Post on 03-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Bahasa adalah alat komunikasi prima untuk menyampaikan maksud
seseorang kepada orang lain. Dalam berkomunikasi pula dihindari kesalahpahaman.
Kesalahpahaman itu mungkin terjadi karena kesalahan penggunaan bahasa. Karena
itu seogianya bahasa yang dipergunakan adalah bahasa yang komunikatif.
Bermacam – macam bentuk komunikasi yang dapat dipergunakan
menyampaikan maksud atau ide. Salah satu diantaranya adalah melalui karya sastra.
Karya sastra pada dasarnya adalah cara pengarang menyampaikan ide atau maksud
kepada para pembaca.
Karya sastra merupakan ekspresi jiwa manusia. Sebuah karya sastra
menunjukkan segi – segi kehidupan manusia. Kehadiran sastra di tengah kehidupan
manusia tidak dapat dipungkiri, bahwa kehadiran tersebut menggambarkan realitas
sosial budaya yang terjadi di tengah – tengah kehidupan manusia. Melalui sastra ini
segala pencerminan kehidupan di masyarakat dapat mereka ungkapkan dengan
sejelas – jelasnya.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah
kenyataan sosial (Domono, 1978 : 157). Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup
hubungan antar masyarakat, antara masyarakat dengan seseorang, termasuk penyair,
antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi di dalam batin seseorang.
Bagaimanapun peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang menjadi
subjek matter karya sastra, adalah refleksi hubungan seseorang dengan orang lain
atau beragam masyarakat. Karya sastra juga dikatakan bermutu dan mengungkapkan
masalah hidup dan kehidupan manusia serta mampu menyuguhkan nilai – nilai
kehidupan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Karya sastra ada beberapa jenis, yakni : novel, puisi, drama dan cerpen.
Novel adalah cerita karangan prosa yang melukiskan perbuatan – perbuatan
pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing – masing (Sudjiman, 1984 : 38). Puisi
adalah upaya abadi untuk mengekespresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan tubuh
yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkannya ada karena
bukannya irama melainkan argumen yang membuat irama yang menjelmakan suatu
puisi (Ralph Waldo Emerson dalam Tarigan , 1935 : 35). Drama adalah suatu
karangan dalam prosa atau puisi yang menyajikan dalam dialog atau pantomim suatu
cerita yang mengandung konflik atau kontras seseorang tokoh; terutama sekali suatu
cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di atas panggung. (Barnhart dalam
Tarigan, 1960 : 365). Cerpen adalah salah satu karya sastra yang paling banyak
digemari dalam dunia kesusasteraan Indonesia sesudah Perang Dunia II. Menurut
Ellery Seqguick mengatakan bahwa, “Cerpen adalah penyajian suatu keadaan
tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada
jiwa pembaca. (Natosusanto dalam Tarigan, 1957 : 29).
Rosidi (1984 : 176) mengemukakan bahwa, “Dalam beberapa bagian saja
dari cerpen dikembangkan jadi wacana oleh pengarangnya, sehingga menjadi hasil
karya sastra yang dapat diabadikan dan dinikmati secara berulang – ulang oleh
pembacanya.”
Dari pendapat para ahli di atas diambil satu kesimpulan bahwa cerpen
adalah cerita yang pendek yang melukiskan suatu kejadian, peristiwa dalam jangka
waktu berapa saat.
Unsur – unsur pembangun cerpen yakni :
1. Memiliki adegan, tokoh dan gerak
2. Mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama – tama
menarik perasaan dan baru kemudian menarik pikiran.
4. Mempunyai satu efek atau kesan yang menarik dan memberikan impresi tunggal.
5. Mengandung detail – detail dan insiden – insiden yang dipilih dengan sengaja,
dan yang bisa menimbulkan pertanyaan – pertanyaan dalam pikiran pembaca
(Brook et Al dalam Tarigan, 1952 : 28 – 30).
Dalam beberapa bagian saja dari satu jiwa seseorang bisa menikmati sebuah
cerpen (Rusyana, 1982 : 11). LAG Strong dalam Tarigan (1984 : 176) menyatakan
bahwa, “Singkat dan lengkap aliran brevity with complement adalah pokok – pokok
cerita pendek.”
Suatu cerita pendek haruslah mempunyai unsur – unsur utama yakni :
memiliki adegan tokoh dan gerak menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca,
menimbulkan perasaan tertarik mempunyai insiden yang menguasai jalan cerita,
mempunyai seorang pelaku utama, tergantung pada situasi memberikan inspirasi
tunggal, satu kebulatan efek batu, satu emosi (Broks Et Al dalam Tarigan (1980 : 20
– 30).
Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa cerpen
adalah cerita yang pendek yang melukiskan suatu kejadian, peristiwa dalam jangka
waktu beberapa saat.
Dari uraian di atas, maka peneliti ingin menganalisis cerpen “Putri Bunga
Karang” karya Zuber Usman ditinjau dari segi tema, alur, penokohan dan nilai
didaktis.
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Dalam satu penelitian perlu diteliti dalam ruang lingkup masalah perlu
dibahas agar fokus penelitian dapat terarah. Berdasarkan latar belakang masalah
diatas yang menjadi ruang lingkup masalah penelitian ini adalah Analisis Cerpen
“Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman ditinjau dari segi tema, alur, penokohan
dan nilai didaktis.
1.3 Rumusan Masalah
Langkah – langkah yang sangat penting dan harus dirumuskan dalam tulisan
ilmiah adalah rumusan masalah yang bertujuan agar peneliti dapat mengarahkan
pembahasan terhadap masalah yang dirumuskan.
Oleh karena itu, peneliti harus merumuskan masalah sesuai dengan judul
penelitian ini, kemudian merumuskannya dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut :
1) Apakah tema Cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman ?
2) Bagaimana alur cerita Cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman ?
3) Bagaimana penokohan dalam cerita Cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber
Usman ?
4) Apa saja nilai – nilai didaktis yang terdapat dalam Cerpen “Putri Bunga Karang”
karya Zuber Usman ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik akhir dan memberi arah terhadap suatu kegiatan
penulis. Ketajaman seseorang dalam merumuskan penelitian sangat mempengaruhi
keberhasilan penelitian yang dilakukan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah yang menjadi tema dalam Cerpen “Putri Bunga
Karang” karya Zuber Usman.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah alur dalam Cerpen “Putri Bunga Karang”
karya Zuber Usman.
3. Untuk mendeskripsikan perwatakan setiap tokoh cerita dalam Cerpen “Putri
Bunga Karang” karya Zuber Usman.
4. Untuk mendeskripsikan nilai – nilai didaktis dalam Cerpen “Putri Bunga
Karang” karya Zuber Usman.
1.5 Manfaat Penelitian
Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ada manfaat, baik secara langsung
maupun tidak langsung terutama bagi penulis dan bagi pembacanya. Setelah
melakukan penelitian, seorang peneliti harus mengetahui dan memahami manfaat
penelitian yang dilakukan. Dengan kata lain manfaat penelitian merupakan hasil yang
dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam dunia
pendidikan.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembaca karya sastra.
2) Sebagai bahan informasi bagi penelitian yang memiliki kesamaan atau kemiripan
dengan penelitian ini.
3) Untuk mengembangkan teori yang digunakan dalam kajian Analisis.
1.6 Anggapan Dasar
Winarno dalam Arikunto (1993 : 60) menyatakan bahwa, “Anggapan dasar
adalah sebuah titik tolak pemikiran yang sebenarnya, selanjutnya setiap peneliti dapat
merumuskan anggapan dasar yang berbeda. Seorang penyelidik mungkin melakukan
suatu anggapan dasar yang berbeda dan mungkin diterima sebagai kebenaran.”
Sehubungan dengan pengertian di atas, maka yang menjadi anggapan dasar
dalam penelitian ini adalah bahwa Cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman
telah mengandung tema, alur, penokohan dan nilai – nilai didaktis.
1.7 Definisi Istilah
Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini. Istilah ini
perlu diartikan dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan salah pengertian maupun
munculnya makna ganda. Untuk membantu pemahaman istilah dalam penelitian ini,
maka peneliti akan menjelaskan batasan setiap istilah yang peneliti gunakan, yakni
sebagai berikut :
1. “Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa atau karangan, perbuatan dan
sebagainya untuk mengetahui apa sebabnya dan bagaimana perkaranya.”
(Poerwadarminta, 1995 : 37).
2. Cerpen adalah suatu teks pribadi, sebuah catatan peristiwa yang dapat
menimbulkan perubahan dalam sikap penulis dan tujuan penulis tersebut (Rchard
Summer dalam Tarigan, 1989 : 35).
3. Tema adalah inti atau ide dasar sebuah cerita. (Kosasih, 2003 : 251).
4. Alur adalah dasar bergeraknya cerita, alur bukanlah jalan cerita, tetapi alur
adalah penyebab kejadian. (Sumardjo, 1979 : 9).
5. Penokohan adalah salah satu unsur intrinsik karya sastra yang berfungsi untuk
memberikan gambaran karakter tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita.
6. Didaktis adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Yunani : didascein yang
berarti “saya mengajar” atau mengajar atau ilmu yang mempelajari dan memberi
syarat – syarat umum yang diperlukan untuk memberikan pelajaran dengan baik
kepada murid atau orang lain. Jadi, didaktis memberikan petunjuk – petunjuk
umum untuk segala pengajaran dalam mata pelajaran apapun (Ny. Roesyah,
1986 : 1).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Apresiasi Sastra
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin “apreciatio” yang berarti
“mengindahkan atau menghargai”. Kata apresiasi juga dapat diartikan sebagai usaha
memahami dan menilai karya sastra.
Menurut Samad (1997 : 54) dalam Maglufti (http://longjournall.wordpress.
com/2008/05/08) menulis resensi – 2 cerpen menyatakan “Apresiasi memiliki
pengertian memahami, menikmati, menghargai dan menilai.”
Pengertian apresiasi dapat disimpulkan yaitu sebagai usaha memahami dan
menilai karya sastra yang memiliki pengertian memahami, menikmati, menghargai
dan menilai.
Selanjutnya kata “sastra” berasal dari bahasa Sansekerta “castera” yang
berarti tulisan, karangan atau alkitab. Mendapat kombinasi imbuhan (awalan) yang
mengandung arti segala hasil karya sastra.
Dalam lembaran komunikasi bahasa dan sastra Indonesia (http:agsuyoto.
files.wordpress.com/2008/03/pengantar_kesustraan/doc) menyatakan sastra adalah
ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, perasaan, ide, semangat,
keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona
dengan alat bahasa.
Jadi sastra dapat disimpulkan suatu tulisan, karangan mendapat kombinasi
imbuhan (awalan) yang mengandung arti segala hasil karya sastra dan ungkapan
pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, perasaan, ide, semangat,
keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona
dengan alat bahasa.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa apresiasi sastra
adalah usaha untuk memahami atau menilai suatu karya seni sastra secara jelas, sadar
dan kritis sehingga tumbuh penghargaan pembaca terhadap kualitas karya sastra yang
sesuai dengan norma – norma seni, keindahan dan kesempurnaan.
2.2 Pengertian Cerpen
Natosusanto dalam Tarigan (1984 : 176) menyatakan bahwa, “Cerpen
adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang
memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca.”
Ajip Rosidi dalam Tarigan (1984:176) menyatakan bahwa sebuah cerpen
adalah lengkap, bulat dan singkat. Sebuah bagian dari cerpen mesti terikat pada suatu
kesatuan jiwa , pendek, padat dan lengkap.
C. Hanry S. Carby mengemukakan bahwa cerpen adalah kesan yang satu
dari suatu peristiwa dalam kehidupan (Zulfahnur, 1996/ 1997 : 62).
Ahmad (1974 : 99) meyatakan bahwa cerpen adalah suatu cerita melukiskan
suatu kejadian, suatu peristiwa dalam jangkau waktu beberapa saat saja.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan cerpen
adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau kelompok keadaan yang memberikan
kesan yang tunggal pada jiwa pembaca dan cerita yang melukiskan suatu kejadian,
suatu peristiwa dalam jangka waktu beberapa saat saja.
Prinsip - prinsip cerpen menurut Natawidjaya (1977:31) di bawah ini,
yakni :
“1. Sekelumit kehidupan sehari-sehari. 2. Tokoh orang biasa. 3. Tanpa periode awal/ akhir. 4. Tidak mempunyai periode perubahan nasib. 5. Materi cerita pendek dengan narasi yang utuh.”
2.3 Struktur Cerpen
Sebagaimana halnya karya sastra lainya, sebuah cerpen memiliki unsur.
Unsur pembentuk yang mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainya dalam
memberikan makna menyeluruh terhadap cerpen tersebut.
Unsur - unsur cerpen yang di maksud adalah
2.3.1 Tema
Tema merupakan pokok pembicaraan yang mendasari cerita. Dalam sebuah
cerita, walaupun misalnya pengarang tidak menjelaskan apa tema ceritanya secara
eksplisit (jelas), hal itu harus dapat dirasakan dan disimpulkan oleh para pembaca
setelah selesai membaca keseluruhan secara cermat. Sehingga pembaca dapat
merumuskan apa makna dari tema yang tersirat dalam cerpen yang dibaca.
Brooks dan Warren dalam Tarigan (1984 : 125) menyatakan, “Tema
adalah dasar makna suatu cerita atau novel.” Sedangkan Brooks, Purser dan
Warren menyatakan bahwa, “Tema adalah pandangan hidup atau rangkaian
nilai – nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama
dari suatu karya sastra.”
Selanjutnya Nurgianto (2002 : 70) dalam Mahir Berbahasa Indonesia
menyatakan, “Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum sebuah karya prosa”.
Gagasan dasar umum, tentunya telah ditetapkan sebelumnya oleh
pengarang untuk mengembangkan cerita. Oleh sebab itu, ceritanya tentunya akan
mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan
kata lain ceritanya tentunya akan mengikuti tema. Tema bersifat menjiwai
keseluruhan cerita dan mempunyai kesimpulan yang umum. Oleh karena itu,
untuk menemukan tema sebuah karya fiksi harus disimpulkan dari seluruh cerita
tidak hanya berdasarkan bagian – bagian tertentu dari cerita.
Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman
hidup). Seorang pengarang mencoba menawarkan makna tertentu kehidupan.
Kemudian mengajak pembaca untuk melihat, merasakan dan menghayati makna
(pengalaman) kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan tersebut
sebagaimana pengarang mengarangnya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok
pikiran atau dasar cerita yang disampaikan pengarang melalui hasil karyanya
yang menawarkan makna (pengalaman) serta menjiwai seluruh isi cerita.
2.3.2 Alur
Alur (plot) merupakan sebagai unsur intristik dari suatu karya satra.
Sumardjo (1979:9) mendefenisikan alur adalah dasar bergeraknya cerita. Alur
bukanlah jalan cerita, tetapi alur adalah penyebab kejadian.
Rani dalam Sumardjo (1979 : 9) menguraikan alur terbagi atas lima bagian
yakni:
1. Pengenalan situasi cerita (exposition)
Perkenalan pada tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.
2. Pengungkapan peristiwa (complication)
Peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan dan
kesukaran bagi para tokoh nya.
3. Menuju pada adanya konflik (using action)
Peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan atau pun keterlibatan
berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
4. Puncak konflik ( turning point)
Bagian ini disebut klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan
mendebarkan. Pada bagian ini pula di tentukan perubahan nasib beberapa
tokohnya. Misalnya : apakah ia berhasil mengatasi masalahnya atau gagal
5. Penyelesaian (ending)
Penjelasan tentang nasib - nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami
peristiwa puncak itu.
Menurut Brooks At Al dalam Tarigan, (1985 : 37) yang dimaksud alur atau
plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama.
2.3.3 Penokohan/ Perwatakan
Watak setiap manusia dalam kenyataannya selalu berbeda, demikian juga
perwatakan dalam cerpen diciptakan berbeda walau kadang ditemukan
persamaan. Oleh sebab itu, pengarang pun menokohkan setiap tokohnya agar
ide – ide dapat disampaikan dengan baik. Tokoh utama (individu rekaan) yang
mengalami peristiwa – peristiwa atau perlakuan dalam cerita. Ia adalah boneka
di tangan penulis. Di tangan penulislah seorang tokoh diciptakan menurut selera
dan caranya.
Berdasarkan fungsi tokoh cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
tokoh yang paling penting dalam sebuah cerita dan juga tokoh yang paling
banyak mengalami peristiwa. Tokoh sentral meliputi (1) Tokoh protagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung cerita yang memerankan yang
bersifat positif atau menyampaikan nilai – nilai yang baik. (2) Tokoh antagonis.
Tokoh antagonis adalah tokoh penentang cerita yang memerankan yang bersifat
jahat (negatif) dan tokoh bawahan adalah tokoh – tokoh yang memegang peran
tambahan atau pelengkap (Mahir Berbahasa Indonesia, 2006 : 71).
Penokohan atau perwatakan adalah cara menggambarkan tokoh untuk
memperoleh pengertian yang jelas, maka di bawah ini penulis mengutip
beberapa pendapat mengenai penokohan.
Menurut Alwi Hasan, dkk{2003:1203}, “Penokohan adalah penciptaan citra
tokoh dalam karya sastra.”
Menurut Jones melalui Nurgiyantoro {2002:165}menyatakan, “Penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang di tampilkan
dalam sebuah cerita. Penokohan arti yang lebih luas dari tokoh karena
penokohan merupakan pelukisan bagaimana perwatakan tokoh-tokohnya dan
memberikan gambaran yang jelas pada pembacanya.”
Sudjiman dalam Mutiara {1998:8} menyatakan, “Penokohan adalah
penyajian watak tokoh dan penciptaan cerita tokoh oleh pengarangnya.”
Lubis dalam Tarigan {1984:133-134} menyatakan ada beberapa cara yang
dapat dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak atau pribadi
para tokoh tersebut, adalah:
“1. Physical description{melukiskan bentuk lahir dari pelakon}.2. Portrayol of thought stream or concious thought {melukiskan jalan
pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya}.3. Reaction to event {melukiskan bagaimna reaksi pelakon terhadap
kejadian – kejadian).4. Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak
pelakon).5. Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan sekitar
pelakon).6. Reaction of others about/ to character (pengarang melukiskan
bagaimana pandangan – pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama itu).
7. Conservation of other about character (pelakon – pelakon lainnya dalam suatu bicara memperbincangkan keadaan pelakon utama, dengan demikian secara tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utama itu)”.
Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu :
a. Metode analisis/ langsung, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara
memaparkan watak tokoh secara langsung.
b. Metode dramatik/ tidak langsung, yaitu penyajian watak tokoh melalui
pemikiran, percakapan dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan
dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau
tempat tokoh.
c. Metode kontekstual, yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang
dipakai.
Menurut Jakob Sumardjo dalam Agustinus (http://www.agsuyoto.files.
wordpress.com/208/03/pengantar_kesusastraan.doc) ada lima cara
menyajikan watak tokoh, yaitu :
“ 1) Melalui apa yang dibuatnya, tindakan – tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2) Melalui gambaran fisik tokoh.3) Melalui ucapan – ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah
tokoh tersebut orangtua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
4) Melalui pikiran – pikirannya.5) Melalui penerangan langsung”.
Dari uraian di atas, maka penggambaran dalam melukiskan watak tokoh
sangat penting diketahui. Karena dengan penggambaran penokohan, pembaca
dapat mengetahui karakter tokoh yang dikisahkan dalam peristiwa yang terjadi
di cerpen yang telah disusun oleh pengarang.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
perwatakan/ penokohan adalah pelukisan gambaran tokoh dalam berbagai
peristiwa untuk menyampaikan ide cerita tersebut.
2.3.4 Nilai - nilai Didaktis
Didaktis adalah suatu istilah yang berasal dari Yunani “Didascein” yang
berarti saya mengajar atau ilmu yang mempelajari dan memberi syarat - syarat
umum yang diperlukan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada murid atau
orang lain.
Pengarang atau penulis bercorak “Didaktik” mempergunakan kesusasteraan
itu sebagai alat untuk menyalurkan ajaran - ajaran yang berupa tuntunan tentang
dosa dan pahala, tentang suruhan atau larangan yang Mahakuasa tentang
perbuatan yang tercela dan yang terpuji baik yang mengenai susila maupun yang
berbaur agama .
Sebagaimana yang dikatakan Supardjo dalam Nasution ( 1972:25) yang
menyatakan bahwa “Apabila seorang pengarang dalam karangannya dengan
sengaja menguraikan pendapatnya serta perasaannya, supaya pembaca dapat
menarik pelajaran dari uraian tersebut, maka karangan tersebut bersifat
“Didaktik”. Melalui bacaan, pengarangnya hendak mengemukakan ajaran - ajaran
yang berupa tuntunan tentang buruk dan baik, tentang dosa dan pahala, tentang
suruhan dan larangan Yang Maha Kuasa, tentang perbuatan yang tercela dan yang
terpuji .
Sabaruddin (1974:108) menyatakan bahwa, yang menjadi dasar aliran
didaktik adalah agama, kesusilaan atau perhambaan kepada Tuhan dan
pengabdian kepada Kesucian batin dan moral.
Jadi berdasarkan pernyataan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
didaktik memberikan petunjuk - petunjuk umum untuk mengajar dalam mata
pelajaran apapun yang ditinjau dari segi Agama, Moral, Sosial dan Budaya.
Melalui hal diatas, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa kehadiran
sastra bukan hanya sebagai wahana hiburan tetapi juga berfungsi untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berfikir,
dan berke-Tuhan-an. Karena dalam suatu karya sastra terdapat pengajaran
mengenai moral. Dimana menurut Semi (1993:72) metode pendekatan moral
adalah sebagai berikut :
1. Didalam menghadapi karya sastra yang paling pokok dan yang harus
diperhatikan adalah isinya yang terdiri dari pemikiran, falsafah, dan nilai -
nilai. Disamping itu diperhatikan pula tujuan dan pesan - pesan penulis.
2. Aspek didaktis mendapat kajian secara kritis. Hal ini dapat dilihat melalui
kajian perwatakan peran tokoh - tokoh cerita.
3. Pembahasan aspek moral hendaknya dibedakan dengan pembahasan moral
yang berada dalam buku teks sekolah. Bagaimana pun masalah moral ini
menjadi titik perhatian umum namun aspek kesusastraannya jangan terlalu
dikorbankan. Karya sastra yang dihadapi harus dianggap sebagai sastra.
Berdasarkan pendapat diatas, didaktik berguna untuk memberi petunjuk -
petunjuk pengajaran nilai kebaikan yang ada dalam karya sastra sehingga
menimbulkan pengajaran yang baik bagi pembaca karya tersebut.
2.4 Cerpen “Putri Bunga Karang” Sebagai salah satu karya sastra
Ilmu sastra mencakup beberapa bidang. Dalam ilmu sastra mencakup teori
sastra, sejarah sastra dan kritik sastra. Teori sastra ialah bagian ilmu sastra yang
membicarakan pengertian - pengertian dasar tentang sastra dan perkembangan serta
kerangka pemikiran pakar tentang apa yang mereka namakan sastra.
Sejarah satra ialah bagian - bagian ilmu sastra yang memperlihatkan
perkembangan karya sastra, tokoh - tokoh dan ciri - ciri dari masing - masing tahap
perkembangan tersebut sedangkan kritik sastra adalah bagian ilmu sastra yang
membicarakan tentang pemahaman, penghayatan, penafsiran dan penilaian terhadap
karya sastra.
Ketiga bagian karya sastra tersebut saling berkaitan, teori sastra tidak dapat
dilepaskan dari sejarah dan kritik sastra. Keterkaitan itu menyebabkan masing-masing
saling ketergantungan dengan yang lain. Sebuah karya sastra tidak akan dapat
dipahami, dihayati dan ditafsirkan serta dinilai dengan sempurna tanpa bantuan ketiga
bidang ilmu sastra. Teori tidak akan sempurna tanpa bantuan sejarah dan juga kritik
sastra sepanjang zaman. Sejarah sastra tidak jelas, sehingga kritik sastra tidak akan
mencapai sasaran jadi teori dan sejarah sastra tidak dijadikan landasan berpijak.
Sabaruddin (1984:9) menyatakan bahwa sastra berasal dari bahasa Latin
maksudnya bahwa awalnya berasal dari kata ‘schriftun’ yang berarti kumpulan karya
sastra yang mencakup semua bidang. Jadi Badadu (1981:22) menyatakan bahwa kata-
kata itu secara luas dapat diartikan sebagai suatu tulisan maupun bacaan yang baik
dan mempunyai bentuk bahasa yang indah sekaligus mempunyai isi yang baik.
Sebelum pandai menulis dan membaca manusia telah pandai bersastra,
melahirkan perasaan atau pikirannya dengan bahasa yang indah secara lisan. Jadi
dapatlah dinyatakan bahwa menciptakan atau melahirkan sastra itu, maka kesastraan
itu dapat dikenal dalam dua jenis yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan.
Sabaruddin Ahmad, (1984:10) menyatakan bahwa “Baik sastra lisan
maupun sastra tulisan sudah pasti bahasalah alatnya yang terutama, itulah sebabnya ia
di sebut juga “seni bahasa” sehingga, bahasalah alat utama untuk menciptakan
kesusastraan.”
Oleh karena itu, bahasa tulis sebagai titik tolak yang meyakinkan karena
tulisan indah membatasi bahwa sastra hanya yang tertulis. Padahal sastra yang tertulis
adalah sastra lisan jadi dari segi kesusteraan lebih mementingkan cara
pengekspresian suatu keadaan daripada keadaan itu sendiri, oleh sebab itu dapat
dinyatakan bahwa kesusastraan merupakan bahasa yang mengacu kepada dirinya
sendiri. Akan tetapi dari segi lain kesusastraan yang tidak mengandung isi, sering
dianggap sebagai karya satra yang tidak bernilai sehingga, sampai sekarang belum
ada seorang pun yang mampu membuat defenisi sastra yang final dalam arti selalu di
pertanyakan kebenarannya atau bahkan disanggah. Sudah banyak pakar yang
mencoba membuat defenisi sastra, akan tetapi semua defenisi itu memperlihatkan
kelemahan sehingga ada saja yang membantah dan mempertanyakan ketepatannya.
Selanjutnya menurut Teew (1984 : 21 - 22) menyatakan bahwa ”Sebabnya
karena defenisi – defenisi yang ada, hanya menekankan satu atau beberapa aspek
karya sastra saja, atau hanya berlaku untuk karya sastra tertentu atau malah yang
sebaiknya terjadinya batasan, ternyata terlalu luas dan longgar sehingga dilingkupi
hal – hal yang jelas bukanlah sastra.”
Sebagaimana juga Teew (1984 : 3) menyatakan bahwa “Karya sastra
merupakan realisasi sistem sastra, dan didalamnya ciri - ciri itu harus ditekankan pada
karya satra, itu juga mempunyai dua bagian yaitu:
1. Sastra merupakan cerita yang berhubungan dengan bagian - bagian yang lain,
bersifat tertutup tetapi mempunyai kebulatan makna yang satu. Dengan kata
lain, sastra itu merupakan karya yang koheren.
2. Dalam menampilkan kelengkapan karya dari satu pihak terikat pada konfensi,
tetapi dipihak lain ada kelonggaran dan kebebasan untuk mempermainkan
konfensi itu.
Kemudian Guntur ( 1985:65) Menyatakan bahwa karya sastra itu ada lima
bagian yaitu :
1. Sastra merupakan sebuah ciptaan yang dilakukan untuk menghasilkan kreasi
sang seniman untuk melanjutkan proses penciptaan alam .
2. Sastra mengungkapkan yang tidak bisa di katakan.
3. Sastra menyatakan atau menyajikan hal - hal yang bertentangan
4. Sastra selalu relatif dalam segi waktu
5. Sastra selalu berada pada tegangan antara normal sastra dan normal sosial budaya
Berdasarkan hal - hal diatas maka dapat di perhatikan bahwa Cerpen “Putri
Bunga Karang” karya Zuber Usman juga memiliki ciri - ciri yang sudah di utarakan
diatas. Oleh sebab itu dalam memahami sastra kususnya tentang Cerpen “Putri Bunga
Karang” adalah merupakan salah satu karya sastra yang dikategorikan sebagai hasil
karya sastra yang perlu mendapat perhatian oleh masyarakat khususnya dalam
membuat karya ilmiah.
2.5 Sinopsis Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya “Zuber Usman”
Malim, mendengar derum ombak memecah mengempar ke pantai, setiap
malam suara di pantai sebagai suara orang menangis, meratap, melunglung dalam
kesunyian. Jantungnya berdebar – debar mendengar deburan ombak memecah tengah
malam.
Pada malam itu Malim tidak dapat tidur perasaan resah dan badan gelisah,
begitu juga dengan neneknya. Malim dan keduanya tidak dapat tidur karena bunyi
hempasan derum ombak seperti orang menangis, meratap, melunglung. Pada saat itu
Pak Saerah pergi ke Pauh menengok anaknya sakit.
Malam itu Malim resah karena udara sangat panas, dan neneknya
memperhatikan sikap Malim dan bertanya apakah malam itu perasaanmu tidak enak?
Dan malim menjawab, malam ini pikiran dan ingatanku jauh mengerawang kemana –
mana, melalui jalan yang tiada berujung dan tiada berpangkal.
Malim dengan neneknya mendengar ombak meraung – raung, Putri Bunga
Karang berseru – seru memanggil kekasihnya. Banyak perempuan yang berurai air
mata teringat akan suami atau kepada anaknya yang jauh di negeri orang. Anak
muda – mudi bujang atau gadis atau janda yang baru diceraikan suaminya.
Bila kedengaran bunyi ombak menghiba – hiba, mengeluh, mengeram semacam itu,
dikatakan orang Putri Bunga Karang sedang merindukan kekasihnya.
Nenek Malim melanjutkan kisah cerita tentang Putri Bunga Karang.
“Dahulu dalam peralatan setiap pernnah mendengar orang bermalam, menyaksikan
kisah Putri Bunga Karang atau Putri Bunga Melur Si Bungsu, dia adalah putri bungsu
dari enam bersaudara dan ibunya bernama Putri Tunggal Nan Jombang yang
memerintah selingkungan Batang Muara. Putrinya yang tertua namanya Putri Nila
Kesuma, yang kedua Putri Embun Pagi, Putri Bunga Pandan, Putri Pati Santan, Putri
Nayang Mengurai dan yang keenam Putri Bunga Melur atau yang sering disebut Putri
Bunga Karang.
Putri Tunggal Nan Jombang yaitu ibunya Putri Bunga Karang sangar besar
kuasanya dan raja yang memerintah Pulau Perca sebelah Selatan dan Putri Tunggal
ini tidak memiliki saudara laki – laki atau perempuan maka putri ialah yang
memegang kekuasaan dan penerus ayahnya Raja Mambang Sane. Putri Tunggal ini
seorang raja perempuan yang amat cerdik lagi bijaksana dan berani. Namun ada
sedikit angkuh dan sombong.
Sudah berapa anak raja datang meminang anaknya, tetapi pinangan mereka
ditolak belaka. Putri Tunggal ini tidak mau bermantukan anak – anak raja yang
berada di Pulau Perca. Untuk menolak pinangan raja – raja, Putri Tunggal Nan
Jombang meminta suatu permintaan yang bukan – bukan, atau rasanya tidak mungkin
diadakan orang. Putri Tunggal meminta dibuatkan istana di awang – awang yang
dikelilingi kebun bunga – bungaan aneka warna atau membuat sebuah mahligai kaca
di tengah laut tepat, ia dan putrinya bermain – main.
Dengan cara itulah Putri Tunggal untuk menolak pinangan para raja – raja yang ada
di Pulau Perca.
Putri Tunggal Nan Jombang mengharapkan untuk dijodohkannya oada anak
raja Cina atau raja Campa untuk putri pertamanya. Putri kedua raja Parsi, ketiga raja
Ruhum, keempat anak raja Turki dan kelima anak raja Malaka. Kelima putra – putra
raja itulah yang diharapkannya menjadi menantunya. Selain Bunga Melur atau Putri
Bunga Karang yang belum tampak olehnya siapa yang akan menjadi jodohnya.
Tetapi tanoa setahu Putri Tunggal, Putri yang keenam ini sudah mempunyai
kekasih, tempat hati masing – masing dan putri keenamnya ini berjanji tidak akan
menikah kalau tidak dengan kekasihnya mereka masing – masing.
Pada suatu hari pecahlah kabar ke seluruh negeri, Putri Tunggal telah
mengirim utusan kepada masing – masing raja yang dikehendakinya untuk meminang
putrinya yang kelima, dengan bingkisan dan alat kebesaran raja – raja.
Anak – anak raja itu datang dengan alat kebesarannya dan segala kemewahan yang
mereka miliki, lupalah janji putri yang kelima ini dan sumpah mereka, apabila
mereka tidak setia pada kekasih mereka masing – masing, maka mereka hilang ke
dalam lautan daripada dikawinkan dengan anak – anak raja yang tidak dikenal.
Ternyata putri yang lima ini lupa janji dan sumpah mereka, dan Putri Bunga
Melur atau Putri Bunga Karang menagih janji itu terhadap kakaknya yang kelima.
Namun kakanya yang kelima itu tertawa terbahak – bahak, menghina dan mengejek
kepada adiknya Putri Bunga Melur, sambil tengah berpantun dan tersenyum :
“Dari tikuke kurantaji,
Anak payang membeli limas
Biarlah aku mungkir janji,
Karena loyang ganti emas
Putri Bunga Melur pergi meninggalkan kakaknya yang kelima tanpa
sepengetahuan mereka, dan kakaknya mencari Putri Bunga Melur kemana – mana
tapi tak kunjung dapat. Akhirnya seluruh istana menjadi gempar dan mencari sampai
ke tempat – tempat yang belum pernah dimasuki orang.
Putri Bunga Melur meninggalkan istana kerajaan ibunya dan pergi dengan
kekasihnya seorang nakhoda muda. Kepergian Putri Bunga Melur ini dilihat oleh
seorang nelayan tua namanya Pak Tage. Pak Tage memberitahukan kejadian itu
kepada Putri Tunggal Nan Jombang yaitu Ibunda Putri Bunga Melur, mendengar
cerita Pak Tage itu, Ibunya Putri Tunggal sangat marah besar dan tidak malu dilihat
para tamu – tamunya.
Dengan amarah yang besar, ibunya atau Putri Tunggal menyumpah Putri
Bunga Melur dengan sumpahan : anak kualat, anak celaka… anak yang tidak tahu
merasa pedih sakit, anak yang tak tahu membalas guna… membuat malu kepada
orang banyak. Atas kesusahanku mengandung dan melahirkan, ia masuk ke Kuala
atau ke sungai, tersekatlah tubuhnya dirangkungan buaya dan kalau berlayar di
lautan, terhempas atau tertumbuk sampannya ke batu karang.
Dengan kekuasaan dan takdir Yang Maha Kuasa, ketika itu juga
berdentumlah petas keramat kuat bunyinya hendak memecah langit dan bumi, dan
anginpun bertiup sekeras – kerasnya.
Bunga Melurpun kena sumpah oleh ibunya dan tidak bertemu dengan kekasihnya.
Dan Bunga Melur sebagai orang mengeluh, mengerang… merintih, menangis
tersera – sera sebagai tangis dan keluh seorang perempuan yang memilukan hati.
Begitu pula dengan kelima kakaknya yang sudah ditunangkan, disaat
mereka hendak berlayar, setelah perkawinan mereka sudah berlangsung, mereka
keluar dari Kuala Batang Muara, ketika itu juga guruhpun berdentum dan gelombang
dari tengah laut amat besar dan keras dan perahu – perahu dan anak – anak raja itu
terbanting ke arah Selatan. Dan kelima perahu itu pecah dan tenggelam dan satupun
tidak ada tersisa, semuanya mati. Diteluk itu riuh tangis dan ratapan. Kegembiraan
kakak – kakaknya serta dengan suaminya, sekarang berganti dengan kesedihan.
Sampai seratus hari lamanya orang mencari kelima mayat putri tiada
ditemukan. Mereka telah dimakan sumpah masing – masing, ditelan lautan samudera
raja.
Di Pulau Pagau inilah pulau sebuah karang yang sangat ditakuti dan
dihormati orang laut. Karena menurut cerita orang tunggal itu didiami oleh seorang
dewi laut sakti dan amat cantik rupanya, menggilakan karang siapa yang menantang
wajahnya. Dewi itu selalu bersedih hati dan bermuram durja, dialah yang dipanggil
orang Putri Bunga Karang.
Dalam turun naik riak bergulung dan dalam kegelisahan ombak memecah,
disitulah terletak ruang putri itu, yang senantiasa mengeluh telah bersatu menjadi
sebagian jiwa samudera yang luas.
Barangsiapa yang pernah merasai perasaan rindu, dendam, cinta berakhir,
niscaya bunyi deruh dan deruh ombak, baginya mempunyai suatu makna yang baik
sehingga ia takkan dapat menidurkan matanya. Malam itu, karena bunyi itu terasa
bergetar dan berdebur… menghempas dan mengeram dalam jantung dan jiwanya
sendiri.
Panji Pustaka Thn. XXI 1 No 4, 15 Februari 1944.
2.6 Riwayat Hidup Pengarang
Zuber Usman dilahirkan di Padang pada tahun 1916. setanat dari Adabiah,
ia melanjutkan studinya ke Thawalib School di Padang Panjang dan kemudian
Islamic College di Padang (1937). Pada tahun 1983, ia pindah ke Jakarta dan menjadi
guru bahasa Melayu di sekolah Muhammadiyah. Selain pendidikan formal, ia juga
pernah mengikuti kursus Middlebare Acte Bahasa Indonesia di Universiteit Van
Indonesia pada tahun 1949. pada tahun 1961, ia menyelesaikan pendidikannya pada
Fakultas Sastra Universitas Nasional, selain itu, ia juga meraih gelar Sarjana
Pendidikan Universitas Indonesia pada tahun 1962.
Karya – karyanya antara lain Sepanjang Jalan dengan beberapa cerita lain.
Kumpulan Cerpen (1953), Aneka Rasa (1952), Kesustraan Lama Indonesia (1954),
Hikayat Iskandar Zulkarnain (1956), Kesusteraan Baru Indonesia (1957), Kedudukan
Bahasa dan Sastra Indonesia (1960) dan Damar Wulan (1975).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode penelitian
Metode penelitian memegang peranan penting didalam suatu penelitian
agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Metode merupakan cara kerja dalam
memahami objek yang menjadi sasaran atau metode dari berbagai metode yang
ada.sesuai dengan tujuan sifat objek sifat ilmu dan teori yang mendukung
nya .Koentjaraningrat (1977: 17) menyatakan bahwa “dalam penelitian objek yang
menentukan metode yang digunakan! Keraf ( 1981:7-8) juga menyatakan bahwa :
“sebab metode merupakan suatu cara untuk memahami objek suatu penelitian.
Sesuai dengan tujuan yang akan di capai maka metode yang di gunakan
didalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Hal ini sesui dengan
pendapat Ali ( 1986:12) yang menyatakan bahwa:
“Metode penelitian deskriptif yang digunakan untuk memecahkan dan
menjawab permasalahan yang dihadapi, ada suatu situasi sekarang yang dilakukan
dengan langkah-langkah pengumpulan data, membuat kesimpulan dan
laporan ,dengan tujuan utama, untuk membuat gambaran terhadap sesuatu keadaan
secara objektif dalam suatu deskriptif situasi.
Penulis berpedoman pada pendapat diatas, untuk meneliti penggunaan
Analisis cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman, menggunakan metode
deskriptif..
Pelaksanaan metode ini meliputi analisis dan pada akhirnya menarik
kesimpulan bertolak dari uraian diatas, maka yang diperoleh peneliti akan dianalisis
dengan menggunakan data kualitatif.
Peneliti akan menggunakan analisis data dengan memberikan pemaparan
tema, alur, penokohan dan nilai didaktis dari cerpen yang berjudul “Putri Bunga
Karang” Karya Zuber Usman.
3.2 Pengumpulan data
Selain dari metode penelitian yang dikemukakan diatas metode yang di
pergunakan dalam pengumpulan data adalah metode penelitian kepustakaan (Library
reseach) . Hal ini dilakukan dengan mencatatat seluruh informasi yang ada hubungan
dengan masalah yang teliti di berbagai perpustakan
Dengan mengetahui informasi tersebut melalui buku diperpustakkan maka
secara otomatis hal ini akan membantu penulis untuk lebih mudah
mengidentifikasikan mendeskripsikan data-data yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas untuk dianalisis selanjutnya.
3.3 Penganalisaan Data
Penganalisaan data betujuan untuk mengungkapkan proses pengorganisasian
dan pengurutan data dalam kategori satuan uraian, sehingga dapat ditemukan pokok
persoalan yang dipermasalahkan dan pada akhirnya dapat di tarik kesimpulan yang
dilengkapi dengan data-data pendukung, teknik ini dilaksanakan dengan langkah –
langkah yang sudah ditentukan peneliti, yaitu :
1. Membaca cerpen yang berjudul “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman.
2. Menemukan tema, alur, penokohan dan nilai didaktis yang terdapat dalam cerpen
“Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman.
3. Mendeskripsikan tema, alur, penokohan dan nilai didaktis dalam cerpen “Putri
Bunga Karang” karya Zuber Usman.
4. Membuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
3.4 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data – data dapat
diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen yang berjudul
“Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman. Cerpen ini menjadi sumber data dalam
penelitian karena :
1. Cerpen ini merupakan sastra yang banyak mengandung nilai – nilai mendidik.
2. Cerpen ini bermanfaat bagi sekolah dan masyarakat.
3. Cerpen ini membangun nilai positip bagi para pembaca.
4. Cerpen ini belum pernah dibahas dari segi tema, alur, penokohan dan nilai
didaktis.
BAB VI
PEMBAHASAN DAN PENELITIAN
4.1 Analisis Tema dalam Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman
Setelah membaca dan menganalisis cerpen ini secara cermat, peneliti
berkesimpulan bahwa cerpen ini mempunyai tema minor dan mayor, sebagai berikut :
a. Tema Secara Minor adalah tema dimana dalam hal ini peneliti mengambil dari
pembagian – pembagian peristiwa secara mendetail dengan kata lain harus
dirangkaikan apa yang menjadi tema dari setiap tahapan cerita (Tarigan, 1985 :
78).
b. Tema secara mayor adalah tema dimana keseluruhan cerita ataupun setiap
kejadian baik itu peristiwa yang menimbulkan konflik atau dengan kata lain
kesimpulan yang benar – benar menjadi tema dari tahapan peristiwa secara
keseluruhan (Tarigan, 1985 : 78).
Ad. I. Tema Minor
1. Malim dengan neneknya
Malim dengan neneknya gelisah dan resah oleh karena suara derum
ombak berguling memecah mengempas pantai terdengar suara
menangis, meratap melunglung di tengah malam.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
Dari kampungku kedengaran ombak berdebar sayup – sayup
bunyinya. Waktu malam sering aku terbangun dari tidurku, mendengar
derum ombak berguling, kemudian memecah mengempas ke pantai,
semakin larut malam, semakin mengigau bunyinya. Kadang – kadang
sebagai suara orang menangis, meratap, melunglung dalam kesunyian.
Jantung diapa yang tidak berdebar – debar deburan ombak memecah
tengah malam itu!
Pada malam yang hendak kuceritakan ini, mataku tidak hendak
tertidur. Aku membalik kekiri, kemudian berputar ke kanan. Perasaanku
resah dan badanku gelisah. Telah beberapa kali aku menukar dan
memperbaiki letak bantalku dan sudah beberapa kali aku mengalihkan
tikarku dari suatu sudut ke sudut yang lain, tetapi mataku tidak juga
hendak tertidur. (Halaman 1).
2. Putri Bunga Karang
Putri bunga karang berseru – seru memanggil kekasihnya, menangis
mengingatkan orang yang ditinggal kekasih atau janda yang ditinggal
suami karena cerai.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
Engkau dengarlah ombak meraung – raung…! Putri Bunga Karang
sedang berseru – seru memanggil kekasihnya! Ujar nenekku, ia meraba
kian kemari, agaknya mencari selepah, hendak merokok.
Malim! Dalam malam seperti ini, banyaklah orang yang terbangun
dan termenung di tempat tidurnya. Banyak perempuan yang berurai air
mata teringat akan suami atau gadis atau janda yang baru diceraikan
suaminya, niscaya tidak dapat menidurkan matanya. Mendengar bunyi
ombak mengeram semacam ini rasa akan luluh dan hangus jantung
hatinya dilamun atau dibiarkan api kerinduan.
Di kampung kami bila kedengaran bunyi ombak menghiba – hiba,
mengeluh, mengeram semacam itu, dikatakan orang Putri Bunga Karang
sedang merindukan kekasihnya. (Halaman 2).
3. Putri Tunggal Nan Jombang
Putri Tunggal Nan Jombang ibu dari Putri Bunga Karang yang
memegang kekuasaan kerajaan Batang Muara dan puteri raja yang amat
cerdik bijaksana dan berani namun memiliki sifat angkuh dan sombong.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
Adapun Putri Bunga Karang itu, yang sebenarnya ialah Putri
Bunga Melur atau disebut juga Putri Bunga Nan Bungsu. Ibunya
bernama Putri Tunggal Nan Jombang yang memerintah selingkungan
Batang Muara ini. Putri ini beranak enam. Anak perempuannya yang
tertua bernama Putri Nila Kesuma, Putri Embun Pagi, Putri Bunga
Pandan, Putri Pati Santan, Putri Mayang Mengurai dan yang bungsu
ialah Putri Bunga Melur atau disebut orang Putri Bunga Karang.
Adapun Putri Tunggal Nan Jombang itu amat besar kuasanya.
Tandingannya hanya raja yang memerintah di sebelah Selatan Pulau
Perca ini. Sesudah Raja Mambang Sane, bapak putri itu meninggal
dunia karena ia tidak mempunyai anak laki – laki dan tiada mempunyai
saudara yang baik, maka kerajaannya jatuh ke tangan Putri Tunggal.
Putri itu memanglah seorang raja perempuan yang amat cerdik lagi
bijaksana dan berani. Rakyat senang dan tentram di bawah
pemerintahannya, tetapi ada cacatnya celanya sedikit, sebagai setitik nila
dalam santan sebelanga, ia amat angkuh dan sombong. (Halaman 2 – 3).
4. Putri Tunggal Nan Jombang niat menginginkan untuk menjodohkan
putrinya yang keenam dengan anak – anak raja yang terbesar dan kaya.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
Sebagai putri raja ia telah berkunjung dan berkenalan dengan
beberapa raja yang besar. Dari waktu mudanya timbullah keinginannya
hendak menjadi seorang raja yang berkuasa kelak. Setelah ia menjadi
raja senantiasa ia berdaya upaya, mencari akal untuk menyampaikan
cita – citanya itu. Salah satu jalan yang tampak olehnya ialah
mengawinkan keenam putrinya itu dengan raja – raja atau anak - anak
raja dari negeri lain. Lima negara besar yang diharapkan untuk menjadi
jodoh anaknya. Pertama anak raja Cina atau anak raja Campa; kedua raja
Parsi; ketiga raja Rahum; keempat anak raja Turki dan kelima anak raja
Malaka. Kelima putera – putera raja itulah yang diharapkannya akan
menjadi menantunya kelak, sebab itu segala pinangan anak anak raja
lain ditolaknya dengan halus. Melainkan Bunga Melur yang belum
tampaknya olehnya siapa yang akan menjadi jodohnya. Acap kali
dikenang – kenangnya anak raja mana lagi patut dijemputnya. “Ah,
mudah” fikir Putri Tunggal, biarlah ia ku kawinkan dengan salah
seorang putra raja Jawa atau raja Bugis,” (halaman 3 – 4).
5. Keenam Putri Tunggal Nan Jombang telah memiliki kekasih tempat hati
masing – masing dan berjanji bersumpah akan setia pada kekasih
mereka dan menikah pada kekasih masing – masing.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
Tetapi dengan tiada setahunya, sesungguhnya keenam putri itu
telah mempunyai kekasih tempat hati masing – masing yakni si Bujang
Panjang Gombak, Nan Semok, Malim Panjang anak Tuanku Becut,
Makhudum Putih, Bujang Sampu – sampu Kudus dan Sultan Kinali alias
Nakhoda Muda yaitu tunangan Bunga Melur. Mereka telah berteguh –
teguhan janji tidak akan mau kawinkan kalau tiada dengan kekasih
mereka masing – masing. (Halaman 4).
6. Kakak Putri Bunga Karang yang kelima telah mengingkari janji sumpah
mereka untuk menikah pada kekasih mereka setelah melihat para anak –
anak raja yang kaya dan megah.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
“Kakakku sekalian! Bagaimanakah dengan janji kita? Kita telah
berjanji dan bersumpah akan setia menuruti kekasih kita biar sama –
sama hilang ke dalam lautan daripada dikawinkan dengan anak – anak
raja yang tidak kita kenal itu. Marilah kita bersama – sama berangkat
malam ini begitu janji kita!”.
“Mengapa kakak katakan edan! Bukankah kita sudah berjanji dan
bersumpah akan setia kepada tunangan kita masing – masing? Kakak
sendiri mengeluarkan sumpah biar sama – sama membuang diri ke laut
lepas, atau masing – masing menyingkir dari negeri ini dari pada
dikawinkan kepada orang yang tiada kita kenali dan tidak kita cintai!”
(halaman 6).
7. “Putri Bunga Karang meniggalkan istana kerajaan pergi dengan
kekasihnya, ibunya marah dan malu atas kepergiannya. Kemudian
menyumpahi anaknya menjadi batu karang.”
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
Pak Tage memberitahukan bahwa ia ada melihat Putri Bunga Melur
keluar dari Kuala dengan sebuah lanyang kecil. Kepada nelayan itu ia
berkata bahwa ia akan pergi ke pulau pagi menuruti kekasihnya,
Nakhoda Muda.
Mendengar cerita anak nelayan itu, Putri Tunggal mendamik – damik
dada serta membantun – bantun rambut di kepalanya, amat marah benar
lakunya. Bukan main malunya, seakan – akan tiada terlihat olehnya lagi
muka tamu yang banyak itu. Terutama sangat benar malunya kepada
raja Bugis serta sekalian pengiringnya. Bunga Melur disumpahinya,
katanya “Anak kualat, anak celaka, anak yang tidak tahu merasa pedih
sakit, anak yang tak tahu berbalas guna…. Membuat malu kepada orang
banyak. Atas kesusahanku mengandung dan melahirkannya, ia masuk ke
kuala atau ke sungai, tersekatlah tubuhnya dirangkungan buaya dan
kalau ia di lautan, terhempas, atau tertumbuk sampannya ke batu
karang…” (halaman 8)
4.2 Analur dalam Cerpen “ Putri Bunga Karang “ Karya Zuber Usman.
Alur (Plot) merupakan sebagai unsur intrinsik dari suatu karya
sastra.Sumardjo (1979 : 9) mendefenisikan alur adalah dasar bergerak nya cerita. Alur
bukanlah jalur cerita, tetapi alur adalah penyebab kejadian.
Pengenalan situasi cerita (exposition), perkenalan pada tokoh, menata adegan
dan hubungan antar tokoh.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut :
“Dahulu dalam peralatan aku sudah pernah mendengar orang bermalam,
menyanyikan kisah putri itu, adapun nama Putri Bunga Karang itu, “yang sebenarnya
ialah Putri Bunga Karang Melur” atau disebut juga Putri Nan Bungsu. Ibunya
bernama Putri Tunggal Nan Jombang yang memerintah selingkuhan Batang Muara
ini putri ini beranak enam orang. Keenam anaknya perempuan belaka yang tertua
bernama Putri Nila Kusuma, Putri Embun pagi, Putri Bunga Pandang, Putri Pati
Santan, Putri Mayang Mengurai, dan yang bungsu sekali ialah Putri Bunga Melur
atau sering disebut orang Putri Nan Bungsu.” (halaman 2)
Pengungkapan peristiwa (Complitation) yaitu peristiwa awal yang
menimbulkan berbagai masalah, pertentangan dan kesukaran bagi para tokohnya.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut :
- “Setelah ia menjadi raja senantiasa ia berdaya upaya mencari akal untuk
menyampaikan cita - citanya itu. Salah satu jalan yang tampak olehnya ialah
mengawinkan keenam putrinya itu dengan raja - Raja atau anak raja dari Negeri
lain. Lima raja besar yang diharapkannya untuk menjadi jodoh anaknya”
(halaman 3)
- “Tetapi tiada dengan setahunya, sesungguhnya keenam putri itu sudah
mempunyai kekasih, tempat hati masing masing” (halaman 3)
- “Pada suatu kali pecahlah kabar di seluruh negeri , bahwa Putri Tunggal telah
mengirim utusan kepada masing - masing raja yang dikehendakinya itu, akan
meminang putranya cukup dengan bingkisan dan alat kebesaran raja - raja”
(halaman 4)
- “Kepada kakakku yang berlima katanya” Kakakku sekalian! Bagaimanakah janji
kita? Kita telah berjanji dan bersumpah akan setia menuruti kekasih kita sama -
sama hilang ke dalam lautan daripada dikawinkan dengan anak anak raja yang
tidak kita kenal itu. Marilah kita sama - sama berangkat malam ini begitu janji
kita.” (halaman 6)
- “Mereka menoleh sama - sama ketempat Bunga Melur duduk. Tetapi alangkah
tercengang mereka, ketika dilihatnya Bunga Melur tak ada lagi” (halaman 7)
- “Kepada pelayan itu ia berkata, bahwa ia akan pergi ke pulau pagi menuruti
kekasihnya, Nahkoda Muda” (halaman 8)
- “Bunga melur disumpahinya, katanya : Anak kualat, anak celaka, anak yang tak
tahu membalas jasa, membuat malu kepada orang banyak. Atas kesusahanku
mengandung dan melahirkannya ia masuk ke kuala atau kesungai, tersekatlah
tubuhnya dirangkungan buaya” (halaman 8)
4.3 Analisis Penokohan Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman
Setelah membaca cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman, penulis
dapat mengetahui tokoh - tokoh cerita dalam cerpen tersebut.tokoh dipakai pengarang
untuk menyampaikan ide atau gagasannya. Tokoh adalah pemeran utama (individual
rekaan) yang mengalami peristiwa – peristiwa atau perlakuan dalam cerita.
Disini peneliti mencoba menerapkan teori yang merupakan teori yang
dikemukakan Mochtar Lubis dalam menggambarkan penokohan para tokoh yang
terdapat dalam cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman.
Dari segi physical description, cara ini dipergunakan pengarang dengan
melukiskan bentuk lahir dari para tokoh. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan
melalui tokoh Putri Bunga Melur atau Putri Bunga Karang dalam kutipan berikut :
“Menurut cerita orang, tunggul itu didiami oleh seorang dewi laut yang sakti dan amat cantik rupanya, menggilakan barang siapa yang menantang wajahnya, dewi itu selalu bersedih hati dan bermuram durja, dialah yang dipanggil orang Putri Bunga Karang.” (halaman 9 – 10).
Bila diperhatikan dari kutipan diatas, pengarang berusaha memberikan
gambaran dari tokoh Putri Bunga Melur yang memiliki kesaktian dan memiliki
kecantikan yang rupawan.
Dari segi [prtrayol of thought stream or of concious, cara ini dipergunakan
pengarang dalam melukiskan watak pelaku dengan jalan menerangkan apa yang
terlintas dalam pikiran pelaku atau bagaimana jalan pikiran pelaku. Hal ini dapat
diperhatikan melalui pikiran Putri Bunga Melur dalam kutipan berikut :
“Mengapa aku kakak katakan edan! Bukankah kita sudah berjanji dan bersumpah akan setia kepada tunangan kita masing – masing? Kaka sendiri mengeluarkan sumpah, biar sama – sama membuang diri ke laut lepas, atau masing – masing menyingkir dari negeri ini daripada dikawinkan kepada orang yang tiada kita kenali dan tidak kita cintai!”
Melalui kutipan diatas tergambar bahwa tokoh Putri Bunga Melur adalah
orang yang setia pada janji, setia pada orang yang dicintainya dan tidak mau ingkar
oleh sumpah yang sudah diucapkannya.
Selain dari sikap Putri Bunga Melur, sikap Putri Tunggal dapat diperhatikan
melalui kutipan berikut :
“Sebagai putri raja ia telah berkunjung dan berkenalan dengan beberapa raja yang besar – besar. Dari waktu mudanya, timbullah keinginannya hedak menjadi seorang raja yang berkuasa kelak. Setelah ia menjadi raja senantiasa ia berdaya upaya, mencari akal untuk menyampaikan cita – citanya. Salah satu jalan yang tampak olehnya ialah mengawinkan keenam putrinya dengan raja – raja atau anak – anak raja dari negeri lain.” (halaman 3).
Melalui kutipan diatas, bahwa tokoh Putri Tunggal Nan Jombang adalah
orang yang memiliki keinginan yang tinggi dan memiliki kekuasaan dan hasrat tujuan
ataupun cita – citanya harus tercapai.
Dari segi reaction to event, melalui cerita ini pengarang menceritakan
bagaimana reaksi pelaku terhadap pengarang, menceritakan bagaimana reaksi pelaku
terhadap kejadian. Untuk menyatakan hal ini dapat diperhatikan dari tokoh Putri
Bunga Melur sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut :
“Kelima anak raja itu didudukkan oranglah, masing – masing dengan pasangannya, melainkan anak raja Bugis yang masih duduk sendirian, sebab Putri Bunga Melur tidak tentu kemana perginya. Putri tak dapat mengawinkan. Betapa malu dan marahnya ia seketika itu. Tiba – tiba
masuklah seorang nelayan, Pak Tage namanya. Pak Tage memberitakan bahwa ia ada melihat Putri Bunga Melur keluar dari Kuala dengan sebuah laxang kecil. Kepada nelayan itu ia berkata bahwa ia akan pergi ke pulau pagi menuruti kekasihnya, Nakhoda Muda.” (halaman 8)
Dari kutipan diatas tergambar bahwa tokoh Putri Bunga Melur memiliki
sifat tetap pada pendiriannya tidak mau dijodohkan oleh ibunya. Putri Bunga Melur
lebih baik meninggalkan istana kerajaan ibunya daripada dijodohkan dengan anak
raja pilihan ibunya sendiri.
Dari segi discussion of environment, melalui cara ini pengarang melukiskan
watak pelaku melalui penggambaran keadaan sekitar pelaku atau tokoh tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut :
“Diteluk itu riuh tangis dan ratap kegembiraan orang beberapa hari yang lalu, sekarang berganti dengan kesedihan. Lama orang berkabung di teluk itu. Meratapi dan menguburkan mayat mana yang dibawa orang ke tepi. Lebih delapan puluh hari orang ramai di tempat itu mengemasi dan mencari mayat sehingga tanak keliling itu habis merah belaka, bekas tanah penggalian pekuburan.” (halaman 9).
Dari kutipan diatas tergambar bahwa keadaan sekitar pelaku dalam suasana
yang sangat menyedihkan, dan berkabung meratapi dan menguburkan mayat – mayat
karena korban dari sumpahan dan kutukan Putri Tunggal Nan Jombang.
Hal ini menunjukkan bahwa keadaan sekitar tokoh Putri Bunga Melur dalam
keadaan gelisah, dan mengeluh. Di setiap ombak memecah turun naik bergulung telah
bersatu menjadi sebagian jiwa samudera yang luas, ditempat itulah terletak ruangan
Putri Karang itu.
Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut :
“Dalam turun naik riak bergulung dan dalam kegelisahan ombak meemcah itu, disitulah terletak ruang putri itu yang senantiasa mengeluh telah bersatu menjadi sebagian jiwa samudra yang luas itu.” (halaman 10).
Hal ini menunjukkan bahwa keadaan sekitar pelaku adalah dalam keadaan
gelisah, mengeluh ketika ombak memecah turun naik bergulung di tempat ruangan
Putri Bunga Karang.
Dari segi conversation of other about characters, cara ini hampir sama
penggunaannya dengan keempat diatas, namun disini pelaku – pelaku lainnya dalam
suatu cerita memperbincangkan keadaan pelaku utama, dengan demikian secara tidak
langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelaku
utamanya.
Demikian ada empat cara yang penulis pergunakan dalam menganalisis
penokohan para tokoh yang ada dalam cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber
Usman.
Adapun tokoh – tokoh yang terdapat dalam cerpen “Putri Bunga Karang”
karya Zuber Usman adalah tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (bawahan).
Tokoh utama (sentral) sebagai berikut :
1. Putri Bunga Melur (Putri Bunga Karang)
2. Putri Tunggal Nan Jombang (Ibu Kandung Putri Bunga Karang)
Tokoh tambahan (bawahan :
3. Putri Nila Kesuma (Putri Tertua)
4. Putri Embun Pagi (Putri Anak Kedua)
5. Putri Bunga Pandan (Putri Anak Ketiga)
6. Putri Pati Santan (Putri Anak Keempat)
7. Putri Mayang Mengurai (Putri Anak Kelima)
8. Raja Mambang Sani (Bapak dari Putri Tunggal Nan Jombang)
9. Pak Tage (seorang nelayan)
Kosasih (2006 : 228) menyatakan, “Penokohan adalah cara pengarang
mengambilkan dan mengembangkan karakter tokoh – tokoh dalam cerita.” Watak
seorang tokoh dapat dilihat dari ucapan – ucapannya, usia, latar belakang sosial,
moral, suasana kejiwaan. Selain itu watak seorang tokoh juga dapat dilihat dari gerak
– gerik dan tingkah lakunya, cara jalan pikiran. Dengan demikian penokohan tokoh
utama (sentral) dalam cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman adalah
sebagai berikut :
1. Tokoh Putri Bunga Melur (Putri Bunga Karang)
Putri Bunga Melur adalah seorang anak putri keenam atau putri bungsu dari
raja bernama Putri Tunggal Nan Jombang.
Hal ini didukung oleh kutipan :
- “Adapun nama Putri “Bunga Karang” itu yang sebenarnya ialah Putri
Bunga Melur atau disebut juga Putri Nan Bungsu. Ibunya bernama Putri
Tunggal Nan Jombang yang memerintah selingkungan Batang Muara ini.”
(Halaman 2).
Putri Bunga Melur adalah seorang wanita yang setia pada kekasihnya dan
setia akan janji yang disumpahkan.
Hal ini didukung oleh kutipan :
- “Sampu – sampu Kudus dan Sultan Kinalis alias Nakhoda Muda yaitu
tunangan Bunga Melur. Mereka telah berteguh – teguhan janji tidak akan
mau dikawinkan kalau tiada dengan kekasih mereka masing – masing.”
Putri Bunga Karang seorang wanita yang nekad. Nekad meninggalkan istana
kerajaan ibunya dan kelima saudaranya. Oleh karena ikrar janjinya terhadap
kekasihnya tidak akan menikah dengan pria lain selain kekasihnya atau
tunangannya.
Hal ini didukung oleh kutipan :
- “Mereka – mereka bersama – sama ke tempat Bunga Melur duduk, tetapi
alangkah tercenganya mereka ketika dilihatnya Bunga Melur tidak ada
lagi.” (halaman 7).
- “Tiba – tiba masuklah seorang nelayan, Pak Tage namanya. Pak Tage
memberitakan bahwa ia ada melihat Putri Bunga Melur keluar dari Kuala
dengan sebuah Laxang kecil. Kepada nelayan itu ia berkata, bahwa ia akan
pergi ke pulau pagi menuruti kekasihnya, Nakhoda Muda.”
Putri Bunga Melur adalah seorang putri yang malang, nasibnya dia dikutuk
oleh ibu kandungnya sendiri karena tidak mau dijodohkan dengan pria lain
selain kekasih pujaannya. Dan Putri Melur dikutuk menjadi sebuah batu
karang.
Hal ini didukung oleh kutipan :
- “Bunga Melur disumpahinya, katanya “Anak kualat, anak celaka, anak
yang tidak tahu merasa pedih sakit, anak yang tak tahu berbalas guna….
Membuat malu kepada orang banyak. Atas kesusahanku mengandung dan
melahirkannya, ia masuk ke kuala atau ke sungai, tersekatlah tubuhnya
dirangkungan buaya dan kalau ia di lautan, terhempas, atau tertumbuk
sampannya ke batu karang…” (halaman 8)
2. Putri Tunggal Nan Jombang
Putri Tunggal Nan Jombang adalah seorang putri raja yang memiliki
kekuasaan yang memerintah selingkungan Batang Muara, dan Putri Tunggal
adalah anak raja satu – satunya yang tidak memiliki saudara satupun.
Hal ini didukung oleh :
- “Ibunya bernama Putri Tunggal Nan Jombang yang memerintah
selingkungan Batang Muara ini.” (halaman 2)
- “Adapun Putri Tunggal Nan Jombang itu amat besar kuasanya,
tandingannya hanya raja yang memerintah disebelah selatan Pulau Parca
ini. Sesudah Raja Mambang Sane, Bapa Putri itu meninggal dunia karena
ia tiada mempunyai anak laki – laki dan tiada mempunyai saudara yang
baik. Maka kerajaannya jatuh ke tangan Putri Tunggal.” (halaman 3)
Putri Tunggal Nan Jombang memiliki watak yang cerdik lagi bijaksana dan
pemberani. Namun sifatnya masih memiliki keangkuhan dan sombong.
Hal ini didukung oleh :
- “Putri Tunggal memanglah seorang raja perempuan yang amat cerdik lagi
bijaksana dan pemberani. Rakyat senang dan tentram di bawah
pemerintahannya, tetapi ada cacat celanya sedikit, sebagai setitik nila
dalam santan sebelanga, ia amat angkuh dan sombong.” (halaman 3)
Putri Tunggal Nan Jombang kehidupan di masa mudanya enak dan selalu
dibawa kemana – mana oleh bapaknya sewaktu masih hidup, dan memiliki
harta pewaris yang banyak.
Hal ini didukung oleh :
- “Waktu mudanya Putri Tunggal itu sudah berlayar kemana – mana
mengunjungi negeri yang jauh – jauh. Bapanya Raja Mambang Sani
banyak mempunyai kapal atau perahu di laut.”
3. Putri Bunga Pandan
Putri Bunga Pandan adalah seorang wanita yang tidak tetap pada pendirian
atau tidak menepati janji yang mereka sepakati. Wanita ini termasuk
matrerialistis dan memiliki sifat pencaci.
Hal ini didukung oleh :
- “Mendengar jawapan Bunga Melur itu, kelima kakak – kakaknya itu
semakin tertawa terkekeh – kekeh, menghina dan mengejek – ejek kepada
adiknya, kakanya yang tengah berpantun sambil tersenyum, ujarnya :
Dari tikuke kutantaji
Anak payang membeli emas
Biarlah aku mungkir janji,
Karena loyang ganti emas
Putri yang berempat itu bersorak – sorak dan tertawa mendengar pantun
Bunga Pandan serta mencubit dan mencaci tiada henti – hentinya.”
(halaman 6).
Demikian halnya dengan kakaknya yang empat yakni putri Nila Kesuma,
Putri Embun Pagi, Putri Pati Santan, Putri Mayang Mengurai. Mereka ini
adalah sama memiliki sifat yang ingkar, materialistis dan suka mengejek.
4. Pak Tage
Pak Tage adalah seorang nelayan yang melihat kepergiaannya Putri Bunga
Melur dan memberitahukan kejadian yang dilihatnya kepada Putri Tunggal
ibu kandung Putri Bunga Melur.
Hal ini didukung oleh :
- “Tiba – tiba masuklah seorang nelayan, Pak Tage namanya. Pak Tage
memberitakan bahwa ia ada melihat Putri Bunga Melur keluar dari Kuala
dengan sebuah lanyang kecil. Kepada nelayan itu ia berkata bahwa ia akan
pergi ke pulau pagi menuruti kekasihnya, Nakhoda Muda.” (halaman 6)
4.4 Analisis Nilai Didaktis dalam cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber
Usman
Pendapat Sabaruddin bahwa suatu gubahan berbentuk prosa maupun
berbentuk puisi yang cenderung kepada suatu maksud hendak mengajak pembacanya
agar menjadi manusia yang baik dan salah disebut didakrik (1974 : 108).
Pengarang maupun penulis gubahan didakris itu menggunakan penelitian itu untuk
meyakinkan ajaran – ajaran baik mengenai susila maupun yang berbaur agama.
1. Sebagai seorang ibu, jangan terlalu memaksakan kehendak dan keinginan sendiri
untuk mengatur kehidupan anak – anaknya untuk dijodohkan dengan pilihannya
akan mengakibatkan fatal dalam hidup anaknya, dan mengganggu moral anak,
dan bisa kehilangan anak sendiri dari kehidupannya.”
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
- “Sebagai putri raja ia telah berkunjung dan berkenalan dengan beberapa raja
yang besar – besar. Dari waktu mudanya, timbullah keinginannya hedak
menjadi seorang raja yang berkuasa kelak. Setelah ia menjadi raja senantiasa
ia berdaya upaya, mencari akal untuk menyampaikan cita – citanya. Salah satu
jalan yang tampak olehnya ialah mengawinkan keenam putrinya dengan raja –
raja atau anak – anak raja dari negeri lain.” (halaman 3).
- Bahwa keenam putri itu sudah mempunyai tunangan dengan tiasa setahu
ibunya. Apabila didengar tunangan mereka itu puteri – puteri itu akan
dikawinkan dengan anak raja – raja, maka menghilanglah mereka itu
meninggalkan negeri, ada yang lari ke tanah Aceh, ada yang mudik ke
Kuantan atau pergi ke Palembang, menyembunyikan malu masing – masing.”
(halaman 5).
- Keenam putri itu telah bermufakat pula akan lari menuruti kekasih masing –
masing. Mereka telah berjanji dan bersumpah, biarlah mereka mati
menyeburkan diri ke dalam laut daripada dikawinkan dengan anak raja yang
tiada mereka kenal itu.” (Halaman 5).
2. Setiap orang diharapkan merendah hati tidak sombong atau angkuh, karena dia
akan mendapat ganjaran dalam hidupnya atau cobaan dari Tuhan.
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
- “Putri Tunggal memanglah seorang raja perempuan yang amat cerdik
lagi bijaksana dan pemberani. Rakyat senang dan tentram di bawah
pemerintahannya, tetapi ada cacat celanya sedikit, sebagai setitik nila dalam
santan sebelanga, ia amat angkuh dan sombong.” (halaman 3)
- “Tetapi dengan tiada setahunya, sesungguhnya keenam putri itu sudah
mempunyai kekasih, tempat hati mereka masing – masing.” (halaman 4).
- “Mereka telah berteguh – teguhan janji tidak akan mau dikawinkan
kalau tiada dengan kekasih mereka masing – masing.” (halaman 5).
- “Mendengar cerita anak nelayan itu, Putri Tunggal mendamik – damik dada
serta mebantum – bantum rambut dikepalanya, amat marah benar lakunya
bukan main malunya, seakan – akan tiada terlihat olehnya lagi muka tmu yang
banyak itu. Terutama sangat benar malunya kepada raja Bugis serta sekalian
pengiringnya. Bunga Melur disumpahinya, katanya “Anak kualat, anak
celaka, anak yang tidak tahu merasa pedih sakit, anak yang tak tahu berbalas
guna…. Membuat malu kepada orang banyak. Atas kesusahanku mengandung
dan melahirkannya, ia masuk ke kuala atau ke sungai, tersekatlah tubuhnya
dirangkungan buaya dan kalau ia di lautan, terhempas, atau tertumbuk
sampannya ke batu karang…” (halaman 8)
- “Dengan kekuasaan dan takdir yang Maha Kuasa, ketika itu juga
berdentumlah petir teramat kuat bunyinya, sebagai hendak memecah langit
dan bumi.” (halaman 8).
3. Dalam setiap janji atau sumpah yang diucapkan harus ditepati bila mengingkari
maka akan membuat musibah dalam hidup kita.”
Kalimat – kalimat pendukung menyatakan :
- “Putri Bunga Melur berkata kepada kakanya yang berlima, katanya :
“Kakakku sekalian! Bagaimanakah janji kita? Kita telah berjanji dan
bersumpah akan setia menuruti kekasih kita, biar sama – sama hilang ke
dalam lautan daripada dikawinkan dengan anak – anak raja yang tiada kita
kenali itu. Marilah kita sama – sama berangkat malam ini, begitu janji kita!
Mendengar perkataan Bunga Melur itu, kelima kakaknya tertawa – tawa pula
seraya menjenguk kepada perahu anak – anak raja yang baru datang itu.
Mengapa aku kakak katakan edan! Bukankah kita sudah berjanji dan
bersumpah akan bersetia kepada tunangan kita masing – masing ? Kakak
sendiri mengeluarkan sumpah, biar sama – sama membuang diri daripada
dikawinkan kepada orang yang tiada kita kenali dan tiada kita cintai!”
(halaman 6).
- “Begitu pula kelima saudaranya, beberapa hari kemudian, sesuah
perkawinan itu berlangsung, mereka hendak berlayar, menurutkan suami
masing – masing akan menjelang mertua, tetapi baru saja perahu mereka
keluar dari Kuala Batang Muara, guruhpun berdentum pula seperti malam
perkawinan itu, maka datanglah gelombang dari tengah laut, amat besar dan
keras. Seakan – akan ada yang menolaknya dari tengah. Perahu anak – anak
raja itu terbanting arah ke Selatan dekat bukit si Kabau, kini bernama Teluk
Kabung. Kelima perahu itu pecah dan tenggelam.” (halaman 9).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan mulai dari pendahuluan hingga pembahasan maka
penulis memberikan kesimpulan:
1. Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman.mengisahkan tentang
kesedihan seorang Putri Bungsu yang disebut namanya Putri Bunga Karang.yang
telah disumpah oleh ibu kandungnya Putri Tunggal Nan Jombang karena tidak
menuruti perintah ibunya untuk dijodohkan pada pilihan ibunya. Putri bungsu
meninggalkan istana kerajaan ibunya pergi bersama kekasih pujaannya, karena
Putri Bungsu setia pada janji yang mereka ucapkan bersama kakaknya yang
kelima.tidak akan meninggalkan para kekasih hati mereka masing - masing bila
mereka ingkar akan janji mereka berenam, maka mereka hilang kedalam lautan
daripada dikawinkan dengan anak - anak raja yang tidak dikenal. Maka sumpahan
dan kutukan terucap dari ibunya atas kesusahan mengandung, melahirkan, ia
masuk kekuala atau sungai, tubuhnya tersekat dirangkungan buaya dan bila
berlayar di lautan maka terhempaslah atau tertumbuk sampannya ke batu karang.
Akhirnya Putri Bunga Karang menjadi seorang dewi laut yang sakti dan cantik,
bila siapa yang pernah merasai rindu, dendam, cinta birahi niscaya bunyi deruh
dan deruh ombak baginya mempunyai suatu makna yang baik sehingga tidak
dapat menidurkan matanya. Oleh karna getaran dan deburan… menghempas dan
mengeram dalam jiwa sendiri.
2. Tema yang diangkat pada cerpen ”Putri bunga karang” Karya Zuber Usman
mengarah kepada kesetiaan terhadap kekasih dan tepat janji tidak mau menikah
dengan orang yang tidak dia cintai. Dalam cerpen ”Putri Bunga Karang” karya
Zuber Usman sebuah tema yang baik memiliki cinta yang abadi dan mengarah
kepada moral. Adapun tema minor keseluruhan adalah seorang Putri Bungsu atau
disebut panggilan Putri Bunga Karang memiliki jiwa baik dan tidak pandang harta
atau pun jabatan, setia pada janji yang diucapkan sekalipun mengorbankan nyawa
yaitu kutukan ibunya, demi mempertahankan cinta sejatinya dan kekasihnya.”
3. Perwatakan para tokoh dalam cerpen ”Putri bunga Karang” Karya Zuber Usman,
digambarkan pengarang melalui ciri - ciri dan karakternya yang berbeda, ini
terlihat dari karakter yang berbeda – beda dan menambah pemahaman pembaca
untuk mengetahui jalan cerita.
4. Nilai Didaktik yang disampaikan pengarang kepada pembaca adalah dimana
pengarang bercerita agar setiap perempuan tidak sombong atau materialistis
dalam janji yang diucapkan dan sumpah janganlah diingkari karena akan
membuat musibah bagi diri yang berjanji. Bagi seorang ibu bila memiliki anak
yang sudah dewasa, janganlah mamaksakan kehendak diri sendiri dalam memilih
pasangan hidup anaknya. Karena dalam sebuah perkawinan menuju rumah tangga
baru bukanlah permainan, bisa jadi membuat jiwa atau moral anak susah dan anak
tiada bahagia akhirnya karena secara paksaan anak tersebut akan sengsara dan
sikap seorang ibu harus melihat apa yang menjadi yang terbaik dalam hidup anak-
anaknya, dan diarahkan kepada jiwa moral yang tinggi.
5.2 SARAN
Karya sasta merupakan hasil cipta tentang gambaran-gambaran masyarakat
didalam kehidupan ini.hal ini dapat dipahami karena pengarang menyajikan peristiwa
yang terjadi didalam lingkungan hidup masyarakat sehingga dapat memberikan
penghayatan yang dalam terhadap apa yang ingin diketahui dalam karya sastra
sebagai berikut:
1. Penelitian terhadap karya sastra diharapkan dapat mengembangkan, melestarikan
dan mempertahankan budaya nasional.
2. Tema, alur, penokohan dan nilai didaktis dalam suatu karya sastra diharapkan
dilatih dan diajarkan kepada siswa/ siswi agar dapat dihubungkan dalam
kehidupan sehari - hari.
3. Hendaknya guru Bahasa Indonesia meningkatkan pemahaman dalam
mengaplikasi pelajaran pada siswa/siswi berdasarkan pengetahuan dibidang teori
satra, sejarah sastra dan kritik sastra dalam mengapresikan sastra.
4. Diharapkan kepada pembaca cerpen ”Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman
agar memiliki semangat nasionalisme yang kuat untuk memperoleh kebebasan,
usulan hanya dengan tulisan. karena melalui tulisanlah yang dapat mempengaruhi
orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Sinar Baru. Bandung. 1987.
Tarigan, Brook Et Al. Prinsip – prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
Tarigan, Rosidi. Prinsip – prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
Poerwadarminto, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
1995
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip – prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
Keraf, Gorys. Komposisi. Nusa Indah. 1985.
Usman, Zuber. Putri Bunga Karang. Grasindo. Jakarta. 1975.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta. 1993.
Wellek Rene & Warren Austin. Teori Kesusasteraan. PT. Gramedia. Jakarta. 1989.
Teew, A. Membaca dan Menilai Sastra. Gramedia. Jakarta. 1993.
Wijana, Sumardjo. Dasar – dasar Pragmatik. Penerbit Budi. Yogyakarta. 1996.
Guntur, Kosasih. Prinsip – Prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
Aminuddin, Ny. Roesyah. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Sinar Baru. Bandung.
1987.
Tarigan, Samad. Prinsip – prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
Tarigan, Zulfanur. Prinsip – prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
Badudu, Natawidjaya. Sari Keusasteraan Indonesia. Pustaka Prima. Bandung. 1993.
Teew A, Nurgianto. Membaca dan Menilai Sastra. Gramedia. Jakarta. 1993.
Aminuddin, Alwi Hasan, dkk. Pengantar Apresiasi Karya. Sinar Baru. Bandung.
1987.
Arifin, Sudjiman. Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2003.
Arikuto, Supardjo. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta. 1993.
Aminuddin, Sabaruddin. Pengantar Apresiasi Sastra. Sinar Baru. Bandung. 1987.
Tarigan, Seni. Prinsip – prinsip Dasar Sastra. Angkasa. Bandung. 1985.
ANALISIS CERPEN “PUTRI BUNGA KARANG”
KARYA ZUBER USMAN DITINJAU DARI SEGI TEMA, ALUR,
PENOKOHAN DAN NILAI DIDAKTIS
PROPOSAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana PenddikanPada Jurusan PBS
Program Studi Pendidikan Bahasa Insonesia
Oleh :
Nama : NELLY FRIDA SIMANJUNTAK
NPM : 08110175
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia
Jenjang : Strata Satu (S – 1)
Disetujui Oleh :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. R. Nainggolan, M. Pd. Drs. S. Ginting, M. Pd.:
Ketua Jurusan PBS
Drs. S. Ginting, M. Pd.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
PEMATANGSIANTAR2010
ANALISIS CERPEN “PUTRI BUNGA KARANG”KARYA ZUBER USMAN DITINJAU DARI SEGI TEMA, ALUR,
PENOKOHAN DAN NILAI DIDAKTIS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana PenddikanPada Jurusan PBS
Program Studi Pendidikan Bahasa Insonesia
Oleh :
Nama : NELLY FRIDA SIMANJUNTAK
NPM : 08110175
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia
Jenjang : Strata Satu (S – 1)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
PEMATANGSIANTAR2010
S K R I P S I
ANALISIS CERPEN “PUTRI BUNGA KARANG”KARYA ZUBER USMAN DITINJAU DARI SEGI TEMA, ALUR,
PENOKOHAN DAN NILAI DIDAKTIS
OLEH :
NAMA : NELLY FRIDA SIMANJUNTAK NPM : 08110175 JURUSAN : PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIAJENJANG : STRATA SATU (S – 1)TANGGAL UJIAN :
Dinyatakan telah memenuhi syarat dengan hasil dan dengan ini pula yang bersangkutan memperoleh gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pematangsiantar, September 2010
Panitia Ujian Akhir/ Meja Hijau
Penguji I Penguji II
Dekan FKIP UHN Pematangsiantar Ketua Jurusan PBS
Dr. Tagor Pangaribuan Drs. S. Ginting, M. Pd
ABSTRAK
Simanjuntak Nelly Frida. NPM 08110175. Analisis Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman ditinjau dari segi Tema, Alur, Penokohan dan Nilai Didaktis.
Karya sastra merupakan hasil cipta tentang gambaran – gambaran masyarakat di dalam kehidupan. Hal ini dapat dipahami karena pengarang menyajikan peristiwa – peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan hidup masyarakat, sehingga dapat memberikan penghayatan yang dalam terhadap apa yang ingin diketahui.
Sehubungan dengan pernyataan diatas, maka penulis mencoba melakukan penilaian di bidang karya sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Dalam cerpen yang mengandung rangkaian cerita kehidupan tentang tema, alur, penokohan dan nilai didaktis, maka penulis memilih cerpen “Putri Bunga Karang” karya Zuber Usman.
Melalui penganalisisan dengan cermat dan diinterpretasi unsur tema, alur, penokohan dan nilai didaktis yang terdapat dalam cerpen tersebut, hasilnya adalah sebagai berikut : betapa kuatnya pengaruh tulisan untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam menumbuhkan semangat nasionalisme agar memperoleh kebebasan.
Setelah diteliti lebih jauh, cerpen ini sangat menarik. Oleh karena itu, cerpen ini sangat penting baik dari segi isi maupun dari segi historisnya untuk perkembangan Indonesia.
Pematangsiantar, September 2010
Dekan PenulisFKIP Universitas HKBP Nommensen
Dr. Tagor Pangaribuan Nelly Frida SimanjuntakNPM. 08110175
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan kasih karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan di FKIP Universitas HKBP Nommensen. Meskipun penyusunan
ini telah seoptimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
memiliki kekurangan dan kelemahan, baik dalam sistematis penulisannya maupun
tutur bahasanya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari
pembaca.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Tagor Pangaribuan, selaku Dekan FKIP Universitas HKBP
Nommensen Pematangsiantar.
2. Bapak Drs. S. Ginting, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
damSastra Indonesia dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Pembantu.
3. Ibu Dra. R. Nainggolan, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, sekaligus sebagai dosen pembimbing utama yang
selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberi perhatian
secara khusus buat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Bapak/ Ibu dosen yang tercinta di FKIP Universitas HKBP
Nommensen serta seluruh staf pegawai dan karyawan akademik FKIP
Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.
5. Kepala Perpustakaan FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar
yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama mengadakan
penelitian.
6. Ayahanda St. G. Simanjuntak dan Ibunda R. br. Sinaga yang terkasih yang telah
memberikan motivasi, doa serta dukungan dengan penuh perjuangan untuk
membiayai penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
7. Ito tercinta Pak Angel Simanjuntak, A. Md yang telah memberi dukungan doa
maupun materil dan semangat buat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Ito tercinta Pak Steven Simanjuntak juga memberi dukungan dan doa buat
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik saya yang terkasih Emmilia Febriyanti Simanjuntak, Am. Keb. Yang telah
banyak membantu saya dalam hal doa dan materil serta memberi semangat buat
penulis, untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Adik Horas Rumay Johan Simanjuntak sebagai adik yang paling bungsu yang
memberi semangat, doa serta dukungan buat penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Ito Frengki Simanjuntak, Ito Agus Simanjuntak yang memberi perhatian buat
penulis.
12. Buat teman Eda Mak Jeni br Simorangkir yang memberi semangat dan doa buat
penulis, dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Secara khusus buat anak – anak saya terkasih dan tercinta Citra Vincensius
Haloho, Florencia Nathingale br Haloho. Kharisma Novelita Lasmaria br
Haloho, yang memberi semangat buat mamaknya/ penulis dan doa untuk
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, (Semoga Tuhan Allah mendengar dan
mengabulkan doa anak – anakku, Amin).
14. Teman – temanku : Nelly Tumanggor, Kristina dan Sahat P.P. yang telah
memberi semangat dan dukungan buat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Tuhan senantiasa melindungi dan memberikan berkat kepada kita semua,
semoga skripsi ini dapat berguna demi pengembangan dunia pendidikan di masa yang
akan datang.
Pematangsiantar, September 2010
Penulis
Nelly Frida Simanjuntak
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian ........................................................ 11.2 Ruang Lingkup Masalah .......................................................... 41.3 Rumusan Masalah .................................................................... 51.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 51.5 Manfaat Penelitian ................................................................... 61.6 Anggapan Dasar ....................................................................... 61.7 Definisi Istilah .......................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Apresiasi Sastra ................................................... 9 2.2 Pengertian Cerpen ................................................................. 10 2.3 Struktur Cerpen ..................................................................... 11 2.3.1 Tema .......................................................................... 11 2.3.2 Alur ............................................................................ 13 2.3.3 Penokohan ................................................................. 14 2.3.4 Nilai-nilai Didaktis .................................................... 17
2.4 Cerpen”Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman Sebagai Salah Satu Karya Sastra........................................... 19
2.5 Sinopsis Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman ................................................................................... 22
2.6 Riwayat Hidup Pengarang .................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ................................................................. 293.2 Pengumpulan Data ................................................................ 303.3 Penganalisaan Data ............................................................... 303.4 Sumber Data .......................................................................... 31
BAB IV PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Analisis Tema Dalam Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman .............................................................. 32
4.2 Analisis Alur Dalam Cerpen “Putri Bunga Karang”Karya Zuber Usman .............................................................. 39
4.3 Analisis Penokohan Cerpen “Putri Bunga Karang”Karya Zuber Usman .............................................................. 41
4.4 Analisis Nilai Didaktis Dalam Cerpen “Putri Bunga Karang” Karya Zuber Usman ............................................... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 545.2 Saran ..................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
v
FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
KARTU KEGIATAN BIMBINGAN PENULISAN SKRIPSI
Semester Ganjil / Genap *) T. A.
Nama Mahasiswa NELLY FRIDA SIMANJUNTAK Jurusan/ Program Studi PBS/
BAHASA INDONESIA
N P M 08110175 A l a m a t Jln. Bolakaki
No. 40
Judul Skripsi ANALISIS CERPEN “PUTRI BUNGA KARANG” KARYA ZUBER
USMAN DITINJAU DARI SEGI TEMA, ALUR, PENOKOHAN DAN NLAI
DIDAKTIS
Pembimbing Utama, Pembimbing Pembantu,
Dra. R.NAINGGOLAN, M. Pd. Drs. S.GINTING , M. Pd.
No Hari/ TanggalTempat
PertemuanTahap Kegiatan
Yang Dibicarakan
Paraf Pembimbing ParafMahasiswaUtama Pembantu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Keterangan*) = Coret yang tidak perlu
Pematangsiantar,
Ketua Jurusan/ Prodi *)