosial,
19
Ibid., h.8.
20 Soerjono Soekanto, op. cit., h.494
21Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Cet.II; Jakarta:Pustaka
Al-Husna,1992), h.17
22 Ibid.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 25
etnis, ras, dan status sosioekonomi. Misalnya pesantren di Indonesia
dan kuttab di negeri Arab.
3. Aspek sosial yang memainkan peranan pendidikan adalah faktor
organisasi dari segi birokrasi. Disamping itu juga guru, staf
administrasi, bimbingan orang tua, dan teman-teman sebaya besar
pengaruhnya dalam pelaksanaan pendidikan.23
Dimensi sosial pendidikan tersebut dapat dipahami, bahwa
sitem apapun yang digunakan selalu dipengaruhi oleh berbagai
kecenderungan dan kekuatan sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan
politik.
Sehubungan hal tersebut Abu Ahmadi mengatakan bahwa
sosiologi pendidikan tidak hanya berbicara tentang lembaga-lembaga
pendidikan formal, tetapi juga lembaga-lembga lainnya misalnya
keluarga, kelompok permainan, lembaga agama (masjid, gereja,
wihara dan sebagainya) dan media lainnya bahkan sampai kepada
cerita-cerita rakyat.24
Pernyataan tersebut memberikan ketegasan bahwa sosiologi
pendidikan bahasan-bahasannya selalu mengikuti perkembangan atau
perubahan yang terjadi ditengah masyarakat.
Ibnu Khaldun salah seorang bapak sosiologi (1332- 1406)
dalam Robert H. Lauer mengatakan hukum perubahan itu berlaku
pada tingkat kehidupan masyarakat (bukan pada tingkat idividual).
Karena itu, meskipun kehidupan idividual bukan merupakan poin dari
kekuatan historis sangat besar itu, individu itupun tak mampu
menjauhkan diri dari hambatan-hambatan yang ditimpakan atas
perlakuannya oleh hukum-hukum masyarakat.25
Apa yang dikatakan Khaldun tersebut dapat dipahami
kekuatan sosial sangat besar, mampu mengubah segala keadaan.
Misalnya saja di Indonesia penguasa orde baru yang didukung oleh
militer dan organisasi politik tertentu, dapat dilenserkan oleh
kekuatan sosial dalam masyarakat. Khaldun membangun teorinya
dengan mengatakan manusia adalah makhluk sosial. Selanjutnya ia
mengatakan sifat sosial manusia berasal dari kenyataan bahwa untuk
menolong dirinya sendiri dalam aktivitas yang diperlukan untuk
mempertahankan hidupnya, manusia harus menyandarkan diri kepada
orang lain. Misalnya membangun sekolah, mesjid dan sebagainya26
Ini
23
Ibid., h.19.
24 Abu Ahmadi, op. cit., h.8.
25 Robert H. Lauer, Perspectives on social Change, alih bahasa Alimandan
dengan judul Perspektif Tentang perubahan Sosial (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta,
1993), h. 12.
26 Ibid.
26 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
berarti bahwa tiada orang yang secara mutlak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri tanpa melalui usaha kerjasama dengan
manusia lain.
Barlow dalam Muhibbin Syah mengatakan bahwa sebahagian
besar yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan dan penyajian.
Misalnya perilaku (modeling). Dalam hal ini peserta didik belajar
mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau
sekelompok orang mereaksi atau merespon sebuah stimulus itu.
Peserta didik ini juga dapat mempelajari respon-respon baru dengan
cara pengamatan terhadap perilaku. Contoh dari orang lain misalnya
guru atau orang tuanya.27
Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku
sosial sebagai hasil pengamatan terhadap model atau perilaku
tergantung kepada siapa yang menjadi model. Maksudnya semakin
piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas
peniruan perilaku sosial dan moral peserta didik itu. Jadi, jelas bahwa
manusia adalah makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa ketergantungan
orang lain.
Para ahli yang mengikuti aliran sosiologi menganggap bahwa
perkembangan adalah proses sosiologi. Misalnya anak manusia mula-
mula bersifat pra-sosial kemudian dalam perkembangannya sedikit
demi sedikit disosialisasikan.
Badwin dalam Sumadi mengatakan, setidak-tidaknya ada dua
macam peniruan pada anak yaitu: nondeliberate imitation (anak
meniru gerakan-gerakan sikap orang dewasa) dan deliberate imitation
(anak-anak bermain peran sosial misalnya menjadi ibu, penjual koran,
penjual baju dan lain-lain)28
Selanjutnya ia mengatakan proses
peniruan itu terjadi pada tiga taraf:
1. Taraf proyektif. Pada taraf ini anak mendapatkan kesan
mengenai model yang ditiru.
2. Taraf subyektif. Pada taraf ini anak cenderung untuk mengikuti
gerakan atau sikap model yang ada di sekitarnya.
3. Taraf ejektif. Pada taraf ini anak menguasai hal yang ditirunya,
dimengerti bagaimana ia bergaul dengan temannya atau masyarakat
sekitarnya dan sebagainya.29
Tujuan imitasi anak tersebut tiada lain adalah penyesuaian
tingkah laku dan perbuatan anak dengan norma-norma sosial. Ini juga
berarti terjadi proses sosialisasi terhadap anak.
27
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Cet.I; Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006) h. 107.
28 Sumadi Suryaberata, Psikologi pendidikan (Cet.VI: Jakarta:Grafindo
Parsada, 1993), h.183-4.
29 Ibid.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 27
C. Tujuan Sosiologi Pendidikan.
Berbicara tentang tujuan pendidikan, tentu tidak dapat
terlepas dari tujuan hidup yaitu tujuan hidup manusia. Sebab
pendidikan hanyalah salah satu instrumen yang digunakan oleh
manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagi makhluk
individu maupun sebagai makhluk sosial. Manusia dalam upayanya
memelihara kelanjutan hidupnya mewariskan berbagai nilai-nilai
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian
masyarakat dapat hidup terus.
J. Dewey dalam Uyoh Sadullah mengatakan kelangsungan
hidup terjadi self renewal. Kelangsungan self renewal inipun terjadi
karena pertumbuhan, karena pendidikan yang diberikan kepada anak-
anak dan para pemuda di masyarakat. Masyarakat meneruskan,
menyelamatkan sumber dan cita-cita masyarakat.30
Selanjutnya
dikatakan tujuan pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan di
sekeliling anak dan pendidik harus fleksibel dan mencerminkan
aktivitas bebas.31
Kingsley Price mengatakan tujuan pendidikan itu adalah suatu
kehidupan yang baik. Kehidupan yang baik dapat dimiliki, baik oleh
individu maupun masyarakat.32
Menurut faham ini masyarakat pada
hakikatnya adalah terbaik. Namun yang dianggap baik adalah
masyarakat yang demokratis, karena memberi kesempatan sama untuk
setiap pekerjaan, tidak mengenal adanya stratifikasi sosial. Kesamaan
kesempatan merupakan jaminan bahwa setiap orang akan dapat
mengambil bagian dalam melaksanakan segala aktivitas dalam
masyarakat.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dipahami bahwa sosiologi
pendidikan memegang peranan penting dalam mengamati perubahan
sosial dilihat dari segi edukatif.
S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan memiliki
beberapa konsep tujuan di antaranya sebagai berikut:
1. Analisis proses sosialisasi
2. Analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat
3. Analisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dan
masyarakat
4. Alat kemajuan dan perkembangan sosial
30
Uyo Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Cet. III; Bandung:
Alfabeta, 2006), h.127.
31 Ibid., h.129.
32 Ibid.
28 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
5. Dasar untuk menetukan tujuan pendidikan
6. Sosiologi terapan dan
7. Latihan bagi petugas pendidikan33
Kosep tujuan sosiologi pendidikan tersebut menunjukkan
bahwa kegiatan masyarakat dalam pendidikan merupakan proses
sosialisasi yang dapat dijadikan media oleh individu untuk dapat
berinteraksi dengan tepat di dalam masyarakat. Sosiologi pendidikan
sebagai alat untuk menganalisis tujuan pendidikan secara objektif.
Olehnya itu, sosiologi pendidikan akan menganalisis masyarakat dan
kebutuhannya. Hasil analisisnya disampaikan kepada setiap orang
sebagai anggota masyarakat agar dapat menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul di
tengah masyarakat. Fenomena itu adakalanya bersifat negatif dan
adakalnya bersifat positif. Mengapa terjadi demikian? Maka yang
dapat menjawab adalah sosiolgi pendidikan. Sebab pendidikan
tugasnya menganalisis dan memberi informasi tentang perubahan
dalam masyarakat apakah itu positif atau negatif, apkah harus terjadi,
kalau memang harus terjadi, maka tentu ada jalan keluarnya atau
solusinya untuk mengatasi hal-hal yang bersifat negatif, dan hal yang
bersifat positif dipertahankan. Sebagai contoh di Indonesia fenomena
sosial yang bersifat negatif terjadi di antaranya munculnya berbagi
aksi atau demonstrasi yang tidak terarah dan meresahkan masyarkat
seperti demo buruh, demo pemilukada, demo mahasiswa. Tentu hal
tersebut terjadi karena adanya ketimpangan di dalam kelompok
masyarakat dan masyarakat merasa dirugikan dan diabaikan.
Sehubungan hal tersebut, Abu Ahmadi mengatakan tujuan
sosiologi pendidikan di Indonesia, yaitu:
1. Berusaha memahami peranan sosiologi dari kegiatan sekolah
terhadap masyarakat. Sekolah harus dapat menjadi teladan di dalam
masyarakat di sekitarnya, bahkan lebih luas atau perkataan lain
mengadakan sosialisasi intlektual untuk memajukan kehidupan di
dalam masyarkat.
2. Untuk memahami seberapa jauh membina kegiatan sosial
peserta didiknya untuk mengembangkan keperibadiannya.
3. Untuk mengetahui pembinaan idiologi pancasila dan kebudayaan
nasional Indonesia di lingkungan pendidikan dan pengajaran.
4. Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan masyarakat
sekitarnya, agar pendidikan mempunyai kegunaan peraktis di dalam
masyarakat
5. Untuk menyelidiki faktor-faktor kekuatan masyarakat
33
S. Nasution, op. cit., h. 2-4.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 29
6. Untuk memberi kontribusi positif terhadap perkembangan ilmu
pendidikan.34
Muhyi Batubara mengatakan tujuan sosiologi pendidikan pada
dasarnya adalah untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian
tujuan pendidikan secara keseluruhan.35
Ary mengatakan sosiologi
pendidkan bertujuan untuk menentukan pendidikan. Sejumlah pakar
berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan
dapat dipulangkan kepada falsafah hidup bangsa tersebut.36
Misalnya
Indonesia falsafat hidupnya adalah pancasila maka tujuan
pendidikannya harus sesuai dengan falsafah hidup negara itu.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 thn 2003
pasal 1 ayat 1 dikatakan pendidikan adalah usha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya pasal 3 dikatakan bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.37
Untuk mewujudkan pendidikan nasional disusunlah kurikulum yang
memperhatikan tahap perkembangan masyarakat dan peserta didik serta
kesesuain dengan lingkungan dan kebutuhan pembangunan nasional.38
Lembaga pendidikan yang bertanggung jawab mengoperasional-
kan kurikulum tersebut adalah lembaga pendidkan formal dengan
menyesuaikan dengan jenjang pendidkan.
Perlu dipahami bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional tersebut tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga
non formal dan informal. Olehnya itu, sosiologi pendidikan bertujuan
menganalisis proses sosialisasi anak, baik di dalam rumah tangga,
sekolah maupun di masyarakat serta kemajuan sosial. Banyak pakar
yang beranggapan bahwa pendidikan memberi kemungkinan yang
34
Abu Ahmadi, op. cit., h. 11.
35 Muhyi Batubara, op.cit., h.11.
36 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Cet.I; Jakarta : Renikacipta,
2000), h. 52.
37 Republik Indinesia,"Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS (Cet.IV; Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h.2 & 5.
38 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan (Cet. II; Jakarta : Renika Cipta,
2001),h.30.
30 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
besar bagi kemajuan masyarakat. Pernyataan ini benar, karena
semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat semakin sejahteralah
masyarakat itu.
E.G. Payne mengatakan sosiologi pendidikan bertujuan utama
memberikan kepada guru (siapapun yang terkait dalam bidang
pendidikan) latihan yang efektif dalam bidang sosiologi, sehingga
dapat memberikan kontribusinya secara cepat dan tepat kepada
masalah pendidikan.39
Menurut Payne tersebut bahwa sosiologi
pendidikan tidak hanya menyoroti dengan proses belajar dan
sosialisasi, tetapi juga segala sesuatu dalam pendidikan dapat
dianalisis sosiologis, seperti sosiologi yang digunakan untuk
meningkatkan metode mengajar yaitu di antaranya metode sosio
drama, role playing.
Dengan memperhatikan analisis tujuan sosiologi pendidikan
yang dikemukan para ahli tersebut maka dapat ditarik konkulusi,
bahwa sosiologi pendidkan memberi manfaat yang besar terutama
para pendidik yang menganalisis hubungan antara manusia di sekolah
dan struktur masyarakat serta hal-hal yang berhubungan kelancaran
proses pendidikan di sekolah, seperti pencapaian tujuan pendidikan,
kurikulum, strategi pembelajaran, sarana dan prasarana pendidikan. Di
sampng itu, juga memberi manfaat untuk menganalisis hubungan
manusiawi di dalam keluarga, perusahan, agama, politik, masyarkat,
dan sistem hubungan sosialnya.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sosiologi pendidikan lahir dari pemikiran sosiologi sekitar abad ke
20. Kelahirannya sangat dibutuhkan oleh pakar pendidikan setelah
melihat perubahan sosial yang sangat drastis yang terjadi di
tengah masyarakat khususnya di Eropa dan Amerika. Kelahiran-
nya dimaksudkan untuk memelihara kehidupan dan mendorong
kemajuan masyarakat, karena pada umumnya pakar pendidikan
memandang tujuan akhir pendidikan lebih bersifat sosialistis
daripada individualistis.
2. Berdasar lahirnya sosiologi pendidikan tersebut, maka pengertian
sosiologi pendikan yaitu suatu analisis ilmiah atas proses sosial dan
pola-pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan, baik dalam
jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.
3. Sosiologi pendidikan memiliki beberapa konsep tujuan di
antaranya:
39
Ary H. Gunawan, op. cit., h. 52
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 31
a. Menganalisis proses sosialisasi anak baik dalam keluarga, di
sekolah maupun di masyarakat
b. Menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial
c. Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat
d. Menganalisis partisipasi para orang terdidik dalam kegiatan
sosial
e. Menentukan tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, sarana
dan prasarana pendidikan
f. Memberi kontribusi kepada para pendidik dan para penentu
kebijakan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan. Cet.I ; Jakarta : Rineka Cipta,
1991
Arifin, M. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga. Cet. I; Jakarta : Bulan Bintang, 1975
Basrowi, Pengantar Sosiologi. Cet.I, Bogor ; Galia Indonesia, 2005
Batubara, Muhyi, Sosiologi Pendidikan. Cet.I; Jakarta; Ciputat Press,
2004
Cohen, Bruce J. Theory and Problems of introduction to Sociology
alih bahasa Sahat Simamora. Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta,
1992
Gunawan, Ary H. Sosiologi Pendidikan. Cet.I; Jakarta: Renikacipta,
2000
Ihsan, Fuad. Dasar-dasar Kependidikan. Cet. II; Jakarta: Renika Cipta,
2001
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Cet. II; Jakarta:
Pustaka Al- Husna, 1992
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara,
1999
Ritzer, George, Douglas J. Goodman. Modern Sociologycal Theory
alih bahasa Ali Mandan dengan judul Teori Sosiologi Modern.
Cet. IV, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007
Republik Indinesia,"Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
Tentang SISDIKNAS. Cet.IV; Jakarta: Sinar Grafika, 2007
32 Sosiologi Pendidikan (Analisis Pengertian dan Tujuannya)_Syahruddin Usman
Lauer, Robert H. Perspectives on social Change, alih bahasa
Alimandan dengan judul Perspektif Tentang Perubahan Sosial.
Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Sadullah, Uyo. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet. III; Bandung:
Alfabeta, 2006
Soekanto, Soedjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Cet. XXV; Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1998
Suryaberata, Sumadi. Psikologi pendidikan. Cet.VI: Jakarta:Grafindo
Parsada, 1993
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Cet.I; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006