Post on 06-Mar-2019
SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah
Oleh :
Ahmad Rosyadi
1111045100010
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR
DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
AHMAD ROSYADI
1111045100010
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK
TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF” telah diajukan dalam sidang munaqosyah Fakultas Syariah dan
Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Mei 2016 Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelah Sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi
Hukum Pidana Islam
Jakarta, 26 Mei 2016
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A
NIP.196912161996031001
PANITIA UJIAN
1. Ketua :Dr. M. Nurul Irfan, M. Ag (...............................)
NIP. 197308022003121001
2. Sekretaris :Nur Rohim, LLM (...............................)
NIP. 197904182011011004
3. Pembimbing :Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum (...............................)
NIP. 196111011993031002
4. Penguji I :Dr. Isnawati Rais, MA (...............................)
NIP. 195720271985032001
5. Penguji II :Dr. Alfitra, SH. MH (...............................)
NIP. 197202032007011034
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 14 April 2016
Ahmad Rosyadi
1111045100010
i
ABSTRAK
Ahmad Rosyadi. NIM 1111045100010. PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP ANAK TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF. Konsentrasi Pidana Islam, Program Studi
Jinayah Siyasah, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1437/2016 M. + 70 halaman.
Masalah utama dari skripsi ini adalah mengenai kajian hukum Islam dan hukum
positif terhadap fenomena sosial yang terjadi tentang penelantaran anak dan
bagaimana perlindungan yang harus diberikan oleh orangtua, keluarga,
masyarakat, Negara dan pemerintah serta siapa saja yang harus bertanggung
jawab dalam pemenuhan hak dan bertanggung jawab dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak yang terlantar. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap
perlindungan hukum oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara dan pemerintah
terhadap anak terlantar. Apakah yang harus dilakukan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, Negara, pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak
terlantar serta bagaimana hukum islam dan hukum positif mengatur tentang anak
terlantar dan bagaimana hukum islam dan hukum positif memberikan
perlindungan hukum terhadap anak terlantar. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang berarti pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan,
dan penulis melakukan pengidentifikasian secara sistematis dari sumber yang
berkaitan dengan objek kajian. Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui secara
spesifik mengenai perlindungan hukum terhadap anak terlantar dalam hukum
islam dan hukum positif, mengetahui bentuk perlindungan yang diberikan orang
tua, masyarakat, keluarga, Negara dan pemerintah terhadap anak terlantar dan apa
hukuman yang harus diterima oleh orang tua yang menelantarkan anak.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar
Pembimbing : Dedy Nursamsi, SH, M. Hum
Daftar Pustaka : Tahun 1987 s.d. Tahun 2013
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa tersirah untuk Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya. Aamiin.
Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar
Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” ini merupakan salah satu
komponen penting dalam persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) pada
bidang Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan ini banyak sekali pihak yang terlibat yang membantu
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dengan rasa syukur serta
hormat penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan serta dukungan moril dan
materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak. Dr. Asep Saepudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana
Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bapak Dedy Nursamsi, SH, M.Hum. selaku pembimbing yang secara
bijaksana dan kooperatif telah memberikan bimbingan,ilmu, pengarahan,
motivasi, dan semangat.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
ilmunya khususnya kepada penulis.
5. Kedua Orangtua yang terus memberikan motivasi dan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini. Kalian merupakan motivasi dan semangat terbesar
dalam pembuatan skripsi ini, karena tanpa kalian penulis tidak akan ada apa-
apanya. Kalian mengajarkan banyak hal yang membuat penulis menjadi orang
yang kuat sampai saat ini. Kalian selalu ada menemani disaat penulis
membutuhkan bantuan.
6. Kaka, Adik sekalian yang selalu mensupport penulis agar selalu semangat dan
terus berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat seperjuangan Pidana Islam 2011 (PI Power 11). Kalian sahabat yang
luar biasa baik dalam menuntut ilmu dalam bangku perkuliahan ataupun diluar
perkuliahan. Semangat dan kebersamaan yang kita ukir selama ini tidak akan
pernah penulis lupakan.
8. Terimakasih juga kepada Afrizal Fathoni Amnan, Sam‟ul Anam, Abunidal Al
Kahfi, Jalu Aji Pamungkas, Abee Maharullah, Azka Fahri yang selama ini
telah berjuang bersama dalam sebuah ikatan persahabatan, dalam sebuah
semangat Pergerakan dan juga telah memberikan semangat dan motivasi untuk
giat mengerjakan skripsi ini.
iv
9. Sahabat-sahabati PMII KOMFAKSYAHUM yang banyak mengajarkan penulis
tentang bagaimana perjuangan organisasi untuk bergerak ke arah yang lebih baik lagi
dan menjadikan saya pribadi yang selalu ingin bergerak. Salam Pergerakan!
10. Terimakasih juga kepada Muchammad Ickwan Santoso, Indra Kurniawan,
Framadi Gumilar, Novi Hilyantih, Eka Priyanto, Taufik Hidayat Karepesina
yang selama ini telah berjuang bersama dalam sebuah ikatan persahabatan,
dalam sebuah pekerjaan (Tim Khusus Kementerian Desa) dan juga telah
memberikan semangat dan motivasi untuk giat mengerjakan skripsi ini.
11. Dan pihak-pihak yang terkait dan berjasa dalam proses pembuatan skripsi ini yang
mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa terima kasih
sedikitpun dari penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan, serta
berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 14 April 2016
Penulis.
v
DAFTAR ISI
LEMBER PERSETEJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ....................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................... iv
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 9
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 9
D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 10
E. Metode Penelitian ........................................................................ 10
F. Review Studi Terdahulu ............................................................. 14
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK DAN HAKNYA
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Anak dalam hukum Islam dan Positif ................... 17
1. Anak Menurut Hukum Islam ........................................................................ 17
2. Anak Menurut Hukum Positif ....................................................................... 20
B. Hak-Hak Anak ............................................................................. 22
1. Hak-Hak Anak Dalam Islam .......................................................................... 22
2. Hak-Hak Anak Dalam Hukum Positif ............................................................ 26
vi
BAB III
FENOMENA SOSIAL PENELANTARAN ANAK
DAN FAKTOR PENYEBABNYA
A. Anak Terlantar ............................................................................ 34
B. Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Terlantar ............ 39
C. Dampak Dari Anak Terlantar.................................................... 42
BAB IV
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR
DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut
Hukum Islam ............................................................................... 45
B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut
Hukum Positif .............................................................................. 48
C. Analisis Perbandingan Perlindungan Anak Hukum Islam Dan
Hukum Positif. ............................................................................. 55
1. Persamaan .................................................................................................... 55
2. Perbedaan .................................................................................................... 56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 58
B. Saran ............................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian pemerintah dan
publik terhadap kehidupan anak-anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan
berkembangnya organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang perlindungan
anak sebagai salah satu bukti masih tingginya tingkat perasaan kemanusiaan yang
ada di masyarakat. Namun dibalik itu semua ternyata semakin tingginya perhatian
yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat ini tidak berdampak berbanding
lurus terhadap penurunan jumlah anak terlantar, tingkat kekerasan terhadap anak,
perburuhan anak dibawah umur dan lain sebagainya. Kondisi anak-anak Indonesia
yang kurang beruntung ini kian hari semakin kurang menggembirakan terutama
bila dilihat dari sektor ekonomi dan pendidikan yang didapatnya.
Kondisi ini disebabkan karena perhatian yang selama ini diberikan hanya
sebatas tampilan fisiknya saja. Padahal di balik tampilan fisik itu ada kondisi yang
memprihatinkan, bahkan kadang-kadang lebih dahsyat. Hal ini disebabkan oleh
makin rumitnya krisis di Indonesia : krisis ekonomi, hukum, moral, dan berbagai
krisis lainnya.
Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya
pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan
anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak
jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya,
2
seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak)1. Mereka
perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu
hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan,
kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, dan
perlindungan khusus.
Konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the
Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36
tahun 1990, menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-
anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan.
Anak terlantar sendiri pada umumnya merupakan anak-anak yang berasal
dari latar belakang keluarga yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga tidak
mampu, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan latar belakang
kehidupan jalanan yang akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya
kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Bahkan yang lebih miris lagi adalah ada anak terlantar yang tidak memiliki sama
sekali keluarga (hidup sebatang kara).
Ada anak terlantar yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat
tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang
masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering
1 H. Muladi, Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif
hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005, hal. 231
3
pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama
keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.
Selain itu kegiatan pembangunan yang pesat di perkotaan juga ternyata
memberikan efek negatif terhadap kehidupan anak terlantar. Keadaan kota justru
mengundang maraknya anak terlantar. Kota yang padat penduduknya dan banyak
keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang
pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk
bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan
mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, dan
teman.
Anak terlantar, pada hakikatnya, adalah "anak-anak", sama dengan anak-
anak lainnya yang bukan anak terlantar. Mereka membutuhkan pendidikan.
Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik
dan mental mereka2. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil.
Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak
cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah
rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah fundamen
pendidikan.
Rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik
dari berbagai elemen masyarakat. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah
sejauh mana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan (hukum) pada
anak sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan
2 Rina Yunita, Kumpulan Artikel Anak Penelantaran, di Expos Pada Tanggal 24 Agustus
2015,Koran Tempo.com
4
penghidupannya sebagai bagian dari hak asasi manusia. Padahal, dalam pasal 20
UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua, atau Wali
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak.
Hukum internasional melalui pembentukan Konvensi Hak Anak (convention
on the right of the children) telah memosisikan anak sebagai subjek hukum yang
memerlukan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Negara-negara peserta
konvensi (contracting parties) memiliki kewajiban untuk menyepakati isi
konvensi tersebut dan melaksanakannya, terutama dalam jaminan terhadap
kepentingan hak-hak anak.
Perlindungan HAM Anak menurut Deklarasi PBB Tahun 1986, hak asasi
manusia merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Telah menjadi
kesepakatan berbagai bangsa persoalan anak ditata dalam suatu wadah Unicef
(United International Children Education of Fund) bagi Indonesia sendiri, anak
dikelompokkan sebagai kelompok yang rentan. Dalam pasal 1 KHA/Keppres No.
36 Tahun 1999, “ Anak adalah setiap orang yang berusia 18 Tahun kecuali
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi yang ditentukan bahwa usia
dewasa dicapai lebih awal”, sedangkan Menurut pasal 1 ayat (5) UU No. 39
Tahun 1999 Tentang HAM, “ Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah
18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila tersebut dalam kepentingannya”.dalam Pasal 65 UU RI No. 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia “Setiap anak berhak untuk memperoleh
5
perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,
perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya”3.
Bicara mengenai perlindungan anak tidak terlepas dari pembahasan hak
asasi manusia, sebab anak merupakan manusia kecil yang sepatutnya harus
diindungi. Disebut anak, yakni orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas)
tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak merupakan
bentuk implementasi penyelenggaraan hak asasi manusia, sebab hak anak
termasuk bagian integral dari hak asasi itu sendiri.
Hukum islam telah memberikan isyarat perlindungan anak yang
dikehendaki Allah SWT tertuang dalam firman-Nya,
و عه ل نب جشيكى ضآ ذاء ثبنمسط ض نه اي آيا كا ل ب انز ب أ ذنا اعذنا أنب ر
ب ر خجش ث انه إ ارما انه ألشة نهزم ه
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuiapayangkamuperbuat.”4
Ayat diatas turun berawal dari peristiwa yang menimpa Nu‟man bin Basyir.
Pada suatu ketika Nu‟man bin Basyir mendapat sesuatu pemberian dari ayahnya,
kemudian Umi Umrata binti Rawahah berkata “aku tidak akan ridha sampai
peristiwa ini disaksikan oleh Rasulullah.” Persoalan itu kemudian dibawa ke
hadapan Rasulullah SAW. Untuk disaksikan. Rasul kemudian berkata “apakah
3 H. Muladi, Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif
hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005, hal. 231
4 QS. Al-Maidah : 8
6
semua anakmu mendapat pemberian yang sama?” Jawab ayah Nu‟man “tidak”.
Rasul berkata lagi “takutlah engkau kepada Allah dan berbuat adillah engkau
kepada anak-anakmu”. Sebagian perawi menyebutkan, “sesungguhnya aku tidak
mau menjadi saksi dalam kecurangan.” Mendengar jawaban itu lantas ayah
Nu‟man pergi dan membatalkan pemberian kepada Nu‟man. (HR. Bukhari
Muslim)5.
Esensi ayat diatas adalah semangat menegakkan keadilan dan perlindungan
terhadap anak. Islam memiliki standar yang mutlak dengan penggabungan norma
dasar ilahi dengan prinsip dasar insani.. Jangankan menelantarkan manusia,
menelantarkan kucing dengan mengurung dan tidak memberi makan dan minum
saja sudah dilarang dalam islam.
Rasulullah bersabda:
شح سهى لبل: " دخهذ ايشأح انبس ف عه سسل اهلل صه انه شح، ع ش أث ب، فهب ع سثطز
ا س خطبش انؤسض حز يبرذ " ب رؤكم ي أسسهز نب ب، ز أط عجذ سافع، ذ ث يح يسهى ع
عجذ انشصاق ذ، ع ح ث
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: “Seorang wanita masuk
Neraka karena seekor kucing yang ia kurung kemudian tidak memberi makan dan
membiarkannya sehingga ia memakan serangga sampai mati.”(Diriwayatkan
oleh Muslim dari Muhammad bin Rafi‟ dan Abdu bin Khumaid dari Abdul
Razaq) hadist ini dikutip dari artikel jurnal hukum Islam, sebagai bahan rujukan
dalam pengantar proposal saya.
5http://wordpress.com. PenelantaranAnak –, Diakses pada 21 Agustus 2015 , pkl 11:25
7
Hadits ini berkenaan adanya seorang wanita yang mengurung seekor kucing
tanpa memberinya makan dan minum.6 Maka balasan baginya adalah ia akan
masuk neraka karena ia menganiaya kucing tersebut, tidak memberinya makan,
atau melepaskannya sehingga si kucing tidak diberikan kebebasan mencari
makanannya sendiri. Alasan mengapa Islam melarang menelantarkan anak,
diantaranya adalah karena anak merupakan penerus dari orang tuanya yang akan
melanjutkan apa yang dimiliki oleh orang tuanya terutama untuk menjaga
keturunan keluarganya supaya tidak punah dan anak juga merupakan harapan
agama dan bangsa yang akan melanjutkan perjuangan di masa depan, oleh karena
itu hendaklah orang tua itu menjaga, memelihara, serta mendidik anaknya supaya
menjadi generasi yang kuat sehingga mampu memajukan dan memperjuangkan
agama dan bangsa dengan baik bukannya menelantarkan anaknya sehingga anak-
anaknya menjadi generasi yang lemah. (QS. Annisa: 9) Firman Allah Swt:
ى بفب خبفا عه ى رسخ ض خهف ا ي رشك ن ذانخص انز ال سذ ا ل من ن زما اهلل فه
Artinya: “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar” (Qs. Annisa:9)
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiwaban bagi orang tua terutama ayah
menafkahi anaknya. Islam mewajibkan seorang laki-laki untuk menafkahi dirinya
sendiri, keluarganya, istrinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, kerabat
dekatnya, dan tetangga depan, kanan & kiri, “Mulailah dari dirimu. Maka
nafkahilah dirimu. Apabila ada suatu kelebihan, maka peruntukkan bagi
6 Hadist Muslim dari Muhammad bin Rafi‟ dan Abdu bin Khumaid dari Abdul Razaq
8
keluargamu”. Jika masih ada sisa dari kelebihan (setelah memberi nafkah)
terhadap keluargamu, maka peruntukkan bagi kerabat dekatmu, maka beginilah.
Dan begitulah (yang seharusnya) dia katakan. Maka, (mulailah) dari yang di
depanmu, lalu terhadap kananmu, serta kemudian terhadap kirimu.” (HR.
Muslim).
Jadi mengenai penelantaran anak baik menurut aspek yuridis maupun Islam
sama-sama melarang terjadinya penelantaran anak dan bagi pelaku penelantaran
anak menurut yuridis akan dikenakan pasal 77B Dari Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 perubahan dari UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
yaitu: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 76B (Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Sedangkan menurut islam, jelas
melarang terjadinya penelantaran terhadap anak, jangankan menelantarkan
manusia, menelantarkan kucing dengan mengurung dan tidak memberi makan dan
minum saja sudah dilarang dalam islam dan hukumannya jika tidak bertaubat
maka akan disiksa di neraka.
Meskipun demikian kenyataanya masih banyak terdengar anak terlantar
yang ditelantarkan oleh orang tuanya sebagaimana kasus yang terjadi di Cibubur
yang mana orang tua tidak mengizinkan anaknya masuk kerumah selama 1 bulan
dan terpaksa anaknya tidur di pos satpam, dengan alasan bahwa anaknya bandel
9
dan tidak bisa diatur oleh orang tuanya7. Dan masih banyak kasus-kasus
penelantaran anak yang lainya terjadi di Indonesia.
Maka secara lebih dalam penulis akan membahasnya dalam bentuk skripsi
dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK
TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF.
Masalah perlindungan anak merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat di
selesaikan secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama dan tanggung
jawab kita semua.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka menjadi pokok permasalahan penulis
membatasi alasan-alasan mengapa perlindungan hukum terhadap anak korban
kekerasan dikaji lebih mendalam, dan penulis merumuskannya sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi terlantar sebagai
fenomena sosial?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap anak terlantar dalam
hukum islam dan hukum positif?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya anak terlantar
sebagai fenomena sosial.
2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak
terlantar menurut hukum islam dan hukum positif.
7http://news.liputan6.com/read/2398135/5-kisah-anak-korban-kekerasan-paling-
memilukan-sepanjang-2015
10
D. Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat member manfaat untuk :
1. Manfaat Teoritis
Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan
dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia
akademis, serta khasanah dalam ilmu pengetahuan hukum islam dan
hukum positif, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan perlindungan
hukum terhadap anak terlantar. Dan dapat dijadikan bahan kajian lebih
lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan hukum islam dan positif di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang kasus-
kasus penelantaran anak yang berujung kematian yang sekarang ini banyak
terjadi dan bagaimana upaya pencegahan sehingga kasus-kasus korban anak
penelantaran tidak akan terjadi lagi. Dan juga sebagai pedoman dan
masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam
menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas kasus
penelantaran anak.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yanag sangat penting dalam penelitian
skripsi ini karena metode penelitian dapat menentukan langkah-langkah dari suatu
11
penulisan. Adapun penelitian yang dipakai sebagai dasar penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian hukum ada dua penelitian yaitu : penelitian normatif dan
penelitian empiris/sosiologis atau penelitian lapangan. Penelitian normatif adalah
penelitian kepustakaan, dimana dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka
merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder.
Data sekunder tersebut memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga
meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai pada dokumen-
dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah8.
Sedangkan penilitian empiris atau sosiologis adalah penelitian data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat mengenai prilaku masyarakatnya9.
Penelitian empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap identifikasi
hukum (tidak tertulis) penelitian terhadap efektifitas hukum.
Oleh karena itu penulis akan menggunakan jenis penelitian normatif
karena dalam hal ini penulis akan meneliti tentang perlindungan hukum anak
terlantar melalui penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini saya lakukan
melalui pendekatan yuridis normatif yang mempunyai pengertian bahwa
penelitian ini didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan erat
dengan hukum pidana.
8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan
singkat), Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 23
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta : UI Press, 1986,
hal.51
12
2. Sumber data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian skripsi ini adalah data kualit
atif bukan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang data umumnya
dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. Sedangkan datakuantitatif, data yang
dapat diukur sehingga data dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya10
.
Dalam pengumpulan data kualitatif ada data yang berupa bahan hukum
yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
Sumber Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan secara hierarki dan putusan-putusan
pengadilan. Data primer diperoleh melalui bahan yang mendasari dan
berkaitan dengan penulisan ini, yaitu
Al-Quran
Hadist
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, artinya menganalisa rumusan masalah dengan mengambil materi
10
Ronny Kountur, Metode Penelitian (untuk penulisan skripsi dan tesis), Cet. II, Jakarta:
PPM, 2004, hal. 16.
13
yang terdiri dari buku atau literatur-literatur hukum, jurnal ilmu hukum,
koran, tabloid, laporan penelitian hukum, televisi, internet semua bahan yang
terkait dengan permasalahan yang dibahas.
c. Bahan Hukum Tersier
Adalah bahan hukum yang menguatkan penjelasan dari sumber hukum
primer dan sumber hukum sekunder yaitu berupa kamus hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data
yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan
wawancara atau interview. Dalam hal ini penelitian menggunakan menggunakan
teknik studi dokumen atau bahan pustaka yaitu alat pengumpulaan data yang
dilakukan melalui data tertulis yang bisa ditemukan dalam bahan pustaka yang
terdiri dari buku-buku atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pembahasan ini.
4. Teknis Analisis Data
Data hasil penelitian dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk deskriptif
yaitu penulis menggambarkan hasil penelitian yakni tentang penelantaran anak
dengan sejelas-jelasnya. Adapun tujuan dari penyajian seperti ini tidak lain adalah
agar pembaca dapat memahami dengan jelas tentang penelantaran anak dalam
perspektif hukum positif dan hukum Islam menurut UU RI No. 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak.
Sedangkan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
14
a. Content Analysis, yaitu melakukn analisa isi dokumen secara terperinci
dengan mengambil sari dari dokumen yang menjadi sumber data baik dari
buku-buku atau dokumen-dokumen yang berisi tentang hukum positif dan
hukum islam yang sesuai dengan kajian skripsi ini.
b. Comperative Analysis, yaitu melakukan analisis perbandingan dalam dua hal
yang berbeda pada substansi yang sama. Dalam penelitian ini adalah hukum
pidana positif dan hukum Islam yang sama-sama berbicara tentang
perlindungan hukum anak terlantar. Maka dari itu penulis penulis melakukan
Analisis perbandingan mengenai tentang perlindungan hukum anak terlantar
mengenai hukum tersebut.
F. Review Studi Terdahulu
Dalam skripsi yang ditulis oleh Farhan Subhi, Fakultas Syari‟ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan Judul
“Penelantaran Terhadap Anak Dalam Hukum Islam Dan UU No.23 Tahun
2002” Penulis melihat bahwa skripsi yang ditulis oleh Farhan Subhi ini hanya
melihat terkait penelantaran anak saja, tidak menjelaskan bagaimana bentuk
perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak terlantar. Serta jurnal skripsi
yang dibuat oleh Benedichta Desca Prita Octalina, Fakultas Hukum Universitas
Atmajaya Yogyakarta, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Korban Eksploitasi Ekonomi” penulis memperhatikan dalam jurnal yang ditulis
oleh Benedichta Desca Prita Octalina dalam jurnalnya hanya menjelaskan tentang
15
perlindungan hukum yang diberikan dalam hukum positif dan tidak menjelaskan
perlindungan terhadap anak korban eksploitasi dalam hukum islam.
Dari dua contoh baik skripsi atau jurnal yang menjadi bahan review
penulis, maka perbedaan skripsi penulis adalah bahwa penulis akan melakukan
penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Sebagai landasan bagi para penegak hukum untuk memberikan hukuman terhadap
pelaku penelantaran anak dan juga penyebab faktor terjdinya penelantaran anak
dengan menerapkan Undang-Undang tersebut. Selain itu penulis tidak hanya
meneliti Undang-Undang tersebut akan tetapi penulis akan membahas bagaimana
kerangka normatif perlindungan korban penelantaran anak dan juga penulis akan
membahas perlindungan hukum terhadap anak terlantar dalam hukum islam.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam
bentuk bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan satu
kebulatan dari masalah yang diteliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis
membagi menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat, tinjauan pustaka, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II. Tinjauan Umum Tentang Anak Terlantar Menurut Hukum Islam
Dan Hukum Positif
16
Bab ini menguraikan beberapa masalah yang berkaitan dengan tinjauan
umum tentang Anak terlantar dalam hukum islam dan hukum positif.
BAB III. Fenomena Sosial Penelantaran Anak Dan Faktor Penyebabnya
Dalam bab ini, penulis membahas tentang Anak Terlantar, Faktor-faktor
Penyebab penelantaran anak, dan Dampak yang terjadi akibat penelantaran anak.
BAB IV. Analisis Perlindungan Hukum Anak Terlantar Dalam Hukum
Islam Dan Hukum Positif.
Bab ini membahas tentang Analisis hukum positif dan hukum Islam
mengenai Perlindungan Anak serta perbandingan Hukumnya.
BAB V. Penutup
Pada bab terakhir ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari keseluruhan
serangkaian pembahasan atau permasalahan yang di paparkan sebelumnya.
Disamping itu dikemukakan saran-saran yang diperlukan penulis.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK DAN HAKNYA
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Anak dalam hukum Islam dan Positif
1. Anak Menurut Hukum Islam
Di dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa asal-usul seorang anak yaitu melalui
sebuah pernikahan yang sah, suami istri saling berjanji membentuk suatu keluarga
yang baik sakinnah, mawaddah dan rohmah. Kemudian setelah terbentuknya
keluarga yang baik, penuh kasih sayang dan rahmat, mulailah Allah menitipkan
amanat kepada pasangan suami istri dengan di karuniai keturunan untuk masa
depan yaitu seorang anak yang menjadi buah hatinya.
Rasulullah Saw menggambarkan anak dalam hadisnya yang diriwayatkan
oleh Abu Ya‟la dari Abi Said, Rasulullah Saw bersabda:
نذ ثش ح انمــه ة أ ن
Artinya : “ Anak itu adalah buah hati.” (HR. Abu Ya‟la dari Abi Sa‟id)
Anak adalah suatu karunia yang diberikan Allah Swt pada hambanya Kalau
tidak punya anak, suatu rumah tangga merasa sepi karena tidak ada hiburan si
buah hati sebagai salah satu unsur yang sangat kuat untuk memperkokoh jalinan
kemesraan dan kasih sayang antara ibu dan ayahnya11
.
Anak adalah sebuah perhiasan dunia yang dilahirkan oleh orang tuanya,
sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-kahfi ayat 46 :
18
صخ انحح انذب انج انبل
Artinya: Harta dan Anak-anak adalah perhiasan dunia.
Anak adalah salah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh pasangan yang sudah
menjadi suami istri, karena anak adalah keturunan untuk menjadi penerus kedua
orang tuanya dan juga anak dapat menjadi penyejuk hati orang tua, sebagaimana
Allah berfirman dalam surat Al-furqan ayat: 74
إ زم ب نه ه اج رسبرب لشح أع اجب أص ب ي ت ن سثب من يبيبانز
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwaAnak adalah
tumpuan harapan masa depan suatu bangsa, maka bila dalam suatu generasi
terjadi persoalan kesehatan menimpa anak-anak, akan hancurlah bangsa itu di
masa depan.
Untuk itu anak-anak sebagai cikal bakal penopang berdirinya suatu bangsa,
sedini mungkin harus mendapat perhatian yang serius. Karena itu Islam
memberikan perhatian pada anak dimulai sejak dalam kandungan. Allah Swt telah
memberikan peringatan dini kepada para orang tua agar tidak meninggalkan
generasi-generasi yang tidak berkualitas, sebagaimana disebutkan dalam Firman
Allah Swt:
بفب خبف ى رسخ ض خهف ا ي رشك ن ذا.نخص انز ال سذ ا ل من ن زما اهلل ى فه ا عه
Artinya : “ Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. Orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).
11 Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, PT. Ghalia Indonesia,
Bandung 2010, hal. 148.
19
Orang tuanya mempunyai kewajiban utama untuk menyiapkan putra putri
yang sehat dan kuat, baik secara fisik maupun psikis12
. Pertumbuhan dan
perkembangan anak serta kesehatannya, baik fisik maupun psikisnya, sangat
dipengaruhi oleh rawatan, asuhan, dan didikan yang diberikan orang tua kepada
mereka, tugas penting orang tua ini telah di firmankan Allah Swt
آي ب انز ب أ ب يهبئكخ غهبظ ضذاد نب انحجبسح عه ب انبط لد هكى بسا أ يب ا لا أفسكى انه ص
يب ؤيش ه ف ى أيش
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjagaannya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkannya, kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim : 6)
Ayat di atas kita diingatkan supaya senantiasa memelihara dan menjaga diri
serta keluarga kita, dari bahaya dan ancaman api neraka yang penjagaanya adalah
malaikat-malaikat yang tidak bisa diajak kompromi, bersikap tegas yang keras.
Oleh karena itu arahan orang tua harus jelas, di samping keteladanan yang
mendorong setiap anggota keluarga untuk memiliki pribadi yang kuat, bersikap
disiplin, memiliki pola hidup yang benar, sesuai petunjuk Agama. Dan orang tua
wajib menyediakan sarana dan perlengkapan untuk dapat berlangsungnya
pembinaan dan pendidikan dalam keluarga seperti tempat Ibadah, belajar
membaca al-Qur‟an alat tulis belajar, buku-buku, alat belajar modern seperti
komputer dan lainnya.
12
Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik , Seri ke -2(Al-Qur‟an dan Isu-isu
Kontemporer 1), :Lajnah Pentashihan Mushap Al-Qur‟an Badan Litbang dan Diklat , Jakarta 2012,
Hal. 76-78.
20
Amanat kelahiran anak yang akan melanjutkan generasi manusia ini
memang telah disanggupinya sejak Azali yaitu masa sebelum penciptaan manusia,
sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an Surah Al-Ahzab : 72 yaitu :
أ انججبل فؤث انؤسض اد ب إب عشضب انؤيبخ عه انس كب إ سب ب انئ ه ح ب ي أضفم ب ه ح
نب ظهيب ج
Artinya: “ Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangaat bodoh.” (QS. Al-
Ahzab : 72).
Demikian peringatan Allah Swt kepada seluruh manusia, bahwa manusia
telah sanggup untuk menerima amanat keturunan berupa anak-anak yang harus
dididiknya dengan baik, jika tidak ingin menjadi manusia-manusia yang amat
zalim dan sangaat bodoh. Memang berat menerima amanat tersebut, tetaapi sesuai
fitrah manusia, semua calon ayah dan calon ibu merasa senang dan bahagia akan
menerima amanat tersebut. Rasa senang dan bahagia ini memberikan semangat
hidup yang sangat berarti bagi mereka, memberikan arti hidup yang sebenarnya.
2. Anak Menurut Hukum Positif
Pengertian anak secara umum yang dipahami masyarakat adalah keturunan
kedua setelah ayah dan ibu.13
Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam
kacamata hukum. Ia tetap dinamakan anak, sehingga definisi ini tidak dibatasi
dengan usia. Sedangkan dalam pengertian Hukum Perkawinan Indonesia, anak
13
WJS. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka:1992),
hal. 38-39
21
yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya. Selama mereka tidak dicabut
dari kekuasaan.14
Pengertian ini disandarkan pada kemampuan anak, jika anak
telah mencapai umur 18 tahun akan tetapi dia belum mampu mandiri atau
menghidupi dirinya sendiri maka ia dikategorikan sebagai anak. Namun berbeda
jika ia telah melakukan perbuatan hukum, dan ia dapat menghidupi dirinya
sendiri, maka ia telah dikenai peraturan hukum atau perUndang-Undangan.
Anak menurut undang-undang kesejahteraan anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin15
. Dalam perspektif
Undang-undang Peradilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara anak
nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan
belum pernah kawin16
. Sementara dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP), tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat
dijumpai antara lain pada pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16
tahun. Pasal 45 berbunyi17
:
Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya
ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan supaya si
tersalah itu dikembalikan kepada kedua orang tuanya, walinya, atau
pemeliharaannya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman; atau memerintahkan
supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu
hukuman; yakni jika perbuatan itu termasuk bagian kejahatan atau salah satu
pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 503-505, 514, 517-519, 526, 536
dan 540 dan perbuatan itu dilakukan lalu, dua tahun sesudah keputusan terdahulu
yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran itu atau suatu kejahatan,
atau menghukum anak yang bersalah itu.
14Pasal 47, UU. No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
15Pasal 1(2), UU. No.4 Tahun 1974 Tentang Kesejahteraan Anak
16Pasal 1(1), UU. No.3 Tahun 1977 Tentang Peradilan Anak
17Dengan berlakunya UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak pasal, 45, 46, dan 47
KUHP sudah tidak berlaku
22
Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) maka anak adala seseorang yang belum
mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin. Menurut Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dalam pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa
anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Menurut Konvensi Hak-hak anak (KHA) yang diartifikasi
melalui Keppres No. 36 tahun 1990, setiap manusia dibawah usia 18 tahun,
kecuali berdasarkan aturan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia
dewasa mencapai lebih awal.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 98(1) dikatakan bahwa batas usia
anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21 tahun, sepanjang
anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum perbah
melangsungkan perkawinan18
.
B. Hak-Hak Anak
1. Hak-Hak Anak Dalam Islam
Dalam Islam hak-hak anak dimulai sejak anak dalam kandungan hingga
mencapai kedewasanya secara fisik maupun psikis. Ada delapan macam hak anak
terhadap orang tuanya, yaitu:
a. Hak mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan dalam kandungan maupun
setelah lahir (Hak hadhanah)
b. Hak mengetahui nasab (keturunan)
23
c. Hak menerima yang baik
d. Hak mendapat ASI dari Ibu atau penggantinya
e. Hak mendapat asuhan
f. Hak mendapat harta warisan
g. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran
h. Hak mendapatkan perlindungan hukum19
Sedang menurut Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Fiqih Al-islam Wa
Adillatuhu jilid 10 tentang hak-hak anak ada lima macam, seperti:
a. Hak nasab (keturunan)
Nasab adalah salah satu pondasi kuat yang menopang berdirinya sebuah
keluarga, karena nasab mengikat antar anggota keluarga dengan pertalian darah.
Seorang anak adalah bagian dari ayahnya dan ayah adalah bagian dari anaknya.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-quran surah Al-furqon ayat 54:20
سثك لذشا كب شا ص سجب ه بء ثطشا فج ان انز خهك ي
Artinya: Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia
jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu
Maha Kuasa.
Dalam Tafsir jalalyn dijelaskan ayat diatas ditafsirkan bahwa (Dan Dia pula
yang menciptakan manusia dari air) yakni dari air mani; lafal Basyar adalah
18
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagan
Agama Islam Departemen Agama Islam, 2010), hlm, 50. 19
Mufidah, Haruskan perempuan dan anak dikorbankan? Panduan pemula untuk
pendampingan korban terhadap perempuan dan anak, (Malang:PSG Publishing dan pilar media,
2006), H. 63 20
Abdul Hayyie al-kattani, dkk, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema
Insani,2007)hal.25
24
sinonim dari lafal Insaan (lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan) punya
hubungan nasab (dan mushaharah) punya hubungan mushaharah, misalnya
seorang lelaki atau perempuan melakukan perkawinan dengan pasangannya untuk
memperoleh keturunan, maka hubungan kekeluargaan dari perkawinan ini
dinamakan hubungan Mushaharah (dan adalah Rabbmu Maha Kuasa) untuk
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.21
b. Hak Radla (menyusui)
Radla‟ adalah hak menyuysui anak, ibu bertanggung jawab dihadapan Allah
menyusui anaknya ketika masih bayi hingga umur dua tahun, baik masih dalam
tali perkawinan dengan ayah si bayi ataupun sudah bercerai. Sebagaimana Allah
berfirman:
زى انشضبعخ أساد أ ن كبيه ن ح نبد أ انذاد شض ان
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa seorang ibu wajib menyusui bayinya
jika memang statusnya masih sebagai isteri atau dalam masa iddah dari cerai roj‟i.
Dan jika ia menolak untuk menyusui tanpa adanya uzur maka pihak pengadilan,
dalam hal ini hakim, berhak memaksanya untuk menyusui bayinya, kecuali jika
wanita tersebut berstatus social tinggi dan kaya maka tidak wajib baginya untnuk
menyusui jika memang bayinya menerima disusui oleh wanita lain.22
21
http://tafsirq.com/25-al-furqan/ayat-54#tafsir-jalalayn
22 Abdul Hayyie al-kattani, dkk, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema
Insani,2007)hal.44
25
Para ulama memahami bahwa ayat tersebut diatas adalah perintah untuk
setiap isteri atau lainya untuk menyusui, dan itu hak atasnya. Kemudia para ulama
mengecualikan wanita yang status sosialnya tinggi karena adat dan kemaslahatan.
c. Hak Hadlanah (pemeliharaan)
Hadhanah diambil dari kata al-hidnu yang artinya samping atau merengkuh
kesamping. Adapun secara syara‟ hadhanah artinya pemeliharaan anak bagi orang
yang berhak untuk memeliharanya. Atau, bias juga diartikan memelihara atau
menjaga orang yang tidak mampu mengurus kebutuhanya sendiri karena tidak
mumayyiz seperti anak-anak, orang dewasa tetapi gila. Pemeliharaan disini
mencakup urusan makanan, pakaian, urusan tidur, membersihkan, memandikan,
mencuci pakaian dan sejenisnya.
d. Hak Walayah (wali)
Perwalian adalah pengaturan orang dewasa terhadap urusan orang yang
“kurang” dalam kepribadian dan hartanya. Yang dimaksud kurang disini adalah
orang yang tidak sempurna ahliyatul ada‟ nya, baik itu kehilangan ahliyatul ada‟
nya sama sekali, seperti anak yang belum mumayyiz maupun yang ahliyatul ada‟
nya kurang, seperti anak yang mumayyiz. Orang ini untuk disebut al-qaashir atau
orang yang tidak sempurna ahliyatul ada‟ nya.
Menurut ulama Hanafiyyah, perwalian adalah melaksanakan ucapan atas
orang lain, baik ia setuju maupun tidak.23
e. Hak Nafkah
23 Abdul Hayyie al-kattani, dkk, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema
Insani,2007)hal.82
26
Orang tua wajib memberikan nafkah kepada anaknya agar anaknya dapat
berkembang dengan baik dan dapat terpenuhi semua kebutuhan hidupnnya,
sebgaimana Allah berfirman:
شف ثبن ر كس سصل ند ن عه ان
Artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara ma'ruf.
Sudah jelas bahwa anak mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh orang
tuanya agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, pinter dan mandiri
jika sudah besar nanti, oleh karena itu jika hak-hak anak yang sudah dijelaskan
tidak terpenuhi dengan baik maka dapat dikatakan anak yang kurang mendapatkan
hak-haknya menjadi anak yang di telantarkan oleh orang tuanya.
2. Hak-Hak Anak Dalam Hukum Positif
Anak memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menjelaskan
hak-hak anak yang tertuang pada pasal 2 sampai 8.
Dari bunyi yang dijelaskan dalam pasal 2 sampai dengan 8 Undang-undang
tersebut, maka dapat dirangkum bahwa paling tidak ada kurang lebih 10 hak-hak
anak sebagai berikut24
:
Pasal 2 :
a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus.
24 Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak
dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 18.
27
b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupansosialnya.
c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
e. Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak
mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.
f. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh
negara atau orang atau badan.
g. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam
lingkungankeluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
h. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang
bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya dan juga diberikan kepada anak yang
telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan
keputusan hakim.
i. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan
anak yang bersangkutan.
j. Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak
menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama,
pendirian politik, dan kedudukan sosial.
Sebagai tambahan informasi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun
1959 telah mensyahkan Deklarasi Hak-hak Anak (Declaration of the Right of the
Child), dari apa yang dikemukakan dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang hak anak tersebut, maka ada 10 hak-hak anak sebagai berikut:25
a. Anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum di dalam deklarasi ini.
Semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini,
tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
pendapat dibidang politik atau dibidang lainya, asal-usul bangsa atau tingkatan
25
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak
dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 19-20.
28
sosial, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik dilihat dari segi dirinya
sendiri maupun dari segi keluarganya.
b. Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus, dan
harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan
sarana lain sehingga secara jasmani, mental, akhlak, rohani dan sosial, mereka
dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan
bermartabat.
c. Sejak dilahirkan, anak-anak harus memiliki nama dan kebangsaan.
d. Anak-anak harus mendapat jaminan. Mereka harus tumbuh dan berkembang
dengan sehat. Untuk maksud ini, baik sebelum maupun sesudah dilahirkan,
harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi si anak dan ibunya. Anak-
anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan
kesehatan.
e. Anak-anak yang cacat tubuh dan mental atau yang mempunyai kondisi sosial
lemah akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan,
dan perlakuan khusus.
f. Anak-anak memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin
mereka harus dibesarkan dibawah asuhan dan tanggung jawab orang tua
mereka sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar mereka tetap berada
dalam suasana yang penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak-anak
di bawah usia lima tahun tidak dibenarkan terpoisah dari ibunya. Masyrakat
dan penguasa yang berwenang, berkewajiban memberikan perawatan khusus
kepada anak-anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak-anak yang
29
tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak yang lain memberikan
bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang bersasal dari keluarga besar.
g. Anak-anak berhak mendapat pendidikan, wajib secara Cuma-Cuma sekurang-
kurangnya ditingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat pendidikan yang
dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan
meraka, atas dasar kesempatan yang sama, untuk mengembangkan
kemampuanya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan
sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Kepengtingan-kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh
mereka yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak
yang bersangkutan : pertama-tama tanggung jawab terserbut terletak pada
orang tua mereka. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa
untuk bermain dan berkreasi yang harus diarahkan untuk tujuan pendidikan,
masyarakat dan penguasa yang berwenang harus berusaha meningkatkan
pelaksana hak ini.
h. Dalam keadaan apapun anak-anak harus didahulukan dalam menerima
perlindungan dan pertolongan.
i. Anak-anak harus dilindungin dari segala bentuk penyia-nyian, kekejaman dan
penindasan. Dalam bentuk apapun, mereka tidak boleh menjadi bahan
perdagangan. Tidak dibenarkan mepekerjakan anak-anak dibawah umur.
Dengan alasan apapun mereka tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang
dapat merugikan kesehatan atau pendidikan mereka, maupun yang dapat
mempengaruhi perkembangan tubuh, mental atau akhlak mereka.
30
j. Anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah kedalam bentuk
diskriminasi rasial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainya. Mereka
harus dibesarkan didalam semangat yang penuh perhatian, toleransi dan
persahabatan anatar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dan
dengan penuh kesadaran tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama
manusia.
Dari ketentuan pasal 4 sampai dengan pasal 18 UU No.35 Tahun 2014
tentang perlindungan anak, maka paling tidak ada 21 hak anak sebagai berikut26
:
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua atau wali.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri.
5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang banak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
31
6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan social.
7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan
bakatnya.
8. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan disatuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesame peserta didik, dan/atau pihak lain.
9. Khusus bagi anak penyandang disabilitas juga berhak memperoleh pendidikan
luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak
mendapat pendidikan khusus.
10. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
11. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi, dan berkreasi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
12. Setiap anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitas, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
13. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
26
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak dan
32
perlindungan dari perlakuan; a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi
maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidak adilan; dan f. perlakuan salah lainya.
14. Setiap anak berhak untuk diasuh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hbukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah
demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir
15. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak tetap
berhak: a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan
kedua Orang Tuanya. b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan
dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dan kedua Orang Tuanya
sesuai dengan kemampuan bakat, dan minatnya, c. memperoleh pembiayaan
hidup dari kedua Orang Tuanya, dan, d. memperoleh hak anak lainya.
16. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a. penyalahgunaan
dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan
dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; e. pelibatan dalam peperangan, dan; f. kejahatan seksual.
17. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
18. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
19. Setiap anak yang dirampas kebebasanya berhak untuk: a. mendapatkan
perlakuan secara manusiawi secara penempatanya dipisahkan dari orang
dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainya secara efektif
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 108.
33
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan
memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam siding tertutup untuk umum.
20. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
21. Setiap anak yang menjadi korban atau pelku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainya.
34
BAB III
FENOMENA SOSIAL PENELANTARAN ANAK
DAN FAKTOR PENYEBABNYA
A. Anak Terlantar
Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab
tertentu (karena beberapa kemungkinan: kemiskinan, salah seorang dari orang
tua/wali sakit, salah seorang/kedua orang tua/wali pengasuh meninggal,keluarga
tidak harmonis, tidak ada pengasuh)sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan
dasar dengan wajar baik jasmani, rohani , maupun sosial.27
Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya
melalaikan dan atau tidak mampu melaksanakan dan memenuhi kewajibannya
sehingga kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosialnya tidak terpenuhi.
Jadi anak terlantar ialah anak yang tidak terpenuhi dasarnya atau kebutuhan
hidupnya baik sandang, pangan dan papan.
Dalam Undang-undang No 35 tahun 2014 juga dijelaskan bahwa Anak
Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik,
mental,spiritual, maupun sosial28
. Anak terlantar termasuk dalam kategori anak
rawan atau anak yang membutuhkan perlindungan khusus, dalam buku pedoman
pembinaan anak terlantar yang dikeluarkan oleh dinas sosial provinsi Jawa Timur
(2001) disebutkan bahwa anak terlantar adalah, anak yang karena suatu sebab
27
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html 28
UU No 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 6 tentang anak terlantar
35
tidak dapat terpenuhi dasar kebutuhanya dengan wajar, baik secara rohani,
jasmani dan sosial29
.
Anak terlantar pada umumnya adalah anak-anak yang berasal dari latar
belakang keluarga yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga yang tidak
mampu, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan latar belakang
kehidupan jalanan yang akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, kekerasan dan
hilangnya kasih sayang, sehingga berperilaku negative yang bisa mengancam
jiwanya30
.
Anak terlantar, pada hakikatnya "anak-anak", sama dengan anak-anak
lainnya yang bukan anak terlantar. Mereka membutuhkan pendidikan. Pemenuhan
pendidikan, oleh karena itu orang tua haruslah memperhatikan aspek
perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang
berukuran kecil. Anak mempunyai dunianya sendiri. Kita tak cukup memberinya
makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah rumah, karena anak
membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa
kasih,sayang serta pendidikan yang ideal tak mungkin akan dijalankan31
.
Penelantaran anak adalah sebuah tindakan baik disengaja maupun tidak
disengaja yang membiarkan anak tidak terpenuhi dasarnya (Sandang, pangan, dan
papan).32
Orang tua tidak boleh menelantarkan kebutuhan anaknya baik sandang
29
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.227 30
Balitbang Diknas. Satuan Biaya Pendidikan. (Dikutip Oleh Media Indonesia) Jakarta
2004. 31
Balitbang Diknas. Satuan Biaya Pendidikan. (Dikutip Oleh Media Indonesia) Jakarta
2004. 32
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.229
36
maupun pangan sebagaimana Allah SWT Berfirman dalam Al-qur‟an surah (Al-
baqoroh ayat 233)
ثبن ر كس سصل ند ن شف عه ان
Artinya : Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang baik.
Penelantaran anak suatu perbuatan yang harus di jauhi dan dihindari oleh
orang dewasa terhadap anak, seperti keadaan perhatian yang tidak memadai
kepada anak, baik fisik, mental, emosi maupun sosial. Penelantaran anak bisa
berupa penyiksaan terhadap anak kurangnya perhatian, dan kasih sayang dari
orangtua serta kebutuhan anak yang tidak tercukupi sehingga kewajiban untuk
anak diabaikan33
.
Penelantaran anak dapat juga dikatakan jika orang dewasa, orang tua atau
wali orang tua yang gagal bertanggung jawab menyediakan kebutuhan yang
memadai untuk berbagai keperluan seperti fisik (kegagalan menyediakan
makanan yang cukup, pakaian atau kebersihan), emosional (gagal memberikan
perhatian dan kasih sayang), pendidikan (gagal mendaftarkan anak di sekolah),
atau medis (gagal memberikan kesehatan, kebersihan, mengobati atau membawa
ke dokter).
Di indonesia, diperkirakan jumlah anak terlantar sekitar 3,5 juta jiwa. Inipun
terbatas pada kelompok anak-anak yatim piatu, dimana dari jumlah itu hanya
33
Wordpres. Artikel Rotsania Damayanti “ Anak Terlantar” Edisi tahun 2013, hal. 8
37
sedikit diantara mereka yang terjangkau pelayanan sosial (Irwanto dkk, 1998).34
Akan tetapi tahun 2015 Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan
dalam rilisnya yang dimuat berita online Detik.com bahwasanya di Indonesia ada
sekitar 4,1 juta anak terlantar dimana diantaranya ada 5.900 anak yang bermasalah
dengan ditelantarkan orang tuanya seperti kasus anak yang ditelantarkan oleh
orang tuanya di cibubur. Ada 3.600 anak yang bermasalah dengan hukum, 1,2 juta
balita yang ditelantarkan oleh orang tuanyua serta 34 ribu anak jalanan.35
Contoh kasus penelantaran anak yang terjadi di Indonesia biasanya sering
kita lihat di lampu merah jalanan baik di siang hari atau di malam hari, anak-anak
yang menjajakan koran, mengamen, dan meminta-minta demi mendapatkan rezeki
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ini adalah contoh fenomena sosial yang
terjadi.
Kemudian penelantaran anak yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap
lima anaknya di perumahan Citra Gran, Cibubur, Jakarta Timur. orang tua yang
tidak boleh mengizinkan anaknya masuk dan pulang kerumah selama satu bulan
hingga anaknya tidur di pos satpam komplek perumahan tersebut, menyiksa anak-
anaknya dengan kekerasan yang mengakibatkan luka-luka di tubuh anak-anaknya,
tidak memberikan anak-anaknya kebutuhan hidupnya baik sandang, pangan dan
papan. Hingga akhirnya kedua orang tuanya dilaporkan oleh masyarakat dengan
tuduhan tindak pidana penelantaran anak36
.
34
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.229 35
.http://news.detik.com/berita/2916183/mensos-ada-41-juta-anak-terlantar-di indonesia 36
http://news.liputan6.com/read/2398135/5-kisah-anak-korban-kekerasan-paling-
memilukan-sepanjang-2015
38
Kemudian penelantaran anak yang mengakibatkan anak meninggal
sebagaimana contoh kasus yang menyebabkan kematian atas Angelin di Bali.
Orang tua angkat Angelin yaitu Margareth yang kurang memenuhi kebutuhan
Angelin dengan tidak memberikan hidup yang layak karena seringnya Angelin
tidak diberikan makanan yang cukup, kemudian juga orang tua angkat Angelin
melakukan penyiksaan terhadap Angelin yang menyebabkan Angelin kehilangan
nyawanya karena mendapatkan perlakuan kasar dan bahkan tubuh Angeline
dikubur di dalam rumahnya. Sementara Agus selaku pembunuh Angelin yang
disuruh oleh orang tua angkat Angelin sudah divonis bersalah oleh hakim dan
mendapatkan hukuman penjara 10 Tahun penjara, sementara Margareth selaku
orang tua angkat Angelin yang menjadi aktor dan dalang pembunuhan Angeline
mendapatkan hukuman penjara 20 tahun37
.
Selain kasus Angelin masih banyak lagi kasus penelantaran anak yang
terjadi di kota-kota diantaranya contoh kasus penelantaran yang baru saja terjadi
di kota Depok, hebuhnya kasus 4 anak yang di telantarkan orang tua kandungnya
sendiri, yaitu Wasinem dan Dadan warga Jln SMP Segar, Rt 01 Rw 03, Kelurahan
Suka Maju, Kecamatan Sukma Jaya. Hal ini terjadi diduga karena si orang tua
mempunyai hutang, karena takut ditagih mereka nekat meninggalkan anak mereka
dengan menajuhkan diri dari si penagih hutang. Saat ditemukan warga, ke empat
anak tersebut tidak dibekali apa-apa. Untuk makan sehari-hari, mereka mendapat
37
http://regional.liputan6.com/read/2446513/akhir-tragis-adopsi-bocah-cantik-
angeline?p=2
39
bantuan dari para tetangga. Bahkan saat di tinggalkan, Siti sedang sakit panas dan
dirawat oleh pemilik kontrakan38
.
Walaupun orang tua meninggalkan seorang anaknya dikarenakan suatu
sebab tetapi orang tua mempunyai suatu kewajiban yang tidak boleh
menelantarkan anaknya begitu saja. Berikut ini data terakhir yang menunjukan
bahwa jumlha anak terlantar telah mencapai 5,4 juta orang anak, yang hamper
terlantar mencapai 12 jt orang anak, atau ada 17 juta anak-anak yang terlantar dan
hamper terlantar. Dari jumlah tersebut, 230 rb diantarnya menjadi anak jalanan di
berbagai kota besar di Indonesia.39
Ini fenomena sosial yang terjadi di Indonesia tentang penelantaran anak oleh
orang tuanya, baik dengan cara di eksploitasi untuk menjadi pekerja, di didik
dengan kekerasan yang mengakibatkan luka-luka, tidak dipenuhi kebutuhan
hidupnya oleh orang tua dan di usir oleh orang tua dengan sebab yang tidak
dipertanggung jawabkan.
B. Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Terlantar
Anak terlantar pada dasarnya adalah anak-anak sama dengan anak-
anak pada dasarnya, ada faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi
terlantar.
Adapun faktor-faktor yang menjadi sebab kenapa anak menjadi
anak terlantar antara lain:40
38
http://news.okezone.com, Megapolitan 39
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Warta KPAI, edisi 1 (Jakarta: 2010), h.9. 40
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html diakses
desember 2015.
40
1. Faktor keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
(UU no 10 tahun 1992). dimana keluarga ini merupakan faktor yang
paling penting yang sangat berperan dalam pola dasar anak. kelalaian
orang tua terhadap anak sehingga anak merasa ditelantarkan. Faktor yang
sangat berperan dalam menumbuhkembangkan anak, faktor yang sangat
berperan dalam menjadikan anak sebagai generasi pemimpin bangsa.
Anak-anak sebetulnya hanya membutuhkan perlindungan, tetapi juga
perlindungan orang tuanya untuk tumbuh berkembang secara wajar.
Mendapatkan pendidikan yang baik dan gizi yang baik.
2. Faktor pendidikan
Di lingkungan masyarakat miskin pendidikan cenderung
diterlantarkan karena krisis kepercayaan pendidikan dan juga
ketidakadaan biaya untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini yang
menyebabkan anak menjadi terlantar biasanya karena keinginan dan
apatisme terhadap pendidikan, karena mereka hanya menginginkan dan
membutuhkan materi semata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari mereka
3. Faktor sosial, politik dan ekonomi
Akibat situasi krisis ekonomi yang tak kunjung usai, pemerintah
mau tidak mau memang harus menyisihkan anggaran untuk membayar
utang dan memperbaiki kinerja perekonomian jauh lebih banyak daripada
41
anggaran yang disediakan untuk fasilitas kesehatan, pendidikan, dan
perlindungan sosial anak. Yang seharusnya harus juga menjadi prioritas
utama dalam menjadikan anak sebagai generasi penerus bangsa. Harga-
harga yang terus melambung tinggi yang biasanya menjadikan kebutuhan
pokok untuk memenuhi hidupnya menjadi sangat mahal.
4. Kelahiran diluar nikah
Seorang anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya
sangat rawan untuk ditelantarkan dan bahkan diperlakukan salah (child
abuse). pada tingkat yang ekstremperilaku penelantaran anak bisa berupa
tindakan pembuangan anak untuk menutupi aib atau karena ketidak
sanggupan orang tua untuk melahirkan dan memelihara anaknya secara
wajar. Hal yang biasanya terjadi sekarang karena pergaulan bebas yang
mereka lakukan karena kesenangan semata.
5. Faktor Ketidak Pekaan Keluarga dan Pemerintah
Kurang pekanya keluarga dan pemerintah, dengan kondisi seperti
ini dengan kesibukan mereka masing-masing, sehingga kasus
penelantaran anak meningkat. Anak terlantar yang hidup dijalanan hidup
mengandalkan penghasilan mengamen, menjajakan makanan kecil, atau
berjualan koran. Mereka rata-rata bekerja dari pagi sampai sore hari dan
mendapat penghasilan Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per hari. Jika tidak
diantisipasi, kondisi ini bisa menurunkan kualitas sumber daya manusia
generasi muda pada masa mendatang.
42
C. Dampak Dari Anak Terlantar
Setiap anak terlantar pasti memiliki dampak yang akan terjadi baik
bagi individunya, keluarga ataupun masyarakat. Dampak yang akan
terjadi jika anak ditelantarkan oleh orang tuanya antara lain:
1. Dampak bagi individu (anak terlantar)
Anak akan merasakan bahwa kasih sayang orang tua yang
didapatkannya tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain
atau bahkan ada yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak
tersebut umumnya mencari pelarian dan tidak jarang yang akhirnya
terjerat dengan pergaulan bebas. Selain itu juga mengakibatkan anak
kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang
dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira,
bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan mengakibatkan anak-
anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain
lebih dewasa. Dampak yang terjadi bagi individu ini juga sangat banyak
dampaknya, sebagaimana Robert D. Levaitan dkk. Dari hasil studinya
memberikan sugesti adanya hubungan antara pengalaman yang traumatis
pada usia dini dan timbulnya kelompok gejala depresi, mania pada masa
dewasa. Pada anak yang mengalami penelantaran bisa terjadi: gangguan
pengendalian impuls, “bizar eating” misalnya minum air toilet, makan
sampah dan sebagainya, tidak dapat membedakan kasih sayang, walaupun
dengan orang yang masih asing baginya, mungkin mereka tidak
menunjukan respon sosisal meskipun dengan situasi yang mereka sudah
43
kenali. Pada anak-anak yang mengalami penelantaran didapati juga
adanya gejalan “runaway” (melarikan diri) dan conduct disorder
(gangguan pengendalian diri)41
.
Reaksi jangka panjang dari anak-anak yang mengalami penelantaran
berdasarkan hasil analisis retrospective (sebuah studi yang didasarkan
pada catatan medis, mencari mundur sampai waktu peristiwanya terjadi di
masa lalu. Kontras dengan studi prospektif.) menunjukan bahwa apabila
penelantaran dan hal itu terjadi sejak masa awal dari kehidupan anak,
maka efeknya bisa menyebabkan terjadinya depresi yang serius pada
kehidupan dikemudian harinya, kecemasan yang berlebihan, gangguan
identitas yang disosiatif (bentuk interaksi sosial yang mengarah pada
suatu perpecahan dan merenggankan rasa solidaritas kelompok) dan juga
meningkatnya resiko terjadinya bunuh diri untuk menghindari tekanan
psikologis yang dinilai anak terlalu berat diluar kapasitas mereka42
.
2. Dampak bagi keluarga
Dampak bagi keluarga yaitu keluarga menjadi tidak harmonis
(khususnya orang tua), keluarga menjadi tidak utuh, anak tidak diberikan
haknya oleh orang tua (hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan
kasih sayang orang tua,dll), mementingkan kepentingan masing-masing,
tidak berfungsinya control keluarga terhadap anak sehingga anak
41
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.105 42
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.2010.
hal.106
44
cenderung bebas dan berperilaku sesuai keinginannya bahkan sampai
melanggar norma.
3. Dampak terhadap masyarakat
Masyarakat memandang bahwa setiap anak terlantar itu pastilah
sama halnya dengan anak nakal yang selalu melanggar norma-norma
yang ada di masyarakat. Yang biasanya terjadi dimasyarakat terhadap
anak terlantar menjadi image yang buruk karena biasanya mereka terkenal
menjadi anak berandalan. Selain itu kontrol masyarakat secara terus
menerus kepada anak terlantar inijuga masih kurang dan cenderung hanya
mementingkan kepentingan masing-masing43
.
43
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html Diposkan
oleh kurniawan ramsen di 6/03/2013
45
BAB IV
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERLANTAR
DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut Hukum
Islam
Islam memberikan perhatian pada anak dimulai sejak dalam kandungan.
Allah Swt telah memberikan peringatan dini kepada para orang tua agar tidak
meninggalkan generasi-generasi yang tidak berkualitas, sebagaimana disebutkan
dalam Firman Allah Swt:
ى رسخ ض خهف ا ي رشك ن ذا.نخص انز ال سذ ا ل من ن زما اهلل ى فه بفب خبفا عه
Artinya : “ Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. Orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).
Melihat ayat diatas jelas bahwa Islam sangat memperhatikan perlindungan
anak, bahkan perhatian yang harus diberikan oleh orang tua sejak anak dalam
kandungan, akan tetapi bagaimana perlindungan hukum terhadap anak terlantar
yang diatur dalam islam.
Rosulullah SAW bersabda yang diriwayatkan dari Imam Bukhori:
ع ث عجذ انه سعأ كهكى يسئل ع سهى مل كهكى ساع عه صه انه ذ سسل انه ش مل س ز
شأ ان سعز يسئل ع ه انشجم ساع ف أ سعز يسئل ع ب انئيبو ساع ج ذ ص ح ساعخ ف ث
لذ حسجذ أ لبل سعز يسئل ع انخبدو ساع ف يبل سذ ب سعز انشجم ساع ف يسئنخ ع لبل
يس كهكى ساع سعز يسئل ع يبل أث سعز ئل ع
46
Artinya: Bahwa 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.
Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.
Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga
suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga
tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan
akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.\"
Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin
atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung
jawaban atas yang dipimpinnya."(Hr Bukhari)
Pada dasarnya, hadis di atas berbicara tentang etika kepemimpinan dalam
islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan
adalah tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai
pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung
jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna
melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar)
bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di
sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra „a sendiri secara bahasa
bermakna gembala dan kata ra-„in berarti pengembala. Ibarat pengembala, ia
harus merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang
gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk
mensejahterakan binatang gembalanya.
Perlindungan hukum atas anak terlantar adalah tanggung jawab pemimpin,
karena seorang pemimpin harus mensejahterakan rakyatnya Imam Syafi‟i
47
mengatakan dan memberlakukan satu kaidah yang terkenal dalam menjawab
problem itu yaitu, „tasharruf al imam „ala al- ro‟iyah manuthun bi al- maslahah
(Kitab al-ashbah wa al-nadhair, hal. 278) artinya, kebijakan yang dilakukan
pemerintah pada rakyatnya harus sesuai dengan maslahah (kebaikan bersama).
Bahkan kedudukan seorang imam (kepala negara) itu seperti walinya anak yang
yatim, ini mengandaikan kemutlakan pemerintah menjamin kesejahteraan
rakyatnya. Sebelum Imam Syafi‟i, Umar bin Khatab juga pernah berkata hal yang
serupa, inilah nampaknya yang menjadi tendensi Imam Syafi‟i melakukan hal
yang sama. Selain itu ada hadis; Al-Sulthonu Waliyyu man la waliyya lahu,
seorang penguasa itu adalah pelindung bagi orang yang tidak mempunyainya.
Memperkuat itu, Imam Mawardi (al-Ahkam al-Sulthoniyah, hal.16 ) mengatakan
bahwa sebagian tugas pemerintah adalah menjaga masyarakat dari kerusakan dan
dirusak (diganggu) orang lain.44
Perlindungan hukum terhadap anak terlantar tidak hanya menjadi kewajiban
negara dan pemimpnya saja, akan tetapi keluarga dan masyarakat pun juga
memiliki kewajiban dalam hal memberikan perlindungan terhadap anak terlantar
sebagaimana dijelaskan
نذــب ازمـهذ انحضـب خ ـذ انضجخ ي حضـب خ ب ارا ايز إن أي
Artinya: Jika istri (ibu kandung) menolak untuk mengasuh anaknya, maka
hak mengasuh berpindah kepada ibu istri.
44
https://id-id.facebook.com/notes/media-islam-online/anak-terlantar-tanggung-jawab-siapa/10150262319059549/ diakses pada 18 juli 2011, pukul 22:59.
48
Jelas bahwa keluarga memiliki kewajiban dalam memberikan
pemeliharaan dan perlindungan terhadap anak agar anak dapat terpenuhi segala
kebutuhan hidupnya sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan untuk
memenuhi pendidikan terhadap anak.
kemudian juga dijelaskan dalam kitab Fathul Qorib siapa saja yang berhak
memberikan perlindungan dalam islam ialah:
ف أ حذ األ ث األة فب كـب ارا نى ك . فـب انحـك نأل خش يــبداو انمــص لــبئـب ث مــص كج
األو ي عه حـب ضخ انسـت كؤخ كزا مــع انزخش ث انجذ االو نذ ث عى.يجــدا خـش ان
Artinya: Apabila salah seorang dari bapak dan ibu ada kekurangan,
misalnya gila, maka hak mengasuh jatuh ketangan pihak lain selama kekurangan
itu masih ada. Jika bapak tidak ditempat, maka anak disuruh memilih antara ibu
dan kakek. Demikian juga anak disuruh memilih antara ibu dan orang yang
berada pada nasab pinggiran, misalnya saudara dan paman.45
B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Terlantar Menurut Hukum
Positif
Hukum perlindungan anak merupakan hukum yang menjamin hak-hak dan
kewajiban anak, hukum perlindungan anak berupa: hukum adat, hukum perdata,
hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, peraturan lain yang
menyangkut anak, perlindungan anak, menyangkut berbagai aspek kehidupan dan
penghidupan, agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar
sesuai dengan hak asasinya. Bisma siregar mengatakan bahwa:
“Masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan salah satu sisi
pendekatan untuk melindungi generasi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak
45
Asy-Syekh Muhammad Qasim Al-Ghazy, Fathul Qorib dan Tarjamahanya, (Husaini
Bandung:2003), hal.93-94.
49
semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatan yang lebih luas,
yaitu ekonomi, sosial, dan budaya46
.”
Secara yuridis anak memang harus mendapatkan perlindungan hukum agar
dapat tumbuh kembang dengan baik. Jika anak diterlantarkan oleh orang tua maka
mendapatkan perlindungan hukum juga karena secara hukum hak-hak dan
kewajiban anak yang tidak terpenuhi baik oleh orang tua, keluarga, masyarakat
dan lainya harus mendapatkan perlindungan.
sebagaimana dalam pasal 59 Undang-undang No. 35 Tahun 2014
menjelaskan tentang perlindungan hukum khusus yaitu:
Pemerintah dan lembaga negara lainya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psiokotropika, dan
zat adiktif lainya (napza), anak korban pennculikan, penjualan dan perdagangan,
anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental, anak yang menyandang cacat,
dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Salah satu perlindungan khusus yang diberikan oleh pemerintah dan
lembaga negara lainya ialah memberikan perlindungan terhadap anak korban
perlakuan salah dan penelantaran, bentuk perlindunganya dijelaskan dalam pasal
71 Undang-undang No. 35 Tahun 2014 bahwa:
Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemeritah dan masyarakat. Setiap
orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan
anak dalam situasi perlakuan salah, dan penelantaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
46
Bismar Siregar dkk, Hukum dan Hak-hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal.22.
50
Jelas bahwa anak terlantar mendapatkan perlindungan hukum khusus dari
pemerintah, jika merujuk pada pasal 71 UU No. 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan hukum terhadap anak terlantar maka salah bentuk perlindunganya
pun dijelaskan bahwa anak terlantar harus mendapatkan pengawasan dari
pemerintah agar terpenuhi semua hak dan kewajiban anak. Penjelasan
pengawasan ini diatur dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2014:
1. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap
warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang
merupakan hak asasi manusia;
2. Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
3. Bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga
wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang
mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak terlantar pemerintah
juga harus melakukan tindakan preventif atau pencegahan terhadap anak agar
tidak menjadi anak terlantar, pencegahan ini harus berbentuk perlindungan kepada
anak yang dilakukan terhadap pemerintah. Kewajiban dan tanggung jawab Negara
dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam UU No 35 Tahun
2014 pasal 21 sampai 24 jika di rangkum ialah:
51
1. Dalam UU diatas tentang kewajiban Negara, pemerintah dalam memberikan
perlindungan terhadap anak ialah Negara, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak
Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik
dan/atau mental serta memiliki tanggung jawab untuk mendukung kebijakan
nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
2. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam
memberikan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan
anak.
3. Negara, pemerintah, dan pemerintah daerah wajib memberikan jaminan
perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak serta memberikan
pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak
4. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk
menjamin anak dalam mempergunakan haknya untuk menyampaikan
pendapat sesuai tingkat kecerdasan anak dan usianya
Berdasarkan beberapa pasal diatas, jelas bahwa Pemerintah sebagai organ
penyelengara negara harus mampu mengemban amanat pasal ini dan harus siap
mengatasi segala permasalahan dengan sebuah strategi-stetegi dan kebijakan yang
jitu sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah. Tugas pemerintah adalah
harus memberikan perlindungan dan pemeliharan terhadap anak terlantar karena
ini adalah merupakan tanggung jawabnya..
52
Setelah mendapatkan pengawasan dan pencegahan anak terlantar harus
mendapatkan perawatan dan rehabilitasi dari pemerintah. Pada pasal 55 Undang-
undang No. 35 Tahun 2014 tentang perawatan anak terlantar dijelaskan kewajiban
atas pemeliharaan dan perawatan anak terlantar yaitu:
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak
terlantar, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.
(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar,
lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), dapat mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak yang
terkait.
(4) Dalam hal penyelenggaran pemeliharaan dan perawatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), pengawasanya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Tidak hanya pemerintah yang memiliki kewajiban dalam memberikan
perawatan terhadap anak terlantar, dalam ayat (1) yang dimaksud dengan frasa
dalam lembaga adalah melalui system panti pemerintah dan panti swasta,
sedangkan frasa diluar lembaga adalah system asuhan keluarga/ perseorangan.47
Akan tetapi masalah perlindungan dan pemeliharaan anak khususnya anak
terlantar, bukan semata-mata tanggung jawab negara dan pemerintah saja,
melainkan tanggung jawab kita bersama. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menetukan bahwa “negara, pemerintah,
53
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab
terhadap penyelengaraan perlindungan anak.
Masyarakat memiliki kewajiban atas perlindungan terhadap anak terlantar.
Adapun kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No 35 Tahun
2014 Pasal 25 menjelaskan bahwa:
(1) Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan
Perlindungan Anak.
(2) Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan
pemerhati Anak.”
Tidak hanya masyarakat orang tua dan keluarga juga memiliki kewajiban dan
tanggung jawab dalam usaha perlindungan anak khususnya anak terlantas
sebagaimana dijelaskan pada Pasal 26 Undang-undang No 35 Tahun 2014:
(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh,
memelihara, mendidik, dan melindungi Anak; b. menumbuhkembangkan Anak
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya
perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan
penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
(2) Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau
karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih
kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
47
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak dan
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 146
54
Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota
masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam
situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga negara ikut bertangungjawab terhadap
dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak
merupakan kebahagiaan bersama, kebahagian yang dilindungi adalah kebahagiaan
yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak
dilaksanakan dengan baik dan anak menjadi sejahtera. Kesejahteraan anak
mempunyai pengaruh positif terhadap orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara. Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Koordinasi kerjasama kegiatan
perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidak seimbangan
kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.
Dalam memberikan perawatan pemerintah, orangtua, keluarga, dan
masyarakat memiliki kewajiban dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
anak terlantar agar mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup baik pemenuhan
kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukuiman, pendidikan,
kesehatan, belajar dan berkreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan
terhadap anak terlantar.48
Pemerintah pun harus memberikan upaya terhadap anak terlantar dalam
memenuhi pemeliharaan dan perawatan terhadap anak terlantar Pasal 56 Undang-
undang No. 35 Tahun 2014 menjelaskan:
48
Mohammad Taufiq Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan anak dan
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hal, 147
55
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib
mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat bepartisipasi, bebas
menyatakan pendapat dan berfikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya, bebas
menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan
perkembangan anak, bebas berserikat dan berkumpul, bebas beristirahat,
bermaian, berkreasi, berekreasi, dan berkarya seni budaya, dan memperoleh
sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan
disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkunganya agar tidak
menghambat dan mengganggu perkembangan anak.
Adapun sanksi yang akan didapatkan oleh orang tua yang melakukan
penelantaran anak menurut aspek yuridis akan dikenakan pasal 77B Dari Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan dari UU No 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yaitu: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 76B (Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan
penelantaran), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
C. Analisis Perbandingan Perlindungan Anak Hukum Islam Dan Hukum
Positif.
1. Persamaan
Persamaan antara hukum Islam dan hukum positif ialah kewajiban
memeilihara dan melindungi anak adalah kewajiban orang tua dan keluarga dari
56
anak. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hukum islam dan hukum positif
bahwa kewajiban melindungi anak ialah kewajiban orang tua, dalam hukum islam
jika ibu dari anak tidak bisa memelihara dan melindungi anak maka kewajiban
memelihara dan melindungi anak jatuh kepada nenek (ibu dari ibu anak), jika
nenek tidak sanggup atau tidak bisa maka yang berhak memelihara dan
melindungi ialah bibi, kemudian saudara perempuan dan seterusnya.
Dalam hukum positif juga dijelaskan bahwa orang tua memiliki kewajiban
mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak serta wajib menumbuh
kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya serta mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak.
Jika orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau karena
suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,
kewajiban dan tanggung jawab dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Perbedaan
Jika kita cermati perlindungan dan pemeliharaan yang diatur dalam undang-
undang anak dan dalam hukum Islam memang ada beberpa perbedaan yang
terjadi.
Pertama bahwa hukum Islam dalam hal memelihara dan melindungi anak hanya
menjadi kewajiban orang tua dan keluarga saja, akan tetapi negara hanya memiliki
kewajiban untuk membantu memberikan materi agar terpenuhnya kebutuhan anak
tersebut.
57
Sedangkan dalam hukum positif sudah dijelaskan bahwa Negara,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua, atau Wali
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak, jadi tidak hanya dibebankan terhadap orang tua dan keluarga saja dalam
memberikan perlindungan terhadap anak melainkn seluruh elemen memliki hak
yang sam dalam memberikan perlindungan terhadap anak.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Yang menyebabkan anak menjadi terlantar tidak lepas dari bebrapa factor
yang terjadi sehingga anak menjadi terlantar. Faktor-faktor yang
menyebabkan anak menjadi terlantar pertama ialah faktor keluarga yang
mana keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang sangat berperan
dalam pola dasar anak, berperan dalam menumbuh kembangkan anak
untuk menjadikan anak sebagai generasi pemimpin bangsa. Kedua bahwa
faktor pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak
menjadi terlantar karena dilingkungan masyarakat miskin pendidikan
cenderung ditelantarkan karena krisis kepercayaan pendidikan dan juga
ketidak adaan biaya untuk mendapatkan pendidikan, hal inilah yang
menjadi faktor anak menjadi terlantar. Ketiga faktor sosial, politik dan
ekonomi menjadi faktor penyebab anak menjadi terlantar akibat situasi
krisis ekonomi yang tak kunjung usai, pemerintah mau tidak mau memang
harus menyisahkan anggaran untuk membayar utang dan memperbaiki
kinerja perekonomian jauh lebih banyak dari perlindungan sosial anak. Ke
empat anak menjadi terlantar karena kelahiran diluar pernikahan yang
diatur dalam undang-undang, biasanya seorang anak yang kelahiranya
tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan untuk ditelantarkan dan
bahkan diperlakukan salah. Pada tingkat ekstrim perilaku penelantaran
59
anak bisa berupa tindakan pembuanagan anak untuk menutupi aib. Ke
lima ialah faktor ketidak pekaan keluarga dan pemerintah terhadap tumbuh
kembang anak karena kondisi seperti sekarang yang menyebabkan mereka
sibuk dengan urusan masing-masing menyebabkan anak kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan pemerintah..
Itulah faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi terlantar.
2. Untuk menjauhkan anak dari penelantaran, perlindungan hukum menjadi
hal wajib yang harus dilakukan oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
negara, pemerintah dalam menjaga anak agar tidak menjadi terlantar.
Dalam hukum islam dan hukum positif juga memberikan aturan
perlindungan terhadap anak terlantar. Adapun bentuk perlindungan hukum
yang harus diberikan terhadap anak terlantar ialah orang tua, keluarga,
masyarakat, negara dan pemerintah harus memberikan perlindungan
kebutuhan pokok terhadap anak terlantar yang harus dipenuhi antara lain:
sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, kesehatan dan hukum. Juga
harus diberikan perlindungan meliputi hal-hal yang jasmaniah dan
rohaniah. Adapun analisis perbandingan hukum perlindungan anak
terlantar baik dalam hukum Islam dan hukum positif, persamaannya
adalah bahwa dalam hukum Islam dan hukum positif orang tua sama-sama
memiliki kewajiban untuk memelihara dan melindungi anak, kemudian
baik orang tua, keluarga dan masyarakat memiliki kewajiban untuk
mengasuh, mendidik, memlihara, menumbuh kembangkan anak sesuai
dengan kemampuan. Adapun analisis perbedaannya terletak pada
60
kewajiban pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak.
Dan juga bahwa anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya harus diasuh,
dipelihara, dididik dan dilindungi oleh keluarga atau masyarakat atau juga
oleh negara yang memiliki tugas yang sama dengan orang tua anak
tersebut. Perlindungan terhadap anak terlantar menjadi hal yang wajib
yang harus dipenuhi agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik
sebagai generasi penerus bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin
negara Indonesia ini. Kemudian juga dalam undang-undang no 35 tahun
2014 dijelaskan anak harus ditumbuh kembangkan sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya.
B. Saran
1. Ekonomi jangan menjadi alasan orang tua untuk menelantarkan anakknya,
karena anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah terhadap orang tua
untuk dijaga, ditumbuh kembangkan, didik menjadi penerus bangsa,
agama dan negara selanjutnya, karena pemuda hari ini ialah pemimpin
yang akan datang. Orang tua juga harus memberikan waktunya lebih untuk
anak agar anak merasa mendapatkan kasih sayang yang utuh dari orang
tua, jangan sampai anak mencari kasih sayang dari orang lain, apalagi
dizaman sekarang kasih sayang orang tua sangat dibutuhkan untuk
menjaga anak dari pergaulan yang tidak karuan. Orang tua juga harus
memperhatikan pergaulan dan pendidikan anak, sekarang sudah banyak
bantuan-bantuan yang memudahkan orang tua untuk mendidik anak, Ibu
61
adalah pendidikan utama pada anak-anaknya oleh karena itu didiklah anak
menjadi anak yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara.
2. Perlindungan anak itu tanggung jawab semuanya bukan hanya tanggung
jawab orang tua, meskipun yang lebih utama dalam melindungi dan
memelihara anak adalah orang tua kandung anak itu sendiri. Dalam
regulasi yang ada orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara
memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak. Saran yang penulis
berikan ialah semoga regulasi yang sudah dibuat bisa di implementasikan
oleh masyarakat, pemerintah, Negara dan Orang tua khususnya untuk
melindungi anak. Karena pemimpin yang akan datang lahir dari anak yang
kita didik sekarang. Karena hukum atau regulasi yang dijalankan sesuai
aturan menjadi pondasi awal orang tua untuk tidak menelantarkan
anaknya.
3. Untuk menjaga generasi anak yang baik nantinya, menjaga generasi
pemimpin negeri yang akan datang ini semoga orang tua, keluarga,
masyarakat dan pemerintah lebih peka lagi terhadap anak-anak yang akan
menjadi pemimpin negeri ini kelak dengan cara memperhatikan tumbuh
kembang anak, memperhatikan gizi anak, memperhatikan pendidikan
anak, memperhatikan kesehatan anak pun juga harus memperhatikan
pergaulan anak agar anak-anak kita kelak menjadi pemimpin yang
dibutuhkan oleh negeri tercinta ini. Jangan sampai anak kita nantinya
hanya menjadi sampah masyarakat yang tidak ada manfaatnya sama sekali
bagi bangsa dan negara.
62
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazy, Muhammad Qasim. Fathul Qorib dan Tarjamahanya, Husaini
Bandung:2003.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Malang:Gema Insani,2007.
Dikdik, Muhammad, dkk. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (antara
norma dan realita), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007.
Gultom, Maidin. Perlindungan hukum terhadap anak dalam system peradilan
pidana anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2013.
Gosita, Arif. Masalah perlindungan anak. Jakarta: Akademi Pressindo, 1998.
Makaro, Mohammad Taufiq,dkk. Hukum perlindungan anak dan penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga.Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013.
Muladi. Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif
hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005.
Mufidah. Haruskan perempuan dan anak dikorbankan? Panduan pemula untuk
pendampingan korban terhadap perempuan dan anak, Malang:PSG
Publishing dan pilar media, 2006
Ronny Kountur, Metode Penelitian (untuk penulisan skripsi dan tesis), cet. II,
Jakarta: PPM, 2004.
Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.2010.
Sumitro, Irma Setyowati. Aspek hukum perlindungan anak. Jakarta: Bumi Aksara,
1990.
63
Siregar, Bismar, dkk. Hukum dan Hak-hak Anak, Jakarta: Rajawali, 1986
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan
singkat), cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Yango, Huzaemah Tahido. Fiqih Perempuan Kontemporer, PT. Ghalia Indonesia,
Bandung 2010.
KUHP dan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,
Lembaran Negara Republik Indonesia diterbitkan oleh Citra Umbara
Bandung Tahun 2003.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Warta KPAI, edisi 1 Jakarta: 2010.
Artikel PDSKJI, Stop Kkekerasan Pada Anak, I expos pada tanggal 15 Oktober
2015, Sindo.com.
Effendi, Satria. Makna Urgensi dan Kedudukan Nasab Dalam Perspektif
Keluarga Islam, (Artikel jurnal mimbar hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan
DITBINBAPERA islam No 42 tahun X 1999), Hal. 7-9.
Balitbang Diknas. 2004. Satuan Biaya Pendidikan. (Dikutip Oleh Media
Indonesia) Jakarta.
http://wordpress.com. Penelantaran Anak –, Diakses pada 21 Agustus 2015 , pkl
11:25.
http://news.liputan6.com/read/2398135/5-kisah-anak-korban-kekerasan-paling-
memilukan-sepanjang-2015
http://wordpres-faktor penyebab penelantaran anak diakses desember 2015.
http://kurniawan-ramsen.blogspot.co.id/2013/06/definisi-anak-terlantar.html.
Diposkan oleh kurniawan ramsen di 6/03/2013