Post on 29-Jul-2015
description
OPTIMALISASI OPERASIONAL SARANA BANTUNAVIGASI PELAYARAN (SBNP) SECARA
UMUM DI WILAYAH PROVINSISULAWESI BARAT
S K R I P S I
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DALAMMEMENUHI SALAH SATU SYARAT GUNAMEMPEROLEH GELAR SARJANA SOSIAL
DALAM BIDANG ILMU ADMINISTRASINEGARA
OLEH :
J U S M ANNIM : 2902502020584
PROGRAM STRATA 1
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TOMAKAKA MAMUJUTAHUN 2011
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TOMAKAKA MAMUJU
Jl. Ir. Juanda No. 77 (Samping Polsek Mamuju) Tlp. (0426) 22085e-mail : http://unika-mamuju@yahoo.co.id
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
JUDUL : OPTIMALISASI OPERASIONAL SARANA
BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP)
SECARA UMUM DI WILAYAH SULAWESI
BARAT.
OLEH : JUSMAN
NIM : 2902502020579
TANGGAL :
PEMBIMBING I
MISBAHUDDIN, S.Sos. M.Si
PEMBIMBING II
ABD. SAMAD, S.Pd
Dekan Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik
MISBAHUDDIN, S.Sos. M.Si
LEMBAR KONSULTASI
NAMA : JUSMAN
NIM : 2902502020579
JURUSAN : ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JUDUL YANG DISETUJUI : OPTIMALISASI OPERASIONAL
SARANA BANTU NAVIGASI
PELAYARAN (SBNP) SECARA UMUM
DI WILAYAH SULAWESI
BARAT.
NAMA KONSULTAN II : ABD. SAMAD, S.Pd
WAKTUKONSULTASIHARI/TANGGAL
MATERI DAN SARAN PERBAIKANTANDA
TANGANKONSULTAN
Catatan:Minimal 3 (tiga) kali konsultasi untuk satu orang konsultan
MENGETAHUI:KETUA PRODI,
ABD. SAMAD, S.Pd
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis persembahkan
kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian untuk penulisan skripsi ini.
Penulisan hasil penelitian ini diajukan sebagai salah satu
persyaratan dalam penyusunan skripsi pada Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Universitas Tomakaka Mamuju.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini sangat banyak kendala dan
rintangan, namun berkat ridha Allah SWT, usaha dan kemauan keras
serta bantuan bimbingan dosen pembimbing dan berbagai pihak maka
segala kesulitan dan rintangan dapat teratasi.
Olehnya, dengan segala tulus ikhlas dan kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ansar, SE. M.Si, Rektor Universitas Tomakaka
Mamuju.
2. Bapak Misbahuddin, S.Sos. M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Tomakaka Mamuju sekaligus sebagai
Pembimbing I penulis.
3. Bapak Abd. Samad, S.Pd Ketua Program Stufi Administrasi Negara
Universitas Tomakaka Mamuju sekaligus sebagai Pembimbing II
penulis.
4. Bapak Kepala Mercusuar Tanjung Rangas Mamuju beserta
anggota yang telah melayani dan membantu penulis selama dalam
penelitian.
5. Seluruh dosen dan staf Fisipol Unika Mamuju yang senantiasa
melayani penulis selama berstatus sebagai mahasiswa.
6. Teristimewa istriku tercinta beserta anak-anakku yang senantiasa
memberikan dorongan dan motivasi dalam berbagai hal.
7. Kepada semua teman-teman yang tak dapat kusebutkan satu
persatu, terima kasih atas segala bantuannya.
Akhirnya semoga hasil penelitian ini dapat diterima sebagai bentuk
Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi penulis.
Mamuju, ………………………… 2011
P e n u l i s
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Sampul…………………………………………………………….. i
Halaman Persetujuan……………………………………………………….. ii
Kata Pengantar………………………………………………………………. iv
Daftar Isi………………………………………………………………………. vi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………… 2
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………. 3
1.4. Kegunaan Penelitian……………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….. 4
2.1. Pengertian Optimalisasi…………………………………... 4
2.2. Pengertian Operasional ………………………………….. 5
2.3. Rencana-Rencana Operasional…………………………. 6
2.3.1. Pengukuran Kinerja………………………………. 7
2.3.2. Pengertian SBNP………………………………….. 8
2.3.3. Sarana-Sarana Bantu Navigasi Visual…………. 9
2.3.4. Gambaran …………………………………………. 10
2.3.5. Karakteristik yang membedakan ……………….. 11
2.3.6. Warna Cayaha ……………………………………. 12
2.4. Data-Data Permasalahan………………………………… 20
2.4.1. Data-Data………………………………………….. 20
2.4.2 Menara Suar………………………………… 20
2.4.3 Rambu Suar…………………………………. 21
2.4.4 Pelampung Suar……………………………. 21
2.4.5 Tanda Siang………………………………… 22
2.5.1. Permasalahan …………………………………….. 22
2.5.2 Pemecahan Masalah ……………………… 25
2.5. Dasar Hukum Penyelenggaraan SBNP………………… 27
2.6. Fungsi SBNP……………………………………………….. 27
2.7. Kewenangan SBNP……………………………………….. 27
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………. 29
3.1. Tipe Penelitian…………………………………………….. 29
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………. 29
3.3. Populasi Sampel ………………………………………….. 29
3.4. Jenis dan Sumber Data…………………………………… 30
3.5. Sumber Informasi…………………………………………. 30
3.6. Teknik Pengumpulan Data ………………………………. 31
3.7. Definisi Operasional Konsep ……………………………. 31
3.8. Teknik Analisis Data …………………………….………. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….. 33
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………… 33
4.1.1. Geografi……………………………………………. 33
4.1.2. Data-data SBNP yang mempunyai …………….. 34
Petugas dan tidak mempunyai petugas
Struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi ……………..….. 37
A. Kepala Distrik Navigasi ……….………………………… 38
B. Kepala Bagian Tata Usaha ……………………………… 39
C. Kepala Bidang Operasi ………………………………….. 39
D. Kepala Bidang Logistik ………………………………….. 40
E. Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan Umum ……….. 41
F. Kepala Sub Bagian Keuangan …………………………. 42
G. Kepala Seksi Operasi Sarana dan Prasarana ………… 43
H. Kepala Seksi Program dan Evaluasi …………………… 44
I. Kepala Seksi Pengadaan ……………………………….. 45
J. Kepala Seksi Inventaris dan Penghapusan …………… 46
K. Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional……………. 47
L. Kepala Kelompok SBNP………………………………….. 48
M. Kepala Kelompok Kapal Negara ……………………….. 49
N. Kepala Kelompok Pengamatan Laut ………………….. 50
O. Kepala Kelompok Stasion Radio Pantai ………………. 50
P. Kepala Kelompok Bengkel ………………………………. 51
PERENCANAAN STRATEGIS………………………………… 54
4.2 Upaya dan Strategi Dalam Melaksanakan Efektifitas
dan Efisiensi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran ……… 54
4.2.1 Perencanaan Strategis……………………………. 54
A. Visi dan Misi ………………………………………………. 56
B. Tujuan………………………………………………………. 57
C. Sasaran ……………………………………………………. 58
D. Kebijakan…………………………….…………………….. 59
E. Program……………………………………………………. 60
PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 ……..………………… 61
BAB V PENUTUP………………………………………………………… 64
5.1. Kesimpulan………………………………………………… 64
5.2. Saran-Saran ………………………………………………. 65
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………….. 66
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 280 sebelum masehi di Timur Tengah (Pelabuhan
Alexandria) sudah ada rambu suar di bukit Pharos dan pada tahun
1700 di setiap pelabuhan dibuat api unggun sebagai sarana bantu
navigasi pelayaran. Pada tahun 1700-an lampu minyak bersumbu,
lampu pembakar uap minyak dan gas. Suar wadah lampu loncatan
arus listrik dan suar bola lampu kawat pijar tungsten. Peralatan optic
mengimbangi perkembangan ini mula-mula dengan sistem
pemantulan cahaya (reflector) dan kemudian dengan lensa.
Cahaya acetelyn mempunyai tempat yang istimewa dalam
sejarah sarana bantu navigasi pelayaran terutama karena menjadi
alat pertama yang dapat diandalkan untuk mengotomatiskan
menara. Pelampung dan rambu suar dalam jangka waktu awal abad
20. Sistem pencahataan acetelyn yang paling terkenal menyandang
nama perusahaan AGA (Aba Gas Accumulator Company Swedia)
dan berasal dari penemuan Gostaf Daleh. Penemuan utama
termasuk:
1. Metode produksi untuk menghasilkan, memurnikan dan
mengeringkan acetelyn dalam jumlah banyak.
2. Rancangan sebuah cylinder yang dipindah-pindahkan untuk daya
untuk memperoleh jangkauan cahaya tertentu dari sebuah optik
yang ada.
Mengantisipasi terjadinya kepadatan lalu lintas yang ada di
wilayah perairan Indonesia pada umumnya, di wilayah perairan
Sulawesi Barat pada khususnya. Diperlukan penempatan petugas
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang handal; guna memantau,
mengamati dan merawat peralatan yang ada di wilayah Sulawesi
Barat.
Agar semua pengguna jasa laut merasa aman melintasi
perairan Sulawesi telah difungsikan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran yang dapat menentukan arah dan pengambilan posisi
yang baik.
Pada zaman modern saat ini Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran yang telah dan harus menggunakan peralatan dan
fasilitas yang menggunakan teknologi modern dengan tujuan
meminimalisasikan hambatan atau bahaya pelayaran yang terjadi di
perairan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Dari fenomena yang ditemukan pada uraian latar belakang,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana optimalisasi operasional Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi untuk
mendukung keselamatan pelayaran di perairan Sulawesi Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengatahui upaya dan strategi dalam meningkatkan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran yang ada di Sulawesi Barat.
1.4 Kegunaan Penelitian
Meningkatkan pengetahuan dalam bidang kenavigasian
khususnya di bidang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
disamping itu skripsi ini merupakan salah satu syarat bentuk
menyelesaikan strata satu (S.1).
Bagi petugas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dapat
memberikan masukan bilamana suatu ketika memerlukan bentuk
insentif yang baik dan mungkin dapat dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Optimaliasi
Optimalisasi adalah : pencarian nilai terbaik yang tersedia dari
beberapa fungsi.
Kelainan sarana bantu navigasi pelayaran adalah berkurangnya
optimalisasi fungsi sarana bantu navigasi pelayaran baik karena
gangguan alam, gangguan teknis dan kesalahan manusia.
Untuk terselenggaranya sarana bantu navigasi pelayaran
secara optimal, Direktur Jenderal menetapkan :
1. Perencanaan, pengadaan, Pembangunan, Pengawadan,
Pedoman dan Standar Pengoperasian dan Pemeliharaan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran serta Penerbitan dan Penghapusan No
Daftar Suar Indonesia (DSI) termasuk penyiarannya.
2. Kecukupan dan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran
termasuk sumber daya manusia yang mengoperasikannya.
3. Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dilakukan
oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
4. Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran meliputi
kegiatan pengadaan, pengoperasian dan pemeliharaan.
Dalam keadaan tertentu Direktur Jenderal Perhubungan Laut dapat
mengerahkan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran
kepada pemerintah daerah atau badan hukum Indonesia setelah
mendapat persetujuan dari menteri.
2.2 Pengertian Operasional
Operasional adalah : kegiatan rutin yang dilaksanakan atas
dasar karakteristik yang dapat diobervasi dari apa yang sedang
didefenisikan.
Pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran sebelum
dioperasikan dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas yang ditunjuk
Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Sarana bantu navigasi pelayaran akan dioperasikan diberikan nomor
tanda suar Indonesia oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran
dilakukan oleh petugas pelayanan sarana bantu navigasi pelayaran
yang memenuhi persyaratan
1. Sehat jasmani dan rohani
2. Tidak buta warna
3. Tidak cacat penglihatan
4. Tidak takut ketinggian
5. Bebas narkotika dan obat terlarang
6. Mempunyai kemampuan teknis atau mempunyai pendidikan dan
pelatihan di bidang kenavigasian.
2.3 Rencana-Rencana Operasional Mencakup
1. Penerapan dari rencana strategis dan pernyataan issu kebijakan
saat ini seperti :
a. Pemeliharaan
b. Teknologi saat ini dan yang baru
c. Desain masa operasi infrastruktur baru
d. Pengawasan dan control jarak jauh
e. Keselamatan dan budaya lingkungan
f. Jasa kontrak
g. Jasa transport
h. Sumber-sumber pendapatan
i. Hubungan eksternal
j. Informasi, komunikasi dan manajemen konsultasi
2. Suatu daftar perubahan untuk sarana bantu navigasi pelayaran
termasuk berbagai fasilitas baru. Daftar ini akan
menggambarkan:
a. Keputusan-keputusan hasil dari konsultasi pemakai dan
pemangku kepentingan.
b. Termasuk orang-orang yang menggunakan
Analisa resiko, prosedur manajemen resiko
Tingkat proses jasa
Prosedur management kualitas dan otoritas
Kebijakan pemeliharaan dan teknis dan otoritas
3. Jadwal proyek yang mencerminkan prioritas yang dikenal seperti:
a. Kebijakan-kebijakan pemerintah
b. Persyaratan pemakai
c. Sumber daya yang tersedia
d. Batasan-batasan anggaran pendapatan
2.4 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat manajemen
yang dapat digunakan untuk mengukur, menganalisa dan memonitor
kinerja dari suatu jaringan kerja, sarana bantu navigasi atau sistem
dan peralatan tertentu.
Informasi yang didapatkan dapat digunakan untuk :
a. Memperlihatkan akuntabilitas untuk pemerintah dan pemangku
kepentingan.
b. Menunjukkan efisiensi dan efektivitas dari jasa yang disediakan.
c. Membandingkan kinerja dari
- Sistem atau peralatan yang sama dalam lokasi berbeda
- Kontrol dan jasa-jasa yang disediakan secara internal
d. Merubah :
- Desain sistem
- Keputusan-keputusan pengadaan
- Pilihan-piluhan peralatan
- Prosedur dan praktek pemeliharaan
- Meningkatkan atau mengurangi usaha pemeliharaan
- Memperluas interval pemeliharaan
2.2 Pengertian Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran adalah sarana yang dibangun atau
terbentuk secara alamai yang berada di luar kapal yang berfungsi
membantu navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan
kapal serta memberitahukan bahaya / atau rintangan pelayaran
untuk kepentingan keselamatan berlayar.
Bab ini menguraikan jenis-jenis utama sarana bantu navigasi
yang dipakai dewasa ini dan menjelaskan tentang penerapan dan
kinerja teknologinya. Sistem identifikasi otomatis Identification
Automatic System (IAS) dan jasa lalu lintas kapal Vessel Traffic
Service (VTS) dicakup dalam bab ini. IALA (International Association
of Lighthouse Authorities) mempertimbangkan jasa-jasa ini karena
memenuhi defisni sarana bantu navigasi.
Konsep e-navigation mendapatkan momentum, pada MSC 81
IMO diminta untuk mempertimbangkan pengembangan dari suatu
strategi e-navigation. IALA (International Association of Lighthouse
Authorities) telah mengenali e-navigation dalam perencanaan
strateginya, dan telah membentuk suatu komite e-navigation bagi
program pekerjaan 2006-2010. IALA (International Association of
Lighthouse Authorities) juga telah mengembangkan defines
pekerjaan bagi e-navigation.
e-navigation merupakan kumpulan, integrasi dan tampilan dari
infromasi maritime di atas kapal dan di darat dengan alat-alat
elektronik untuk meningkatkan navigasi tempat berlabuh ke tempat
berlabuh dan jasa-jasa terkait lainnya, keselamatan dan keamanan
di laut dan perlindungan dari lingkungan laut.
2.3 Sarana-Sarana Bantu Navigasi Visual
Tanda-tanda visual (visual mark) navigasi bisa benda alami
atau buatan manusia. Bangunan yang secara khusus dirancang
untuk membantu navigasi dan karakteristik daratan yang mudah
dilihat. Seperti, tanjung, puncak, gunung, batu karang, pohon-pohon,
menara gereja, menara, monument, cerobong asap, dan seterusnya.
Benda-benda visual dapat dilengkapi cahaya jika diperlukan
navigasi pada malam hari, atau biarkan tanpa cahaya jika navigasi di
siang hari.
Navigasi pada malam hari dimungkinkan sampai batas
tertentu, jika alat bantu tanpa cahaya dilengkapi dengan:
Suatu radar reflektor dan kapal itu memiliki suatu radar, atau;
Material pemantul balik, dan kapal itu memiliki cahaya cerlang.
Cara pendekatan ini umumnya hanya dapat diterima bagi kapal-
kapal kecil yang beroperasi pada perairan yang aman disertai
keunggulan tentang pengetahuan lokal.
2.4 Pengertian Navigasi
Navigasi adalah : proses membawa kapal dari satu titik ke titik
yang lain dengan lancar dan dapat menghindari bahaya dan / atau
rintangan pelayaran agar dapat menyelesaikan perjalanan dengan
selamat dan sesuai jadwal.
2.2.1 Gambaran
Sarana Bantu Navigasi Visual adalah fasilitas yang
dibangun untuk maksud tertentu yang mengkomunikasikan
informasi kepada seseorang pengamat terlatih di kapal untuk
membantu tugas navigasi. Proses komunikasi ini dikenal
sebagai isyarat pelayaran (marine signaling) contoh yang
umum tentang Sarana Bantu Navigasi Visual meliputi menara
suar, rambu, rambu garis tuntun, kapal suar, pelampung suar,
tanda siang serta isyarat lalu lintas.
Efektifitas sarana bantu navigasi visual ditentukan oleh
faktor-faktor seperti:
- Jenis dan karakteristik sarana bantu yang disediakan;
- Lokasi sarana bantu relative terhadap rute yang lazim
dilalui kapal;
- Jarak (jangkauan) antara sarana bantu dan pengamat;
- Kondisi atmosfir;
- Kontras relative terhadap keadaan latar ketersediaan
(availability) saranan bantu.
2.2.2 Karakteristik Yang Membedakan
Sarana Bantu Navigasi Visual dibedakan oleh:
Jenis:
Bangunan tetap;
Landasan terapung
Lokasi:
Mencakup sarana bantu pelengkap
Hubungan dengan sarana bantu navigasi lain
dengan karakteristik yang dapat diamati.
Karakteristik
Bentuk
Ukuran
Elevasi
Warna
Pencerlangan
Karakter
Sektor-sektor
Material konstruksi
Sifat-sifat pantul balik
Nama, huruf-huruf dan angka-angka.
Gambar: Jenis-Jenis SBNP
2.2.3 Warna Cahaya
IALA (International Association of Lighthouse
Authorities) telah membuat rekomendasi tentang warna untuk
sarana bantu navigasi suar dan warna permukaan untuk
pengenalan visual dari sarana bantu navigasi.
- Cahaya memakai system empat warna yang meliputi; putih,
merah, hijau, kuning yang sesuai dengan publikasi.
Warna cahaya sarana bantu navigasi menggunakan
system lima warna yang terdiri dari putih, merah, hijau, kuning,
dan biru. Sebagaimana yang akan ditetapkan dalam
rekomendasi E-XXX dari IALA (International Association of
Lighthouse Authorities) “Bagian 1 diterbitkan dalam kerangka
waktu 2006 – 2010. Meskipun wilayah-wilayah warna
ditetapkan dalam rekomendasi IALA (International Association
of Lighthouse Authorities) ini setuju dengan yang diberikan
dalam Komisi Internasional mengenai standar penerangan
(CIE) S 004/E 2001. Warna-warna cahaya, batas-batas dari
masing-masing wilayah warna berbeda dalam beberapa
kasus. Disamping itu, dalam standar mereka, CIE
merekomendasikan tanda visual yang secara normal tidak lagi
terdiri dari empat warna.
2.2.4 Pengeliatan Suatu Benda
Pengeliatan (jelas tidaknya terlihat) dipengaruhi oleh
satu atau lebih faktor-faktor berikut :
1. Jarak pengamatan (jangkauan)
2. Lengkungan bumi
3. Refraksi atmosfir
4. Transmissitas atmosfir (kejelasan meteorologis)
5. Ketinggian sarana bantu di atas permukaan laut
6. Persepsi visual pengamat
7. Tinggi mata pengamat
8. Kondisi pengamatan (siang atau malam)
9. Kejelasan tampilan tanda (bentuk, ukuran, warna, sifat
memantulkan cahaya termasuk sifat bahan pantul baik)
10.Kontras (pencahayaan latar belakang)
11.Suar atau tanpa suar
12. Intensitas dan sifat cerlang.
2.2.5 Penglihatan Meteorologi
Penglihatan meteorology (V) didefenisikan sebagai
jarak dimana suatu benda hitam berukuran wajar dapat dilihat
dan dikenali disiang hari pada latar belakang langit cakrawala
atau dalam hal pengamatan. Di malam hari, bisa dilihat
seandainya penyiaran umum ditingkatkan ke tingkat normal
siang hari, pengliatan biasanya dinyatakan dalam satuan
kilometer atau mil laut.
2.2.6 Jangkauan Suatu Tanda Visual
Jangkauan suatu sarana bantu navigasi dapat secara
luas dirumuskan sebagai jarak dimana receiver pengamat
dapat mendeteksi dan menentukan isyaratnya. Dalam hal
tanda-tanda visual receiver pengamat adalah pada sejumlah
defenisi yang lebih spesifik.
2.2.7 Jangkauan Jarak Geografis
Ini merupakan jarak terbesar dimana suatu objek atau
suatu sumber cahaya dapat dilihat di bawah kondisi-kondisi
dari penglihatan sempurna, sebagaimana dibatasi hanya oleh
lekukan bumi. Dengan refraksi dari atmosfir, dan dengan
elevasi pengamat dan objek atau cahaya. (kamus
internasional IALA mengenai sarana bantu navigasi laut).
2.2.8 Jangkauan Jarak Visual
Ini merupakan jarak mekasimum dimana kontras dari
objek terhadap latarnya dikurangi oleh atmosfir untuk ambang
kontras dari pengamat. Jangkauan visual dapat ditingkatkan
jika pengamat menggunakan binocular, meskipun
efektivitasnya tergantung pada stabilitas dari platform
pengamat. Jangkauan visual dapat diterjemahkan sebagai
jarak tempat cahaya tertentu dilihat oleh seorang pengamat.
2.2.9 Jangkauan Cahaya
Ini merupakan jarak maksimum dimana isyarat cahaya
tertentu dapat dilihat oleh mata pengamat pada waktu
tertentu. Sebagaimana ditentukan oleh penglihatan
meteorology yang umum. Pada waktu itu, hal ini
mempertimbangkan :
1. Tinggi Cahaya
2. Tinggi Mata Pengamat
3. Lekukan Bumi
2.3.1 Jangkauan Normal
Jangkauan Nominal adalah jangkauan cahaya ketika
ketika penglihatan meteorologi adalah 10 mil laut, yang untuk
suatu faktur transmisi T = 0,74. Jangkauan nominal umumnya
adalah angka yang digunakan adalam dokumentasi resmi
seperti peta laut, daftar cahaya, dst.
2.3.2 Lampu-Lampu sarana bantu Navigasi
Sejarah Singkat
Sampai aplikasi pertama dari listrik bagi lampu-lampu
pada akhir abad kesembilan belas. Semua cahaya buatan
dihasilkan oleh api. Sumber cahaya meningkat dari tumpukan
kayu bakar (digunakan sampai tahun 1800 – an). Untuk
cahaya sumbu minyak, pembakar minyak uap dan gas,
kemudian cahaya filmen tungsten dan arc. Alat-alat optik
menyesuaikan perkembangan ini, pertama kali dengan sistem
reflector dan kemudian dengan lensa.
Adalah menarik utuk dicatat bahwa usaha-usaha untuk
memahami persepsi manusia mengenai cahaya. Untuk
memperbaiki efesiensi dan efektivitas dari sumber cahaya.
Sarana bantu navigasi dan peralatan optik berada pada posisi
depan dengan usaha ilmiah selama bertahun-tahun.
Desain lensa kaca dipelopori oleh frensel sekitar 1820
tetap merupakan elemen utama dari cahaya sarana bantu
navigasi modern meskipun saat ini lensa siang sering dibuat
dari plastic dibandingkan kaca.
Beberapa negara masih memiliki lampu-lampu gas
yang menggunakan asetiline atau propane. Bagaimanapun,
mayoritas lampu-lampu sarana bantu navigasi menggunakan
lampu-lampu listrik dari berbagai jenis pada akhirnya lebih
banyak, lampu-lampu ini menarik tenaganya dari sumber
energi yang dapat diperbaharui seperti surya, angin atau
kekuatan gelombang.
Lampu-lampu listrik khususnya telah dirancang bagi
aplikasi sarana Navigasi. Bagaimanapun, lampu-lampu dipilih
dari jangkauan besar dari hasil-hasil komersial juga telah
digunakan atau diadaptasi bagian sarana bantu Navigasi.
Teknologi cahaya memancarkan diode (LED) telah
muncul sebagai suatu alternatif untuk lampu-lampu fibament.
2.3.3 Lampu-Lampu Gas
2.3.4 Asetiline
Cahaya asetiline memiliki tempat khusu dalam sejarah
sarana bantu navigasi. Terutama sekali bagi alat layak
pertama dari menara suar otomatis, pelampung suar dan
rambu-rambu selama bagian awal dari abad ke 20. Sistem
pencahayaan asetiline berasal dari penemuan Gustaf Dalen
dan dibuat oleh sejumlah supplier. Gas asetilne memiliki
property pembakaran yang tidak lazim dengan nyala api putih
ketika dicampur dengan benar dengan udara. Hal ini
memungkinkan pengembangan lentera api terbuka yang
sangat layak.
Teknologi pencahayaan asetiline selanjutnya
ditingkatkan oleh pengembangan “mixer” Dalen yang
mengijinkan gas dan udara ditarik ke dalam suatu ruangan
dan kemudian dikonsumsi dalam mantel pijar untuk
menghasilkan sumber cahaya yang lebih terang dibandingkan
jenis nyala terbuka. Mantel pijar dapat dijalankan dengan
suatu sumber nyala sebentar-sebentar di dalam suatu lensa
tetap atau sebagai sumber terus-menerus dalam lensa
berputar. Pengembangan terkait memasukkan suatu
mekanisme yang dioperasikan gas bagi pemutar suatu lensa
dan peralatan perubahan mantel otomatis yang ditagani
mesin jam.
Sesuai Publikasi IALA
Catatan praktisi bagi penanganan gas yang aman,
oktober 1993
2.3.5 Propane dan Butane
Gas Propane dan Butane telah digunakan sebagai
bahan bakar bagi sistem pencahayaan gas, peralatan harus
menggunakan pembakar mantel pijar sebagai gas membakar
dengan nyala api kuning/orange. Ketika suatu pembakar nyala
api terbuka digunakan instalasi pencahayaan gas terus
digunakan dalam beberapa Negara. Dimana mereka dipilih
bagi kekuatan dan kesederhanaan operasinya. Mereka telah
digantikan oleh instalasi surya/listrik dalam banyak negara
yang umumnya mengakibatkan penghematan signifikan dalam
biaya operasi.
2.3.6 Lampu-Lampu Listrik
Gambar Operasi
1. Dapat dijalankan secara langsung dari supplay listrik yang
tepat.
2. Voltase nominal 6 b sampai 240 Volt, kedua AC dan DC.
3. Sumber cahaya ini telah digunakan disebagian negara
dari paling tidak awal 1900-an. Banyak desain cahaya
khusus telah digunakan selama bertahun-tahun. Sebagai
ukuran, bentuk, dan lokasi filment harus sesuai dengan
sistem lensanya.
Penggunaan Umum :
Semua jenis suar cahaya (cahaya utama, cahaya sector, cahaya
3600, lentera pada pelampung suar cahaya.).
Beberapa negara dan pembuatan telah mengadopsi desain standar,
sesuai dengan code, bagi lampu-lampu yang dirancang khusu bagi
aplikasi menara suar. Desain ini umumnya termasuk dukungan
filament untuk memelihara bentuk filament dan meyakinkan suatu
output yang rata pada 3600 asimut.
2.4 Data dan Permasalahan
A. Data-Data
Untuk kelancaran transportasi dialur pelayaran wilayah
Indonesia banyak kita temui sarana bantu navigasi pelayaran
yang mendukung kelancaran keamanan, serta kenyamanan.
Maka sangat diperlukan yang memudahkan bagi navigator untuk
mencapai tujuan.
Adapun sarana bantu navigasi pelayaran yang dimaksud:
1. Menara Suar
2. Rambu Suar
3. Pelampung Suar
4. Tanda Siang
Untuk memahami keempat jenis sarana bantu navigasi
pelayaran di atas, kami sampaikan definisi satu-persatu:
1. Menara Suar
Adapun sarana bantu navigasi tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 20 mil laut
yang membantu navigator dalam menentukan posisi dan
haluan kapal serta menunjukkan arah daratan dan adanya
pelabuhan serta dapat juga dipergunakan sebagai batas
wilayah negara. Di sarana bantu navigasi pelayaran jenis
menara suar terdapat beberapa sarana prasarana pendukung
yang dapat mengoptimalkan fungsi menara suar adalah
sebagai berikut:
a. Sumber tenaga
b. Alat komunikasi
c. Tenaga operasional
2. Rambu Suar
Adalah sarana bantu navigasi yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 mil laut
yang dapat membantu navigator tentang adanya rintangan
atau bahaya navigasi antara lain, karang, air dangkal,
gosong, dan bahaya nterpencil serta menentukan posisi dan
atau haluan kapal. Sumber tenaga yang dipergunakan pada
rambu suar adalah solar sel yang dilengkapi dengan batere
yang tentunya memerlukan perawatan serta pengawasan dan
pemeliharaan untuk mempertahankan kehandalan dari rambi
suar tersebut.
3. Pelampung Suar
Adalah sarana bantu navigasi apung yang mempunyai
jarak tampak lebih kurang 6 mil laut yang dapat membantu
menunjukkan kepada para navigator adanya rintangan atau
bahaya navigasi antara lain; karang, air dangkal, gosong,
kerangka kapal, dan untuk menunjukkan perairan aman serta
pemisah alur. Yang menjadi sumber tenaga adalah solar sel
yang dilengkapi batere serta diatur sesuai dengan dimana
pelampung suar tersebut ditempatkan.
4. Tanda Siang
Semua sarana bantu navigasi berupa anak pelampung
atau rambu siang untuk menunjukkan kepada navigator
adanya bahaya atau rintangan navigasi antara lain karang, air
dangkal, gosong, kerangka kapal dan menunjukkan perairan
yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat
dipergunakan pada siang hari.
Semua yang kami sampaikan di atas adalah
merupakan sarana bantu navigasi pelayaran visual.
B. Permasalahan
Dengan pentingnya sarana bantu navigasi pelayaran yang
diuraikan di atas dipandang perlu diadakan pengawasan atau
pemantauan terhadap sarana bantu navigasi yang telah
terpasang dari kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, seperti
misalnya:
1. Batere pada rambu suar dan pelampung suar sering hilang;
2. Rusaknya sarana bantu navigasi pelayaran disebabkan
kurangnya perawatan secara periodic;
3. Kurangnya sarana dan prasarana perbaikan.
Ketiga hal tersebut di atas merupakan kendala atau
hambatan yang mempengaruhi optimalisasi sarana bantu
navigasi pelayaran. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta teknologi yang tepat guna yang
dapat mendukung terwujudnya pengoperasian sarana bantu
navigasi pelayaran yang optimal.
Penelitian tingkat keselamatan, akurasi data perairan
penempatan SBNP yang tepat dan akurat sangat diperlukan
untuk keselamatan berlayar.
Dengan maksud meningkatkan keamanan dan
keselamatan serta efisiensi pengaruh lalu lintas laut terhadap
lingkungan dan merencanakan tingkat keamanan di seluruh area
perairan perlu ditetapkan pusat pelayanan informasi lalu lintas
laut guna membantu perlindungan keselamatan pelayaran.
Keselamatan di wilayah peraiaran mencakup:
1. Keselamatan di wilayah pantai;
2. Keselamatan di wilayah alur pelayaran;
3. Keselamatan di wilayah pelabuhan system sarana bantu
navigasi pelayaran;
4. Penyelenggaraan SBNP;
5. Penggunaan peralatan modern dan hemat energi;
6. Survey kelautan dan penyediaan data kelautan;
7. Pelaksanaan hydrografi guna menjamin keselamatan berlayar;
8. Inventarisasi manajemen dan penyedia data hydrografi dan
informasi.
Perlindungan lingkungan laut dan pencegahan bencanan
kelautan, pemerintah segera mengantisipasi terhadap bencana
yang terjadi di pelaksanaan kegiatan untuk melindungi
lingkungan hidup kelautan.
Pemerintah juga berupaya melindungi lingkungan laut
dengan melaksanakan survey dan penelitian pencemaran laut.
Serta meningkatkan kesadaran dalam memelihara lingkungan
laut. Disamping itu untuk meningkatkan keamanan dan
keselamatan pelayaran perlu dilakukan pengaturan terhadap:
1. Adanya peningkatan volume lalu lintas dan syarat kapal
melalui penetapan STS guna menghindari kecelakaan kapal.
2. Pemanfaatan ruang bawah air agar dapat digunakan kegiatan
lainnya melalui penataan kegiatan bawah air guna
pengamanan fasilitas dari kerusakan maupun bencana serta
efisiensi.
3. Perairan ataupun alur pelayaran melalui penjagaan dan
pemeliharaan alur agar tetap lancar dan aman bagi kapal
berlayar serta terhidar dari adanya pendirian bangunan
ataupun instalasi baik diperairan maupun di atasnya.
4. Kegiatan ship to ship (STS) guna pengamanan area dan
menjaga keselamatan kapal berlayar di sekitar area tersebut.
2.5 Pemecahan Masalah
Hal-hal yang perlu diperhatikan karena adanya kegiatan di perairan:
1. Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan yang alami
maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. Gunan
keselamatan dan keamanan, maka kondisi alur pelayaran harus
dipelihara dan dilengkapi dengan fasilitas sarana bantu navigasi
pelayaran. Adanya berbagai aktifitas di alur pelayaran perlu
diinformasikan kepada masyarakat agar berhati-hati melintasi alur
tersebut.
2. Untuk keselamatan bernavigasi selama masih berlangsungnya
kegiatan, maka pemerintah menghimbau kerjasamanya semua
kapal-kapal untuk mengamati dan mentaati peraturan
keselamatan lalulintas laut (maritime traffic safety laws). Dan
peraturan lokal serta rekomendasi yang diperuntukkan pada area
tersebut antara lain:
1) Masalah-masalah umum yang membutuhkan perhatian:
a. Pusatkan perhatian kepada area kegiatan dan waktu
kerja kegiatan dan posisi sarana bantu navigasi
pelayaran sebagai indicator area kegiatan.
b. Berikan perhatian ekstra hati-hati dalam maneuver
kapal di wilayah perairan di sekitar area. Bagi kapal-
kapal yang membutuhkan boat sebagai pemandu
diminta untuk mengajukan permohonan terlebih
dahulu.
2) Masalah-masalah yang membutuhkan perhatian oleh
kapal ketika akan melintasi area kegiatan untuk:
a. Memberikan peringatan / hati-hati yang lengkap
tentang cuaca, hydrografi dan kemampuan maneuver
bagi kapal-kapal serta penyimpangan kapal-kapal di
area kegiatan yang diakibatkan oleh angin maupun
arus.
b. Menjauhkan / menghindari area tersebut dengan
posisi sejajar sarana bantu navigasi pelayaran dekat
area kegiatan disebabkan lebar alur yang sempit di
perairan sekitar kegiatan.
c. Kapal-kapal yang tidak terpaksa berlayar di seluruh
area tersebut harus segera keluar dari alur tersebut
kecuali bahwa kedalaman perairan aman bagi kapal-
kapal yang melalui area tersebut.
2.6 Dasar Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
1. UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United National
Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 (HUKUM
LAUT) Lembaran Negara RI No. 76 Tahun 1985
2. UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 No. 98)
3. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian
4. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 7 Tahun 2009 tentang
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
2.7 Fungsi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
1. Menentukan posisi dan haluan kapal
2. Memberitahukan adanya bahaya dan rintangan pelayaran
3. Menunjuk batas-batas alur pelayaran yang aman
4. Menandai garis-garis pemisah lalu lintas kapal
5. Menunjukkan kawasan dan kegiatan khusus di perairan
6. Penunjuk batas negara
2.8 Kewenangan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
1. Petugas SBNP secepatnya memberikan teguran kepada kapal-
kapal yang berlayar di wilayah kerjanya, apabila mengetahui
kapal melakukan pelanggaran SBNP di perairan.
2. Petugas SBNP secepatnya memberikan informasi kepada Badan
SAR, apabila mengetahui terjadinya kecelakaan kapal dan
mengambil tindakan penyelamatan sebelum Tim SAR tiba di
lokasi kecelakaan.
3. Memantau dan mengamati setiap pergerakan kapal-kapal yang
melintas di wilayah kerjanya.
4. Memperlihatkan zona keamanan dan keselamatan di sekitar
instalasi dan Bangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
(SBNP)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian adalah deskriptif yang akan menggambarkan
bagaimana pemberian pelayanan terhadap pengguna jasa laut yang
ada di wilayah perairan Sulawesi Barat. Dan bagaimana respon
terhadap pelayanan yang diberikan oelh petugas sarana bantu
navigasi pelayanan yang bertugas di Sulawesi Barat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di mercusuar yang ada di
Sulawesi Barat, tepatnya di Kabupaten Mamuju. Pada lokasi ini
mempunyai hubungan langsung dengan masyarakat pengguna jasa
laut. Sedangkan waktu penelitian ini direncanakan bulan Maret s/d
Mei 2011.
3.3 Populasi Sampel
3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh
petugas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang berjumlah
25 orang yang ada di wilayah Kabupaten Mamuju yang merupakan
obyek pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa laut ini sendiri.
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara purposive (sengaja) dengan menggunakan snowball sampling.
Hal ini dimaksudkan agar dapat memperoleh sampel informan
berikutnya dengan informasi dan informan sebelumnya. Karena
diharapkan informan yang terpilih betul-betul dapat mengetahui
informasi yang akan digali dalam menjawab masalah penelitian ini.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data dalam penelitian adalah:
1. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh di lapangan
melalui wawancara mendalam dengan sejumlah tenaga petugas
sarana bantu navigasi pelayaran yang ada di Kabupaten Mamuju.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen, brosur, buku, laporan-laporan penelitian yang erat
hubungannya dengan penelitian ini.
3.5 Sumber Informasi
Sumber informasi meliputi komponen unsur masyarakat
pengguna jasa laut yang memanfaatkan jasa sarana bantu navigasi
pelayaran.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Wawancara, yaitu mengumpulkan data yang dilakukan secara
langsung melalui tanya jawab atau percakapan dengan informan
yang terkait dengan pemberian pelayanan;
2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh
berdasarkan hasil pengamatan yang berkaitan dengan aktifitas
pemberian layanan kepada petugas sarana bantu navigasi
pelayaran.
3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh
melalui beberapa buku yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, meliputi: peraturan pemerintah, dan peraturan menteri
serta dokumen lainnya yang terkait dengan obyek penelitian.
3.7 Definisi Operasional Konsep
1. Desentralisasi adalah kewenangan pemerintah pusat dalam
pembuatan kebijakan. Indikator adalah keterlibatan aparat dan
masyarakat dalam pembuatan kebijakan.
2. Fasilitas layanan adalah kelengkapan sarana dan prasarana
kantor yang dimiliki oleh pemerintah pusat dalam melaksanakan
tugas-tugas yang berkaitan dengan pelayaran.
3. Sumber daya manusia adalah kemampuan petugas yang
membidangi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis data deskriptif kualitatif yaitu melukiskan secara sistematis,
factual dan akurat mengenai fakta-fakta yang diperoleh. Proses
analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber. Atas yang diperoleh dari wawancara digunakan
untuk menguraikan secara negatif temuan penelitian. Secara teknik
aplikasi, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kinerja
petugas menara suar yang ada di Sulawesi Barat.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Geografi
Untuk memberikan gambaran tentang potensi dari Sulawesi
Barat, maka ini dapat kita lihat pada peta Propinsi Sulawesi Barat,
Nampak jelas bahwa Propinsi Sulawesi Barat berada di tengah-
tengah dengan luas wilayah 38.140 km2 posisi 4°. 6° LS dan 119°.
121° BT dengan batas wilayah :
Sebelah Utara Propinsi Sulawesi Tengah
Sebelah Timur Propinsi Sulawesi Tenggara
Sebelah Selatan Propinsi Sulawesi Selatan
Sebelah Barat Selat Makassar
Pada bulan-bulan tertentu yakni bulan 12 sampai pertengahan bulan
3 masih terjadi angin kencang dan tinggi gelombang, kecepatan
angin mencapai 17 - 21 mil/jam dan gelombang naik 1 sampai 3
meter.
Untuk menunjang lancarnya lalu lintas di alur pelayaran baik
itu kapal yang lewat di wilayah perairan Sulawesi Barat maupun yang
keluar masuk pelabuhan yang dimiliki Propinsi Sulawesi Barat.
Maka sangat penting pemasangan rambu-rambu laut, guna
memperlancar kapal-kapal menentukan posisi sehingga mencegah
terjadinya kecelakaan kapal, baik itu tabrakan atau kandas, maka
dari itu sangat penting adanya kelengkapan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP).
Karena pentingnya peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
(SBNP) dalam suatu wilayah yang mempunyai alur kapal yang
padat, dalam bagian ini perlu dikemukakan data-data Sarana Bantu
Navigasi yang ada di Propinsi Sulawesi Barat berikut ini :
4.2.1 Data-Data Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang mempunyai
petugas.
1. Menara Suar Pulau Ambo
Daftar suar Indonesia 4660, jarak tampak 17 mil
Posisi 02° 32 °30,0 ° S117°56 ° 50,0 ° E
2. Menara Suar Tg. Rangas Mamuju
Daftar suar Indonesia 5090, jarak tampak 23 mil
Posisi 02° 37 °30,0 ° S118° 49 °00,0 ° E
3. Menara Suar Tg. Lallereh
Daftar suar Indonesia 5100, jarak tampak 18 mil
Posisi 01 °59 ° 40,0 ° S119°12 °30,0 ° E
4. Menara Suar Cape Mandar
Daftar suar Indonesia 5080, jarak tampak 21 mil
Posisi 03 ° 34 ° 00,0° S118°56 ° 00,0 ° E
5. Menara Suar Pasangkayu
Daftar suar Indonesia 5105, jarak tampak 21 mil
Posisi 01° 10 °15,0 ° S119°20 ° 20,0 ° E
4.1.3 Data-Data Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang tidak
mempunyai petugas.
1. Rambu Suar Polewali
Daftar suar Indonesia 5050, jarak tampak 4 mil
Posisi 03 ° 26 °22,0 ° S119°20 ° 25,0 ° E
2. Rambu Suar Pelabuhan Majene
Daftar suar Indonesia 5050, jarak tampak 4 mil
Posisi 03 ° 33 °00,0 ° S118°58 ° 00,0 ° E
3. Rambu Suar Majene
Daftar suar Indonesia 5071, jarak tampak 11 mil
Posisi 03 ° 33° 42,0 ° S118°57 ° 36,0 ° E
4. Rambu Suar Tg. Binanga
Daftar suar Indonesia 5082, jarak tampak 18 mil
Posisi 03° 20 °17,8 ° S118°50 ° 41,3 ° E
5. Rambu Suar Tg. Ongkona
Daftar suar Indonesia 5084, jarak tampak 12 mil
Posisi 03 °05 ° 34,1° S118° 46 °34,06 ° E
6. Rambu Suar Tg. Kai
Daftar suar Indonesia 5087, jarak tampak 15,5 mil
Posisi 03 °51 ° 46,0 ° S118° 46 ° 06,0° E
7. Rambu Suar Pelabuhan Simboro Barat
Daftar suar Indonesia 5091, jarak tampak 12 mil
Posisi 02° 40 ° 31,0 ° S118° 46 ° 06,0° E
8. Rambu Suar Simboro Mamuju
Daftar suar Indonesia 5091,1 jarak tampak 12 mil
Posisi 02 ° 40 °21,0 ° S118°51 °51,05 ° E
9. Rambu Suar Alur Pelabuhan Belang-Belang
Daftar suar Indonesia 5095, jarak tampak 10 mil
Posisi 02° 28 °33,0 ° S119°06 ° 26,8 ° E
10.Rambu Suar Alur Pelabuhan Belang-Belang
Daftar suar Indonesia 5097, jarak tampak 10 mil
Posisi 02° 28 °24,0 ° S119°06 ° 40,0 ° E
11.Rambu Suar Alur Pelabuhan Belang-Belang
Daftar suar Indonesia 5098, jarak tampak 23 mil
Posisi 02° 28 °27,0 ° S119°06 ° 55,0 ° E
12.Rambu Suar Pulau Liutang
Daftar suar Indonesia 5098, jarak tampak 23 mil
Posisi 02° 28 °07,0 ° S119°07 ° 02,0 ° E
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang
telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka terdapat beberapa
kesimpulan yang bias diambil, sebagai berikut :
1. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran sangat penting fungsi dan
keberadaannya di wilayah alur pelayaran di Indonesia khususnya
yang ada di Sulawesi Barat, maka fungsi operasionalnya harus
optimal. Untuk mencapai fungsi di atas tentunya harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Menjaga keamanan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
Menjaga fungsi dan keandalan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran
Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku agar tercapainya tujuan yang utama yaitu
optimalisasi operasional Sarana Bantu Navigasi pelayaran
di seluruh wilayah Indonesia.
2. Semua kegiatan yang berkaitan dengan masalah Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran maka fungsi peraturan pemerintah No. 21
Tahun 2000 tentang Kenavigasian berperan sangat penting.
3. Peningkatan kualitas dalam pelaksanaan tugas sangat diperlukan
sumber daya manusia yang handal melalui pendidikan dan
pelatihan untuk menambah kemampuan dan profesionalisme
dalam melaksanakan tugas.
5.2 Saran-Saran
Setelah membaca, mendengar, melihat dan mengetahui
sendiri baik dalam proses belajar maupun praktek kerja lapangan
maka dapat disarankan :
1. Sebelum melaksanakan tugas di lapangan sebaiknya diadakan
pelatihan-pelatihan dan praktek kerja lapangan secara optimal.
2. Pendidikan dan pelatihan sangat mendukung kualitas hasil kerja
bagi para personil secara optimal.
3. Mohon pada masa yang akan datang pendidikan dan pelatihan
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Praktek Kerja Lapangan
minimal bisa mencapai 50 persen.
4. Setiap ada peralatan dan teknologi baru untuk operasional.
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, agar dapat berfungsi optimal
mohon diadakan job training atau kursus kilat.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 No. 98).
UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nastional
Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982
(HUKUM LAUT) Lembaran Negara RI No. 76 Tahun 1985.
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian
Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 7 Tahun 2009 tentang
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2011 tentang Kedudukan
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Departemen.
Keputusan Menhub No. 173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The
IALA, MARITIME Bouyoge System untuk Regional dalam
Tatanan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Indonesia.
Keputusan Menhub No. 24 Tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perhubungan.
Hasibuan, Melayu S.P, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia
Dasar dan Kunci Keberhasilan.
Gibson, Ivamsevich, 1996, Organisasi dan Manajemen, Perilaku,
Struktur dan Proses, Jakarta ; Erlangga.
Bungin, B. 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta ; Raja Grafindo
Persada.
Moenir, H.A.S, 1992, Manajemen Pelayaran Umum di Indonesia
Jakarta, PT Bumi Aksara.
Soedarsono, H Soekarto, et. All, 2000, Strategi Pelayaran Prima.
Jakarta Lembaga Administrasi Negara RI.
Indra Wijaya, Wijaya, 1996, Perilaku Organisasi, Bandung Sinar Baru
Algasindo.
Sunardi, 1996, Motivasi dan Pemotivasian dan Manajemen, Jakarta,
PT. Rajawali.
Suparjo, J. 1997, “Pengukuran Tingkat Kepuasan Konsumen,”
Jakarta, Rineke Cipta.
Poewadarma, H, J, S, 1991, Kamus, Umum, Bahasa Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka.
Sugiono, 1007, Metode Penelitian Administrasi, Bandung Alfabeta.
Siagian, Sondang P. 1989, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jakarta Bumi Aksara.