Post on 24-Oct-2015
SEAKEEPING : PERILAKU BANGUNAN APUNG
Dl ATAS GELOMBANG
Eko B. Djatmiko dan Murdijanto
F.T. Kelautan-ITS, Kampus ITS-Sukolilo Surabaya 60111
Intisari
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan pengenalan atas pengertian
umum tentang seakeeping. Pada awal makalah dijelaskan mengenai definisi
seakeeping, yang secara spesifik memberikan indikasi kualitas untuk gerak
kapal atau bangunan laut lainnya. Perumusan model matematik untuk gerak
kapal dan latar belakang perkembangan teori dasarnya akan diuraikan secara
terpadu. Pengenalan tentang gelombang acak diberikan dalam kaitannya dcngan
identifikasi gerak kapal dan lingkungan laut. Efek dinamis sebagai akibat dari
gerakan kapal di atas gelombang disajikan dengan penekanan pada aspek beban
struktur dan pertambahan hambatan kapal. Bab terakhir makalah ini
memberikan penjelasan atas evaluasi efektifitas pengoperasian kapal sebagai
tolok ukur kualitas seakeeping.
1. PENDAHULUAN
Efektifitas pengoperasian suatu sistem terapung di laut, baik kapal atau bangunan
apung lainnya, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kelayak lautan (seaworthiness)
dari sistem tersebut. Dengan demikian seaworthiness, yang selanjutnya merupakan
indikasi keselamatan di laut, akan menjadi salah satu kriteria utama yang harus dipenuhi
okh sistem yang dirancang. Keselamatan di taut, dalam hal ini meliputi keselamatan anak
buah kapal (ABK), barang-barang angkutan, penumpang, dan sistem itu sendiri. Dari
gambaran ini seaworthiness dapat dikatakan sebagai istilah umum yang menunjukkan
kemampuan sistem untuk tetap selamat (survive) pada segala bahaya di laut, seperti
tubrukan, kandas, dan efek lain yang berkaitan dengan cuaca buruk.
Kalau seaworthiness pada umumnya dijadikan sebagai indikasi keselamatan pada
kondisi ekstrem, maka satu terminologi lain, yaitu seakindliness, lebih memberikan
indikasi mengenai karakteristik respons sistem terapung terhadap kondisi lingkungan laut
yang tidak terlalu buruk. Kriteria-kriteria seperti pengoperasian yang ekonomis dalam
kaitannya dengan kemampuan menjaga kecepatan, memperkecil kemungkinan kerusakan
komponen sistem dan barang yang diangkut, serta kenyamanan bagi penumpang dan
ABK, adalah merupakan faktor faktor yang termasuk dalam kategori seakindliness.
Untuk kapal-kapal perang, seakindliness meliputi juga kemampuan operasi yang efektif
dari peralatan-peralatan elektronik, mekanis, dan persenjataan di atas geladak.
Kedua kriteria umum sistem laut terapung, yaitu seaworthiness dan seakindliness
tersebut, pada dasarnya dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan kualitas unjuk kerja
sistem, atau diistilahkan sebagai seakeeping. Seakeeping, sebagai indikasi teknis
pengoperasian adalah merupakan suatu subyek yang cukup luas, yaitu menyangkut ,
antara lain, gerakan sistem terapung (amplitudo, percepatan, phase), kebasahan geladak
(deck wetness), hempasan gelombang (slamming), beban-beban hidrodinamis (tekanan,
gaya, momen}, beban-beban transient dan sebagainya.
Karena kualitas seakeeping banyak dipengaruhi oleh beban lingkungan laut, maka
karakteristik gelombang, sebagai faktor beban luar yang paling dominan, harus dipelajari
secara mendasar dan sebagai bagian terpadu dari keseluruhan proses evaluasi seakeeping
Pada evaluasi seakeeping nantinya, keganasan (severity) lautan tentu saja tidak dapat
didefinisikan secara absolut. Hal ini terutama karena untuk tiap-tiap sistem, baik kapal
ataupun anjungan terapung, ukuran intensitas kondisi laut (sea state) hanya dapat
ditentukan dengan mengacu pada besarnya respons dari sistem secara individu. Dengan
demikian, batas keganasan gelombang akan berlaku berbeda-beda untuk tiap-tiap sistem.
Secara jelasnya, kondisi laut 4 (sea state 4) mungkin sudah sangat ekstrem untuk
pengoperasian kapal-kapal patroli kecil, namun untuk kapal kontainer besar kondisi laut
yang demikian masih cukup aman untuk pelayaran. Dari pertimbangan ini maka perlulah
dipakai suatu parameter standar yang akan diterapkan dalam menguji kualitas seakeeping
secara absolute, yaitu yang dikenal sebagai kriteria seakeeping.
Makalah ini disusun untuk memberikan gambaran secara global mengenai subyek
seakeeping. Pembahasan akan diawali dengan uraian tentang teori gerak bangunan
terapung (selanjutnya dipakal terminologi kapal, kecuali bila menjelaskan secara spesifik
untuk bangunan laut tainnya), serta sejarah perkembangannya. Kemudian dilanjutkan
dengan aspek spektra gelombang dan penerapannya dalam analisis gerak kapal pada
kondisi riil. Beberapa pengaruh gerakan kapal pada phenomena seakeeping lainnya, akan
diuraikan dalam bab berikutnya. Analisis efektifitas pengoperasian kapal, sebagai
penerapan praktis dalam evaluasi seakeeping akan diberikan pada bab terakhir makalah
ini.
2. TEORI GERAK KAPAL DAN PERKEMBANGANNYA
Perkembangan penelitian atas gerak kapal, seperti dijelaskan oleh Newman [1]
dapat disarikan sebagai berikut. Peneliti yang dapat dianggap pionir dalam memberikan
dasar teori gerak kapal adalah Froude, yaitu yang pada tahun 1961 telah menunjukkan
metoda analisa rolling untuk kapal terapung di atas gelombang sisi (beam seas) [12].
Pada tahun tahun 1896, Krylov, seorang angkatan laut dari Rusia telah menambahkan
referensi gerak kapal, dengan analisanya untuk gerakan pitching dan heaving dari kapal
akibat gelombang [3]. Kemudian peneliti ini juga memberikan teori dasar gerak kapal
dalarn mode enam derajat kebebasan [4].
Dalam analisanya, Froude dan Krylov menerapkan asumsi bahwa keberadaan
kapal tidak mempengaruhi perubahan medan tekanan dari gelombang induksi. Dengan
demikian gaya-gaya gelombang yang bekerja pada kapal dapat diperoleh dengan
mengintegrasikan distribusi tekanan gelombang tanpa pada benda yang diam. Analisis
yang demikian kemudian dikenal sebagai hipotesis Froude-Krylov. Dalam teori gerak
modern, fungsi gaya gelombang yang dihitung berdasarkan asumsi di atas didefinisikan
sebagai gaya Froude-Krylov.
Pada awal abad ke-20, kemajuan dalam teori gerak kapal telah banyak dicapai,
utamanya dalam metoda penghitungan koefisien-koefisien massa tambah (added mass)
dan redaman hidrodinamis (damping) untuk benda-benda 2-dimensi ataupun 3-dimensi
yang terapung. Kemajuan teori ini telah disumbangkan oleh sejumlah peneliti, antara lain
Lewis [5] dan Haskind [6,7]. Lewis telah meningkatkan ketelitian hipotesis Froude-
Krylov dengan mempertimbangkan gangguan benda terapung pada medan tekanan
gelombang insiden. Dengan kata lain phenomena komponen radiasi telah dapat
dipecahkan. Penghitungan added mass dan damping oleb Lewis dilakukan dengan
memperhitungkan getaran badan kapal yang menerima eksitasi gaya. Gaya keseluruhan
yang bekerja pada kapal kemudian dapat diperoleh dengan mengintegrasikan komponen-
komponen gaya pada potongan 2-dimensi secara memanjang kapal. Prosedur analisa
demikian adalah dikenal sebagai ship theory.
Perkembangan teori gerak kapal selanjutnya adalah seperti yang disajikan oleh
Korvin-Kroukovsky & Jacobs [9], pada tahun 50an. Para peneliti ini telah menerapkan
konsep gerakan relatif dalam memecahkan masalah difraksi (refleksi gelombang insiden
akibat keberadaan benda). Dalam hal ini gerakan osilasi dari tiap-tiap strip 2- dimensi
dalam kasus radiasi secara sederhana digantikan dengan gerakan relatif antara benda
yang tidak bergerak dan keadaan permukaan gelombang pada setiap waktu, untuk
kemudian diperoleh gaya difraksi.
Perkembangan teori seperti di atas, semuanya masih terbatas pada kondisi ideal,
dalam artian bahwa kapal mengalami gerakan akibat gelombang beraturan (sinusoidal).
Pada kenyataannya, kapal yang bergerak di laut akan mengalami eksitasi yang bersifat
acak (random), sesuai dengan sifat alami dan gelombang laut. Dalam hal ini suatu
loncatan dalam pemecahan permasalahan gerak kapal di laut telah disajikan oleh Pierson
& St. Denis pada tahun 1953 [10]. Kedua peneliti ini menunjukkan bahwa gelombang
laut yang acak dapat diuraikan menjadi komponen-komponen gelombang sinusoidal, atau
dikenal sebagai spektra gelombang. Selanjutnya gerak kapal pada kondisi riil dapat
dianalisis dengan memadukan antara teori gerak umum, yang diturunkan secara
matematis, dengan model stokastik dari model gelombang lautan. Penjelasan lebih lanjut
mengenai spektra gelombang akan diberikan pada bab berikutnya.
Setelah uraian mengenal perkembangan teori gerak kapal diberikan, di bawab ini
akan diuraikan mengenal formulasi dasar gerakan kapal akibat eksitasi gelombang
beraturan. Definisi gerakan kapal dalani enam derajat kebebasan dapat dijelaskan dengan
Gbr. 1. Dengan memakai konvensi sumbu tangan kanan tiga gerakan translasi pada arah
sumbu x,y dan z, adalah masing-masing surge (ζ1), sway (ζ2) dan pitch (ζ3), sedangkan
untuk gerakan rotasi terhadap ketiga sumbu adalah roll (ζ4), pitch (ζ5) dan yaw (ζ6)
Dengan asumsi bahwa gerakan-gerakan osilasi tersebut adalab linier dan harmonik, maka
enam persamaan diferensial gerakan kopel dapat dituliskan sebagai berikut :
dimana Mjk adalah komponen matriks massa kapal, Ajk dan Bjk adalah mariks untuk
koefisien-koefisien massa tambah dan redaman, Cjk adalah koefisien-koefisien gaya
hidrostatik pengembali, dan Fj adalah amplitudo gaya eksitasi dalam besaran kompleks.
F1, F2 dan F3 adalah amplitudo gaya-gaya eksitasi yang mengakibatkan surge, sway dan
heave, sedangkan F4, F5 dan F6 adalah amplitudo momen eksitasi untuk roll, pitch dan
yaw. Tanda titik menunjukkan turunan terhadap waktu, sehingga ζ dan ζ adalah, masing-
masing kecepatan dan percepatan.
Bila diasumsikan bahwa kapal mempunyai bentuk simetris terhadap bidang tegak
O-xz dan titik beratnya tertetak pada koordinat (0,0,zc) maka matriks massa secara umum
adalah
dimana M adalah massa kapal, Ij adalah momen inersia massa pada mode ke j, dan Ijk
adalah produk momen inersia massa. Dengan asumsi yang sama, matriks yang memuat
koefisien-koefisien added mass dan damping adalah
Selanjutnya, untuk kapal yang terapung di permukaan bebas, koefisien-koefisien
hidrostatik pengembali yang tidak sama dengan nol adalah :
Bila matriks massa (2), koefisien added mass dan damping (3), dan koefisien pengembali
(4) dimasukkan ke persamaan gerak (1), maka untuk kapal yang simetris dalam arah
lateral, enam persamaan gerak kopel akan dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu
bagian pertama adalah persamaan kopel untuk surge, heave, dan pitch serta bagian kedua
adalah persamaan kopel untuk sway, roll, dan yaw. Jadi untuk kapal dengan bentuk
simetris, tidak akan terjadi kopel antara surge, heave, dan pitch dengan sway, roll dan
yaw.
Prosedur komputasi untuk menyelesaikan persamaan gerak kapal, pertama akan
dihitung besamya gaya-gaya eksitasi. Hal ini dapat diturunkan dengan menghitung
distribusi tekanan hidrodinamik dengan persamaan Bernoulli, yaitu
dimana potensial kecepatan adalah :
Daam pers. (6), variabel pertama daiam ruas kanan adalah merupakan kontribusi dari
potensial kecepatan steady, s , dan kecepatan kapal u. Sedangkan variabel kedua adalah
kontribusi dari potensial kecepatan unsteady :
di mana I , D dan j masing-masing adalah potensial kecepatan dari gelombang insiden,
difraksi dan radiasi sebagai akibat mode gerakan ke j.
Langkah berikutnya dalam menyelesaikan persamaan gerak adalah menentukan
harga koefisien-koefisien added mass, damping dan hidrostatik. Ada berbagai metoda
yang dapat dipakai dalam hal koefisien added mass dan damping, yaitu a) metoda Lewis
form [5], b) metoda Tasai-Porter close-fit mapping [11,12], c) metode Frank close-fit
source-distribution [13], dan d) metoda 3-D sink-source distribution [14].
Setelah menjelaskan dengan seksama tentang teori gerak kapal, pada akhirnya
hasil yang diperlukan oleh perancang adalah informasi karakteristik gerakan tersebut.
Informasi ini pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik, di mana perbandingan
gerakan pada mode tertentu ζj dengan parameter tinggi (atau amplitudo gelombang, ζa)
diberikan sebagai fungsi frekuensi encounter e dari sumber eksitasi. Di samping itu
besarnya gaya yang bekerja juga dapat disajikan dalam bentuk yang sama, bilamana
diperlukan. Informasi gerakan yang demikian ini dinamakan response amplitudo operator
(RAO), seperti dicontohkan dalam Gbr.2.
Perlu juga disampaikan di sini bahwa pencapaian pemecahan masalah gerak kapal
sekarang ini telah banyak didukung dengan penelitian berlandaskan metoda
eksperimental. Peranan laboratorluin hidrodinamika sangat besar dalam hal ini. Data-data
gerak kapal yang sampai dengan tahun 70-an masih banyak diperoleh dari pengukuran
model fisik. Data-data ini kemudian dipakai dalam pengujian validitas hasil-hasil dan
model matematis. Sampai dewasa ini meskipun masalah gerak kapal yang sangat
kompleks tersebut sudah dapat diselesaikan secara akurat, namun tetap data-data model
fisik terpakai dalam berbagai keadaan.
Penjelasan yang lebih terperinci mengenai prosedur perhitungan gerak kapal
seperti di atas telah banyak disajikan dalam berbagai makalah ilmiah maupun buku
pegangan (textbook), antara lain seperti dalam referensi [15-17].
3. SPEKTRA GELOMBANG DAN GERAK KAPAL DI LAUT
Seperti telah disinggung di bagian pendahuluan, analisis seakeeping tidak akan
mempunyai manfaat praktis tanpa informasi karakteristik gelombang dimana kapal akan
dioperasikan. Dalam bab ini perlu dijelaskan karakterisasi gelombang laut dengan konsep
spektra gelombang dan selanjutnya diikuti dengan pemaduan antara spektra gelombang
dan perilaku gerak kapal di atas gelombang beraturan, untuk mendefinisikan gerakan
kapal di alas gelombang riil.
3.1. Gelombang Acak dan Spektra Gelombang
3.1.1. Karakteristik Gelombang Acak
Bilamana seseorang mengamati permukaan laut terutama saat terjadi angin, maka
akan terlihat perubahan-perubahan puncak gelombang dan gerakan gelombang dengan
arah yang tidak beraturan. Sifat gelombang laut yang kacau (chaos) seperti ini telah
bertahun-tahun menjadi kendala kemajuan penelitian perilaku bangunan laut. Meskipun
begitu, akhir-akhir ini telah terjadi kemajuan-kemajuan yang dicapai dengan penerapan
metoda-metoda statistik untuk memperoleh kuantifikasi sifat-sifat gelombang dan
permukaan laut. Metoda ini yang dalam bidang perkapalan diterapkan pertama kali oleh
Pierson dan St. Denis [10], kemudian terbukti menjadi dasar pengetahuan untuk
mengidentifikasi perilaku bangunan apung di laut.
Gambar 3. menunjukkan contoh khas rekaman elevasi gelombang yang diambil
dan pengamatan gelombang lautan. Seperti yang diharapkan, rekaman menunjukkan
patron gelombang tak acak (random), yang tentunya tidak dapat dikenal patronnya yang
spesifik. Dengan demikian parameter gelombang akan lebih tepat bila didefinisikan
dengan memakai besaran-besaran statistik, sebagai berikut:
Disamping parameter-parameter di atas, didapat juga besaran lain untuk
mengidentifikasikan ukuran gelombang acak. Disini time history dari gelombang yang
direkam dibuat sample dengan memotongnya pada interval yang cukup kecil, untuk
melakukan pengukuran yang berurutan pada kenaikan atau penurunan (depresi)
permukaan gelombang ζn relatif terhadap garis datum (lihat Gbr. 4). Dalam analisis
rekaman gelombang, pada umumnya interval pemotongan berkisar antara 0,5 sampai 1,0
detik. Dengan pengukuran yang demikian akan didapatkan tiga macam besaran lain:
yaitu depresi permukaan rata-rata dari sejumlah N pengukuran/pemotongan,
yaitu varian dari depresi permukaan relatif terhadap rata-rata, dan
yaitu deviasi standar, atau akar rata-rata (root mean square - rms) depresi relatif terhadap
mean.
Proses terbentuknya gelombang secara kontinyu memberikan indikasi bahwa
suatu time history gelombang selama TH detik dapat dinyatakan secara matematis dengan
deret Fourier
dimana frekuensi-frekuensinya adalah :
Koefisien-koefisien An dan Bn diberikan sebagai :
Persamaan (11) dapat ditulis kembali menjadi :
dimana koefisien dalam pers. (15) adalah :
dan sudut phase adalah :
Pengertian fisik pers. (15) dapat dinyatakan sebagai penggambaran bahwa gelombang
acak adalah merupakan penjumlahan dari sejumlah besar komponen gelombang
sinusoidal dengan amplitudo ζn0 dan frekuensi n.
3. Spektrum Energi Gelombang
Ukuran intensitas dari komponen-komponen gelombang sinusoidal yang
membentuk gelombang acak, pada umumnya dinyatakan dalam bentuk spektrum
kepadatan amplitudo energi gelombang (atau biasa disingkat dengan spektrum energi
gelombang). Dalam hal ini besarnya energi per satu meter persegi permukaaan
gelombang, untuk komponen gelombang sinusoidal ke-n adalah :
Spektrum energi gelombang kemudian didefinisikan, sehingga luasan yang dibatasi oleh
range frekuensi tertentu (contohnya dari a ke b dalam Gbr. 5) adalah proporsional
dengan energi total (per m2 permukaan laut) dari semua komponen gelombang dalam
range frekuensi tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa luasan total yang
dibatasi oleh spektrum adalah proporsional dengan energi total per m2 dari keseluruhan
sistem gelombang.
Bila diambil
maka n frekuensi rata-rata yang mewakili semua frekuensi pada range antara a dan b.
Selanjutnya, ordinat spektra kepadatan amplitudo gelombang yang berkaitan dengan n,
ini dapat diperoleh dari :
Jadi ordinat spektranya adalah :
Kalau melihat kembali pers. (9), dalam pengukuran ζn dalam jumlah sangat besar maka
akan diperoleh bahwa depresi rata-rata akan mendekati atau sama dengan nol. Dari
analisa ini dapatlah dituliskan besarnya varian sebagai fungsi depresi yang berubah
terhadap waktu seperti di bawah ini :
Bila fungsi ζ(t) digantikan dengan variabel pada ruas kanan pers. (11) dan diambil ζ=0,
maka pers. (20) menjadi :
Karena frekuensi-frekuensi komponen gelombang telah ditentukan seperti dalam pers.
(12), maka penyelesaian persamaan integral (21) adalah :
dan, dengan memasukkan pers. (19) didapat :
Dari persamaan ini dapat diambil kesimpulan bahwa varian dan elemen depresi
gelombang random adalah sama dengan luasan di bawah kurva spektrum energi
gelombang.
Depresi gelombang acak seperti diformulasikan dalam pers. (15) dapat
didiferensialkan untuk mendapatkan kecepatan dan percepatan permukaan gelombang
Depresi kecepatan dan percepatan di atas dapat juga dianalisa secara statistik
seperti depresi displasemen gelombang, dengan amplitudo komponennya adalah ζn0 n
m/det dan ζn0 n2 m/det2 Analogi selanjutnya, ordinat spektra untuk kecepatan dan
percepatan dapat diperoleh seperti dalam pers. (19), yaitu :
Mengikuti prosedur penurunan pers. (23), varian depresi kecepatan permukaan
gelombang adalah :
dan varian percepatan :
Varian-varian m2 dan m4 di atas disebut sebagai momen-momen spektra, yang persamaan
rumusnya dapat ditulis :
Dari analisa di atas, frekuensi rata-rata untuk menentukan pusat spektra dapat
diperoleb dari :
dan periode rata-ratanya adalah :
Ochi dan Bolton [28] juga menunjukkan bahwa periode puncak rata-rata dari
gelombang acak adalah :
dan periode silangan-nol (zero-crossing) rata-rata adalah :
Perlu juga disinggung di sini tentang hubungan antara Tp dan Tz dalam kaitannya
dengan profil gelombang acak dan spektrumnya. Bila rasio Tp2/Tz2 mendekati atau sama
dengan 1,0 maka profil gelombang akan menunjukkan elevasi yang berubah dengan cepat
melewati datum, sebaliknya bila rasio cukup kecil maka perubahan tersebut lebib lambat.
Kasus yang pertama disebut sebagai interval sempit (narrow band) dan yang kedua
disebut interval lebar (wide band). Ukuran lebar atau sempitnya elevasi atau disebut
dengan bandwidth parameter adalah didefinisikan sebagai :
Harga-harga epsilon akan terletak pada range 0 dan 1,0. = 0 berarti spektrumnya sangat
sempit dan = 1 adalah spektrum yang lebar.
Cartright dan Longnet-Higgins [19] menunjukkan bahwa tinggi gelombang
(ataupun amplitudo) signifikan dapat mempunyai korelasi dengan luasan di bawah
spektrum, sebagai berikut :
Dengan demikian, untuk spektrum lebar ( = l) :
dan untuk spektrum sempit ( = 0):
Dalam kenyataannya, dari berbagai pengukuran gelombang acak tidak diperoleh bahwa e
mempunyai harga sekitar 0,5.
3.13. Formula Spektrum Gelombang
Dalam perancangan struktur bangunan apung, idealnya informasi karakterisrik
(spektra) gelombang adalah untuk lingkungan di mana struktur akan dioperasikan harus
lengkap tersedia. Meskipun demikian, belum semua daerah lautan di dunia ini dilakukan
observasi gelombangnya. Untuk kebutuhan perancangan maka spektra gelombang dari
lokasi lain dengan kondisi yang mirip biasanya diambil. Bila informasi ini pun tidak
tersedia maka dapat dipakai formula spektra gelombang yang dapat diperoleh dari
berbagal institusi.
Dewasa ini sudah banyak dipublikasikan informasi spektra dalam bentuk
perumusan empiris. untuk dunia kelautan, formula-fonnula yang banyak dikenal antara
lain diberikan oleh Pierson & Moskowitz [20], Bretschneider [21], Ochi & Hubble [22]
JONSWAP [23], dan lain-lain.
Secara umum, formulasi-formulasi tersebut memberikan persamaan spektrum
energi gelombang sebagai fungsi tinggi gelombang signifikan, H1/3 dan frekuensi
karakteristik, x. Sebagai contoh, perumusan dari Bretscheneider adalah diberikan
sebagai berikut :
dimana :
3.2. Gerak Kapal di Atas Gelombang Acak
Gerakan kapal di atas gelombang acak dapat dilakukan dengan
mentransformasikan spektrum gelombang menjadi spektrum gerakan kapal. Hal ini dapat
dilakukan dengan memperkalikan harga pangkat dua dari response amplitude operator
(RAO) dan mode gerakan tertentu dengan ordinat spektrum gelombang, pada frekuensi
yang sama. Pendekatan yang diusulkan oleh St. Denis & Pierson [10] ini valid bila harga
RAO adalah merupakan normalisasi amplitudo gerakan dengan amplitudo gelombang.
Perlu digarisbawahi dalam hal ini, bahwa untuk benda/kapal yang bergerak,
frekuensi gelombang yang dialami oleb kapal akan berbeda dengan frekuensi gelombang
sebenarnya yang datang. Fenomena ini terjadi karena adanya gerakan relatif dari kapal
yang mempunyai kecepatan dengan progresi gelombang. Frekuensi relatif ini diistilahkan
sebagai frekuensi papasan (encounter frekuensi, e). Hubungan antara e, kecepatan
kapal, U, dan frekuensi gelombang insiden, , arah kapal relatif terhadap gelombang, ,
adalah :
Diferensiasi pers. (38) terhadap dapat ditulis sebagai :
sehingga hubungan antara interval frekuensi menjadi :
Dengan mengikuti proses ini, maka spektrum gelombang papasan mempunyai hubungan
dengan spektrum gelombang insiden sebagai (lihat juga Gbr. 6) :
atau :
Seperti disinggung sebelumnya, spektrum gerak kapal merupakan hasil perkalian
antara RAO dengan spektrum gelombang. Untuk kapal yang berkecepatan U maka
persamaan spektrum gerakannya (contoh untuk heave) adalah :
Secara grafis perhitungan di atas adalah seperti disajikan dalam Gbr. 7.
Dalam analisa gerakan kapal di atas gelombang acak, setelah spektrum gerakan
diperoleh dengan prosedur di atas, maka besaran-besaran seperti amplitudo signifikan
gerakan, kecepatan dan percepatan dapat ditentukan dengan menghitung momen-momen
spektrum seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.
Sebagai tambahan, dalam perancangan kapal seringkali diperlukan informasi
kondisi ekstrim yang akan terjadi bila kapal berjalan di atas gelombang. Untuk masalah
ini, Ochi [24] telah memperkenalkan formulasi stokastik harga ekstrim, seperti di bawah
ini.
Untuk kapal yang bergerak di atas gelombang yang mempunyai karakteristik
tertentu (spektrumnya tetap), maka gerakan terbesar yang paling mungkin terjadi dapat
dirumuskan sebagai berikut :
dimana n adalah jumlah observasi depresi gerakan. Harga n dapat dihitung dengan
mempertimbangkan lamanya (waktu) kapal di atas gelombang tersebut (misalnya T jam)
yang perumusannya adalah :
atau :
Dengan memasukkan harga n dalam pers. (45b) ke pers. (44), akan didapat :
Bila diinginkan untuk menghitung harga ekstrim dengan faktor keselamatan
tertentu, maka prosedur berikut harus diikuti. Sebagai contoh, bila diinginkan untuk
menghitung harga ekstrim di mana kemungkinan terjadinya hanya 1% (tingkat
keyakinannya terlampaui adalah 99%). Harga 1 % tersebut dinamakan ekstrim kemudiàn
dinamakan faktor keselamatan ( = 0,01).Harga ekstrim kemudian dapat dihitung dengan
memasukkan faktor ke dalam pers. (46) :
4. PENGARUH-PENGARUH GERAKAN KAPAL
Secara alami, disamping mengalami gerakan pada saat menerima beban eksitasi
gelombang, pada kapal akan timbul juga phenomena lain yang dapat secara langsung
merupakan efek gerakan itu sendiri. Efek-efek yang timbul tersebut tidak hanya
berpengaruh pada kenyamanan, tetapi lebih jauh lagi berakibat pada penurunan kekuatan
struktur kapal dan peningkatan kebutuhan tenaga atau penurunan kecepatan. Kedua hal
ini dapat jelas akan berpengaruh pada segi ekonomi pengoperasian kapal. Di bawah ini
secara singkat akan diuraikan tiga aspek perilaku kapal yang diakibatkan oleh gerakan di
atas gelombang, yakni hempasan gelombang (slamming), beban gelombang primer dan
tahanan tambah (aided resistance).
4.1. Beban Gelombang Primer
Metode klasik yang telah banyak dipakai dalam penentuan beban gelombang
untuk perancangan struktur utama kapal adalah seperti yang diperkenalkan oleb King
[25]. Dalam metoda pendekatan ini, beban (bending momen memanjang) untuk
perancangan diperoleh dengan mengasumsikan kapal berada pada kondisi keseimbangan
di atas gelombang trochoidal dengan ketinggian H = L/20. Dua kondisi untuk
mengevaluasi beban gelombang dilakukan, yaitu gelombang dengan puncak di tengah
kapal (hogging) dan puncak pada ujung-ujung kapal (sagging). Formulasi pendekatan
lain yang biasa juga dipakai seperti terdapat dalam peraturan peraturan k diberikan
persamaan bending moment sebagai fungsi ukuran utama kapal (L, B, T).
Hasil perhitungan beban gelombang dengan metoda-metoda d atas biasanya
cukup aman untuk kapal-kapal standard pada dua atau tiga dekade yang lalu. Namun
demikian dengan berkembangnya jenis dan ukuran kapal modern, keabsahan metoda-
metoda tersebut cukup diragukan. Untuk perancangan struktur supertanker, sebagai
contohnya, analisa respons gelombang berupa bending momen memanjang saja belum
tentu cukup, karena struktur yang demikian ini juga rawan terhadap momen torsi, momen
melintang serta gaya-gaya geser pada tiap arah sumbu :
Perkembangan model matematis dewasa ini telah mampu memecahkan
permasalahan beban yang bervariasi seperti di atas. Model matematis beban gelombang
ini adalah merupakan kelanjutan dari model gerakan kapal. Salvesen dkk. [15] misalnya,
telah nenunjukkan pemodelan beban gelombang, seperti disarikan berikut.
Pada kapal yang bergerak di atas gelombang. gaya-gaya geser dan kompresi pada
suatu penampang melintang (lihat Gbr. 8), dapat diformulasikan sebagai :
dimana V1 adalah kompresi memanjang, V2 gaya geser mendatar, dan V3 gaya geser
vertikal. Demikian juga bending momen dan torsi :
di mana V4 adalah momen torsi, V5 bending momen vertikal, dan V6 bending momen
mendatar.
Gaya geser dinamis yang terjadi pada suatu potongan melintang adalah
merupakan selisih (beda) antara gaya inersia dan jumlah beban-beban luar yang bekerja
pada bagian badan kapal di depan potongan yang ditinjau. Bila gaya luar dipisahkan
menjadi gaya pengembali Rj, gaya eksitasi Ej, dan gaya hidrodinamik akibat gerakan
benda Dj maka diperoleh :
Ij adalah gaya inersia. Bentuk persamaan integral untuk Ij, Rj, Ej dan Dj serta penyelesaian
matematis pers. (50) dapat dilihat dalam [15]
Penyajian hasil perhitungan beban dinamis dalam bentuk non-dimensional untuk
gaya gaya geser adalah :
dan untuk segmen :
Besaran gaya dan momen ini dapat juga diberikan sebagal rasio Vj/ ζ0 dan digambarkan
dalam grafik sebagai fungsi frekuensi gelombang, .
Prosedur analisa beban dinamis pada kapal yang bergerak di atas gelombang acak
adalah sama dengan pada gerakan kapal. Hasil utama yang diperlukan dalam
perancangan struktur adalah beban ekstrim, dengan tingkat keyakinan sesuai pilihan
perancang. Beban ini kemudian akan digunakan dalam analisa kekuatan maksimum
(ultimate strength) dan struktur kapal (lihat Gbr. 9).
Di samping untuk perhitungan ultimate strength, hasil perhitungan dalam bentuk
domain frekuensi ini akan dapat digunakan juga dalam penentuan distribusi beban siklis.
Contoh prosedur perhitungan dapat dilihat dalam ref. [26] dan ini dapat dilihat bahwa
analisa beban dinamis dengan pemodelan matematik adalah lebih rasional, bila
dibandingkan dengan metoda-metoda klasik.
4.2. Slamming
Bila kapal bergerak di atas gelombang yang secara gradual intensitasnya (tinggi
gelombang) meningkat, maka pada saat tertentu bagian haluan kapal akan timbul di atas
gelombang. Haluan yang timbul pada saat kembali bergerak ke bawah akan mengalami
hempasan di atas permukaan gelombang. Fenomena demikian ini disebut slamming.
Intensitas slamming sangat tergantung pada tinggi gelombang, dan magnifikasi
gerakan akibat resonansi. Sampai dengan level tertentu slamming ini menguat dan
mengakibatkan getaran pada badan kapal, yang selanjutnya akan menyebabkan degradasi
kenyamanan personil di atas kapal. Getaran besar ini pada kapal-kapal yang cukup lentur
mempunyai karakteristik mirip lecutan atau disebut hull whipping [27]. Getaran akibat
slamming yang terjadi, sedikit banyak akan berpengaruh pada kenaikan beban dinamis,
yang dinamakan beban transien.
Jelas di sini bahwa gerakan kapal yang cukup ekstrim akan memperbesar
kemungkinan kerusakan konstruksi. Kerusakan yang dominan akan terjadi di bagian
dasar kapal yang terhempas gelombang (kerusakan lokal). Lebih jauh lagi, beban transien
akan memberikan konstribusi pada kemungkinan kerusakan untuk struktur utama
(kerusakan global). Akibat lain yang bersangkutan dengan slamming adalah penurunan
kecepatan kapal, baik secara terkontrol ataupun tidak.
Dari berbagai penelitian tentang slamming, pada umumnya besarnya tekanan
hempasan, Ps dirumuskan sebagai fungsi suatu konstanta dan kecepatan hempasan. Jadi
tekanan akibat slamming adalah :
dimana massa jenis air, k() koefisen tekanan maksimum, VR kecepatan vertikal retatif
badan kapal dan permukaan gelombang, sudut hempasan. Koefisien tekanan maksimum
oleh sebagian besar peneliti diperoleh dengan metoda eksperimen [28].
Dalam model matematik gerakan kapal, kecepatan vertikal relatif VR dapat
diturunkan dari gerakan vertikal relatif, ζr. Gerakan relatif ζr untuk suatu titik R (xR, yR,
zR) dapat diperoleh dengan merumuskan koreksi gerakan kapal dengan elevasi
gelombang, sebagai berikut :
dimana ζa adalah gerakan absolut pads titik R :
Bila posisi titik R adalah pada centreline kapal (atau yR = 0), maka pers. (54) menjadi :
Karena kapal berada di atas gelombang regular, gerakan akan mempunyai bentuk
sinusoidal, maka pers. (56) dapat ditulis juga sebagai :
Selanjutnya, kecepatan vertikal relatif, VR, yang merupakan turunan terhadap waktu dari
ζr dapat ditulis sebagai :
Karakteristik gerakan relatif dan tekanan hempasan di laut riil dapat dievaluasi dengan
analisa spektrum seperti dalam bab sebelumnya. Fenomena lain yang sejenis dengan
slamming yaitu naiknya air ke atas geladak dan propeller timbul, dapat dilihat pada ref.
[16,17].
4.3. Tahanan Tambah
Kapal yang bergerak di laut bergelombang akan menerima tahanan tambahan
(added resisstance) terhadap besarnya tahanan di air tenang. Tahanan tambahan ini pada
dasarnya diakibatkan oleh intensitas gerakan dan gaya gelombang. Akibat nyata dari
tahanan tambah adalah penurunan kecepatan kapal. Dalam analisa gerakan, tahanan
tambah ini dapat diformulasikan dengan prosedur di bawab ini.
Bila dilihat kembali pers. (56) dan diinginkan untuk meninjau gerakan relatif rata-
rata pada sarat air lokal rata-rata D, maka persamaan barunya adalah [16] :
Berikutnya, gaya yang dibutuhkan untuk menimbulkan gerakan ini adalah :
dimana a33’,b33’ dan c33’, adalah koefisien-koefisien massa tambah, damping. dan
hidrostatik untuk potongan kapal pada XR dari titik berat kapal.
Dan pers. (60), besamya ‘kerja’ yang terjadi pada potongan kapal tersebut untuk
satu siklus gerakan adalah :
Besarnya ‘kerja’ keseluruhan dan kapal dalam satu periode gerakan dapat dihitung
dengan menganggap XR-= 0, dan dengan mengintegrasikan pers. (61) untuk sepanjang
kapal maka didapat :
Kerja di sini hans dipenuhi oleh mesin penggerak kapal sebagai tambahan pada tenaga
yang dikeluarkan untuk melawan tahanan di atas air tenang. Bila tahanan total dituIis :
dimana Rc adalah tahanan di air tenang dan RAW adalah tahanan tambahan karena
gelombang, maka tambahan kerja pada kapal untuk melampaui satu panjang gelombang
adalah :
dan tahanan tambahnya :
Karena response amplitude operator untuk massa tambah :
maka analisa massa tambah total di atas gelombang acak dapat diperoleb dari :
5. SEAKEEPING DAN EFEKTIFITAS PENGOPERASIAN
Dalam prakteknya seluruh analisa seakeeping diharapkan untuk mampu
memberikan petunjuk praktis tentang perilaku kapal yang beroperasi, baik dalam kurun
waktu pendek (short term) ataupun panjang (long term). Dari analisa perilaku
berdasarkan kurun waktu tersebut, maka dapat disimpulkan tingkat efektifitas
pengoperasian kapal.
5.1. Analisa Kurun Waktu Pendek
Pada prinsipnya, analisis perilaku kapal dalam kurun waktu pendek ini diarahkan
pada observasi kemampuan kapal untuk tetap bekerja dengan baik di atas gelombang
yang karakteristiknya tidak berubah. Istilah gelombang yang katakteristiknya tidak
berubah (konstan) disini maksudnya adalah, secara singkatnya, mempunyai tinggi
gelombang singnifikannya, Hs yang tetap. Ochi [5.1] menunjukkan perkiraan kurun
waktu waktu gelombang konstan sebagai fuigsi perubahan Hs,. Perkiraan yang diambil
dari data statistik, memberikan indikasi bahwa kurun waktu, T, dimana gelombang
mempunyai karakteristik konstan, akan lebih pendek dengan kenaikan harga Hs. Sebagai
contoh, kurun waktu gelombang yang mempunyai tinggi signifikan Hs 15 m akan
berkisar antara 3 s/d 6 jam, dan untuk Hs 3.5 m akan berkisar antara 40 s/d 45 jam.
Dalam melakukan evaluasi kemampuan kapal untuk beroperasi dengan efektif
pada kondisi gelombang tertentu, biasanya dipakai acuan standard yang disebut kriteria
seakeeping. Bagi perancang, ada sejumlah kriteria seakeeping yang dapat dipakai, yang
telah dipublikasikan oleh beberapa institut ataupun para peneliti secara individual.
Kriteria-kriteria tersebut pada umumnya disusun berdasarkan informasi pengalaman
operator kapal, antara lain meliputi gerakan kapal yang melampaui kemampuan
ketahanan tubuh ABK, tingkatan mabuk laut penumpang, bahaya kerusakan struktur
akibat hempasan. dan faktor-faktor keselamatan lainnya.
Contoh kriteria seakeeping yang biasa dipakai, yang cukup bervariasi dari satu
sumber dengan yang lain, adalah seperti di bawah ini [30].
Tabel 1. Kriteria Seakeeping
________________________________________________________________________
Umum :
(1) Amplitudo roll rata-rata, maksimum 12°.
(2) Amplitudo pitch rata-rata, maksimum 30°.
(3) Maksimum 3 kali slamming untuk tiap 100 siklus gerakan.
(4) Air naik ke geladak, maksimum tiap 2 menit.
(5) Gerakan relatif haluan untuk rata-rata 1/10 tertinggi maksimum adalah 6 meter,
(6) Gerakan relatif signifikan pada propeller, maksimum 4 meter.
Helikopter :
(7) Ilarga dua kali amplitudo roll signifikan, maksimum 12,8°.
(8) Harga dua kali amplitudo gerakan vertikal pada landasan helikopter, maksimum 2,75
meter.
(9) Kecepatan vertikal signifikan pada.landasan helikopter, maksimum 2 m/det.
________________________________________________________________________
Dalam bab terdahulu telah dijelaskan tentang prosedur perhitungan harga-harga
karakteristik (signifikan, rata-rata, dan ekstrim). Harga-harga karakteristik ini kemudian
dihitung untuk tiap-tiap tinggi gelombang signifikan dengan periode spesifik, sesuai
dengan perumusan spektrum. Harga yang didapat kemudian dikorelasikan dengan
batasan-batasan yang ada dalam kriteria. Bila harga dari perhitungan lebih besar dari
harga maksimum dalam kriteria, berarti unjuk kerja kapal pada tinggi gelombang
signifikan dan periode spesifik terkait, tidak lagi dapat ditolerir. Hal ini berarti tinggi
gelombang signifikan tersebut menjadi batasan maksimum kapal dapat beroperasi dengan
baik.
Di samping harga-harga karakteristik, kriteria seakeeping nomor 3 dan 4 seperti
dalam Tabel 1 di atas, mensyaratkan adanya evaluasi yang harus didasarkan pada analisa
probabilitas. Kriteria nomor 3 sebagai contoh, di sini memberikan indikasi bahwa
probabilitas slamming tidak boleh lebih dan 3 kali per 100 siklus gerakan. Analisa
probabilitas demikian ini dapat dilakukan berdasarkan informasi spektrum gerakan,
seperti berikut.
Probabilitas terjadinya slamming dalam perumusan statistik dapat ditulis :
dimana D = sarat air di halauan pada posisi yang ditinjau dan m0 = varian gerakan
vertikal relalif pada posisi tersebut
Dengan memakai pers. (45b) dan mengasumsikan bahwa spektrum cukup sempit ( = 0),
maka jumlah slamming yang dialami kapal dalam kurun waktu T di mana sifat
gelombang tidak berubah, dapat ditulis :
Di samping itu, jumlah siklus vertikal relatif dalam waktu T adalah :
Sehingga jumlah slamming per 100 siklus gerakan diperoleh dari :
5.2. Analisa Kurun Waktu Panjang
Dalam analisa kurun waktu panjang, informasi seakeeping yang akan diperoleh
adalah jumlah persentase kapal akan tetap beroperasi untuk periode waktu yang lama,
misalnya dalam satu tahun atau selama umur kapal tersebut (sekitar 20 tahun). Untuk
melakukan perhitungan di sini diperlukan data-data mode operasi (lihat Gbr. 10), yaitu
kecepatan, tinggi gelombang signifikan dan peñode spesifik, bentuk spektrum
gelombang, dan arah datangnya gelombang. Semua data operasi ini dicatat probabilitas
kejadiannya dalam periode waktu pengoperasian kapal tersebut.
Dari analisa spektrum seperti di atas, untuk tiap-tiap interval mode operasi,
dapatlah dihitung jumlah respons per satuan waktu (n0) yaitu :
Dengan mempertambahkan semua jumlah respons per satuan waktu dari tiap-tiap mode
operasi yang telah diperkalikan dengan probabilitas kejadian masing-masing komponen
mode dan kemudian mengalikannya dengan jangka waktu operasi TL, maka dapat
diperoleh jumlah respons total :
Perlu dicatat di sini bahwa perhitungan di atas baru dilakukan untuk satu
parameter seakeeping saja (mis. heave, rolll slamming, dli.) Jadi untuk parameter-
parameter lain harus diperhitungkan dengan prosedur yang sama.
Operabilitas kapal dalam kurun waktu panjang, untuk satu kriteria seakeeping
tertentu dapat dihitung probabilitasnya untuk dilampaui sebagai berikut :
dimana x adalah harga batasan seperti disyaratkan dalam kriteria yang ditinjau, dan p(x)
adalah probabilitas bahwa x akan dilampaui dalam kurun waktu pendek, yaitu :
6. PENUTUP
Makalah ini telah memberikan pengenalan secara umum tentang subyek
seakeeping, terutama dalam kaitannya dengan analisis efektifitas pengoperasian kapal.
Pengenalan diberikan dengan pertama-tama menjelaskan teori gerak kapal dan
perkembangannya serta diikuti dengan uraian tentang karakterisasi gelombang laut.
Perumusan besar-besaran gerak kapal di laut, sebagai aspek penting dalam seakeeping
diuraikan dengan tambahan ilustrasi gambar-gambar untuk memperjelas konsep
analisanya.
Efek gerakan kapal pada struktur kapal telah dijelaskan dengan pengamatan pada
aspek beban primer dan slamming. Efek lain pada pengoperasian kapal, akibat gerakan
gelombang adalah adanya pertanbahan tahanan total yang melawan gerak kapal.
Kerugian ekonomis akibat membesamya tahanan cukup jelas, yaitu dari sisi menurunnya
kecepatan kapal. Analisa ketiga aspek tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan
teori gerakan yang ada.
Pembahasan terakhir dalam makalah ini dikonsentrasikan pada aspek operabilitas
kapal. Dengan menerapkan metoda statistik. dimungkinkan untuk memperoleh petunjuk
tentang keterbatasan unjuk kerja kapal dan selanjutnya juga persentase kapal akan tetap
beroperasi dengan baik dalam keseluruhan umur kapal.
Dalam makalah ini belum dibahas masalah prosedur pemaduan analisa
seakeeping ke dalam paket perancangan kapal secara umum, yang pada tahun-tahun
terakhir ini telah diusahakan pemecahannya Penyusunan paket seakeeping seperti ini
memerlukan waktu yang relatif lama, karena tuntutan pengadaan database dalam jumlah
besar. Bagi mereka yang berminat, beberapa referensi [31-33] tersedia dan dapat dipakai
sebagai acuan untuk mempelajari metoda baru, yang secara luas disebut seakeeping
indices.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para peserta kursus
dan pemerhati bidang ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Newman, J.N., “The Theory of Ship Motions”, Advances in Applied Mechanics, Vol.
18, pp. 22l-283, 1978
2. Froude, W., “On the Rolling of Ships”, Trans INA, Vol. 2, pp. 180-229, 1861
3. Krylov, A.N., ‘A New Theory of the Pitching MotIon of Ships on Waves and of the
Stresses Produced by This Motion”, Trans INA Vol. 37, pp. 326, 1896
4. Krylov, A.N., “A General Theory of the Oscillations of a Ship Among Waves”, Trans.
INA, Vol. 40, pp. 135-196, 1898
5. Lewis, F.M “The inertia of Water Surrounding a Vibratthg Ship’, Trcms. SNAME,
Vol. 37, pp. 1-20, 1929
6. Haskind, M.D., “The Hydrodynamic Theory of a Ship in Rolling and Pitching”,
Technical Research Bulletin, No. 1-12. pp. 3-43, SNAME, New York, 1946.
7. Haskind, M.D., “The Oscillation of a Ship in Still Water”, Technical Research
Bulletin, No. 1-12, pp. 45-60, SNAME, New York, 1946.
8. Korvin-Kroukovsky, B.V., “Investigation of Ship Motions in Regular Waves”, Trans
SNAME Vol. 63 pp. 386-435, 1955.
9. Korvin-Kroukovsky, B.V. and Jacobs, W.R., “Pitching and Heaving Motions of a Ship
in Regular Waves”, Trans SNAME Vol. 65, pp. 590-632, 1957.
10. Pierson, W.J., Jr. and St. Denis, M., “On the Motions of Ships in Confused Seas”,
Trans. SNAME Vol. 61, pp. 280-357, 1953.
11. Tasai, F., “On the Damping Force and Added Mass of Ships Heaving and Pitching”,
Report Research Insitute for Appled Mechanics, Kyushu University, Japan, 1960.
12. Porter, W.R., “Pressure Disribution, Added Mass and Damping Coefficient for
Cylinders Oscillating in a Free Surface”, Institute of Engineering Research,
University of California,USA, 1960.
13. Frank, W. and Salvesen, N., “The Frank Close-Fit Ship Motion Computer Program”,
NSRDC, Washington DC, Report 3289, 1970.
14. Chan, M.S., “A Three-Dimensional Technique for Predicting First and Second Order
Hydrodynamic Forces on a Marine Vehicle Advancing in Waves”, PhD Thesis,
University of Glasgow, Scotland, 1990.
15. Salvesen, N., Tuck, E.O., and Faltisen, O., “Ship Motions and Sea Loads”, Trans.
SNAME vol. 78, pp. 250-287, 1970.
16. Lloyd, ARJM, “Ship Behaviour in Rough Weather”, Ellis Horwood Ltd., Chichester,
UK, 1989.
17. Bhattacharyya R., “Dynamics of Marine Vehicles”, John Wiley & Sons, New York,
USA, 1980.
18. Ochi, M.K. and Bolton, W.E., “Statistic for Prediction of Ship Performance in a
Seaway, Part 1-3”, International Shipbuilding Progress, Nos. 222, 224, 229, 1973.
19. Cartright, D.E. and Longnet-Higgins, M.S., “The Statistical Distnbution of the
Maxima of a Random Function” Proceedings of the Royal Society, No. 237, 1956.
20. Pierson, W.J. and Moskowitz, L., “A Proposed Spectral Form for Fully Developed
Wind Seas Based on Similarity Theory of S.A. Kataigorodskii”, Journal of
Geophysical Research, vol. 69, No. 24, pp. 5181-5203, 1964.
21. Bretschneider, C.L., “Wave Variability and Wave Spectra for Wind Generated
Gravity Wave”, Techn. Memorandum, No. 118, Beach Erosion Board, US Army
Corps o Engineer, Washington DC, 1959.
22. Ochi, M.K. and Hubble, E.N., “Six Parameter Wave Spectra”, Proc. of the 15th
Coastal Engineering Conference, ASCE, Hawaii, 1976.
23. Hasselman, K. et al, “Measurement of Wind-Wave Growth and Swell Decay during
the Joint North Sea Wave Project (JONSWAP)” Deutschen Hydrographischen
Zeitscbrift, Erganzunscheft, vol. 13, No. A 1973.
24. Ochi, M.K., “On Prediction of Exueme Value” .Journal of Ship Research, SNAME,
vol.17, No. 1, pp. 29-37, 1973.
25. King, J.F., “Longitudinal Bending Moments”, Trans. INA, 1944.
26. Djatmiko, E.B., “Hydro-Structural Studies of SWATH Type Vessels”, Ph.D. Thesis,
University of Glasgow, Scotland, 1992.
27. Kawakami, M., Michimoto, J., and Kobayashi, K., “Predicted of Long-Term
Whipping Vibration Stress due to Slamming of Large Full Ship in Rough Seas”,
International Shipbuilding Progress, vol. 24, pp. 83-110, 1977.
28. Ochi, M.K., and Motter, L.E, “Prediction of Slamming Charateristics and Hull
Responses for Ship Design”, Trans. SNAME, vol. 81, pp. 144-176, 1973.
29. Ochi, M.K., “Wave Statistic for the Design of Ships and Ocean Structures”, Trans.
SPNAME, Vol. 86, pp. 47-76, 1978.
30. Olson, S.R., “An Evaluation of the Seakeeping Qualities af naval Combatans”, Naval
Engineers Journal, ASNE, 1978.
31. Lloyd, A.R.J.M., “The Seakeeping Design Package (SDP) - A Technique for
Designing Hull Forms for a Specified Seakeeping Performance”, RINA Spring
Meetings, 1991.
32. Sarioz K., Ream, G.E., dan Hills W., “Practical Seakeeping for Design : An
Optimised Approach”, Proceedings of PRADS ‘92, vol. I, pp. 1233-1246, Newcastle
upon Tyne, England, 1992.
33. Zborowski, A. and Shiaw-Jyh, L., “Optimization of Hull Form for Seakeeping
Performance”, Proceedings of PRADS ’92,vol 1, pp. 1219-1232, Newcastle upon
Tyne, 1992.
.