PSCBA

14
Pendahuluan Perdarahan saluran cerna bahagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas yang jarang. (Dubey, S., 2008) Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi

Transcript of PSCBA

Page 1: PSCBA

Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bahagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di

sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan

saluran cerna bahagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic

ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi

non-steroid (OAINS) atau alkohol). Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan

gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas yang jarang.

(Dubey, S., 2008)

Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan

saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh

kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian

dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada

perubahan selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan

besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran

cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab

terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh

kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan

varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus).

Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari

keseluruhan kasus perdarahan akut. (Alexander, J.A., 2008)

Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan berasal pada

area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari LigamentumTreitz. Yang

termasuk organ-organ saluran cerna di proximal Ligamentum Trieitz adalah esofagus,

lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari jejunum.

Etiologi

Etiologi terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas menurut literatur dalam Oxford

Handbook of Clinical Medicine, 2010, penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas

yang paling sering ditemukan adalah :

Page 2: PSCBA

1. Ulkus peptikum.

2. Sindrome Mallory-Weiss

3. Varises esofagus.

4. Erosi gastritis

5. Penggunaan obat berupa NSAID, aspirin, steroid, trombolitik, danantikoagulan.

6. Esofagitis

7. Duodenitis

8. Keganasan

9. Idiopatik

Faktor Resiko

The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan pasien

dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas berdasarkan usia dan kaitan antara

kelompok usia dengan resiko kematian. ASGE menemukan angka mortalitas untuk 3.3%

pada pasien usia 21-31 tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan untuk

14.4% untuk pasien berusia 71-80 tahun . (Caestecker, J.d., 2011). Menurut organisasi

tersebut, ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian, perdarahan berulang,

kebutuhan akan endoskopi hemostasis ataupun operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun,

comorbidity berat, perdarahan aktif (contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric

tube, darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat. Pasien dengan

hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai 30 %. (Caestecker, J.d.,

2011)

Patofisiologi

Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises esofagus.

Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini

menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi

porta. Peningkatan tekanan pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral

menuju vena gastrika sinistra yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat

pula. Peningkatan tekanan pada vena esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena

tersebut yang disebut varices esofagus. Varises esofagus ini dapat pecah dan

Page 3: PSCBA

menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi

porta dan besarnya varises. Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke

lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung. Darah

yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah berwarna kehitaman. Jika

darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain

dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar

bersama feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena). Hematemesis dan

melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak  peptik (ulcus pepticum). Mekanisme

patogenik dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar mukosa lambung yang dapat

menyebabkan cedera atau perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan

menimbulkan ulkus pada lambung. Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain

yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga

memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan,

terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin

lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi

edema, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sama seperti varises

esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan atau melena.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa :

1) anemia defisiensi besi

2) hematemesis dan atau melena

Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba, volumenya besar,

disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah kehitaman. Perdarahan pada

ulkus peptikum seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri,

kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil, disertai darah yang mengalami

perubahan (“coffee ground”). Perdarahan pada gastritis biasanya merah terang dengan

volume yang sedikit. Adanya penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.

Page 4: PSCBA

Diagnosis

Anamnesis

1. Identitas pasien : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan,

alamat, agama, suku.

2. Keluhan utama : Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).

3. Riwayat penyakit sekarang

4. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat perdarahan sebelumnya, dispepsia, tukak/ulcer,

cepat kenyang, anemia, penyakit hati kronis, misalnya hepatitis B atau C, sirosis

(pertimbangkan varises).

5. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keganasan usus, kolitis, sindrom Osler-Weber-

Rendu (lesi di bibir), hemofilia atau telangiektasia hemoragik herediter.

6. Riwayat keracunan (intoksikasi) : Keracunan alkohol, obat bius

7. Kebiasaan : Riwayat konsumsi alkohol berlebihan (pertimbangkan gastritis, ulkus

atau perdarahan varises).

8. Riwayat konsumsi obat : Konsumsi aspirin dan OAINS (pertimbangkan ulkus

peptikum), obat antikoagulan misalnya warfarin, atau Fe (menyebabkan tinja

berwarna hitam).

Pemeriksaan Fisik 

Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria, penurunan

kesadaran, hipotensi ortostatik

Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal (pecahnya varises

esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral, spider nevi,

eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput medusa), asteriksis

(flapping tremor).

Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia

Koagulopati : purpura, memar, epistaksis

Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali (hepatomegali, splenomegali),

penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah.

Page 5: PSCBA

Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, distensi, atau massa.

Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum, dan adanya

hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.

Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada feses.

Pemeriksaan Penunjang.

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah, jumlah eritrosit, leukosit,

trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, PT, APTT, morfologi darah tepi,

fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi. Perdarahan baru atau masih

berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30%.

Pemeriksaan ureum dan kreatinin : Perbandingan BUN (Blood Urea Nitrogen)

dan kreatinin serum dapat dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai

puncak biasanya dicapai dalam 24 – 48 jam sejak terjadinya perdarahan.

Normal perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35, kemungkinan

perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). Di bawah 35,

kemungkinan perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Azotemia sering

terjadi pada perdarahan saluran cerna. Derajat azotemia tergantung pada jumlah

darah yang hilang, lamanya perdarahan, dan derajat integritas fungsi ginjal.

Azotemia terjadi tidak tergantung pada penyebab perdarahan. BUN mempunyai

kepentingan untuk menentukan prognosis. BUN sampai setinggi 30mg/100ml

mempunyai prognosis yang baik. 50 – 70 mg/100 ml mempunyai mortalitas

setinggi 33%. Nilai di atas 70 mg/100 ml mengakibatkan keadaan fatal. BUN =

2,14 x nilai ureum darah.

Penentuan NH3 darah merupakan indikasi pada sirosis hepatis. Nilai yang

meninggi dapat memberi petunjuk adanya koma hepatik.

Pemeriksaan fungsi hati : AST (SGOT), ALT (SGPT), bilirubin, fosfatase alkali,

gama GT, kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBS.

Tes guaiac positif : pemeriksaan darah samar dari feses masih dapat terdeteksi

sampai seminggu atau lebih setelah terjadi perdarahan.

Page 6: PSCBA

Pemeriksaan elektrolit : kadar Na+, Cl-, K+. K+ bisa lebih tinggi dari normal akibat

absorpsi dari darah di usus halus. Alkalosis hipokloremik pada waktu masuk

rumah sakit menunjukan adanya episode perdarahan atau muntah-muntah yang

hebat.

b. Endoskopi

Endoskopi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan sumber

perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik awal, informasi prognostik

(seperti identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi dilakukan sebagai

pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti.

c. Pemeriksaan radiologis

Barium meal

Barium enema

USG

EKG, foto toraks : untuk identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis,

terutama pada pasien > 40 tahun.

Penatalaksanaan

A. Pemeriksaan Awal

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan

beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.

Pemeriksaannya meliputi : 1) tekanan darah dan nadi, 2) perubahan ortostatik tekanan

darah dan nadi, 3) ada tidaknya akral dingin, 4) kelayakan napas, 5) tingkat kesadaran, 6)

produksi urin

B. Stabilisasi Hemodinamik 

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid dan pasang

monitor CVP (central venous pressure). Tujuannya untuk memulihkan tanda-tanda vital

dan mempertahankan tetap stabil. Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil

(tanda – tanda syok).

Page 7: PSCBA

1. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau

lebih.

2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau

hematokrit < 30 %.

3. Terdapat tanda – tanda oksigenasi jaringan yang menurun

C. Pemeriksaan Lanjutan

Berdasarkan :

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik 

3. Pemeriksaan Penunjang : laboratorium, endoskopis, radiologis

D. Membedakan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Atau Bawah

D. Terapi

1. Non-Endoskopis

Pemberian Vitamin K 

Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin

Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek

vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena

porta menurun. Pemberian vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin

Page 8: PSCBA

50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5 – 1 mg/menit/iv selama 20 – 60

menit dan dapat diulang tiap 3 – 6 jam, atau setelah pemberian pertama

dilanjutkan per infus 0.1 - 0.5 U/menit.

Somatostatin dan analognya (octreotide )

Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises.

Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infuse 250 mcg/jam

selama 12 – 24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk octreotide,

dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8 – 24 jam atau

sampai peradarahan berhenti

Obat Anti sekresi asam

Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus omeprazol

80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan

SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk

penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade

Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua balon

masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube

antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

2. Endoskopis

Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak

dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact

thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2) Noncontact

thermal (laser), 3) Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol,

cyanoacrylate, atau pemakaian klip).

Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises. Terapi

pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek samping

dari pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya ulserasi

Page 9: PSCBA

dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan sebagai terapi

alternatif.

3. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan

tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi

endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis

yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila

dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan

varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic

shunt).

4. Pembedahan

Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi

dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim

multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan

waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.