Post on 15-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Analogi pendidikan dan manusia itu ibarat 2 sisi koin yang tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan ada untuk
memanusia kan manusia. Menurut Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Karena
itulah maju mundur nya suatu peradaban bergantung pada pendidikannya sebab
peradaban bergantung pada penduduknya dan penduduk bergantung pada
pendidikannya.
Seperti halnya sebuah bangunan, pendidikan pun tidak dapat berdiri
dengan kokoh atau berjalan dengan lancar apabila tidak mempunyai landasan
yang kuat. Maka dari itulah harus ada landasan pendidikan untuk menjadi
fondasi dalam membangun dunia pendidikan yang hebat. Landasan pendidikan
berasal dari 2 kata, yaitu landasan dan pendidikan. Menurut bahasa landasan
pendidikan adalah dasar atau fondasi dalam upaya untuk memaksimalkan
potensi yang ada pada diri manusia atau dalam hal ini yang kita sebut dengan
pendidikan.
Landasan pendidikan dibagi dalam beberapa sub bahasan, salah satunya
adalah landasan sejarah. Sejarah berasal dari kata syajarotun yang berarti
pohon. Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian
atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep-konsep tertentu.
Sejarah sangat penting untuk dipelajari, karena dengan sejarah kita dapat
berkaca dan mengambil pelajaran agar bisa lebih baik di masa kini dan masa
yang akan datang. Dunia pendidikan pun mempunyai sejarah yang panjang
hingga seperti sekarang ini. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding
1
untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Akan tetapi, sejarah pendidikan
kadang-kadang dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting untuk dipelajari
dewasa ini. Banyak para civitas akademika yang kurang tahu mengenai
bagaimana sejarah pendidikan itu, baik sejarah pendidikan dunia, maupun
sejarah pendidikan Indonesia. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana
sejarah pendidikan dunia dan Indonesia, maka disusunlah makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah pendidikan di dunia?
2. Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pendidikan di dunia.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan Dunia
Sebenarnya sejarah pendidikan itu mulai ada sejak manusia pertama kali
diciptakan oleh Tuhan dan baru berakhir apabila “dunia mengakhiri
perkembangannya”.
Pendidikan pun telah ada pada zaman purba walaupun dengan banyak
keterbatasannya. Berikut akan dipaparkan mengenai sejarah pendidikan
beberapa negara di asia, afrika, dan eropa pada zaman purba hingga abad ke 20
atau pada zaman sosialisme.
1. Mesir Purba
Mesir purba telah mengenal peradaban tinggi. Tanahnya didiami
oleh rakyat yang cerdas dan tahu akan harga diri. Penduduknya terdiri dari
beberapa golongan, yang masing-masing mempunyai tugas hidup sendiri-
sendiri (pembagian kasta). Kasta yang paling berkuasa adalah kasta
pendeta.
Agama yang dianut penduduk mesir purba adalah polytheisme
yaitu pemujaan terhadap banyak dewa. Tulisannya yang terkenal dengan
nama hieroglyph sampai sekarang masih disimpan orang. Tulisan itu
biasanya dipahatkan pada batu, atau kadang-kadang dituliskan pada daun-
daun papyrus.
Dalam hal pendidikan, keadaan pendidikan mesir purba
mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut:
Sumber pengetahuannya ialah kumpulan nyanyian-nyanyian pujaan
terhadap dewa-dewa.
Yang menyelenggarakan pendidikan ialah kasta pendeta. Hanya para
pendeta dan prajurit yang dapat menikmati pendidikan.
Tujuan pendidikan bersifat susila-keagamaan. Semua keaktifan
manusia akhirnya bermaksud berbakti kepada dewa-dewa.
3
Pelajaran yang diutamakan untuk dipelajari adalah membaca,
menulis, berhitung, bahasa, ilmu mengukur tanah, ilmu alam dan ilmu
bintang.
Buku-buku yang memuat bacaan suci serta bahan-bahan pelajaran
pokok berjumlah 42 buah. Menurut orang-orang Mesir buku-buku itu
berasal dari dewa Thoth.
Mesir purba mempunyai pusat-pusat pendidikan bagi para calon
pendeta yang bisa dikatakan baik sekali dalam hal pengorganisasiannya.
Pusat-pusat pendidikan tersebut dinamakan sebagai sekolah kuil dan
seluruh orgnisasi kuil disebut dengan kesatuan rumah-seti.
Berikut ini adalah beberapa fasilitas yang juga yang terdapat di
kesatuan rumah seti, yaitu:
Perpustakaan yang mempunyai beribu-ribu gulungan papyrus.
Asrama bagi para pengajar, yang sebagian besar terdiri dari pendeta-
pendeta.
Asrama bagi para pelajar.
Sekolah-sekolah rendah yang terbuka bagi tiap anak dari warga negara
bebas.
2. India Purba
Kehidupan orang India bukanlah ditentukan oleh kepercayaan
kepada para dewa, akan tetapi ditentukan oleh tingkatannya (kasta).
Rakyat terbagi atas 4 kasta, yaitu :
a. Kasta Brahmana
Yaitu kaum pendeta. Mereka menguasai hidup dan hanya merekalah
yang mempunyai “pengetahuan”.
b. Kasta Ksatria
Yaitu kaum bangsawan, prajurit. Mereka menerima pengajaran dalam
membaca, menulis, dan berhitung, ditambah dengan ilmu siasat perang.
c. Kaum Waisya
Yaitu kaum pedagang, tukang, peladang dan sebagainya. Para peladang
mendapat penghormatan karena mereka berjasa bagi umat manusia
4
dengan menyediakan makanan baginya. Mereka dapat menikmati ilmu
pengetahuan dan pengajaran dalam bidang pertanian.
d. Kaum Sudra
Yaitu kasta yang terendah (kaum budak). Mereka dianggap sebagai
manusia yang hina, yang hanya dapat melakukan pekerjaan budak.
Mereka tidak berhak mendapat pengajaran.
Bagi orang India, memiliki ilmu pengetahuan menjadi keinginan
setiap orang, karena ilmu itu adalah alat untuk mencapai kesempurnaan
mistik (mirip tingkatan tertinggi dalam tasawuf yaitu bertunggal dengan
Tuhan).
Pendidikan india purba mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut
1. Pengajaran agama di nomer satukan, itulah sebabnya maka dasar
pendidikannya ialah Veda, kitab suci orang india
2. Yang menyelenggarakan pendidikan adalah kastabramana. Yang
menerima pengajaran hanya ketiga kasta.
3. Tujuan pendidikannya ialah mencapai kebahagiaan serta kesempurnaan
mistik dan ilmu pengetahuan adalah merupakan alatnya.
4. Pendidikan wanita tidak diperhatikan orang, kecuali bagi calon-calon
penarik kuil.
Pada umumnya pendidikan diselenggarakan oleh kasta brahmana.
Veda merupakan sember pengetahuan yang pertama dan harus dipelajari
oleh calon-calon pendeta, juga oleh kasta-kasta lainnya kecuali kasta
sudra.permulaan pendidikan berlangsung dengan pemberian munya
(kalung suci), yaitu seutas tali yang digantungkan dari bahu kiri
kepinggang kanan. Munya adalah suatu tanda penerimaan.
Pemberian munya itu berlangsung dalam suatu upacara yang
dinamakan upanayana. India modern mengenal sistem pendidikan yang
lain tetapi meskipun demikian sistem guru kula itu dewasa ini banyak juga
dipraktekan orang terutama sekali karena pengaruh Rabindranath Tagore,
seorang tokoh pendidikan di india yang terkenal.
Tokoh lain yang besar pengaruhnya terutama bagi perkembangan
pendidikan agama islam di india ialah Sayyid Ahmad Khan.
5
3. Tiongkok Purba
Kebudayaan bangsa cina berkembang sendiri dengan tidak kena
pengaruh kebudayaan luar. Unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk
tidak mengurangi keaslian kebudayaan tiongkok. Maka pendidikan dan
pengajarannya mempunyai ciri-ciri yang khas, yang tidak menunjukkan
persamaan dengan ciri-ciri pendidikan dinegara-negara timur lainnya
Ciri-ciri pendidikannya ialah :
1. Masalah-masalah pendidikan todak dihubungkan dengan agama, tetapi
dengan tradisi dan kehidupan praktis
2. Sejak dahulu yang menyelenggarakan pendidikan ialah negara, juga
keluarga
3. Tujuan pendidikannya adalah mendidik kepala-kepala keluarga yang
baik, suami yang setia, anak yang patuh, pegawai-pegawai yang rajin,
warga negara yang jujur dan rela berbakti, raja-raja yang arif dan
bijaksana serta tentara yang gagah berani .
Tujuan pendidikan dan cita-cita hidup ditiongkok kena pengaruh
kuat dari ajaran-ajaran dua ahli fikir besar, yakni lao Tse dan Konfusius.
4. Arab purba yang beragama islam
Agama islam membantah anggapan orang yang mengatakan,
bahwa manusia itu berpembawaan buruk sejak ia lahir tetapi diakuinya,
bahwa pada manusia sering kali timbul hawa nafsu yang tidak sejalan
dengan norma-norma keagamaan. Ciri-ciri yang terpenting dari pada
pendidikan di negeri arab purba yang beragama islam ialah :
1) Agama membawa unsu- unsur bagi kepentingan pendidikan dan quran
merupakan sumber pengetahuan yang terutama sekali
2) Pendidikan agama islam mula-mula di berikan di masjid-masjid
3) Pendidikan orang dewasa didahului oleh pendidikan elementer yang di
berikan waktu masih kanak-kanak
4) Tujuan pendidikan terutama sekali menanamkan kepercayaan akan
adanya satu Tuhan yang wajib di sembah dan percaya pada semua
utusan-utusannya, menanamkan akhlak untuk membentuk manusia
6
menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang berbudi luhur dan
sanggup menegakan kebenaran sesuai ajaran islam.
5. Yunani Kuno
a. Pendidikan yang mula-mula
Bangsa Yunani bertempat kediaman di berbagai kota, polis
namanya. Karena itu perasaan merdeka besar sekali pada mereka.
Mereka tidak mau terikat pada satu pemerintahan yang bersifat sentral
dan menentukan segala-galanya untuk tiap-tiap orang Yunani.
Tiap-tiap polis mempunyai pemerintahan sendiri dan merupakan
pusat penghidupan politik, ekonomi dan kebudayaan. Kepentingan
politik dan ekonomi masing-masing polis tidak selalu sejalan, bahkan
sering bertentangan sesamanya.
Tetapi ada dua faktor yang menimbulkan rasa persatuan antara
penduduk polis-polis yang berlainan kepentingan dan kebudayaan itu.
Yang pertama ialah faktor sastra dan yang kedua ialah faktor olahraga.
Kedua faktor tersebut, mengikat suku-suku bangsa Yunani dan karena
itu merupakan faktor yang penting pula dalam pendidikan Yunani kuno.
Membaca dan menulis merupakan hal yang paling dasar dan
penting untuk dipelajari. Sesudah agak lancar menulis dan membaca,
diberikan pelajaran gramatika (ilmu bahasa). Pelajaran menulis dan
membaca itu diajarkan oleh guru yang disebut gramatis. Sastra
diajarkan bersama-sama dengan musik. Musik pun menjadi mata
pelajaran tersendiri pula, diberikan oleh guru musik yang disebut
citaris.
Pertandingan-pertandingan Olympia menyebabkan olahraga
menjadi mata pelajaran yang penting pula. Pelajaran olahraga diberikan
di gedung sekolah yang disebut palaestra pada tingkatan sekolah
rendah dan gymnasium untuk para pemuda yang berumur 16 tahun
keatas, Gymnasium itu ialah bangunan yang istimewa dipakai untuk
latihan-latihan olahraga. Kemudian di Eropa gymnasium berarti sekolah
7
menengah yang lamanya lima tahun dan di mana diajarkan bahasa-
bahasa kuno seperti Yunani dan Latin.
Olahraga bukan semata-mata ditujukan untuk pertandingan
Olympic yang diadakan sekali dalam empat tahun itu, tetapi juga untuk
selalu siap siaga dan waspada menghadapi serangan-serangan musuh.
Musuh itu ialah sesama bangsa Yunani, karena mereka gemar sekali
berperang sesama mereka.
Tentara ketika itu ialah tentara sukarela, artinya tiap-tiap orang
diharuskan membela polisnya dengan segala yang ada padanya.
Latihan ketentaraan diberikan pada umur 18 tahun, tetapi sebelum
mencapai umur itu kepada para pemuda telah diberikan latihan-latihan
kemiliteran dan pendidikan jasmani sejak tingkatan sekolah rendah di
palaestra-palaestra. Kepentingan latihan-latihan ketentaraan tidaklah
sama buat tiap-tiap polis. Sparta umpamanya lebih menekankan
pendidikannya pada latihan kemiliteran daripada polis-polis lainnya.
b. Pendidikan kemudian
Kalau dahulu sebelum tahun 479 SM hanya dua tingakatan
pendidikan yang ada, sekarang semenjak tahun 350 SM pendidikan
terbagi atas 3 tingkatan :
1. Sekolah rendah, yang memberikan pelajaran menulis, membaca,
berhitung dan bercakap-cakap. Gurunya bernama grammatis.
2. Sekolah menengah, yang mengajarkan ilmu ukur, menggambar dan
musik. Kemudian tata bahasa dan ilmu berpidato (rhetorika) mulai
pula diajarkan. Kalau di sekolah rendah murid-muridnya berumur
antara 7-13 tahun, di sekolah menengah berumur antara 13-16 tahun.
Guru-gurunya bernama Grammaticus
3. Sekolah tinggi untuk pemuda di atas umur 16 tahun. Ini diberikan di
sekolah-sekolah filsafat. Pada tingkat inilah terjadinya perubahan
pendidikan ketentaraan menjadi pendidikan kesusteraan dan filsafat.
Kira-kira dalam tahun 200 SM aliran-aliran filsafat Yunani dengan
sekolah-sekolahnya bersatu menjadikan universitas Athene.
8
Perubahan sistem pengajaran, yang dibawakan oleh perubahan-
perubahan sesudah tahun 479 SM. itu tidak saja terletak di perguruan
tinggi, tetapi juga pada sekolah-sekolah menengah dengan mata-mata
pelajarannya yang baru. Dahulu dalam waktu sebelum zaman
keemasannya sekolah rendah, yang dipimpin oleh seorang grammatist,
terbuka untuk anak-anak dari umur 8 sampai umur 16 tahun, maka
sesudah tahun 479 SM. itu untuk umur 13 tahun sampai 16 tahun ada
sekolah-sekolah menengah yang diberikan oleh Grammaticus.
Yang nyata sekali di dalam pendidikan Yunani ialah kepentingan
latihan badan, tidak saja untuk menjadi tentara, seperti pada orang
Sparta, tetapi juga untuk dijadikan dasar untuk menimbulkan rasa harga
diri dan keberanian. Di samping itu ajaran musik dan kesusteraan
diberikan sejalan, guna pembentuk akhlak dan rasa keindahan.
Sesudah Sparta dan Athene menjadi lemah oleh karena peperangan
Peloponesus maka datanglah Iskandar Zulkarnain yang
mengembangkan kerajaannya bersamaan dengan kebudayaan Yunani
ke Timur sampai ke tepi sungai Sindhu. Di dalam politik Yunani telah
jatuh, tetapi di dalam kebudayaan ia berkembang. Kebudayaan Yunani
sesudah Iskandar Zulkarnain dinamai Hellenisme.
6. Romawi
Pendidikan Romawi dapat dibagi dengan jelas dalam pendidikan
Romawi asli dan pendidikan Romawi kemudian.
1. Pendidikan Romawi asli diberikan di rumah oleh orang tua sendiri. Di
samping pendidikan dalam nyanyian, cerita-cerita bangsanya
diajarkan juga menulis dan membaca sedikit. Kalau sudah besar
sedikit diajarkan berburu, berlari, melompat, bergumul, naik kuda,
berenang
2. Sesudah Romawi mengalahkan Yunani, kebudataan Yunani
memperkaya kebudayaan Romawi dan meempengaruhi pendidikan
Romawi.
9
Akhirnya terbentuklah 3 tingkatan pendidikan Romawi kemudian
ini :
a. Anak-anak umur 6/7 tahun – 12 tahun masuk sekolah rendah atau
ludus yang mengajarkan menulis, membaca, berhitung, kesusilaan,
Undang-undang Dua Belas Meja
b. Sekolah-sekolah menegah atau gramaticus untuk mengajarkan
kesusteraan, kesusilaan, sejarah, mitologi, ilmu bumi, ilmu ukur, ilmu
bintang dan musik.
c. Sekolah tinggi atau rhetor untuk mendidik ahli pidato dengan mata
pelajaran trivium (gramatika, rhetorika, dialetika) dan quadrivium
( musik, ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu bintang).
7. Pengaruh agama Kristen
Sejak dari mulai berkembangnya agama Kristen selalu mempunyai
pemuka dan pemimpin yang ahli dan bijaksana. Dari semula ia telah dapat
mendirikan sekolah-sekolah di biara-biara. Disini dipelajari agama dan
sifat-sifat Tuhan dengan saksama dan dengan jalan begini selalu cukup
tenaga untuk menyiarkan agama.
Sampai tahun 180 sekolah-sekolah yang diadakan itu bersifat
merdeka, tetapi sesudah timbul perubahan yang mulai di Iskandariah di
bawah pimpinan pemuka agama, yang bernama Pantainos. Ia dahulunya
menjadi pengikut aliran Stoa. Ialah yang mengajarkan kesusteraan Yunani,
sejarah, dialetika, ilmu ukur, ilmu alam dan ilmu bintang di samping
agama.
Dengan adanya sekolah ini timbullah agama Kristen sebagai faktor
di dalam kerajaan Romawi. Sekolah-sekolah seperti yang diadakan oleh
Pantainos ini didirikan juga kemudian di Daesaria, Antiochia, Edyssa dan
Nisiba.
Susunan gereja tambah diperkuat dengan pembentukan uskup.
Uskup berkedudukan di Roma semakin lama semakin penting
kedudukannya, sehingga kemudian dipandang oleh dunia Kristen sebagai
uskup yang tertinggi (Paus). Di tempat kedudukan uskup didirikan
10
sekolah-sekolah pembentuk pendeta-pendeta, seperti di ARLESDA, York.
Di sana diajarkan Kitab Suci, theologi, kesusteraan dan filsafat.
8. Zaman Renaissance
Gerakan renaissance adalah gerakan yang dipelopori oleh kaum
atasan, dibantu oleh para pangeran yang ketika itu banyak jumlahnya di
Italia. Di samping itu muncul satu golongan baru ke atas yang berasal dari
golongan menengah. Mereka adalah golongan yang telah menjadi kaya
raya karena perniagaan. Karena itu kedudukan mereka dalam masyarakat
naik pula. Mereka menginginkan pendidikan dalam bahasa daerah untuk
anak-anak mereka.
Pada mulanya sekolah-sekolah yang memakai bahasa daerah itu
tidak mendapat sambutan baik. Orang waktu itu beranggapan, bahwa
bahasa daerah itu akan diketahui dengan sendirinya oleh tiap-tiap anak
karena dipakai di rumah dan dalam pergaulan mereka sehari-hari sesama
mereka.
Tetapi kemudian kantor-kantor pengadilan mulai menuliskan
laporan-laporannya dalam bahasa daerah. Persetujuan dagang dan surat-
surat wasiat mulai banyak di tulis dalam bahasa daerah pula, terutama oleh
golongan orang kaya itu sebagi kasta ketiga. Perubahan-perubahan itu
memberikan dorongan yang besar sekali kepada sekolah-sekolah untuk
mengajarkan menulis dan membaca dalam bahasa daerah. Sebagai akibat
dari gerakan renaissance itu sekolah-sekolah rendah mendapat dorongan
yang besar sekali untuk berkembang.
Disamping itu gerakan renaissance memberikan dorongan pula
untuk timbulnya sebuah jenis sekolah menengah di Eropa, yaitu
Gymnasium di Jerman, Lyceum di Perancis dan English Publik Schools di
Inggris. Sekolah-sekolah itu didirikan untuk golongan atas dan yang
menjadi inti pelajaran ialah buku-buku klasik.
11
9. Zaman Realisme
Berlawanan dengan pendidikan klasik dari Zaman Renaissance
yang mengutamakan kata-kata dan bahasa, maka aliran Realismus ini
mengutamakan res (benda-benda) sebagai pangkal bagi segala pelajaran.
Zaman realisme ini pendidikan mulai diarahkan kepada dunia dan
bersumber dari keadaan di dunia pula. Ini sesuai dengan cara berpikir yang
induktif, yang menghendaki observasi benda-benda dan kenyataan-
kenyataan untuk nanti sampai kepada kesimpulan yang umum.
Gerakan pada zaman realisme ini didorong oleh berkembangnya
“ilmu pengetahuan alam” seperti penemuan-penemuan baru dalam ilmu
falak, tentang planet-planet dan bumi mengitari matahari serta penemuan-
penemuan daerah baru dalam mengelilingi dunia. Zaman realisme ini
dikatakan zaman kebangkitan ilmu.
Tokoh-tokohnya :
1. Francis Bacon ( yang mengembangkan methode induktif )
Pendapat Bacon yaitu :
a. Dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan
harus diarahkan kepada realita alam ini serta hal-hal praktis yang
ada didalamnya.
b. Alam lingkungan adalah sumber pengetahuan yang bisa didapat
lewat alat-alat indra.
c. Menggunakan metode berfikir induktif.
d. Bila memungkinkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan
eksperimen-eksperimen.
e. Penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan.
Prinsip pendidikan yang dikembangkan Bacon adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran sebab
mengembangkan semua kemampuan manusia.
b. Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
c. Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan
d. Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
e. Pelajaran harus diberikan satu per Satu
12
f. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi
g. Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk
belajar.
2. Johann Amos Comenius
Tokoh ini terkenal karena bukunya yaitu :
a. Janua Linguarum Reserata ( pintu terbuka bagi bahasa ) th. 1631
b. Didactica Magna ( Buku didaktik yang besar ) th. 1632
c. Orbis Pictus ( Gambar dunia ) th. 1651.
Pandangan Aliran Realisme:
1. Anak-anak harus belajar dari alam
2. Belajar dengan metode induktif
3. Mementingkan aktifitas
4. Mengutamakan pengertian
5. Ekspresi kata untuk menyatakan pengertian menjadi penting
6. Belajar melalui bahasa ibu
7. Belajar dibantu oleh gambar
8. Materi dipelajari satu demi satu dari yang mudah ke yang sukar.
9. Pelajaran disesuaikan dengan anak
10. Pendidikan bersifat demokratis yaitu untuk semua anak.
10. Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir
sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan
pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul
karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan
kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut.
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John
Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik
seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan
akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk
pengetahuannya sendiri.
13
Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada
hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan
materialisme.
11. Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18
muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini
menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme,
seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya.
Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio
dengan hati dan alamiah, sehingga pendidikan dilaksanakan secara
alamiah (pendidikan alam).
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-
kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri
(Mudyaharjo, 2008: 118).
Menurut Rousseau ada tiga asas dalam mengajar, yaitu:
1. Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-
anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka
sesuai dengan kebutuhannya
2. Asas aktivitas, melalui bekerja anak akan menjadi aktif,yang akan
memberikan pengalaman, yang akan kemudian menjadikan
pengetahuan mereka
3. Asas individualitas, menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang
menurut alamnya sendiri
12. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran
ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa
sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart,
Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.
14
Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk
watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan
derajat social manusia.
Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat
perkembangan anak (Pidarta, 2007: 116-20) yang melalui observasi
dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008: 114)
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai
asuhan yang baik (nurture).
Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan
dasar dan pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008:
114).
13. Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya
membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum
imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte
(Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional,
pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan
geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme,
yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di
beberapa Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya
Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 120-21).
15
14. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa
pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan
penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam
Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang
kemudian mengarah pada individualisme.
Sedangkan positivisme hanya percaya pada kebenaran yang dapat
diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin
melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte.
15. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai
reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme.
Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John
Dewey.
Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting
daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak
berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk
tujuan-tujuan sosial.
16
B. Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia sendiri.
Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu
telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh
agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan zaman
penjajahan, sampai dengan pendidikan zaman kemerdekaan.
Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan
ekonomi mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan
berdasarkan kebudayaan tradisional.
Tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia
merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif (Buchori,
1995: vii). Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses
perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di
masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan
semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik
sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan
politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai
oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi). Menjelang 64 tahun Indonesia
merdeka, dengan sistem politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era
Reformasi ini yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti
sekarang, kita mulai dapat melihat dengan ke arah mana partisipasi masyarakat
dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak tersebut
memiliki pandangan atau dasar pemikiran yang hampir sama tentang
pendidikan; pendidikan diarahkan pada optimasi upaya pendidikan sebagai
bagian integral dari proses pembangunan bangsa.
Di samping itu, pendidikan memiliki peranan strategis menyiapkam
generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan. Pendidikan dijadikan
sebagai institusi utama dalam upaya pembentuk sumber daya manusia (SDM)
berkualitas yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin dirasakan
bahwa SDM Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan
17
kompetisi) dan daya sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di
dunia (Anzizhan, 2004: 1).
Berikut akan dipaparkan perjalanan sejarah pendidikan bangsa Indonesia
dari masa ke masa.
1. Zaman Purba
Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat nenek moyang
bangsa Indonesia pada zaman Purba disebut kebudayaan paleolitik.
Adapun kebudayaan pada kurang lebih 1500 tahun SM yang lalu disebut
kebudayaan neolitik.
Karakteristik kebudayaan masyarakat pada zaman ini tergolong
kebudayaan maritim. Kepercayaan yang dianut masyarakat antara lain
animisme dan dinamisme. Masyarakat dipimpin oleh oleh ketua adat.
Namun demikian ketua adat dan para empu (pandai besi dan dukun yang
merupakan orang-orang pandai) tidak dipandang sebagai anggota
masyarakat lapisan tinggi, kecuali ketika mereka melaksanakan
peranannya dalam upacara adat atau upacara ritual, dll. Sebab itu, mereka
tidak memiliki stratifikasi sosial yang tegas, tata masyarakatnya bersifat
egaliter. Adapun karakteristik lainnya yakni bahwa mereka hidup
bergotong-royong.
Tujuan pendidikan pada zaman ini adalah agar generasi muda dapat
mencari nafkah, membela diri, hidup bermasyarakat, taat terhadap dan
terhadap nilai-nilai religi (kepercayaan) yang mereka yakini. Karena
kebudayaan masyarakat masih bersahaja, pada zaman ini belum ada
lembaga pendidikan formal (sekolah).
Pendidikan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga dan dalam
kehidupan keseharian masyarakat yang alamiah. Kurikulum
pendidikannya meliputi pengetahuan, sikap dan nilai mengenai
kepercayaan melalui upacara-upacara keagamaan dalam rangka
menyembah nenek moyang, pendidikan keterampilan mencari nafkah
(khususnya bagi anak laki-laki) dan hidup bermasyarakat serta bergotong
royong melalui kehidupan real dalam masyarakatnya.
18
Pendidiknya terutama adalah para orangtua (ayah dan ibu), dan
secara tidak langsung adalah para orang dewasa di dalam masyarakatnya.
Sekalipun ada yang belajar kepada empu, apakah kepada pandai besi atau
kepada dukun jumlahnya sangat terbatas, utamanya adalah anak-anak
mereka sendiri.
2. Zaman Pengaruh Hindu Budha
Pada abad-abad permulaan terjadilah hubungan perdagangan antara
orang- orang hindu dengan orang indonesia. Pedagang-pedangang hindu
itu termasuk manusia dari tingkatan rendah karena itu sukar bagi mereka
untuk mempengaruhi orang-orang indonesiayang terkemuka dan
berpengetahuan jauh lebih luas dari mereka.
a. Paham hindu
Susunan masyarakat feodal di indonesia itu berdasarkan paham
hindu. Paham ini tidak disebabkan karena kepercayaan yang sama
terhadap dewa, tetapi karena kasta. Diantara dewa-dewa yang sangat
banyak ada tiga dewa yang paling umum yaitu dewa-dewa brahma, wisnu
dan siwa. Yang terutama berkembang di indonesia adalah agama siwa.
b. Paham budha
Bagi budha, hidup itu merupakan penderitaan semata-mata. Ia
berusaha untuk mencari bahan jawaban atas pertanyaan tentang artiu dan
maksud hidup yang banyak mengandung duka daripada suka. Budha pun
megakui adanya sangsara. Paham budha mempersatukan seluruh manusia,
tidak mengenal pembagian kasta. Antara abad ke 4-3 sebelum masehi
ajaran budha terpecah terjadi dua aliran.
1. Hinayana (kendaraan kecil)
Seseorang harus mencapai nirwana atas tenga dan kekuasaan sendiri,
sedikit benar orang yang benar dapat mencapai nirwana itu.
2. Mahayana(kendaraan besar)
Seseorang dapat mencapai nirwana dengan pertolongan bodhi sattwa.
19
c. Keadaan pendidikannya
Pendidikan pada zaman ini, selain diselenggarakan di dalam
keluarga dan didalam kehidupan keseharian masyarakat, juga
diselenggarakan di dalam lembaga pendidikan yang disebut Perguruan
(Paguron) atau Pesantren. Hal ini sebagaimana telah berlangsung di
kerajaan Tarumanegara dan Kutai. Pada mulanya yang menjadi guru
adalah kaum brahmana. Mereka menggantikan para empu di indonesia.
Brahmana menjadi manusia yang istimewa. Para empu belajar kepada
brahmana. baru setelah itu empu-empu itu menjadi guru dan mengganti
kedudukan brahmana .
Ada dua macam guru :
1. Guru kraton : golongan yang dijamin
2. Guru petapa: menginsyafi tugas nya
Di pandang dari sudut kesaktian empu dan guru itu sama saja,
kedua-dua nya termasuk orang yang sakti.
Tujuan pendidikan pada umumnya adalah agar para peserta dididik
menjadi penganut agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat sesuai
tatanan masyarakat yang berlaku saat itu, mampu membela diri dan
membela negara. Kurikulum pendidikannya meliputi agama, bahasa
sansekerta termasuk membaca dan menulis (huruf Palawa), kesusasteraan,
keterampilan memahat atau membuat candi, dan bela diri (ilmu
berperang). Sesuai dengan jenis lembaga pendidikannya (perguruan),
maka metode atau cara-cara pendidikannya pun adalah “Sistem Guru
Kula”. Dalam sistem ini murid tinggal bersama guru di rumah guru atau
asrama, murid mengabdi dan sekaligus belajar kepada guru. (Syaripudin,
2012 : 199)
3. Zaman Perkembangan Permulaan Agama Islam
Agama islam masuk ke indonesia melalui keraton. Di ketahui
bahwa pada masa itu ada dua jenis raja: raja pesisir dan raja pedalaman.
Penyebaran agama islam raja- raja pesisir mendapat pengaruh yang lebih
besar. Pengaruh agama islam di antaranya dapat berkembang melalui
20
guru-guru pertapa, yang telah di islamkan oleh para wali. Di pedalaman,
ajaran hindu-budha mencampuri agama islam. Pengaruh kebudayaan
hindu-budha sudah berakar terutama di jawa tengah dan jawa timur .
Islam berarti berserah diri, yakni menyerahkan diri sebulat-
bulatnya pada kemauan allah. Seorang muslim adalah orang yang percaya
dan patuh kepada perintah allah.
Tujuan pendidikan pada zaman kerajaan Islam diarahkan agar
manusia bertaqwa kepada Allah S.W.T., sehingga mencapai keselamatan
di dunia dan akhirat melalui “iman, ilmu dan amal”. Selain berlangsung di
dalam keluarga, pendidikan berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan
lainnya, seperti: di langgar-langgar, mesjid, dan pesantren. Lembaga
perguruan atau pesantren yang sudah ada sejak zaman Hindu-Budha
dilanjutkan oleh para wali, ustadz, dan atau ulama Islam. Kurikulum
pendidikannya tidak tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan
berisi tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-
Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf
Arab.
Pendidikan adalah hak semua orang, bahkan semua orang wajib
mencari ilmu, mendidik diri atau belajar. Pendidikan pada zaman kerajaan
Islam bersifat demokratis. Pada zaman ini pendidikan dikelola oleh para
ulama, ustadz atau guru. Raja tidak ikut campur dalam pengelolaan
pendidikan (pengelolaan pendidikan bersifat otonom).
Pendidikan dilakukan dengan metode yang bervariasi, tergantung
dengan sifat materi pendidikan, tujuan, dan peserta didiknya. Contoh
metode yang sering digunakan adalah: ceramah atau tabligh (wetonan)
untuk menyampaikan materi ajar bagi orang banyak (belajar bersama)
biasanya dilakukan di mesjid; mengaji Al-Qur’an dan sorogan (cara-cara
belajar individual). Dalam metode sorogan walaupun para santri bersama-
sama dalam satu ruangan, tetapi mereka belajar dan diajar oleh ustadz
secara individual. Cara-cara belajar dilakukan pula melalui nadoman atau
lantunan lagu. Selain itu dilakukan pula melalui media dan cerita-cerita
yang telah digunakan para pandita Hindu-Budha, hanya saja isi ajarannya
21
diganti dengan ajaran yang Islami. Demikian pula dalam sistem pesantren
atau pondok asrama. Di langgar atau surau, selain melaksanakan shalat,
biasanya anak-anak belajar mengaji Al-Qur’an dan materi pendidikan yang
sifatnya mendasar. Adapun materi pendidikan yang lebih luas dan
mendalam dipelajari di pesantren. (Syaripudin, 2012 : 200)
4. Zaman Pengaruh Portugis dan Spanyol
Karena berkembangnya perdagangan maka permulaan abad ke-16
datanglah ke Indonesia bangsa eropa pertama yaitu bangsa portugis yang
di susul bangsa Spanyol. Mereka datang ke Indonesia selain untuk
berdagang mereka juga mengembangkan agama nasrani.
Pengaruh bangsa Portugis dalam bidang pendidikan utamanya
berkenaan dengan penyebaran agama Katholik. Demi kepentingan
tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate,
selain itu didirikan pula di Solor. (Syaripudin, 2012 : 201)
Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katolik,
ditambah pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan
diberikan bagi anak-anak masyarakat terkemuka. Pendidikan yang lebih
tinggi diselenggarakan di Gowa, pusat kekuasaan Portugis di Asia.
Pemuda-pemuda yang berbakat dikirim ke sana untuk dididik. Pada tahun
1546, di Ambon telah ada tujuh kampung yang penduduknya memeluk
agama Nasrani Katolik.
5. Zaman Pengaruh Belanda
Pada masa kolonial, sistem pendidikan berkembang dengan
berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini. Pada masa modern
seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan
pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Belanda mendirikan sekolah-sekolah di bagian Timur Indonesia
yaitu di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini
mengajarkan agama dan pengetahuan umum. Bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Mereka juga
22
mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC di Ambon dan Jakarta.
Kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-
ide liberal dari kalangan agama Kolonial yang bertujuan mengembangkan
kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial.
Zaman kolonial belanda dikenal juga masa Perjuangan dalam
memajukan pendidikan. Kemajuan pendidikan di zaman ini ditandai
dengan munculnya tokoh-tokoh atau golongan pemuda yang berjuang
untuk pendidikan di Indonesia namun masih bersifat kedaerahan.
Kelompok ini mendirikan organisasi Budi Utomo pada tahun 1908.
Perjuangan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun
1928 (Pidarta, 2013:133-134).
Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan, ada
tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan yang berjuang
melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda
melaluli lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan
martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh
pendidik itu adalah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji
Ahmad Dahlan.
Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch
Nederlandse School di Sumatra Barat pada tahun 1926. Sekolah ini lebih
dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di
kayutanam. Maksud utama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat
berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka.
Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta.
Sifat, sistem, dan metode pendidikannya diringkas kedalam empat
kemasan , yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan
Semboyan atau perlambang. Asas Taman Siswa dirumuskan tahun 1922,
yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menantang
penjajahan Belanda pada waktu itu.
Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi
agama islam pada tahun 1912 di Yogyakatra, yang kemudian berkembang
menjadi pendidikan agama islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian
23
beasar memusatkan diri pada perkemabangan agama islam, dengan
beberapa ciri seperti berikut. Asas pendidikannya adalah islam dengan
tujuan mewujudkan orang- orang muslim yang berakhlak mulia, cakap,
percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.
6. Masa Perjuangan Bangsa
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mejuwudkan suatu bangsa
yang merdeka dan mengisinya agar menjadi jaya adalah penjang sekali.
Perjuangan itu dimulai dari zaman kerajaan-kerajaan, sudah
dikumandangkan, nilai-nilai keprajuritan sudah ditanamkan, dan semangat
membela kerajaan dikobarkan. Walupun perjuangan ini sifatnya
kedaerahan, namun nilai didik semangat juang itu sudah cukup besar
artinya bagi generasi yang mewarisi sejarah itu. Perjuangan yang bersifat
daerah itu berubah menjadi perjuangan bangsa sejak didirikannya Budi
Utomo pada tahun 1908.
Organisasi Budi Utomo didirikan dengan ciri-ciri seperti berikut :
1. Dasar organisasi adalah kebudayaan.
2. Tujuannya adalah untuk memajukan bangsa Indonesia dalam segala
bidang kehidupan, terutama kebudayaan.
3. Pimpinan adalah orang-orang Indonesia yang bukan pelajar.
Perjuangan kebangsaan semakin meningkat sejak dilakukannya
Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Dari isi sumpah ini kelihatan bahwa
persatuan bangsa Indonesia semakin kuat, karena merasa diikat oleh
Negara, bangsa, dan bahasa yang satu yaitu Indonesia. Patriot-patriot
bangsa mulai bermunculan di sana-sini, mereka berjuang untuk merebut
kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.
Jiwa patriotik memiliki nilai-nilai 45 dan semangat 45. Nilai dan
semangat 45 ini sampai sekarang tetap terkenal, dan memang
keberadaannya tetap dipertahankan. Karena nilai dan semangat 45 masih
relevan untuk dipakai berjuang dalam mengisi kemerdekaan ini, walaupun
sifat perjuangan itu tidak sama. Nilai 45 adalah nilai-nilai yang bertumbuh
dan berkembang dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut
24
dan mempertahankan kemerdekaannya. Semangat 45 adalah perwujudan
dinamis atau ekspresi dari jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk
berjuang. Semangat ini bisa dilihat dengan jelas dari perilaku mereka
sehari-hari.
Perjuangan bangsa Indonesia dalam zaman penjajahan Jepang tetap
berlanjut. Bangsa kita tidak mau diam sebelum cita-cita merdeka tercapai.
Walaupun Jepang menguras habis- habisan kekayaan Indonesia, bangsa
kita tidak pantang menyerah berkat semangat 45 yang telah berkembang di
hati mereka.
Ada beberapa segi positif pada zaman penjajahan Jepang, yaitu :
1. Jepang memberikan pendidikan militer kepada para pemuda Indonesia,
dengan bermaksud memperkuat pertahanan mereka.
2. Menghapus dualisme pendidikan penjajah Belanda dan
menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi setiap orang.
3. Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh penjajah
Jepang.
Ketiga hal ini memberi kemudahan kepada bangsa kita, khususnya
para pejuang, untuk merealisasi Indonesia merdeka. Dan hal ini menjadi
kenyataan pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan.
7. Masa Pembangunan
Setelah Indonesia merdeka, terutama ketika gangguan dan masalah
dalam negeri sudah muali reda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan
mulai digerakkan. Termaksud inovasi-inovasi pendidikan juga sudah
dilaksanakan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan.
Beberapa inovasi yang telah dilakukan antara lain adalah PPSP
yang mencobakan belajar dengan modul, SD pamong yaitu pendidikan
antara masyarakat, orang tua, dan guru, yang hilang dari peredaran setelah
muncul SD Inpres untuk mengejar target kuantitatif atau pemerataan
pendidikan. Inovasi-inovasi ini gagal antara lain karena hanya merupakan
25
imitasi dari praktik-praktik dan pemikiran dunia Barat, disamping karena
heterogenitas budaya dan luasnya Negara Indonesia.
Sementara itu Alisyahbana (1990) mengemukakan ada tiga macam
pesimisme dikalangan ahli pendidikan, yaitu :
1. Pemerintah seolah-olah belum memiliki political will yang kuat untuk
memperbaiki pendidikan.
2. Orang Indonesia memiliki budaya begitu lamban melakukan
transformasi sosial, yang sangat perlu untuk mengadakan adaptasi
terhadap dunia yang berubah dengan cepat.
3. Seolah-olah sifat munculnya tokoh pemikir yang berani menyusun dan
memperjuangkan konsep-konsep yang bertalian dengan pendidikan
nasional yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan para birokrat
yang berkuasa.
Ini merupakan bagian dari kondisi pendidikan kita pada masa
pembangunan. Masalah yang lain tertulis dalam Deklarasi Konvensi
Nasional Pendidikan II tahun 1992 yang menyatakan bahwa :
1. Realisasi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, belum terwujud secara menyeluruh dan bahkan belum
dihayati sepenuhnya oleh semua pihak.
2. Diperlukan political will dan dukungan biaya yang memadai untuk
pendidikan di daerah terpencil serta dengan pola pembangunan terpadu
atas dasar kerja sama lintas departemen.
3. Penanaman nilai-nilai budaya maupun agama tidak cukup melalui
bidang studi saja seperti keadaan sekarang, melainkan melalui semua
bidang studi secara integratif.
Lebih lanjut Buchori (1990) mengemukakan ada beberapa
kesenjangan terjadi dalam dunia pendidikan kita, yaitu :
1. Kesenjangan okupasional
2. Kesenjangan akademik
3. Kesenjangan kultural
4. Kesenjangan temporal
26
Pembangunan dibidang pendidikan masih banyak menghadapi
hambatan, yang membuat lulusannya kurang memadai. Dampak dari
kondisi seperti ini adalah pembangunan secara keseluruhan tidak dapat
dilewati dengan lancar. Memang benar pembangunan pendidikan secara
kuantitatif dapat dipandang sudah berhasil dengan selesainya wajib belajar
6 tahun. Tugas pendidikan sebagian untuk membentuk mental dan moral
serta sebagian lagi untuk membentuk pengetahuan dan keterampilan .
8. Masa Reformasi
Walaupun gambaran reformasi pada awalnya serba negative,
namun lambat laun keberadaan bisa berubah secara perlahan-lahan. Sistem
Pendidikan mulai berubah, yang didahului oleh perubahan Undang-
Undang Pendidikan. Undang-Undang Pendidikan yang baru menginginkan
sistem pendidikan sentralisasi berubah menjadi sistem desentralisasi, hal
ini sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan yang juga menjadi
desentralisasi.
Sistem desentralisasi pendidikan belum berada pada tingkat
lembaga, kecuali perguruan tinggi, melainkan baru pada tingkat kabupaten
atau kota. Hal ini disebabkan oleh kemampuan personalia pendidikan
belum memadai. Secara konsep sistem desentralisasi pendidikan memang
lebih baik dari pada sentralisasi pendidikan. Sebab sistem yang baru ini
kalau dilaksanakan dengan baik akan dapat memajukan daerah masing-
masing sesuai dengan kondisi geografis, budaya, kebutuhan, dan
kemungkinan-kemungkinan perkembangan di masa depan.
Instrument-instrumentuntuk mewujudkan desentralisasi pendidikan
juga sudah diusahakan, seperti MBS (manajemen berbasis sekolah), Life
Skills (lima keterampilan hidup), dan TQM (total quality manajement).
Tetapi nasibnya sama dengan wujud desentralisasi pendidikan yaitu masih
lebih besar penampakan konsep daripada pelaksanannya. Hal ini juga
disebabkan oleh dua kelemahan utama tersebut yaitu kekurang mampuan
personalia dan kekurangan dana.
27
Di samping itu pemerintah juga mengubah istilah pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah menjadi pendidikan jalur formal,
nonformal dan informal. Pendidikan nonformal sangat berperan dalam
mengembangkan keterampilan warga belajar untuk mampu bekerja di
masyarakat sedangkan pendidikan informal di masyarakat dan dalam
keluarga sangat berperan dalam mengembangkan afeksi atau kepribadian,
sikap,moral dan mental anak-anak.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas mengenai sejarah pendidikan dunia dan
Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan itu mulai ada sejak
manusia pertama kali diciptakan oleh Tuhan dan baru berakhir apabila “dunia
mengakhiri perkembangannya”.
Pendidikan pun telah ada pada zaman purba walaupun dengan banyak
keterbatasannya. Dari masa ke masa pendidikan terus mengalami
perkembangan dan perbaikan dalam segala aspeknya. Dari mulai zaman purba
hingga era modern selalu ada pembaharuan dalam dunia pendidikan. Di
Indonesia pun demikian, dari zaman purba hingga era reformasi dewasa ini
pendidikan kita terus diupayakan agar lebih baik lagi. Pendidikan pun
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebudayaan masyarakat
disekitar wilayah pendidikan itu sendiri.
Terakhir, sejarah pendidikan ada bukan hanya untuk dijadikan sebagai
kenangan untuk diingat, tapi sejarah pendidikan ada sebagai pedoman tentang
apa yang harus kita lakukan hari ini dan di masa yang akan datang dalam dunia
pendidikan.
B. Saran
Dari apa yang kami dapat dari makalah ini, kami pun menyarankan kepada
para pembaca untuk bersama-sama menggali kembali puing-puing sejarah
pendidikan baik di dunia maupun di Indonesia untuk menambah ilmu
pengetahuan dan untuk dijadikan referensi bagi kita sebagai insan dalam dunia
pendidikan untuk memajukan dunia pendidikan.
Selain hal di atas, kami juga menyadari bahwa makalah ini belum bisa
dikatakan sempurna, karena itu kami mengharapkan saran ataupun kritik dari
para pembaca untuk kemajuan kita bersama.
29