Post on 07-Feb-2020
PENYELESAIAN KASUS MUNASAKHAH DAN AHLI WARIS PENGGANTI
PERSPEKTIF FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
(Studi Putusan No. 684/Pdt.G/2018/PA.JP)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
MUHAMMAD SYAHRUL RAMDHANI
NIM : 11150440000110
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M
ABSTRAK
Muhammad Syahrul Ramdhani; NIM 11150440000110; PENYELESAIAN KASUS MUNASAKHAH DAN AHLI WARIS PENGGANTI PERSPEKTIF FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Putusan No. 684/Pdt.G/2018/PA.JP). Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019 Masehi / 1440 Hijriah.(xii halaman + 64 halaman + 33 halaman).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar-dasar norma hukum apa yang digunakan dalam penyelesaian kewarisan munasakhah, dan penyelesaian kewarisan ahli waris pengganti, serta pertimbangan hukum hakim pada penetapan ahli waris putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat..
Untuk menjawab permasalahan perselisihan tersebut, dilakukanlah penelitian ini dengan jenis penelitian kualitatif dan didukung oleh studi kepustakaan (library research). Pendekatan yang digunakan adalah normatif doktriner. Sumber-sumber data yaitu Putusan Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP, peraturan perundang-undangan, buku, artikel, jurnal, yang secara langsung maupun tidak langsung membicarakan persoalan yang diteliti. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan, sementara metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deduktif.
Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam Putusan Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP, hakim sudah tepat dan benar dalam memutus dan mengadili perkara munasakhah yaitu pada munasakhah tingkat kedua yakni memasukkan istri, suami, dan anak-anak menjadi ahli waris dari Bapak dan Ibu Pewaris (saudara-saudari sebapak pewaris) yang telah meninggal dunia, sebagaimana sudah sesuai dengan ketentuan dari fiqh Islam. Pada Putusan tahun 2018 ini, jika melihat dari ketentuan fiqh Islam, anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung pewaris seharusnya terhalang atau terhijab oleh saudara-saudari sebapak pewaris, dan seharusnya hakim tidak memasukkannya menjadi ahli waris dari pewaris yakni anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung pewaris yang sudah meninggal lebih duhulu. Tetapi pada Putusan tahun 2018 ini, hakim melakukan ijtihad hukum dalam memutus dan mengadili kasus ahli waris pengganti karena memasukkan anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung pewaris yang meninggal lebih dahulu, dasar hukumnya Pasal 185 dan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Kata kunci : Munasakhah, Ahli Waris Pengganti, Putusan Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP.
Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag.
Daftar Pustaka : 1981-2019
iv
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para tabi-tabi’in atau para sahabat dan orang-orang yang masih istiqomah pada ajarannya.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menyelesaikan pendidikannya.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk atau arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih banyak kepada yang terhormat :
1. Orang tuaku tercinta Bapak H. Jupri dan ( Almarhumah ) Ibu Hj. Liah serta Nenekku tercinta Hj. Amah terkasih, yang telah mencurahkan kasih sayang kepada penulis, tak henti-hentinya memberikan nasehat, dukungan atau support baik moril maupun materil yang tak terhingga, motivasi serta do’a-do’a yang tak pernah lelah dipanjatkan kepada-Mu untuk penulis, dan memberikan semangat kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi Strata 1 (S1) ini.
2. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc. M.A. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Mesraini,S.H., M.Ag., dan Bapak Ahmad Chairul Hadi, M.A. Ketua dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih sudah membantu mempermudah mahasiswa/i nya untuk berproses, semoga sehat wal afiat selalu aamiin.
5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Dosen Pembimbing yang sungguh luar biasa, terbaik, senantiasa ikhlas meluangkan waktunya untuk member arahan, dan koreksi. Terima kasih Ibu atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan kepada saya hingga terselesaikannya skirpsi ini, semoga sehat wal afiat selalu Ibu aamiin.
6. Bapak Dr. Moh. Ali Wafa, M.Ag., Dosen Penasihat Akademik yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran bagi penulis hingga terselesaikan skripsi ini.
v
7. Para Dosen Penguji Ibu Siti Hanna, M.A., Ibu. Dr. Mesraini, S.H., M.Ag., yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun.
8. Seluruh Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Khususnya dosen Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, serta Karyawan-karyawan, dan Staff Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas, yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Drs. H. Moch. Sukkri, S.H M.H, hakim dan panitera bapak-ibu Drs. Naim, S.H, Dra. Alia Al Hasna, M.H, Drs. H. Akar, S.H, Milhani Affani Istiqlal, S.H, Dra. Hj. Ernida Basry, M.H, Dra. Hj. Hafsah, S.H, Muhammad Iqbal Yunus, S.H.I M.H, beserta pihak-pihak terkait yang telah membantu memudahkan saya dalam menyelesaikan skripsi.
10. Kakak-kakakku yang tercinta Muhammad Mahdi Fajri, S.KM., Khoirun Nisa, S.KM., yang telah mencurahkan kasih sayang kepada penulis, tak henti-hentinya memberikan nasehat, dukungan atau support baik moril maupun materil yang tak terhingga, motivasi serta do’a-do’a yang tak pernah lelah dipanjatkan kepada-Mu untuk penulis, memberikan semangat kepada penulis hingga penulis. Dan Adik-adikku Muhammad Hafidz Al-Qodri, dan Lubna Talita Ufairah, serta seluruh keluarga besarku yang selalu mendo’akan dan member semangat kepada penulis dalam menimba ilmu untuk menyelesaikan studi Strata 1 (S1) ini.
11. Teman-teman seperjuangan di Hukum Keluarga angkatan 2015 / (C), Alumni MAN 11 JAKARTA 2015, Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi, Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga 2018, teman-teman pengabdian KKN Singgah 2018, dan teman-teman Dompet Dhuafa Ramadhan 2019. Serta semua teman-teman yang mau atau sedang menyusun skripsi, SEMANGATTT! Semoga dipermudah dan dilancarkan prosesnya oleh Allah Subhana Wa Ta’ala.
12. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan Terima kasih.
Hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala penulis berharap dan berdo’a agar beliau-beliau mendapat keberkahan dan balasan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sebaik-baik balasan. Aamiin… Sebagai akhir kata, penulis panjatkan do’a semoga skripsi ini bermanfaat terkhusus bagi penulis serta bagi para pembaca umumnya. Aamiin… Yaa Rabbal Alamin…..
Jakarta, 8 November 2019
M. SYAHRUL RAMDHANI
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin :
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ا
Tidak Dilambangkan
ب
B
Be
ت
T
Te
ث
Ts
Te dan es
ج
J
Je
ح
H
H dengan garis bawah
خ
Kh
Ka dan Ha
د
D
De
ذ
Dz
De dan zet
ر
R
Er
ز
Z
Zet
س
S
Es
vii
ش
Sy
Es dan Ye
ص
S
Es dengan garis bawah
ض
D
De dengan garis bawah
ط
T
Te dengan garis bawah
ظ
Z
Zet dengan garis bawah
ع
‘
Koma terbalik diatas hadap kanan
غ
Gh
Ge dan Ha
ف
F
Ef
ق
Q
Ki
ك
K
Ka
ل
L
El
م
M
Em
ن
N
En
و
W
We
ه
H
Ha
ء
‘
Apostrop
ى
Y
Ya
viii
b. Vokal Pendek dan Vokal Panjang
Vokal Pendek
Vokal Panjang
____ َ◌____ = a
<a = با
___\_____ = i
<i = بى
____ ُ◌____ = u
<u = بو
c. Diftong dan Kata Sandang
Diftong
Kata Sandang
ai = ا ى
al = ا ل
aw = ا و
al-sh = ا لش
-wa al = و ا ل
d. Tasydid (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah dan tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda Syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya; al-Syuf’ah, tidak ditulis asy-syuf’ah.
e. Ta Marbutah
Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbutah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbutah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
ix
Kata Arab
Alih Aksara
شر ىعة
Syari’ah
ا لشر ىعة ا ال سال مىة
Al- syari’ah al- islamiyyah
مقا ر نة ا لمذ ا ھب
Muqaranat al-madzahib
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kata nama tersebut berasal dari Bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nur al-Din al-Raniri.
Istilah keislaman (serapan): istilah keislaman ditulis dengan berpedoman kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:
No
Transliterasi Asal
Dalam KBBI
1
Al-Qur’an
Alquran
2
Al-Hadits
Hadis
3
Sunnah
Sunah
4
Nash
Nas
5
Tafsir
Tafsir
6
Fiqh
Fikih
Dan lain-lain (lihat KBBI)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………………………………...i
PENGESAHAN PENGUJI …………………………………………………………………….ii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………………………....iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………………………....iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………......v
PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………………………………....vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………....xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....…………………………………………………..1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ....………………………..4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….……………...………………………5 D. Tinjauan Terdahulu (Studi Review) ……..…………………………………..6 E. Metodelogi Penelitian ………………………………….…………………….8 F. Sistematika Penulisan ………………………………….……………………11
BAB II. KETENTUAN TENTANG MUNASAKHAH DAN AHLI WARIS PENGGANTI
A. Munasakhah dalam Fiqh …………………………………..………………...13 B. Penyelesaian Munasakhah ……………………………….………………….14 C. Ahli Waris Pengganti dalam Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam ……….......28 D. Penyelesaian Ahli Waris Pengganti ………………………………...……….32
BAB III. KASUS PERKARA NOMOR 684/Pdt.G/2018/PA.JP
A. Para Pihak Penggugat dan Tergugat ……………………………………….35 B. Kronologi Perkara …………………………………….................................36 C. Bagan Silsilah Waris ……………………………………………………….40
xi
D. Petitum Pemohon …………………………………………………………...42 E. Pertimbangan Hukum Hakim …………………………………………….....43 F. Amar putusan Hakim ………………………………………………….........50
BAB IV. PENYELESAIAN KASUS PUTUSANNOMOR 684/Pdt.G/2018/PA.JP
A. Penyelesaian Kasus Ahli Waris Pengganti Perspektif Kompilasi Hukum Islam ……………………………………………………………………………….52
B. Penyelesaian Kasus Ahli Waris Pengganti dan Kasus Munasakhah Perspektif Fiqh………………………………………......................................................55
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….60 B. Saran………………………………………………………………………....61
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………..62
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………...65
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, Pengadilan Agama merupakan suatu wadah bagi umat
Islam yang mencari keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan mampu
memberikan keputusan dari ketegangan ditengah-tengah masyarakat Islam,
Dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal
49, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah, dan ekonomi syariah.1
Hukum kewarisan Islam ialah hukum yang telah ditentukan nashnya
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai suatu aturan yang berhubungan
dengan harta, ia termasuk dalam rumpun ilmu hukum keluarga (ahwal al-
syakhsiyyah) karena berkaitan erat dengan hubungan kepersonaliaan dalam
keluarga, berbeda halnya dengan fiqh mu’amalah yang lebih berorientasi pada
usaha memperoleh dan mengembangkan harta, adapun ketentuan hukum waris
itu disebut sebagai ilmu faraid atau fiqh mawaris.2
Mawaris adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara pembagian
harta waris. Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta
peninggalan orang yang mati. Di dalam Islam, harta waris disebut juga tirkah
1 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2008)., Cet. 5, h. 12-13.
2 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996)., h. 71-82.
1
yang berarti peninggalan atau harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya. Di
kalangan tertentu, harta waris disebut juga harta pusaka.3
Sistem waris yaitu berpindahnya harta benda dan hak-hak material dari
pihak yang mewariskan setelah yang bersangkutan wafat kepada para
penerima warisan, dengan jalan pergantian yang didasarkan pada hukum
syara’. Terjadinya proses pewarisan ini, tentu setelah memenuhi hak-hak yang
terkait dengan harta peniggalan si mayit.
Islam mengatur ketentuan pembagian waris secara terinci agar tidak
terjadi perselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal orang yang hartanya
diwarisi. Agama Islam menghendaki prinsip adil dan keadilan. Ketentuan
tersebut tidak dapat berjalan baik, dan efektif tanpa ditunjang oleh tenaga-
tenaga ahli yang memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut
dengan baik.4
Masalah ahli waris pengganti juga telah lama menjadi perdebatan di
kalangan hakim, akademisi, dan praktisi. Bahkan dalam rapat kerja nasional
Mahkamah Agung tahun 2009 di Palembang ada sesi khusus yang membahas
masalah ini. Salah satu perdebatan yang selama ini muncul, apakah penentuan
ahli waris pengganti bersifat wajib (imperatif) atau pilihan (masih dapat
berubah).
Konsep ahli waris pengganti muncul belakangan, dan sering
dihubungkan dengan gagasan Hazairin. Gagasan itu kemudian diakomodir dan
tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 185 menyebutkan bahwa ahli
waris yang meninggal lebih dahulu dari pada pewaris, maka kedudukannya
3 Muhammad Muhibin, dkk, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)., h. 45.
4 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawarits, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995)., Cet. ke-2, h. 4.
2
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173
Kompilasi Hukum Islam.5
Dalam fiqh adanya ketentuan ahli waris munasakhah adalah
memindahkan bagian sebagian ahli waris kepada orang yang mewarisinya,
lantaran kematiannya sebelum pembagian harta peninggalan dilaksanakan.
Waris munasakhah terdiri dari beberapa unsur yakni; Pertama, harta pusaka si
mati belum dibagikan kepada ahli waris, menurut ketentuan pembagian harta
pusaka. Kedua, adanya kematian dari seorang ahli waris. Ketiga, Adanya
pemindahan bagian harta pusaka yang mati kemudian kepada ahli waris yang
lain atau kepada ahli warisnya yang semula belum menjadi ahli waris terhadap
orang yang mati pertama. Keempat, adanya pemindahan bagian ahli waris
yang telah mati kepada ahli warisnya harus dengan jalan mempusakai
(mewarisi).6
Salah satu masalah kewarisan yang ada di Indonesia adalah waris
munasakhah. Munasakhah ialah meninggalnya ahli waris sebelum pembagian
harta waris sehingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya yang lain.
Bila salah seorang ahli waris meninggal dunia, sedangkan ia belum menerima
hak warisnya karena belum dibagikan, hak warisnya berpindah ke ahli
warisnya.7
Dari uraian hal-hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk
membahasnya secara lebih mendalam dan menuangkannya dalam bentuk
skripsi dengan judul Penyelesaian Kasus Munasakhah dan Ahli Waris
Pengganti Perspektif Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan
Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP).
5 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50d3c22960a85/kedudukan-ahli-waris-pengganti-harus-jelas ,di akses pada 3 Agustus 2019.
6 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981)., Cet. Ke-2, h. 460. 7 Beni ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pusaka Setia, 2003)., h. 319-320.
3
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Dari latar belakang masalah diatas, timbul permasalahan yang
teridentifikasi sebagai berikut :
a. Apa dasar hukum hakim pada pembatalan putusan nomor
684/Pdt.G/2018/PA.JP?
b. Apa pertimbangan hukum hakim pada putusan nomor
684/Pdt.G/2018/PA.JP?
c. Bagaimana relevansi Kompilasi Hukum Islam dalam putusan
nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP?
d. Bagaimanakah hakim memandang permasalahan kasus waris
munasakhah dan ahli waris pengganti dari segi keadilan dan
kemasalahatan?
2. Pembatasan masalah
Dari pemaparan latar belakang masalah tentang waris diatas
kiranya cukup luas bahasannya, maka penulis fokus membatasi
permasalahan hanya pada masalah penyelesaian kasus munasakhah dan
ahli waris pengganti dalam putusan nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP,
sehingga masalahnya lebih fokus, jelas, dan terarah.
3. Perumusan masalah
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini berdasarkan identifikasi
masalah dan pembatasan masalah diatas maka dapat penulis simpulkan
perumusan masalah, yaitu:
a. Apa pertimbangan hukum hakim pada Putusan Nomor
684/Pdt.G/2018/PA.JP memberikan hak waris kepada anak laki-
laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris?
4
b. Bagaimana penyelesaian kasus munasakhah dan ahli waris
pengganti pada putusan nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP ditinjau
dari Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin tercapai oleh penulis dalam penelitian ini antara
lain, yakni:
a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim pada Putusan
Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP memberikan hak waris kepada anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris
b. Untuk menjelaskan penyelesaian kasus munasakhah dan ahli waris
pengganti pada putusan nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP ditinjau dari
Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam.
2. Manfaat Penelitian
Ada beberapa harapan manfaat dari penulis dalam peneltian ini :
a. Dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
b. Menambah dan memberikan khazanah keilmuan di bidang hukum
keluarga yaitu tentang waris, terkhusus untuk penulis dan bagi
masyarakat atau pembaca pada umumnya.
c. Sebagai suatu bahan informasi terkhusus untuk penulis dan pada
pembaca pada umumnya.
d. Mengetahui lebih jauh dan luas apa yang menjadi dasar
pertimbangan hukum hakim dalam memutus suatu perkara tentang
waris.
5
D. Tinjauan Terdahulu (Studi Review)
Ada beberapa jurnal dan skripsi yang mendekati bahasan yang penulis
teliti, kajian studi terdahulu antara lain :
1. Jurnal Supremasi Tahun 2016, Volume XI Nomor 2 tentang
Munasakhah dalam sistem kewarisan Islam, yang ditulis oleh
Muhammad Sudirman. Yang fokus penelitiannya pada; sistem
penyelesaian kasus munasakhah dalam kewarisan harus mempunyai
unsur-unsur dan bentuk-bentuk munasakah, terjadinya kasus-kasus
munasakah oleh karena adanya kematian dua kali dalam ahli waris
yang bakal menerima menerima warisan dari pewaris sebelum harta
tersebut dibagi-bagi pada kematian pertama pewaris, dan keuntungan
dari sistem munasakah ini adalah adanya bagian ahli waris kedua yang
semula ahli waris tersebut terhalang (mahjub hirman).8
2. Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah Jurusan
Ahwalus Syakhsiyah Tahun 2009 dengan judul Studi analisis putusan
Pengadilan Agama Demak Nomor 0829/Pdt.G/2007/PA.Dmk Tentang
Penetapan Orang Yang Meninggal Dunia Sebagai Ahli Waris, yang
ditulis oleh Fuji Ilmiyah. Yang fokus penelitiannya pada; majelis
hakim menetapkan salah satu dari ahli waris sudah meninggal dunia
sebagai ahli waris, dan anak dari ahli waris berhak untuk mendapatkan
bagian ayahnya tetapi dalam putusan tidak disebutkan ia sebagai ahli
waris pengganti.9
3. Jurnal Kajian Hukum Dan Keadilan IUS Universitas Mataram Tahun
2018, Volume VI tentang Between munasakhah and substitute her in
decision number : 0311/Pdt.G/ 2009/PA.Sel, yang ditulis oleh
Fathullah, Sugiyarno, dan Ita Surayya. Yang fokus penelitiannya pada;
8 Sudirman, Muhammad. ”Munasakhah Dalam Sistem Kewarisan Islam”. Jurnal Supremasi, Vol. XI Nomor 2, 10, (2016): 136.
9 Fuji Ilmiyah, ”Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Demak No: 0829/Pdt.G/2007/PA.Dmk Tentang Penetapan Orang Yang Meninggal Dunia Sebagai Ahli Waris.” Skripsi S1 Fakultas Syariah Jurusan Ahwalus Syakhsiyah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009.
6
majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara Nomor
0311/Pdt.G/ 2009/PA.Sel menggunakan konstruksi hukum Ahli Waris
Pengganti di dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
disebabkan karena ahli waris utamanya (anak-anak pewaris) telah
meninggal dunia semua sebelum harta warisan dibagi-bagikan, majelis
hakim menjadikan pasal 185 KHI sebagai suatu yang imperative dan
bukan pilihan, hakim tidak mempertimbangkan nilai kemanfaatan dan
mengabaikan takharuj yang terjadi antara ahli waris.10
4. Jurnal Mimbar Hukum: Aktualisasi Hukum Islam Tahun 1992 tentang
Informasi materi KHI, Mempositifkan abstraksi hukum Islam. Yang
ditulis oleh Yahya Harahap. Yang fokus penelitiannya pada;
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mempositifkan abstraksi hukum
Islam.11
5. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Hukum Keluarga, dengan judul Analisi Yuridis
Kewarisan Saudara Dalam Kasus Munasakhah (Studi Putusan MA
Nomor 30 PK/Ag/2013 yang ditulis oleh M. Fadillah Hakim. Yang
fokus penelitiannya pada; isteri mendapatkan ¼ sebab termasuk dalam
ahli waris yang telah ditentukan bagiannya dzawil furudh,
terhalangnya saudara laki-laki seayah dengan saudara laki-laki
sekandung mengikuti pemikiran Ahl al-Sunnah yaitu prinsip tarjih
biquatil qarabah dalam pembahasan ‘ashabah bi al-nafs, dan saudara
laki-laki seibu, keturunan saudara perempuan seibu (sebagai ahli waris
pengganti saudara perempuan seibu) bagiannya 2:1.12
6. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Hukum Keluarga, dengan judul Kewarisan Bertingkat
10 Sugiyarno, Fathullah. Dan Surayya, Ita. ”Antara Munasakhah Dan Ahli Waris Pengganti Pada Putusan Nomor: 0311/Pdt.G/ 2009/PA.Sel”, Kajian Hukum Dan Keadilan Jurnal IUS, Vol. VI, Nomor 1, 4, (2018): 124.
11 Harahap, Yahya. ”Aktualisasi Hukum Islam Tahun 1992 tentang Informasi materi KHI, Mempositifkan abstraksi hukum Islam”, Jurnal Mimbar Hukum.
12 M. Fadillah Hakim, “Analisi Yuridis Kewarisan Saudara Dalam Kasus Munasakhah (Studi Putusan MA Nomor 30 PK/Ag/2013).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
7
Sebagai Perkembangan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa
Kewarisan Di Indonesia (Analisis Putusan Nomor
1191/Pdt.G/2016/PA.JB yang ditulis oleh Nurdiana Ramadhan. Yang
fokus penelitiannya pada; penerapan teori maqashid as-syariah pada
putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat, dan dalam pembagian
harta warisnya hakim keliru tentang pembagian harta bersama dengan
waris munasakhah wasiat wajibah anak angkat.13
7. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Hukum Keluarga, dengan judul Disharmonisasi
Penetapan Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Tentang
Pembagian Waris (Sudi Analisis: Penetapan Waris Pengadilan Agama
Jakarta Barat No. 0446/Pdt.P/2015/PA.JB Dan Putusan Waris
Pengadilan Agama Jakarta Barat No. 0954/Pdt.G/2016/PA.JB). yang
ditulis oleh Hilda Hapsari. Yang fokus penelitiannya pada; pembatalan
putusan sebelumnya yakni penetapan No. 0446/Pdt.P/2015/PA.JB
yang ada dalam putusan No. 0954/Pdt.G/2016/PA.JB, dan majelis
hakim mempertimbangkan status agama salah satu ahli waris yang
seharusnya mendapatka harta waris.14
Sedangkan perbedaan dalam penelitian saya, yakni membahas
tentang kewarisan munasakhah dan ahli waris pengganti dari jalur
keturunan samping (anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
yang telah meninggal lebih dahulu dari pewaris) perspektif Fiqh dan
Kompilasi Hukum Islam, dasar hukum hakim pada putusan nomor
684/Pdt.G/2018/PA.JP, serta pertimbangan hukum hakim pada putusan
nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP.
13 Nurdiana Ramadhan, “Kewarisan Bertingkat Sebagai Perkembangan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Kewarisan Di Indonesia (Analisis Putusan Nomor 1191/Pdt.G/2016/PA.JB).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
14 Hilda Hapsari, “Disharmonisasi Penetapan Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Tentang Pembagian Waris (Sudi Analisis: Penetapan Waris Pengadilan Agama Jakarta Barat No. 0446/Pdt.P/2015/PA.JB Dan Putusan Waris Pengadilan Agama Jakarta Barat No. 0954/Pdt.G/2016/PA.JB).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
8
E. Metode Penelitian
Dalam memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman
penelitian yakni metodologi penelitian. Maksud dari metodelogi penelitian
ialah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama
untuk mencapai suatu tujuan.15
Penelitian merupakan suatu kegiatan terencana, yang dilakukan dengan
metode imiah.16 Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai suatu upaya
pencarian yang tidak hanya sekedar pengamatan dengan teliti terhadap suatu
obyek yang terlihat kasat mata.17
1. Jenis Penelitian
Setelah penulis melihat data yang dibutuhkan dalam judul skripsi
ini, maka termasuk jenis penelitian kualitatif. Kualitatif berasal dari
konsep kualitas atau mutu, kualitatif yaitu upaya menemukan kebernaran
dalam wilayah-wilayah konsep mutu.18
Kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain yang menghasilkan
data deskripsi berupa kata-kata tertulis.19
2. Pendekatan Penelitian
15 Cholid Narboko, dan Abu Achmadi, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka, 1997)., h. 1.
16 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Prkatek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991)., h. 2.
17 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003)., h. 27-28.
18 Ipah Parihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta Press)., Cet Ke-1, h. 37.
19 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013)., Cet Ke-31, h. 4.
9
Penulis juga menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif.
Atau bisa disebut dengan penelitian hukum kepustakaan yang berarti
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder belaka.20 Penelitian hukum normatif pada skripsi ini ialah
penelitian hukum normatif tertulis yaitu metode penelitian hukum terhadap
aturan hukum yang tertulis. Selanjutnya, penelitian hukum normatif
tertulis pada skripsi ini berupa sinkronasi hukum, yakni penelitian untuk
meneliti bagaimana hukum positif tertulis yang ada dalam peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia sesuai dan tidak saling
bertentangan baik secara vertical (hierarki) maupun secara horizontal.21
3. Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Penulis menyusun
penelitian berdasarkan sumber data yang terbagi ke dalam tiga macam,
yakni sumber data utama atau primer, dan sumber data tambahan atau
sekunder antara lain :
a. Sumber Data Primer
Sumber data utama atau primer dari penelitian ini ialah
Kompilasi Hukum Islam dan buku fiqh.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data tambahan atau sekunder dari penelitian ini adalah
peraturan perundang undangan, putusan, buku, artikel, jurnal dan
tulisan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi
pokok bahasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu pada umumnya
data tambahan atau sekunder dalam keadaan siap terbuat, dan dapat
20 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Hukum singkat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003)., Cet Ke-7, h. 13-14.
21 Fahmi Muhammad Ahmadi, dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)., Cet Ke-1, h. 38.
10
dipergunakan dengan segera serta salah satu ciri data sekunder ini
tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.22
c. Sumber Data Tersier
Sumber data tersier dalam penulisan skripsi ini yaitu bahan
kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam skripsi
ini yakni studi kepustakaan (library research) yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang
undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.
Data yang peneliti gunakan dan dapatkan berupa putusan
Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang waris nomor
684/Pdt.G/2018/PA.JP.
5. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data pembahasan, penulis menggunakan
analisis kualitatif dan dijelaskan secara deskriptif.
6. Metode Penulisan
Dalam metode penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
F. Rancangan Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan penjelasan tentang bagian-bagian
yang akan ditulis dalam penelitian ini secara sistematis. Secara garis besar
skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang saling berkaitan. Untuk
22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986)., h. 11.
11
memudahkan arah dan gambaran pembahasan dalam skripsi ini. Antara
lain sebagai berikut :
BAB 1, merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan terdahulu (studi review),
metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II, merupakan bab ketentuan tentang munasakhah dan ahli
waris pengganti yaitu munasakhah dalam fiqh, penyelesaian munasakhah,
ahli waris pengganti dalam fiqh dan Kompilasi Hukum Islam, serta
penyelesaian ahli waris pengganti.
BAB III, merupakan bab yang membahas tentang putusan perkara
nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP yang tediri dari; para pihak penggugat dan
tergugat, kronologi perkara, bagan silsilah waris, tuntutan (petitum)
penggugat, pertimbangan hukum hakim, dan amar putusan hakim.
BAB IV, merupakan bab utama atau inti dalam skripsi ini yaitu
penyelesaian kasus perkara nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP yakni
penyelesaian kasus perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI),
penyelesaian kasus perspektif Fiqh.
BAB V, merupakan bab terakhir dalam penelitian ini, yaitu bab
penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran yang bersifat membangun
bagi penyempurnaan penelitian ini.
12
BAB II
KETENTUAN TENTANG MUNASAKHAH
DAN AHLI WARIS PENGGANTI
A. Munasakhah Dalam Fiqh
Munasakhah secara bahasa berasal dari kata نسخ (nasakha) ialah
menghapus, memindahkan, atau mengalihkan. Jadi munasakhah adalah
penghapusan, pemindahan, atau pengalihan sesuatu dari seorang kepada orang
lain.P0F
1P Munasakhah secara istilah ilmu mawaris merupakan kematian seseorang
yang sebelum harta warisannya dibagi, kemudian terjadi lagi kematian
seorang atau beberapa ahli waris yang berhak mewarisnya, sehingga terjadi
pemindahan bagian sebagian ahli waris tersebut kepada ahli warisnya lantaran
dia meninggal dunia sebelum dilaksanakan pembagian harta warisan yang
meninggal terdahulu.P1F
2P
Dalam fiqh adanya ketentuan ahli waris munaskhah adalah
memindahkan bagian sebagian ahli waris kepada orang yang mewarisinya,
lantaran kematiannya sebelum pembagian harta peninggalan dilaksanakan.
Waris munasakhah terdiri dari beberapa unsur yakni; Pertama, harta pusaka si
mati belum dibagikan kepada ahli waris, menurut ketentuan pembagian harta
pusaka. Kedua, adanya kematian dari seorang ahli waris. Ketiga, Adanya
pemindahan bagian harta pusaka yang mati kemudian kepada ahli waris yang
lain atau kepada ahli warisnya yang semula belum menjadi ahli waris terhadap
orang yang mati pertama. Keempat, adanya pemindahan bagian ahli waris
1 Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum Islam Dan Implementasinya Pada Pengadilann Agama, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016)., Cet ke-2, h. 111-112.
2 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: CV Pusaka Setia, 2003)., h. 320.
13
yang telah mati kepada ahli warisnya harus dengan jalan mempusakai
(mewarisi).3
Salah satu masalah kewarisan yang ada di Indonesia adalah waris
munasakhah. Munasakhah ialah meninggalnya ahli waris sebelum pembagian
harta waris sehingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya yang lain.
Bila salah seorang ahli waris meninggal dunia, sedangkan ia belum menerima
hak warisnya karena belum dibagikan, hak warisnya berpindah ke ahli
warisnya.4
B. Penyelesaian Munasakhah
Berdasarkan dengan hal tersebut diatas, maka munasakhah mempunyai
dua bentuk, yakni Pertama, Ahli waris yang akan menerima pemindahan
bagian warisan dari orang yang meninggal belakangan, adalah termasuk ahli
waris yang meninggal terdahulu. Kedua, Ahli waris yang akan menerima
pemindahan bagian warisan dari orang yang meninggal belakangan, bukan
ahli waris dari orang yang meninggal terdahulu.
Munasakhah bentuk pertama, diatas tidak sulit pembagian dan
penyelesaiannya, karena tidak perlu diadakan pembagian warisan secara
berganda atau dua tahap. Cukup dengan membagi saja harta warisan dari
orang yang meninggal terdahulu kepada ahli warisnya yang ada, dengan
menganggap bahwa si mati yang belakangan tidak hidup pada saat kematian
pewaris terdahulu.5
Misalnya contoh pembagian dan penyelesaian munasakhah dalam
bentuk pertama diatas: seorang bapak meninggal (pewaris), dengan
meninggalkan 7 ahli waris; 5 orang anak laki-laki bernama (Adam, Sholeh,
Ibrahim, Ismail, dan Yusuf) serta 2 orang anak perempuan bernama (Ani dan
Uni), pewaris meniggalkan harta warisan/peninggalan sejumlah Rp.
3 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981)., Cet. Ke-2, h. 460. 4 Saebani, Fiqh Mawaris, h. 319-320. 5 Salihima, Perkembangan Pemikiran, h. 112.
14
200.000.000,-. Sebelum harta warisan dibagi, salah seorang dari anak laki-laki
yang bernama Sholeh secara mendadak meninggal dunia dan tidak
meninggalkan ahli waris selain dari saudara-saudaranya yang 6 orang yakni 4
orang laki-laki bernama (Adam, Ibrahim, Ismail, dan Yusuf) serta 2 orang
perempuan bernama Ani dan Eni.
Dengan demikian, cukup satu kali saja pembagian warisan yakni
langsung diberikan kepada ahli waris yang ada, yaitu kepada 4 orang anak
laki-laki bernama (Adam, Ibrahim, Ismail, dan Yusuf) serta 2 orang anak
perempuan bernama Ani dan Eni yang berkedudukan sebagai Ashabah bi al-
gairi, yang menurut ketentuan perbandingan 2: 2: 2: 2: 1: 1 dengan jumlah
perbandingan = 10. Sementara harta warisan/peninggalan sejumlah Rp.
200.000.000,- sehingga bagian masing-masing ahli waris 1 anak laki-laki
mendapat 2/20 x Rp. 200.000.000 = Rp. 40.000.000. Dan 1 anak perempuan
mendapat 1/20 x Rp. 200.000.000 = 20.000.000. yang uraian nya sebagai
berikut dibawah ini :
1. Empat (4) anak laki-laki mendapat; 4 x Rp. 40.000.000. = Rp.
160.000.000.
2. Dua (2) anak permpuan mendapat; 2 x Rp. 20.000.000. = Rp.
40.000.000.
3. Jumlah keseluruhan harta warisan/peninggalan = Rp. 200.000.000.
Munasakhah dalam bentuk kedua diatas, cara pembagian dan
penyelesaiannya melalui dua tahap yakni :6
1. Harta warisan/peninggalan dari orang yang meninggal pertama
dibagikan kepada ahli warisnya, termasuk ahli warisnya yang
meninggal kedua dengan anggapan bahwa ia masih hidup pada waktu
meninggalnya pewaris pertama.
2. Harta warisan/peninggalan yang diperoleh orang yang meninggal
kedua dari orang yang meninggal pertama, dibagikan kepada ahli
6 Salihima, Perkembangan Pemikiran, h. 112-113.
15
warisnya sesuai status masing-masing ahli waris dari orang meninggal
kedua.7
Misalnya contoh pembagian dan penyelesaian munasakhah dalam
bentuk kedua tahap pertama dan kedua diatas yakni: Seorang bapak meninggal
dunia dengan meninggalkan ahli waris; istri bernama (Umi), 2 orang anak
laki-laki bernama (Upin dan Ipin), serta seorang cucu laki-laki bernama
(Jarjit), dan harta warisan/peninggalan sejumlah Rp. 800.000.000,-. Sebelum
harta warisan/peninggalan dibagi, tiba-tiba Upin meninggal dunia.
1. Penyelesaian dan pembagian bentuk munasakhah kedua tahap pertama
yaitu seperti dibawah ini :
a. Istri bernama (Umi) mendapat 1/8 x Rp. 800.000.000. = Rp.
100.000.000,-.
b. Upin dan Ipin mendapat Ashabah 7/8 x Rp. 800.000.000. = Rp.
700.000.000,-.
c. Cucu laki-laki bernama (Jarjit) bukan ahli waris karena mahjub
/ terhijab.
d. Jumlah keseluruhan harta warisan/peninggalan = Rp.
800.000.000-,.
3. Penyelesaian dan pembagian bentuk munasakhah kedua tahap kedua
yakni sebagai berikut :
a. Istri (Umi) mendapat 1/6 x Rp. 350.000.000 = Rp. 58.333.333,
b. Cucu laki (Jarjit) mendapat Ashabah = 5/6 x Rp. 350.000.000.
= Rp. 291.666.667,-.
c. Jumlah keseluruhan harta warisan/peninggalan pewaris Upin =
Rp. 350.000.000,-.
Dalam bukunya Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yang
berjudul “Fiqh Mawaris” tahun 2001. Apabila ahli waris yang kedua tidak
diwarisi oleh selain dari ahli waris yang masih tinggal dari ahli waris yang
7 Salihima, Perkembangan Pemikiran, h. 113.
16
pertama dan pusaka mereka darinya dengan jalan ta’shib, sama dengan
pusaka mereka dari yang pertama, dipandanglah seolah-olah tidak ada, dan
dibagilah lima orang saudara lelaki bukan seibu, meninggal salah seorang
mereka dengan meninggalkan saudara-saudara yang lain.
Demikian pula apabila ada di dalam ahli waris yang pertama,
seorang shahib faradl, dan dia tidak mendapat dari yang kedua, seperti
suami dan dua anak lelaki bukan dari suami itu, yang meninggal salah
seorangnya dengan meninggalkan yang seorang lagi, umpamanya seorang
isteri meninggal dengan meninggalkan suami dan seorang anak dari suami
yang lain, maka untuk suami seperempat (1/4), untuk anak lelaki yang
masih hidup sisa harta, jikalau kedua anak masih hidup.
Andaikata kedua anak dari suami itu, tentulah anak yang masih
hidup tidak mendapat pusaka dari saudara itu, karena saudaranya itu
dihalang oleh ayahnya.8
Dan apabila pusaka dari orang yang kedua tidak terbatas pada ahli
waris yang masih tinggal dari yang pertama, atau terbatas tetapi berbeda
kadar penerimaan dari yang pertama dan yang kedua, maka hendaklah
ditashihkan masalah pertama, kemudian masalah yang kedua, kemudian
diambillah saham-saham yang kedua dari masalah yang pertama, lalu
dikemukakan pada masalahnya sendiri.
Jika mudah terbagi, maka tidak perlu lagi kepada usaha yang
seperti seorang meninggal dengan meninggalkan; dua ibu bapak dan
suami, kemudian suami itu meninggal dengan meninggalkan anak lelaki
dan anak perempuan. Masalah pertama adalah enam (6). Untuk suami
setengah (1/2) harta, yaitu tiga (3) saham, untuk ibu sepertiga (1/3) harta,
yaitu satu saham, untuk ayah dua pertiga (2/3) dari sisa harta, yaitu dua
saham (ini, adalah salah satu masalah Gharawain). Masalah yang kedua,
8 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqh Mawaris, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001)., Cet. ke-3, h. 198
17
asalnya tiga dan bagian-bagiannya dibagi kepada anak. Dua bagian untuk
anak lelaki dan satu baguian untuk anak perempuan.
Dan apabila bagian-bagian yang kedua dari masalah yang pertama
tidak terbagi atas masalahnya sendiri, maka haruslah dilihat antara saham-
sahamnya dari masalah pertama dan masalahnya sendiri dengan jalan
tawafuq dan tabayun saja. Jika ada tawafuq dikalikanlah wifiq masalahnya
kepada semua jumlah masalah yang pertama. Jika terdapat tabayun,
dikalikanlah semua masalah kepada masalah yang pertama, jika kedua
masalah itu sah dari hasil jumlah pengalian itu. Maka wairs yang
mempunyai bagian dari masalah yang pertama, dia mengambil yang sudah
dikalikan, yaitu wifiq kedua di waktu tabayun.
Dan orang yang mempunyai satu bagian dair masalah yang kedua,
ambillah bagiannya yang sudah dikalikan kepada wifiqb bagian
muwarisnya dari masalah pertama di waktu tawafuq atau kepada seluruh
bagian muwarisnya di waktu tabayun.9
Umpamanya seorang meninggal dengan meninggalkan: Ibu,
Bapak, dan Suami. Kemudian si Suami itu meninggal dengan
meninggalkan: enam Paman atau tiga Paman dan Isteri. Yakni seorang
Isteri meninggal dengan meninggalkan Ibu, Bapak, dan Suami.
Kemudian Suami ini meninggal dengan meninggalkan: enam orang
Paman. Masalah pertama, enam. Untuk suami setengan (1/2), yaitu tiga.
Untuk Ibu sepertiga dari sisa harta, yaitu satu, untuk Ayah dua pertiga
(2/3) sisa harta yaitu dua. Dan masalah yang kedua asalnya enam.
Bilangan orang dan saham yang meninggal yang kedua, tidak dapat
dibagi, tetapi ada tawafuq, karenanya diambillah wifiq orang yang
menerima pusaka (paman), yaitu; dua dikalikan kepada masalah pertama
lalu hasilnya dua belas dan sahlah kedua masalah dua belas itu. Orang
9 Teungku, Fiqh Mawaris, h. 199.
18
yang mendapat bagian dari masalah pertama mengambil bagiannya dengan
dikalikan kepada wifiq yang kedua, yaitu dua. Dan orang yang mempunyai
bagian pada masalah kedua dia mengambilnya dengan dikalikan kepada
wifiq pada saham-saham muwarisnya, satu. Maka untuk Ayah, 2 x 2 = 4.
Untuk Ibu 1 x 2 = 2. Untuk paman 6 x 1 = 6. Masing-masingnya mendapat
satu bagian. Jumlah semuanya dua belas.10
Dalam kutipan buku Abu Ihsan al-Atsari, Panduan Praktis Hukum
Waris (Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih). Terjemahan
kitab Tashiilul Faraaidh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Para pakar
ilmu faraidh berkata, “Jika ahli waris berupa satu kelompok yang sejenis,
maka sebaiknya mereka diletakkan dalam sebuah kotak dan masing-
masing diberi nomor sesuai dengan jumlah mereka. Lalu di sebelahnya
diletakkan kotak-kotak yang berisikan bagian yang didapati oleh masing-
masing ahli waris. Fungsinya agar tabel tidak terlalu memanjang ke
bawah. Terkecuali jika perlu menuliskan kotak khusus untuk masing-
masing ahli waris. Contohnya, jika salah seorang ahli waris sudah
meninggal, sementara kita perlu mngetahui bagian yang sudah ia peroleh,
sehingga kita dapat membagikan bagian tersebut kepada ahli warisnya.
Atau salah seorang mayit mempunyai ahli waris yang khusus dengannya,
sehingga kita perlu menyisihkan bagian tersebut dalam suatu kotak
tersendiri agar dapat dibedakan.
Sebagaimana yang telah lalu, jelaslah bagi Anda bahwa kita
meletakan di atas masalah mayit pertama seluruh masalah mayit kedua.
Adapun asal masalah kedua, maka kita letakkan hasil dari pembagian
antara bagian mayit dari asal masalah pertama atas asal masalah kedua.11
Pada masalah-masalah munaasakhaat terdapat peringkasan pada
sebelum dan sesudah proses perhitungan. Adapun peringkasan sebelum
10 Teungku, Fiqh Mawaris, h. 200. 11 Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Tashiilul Faraaidh, (Daar Ibnil Jauzi, 2003)., Cet
ke-1. Penerjemah Abu Ihsan al-Atsari, Panduan Praktis Hukum Waris (Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih), (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015),. Cet ke-7, h. 195-196.
19
proses perhitung telah berlalu sebagaimana yang tercantum pada keadaan
pertama. (Yakni seluruh ahli waris mayit kedua adalah ahli waris mayit
pertama tanpa ada perbedaan posisi).
Adapun peringkasan setelah proses perhitungan, maka hal itu
dimungkinkan apabila bagian ahli waris dan asal masalah jaami’ah
bertemu di sebuah bilangan bagaina seperti 1/3 dan sejenisnya. Dengan
demikian asal masalah jaami’ah dan bagian yang diperoleh masing-
masing ahli waris dikembalikan kepada bilangan bagian mana bagian ahli
waris dan asal masalah jaami’ah tadi bertemu padanya.12
Dalam buku “Hukum Waris” karya Addys Aldizar dan
Fathurrahman (Kuwais Media Kresindo) tahun 2004 Terjemahan Kitab
“Ahkamul Mawarits Fii Fiqhil Islami” karya Komite Fakultas Syariah
Universitas Al-Azhar Mesir tahun 2001. Menurut buku tersebut ada tiga
(3) keadaan yang mungkin dihadapi dalam kasus munasakhah, sebagai
berikut dibawah ini :
1. Keadaan Pertama
Ahli waris mayit kedua adalah ahli waris yang mewarisi harta
dari mayit pertama juga. Dalam keadaan ini, masalahnya tidak berubah
dan tidak berganti ahli warisnya.13
a. Contoh ke-1; Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris, 5 anak
laki-laki. Kemudian, salah seorang dari kelima anak itu wafat dan
tidak ada yang dapat mewarisi selain mereka. Dalam keadaan ini,
seluruh harta waris dibagikan untuk 4 orang anak laki-laki yang
masih hidup.
b. Contoh ke-2; Seorang wafat, meninggalkan ahli waris, 3 saudara
perempuan kandung. Kemudian, salah seorang dari mereka
12 Al-Atsari, Panduan Praktis, h. 196. 13 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul Mawaris fil-Fiqhil-
Islami. Penerjemah Addys Aldizar, dan Fathurrahman, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004). Cet. Ke-1.h. 420.
20
meninggal dan tidak ada ahli waris yang lain, kecuali dua orang
saudara perempuan kandungnya. Untuk kasus ini, hukumnya sama
dengan contoh ke-1 sebelumnya.
2. Keadaan Kedua
Ahli waris mayit kedua adalah orang yang mewarisi harta dari
mayit pertama, namun nasab mereka kepada si mayit kedua berbeda.
Misalnya, seorang laki-laki memiliki dua istri. Dari istri pertama, ia
mempunyai seorang anak laki-laki, dan dari istri kedua, ia mempunyai
3 orang anak perempuan. Laki-laki itu wafat, meninggalkan ahli waris
dua orang isteri bersama anak-anaknya. Kemudian, salah satu anak
perempuan si mayit meninggal sebelum warisan dibagikan. Dalam
keadaan ini, ahli waris anak perempuan yang meninggal sama dengan
ahli waris bapaknya, namun hubungan anak laki-laki terhadap si mayit
menjadi 2 saudara perempuan kandung. Larena itu, pembagian harta
waris pun berubah. Jika warisan pertama sebesar 360 hektare tanah,
penyelesaian masalahnya sebagai berikut :
a. Penyelesaian Pertama; Pembagian harta waris sebelum kematian
anak perempuan.14
Ahli waris 2 istri Anak laki-laki 3 anak
perempuan
Dasar
pembagian
1/6 Sisa/’Ashabah Sisa/’Ashabah
Asal masalah; 8
Bagian ahli
waris
1 7/8 7/8
Asal masalah di-tash-hih menjadi 40
14 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 421.
21
Bagian ahli
waris setelah
di-tash-hih
5
35, anak laki-
laki
mendapatkan
14, anak
perempuan
mendapatkan 7
35, anak laki-
laki
mendapatkan
14, anak
perempuan
mendapatkan 7
Kadar satu bagian = 360 hektare : 40 = 9 hektare.
Secara sederhana kadar bagian dan hitungan harta waris
yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut ini;
Ahli waris Kadar bagian & hitungan
Dua (2) istri 5 x 9 hektare = 45 hektare
Satu (1) anak laki-laki 14 x 9 hektare = 126 hektare
Tiga (3) anak perempuan 21 x 9 hektare = 189 hektare
Jumlah keseluruhan 45 + 126 + 189 = 360 hektare
b. Penyelesaian Kedua; Pembagian harta waris, seorang anak
perempuan yang meninggal.15
Ahli waris
Saudara laki-laki
sebapak
2 saudara
perempuan kandung
Dasar pembagian Sisa/’Ashabah 2/3
Bagian ahli waris 1 2
Kadar satu bagian = 63 hektare : 3 = 21 hektare
Secara sederhana kadar bagian dan hitungan harta waris
yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut ini;
15 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 422.
22
Ahli waris Kadar bagian & hitungan
Satu (1) saudara sebapak (anak
laki-laki)
1 x 21 hektare = 21 hektare
Dua (2) saudara perempuan
kandung
2 x 21 = 42 hektare
Jumlah keseluruhan 21 42 = 63 hektare
Dengan demikian, anak laki-laki mendapatkan warisan dari
bapak sebesar 126 hektare dan warisan dari saudara perempuan
sebapak sebesar 21 hektare. Dengan demikian, jumlah harta waris
yang dia dapatkan adalah 147 hektare. Sementara itu, satu anak
perempuan mendapatkan 63 hektare dari warisan bapaknya
ditambah 21 hektare dari warisan saudara perempuannya. Dengan
demikian, jumlah harta waris yang diterima setiap anak perempuan
adalah 83 hektare.
3. Keadaan Ketiga
Ahli waris mayit kedua bukan ahli waris mayit pertama atau
sebagian dari ahli waris mayit kedua adalah ahli waris mayit pertama dan
mayit kedua. Dalam kondisi ini, pembagian warisan harus dilakukan
secara terpisah, artinya warisan mayit pertama dibagikan terlebih dahulu
kepada ahli warisnya, setelah itu, warisan mayit kedua dibagikan kepada
ahli warisnya, sesuai kaidah terdahulu.16
a. Contoh ke-1; Seorang perempuan wafat, meninggalkan ahli waris:
suami, saudara perempuan ibu, dan paman kandung dari pihak
bapak. Harta waris yang ditinggalkan sebesar 60.000 riyal (Rp.
133.800.000,00). Tidak lama kemudian, suami meninggal sebelum
pembagian warisan dilakukan. Si suami meninggalkan ahli waris
anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, dan
bapak.
16 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 422-423.
23
1) Penyelesaian Pertama; Ahli waris dan pembagian warisan
sebelum suami si mayit wafat.17
Ahli waris
Suami
Saudara
perempuan
seibu
Paman
kandung
Dasar
pembagian
½ 1/6 Sisa/’Ashabah
Asal masalah; 6
Bagian ahli
waris
3 1 2
Kadar satu bagian = 60.000 riyal : 6 = 10.000 riyal
Secara sederhana kadar bagian dan hitungan harta waris
yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut ini;
Ahli waris Kadar bagian & hitungan
Suami
3 x 10.000 riyal = 30.000 riyal
(Rp. 66.900.000,00)
Saudara perempuan seibu
1 x x 10.000 riyal = 10.000
riyal
(Rp. 22.300.000,00)
Paman sekandung
2 x 10.000 riyal = 20.000 riyal
(Rp. 44.600.000,00)
Jumlah keseluruhan
30.000 + 10.000 + 20.000 =
60.000 riyal (atau)
66.900.000,00 +
22.300.000,00 +
44.600.000,00 = Rp.
133.800.000,00
17 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 423.
24
2) Penyelesaian Kedua; Ahli waris dan pembagian warisan suami
si mayit yang meninggal.18
Ahli waris
Anak
perempuan
Cucu
perempuan
Bapak
Ibu
Dasar
pembagian
½
1/6
1/6
1/6
Asal masalah; 6
Bagian ahli
waris
3
1
1
1
Kadar satu bagian = 30.000 : 6 = 5.000 riyal
Secara sederhana kadar bagian dan hitungan harta waris
yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut ini;
Ahli waris Kadar bagian & hitungan
Anak perempuan
3 x 5.000 riyal = 15.000 riyal
(Rp. 33.450.000,00)
Cucu perempuan dari anak
laki-laki
1 x 5.000 riyal = 5.000 riyal
(Rp. 11.150.000,00)
Bapak
1 x 5.000 riyal = 5.000 riyal
(Rp. 11.150.000,00)
Ibu
1 x 5.000 riyal = 5.000 riyal
(Rp. 11.150.000,00)
Jumlah keseluruhan
15.000 + 5.000 + 5.000 +
5.000 = 30.000 riyal (atau)
33.450.000,00 +
11.150.000,00 +
11.150.000,00 +
11.150.000,00 = Rp.
18 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, 423-424.
25
66.900.000,00
b. Contoh ke-2; Seseorang wanita wafat, meninggalkan ahli waris:
ibu, suami, anak laki-laki, dan anak dari suaminya. Si mayit
meninggalkan 432 hektare tanah. Sebelum pembagian warisan,
anak laki-laki meninggal dan meninggalkan ahli waris , mereka
yang telah disebutkan di atas, istri, dan anak laki-lakinya.
1) Penyelesaian Pertama; Ahli waris dan pembagian warisan
sebelum anak laki-laki meninggal.19
Ahli waris
Ibu
Suami
Anak laki-laki
dari anak
perempuan
Dasar
pembagian
1/6
¼
Sisa/’Ashabah
Asal masalah; 12
Bagian ahli
waris
2
3
7
Karena hasil pembagian 7 dengan 3 tidak genap, maka asal
masalahnya di-tash-hih menjadi 36
Bagian
setelah di-
tash-hih
6
9
12
Untuk anak
laki-laki 14 dan
anak perempuan
7
Kadar satu bagian = 432 hekatare : 36 = 12 hektare
Secara sederhana kadar bagian dan hitungan harta waris
yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut ini;
Ahli waris Kadar bagian & hitungan
19 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 424-425.
26
Ibu 6 hektare x 12 = 72 hektare
Suami 9 hektare x 12 = 108 hektare
Anak laki-laki 14 hektare x 12 = 168 hektare
Anak perempuan 7 hektare x 12 = 84 hektare
Jumlah keseluruhan 72 + 108 + 168 + 84 = 432
hektare
2) Penyelesaian Kedua; Ahli waris dan pembagian warisan anak
laki-laki yang meninggal.20
Ahli waris
Nene
k
Bapa
k
Saudara
perempua
n kandung
Istr
i
Anak laki-
laki
Dasar
pembagia
n
1/6
1/6
Mahjub
1/6
Sisa/’Ashaba
h
Asal masalah; 24 dan warisan yang dibagikan 168 hektare
Bagian
ahli waris
4
4
XX
3
13
Kadar satu bagian = 168 : 24 = 7 hektare
Secara sederhana kadar bagian dan hitungan harta waris
yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut ini;
Ahli waris Kadar bagian & hitungan
Nenek 4 x 7 hektare = 28 hektare
Bapak 4 x 7 hektare = 28 hektare
Istri 3 x 7 hektare = 21 hektare
20 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 425.
27
Anak laki-laki 13 x 7 hektare = 91 hektare
Jumlah keseluruhan 28 + 28 + 21 + 91 = 168
hektare
Dengan demikian, ibu mendapatkan warisan dari anak
perempuannya (mayit pertama, tanah seluas 72 hektare dan dari
cucunya (anak laki-laki yang meninggal atau mayit kedua), tanah
seluas 28 hektare. Dengan demikian jumlah harta waris yang
diterimanya adalah 100 hektare.
Sementara itu, suami mendapatkan warisan dari istrinya,
tanah seluas 108 hektare dan dari anaknya tanah seluas 28 hektare.
Dengan demikian, jumlah harta wairs yang diterimanya adalah 136
hektare.
Berbeda dengan dua ahli waris sebelumnya, anak
perempuan mendapatkan warisan tanah seluas 84 hektare, hanya
dari ibunya (mayit pertama). Namun, sebagai saudara perempuan
kandung mayit kedua, ia tidak mendapatkan warisan, karena
terhalang oleh anak si mayit.21
C. Ahli Waris Pengganti Dalam Fiqh Dan Kompilasi Hukum Islam
Menurut Sayid Sabiq, bahwa salah satu syarat adanya pewarisan
ialah “hayaatul waaritsi ba’da mautil muwarits walau hukman” artinya
hidupnya ahli waris ketika pewaris meninggal dunia, walaupun hidupnya
secara hukum. Adapun 2 syarat yang lain adalah matinya pewaris dan
tidak ada penghalang menurut hukum untuk menerima warisan.22
Dalam buku yang berjudul Ahli Waris Sepertalian Darah karya dari
Al Yasa Abu Bakar tahun 1998, ahli waris pengganti adalah orang-orang
yang hubungannya dengan pewaris diselingi oleh ahli waris, tetapi telah
meninggal terlebih dahulu dari pewaris. Sebab, sekiranya ahli waris itu
21 Aldizar, Addys, dan Fathurrahman, Hukum Waris, h. 426. 22 Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut: Dar Kitab al-Arabi, 1971)., Jilid III, h. 607.
28
masih hidup tentu kehadiran ahli waris pengganti tidak perlu
diperhitungkan.
Contohnya sebagai berikut; Hubungan Kakek dan Cucu, diselingin
oleh Anak. Cucu akan menjadi ahli waris pengganti apabila Anak telah
meninggal terlebih dahulu dari pada Kakek. Sekiranya Anak masih hidup
maka Cucu tidak akan menjadi ahli waris. Saudara tidak akan menjadi ahli
waris pengganti bagi Ayah, karena dia merupakan ahli waris langsung.
Menurut Ismuha, Penggantian mencakup orang-orang yang karena
perurutan menjadi berhak setelah orang-orang yang di atasnya tidak ada
lagi. Cucu dan Saudara laki-laki seayah seperti dalam aturan fiqh telah
termasuk ke dalam ahli waris karena pergantian yang menggunakan istilah
penggantian tempat dan ingin menyamakan ahli waris penerus dengan ahli
waris pengganti. Ahli waris pengganti itu mengambil alih saham yang
seharusnya menjadi hak dari orang yang digantikannya. Jadi ahli waris
pengganti tidak mewarisi karena dirinya sendiri, dia selalu mengambil alih
hak yang seharusnya menjadi saham dari ahli waris yang menghubungkan
dia dengan pewaris.23
Ahli waris pengganti menurut Sajuti Thalib merupakan ahli waris
yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang
pada mulanya akan diperoleh dari orang yang digantikannya, orang yang
digantikannya itu yaitu orang yang seharusnya menerima warisan kalau
dia masih hidup, tetapi dalam kasus bersangkutan dia telah meninggal
terlebih dahulu dari pewaris.
Jadi orang yang digantikannya ini yakni penghubung antara dia
yang menggantikan ini dengan pewaris yang meninggalkan harta
peninggalan.24
Kelompok ahli waris pengganti, tidak dijelaskan di dalam Al-
Qur’an untuk kedudukan dan bagiannya. Kedudukan dan bagian ahli waris
23 Al Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah Kajian Perbandingan TerhadapPenalaran Hazairin Dan Penalaran Fiqih Madzhab , (Jakarta: INIS, 1998)., h. 52-53.
24 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)., Cet ke-8, h. 80.
29
pengganti dapat dipahami melalui perluasan arti waris dalam Al-Qur’an,
arti Anak diperluas ke Cucu, arti Saudara diperluas kepada Anak saudara
dan seterusnya. Dari dasar hukum dan cara mereka menjadi ahli waris, ahli
waris karena penggantian itu mengambil alih saham yang seharusnya
menjadi hak dari orang yang digantikannya.25
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf “a” Hukum
kewarisan merupakan hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Lalu dalam Pasal 171 huruf “c” Ahli waris ialah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan
dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris.
Kemudian dalam Pasal 174, (1) Kelompok-kelompok ahli waris
terdiri dari: (a) Menurut hubungan darah: Golongan laki-laki terdiri dari;
Ayah, Anak laki-laki, Saudara laki-laki, Paman, dan Kakek. Golongan
perempuan terdiri dari; Ibu, Anak perempuan, Saudara perempuan dari
Nenek. (b) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda. (2)
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya;
Anak, Ayah, Ibu, Janda atau Duda.
Lanjut dalam Pasal 175 Kompilasi Hukum Islam (KHI), (1)
Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: (a) Mengurus dan
menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai. (b) Menyelesaikan
baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban
pewaris maupun penagih piutang. (c) Menyelesaikan wasiat pewaris. Dan
(d) Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak. Serta (2)
Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya
terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
25 Ahmad Munawir, Ketentuan Ahli Waris Pengganti, di akses pada 9 September 2019 dari http://hukum.kompasiana.com/2012/05/16/ahli-waris-pengganti-dalam-khi-457734.html. h. 2.
30
Dalam konsep hukum barat Burgerlijke Wetboek (BW) ada
lembaga Plaatsvervulling (Ahli waris pengganti) untuk menangani
masalah semacam ahli waris pengganti. Dan di negeri Islam contohnya
negara Mesir, untuk mengatasi masalah ahli waris pengganti negara
tersebut menggunakan “Lembaga wasiat wajibah” maksudnya kalau ada
cucu yang sudah ditinggal mati oleh orang tuanya, ketika kakek dan
neneknya meninggal dunia, maka oleh hukum ia dianggap mendapat
wasiat dari kakek dan nenenknya itu serta bagian paling banyak hanya
sepertiga (1/3) harta warisan, walaupun kakek dan neneknya itu tidak
mewasiatkan, baik lisan maupun tertulis.26
Di Indonesia, telah dilakukan pembaharuan hukum untuk
mengatasi masalah masalah cucu yang ditinggal mati orang tuanya terlebih
dahulu ini, dengan melembagakan “Plaatsvervulling” secara modifikasi
yaitu melalui Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi, yang
kemudian menghasilkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam 3 Buku
yang terdiri dari Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang
Hukum Kewarisan, dan Buku III tentang Hukum Perwakafan.
Pembaharuan hukum dalam bidang hukum kewarisan melalu KHI antara
lain yaitu adanya lembaga ”Plaatsvervulling / Ahli Waris Pengganti”
yakni dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam (KHI), (1) Ahli waris
yang meniggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang
tersebut dalam pasal 173. Dan (2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh
melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini cucu yang ditinggal mati
orang tuanya terlebih dahulu tidak mendapatkan bagian warisan dari kakek
neneknya kalau cucu itu melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan27
26 Nur Mujib, Putus Waris; Lembaga Plaatsvervulling (Ahli Waris Pengganti) di akses pada 9 September 2019 dari http://www.pa-jakartaselatan.go.id/artikel/444-putus-waris-lembaga-plaatsvervulling-ahli-waris-pengganti
27 Mujib, Putus Waris; Lembaga Plaatsvervulling (Ahli Waris Pengganti) di akses pada 9 September 2019.
31
dalam Pasal 173 KHI yaitu Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila
dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap, dihukum karena: (a) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh atau menganiaya berat para pewaris. (b) Dipersalahkan secara
memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan
suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat.28
Dalam pasal 185 KHI diatas bahwa ahli waris yang orang tuanya
telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, ia menggantikan
kedudukan orang tuanya atau penerima warisan seandainya masih hidup,
dalam menerima harta peninggalan pewaris. Dalam keadaan demikian
kedudukannya menjadi ahli waris pengganti.29
D. Penyelesaian Ahli Waris Pengganti
Pelembagaan ahli waris pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam
tidak sama dengan Plaatsvervulling dalam hukum Burgerlijke Wetboek
(BW). Dalam BW, ahli waris pengganti menggantikan sepenuhnya
terhadap ahli waris yang digantikan. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) dengan menggunakan modifikasi, dalam acuan penerapan
sebagaimana dalam Pasal 185 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut;
Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti.
Contohnya; Pewaris meninggalkan ahli waris 1 orang anak
perempuan dari saudara perempuan (bibi) dan 2 orang cucu perempuan
dari anak laki-laki yang sudah meninggal lebih dahulu dari pewaris. Jika
diterapkan sebagaimana dalam Burgerlijke Wetboek (BW) maka ahli
waris pengganti atau 2 cucu perempuan dari anak laki-laki yang sudah
meninggal lebih dahulu dari pewaris mendapat 2/3 bagian dan anak
28 Mardani. Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015). Cet. Ke-2, h. 162.
29 Mardani. Hukum Kewarisan, h. 164.
32
perempuan dari saudara perempuan (bibi) mendapat 1/3 bagian. Jadinya
bagian ahli waris pengganti lebih besar dari dari ahli waris yang sederajat
dengan yang digantika. Ini tidak boleh terjadi, dengan cara sebagaimana
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), maka harta warisan dibagi dua
sama rata antara ahli waris pengganti dengan ahli waris yang sederajat
dengan yang digantikan (bibi dari cucu).30
Dalam kutipan buku NM. Wahyu Kuncoro “Waris, Permasalahan
Dan Solusinya, Cara Halal Dan Legal Membagi Warisan”. Aturan hukum
di Indonesia memperbolehkan “Penggantian” ahli waris atas sebuah harta
warisan. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu masih memiliki
hubungan darah dengan ahli waris yang akan digantikannya tersebut.
Seseorang yang menggantikan kedudukan ahli waris akan mempunyai
kedudukan yang sama dengan ahli waris yang diganti. Hal ini diatur dalam
Pasal 841 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penggantian memberikan
hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti
dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya.31
Penggantian ahli waris juga dapat terjadi jika ahli waris tersebut
termasuk orang dilarang untuk menjadi ahli waris, atau orang yang
meningal lebih dahulu dari pada si pewaris, atau juga karena si ahli waris
menolak untuk menjadi ahli waris, dan tidak mau menerimabagian waris
tersebut. Penggantian ahli waris pada umumnya terjadi dalam garis lurus
ke bawah yang sah dan berlangsung terus tanpa akhir. Penggantian dalam
garis lurus ke bawah diperkenankan dalam segala bentuk. Misalnya,
seorang pewaris meninggalkan istri, anak, dan cucu. Lalu sang anak
meninggal, cucu dapat mengganti kedudukan sang anak (bapaknya). Sang
cucu akan menjadi ahli waris bersama dengan istri almarhum pewaris.
30 Mujib, Putus Waris, di akses pada 9 September 2019 dari http://www.pa-jakartaselatan.go.id/artikel/444-putus-waris-lembaga-plaatsvervulling-ahli-waris-pengganti
31 NM. Wahyu Kuncoro, Waris Permasalah Dan Solusinya Cara Halal Dan Legal Membagi Warisan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015)., Cet. Ke-1, h. 50.
33
Penggantian ahli waris tidak diperkenankan dan tidak berlaku
terhadap keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas. Artinya, seorang
kakek tidak dapat mengganti kedudukan cucunya sebagai ahli waris.
Pada kejadian tertentu, penggantian menurut garus ke samping,
diperkenankan menurut hukum. Alasan pengecualian tersebut biasanya
adalah demi keuntungan semua anak, serta keturunan saudara laki-laki dan
perempuan dari orang yang meningal. Penggantian waris ke samping dapat
juga terjadi bila disamping orang yang terekat dalam hubungan darah
dengan orang yang meninggal.
Misalnya ada 6 orang bersaudara, anak ke-4 meninggal dunia tanpa
meninggalkan keturunan. Sedangkan saudara kandungnya sudah memiliki
keturunan. Demi keuntungan anak dan keturunannya, saudara kandung
akan mendapat bagian waris dari almarhum. Seseorang yang
menggantikan ahli waris tidak diwajibkan untuk membuat akta autentik.
Namun, jika merasa lebih aman dengan menggunakan akta autentik, anda
bisa membuat di pejabat yang berwenang.32
32 Kuncoro, Waris, h. 50-51.
34
BAB III
KASUS PERKARA PUTUSAN NOMOR 684/Pdt.G/2018/PA.JP
A. Para Pihak Penggugat Dan Tergugat
Para pihak Penggugat pada putusan ini ada 16 orang. Pihak
Penggugat yakni sebagai berikut :
1. Saudara laki-laki sebapak I pewaris
2. Saudari perempuan sebapak II pewaris
3. Suami dari saudari sebapak III pewaris
4. Anak laki-laki I dari saudari perempuan sebapak III pewaris
5. Anak perempuan II dari saudari perempuan sebapak III pewaris
6. Anak laki-laki III dari saudari perempuan sebapak III pewaris
7. Anak laki-laki IV dari saudari perempuan sebapak III pewaris
8. Anak perempuan V dari dari saudari perempuan sebapak III
pewaris
9. Anak perempuan VI dari saudari perempuan sebapak III pewaris
10. Anak perempuan VII dari saudari perempuan sebapak III pewaris
11. Anak perempuan VIII dari saudari perempuan sebapak III pewaris
12. Istri dari saudara laki-laki sebapak IV pewaris
13. Anak perempuan I dari saudara laki-laki sebapak IV pewaris
14. Anak perempuan II dari saudara laki-laki sebapak IV pewaris
15. Anak perempuan III dari saudara laki-laki sebapak IV pewaris
16. Anak perempuan IV dari saudara laki-laki sebapak IV pewaris
Pihak Tergugat yaitu:
1. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris1
1 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 1-4.
35
B. Kronologi Perkara
Pewaris, wafat di Jakarta pada 29 Mei 2012. Bapak kandung almh.
Pewaris, telah wafat lebih dahulu dari pewaris yaitu pada tanggal 11 Mei
1985 dan Ibu kandung (Istri pertama) almh. Pewaris, telah wafat lebih
dahulu pada tanggal 19 Maret 1948.
Bapak dari almh. Pewaris, semasa hidupnya menikah 2 kali.
Menikah pertama kali dengan Istri pertama (Ibu kandung) memiliki 2
orang anak yaitu :
a. Almh. Pewaris, telah wafat pada tanggal 29 Mei 2012.
b. Saudara laki-laki sekandung pewaris (Adik kandung) telah wafat
tanggal 26 April 1972.
Menikah yang kedua kali dengan Istri kedua dan memiliki 4 orang
anak masing-masing :
a. Almh. Saudari perempuan sebapak I, telah wafat tanggal 29
September 2016.
b. Saudari perempuan sebapak II.
c. Saudara laki-laki sebapak III.
d. Alm. Saudara laki-laki sebapak IV, telah wafar tanggal 31 Oktober
2016.2
Semasa hidupnya almh. Pewaris pernah menikah 1 kali dengan
Suami, dan Suaminya telah wafat lebih dahulu pada tanggal 6 Agustus
2006, dan tidak memiliki keturunan. Saudara kandung sebapak seibu juga
telah wafat lebih dahulu dari pewaris dan semasa hidupnya menikah 1 kali
dengan seorang perempuan yakni Istrinya, dan memiliki seorang anak
laki-laki yaitu sebagai Tergugat.
Dengan wafatnya almh. Pewaris, dan kedua orang tuanya, dan
saudara kandungnya seayah seibu juga telah wafat lebih dahulu, maka
2 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 4-7.
36
yang menjadi ahli waris utama dari almh. Pewaris adalah saudara kandung
sebapak nya yaitu :
a. Saudari perempuan sebapak I.
b. Saudari perempuan sebapak II.
c. Saudara laki-laki sebapak III.
d. Saudara laki-laki sebapak IV.
e. Sebagaimana Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor:
20/Pdt.P/2013/PA.JP.
Setelah almh. Pewaris wafat pada 29 Mei 2012, kemudian Saudari
perempuan sebapak I (Pemohon 1) dan Saudara laki-laki sebapak IV
(Pemohon 4) mengajukan permohonan penetapan waris kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Penetapan Nomor 20/Pdt.P/2013/PA.JP
tertanggal 16 Mei 2013, dengan amarnya sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan para Pemohon.
b. Menetapkan almarhumah Pewaris telah meninggal dunia pada
tanggal 29 Mei 2012.
c. Menetapkan sebagai ahli waris menurut hukum bahwa:
1) Saudari perempuan sebapak.
2) Saudari perempuan sebapak.
3) Saudara laki-laki sebapak.
4) Saudara laki-laki sebapak.3
Akan tetapi pada tanggal 9 Agustus 2017, secara diam-diam Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) yang melalui
kuasa hukumnya dari Law Firm Sugiharti & Partners mengajukan
permohonan Penetapan ahli waris atas nama almh. Pewaris melalui
Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagaimana terdaftar dalam register
Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP dengan mengaku sebagai ahli waris
tunggal dan satu-satunya dari almh. Pewaris.
3 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 8-9.
37
Pengakuan serta keterangan dari Anak laki-laki dari saudara laki-
laki sekandung pewaris (Tergugat), dalam permohonan tersebut sangat
menyesatkan dan penuh kebohongan dan sengaja menghilangkan silsilah
kekerabatan Penggugat I (Saudari perempuan sebapak I), Penggugat II
(Saudara laki-laki sebapak IV) dengan almh. Pewaris.
Atas permohonan Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
pewaris (Tergugat) ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat tersebut pada
tanggal 31 Oktober 2017 telah memberikan penetapan atas perkara
Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP dengan amar sebagai berikut :
a. Mengabulkan permohonan Pemohon.
b. Menyatakan almh. Pewaris telah meninggal dunia pada tanggal 29
Mei 2012.
c. Menetapkan Pemohon (Anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung pewaris) adalah sebagai ahli waris dari almh. Pewaris.4
Dengan dikeluarkannya Penetapan Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP
tertanggal 31 Oktober 2017, Penggugat I (Saudari perempuan sebapak I),
Penggugat II (Saudara laki-laki sebapak IV) s/d Penggugat XI ahli
warisnya yaitu Penggugat XII s/d Penggugat VXI telah merasa dirugikan
hak dan kepentingannya, oleh karenanya sangat beralasan apabila para
Penggugat mengajukan pembatalan atas penetapan tersebut, terlebih-lebih
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pada Pasal 185
Kompilasi Hukum Islam, secara tegas dibatasi kedudukan Anak laki-laki
dari saudara laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) sebagai ahli waris
pengganti dimana hanya garis keturunan lurus kebawah sampai dengan
derajat cucu saja yang dapat dinyatakan sebagai ahli waris pengganti,
sementara Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris
(Tergugat) adalah garis kesamping sehingga secara tegas Anak laki-laki
dari saudara laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) menurut Kompilasi
4 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 8-11.
38
Hukum Islam bahwa Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
pewaris (Tergugat) bukanlah ahli waris dari almh. Pewaris apa lagi sebagai
ahli waris satu-satunya, karena kedudukan Anak laki-laki dari saudara
laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) tidak serta merta dapat ditetapkan
sebagai ahli waris utama, terlepas dari kedudukannya yang menggantikan
ayahnya selaku saudara kandung yang telah meninggal dunia lebih dahulu
dari almh. Pewaris.
Sepanjang masih ada ahli waris utama yaitu Penggugat I (Saudari
perempuan sebapak I) dan Penggugat II (Saudara laki-laki sebapak IV)
maka kedudukan Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris
(Tergugat) tertutup dan terhalang sebagai ahli waris pengganti namun
kedudukannya tersebut dapat diberikan bilamana dikehendaki oleh ahli
waris utama yaitu Penggugat I (Saudari perempuan sebapak I) dan
Penggugat II (Saudara laki-laki sebapak IV) dikarenakan ahli waris
pengganti bukanlah ahli waris yang berdiri sendiri dan hanya diakui dalam
kewarisan garis lurus kebawah buka kesamping, sementara Anak laki-laki
dari saudara laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) nyata-nyata adalah
keturunan kesamping sebagaimana kedudukannya terhalang oleh ahli
waris utama yaitu Penggugat I (Saudari perempuan sebapak I) dan
Penggugat II (Saudara laki-laki sebapak IV).5
Didalam permohonan Anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung pewaris (Tergugat) sebagaimana terdaftar dengan perkara
Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP tersebut, Anak laki-laki dari saudara laki-
laki sekandung pewaris (Tergugat) sengaja menutup-nutupi silsilah
perkawinan dari Bapak almh. Pewaris, yang didalam permohonannya
disebutkan menikah 1 kali sementara faktanya adalah alm. Bapak Pewaris.
menikah 2 kali dan memiliki keturunan dari pernikahan pertama maupun
pernikahan keduanya sehingga dengan demikian Anak laki-laki dari
saudara laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) secara sengaja telah
5 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 11-13.
39
memberikan keterangan ke dalam akta outentik, perbuatan mana dapat
dikalsifikasikan sebagai perbuatan tindak pidana.
Begitu juga dengan bukti-bukti yang digunakan oleh Anak laki-laki
dari saudara laki-laki sekandung pewaris (Tergugat) untuk menguatkan
permohonannya atas terbitnya Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP, tertanggal 31 Oktober 2017, diduga bukti
surat-surat maupun tentang keterangan-keterangan saksi yang dihadirkan
di dalam persidangan diyakini telah berbohong dan memberikan
keterangan palsu di bawah sumpah dan keterangan mana dicatat didalam
berita acara persidangan yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam penetapan.6
6 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 13-23.
40
C. Bagan Silsilah Waris
A B C
P D
E
T S R Q G F
O M K I
U V W X N L J H
Keterangan bagan:
P : Pewaris (w. 2012)
A : Istri ke 2 dari bapak pewaris (w. 1996)
B : Bapak (w. 1985)
C : Istri ke 1 dari bapak pewaris / Ibu kandung pewaris (w. 1948)
D : Saudara laki-laki kandung pewaris (w. 1972)
E : Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung pewaris
F : Saudara laki-laki sebapak I (w. 2016)
41
G : Saudari perempuan sebapak II (w. 2016)
H : Suami dari saudari sebapak II
I : Anak perempuan dari saudari sebapak II
J : Anak laki-laki dari saudari sebapak II
K : Anak perempuan dari saudari sebapak II
L : Anak laki-laki dari saudari sebapak II
M : Anak perempuan dari saudari sebapak II
N : Anak laki-laki dari saudari sebapak II
O : Anak perempuan dari saudari sebapak II
Q : Anak perempuan dari saudari sebapak II
R : Saudara laki-laki sebapak III
S : Saudari perempuan sebapak IV
T : Istri dari saudari perempuan sebapak IV
U : Anak laki-laki saudari perempuan sebapak IV
V : Anak laki-laki saudari perempuan sebapak IV
W : Anak perempuan saudari perempuan sebapak IV
X : Anak perempuan saudari perempuan sebapak IV
D. Tuntutan (Petitum) Penggugat
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat.
2. Menyatakan batal Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Nomor : 0917/Pdt.P/2017/PA.JP tertanggal 31 Oktober 2017
bertepatan dengan tanggal 06 Muharram 1439 Hijriyah sebagai
tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya.
42
Menetapkan biaya perkara menurut hukum.7
E. Pertimbangan Hukum Hakim
Majelis hakum telah berusaha menasehati para Penggugat untuk
menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan Tergugat
akan tetapi tidak berhasil; Dalam perkara in cassu, tidak dapat dilakukan
mediasi melalui seorang mediator hakim maupun non hakim sebagaimana
yang dikehendaki PERMA No. 1 Tahun 2016, karena Tergugat hadir di
persidangan dengan agenda pembacaan hasil musyawarah majelis;
Dalil gugatan para Penggugat agar Penetapan Pengadilan Agama
Jakarta Pusat, Nomor: 0917/Pdt.G/2017/PA.JP, yang diajukan oleh
Tergugat sangat merugikan hak dan kepentinan para Penggugat di mana
Tergugat secara sengaja menutup-nutupi silsilah perkawinan dari ayah
pewaris bernama Nrchywt binti Dhln, yang di dalam permohonannya
disebutkan bahwa Dhln hanya menikah 1 (satu) kali, sehingga Tergugat
adalah satu-satunya ahli waris Nrchywt binti Dhln (Pewaris), sementara
faktanya Dhln saat masih hidup menikah 2 (dua) kali dan memiliki
keturunan dari pernikahan pertama maupun pernikahan keduanya sehingga
dengan demikian Tergugat secara sengaja telah memberikan keterangan
palsu ke dalam akta outentik, serta diduga bukti surat maupun keterangan
saksi-saksi yang dihadirkan di dalam persidangan diyakini telah
berbohong dan memberikan keterangan palsu.8
Sebelumnya majelis hakim akan mempertimbangkan terlebih
dahulu tentang hubungan hukum antara para Penggugat dengan Tergugat
apakah legal standing atau tidaknya; Dari gugatan para Penggugat
dihubungkan dengan bukti surat penetapan ahli waris tahun 2013 dan
tahun 2017 serta saksi-saksi, dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut;
7 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 12. 8 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 24.
43
Bukti surat penetapan ahli waris tahun 2013 dan tahun 2017 adalah
bukti outentik yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
yang berdasarkan Pasal 165 HIR / 1868 KUHPerdata merupakan bukti
yang sempurna dan mengikat;
Bukti surat Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat No.
20/Pdt.P/2013/PA.JP, dalam amarnya menetapkan bahwa Penggugat I,
Penggugat II, istri dari Penggugat III dan anak-anaknya, yakni Penggugat
IV sampai dengan Penggugat XI (Saudari perempuan sebapak I) serta
suami dari Penggugat XII dan anak-anaknya yakni Penggugat XIII sampai
dengan Penggugat XVI (Saudara laki-laki sebapak IV) adalah ahli waris
almh. Pewaris yang meninggal dunia pada tahun 2012, sedangkan surat
Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 917/Pdt.P/2017/PA.JP,
dalam amarnya menetapkan bahwa Tergugat adalah ahli waris dari almh.
Pewaris yang meninggal dunia pada tahun 2012;
Kedua orang saksi menerangkan bahwa orang tua Pewaris, yakni
alm. Bapak Pewaris saat masih hidup menikah 2 (dua) kali, dimana dalam
pernikahan pertama dengan Istri pertama (Ibu kandung Pewaris)
melahirkan Pewaris dan Saudara laki-laki sekandung Pewaris (Bapak
kandung dari Tergugat/Anak laki dari saudara laki-laki sekandung
Pewaris), pernikahan keduanya dengan Istri kedua melahirkan 4 orang
anak yakni Penggugat I dan II serta Saudari perempuan sebapak I dan
Saudara laki-laki sebapak IV (Orang tua dan pasangannya yakni
Penggugat III sampai dengan Penggugat XII);9
Dari kedua bukti tertulis dan 2 (dua) orang saksi tersebut, dapat
diketahui bahwa para pihak merupakan anak, cucu, dan menantu dari alm.
Bapak Pewaris baik dari perkawinan pertama dengan Istri pertama (Ibu
kandung Pewaris) maupun dari perkawinan kedua dengan Istri kedua,
sehingga para Penggugat dan Tergugat adalah orang-orang yang
9 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 24-25.
44
mempunyai kepentingan hukum untuk ditetapkan sebagai ahli waris dari
almh. Pewaris, oleh karenanya para Penggugat dan Tergugat mempunyai
legal standing dalam perkara in cassu;
Gugatan para penggugat terhadap tergugat tentang pembatalan
Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Nomor:
0917/Pdt.G/2017/PA.JP, dengan alasan bahwa keluarnya Penetapan
tersebut didasarkan atas tindakan Tergugat (Anak laki-laki dari saudara
laki-laki sekandung pewaris) yang secara sengaja telah memberikan
keterangan palsu ke dalam akta outentik untuk itu dipertimbangkan hal-hal
sebagai berikut;
Ternyata Tergugat (Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
pewaris) selama persidangan berlangsung tidak pernah hadir, selain pada
sidang pembacaan hasil musyawarah majelis Hakim, walaupun telah
dipanggil dengan sepatutnya dan ketidakhadirannya itu bukan disebabkan
oleh suatu halangan yang sah, maka majelis berpendapat bahwa
ketidakhadiran Tergugat (Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
pewaris) menujukkan bahwa Tergugat (Anak laki-laki dari saudara laki-
laki sekandung pewaris) telah tidak ingin membela kepentingan dan
membenarkan dalil gugatan para Penggugat, sehingga kesempatan
Tergugat (Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung pewaris) untuk
pembuktian harus dikesampingkan;10
Meskipun demikian, untuk kehati-hatian penyelesaian perkara ini,
majelis tetap membebankan kewajiban untuk para Penggugat
membuktikan dalil gugatannya; Untuk menguatkan dalil gugatannya, para
Penggugat telah mengajukan bukti surat-surat identitas sampai dengan
surat-surat tanda kehilangan barang serta saksi-saksi; Terhadap bukti-bukti
tersebut, majelis hakim akan mempertimbangkan berdasarkan kronologis
terbentuknya hubungan waris sebagai berikut;
10 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 25-26.
45
Pernyataan para Penggugat bahwa Bapak Pewaris saat masih hidup
menikah 2 (dua) kali yakni dengan Istri pertam (Ibu kandung pewaris)
yang melahirkan 2 (dua) orang anak yakni almh. Pewaris dan alm. Saudara
laki-laki sekandung pewaris terdapat dalam surat keterangan I yang
dikeluarkan dari Desa Lebo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang,
kemudian pernikahan keduanya dengan Istri kedua dikaruniai 4 (empat)
orang anak yakni Saudari perempuan sebapak I, Saudari perempuan
sebapak II, Saudara laki-laki sebapak III, dan Saudara laki-laki sebapak
IV, sebagaimana (bukti surat kutipan akta nikah tahun 2012, surat duplikat
kutipan akta nikah tahun 1980, surat keterangan yang dikeluarkan KUA
Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang tahun 2012, surat keterangan I
yang dikeluarkan dari Desa Lebo Kecamatan Warungasem Kabupaten
Batang tahun 2012, dan surat keterangan II yang dikeluarkan dari Desa
Lebo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang tahun 2012;11
Bukti surat surat kutipan akta nikah tahun 2012 dan surat duplikat
kutipan akta nikah tahun 1980 adalah akta outentik berupa Akta Nikah
yang berdasarkan Pasal 165 HIR / 1868 KUH Perdata merupakan bukti
sempurna dan mengikat yang menerangkan Sudari perempuan sebapak I
pewaris anak dari alm. Bapak Pewaris dan Istri kedua yang menikah
dengan Suami dari Sudari perempuan sebapak I pewaris yang tercantum
dalam surat surat kutipan akta nikah tahun 2012, demikian pula Saudara
laki-laki sebapak IV adalah anak dari alm. Bapak Pewaris dan Istri kedua
yang menikah dengan seorang perempuan yakni Istri Saudara laki-laki
sebapak IV yang tercantum dalam surat duplikat kutipan akta nikah tahun
1980, sedangkan surat keterangan yang dikeluarkan KUA Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang tahun 2012, surat keterangan I yang
dikeluarkan dari Desa Lebo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang
tahun 2012, dan surat keterangan II yang dikeluarkan dari Desa Lebo
Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang tahun 2012 adalah akta di
11 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 26.
46
bawah tangan yang dapat dijadikan sebagai bukti permulaan, maka dengan
dikuatkan oleh keterangan saksi sebagaimana tersebut di atas, maka dalil
gugatan para Penggugat yang menyatakan Almarhum Bapak Pewaris saat
masih hidup menikah 2 kali yakni dengan Istri pertama (Ibu kandung)
memiliki 2 orang anak yaitu: almh. Pewaris dan Saudara laki-laki
sekandung pewaris, pernikahan yang kedua alm. Bapak Pewaris dengan
Istri kedua, melahirkan 4 orang anak masing-masing bernama; Saudari
perempuan sebapak I, Saudari perempuan sebapak II, Saudara laki-laki
sebapak III, dan Saudara laki-laki sebapak IV telah tebukti;
Selanjutnya dalam posita perbaikan gugatan Penggugat tahun 2018
angka 16 menerangkan bahwa anak Lk kandung II dari alm. Bapak
Pewaris telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris yang semasa
hidupnya menikah dengan Istri dari anak laki-laki kandung II alm. Bapak
Pewaris dan memeliki seorang anak laki-laki (Tergugat);
Untuk menguatkan dalil gugatan para Penggugat telah mengajukan
2 (dua) orang saksi yang menerangkan bahwa anak laki-laki kandung II
dari alm. Bapak Pewaris telah meninggal dunia sekitar tahun 1972,
meninggalkan seorang anak laki-laki (Tergugat). Hal ini sesuai pula
dengan posita angka 5 permohonan Tergugat dalam Penetapan Ahli Waris
No. 0917/Pdt.P/2017/PA.JP (bukti surat penetapan ahli waris tahun 2017),
oleh karenanya telah terbukti bahwa anak laki-laki kandung II dari alm.
Bapak Pewaris meninggal dunia tahun 1972, meninggalkan seorang anak
laki-laki (Tergugat);12
Pernyataan para Penggugat bahwa alm. Bapak Pewaris telah
meninggal dunia lebih dahulu yakni pada tahun 1985 dan Istri pertama
(Ibu kandung pewaris) telah meninggal dunia pada tahun 1948,
sebagaimana tersebut pada posita angka 12 telah pula dikuatkan oleh bukti
Surat kematian I dan Surat kematian II; Bukti Surat kematian I dan II
12 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 26-27.
47
adalah akta di bawah tangan, maka dengan dikuatkan oleh keterangan
saksi, terbukti bahwa alm. Bapak Pewaris telah meninggal dunia pada
tahun 1985 dan Istri pertama (Ibu kandung pewaris) telah meninggal dunia
pada tahun 1948; Berdasarkan bukti surat (Surat kematian I Istri kedua)
dan dengan dikuatkan dengan saksi-saksi, yang memenuhi persyaratan
menjadi saksi sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya di atas,
maka telah terbukti bahwa istri kedua dari alm. Bapak Pewaris telah
meninggal pada tahun 1996;
Pernyataan para Penggugat bahwa almh. Pewaris pernah menikah
dengan seorang laki-laki yakni Suami Pewaris namun tidak dikaruniai
anak, telah pula dikuatkan oleh bukti Surat Tanda Laporan Kehilangan
Barang tahun 2006) bukti mana hanya merupakan bukti permulaan, maka
dengan didukung oleh bukti tambahan berupa keterangan saksi-saksi,
sehingga telah terbukti bahwa almh. Pewaris pernah menikah dengan laki-
laki yakni Suami Pewaris; Keterangan para Penggugat bahwa Suami
Pewaris telah meninggal dunia pada tahun 2006, sebagaimana dalam
posita angka 13 telah pula dikuatkan oleh Surat Penetapan No.
20/Pdt.P/2013/.PA.JP, dan Surat Penetapan No. 0917/Pdt.P/2017/PA.JP,
halaman 11 serta saksi-saksi, sehingga telah terbukti bahwa Suami
Pewaris, telah meninggal dunia pada tahun 2006;13
Berdasarkan penyataan para Penggugat bahwa almh. Pewaris telah
meninggal dunia pada tahun 2012, telah dikuatkan oleh bukti Surat
Keterangan Pelaporan Kematian dan Surat Sertifikasi Medis Penyebab
Kematian yang merupakan bukti permulaan maka dengan didukung oleh
bukti tambahan berupa keterangan saksi-saksi, yang menerangkan bahwa
almh. Pewaris telah terbukti dengan sempurna, maka berdasarkan Pasal
171 huruf b Kompilasi Hukum Islam, harus dinyatakan almh. Pewaris
telah meninggal dunia pada tahun 2012; Pada saat meninggalnya almh.
Pewaris, meninggalkan 4 (empat) orang saudara sebapak yaitu Saudari
13 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 27-28.
48
perempuan sebapak I, Saudari perempuan sebapak II, Saudara laki-laki
sebapak III, dan Saudara laki-laki sebapak IV, serta anak laki-laki dari
saudara laki-laki sekandung pewaris;
Saudara sekandung seibu sebapak dari almh. Pewaris telah
meninggal dunia sekitar tahun 1972, meninggalkan seorang anak laki-laki
sebagaimana yang telah dipetimbangkan di atas, maka berdasarkan Pasal
185 Kompilasi Hukum Islam, kedudukan alm. Saudara laki-laki
sekandung pewaris dapat digantikan oleh anak laki-laki nya (Tergugat),
maka sesuai Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, dapat ditetapkan
ahli waris almh. Pewaris, adalah sebagai berikut:
1. Saudari perempuan sebapak I;
2. Saudari perempuan sebapak II;
3. Saudara laki-laki sebapak III;
4. Saudara laki-laki sebapak IV;
5. Anak Lk dari saudara Lk sekandung;
Oleh karena Saudari perempuan sebapak I telah meninggal dunia
pada tahun 2016 yang tercantum di bukti surat kematian, yang dapat
dijadikan sebagai bukti permulaan dalam perkara ini, dengan didukung
oleh bukti tambahan saksi-saksi, telah terbukti Saudari perempuan sebapak
I telah meninggal dunia pada tahun 2016, maka berdasarkan Penetapan
Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 0218/Pdt.P/2017/PA.JT, dapat
ditetapkan bagian alm. Saudari perempuan sebapak I menjadi bagian ahli
warisnya sebagai berikut:14
1. Suami dari Saudari perempuan sebapak I;
2. Anak laki-laki I dari Saudari perempuan sebapak I;
3. Anak Pr II dari Saudari perempuan sebapak I;
4. Anak laki-laki III dari Saudari perempuan sebapak I;
5. Anak laki-laki IV dari Saudari perempuan sebapak I;
14 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 29.
49
6. Anak perempuan V dari Saudari perempuan sebapak I;
7. Anak perempuan VI dari Saudari perempuan sebapak I;
8. Anak perempuan VII dari Saudari perempuan sebapak I;
9. Anak perempuan VIII dari Saudari perempuan sebapak I;
Oleh karena ahli waris Saudara laki-laki sebapak IV telah
meninggal dunia pada tahun 2016 sebagaimana tercantum pada bukti Surat
kematian, dan dengan didukung oleh bukti tambahan saksi-saksi, telah
terbukti Saudara laki-laki sebapak IV telah meninggal dunia, maka
berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor:
0217/Pdt.P/2017/PA.JT, dapat ditetapkan bagian alm. Saudara laki-laki
sebapak IV menjadi bagian ahli warisnya sebagai berikut:
1. Istri dari Saudara laki-laki sebapak IV;
2. Anak laki-laki I dari Saudara laki-laki sebapak IV;
3. Anak perempuan II dari Saudara laki-laki sebapak IV;
4. Anak laki-laki III dari Saudara laki-laki sebapak IV;
5. Anak perempuan IV dari Saudara laki-laki sebapak IV;
Dengan telah ditetapkan ahli waris dari almh. Pewaris,
sebagaimana telah dipetimbangkan di atas, maka terbukti bahwa
Penetapan yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Nomor:
0917/Pdt.P/2017/PA.JP, yang menetapkan anak laki-laki dari saudara
sekandung pewaris sebagai ahli waris tunggal dari almh. Pewaris, telah
bertentangan dengan fakta dalam perkara in cassu, oleh karena itu tanpa
harus mempertimbangkan alasan para Penggugat telah terbukti dengan
sempurna, maka gugatan para Penggugat agar Penetapan Pengadilan
Agama Jakarta Pusat, Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP, harus dibatalkan
dapat dikabulkan;15
Dengan telah dibatalkan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta
Pusat, Nomor: 0917/Pdt.P/2017/PA.JP, maka Penetapan Pengadilan
15 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 30-31.
50
Agama Jakarta Pusat tersebut harus dinyatakan tidak mempunyai kakuatan
hukum untuk dilaksanakan sebagaimana dalam petitum gugatan para
Penggugat angka II; Gugatan para Penggugat sebagaimana tersebut dalam
petitum angka III, IV, daan V telah dicabut dalam perbaikan gugatan tahun
2018 sebelum materi gugatan diperiksa, maka menjadi tidak relevan untuk
dipetimbangkan dan harus dikesampingkan;
Dalam perkara in cassu, tidak ada pihak yang dikalahkan, karena
baik para Penggugat dan Tergugat telah ditetapkan sama-sama sebagai ahli
waris dari almh. Pewaris, sehingga pembebanan biaya perkara dibebankan
kepada para Penggugat dan Tergugat secara tanggung renteng;16
F. Amar Putusan Hakim
1. Hakim Mengabulkan gugatan para pemohon.
2. Hakim Menyatakan batal Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Nomor 0917/Pdt.P/2017/PA.JP tertanggal 31 Oktober 2017 bertepatan
dengan tanggal 06 Muharram 1439 Hijriyah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum untuk dilaksanakan.17
16 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 31-32. 17 Putusan Nomor: 684/Pdt.G/2018/PA.JP, h. 32.
51
BAB IV
PENYELESAIAN KASUS PUTUSAN
NOMOR 684/Pdt.G/2018/PA.JP
A. Penyelesaian Kasus Ahli Waris Pengganti Perspektif Kompilasi
Hukum Islam (KHI)
Pada saat meninggalnya almarhumah Pewaris tahun 2012, pewaris
sudah menikah namun tidak dikarunia keturunan (anak) dari suaminya
yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Kasus ini
sebagaimana dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 176 :1
………………………………………………………………………………………….
Artinya : 176. “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, ……........................... Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Almarhumah Pewaris mempunyai 1 saudara laki-laki kandung
namun sudah meninggal dunia lebih dahulu juga dari pewaris. Saudara
laki-laki kandung pewaris memiliki keturunan yakni 1 anak laki-laki.
Almarhumah Pewaris juga memiliki 4 saudara sebapak yaitu 2 saudara
laki-laki sebapak dan 2 saudari perempuan sebapak. 1 tahun setelah
pewaris meninggal pada tahun 2013, 2 saudara laki-laki sebapak dan 2
saudari perempuan sebapak mengajukan permohonan Penetapan ke
Pengadilan Agama Jakarta Pusat untuk menjadi ahli waris dari pewaris
dan hakim mengabulkan permohonan pemohon, menetapkan 2 saudara
1 Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks dan Konteks, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 2013). Cet. Ke-1, h. 27-28.
52
laki-laki sebapak dan 2 saudari perempuan sebapak menjadi ahli waris dari
almarhumah Pewaris.
Pada tahun 2017 anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung yang
meninggal lebih dahulu dari pewaris mengajukan peremohonan Penetapan
ahli waris ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat dan hakim mengabulkan
dan menetapkan anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung yang
meninggal lebih dahulu dari pewaris untuk menjadi ahli waris dari
Pewaris. Padahal pada tahun sebelumnya yakni tahun 2013 hakim di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat sudah menetapkan ahli waris dari pewaris
yang sama yaitu 2 saudara laki-laki sebapak dan 2 saudari perempuan
sebapak.
Dan pada tahun 2018, keluarlah putusan yang menjadi data
penelitian penulis yaitu Putusan Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP, dalam
putusan ini hakim mengabulkan petitum para penggugat, yakni
membatalkan putusan tahun 2017. Pada pertimbangan hukum Putusan
2018 ini, hakim menetapkan bahwa ahli waris dari almarhumah Pewaris
ada 5 orang yaitu 2 saudara laki-laki sebapak, 2 saudari perempuan
sebapak, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki sekdandung pewaris
yang meninggal lebih dahulu dari pewaris.
Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) Kompilasi Hukum
Islam (KHI)2 yang berbunyi sebagai berikut; (1). Ahli waris yang
meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal
173. dan (2). Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian
ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Dalam Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bila seseorang
meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu
2 Mardani, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015). Cet. Ke-2, h. 163-164
53
saudari perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separoh
bagian (1/2). Bila saudari perempuan tersebut bersama-sama dengan
saudari dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua atau lebih,
maka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian (2/3). Bila saudara
perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau
seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara
perempuan (2:1).3
Maka penyelesaian kasus ahli waris pengganti ini perspektif
Kompilasi Hukum Islam (KHI), sebagai berikut tabel di bawah ini :
Pewaris = Almh. Anak perempuan Istri Pertama (w. 2012)
No.
Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
1. Saudari perempuan sebapak I (w. 2016) 1/8
2. Saudara laki-laki sebapak II 2/8
3. Saudara perempuan sebapak III 1/8
4. Saudara laki-laki sebapak IV (w. 2016) 2/8
5.
Anak laki-laki dari Saudara laki-laki
sekandung
1/8 = Ahli Waris
Pengganti dari
Bapaknya (Saudara
laki-laki sekandung
pewaris) yang telah
meninggal lebih
dahulu dari pewaris
(w. 1972)
3 Mardani, Hukum Kewarisan, h. 163.
54
Dijelaskan bahwa pewaris meninggalkan 2 saudara laki-laki sebapak
dan 2 saudari perempuan sebapak serta 1 saudara sekandung yang
telah meninggal lebih dahulu. Saudara kandung tersebut memiliki 1
anak laki-laki. Sesuai dengan Pasal 176 bahwa bagian 1 saudara laki-
laki adalah 2 berbanding 1 dengan saudara perempuan (2:1).4
Peneyelesaian pembagian ini telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) yakni diantara nya sesuai dengan Pasal
171 huruf c5, 176, 182, dan 185 ayat (1) dan (2).
B. Penyelesaiam Kasus Ahli Waris Pengganti Dan Munasakhah
Perspektif Fiqh
Istilah ahli waris pengganti tidak ada dalam Fiqh. Kerabat atau
saudara sekandung yang pada waktu pewaris meninggal dunia terlebih
dahulu maka tidak diwariskan karena syarat terjadinya pewarisan adalah di
saat pewaris meninggal, ahli warisnya harus hidup.6 Jadi 2 Saudara laki-
laki sebapak mendapat 2/6 bagian, dan 2 Saudari perempuan sebapak
mendapat 1/6 bagian sedangkan anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung menjadi mahjub yakni orang yang tidak mendapatkan warisan.,
meskipun dia mempunyai sebab-sebab untuk mendapatkan pewarisan, ini
disebabkan adanya seseorang yang lebih prioritas.7 Anak laki-laki dari
saudara laki-laki sekandung terhalang atau terhijab hirman oleh saudara
laki-laki dan saudari perempuan sebapak. Hijab hirman yaitu tertutupnya
hak kewarisan seseorang ahli waris secara menyeluruh.8 Maka
4 Mardani, Hukum Kewarisan, h. 162-163. 5 Mardani, Hukum Islam Dalam Hukum Positif Indonesia, (Depok:: Rajawali Pers, 2018).
Cet. Ke-1, h. 204. 6 Otje Salman, dan Musthafa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,
2006). Cet. Ke-2, h. 4. 7 Muhammad Muhyiddin Abdul Hamidi, Ahkamul Al-Mawarits fi Asy-Syari’ah ‘ala
Madzahib Al-Arba’ah, (Dar Ath-Thala’i Li An-Nasyr wa At-Tauzi’, 2006). Cet. Ke-1. Penerjemah Wahyudi Abdurrahim, Panduan Waris Empat Madzhab, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009). Cet. Ke-1, h. 217.
8 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015). Cet. Ke-5, h. 209.
55
penyelesaian kasus ahli waris pengganti ini perspektif Fiqh, sebagai
berikut tabel di bawah ini :
Pewaris = Almh. Anak Perempuan Istri Pertama (w. 2012)
No.
Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
1.
Saudari perempuan sebapak I (w. 2016)
1/6
2.
Saudara laki-laki sebapak II
2/6
3.
Saudara perempuan sebapak III
1/6
4.
Saudara laki-laki sebapak IV (w. 2016)
2/6
5.
Anak laki-laki dari Saudara laki-laki
sekandung
Terhalang / Terhijab
Kertika pewaris meninggal, ahli waris yang hidup adalah 2 saudara
laki-laki sebapak, 2 saudari perempuan sebapak, kemudian pada tahun
2018 ketika putusan ada,1 saudara laki-laki sebapak telah meninggal dunia
pada tahun 2016 meninggalkan ahli waris nya yaitu Istri mendapat bagian
1/8 dari 2/6 dan sisanya untuk anak-anak laki-laki dan perempuan nya.
Karena 1 saudari perempuan sebapak meninggal dunia pada tahun 2016,
56
maka bagian saudari perempuan sebapak tersebut di alihkan9 kepada ahli
warisnya yaitu Suami 1/4 dari 1/6 dan sisanya untuk anak laki-laki dan
perempuan nya. Maka penyelesaian kasus ahli waris pengganti ini
perspektif Fiqh, sebagai berikut tabel di bawah ini :
Pewaris = Almh. Anak perempuan I dari Istri Kedua / Saudari
perempuan Sebapak I dari pewaris (w. 2016)
No. Ahli Waris Bagian Ahli Waris
1. Suami dari Saudari Pr sebapak I 1/4 dari 1/8 bagian
almarhumah
2. Anak laki-laki I dari Saudari Pr sebapak
I
Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
3. Anak Pr II dari Saudari Pr sebapak I Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
4. Anak Lk III dari Saudari Pr sebapak I Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
5. Anak laki-laki IV dari Saudari Pr
sebapak I
Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
6. Anak Pr V dari Saudari Pr sebapak I Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
7. Anak Pr VI dari Saudari Pr sebapak I Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
8. Anak Pr VII dari Saudari Pr sebapak I Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
9. Anak Pr VII dari Saudari Pr sebapak I Ashabah’ dari 1/8
bagian almarhumah
9 Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum Islam Dan Implementasinya Pada Pengadilann Agama, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016)., Cet ke-2, h. 113.
57
Pewaris = Almh. Anak laki-laki IV dari Istri Kedua / Saudara laki-laki
sebapak IV dari pewaris (w. 2016)
No.
Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
1. Istri dari Saudara laki-laki sebapak IV 1/8 dari 2/8 bagaian
almarhum
2. Anak laki-laki I dari Saudara laki-laki
sebapak IV
Ashabah’ dari 2/8
bagaian almarhum
3. Anak perempuan II dari Saudara laki-
laki sebapak IV
Ashabah’ dari 2/8
bagaian almarhum
4. Anak laki-laki III dari Saudara laki-
laki sebapak IV
Ashabah’ dari 2/8
bagaian almarhum
5. Anak perempuan IV dari Saudara
laki-laki sebapak IV
Ashabah’ dari 2/8
bagaian almarhum
Berdasarkan penyelesaian tersebut, maka putusan hakim yang
menetapkan ahli waris almarhumah Pewaris adalah :
1. Saudari perempuan sebapak I
2. Saudara laki-laki sebapak II
3. Saudari perempuan sebapak III
4. Saudara laki-laki sebapak IV
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
Kemudia menimbang, karena Saudari perempuan sebapak I telah
meninggal dunia 4 tahun setelah meninggalnya Pewaris yaitu tahun 2016
sementara Pewaris meninggal tahun 2012, ditetapkan bagian almarhumah
58
Saudari perempuan sebapak I dialihkan menjadi bagian ahli warisnya
yaitu:
1. Suami
2. Anak laki-laki I
3. Anak perempuan II
4. Anak laki-laki III
5. Anak laki-laki IV
6. Anak perempuan V
7. Anak perempuan VI
8. Anak perempuan VII
9. Anak perempuan VIII
Selanjutnya menimbang, ahli waris Saudara laki-laki sebapak IV
telah meninggal dunia 4 tahun setelah meninggalnya Pewaris yaitu tahun
2016 sementara Pewaris meninggal tahun 2012, ditetapkan bagian
almarhumah Saudara laki-laki sebapak IV dialihkan menjadi bagian ahli
warisnya yaitu :
1. Istri
2. Anak laki-laki I
3. Anak perempuan II
4. Anak laki-laki III
5. Anak perempuan IV
Maka ketentuan putusan hakim tersebut, sudah sesuai dengan teori
dalam kasus penyelesaian Munasakhah.10
10 Salihima, Perkembangan Pemikiran, h. 113.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dan pembahasan dari uraian-uraian bab per
bab di atas, maka hasil penelitian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa
Putusan Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP adalah tentang waris yaitu
Penyelesaian Kasus Munasakhah Dan Ahli Waris Pengganti Perspektif Fiqh
dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) . Kesimpulan nya sebagai berikut di
bawah ini :
1. Dalam Putusan Nomor 684/Pdt.G/2018/PA.JP, hakim sudah tepat dan
benar dalam memutus dan mengadili perkara munasakhah yaitu pada
munasakhah tingkat kedua yakni memasukkan istri, suami, dan anak-anak
menjadi ahli waris dari Bapak dan Ibu Pewaris (saudara-saudari sebapak
pewaris) yang telah meninggal dunia, sebagaimana sudah sesuai dengan
ketentuan dari Fiqh Islam.
2. Pada Putusan tahun 2018 ini, jika melihat dari ketentuan ilmu Fiqh Islam,
anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung pewaris seharusnya terhalang
atau terhijab oleh saudara-saudari sebapak pewaris, dan seharusnya hakim
tidak memasukkannya menjadi ahli waris dari pewaris yakni anak laki-laki
dari saudara laki-laki kandung pewaris yang sudah meninggal lebih
duhulu.
3. Tetapi pada Putusan tahun 2018 ini, hakim melakukan ijtihad hukum
dalam memutus dan mengadili kasus ahli waris pengganti karena
memasukkan anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung pewaris yang
meninggal lebih dahulu, dasar hukumnya Pasal 185 dan Pasal 171 huruf c
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
60
B. Saran
1. Untuk seluruh hakim pengadilan agama di Indonesia seharusnya membuat
putusan dengan sebaik-baiknya yang menyelesaikan permasalahan dari sisi
ahli waris maupun tirkah pewaris dalam satu perkara gugat waris,
sehingga masing-masing ahli waris mendapat bagian dari tirkah tersebut
sesuai porsinya dan putusannya dapat dieksekusi ketika isi putusan
tersebut tidak dapat dilaksanakan secara suka rela.
2. Untuk kuasa hukum dalam posita minimal ada empat (4) unsur penting
yaitu 1. Kematian Pewaris, 2. Silsilah dan kedudukan Ahli Waris dan 3.
Tirkah/Harta Peninggalan Pewaris yang menjadi sengketa dan 4. Adanya
sengketa antara Ahli Waris yang masuk dalam kelompok pihak,
memasukkan unsur2 yang harus ada dalam perakara gugatan waris dalam
bentuk posita dan petitum.
3. Para pihak seharus nya dalam gugatan nya tersebut harus dilengkapi
dengan posita dan petitum tentang mal waris (tirkah) dari pewaris,
sehingga dengan posita dan petitum sebagaimana terurai dalam gugatan
tersebut dipandang tidak menyelesaikan pokok masalah yang terjadi
dikalangan ahli waris pewaris yang maksud utamanya adalah bagaimana
tirkah dari pewaris berpindah kepemilikan kepada ahli waris yang sah
dengan putusan pengadilan agama dengan porsi sesuai ketentuan hukum
waris Islam yang berlaku di Indonesia, serta berkonsultasi dengan pakar
waris islam seperti ulama, akademisi, praktisi hukum yang sangat
memahami hukum kewarisan islam.
61
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abu Bakar, Al Yasa, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin Dan Penalaran Fikih Mazhab, Jakarta: INIS, 1998.
Al Atsari, Abu Ihsan, Panduan Praktis Hukum Waris Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih. Terjemah Tashiilul Faraidh, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015.
Amin Suma, Muhammad. cet.1. Keadilan Hukum Waris Islam dalam Pendekatan Teks dan Konteks, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, cet.3. Fiqh Mawaris, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001.
J. Moelong, Lexy, Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet.31. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Johan Nasution, Bahder, Metode Peneliti Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008.
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul Mawaris fil-Fiqhil-Islami. Penerjemah Addys Aldizar, dan Fathurrahman, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004).
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indoensia, Kencana, Jakarta: Kencana, 2006.
Mardani. cet.2. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015.
--------------, cet.1. Hukum Islam Dalam Hukum Positif Indonesia, Depok: Rajawali Pers, 2018.
Muhammad Ahmadi, Fahmi, dan Aripin, Jaenal, cet.1. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Muhibin, Muhammad, dkk. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Narboko, Cholid, dan Achmadi, Abu, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Bumi Pustaka, 1997.
Parihah, Ipah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Cet.1. Jakarta, Jakarta: UIN Jakarta Press.
Rahman, Fatchur, Ilmu Waris. cet.2. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981.
Rofiq, Ahmad, Fiqih Mawarits. cet.2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995.
62
Rosyada, Dede, Hukum Islam Dan Pranata Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996.
Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah, Beirut: Dar Kitab al-Arabi, 1971.
Saebani, Beni Ahmad, Fiqh Mawaris. Jilid III. Bandung: Pusaka Setia, 2003.
Salihima, Syamsulbahri, cet.2. Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum Islam Dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Salman, Otje. Dan Haffas, Musthafa. cet.2. Hukum Waris Islam, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.
--------------, dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Hukum singkat, cet.7. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Thalib, Sajuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Wahyu Kuncoro, NM. Waris Permasalahan Dan Solusinya Cara Halal dan Legal Membagi Warisan, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015.
B. Jurnal
Harahap, Yahya. 1992, “Informasi Materi KHI, Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam” Dalam Mimbar Hukum : Aktualisasi Hukum Islam, No. 5, Al Hikmah, Jakarta.
Sudirman, Muhammad. Munasakhah Dalam Sistem Kewarisan Islam, Jurnal Supremasi, Volume XI Nomor 2, Oktober 2016.
Sugiyarno, Fatahullah. Dan Surayya, Ita. Antara Munasakhah Dan Ahli Waris Pengganti Pada Putusan Nomor: 0311/Pdt.G/ 2009/PA.Sel., Kajian Hukum Dan Keadilan, Jurnal IUS, Volume VI, Nomor 1, April 2018.
C. Skripsi
Ilmiyah, Fuji. Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Demak No: 0829/Pdt.G/2007/PA.Dmk Tentang Penetapan Orang Yang Meninggal Dunia
63
Sebagai Ahli Waris, Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ahwalus Syakhsiyah, 2009.
Fadhillah Hakim, M. Analisis Yuridis Kewarisan Saudara Dalam Kasus Munasakhah (Studi Putusan M.A. No. 30 PK/Ag/2013), Fakultas Syariah dan Hukum, Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Ramadhan, Nurdiana. Kewarisan Bertingkat Sebagai Perkembangan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Kewarisan Di Indonesia (Analisis Putusan Nomor 1191/Pdt.G/2016/PA.JB, Fakultas Syariah dan Hukum, Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Hapsari, Hilda. Disharmonisasi Penetapan Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Tentang Pembagian Waris (Studi Analisis: Penetepan Waris Pengadilan Agama Jakarta Barat No. 0446/Pdt.P/2015/PA.JB dan Putusan Waris Pengadilan Agama Jakarta Barat No. 0954/Pdt.G/2016/PA.JB, Fakultas Syariah dan Hukum, Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
D. Internet
Ahmad Munawir, Ketentuan Ahli Waris Pengganti, dari
https://www.hukum.kompasiana.com/2012/05/16/ahli-waris-pengganti-dalam-
khi-457734.html. ,di akses pada 9 September 2019.
Nur, Mujib, Putus Waris; Lembaga Plaatsvervulling (Ahli Waris Pengganti), dari
https://www.pa-jakartaselatan.go.id/artikel/444-putus-waris-lembaga-
plaatsvervulling-ahli-waris-pengganti ,di akses pada 9 September 2019.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50d3c22960a85/kedudukan-ahli-waris-
pengganti-harus-jelas ,di akses pada 3 Agustus 2019.
E. Peraturan Perundang-undangan
Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
64