Post on 02-Apr-2018
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
1/16
REFERAT
SINDROM STEVEN
JOHNSON
Disusun oleh:
KARUNITA YUSUF
2004730038
Dokter Pembimbing:
dr. H. Dindin Budhi. R, Sp.KK
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJURAPRIL 2010
1
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
2/16
BAB I
SINDROM STEVEN JOHNSON
I. DEFINISI
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, merupakan
reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi
kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk,
yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN).
Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM)
(Adithan,2006).
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa
kelainan dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh
yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata, keadaan umum bervariasi
dari baik sampai buruk. Sindrom Stevens-Johnson (SJS) mempunyai nama lain yaitu,
ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom .mukokutaneaokular, eritema multiformis
tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna. (Hamzah,2002)
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) mermiliki kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa
orifisium serta mata disertai gejala umum berat.
Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum
multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis, dll.
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr.
Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya (Adithan,2006).
2
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
3/16
II. ETIOLOGI
Etiologi Sindrom Stevens-Johnson [ SSJ ] belum pasti, beberapa
penyebabnya adalah :
ALERGI OBAT SECARA SISTEMIK, diantaranya obat-obat
golongan :
PENISILIN dan semisintetiknya, Sterptomisin, Sulfonamida,
Tetrasiklin,
ANTIPIRETIK / ANALGETIK
|Misalnya : derivat Salisil / Pirazolon, Metamizol, Metampiron
dan Parasetamol, fluconazole Klorpromazin, Karbamazepin,
Kinin, Antipirin, Barbiturate, Diclofenac, Ibuprofen,
Carbamazepine, Etambutol, Digitalis
INFEKSI VIRUS: herpes simplex virus, influenza, mumps, cat-scratch
fever, histoplasmosis, Epstein-Barr virus, atau sejenis)
NEOPLASMA
PASCA VAKSINASI
RADIASI
MAKANAN
Fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X)
Lain-lain, penyakit colagen, keganasan (carcinomas and lymphomas),
atau faktor idiopathic (lebih dari 50%)
3
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
4/16
SSJ juga dilaporkan sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak
umum yang mengandung ginseng. SSJ dapat juga disebabkan
pemakaian cocaine. (Mansjoer, 2002; Siregar, 2004)
III. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan kasus yang terdaftar dan diobservasi kejadian SJS terjadi
1-3 kasus per satu juta penduduk setiap tahunnya. SSJ juga telah dilaporkan
lebih sering terjadi pada ras Kaukasia. Walaupun SJS dapat mempengaruhi
orang dari semua umur, tampaknya anak lebih rentan. Tampaknya juga
perempuan sedikit lebih rentan daripada laki-laki (Siregar, 2004).
IV. PATOFISIOLOGI
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering
dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan
antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type
hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit
T yang spesifik.Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan
kulit sehingga terjadi (Carroll, 2001) :
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuriat
3. Kegagalan termoregulasi
4. Kegagalan fungsi imun
5. Infeksi
4
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
5/16
Keluhan SJS dapat didahului panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi
timbul mendadak, gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau
erosi, eritema, disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias
(stomatitis, konjunctivitis, dan uretritis). Gejala prodormal tidak spesifik,
dapat berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4
minggu tanpa sisa, beberapa penderita mengalami kerusakan mata permanen.
Kelainan pada selaput lendir, mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas
ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak dapat makan dan
minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik (Ilyas, 2004).
V. GEJALA
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise,
batuk, koriza, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot, dan atralgia yang
sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Setelah itu
akan timbul lesi di:
A. Kulit
5
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
6/16
Berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada
hampir seluruh tubuh.Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-
14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa.
B. Kelainan selaput lendir orifisium
Yang tersering ialah pada mukosa mulut [ 100 % ], orifisium
genetalia eksterna [ 50 % ], lubang hidung [ 8 % ] dan anus [ 4 % ].
6
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
7/16
Lesi awal berupa vesikel di bibir, lidah dan mukosa bukal yang
kemudian pecah membentuk erosi, ekskoriasi, eksudasi, krusta
kehitaman dan pembentukkan pseudomembran. Biasanya juga terjadi
hipersalivasi dan lesi dapat berulserasi.
Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna
hitam yang tebal akibat ekskoriasi. Kelainan di mukosa lainnya
terdapat di faring, saluran nafas bagian atas dan esophagus.
Kelainan di mulut yang hebat dan terbentuknya
pesudomembran berwarna putih atau keabuan di faring dapat
menyebabkan kesulitan menelan, sedangkan kelainan di saluran
pernafasan bagian atas dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
7
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
8/16
C. Mata
Konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis,
iridosiklitis, kelopak mata edema, dan sulit dibuka, pada kasus berat
terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.
Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang
menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan.
Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
VI. DIAGNOSA
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias
kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang
secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada
mukosa, demam.
8
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
9/16
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
10/16
g) Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD),
dan kolonoskopi dapat dilakukan.
2. Imaging studies :
a. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis.
3. Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung
ditegakkannya diagnose (Adithan, 2006).
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma Steven Johnson :
1. Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma steven johnson sangat dekat
dengan TEN. SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
10
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
11/16
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit
ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit.
Biasanya mukosa terkena (Siregar, 2004).
VIII. KOMPLIKASI
Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain
sebagai berikut:
o Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
o Gastroenterologi -Esophageal strictures
o Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,
stenosis vagina
o Pulmonari pneumonia
o Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,
infeksi kulit sekunder
o Infeksi sitemik, sepsis
o Kehilangan cairan tubuh, shock (Mansjoer, 2002).
IX. PROGNOSIS
SJS dan TEN adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan
baik, reaksi ini dapat menyebabkan kematian, umumnya sampai 35 persen
orang yang mengalami TEN dan 5-15 persen orang dengan SJS, walaupun
angka ini dapat dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala
menjadi terlalu gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kebutaan total,
kerusakan pada paru, dan beberapa masalah lain yang tidak dapat
disembuhkan.
11
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
12/16
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan
terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus
berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak
memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian
biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis (Adithan, 2006; Siregar, 2004).
IX. PENATALAKSANAAN
Pertama, dan paling penting, bila dugaan penyebabnya oleh karena
obat maka kita harus segera berhentikan pemakaian obat yang diduga
dicurigai penyebab reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keadaan
yang lebih buruk. Orang dengan SJS/TEN biasanya dirawat inap. Bila
mungkin, pasien TEN dirawat dalam unit rawat luka bakar, dan kewaspadaan
dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi. Pasien SJS biasanya dirawat
di ICU. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkan spesialis
luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan
cairan dengan kalori tinggi harus diberi melalui infus untuk mendorong
kepulihan. Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi
sekunder seperti sepsis. Obat nyeri, misalnya morfin, juga diberikan agar
pasien merasa lebih nyaman (Adithan, 2006; Siregar, 2004).
Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati
SJS/TEN. Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi
dalam beberapa hari pertama memberi manfaat; yang lain beranggap bahwa
12
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
13/16
obat ini sebaiknya tidak dipakai. Obat ini menekankan sistem kekebalan
tubuh, yang meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi pada Odha dengan
sistem kekebalan yang sudah lemah.
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat
sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah:
a. Cairan dan elektrolit
b. Kalori dan protein secara parenteral
c. Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan
uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
d. Kotikosteroid parenteral:
o Deksamentason dosis awal 6x5mg perhari selama 2-3 hari
jika lesi baru sudah tidak muncul, kemudian diturunkan
dosisnya 5 mg per hari sampai mencapai dosis 5 mg
perhari.
e. Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal
o Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan
dosis
untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis
untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3
kali/hari
o Setirizin dapat diberikan dosis
usia anak 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis, 1 kali/hari;
> 6 tahun: 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari
13
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
14/16
Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal. Bula di kulit
dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan
alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik,
misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari
KESIMPULAN
Sindrom Steven-Johnson (SJS) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SJS sukar
ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada
umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Patogenesis SSJ
sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) dan reaksi hipersensitivitas
lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV). Manifestasi SJS pada
mata dapat berupa Ruam, Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat
kelamin. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada
hampir seluruh tubuh. Diagnosis banding dari Sindrom Steven Johnson ada 2
yaitu Toxic Epidermolysis Necroticans, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
(Ritter disease) dan konjungtivitis membranosa atau pseudomembranosa.
Penanganan Sindrom Steven Johnson dapat dilakukan dengan memberi
terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada
penderita dengan keadaan umum berat. Pemberian antibiotik spektrum luas,
14
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
15/16
selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi
kulit dan darah. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang
mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan
penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga
yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd
edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2002. p:139-142
Wijana, N. Konjungtiva. In Ilmu Penyakit Mata.1993. hal 40-41.
Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1.
Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3,
2007. Available at: www.jipmer.edu
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In:
Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139
Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3 rd edition. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136.
Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition.
EGC. Jakarta. 2004. hal 141-142.
15
7/27/2019 REFERAT Sindrom Steven Johnson Nitha
16/16
Sharma, V.K. : Proposed IADVL Consensus Guidelines 2006: Management of
Stevens-Johnson Syndrome ( SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis
( TEN). IADVL.2006
Viswanadh, B. : Ophthalmic complications and management of Steven Johnson
syndrome at a tertiary eye vare centre in South India. L V Prasad Eye
Institute. 2002. Access on : June 22, 2008. Available at :
www.indianjournalofophthalmology.com
16
http://www.indianjournalofophthalmology.com/http://www.indianjournalofophthalmology.com/