Post on 05-Aug-2015
Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna bahagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di
sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic
ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi
non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan
gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas yang jarang.
(Dubey, S., 2008)
Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan
saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh
kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian
dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada
perubahan selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan
besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran
cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab
terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh
kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan
varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus).
Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari
keseluruhan kasus perdarahan akut. (Alexander, J.A., 2008)
Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan berasal pada
area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari LigamentumTreitz. Yang
termasuk organ-organ saluran cerna di proximal Ligamentum Trieitz adalah esofagus,
lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari jejunum.
Etiologi
Etiologi terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas menurut literatur dalam Oxford
Handbook of Clinical Medicine, 2010, penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
yang paling sering ditemukan adalah :
1. Ulkus peptikum.
2. Sindrome Mallory-Weiss
3. Varises esofagus.
4. Erosi gastritis
5. Penggunaan obat berupa NSAID, aspirin, steroid, trombolitik, danantikoagulan.
6. Esofagitis
7. Duodenitis
8. Keganasan
9. Idiopatik
Faktor Resiko
The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan pasien
dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas berdasarkan usia dan kaitan antara
kelompok usia dengan resiko kematian. ASGE menemukan angka mortalitas untuk 3.3%
pada pasien usia 21-31 tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan untuk
14.4% untuk pasien berusia 71-80 tahun . (Caestecker, J.d., 2011). Menurut organisasi
tersebut, ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian, perdarahan berulang,
kebutuhan akan endoskopi hemostasis ataupun operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun,
comorbidity berat, perdarahan aktif (contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric
tube, darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat. Pasien dengan
hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai 30 %. (Caestecker, J.d.,
2011)
Patofisiologi
Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises esofagus.
Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini
menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi
porta. Peningkatan tekanan pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral
menuju vena gastrika sinistra yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat
pula. Peningkatan tekanan pada vena esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena
tersebut yang disebut varices esofagus. Varises esofagus ini dapat pecah dan
menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi
porta dan besarnya varises. Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke
lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung. Darah
yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah berwarna kehitaman. Jika
darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain
dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar
bersama feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena). Hematemesis dan
melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak peptik (ulcus pepticum). Mekanisme
patogenik dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar mukosa lambung yang dapat
menyebabkan cedera atau perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan
menimbulkan ulkus pada lambung. Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain
yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga
memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan,
terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin
lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi
edema, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sama seperti varises
esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan atau melena.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa :
1) anemia defisiensi besi
2) hematemesis dan atau melena
Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba, volumenya besar,
disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah kehitaman. Perdarahan pada
ulkus peptikum seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri,
kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil, disertai darah yang mengalami
perubahan (“coffee ground”). Perdarahan pada gastritis biasanya merah terang dengan
volume yang sedikit. Adanya penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.
Diagnosis
Anamnesis
1. Identitas pasien : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan,
alamat, agama, suku.
2. Keluhan utama : Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat perdarahan sebelumnya, dispepsia, tukak/ulcer,
cepat kenyang, anemia, penyakit hati kronis, misalnya hepatitis B atau C, sirosis
(pertimbangkan varises).
5. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keganasan usus, kolitis, sindrom Osler-Weber-
Rendu (lesi di bibir), hemofilia atau telangiektasia hemoragik herediter.
6. Riwayat keracunan (intoksikasi) : Keracunan alkohol, obat bius
7. Kebiasaan : Riwayat konsumsi alkohol berlebihan (pertimbangkan gastritis, ulkus
atau perdarahan varises).
8. Riwayat konsumsi obat : Konsumsi aspirin dan OAINS (pertimbangkan ulkus
peptikum), obat antikoagulan misalnya warfarin, atau Fe (menyebabkan tinja
berwarna hitam).
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria, penurunan
kesadaran, hipotensi ortostatik
Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal (pecahnya varises
esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral, spider nevi,
eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput medusa), asteriksis
(flapping tremor).
Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia
Koagulopati : purpura, memar, epistaksis
Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali (hepatomegali, splenomegali),
penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah.
Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, distensi, atau massa.
Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum, dan adanya
hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.
Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada feses.
Pemeriksaan Penunjang.
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah, jumlah eritrosit, leukosit,
trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, PT, APTT, morfologi darah tepi,
fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi. Perdarahan baru atau masih
berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30%.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin : Perbandingan BUN (Blood Urea Nitrogen)
dan kreatinin serum dapat dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai
puncak biasanya dicapai dalam 24 – 48 jam sejak terjadinya perdarahan.
Normal perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35, kemungkinan
perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). Di bawah 35,
kemungkinan perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Azotemia sering
terjadi pada perdarahan saluran cerna. Derajat azotemia tergantung pada jumlah
darah yang hilang, lamanya perdarahan, dan derajat integritas fungsi ginjal.
Azotemia terjadi tidak tergantung pada penyebab perdarahan. BUN mempunyai
kepentingan untuk menentukan prognosis. BUN sampai setinggi 30mg/100ml
mempunyai prognosis yang baik. 50 – 70 mg/100 ml mempunyai mortalitas
setinggi 33%. Nilai di atas 70 mg/100 ml mengakibatkan keadaan fatal. BUN =
2,14 x nilai ureum darah.
Penentuan NH3 darah merupakan indikasi pada sirosis hepatis. Nilai yang
meninggi dapat memberi petunjuk adanya koma hepatik.
Pemeriksaan fungsi hati : AST (SGOT), ALT (SGPT), bilirubin, fosfatase alkali,
gama GT, kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBS.
Tes guaiac positif : pemeriksaan darah samar dari feses masih dapat terdeteksi
sampai seminggu atau lebih setelah terjadi perdarahan.
Pemeriksaan elektrolit : kadar Na+, Cl-, K+. K+ bisa lebih tinggi dari normal akibat
absorpsi dari darah di usus halus. Alkalosis hipokloremik pada waktu masuk
rumah sakit menunjukan adanya episode perdarahan atau muntah-muntah yang
hebat.
b. Endoskopi
Endoskopi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan sumber
perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik awal, informasi prognostik
(seperti identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi dilakukan sebagai
pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan radiologis
Barium meal
Barium enema
USG
EKG, foto toraks : untuk identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis,
terutama pada pasien > 40 tahun.
Penatalaksanaan
A. Pemeriksaan Awal
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan
beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi : 1) tekanan darah dan nadi, 2) perubahan ortostatik tekanan
darah dan nadi, 3) ada tidaknya akral dingin, 4) kelayakan napas, 5) tingkat kesadaran, 6)
produksi urin
B. Stabilisasi Hemodinamik
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid dan pasang
monitor CVP (central venous pressure). Tujuannya untuk memulihkan tanda-tanda vital
dan mempertahankan tetap stabil. Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil
(tanda – tanda syok).
1. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau
lebih.
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30 %.
3. Terdapat tanda – tanda oksigenasi jaringan yang menurun
C. Pemeriksaan Lanjutan
Berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang : laboratorium, endoskopis, radiologis
D. Membedakan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Atau Bawah
D. Terapi
1. Non-Endoskopis
Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek
vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena
porta menurun. Pemberian vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin
50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5 – 1 mg/menit/iv selama 20 – 60
menit dan dapat diulang tiap 3 – 6 jam, atau setelah pemberian pertama
dilanjutkan per infus 0.1 - 0.5 U/menit.
Somatostatin dan analognya (octreotide )
Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises.
Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infuse 250 mcg/jam
selama 12 – 24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk octreotide,
dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8 – 24 jam atau
sampai peradarahan berhenti
Obat Anti sekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus omeprazol
80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan
SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk
penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.
Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua balon
masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube
antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.
2. Endoskopis
Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact
thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2) Noncontact
thermal (laser), 3) Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip).
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises. Terapi
pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek samping
dari pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya ulserasi
dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan sebagai terapi
alternatif.
3. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan
tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis
yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila
dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan
varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic
shunt).
4. Pembedahan
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim
multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan
waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.