Post on 05-Jan-2016
Makalah Farmasi
FLUOR ALBUS
Oleh:
Pupus Ledysta
G99141056
KEPANITERAAN KLINIK UPF/LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Fluor albus (leukorea, keputihan) bukanlah suatu penyakit melainkan
gejala, berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang berlebihan dan
bukan merupakan darah. Dalam dunia kedokteran disebut sebagi leukorea / white
dischargea / vaginal dischargea.
Fluor albus dibagi menjadi: fisiologik (normal) dan patologik (tidak
normal). Fluor albus fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat
ovulasi, karena rangsang seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan
kontrasepsi hormonal, pembilasan vagina yang rutin. Fluor albus yang patologis
diakibatkan oleh infeksi alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih
proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi Gonokokus, Trikomonas, Klamidia,
Treponema, Kandida, Human papiloma virus, dan herpes genitalis.
Penyebab paling penting dari fluor albus patologik adalah infeksi.
Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan Anamnesa, gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang. Prefentif: Pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara
seperti memakai alat pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis atau
melakukan pemeriksaan secara dini. Kuratif : Pada fluor albus fisiologis tidak ada
pengobatan khusus, penderita diberi penerangan untuk menghilangkan
kecemasannya. Pada fluor albus patologis: Terapi fluor albus harus disesuaikan
dengan etiologinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fluor albus (white discharge, leukorea, keputihan) bukanlah suatu
penyakit melainkan gejala berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat
genital yang berlebihan dan bukan merupakan darah. Dalam kondisi normal,
kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar,
bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari
kelenjar Bartolin. Selain itu sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas
bakteri yang hidup pada vagina yang normal. Vagina merupakan organ
berbentuk yang panjangnya berkisar 8-10 cm, berdinding tipis dan elastis yang
ditutupi epitel gepeng berlapis pada permukaan dalamnya. Lapisan epitel
vagina tidak mempunyai kelenjar dan folikel rambut, dinding depan dan
dinding belakang saling bersentuhan.
Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari
tubuh sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi
normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna
kekuningan ketika mengering pada pakaian. Sekret ini non-irritan, tidak
mengganggu, tidak terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5. Flora normal
vagina meliputiCorinebacterium, Bacteroides, Peptostreptococcus,
Gardnerella, Mobiluncuc, Mycoplasma danCandida spp. Lingkungan dengan
pH asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan olehLactobacillus
Doderlin.
Dapat dibedakan antara fluor albus yang fisiologik dan yang patologik.
Fluor albus fisiologik diproduksi oleh kelenjar pada leher rahim (serviks),
dinding vagina dan kelenjar bartholin dibibir kemaluan, menyatu dengan sel-
sel dinding vagina yang lepas serta bakteri normal didalam vagina, bersifat
asam dan berperan penting dalam menjamin fungsi yang optimal.
Penyebab paling penting dari fluor albus patologik ialah infeksi. Disini
cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan
sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina,
serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan fluor albus patologik, begitu pula
pada adneksitis. Fluor albus juga ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas,
apabila tumor tersebut sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-
alat genital.
B. Epidemiologi
Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang
wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak
mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya, meskipun kasus ini
lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi yang rendah.
Flour albus patologis sering disebabkan oleh infeksi, salah satunya
Bateri Vaginosis (BV) adalah penyebab tersering (40-50% kasus terinfeksi
vagina), Vulvovaginal Candidiasis (VC) disebabkan oleh jamur candida
species, 80-90% oleh candida albicans, Trichomoniasis (TM) disebabkan oleh
trichomoniasis vaginalis, angka kejadiannya sekitar 5-20% dari kasus infeksi
vagina.
C. Etiologi
Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan
pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding
lateral dan anterior vagina.
Fluor albus fisiologik ditemukan pada :
1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
2. Menjelang atau setelah haid.
3. Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Hal ini
berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi pada
senggama.
4. Ovulasi, sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.
5. Kehamilan
6. Stres, kelelahan
7. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
8. Pengeluaran sekret dari kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita
dengan penyakit menahun, dan pada wanita dengan ektropion porsionis
uteri.
Sedangkan fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:
1. Infeksi
a. Bakteri :
1) Gonococcus
Penyebab Gonococcus adalah coccus gram negative
“Neisseria gonorrhoeae” ditemukan oleh Neisser in 1879. N.
gonorrhoeae adalah diplokok berbentuk biji kopi, bakteri yang
tidak dapat bergerak, tidak memiliki spora, jenis diplokokkus gram
negatif dengan ukuran 0,8 – 1,6 mikro, bersifat tahan asam. Bakteri
gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang cenderung
mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan
terhadap oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam
pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi
untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin
dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah
kering dan suhu rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-37°C dan
pH 7.2-8.5 untuk pertumbuhan yang optimal.
Pada sediaan langsung dengan gram bersifat tahan asam.
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram bersifat gram
negative, terlihat diluar dan dalam leukosit, kuman ini tidak tahan
lama diudara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, dan tidak
tahan zat desinfektan.
Secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1
dan 2 yang mempunyai pili dan bersifat virulen, serta 3 dan 4 yang
tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat
pada mukosa epitel dan akan menyebabkan reaksi radang.
Organisme ini menyerang membran mukosa, khususnya epitel
kolumnar yang terdapat pada uretra, servik uteri, rectum, dan
konjungtiva.
Gambar 1. Bakteri N. Gonorrhoeae
Gambaran tersebut dapat terlihat pada pemeriksaan Pap
Smear, tetapi biasanya bakteri ini diketahui pada pemeriksaan
sedian apus dengan pewarnaan Gram. Cara penularan penyakit ini
adalah dengan senggama.
2) Chlamidia trachomatis
Bakteri ini sering menyebabkan penyakit mata yang dikenal
dengan penyakit traukoma. Bakteri ini juga dapat ditemukan pada
cairan vagina yang berwarna kuning seperti pus. Sering kencing
dan terdapat perdarahan vagina yang abnormal.
Dan terlihat melalui mikroskop setelah diwarnai dengan
pewarnaan Giemsa. Bakteri ini membentuk suatu badan inklusi
yang berada dalam sitoplasma sel-sel vagina.
Gambar 2. Bakteri Chlamidia trachomatis
Pada pemeriksaan Pap Smear sukar ditemukan adanya
perubahan sel akibat infeksi clamidia ini karena siklus hidupnya
tidak mudah dilacak.
3) Gardanerrella vaginalis
Gardanerrella menyebabkan peradangan vagina yang tidak
spesifik dan kadang dianggap sebagai bagian dari mikroorganisme
normal dalam vagina karena seringnya ditemukan. Bakteri ini
biasanya mengisi penuh sel epitel vagina dengan membentuk
bentukan khas dan disebut clue cell. Pertumbuhan yang optimal
pada pH 5.0-6.5.
Gambar 3. Bakteri Gardanerrella vaginalis
Gardanerrella menghasilkan asam amino yang diubah
menjadi senyawa amin yang menimbulkan bau amis seperti ikan.
4) Treponema Pallidum (= Spirochaeta pallida)
Bakteri ini merupakan penyebab penyakit sifilis. Pada
perkembangan penyakit dapat terlihat sebagai kutil-kutil kecil di
vulva dan vagina yang disebut kondiloma lata. Bakteri berbentuk
spiral P: 6 – 15 μ, L: 0,25 μ, lilitan: 9 – 24 dan tampak bergerak
aktif (gerak maju & mundur, Berotasi undulasi sisi ke sisi) pada
pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap.
Gambar 4. Bakteri Treponema Pallidum
Mati pada kekeringan, panas, antiseptik ringan, hidup
beberapa lama di luar tubuh. Penularan dapat secara kontak
langsung yaitu melalui coital à STD dan dapat juga melalui non-
coital (jarum suntik) à sulit terjadi.
b. Jamur
1) Candida albicans
Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih
susu seperti susu pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal,
vagina tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH
10% tampak sel ragi (blastospora) dan hifa semu (pseudohifa).
Gambar 5. Jamur Candida albicans
Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang
subur bagi pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes
mellitus, pemakai pil kontrasepsi. Pasangan penderita juga
biasanya akan menderita penyakit jamur ini. Keadaan yang saling
menularkan antara pasangan suami-istri disebut sebagai
phenomena ping-pong.
c. Parasit
1) Trichomonas vaginalis
Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan
dapat bergerak berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat
dipantau dengan mikroskop.
Gambar 6. Parasit Trichomonas vaginalis
Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun
jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti
handuk atau bibir kloset.
d. Virus
1) Virus Herpes simpleks
Virus herpes yang paling sering > 95% adalah virus herpes
simpleks tipe 2 yang merupakan penyakit yang ditularakan melalui
senggama. Namun 15-35% dapat juga disebabkan virus herpes
simpleks tipe 1.
Gambar 7. Virus Herpes simpleks
Pada awal infeksi tampak kelainan kulit seperti melepuh
seperti terkena air panas yang kemudian pecah dan meimbulkan
luka seperti borok. Pasien merasa kesakitan.
2) Human Papilloma Virus
Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm )
yang mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh
kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang
tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral.
Berkembang biak pada inti sel.
Human Papilloma Virus merupakan penyebab dari
kondiloma akuminata. Kondiloma ditandai dengan tumbuhnya
kutil-kutil yang kadang sangat banyak dan dapat bersatu
membentuk jengger ayam berukuran besar.
Gambar 8. Human Papilloma Virus
Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal. Penyakit ini
ditularkan melalui senggama dengan gambaran klinis menjadi
lebih buruk bila disertai gangguan sistem imun tubuh seperti pada
kehamilan, pemakain steroid yang lama seperti pada pasien dengan
gagal ginjal atau setelah transplantasi ginjal, serta penderita HIV
AIDS.
2. Iritasi :
a. Sperma, pelicin, kondom
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian
c. Deodorant dan sabun
d. Cairan antiseptic untuk mandi.
e. Pembersih vagina.
f. Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
g. Kertas tisu toilet yang berwarna.
3. Tumor atau jaringan abnormal lain
Tumor atau kanker akan menyebabkan fluor albus patologis akibat
gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga
menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah
rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya
pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan O2 pada
sel tumor atau kanker tersebut.
Pada keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang
banyak dan berbau busuk akibat terjadinya proses pembusukan tersebut
dan sering kali disertai adanya darah yang tidak segar.
4. Benda asing
Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda
tertentu yang dipakai sewaktu senggama, adanya cincin pesarium yang
digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang pengeluaran
caian vagina secara berlebihan. Jika rangsangan ini menimbulkan luka
akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari flora normal yang
berada dalam vagina sehingga timbul fluor albus.
5. Radiasi
6. Fistula
7. Penyebab lain :
a. Psikologi : Volvovaginitis psikosomatik
b. Tidak diketahui : “ Desquamative inflammatory vaginitis”
D. Patogenesis
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret
vagina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu
diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh
jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak
sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung
sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks, yang akan
bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang
dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
glikogen, dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan
endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi dari
estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Doderlein) dan
produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8-
4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan
oleh Candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena
perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal
sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi
adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi,
kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol,
pemakaian pakaian ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang
tinggi.
Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen
saat kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan progesterone karena
kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel
vagina dan merupakan media bagi prtumbuhan jamur. Candida
albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini
bisa asimtomatis atau sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan
obat immunosupresan juga menajdi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis.
Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan
progesterone menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen
sehingga berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari Trichomonas
vaginalis.
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena
pengaruh bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina
sehingga bakteri patogen itu mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi,
hubungan seksual, stres dan hormon dapat merubah lingkungan vagina
tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen.
Pada vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat
menurunkan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus
acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan memacu pertumbuhan
Gardnerellavaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang normalnya
dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya
amin, yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina.
Amin juga merupakan penyebab timbulnya bau pada fluor albus pada
vaginosis bacterial.
Fluor albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita
tuberculosis, anemia, menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada
perempuan dengan keadaan umum yang jelek, higiene yang buruk dan pada
perempuan yang sering menggunakan pembersih vagina, disinfektan yang
kuat.
E. Gambaran Klinis
Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret
vagina merupakan suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu
yang sering kali muncul dan sebagian besar perempuan pernah mengalaminya
dan akan memberikan beberapa gejala fluor albus:
1. Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri.
2. Sekret vagina yang bertambah banyak
3. Rasa panas saat kencing
4. Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal
5. Berwarna putih kerabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk
Pada infeksi karena Gonokokus, kelainan dapat ditemui adalah
orifisium uretra eksternum merah, edema, labia mayora dapat bengkak, merah
dan nyeri tekan. Cairan yang keluar dari vagina pada infeksi ini yang lebih
dikenal dengan nama gonorrhea ini berwarna putih kental/ kekuningan
(mukopurulen) yang sebetulnya merupakan nanah yang terdiri dari sel darah
putih yang mengandung Neisseria gonorrhea. Kadang-kadang kelenjar
bartholini ikut meradang dan terasa nyeri waktu berjalan atau duduk. Pada
pemeriksaan melalui spekulum terlihat serviks merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen.
Gambar 9. Gambaran klinis servisitis GO
Pada infeksi klamidia biasanya tidak bergejala. Sekret vagina yang
berwarna kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan vagina
yang abnormal.
Gambar 10. Gambaran klinis servisitis non GO
Vaginosis bacterial menyebabkan sekret vagina yang keruh, encer,
putih abu-abu hingga kekuning-kuningan dengan bau amis dan juga
memberikan gambaran vulva dan vagina yang hiperemis, sekret yang melekat
pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau berkilau. Pada
pemeriksaan serviks dapat ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur
darah yang keluar dari ostium uteri internum. Bau semakin bertambah setelah
hubungan seksual.
Gambar 11. Gambaran klinis Vaginosis bacterial
Pada sifilis yang disebabkan oleh bakteri Triponema Pallidum tampak
cairan putih kekuningan, bau anyer, terdapat luka pada bibir kemaluan, yang
tidak nyeri, disertai pembesaran kelenjar getah bening pada lipatan paha kanan
kiri.
Gambar 12. Gambaran klinis sifilis
Pada Kandidiasis Vaginalis dapat ditemukan peradangan pada vulva
dan vagina, gatal dari sedang hingga berat dan rasa terbakar kemerahan dan
bengkak. Pada dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil
berwarna putih yang jika diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah.
Sekret vagina menggumpal putih kental.
Gambar 13. Gambaran klinis Kandidiasis VulvoVaginalis
Pada Trikomonas Vaginalis (Trikomoniasis) dinding vagina tampak
merah, sembab dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih saat berkemih.
Pada pria sering tanpa gejala sehingga mereka tidak menyadari dan
menularkan pada istri atau pasangannya.. Kadang terbentuk abses kecil pada
dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna merah
dan dikenal sebagai Strawberry appreance. Bila sekret banyak dikeluarkan
dapat menimbulkan iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna.
Sekret vagina biasanya sangat banyak, berwarna kuning kehijauan,
berbusa/berbuih menyerupai air sabun dan berbau busuk.
Gambar 14. Gambaran klinis Trikomoniasis/ Vaginitis Trikomonal
Pada herpes genitalis akan tampak adanya vesikel-vesikel pada vulva,
labia mayor, labia minora, vagina dan serviks. Pada keadaan lebih lanjut dapat
dilihat adanya ulkus-ulkus pada vagina dan serviks.
Gambar 15. Gambaran klinis Herpes Genitalis
Pada Kondiloma akumilata yang disebabkan oleh Human Papiloma
Virus tampak cairan vagina berwarna keputihan, berbau amis, disertai
kumpulan kutil menyerupai jengger ayam.
Gambar 16. Gambaran klinis Kondiloma akumilata
Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna kemerahan
dengan permukaan yang tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang menjadi
granuler, berbenjol-benjol dan ulseratif disertai adanya jaringan nekrotik.
Disamping itu tampak sekret yang kental berwarna coklat dan berbau busuk.
Gambar 17. Gambaran klinis Ca Cervix
F. Diagnosis
Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan Anamnesa, gambaran
klinis dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
a. Usia
Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi
wanita atau wanita dewasa, fluor albus yang terjadi mungkin karena
kadar estrogen yang tinggi dan merupakan fluor albus yang fisiologis.
Wanita dalam usia reproduksi harus dipikirkan kemungkinan suatu
penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi lainnya. Pada
wanita yang usianya lebih tua harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
keganasan terutama kanker serviks.
b. Metode kontrasepsi yang dipakai
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan sekresi
kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya infeksi
jamur. Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada
serviks menjadi meningkat.
c. Kontak seksual
Untuk mengantipasi fluor albus akibat PHS seperti Gonorea, Kondiloma
Akuminata, Herpes Genitalis dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan
kontak seksual terakhir dan dengan siapa melakukan.
d. Perilaku
Pasien yang tinggal di asrama atau bersama temannya kemungknan
tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya fluor albus cukup
besar. Contoh: kebiasan yang kurang baik tukar menukar alat mandi atau
handuk.
e. Sifat fluor albus
Hal yang harus ditanya adalah jumlah, bau, warna, dan konsistensinya,
keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan sudah berapa lama
kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail
karena dengan mengetahui hal-hal tersebut dapat diperkirakan
kemungkinan etiologinya
f. Hamil atau menstruasi
Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi, karena
pada keadaan ini fluor albus yang terjadi adalah fisiologis.
g. Masa inkubasi
Bila fluor albus timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau
pengaruh rangsangan fisik
1) Penyakit yang diderita
2) Penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid.
2. Pemeriksaan Fisis dan Genital
Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi
adanya kemungkinan penyakit kronis, gagal ginjal, ISK, dan infeksi
lainnya yang mungkin berkaitan dengan fluor albus.
Pemeriksaan khusus yang juga harus dilakukan adalah
pemeriksaan genetalia yaitu meliputi:
a. Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna
b. Pemeriksaan spekulum untuk melihat vagina dan serviks
c. Pemeriksaan pelvis bimanual
Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari kontaminasi dengan
lender vagina. Dan dapat disesuaikan dari gambaran klinis sehingga dapat
diketahui kemungkinan penyebabnya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
a. Pengukuran pH
Penentuan pH dengan kertas indicator (N: 3.0-4.5)
Hasil pengukuran pH cairan vagina
1) Pada pH vagina 7.2-8.5 sering disebabkan oleh Gonokokus
2) Pada pH vagina 5.0-6.5 sering disebabkan oleh Gardanerrella
vaginalis
3) Pada pH vagina 4.0-6.8 sering disebabkan candida albican
4) Pada pH vagina 4,0-7.5 sering disebabkan oleh trichomoniasis
tetapi tidak cukup spesifik.
b. Penilaian sedian basah
Penilaian diambil untuk pemeriksaan sedian basah dengan KOH10%
dan NaCl 0.9%. Cairan dapat diperiksa dengan melarutkan sampel
dengan 2 tetes larutan NaCl 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua
di larutkan dalam KOH10%. Penutup objek glass ditutup dan diperiksa
di mikroskop.
1) Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan NaCl 0.9%
sebagai parasit berbentuk lonjong dengan flagelanya dan
gerakannya yang cepat.
2) Candida albicans akan terlihat jelas degan KOH 10% tampak sel
ragi (blastospora) atau hifa semu.
3) Vaginitis non spesifik yang disebabkan oleh Gardnerella
vaginalis pada sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok basil,
lekosit yang tidak seberapa banyak dan banyak sel-sel epitel yang
sebagian besar permukannya berbintik-bintik. Sel-sel ini
disebut clue cell yan merupakan ciri khas infeksi Gardnerella
vaginalis.
c. Perwarnaan Gram
1) Neisseria Gonorhoea memberikan gambaran adanya gonokokus
intra dan ekstra seluler.
2) Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang
berukuran kecil gram negative yang tidak dapat dihitung
jumlahnya dan banyak sel epitel dengan kokobasil, tanpa
ditemukan laktobasil.
d. Kultur
Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti,
tetapi seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam
penafsiran.
e. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi Herpes Genitalis
dan Human Papiloma Virus dengan pemeriksaan ELISA.
f. Tes Pap Smear
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada
serviks, infeksi Human Papiloma Virus, peradangan, sitologi
hormonal, dan evaluasi hasil terapi.
Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus
ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu:
1. Adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah
2. Adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina
3. Duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu
4. pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper.
G. Penatalaksanaan
1. Preventif
Pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara sepeti memakai alat
pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis atau melakukan
pemeriksaan secara dini.
a. Alat pelindung
Memakai alat pelindung terhadap kemungkinan tertularnya
PHS dapat dilakukan dengan menggunakan kondom. Kondom cukup
efektif mencegah terjadinya penularan PHS termasuk AIDS.
b. Pemakaian obat atau cara profilaksis
Pemakaian antiseptik cair untuk membersihkan vagina pada
hubungan yang dicurigai menularkan penyakit kelamin relative tidak
ada jika tidak disertai dengan pengobatan terhadap microorganism
penyebab penyakitnya. Pemakaian obat antibiotik dengan dosis
profilaksis atau dosis yang tidak tepat juga merugikan karena selain
kuman tidak terbunuh juga terdapat kemungkinan kebal terhadap obat
jenis tersebut. Pemakaian obat yang mengandung estriol baik krem
maupun obat minum bermanfaat pada pasien menaupose dengan gejala
yang berat.
c. Pemeriksaan secara dini
Kanker serviks dapat dicegah secara dini dengan melakukan
Pap smear secara berkala. Dengan pemeriksaan Pap smear dapat
diamati adanya perubahan sel-sel normal menjadi kanker yang terjadi
berangsur-angsur, bukan secara mendadak. Kanker leher rahim
memberikan gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah
muda, coklat mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah
intim sebagai tindakan mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan:
a. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat
cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
b. Setia kepada pasangan.
c. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar
tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana
dengan bahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana
terlalu ketat. Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada
waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.
d. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu
dari arah depan ke belakang.
e. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan
karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan
konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih
vagina.
f. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi
pada daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
g. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan
seperti meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak
duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan
kloset sebelum menggunakannya.
2. Kuratif
a. Fisiologis: Tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan
untuk menghilangkan kecemasannya.
b. Patologis: Terapi fluor albus harus disesuaikan dengan etiologinya.
1) Bakteri
a) Gonorhoea
Tiamfenikol 3,5 gram oral
Ofloksasin 400 mg/oral
Kanamisin 2 gram im
Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau Amoksisiklin 3 gr
IM
Ampisiillin 3,5 gram im atau Ditambah : Doksisiklin 2 x
100mg oral selama 7 hari atau Tetrasiklin 4 x 500 mg oral
selama 7 hari
Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
b) Klamidia trakomatis
Ceftriakson 125 mg SD IM
Tetrasiklin 4 x 500mg selama 10-14 hari oral
Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 10-14 hari
Minosiklin dosis 1200mg di lanjutkan 2 x 100 mg/hari
selama 14hari
Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari
Kotrimoksazole sama dengan dosis minosiklin 2 x 2
tablet/hari selama 10 hari
c) Gardnerella vaginalis
metronidazol 500mg, SD selama 7 hari
klindamisin cream 2%, intra vaginal, 5 gr, selama 7 hr
metronidazol gel 0,75 % intravag. 2 x sehari, 5 hr
Alternatif lain:
metronidazol 2 gr, oral, SD, atau
klindamisin 300 mg, oral, 2x /hr, 7 hr
Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan
d) Treponema Pallidum
Diberikan Benzatin Penisillin G 2.4 juta Unit IM dosis tunggal
atau doksisiklin 2x200mg peroral selama 2 minggu.
2) Jamur
Pada infeksi candida albicans dapat diberikan:
a) Sistemik :
Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 7 hari
Itrakonazole 2x200mg peroral dosis sehari.
Flukonazole 150 mg dosis tunggal
Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari
Nimorazol 2 gram dosis tunggal
Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal
Pasangan seksual dibawa dalam pengobatan
b) Topikal :
Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu
Klotrimazol 1% vaginal krim 1 x sehari selama 7 hari
Mikonazol nitrat 2% 1 x sehari selama 7 – 14 hari
Mikostatin 10.000 unit intravaginal selama 14 hari.
Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal mikostatin ini
diberikan seminggu sebelum haid selama beberapa bulan.
3) Parasit
Pada infeksi Trikomonas vaginalis diberikan
a) Harus diberikan pd yg bergejala maupun tidak
Metronidazol 2 gr dosis tunggal, atau
metronidazol 2x 500 mg, 7 hr.
b) Mitra seksual harus diobati: dosis multipel 7 hr
c) Kehamilan: Klotrimazole intravaginal dosis tunggal atau dosis
terbagi
4) Virus
a) Virus herpes simpleks tipe 2
Lesi Primer
Simptomatis : analgesik, kompres NaCl 0.9%
Anti virus
- Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 7-10 hari
- Valasiklovir 2×500 mg/hari selama 7-10 hari
- Famciclovir 3×500 mg/hari selama 7-10 hari
Lesi rekuren
Simptomatis : analgesic
Anti virus
- Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari
- Asiklovir 3 x 400 mg oral selama 5 hari
- Asiklovir 2 x 800 mg oral selama 5 hari
- Valasiklovir 2×500 mg/hari selama 5 hari
- Famciclovir 2×125 mg/hari selama 5 hari
- Asiklovir krim dioleskan 4 x sehari
Povidone iododine bisa digunakan untuk mencegah
timbulnya infeksi sekunder
b) Human Papiloma Virus
Pemberian vaksinasi mungkin cara pengobatan yang rasional
untuk infeksi virus ini, tetapi vaksin ini masih dalam
penelitian.
Kondiloma Akuminata
Dapat diobati dengan menggunakan suntikan interferon
suatu pengatur kekebalan. Dapat diberikan obat topical
podofilin 25% atau podofilotoksin 0.5% ditempat dimana
kutil berada. Bila kondiloma berukuran besar dilakukan
kauterisasi.
Penyebab lain: Vulvovaginitis psikosomatik dengan
pendekatan psikologi. Desquamative inflammatory vaginitis
diberikan antibiotik, kortikosteroid dan estrogen.
H. Prognosis
Prognosis flour albus baik karena infeksinya dapat disembuhkan
walaupun dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat
dipakai.
Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan
pengobatan yang tepat dapat memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-
96%).
BAB III
STATUS PASIEN
A. Identitas Penderita
Nama : Nn. A
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Purbalingga
Tanggal Periksa : 13 Januari 2014
No. RM : 01277300
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Keluar lendir dari kemaluan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dengan keluhan keluar lendir dari
kemaluan. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Lendir dirasakan
muncul 2 hari setelah rekreasi sekolah ke Bali dan menggunakan kamar
mandi umum. Lendir berwarna putih kekuningan, konsistensi kental,
berbau tidak sedap. Lendir muncul cukup banyak dan membuat pasien
tidak nyaman. Lendir keluar terus-menerus dan tidak berhubungan dengan
siklus menstruasi. Untuk mengurangi keluhan pasien menggunakan daun
sirih yang direbus, kemudian air rebusannya dipakai untuk membasuh
daerah kemaluannya saat pasien akan tidur.
Pasien juga mengeluhkan gatal dan panas di daerah kemaluan.
Pasien tidak mengeluhkan kemaluan memerah atau bengkak. Pasien tidak
mengeluhkan gangguan BAK.
Pasien belum pernah melakukan hubungan seksual dan selama ini
siklus menstuasinya normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat atopik : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat DM : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang pelajar yang tinggal di rumah bersama dengan
orangtuanya. Mandi dua kali sehari dengan air sumur, berganti pakaian
dua kali sehari, 1 minggu yang lalu pasien berwisata ke Bali dan
menggunakan kamar mandi umum. Pasien belum pernah berhubungan
seksual.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : kompos mentis, GCS: E4V5M6, gizi kesan cukup
b. Antropometri
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 18.73 (kesan: normoweight)
c. Tanda Vital
Tensi : 110/ 70 mmHg
Nadi : 86x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan
cukup
Frekuensi nafas : 22x/menit, thorakoabdominal
Suhu : 36,80C
Kulit : warna coklat, kering (-), turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-),
petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), pitting oedem (-),
eritem wajah (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-),
atrofi m. Temporalis (-).
Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), edema palpebra (-/-), strabismus
(-/-)
Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
Leher : JVP R +2 cm, trakea ditengah, simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-),
distensi vena-vena leher (-)
Axilla : rambut axilla rontok (-)
Thorax : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan
= kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-), spidernevi(-),
pernafasan thorako abdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-), atrofi m. Pectoralis (-).
Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat di SIC V 1 cm medial dari
linea medio klavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
- Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parsternalis dekstra
- Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah : SIC VI linea medioklavicularis
sinistra
Auskultasi :bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-).
Pulmo
a. Depan
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
- Kanan : sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC
VI linea medioclavicularis dextra, pekak pada batas
absolut paru hepar
- Kiri : sonor, sesuai batas jantung pada SIC VI 2 cm
lateral linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-) di bagian basal, krepitasi (-)
- Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-) di bagian basal, krepitasi (-)
b. Belakang
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris.
- Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis : pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan
= kiri
Perkusi
- Kanan : sonor
- Kiri : sonor
- Peranjakan diafragma 5 cm kanan = kiri
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-) di bagian basal, krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-) di bagian basal, krepitasi (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding thorak, ascites (-),
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-),
ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
Perkusi : tympani, area troube timpani, liver span 10 cm, pekak
alih(-), pekak sisi (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
_ _
_ _
Akral dingin Edema
2. Status Dermatologis
Regio genitalia eksterna:
Tampak sekret mukopurulen berwarna putih pekat, konsistesi kental, vulva
tampak kemerahan.
D. Diagnosis Banding
1. Fluor Albus Jamur
2. Fluor Albus Bakterial
3. Vaginitis
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan vagina didapatkan pH vagina 5.8
2. Pada pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% tampak sel ragi
(blastospora) atau hifa semu.
F. Diagnosis
Fluor Albus e.c Candida albicans
G. Terapi
1. Non Medikamentosa
a. Menghindari hubungan seksual hingga gejala membaik
b. Menghindari menggunakan pakaian bawahan ketat dan celana dalam
yang terbuat dari karet sintetik
- -
- -
c. Tidak dianjurkan menggunakan produk yang mengandung parfum
pada luka
d. Menjaga agar bagian vulva tetap kering, tidak lembab
e. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk,
jika keluhan hilang tetap kontrol ke dokter hingga dinyatakan sembuh
f. Pasien dilarang menggaruk luka
2. Medikamentosa
R/ Fluconazole tab mg 50 No. III
S haustus
R/Ketoconazole 2% cream tube No. I
S ue aplic in locus dollens
Pro: Nn. A (17 tahun)
H. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetikam : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
ANTIMIKOTIK
A. Definisi
Obat antimikotik atau anti jamur merupakan obat yang digunakan untuk
menghilangkan organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti
cendawan dan ragi, atau obat yang digunakan untuk menghilangkan jamur.
B. Jenis
1. Antimikotik cream
Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina.
Antara lain : ketoconazole, fenticonazole, miconazole, sulconazole, dan
tioconazole.
2. Antimikotik peroral
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges.Obat-
obatan ini tidak terserap melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut
digunakan untuk mengobati infeksi Candida (guam) pada mulut dan
tenggorokan. itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin
dalam bentuk tablet yang diserap ke dalam tubuh. Digunakan untuk
mengobati berbagai infeksi jamur.
Penggunaannya tergantung pada jenis infeksi yang ada.example:
Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang
biasanya disebabkan oleh jenis jamur tinea. Fluconazole umumnya
digunakan untuk mengobati jamur Vaginal. Juga dapat digunakan untuk
mengobati berbagai macam infeksi jamur pada tubuh
3. Antimikotik injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan
caspofungin adalah obat-obatan anti jamur yang sering digunakan dalam
injeksi
C. Infeksi jamur
1. Infeksi jamur sistemik
a. Amfoterisin B
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi streptomyces
nodosus.
Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada
membran sel jamur sehingga membran sel bocor dan kehilangan
beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada
sel. Salah satu penyebab efek toksik yang ditimbulkan disebabkan oleh
pengikatan kolesterol pada membran sel hewan dan manusia.
Resistensi terhadap amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya
perubahan reseptor sterol pada membran sel.
Farmakokinetik
Absorbsi : sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Waktu
paruh kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasi
fase kedua dengan waktu paruh kira-kira 15 hari, sehingga kadar
mantapnya akan tercapai setelah beberapa bulan setelah pemberian.
Ekskresi : obat ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali,
hanya 3 % dari jumlah yang diberikan.
Efek samping
Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil,
lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan faal
ginjal.
50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan
mengalami demam dan menggigil.
Flebitis
Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai
Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B
diberikan bersama flusitosin.
Indikasi
Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis,
aspergilosis, kromoblastomikosis dan kandidosis.
Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.
Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik.
Sediaan
Amfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50 mg
bubuk
Dosis
Pada umumnya dimulai dengan dosis yang kecil (kurang dari 0,25
mg/kgBB) yang dilarutkan dalam dekstrose 5 % dan ditingkatkan
bertahap sampai 0,4-0,6 mg/kgBB sebagai dosis pemeliharaan.
Secara umum dosis 0,3-0,5 mg/kgBB cukup efektif untuk berbagai
infeksi jamur, pemberian dilakukan selama 6 minggu dan bila perlu
dapat dilanjutkan sampai 3-4 bulan
b. Flusitosin
Flucytosine (5-fluorocytosine) adalah primidin sintetis yang telah
mengalami fluorinasi
Mekanisme kerja
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin
deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah
mengalami deaminasi menjadi 5-Fluorourasil. Sintesis protein sel
jamur terganggu akibat penghambatan langsung sintesis DNA oleh
metabolit fluorourasil
Farmakokinetik
Absorbsi : diserap dengan cepat dan baik melalui saluran
cerna.Pemberian bersama makanan memperlambat penyerapan tapi
jumlah yang diserap tidak berkurang. Penyerapan juga diperlambat
pada pemberian bersama suspensi alumunium hidroksida/magnesium
hidroksida dan dengan neomisin.
Distribusi :didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan
dengan volume distribusi mendekati total cairan tubuh.
Ekskresi : 90% flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui
filtrasi glomerulu dalam bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara
200-500µg/ml.
Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per-oral dicapai
1-2 jam. Kadar ini lebih tinggi pada penderita infusiensi ginjal.
Masa paruh obat ini dalam serum pada orang normal antara
2,4-4.8 jam dan sedikit memanjang pada bayi prematur tetapi dapat
sangat memanjang pada penderita insufisiensi ginjal.
Efek samping
Dapat menimbulkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia,
terutama pada penderita dengan kelainan hematologik, yang
sedang mendapat pengobatan radiasi atau obat yang menekan
fungsi tulang, dan penderita dengan riwayat pemakaian obat
tersebut.
Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat.
Kira-kira 5% penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan
SGOT, hepatomegali.
Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan
halusinasi.
Indikasi
infeksi sistemik, karena selain kurang toksik obat ini dapat
diberikan per oral.
Penggunaannya sebagai obat tunggal hanya diindikasikan pada
kromoblastomikosis
Sediaan dan dosis
Flusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg
Dosis yang biasanya digunakan ialah 50-150 mg/kgBB sehari yang
dibagi dalam 4 dosis.
c. Ketokanazol
Mekanisme kerja
Seperti azole jenis yang lain, ketoconazole berinterferensi
dengan biosintesis ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan
sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran.
Farmakokinetik
Absorbsi: diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan
kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai
jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada
penderita dengan pH lambung yang tinggi,pada pemberian bersama
antasid.
Distribusi: ketokonazol setelah diserap belum banyak
diketahui.
Ekskresi : Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan
empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang
dikeluarkan bersama urin, semuanya dalam bentuk metabolit yang
tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik lebih ringan daripada Amfoterisin B.Mual dan
muntah merupakan ESO paling sering dijumpai.ESO jarang : sakit
kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi berdarah,
erupsi kulit, dan trombositopenia.
Indikasi
Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru,
tulang, sendi dan jaringan lemak
Kontraindikasi
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena
pada tikus, dosis 80 mg/kgBB/hari menimbulkan cacat pada
jari hewan coba tersebut.
d. Itakonazol
Mekanisme kerja
Seperti halnya azole yang lain, itraconazole berinterferensi
dengan enzim yang dipengaruhi oleh cytochrome P-450, 14(-
demethylase. Interferensi ini menyebabkan akumulasi 14-methylsterol
dan menguraikan ergosterol di dalam sel-sel jamur dan kemudian
mengganti sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membrane
Farmakokinetik
Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila
diberikan bersama dengan makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15
hari akan menghasilkan kadar puncak sebesar 0,5 µg/ml.
Waktu paruh eliminasi obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).
Sediaan dan dosis
Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg.
Untuk dermatofitosis diberikan dosis 1 x 100mg/hari selama 2-8
minggu
Kandidiasis vaginal diobati dengan dosis 1 x 200 mg/hari selama 3
hari.
Pitiriasis versikolor memerlukan dosis 1 x 200 mg/hari selama 5
hari.
Infeksi berat mungkin memerlukan dosis hingga 400 mg sehari.
Efek samping
Kemerahan, pruritus, lesu, pusing, edema, parestesia10-15%
penderita mengeluh mual atau muntah tapi pengobatan tidak perlu
dihentikan
Indikasi
Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang
sama dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis,
histoplasmosis,koksidiodimikosis, parakoksidioidomikosis, kandidiasis
mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor.
e. Fluconazol
Mekanisme kerja
Menghambat sintesis ergosterol membran sel jamur.
Farmakokinetik
Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa
dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Kadar
puncak 4-8 µg dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg. Waktu
paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi
90% bersihan ginjal.
Sediaan dan dosis
Flukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul
yang mengandung 50 dan 150mg. Dosis yang disarankan 100-400 mg
per hari. Kandisiasis vaginal dapat diobati dengan dosis tunggal 150
mg.
Efek samping
Gangguan saluran cerna merupakan ESO paling banyak.
Reaksi alergi pada kulit, eosinofilia, sindrom stevens Johnson.
Indikasi
Flukonazol dapat mencegah relaps meningitis oleh kriptokokus
pada penderita AIDS setelah pengobatan dengan Amfoterisin B. Obat
ini juga efektif untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan
pada penderita AIDS.
f. Kalium iodide
Kalium Iodida adalah obat terpilih untuk Cutaneous lymphatic
sporotrichosis
Efek samping
Rhinitis
Salivasi
Lakrimasi
rasa terbakar pada mulut dan tenggorok
iritasi pada mata
sialodenitis dan akne pustularis pada bagian atas bahu
Dosis
Kalium iodida diberikan dengan dosis 3 kali sehari 1 ml larutan
penuh (1g/ml). Dosis ditingkatkan 1 ml sehari sampai maksimal 12-15
ml. Penyembuhan terjadi dalam 6-8 minggu, namun terapi masih
dilanjutkan sampai sedikitnya 4 minggu setelah lesi menghilang atau
tidak aktif lagi
2. Infeksi jamur topical
a. Griseofulvin
Griseofulvin adalah antibiotik anti jamur yang dihasilkan oleh
sejumlah spesies Penicillium dan pertama kali diperkenalkan adalah
berbentuk obat oral yang diperuntukkan bagi pengobatan penyakit
dermatophytosis
Mekanisme Kerja
Griseofulvin kelompok obat fungistatis yang mengikat protein-
potein mikrotubular dan berperan untuk menghambat mitosis sel
jamur.Selain itu, griseofulvin juga inhibitor (penghambat) bagi
sintensis asam nukleat.
Farmakokinetik
Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna
bagian atas karena obat ini tidak larut dalam air. Penyerapan lebih
mudah bila griseofulvin diberikan bersama makanan berlemak
Dosis oral 0.5 hanya akan menghasilkan kadar puncak dalam
plasma kira-kira 1 µg/ml setelah 4 jam. Obat ini mengalami
metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin. Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari
dosis oral yang diberikan dikeluarkan bersama urin dalam bentuk
metabolit selama 5 hari.
Efek samping
Leukopenia dan granulositopenia menghilang bila terapi
dilanjutkan.
Sakit kepala keluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang
biasanya hilang sendiri sekalipun pemakaian obat
dilanjutkan.artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan
mengabur, insomnia, berkurangnya kecakapan, pusing dan sinkop,
pada saluran cerna dapat terjadi rasa kering mulut, mual, muntah,
diare dan flatulensi.
Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema
multiform, vesikula dan erupsi menyerupai morbili.
Indikasi
Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang
disebabkan oleh jamur Microsporum, Tricophyton, dan
Epidermophyton.
Sediaan dan dosis
Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg
dan suspesi mengandung 125 mg/ml.
Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dibagi
empat dan diberikan setiap 6 jam
Kontaindikasi
Griseofulvin bersifat kontraindikasi pada pasien penderita
penyakit liver karena obat ini menyebabkan kerusakan fungsi hati
b. Mikonazol
Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif
stabil, mempunyai spektrum ani jamur yang lebar baik terhadap jamur
sistemik maupun jamur dermatofit.
Mekanisme Kerja
Mikonazol menghambat sintesis ergosterol yang menyebabkan
permeabilitas membran sel jamur meningkat
Farmakokinetik
Daya absorbsi Miconazole melalui pengobatan oral kurang
baik. Miconazole sangat terikat oleh protein di dalam serum.
Konsentrasi di dalam CSF tidak begitu banyak, tetapi mampu
melakukan penetrasi yang baik ke dalam peritoneal dan cairan
persendian.
Kurang dari 1% dosis parenteral diekskresi di dalam urin
dengan komposisi yang tidak berubah, namun 40% dari total dosis oral
dieliminasi melalui kotoran dengan komposisi yang tidak berubah
pula.
Miconazole dimetabolisme oleh liver dan metabolitnya
diekskresi di dalam usus dan urin. Tidak satupun dari metabolit yang
dihasilkan bersifat aktif
Indikasi
Diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan
kandidiasis mukokutan.
Efek samping
Berupa iritasi dan rasa terbakar dan maserasi memerlukan
penghentian terapi.
Sediaan dan dosis
Obat ini tersedia dalam bentuk krem 2% dan bedak tabur yang
digunakan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.
Indikasi
Krem 2 % untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari
pada malam hari untuk mendapatkan retensi selama 7 hari.
Gel 2% tersedia pula untuk kandidiasis oral.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS : Jogjakarta
Anderson, JR. Genital Tract Infections in women. Med Clin North
Am,1995;79;1271-98
Anindita, Wiki. Santi Martini. 2006. Faktor Resiko Kejadian Kandidiasis
vaginalis pada akseptor KB. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNAIR.
Surabaya.
Asbil KK. Detection of Neisseria gonorrhoeae and Clamidya trachomatis
Colonitation of the Gravid cerviks. Am J Obstet Gynecol 2000;2;340-6.
Aulia A. Keputihan Suatu Keluhan Pasien dalam Praktek Sehari-hari. 2001.
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.
Chandran, L. Cervicitis. eMedicine Journal 2002;3(4).
Donders GG. Pathogenesis of Abnormal Vagina Bacterial Flora. Am J Obsted
Gynecol 1999;4;872-4
Herman, MJ. Virus pada Penyakit Hubungan Sexual. Maj Kedok Indon
1999;49;457-67
Hutabarat, H. Radang dan Beberapa Penyakit lain pada Alat-Alat Genital Wanita.
1999. Jakarta
Jarvis G.J. The management of gynaecological infections in Obstetric and
Gynaecology A Critical Approach to the Clinical Problems. 1994. Oxford
University Press : Oxford
Koneman, EW. Introduction to microbiology. J Clin Microbiol 1992;4;80-8
Manoe, I.. M.S. M, Rauf, S, Usmany,H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri
dan Ginekologi. 1999. Bagian/SMF Obstetri dn Ginekologi Fakultas
Kedokteran UNHAS RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo : Ujung pandang
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri, R, Wardhani,W.I, Setiowulan, W. Keputihan In.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. 2001. Media Aesculapius : Jakarta
Ramayanti. Pola Mikroorganisme Fluor albus Patologis yang disebabkan oleh
Infeksi pada Penderita Rawat Jalan di Klinik. 2004. Tesis/FK
UNDIP;Semarang.
Schwabe, RJ. Asymptomatic bacterial Vaginosis. 2000;6;1643-47
Sianturi, MHR. Keputihan Suatu Kenyataan dibalik Suatu Kemelut. Bagian
Obstetri Ginekologi FKUI, 1996; Jakarta
Wiggins, R. Test to identify sialides activity in Vaginal Swab from Women with
Bacterial Vaginosis. 2000;38(8);3069-87
Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa
penyakit lain pada alat genital wanita in Ilmu Kandungan. 1999. Edisi
kedua , Cetakan Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo :
Jakarta
Worlath H. Analysis of Bacterial Vaginosis Related Amines in Vaginal Fluid by
Gas Chromatography and Mass Spectrometry. J Clin Microbiol
2000,;39;402-6