Post on 08-Dec-2020
1
RINGKASAN DISERTASI
ZAKAT PROFESI DAN IMPLEMENTASINYA BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL DI TULUNGAGUNG JAWA TIMUR
Oleh :
MUHAMMAD HADI
NIM : FO 150515
PROGRAM PASCA SARJANA
IAIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2009
PERSETUJUAN
Disertasi ini telah disetujui
Tanggal 21 April 2009
Oleh
PROMOTOR
Prof. Dr. KH. SJECHUL HADI PERMONO, SH., MA.
PROMOTOR
Prof. Dr. H. NUR SYAM, M.Si.
PENGESAHAN TIM PENGUJI
Nama : Muhammad Hadi
NIM : FO 150515
Program : Doktor
Konsentrasi : Hukum Islam
Judul : Zakat Profesi dan Implementasinya bagi Pegawai
Negeri Sipil di Tulungagung Jawa Timur
Disertasi ini telah diuji dalam tahap pertama pada tanggal 24 Maret
2009.
Tim Penguji:
Ketua Penguji : 1. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA.
Sekretaris : 2. Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA.
Anggota : 3. Prof. Dr. KH. Sjechul Hadi Permono, SH., MA.
4. Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si.
5. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA.
6. Prof. Dr. H. Saiful Anam, MA.
7. Prof. Dr. H. Ali Haidar, MA.
ABSTRACT
Title : The Profession Zakat and its Implementation for
Civil Servants in Tulungagung, East Java
Author : Muhammad Hadi
Promotors : Prof. Dr. KH. Sjechul Hadi Permono SH., MA.
Promotors : Prof. Dr. H. Nur Syam M.Si.
Keywords : The Reconceptualization of the Implementation of
Profession Zakat of Civil Servants in Tulungagung,
East Java
This thesis discusses the problem of the implementation of
zakat on profession among the civil servants of Tulungagung within
the broader notion of its position as a religious obligation, and with
particular reference to the official decree of the local government
concerning zakat implementation as well as the interpretation of the
„ulama on it. The thesis believes that a study of this kind is of urgent
nature considering that it stresses the necessity of enhancing the
economic prosperity of the masses. In principle, the thesis
theoretically speaking-tries to bring to light the modes and behaviors
of those who reject zakat payment and those who accept it. This-the
thesis would try to show-does have the direct social and spiritual
implication, if seen purely from the perspective of positive law.
To achieve its goal, the thesis employs the sociological
approach which includes such processes as legitimization, selection,
functioning, and social organization. The nature of the object under
investigation is very much internal having to do a lot with the
experiences of individuals, and not external. The data of the research
are acquired by means of participative observation and interview in
addition to the documentation of events. The latter is done in a way
that things related to the issue in hand may be analyzed properly and
appropriately.
Upon a careful analysis, the thesis comes to understand that
there has been a shift in the implementation of zakat payment among
the civil servants of Tulungagung, the way they understand it as
religious obligation as well as the moods whereby they pay zakat to
the Zakat Authoritative Body BAZ. All this is due-the thesis
discovers-to the way they understand the religious bases for the
obligation of zakat, the different perception on the official decree of
the local government on zakat payment and the applicability of the
views of the previous ulama concerning the obligation of zakat.
These differences become more apparent when one looks at the
mechanism of zakat payment at the Zakat Collecting Body UPZ and
BAZ where these two organizations employ different sets of policy
as far as zakat payment is concerned. On the part of the central
government, there has been a positive gesture whereby the
government has issued a decree number 38 in the year 1999
concerning the regulations of zakat; regulations that may be said as
reflecting the religiosity of the Indonesian people as a whole as far as
obeying the religious commands and abiding to the national law is
concerned.
ملخص
ىااىف اىونااج واا دىاا دفااز جاىااصماا ث : اىضع
اىششقج. ی أج ج
محمد د. : اىن دب
الأعذ راىذمذساىو ج شا اىا د وش ا الأعاذ ر : اىششف
اىذمذساىو ج سش .
ىىف اىوناج وا جاىو دفز صم ث أػ دث اىظش : شئغجاىاىني ح
.اىششقجی دى أج ج
ىاىف اىوناج وا دفز جدذ ه ز اىذساعج قضج صم ث اى
ة ءشان ىج جاا اىضما ث قاشاس ذا داش دات اىشاشقج اىی دى أج ج
دؼذقاذ ا ااج ىشئظ اىطقج ػ دفز اىضم ث دأو اىؼي ء ػي . سع
الأشاىااز ؼاا ا . سعااج دوااغ اىضماا ث وى ىقاا ىذساعااج دذضاا ا ااا
وىذوغ اىضم ث ج ب اجذ ػ سح و فظ اىقخ.
دغذخذ ز اىذساعج ق سةج ععىجج اىذ دوذ ػيا ا دغا
ز اىذساعج ا لأ تؼجف ئذث اىؼـصتج. رىل ذصفج اىاىة ىششػج
لأشااخ . واا ذؼيااب ةاا جااغ اىؼياا ح. واا ء ااز اسا دذؼيااب ةذجاا
اىااز ناا وػيى ى باىشاقتااج اىق ةيااج داااب اىااا ئ جقذاااىذساعااج دذتااغ ش
ذاسث حققج اىشنيج اىذ و وىصذد .تاىشء ا ف ة ى
ج ا ك دغشا وىنفج دفز اىضم ث ما ا ا ك اىدغذخيص اىذساعج و
رىل ىذ لاخاذفف غشا وى سع ح ىف اىونج وىنفج دوؼ .د
ااج اىجتااج ىيضماا ث اضاا ػاا اىقااشاس اىشعااواا ػاا اىصاا اىذ
ؤاش ػيىجاغ اىص دس ػ سئش اىطقج دأو اىؼي ء ػ . مو زا وىذس
اىجاس ػيا ااج حا ه وا ء اىقاشاس BAZ .UPZ اىضما ث اىاز ق اخ ةا
ؼب الاذغااىننو وىاا داء دوااغ شااؼنااظ ػيىااذ ػاا اى۹۱۱۱عااج ۸۳سقاا
شاىفط عفذ .طاىضم ث ػي ا اىضم ث ى دس و د
KATA PENGANTAR
Tiada ungkapan kata yang tepat untuk menandai berakhirnya
studi ini, selain ungkapan rasa shukur yang sedalam-dalamnya ke hadirat
Allah swt. yang senantiasa mencurahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Karena hanya rahmat-Nya, tugas akademik penulisan
disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi berjudul Zakat Profesi dan
Implementasinya bagi Pegawai Negeri Sipil di Tulungagung Jawa Timur.
Penyelesaian penulisan disertasi ini melalui proses yang panjang,
dan telah banyak melibatkan bantuan orang lain. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga
kepada mereka yang telah berjasa dalam penyelesaian disertasi ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Yth. Rektor Prof.
Dr. H. Nur Syam M.Si., dan Prof. Dr. H. Ahmad Zahro MA., selaku
Direktur Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya yang telah
berjasa dalam penyelesaian disertasi ini, selain memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti kuliah Program Doktor.
Kepada semua penguji, baik ujian kualifikasi, proposal, tertutup
dan terbuka, Prof. Dr. KH. Sjechul Hadi Permono SH., MA., Prof. Dr. H.
Nur Syam M.Si (Promotor)., Prof. Dr. H. Ahmad Zahro MA., Prof. Dr. H.
Muhammad Amin Suma, SH., MA., Prof. Dr. H. Saiful Anam, MA., Prof.
Dr. H. Ali Mufrodi, MA., Prof. Dr. H. Ali Haidar MA., Prof. Dr. H.Sonhaji
Sholeh MA., Prof. Dr.Abdullah Khozin Afandi MA, penulis
menghanturkan terima kasih.
Kepada Ibu Kastama dan Bapak Maseran (alm) yang senantiasa
mendo'akan saya hingga tercapainya cita-cita ini semua. Demikian juga
kepada Bapak mertua H. Mukarom dan Ibu mertua Hj. Imsiyah yang juga
telah memberikan motivasi serupa dan do'a agar studi S-3 saya segera
terselesaikan.
Secara khusus, ucapan terima kasih disampaikan kepada istri
tercinta Nurul Komariyah S.E dan kedua anak penulis Zinki Ilman Panta
Rhei dan Zaffa Tsaqfi Permana Hadi, yang telah memberikan semangat
tersendiri bagi penulis.
Tentu masih banyak pihak lain, baik secara kelembagaan maupun
pribadi yang ikut membantu dan memberikan motivasi kepada saya untuk
menyelesaikan studi ini, yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.
Semoga ketulusan bantuannya, baik berupa moril maupun materiil akan
dibalas oleh Allah swt. sebagai bagian dari amal kebaikannya.
Akhirnya, dari suara nurani yang paling dalam, penulis
menyadari, bahwa banyak kekurangan dalam penyajian tulisan ini.
Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk berdialog dengan siapa saja
yang mencintai ilmu, terutama yang berkaitan langsung dengan aspek
kajian dalam disertasi ini. Semoga dengan cara demikian terwujud suatu
pemahaman yang lebih baik dari sekarang. Semoga Allah swt. selalu
memberikan hidaya-Nya bagi semua manusia yang mencintai ilmu dan
amal kebaikan. Amin.
Penulis
M. Hadi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………........................i
Persetujuan Promotor.....................................................................ii
Tim Peguji……………….…………………………….…..............ii
Abstract............................................................................................iii
Ucapan Tarima Kasih .....................................................................v
Daftar Isi..........................................................................................vii
I. Pendahuluan...............................................................................1
1.1. Latar Belakang Masala.......................................................1
1.2.Permasalahan dan Tujuan Penelitian........................5
1.3. Kegunaan Penelitian.........................................................5
1.. Metode Penelitian...................................................................7
II.Hasil Penelitian Implementasi Zakat Profesi di Tulungagung....8
2.1 Problematika Implementasi Zakat Profesi.........................8
a. Ketegori pegawai yang pro zakat profesi………..........8
b. Kategori pegawai yang kontra zakat profesi………..11
2.2. Solusi Problematika Zakat Profesi…..............................14
III .Rekonseptualisasi Zakat Profesi...............................................17
3.1.Pola dan Tindakan Pembayaran Zakat serta Sistem
Nilai yang Melandasinya………………....….....……..17
3.2.Pemahaman Konsep Zakat Profesi...................................19
a. Legitimasi institusi dan legitimasi kolektif...................19
b. Selektivitas penggolongan pegawai................................21
c. Fungsionalitas zakat profesi............................................23
3.3.Zakat sebagai Representasi Institusi Sosial dan Religius..26
IV. Penutup…………………………………..................................30
4.1.Kesimpulan………………………….................................30
4.2.Refleksi Teoritik……………………………………….....31
4.3.Keterbatasan Studi.............................................................36
RIWAYAT HIDUP
(I)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu pilar utama dalam rukun Islam adalah perintah zakat.
Disebut demikian karena perintah zakat bukan sekedar praktik ibadah yang
memiliki dimensi spiritual, tetapi juga sosial. Zakat merupakan ibadah dan
kewajiban sosial bagi kaum muslim yang kaya (aghniya>') ketika
memenuhi nis}a>b (batas minimal) dan h}awl (waktu satu tahun). Secara
sosiologis zakat bertujuan untuk memeratakan kesejahteraan dari orang
kaya kepada orang miskin secara adil dan mengubah penerima zakat
menjadi pembayar zakat. Oleh karena itu, jika zakat diterapkan dalam
format yang benar, selain dapat meningkatkan keimanan, juga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas.1
Gagasan untuk mengimplementasikan zakat dari semua hasil usaha
yang bernilai ekonomis, baik dari sektor jasa maupun profesi2 belum
sepenuhnya diterima oleh umat Islam di Indonesia. Untuk merealisasikan
tujuan zakat, di samping meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial
masyarakat, tidaklah memadai bila yang dikenai zakat hanya terbatas pada
ketentuan teks secara eksplisit. Sementara itu, realitas sosial ekonomi di
masyarakat menunjukkan semakin meluas dan bervariasinya jenis lapangan
kerja dan sumber penghasilan pokok dibarengi dengan mulai berkurangnya
minat sebagian masyarakat terhadap jenis pencarian yang potensial terkena
kewajiban zakat. Lalu apa jadinya bila suatu saat jenis penghasilan yang
terkena kewajiban zakat makin berkurang, sedangkan pencaharian tak kena
zakat makin bertambah.3 Fenomena di atas, secara esensial bertentangan
1Nik Mustapha, “Zakat in Malaysia Present and Future Status”, dalam Journal of
Islamic Economics, Volume 1, Nomor 1 (September, 1987), 50. 2Yusuf al-Qard}awi> menyebutkan istilah profesi dengan Kasb al-„Amal wa al-
Mihan al-H{urrah. Kasb al-„Amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada
perseroan atau perseorangan seperti pegawai negeri, karyawan, wiraswasta, dengan
menerima upah atau gaji. Sedangkan al-Mihan al-H{urrah, yaitu pekerjaan bebas
tidak terikat pada orang lain atas kemampuan atau pemikiran yang dilakukan untuk
orang atau badan lain dengan menerima imbalan, seperti dokter, insinyur, advokat,
seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lain. Periksa al-Qard}awi>, Fiqh al-
Zaka>h, vol. 1 (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1991), 487. Baca Sjechul Hadi
Permono, Formula Zakat (Surabaya: Aulia, 2005), 215. 3Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU (Yogyakarta: LKiS, 2004), 217.
dengan prinsip keadilan Islam, sebab petani yang penghasilannya
kecil justru diwajibkan membayar zakat, sementara seorang eksekutif,
seniman, atau dokter justru dibiarkan tidak membayar zakat.4
Atas dasar itu, implementasi zakat profesi di Indonesia masih
mengundang perdebatan, terutama terkait dengan jenis-jenis profesi dan
persyaratan zakat yang harus dikeluarkan. Di Lombok Timur misalnya,
terdapat 21 persen pegawai negeri sipil yang kontra dengan Peraturan
Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2002, tentang penerapan zakat profesi bagi
pegawai negeri sipil di Nusa Tenggara Barat. Pemikiran kontradiksi di atas
terlihat pada kasus pemotongan 2,5% gaji para pegawai negeri setiap bulan,
yang dinilai oleh sejumlah kalangan PNS belum saatnya dilakukan, karena
peghasilan yang diperoleh masih tergolong rendah.5 Amien Rais pernah
dituduh kafir karena menetapkan zakat profesi. Sebenarnya dia
“dikafirkan” bukan karena zakat profesinya, tetapi karena ijtihadnya
menetapkan dua puluh persen. Orang-orang menggugat Amien Rais dengan
sejumlah pertanyaan: dalilnya apa, ayat atau h}adi>thnya mana, metode
istinbat-nya bagaimana? Amin Rais sendiri menjawab: “saya bukan ahli
fikih”.6
Menurut Imam al-Sha>fi„i>, sebagaimana dikutip oleh Sahal
Mahfudh, gaji dan penghasilan profesi tidak wajib dizakati.7Sebab kedua
hal tersebut tidak memenuhi syarat h}awl dan nis}a>b. Jika gaji ditotal
setahun, mungkin memenuhi nis}a>b, tetapi dalam praktiknya gaji
diberikan tiap bulan. Dengan demikian, gaji setahun yang memenuhi
nis}a>b itu hanya memenuhi syarat hak dan belum memenuhi syarat milik.
Padahal benda yang wajib dizakati harus merupakan hak milik. Gaji
maupun upah jasa lainnya, kalaupun dikenakan zakat, adalah zakat ma>l,
jika memang sudah mencapai nis}a>b dan h}awl.
Wahbah al-Zuh}ayli> berpendapat bahwa penghasilan profesi yang
diperoleh dari profesi seperti dokter, insinyur, advokat, wiraswasta dan
pegawai negeri, wajib dikeluarkan zakatnya begitu gaji diterima, meskipun
4PeriksaYayasan Zakat Membangun, “Zakat Profesi”, dalam http://www.yazam.
or.id (25 Maret 2007) 5Mohammad Ali B. Dahlan, “Zakat Profesi Pegawai Negeri Sipil”, dalam
http://www. Suara NTB Aspirasi Rakyat. news.php (02 Nopember-Desember
2005) 6Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual Refleksi Seorang Cendekiawan Muslim
(Bandung: Mizan, 1998), 146. 7Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 2007), 143.
kepemilikannya belum sampai setahun.
8 Kajian yang senada dengan
pandangan di atas, seperti Sjechul Hadi Permono, Huseyn al-Shah}atah,
Hamdan Rasyid, Rifyal Ka‟bah, Amien Rais, Abdurrachman Qadir,
Jalaluddin Rakhmat, Syarifuddin Abdullah, Masdar Helmy, Didin
Hafidhuddin, Ahmad Zahro, Nuareni dan pendapat yang tidak sepaham
dengan tokoh-tokoh di atas, antara lain Sahal Mahfudh (kalangan NU
lainnya), dan Suara Nusa Tenggara Barat.9
Terlepas dari kontroversi itu, studi tentang implementasi zakat profesi
secara umum telah banyak dilakukan, baik oleh ulama terdahulu maupun
kontemporer. Hal demikian dapat dimaklumi karena zakat adalah ajaran
pokok dalam Islam sesudah s}alat. Untuk membahas permasalahan
implementasi zakat profesi pegawai negeri sipil, diperlukan langkah-
langkah praktis guna mencapai tujuan, berdasarkan prinsip yang berlaku,
baik melalui hukum Islam, legislasi maupun regulasi. Implementasi zakat
profesi yang terkait dengan paham kewajiban, SK Bupati dan interpretasi
ulama, dikaji dengan cara mendengarkan "suara" pegawai negeri dalam
merekonseptualisasi zakat (pembayaran zakat profesi di UPZ-BZ) dalam
bingkai hukum positif yang "ada" di kalangan mereka sendiri. Oleh karena
itu, bisa saja terdapat tataran yang memang dianggap sebagai potongan
gaji, kewajiban dan ada yang meganggap bukan sebagai kewajiban.
Di bidang pembayaran zakat profesi di UPZ dan BAZ terkait
dengan SK Bupati, jelas kelihatan adanya dua reaksi penerimaan dan
penolakan, yang berakibat adanya resistensi antar pegawai dalam
penggolongan jabatatan. Selektivitas dilakukan di UPZ kepada subjek
pembayar zakat agar dapat membedakan antara yang menolak dan
menerima atau untuk menjauhkan sekat-sekat interaksi dan halangan
berkomunikasi. Tindakan selektivitas terus dilakukan agar dalam
pembayaran zakat dapat berjalan dengan tertib dan berimbang di samping
diharapkan dapat memotivasi pegawai lain dalam pembayaran zakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, zakat profesi di Kabupaten
Tulungagung memiliki keunikan tersendiri dibanding wilayah Kabupaten
8Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, vol. 2 (Damaskus:
Da>r-al-Fikr,1989), 864-866. 9Suara NTB “Zakat Profesi”, dalam http://www.id. aspirasi rakyat. org.id (18
Nopember 2005). Tulisan ini menolak penerapan zakat profesi bagi pegawai
negeri sipil dengan memotong gaji 2,5 persen, di samping belum tersedianya
payung hukum juga karena penghasilan pegawai negeri sipil saat ini masih pas-
pasan dan dinilai belum layak.
lainnya (Kediri, Trenggalek, Blitar dan Sleman dan Surabaya).
10
Dilihat dari perspektif penelitian yang diselenggarakan, yaitu secara sosio-
spiritual dan hukum positif terdapat perimbangan kekuatan dari aspek
legislasi-regulasi dengan paham kewajiban zakat, terbitnya SK Bupati dan
interpretasi ulama yang berbasis shari>„ah Islam dan hukum positif.
Pembayaran zakat yang didasarkan pada SK Bupati telah dilakukan, namun
tetap memiliki maksud spiritual atau prinsip hukum Islam yang variatif,
dan relatif orisinal dilihat dari sudut pandang objek kajian maupun masalah
yang dibahas.
Dalam perspektif sosiologi, penelitian ini dibatasi pada zakat
profesi pegawai negeri sipil sebagai titik pusat penyelidikan. Sedangkan
selain pegawai negeri yang menjalankan kewajiban zakat tidak dijadikan
objek kajian, mengingat luasnya permasalahan zakat yang muncul di
masyarakat. Karena itu, fokus kajiannya hanya pada pegawai negeri sipil di
Tulungagung sebagai subjek yang memiliki konteks sosial sendiri melalui
proses relasi paham tentang kewajiban zakat, terbitnya SK Bupati dan
interpretasi ulama. Kajian seperti ini akan menghasilkan suatu pemahaman
yang agak berbeda dengan berbagai studi lain, karena lebih menekankan
pada dimensi pola-pola tindakan pegawai dalam panggung kehidupan
sosial dan bias pandangan pro-kontra tentang kewajiban zakat profesi, yang
keduanya merupakan bagian dari dinamika kehidupan sosial. Jadi studi
implementasi zakat profesi pegawai negeri sipil melalui pendekatan
sosiologi ini, sebenarnya bertujuan untuk menemukan alasan pada tataran
apa zakat profesi dapat diterima dan pada tataran apa zakat profesi ditolak
atau bagaimana proses keduanya terjadi dalam bingkai hukum positif:
legislasi, regulasi dengan konfigurasi tindakan pegawai negeri sipil di
Tulungagung.
B. Permasalahan dan Tujuan Penelitian
Permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam kalimat pertanyaan;
(a) Bagaimana implementasi zakat profesi pegawai negeri sipil di
Tulugagung? (b) Apakah implementasi zakat profesi pegawai negeri sipil
tersebut ditentukan oleh paham tentang kewajiban zakat, Surat Keputusan
Bupati dan interpretasi para ulama tentang zakat profesi?. Pararel dengan
rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah (a) Medeskripsikan
implementasi zakat profesi di kalangan pegawai negeri sipil di
10
Ibnu Sholeh, Mudiono, Zainal, Bambang dan Mamak, Wawancara 12 Pebruari-2
Maret, 2008.
Tulungagung; (b) Memperoleh gambaran secara mendalam tentang
implementasi zakat profesi terkait dengan paham tentang kewajiban zakat,
Surat Keputusan Bupati dan interpretasi para ulama tentang zakat profesi
pegawai negeri sipil di Tulungagung.
C. Kegunaan Penelitian
Secara teoritik beberapa kegunaan hasil penelitian ini antara
lain: Pertama, menguatkan kerangka epistemologi paham tentang
zakat profesi dalam konteks sosiologis, empiris dan kontekstualis.
Kedua, menilai ulang kerangka epistemologi pemahaman zakat
normatif dan formalistik, yang memandang tarif zakat pertanian 5%-
10% dan niaga 25% tanpa keterlibatan unsur sosial atau kondisi
masyarakat tertentu. Ketiga, menilai ulang pemikiran Yusuf al-
Qard}awi tentang nis}a>b zakat profesi 85 gram emas yang terkesan
harga mati. Teori Mary Dauglas dan Weber yang menempatkan
relasi sosial sebagai tahapan pemahaman manusia, tanpa melihat
adanya dikotomi dan unsur supra-empiris. Teori Ibn Khaldun, yang
menempatkan „a>s}abi>yah sebagai tujuan organisasi sosial yang
terkesan authoritative tanpa melihat unsur stimulatif. Keempat,
menjadi model analisis sosiologi tentang paham kewajiban zakat
profesi.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa
memahamkan berbagai pihak tentang zakat profesi, selain sebagai
upaya dalam memberikan masukan terhadap problematika dan
solusi, terkait dengan zakat profesi dan implementasinya bagi
pegawai negeri sipil di Tulungagung Jawa Timur.
D.Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan bahwa penelitian
ini masuk dalam kategori penelitian kualitatif (sosiologi hukum Islam),
yang didasari oleh paham kewajiban zakat, SK Bupati dan interpretasi
ulama dalam bingkai hukum positif.11
Pendekatan yang digunakan dalam
11
Dalam dunia penelitian sosiologi hukum, ancangan seperti ini disebut sebagai
penelitian sosiologi hukum genetis, karena dalam kajian implementasi zakat
terdapat relasi-relasi yang terkait dan menjadi faktor penentu dalam tindakan,
seperti terbitnya SK Bupati (regulasi), paham tentang kewajiban zakat dan
interpertasi ulama. Penelitian sosiologi hukum genetis menyangkut dua bagian.
penelitian ini adalah sosiologi legitimasi, selektifitas, fungsionalitas
dan „as}abi>yah. Pendekatan ini dipilih karena bermanfaat untuk
menjelaskan faktor-faktor implementasi zakat profesi pegawai negeri sipil
yang turut menentukan paham kewajiban zakat, SK Bupati dan interpretasi
ulama.
Sumber data dalam penelitian ini dibatasi pada pegawai negeri sipil
Muslim yang menjadi subjek kajian, baik yang pro maupun yang kontra
terhadap implementasi zakat profesi. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
(II)
HASIL PENELITIAN IMPLEMENTASI ZAKAT PROFESI DI
TULUNGAGUNG
3.1. Rekonseptualisasi zakat profesi dan Tindakan Pembayaran Zakat
serta Sistem Nilai yang Melandasinya
Zakat merupakan ibadah mahd}a>h dan ibadah mu‘a>malah
ijtima>„iyah yang wajib dilaksanakan sepanjang masa, sesuai dengan
kebutuhan manusia sebagai objek dan subjeknya. Manusia sebagai pemberi
zakat, maupun sebagai penerima zakat, terutama terhadap benda-benda
yang memiliki sifat berkembang dan menjadi kebutuhan hidup manusia.
Terkait dengan hal itu, implementasi zakat profesi kiranya perlu dilakukan
rekonseptualisasi, redefinisi (menguraikan makna) dan reinterpretasi
terutama pada aspek-aspek substansi yang mengandung muatan dila>lah
z}anni>yah dan umum (‘a>m).12
Jika dicermati, dari lima rukun Islam salah satu di antaranya adalah
Pertama, penelaahan, pada regularitas sebagai tendensi perubahan di dalam setiap
tipe sistem hukum. Kedua, penelaahan faktor-faktor regularitas dari perubahan di
dalam kehidupan hukum pada umumnya. Dalam bahasa Durkheim hubungan
antara hukum (keputusan hukum) dan paksaan pemerintah yang terorganisasi
menghapuskan salah satu sektor yang terpenting dari kenyataan sosial dan sektor
itu merupakan paling utama bagi dunia sosiologi. Durkheim kemudian
menambahkan bahwa sosiologi hukum genetis harus memusatkan perhatinnya
pada paksaan-paksaan yang terorganisasi demi terwujudnya kesadaran kolektif.
Baca Alvin S. Jonson Sosiologi Hukum, terj. Rinaldi Simamora (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), 115-118. Periksa juga L.J Van Apeldoorn, Pengntar Ilmu Hukum
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), 426-427. 12
Abd Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahd}a>h dan Sosial (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), 182.
zakat yang merupakan rukun Islam yang paling besar pengaruh dan
fungsi sosialnya.13
Shari>„ah Islam mengatur hubungan antara manusia
dengan Allah yang dalam fikih sosial menjadi komponen ibadah. Baik
sosial, individual, muqayyad (terikat oleh syarat-rukun) maupun mut}laqah
(tidak terikat oleh syarat-rukun tertentu). Ia juga mengatur hubungan antara
manusia interdependence dalam bentuk mu‘a>sharah atau mukha>lat}ah
(pergaulan sosial)14
maupun mu‘a>malah (hubungan transaksi untuk
memenuhi kebutuhan hidup).15
Di samping itu juga mengatur tentang
perintah zakat sebagai salah satu instrumen dalam menciptakan solidaritas
sosial yang telah dirumuskan dalam al-Qur‟a>n. Namun demikian,
kenyataannya rukun Islam yang ketiga itu belum dilakukan secara
maksimal sesuai dengan harapan.
Makna zakat secara etimologis adalah al-nama> dan al-t}aha>rah
daripada al-barakah. Kedua makna ini berkaitan erat dengan posisi zakat
sebagai penyempurna eksistensi manusia.16
Mayoritas ulama sering
memahami dan menterjemakan makna zakat sebagai al-nama> (tumbuh)
adalah kaitan dengan bertambahnya harta kita ketika ia telah dikurangi oleh
zakat, atau dengan berzakat harta kita bukanlah menyusut,17
tetapi justru
berkembang. Selain dari pengertian itu, juga ada yang lebih menekankan
makna “tumbuh” dari pembayaran zakat itu berkorelasi dengan tumbuhnya
kesadaran eksitensial. Semakin tinggi zakat-infak dan s}adaqah yang
diberikan seseorang kepada orang lain, maka semakin tumbuh kesadaran
akan eksistensi dirinya. Secara otomatis suci (al-t}aha>rah) dari ranjau-
ranjau menuju kesempurnaan eksistensi. Kesadaran rasional kata Buber,
dikutip Najib Burhani secara esensial bersifat sosial.18
Berdasarkan analisis Weber dalam buku Weber and Islam, terdapat
empat kategori penyadaran hukum, yaitu irasional, rasional, imposisi dan
elaborasi.19
Secara konseptual dapat digambarkan sebagai berikut. Pertama,
13
Syarifuddin Abdullah, Zakat Profesi (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2003), 28. 14
al-Ghazali, Ihya>‟ „Ulu>m al-Di>n,vol. 2 (Bairut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah,
t.t.), 223-24. 15
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 2007), 5. 16
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, vol. 1 (Beirut: Da>r alFikr, 1983), 276. 17
M. Shalih al-Utsaimin, Ensiklopedi Zakat, terj. Imanuddin (Jakarta: Pustaka as-
Sunnah, 2008), 46. 18
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis (Jakarta: Kompas, 2001), 55. 19
Bryan S. Turner, Weber and Islam (London: University of Aberdeen, 1974), 109-
110. Baca Ernest Wolf Gazo, “Weber and Islam” dalam Research Approaches,
Volume 16, Nomor 2 (Maret, 2005), 45. Periksa Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum
jika pegawai negeri menjalankan kewajiban zakat dengan kesadaran
yang direpresentasikan melalui wahyu Tuhan atau H{adi>th, maka
tindakannya disebut tindakan irasional. Kedua, hampir dipastikan bahwa
pegawai negeri yang menjalankan kewajiban zakat, didasari oleh fakta
hukum yang relevan, mereka membayar zakat karena ada paradigma
kebenaran hukum yang rasional atau rasional substantif. Ketiga, dalam
pembayaran zakat dimungkinkan terdapat dua golongan pegawai, yaitu
pegawai yang termotivasi iman ketika menjalankan kewajiban zakat dan
pegawai yang merasa terbebani karena hartanya berkurang, maka dua
tindakan yang berbeda itu disebut tindakan imposisi hukum (sekuler dan
teokratis). Keempat, jika pegawai negeri melakukan pembayaran zakat,
ditempatkan pada sistem administrasi yang formal di UPZ dan BAZ dalam
bingkai hukum positif, maka tindakannya itu disebut elaborasi hukum.
Dalam konteks wilayah setempat, representasi semua tindakan
berupa penafsiran, penolakan dan penerimaan terhadap zakat profesi juga
bervarian. Di dalam proses pembayaran zakat profesi juga terdapat cara-
cara tertentu yang berbeda dengan yang lain, ketika pembayaran zakat itu
dilakukan. Ada proses selektivitas yang terlibat di dalamnya. Pemotongan
gaji 2,5% misalnya, tidak berlaku secara keseluruhan pada pegawai negeri
sipil di Tulungagung, ada proses pemilahan antarpegawai dalam
penggolongan jabatan yang harus dikenai zakat.
3.2.Pemahaman Konsep Zakat Profesi
a. Legitimasi institusi dan legitimasi kolektif
Mary Douglas mentipologikan konsep legitimasi menjadi dua, yaitu
legitimasi institusi-rasional dan legitimasi kolektif-mistis.20
Masing-masing
legitimasi memiliki pandangan dan arah yang berbeda. Jika zakat profesi
dikonsep melalui legitimasi institusi, maka tindakan pegawai dalam
pembayaran didasarkan pada otoritas legislasi dan regulasi. Demikian pula,
jika zakat profesi dikonsep melalui legitimasi kolektif, maka tindakan
pegawai dalam pembayaran zakat itu didasarkan pada kepercayaan agama.
Secara konseptual pembayaran zakat profesi dapat diuraikan sebagai
berikut:
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), 224. Lihat juga Bryan S. Turner, “Islam
Capitalism and the Weber Theses” The British Journal of Sociology, Volume 25,
Nomor 2 (Juni, 1974), 235. 20
Anthony Giddens, ed. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, terj. Ninik
Rochani Sjams (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), 202.
Pertama, secara esensial, tindakan pegawai dalam
pembayaran zakat yang didasarkan pada legislasi dan regulasi merupakan
wujud dari konsep legitimasi institusi. Jika pegawai melakukan
pembayaran zakat di UPZ dan BAZ, tentunya memiliki bukti dan dasar
legitimasi institusi yang kuat, seperti paham kewajiban zakat, interpretasi
ulama, legislasi, regulasi, dan teks-teks suci (al-Qur‟a>n, H{adi>th dan
fikih).
Setiap tindakan pegawai dalam melakukan pembayaran zakat
tentunya memiliki dasar legitimasi masing-masing. Bisa dari sejarah
sosiologi hukum, Undang-undang, Surat Edaran Bupati, kitab fikih
terdahulu maupun kontemporer yang dianggap sebagai referensi atau dasar
penting dalam pembayaran zakat profesi. Salah satu dari referensi penting
adalah kitab Fiqh al-Zaka>h dan al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, vol. 2
merupakan kitab standar yang membahas zakat profesi, jasa, karyawan,
perusahaan dan seterunya dapat dijadikan sebagai kitab rujukan utama yang
mendasari pembayaran zakat profesi di Tulungagung. Pemotongan gaji
pegawai, pejabat, dokter, hingga zakat perusahaan sebagai suatu kewajiban,
ternyata bersumber dari kitab ini. Demikian juga pemotongan gaji, upah,
hadiah dan profesi tentara sebagai zakat yang harus dibayar, ternyata juga
bersumber dari sejarah pemberlakuan zakat profesi pada masa s}ah}a>bat
‘Umar bin al-Khat}t}a>b, Ibn Abbas, Ibn Mas‟ud, Mu‘a>wiyah dan ‘Umar
bin Abd al-‘Azi>z21
yang diyakini sebagai kebenaran-kebenaran historis
yang keseluruhannya dapat digunakan untuk mendasari zakat profesi dalam
bingkai hukum positif.
Pasal 11 ayat 2 pada huruf f Undang-undang pengelolaan zakat
yang berisi kewajiban zakat hasil pendapatan dan jasa, juga dapat dianggap
sebagai pasal rujukan penting yang mendasari tindakan pegawai negeri
dalam pembayaran zakat. Pemotongan gaji 2,5% setiap bulan bagi pegawai
negeri sipil, ternyata bermula dari ijtihad dan fatwa para ulama yang
diyakini sebagai kebenaran dalam hukum Islam maupun hukum positif.
Karena itu, Undang-undang zakat, KMA RI, SK Gubernur, SK Bupati,
Surat Edaran Bupati terkait dengan zakat profesi, memberikan gambaran
bahwa hakikatnya didapati teks-teks zakat dalam hukum Islam yang
menjadi pedoman bagi pembayaran zakat PNS tersebut. Jadi, pembayaran
zakat yang dimobilisasi melalui legitimasi institusi dan legitimasi kolektif
21
Dompet Sosial Madani, “Zakat Profesi”, dalam http:// www.dsmbali.or.id (27
Desember 2006). Periksa juga al-Qard}awi> Fiqh al-Zaka>h (Bairut: Muassasat
ar-Risalah, 1973), 29.
tersebut, kiranya dapat menjadi jalan untuk penataan sistem
pengumpulan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat, yang sebelumnya
tidak ada atau ada tetapi biasa-biasa saja, kemudian di transformasikan
menjadi sesuatu yang lebih baik.
Kedua, legitimasi kolektif, yaitu tindakan pegawai dalam
pembayaran zakat itu didasarkan pada motif dogma atau kepercayaan
agama yang kuat. Artinya tidak diperlukan lagi berbagai pemikiran dalam
melakukan pembayaran zakat, karena kewajiban zakat telah menjadi
bagian dari tanggung jawabnya. Jika pegawai membayar zakat di UPZ,
mereka percaya dan mengetahui bahwa zakat adalah hak tertentu yang
diwajibkan Allah swt., setelah gaji yang mereka peroleh mencapai nis}a>b.
Jika pegawai melakukan pembayaran zakat, tentunya tindakannya itu
didasari oleh adanya kepercayaan yang kuat dalam ajaran Islam yang mesti
dilakukan begitu saja. Pegawai akan menjalankan kewajiban zakat, ketika
dia merasa bahwa sudah saatnya membayar zakat atau merasa yakin bahwa
zakat dapat menyelamatkan diri di akhirat atau memperoleh "ganjaran".
Pegawai akan mengumpulkan zakat di UPZ dan BAZ, ketika hal itu
menjadi budaya dan pengetahuan kolektifnya.
b. Selektivitas penggolongan pegawai Selektivitas adalah konsep pemilahan dua bentuk reaksi sosial,
antar pegawai dalam penggolongan jabatan, terkait dengan penerimaan dan
penolakan zakat profesi, sepertinya ada dua kategori selektivitas, yaitu
pegawai kategori selektivitas afektif-holistis dan rasional-individualitis.
Dua kelompok itu kemudian membentuk jaringan relasionalitas terkait
dengan paham kewajiban zakat profesi, SK Bupati dan interpretasi ulama
yang berujung pada hukum wajib atau tidak. Proses dalam selektivitas itu
dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, selektivitas afektif-holistis, yaitu tindakan pembayaran
zakat yang dilakukan pegawai di berbagai instansi atau kantor yang
didasarkan atas kesadaran "hati nurani", di mana tindankan tersebut,
menghasilkan kesadaran yang bertujuan dan telah menjadi bagian dari
tindakan sehari-hari. Seorang pegawai akan membayar zakat di UPZ,
ketika seleksi dilakukan dan telah menjadi bagian dari sistem afektifnya.
Peta tindakannya telah menerima sistem afektifnya, yang berasal dari
norma agama yang mereka pahami juga telah menjadi bagian dalam
tindakannya. Dengan demikian, seleksi pembayaran zakat dilakukan di
berbagai instansi masing-masing pegawai, akan menjadi suatu tindakan
afektif yang mesti dilakukan begitu saja. Demikian juga, seorang pegawai
akan aktif membayar zakat, ketika seleksi didasari oleh kenyataan
afektif-holistis. Sementara pegawai yang menolak pembayaran zakat,
mereka akan terseleksi sebagai kelompok pegawai yang kurang tanggap
terhadap makna penting ajaran zakat dibalik tindakan bagi dirinya. Dengan
kata lain, pegawai yang menolak pembayaran zakat baik golongan I-IV,
akan teridentifikasi dalam tindakan afektif-holistis dan dikategorikan
sebagai pegawai pembangkang yang digerakan oleh nafsu afektifnya.
Kedua, selektivitas rasional-individualistis, yaitu proses seleksi
atau pendataan pembayaran zakat yang dilakukan secara sistematik, cermat
dan dapat dipertanggungjawabkan dihadapan publik atau hukum positif.
Seorang pegawai akan melakukan pembayaran zakat, jika pendataan zakat
itu dilakukan secara sistematik dan cermat di UPZ. Dibutuhkan
kecermatan dalam pembayaran zakat, karena tindakan cermat tersebut telah
menjadi bagaian dari sistem yang rasional melalui birokrasi pemerintah dan
harapan bagi hidupnya. Mereka tahu sebenarnya tentang apa nilai, tujuan
dan manfaat kecermatan dalam pembayaran zakat bagi dirinya. Seorang
pegawai akan melakukan pembayaran zakat di UPZ dan BAZ, ketika
pendataan zakat secara cermat itu dilakukan dan ketahui. Jika pegawai
menjalankan kewajiban zakat, mereka juga mengetahui apa arti penting dan
manfaat kewajiban zakat bagi dirinya. Jika meraka melakukan pembayaran
infak, mereka juga tahu apa arti penting dan manfaat pembayaran infak
bagi dirinya. Dengan melalui proses seleksi tersebut, tindakan pegawai
telah memperhitungkan secara matang dan konseptual, sehingga tidakannya
itu menjadi tindakan selektivitas rasional bertujuan.
Secara naluri, manusia memiliki dua sifat yang berlawanan. Pada
satu sisi, mendorongnya untuk berkumpul, tetapi pada sisi yang lain dapat
membahayakan. Menurut Howard dikutip Dwi Susilo, menyatakan bahwa
manusia adalah makluk sosial yang tidak sosial. Artinya manusia memiliki
kecendrungan untuk hidup bersama dalam masyarakat, namun
kecendrungan ini disertai dengan resistensi yang terus menerus sehingga
menimbulkan ancaman, perpecahan bahkan pemberontakan dalam
masyarakat.22
Sifat membrontak atau menarik diri tidak dijumpai jika
manusia berada di dalam kelompok yang sama. Jika sesama pegawai, maka
secara leluasa juga dapat melakukan interaksi yang intensif. Demikian pula
sesama pegawai yang memiliki pangkat atau golongan yang berbeda-beda.
Interaksi antarpegawai dalam penggolongan I-IV, akan sangat terbatas pada
22
Racmad Dwi Susilo, Integrasi Ilmu Sosial Upaya Integrasi Ilmu Sosial Tiga
Peradaban (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2005), 120.
persoalan-persoalan yang segmental. Dalam segmen tertentu bisa
berkomunikasi tetapi dalam segmen lain akan membatasi diri.
Itulah sebabnya terdapat selektivitas penggolongan pegawai,
misalnya pegawai golongan jabatan I-IV yang melakukan pembayaran
zakat dan pegawai golongan jabatan lainnya yang menolak membayar
zakat. Penolakan zakat antar pegawai dalam penggolongan jabatan, tentang
kewajiban zakat tentunya memiliki pandangan varian yang berbeda, sesuai
dengan tingkat pemahaman mereka dalam hidup sehari-hari. Paham tentang
kewajiban zakat antar pegawai, yang berbeda juga dapat ditinjau dari sisi
kebutuhan pokok hidup mereka sehari-hari. Pegawai yang menolak zakat
pada umumnya memiliki tanggungan kredit selain kebutuhan pokok rumah
tangga. Menurut Tasrip, pegawai yang memiliki tanggungan kredit tidak
wajib membayar zakat, demi menjaga keselamatan mereka sendiri.23
Sedangkan pegawai yang melakukan pemembayaran zakat di UPZ dan
BAZ, mereka lebih mendasarkan pada kesalehan sosial keagamaan atas
dasar interpretasi ulama, SK Bupati maupun pemahaman mereka sendiri,
tanpa memperdebatkannya.24
Dua bentuk pandangan yang berbeda tentang kewajiban zakat
profesi tersebut, memungkinkan keduanya bisa berbenturan antara pegawai
negeri yang defensif untuk mempertahankan nilai ajaran zakat dan pegawai
yang ofensif atau menolak terhadap pembayaran zakat, dapat teridentifikasi
melalui seleksi di UPZ dan BAZ. Bagi pegawai negeri yang menerima
tentang pembayaran zakat tersebut, mereka anggap sebagai ibadah atau
kesalehan spiritual bagi umat Islam, untuk memperoleh keselamatan di
akhirat. Tetapi bagi pegawai yang kontra mereka menlolak hal tersebut,
bentuk penolakan itu ialah dengan mengunakan bahasa dan tindakan,
seperti kafir, sampah masyarakat, ‟asta>ghfi>rūlla>h dan demontrasi untuk
memaknai kewajiban zakat profesi sebagai kewajiban agama. Jika pegawai
menolak kewajiban zakat mereka juga tahu, aspek-aspek yang tidak
kompulsif (tidak menarik) yang ditimbulkan oleh aktivitas pengumpulan
zakat atau boleh jadi karena pelayanan yang kurang memuaskan oleh BAZ
terhadap pelaksanaan zakat. Anggapan bahwa kewajiban zakat profesi,
terkait dengan SK Bupati bagi pegawai negeri yang kontra adalah bentuk
bid‟ah, pemahaman ngawur (salah), merekayasa makna teks suci, bahkan
sebagian pegawai ada yang menyatakan bahwa zakat profesi belum
23
Tasrip (PAI Depag ) dan Ma‟ruf Asror (angota Dewan DPRD), Wawancara,
Tulungagung, 4 Mei 2008. 24
Mastur, Khalik dan Ahmad, Wawancara, Tulungagung, 18 Maret 2008.
saatnya untuk ditunaikan.
25
Oleh karena itu, pegawai yang melakukan pembayaran zakat di
berbagai instansi adalah pegawai yang patuh terhadap SK Bupati atau
ajaran Islam yang mereka yakini. Sedangkan pegawai yang menolak
pembayaran zakat-infak di UPZ-BAZ, adalah kelompok pegawai
pembangkang terhadap SK Bupati/sekurang-kurangnya ajaran zakat yang
didukung oleh ulama. Atas dasar ini, maka muncullah kategorisasi melalui
proses selektivitas, yaitu pegawai negeri yang "pro" dan "kontra" terhadap
zakat profesi.26
Hampir semua proses selektivitas baik itu afeksi-holistis maupun
rasional-individualistis memerlukan peran aktor (ulama-pemerintah). Aktor
yang dimaksud adalah aktor yang mampu memerankan dirinya dalam
membut jaringan relasionalitas atau komitmen tinggi dan kesetiaan dalam
struktur keorganisasian.
c. Fungsionalitas zakat profesi
Fungsionalitas atau kegunaan adalah konsep yang menegaskan
tindakan hubungan sosial di arahkan pada tujuan yang menghasilkan
koherensi dan tautologi.27
Menurut Merton konsep fungsionalitas memiliki
dua fungsi manifest (nyata) dan latent (tersembunyi),28
dua fungsi ini
25
Wahono, Wawancara, Tulungagung, 26 Januari 2008. 26
Perbedaan pandangan tentang zakat profesi PNS, yang menajam antar pegawai
adalah karena zakat profesi, terkait dengan terbitnya SK Bupati. Ahmad,
Wawancara, Tulungagung, 26 Januari 2008. 27
Dalam kajian teori fungsional Talcott Parsons yang dikembangkan bersama
Robert F. Bales, ada empat teori fungsionalisme, yaitu (1) Adaptation, menunjuk
pada keharusan bagi sistem sosial untuk menghadapi lingkungan. (2) Goal
attainment, pemenuhan tujuan atau pencapaian tujuan (3) Integration, menunjuk
prasyarat hubungan dengan interelasi antara anggota dan sistem sosial, dan (4)
Latency pattern maintenance, konsep latensi (latency atau pemeliharaan pola-pola
nilai), menunjuk pada sistem perbaikan pola-pola motivasi kelompok. Teori-teori
tersebut, menjelaskan pada setiap tindakan individu yang dianalisis dengan
paradigma struktural fungsional. Baca Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial Observasi
Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka, 295. Periksa Beni Ahmad Saebani,
Sosiologi Hukum (Bandung: Pustaka Setia, 2007),73-74.Teori fungsionalisme
Parsons dan Bales tersebut, dapat dijadikan pertimbangan dalam teori
fungsiaonalitas yang digagas oleh Dauglas, dalam Sosiologi Sejarah, 201-204. 28
Ritzer, Socioloy, A Multiple Pradigm Science (Boston: Allyn and Bacon, 1975),
51. Baca Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality
(Garden City: Anchor Books, 1967), 23.
membentuk relasi-relasi formal fungsional terkait dengan fungsi
sosiologi.29
Sosiologi hanya bertugas memahami yang lahiriah (manifest),
untuk sampai kepada makna yang sebenarnya (latent).30
Zakat profesi
memiliki fungsi sosial manifest dan fungsi sosial latent, dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pertama, zakat memiliki fungsi koherensi dan manifest, yaitu
fungsi hubungan sosial yang diharapkan (intended). Untuk sampai kepada
makna yang sebenarnya koherensi dan manifest. Maka fungsi zakat harus
di arahkan pada makna sosial koherensi yang sebenarnya, yaitu ke sektor
produktif dan produktif kreatif. Zakat produktif, di mana zakat
diwujudkan dalam bentuk barang yang menghasilkan, seperti kambing,
kerbau, lembu, mesin jahit, mesin cetak, alat cukur, pertukangan dan lain-
lain. Bentuk pemberian ini akan dapat menciptakan suatu usaha atau
memberikan lapangan kerja baru bagi mustahiq yang mampu dan kuat
berusaha.31
Zakat produktif kreatif menurut Rasyid Ridha, di mana zakat
diwujudkan dalam bentuk permodalan, baik untuk membangun proyek
sosial atau untuk menambah modal bagi para pedagang kecil.32
Dalam
setiap pengumpulan zakat yang di selenggarakan oleh UPZ dan BAZ akan
tampak adanya sesuatu yang dianggap manifest, seperti zakat produktif
yang dikembangkan oleh penyandang cacat, melalui kerajinan batu onik,
penjahitan, sablon dan salon. Demikian juga zakat produktif kreatif yang
disalurkan BAZ kepada PKL yang dikembangkan, seperti loper koran,
penjual gamping, nasi goreng, rujak, VCD, warung kopi, jamu dan lain-
29
Konsep fungsi manifest dan latent, di samping konsep fungsi dan disfungsi
adalah konsep yang diperkenalkan oleh Robert King Merton untuk menganalisis
antara fungsi nyata dan tersembunyi. Menurut Colins Campbell teori fungsi
manifest dan latent, jarang dipergunakan dalam sosiologi kontemporer. Periksa
George Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, terj. Alimandan (Jakarta:
Kencana, 2005), 140-141. 30
Mastuhu, menyatakan bahwa sosiologi hukum hanya melihat nilai-nilai hukum
berada di balik interaksi tindakan manusia, dan bertugas memahami yang lahiriah
(manifest) untuk sampai kepada makna yang sebenarnya (latent). Baca Deden
Ridwan, Tradis Baru Penelitian Agama Islam Tinjuan Antardisplin Ilmu
(Bandung: Yayasan Nusa Cendikia, 2001), 108. Periksa juga Nur Syam, Bukan
Dunia Berbeda Sosiologi Komunitas Islam (Surabaya: Pustaka Eureka, 2005), 7. 31
Syukri Ghazali ed., Pedoman Zakat, vol. 9 (Jakarta: Proyek Pembinaan Zakat
dan Wakaf, 1986), 319-320. Periksa juga Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan
Implementasi Pembayaran, 104. 32
Muhammd Rasyid Ridha, Tafsi>r al-Mana>r, vol. 10 (Beirut: Da>r al-Fikr t.t),
506.
lain, secera keseluruhan dapat diharapkan.
Kedua, zakat fungsi tautologi dan latent (tersembunyi, tetapi dapat
diketahui), yaitu fungsi zakat yang tidak diharapkan balasan yang sifatnya
material, akan tetapi secara latent dapat meningkatkan kualitas manusia
dalam rangka menunaikan tugas sosialnya untuk ta‟mi>r al-ardh
(membangun peradapan), mengkikis sifat kekikiran, melatih
kedermawanan dan mensukuri nikmat Allah. Contoh fungsi zakat
tautologi-latent adalah zakat sasaran konsumtif-tradisional dan konsumtif-
kreatif. Zakat konsumtif tradisional, di mana zakat dimanfaatkan oleh
mustahiq secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sesaat, misalnya
zakat diberikan pada orang yang sangat tua atau lemah badannya.
Sedangkan zakat konsumtif kreatif, di mana zakat dimanfaatkan untuk
beasiswa, pelatihan, pengobatan, bencana alam dan sarana ibadah, secara
keseluruhan tidak dapat diharapkan (bentuk material), tetapi dapat
menaikan status sosial mereka.
Konsep fungsionalitas Dauglas di atas, dapat dihubungkan dengan
teori Merton, yakni akibat yang tidak diharapkan (unanticipated
consequences). Tindakan mempunyai akibat, baik yang diharapkan atau
tidak diharapkan (tersembunyi).33
Meskipun setiap orang menyadari akibat
yang diharapkan, analisis sosiologi diperlukan untuk menemukan akibat
yang tak diharapkan ini. Bahkan konsep beberapa pakar menggangap ini
adalah esensi dasar dari sosiologi. Berger, menyebuntya studi “untuk
menghilangkan debunking atau memperhatikan jauh melampaui pengaruh
yang nyata. 34
Dari keseluruhan teori ini, terletak pada interpretasi bahwa zakat
profesi dapat dikategorikan kedalam dua fungsi. Fungsi sosial koherensi-
manifest dan fungsi spiritual tautologi-latent. Fungsi zakat dalam konteks
spiritual dapat mendorong kesadaran muzakki dalam menunaikan ibadah
zakat sesuai dengan kadar-kadar yang telah ditentukan oleh agama.
Sedangkan fungsi sosial zakat, untuk mengatasi problem-problem sosial,
seperti kemiskinan, masyarakat yang tertindas, bencana alam,
meningkatkan kualitas manusia melalui pendidikan, melindungi keamanan
warga negara dan lain-lain.
33
Berger dan Thomas Lukmann, The Social Construction of Reality (Garden City:
Anchor Books, 1967), 23. 34
Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, 141.
Skema: 3.1.
Hubungan relasionalitas antara legitimasi, selektivitas dan fungsionalitas
zakat profesi
3.3.Zakat sebagai Representasi Institusi Sosial dan Religius
Institusi atau organisasi sosial diangkat dari karya Ibnu Khaldun
yang dikenal dengan konsep „as}abi>yah atau group feeling, yang
merupakan inti dari organisasi sosial. „as}abi>yah, yaitu bentuk organisasi
yang mengikat kelompok-kelompok menjadi satu melalui sarana budaya,
bahasa dan peraturan.35
Jika pegawai negeri melakukan pembayaran zakat didasarkan pada
keyakinan agama, moral dan pengetahuan, maka tindakannya itu disebut
"budaya", karena telah menjadi bagian kognitif dan cara hidupnya. Pegawai
negeri akan melakukan pembayaran zakat, karena mereka mengetahui
bahwa zakat memiliki nilai-nilai dan akibat baik bagi diri dan orang lain.
Pegawai akan datang membayar zakat di BAZ, karena megetahui manfaat
yang didasari oleh kenyataan "nilai" atau "bahasa". Jika pegawai dalam
35
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 238/159.
Legitimasi
teks suci (al-Qur‟a>n),
legislasi, regulasi dan
interpretasi ulama
Selektivitas
pembayaran dan
penggolongan
pegawai terhadap
paham zakat profesi
Implementasi
zakat profesi
Fungsionalitas
zakat profesi,
sosial-spiritual
melakukan pembayaran zakat, mereka menempatkan institusi BAZ
sebagai media yang efektif, maka tindakannya itu didasari oleh "peraturan"
yang terlembaga. Dari keseluruhan proses „as}abi>yah tersebut, tindakan
pegawai dalam pembayaran zakat telah dipertimbangkan secara mantap
sesuai dengan paham kewajiban zakat, SK Bupati dan interpretasi ulama
dalam bingkai hukum positif atau shari>„ah Islam. Hampir semua proses di
institusi sosial atau „as}abi>yah tersebut, memerlukan peran agen (ulama
dan pemerintah). Oleh karena itu, di dalam memahami zakat profesi di
institusi BAZ yang didasari oleh legislasi dan regulasi juga memerlukan
peran agen-agen tersebut.
Pembayaran zakat dapat dilaksanakan dengan baik, jika serangkaian
fungsi yang terlibat di dalam institusi sosial tersebut, dapat dibangun
secara kostan dan inheren. Artinya, petugas-petugas kantor (diwan) yang
diangkat oleh pemerintah secara resmi dalam status jabatan yang jelas
dengan deskripsi batas jabatan yang jelas pula, maka tidak akan terjadi
kebijakan yang tumpang tindih atau tidak melebihi batas-batas
kewenangannya. Ketentuan seperti itu mutlak diperlukan untuk menjamin
tata tertib dan menjauhkan kekacauan yang tidak diinginkan. Karena itu,
diperlukan adanya suatu institusi yang mempunyai wewenang untuk
mengaturnya dengan baik.
Dalam sejarah perkembangan zakat selalu dijumpai tokoh-tokoh
ahli hukum Islam yang fatwa-fatwanya didukung oleh kekuatan institusi
politik ketika hukum zakat di implementasikan. Misalnya Nabi Muhammad
saw. dapat memungut zakat secara efektif, ketika didukung oleh institusi
politik di Madinah. Abū Bakar memungut zakat dengan kekuatan politik,
‘Umar bin al-Khat}t}a>b memungut jizyah dan kharaj dengan kekuatan
politik, begitu juga ‘Umar bin Abd al-‘Azi>z memungut zakat profesi dan
gaji juga dengan kekuatan institusi politik. Peristiwa historis ini,
menggambarkan betapa kuatnya otoritas politik dalam menggerakan
implementasi zakat pada saat itu.
Implementasi zakat yang didasari legislasi dan regulasi pada
hakikatnya adalah menempatkan pegawai negeri sebagai subjek. Pegawai
sebagai subjek dalam pembayaran zakat, dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia yang lain, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi kalangan ekonomi lemah. Selain itu, pegawai sebagi subjek dalam
pembayaran zakat di UPZ dan BAZ juga bisa menjadi sarana untuk
memperoleh "ganjaran" (reward). Sehingga institusi UPZ dan BAZ harus
membuat sesuatu yang menyebakan akan munculnya ganjaran tersebut.
Misalnya mendayagunakan zakat untuk meningkatkan pendidikan
yang menyebabkan status sosial mereka naik, tidak menderita secara sosial,
tidak tertindas hak-hak hidup mereka, jaminan kesehatan dan memberikan
kitab kepada orang, agar dapat memperoleh pengetahuan adalah wujud
konkret dari ganjaran tersebut.
Implementasi zakat yang diatur melalui institusi legislasi-regulasi
adalah peraturan yang ideal, karena dapat memotivasi pegawai negeri sipil
dalam pembayaran zakat. Dalam produk „as}abi>yah, unsur agama ikut
teritegrasi atau tercakup di dalamnya. Pengumpulan dan pengelolaan zakat
atau lainnya yang terkait dengan zakat profesi dapat dijumpai dalam
amalan-amalan sosial keagamaan. Sebaliknya tanpa adanya unsur
„as}abi>yah, maka pengamalan zakat akan sulit dilihat aksistensinya di
masyarakat. Di Tulungagung misalnya, banyak kita jumpai pegawai negeri
membayar zakat-infak di institusi UPZ dan BAZ menandakan bahwa secara
umum pegawai negeri masih digerakan oleh potensi batinya atau
dipengaruhi oleh unsur-unsur paham keagamaan mereka melalui budaya,
bahasa dan peraturan. Sehingga terlihat jelas bahwa, prodak „as}abi>yah
sebagai warisan nilai-nilai kepada generasi berikutnya, masih menempati
posisi penting dalam pranata kehidupan masyarakat.
Secara sekematis teori Ibnu Khaldun dapat digambarkan sebagai
berikut:
Skema: 3.2.
Hubungan relasionalitas ‘as}abi>yah: budaya, bahasa dan peraturan
zakat profesi
Budaya/keyakinan
„As}abi>ya
h
Peraturan
BAZ dalam
hukum positif
Bahasa
nilai/manfaat
zakat profesi
Pelembagaan
zakat profesi
(IV)
Penutup
4.1.Kesimpulan
Dari kajian zakat profesi pegawai negeri sipil ini, kiranya dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, paham tentang kewajiban zakat profesi di kalangan
pegawai negeri sipil tampak beragam. Mereka menerima zakat profesi,
karena memahami dengan sikap yang positif dan optimis. Sedangkan bagi
pegawai yang menolak terhadap zakat profesi mereka memahami dengan
pengertian yang negatif, pesimis dan terbatas pada pemahaman zakat yang
bersifat ritual mahd}a>h. Pembayaran zakat profesi pegawai negeri sipil
hakikatnya berada di dalam proses penerimaan dan penolakan antarpegawai
dalam penggolongan jabatan, baik yang berbasis pada paham kewajiban
zakat, SK Bupati dan interpretasi ulama dalam bingkai hukum positif.
Pembayaran zakat yang dilakukan antarberbagai instansi dalam konteks
legislasi-regulasi, secara umum (pegawai golongan I-IV) berimplikasi pada
pilihan tindakan yang berbeda, ternyata dapat menggambarkan secara
mendasar tentang konfigurasi varian paham kewajiban zakat profesi,
antarpegawai dalam penggolongan jabatan.
Kedua, pegawai negeri sipil melakukan pembayaran zakat-infak di
UPZ dan BAZ pada hakikatnya bertumpu pada paham kewajiban zakat, SK
Bupati dan interpretasi ulama dalam bingkai hukum positif. Hubungan
relasionalitas ketiga faktor (paham kewajiban zakat, SK Bupati dan
interpretasi ulama) tersebut, juga dapat mempertemukan berbagai varian
pandangan tentang wacana kewajiban zakat profesi antarpegawai dalam
penggolongan jabatan, yang ditransformasi melalui legitimasi legislasi dan
regulasi. Melalui legitimasi legislasi dan regulasi tersebut, zakat profesi
pegawai negeri sipil di Tulungagung dapat dilestarikan secara terus-
menerus hingga sekarang. Untuk melestarikan zakat profesi, peran besar
dilakukan oleh pemerintah, ulama dan pengawai negeri sipil yang terlibat di
dalamnya.
Dalam proses rekonseptualisasi zakat profesi, inti pembayaran
zakat hakikatnya adalah memperoleh “ganjaran” atau keselamatan dunia
dan akhirat. Ketika memandang ganjaran itu berkaitan dengan pembayaran
zakat di UPZ dan BAZ, maka terdapat dialektika pegawai sebagai subjek-
objek, sehingga menghasilkan dialektika paham tentang kewajiban zakat,
SK Bupati dan interpretasi ulama. Dialektika tersebut muncul dalam
kaitannya dengan interaksi antarpegawai dalam penggolongan jabatan
(pegawai golongan I-IV) yang terlibat di dalamnya. Dewasa ini yang
muncul ke permukaan adalah rasionalisasi "ganjaran", sebagi akibat dari
spiritualisasi "pahala" dalam bingkai hukum positif. Sebagai akibat lebih
lanjut dari relasi antarpegawai dalam penggolongan jabatan, maka juga
terjadi berbagai perubahan, terutama dalam wacana zakat profesi di
wilayah setempat maupun konfigurasi tindakannya.
Pegawai negeri yang menjadi subjek terhadap pembayaran zakat,
baik yang pro dan kontra di media UPZ dan BAZ ternyata bisa berdialog
dalam mewujudkan zakat profesi yang berkolaborasi antara pembayaran
zakat dalam shari>„ah Islam dengan legislasi-regulasi dalam hukum positif.
Implementasi zakat profesi yang hidup dan berkembang, merupakan hasil
jalinan kerja sama antarberbagai agen (ulama dan pemerintah) melalui
legislasi-regulasi, paham kewajiban zakat dan interpretasi ulama yang
secara intensif terlibat di dalamnya. Ketika terjadi dialog antarpegawai
dalam penggolongan jabatan dan agen-agen tersebut, maka implikasinya
adalah perubahan-perubahan dalam pembayaran zakat profesi, baik dalam
wacana pemikiran atau dalam tataran tindakan-tindakan sosial yang hidup
di masyarakat. Jadi, relasi paham tentang kewajiban zakat, terbitnya SK
Bupati dan interpretasi ulama, hakikatnya mempunyai relevansi dengan
perubahan-perubahan aktual dalam pembayaran atau pelestarian zakat
profesi di Tulungagung Jawa Timur.
4.2. Refleksi Teoritik Kajian Mary Dauglas tentang legitimasi, selektivitas, fungsionalitas
dan Ibn Khaldun tentang „a>s}abi>yah, dihadirkan untuk menjadi pemecah
masalah sosial kaitannya dengan zakat profesi. Melalui konsep-konsep
tersebut, kiranya dapat menempatkan varian-varian pandangan zakat
profesi antarpegawai dalam penggolongan jabatan, baik yang pro dan
kontra terhadap zakat profesi. Kajian Dauglas dan Ibn Khaldun,
sesungguhnya telah menjadi sumber inspirasi bagi kajian di bidang
sosiologi, terutama yang menyangkut hubungan sosial atau organisasi
sosial keagamaan, baik mereka yang mendukung maupun yang menolak.
Di antara yang mendukung Dauglas adalah Jon Elster, manyatakan
bahwa manusia dengan analisis fungsionalnya dapat menghasilkan
koherensi dan tautologi. Kenneth Arrow, menyatakan bahwa ide atau
pemikiran manusia yang dibagun melalui institusi sosial harus memiliki
daya tarik atau nilai bagi masyarakat yang menerimanya.36
Sedangkan yang
36
Anthony Giddens, ed. Sosiologi Sejarah terj. Ninik R. (Yogyakarta: Kreasi
mendukung Ibn Khaldun adalah Harrington, menyatakan bahwa
pemikiran manusia dibentuk melalui setting sosial atau lingkungan
sosialnya, dan menghasilkan gagasan.37
Muhammed Arkoun
mengungkapkan konsep Ibn Khaldun tentang masyarakat, bahwa
masyarakat merupakan objek pengetahuan dan pemikiran untuk mencapai
tingkat pemahaman yang baik.38
Masdar F. Mas‟udi menyatakan bahwa
konsep realitas sosial Ibn Khaldun dapat mempengaruhi pola berfikir
manusia, baik secara sosial maupun spiritual untuk mencapai akhlak yang
mulia.39
Studi lain Adiwarman Azwar Karim, mengkaji konsep organisasi
sosial Ibn Khaldun dalam konteks produksi, menyatakan jika manusia ingin
bertahan hidup, ia harus mengorganisasikan tenaganya, baik melalui modal
atau keterampilan untuk mencapai tujuan.40
Kajian lain yang menolak Dauglas, misalnya Arnold Gehlen,
menyatakan bahwa masyarakat tidak dapat dibangun melalui relasi sosial,
karena di dalam masyarakat terdapat dikotomi yang mendasar antara
berbahaya (bermusuhan) dan tidak berbahaya.41
Sedangkan yang menolak
Ibn Khaldun adalah para ulama, menyatakan bahwa budi pekerti manusia
baik dan buruk ditentukan dari faktor "jiwa" dan tidak ada hubunganya
dengan realitas sosial.42
Selain kajian di atas, al-Qard}awi> dalam Fiqh al-Zaka>h juga
memberikan gambaran mengenai zakat kategori al-ma>l al-mustafa>d yang
sedemikian kompleks, meliputi zakat jasa, profesi, perusahaan dan lain-
lain. Kajian al-Qard}awi tersebut juga menjadi jendela dari berbagai kajian
tentang hukum zakat, meskipun masih terdapat pro-kontra di kalangan
Islam sendiri. Di antara yang pro, misalnya berasumsi bahwa zakat profesi,
jasa, perusahaan dan seterusnya adalah jenis harta yang berkembang dan
wajib dikenai zakat, karena terdapat „illah (sebab) yang menuntut adanya
Wacana, 2004), 2001-202 37
George Ritzer,Teori Sosiologi Modern, terj. Alimandan (Jakarta: Kencana, 2004),
5. 38
Muhammed Arkoun, Islam Kontemporer, terj. Ruslani (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), 31. 39
Masdar F. Mas‟udi, Menggagas Ulang Zakat ( Bandung: Mizan 2005), 13. 40
Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2004),
360. 41
Bryan S.Turner,RuntuhnyaUniversalitas SosiologiBarat, (Yogyakarta:Ruzz,
2006),320. 42
Masdar F. Mas‟udi, Menggagas Ulang Zakat, 13. Periksa M. Amin Abdullah,
Islamic Studies di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 314.
kewajiban tersebut.
Kajian yang mendukung al-Qard}awi>, tersebut adalah Wahbah al-
Zuh}ayli>, Huseyn al-Shah}atah, Abdurrachman Qadir, Sjechul Hadi
Permono, Didin Hafidhudin, Masdar Helmy, Zakiah Daradjat, Abdul
Ghofur Anshori, Syarifuddin Abdullah, Nuareni dan Amad Zahro secara
keseluruhan mendukung konsep al-ma>l al-mustafa>d atau profesi wajib
dikenai zakat, bila telah mencapai nis}a>b dan h}awl. Sementara kajian
yang menentang al-Qard}awi> adalah Sahal Mahfudh, fatwa NU pada
tahun 1980-an, pegawai negeri sipil di Lombok dan seterusnya.
Berbagai kajian di atas, akan menghasilkan konsep yang bervariasi.
Dauglas dengan pendekatan institusi menghasilkan konsep legitimasi,
selektivitas, dan fungsionalitas. Ibn Khaldun melalui pendekatan
„a>s}abi>yah atau organisasi sosial menghasilkan konsep budaya bahasa
dan peraturan. Al-Qard}awi> dan al-Zuh}ayli> melalui konsep al-ma>l al-
mustafa>d menghasilkan paham kewajiban zakat profesi dan jasa.
Konsep Dauglas tentang legitimasi, selektivitas dan fungsionalitas,
jelas mengandung kelemahan, karena megabaikan dikotomi yang mendasar
antara berbahaya dan tidak berbahaya. Contoh berbahaya adalah legitimasi
Undang-undang zakat atau SK Bupati, jika benar-benar dijadikan sebagai
peraturan wajib atau Perda (peraturan daerah) bagi pegawai negeri untuk
mengeluarkan zakat, maka dimungkinkan dapat mengundang konflik sosial
yang berbahaya.43
Sedangkan kelemahan konsep Ibn Khaldun adalah
karena megabikan dialog stimulatif yang terjadi pada organisasi
pemerintah, baik pusat maupun daerah yang tidak memiliki kekuatan untuk
memaksa terhadap pembayar zakat. Jadi organisasi UPZ dan BAZ,
posisinya hanya berfungsi sebagai media pengumpulan, pengelolaan dan
pendayagunaan zakat yang bersifat voluntary (sukarela).
Konsep al-ma>l al-mustafa>d juga mengadung kelemahan, sebab
mengabaikan adanya dialog yang terjadi antara kewajiban zakat dengan
kondisi sosial setempat. Kajian zakat yang dilakukan sarjana-sarjana
terdahulu sebagaimana tersebut di muka, memberikan gambaran bahwa
kewajiban zakat hanyalah nominal saja, aspek luar. Sebab inti dari
semuanya adalah paham tentang kewajiban zakat pada wilayah setempat
43
Dalam suatu wawancara dengan ketua BAZ, dinyatakan bahwa Bupati
Tulungagung belum berani memperdakan atau menjadikan Undang-undang zakat
sebagai peraturan wajib, meskipun hal itu pernah diusulkan oleh para ulama,
terkait dengan pengumpulan zakat PNS, karena kuatir akan terjadi konflik yang
membahayakan, terutama posisi Bupati sebagai pemimpin daerah, sehingga hal
itu dihindari. Mungien Arief, Wawancara, Tulungagun, 23 April 2008.
yang dipengaruhi oleh kondisi sosial yang berbeda. Shari>„ah zakat
tidak mampu menyentuh secara keseluruhan fenomena sosial dan dapat
berubah sesuai dengan kondisi sosial, karena itu ketika berhadapan dengan
realitas sosial, shari>„ah zakat harus tetap berada di luar.
Kajian zakat dengan konsep al-ma>l al-mustafa>d juga
menyisakan persoalan pada aras macam apa dan bagaimana hukum zakat
dipahami dan sekaligus direkonseptualisasi menjadi seperti itu. Jika zakat
sebagai ibadah sosial dengan bertitik tolak pada prinsip tujuan shari>„ah,
maka akan jelas bahwa zakat mempunyai sasaran yang mendasar, yakni
mewujudkan keadilan sosial. Akan tetapi konsep zakat yang sudah jelas itu,
akan kembali menjadi kabur jika arti konsep itu dipertanyakan secara rinci.
Misalnya konteks ajaran zakat dalam hukum positif, mestinya terdapat
gambaran bagaimana proses rekonseptualisasi zakat sebagaimana keadaan
sekarang. Dialektika itu yang tidak diperoleh dalam berbagai kajian tentang
zakat al-ma>l al-mustafa>d .44
Douglas menambahkan bahwa konsep hubungan sosial adalah sifat
dasar yang memiliki pengaruh terhadap rasionalitas, baik rasional holistis
maupun rasional individualistis. Menurutnya legitimasi selektivitas dan
fungsionalaitas merupakan sebuah pengetahuan metodologis antara rasio
dengan spiritual yang dimiliki oleh ketiganya, sehingga pengetahuan
tersebut dapat memperkuat tradisi dan membagun pengetahuan rasional
atau hubungan sosial secara kolektif. Sedangkan Ibnu Khaldun,
menyatakan bahwa yang terpenting adalah „a>s}abi>yah, karena di
dalamnya terdapat bada>wah, yaitu menuntut adanya kebaikan hati,
kesahajaan, hormat menghormati, rendah hati, respek terhadap kemiskinan
orang lain, tidak berlebihan dan rasa benci untuk memiliki harta bagi diri
sendiri.45
Rekonseptualisasi implementasi zakat profesi yang didasari paham
kewajiban zakat, SK Bupati dan interpretasi ulama sesuai dengan temuan
penelitian ini, dalam praktiknya senantiasa tidak dibatasi oleh peraturan
perundang-undang zakat nomor 38 tahun 199, akan tetapi muncul dan
berkembang melalui keyakinan terhadap spiritualitas "ganjaran" atau
kewajiban agama dalam bingkai hukum positif. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dikatakan bahwa keyakinan agama dan spiritualitas
44
Selain konsep al-ma>l al-mustafa>d dan al-kasab juga terdapat konsep al-
mihnah dan al-h}irfah. Periksa al-Shah}atah, Akuntansi Zakat, terj. A. Syakur
(Jakarta: Pustaka Progresif, 2004), 188. 45
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 218.
"ganjaran" adalah kebutuhan mendasar bagi subjek zakat yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupannya. Para pegawai negeri sipil yang
memiliki nilai-nilai terhadap keyakinan mistifikatif (ganjaran) kuat, dalam
faktanya akan muda diajak untuk menunaikan zakat profesi di balik
tekanan legislasi dan regulasi.
Dengan demikian temuan penelitian lapangan tentang
implementasi zakat profesi ini, dalam faktanya meniscayakan adanya dua
kekuatan, yaitu kekuatan doktriner (teks al-Qur‟a>n, nilai) dan kekuatan
hukum positif (UU/SK). Keyakinan spiritualitas "ganjaran" agi pegawai
negeri sebagai representasi sistem kognisinya selalu saja memerlukan
upaya-upaya legitimasi dan jutifikasi dari kekuatan doktrinya, yaitu melalui
teks suci, baik tertulis maupun lesan. Ini semua dilakukan mereka terutama
ketika melakukan proses pembayaran zakat profesi di UPZ-BAZ.
Secara teoritik, temuan penelitian ini berimplikasi langsung pada
dua pemahaman zakat profesi, yaitu dimensi sosiologis-empiris dan
kontekstualis. Temuan ini pada satu sisi menguatkan dasar paham
kewajiban zakat profesi perspektif sosiologis-empiris-kontekstualis, yang
memiliki gagasan bahwa zakat merupakan kewajiban sosial, selain sebagai
sistem nilai agama yang harus diamalkan dalam kehidupan. Bagi pegawai
yang menganut pemahaman ini, kedua-duanya (teks maupun konteks)
merupakan instrumen yang sama-sama diakui dan dianggap penting bagi
pelestarian zakat profesi.
Pada sisi lain, temuan ini secara teoritik berarti menilai ulang
konsep zakat pertanian 5%-10% dan niaga 25% yang selama ini dipahami
sebagai ketentuan yang qat}„i>, tanpa melihat di balik unsur sosial atau
kondisi masyarakat tertentu. Bagi komunitas ini, tafsir yang keluar dari
maksud ini, teksnya telah dianggap sebagai tafsir yang menyimpang.
Kewajiban zakat tidak memerlukan adanya kajian dan dialog-dialog ulang,
namun ia perlu diimplementasikan dalam kehidupan. Kajian terhadap
kewajiban zakat hanya akan menjauhkan bagi umat Islam dari kualitas
keimanannya kepada Allah swt. Sementara hasil temuan penelitian ini,
paham kewajiban zakat, SK Bupati dan interpretasi ulama diharapkan
mampu berdialektika secara simultan dengan tuntutan perkembangan
zaman, melalui kreativitas dan subjektivitas bagi pengamalnya. Dengan
cara ini paham kewajiban zakat akan senantiasa tampil dengan nilai-nilai
universalitasnya.
Lebih dari itu, hasil penafsiran melalui penalaran dan perilaku
keyakinan mistifikatif yang berkolaborasi antara zakat dalam shari>„ah
Islam dan Undang-undang zakat dalam hukum positif, menurut perspektif
sosiologis dan tekstualis tidak dianggap sebagai kewajiban, melainkan
hanya dianggap sebagai produk pemikiran dan pola penafsiran para ulama
yang dianggap bid‟ah yang tidak perlu ditunaikan. Sementara temuan
penelitian ini menganggap bahwa tafsir dan pemahaman zakat profesi, baik
melalui penalaran (kontekstual) maupun teks, yang telah
diimplementasikan dalam kehidupan adalah bagian yang tak terpiskan dari
kewajiban agama. Demikian perilaku mistifikatifnya, tidak sedikit di antara
pegawai negeri yang mengalami perubahan paradigma baru untuk
menyesuaikan pemahaman zakat melalui proses dialog yang intensif. Atas
dasar itu, perilaku mistifikatif bagi pegawai negeri dalam penelitian ini
dianggap sebagai penyebab munculnya pembayaran zakat yang sebenarnya.
Logika hasil penelitian ini memiliki relevansi yang sangat dekat dengan
bagaimana praktik pembayaran zakat pada masa s}ah}abat ‘Umar bin al-
Khat}t}a>b dan ‘Umar bin Abd al-‘Azi>z, yaitu pembayaran zakat melalui
institusi religius dan kekuatan politik pemerintah.
Bertolak dari uraian tersebut, persoalan legislasi-regulasi yang
dikaitan dengan pembayaran zakat profesi, hakikatnya masih mengundang
pro-kontra di kalangan pegawai negeri sipil, bukan pada tataran
sumbangannya legislasi-regulasi terhadap implementasi zakat, akan tetapi
pada tataran apakah ia secara efektif dapat memenuhi berbagai kebutuhan
sosial dan spiritual pada umat Islam. Pembayaran zakat profesi di media
UPZ dan BAZ dalam hukum positif, sesungguhnya merupakan jawaban
terhadap adanya kebutuhan masyarakat yang tetap menggelegak di tengah
krisis ekonomi yang cendrung kapitalistik.46
Implementasi zakat profesi
akan hidup dan lestari, manakala terjadi hubungan sosial antara pegawai
negeri, pemerintah dan ulama berlangsung secara konstan dan inheren.
Jadi, konfigurasi implementasi zakat profesi pegawai negeri sipil di
Tulungagung, perspektif sosiologi telah memberikan gambaran tentang
bagaimana mereka merekonseptualisasi pembayaran zakat profesi di media
UPZ dan BAZ, dalam kehidupan sosial. Pembayaran zakat profesi yang
ditentukan relasi paham kewajiban zakat, SK Bupati dan interpretasi ulama,
merupakan hasil rekonseptualisasi antara pegawai, pemerintah dan ulama
dalam bingkai hukum positif, adalah contoh kongkret penafsiran zakat
46
Dalam kajian ekonomi Islam, kapitalistik yaitu tindakan penimbunan kekayaan
tanpa batas yang jelas, dan tidak mengakui bahwa sebagian dari harta kekayaan itu
ada hak bagi orang miskin. Baca Syed Nawab Haider Naqvi, Mengagas Ilmu
Ekonomi Islam, Terj. M. Saiful Anam, at.al., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
113. Periksa juga Yamani, Antara al-Farabi dan Khomeini:Filsafat Politik Islam
(Bandung: Mizan, 2002), 71.
profesi yang bercorak pada wilayah setempat.
4.3.Keterbatasan
Sebagai penelitian kualitatif, penelitian ini belum menghasilkan
teori metodologik, yaitu teori yang dihasilkan dari uji hipotesis akan tetapi
menghasilkan teori substantif, yaitu teori yang dibangun di atas data
empiris. Oleh karena itu proposisi-proposisi yang dihasilkannya baru
memasuki tahapan sebagai hipotesis yang sesungguhnya memerlukan
kajian lebih lanjut. Sebagai konsekuensinya, hasil penelitiannya juga hanya
berlaku pada setting sosial pegawai negeri yang diteliti, kalaupun kemudian
bisa ditrasferabilitasikan ke wilayah lain, hanyalah pada wilayah yang
memiliki “kesamaan” setting sosial dengan lokus penelitian.
Penelitian ini juga tidak menjangkau terhadap persoalan dasar,
apakah variabel-variabel relasi paham tentang kewajiban, SK Bupati,
interpretasi ulama, media UPZ dan BAZ tersebut, berhubungan secara
langsung atau tidak. Sebagai penelitian kualitatif sosio-hukum, tugasnya
hanya memahami yang manifest, untuk sampai kepada yang latent, tanpa
menguji hubungan antarvariabel tersebut. Peneliti sadar bahwa sebuah
tradisi keilmuan manusia termasuk sosio-hukum, hanya dapat meneliti apa
yang tampak. Selebihnya bisa berspekulasi untuk meramalkan yang
tersembunyi. Mungkin akan ada penelitian lain, yang bertugas untuk
menjelaskan hubungan-hubungan antarvariabel yang kompleks tersebut.
Penelitian ini, sesuai dengan fokus pembahasanya tentu lebih
kepada pemahaman terhadap implementasi zakat profesi pegawai negeri
sipil, yang ditentukan oleh paham kewajiban zakat, SK Bupati dan
interpretasi ulama, dalam bingkai hukum positif. Atas dasar itu,
pembayaran zakat selain pegawai negeri sipil, seperti jasa, pengusaha
marmer, petani dan lain-lain kurang mendapat perhatian pemerintah yang
memadai. Kiranya diperlukan penelitian lain, yang akan mencoba secara
lebih mendalam mengkaji kategori-kategori zakat tersebut, dalam bingkai
hukum positif di Tulungagung Jawa Timur.
Secara keseluruhan, ternyata masih banyak celah untuk melakukan
penelitian lebih lanjut.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Hadi
Tempat/tanggal lahir : Tuban, 15 Agustus 1975
Pekerjaan : Dosen Tetap Fakultas Shari‟ah IAIT Kediri
Pangkat : III/b
Alamat : Jl. Pahlawan 56 Purwoasri Kediri
Pendidikan Formal
1. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Simorejo Widang, tamat tahun 1988
2. Madrasah Tsanawiyah Mambaul ‘Ulum Simorejo Widang, tamat
tahun 1991
3. Madrasah Aliyah Darul ‘Ulum Widang, tamat tahun 1994
4. Program S1: Universitas Darul ‘Ulum Fakultas Tarbiyah, tamat
tahun 1999
5. Program S1: Universitas Darul ‘Ulum Fakultas Syari'ah tidak
tamat, tahun 1995
6. Program S2 Universitas Malang (UNISMA), Pendidikan Islam tidak
tamat, tahun 2001
7. Program S2: Universitas Darul ‘Ulum, Pendidikan Islam tidak
tamat, tahun 2002
8. Program S2: Universitas Darul ‘Ulum Konsentrasi Hukum Islam,
tamat tahun 2003
9. Program S3: Jurusan Dirasah Islamiyah PPs IAIN Sunan Ampel
Surabaya 2005-2009
Pendidikan Nonformal
1. Ngaji Pondok Pesantren Langitan 1993
2. Pondok Pesantren Darul ‘Ulum 1994-1997
3. Pondok Pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri 1998-2001
4. Efective English Course [EEC] dengan program speaking di
Jombang tahun 2002 dan di Bali tahun 1992
5. English Language as Foreign Application Standard [ELFAST]
dengan program Translation skill dan Mahesa Institute dengan
program Toefl di Pare Kediri, tahun 2004-2005.
Pengalaman Mengajar Pendidikan Formal
1. Guru Sosiologi dan Antropologi Madrasah Aliyah HM Tribakti
Kediri tahun 2000-2005
2. Dosen tetap Bidang Studi Perkembangan Modern dalam
Islam, Hukum Perdata Islam dan Filsafat Hukum Islam di Institut
Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri tahun 2004-sekarang
3. Dosen Fiqh Muamalah, Masail Fiqhiyah, Fiqh Kontemporer,
Filsafat Hukum Islam di di Sekolah Tinggi Ilmu Syari‟ah (STIS)
Wahidiyah Kediri tahun 2004-sekarang
4. Dosen luar biasa Pesikologi Agama dan Bahasa Ingris di Sekolah
Tinggi Agama Islam (STAIN) Tulungagung tahun 2004-2005
5. Dosen Qowaidul Fiqhiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam
Miftahul ‘Ula (STAIM) Nglawak Kertosono tahun 2003-2004
6. Dosen Ilmu Kalam dan Sejarah Peradaban Islam di Fakultas
Syari‟ah Universitas Darul ‘Ulum Jombang tahun 2003
Pengalaman Mengajar Pendidikan Nonformal
1. Guru Sharah al-Waraqa>t Pondok Pesantren al-Hikmah Porwoasri
Kediri, tahun 2003-2006
2. Guru Fath al-Qarib, Sullam at-Taufiq, Riya>d} al-Badi>>‟ah,
Ta‟li>m al-Muta‟lim, Sorf wa al-Nahwi dan Ahlak al-Banat di
Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Jombang, tahun 2001-2006
Karya Tulis
1. Pengaruh fasilitas Hiburan Audio Visual Terhadap Aktivitas
Belajar Siswa di Rumah pada SLTP Negeri 3 Peterongan Jombang
(Skripsi)
2. Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap Perceraian di
Pengadilan Agama Kabupaten Jombang (Tesis)
3. Pemikiran Hukum Pidana Islam (tidak dibublikasikan)
4. Poligami dalam Perspektik politik: studi sejarah poligami pada masa
Nabi saw.
5. Ulama Madura
6. Zakat Profesi dan Implementasi bagi Pegawai Negeri Sipil di
Tulungagung Jawa Timur
Aktivitas Sosial dan Keagamaan
1. Ketua Karang taruna di Desa kelahiran tahun 1992
2. Ketua Ikatan Keluarga Pondok Pesanteren Darul ‘Ulum
(IKAPDAR) Komesariat Tuban dan Bojonegoro tahun 1995-1998
3. Wakil bidang Musabaqah Hifdhil al-Qur'an (MHQ) di Pondok
Pesanteren Darul ‘Ulum tahun 1996
4. Dakwa dan Khutbah rutin di Masjid Nur Ahad Tuban, dan Masjid
Jami' Kecamatan Purwoasri Kediri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdullah, Samsuddin. Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi
Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Abdullah, Syarifuddin. Zakat Profesi. Jakarta: Moyo Segoro Agung,
2003.
Al-Anshari, Abū Yahya Zakariyah. Fa>th al-Wa>hab. Vol. 1.
Bairut: Da>r al-Fikr, 1994.
Al-Assal, Ahmad Muhammad dan Abd al-Karim Fathi Ahmad.
Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam.
Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Al-Bukha>ri>, Muhammad bin „Isma>‟i>l. Shaih al-Bukha>ri>:
Matan Masykul bil-Hasyiyyatis-Sanadi. Vol. 1.
Mesir : Mustafa „Isa> al-Ba>bi> Halabi>l, t.th.
Al-Ghaza>li>, Abu Hamid. Ihya>‟ „Ulu>m al-Di>n. Vol.1-2.
Beirut: Da>r al-Fikr, 1989.
Ali, Atabik. Muhdlor dan Ahmad Zuhdi ed. Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika,
2003.
Ali, Nuruddin Mhd. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan
Fiskal. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Al-Jabiri, Muhammad. Agama Negara dan Penerapan Syariah. Terj.
Mujiburrahman. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
2001.
Al-Kurdy, Muhammad bin Sulaiman. H}awa>shi> al-Madaniya>h,
Vol. 2 Surabaya: al-Haramayn Sangkapura Bungul
Indah, t.th.
Al-Qard}awi>, Yusuf. Fiqh al-Zaka>h. Vol. 1-2. Bairut: Muassasah
al-Risa>lah, 1991.
--------------. Retorika Islam. Terj. A. Abdillah. Jakarta: Khalifa,
2004.
--------------. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi
Kerakyatan. Terj. Sari Nalurita.
Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.
Al-Roubaie, Amer.“Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim:
Sebuah Penilaian Kuantitatif”. Terj. Elisabeth
D.D. Islamia, edisi 3, Desember 2005.
Al-Sha>tibi>, Abū Isha>q. Al-Muwa>faqa>t fi-Us}hūl al-Ahka>m.
Vol. 4. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabiyah, 1934.
Al-Shafi>„i>, Muhammad bin Idris. Al-Umm.Vol.1. Mesir: Al-
Kuliyyatul-Azhariyah Husain Muhammad al-Babi
al-Munyawi, 1961.
--------------. Al-Risa>lah. Vol. 2. Bairut: Da>r al-Kutub al- 'Ilmiyah,
1983.
Al-Shah}atah, Huseyn. Akuntansi Zakat Panduan Praktis
Penghitungan Zakat Kontemporer, Terj. A. Syakur.
Jakarta: Pustaka Progresif, 2004.
Al-Shaikh, Ibrahim Yasin. Cara Mudah Menunaikan Zakat. Terj.
Wawan ed. Bandung: Pustaka Madani, 1997.
Al-Uthaimin, Syaikh Muhammad Shalih. Ensiklopedi Zakat, Terj.
Imanuddin. Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2008
Alvi, A. Shafiq. dan Al-Roubaie Amer (ed). Strategi Pertumbuhan
Ekonomi yang Berkesinambungan dalam Prespektif
Islam”. Terj. Elisabeth D.D. Islamia, edisi 5,
April-Juni 2005.
Al-Zuh}ayli>, Wahbah. Al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh. Vol. 2.
Damaskus: Da>r al-Fikr, 1997.
Amin, Ma‟ruf. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama RI, 2003.
An-Nawa>wi>, Muhammad. Tafsi>r Al-Munir. Vol.1. Mesir: Al-
Ima>m, t.th.
An-Nawa>wi>, Muhyiddi>n Abū Zakariyah Yahya> bin Syaraf. Al-
Majmū‟ Sharh al-Muhadhab. Vol. 6. Mesir : Al-
Imâm, t.th.
Apeldoorn, L.J. Van. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya
Paramita,1985.
Arifin, Bustanul. Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar
Sejarah, Hambatan, dan Prospeknya. Jakarta:
Gema Insani Press, 1996.
Arkoun, Muhammed, Rethinking Islam: Common Questions,
Uncommon Answers, Oxford: Westview Press,
1994.
--------------. Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama,
Ruslani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Armando, Nina M. et . Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, t.th.
Armstrong, Karen. Muhammad Sang Nabi Sebuah Biografi Iritis.
Terj. Sirikit Syah. Surabaya: Risalah Gusti, 2004.
Ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. Pedoman Zakat.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999.
--------------. Beberapa Permasalahan Zakat. Jakarta: Tintamas
Indonesia, 1976.
Asy-Sharbashi, Ahmad. Yas‟Alunaka Tanya Jawab Lengkap Tentang
Agama dan Kehidupan. Terj. A. Subandi. Jakarta:
Lentera Basritama, 1999.
Aziz, Dahlan Abdul. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeve, 2003.
Azizi, Qadri. Reformasi Bermazhab Sebuh Ikhtisar Menuju Ijtihad
sesuai Saintifik-Modern. Jakarta: Teraju, 2003.
--------------. Membangun Fondasi Ekonomi Umat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
Barbie, Earl, The Practice of Social Research. Belmont, CA: An
International Thomson Publishing Company, 1998.
Beilharz, Peter. Teori-Teori Social. Terj. S. Jatmiko. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
Berger Peter L. dan Luckmann, Thomas. The Social Construction of
Reality.Garden City, NY.: Anchor Books, 1967.
Coleman, James S., Dasar-Dasar Teori Sosial. Tej Imam Muttaqien
Bandung: Nusa Media, 2008.
Dardjat, Zakiah. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa. Jakarta: Ruhama,
1991.
Daud Ali, Muhammad. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf.
Jakarta: UI Press,1988.
--------------. Daud Ali dan Daud, Habibah. Lembaga-Lembaga Islam
di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Departemen Agama R.I., Peraturan Perundang-undangan
Pegelolahan Zakat dan Keputusan. Menteri Agama
RI Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang
Pegelolahan Zakat. Jakarta: Proyek Peningkatan
Zakat dan Wakaf Ditjen Binbaga dan
Penyelenggaraan Haji, 2003.
Djailani, Timar dan Darajadjat, Zakiah. Islam untuk Disiplin Ilmu.
Jakarta: Departemen Agama R.I. 1997.
Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Terj. Eva
Y. et. al. Bandung: Mizan, 2002.
Fuad, Mahsun. Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris
Hingga Emansipatoris. Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara, 2005.
Gadamer, Hans George. Hermeneutics and History, Republished:
Polity Press, 1987.
Ghafur, Waryono Abdul. Tafsir Sosial. Yokyakarta: eLSAQ Press,
2005.
Ghazali, Syukri ed. Pedoman Zakat, vol. 9. Jakarta: Proyek
Pembinaan Zakat dan Wakaf, 1986.
Giddens, Anthony. Konsekuensi-Konsekuensi Modernitas. Terj.
Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
Giddens, Antony ed. Sosiologi Sejarah dan Berbagai
Pemikirannya. Terj. N. Rochani. Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2004.
Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam. Terj. Mas‟adi dan Ghufron.A.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Goldscheider, Calvin. Populasi, Modern, dan Struktur Sosial, Terj.
Nin Bakdi. Jakarta: Rajawali, 1985.
Grossman, Gregory. Sistem-Sistem Ekonomi. Terj. A. Sidik. Jakarta:
Bumi Aksara, 2001.
Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta:
Gema Isnsani Press, 2002.
--------------. Panduan Praktis tentang Zakat Infak Sedekah. Jakarta:
Gema Insani Press, 2004.
Harahap, Syahrin. Islam: Konsep dan Implementasi. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 1999.
Hardiman, Budi Faransisco. Melampaui Positivisme dan
Modernitas.Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Hasan, M. Ali. Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan.
Jakarta: Raja Grafindo, 2000.
Helmy, Masdar. Pedoman Praktis Memahami Zakat dan Cara
Menghitungnya. Bandung: Alma‟arif, 2001.
Hendrojono. Sosiologi Hukum Pengaruh Perubahan Masyarakat dan
Hukum. Surabaya: Srikandi, 2005.
Hendropuspito, D. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1983.
Hoker M. B. Islam Mazhab Indonesia Fatwa dan Perubahan Sosial,
terj. Iding Rosyidin Hasan Jakarta: Teraju, 2003.
Hoselitz, Bert F. ed. Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial Pemerkaya
Pendekatan Antar Disiplin dan Bacaan Awal
Sebuah Memilih Spesialisasi. Jakarta: Rajawali, t.t.
Inayah, Gazi. Teori Komperhensif Tentang Zakat dan Pajak
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003.
Ismail, Muhammad Satori ed. Menjadi Hambah Rabbani
Merahi Keberkahan Bulan Suci. Jakarta: Pustaka
Ikadi, 2004.
Johnson, Alvin S. Sosiologi Hukum. Terj. R. Simamora. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Joseph, Jonathan. Social Theory. Edinburgh: University Press, 2003.
Jumantoro, Totok. Amin dan Samsul Munir. Kamus Ushul Fikih.
Amzah, 2005.
Ka‟bah, Rifyal. Penegakan Syari‟at Islam di Indonesia. Jakarta:
Khairul Bayan, 2004.
Khallaf, Abdul Wahhab. Politik Hukum Islam. Terj. Z. Andnan.
Yogyakarta: Ikapi, 2005.
Lapidus, Ira .M. Sejarah Sosial Umat Islam, Jil. I. dan II. Ghufron A.
et Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Mahendra, Yusril Ihza. Modernisme dan Fundamentalisme dalam
Politik Islam, Terj. Mun‟im A.Sirry. Jakarta:
Paramadina, 1999.
Mahfudh, Sahal. Nuansa Fiqih Sosial.Yogyakarta: LKiS, 2004.
Manan, Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media,
2005.
Mas'udi Masdar F. Agama Keadilan. Jakarta: Pustaka Firdaus,1990.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. Terj. Masykur
ed. Jakarta: Lentera Basritama, 2004.
Muhammad Kusaini, Taqizuddin Ibn Abu Bakar. Kifa>yah al-
Akhya>r. Vol.1. Da>r al-Kutub al-„Arabiyah, t.th.
Muhammad, Sahri. Pembangunan Zakat dan Infak dalam Usaha
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.
Surabaya: Al-Ikhlas, 1982.
Mulkhan, Abdul Munir. Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam
Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Roykhan,
2005.
Naqvi, Syed Nawab Haider. Mengagas Ilmu Ekonomi Islam. Terj. M.
Saiful A. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Nasution, Harun dan Azra, Azyumardi. Perkembangan Modern
Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1985.
Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran.
Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Nasution, Mustafa Edwin et. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, t.th.
Palmer, Richard E. Hermeneutika Teori Baru Mengenal
Interpretasi. Terj. M. Hery. D. Muhammed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Permono, Sjechul Hadi. Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka
Pembagunan Nasional: Persamaan dan
Perbedaanya dengan Pajak. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1995.
--------------. Dinamisasi Hukum Islam Dalam Menjawab Tantagan
Era Globalisasi, Surabaya: Demak Press, 2002.
--------------. Pemerintah Indonesia sebagai Pengelolah Zakat.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.
--------------. Formula Zakat. Surabaya: Aulia Surabaya, 2005.
Polma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Terj. Tim Yasogama.
Jakarta: Rajawali Press, 2000.
Qadir, Abdurrachman. Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Social.
Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998.
Rafiq, Ahmad. Fiqh Kontekstual dari Normatif Kepemaknaan Social.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Terj. Soeroyo.
Nastagin.Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa,
2002.
Rais, Amin.ed. Ensiklopedi Muhammadiyah. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, t.th.
Rakhmat, Jalaluddin. Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang
Cendikiawan Muslim. Bandung: Penerbit Mizan,
1988.
Rasyid, Hamdan, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual.
Jakarta: Al-Mawardi Prima IKAPI Jaya, 2003.
Rex, John. Analisa Sistem Social. Jakarta: Bina Aksara, 1985.
Ridwan, M. Deden. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam. Bandung:
Yayasan Nuansa Cendekia, 2001.
Ritzer, George. Teori Sosial Postmodern. Terj. M. Taufik.
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
Rosyada, Dede. Hukum Islam dan Pranata Social. Jakarta: Raja
Grafindo Persada,1999.
Rosyidi, Suherman. Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada
Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
Rusyd, Ibnu. Bida>yatul Mujtahid. Vol.1. Beirut: Da>r al-Jiil, 1989.
Sarantakos, Sotirios. Social Research. second edition. South Yarra:
Macmillan Education Australia PTY Ltd, 1998.
Schacht, Joseph. An Introduction to Islamic Low. Oxford University
Press, 1964.
Scharf, Betty R. Sosiologi Agama, Terj. Machnun Husein. Jakarta:
Kencana, 2004.
Shahrur, Muhammad. Prinsip dan Dasar Hermeneutika al- Qur‟a>n
Kontemporer. Terj. Sahiron. S.Yogyakarta: eLSAQ
Press, 2004.
Sherwani, Haroon Khan. Mempeladjari Pendapat Sarjana Islam
Tentang Administrasi Negara. Terj. M.A.Lubis.
Jakarta: Tirtamas, 1964.
Shihab, Alwi. Memilih Bersama Rasulullah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishba>h Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Qur‟a>n. Jakarta: Lentera Hati,
2004.
--------------. Membumikan Al-Qur‟a>n: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan,
1999.
Singarimbun, Masri dan Effendi Sofian. Metode Penelitian Survai.
Jakarta: LP3ES, 1989.
Siswomihardjo, Koento Wibisono. Arti Perkembangan Menurut
Filsafat Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1996.
Sjadzali, Munawir. Ijtihad Kemanusiaan. Jakarta: Paramadina, 1997.
Soekanto, Soerjono. Beberapa Teori Sosiologis tentang Struktur
Masyarakat. Jakarta: Rajawali, 1984.
Soenarjo. Al-Qur‟a>n dan Terjemahannya. Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir al-Qur‟a>n: Jakarta: 1971.
Sofyan, Syofrin. Hidayat, Asyhar. Hukum Pajak dan
Permasalahnaya. Bandung: Refika Aditama, 2004.
Sou‟yb, Joesoef. Masalah Zakat dan Sistem Moneter. Medan:
Rimbow, 1987.
Strauss, Anselm. Corbin, Juliet. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
Terj. Shodiq dan Imam.M. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Suharto, Ugi. Keuangan Publik Islam Reinterpretasi Zakat dan
Pajak. Terj. Tim STIS Jogja. Yogyakarta: Pusat
Studi Zakat Islamic Business School, 2004.
Suhartono, Suparlan. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern.
Jogjakarta:Ar-Ruzz, 2005.
Sumitro, Warkum. Perkembangan Islam di Tengah Dinamika Sosial
politik di Indonesia, Malang: Bayumemedia
Publishing IKAPI Jatim, 2005.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
Suyanto, Bagong. Sutinah et al. Metodologi Penelitian Sosial:
Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada
Media, 2005.
Syah, Ismail Muhammad. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 1992.
Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, 2005.
--------------. Bukan Dunia Berbeda Sosiologi Komunitas Islam.
Surabaya: Pustaka Eureka, 2005.
Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Sztompka, Piötr. Sosiologi Perubahan Social. Terj. Alimandan.
Jakarta: Pernada Media, 2005.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Talimah, Ishom. Manhaj Fiqh Yusuf al-Qardawi. Terj. Samson
Rahman. Jakarta: Islamuna Press,1996.
Tebba, Sudirman. Sosiologi Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press,
2003.
Turner, Bryan S. Mengguat Sosiologi Sekuler Studi Analisis
Sosiologi Weber. Terj. M. Abdullah. Yogyakarta:
Suluh Press, 2005.
Watt, William Montgomery. Fundamentalisme Islam dan
Modernitas. Terj. Taufik Adnan A. Jakarta: Raja
Grafindo, tth.
Weiner, Myron. Modenisasi Dinamika Pertumbuhan. Gaja Mada
Universiy Press, 1984.
Wrong, Dennis. Max Weber Sebuah Khazanah. Terj. A. Asnawi.
Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003.
Yanggo, Chuzaimah T dan Anshary Hafiz. Problematika Hukum
Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
Yasid, Abu. Fiqh Realitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Zahrah, Muhammad Abu. Zakat dalam Prespektif Sosial. Terj.
Ali Zawawi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.
Zahro, Ahmad. Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa‟il 1926-
1999. Yogyakarta: LKiS, 2004.
Zaid, Nasr Hamid Abu. Tekstualitas Al-Qur‟a>n. Terj. K.
Nahdliyyin. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,
2005.
Zijderveld, Anton C. The Abstaract Sosiety, Middlesex: Penguin
Books, 1970.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji Masagung, 1994.
Zun, Sya. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.
Majalah dan Jurnal
Akmal, “Kecerdasan Emosi (EQ) dalam Pendidikan Islam” Jurnal
Al-Fikra, Volume 4, Nomor 2 (Juli, 2005), 184.
Al-Roubaie , Amer. “Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim”
Majalah Islamia, Volume 2, Nomor 3 (Desember
2005), 91.
Gazo, Ernest Wolf. “Weber and Islam” dalam Research Approaches,
Volume 16, Nomor 2 (Maret, 2005), 45.
Hidayat, Nur. “Zakat Pendidikan” Jurnal al- Falah, Edisi 98,
Dzulqa'dah 1416 (Mei 1996), 21.
Mustapha, Nik. "Zakat in Malaysia Present and Future Status” dalam
Journal of Islamic Economics,Volume 1, Nomor 1
(Agustus, 1987), 50.
Solihu, Abdul Kabir Hussain, “Hermeneutika al-Qur‟a>n menurut
Muhammad Arkoun: Sebuah Kritik” Majalah
Islamia, Volume 1, Nomor 2 (Agustus, 2004), 25.
Syaifudin, Muhammad. “Pengaruh Berbagai Sistem Terhadap Sistem
Pendidikan Islam di Indonesia” Jurnal al-Fikra,
Volume 4, Nomor 2 (Juni, 2005), 23.
Turner, Bryan S. “Islam Capitalism and the Weber Theses” The
British Journal of Sociology, Volume 25, Nomor 2
(Juni, 1974), 235-236.
Internet
Abdurrahman, Rafi Epri. “Portal Infak”, Club Community, dalam
http://www. esc. net. artikel/epri/hur 01.html (21 Mei
2006)
Dahlan, Mohammad Ali B. “Zakat Profesi Pegawai Negeri Sipil”,
dalam http://www. Suara NTB Aspirasi Rakyat. 26/01
/1429 news.php (02 Nopember-Desember 2005).
Dompet Sosial Madani, “Zakat Profesi”, dalam http://www. DSM
Bali. co.id (25 September 2006)
Nuareni, “Zakat Profesi”, dalam http://www.fajar. co.id (25
September 2007)
Oktavinanda, Pramudya Azhar. “Ketika Hukum Harus Memilih
Perdebatan Antara Kedaulatan Manusia dan Kedaulatan
Hukum”, Penelitian, http:// Ecs. Soton.ac.uk/survay html,
Monday, November 22 @ 09: 35:59 WIT, 2003, (7 Mei
2006)
Rafiq, Ahmad dan Abdushomad Adib. “Membangun Hukum Islam
Khas Indonesia”, dalam
http://www.suaramerdeka.com/harian/25/kha 2.htm,0206,
(2 Pebruari 2006)
Republika, “Zakat Profesi”, dalam http://www.republika. co.id (29
Oktober 2004)
Rumah Zakat, “Zakat Profesi”, dalam http://www. ovoer. com (5
Januari 2008)
Suara NTB “Zakat Profesi”, dalam http://www.id. aspirasi rakyat.
org.id (18 Nopember 2005)
Yayasan Zakat Membangun, “Zakat Profesi”, dalam
http://www.yazam. or.id (25 Maret 2007)
Zakat BAZ Surabaya, “Zakat Profesi”, dalam http://www. zakat
surabaya. htm (21 Desember 2007)
Artikel
Arief, Mungin. “Zakat Penghasilah (Zakat Profesi): Mengamati
Kesadaran Berzakat dan Berinfak bagi Pegawai
Negeri Sipil di Tulungagung”, dalam Buletin BAZ
Tulungagung, (2 April 2007), 1.
--------------. “Sekalilagi tentang Zakat dan Infak serta tentang
Pentasarufannya pada Kegiatan Produktif dan
Kemaslahatan Umum”, Buletin BAZ Tulungagung,
(21 Mei 2006), 2.
Surat-surat Keputusan
Surat Keputusan Bupati Nomor 324 tahun 2004.
Surat Rekomendasi Bupati tahun 2007.
Tjahjono, Heru. Naskah Surat Edaran Bupati Nomor 451, Nopember
2004.
Wawancara
Abas, Hasyim, Wawancara, Jombang 6 Oktober 2006.
Abdurrahman, Syafi'i .Wawancara, Tulungagung, 23 Agustus 2008.
Abidin, Zainal, Wawancara, Blitar 22 Mei 2008.
Ahmad,Wawancara, Tulungagung, 29 April 2008.
Arief Mungien. Wawancara, Tulungagung, 17 April 2007.
Arifin Zainal, Wawancara, Tulungagung , 12 April 2008.
Asmiyati. Wawancara, Tulungagung, 18 April 2007.
Asror Ma‟ruf, Wawancara, Tulungagung, 3 Mei 2008.
Aziz Muhaimin, Wawancara, Tulungagung, 12 September 2005.
Fancholiq, Wawancara, Tulungagung, 2 Mei 2008.
Hadi Gatot Usman, Wawancara, Tulungagung, 4 Juli 2007.
Hartono, Wawancara, Tulungagung, 15 Juli 2006.
Haryono, Wawancara, Blitar, 22 Mei 2008.
Karoroh Hanik, Wawancara, Tulungagung, 20 Mei 2008.
Khalik, Wawancara, Tulungagung, 2 Juni 2006.
Kholiq Abdul, Wawancara, Tulungagung, 17 Maret 2007.
Latifah, Qoriyatul. Wawancara, Tulungagung, 29 Januari 2008.
Mahfud, Wawancara, Blitar, 22 Mei 2008.
Marianto, Bambang. Wawancara, Sleman 2 Oktober 2008.
Marzuki, Wawancara, Tulungagung, 30 April 2007.
Mashuri, Wawancara, Tulungagung, 21 April 2007.
Masngudin, Wawancara, Blitar, 22 Mei 2008.
Massarief Anang Imam, Wawancara, Tulungagung, 5 Mei 2008.
Master, Wawancara, Tulungagung, 3 Pebruari 2008.
Mu‟amar, Wawancara, Tulungagung, 4 Mei 2008.
Mudiono, Wawancara, Trenggalek, 15 Mei 2008.
Muhadi, Wawancara, Tulungagung, 2 Pebruari 2008.
Muhaji, Wawancara, Tulungagung, 29 Januari 2008.
Mujamil, Wawancara, Tulungagung, 29 Mei 2007.
Munigah, Wawancara, Tulungagung, 12 Maret 2007.
Nur Imam Asary, Wawancara, Tulungagung, 28 April 2008.
Nursalim, Wawancara, Tulungagung, 29 April 2008.
Pragoto Mamak, Wawancara, Surabaya, 26 Oktober 2008.
Prayitno Didik, Wawancara,Tulungagung, 4 Mei 2008 .
Setiawan Hendrik, Wawancara, Tulungagung, 23 Agustus 2008.
Sholeh, Ibnu, Wawancara, Kediri, 29 April 2008.
Sirojuddin Abu Sofyan, Wawancara, Tulungagung, 3 Agustus 2007.
Sugiarti Henry, Wawancara, Tulungagung, 29 Januari 2008.
Sunny Efendi, Wawancara, Tulungagung, 4 Mei 2008.
Suparti Tatik, Wawancara, Tulungagung, 17 Januari 2006.
Supeno, Wawancara, Trenggalek, 21 Mei 2008.
Supingi, Wawancara, Tulungagung, 21 Januari 2008.
Supriadi. Wawancara, Tulungagung, 6 Januari 2007.
Supriono, Wawancara, Tulungagung, 27 Agustus 2006.
Tasrip, Wawancara, Tulungagung, 5 Mei 2008.
Taufik Justi, Wawancara, Tulungagung, 20 Maret 2008.
Timbul, Wawancara, Tulungagung, 29 Mei 2006.
Wahono, Wawancara, Tulungagung, 22 April 2007.
Wijianto, Wawancara, Blitar, 22 Mei 2008.
Yuni, Wawancacara, Tulungagung, 3 Maret 2007.