Post on 27-Oct-2020
SKRIPSI
HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PERSONAL
HYGIENE DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SUKOREJO KABUPATEN
PONOROGO
Oleh :
ULUL SYA’DIANA
NIM : 201403043
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE
DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SUKOREJO KABUPATEN PONOROGO
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
ULUL SYA’DIANA
NIM : 201403043
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
iii
iv
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, nikmat, dan rahmat Nya
yang telah memberiku kekuatan, dan kesempatan menggenggam ilmu sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan maka apaila telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya
kamu berharap (Qs. Alam Nasyrah: 7,9). Dengan seiring rasa syukurku,
kupersembahkan karya kecil ini kepada orang-orang tercinta dan rasa
trimakasihku untuk :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayahNya
kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan karya ini dengan baik.
2. Ayah, ibu dan kakakku tercinta yang tidak pernah hentinya selama ini
memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang yang tak
tergantikan hingga aku kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku.
3. Untuk Sahabat-sahabatku yang sama-sama berjuang yang tidak bosan
mengingatkan dan memberi semangat satu sama lain: Ardhin, Resita, Fatika,
Anisa, Yayuk, Dania, Desi, Putri PM, Riayana, Elfira, Inna
4. Untuk teman-temanku Kesmas angkatan 2014 terimakasih atas segala
dukungannya, motivasinya sehingga tersusunlah skripsi ini.
5. Untuk dosen pembimbing dan penguji, trimakasih atas kesabarannya dalam
membimbing dan ilmunya yang telah memberikan coretan terindah sehingga
saya bisa menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ulul Sya’diana
Tempat/Tanggal Lahir : Madiun, 14 Februari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln Singajaya XIV Prumnas Singosaren Blok C/32
RT 03 RW 06, Kec. Jenangan, Kab.Ponorogo
Riwayat Pendidikan :
1. Lulus TK MUSLIMAT Tahun 2002
2. Lulus SD SINGOSAREN I Tahun 2008
3. Lulus SMPN 6 PONOROGO Tahun 2011
4. Lulus SMAN 1 BABADAN PONOROGO
Tahun 2014
5. Menempuh Pendidikan di Program Studi
Kesehatan Masyarakat STIKES BHAKTI
HUSADA MULIA MADIUN Sejak Tahun
2014.
viii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI
HUSADA MULIA MADIUN
ABSTRAK
Ulul Sya’diana. 201403043
“Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Personal Hygiene dengan Kejadian
Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo”
92 Halaman + 27 tabel + 7 gambar + 8 Lampiran
Kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae
yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan
saraf pusat. Jumlah kasus penderita kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorejo
pada tahun 2016 dan tahun 2017 sebesar 11 kasus. Kecamatan Sukorejo
merupakan wilayah dengan kusta tertinggi selama 2 tahun berturut-turut ditahun
2016 dan 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi fisik
rumah dan personal hygiene di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorejo Kabupaten
Ponorogo.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian survey analitik dengan
pendekatan case control. Teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling, dimana 11 orang sebagai kasus dan 22 orang sebagai kontrol dengan
perbandingan 1:2. Teknik analisis data menggunakan uji statistic chi-square.
Hasil Penelitian menunjukkan ada hubungan antara : kondisi fisik rumah
dengan kejadian kusta (p=0,036), jenis lantai dengan kejadian kusta (p=0,014),
luas ventilasi dengan kejadian kusta (p=0,026), kelembaban dengan kejadian
kusta (p=0,007), kepadatan hunian dengan kejadian kusta (p=0,006), personal
hygiene dengan kejadian kusta (p=0,019), kebiasaan mandi dengan kejadian kusta
(p=0,013), kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta (p=0,026).
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diberikan yaitu meningkatkan
kebersihan perorangan dan perbaikan kondisi lingkungan rumah yang bertujuan
mengurangi potensi perkembangbiakan bakteri penyebab kusta.
Kata Kunci : Kusta, Kondisi Fisik Rumah, Personal Hygiene
Kepustakaan : 53 (2000-2017)
ix
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI
HUSADA MULIA MADIUN
ABSTRACT
Ulul Sya’diana. 201403043
"Relationship between Physical Conditions of Home and Personal Hygiene
with Leprosy Events in the Work Area of Sukorejo Health Center in Ponorogo
Regency"
92 Pages + 27 tables + 7 images + 8 Attachments
Leprosy was a disease caused by Mycobacterium leprae that attacked
peripheral nerves, skin and other body tissues except the central nervous system.
The sickness of leprosy cases in Sukorejo Public Health Center Work Area in
2016 and 2017 was 11 cases. Sukorejo Subdistrict was the region with the highest
leprosy for 2 consecutive years in 2016 and 2017. This study aims to determine
the relationship between the physical condition of the house and personal hygiene
in the Work Area of Puskesmas Sukorejo, Ponorogo Regency.
This research used analytical survey research with a case control approach.
The sampling technique used total sampling, where 11 people as cases and 22
people as controls with a ratio of 1: 2. Data analysis technique used chi-square
statistical test.
The results showed that there was a relationship between: the physical
condition of the house and the incidence of leprosy (p = 0.036), the type of floor
with the incidence of leprosy (p = 0.014), the extent of ventilation with the
incidence of leprosy (p = 0.026), humidity with the incidence of leprosy (p =
0.007) , occupancy density with the incidence of leprosy (p = 0.006), personal
hygiene with the incidence of leprosy (p = 0.019), bathing habits with leprosy
incidence (p = 0.013), the habit of borrowing towels with leprosy (p = 0.026).
Based on the results of the study, the advice given is to improve personal
hygiene and improve the condition of the home environment which aims to reduce
the potential for proliferation of leprosy-causing bacteria.
Keywords: Leprosy, Home Physical Conditions, Personal Hygiene
Literature: 53 (2000-2017)
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan
petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan
Kondisi Fisik Rumah dan Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta diWilayah
Kerja Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo” ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan trimakasih atas semua bantuan
dan dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada :
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid) Selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, Selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
3. Bapak dr.Hari Prasetyo Prijo Oetomo Selaku Kepala UPT Puskesmas
Sukorejo Kabupaten Ponorogo.
4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes Selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak A.Agus Widodo, S.KM.,MMKes Selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi
ini.
xi
6. Bapak Beny Suyanto, S.Pd.,M.Si Selaku penguji skripsi yang telah
memberikan masukan yang bermanfaat dalam skripsi ini.
7. Bapak, Ibu, dan Kakak tersayang yang telah memberikan Do’a, semangat,
dan nasihat serta kasih sayang yang luar biasa yang selalu membuatku tidak
mudah putus asa.
8. Untuk Sahabat-sahabatku yang sama-sama berjuang yang tidak bosan
mengingatkan dan memberi semangat satu sama lain: Ardhin, Resita, Fatika,
Anisa, Yayuk, Dania, Desi, Putri PM, Riayana, Elfira, Inna
9. Teman-teman seperjuangan kesmas angkatan 2014.
10. Dan semua pihak yang telah banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir, semoga
Allah SWT senantiasa maridhoi segala usaha kita, Amin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Madiun, Agustus 2018
Penyusun
xii
DAFTAR ISI
Sampul Depan ............................................................................................................ i
Sampul Dalam ............................................................................................................ ii
Lembar Persetujuan .................................................................................................... iii
Lembar Pengesahan .................................................................................................. iv
Lembar Persembahan ................................................................................................. v
Lembar Pernyataan .................................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................................ vii
Abstrak ...................................................................................................................... viii
Abstract ...................................................................................................................... ix
Kata Pengantar ........................................................................................................... x
Lembar Pernyataan .................................................................................................... xi
Daftar Isi..................................................................................................................... xii
Daftar Tabel....... ........................................................................................................ xiv
Daftar Gambar....... ..................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran....... .................................................................................................. xvii
Daftar Singkatan dan Istilah....... ................................................................................ xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8
1.5 Keaslian Penelitian....................................................................................... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kusta ......................................................................................... 12
2.2 Klasifikasi Kusta ......................................................................................... 12
2.3 Penyebab Kusta ........................................................................................... 14
2.4 Cara Penularan ............................................................................................ 14
2.5 Tanda dan Gejala......................................................................................... 15
2.6 Pengobatan Kusta ........................................................................................ 16
2.7 Reaksi Kusta ............................................................................................... 18
2.8 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kusta .......................................... 19
2.8.1 Pencegahan ......................................................................................... 19
2.8.2 Penanggulangan ................................................................................. 20
2.9 Masalah yang Ditimbulkan Akibat Penyakit Kusta .................................... 21
2.10 Kondisi Fisik Rumah .................................................................................. 22
2.10.1 Pengertian Rumah ............................................................................ 22
2.10.2 Persyaratan Rumah........................................................................... 23
2.10.3 Standar Rumah Sehat ....................................................................... 25
xiii
2.10.4 Komponen Rumah ........................................................................... 26
2.11 Personal Hygiene ......................................................................................... 27
2.11.1 Macam-macam Personal Hygiene ..................................................... 27
2.11.2 Tujuan Perawatan Personal Hygiene ................................................ 27
2.11.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene ...................... 28
2.11.4 Dampak Personal Hygiene ................................................................ 29
2.12 Faktor Risiko Kusta ..................................................................................... 29
2.13 Kerangka Teori............................................................................................. 40
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 41
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 42
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian 44
4.2 Populasi dan Sampel 45
4.2.1 Populasi 45
4.2.2 Sampel 46
4.3 Teknik Sampling 49
4.4 Kerangka Kerja Penelitian 50
4.5 Variabel Penelitian 51
4.5.1 Variabel Bebas (Independent) ............................................................. 51
4.5.2 Variabel Terikat(Dependent) .............................................................. 51
4.6 Definisi Operasional Variabel 51
4.7 Instrumen Penelitian 54
4.7.1 Kuesioner ............................................................................................ 54
4.7.2 Observasi............................................................................................. 54
4.7.3 Pengukuran ......................................................................................... 55
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian 56
4.9 Prosedur Pengumpulan Data 56
4.9.1 Data Primer ......................................................................................... 56
4.9.2 Data Sekunder ..................................................................................... 57
4.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 57
4.10.1 Pengolahan Data 57
4.10.2 Analisis Data 58
4.11 Etika Penelitian 60
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 61
5.2 Karakteristik Responden 63
5.3 Hasil Penelitian 69
5.4 Pembahasan 73
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 90
6.2 Saran 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 9
Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian 11
Tabel 2.1 Tanda utama kusta pada tipe PB dan MB 13
Tabel 2.2 Tanda lain untuk menemukan klasifikasi kusta 13
Tabel 2.3 Perbedaan antara Reaksi kusta Tipe I dengan Tipe II 18
Tabel 4.1 Kriteria inklusi dan eksklusi 47
Tabel 4.2 Definisi Operasional 52
Tabel 4.4 Analisis Bivariat 59
Tabel 5.1 Jumlah Pegawai Puskesmas berdasarkan status Pendidikan Tahun
2016 (Pada Saat Profil dibuat) 62
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan umur di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 63
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jenis kelamin di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 64
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pendidikan di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 64
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pekerjaan di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 65
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kejadian kusta di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 65
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kondisi fisik rumah di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 65
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jenis lantai di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 65
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan luas ventilasi di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 66
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kelembaban di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 67
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kepadatan hunian
rumah di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 67
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan personal hygiene
di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 68
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan mandi
di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 68
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan meminjam
handuk di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 69
Tabel 5.15 Analisis kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 69
Tabel 5.16 Analisis Jenis lantai dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 70
xv
Tabel 5.17 Analisis Luas ventilasi dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 71
Tabel 5.18 Analisis Kelembaban dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 71
Tabel 5.19 Analisis Kepadatan hunian rumah dengan kejadian kusta di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 72
Tabel 5.20 Analisis personal hygiene dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 72
Tabel 5.21 Analisis Kebiasaan mandi dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 73
Tabel 5.22 Analisis Kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo 74
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Tabel Halaman
Gambar 2.1 Model 1 Segitiga Epidemiologi 30
Gambar 2.2 Model 2 Segitiga Epidemiologi 31
Gambar 2.3 Model 3 Segitiga Epidemiologi 31
Gambar 2.4 Kerangka Teori 40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 41
Gambar 4.1 Skema Rancangan Case Control 45
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian 50
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 3 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Hasil Ouput SPSS
Lampiran 6 Dokumentasi
Lampiran 7 Form Komunikasi
Lampiran 8 Format Revisi
xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
BTA : Bersifat Tahan Asam
CO2 : Karbondioksida
DADDS : Diasenti-Diamino-Difenil-Sulfon
ENL : Erythema Nodusum Leprosum
KUSTA MB : Multi Basiler atau kusta basah
KUSTA PB : Pausi Basiler atau kusta kering
MDT : Multi Drug Therapy
NCDR : New Case Detection Rate
O2 : Oksigen
OR : Odd Ratio
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PR : Prevalensi Rate
Progresif : Terus meningkat tingkat keparahannya
P2PL : Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan
P2PM : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular
Personal Hygiene : Kebersihan diri seseorang
RFT : Relasif From Treatment
SO2 : Sulfur dioksida
The Great Iminator Disease : Penyakit yang mirip dengan banyak penyakit kulit
lainnya seperti infeksi jamur kulit
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu 1riter
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan
berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia,
serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional serta upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan
dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat
dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun
masyarakat ( Kemenkes RI, 2009).
Penyakit berbasis lingkungan merupakan penyakit yang proses
kejadiannya pada sebuah kelompok masyarakat yang memiliki keterkaitan erat
dengan satu atau lebih komponen lingkungan dalam sebuah ruang. Laporan
WHO menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh secara signifikan
terhadap lebih dari 80% penyakit. Masalah kesehatan dan penyakit berbasis
lingkungan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai,
baik kualitas maupun kuntitasnya dapat menyebabkan berbagai penyakit salah
satunya adalah penyakit kusta.
2
Penyakit kusta adalah penyakit menular menahun yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya masalah
dari segi medis tetapi meluas sampai masalah ekonomi, sosial, budaya, dan
keamanan. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat termasuk
sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan
atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta dan cacat
yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2006).
Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Dikenal ada dua macam
tipe kusta yaitu tipe MB (Multi Basiler atau kusta basah). Dan tipe PB (Pausi
Basiler atau kusta kering). Kusta tipe MB merupakan sumber penularan
penyakit kusta, namun cara penularan yang pasti belum diketahui. Penularan
kusta secara jelas masih belum diketahui tetapi sebagian besar dari peneliti
menyimpulkan bahwa penularan utama kusta yaitu melewati saluran
pernafasan dan kulit, namun perlu kontak yang akrab dan lama dengan
penderita kusta hingga dapat terinfeksi penyakit kusta. Hanya sebagian orang
yang dapat terinfeksi oleh bakteri kusta setelah kontak dengan penderita lain
karena adanya imunitas dari tubuh masing-masing orang (Emmy S, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO) kusta merupakan salah
satu dari tujuh belas penyakit tropis yang terabaikan dan membutuhkan
perhatian khusus dunia. Kusta dikenal juga sebagai “The Great Imitator
Disease” karena manifestasi yang mirip dengan banyak penyakit kulit lainnya
3
seperti infeksi jamur kulit, sehingga seseorang jarang menyadari bahwa
dirinya telah menderita kusta.
Prevalensi penyakit kusta di dunia masih tinggi. World Health
Organization (WHO) mencatat pada tahun 2014, sebanyak 213.899 penemuan
kasus baru kusta terdeteksi di seluruh dunia dengan kasus tertinggi berada di
regional Asia Tenggara yakni sebesar 154.834 kasus. Prevalensi kusta pada
awal tahun 2015 didapatkan sebesar 0,31 per 100.000 penduduk. Indonesia
menduduki peringkat ketiga 3riter dengan 3riteri kusta terbanyak setelah India
dan Brazil. Kejadian Kusta masih sangat tinggi di beberapa 3riter, terutama
3riter berkembang yang sangat erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan dan
kepadatan penduduk.
Di Indonesia Sepanjang tahun 2013, kementrian kesehatan RI mencatat
16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan 6,82 per 10.000 penduduk.
Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat tiga dunia dengan kasus baru
kusta terbanyak setelah india (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus).Tahun
2014 provinsi Jawa Timur memiliki jumlah penderita baru sebesar 4.119
kasus dengan Prevalensi Rate (PR) 1.07 per 10.000 penduduk (Kemenkes,
2015).
Di Provinsi Jawa Timur penderita kusta yang terdaftar pada tahun 2014
sebanyak 4.114 dengan angka Prevalen Rate 1,1 per 10.000 penduduk,
sedangkan pada tahun 2015 penderita kusta mengalami penurunan dengan
jumlah penderita ditahun 2015 sebanyak 3.946 dengan angka Prevalen Rate
1,02 per 10.000 penduduk dan pada tahun 2016 jumlah penderita kusta yang
4
terdaftar mengalami kenaikan menjadi 4.058 dengan angka Prevalen Rate
1,04 per 10.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).
Di Kabupaten Ponorogo kasus kusta yang ditemukan dan diobati tahun
2016 sebanyak 52 orang dengan angka prevalensi 0,62 per 10.000 penduduk,
terdiri dari tipe PB sebanyak 8 orang dan tipe MB sebanyak 44 orang.
Penderita selesai pengobatan (RFT) MB ada 47 (98%) dan RFT PB ada 3
orang (100%). Penderita dengan cacat 2 sebanyak 2 orang (4%) dan penderita
anak sebanyak 2 orang (4%). Cacat pada kusta inilah yang menyebabkan
masalah bagi penderita dan keluarganya, karena cacatnya penderita menurun
produktifitasnya serta menimbulkan stigma yang besar di masyarakat.(Dinkes
Kab.Ponorogo, 2016).
Berdasarkan hasil kunjungan dan wawancara yang dilakukan di
puskesmas sukorejo, jumlah kasus penderita kusta pada tahun 2016 dan tahun
2017 sebesar 11 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa di sukorejo cenderung
stagnan. Kecamatan Sukorejo merupakan wilayah yang menduduki kusta
tertinggi selama 2 tahun berturut-turut yaitu ditahun 2016 dan 2017 jika
dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di kabupaten ponorogo.
Diwilayah kecamatan sukorejo merupakan wilayah 4riteria kusta atau sebuah
kondisi yang menggambarkan keadaan yang tidak merata atau tidak tentu
tentang peristiwa kejadian kusta, terkadang peristiwa tersebut naik, turun dan
tetap. Rata-rata kondisi fisik rumah penderita kusta di kecamatan sukorejo
kurang memenuhi syarat kesehatan. Keadaan ini diduga menjadi
perkembangbiakan kuman kusta di dalam rumah penderita dan
5
memungkinkan penularan penyakit kusta dapat berlangsung terus menerus,
sementara itu keadaan kebersihan diri penderita juga diduga menjadi hal yang
sangat berperan dalam terjadinya penularan penyakit kusta di kecamatan
sukorejo. Kecamatan sukorejo memiliki kepadatan hunian yang cukup tinggi,
hal ini dapat terlihat dari setiap rumah yang rata-rata memiliki anggota
keluarga 3-5 orang dalam satu rumah sederhana. Rumah yang dihuni banyak
penghuni akan menimbulkan akibat buruk pada kesehatan dan merupakan
sumber yang potensial terhadap penyakit-penyakit infeksi.
Jumlah seluruh rumah yang ada di kecamatan sukorejo sebanyak 13.130
rumah, jumlah rumah yang sudah memenuhi syarat sebanyak (73,78%),
sedangkan target rumah yang disyaratkan rumah sehat yaitu (85%). Presentase
rumah tangga yang berprilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 3.587 (58,1%)
rumah tangga yang dikategorikan sebagai rumah tangga yang ber-PHBS dari
6.169 rumah yang dipantau. Angka cakupan rumah dan perilaku perorangan
pada masyarakat di kecamatan sukorejo dalam kategori belum memenuhi
syarat dan masih dibawah target. Hal ini mungkin dapat menyebabkan
berbagai penyakit menular masih terjadi di kabupaten ponorogo.
Kondisi fisik rumah sangat mempengaruhi kesehatan bagi penghuninya.
Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yang terdiri dari komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku
antara lain yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah,
sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan
6
hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari tanah. (Profil Kesehatan
Indonesia, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moga Aryo Wicaksono, H.
Acmad dan Iwan (2015) mengenai lingkungan fisik rumah dan karakteristik
responden yang berhubungan dengan timbulnya penyakit kusta. Faktor yang
berhubungan secara bermakna yaitu luas ventilasi, kepadatan hunian, sosial
ekonomi, personal hygiene, pekerjaan dan pendidikan.
Sedangkan Menurut penelitian Lia setiani (2014) tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian kusta, peneliti ini menyatakan ada
hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian, lama kontak, dan
kebersihan individu dengan penyakit kusta.
Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu memperhatikan mata rantai
penularan penyakit kusta, penyakit kusta dapat diputus penularannya melalui
intervensi yang sesuai dan hal ini dapat dilakukan jika proses terjadinya
infeksi penyakit tersebut diketahui. Menurut Rismawati (2013) yang
menunjukkan adanya hubungan antara suhu rumah, pencahayaan, luas
ventilasi rumah, kepadatan hunian, kebiasaan membersihkan lantai dan
kebiasaan mandi dengan kejadian kusta. Sementara penelitian lain yang
dilakukan Noorlatifah, dkk (2010) menunjukkan hubungan antara kondisi fisik
rumah, riwayat kontak, dan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian
mengenai hubungan kondisi fisik rumah dan personal hygiene dengan
kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas sukorejo kebupaten ponorogo.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut “Apakah ada hubungan antara kondisi fisik rumah dan personal
hygiene dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten
Ponorogo ?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi dan mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dan
personal hygiene dengan kejadian kusta diwilayah kerja puskesmas
sukorejo, kabupaten ponorogo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi jenis lantai rumah penderita kusta di wilayah kerja
puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
2. Mengidentifikasi luas ventilasi rumah penderita kusta di wilayah kerja
puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
3. Mengidentifikasi kelembaban rumah penderita kusta di wilayah kerja
puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
4. Mengidentifikasi kepadatan hunian rumah penderita kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
5. Mengidentifikasi kebiasaan mandi dalam sehari pada penderita kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
6. Mengidentifikasi kebiasaan meminjam handuk pada penderita kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
8
7. Menganalisis hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta
diwilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten Ponorogo
8. Menganalisis hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta
diwilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten Ponorogo
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat khususnya pada masyarakat yang menderita kusta tentang
pentingnya menjaga kondisi fisik rumah seperti luas ventilasi yang
memenuhi standar, lantai rumah yang baik, kepadatan hunian, dan
kelembaban ruangan yang sesuai standar serta memperhatikan kebiasaan
personal hygiene penderita yang meliputi kebiasaan mandi yang baik, dan
kebiasaan meminjam handuk antar anggota keluarga pada penderita kusta.
1.4.2 Bagi instansi yang terkait khususnya Puskesmas Sukorejo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
puskesmas Sukorejo khususnya bidang P2PL tentang hasil penelitian yang
meliputi jenis lantai, luas ventilasi, kelembapan ruangan, kepadatan hunian,
dan kebiasaan mandi, serta kebiasaan meminjam handuk.
1.4.3 Bagi peneliti lain
Sebagai sumber referensi dan mengembangkan wawasan bagi peneliti
selanjutnya dalam melakukan penelitian khususnya meneliti tentang
hubungan kondisi fisik rumah dan personal hygiene dengan kejadian kusta.
9
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No JUDUL
PENELITIAN
NAMA
PENELITI
TEMPAT DAN
TAHUN
PENELITIAN
RANCANGAN
PENELITIAN
VARIABEL
PENELITIAN
HASIL
PENELITIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1.
Hubungan
Antara
Sanitasi
Rumah dan
Personal
Hygiene
dengan
Kejadian
Kusta
Multibasiler
Dwina
Rismawati
RSUD
Tugurejo
Semarang
tahun 2012
Jenis
penelitian ini
adalah analitik
observasional
dengan desain
case control
Variabel
Bebas
Sanitasi
rumah : Suhu
rumah,
pencahayaan
alami di
dalam
rumah, luas
ventilasi,
kepadatan
hunian
kamar,
kebiasaan
membersihka
n lantai,
kebiasaan
mandi,
kebiasaan
cuci rambut,
kelembaban
udara, jenis
lantai, sarana
pembuangan
tinja,
kebiasaan
cuci tangan.
Variabel
Terikat
Kejadian
Kusta
Multibasiler
Ada hubungan
antara suhu
rumah (p=0,008,
OR=4,295),
pencahayaan
alami (p=0,036,
OR=3,190), luas
ventilasi
(p=0,035,
OR=3,148),
Kepadatan
hunian kamar
(p=0,033,OR=3,2
31), kebiasaan
membersihkan
lantai (p=0,018,
OR=3,610),
kebiasaan mandi
(p=0,018,OR=3,6
36), kebiasaan
cuci rambut
(p=0,03,
OR=3,367)
Tidak ada
hubungan antara
kelembaban
rumah (p=0,487),
jenis lantai
(p=0,269), sarana
pembuangan tinja
(p=0,738),
kebiasaan cuci
tangan (p=0,115).
2.
Hubungan
Lingkungan
Fisik Rumah
dan
Moga,
Aryo,
H.Achmad
F, Iwan
Bandar
Lampung
tahun 2015
Penelitian ini
menggunakan
desain Case
Control
Variabel
Bebas
Pendidikan,
pekerjaan,
Ada hubungan
yang bermakna
antara
pendidikan,
10
Karakteristik
Responden
Dengan
Penyakit
Kusta Klinis
Di Kota
Bandar
Lampung
Stia Budi personal
hygiene,
sosial
ekonomi,
kepadatan
hunian, luas
ventilasi,
jenis
kelamin,
umur,
kelembaban.
Variabel
Terikat
Kejadian
penyakit
kusta
pekerjaan,
personal hygiene,
sosial ekonomi,
kepadatan
hunian, dan luas
ventilasi
Tidak ada
hubungan antara
jenis kelamin,
umur, dan
kelembaban
3. Hubungan
Antara Faktor
Risiko
Terhadap
Kejadian
Kusta
(Morbus
Hansen) Di
Wilayah Kerja
Puskesmas
Beringin
Kabupaten
Ngawi
Setyawan Wilayah
kerjaUPTD
Puskesmas
Beringin
Kabupaten
Ngawi tahun
2014
Penelitian ini
menggunakan
metode
observasional
dengan
rancangan
penelitian
Case Control
Variabel
Bebas
Sanitasi
rumah:
jamban,
sarana air
bersih,
saluran
pembuangan
air limbah,
tempat
sampah, atap,
dinding,
lantai,
ventilasi,
jendela,
kepadatan
hunian
Variabel
Terikat
Kejadian
kusta
Ada hubungan
antara kondisi
sanitasi rumah
(p=0,002,
OR=7,857),
kondisi dinding
rumah (p=0,007,
OR=5,500),
kondisi lantai
rumah (p=0,001,
OR=8,846),
jamban sehat
(p=0,007,
OR=5,179),
pendidikan
(0,020,
OR=4,375) dan
riwayat kontak
(p=0,000,
OR=28,000).
Tidak terdapat
hubungan antara
umur, jenis
kelamin,
pekerjaan, dan
tingkat sosial
ekonomi
11
MATRIK PERBEDAAN PENELITIAN
Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian
No Perbedaan Dwina
Rismawati
Moga, Aryo,
H.Achmad F,
Iwan Stia Budi
Setyawan Ulul Sya’diana
1. Tempat RSUD Tugurejo
Semarang
Bandar Lampung Wilayah
kerjaUPTD
Puskesmas
Beringin
Kabupaten Ngawi
Wilayah Kerja
Puskesmas
Sukorejo
Kabupaten
Ponorogo
2. Waktu 2012 2015 2014 2018
3. Sampel 58 (29 kasus, 29
kontrol)
60 (20 kasus, 40
kontrol)
54 (18 kasus, 36
kontrol)
33 (11 kasus, 22
kontrol)
4. Desain
Penelitian
Case Control Case Control Case Control Case Control
5. Metode
Penelitian
Purposive
Sampling
Purposive
Sampling
Purposive
Sampling
Total Sampling
6. Variabel
Penelitian Variabel Bebas
Sanitasi rumah :
Suhu rumah,
pencahayaan
alami di dalam
rumah, luas
ventilasi,
kepadatan hunian
kamar, kebiasaan
membersihkan
lantai, kebiasaan
mandi, kebiasaan
cuci rambut,
kelembaban
udara, jenis
lantai, sarana
pembuangan
tinja, kebiasaan
cuci tangan.
Variabel
Terikat
Kejadian Kusta
Multibasiler
Variabel Bebas
Pendidikan,
pekerjaan,
personal hygiene,
sosial ekonomi,
kepadatan hunian,
luas ventilasi,
jenis kelamin,
umur,
kelembaban.
Variabel Terikat Kejadian penyakit
kusta
Variabel Bebas
Sanitasi rumah:
jamban, sarana air
bersih, saluran
pembuangan air
limbah, tempat
sampah, atap,
dinding, lantai,
ventilasi, jendela,
kepadatan hunian
Variabel Terikat
Kejadian Kusta
Variabel Bebas
Kondisi fisik
rumah :
Jenis Lantai,
Luas Ventilasi,
Kelembaban
ruangan,
Kepadatan
Hunian
Personal
Higiene:
Kebiasaan mandi
dalam sehari,
kebiasaan
meminjam
handuk.
Variabel
Terikat
Kejadian Kusta
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kusta
Penyakit Kusta atau Penyekit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi
kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium Leprae. Penyakit ini
adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf 12riteria mukosa dari saluran
pernafasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.
Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif , menyebabkan kerusakan
pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata (Andareti,obi.2015).
Kusta merupaka penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi kulit dan
organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian
anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Meskipun infeksius tetapi derajat infeksinya rendah. Waktu inkubasinya
panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien
mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak (Andareti,obi.2015).
2.2 Klasifikasi Kusta
Klasifikasi penyakit kusta dibagi menjadi tipe Paucibacillary (PB) dan
Multibacillary (MB). Tipe Paucibacillary atau tipe kering memiliki 12rite
bercak atau 12riter dengan warna keputihan, ukurannya kecildan besar, batas
tegas, dan terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi,punggung,
dada, ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis atau pada punggung kaki),
dan permukaan bercak tidak berkeringat.
13
Kusta tipe ini jarang menular tetapi apabila tidak segera diobati menyebabkan
kecacatan (Depkes RI, 2006).
Tipe yang kedua yaitu Multibacillary atau tipe basah memiliki 13rite-ciri
berwarna kemerahan, tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak terlalu
kasar, batas 13riter tidak begitu jelas, terjadi penebalan kulit dengan warna
kemerahan, dan tanda awal terdapat pada telinga dan wajah.
Tabel 2.1 Tanda utama kusta pada tipe PB dan MB
Tanda Utama Paucibacillary (PB)/
Kusta Kering
Multibacillary (MB)/
Kusta Basah
Bercak Kusta Jumlah -5 Jumlah >5
Penebalan syaraf tepi
disertai gangguan fungsi
(mati rasa atau
kelemahan otot,
didaerah yang
dipersarafi saraf yang
bersangkutan).
Hanya 1 syaraf Lebih dari 1 syaraf
Kerokan jaringan kulit BTA negative BTA positif
Apabila satu dari tanda utama MB ditemukan, maka paien diklasifikasikan
sebagai kusta MB. Sementara itu, tanda lain yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan dalam menentukan klasifikasi penyakit kusta yaitu :
Tabel 2.2 Tanda lain untuk menemukan klasifikasi kusta
Tanda Lain Paucibacillary (PB)/
Kusta Kering
Multibacillary (MB)/
Kusta Basah
Distribusi Unilateral atau bilateral
asimetris
Bilateral simetris
Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilat
Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang jelas
Deformitas Proses terjadi lebih Terjadi pada tahap
14
cepat lanjut
Ciri-ciri Khas - Madarosis, hidung
pelana, wajah singa.
2.3 Penyebab Kusta
Penyebab kusta adalah kuman Mycobacterium Leprae dimana
Mycobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk
batang, dikelilingi oleh 14riteria sel lilin yang merupaka 14rite dari spesies
Mycobacterium, berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat
tahan asam (BTA) atau gram positif, Tidak mudah diwarnai namun jika
diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alcohol sehingga
oleh karena itu dinamakan sebagai basil”tahan asam”.
Kuman Mycobacterium leprae menular kepada manusia melalui kontak
langsung dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman
membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga
lima tahun.Setelah lima tahun, tanda-tanda seseorng menderita penyakit kusta
mulai muncu antara lain, kulit menglami bercak putih, merah, rasa kesemutan
begian aggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya
(Andareti,obi.2015).
2.4 Cara Penularan
Meskipun cara penularan yang pasti belum diketahui dengan jelas,
penularan di dalam rumah tangga dan kontak atau hubungan dekat dalam
waktu yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularn kusta.
15
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan
tanda Tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si
penderita, yakni selaput lender hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa
penularan penyakit kusta adalah :
1. Melalui sekresi hidung, basil yang berasal dari sekresi hidung penderita
yang sudah mongering, diluar masih dapat hidup 2-7 x 24 jam.
2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15
tahun, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupum makroskopis,
dan adanya kontak yang lama dan berulan-ulang.
2.5 Tanda dan Gejala Kusta
Tanda-tanda seseorang menderita kusta antara lain :
1) Kulit mengalami bercak putih seperti panu, pada awalnya hanya sedikit
tetapi lama kelamaan semakin lebar dan banyak.
2) Adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar pada kulit.
3) Ada bagian tubuh yang tidak berkeringat
4) Rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka.
5) Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka
singa).
6) Mati rasa karena kerusakan syaraf tepi.
Gejalanya memang tidak terlalu Nampak justru sebaiknya waspada jika
ada anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka
waktu lama dan juga bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena
menyebabkan cacat tubuh. Namun pada tahap awal kusta gejala yang timbul
16
dapat hanya berupa kelainan warna kulit. Kelainan kulit yang dijumpai dapat
berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih
terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa
(kemerahan pada kulit). Gejala-gejala umum pada kusta/lepra, reaksi panas
dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil, cephalgia (nyeri kepala),
kadang-kadang disertai iritasi. Kolompok yang berisiko tinggi terkena kusta
adalah yang tinggal didaerah 16riteri dengan kondisi yang buruk seperti
tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang
buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan
system imun (Andareti,obi.2015).
2.6 Pengobatan Kusta
Tujuan utama program pemberantasan penyakit kusta adalah memutuskan
rantai penularan untuk menurunkan insidensi penyakit, mengobati dan
menyembuhkan.penderita serta mencegah timbunya cacat. Untuk mencapai
tujuan itu sampai sekarang strategi yang dilakukan masih didasarkan atas
deteksi dini dan pengobatan penderita yang tampaknya masih tetap diperlukan
walaupun nanti vaksin kusta yang efektif telah tersedia.
1.2 MDT (Multi Drug Therapy)
MDT (Multi Drug Therapy) merupakan jenis obat yang direkomendasikan
oleh badan kesehatan dunia (WHO) untuk menekan jumlah penderita kusta.
Manajemen penyakit kusta yang tepat memerlukan pengetahuan tentang
tujuan tetapi, sifat-sifat obat yang digunakan dan perjalanan alamiah
penyakit. Yang penting diperlukan kesabaran dan pengertian akan keadaan
psikologik penderita.
17
Keuntungan MDT :
a) Mencegah resistensi obat
b) Mengubah konsep dari terapi jangka panjang yang hanya mencegah
perluasan penyakit ke terapi jangka pendek yang menyembuhkan penyakit.
c) Meningkatkan ketaan berobat dari 50% ke 95%.
d) Menurunkan jumlah kasus-kasus setiap tahunnya
e) Cepat membuat penderita menjadi tidak infeksius.
2. Berikut adalah obat-obat anti kusta
1. Sulfon
a) Dapson(4,4-diamino difenil silfon, DDS), merupakan dasar terapi untuk
kusta, bersifat bakteriostatik, dosis 100 mg bersifat bakterisidal lemah
dan merupakan suatu inhibitor kompetitif yang berhubungan dengan
metabolism asam folat tetapi sensitivitas M.leprae yang unik terhadap
depson menimbulkan perkiraan adanya mekanisme lain yang terlibat
Efek samping dapat menimbulkan anemia normositik hipokromik dan
lekopenia.obat harus dihentikan apabila hitung total sel darah kurang
dari 3,5 juta/mm3. Jarang timbul anemia setelah terapi 4 bulan.
b) DADDS (diasentil-diamino-difenil sulfon) penggunaan intramuscular
225 mg dapat diaktifkan sampai 2 bulan. Obat ini tidak boleh digunakan
sebagai obat tunggal, sebagai tambahan untuk terapi oral diberikan satu
injeksi tiap 8-10 minggu.
2. Rifampisin, merupakan antikusta yang paling poten menurunkan MI
(Indeks Morfologi) pada kusta lepromatosa menjadi 0 dalam kurang lebih 5
minggu, bersifat bakterisidal.
18
2.7 Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan reaksi kekebalan (cellular respons) atau reaksi antigen
antibody (humoral respon) dengan akibat merugikan penderita. Reaksi ini
dapat terjadi sebelum saat, maupun sesudah pengobatan. Umumnya ditandai
dengan bercak bertambah merah disertai dengan peradangan akut pada kulit,
syaraf, timbul benjolan kemerahan yang nyeri, syaraf tepi menjadi sakit, nyeri
dan bengkak, demam dan lesu, tangan dan kaki mungkin membengkak. Paling
sering terjadi pada 6 bulan sampai 1 tahun setelah selesai pengobatan. Reaksi
kusta merupakan peristiwa awal terjadinya kecacatan maka dideteksi dan
diobati dengan obat dan dosis khusus menggunakan prednisone.
Ada 2 macam reaksi kusta yaitu reaksi tipe I (Reversal reakction) dan reaksi
tipe II (Erythema Nodusum Leprosum=ENL).
Tabel 2.3 perbedaan antara Reaksi kusta Tipe I dengan Tipe II
Gejala/Tanda Reaksi Tipe I Reaksi Tipe II
Keadaan umum Demam ringan atau
tanpa demam.
Ringan sampai berat desertai
kelemahan umum dan
demam tinggi.
Peradangan dikulit Bercak kulit lama
kelamaan menjadi
meradang (merah),
dapat timbul bercak
baru.
Timbul nodul (bintil-bintil)
baru kemerahan lunak dan
nyeri. Nodul dapat pecah.
Biasanya pada lengan dan
tungkai.
Syaraf Sering terjadi,
umumnya berupa nyari
tekanan syaraf dan
gangguan fungsi.
Jarang terjadi.
Peradangan pada organ
lain
Hampir tidak pernah
ada.
Terjadi pada mata, kelenjar
getah bening, sendi, ginjal,
testis, dll.
Waktu timbulnya Biasanya segera
setelah pengobatan.
Biasanya setelah
mendapatkan pengobatan
19
yang lama, umumnya lebih
dari 6 bulan.
Tipe kusta Dapat terjadi pada
kusta tipe PB maupun
MB.
Hanya pada kusta tipe MB.
Faktor Pencetus -Melahirkan.
-Obat-obatan yang
meningkatkan
kekebalan tubuh.
-Emosi.
-Kelelahan dan stress.
-Kehamilan.
-Penyakit infeksi lainnya.
Hal-hal yang dapat mempermudah terjadinya reaksi kusta atau timbulnya
kembali penyakit kusta setelah pengobatan yaitu pada penderita yang dalam
kondisi lemah, kehamilan , pembedahan, stress, dan lain-lain (Arifputra,
2016).
2.8 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kusta
2.8.1 Pencegahan
Pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu
sebelum kejadian. Ada tiga tingkatan pencegahan penyakit menular secara
umum yaitu :
1.3 Pencegahan Tingkat Pertama (Primer)
Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta faktor
penjamu.
a) Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab kusta yang bertujuan untuk
mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah
mungkin dengan usaha antara lain : desinfektan, pasteurisasi. Sterilisasi
yang bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit,
menghilangkan sumber penularan maupun memutuskan rantai penularan,
serta mengurangi atau menghindari perilaku yang dapat meningkatkan
risiko perorangan atau masyarakat.
20
b) Mengatasi/Modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik
seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan, dan perumahan serta
bentuk pemukiman lainnya.
c) Meningkatkan daya tahan penjamu melalui perbaikan status gizi, status
kesehatan umum dankualitas hidup penduduk, serta berbagai bentuk
pencegahan khusus lainnya serta peningkatan ketahanan fisik melalui
olahraga.
2. Pencegahan Tingkat Kedua (Sekunder)
a) Sasaran yang ditujukan kepada mereka yang menderita atau yang dianggap
menderita (suspek) atau yang terancam menderita (masa tunas). Adapun
tujuan tingkat ini meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar
dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah,
dan mencegah proses penyakit lebih lanjut/ komplikasi.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tersier)
Sasaran pencegahan adalah penderita kusta dengan tujuan mencegah jangan
sampai mengalami kecacatan. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik,
psikologis, dan sosial penderita kusta seoptimal mungkin.
2.8.2 Penanggulangan
Penanggulangan penyakit kusta telah banyak dilakukan dimana-mana
dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang
berguna, mandiri, produktif dan percaya diri. Metode penanggulangan ini
terjadi dari metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis,
21
rehabilitasi sosial, dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan
tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur
sehingga tidak ada kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan
suatu system yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit kusta
melalui :
a) Penemuan penderita secara dini.
b) Pengobatan penderita
c) Penyuluhan kesehatan dibidang kusta
d) Peningkatan keterampilan petugas kesehtan dibidang kusta
e) Rehabilitasi penderita kusta
2.9 Masalah yang Ditimbulkan Akibat Penyakit Kusta
Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami
trauma psikis (Zulkifli, 2003). Sebagai akibat trauma psikis ini, penderita
antara lain sebagai berikut :
a) Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.
b) Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau
keluarganya menderita penyakit kusta.
c) Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya,
termasuk keluarga.
d) Oleh berbagai masalah, pada akhirnya penderita bersifat masa bodoh
terhadap penyakitnya.
22
Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara
lain :
1. Masalah terhadap diri penderita kusta
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekanan batin,
tekut terhadap penyakitnya dan terjadi kecacatan, takut menghadapi
keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang
wajar. Segan berobat karena malu, karena kecacatan tidak dapat mandiri
sehingga beban bagi orang lain.
2. Masalah terhadap keluarga
Keluarga mencari pertolongan termasuk dukun dan pengobatan
tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarakat
disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita dari keluarga karena
takut ketularan.
3. Masalah terhadap masyarakat
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi
kebudayaan dan agama, singga pendapat tentang kusta merupakan
penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, menyebabkan
kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan atau infoemasi tentang
penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-tengah
masyarakat.
2.10 Kondisi Fisik Rumah
2.10.1 Pengertian Rumah
Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai drajat
kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan
23
oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Rumah juga merupakan salah
satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi criteria kenyamanan,
keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja
dengan produktif. Konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis
penyakit. Secara umum yang dimaksud rumah sehat merupakan rumah yang
dekat dengan air bersih, berjarak lebih dari 100 m dari tempat pembuangan
sampah, dekat dengan sarana pembersihan, serta berada di tempat dimana air
hujan dan air kotor tidak menggenang
Rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi
sebagai tempat bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai
tempat perlindungan dari pengaruh lingkungan yang memenuhi syarat
fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit (Mubarak, 2009).
2.10.2 Persyaratan Rumah
Berdasarkan hasil rumusan yang dikeluarkan oleh APHA di Amerika, rumah
sehat adaah rumah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
2) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis
3) Dapat terhindar dari penyakit menular
4) Terhindar dari kecelakaan-kecelakaan
Jika ditelti lebih lanjut, persyaratan yang diuraikan diatas adalah sama
dengan persyaratan seperti yang disebutkan berikut ini :
1) Persyaratan letak rumah
24
Letak rumah yang baik dapat menghindarkan dari bahaya timbulnya
penyakit menular, kecelakaan, dan kemungkinan gangguan-gangguan
lainnya. Persyaratan letak rumah merupakan persyaratan pertama dari
sebuah rumah sehat.
2) Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik meliputi konstruksi dan luas bangunan. Konstruksi
rumah harus baik dan kuat, sehingga dapat mencegah kemungkinan
terjadinya kelembaban dan mudah diperbaiki bila ada kerusakan.
Persyaratan fisik menyangkut konstruksi rumah.
3) Persyaratan Fisiologis
Rumah sehat harus memenuhi 24riteria ventilasi yang baik, pencahayaan
yang cukup, terhindar dari kebisingan.
4) Persyaratan Psikologis
Rumh sehat harus memiliki pembagian ruangan yang baik, penataan
perabot yang rapi. Penyebaran penyakit-penyakit menular dirumah yang
padat penghuninya cepat terjadi. Selain itu, didaerah yang seperti ini,
kesibukan dan kebisingan akan meningkat, yang akan menimbulkan
gangguan terhadap ketenangan, baik individu, keluarga, maupun
keseluruhan masyarakat disekitarnya.
5) Kelengkapan fasilitas sanitasi untuk menciptakan rumah yang higienis
Sebuah rumah sehat harus memiliki fasilitas-fasilitas sanitasi yang
baikatau memadai, seperti pembuangan kotoran, pembuangan sampah,
25
penyediaan air keperluan rumah tangga, tempat pengolahan, dan
penyimpanan makanan yang higienis atau bersih.
2.10.3 Standar Rumah Sehat
Pada dasarnya rumah yang baik dan pantas untuk dihuni harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Bebas dari kelembaban
2) Mudah diadakan perbaikan
3) Mempunyai cukup akomodasi dan fasilitas untuk mencuci, mandi, dan
buang kotoran
4) Mempunyai fasilitas yang cukup untuk menyimpan, meracik dan
memasak makanan.
Di Inggirs ada sebuah Sub Committee On Standards of Fitness for
Habitation yang membuat rekomendasi terhadap rumah yang akan dihuni,
antara lain sebagai berikut :
a) Dalam segala hal harus kering.
b) Dalam keadaan rumah diperbaiki.
c) Tiap kamar mempunyai lampu dan lubang ventilasi.
d) Mempunyai persediaan air yang cukup untuk segala keperluan rumah
tangga.
e) Mempunyai kamar mandi.
f) Mempunyai tempat cuci dengan pembuangan air limbah yang baik.
g) Mempunyai system drainase yang baik.
h) Mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
i) Tempat penyimpanan makanan harus mempunyai ventilasi yang baik.
26
2.10.4 Komponen Rumah
Menurut Syafrudin, Damayani & Delmaifanis (2011), Komponen rumah harus
memiliki persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :
a) Lantai
Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan, komponen dan penataan ruangan rumah
sehat dimana lantai kedap air, mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan. Ada berbagai jenis lantai rumah seperti dari semen atau ubin,
keramik atau cukup tanah biasa yang di padatkan. Syarat yang penting
adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim
hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.
b) Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah yang berarti
kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya meningkat. Disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan
naik karena terjadi proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Luas
ventilasi alamiah yang permanen yaitu ≥10% dari luas lantai. Fungsi kedua
adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri. Fungsi lainnya
untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban yang
optimum.
c) Kualitas Udara
1) Suhu udara nyaman antara 18-300C.
27
2) Kelembaban antara 40-60%.
3) Gas SO2 kurang dari 0,1 ppm/24jam.
4) Pertukaran udara 5 kaki3/menit/pernghuni.
5) Gas CO kurang dari 100 ppm/8jam.
6) Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
2.11 Personal Hygiene
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, berasal dari kata personal yang
artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Dari pernyataan tersebut dapat
diartikan bahwa kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya (Isro’in,Lail dan Andarmoyo,
Sulistyo, 2012).
2.11.1 Macam-Macam Personal Hygiene
1) Perawatan kulit
2) Perawatan kaki, tangan, kuku
3) Perawatan rongga mulut dan gigi
4) Perawatan rambut
5) Perawatan mata, telinga, dan hidung
2.11.2 Tujuan Perawatan Personal Hygiene
1) Meningkatkan drajat kesehatan seseorang
2) Memelihara kebersihan diri seseorang
3) Memperbaiki personal hygiene yang kurang
4) Pencegahan penyakit
28
5) Meningkatkan percaya diri seseorang
6) Menciptakan keindahan
2.11.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
1) Praktik sosial
Manusia merupakan makhluk sosial dan karenanya berada dalam kelompok
sosial. Kondisi ini akan memungkinkan seseorang untuk berhubungan,
berinteraksi, dan bersosialisasi satu dengan yang lainnya. Personal hygiene
atau kebersihan diri seseorang sangat mempengaruhi praktek sosial
seseorang. Selama masa anak-anak kebiasaan keluarga mempengaruhi
praktek kebersihan diri misalnya frekuensi mandi, waktu mandi, dan
kebersihan mulut.
2) Pilihan Pribadi
Setiap orang memiliki keinginan dan pilihan tersendiri dalam praktik
personal hygienenya misalnya kapan dia harus mendi, bercukur,
melakukan perawatan rambut dsb termasuk dalam memilih produk yang
digunakan dalam praktik misalnya sabun, 28riteri, dan pasta gigi menurut
pilihan dan kebutuhan pribadinya.
3) Citra tubuh
Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya, citra
tubuh sangan mempengaruhi dalam praktik hygiene seseorang.
4) Pengetahuan dan motivasi
Pengetahuan akan hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang.
Namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting
dalam pelaksanaan hygiene tersebut. Permasalahan yang sering terjadi
29
adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan (Isro’in,Lail dan
Andarmoyo, Sulistyo, 2012).
2.11.4 Dampak Personal Hygiene
a) Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang
sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan 29riteria mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
b) Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, dan
gangguan dalam interaksi sosial (Isro’in, 2012).
2.12 Faktor Risiko Kusta
Suatu penyakit timbul akibat dari interaksi berbagai faktor, baik dari host
(induk semang), Agen, dan Environment (lingkungan). Segitiga epidemiologi
ini sangat umum digunakan para ahli dalam menjelaskan konsep berbagai
permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjadinya penyakit.
Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi
ketiganya. Teori ini menjelaskan bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu host (induk semang), agen,
dan 29riteria29c29 (lingkungan). Keterhubungan antara penjamu, agen, dan
lingkungan ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang dalam
keseimbangan pada seseorang individu yang sehat, jika terjadi gangguan
30
terhadap keseimbangan hubungan segitiga tersebut yang akan menimbulkan
status sakit (Prasetyawati, Eka Arsita, 2011). Dalam segitiga epidemiologi
terdapat beberapa model hubungan antara Host, Agen dan Environment antara
lain sebagai berikut :
1. Model 1 Hubungan Host-Agen-Environment
Pada model ini, seseorang berada pada kondisi sehat,
Pada model ini seseorang baerada pada kondisi sehat, dimana host, agen dan
environment berada pada kondisi seimbang.
2. Model 2 Hubungan Host-Agen-Environment
Gambar 2.1 Model 1 Segitiga Epidemiologi
Agen Host
Environment
Agen
Host
Environment
Gambar 2.2 Model 2 Segitiga Epidemiologi
31
Pada model ini, seseorang berada pada kondisi tidak sehat, dimana daya
tahan pejamu (faktor Host) berkurang.
3. Model 3 Hubungan Host-Agen-Environment
Pada model ini, seseorang pada kondisi tidak sehat, dimana kondisi
lingkungan mengalami pergeseran atau perubahan dari kondisi normal.
1. Faktor Host
Host/penjamu atau manusia dan makhluk hidup lainnya yang menjadi
tempat terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit.
1) Umur
Kusta diketahui terjadi pada semua umur yang berkisar antara bayi
sampai dengan usia lanjut atau dengan kata lain kusta dapat menyerang
dari umur tiga minggu sampai dengan umur lebih dari 70 tahun, namun
penderita kusta yang terbanyak adalah pada usia produktif (Kemenkes RI,
2012).
Agen
Host
Environment
Gambar 2.3 Model 3 Segitiga Epidemiologi
32
Berdasarkan penelitian Nabila, dkk (2012) menunjukkan hasil yang
sama yang dilakukan di Rumah Sakit Kusta Kediri, mayoritas penderita
kusta adalah usia dewasa dengan presentase 90%.
2) Jenis Kelamin
Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah
penderita kusta yang berjenis kelamin laki-laki lebih sering terjadi
32riteria32c dengan perempuan. Penelitian yang dilakukan Peter (2002)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan jumlah penderita kusta antara pria
dan wanita. Kusta lebih sering terjadi pada pria disbanding wanita dengan
perbandingan masing-masing 32riter 2:1.
3) Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan upaya pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara
(mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Tingkat
pendidikan dianggap sebagai salah satu 32riter yang menentukan
pengalaman dan pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan
maupun kehidupan sosial.
Dari hasil penelitian Riyanto Martomijoyo (2012) diperoleh data
sebanyak 29 (80,6%) responden memiliki tingkat pendidikan rendah
(<SD-SMP) dan setelah dilakukan uji 32riteria32, menunjukkan adanya
hubungan antara faktor pendidikan dengan kejadian kusta artinya dengan
33
memiliki pendidikan yang rendah akan berisiko lebih tinggi terjangkit
penyakit kusta.
4) Riwayat Kontak
Kontak dengan penderita kusta dikatakan berisiko jika >2 tahun dan
tidak berisiko jika kontak terjadi 2 tahun. (Depkes RI, 2007).
Hasil dari penelitian Norlatifah dkk tahun 2010 menunjukkan bahwa
secara 33riteria33 terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat
kontak dengan kejadian kusta pada responden. Peluang orang dengan
riwayat kontak serumah tertular penyakit kusta 5,06 kali lebih besar
dibandingkan dengan tidak ada riwayat kontak serumah.
Dari hasil penelitian Berbasari dkk tahun 2015 menunjukkan bahwa
nilai p<0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat kontak
dengan kejadian kusta. Hasil tersebut disebabkan karena seseorang yang
kontak dengan penderita kusta dalam jarak dekat dan dalam jangka waktu
lama akan mempermudah penularan, sehingga orang yang memiliki
riwayat kontak dengan penderita kusta juga akan menderita penyakit
kusta.
5) Personal Hygiene
Personal Hygiene atau kebersihan diri adalah tindakan pencegahan
yang meliputi tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan
serta membatasi menyebarnya penyakit menular, terutama yang ditularkan
secara kontak langsung.
34
Penelitian yang dilakukan oleh Yudied, dkk (2008) menyatakan
bahwa faktor risiko lingkungan yang berpengaruh yaitu kondisi sanitasi
yng kurang baik meliputi fasilitas sanitasi yang jelek, kebiasaan
masyarakat tidur bersama-sama, memakai pakaian bergantian juga dapat
memicu terjadinya penularan berbagai macam penyakit yang tidak mentup
kemungkinan penyakit kusta.
a) Kebiasaan Mandi dalam sehari
Mandi merupakan upaya perawatan kulit dan membersihkan tubuh.
Yang dianjurkan yakni 2x sehari dengan menggunakan sabun anti bakteri
dan kualitas air tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa (Suardi,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwina Rismawati
(2013) mengenai hubungan perorangan dan hasil diperoleh bahwa nilai p
(0,018) < a (0,05) sehingga dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
kebiasaan mandi dengan kejadian kusta multibasiler.
b) Kebiasaan meminjam handuk
Penelitian yang dilakukan oleh Yudied, dkk tahun 2008 menyatakan
bahwa faktor risiko lingkungan yang berpengaruh yaitu memakai handuk
mandi secara bergantian dapat memicu terjadinya penularan berbagai
macam penyakit yang tidak menutup kemungkinan penyakit kusta.
35
Menurut teori yang dikemukakan oleh Entjang (2000) faktor risiko
hygiene perorangan yang mempengaruhi terhadap penularan penyakit
kusta diantaranya adalah penggunaan handuk secara bergantian.
2. Faktor Agen
Faktor Agen adalah 35riter, 35riteria hidup atau kuman infektif yang
dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Penyakit kusta disebabkan
oleh bakteri yang bernama Mycobacterium leprae dimana bakteri ini
termasuk kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang,
dikelilingioleh membrane sel lilin yang merupakan cirri darispesies
Mycobacterium, berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro.
Biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif. (Infodatin kusta, 2015)
3. Faktor Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik adalah semua faktor dari luar dari suatu individu.
1. Jenis Lantai
lantai yang baik harus selalu kering, tinggi lantai harus disesuaikan
dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka tanah. Ubin
atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu
pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan, sehingga dapat
mencegah terjadinya penularan penyakit terhadap penghuninya.
Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari segi
kebersihan dan persyaratan. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan
36
lagi karena jika musim hujan akan menjadi lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan tempat yang
baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit. Lantai yang baik adalah
lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus
kedap air, mudah dibersihkan dan tidak menghasilkan debu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Yuldan, 2010) bahwa jenis
lantai pada sebuah rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian kusta ( P-
Value=0,001). Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah,
kontruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah
dibersihkan dari kotoran dan debu.
2) Luas Ventilasi
Ada dua macam jenis ventilasi yaitu :
a) Ventilasi Alamiah
Dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah
melalui jendela, pintu, lubang – lubang pada dinding dsb.Di pihak lain
ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan
masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus
ada usaha-usaha lain untuk melindungi dari gigitan nyamuk tersebut.
b) Ventilasi Buatan
Ventilasi buatan merupakan ventilasi dengan menggunakan alat-alat
khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin dan mesin
penghisap udara.
37
Secara umum, penilaian ventilasi dan luas lantai rumah, dengan
menggunakan rollmeter. Menurut kriteria pengawasan rumah, luas ventilasi
yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10% luas lantai rumah dan luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <10% luas lantai
rumah (Permenkes, 2011).
3) Kelembaban
Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Permenkes RI Nomor
1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam
Ruang Rumah, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam
rumah adalah 40-60%. Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang
memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya.
Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket, dan virus. Mikroorganisme
tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara.
4) Pencahayaan
Pencahayaan didalam rumah diukur menggunakan luxmeter.
Pencahayaan minimal yang ada di dalam rumah yaitu 60 lux. Hal ini
ditetapkan oleh Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/Menkes/Per/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam
rumah.
5) Jenis Dinding
38
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah
daerah tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding papan, kayu,
dan 38riter. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya
kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu, dan 38riter
dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Untuk dinding di kamar
mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
6) Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian merupakan perbandingan antara luas antai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, Arfan,
Sutopo, 2003). Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan
menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan hunian yang
memenuhi syarat kesehatan diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan
jumlah penghuni 10 m2 per orang dan kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai
dengan jumlah penghuni <10 m2 per orang (Lubis, Arfan, Sutopo, 2003).
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan
pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan
jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubelan (overcrowded). Hal ini
tidak baik karena selain menyebabkan kurangnya oksigen, juga apabila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain, dimana seseorang penderita rata-rata
dapat menularkan 2-3 orang didalam rumahnya (Suardi,2012).
39
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rismawati (2013) didapatkan
bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta
multibasiler. Responden dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat
memiliki risiko 3,231 kali lebih besar menderita kusta multibasiler bila
dibandingkan responden dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat.
40
2.13 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Sumber : Teori Segitiga Epidemiologi (Prasetyawati, Eka Arsita, 2011)
Agen Penyakit Kusta
Mycobacterium leprae Kejadian Kusta
Host
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Riwayat Kontak
5. Personal Higiene
a) Kebiasaan Mandi dalam Sehari
b) Kebiasaan Meminjam Handuk
Environmen (Lingkungan Fisik Rumah)
1. Jenis Lantai
2. Luas Ventilasi
3. Kelembaban
4. Pencahayaan
5. Jenis Dinding
6. Kepadatan Hunian
41
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1Kerangka Konsep
Kerangka konseptual merupakan kerangka fikir mengenai hubungan
antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antar
konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa
yang telah diuraikan pada studi kepustakaan (Nasir,Abdul,ideputri, 2011).
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Variabel Independen
1.Kondisi Fisik Rumah
a) Jenis Lantai
b) Luas Ventilasi
c) Kelembaban
d) Kepadatan Hunian
2. Personal Higiene
a) Kebiasaan mandi dalam sehari
b) Kebiasaan meminjam handuk
Variabel Dependen
Kejadian Kusta
Keterangan
: DiTeliti
: Berhubungan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
42
Pada penelitian ini, variabel bebas (Independen) yang di teliti adalah kondisi
fisik rumah yang meliputi jenis lantai, luas ventilasi, kelembaban, dan
kepadatan hunian. Sedangkan dari personal hygiene meliputi kebiasaan mandi
dalam sehari dan kebiasaan meminjam handuk. Sedangkan variabel terikat
(Dependen) pada penelitian ini yaitu kejadian kusta.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan
hubungan apa yang kita cari atau ingin kita pelajari. Hipotesis adalah
keterangan sementara dari hubungan fenomena yang kompleks, oleh karena
itu hipotesis menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian
(Nasir,Abdul,Ideputri, 2011).
Ditinjau dari operasi rumusannya, ada dua jenis hipotesis yaitu :
1. Hipotesis nol atau hipotesis nihil, hipotesis ini dituliskan dengan “Ho”
adalah hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau
meniadakan hubungan sebab akibat antar variabel.
2. Hipotesis Ha, hipotesis ini ditulis dengan “Ha”. Hipotesis ini digukana
untuk menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Hipotesis ini
menyatakan adanya hubungan antar variabel.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan behwa hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Ha : Ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten ponorogo.
43
2. Ha : Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten ponorogo.
3. Ha : Ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten ponorogo.
4. Ha : Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten ponorogo.
5. Ha : Ada hubungan antara kebiasaan mandi dalam sehari dengan
kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten
ponorogo.
6. Ha : Ada hubungan antara kebiasaan meminjam handuk dengan
kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten
ponorogo.
7. Ha : Ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten ponorogo.
8. Ha : Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo kabupaten ponorogo.
44
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian survey analitik. Survei
analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. (Notoatmodjo, 2012).
Penelitian ini menggunakan desain rancangan case control yang
merupakan rancangan penelitian dengan membandingkan antara kelompok
kasus dengan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian
berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan. Penelitian ini menyangkut
bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
retrospective yaitu rancangan bangunan yang melihat ke belakang dari suatu
kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang di teliti. Intinya
penelitian case control ini adalah diketahui penyakitnya kemudian ditelusuri
penyebabnya (Nasir,Abdul,Ideputri, 2011).
Ciri-ciri penelitian Case Control adalah sebagai berikut :
1) Pemilihan subjek berdasarkan status penyakitnya
2) Dilakukan pengamatan apakah subjek mempunyai riwayat terpapar atau
tidak.
3) Subjek yang didiagnosis menderita disebut kasus berupa insiden/prevalen
dan populasi.
4) Subjek yang tidak menderita disebut kontrol.
Tahap- tahap penelitian case control :
45
45
1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor resiko dan efek).
2. Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel)
3. Identifikasi kasus
4. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang untukmelihat
faktor resiko)
5. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-
variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol.
Rancangan penelitian case control dapat digambarkan sebagai berikut :
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
Populasi
(sampel)
KASUS
(Penderita)
KONTROL
(Bukan
Penderita)
Terekspos
Tidak Terekspos
Terekspos
Tidak Terekspos
Gambar 4.1 Skema Rancangan Case Control
Sumber : Ryadi &Wijayanti, 2012
46
peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sujarweni,
2012).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita kusta yang
terdaftar dalam anggota paguyuban “Sumber Sehat” di wilayah kerja
puskesmas sukorejo kabupaten Ponorogo. Populasi dalam penelitian ini ada
dua yaitu populasi kasus adalah warga yang menderita penyakit kusta dan
tinggal di kecamatan sukorejo dan kelompok kontrol adalah warga yang
tidak menderita kusta dan tinggal di kecamatan sukorejo. Jumlah populasi
kelompok kasus sebesar 11 orang, sedangkan jumlah kelompok kontrol
sebesar 22 orang dengan perbandingan 1:2 karena terutama untuk penyakit
yang jarang terjadi lebih mudah mencari kontrol dibandingkan dengan
mencari kasus dengan memilih kontrol lebih banyak maka kasus dapat
dikurangi. Semakin banyak responden maka semakin mendekati distribusi
normal (Budiarto, Eko, 2013).
4.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki
oleh populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014). Sampel
dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kasus 11
orang (total populasi) dan kelompok kontrol 22 orang. Agar hasil penelitian
sesuai dengan tujuan, maka penentuan sampel yang dikehendaki harus
sesuai dengan 46riteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Berikut
46riteria inklusi dan eksklusi dari kelompok kasus dan kontrol :
47
Tabel 4.1 Kriteria inklusi dan eksklusi
Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Kasus 1. Warga yang tinggal di
kecamatan Sukorejo
kabupaten Ponorogo.
2. Warga yang telah
terdiagnosis penyakit
kusta dan terdaftar dalam
paguyuban sumber sehat.
3. Bersedia menjadi
responden.
1. Sudah meninggal
dunia.
2. Telah pindah
alamat ke luar dari
kecamatan
Sukorejo.
Kontrol 1. Warga yang tinggal
dikecamatan Sukorejo
kabupaten Ponorogo.
2. Warga yang tidak
terdiagnosis kusta dan
tidak terdaftar dalam
paguyuban sumber sehat.
3. Warga yang menjadi
keluarga dari penderita
kusta yang tinggal
serumah dengan penderita
kusta.
4. Warga yang menjadi
pasangan atau anak dari
penderita kusta.
5. Bersedia menjadi
responden.
48
4.2.2.1 Penentuan Kasus
A. Batasan Kasus
Menentukan batasan kasus pada penelitian kasus-kontrol sangat penting
untuk menghindari bias. Yang dimaksud kasus adalah orang yang
menderita penyakit yang sedang diteiti dan ditentukan berdasarkan dua
48riteria :
1. Kriteria 48riteria48c secara objektif (tanda dan gejala, pemeriksaan
klinis, patologi anatomi, dan pemeriksaan penunjang lainnya).
2. Kriteria inklusi.
B. Sumber Kasus
Kelompok kasus dapat diperoleh dari catatan 48rite yang didasarkan
atas 48riteria (Budiarto, Eko, 2013).
4.2.2.2 Penentuan Kontrol
A. Batasan Kontrol
Kontrol adalah kelompok pembanding yang digunakan sebagai
pembanding dan berkriteria.
1. Mempunyai Potensi terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan
kelompok kasus.
2. Tidak menderita penyakit yang diteliti.
B. Sumber Kontrol
1. Sesuai dengan batasan diatas maka kelompok kontrol tidak saja
harus bebas dari penyakit yang sedang diteliti, tetapi juga harus
49
mempunyai peluang terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan
kelompok kasus.
2. Kontrol dapat diambil dari masyarakat tempat kasus berasal melalui
49riter khusus sesuai dengan 49riteria yang telah ditentukan.
3. Cara lain adalah mengambil teman, saudara, tetangga, dan keluarga
penderita yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kontrol
(Budiarto, Eko, 2013).
4.3 Teknik Sampling
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel
yang benar-benar sesaui dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam,
2008). Teknik sampling pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik total
samping yaitu seluruh populasi diambil untuk dijadikan sebagai sampel.
Alasan menggunakan total samping karena jumlah populasi yang kurang dari
100 maka seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian (Nursalam,
2008).
50
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan penahapan dalam suatu penelitian pada
kerangka kerja disajikan alur penelitian terutama variabel yang akan
digunakan dalam penelitian (Nursalam, 2010). Berikut disampaikan kerangka
kerja dari penelitian ini mulai awal hingga penarikan kesimpulan.
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
Populasi
Semua penderita kusta yang tergabung dalam paguyuban Sumber Sehat
sejumlah 11 orang.
Teknik Sampling
Total Sampling
Sampel
Sampel pada penderita kusta sebanyak 11 orang (Total populasi kasus)
dan bukan penderita kusta sebanyak 22 orang (kontrol) dengan
perbandingan 1:2.
Pengumpulan Data
Kuesioner, Observasi, dan Pengukuran
Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry, Cleaning, Tabulasi
Hasil dan Kesimpulan
51
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas (Variabel Independent)
Variabel bebas merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (dependent)
(Sugiyono, 2009). Variabel bebas pada penelitian ini adalah jenis lantai, luas
ventilasi, kelembaban, kepadatan hunian, kebiasaan mandi dalam sehari, dan
kebiasaan meminjam handuk.
4.5.2 Variabel Terikat (Variabel Dependent)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009). Variabel terikat pada
penelitian ini adalah kejadian kusta di kecamatan sukorejo.
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel yang diungkap
dalam definisi konsep secara operasional, secara praktik dan secara nyata
dalam lingkup objek penelitian/objek yang diteliti. Mendefinisikan variabel
secara operasional adalah menggambarkan atau mendeskripsikan variabel
penelitian sedemikian rupa, sehingga orientasi pengertian definisi operasional
terletak pada istilah yang spesifik (tidak berinterpretasi ganda) dan terukur
(Observable atau measurabele) (Nasir,Abdul,ideputri, 2011).
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Definisi Operasional
Variabel penelitian ini adalah :
52
Tabel 4.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Data Skor
1. Kejadian
Kusta
Kondisi responden
berdasarkan diagnosis
petugas kesehatan
ditemukan tanda
utama yaitu bercak
mati rasa, penebalan
saraf tepi yang disertai
gangguan fungsi.
Kuesioner Nominal 0=Kasus, Warga
yang tercatat
sebagai penderita
di puskesmas
sukorejo.
1=Kontrol, Warga
yang tidak
menderita kusta
yang menjadi
keluarga dari
penderita kusta.
2. Kondisi Fisik
Rumah
Kondisi rumah yang
berfungsi sebagai
tempat bermukim,
beristirahat, bersantai
dan sebagai tempat
perlindungan dari
pengaruh lingkungan
yang memenuhi syarat
fisiologis, psikologis,
dan bebas dari
penularan penyakit
Lembar
observasi
Nominal 0 = Tidak memenuhi
syarat bila < 50%
dari 4 indikator
1 = Memenuhi syarat
bila ≥ 50% dari 4
indikator
3. Jenis lantai Jenis bahan yang
digunakan sebagai
dasar sebuah ruangan
yang terbuat dari
semen/ubin/kramik
Lembar
Observasi
Nominal 0=Tidak memenuhi
syarat, bila
sebagian/seluruh
lantai terbuat dari
tanah dan plester
yang retak.
1=Memenuhi syarat,
bila jenis lantai
terbuat dari
semen/ubin/kramik
(Kepmenkes RI,
1999).
4. Luas Ventilasi Mengukur Panjang
dan Lebar lantai serta
ventilasi dengan
menggunakan
rollmeter
Rollmeter
dan lembar
pengukuran
Nominal 0=Tidak memenuhi
syarat, bila
ventilasi <10%
luas lantai.
1=Memenuhi syarat,
bila ventilasi ≥10%
luas lantai.
(Permenkes RI,
2011).
53
5. Kelembaban Angka yang
menunjukkan
kelembaban ruangan
(dalam%).
Hygrometer Nominal 0=Tidak memenuhi
syarat, bila
kelembaban < 40-
60%
1=Memenuhi syarat,
bila kelembaban
40-60% .
(Permenkes RI,
2011).
6. Kepadatan
Hunian
Mengukur panjang dan
lebar rumah serta
menghitung
banyaknya penghuni
yang tinggal serumah
dengan responden.
lembar
pengukuran
serta
Rollmeter
Nominal 0=Tidak memenuhi
syarat, bila luas
lantai dengan
jumlah penghuni
<10m2 per orang.
1=Memenuhi syarat,
bila luas lantai
dengan jumlah
penghuni 10m2 per
orang. (Lubis,
2003).
7. Personal
Hygiene
Upaya pencegahan
penyakit melalui
tindakan
membersihkan diri.
Kuesioner Nominal 0 = Tidak memenuhi
syarat bila < 50%
dari 2 indikator
1 = Memenuhi syarat
bila ≥ 50% dari 2
indikator
8. Kebiasaan
Mandi dalam
sehari
Tindakan
membersihkan diri
yang dilakukan oleh
responden
Kuesioner Nominal 0=Tidak memenuhi
syarat, bila mandi
kurang dari 2x
sehari dan tidak
menggunakan
sabun anti bakteri
dan kualitas air
berbau, berwarna
dan berasa.
1=Memenuhi syarat,
bila mandi 2x
sehari atau lebih
dan menggunakan
sabun anti bakteri
dan kualitas air
tidak berbau, tidak
berwarna dan tidak
berasa.
(Suardi, 2012)
9. Kebiasaan Tindakan memakai Kuesioner Nominal 0=Tidak memenuhi
54
Meminjam
handuk
handuk milik orang
lain.
syarat, bila
memiliki
kebiasaan
meminjam handuk
1=Memenuhi syarat,
bila tidak memiliki
kebiasaan
meminjam handuk
(Entjang,2000)
4.7 Instrumen Penelitian
4.7.1 Kuesioner
Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan cara menggunakan
daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden untuk dijawab dengan
memberikan angket (Suyonto, 2012). Dalam kuesioner penelitian cukup
banyak berisi jawaban dalam bentuk kata sehingga diperlukan skoring untuk
memudahkan penilaian dan akan membantu dalam proses analisis data
yang telah ditemukan. Untuk penelitian ini menggunakan penilaian skoring
dengan skala pengukuran Gutman (Sujarweni , 2014). Untuk hasil jawaban
terhadap pertanyaan kuesioner akan dilakukan penilaian berupa skor angka 0
untuk jawaban tidak memenuhi syarat, sedangkan skor 1 untuk jawaban
memenuhi syarat.
4.7.2 Observasi
Observasi merupakan suatu metode yang digunakan oleh peneliti
dengan cara pengamatan langsung terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
responden. Observasi dapat berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang
mungkin timbul dan akan diamati oleh peneliti (Nasir,Abdul,Ideputri,
2011).
55
4.7.3 Pengukuran
4.7.3.1 Pengukuran Luas Ventilasi
Secara umum mengukur luas ventilasi yaitu dengan cara membandingkan
antara luas lantai dengan luas ventilasi. Luas ventilasi yang memenuhi
syarat bila ventilasi ≥10% luas lantai dan luas ventilasi yang tidak
memenuhi syarat bila ventilasi <10% luas lantai (Permenkes, 2011).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rollmeter, berikut cara
pengukurannya :
1. Luas ventilasi ruang tamu, dan ruang tidur diukur.
2.Luas lantai ruang tamu, dan ruang tidur diukur.
3.Luas Ventilasi dibandingkan dengan luas lantai rumah.
4.7.3.2 Pengukuran Kelembaban
Udara harus dijaga kelembabannya jangan sampai terlalu tinggi atau
rendah. Karena kelembaban udara dapat mempengaruhi perkembangbiakan
kuman. Kelembaban udara yang memenuhi syarat bila kelembaban 40-
60% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat bila kelembaban
< 40-60% (Permenkes RI, 2011).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan hygrometer. Berikut cara
penggunaannya :
1. Tempatkan atau gantungkan alat hygrometer pada tempat yang akan
diukur kelembabannya.
2. Tunggu 10 sampai 15 menit.
3. Amati skala pada hygrometer, baca jarum yang menunjukkan hasil
pengukuran.
56
4.7.3.3 Pengukuran Kepadatan Hunian
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi
syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni ≥10m2 per orang dan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat
kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni <10m2
per orang (Lubis, 2003). Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan rollmeter. Berikut cara menghitung kepadatan hunian rumah:
1. Hitung berapa penghuni dalam satu rumah.
2. Hitung luas lantai rumah dengan cara rentangkan rollmeter, ukur panjang
dan lebar rumah kemudian kalikan.
3. Bandingkan antara jumlah penghuni rumah dengan luas lantai rumah,
bila luas lantai dengan jumlah penghuni ≥10m2 per orang maka
memenuhi syarat.
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo dan
waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2018.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
4.9.1 Data Primer
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Pada umumnya data
primer ini belum tersedia, sehingga seorang peneliti harus melakukan
pengumpulan data sendiri berdasarkan kebutuhannya. Data primer dari
57
penelitian ini meliputi wawancara dengan menggunakan kuesioner,
observasi yang dilakukan oleh peneliti secara langsung serta pengukuran.
4.9.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan
sumber lain atau pihak lain yaitu dengan mengadakan studi kepustakaan
dengan obyek penelitian atau dapat dilakukan dengan menggunakan data
yang diperoleh dari instansi yang terkait. Data sekunder pada penelitian ini
meliputi data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo,
Puskesmas Sukorejo, dan berbagai sumber lainnya.
4.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4.10.1 Pengolahan Data
1. Editing, biasanya dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran
data seperti pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap
jawaban kuesioner. Editing juga meneliti lagi daftar pertanyaan yang telah
di isi apakah yang ditulis di situ benar atau sudah sesuai dengan yang
dimaksud.
2. Coding, adalah proses mengklasifikasian data dan pemberian kode
jawaban responden. Dilakukan saat pembuatan kuesioner untuk
mempermudah pengolahan data selanjutnya.
3. Entry, merupakan proses memasukkan data hasil kuesioner yang sudah
diberikan kode pada masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis
data dengan memasukkan data-data tersebut dengan software statistik
untuk dilakukan univariat.
58
4. Cleaning, merupakan pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan
untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan
demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
5. Tabulating, yang mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti
guna memudahkan analisis data.
4.10.2 Analisis Data
A. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo, 2012). Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah
mengidentifikasi dari masing-masing variabel, seperti variabel jenis lantai,
luas ventilasi, kelembaban rumah, kepadatan hunian, kebiasaan mandi
dalam sehari, serta kebiasaan meminjam handuk.
B. Analisis Bivariat
Data yang diperoleh akan dianalisis secara analitik untuk mengetahui
hubungan antar variabel dengan menggunakan uji statistik. Analisa bivariat
dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Notoatmodjo, 2012).
Analisa penelitian ini menggunakan uji uji statistic chi-square dan besarnya
resiko dengan Ood Ratio (OR). Ood Ratio merupakan perbandingan antara
oods subyek sakit dengan oods subyek tidak sakit. Dengan rumus sebagai
59
berikut : OR = . Sedangkan untuk persyaratan uji chi square antara lain
(Rosjidi, 2015) :
1. Dalam analisis data terdapat output person Chi-square yang digunakan
2. Untuk table lebih dari 2x2, continuity correction untuk table 2x2 dengan
frekuensi harapan <5.
3. Sedangkan fisher’s exact digunakan untuk table 2x2 dengan nilai
harapan >5.
4. Skala data nominal dengan nominal.
Analisis bivariat dapat dibuat dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 4.4 Analisis Bivariat
Efek
Faktor Risiko Kasus Kontrol Jumlah
Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Sumber Rosjidi, 2015
Keterangan :
a = jumlah kasus dengan faktor resiko
b = jumlah kontrol dengan faktor resiko
c = jumlah kasus tanpa faktor resiko
d = jumlah kontrol tanpa faktor resiko
Dasar pengambilan keputusan dengan tingkat signifikan adalah :
1. Apabila sig p> 0,05 maka H0 diterima, sehingga antara kedua variabel
tidak ada hubungan yang bermakna jadi H1 ditolak.
2. Apabila sig p≤ 0,05 maka H0 ditolak, sehingga antara kedua variabel ada
hubungan yang bermakna jadi H1 diterima.
60
Syarat pembacaan OR dalam SPSS sebagai berikut :
1. OR < 1, tidak merupakan faktor risiko.
2. OR = 1, merupakan faktor protektif.
3. OR >1, merupakan faktor risiko.
4.11 Etika Penelitian
4.11.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Responden bersedia diteliti, setelah diberikan permintaan menjadi
responden harus mencantumkan tanda tangan. Jika responden menolak
untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap menghormati
hak-hak responden.
4.11.2 Tanpa Nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
nama responden. Peneliti hanya mencantumkan nama inisial responden.
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan sehingga tidak perlu mencantumkan nama identitas subyek
4.11.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan. Kerahasiaan responden dan informasi yang telah
dikumpulkan dijamin oleh peneliti. Data tersebut hanya disajikan dan
dilaporkan kepada beberapa kelompok yang berhubungan dengan
penelitian.
61
61
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
UPT Puskesmas Sukorejo merupakan salah satu puskesmas di kabupaten
ponorogo yang terletak di kecamatan Sukorejo dengan luas wilayah 59,58
Km2. Kecamatan Sukorejo mempunyai 18 Desa binaan antara lain desa
Sukorejo, desa Bangunrejo, desa Nambangrejo, desa Lengkong, desa Nampan,
desa Kranggan, desa Golan, desa Karang Lor, desa Gandu kepuh, desa
Kalimalang, desa Sragi, desa Morosari, desa Kedung banteng, desa Gelang
Lor, desa Gegeran, desa Sidorejo, desa Serangan, dan desa Prajegan. Batas
wilayah kerjanya meliputi :
Utara : Kabupaten Magetan
Timur : Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Babadan
Selatan : Kecamatan Kauman
Barat : Kecamatan Sampung
Sumber daya tenaga kesehatan UPT Puskesmas Sukorejo secara
keseluruhan berjumlah 59 orang dengan komposisi berdasarkan status
kepegawaian berikut ini :
1. Pegawai Negeri Sipil : 37 orang
2. Calon Pegawai Negeri Sipil : 0 orang
3. Pegawai Tidak Tetap : 5 orang
4. Pegawai Kontrak : 13 orang
5. Wiyata Bakti : 4 orang
62
Jumlah pegawai berdasarkan status pendidikan dan tugas pokoknya dapat
dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Jumlah Pegawai Puskesmas Sukorejo berdasarkan Status
Pendidikan Tahun 2016 (pada saat profil dibuat).
No Pendidikan Jumlah Jenis Kelamin
Pria Wanita
1. S1 Dokter Umum 1 1
2. S1 Dokter Gigi - -
3. S1 Kesehatan Masyarakat 1 1 -
4. S1 Perawat - - -
5. D3 AKPER 17 4 13
6. D3 AKBID 21 - 21
7. D3 Analis Kesehatan 2 - 2
8. D3 Gizi 1 - 1
9. D3 Kesling 1 - 1
10. D3 Akuntansi - - -
11. D3 Administrasi Alkes (Atem) - - -
12. D3 Asisten Apoteker 1 - 1
13. D3 Perawat Gigi 1 - 1
14. Sekolah Perawat Kesehatan
(SPK)
2 1 1
15. SMU dan SMP 6 6 1
TOTAL 54 13 42
Sumber : Profil UPT Puskesmas Sukorejo (2017)
Untuk mendukung operasional kegiatan Puskesmas Sukorejo memiliki
sarana gedung Puskesmas Induk yang terletak di kelurahan Sukorejo dan
empat (4) Puskesmas Pembantu yaitu Puskesmas Pembantu Gegeran,
Puskesmas Pembantu Bangunrejo, Puskesmas Pembantu Gelanglor,
63
Puskesmas Pembantu Kedung banteng. Kendaraan bermotor yang dimiliki
adalah 2 mobil ambulan dan 4 sepeda motor dinas.
Pelayanan kesehatan di UPT Puskesmas Sukorejo meliputi Poli Umum,
Poli KIA/KB, Poli TB/ Jiwa, Poli Gigi, Poli Gizi, Laboratorium Apotek dan
Gudang Obat, Pelayanan kelas Ibu dan Senam hamil, dan Prolanis.
5.2 Karakteristik Responden
Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik
responden masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel
terikat. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
a. Umur
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan umur di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Umur (Tahun) Jumlah Presentase (%)
20-30 4 12,1
31-40 5 15,2
41-50 9 27,3
51-60 10 30,3
61-70 5 15,2
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat diketahui bahwa responden dengan
umur 20-30 tahun berjumlah 4 (12,1%) orang, responden dengan umur 31-
40 tahun berjumlah 5 (15,2%) orang, responden dengan umur 41-50 tahun
berjumlah 9 (27,3%) orang, responden dengan umur 51-60 tahun berjumlah
10 (30,3%) orang, dan responden dengan umur antara 61-70 tahun
berjumlah 5 (15,2%).
64
b.Jenis Kelamin
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jenis kelamin di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
Laki-laki 20 60,6
Perempuan 13 39,4
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah responden sebanyak 20
(60,6%) orang, sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 13 (39,4%) orang.
c. Pendidikan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pendidikan di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Pendidikan Jumlah Presentase (%)
SD 9 27,3
SMP 13 39,4
SMA 11 33,3
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki tigkat pendidikan SD yaitu sebanyak 9 orang (27,3%), responden
dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 13 orang (39,4%), dan responden
dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 11 orang (33,3%).
65
d.Pekerjaan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pekerjaan di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Pekerjaan Jumlah Presentase (%)
Petani 15 45,5
Pedagang 10 30,3
Wiraswasta 8 24,2
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa responden yang
bekerja sebagai petani sebanyak 15 orang (45,5%), responden yang bekerja
sebagai pedagang sebanyak 10 orang (30,3%), dan responden yang bekerja
sebagai wiraswasta sebanyak 8 orang (24,2%).
e. Kejadian Kusta
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kejadian kusta di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kejadian Kusta Jumlah Presentase (%)
Kasus 11 33,3
Kontrol 22 66,7
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa di UPT Puskesmas
Sukorejo kabupaten ponorogo terdapat kejadian kusta sejumlah 11 kasus
(33,3%) dan kontrol sebanyak 22 orang (66,7%).
f. Kondisi fisik rumah
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kondisi fisik rumah
di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
66
Kondisi fisik rumah Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 16 48,5
Memenuhi syarat 17 51,5
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 16
(48,5%) responden memiliki kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi
syarat, sedangkan sebanyak 17 (51,5%) responden memiliki kondisi fisik
rumah yang sudah memenuhi syarat.
g.Jenis Lantai
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jenis lantai di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Jenis Lantai Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 17 51,5
Memenuhi syarat 16 48,5
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.8 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 17
(51,5%) rumah memiliki jenis lantai yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 16 (48,5%) rumah memiliki jenis lantai yang sudah memenuhi
syarat.
h.Luas Ventilasi
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan luas ventilasi di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Luas ventilasi Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 18 54,5
Memenuhi syarat 15 45,5
67
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.9 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 18
(54,5%) rumah memiliki luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat,
sedangkan sebanyak 15 (45,5%) rumah memiliki luas ventilasi yang sudah
memenuhi syarat.
i. Kelembaban
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kelembaban di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kelembaban Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 17 51,5
Memenuhi syarat 16 48,5
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.10 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 17
(51,5%) rumah memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 16 (48,5%) rumah memiliki kelembaban yang sudah memenuhi
syarat.
j. Kepadatan Hunian Rumah
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kepadatan hunian
rumah di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kepadatan hunian rumah Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 16 48,5
Memenuhi syarat 17 51,5
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
68
Berdasarkan tabel 5.11 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 16
(48,5%) rumah memiliki kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat,
sedangkan sebanyak 17 (51,5%) rumah memiliki kepadatan hunian yang
sudah memenuhi syarat.
k.Personal hygiene
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan personal hygiene di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Personal hygiene Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 17 51,5
Memenuhi syarat 16 48,5
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.12 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 17
(51,5%) responden memiliki personal hygiene yang tidak memenuhi syarat,
sedangkan sebanyak 16 (48,5%) responden memiliki personal hygiene yang
sudah memenuhi syarat.
l. Kebiasaan Mandi
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan mandi di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kebiasaan Mandi Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 13 39,4
Memenuhi syarat 20 60,6
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.13 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 13
(39,4%) responden memiliki kebiasaan mandi yang tidak memenuhi syarat,
69
sedangkan sebanyak 20 (60,6%) responden memiliki kebiasaan mendi yang
sudah memenuhi syarat.
m. Kebiasaan Meminjam Handuk
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan
meminjam handuk di UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten
Ponorogo
Kebiasaan meminjam handuk Jumlah Presentase (%)
Tidak memenuhi syarat 16 48,5
Memenuhi syarat 17 51,5
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.14 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 16
(48,5%) responden memiliki kebiasaan meminjam handuk kepada anggota
keluarga, sedangkan sebanyak 17 (51,5%) responden memiliki kebiasaan
tidak meminjam handuk kepada anggota keluarga lain.
5.3 Hasil Penelitian
Hasil analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dan
besarnya nilai odd ratio faktor risiko dan digunakan untuk mencari hubungan
antara variabel bebas dan variabel teikat dengan uji satatistik yang disesuaikan
dengan skala data yang ada. Berikut adalah hasil analisis bivariat dibawah ini:
1. Hubungan Kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta
Tabel 5.15 Analisis Kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kondisi fisik rumah Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 9 52,9 8 47,1
Memenuhi syarat 2 12,5 14 87,5 0,036 7,875 1,353 45,832
70
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa kondisi fisik
rumah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,036
< 0,05, nilai OR = 7,875 dengan CI 95% = 1,353 – 45,832 yang memiliki
arti bahwa responden yang tinggal dirumah dengan kondisi fisik rumah yang
kurang memenuhi syarat akan memiliki risiko 7,875 kali lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang tinggal dirumah dengan kondisi fisik
rumah yang sudah memenuhi syarat.
2. Hubungan Jenis lantai dengan kejadian kusta
Tabel 5.16 Analisis Jenis lantai dengan kejadian kusta di UPT Puskesmas
Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Jenis lantai Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 9 52,9 8 47,1
0,014
7,875
1,353
45,832 Memenuhi syarat 2 12,5 14 10,7
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa jenis lantai
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,014 < 0,05,
nilai OR = 7,875 dengan CI 95% = 1,353 - 45,832 yang memiliki arti bahwa
jenis lantai merupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang
orang yang tinggal di rumah dengan kondisi lantai yang tidak baik akan
tertular penyakit 7,875 kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang
tinggal dirumah dengan kondisi lantai yang baik.
3. Hubungan Luas ventilasi dengan kejadian kusta
71
Tabel 5.17 Analisis Luas ventilasi dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Luas ventilasi Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 9 50,0 9 50,0
Memenuhi syarat 2 13,3 13 86,7 0,026 6,500 1,127 37,484
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa luas ventilasi
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,026 < 0,05,
nilai OR = 6,500 dengan CI 95% = 1,127 – 37,484 yang memiliki arti bahwa
luas ventilasi merupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang
orang yang tinggal di rumah dengan kondisi ventilasi yang tidak baik akan
tertular penyakit 6,500 kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang
tinggal dirumah dengan kondisi ventilasi yang baik.
4. Hubungan Kelembaban dengan kejadian kusta
Tabel 5.18 Analisis Kelembaban dengan kejadian kusta di UPT Puskesmas
Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kelembaban Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 9 56,2 7 43,8
Memenuhi syarat 2 11,8 15 88,2 0,007 9,643 1,633 56,925
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa kelembaban
rumah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,007
< 0,05, nilai OR = 9,643 dengan CI 95% = 1,633 – 56,925 yang memiliki
arti bahwa kelembaban merupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki
72
peluang orang yang tinggal di rumah dengan kondisi kelembaban yang tidak
memenuhi syarat akan tertular penyakit 9,643 kali lebih besar jika
dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan kondisi
kelembaban yang memenuhi syarat.
5. Hubungan Kepadatan hunian rumah dengan kejadian kusta
Tabel 5.19 Analisis Kepadatan hunian rumah dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kepadatan hunian
rumah
Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 8 61,5 5 38,5
Memenuhi syarat 3 15,0 17 85,0 0,006 9,067 1,724 47,675
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa kepadatan
hunian rumah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p
= 0,006 < 0,05, nilai OR = 9,067 dengan CI 95% = 1,724 – 47,675 yang
memiliki arti bahwa mereka yang tinggal dirumah dengan tingkat kepadatan
hunian yang tinggi memiliki risiko 9,067 kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang tinggal dirumah dengan tingkat kepadatan hunian yang
rendah.
6. Hubungan Personal hygiene dengan kejadian kusta
Tabel 5.20 Analisis Personal hygiene dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Personal Hygiene Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 9 56,2 7 46,8
Memenuhi syarat 2 11,8 15 83,2 0,019 9,643 1,633 56,925
Total 11 100 22 100
73
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa personal
hygiene memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,019
< 0,05, nilai OR = 9,643 dengan CI 95% = 1,633 – 56,925 yang memiliki
arti bahwa personal hygiene merupakan faktor risiko kejadian kusta dan
memiliki peluang orang yang tinggal di rumah yang memiliki kebersihan
diri (personal hygiene) yang kurang baik akan tertular penyakit kusta 9,643
kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang memiliki kebersihan
diri (personal hygiene) yang baik.
7. Hubungan Kebiasaan mandi dengan kejadian kusta
Tabel 5.21 Analisis Kebiasaan mandi dengan kejadian kusta di UPT
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kebiasaan mandi Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 8 57,1 6 42,9
Memenuhi syarat 3 15,8 16 84,2 0,013 7,111 1,400 36,117
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa kebiasaan mandi
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kusta p = 0,013 < 0,05,
nilai OR = 7,111 dengan CI 95% = 1,400 – 36,117 yang memiliki arti bahwa
kebiasaan mandi merupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki
peluang orang yang tinggal di rumah dengan kebiasaan mandi yang tidak
baik akan tertular penyakit 7,111 kali lebih besar jika dibandingkan dengan
orang yang tinggal dirumah dengan kebiasaan mandi yang baik.
74
8. Hubungan Kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta
Tabel 5.22 Analisis Kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta di
UPT Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo
Kebiasaan
meminjam handuk
Kasus Kontrol
p-value
OR
CI 95%
N % N % Lower Upper
Tidak memenuhi syarat 8 53,3 7 46,7
Memenuhi syarat 3 16,7 15 83,3 0,026 5,714 1,152 28,352
Total 11 100 22 100
Sumber : Hasil Analisis Penelitian 2018
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa kebiasaan
meminjam handuk memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
kusta p = 0,026 < 0,05, nilai OR = 5,714 dengan CI 95% = 1,152 – 28,352
yang memiliki arti bahwa kebiasaan meminjam handuk anggota keluarga
merupakan faktor risiko kejadian kusta dan memiliki peluang orang yang
tinggal di rumah dengan kebiasaan meminjam handuk anggota keluarga
yang lain akan tertular penyakit 5,714 kali lebih besar jika dibandingkan
dengan orang yang tinggal dirumah dan tidak memiliki kebiasaan meminjam
handuk anggota keluarga yang lain.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Kusta
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta (p = 0,036)
dengan nilai OR = 7,875 dan CI 95% = 1,353-45,832. Peluang orang
yang tinggal dirumah dengan kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan mempunyai risiko 7,875 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang yang tinggal dirumah dengan kondisi rumah yang telah memenuhi
75
syarat kesehatan yang telah dianjurkan. Kondisi rumah ini meliputi jenis
lantai, luas ventilasi, kelembaban dan kepadatan hunian rumah. Menurut
WHO, rumah yang terlalu sempit dapat mengakibatkan penyakit bagi
para penghuni. Seharusnya rumah dapat memenuhi persyaratan teknis dan
hygiene yaitu tidak terlalu padat penghuni, keadaan ventilasi yang baik,
jenis lantai yang baik, serta kelembaban rumah yang memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan bahwa
kondisi fisik rumah pada responden masih banyak yang blum memenuhi
syarat, hal ini dikarenakan kondisi fisik rumah yang meliputi jenis lantai
yang masih terbuat dari tanah dan plester yang retak, luas ventilasi yang
hanya terdapat pada ruang tamu saja dan sebagian besar ventilasi
permanen sehingga tidak bisa dibuka, kelembaban yang tinggi khususnya
pada tempat tidur reponden dan kepadatan hunian yang tinggi dalam satu
rumah. Sehingga kondisi fisik rumah yang kurang baik dapat menjadi
tempat perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurcahyati (2016) yang menunjukkan bahwa mayoritas responden yang
mengalami kusta mempunyai lingkungan dengan kondisi yang tidak baik,
antara lain mempunyai rumah dengan lantai yang tidak kedap air.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Faturahman (2010) yang meneliti
tentang faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian kusta di kabupaten
cilacap bahwa terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian kusta
(p=0,001<0,05) dan juga menyatakan bahwa kelembaban udara rumah
76
merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
kusta dengan didapatkan nilai (p=0,00 dan OR=6,00). Penelitian lain
yang dilakukan oleh Rismawati (2013) menunjukkan hasil bahwa ada
hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta.
Berdasarkan uraian diatas, kondisi fisik rumah yang meliputi jenis
lantai, luas ventilasi, kelembaban dan kepadatan hunian rumah menjadi
salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu masyarakat
diharapkan untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah terutama pada
kebersihan lantai, luas ventilasi, kelembaban udara dalam rumah dan juga
kepadatan hunian dalam rumah agar tidak memicu munculnya suatu
penyakit akibat kondisi rumah yang kurang mendukung.
5.4.2 Hubungan Antara Jenis Lantai Rumah Dengan Kejadian Kusta
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 11 penderita kusta
terdapat 9 orang (52,9%) warga yang jenis lantainya kurang memenuhi
syarat. Jenis lantai dengan plester yang retak atau berdebu serta tidak
kedap air berpotensi terhadap keberadaan bakteri M.leprae. kuman kusta
dapat hidup diluar tubuh manusia dan dapat ditemukan pada tanah atau
debu disekitar lingkungan rumah penderita.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis lantai dengan kejadian kusta (p = 0,014) dengan
nilai OR = 7,875 dan CI 95% = 1,353-45,832. Peluang orang yang tinggal
dirumah dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 7,875 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal
77
dirumah dengan jenis lantai yang sudah memenuhi syarat. Lantai rumah
harus sering diperhatikan kebersihannya, karena lantai yang kotor,
berdebu dan lembab dapat menjadi tempat berkembangbiak bibit penyakit
virus ataupun bakteri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 829
tahun 1999 tentang syarat rumah sehat mengemukakan bahwa lantai
rumah untuk tempat tinggal harus kedap air, mudah dikeringkan dan
mudah dibersihkan. Lantai rumah yang termasuk kategori memenuhi
syarat kesehatan yaitu lantai yang terbuat dari keramik atau ubin.
Sedangkan yang termasuk kategori tidak memenuhi syarat kesehatan
terbuat dari bambu dan tanah.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan bahwa jenis
lantai responden masih banyak yang blum memenuhi syarat, hal ini
dikarenakan kondisi lantai dari plester yang kondisinya sudah retak dan
banyak yang rusak kemudian ada dari beberapa responden yang masih
mempunyai jenis lantai yang terbuat dari tanah hal ini dapat menjadi
tempat perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurcahyati (2016) yang menunjukkan bahwa mayoritas responden yang
mengalami kusta mempunyai lingkungan dengan kondisi yang tidak baik,
antara lain mempunyai rumah dengan lantai yang tidak kedap air. Orang
yang tinggal didalam rumah dengan lantai yang tidak memenuhi syarat
kesehatan memiliki peluang tertular penyakit kusta lebih besar
dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan kondisi lantai rumah
78
yang sehat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ratnawati (2016) juga
mengungkap hal yang sama dimana kondisi lantai rumah memiliki
hubungan yan bermakna dengan kejadian kusta. Orang yang tinggal
dengan lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan 8,846 kali lebih
besar berpeluang tertular penyakit kusta dibandingkan dengan orang yang
tinggal dengan kondisi lantai rumah yang sehat.
Berdasarkan uraian diatas, selain faktor jenis lantai, ternyata
kebiasaan membersihkan lantai rumah menjadi salah satu faktor yang
perlu dipertimbangkan juga. Sebagian besar lantai responden terbuat dari
tanah dan plester yang sudah retak sehingga walaupun sudah dibersihan
debu masih tertinggal. Sesuai dengan syarat rumah sehat yaitu lantai
harus kedap air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran
dan debu. Oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk menjaga
kebersihan lingkungan rumah terutama pada kebersihan lantai.
5.4.3 Hubungan Antara Luas Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Kusta
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 11 penderita kusta
terdapat 9 orang (50,0%) warga yang tidak memiliki ventilasi yang
memenuhi syarat. Ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki
dampak buruk yaitu pertukaran udara yang terdapat di dalam rumah
menjadi berkurang, udara yang segar sangat dibutuhkan untuk mencegah
rantai penularan kusta. Berdasarkan hasil penelitian yang ditemui peneliti
dilapangan membuktikan bahwa kebanyakan warga yang menderita kusta
79
tidak rutin membuka jendela, hanya sebesar 13,3% yang rutin membuka
jendela.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara luas vemtilasi dengan kejadian kusta (p = 0,026) dengan
nilai OR = 6,500 dan CI 95% = 1,127-37,484. Peluang orang yang tinggal
dirumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 6,500 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal
dirumah dengan luas ventilasi yang sudah memenuhi syarat. Luas
ventilasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu luas jendela yang ada
di ruang tamu, dan kamar tidur dibagi dengan luas lantai yang ada di
ruang tamu dan kamar tidur.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa masih banyak luas ventilasi yang belum memenuhi
syarat yaitu ventilasi masih <10% dari luas lantai. Sebagian besar rumah
responden memiliki ventilasi hanya pada ruang tamu sedangkan pada
bagian kamar tidur hanya sedikit dan juga sebagian reponden juga
memakai jendela yang permanen sehingga sirkulasi udara menjadi
terhambat sehingga udara segar tidak dapat masuk kedalam ruangan. Hal
ini dapat memperburuk dengan kebiasaan keluarga yang jarang
membuka jendela setiap hari, sehingga dapat menyebabkan suhu dalam
rumah menjadi panas dan lembab, hal ini dapat memicu pertumbuhan
bakteri sehingga memungkinkan terjadinya kejadian kusta.
80
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Faturahman (2010)
yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara ventilasi rumah dengan
kejadian kusta. Penelitian yang sama dilakukan oleh Moga Aryo (2015)
yang menunjukkan hasil penelitian dengan OR 5,762 (95%CI: 1,73-
19,14) dengan p (0,007) yang berarti ada hubungan antara ventilasi rumah
dengan kejadian kusta. Penelitian ini memiliki kesamaan yaitu ventilasi
rumah yang belum baik memiliki risiko lebih besar dibandingkan dengan
rumah yang memiliki ventilasi yang sudah memenuhi syarat. Selain
fungsi ventilasi untuk menjaga aliran udara didalam rumah agar tidak
pengap dan lembab dan juga sebagai pengaturan sinar ultraviolet yang
masuk ke dalam ruangan dan membunuh kuman termasuk M.leprae.
Berdasarkan uraian diatas, fungsi jendela sangat penting untuk
menjaga sirkulasi udara dalam rumah agar udara selalu segar dan juga
disarankan kepada responden untuk selalu membuka jendela setiap hari
sehingga kelembaban dalam rumah tetap terjaga dan juga sinar matahari
dapat masuk ke dalam rumah sesuai dengan syarat ventilasi yaitu luas
ventilasi ≥10% luas lantai, terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
Kemudian disarankan pada responden untuk membersihkan ventilasi
minimal sehari sekali. Jika rumah responden tidak terdapat ventilasi lebih
baik untuk selalu membuka pintu untuk memperlancar sirkulasi udara.
5.4.4 Hubungan Antara Kelembaban Rumah Dengan Kejadian Kusta
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 11 penderita kusta
terdapat 9 orang (56,2%) warga yang kelembaban rumahnya kurang
81
memenuhi syarat. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian kusta (p =
0,007) dengan nilai OR = 9,643 dan CI 95% = 1,643-56,925. Peluang
orang yang tinggal dirumah dengan kondisi kelembaban yang tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko 9,643 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang tinggal dirumah dengan kelembaban yang sudah
memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil pengukuran kelembaban yang telah dilakukan
oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa hampir semua responden baik
kelompok kasus maupun kelompok kontrol mempunyai kelembaban
ruang tidur yang tidak memenuhi syarat. Keadaan lingkungan rumah
yang rapat dan padat yang ditempati oleh responden dan juga bentuk
tempat tinggal dan ruang tidur seadanya membuat lingkungan disekitar
menjadi berubah salah satunya kelembaban rumah. Jumlah penghuni juga
ikut mempengaruhi karena responden juga tinggal bersama anggota
keluarga yang lain. Hal tersebut yang dapat menyebabkan kelembaban
rumah menjadi meningkat.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rismawati (2013) yang menyimpulkan bahwa responden dengan
kelembaban yang belum baik memiliki risiko lebih besar menderita kusta
bila dibandingkan dengan responden dengan kelembaban yang sudah
memenuhi syarat. Penelitian ini sejalan dengan peleitian yang dilakukan
oleh Faturahman (2010) tentang faktor lingkungan fisik rumah yang
82
berhubungan dengan kejadian kusta di kabupaten cilacap yang
menyatakan bahwa kelembaban udara rumah merupakan salah satu faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta dengan didapatkan nilai
(p=0,00 dan OR=6,00).
Berdasarkan uraian diatas, disarankan kepada responden agar selalu
membuka jendela terutama jendela kamar supaya udara segar dapat
masuk kedalam ruangan agar ruangan tidak menjadi lembab, hal tersebut
dilakukan untuk mewujudkan kelembaban didalam rumah yang sesuai
dengan standar kesehatan sehingga kuman kusta tidak mudah
berkembang didalam rumah sehingga penularan kuman kusta didalam
rumah dapat dihindari.
5.4.5 Hubungan Antara Kepadatan Hunian Rumah Dengan Kejadian
Kusta
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 11 penderita kusta
terdapat 8 orang (61,5%) warga yang kepadatan huniannya tinggi. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta (p = 0,006) dengan nilai
OR = 9,067 dan CI 95% = 1,724-47,675. Peluang orang yang tinggal
dirumah dengan kepadatan hunian yang tinggi mempunyai risiko 9,067
kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan
kepadatan hunian yang rendah
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa rata-rata responden memiliki kepadatan hunian rumah
83
yang tinggi. Tingkat kepadatan hunian yang tinggi disebabkan karena
luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni yang
menempati rumah. Hal ini disebabkan banyak warga yang dalam satu
rumah ditinggali oleh 2-3 kepala keluarga dengan rumah yang berukuran
7m x 7m.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maria Christiana (2008) yang menemukan bahwa terdapat hubungan
antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta (p=0,021<0,05).
Kepadatan hunian dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh
bagi penghuninya. Sejalan dengan penelitian yang diakukan Setiani
(2014) menjelaskan dengan hasil uji chi-squere didapat p (0,00)≤ a 0,05.
Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkan kurangnya oksigen dan bila salah satu anggota keluarga
terkena infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, penderita kusta memiliki kepadatan
hunian yang berisiko tinggi. Hal ini kembali lagi pada persoalan ekonomi
keluarga. Keluarga yang mempunyai ekonomi baik tentu dapat membuat
suatu bangunan untuk tempat tinggal yang baik dan layak. Jumlah
penghuni yang mendiami sebuah rumah tinggal harus disesuaikan dengan
luas bangunannya. Luas bangunan yang tidak sesuai dengan jumlah
penghuninya akan mengakibatkan bila ada anggota keluarga yang terkena
penyakit infeksi akan mudah menular ke anggota keluarga yang lain.
84
Oleh karena itu kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kusta.
5.4.6 Hubungan Antara Personal Hygiene Dengan Kejadian Kusta
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara personal hygiene dengan kejadian kusta (p = 0,019)
dengan nilai OR = 9,643 dan CI 95% = 1,633-56,925. Peluang orang
yang tinggal dirumah dengan personal hygiene yang tidak baik
mempunyai risiko 9,643 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang
memiliki kebersihan diri (personal hygiene) yang baik. Personal hygiene
ini meliputi kebiasaan mandi dan kebiasaan meminjam handuk anggota
keluarga yang lain. Kebiasaan mandi yang kurang baik yaitu kurang dari
2x sehari sehingga dapat menimbulkan risiko untuk tertular kusta.
Kebiasaan meminjam handuk antar keluarga juga sangat memicu tertular
penyakit kusta, dapat diketahui bahwa kebiasaan meminjam handuk
secara bergantian dapat menularkan beberapa penyakit salah satunya
adalah penyakit kusta.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan bahwa
kebersihan perorangan (personal hygiene) pada responden sebagian besar
belum memenuhi syarat, hal ini dikarenakan responden memiliki
kebiasaan mandi yang kurang dari 2x sehari dan mereka juga memiliki
kebiasaan meminjam handuk antar anggota keluarga yang lain.
Disamping itu, kebersihan individu sangat erat dengan kebersihan
masyarakat dan saling mempengaruhi secara timbal balik. Kebersihan diri
85
perorangan yang tidak baik merupakan cerminan dari kondisi lingkungan
dan perilaku individu yang tidak sehat.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria
Christiana (2008) yang meneliti tentang faktor risiko kejadian kusta (studi
kasus di Rumah Sakit Kusta Dinorejo Jepara), bahwa ada hubungan yang
bermakna antara personal hygiene dengan kejadian kusta dengan nilai p
sebesar 0,001. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian
Yudied (2008) menyatakan bahwa memakai pakaian secara bergantian,
memakai handuk mandi secara bergantian juga dapat memicu terjadinya
penulara berbagai macam penyakit yang tidak menutup kemungkinan
penyakit kusta.
Berdasarkan uraian diatas, personal hygiene yang meliputi
kebiasaan mandi dan kebiasaan meminjam handuk menjadi salah satu
faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu masyarakat
diharapkan untuk menjaga kebersihan diri dengan mandi minimal 2x
dalam sehari dan pemakaian handuk yang tidak berganti-ganti dengan
anggota keluarga yang lain sehingga tidak memicu munculnya suatu
penyakit akibat kurangnya personal hygiene dan sebaiknya masyarakat
lebih meningkatkan pola hidup bersih dan sehat
5.4.7 Hubungan Antara Kebiasaan Mandi Dengan Kejadian Kusta
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 11 penderita kusta
terdapat 8 orang (57,1%) warga yang memiliki kebiasaan mandi yang
kurang baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan
86
yang bermakna antara kebiasaan mandi dengan kejadian kusta (p = 0,013)
dengan nilai OR = 7,111 dan CI 95% = 1,400-36,117. Peluang orang
yang tinggal dirumah dengan kebiasaan mandi yang kurang dari 2x dalam
sehari mempunyai risiko 7,111 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang yang memiliki kebiasaan mandi yang baik.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden dari kelompok kasus
memiliki kebiasaan mandi yang kurang baik yaitu kurang dari 2x dalam
sehari. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik responden bahwa sebagian
besar usia rata-rata responden berusia 50-60 tahun dan sebagian besar
responden dari kasus berpendidikan SD, hal tersebut mengakibatkan
responden kurang mengetahui kebiasaan mandi yang baik. Selain itu
sebagian besar pekerjaan mereka adalah petani sehingga sulit untuk
menyempatkan diri untuk mandi pagi hari dan hanya mandi sepulang
bekerja yaitu pada sore hari. Selain kebiasaan mandi yang rutin,
penggunaan sabun anti bakteri saat mandi juga sangat diperlukan. Mandi
merupakan upaya perawatan kulit dan membersihkan tubuh yang
dianjurkan yaitu 2x sehari dengan menggunakan sabun anti bakteri
dengan kualitas air yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa
(Suardi, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dwina Rismawati (2013) bahwa kebiasaan mandi memiliki hubungan
terhadap kejadian kusta (p = 0,18< 0,05) dengan OR = 3,636. Dibutuhkan
87
kebiasaan mandi yang baik yaitu ≥ 2x dalam sehari serta menggunakan
sabun antibakteri demi mencegah terjangkitnya bakteri kusta. Sejalan
dengan penelitian Muharry (2014) menyebutkan bahwa personal hygiene
adalah faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta. Variabel
kebersihan perorangan dalam penelitian tersebut diantaranya adalah
kebiasaan mandi. Dalam penelitian ini personal hygiene yang buruk
mempunyai risiko 12,103 kali lebih besar menderita kusta dibandingkan
dengan seseorang yang memiliki kondisi kebersihan perorangan yang
baik.
Berdasarkan uraian diatas, kebiasaan mandi yang kurang baik yaitu
kurang dari 2x sehari dapat menimbulkan risiko untuk tertular kusta. Oleh
karena itu, perbaikan kebersihan diri harus ditingkatkan lagi untuk
mencegah penularan penyakit kusta dengan cara membiasakan diri untuk
mandi minimal 2x sehari dengan menggunakan air bersih.
5.4.8 Hubungan Antara Kebiasaan Meminjam Handuk Dengan Kejadian
Kusta
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 11 penderita kusta
terdapat 8 orang (53,3%) warga yang memiliki kebiasaan meminjam
handuk kepada anggota keluarga yang lain. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan
meminjam handuk dengan kejadian kusta (p = 0,026) dengan nilai OR =
5,714 dan CI 95% = 1,152-28,352. Peluang orang yang tinggal dirumah
dengan kebiasaan meminjam handuk mempunyai risiko 5,714 kali lebih
88
besar dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan
meminjam handuk kepada anggota keluarga yang lain.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa rata-rata responden dari kelompok kasus memiliki
kebiasaan meminjam handuk kepada anggota keluarga. Hal ini
disebabkan karena reponden memiliki handuk yang tidak sesuai dengan
jumlah anggota keluarga yang ada dirumah. Kemungkinan mereka
memiliki kebiasaan meminjam handuk anggota keluarga yang lain.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lita (2005) menyatakan bahwa handuk sebaiknya tidak boleh dipakai
secara bergantian karena dapat dengan mudah menularkan bakteri dari
penderita ke orang lain. Apabila handuk tidak pernah dijemur dibawah
terik matahari atau tidak dicuci dalam jangka waktu yang lama maka
kemungkinan jumlah bakteri yang ada pada handuk semakin banyak dan
berisiko untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Penelitian lain
yang dilakukan oleh sidit (2004) bahwa sebagian besar orang yang
menderita penyakit kulit sering bertukar handuk dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa kebiasaan meminjam
handuk secara bergantian dapat menularkan beberapa penyakit salah
satunya adalah penyakit kusta, oleh karena itu diharapkan kepada warga
untuk menghindari penggunaan handuk secara bergantian untuk
meminimalisir penularan penyakit kusta.
89
5.5 Keterbatasan Peneliti
Keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Kemungkinan terjadi bias informasi karena responden menjawab kuesioner
tidak jujur.
2. Saat penyebaran kuesioner terkadang hanya ada wali responden sehingga
jawaban kurang meyakinkan.
3. Peneliti melakukan penelitian di 6 desa dengan jarak antar desa yang jauh.
90
90
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan kondisi
fisik rumah dan personal hygiene dengan kejadian kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
2.Ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
3. Ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
4. Ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian kusta di
wilayah kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
5. Ada hubungan antara kebiasaan mandi dengan kejadian kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
6. Ada hubungan antara kebiasaan meminjam handuk dengan kejadian kusta
di wilayah kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
7. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
8. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta di wilayah
kerja puskesmas sukorejo, kabupaten Ponorogo.
91
6.2 SARAN
1. Bagi Puskesmas Sukorejo
a. Bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan penemuan pasien
secara aktif melalui kegiatan kunjungan pasien dan pemeriksaan
kontak.
b. Meningkatkan penyuluhan tentang kusta kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan pengetahuan sehingga masyarakat dapat
meningkatkan usaha pencegahan penularan penyakit kusta sejak dini.
2. Bagi Masyarakat
a. Mengurangi risiko penularan kusta dengan cara memakai pakaian
panjang, menghindari pemakaian handuk secara bergantian, dan mandi
minimal 2x dalam sehari.
b. Melakukan deteksi dini dan pengobatan MDT (Multi Drug Therapy)
jika terdiagnosa penyakit kusta.
c. Untuk mengurangi risiko penularan kusta, sebaiknya dilakukan
perbaikan kondisi lingkungan rumah dengan cara membersihkan lantai
rumah, membuka jendela setiap hari dan meningkatkan kebersihan
perorangan dengan cara tidak menggunakan handuk secara bergantian
dan mandi minimal 2x sehari dengan menggunakan air bersih.Usaha-
usaha tersebut dapat dilakukan bertujuan agar mengurangi potensi
perkembangbiakan bakteri penyebab kusta.
92
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat mengembangkan penelitian di tempat lain untuk menganalisis lebih
dalam tentang penyakit kusta dan faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan penyakit kusta. Seperti yang telah diketahui bahwa penyakit
kusta dapat diputus mata rantai penularannya dengan intervensi yang
sesuai .
DAFTAR PUSTAKA
Amira, Nisa.2015. Hubungan Higiene Perorangan Anak dengan Kejadian Kusta
Anak di Kabupaten Pasuruan Tahun 2014-2015.Jurnal penelitian. Diakses
pada tanggal 5 Desember 2017
Andareti,obi.2015.Penyakit Menular Disekitar Anda. Jakarta.Pustaka Ilmu Semesta
Arifputra, J. 2016. Reaksi Kusta. Artikel. Diakses pada tanggal 9 Mei 2018
Berbasari A, Nuriana L, Tallo ratna S. 2015. Analisis Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Kusta Diwilayah Kerja Puskesmas Kota
Kupang. Universitas Nusa Cendana. Jurnal Penelitian. Diakses pada tanggal
30 Mei 2018
Budiarto, Eko. 2013. Metodologi Penelitian Kedokteran:Sebuah Pengantar.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Christiana, Maria. 2008. Analisis Faktor Risiko Kejadian Kusta (Studi Kasus di
Rumah Sakit Kusta Donorojo Jepara. Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Semarang.
Departemen kesehatan RI. 2006. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan
penyakit kusta. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Nasional.Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1999. Kepmenkes RI No.829 Tahun 1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2015. Surabaya
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur. Surabaya
Dinas kesehatan Ponorogo. 2016.Profil Penyakit Kusta.Bidang Pemberantasan
Penyakit Menular Dinkes Ponorogo
Ellyke. 2012. Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Penduduk Dengan Kejadian Kusta
Di Kecamatan Jenggaweh Kabupaten Jember. Jember. Fakultas kesehatan
Masyarakat Universitas Jember. Jurnal Penelitian. Diakses pada tanggal 27
Februari 2018
Emmy S et al. 2006. Kusta. FKUI. Jakarta
Entjang,Indan.2000. Ilmu Kesehatan Msyarakat, Bandung, Citra Aditya Bakti
Faturahman, Yuldan. 2010. Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berpengaruh
dengan Kejadian Kusta di Kabupaten Cilacap. Jurnal Penelitian. Diakses
pada tanggal 27 Mei 2018
Isro’in, Laily dan Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Personal Hygiene : Konsep, Proses,
dan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta. Graha Ilmu
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung. Alfabeta
Kementrian kesehatan RI. 2009. UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta
Kemenkes RI. 2015. Hari Kusta Sedunia. Jakarta. Pusat Data Dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI
Lita, S. 2005. Perilaku Santri Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Scabies di
Pondok Pesantren Ulumu Qur’an Stabat. Medan
Lubis, Arfan, Sutopo. 2003.Kusta: Suatu Tinjauan Teoritis. Jurnal Vol 4 No.1.
Diakses Pada Tanggal 27 Mei 2018
Martomijoyo, Riyanto. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Penyakit Kusta Pada Penduduk Di Kecamatan Tukdana Kabupaten
Indramayu Tahun 2012. FKM Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa
Barat. Jurnal Penelitian ISSN 1693-7945 Volume VII No.11 April 2014.
Diakses Pada tanggal 29 April 2018
Mubarak, Wahit Iqbal; Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori
dan Aplikasi. Jakarta. Salemba Medika
Muharry, Andry. 2014. Faktor Risiko Kejadian Kusta.Jurnal Penelitian. Diakses
pada tanggal 15 Desember 2017
Nabila, Annisa Qoyyum, dkk. 2012. Profil Penderita Kusta diRumah Sakit Kusta
Kediri Periode Januari 2010 Sampai Desember 2010. Jurnal Penelitian
Saintika Medika ISSN: 0216-759X Volume 8 No 2 Desember 2012. Diakses
pada tanggal 30 Mei 2018
Namira N. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta diwilayah
Kerja Puskesmas Kapita. Makassar. Universitas Islam Negri Alauddin
Makassar. Skripsi
Nasir,Abd, Abdul Muhith, M.E.Ideputri. 2011.Metodologi Penelitian Kesehatan :
Konsep Pembuatan Karya Tulis dan Thesis Untuk Mahasiswa Kesehatan.
Yogyakarta. Nuha Medika
Norlatifah, dkk. 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Sarana air Bersih dan
Karakteristik Masyarakat dengan Kejadian Kusta.Yogyakarta. Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta. Jurnal Penelitian. Diakses pada tanggal 25
Februari 2018
Notoatmodjo, Soekidjo.2010.Promosi Kesehatan (Teori & Aplikasi),
Jakarta:PT.Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT
Rineka Cipta
Nurcahyati, Sri, Basuki, Hari dan Arief Wibowo. 2016. Sebaran Kasus Kusta Baru
Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Di Kecamatan
Konang Dan Geger Kabupaten Bangkalan. Jurnal Wiyata, Vol.3 No.1
Tahun 2016 P-ISSN 2355-6498.
Nugrahaeni Kunthi Dyan.2012.Konsep Dasar epidemiologi.Jakarta.Buku
Kedokteran EGC
Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2010. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Peraturan Mentri Kesehatan RI. 2011. Permenkes Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011
Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah. Jakarta
Prasetyawati, Eka Arista. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan
Holistik. Yogyakarta. Nuha Medika
Peter, E.S, dkk. 2002. Male-Female (Sex) Differences in Leprosy Pattients in South
Eastern Nigeria: Female Present Late For Diagnosis and Treatment and
Have Higher Rates of Deformity.73:262-267.jurnal penelitian. Diakses pada
tanggal 29 Mei 2018
Rismawati, Dwina. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Rumah Dan Personal Higiene
Dengan Kejadian Kusta MultiBasiler. Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negri Semarang. Jurnal Penelitian. Diakses pada tanggal 23
Februari 2018
Rosjidi Harun Cholik, 2015. Panduan Penyusunan Proposal dan Laporan Akhir
Penelitian Untuk Mahasiswa Kesehatan. Ponorogo
Ryadi, slamet dan Wijayanti, 2012. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta. Salemba
Madika
Setiani, Lia. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang. Universitas
Muhamadiyah Surakarta.Skripsi
Setyawan. 2014. Hubungan Antara Faktor Risiko Terhadap Kejadian Penyakit
Kusta (Morbus Hansen) Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bringin
Kabupaten Ngawi.Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun. Skripsi
Sidi, Supriyadi. 2004. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Hygiene Perorangan
Terhadap Kejadian Skabies.Skripsi FKM UNAIR, Surabaya.
Suardi. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Kusta
di Kabupaten Biak Numfor. Thesis Program Pascasarjana Undip 2012.
Diakses melalui http://eprint.undip.ac.id
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sujarweni, V.Wiratna. 2012. SPSS Untuk Paramedis. Yogyakarta. Gava Media
Sujarweni, V.Wiratna. 2014. Metode Penelitian Keperawatan. Yogyakarta. Gava
Medika
Suyonto, danang. 2012. Statistik Kesehatan : analisis data dengan perhitungan
manual dan program SPSS. Yogyakarta. Nuha Medika
UPT Puskesmas Sukorejo. 2017. Profil Puskesmas Sukorejo. Ponorogo
Wicaksono, Moga Aryo; Faisya, H.Ahmad Fickry; Budi, Iwan Setia. 2015.
Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Responden dengan
Penyakit Kusta Klinis DiKota Bandar Lampung. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sriwijaya. Jurnal Penelitian. Diakses pada tanggal
30 Mei 2018
Wijayanti,Juwita. 2017. Gambaran Faktor Host dan Lingkungan Fisik Rumah
Pada Penderita Kusta di Kota Tangerang Selatan. Fakultas kedokteran dan
Ilmu Kesehatan masyarakat. Universitas Islam negri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi
Yudied dkk. 2008. Kajian Pengendalian Potensial Faktor Risiko Penularan
Penyakit Kusta dan Interviensinya di Puskesmas Pragaam Kabupaten
Sumenep Tahun 2007. Buletin Human Media Volume 03 Nomor 03
September 2008. Diakses Pada Tanggal 30 Mei 2018
Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Jurnal Penelitian.
Diakses pada tanggal 30 Mei 2018
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lembar Pernyataan Persetujuan
(Informed Consent)
Kepada Yth :Bapak/Ibu Responden Penelitian
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelesaikan Tugas Akhir (Skripsi) tahun 2018, Saya
sebagai mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun,
Nama : Ulul Sya’diana
NIM : 201403043
Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Kondisi Fisik
Rumah dan Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukorejo Kabupaten Ponorogo”.
Untuk memenuhi keperluann data penelitian diatas, saya mohon kesediaan
Bapak/Ibu untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon
Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Adapun
informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya
digunakan sebagai kepentingan penelitian ini.
Demikian pengantar ini saya buat dengan sebenarnya, atas perhatian dan
kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terimakasih.
Ponorogo, 2018
Ulul Sya’diana
(NIM.201403043 )
Lampiran 3
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta hak dan
kewajiban sebagai responden, maka dengan ini saya bersedia menjadi responden
pada penelitian yang berjudul “Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Personal
Hygiene dengan Kejadian Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorejo Kabupaten
Ponorogo”. Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada unsur
paksaan dari siapapun.
Ponorogo, ………...2018
Responden
(………….…….)
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE
DENGAN KEJADIAN KUSTA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
SUKOREJO
No.Responden :
Status :
1.Identitas Responden
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
2.Petunjuk Jawaban
Isilah jawaban dibawah ini dan berilah tanda silang (X) pada jawaban yang
dianggap benar.
3.Pertanyaan
A. Kejadian Kusta
KASUS
1.Apakah anda mengalami bercak putih seperti panu yang awalnya sedikit lama
kelamaan melebar/banyak ?
a. Ya b. Tidak
Kasus
Kontrol
2.Apakah anda mengalami mati rasa pada bercak yang berwarna merah/putih di
kulit ?
a. Ya b. Tidak
3.Apakah ada penebalan/pembengkakan pada bercak yang ada dikulit ?
a. Ya b. Tidak
4.Sudah lamakah anda mempunyai penyakit kusta ?
a. Ya (…..tahun) b. Tidak
KONTROL
1. Apakah anda mulai merasakan munculnya bercak putih seperti panu yang
awalnya sedikit lama kelamaan melebar/banyak ?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anda merasakan mati rasa pada bercak yang berwarna merah/putih di
kulit ?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah mulai ada penebalan/pembengkakan pada bercak yang ada di kulit ?
a. Ya b. Tidak
4. Sudah lamakah anda kontak dengan penderita kusta ?
a. Ya (…..tahun) b. Tidak
B. Personal Hygiene
Kebiasaan Mandi
5. Apakah anda mandi 2x (atau lebih) dalam sehari dengan menggunakan
sabun antibakteri ?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah jumlah air bersih yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan semua
anggota keluarga ?
a. Ya b. Tidak
Kebiasaan Meminjam Handuk
7. Apakah anda memiliki kebiasaan meminjam handuk kepada anggota
keluarga lain ?
a. Ya b. Tidak
LEMBAR PENGUKURAN
LEMBAR OBSERVASI
No. Variabel Hasil Pengamatan Keterangan
1.
2.
Jenis Lantai
Kualitas Air
a. Semen
b. Kramik
c. Papan/Kayu
d. Tanah/plester
a. Berbau
b. Berwarna
c. Berasa
No. Variabel Hasil Pengukuran Keterangan
1. Kelembaban
2. Luas Ventilasi Luas Ventilasi Luas Lantai
3. Kepadatan
Hunian Rumah
panjang lebar Luas Penghuni
Lampiran 5
Hasil Outpus SPSS
A. Univariat
Statistics
Umur Jenis_kelamin
N Valid 33 33
Missing 0 0
Umur
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 20-30 Tahun 4 12.1 12.1 12.1
31-40 Tahun 5 15.2 15.2 27.3
41-50 Tahun 9 27.3 27.3 54.5
51-60 Tahun 10 30.3 30.3 84.8
61-70 Tahun 5 15.2 15.2 100.0
Total 33 100.0 100.0
Jenis_kelamin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 20 60.6 60.6 60.6
Perempuan 13 39.4 39.4 100.0
Total 33 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 9 27.3 27.3 27.3
SMP 13 39.4 39.4 66.7
SMA 11 33.3 33.3 100.0
Total 33 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Petani 15 45.5 45.5 45.5
Pedagang 10 30.3 30.3 75.8
Wiraswasta 8 24.2 24.2 100.0
Total 33 100.0 100.0
kejadian_kusta
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid kasus 11 33.3 33.3 33.3
kontrol 22 66.7 66.7 100.0
Total 33 100.0 100.0
kondisi fisik rumah
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak_memenuhi_syarat 16 48.5 48.5 48.5
Memenuhi_syarat 17 51.5 51.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
jenis_lantai
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak_memenuhi_syara
t 17 51.5 51.5 51.5
Memenuhi_syarat 16 48.5 48.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
luas_ventilasi
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidakmemenuhi
syarat 18 54.5 54.5 54.5
Memenuhi syarat 15 45.5 45.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
kelembaban
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak memenuhi
syarat 17 51.5 51.5 51.5
Memenuhi syarat 16 48.5 48.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
kepadatan_hunian_rumah
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak memenuhi
syarat 16 48.5 48.5 48.5
Memenuhi syarat 17 51.5 51.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
personal hygiene
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak_memenuhi_syarat 17 51.5 51.5 51.5
Memenuhi_syarat 16 48.5 48.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
kebiasaan_mandi
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak memenuhi
syarat 13 39.4 39.4 39.4
Memenuhi syarat 20 60.6 60.6 100.0
Total 33 100.0 100.0
kebiasaan_meminjam_handuk
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak memenuhi
syarat 16 48.5 48.5 48.5
Memenuhi syarat 17 51.5 51.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
B. Bivariat
1. Hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kondisi fisik rumah *
Kejadian kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
kondisi fisik rumah * Kejadian kusta Crosstabulation
Kejadian kusta
Total Kasus Kontrol
kondisi fisik
rumah
Tidak_memenuhi_syar
at
Count 9 8 17
Expected Count 5.7 11.3 17.0
% within kondisi fisik
rumah 52.9% 47.1% 100.0%
Memenuhi_syarat Count 2 14 16
Expected Count 5.3 10.7 16.0
% within kondisi fisik
rumah 12.5% 87.5% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within kondisi fisik
rumah 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.066a 1 .014
Continuity Correctionb 4.383 1 .036
Likelihood Ratio 6.445 1 .011
Fisher's Exact Test .026 .017
Linear-by-Linear
Association 5.882 1 .015
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .394 .014
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kondisi
fisik rumah
(Tidak_memenuhi_syar
at / Memenuhi_syarat)
7.875 1.353 45.832
For cohort Kejadian
kusta = Kasus 4.235 1.074 16.695
For cohort Kejadian
kusta = Kontrol .538 .314 .920
N of Valid Cases 33
2. Hubungan antara jenis lantai dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_lantai *
kejadian_kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
jenis_lantai * kejadian_kusta Crosstabulation
kejadian_kusta
Total kasus kontrol
jenis_lantai Tidak_memenuhi_syar
at
Count 9 8 17
Expected Count 5.7 11.3 17.0
% within
jenis_lantai 52.9% 47.1% 100.0%
Memenuhi_syarat Count 2 14 16
Expected Count 5.3 10.7 16.0
% within
jenis_lantai 12.5% 87.5% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within
jenis_lantai 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.066a 1 .014
Continuity Correctionb 4.383 1 .036
Likelihood Ratio 6.445 1 .011
Fisher's Exact Test .026 .017
Linear-by-Linear
Association 5.882 1 .015
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .394 .014
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
jenis_lantai
(Tidak_memenuhi_syar
at / Memenuhi_syarat)
7.875 1.353 45.832
For cohort
kejadian_kusta = kasus 4.235 1.074 16.695
For cohort
kejadian_kusta =
kontrol
.538 .314 .920
N of Valid Cases 33
3. Hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
luas_ventilasi *
kejadian_kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
luas_ventilasi * kejadian_kusta Crosstabulation
kejadian_kusta
Total kasus kontrol
luas_ventilasi Tidakmemenuhi
syarat
Count 9 9 18
Expected Count 6.0 12.0 18.0
% within
luas_ventilasi 50.0% 50.0% 100.0%
Memenuhi syarat Count 2 13 15
Expected Count 5.0 10.0 15.0
% within
luas_ventilasi 13.3% 86.7% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within
luas_ventilasi 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.950a 1 .026
Continuity Correctionb 3.438 1 .064
Likelihood Ratio 5.276 1 .022
Fisher's Exact Test .034 .030
Linear-by-Linear
Association 4.800 1 .028
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.950a 1 .026
Continuity Correctionb 3.438 1 .064
Likelihood Ratio 5.276 1 .022
Fisher's Exact Test .034 .030
Linear-by-Linear
Association 4.800 1 .028
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .361 .026
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
luas_ventilasi
(Tidakmemenuhi syarat
/ Memenuhi syarat)
6.500 1.127 37.484
For cohort
kejadian_kusta = kasus 3.750 .953 14.764
For cohort
kejadian_kusta =
kontrol
.577 .349 .954
N of Valid Cases 33
4. Hubungan antara kelembaban dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kelembaban *
kejadian_kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
kelembaban * kejadian_kusta Crosstabulation
kejadian_kusta
Total kasus kontrol
kelembaban Tidak memenuhi
syarat
Count 9 7 16
Expected Count 5.3 10.7 16.0
% within
kelembaban 56.2% 43.8% 100.0%
Memenuhi syarat Count 2 15 17
Expected Count 5.7 11.3 17.0
% within
kelembaban 11.8% 88.2% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within
kelembaban 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.340a 1 .007
Continuity Correctionb 5.475 1 .019
Likelihood Ratio 7.765 1 .005
Fisher's Exact Test .010 .009
Linear-by-Linear
Association 7.118 1 .008
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .427 .007
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
kelembaban (Tidak
memenuhi syarat /
Memenuhi syarat)
9.643 1.633 56.925
For cohort
kejadian_kusta = kasus 4.781 1.213 18.847
For cohort
kejadian_kusta =
kontrol
.496 .277 .887
N of Valid Cases 33
5. Hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kepadatan_hunian_rum
ah * kejadian_kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
kepadatan_hunian_rumah * kejadian_kusta Crosstabulation
kejadian_kusta Total
kasus kontrol
kepadatan_hunian_
rumah
Tidak memenuhi syarat Count 8 5 13
Expected Count 4.3 8.7 13.0
% within
kepadatan_hunian_ru
mah
61.5% 38.5% 100.0%
Memenuhi syarat Count 3 17 20
Expected Count 6.7 13.3 20.0
% within
kepadatan_hunian_ru
mah
15.0% 85.0% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within
kepadatan_hunian_ru
mah
33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.679a 1 .006
Continuity Correctionb 5.727 1 .017
Likelihood Ratio 7.778 1 .005
Fisher's Exact Test .009 .008
Linear-by-Linear
Association 7.446 1 .006
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .434 .006
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.679a 1 .006
Continuity Correctionb 5.727 1 .017
Likelihood Ratio 7.778 1 .005
Fisher's Exact Test .009 .008
Linear-by-Linear
Association 7.446 1 .006
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
kepadatan_hunian_rum
ah (Tidak memenuhi
syarat / Memenuhi
syarat)
9.067 1.724 47.675
For cohort
kejadian_kusta = kasus 4.103 1.327 12.679
For cohort
kejadian_kusta =
kontrol
.452 .222 .922
N of Valid Cases 33
6. Hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
personal hygiene *
kejadian kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
personal hygiene * kejadian kusta Crosstabulation
kejadian kusta
Total Kasus Kontrol
personal hygiene Tidak_memenuhi_syar
at
Count 9 7 16
Expected Count 5.3 10.7 16.0
% within personal
hygiene 56.2% 43.8% 100.0%
Memenuhi_syarat Count 2 15 17
Expected Count 5.7 11.3 17.0
% within personal
hygiene 11.8% 88.2% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within personal
hygiene 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.340a 1 .007
Continuity Correctionb 5.475 1 .019
Likelihood Ratio 7.765 1 .005
Fisher's Exact Test .010 .009
Linear-by-Linear
Association 7.118 1 .008
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .427 .007
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for personal
hygiene
(Tidak_memenuhi_syar
at / Memenuhi_syarat)
9.643 1.633 56.925
For cohort kejadian
kusta = Kasus 4.781 1.213 18.847
For cohort kejadian
kusta = Kontrol .496 .277 .887
N of Valid Cases 33
7. Hubungan antara kebiasaan mandi dengan kejadian kusta
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kebiasaan_mandi *
kejadian_kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
kebiasaan_mandi * kejadian_kusta Crosstabulation
kejadian_kusta
Total Kasus Kontrol
kebiasaan_man
di
Tidak memenuhi
syarat
Count 8 6 14
Expected Count 4.7 9.3 14.0
% within kebiasaan_mandi 57.1% 42.9% 100.0%
Memenuhi syarat Count 3 16 19
Expected Count 6.3 12.7 19.0
% within kebiasaan_mandi 15.8% 84.2% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within kebiasaan_mandi 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.203a 1 .013
Continuity Correctionb 4.482 1 .034
Likelihood Ratio 6.314 1 .012
Fisher's Exact Test .024 .017
Linear-by-Linear
Association 6.015 1 .014
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .398 .013
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
kebiasaan_mandi
(Tidak memenuhi
syarat / Memenuhi
syarat)
7.111 1.400 36.117
For cohort
kejadian_kusta = Kasus 3.619 1.165 11.239
For cohort
kejadian_kusta =
Kontrol
.509 .270 .961
N of Valid Cases 33
8. Hubungan antara kebiasaan meminjam handuk
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kebiasaan_meminjam_h
anduk * kejadian_kusta 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
kebiasaan_meminjam_handuk * kejadian_kusta Crosstabulation
kejadian_kusta
Total kasus kontrol
kebiasaan_meminjam_
handuk
Tidak memenuhi
syarat
Count 8 7 15
Expected Count 5.0 10.0 15.0
% within
kebiasaan_meminjam
_handuk
53.3% 46.7% 100.0%
Memenuhi syarat Count 3 15 18
Expected Count 6.0 12.0 18.0
% within
kebiasaan_meminjam
_handuk
16.7% 83.3% 100.0%
Total Count 11 22 33
Expected Count 11.0 22.0 33.0
% within
kebiasaan_meminjam
_handuk
33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.950a 1 .026
Continuity Correctionb 3.438 1 .064
Likelihood Ratio 5.062 1 .024
Fisher's Exact Test .061 .031
Linear-by-Linear
Association 4.800 1 .028
N of Valid Casesb 33
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Approx.
Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .361 .026
N of Valid Cases 33
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
kebiasaan_meminjam_handuk (Tidak
memenuhi syarat / Memenuhi syarat)
5.714 1.152 28.352
For cohort kejadian_kusta = kasus 3.200 1.027 9.969
For cohort kejadian_kusta = kontrol .560 .314 .999
N of Valid Cases 33
HASIL ANALISIS BIVARIAT
No. Faktor Risiko P-Value OR CI 95%
1. Kondisi Fisik Rumah 0,036 7,875 1,353-45,832
2. Jenis Lantai 0,014 7,875 1,353-45,832
3. Luas Ventilasi 0,026 6,500 1,127-37,484
4. Kelembaban 0,007 9,643 1,633-56,925
5. Kepadatan Hunian Rumah 0,006 9,067 1,724-47,675
6. Personal Hygiene 0,019 9,643 1,633-56,92
7. Kebiasaan Mandi 0,013 7,111 1,400-36,117
8. Kebiasaan Meminjam
Handuk
0,026 5,714 1,152-28,352
Lampiran 6
DOKUMENTASI
Gambar 1 Pengukuran ventilasi rumah
Gambar 2 Lantai Rumah yang terbuat dari tanah
Gambar 3 Lantai rumah yang retak
Gambar 4 rumah responden tampak depan
Gambar 5 Wawancara dengan responden
Lampiran 7
Lampiran 8