Post on 04-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari,
untuk mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu kesehatan juga bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud
kesehatan masyarakat yang optimal.
Di Indonesia, laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes
RI menyatakan, diantara penyakit yang dikeluhkan dan tidak dikeluhkan, prevalensi
penyakit gigi dan mulut adalah tertinggi meliputi 60% penduduk.1 Gigi dan mulut
merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup. Peranannya cukup besar dalam
mempersiapkan zat makanan sebelum absorbs nutrisi pada saluran pencernaan,
disamping fungsi psikis dan sosial.2 Penyakit gigi yang banyak diderita masyarakat
adalah karies dan penyakit periodontal. Sedangkan berdasarkan laporan Profil
Kesehatan Gigi menunjukkan bahwa 62,4% penduduk merasa terganggu
pekerjaannya atau murid sekolah tidak masuk sekolah dengan alasan karena sakit
gigi, dengan nilai rata-rata tidak masuk sekolah karena sakit gigi adalah 3,86 hari.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit gigi walaupun tidak menimbulkan
kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja.3
1
Hal terpenting dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah
kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut personal. Hal ini begitu penting
karena kegiatannya dilakukan di rumah tanpa ada pengawasan dari siapapun,
sepenuhnya tergantung dari pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta kemauan dari
pihak individu untuk menjaga kesehatan mulutnya. Pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut tersebut sangat erat kaitannya dengan kontrol plak atau menghilangkan plak
secara teratur.
Plak merupakan lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung bakteri,
melekat pada permukaan gigi dan selalu terbentuk di dalam mulut dan bila
bercampur dengan gula yang ada di dalam makanan yang kita makan, akan
membentuk asam. Asam ini akan berada di dalam mulut dalam jangka waktu yang
lama, karena gula hasil fermentasi membuat plak menjadi lebih melekat. Plak atau
debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai salah satu indikator kebersihan
mulut. Pembersihan yang kurang baik dapat menyebabkan plak makin melekat dan
akan menjadi karang gigi setelah mengalami kalsifikasi (pengapuran).4
Telah sejak lama (sejak tahun 1951) pemerintah Indonesia
mengupayakan usaha peningkatan pengetahuan kesehatan gigi anak usia sekolah
dasar melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).5 Program UKGS tersebut
merupakan upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada anak Sekolah Dasar (SD)
yang menitik beratkan pada upaya penyuluhan dan gerakan sikat gigi masal, serta
pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada setiap murid.6 Usia sekolah dasar (6-12
tahun) dipilih karena merupakan periode usia yang penting bagi perkembangan
manusia. Pada usia ini anak mulai mengalami perubahan yang cepat dalam menerima
2
informasi, mengingat, membuat alasan, dan memutuskan tindakan. Pada usia inilah
anak mulai belajar tentang semua kompetensi diri.3,5
Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak
usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan
motorik seorang anak, termasuk di antaranya menyikat gigi. Kemampuan menyikat
gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut juga
dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan
waktu penyikatan yang tepat.
Kelompok anak usia sekolah dasar ini termasuk kelompok rentan untuk
terjadinya kasus kesehatan gigi dan mulut, sehingga perlu diwaspadai atau dikelola
secara baik dan benar.7
SKRT 2001 menunjukkan hanya 9,3% penduduk yang menyikat gigi
sangat sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah makan pagi dan sebelum tidur
malam) dan 12,6% penduduk menyikat gigi sesuai anjuran program (menyikat gigi
setelah makan pagi atau sebelum tidur malam). Sebagian besar penduduk (61,5%)
menyikat gigi kurang sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah bangun tidur),
bahkan 16,6% tidak menyikat gigi. Keadaan ini menyebabkan perlu ditingkatkan
program sikat gigi masal sesuai anjuran program di sekolah dengan
mempertimbangkan sarana dan media informasi terutama pada usia dini, karena
perilaku merupakan kebiasaan yang akan lebih terbentuk bila dilakukan pada usia
dini.2
3
Anak-anak biasanya mempunyai kecenderungan untuk membersihkan
gigi (menyikat gigi) hanya pada bagian-bagian tertentu saja yang disukai, yaitu
permukaan labial gigi anterior dan permukaan oklusal gigi molar bawah. Perilaku
menyikat gigi anak terbentuk melalui proses belajar, baik mencontoh maupun
bimbingan orang tua atau pengasuhnya.
Pendidikan cara-cara penyikatan gigi bagi anak-anak perlu diberikan
contoh suatu model yang baik serta dengan teknik yang sederhana mungkin.
Penyampaian pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak harus dibuat
semenarik mungkin, antara lain melalui penyuluhan yang atraktif tanpa mengurangi
isi pendidikan, demonstrasi secara langsung, program audio visual, atau melalui sikat
gigi massal yang terkontrol.7
Desa Padang Loang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Patampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 2889 km2
yang dihuni oleh 3.144 jiwa (788 Kepala keluarga). Di Desa Padang Loang ini
terdapat tiga sekolah dasar yaitu Sekolah Dasar Inpres Padang Loang dengan jumlah
siswa 112, Sekolah Dasar 260 Banga dengan jumlah siswa 136 dan Sekolah Dasar
Inpres Palita dengan jumlah siswa 129, dimana setiap sekolah dasar ini belum
memiliki Unit Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Di Desa Padang Loang juga
terdapat satu Pusat Kesehatan Desa (PusKesDes) yang tidak mempunyai tenaga
kesehatan gigi dan mulut serta letak cukup jauh dari ketiga Sekolah Dasar tadi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor desa setempat, bahwa di Desa Padang
Loang khususnya pada anak sekolah dasar belum mempunyai data tentang status
kesehatan gigi dan mulut.
4
Oleh sebab itu, penelitian ini penting untuk dilakukan sebab selain
peneliti tertarik melakukan penelitian di Desa Padang Loang dengan tujuan
menemukan efek penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan
gigi dan mulut, khususnya dalam menurunkan indeks plak pada anak sekolah dasar,
juga dapat berfungsi sebagai pendataan status kesehatan gigi dan mulut anak sekolah
di Desa Padang Loang tersebut. Sehingga plak yang merupakan salah satu sumber
permasalahan pada gigi ini dapat dicegah sedini mungkin. Berdasarkan alasan-alasan
tersebut, penulis mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Efek Penyuluhan
Penyikatan Gigi dengan Metode Demonstrasi terhadap Penurunan Indeks Plak pada
Murid Kelas VI Sekolah Dasar di Desa Padang Loang, Kecamatan Patampanua”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diajukan permasalahan:
1. Adakah efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode demonstrasi
terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar?
2. Adakah efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode demonstrasi
terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar
berdasarkan jenis kelamin?
5
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode
demonstrasi terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah
dasar
2. Untuk mengetahui efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode
demonstrasi terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah
dasar berdasarkan jenis kelamin
1.4 HIPOTESIS PENELITIAN
1. Terdapat efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode demonstrasi
terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar
2. Terdapat efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode demonstrasi
terhadap penurunan indeks plak pada murid kelas VI sekolah dasar
berdasarkan jenis kelamin
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk mahasiswa
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti saat
melakukan penelitian.
2. Untuk instansi
Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan untuk
mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya.
6
3. Untuk masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
efek penyuluhan penyikatan gigi dengan metode demonstrasi terhadap
penurunan indeks plak terutama pada murid kelas VI sekolah dasar.
Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai data status
kesehatan gigi dan mulut khusus pada murid sekolah dasar di daerah
tempat dilakukannya penelitian.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK
Penyuluhan adalah proses belajar secara non formal kepada sekelompok
masyarakat tertentu, dimana pada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut diharapkan
terciptanya suatu pengetian yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut.8
Penyuluhan kesehatan gigi pada anak merupakan salah satu usaha
menanamkan pengertian kepada anak sejak usia dini bahwa kesehatan gigi tidak
kalah pentingnya dengan kesehatan tubuh secara umum. Penyuluhan kesehatan gigi
bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan perorangan dan masyarakat guna
tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang. Penyuluhan
kesehatan gigi ini tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, akan
tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak.5
Menurut Budiharto (1998), terdapat beberapa jenis penyuluhan kesehatan gigi
dan mulut namun yang paling sering digunakan adalah penyluhan kesehatan gigi dan
mulut dengan metode ceramah dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan
metode bermain.8 Yang tidak kalah pentingnya adalah lama waktu penyuluhan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada anak usia sekolah dasar, biasanya anak hanya
bisa berkonsentrasi penuh dalam waktu sekitar 20 menit. Oleh karena itu, untuk
8
mencapai hasil yang optimal, penyampaian penyuluhan kesehatan gigi pada anak ini
hendaknya tidak melebihi waktu tersebut.5
Salah satu manfaat penyuluhan kesehatan kesehatan gigi
dan mulut yaitu penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik
secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan gigi dan mulutnya
sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi
perilaku sehat. Penyuluhan diharapkan dapat memberi manfaat
yang berkesinambungan dengan sasaran perubahan konsep sehat
pada aspek pengetahuan, sikap dan perilaku individu maupun
masyarakat.9
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
9
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam satu struktuk organisasi, dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.9
Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu
pengalaman, ekonomi, lingkungaan sosial, pendidikan, paparan media
dan informasi, akses layanan kesehatan.
10
1) Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman
pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran.
2) Ekonomi (pendapatan)
Faktor pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan pokok dan sekunder dalam keluarga. Keluarga dengan
status ekonomi baik akan lebih baik tercukupi bila dibandingkan
dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan informasi
pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder.
3) Lingkungan Sosial ekonomi
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi satu dengan yang lain, individu yang dapat
berinteraksi dengan lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar
mendapatkan informasi.
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh dalam
pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar.
Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang
lebih rasional terhdap informasi yang datang dan akan berfikir
sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
11
5) Paparan Media dan Informasi
Melalui berbagai mediam baik cetak maupun elektronik berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang
yang lebih sering terpapar di media massa (TV, Radio, Majalah)
akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa.
7) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan
Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan
tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan
khususnya dalam bidang kesehatan.9
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden.9
Dalam aspek kesehatan gigi khususnya, bahwa pengetahuan kesehatan
gigi dan mulut sangat penting termasuk cara menjaga kebersihan gigi dan
mulut karena pengetahuan merupakan faktor domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang, artinya perilaku atau praktik
keseharian anak dalam menjaga kesehatan gigi sangat ditentukan oleh
tingkat pengetahuannya tentang kesehatan gigi.7
12
Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik
atau tidak baik, dan sebagainya). Sikap belum merupakan suatu tindakan,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-
cara tertentu. Sikap relatif konstan dan agak sukar berubah sehingga jika
ada perubahan dalam sikap berarti adanya tekanan yang kuat.
Pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang berpengaruh, media massa,
institusi pendidikan maupun lembaga agama. Dengan perkataan lain,
sikap merupakan perubahan yang meniru perilaku orang lain karena
orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya.9
Perilaku
Salah satu manfaat penyuluhan ialah tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga, dan masyarakat dalam membina dan memelihara
perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal merupakan salah satu tujuan
dilakukannya penyuluhan kesehatan.9
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.
13
Tindakan adalah niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah
laku yang tampak dan memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan. Dari pandangan biologis tindakan merupakan suatu
kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.9
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :
a) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai
objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b) Respons terpimpin (guided response), yaitu tingkah laku yang
dilakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
yang telah dicontohkan.
c) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu
itu sudah merupakan kebiasaan.
d) Adopsi (adoption), yaitu tindakan yang sudah berkembang
dengan baik, sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.9
Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut seseorang termasuk tentang bagaimana
menjaga kebersihan gigi dengan menyikat gigi. Belum optimalnya status
kesehatan gigi dan mulut di sekolah dasar umumnya disebabkan oleh
karena perilakunya belum menunjukkan perilaku sehat.7
2.2 METODE PENYULUHAN
14
Metode penyuluhan yang umum digunakan adalah metode didaktik (one way
method) dan metode sokratik (two way method). Pada metode didaktik pendidik
cenderung aktif sedangkan siswa sebagai sasaran pendidik tidak diberi kesempatan
mengemukakan pendapat. Ceramah merupakan salah satu metode didaktik yang baik
digunakan pada pendidikan kesehatan gigi dan mulut untuk anak-anak sekolah
dasar.10
Yang termasuk metode ini antara lain :
a. Metode ceramah,
b. Siaran melalui radio,
c. Pemutaran film/terawang (slide),
d. Penyebaran selebaran,
e. Pameran.11
Metode sokratik dilakukan dengan komunikasi dua arah antara siswa dan
pendidik. Peserta didik diberikan kesempatan mengemukakan pendapat dan dua
orang atau lebih dengan latar belakang berbeda bekerja sama saling memberikan
keterangan dan ikut serta dalam menyatakan pendapat. Salah satu metode sokratik
yang tepat digunakan pada pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak
sekolah dasar adalah demonstrasi. Pada metode demonstrasi materi pendidikan
disajikan dengan memperlihatkan cara melakukan suatu tindakan atau prosedur.
Diberikan penerangan-penerangan secara lisan, gambar-gambar, dan ilustrasi. Tujuan
metode demonstrasi yaitu untuk mengajar seseorang atau siswa bagaimana
melakukan suatu tindakan atau memakai suatu produksi baru. Keuntungannya dapat
menjelaskan suatu prosedur secara visual, sehingga mudah dimengerti dan siswa
15
dapat mencoba pengetahuan yang diterimanya. Kerugian pada metode ini diperlukan
alat-alat dan biaya yang besar serta perencanaannya memakan waktu yang lama.10
Yang termasuk metode ini adalah :
a. Wawancara,
b. Demonstrasi,
c. Sandiwara,
d. Simulasi,
e. Curah pendapat,
f. Permainan peran (roll playing), dan
g. Tanya jawab.11
Metode demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau ide yang
dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan berbagaimana cara melaksanakan
suatu tindakan, adegan atau menggunakan suatu prosedur.11
Demonstrasi adalah suatu cara menjaikan bahan pengajaran/penyuluhan
dengan cara mempertunjukkan secara langsung obyeknya atau cara melakukan
sesuatu atau mempertunjukkan suatu proses.11
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa demonstrasi adalah
salah satu cara menyajikan informasi dengan cara mempertunjukkan secara langsung
obyeknya atau menunjukkan suatu proses atau prosedur. Penyajian ini disertai
penggunaan alat peraga dan tanya jawab. Biasanya demonstrasi diberikan kepada
kelompok individu yang tidak terlalu besar jumlahnya.11
Tujuan metode demonstrasi ialah :
16
Memperlihatkan kepada kelompok bagaimana cara membuat sesuatu
dengan prosedur yang benar, misalnya memperlihatkan bagaimana
cara membersihkan gigi dan gusi yang benar, alat dan bahan apa yang
digunakan, bentuk dan tipenya, dan bagaimana cara
menggunakannya.
Meyakinkan kepada kelompok bahwa ide tersebut bisa dilaksanakan
setiap orang.
Meningkatkan minat orang untuk belajar, dan mencoba sendiri dengan
prosedur yang didemonstrasikan.11
Keuntungan metode demonstrasi ialah:
Dengan demonstrasi proses penerimaan sasaran terhadap materi
penyuluhan akan lebih berkesan secara mendalam sehingga
mendapatkan pemahaman atau pengertian yang lebih baik dan
sempurna, terlebih bila peserta dapat turut serta secara aktif
melakukan demonstrasi.
Dapat mengurangi kesalahan bila dibandingkan membaca atau
mendengar karena presepsi yang jelas diperoleh dari hasil
pengamatan.
Benda-benda yang digunakan benar-benar nyata sehingga hasrat
untuk mengetahui lebih dalam dan rinci dapat dikembangkan.
Peragaan dapat diulang dan dicoba oleh peserta.
Dengan mengamati demonstrasi, masalah atau pertanyaan yang
ada dapat terjawab.11
17
Kerugian metode demonstrasi yaitu :
Demonstrasi merupakan metode yang tidak efektif apabila alat atau
benda yang diperagakan termasuk alat berat atau tidak dapat diamati
dengan jelas karena agak rumit, atau jumlahnya terbatas sehingga
hanya beberapa orang yang mempunyai kesempatan untuk
mempraktikkannya.
Apabila bendanya kecil, benda itu hanya dapat dilihat secara nyata
oleh beberapa orang yang berdekatan dengan pembicara.
Kurang cocok untuk jumlah peserta yang banyak.11
Pemakaian alat bantu dalam merubah perilaku anak merupakan hal yang
sangat penting. Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang dipakai oleh pendidik di
dalam menyampaikan bahan pendidikan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat
peraga, karena berfungsi untuk membantu memperagakan sesuatu di dalam proses
pendidikan. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang
ada pada setiap siswa dapaat diterima atau ditangkap melalui panca indera.10
Alat bantu dalam pendidikan mempunyai peran dalam mempertinggi
kemampuan belajar, memperkuat daya ingat, memperbesar minat, dan
mempermudah penghayatan. Alat peraga langsung yang dianggap paling efektif
untuk anak-anak adalah model. Model yaitu alat peraga yang dapat dilihat dan
diamati, yang dapat berupa alat yang sebenarnya ataupun dibuat meniru aslinya.
Siswa yang diberi pendidikan dapat melihat, merasakan, dan menelitinya. Alat
18
peraga langsung membantu para siswa dalam mengartikan atau mempelajari suatu
bahan pendidikan sehingga para siswa lebih banyak kemungkinan untuk belajar.10
Masa usia anak adalah transisi dalam interaksi sosial dimana terjadi
perubahan figur tokoh (model) akan berpengaruh pada diri anak, dimana tokoh ibu
akan digantikan dengan tokoh guru. Untuk itu didalam penyuluhan kesehatan gigi
dan mulut perlu adanya kerja sama yang baik dengan guru. Menurut Piaget, pola
perkembangan anak dibagi menjadi 4 tahapan : stadium Sensorimotorik (0-18 atau
24 bulan), Stadium Praoperasional (1-7 tahun), Stadium operasional konkrit (7-11
tahun), Stadium operasional formal (11-15 tahun atau lebih). Makin tinggi umur
anak, tingkah lakunya makin terorganisasi dan mempunyai tujuan-tujuan yang
dikenal sebagai tingkah laku bermotif. Selanjutnya Harlod menyatakan, ada beberapa
teori tentang proses perubahan perilaku antara lain: pengembangan serta penyebaran
(research development and dissemination), dan perubahan sikap (Attitude Change).8
2.3 PLAK GIGI
Plak gigi adalah endapan lunak, tidak berwarna, dan mengandung aneka
ragam bakteri yang melekat erat pada permukaan gigi. Plak tidak dapat dibersihkan
dengan hanya kumur-kumur, semprotan air atau udara, tetapi plak hanya dapat
diberihkan dengan cara mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling efektif
untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat gigi.12
Plak dapat digambarkan sebagi lapisan yang kadang-kadang tebalnya sampai
2 mm pada semua permukaan mulut, terutama pada permukaan gigi dan sering juga
pada permukaan gingival dan lidah. Jika jumlahnya sedikit plak tidak dapat terlihat,
19
kecuali diwarnai dengan larutan disclosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh
pigmen-pigmen yang berada dalam rongga mulut. Jika menumpuk, plak akan terlihat
berwarna abu-abu, abu-abu kekuningan dan kuning.13
2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKKAN
PLAK GIGI
Menurut Carlsson yang dikutip dalam buku ilmu pencegahan penyakit
jaringan keras dan jaringan pendukung gigi, faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembentukan plak gigi adalah sebagai berikut ;
Lingkungan fisik, meliputi anatomi dan posisi gigi, anatomi jaringan
sekitarnya, struktur permukaan gigi yang jelas terlihat setelah dilakukan
pewarnaan dengan larutan disclosing. Pada daerah terlindung karena
kecembungan permukaan gigi, pada gigi yang letaknya salah, pada
permukaan gigi dengan kontur tepi gusi yang buruk, pada permukaan email
yang banyak cacat, dan pada daerah pertautan sementoemail yang kasar,
terlihat jumlah plak yang terbentuk lebih banyak.
Friksi atau gesekan oleh makanan yang dikunyah. Ini hanya terjadi pada
permukaan gigi yang tidak terlindung. Pemeliharaan kebersihan mulut dapat
mencegah atau mengurangi penumpukan plak pada permukaan gigi.
Pengaruh diet terhadap pembentukan plak telah diteliti dalam dua aspek,
yaitu pengaruhnya secara fisik dan pengaruhnya sebagai sumber makanan
bagi bakteri di dalam plak. Jenis makanan, yaitu keras dan lunak,
mempengaruhi pembentukan plak pada permukaan gigi. Ternyata plak
20
banyak terbentuk jika kita lebih banyak mengkonsumsi makanan lunak,
terutama makanan yang mengandung karbohidrat jenis sukrosa, karena akan
menghasilkan dekstran dan levan yang memegang peranan penting dalam
pembentukan matriks plak.12 Kariogenitas makanan tergantung pada beberapa
faktor, misalnya konsentrasi sukrosa, sifat perlekatan makanan pada
permukaan gigi, kecepatan pembersihan rongga mulut dan kualitas
pembersihan.14
2.5 MIKROORGANISME PLAK GIGI
Mikroorganisme yang ditemukan pada plak bervariasi tergantung individu
dan posisi di dalam mulut, serta umur plak itu sendiri. Plak muda (1-2 hari) sebagian
besar tersusun atas bakteri gram positif dan bakteri gram negatif berbentuk kokus
dan bantang. Organism ini biasa bertumbuh pada pelikel mukopolisakarida amorf
dengan tebal kurang dari 1 mikron. Pelikel ini melekat pada email, sementum atau
dentin.15
Setelah bertumbuh 2 hingga 4 hari, terjadi perubahan jumlah dan tipe
mikroorganisme dalam plak. Bakteri gram negetif kokus dan bakteri gram positif
batang bertambah banyak, sedangkan bacilli fusiformis dan filament semakin jelas.14
Pada hari ke-4 hingga ke-9, ekologi mikroorganisme plak menjadi semakin
kompleks dengan bertambahnya jumlah bakteri motil seperti spirilla dan spirochete.15
2.6 KONTROL PLAK
21
Plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya kumur-kumur, semprotan air atau
udara, tetapi plak hanya dapat diberihkan dengan cara mekanis. Sampai saat ini cara
mekanis yang paling efektif untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat
gigi.14
American Dental Association (ADA) menganjurkan bentuk sikat gigi yang
baik harus mempunyai :
a. Kepala sikat kecil, panjangnya 1-1,25 inci (2,5 – 3 cm). Lebarnya 5/16-
3/8 inci, dengan 2-4 baris serabut sikat, tiap serabut terdiri dari 5-12
berkas.
b. Permukaan serabut sikat datar/rata.
c. Serabut sikat elastis.16
Dokter gigi menyarankan menggunakan sikat gigi dengan kepala kecil agar
dapat menjangkau setiap bagian mulut dengan mudah. Menggunakan sikat gigi
dengan bulu yang lembut, bulu yang keras dapat merusak gigi dan gusi. Bulu sikat
sebaiknya sintesis karena dapat menyerap bakteri. Sikat gigi sebaiknya diganti kira-
kira setiap dua atau tiga bulan.16
Pasta gigi biasanya digunakan bersama-sama dengan sikat gigi untuk
membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi-geligi, serta memberikan rasa
nyaman dalam rongga mulut, karena aroma yang terkandung di dalam pasta tersebut
nyaman dan menyegarkan. Pasta gigi biasanya mengandung bahan-bahan abrasif,
pembersih, bahan penambah rasa dan warna, serta pemanis, selain itu dapat juga
22
ditambahkan bahan pengikat, pelembab, pengawet. Fluor dan air. Bahan abrsif dapat
membantu melepaskan plak dan pelikel tanpa menghilangkan lapisan email.13
Penggunaan fluor pada pasta gigi adalah untuk melindungi gigi dari karies.
Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolism bakteri plak yang dapat
memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi
fluor apatit. Reaksi kimia : Ca10(PO4)6.(OH)2+F Ca10(PO4)6.(OHF) menghasilkan
email yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses
demineralisasi dan meningkatkan reminerlisasi yang merangsang perbaikan dan
menghentikan lesi karies.17
2.6.1. Teknik menyikat gigi
Teknik menyikat gigi adalah cara yang umum di anjurkan untuk
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi dan merupakan tindakan
preventif dalam menuju keberhasilan dan kesehatan rongga mulut yang optimal.
Oleh karena itu, teknik menyikat gigi harus di mengerti dan dilaksanakan secara aktif
dan teratur. Ada beberapa teknik yang berbeda-beda untuk membersihkan gigi dan
memijat gusi dengan sikat gigi.13
Dalam penyikatan gigi harus memperhatikan hal-hal berikut.
1. Teknik penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua permukaan gigi dan
gusi secara efisien terutama daerah saku gusi dan daerah interdental.
2. Pergerakan sikat gig tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi atau
abrasi gigi.
23
3. Teknik penyikatan harus sederhana, tepat, dan efisien waktu.
Frekuensi Penyikatan gigi sebaiknya 3 kali sehari, setiap kali sesudah makan,
dan sebelum tidur. Namun, dalam praktiknya hal tersebut tidak selalu dapat
dilakukan, terutama pada siang hari ketika seseorang berada di kantor,
sekolah, atau di tempat lain. Manson (1971) berpendapat bahwa penyikatan
gigi sebaiknya dua kali sehari, yaitu setiap kali setelah makan pagi dan
sebelum tidur. 13
Lamanya penyikatan gigi yang di anjurkan adalah minimal 5 menit,
tetapi sesungguhnya ini terlalu lama. Umumnya orang melakukan penyikatan
gigi maksimum 2 menit. Cara penyikatan gigi harus sistematis supaya tidak
ada gigi yang terlewat, yaitu mulai dari posterior ke anterior dan berakhir
pada bagian posterior sisi lainnya.13
Kebanyakan teknik penyikatan gigi dapat di golongkan ke dalam
enam golongan berdasarkan macam gerakan yang dilakukan, yaitu:
1. Teknik Vertikal
Teknik vertical dilakukan dengan kedua rahang tertutup,
kemudianpermukaan bukal gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke
bawah. Untuk permukaan lingual dan palatinal dilakukan gerakan yang
sama dengan mulut yang terbuka.
24
Gambar 2.1 Teknik Penyikatan Vertikal; A. dari atas ke bawah, B. dari bawah ke atas
Sumber : Sumber : Riyanti E, Saptarini R. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. Available from http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf., diakses 30 Desember 2011
2. Teknik Horizontal
Permukaan bukal dan lingual disikat dengan gerakan ke depan dan ke
belakang. Untuk permukaan oklusal gerakan horizontal yang sering
disebut “scrub brush technic” dapat dilakukan dan terbukti merupakan
cara yang sesuai dengan bentu anatomis permukaan oklusal. Kebanyakan
orang yang belum diberi pendidikan khusus, biasanya menyikat gigi
dengan teknik vertical dan horizontal dengan tekanan yang keras. Cara-
cara ini tidak baik karena dapat menyebabkan resesi gusi dan abrasi gigi.
Gambar 2.2 Teknik Penyikatan Horizontal
Sumber : Riyanti E, Saptarini R. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. Available from http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf., diakses 30 Desember 2011
3. Teknik Roll atau Modifikasi Stillman
Teknik ini disebut “ADA-roll Technic”, dan merupakan cara yang
paling sering di anjurkan karena sederhana tetapi efisien dan dapat
digunakan diseluruh bagian mulut. Bulu-bulu sikat ditempatkan pada gusi
sejauh mungkin dari permukaan oklusal dengan ujung-ujung bulu sikat
mengarah ke apeks dan sisi bulu sikat digerakkan perlahan-lahan melalui
25
permukaan gigi sehingga bagian belakang dari kepala sikat bergerak
dengan lengkungan. Pada waktu bulu-bulu sikat melalui mahkota klinis,
kedudukannya hamper tegak lurus permukaan email. Gerakan ini diulang
8-12 kali setiap daerah dengan sistematis sehingga tidak ada yang
terlewat. Cara ini terutama sekali menghasilkan pemijatan gusi dan juga
di harapkan membersihkan sisa makanan dari daerah interproksimal.
Gambar 2.3 Metode Modifikasi Stillman
Sumber : Riyanti E, Saptarini R. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. Available from http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf., diakses 30 Desember 2011
4. Vibratory Technic
Diantaranya adalah: (a) teknik Charter; (b) teknik Stillman- McCall
dan, (c) teknik Bass.
a. Teknik Charter
Pada permukaan bukal dan labial, sikat di pegang dengan tangkai
dalam kedudukan horizontal. Ujung-ujung bulu diletakkan pada
permukaan gigi membentuk sudut 450 terhadap sumbu panjang gigi
mengarah ke oklusal. Hati-hati jangan sampai menusuk gusi. Dalam
posisi ini sisi dari bulu sikat berkontak dengan tepi gusi, sedangkan ujung
26
dari bulu-bulu sikat berada pada permukaan gigi. Kemudian sikat ditekan
sedemikian rupa sehingga ujung-ujung bulu sikat masuk ke
interproksimal dan sisi-sisi bulu sikat menekan tepi gusi. Sikat digetarkan
dalam lengkungan-lengkungan kecil sehingga kepala sikat bergerak
secara sirkuler, tetapi ujung-ujung bulu sikat harus tetap ditempat semula.
Setiap kali dapat dibersihkan dua atau tiga gigi. Setelah tiga atau empat
lingkaran kecil, sikat diangkat, lalu ditempatkan lagi pada posisi yang
sama, untuk setiap daerah dilakukan tiga atau empat kali. Jadi pada teknik
ini tidak dilakukan gerakan oklusal maupun ke apical. Dengan demikian,
ujung-ujung bulu sikat akan melepaskan debris dari permukaan gigi dan
sisi bulu sikat memijat tepi gusi dan gusi interdental.13
Permukaan oklusal disikat dengan gerakan yang sama, hanya saja
ujung bulu sikat ditekanke dalam ceruk dan fisura. Permukaan lingual dan
palatinal umumnya sukar dibersihkan kerena bentuk lengkungan dari
barisan gigi. Biasanya kepala sikat tidak dipegang secara horizontal, jadi
hanya bulu-bulu sikat pada bagian ujung dari kepala sikat yang dapat
digunakan. Metode Charter merupakan cara yang baik untuk
pemeliharaan jaringan tetapi keterampilan yang dibutuhkan cukup tinggi
sehingga jarang pasien dapat melakukannya dengan sempurna.
27
Gambar 2.4. Metode Charter
Sumber : Riyanti E, Saptarini R. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. Available from http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf., diakses 30 Desember 2011
b. Teknik Stillman-McCall
Posisi bulu sikat yang berlawanan dengan Charter. Sikat gigi di
tempatkan sebagian pada gigi dan sebagian pada gusi, membentuk sudut
450 terhadap sumbu panjang gigi mengarah ke apical. Kemudian sikat
gigi ditekankan sehingga gusi memucat dan dilakukan gerakan rotasi
kecil tanpa mengubah kedudukan ujung bulu sikat. Penekanan dilakukan
dengan cara sedikit menekuk bulu-bulu sikat tanpa mengakibatkan friksi
atau trauma terhadap gusi. Bulu-bulu sikat dapat ditekuk ketiga jurusan,
tetapi ujung-ujung bulu sikat harus pada tempatnya.
Metode Stillman-McCall ini telah diubah sedikit oleh beberapa ahli,
yaitu ditambah dengan gerakan ke oklusal dari ujung-ujung bulu sikat,
tetap mengarah ke apical. Dengan demikian, setiap gerakan berakhir
dibawah ujung insisal dari mahkota, sedangkan pada metode yang asli,
penyikatan hanya terbatas pada daerah servikal gigi dan gusi.
Gambar 2.5. Metode Stillman
28
Sumber : Riyanti E, Saptarini R. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. Available from http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf., diakses 30 Desember 2011
c. Teknik Bass
Sikat di tempatkan dengan sudut 450 terhadap sumbu panjang gigi
mengarah ke apikal dengan ujung-ujung bulu sikat pada tepi gusi.
Dengan demikian, saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusi dapat dipijat.
Sikat digerakkan dengan getaran-getaran kecil ke depan dan ke belakang
selama kurang lebih 10-15 detik ke setiap daerah yang meliputi dua atau
tiga gigi. Untuk permukaan lingual dan palatinal gigi belakang agak
menyudut (agak horizontal) dan pada gigi depan, sikat dipegang vertical.
Gambar 2.6 Metode Bass
Sumber : Riyanti E, Saptarini R. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. Available from http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf., diakses 30 Desember 2011
5. Teknik Fones atau Teknik Sirkuler
Bulu-bulu sikat ditempatkan tegak lurus pada permukaan bukal dan
labial dengan gigi dalam keadaan oklusi. Sikat digerakkan dalam
lingkaran-lingkaran besar sehingga gigi dan gusi rahang atas dan rahang
bawah disikat sekaligus. Daerah interproksimal tidak diberi perhatian
29
khusus. Setelah semua permukaan bukal dan labial disikat, mulut dibuka
lalu permukaan lingual dan palatinal disikat dengan gerakanyang sama,
hanya dalam lingkaran-lingkaran yang lebih kecil. Karena cara ini agak
sukar dilakukan di lingual dan palatinal, dapat dilakukan gerakan maju-
mundur untuk daerah ini.
6. Teknik Fisiologik
Untuk teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu yang lunak.
Tangkai sikat gigi dipegang secara horizontal dengan bulu-bulu sikat
tegak lurus terhadap permukaan gigi. Metode ini didasarkan atas
anggapan bahwa penyikatan gigi harus menyerupai jalannya makanan,
yaitu dari mahkota kearah gusi. Setiap kali dilakuakn beberapa kali
gerakan sebelum berpindah ke daerah selanjutnya. Teknik ini sukar
dilakukan pada permukaan lingual dari premolar dan molar rahang bawah
sehingga dapat diganti dengan gerakan getaran dalam lingkaran kecil.
Bulu-bulu sikat gigi ditempatkan pada sudut kurang lebih 450 terhadap
sumbu panjang gigi ke arah okusal, kemudian dengan menggunakan
tekanan bulu-bulu sikat digetarkan di antara gigi-gigi disertai gerakan-
gerakan rotasi kecil. Dengan demikian, sisi dari bulu-bulu sikat berkontak
dengan pinggiran gusi dan menghasilkan pemijatan yang ideal. Setelah 3
atau 4 lingkaran kecil tanpa mengubah posisi, bulu-bulu sikat diangkat
dan diletakkan kembali pada posisi yang sama. Prosedur ini dilakukan
sampai seluruh permukaan bukal, labial, dan lingual, serta interproksimal
bersih. Permukaan oklusal dibersihkan dengan cara menekan bulu sikat
30
ke dalam ceruk dan fisura kemudian dilakukan gerakan rotasi kecil, sikat
diangkat dan diletakkan kembali. Prosedur ini harus dilakukan berulang
kali sampai seluruh permukaan kunyah menjadi bersih.13
Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah
pembentukan plak adalah memperbaiki susunan gigi yang tidak rata,
memperbaiki pinggiran restorasi yang buruk,menghaluskan permukaan
gigi yang kasar dan sebagainya dengan tujuan mengurangi “plak traps” ,
tempat-tempat plak mudah terbentuk.13
2.6.2 Mengatur pola makanan
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap,
kepercayaan dan pemilihan makanan. Upaya untuk membentuk kebiasaan
makan yang baik hendaknya dilakukan sejak dini. Lingkungan yang sangat
besar peranannya dalam membentuk kebiasaan makan anak adalah keluarga.
Nutrisi dibutuhkan pada setiap tahap kehidupan manusia untuk mencukupi
kebutuhan energi tubuh. Kecukupan nutrisi di dalam tubuh dipengaruhi oleh
cara mengkonsumsi, jenis dan waktu pemberian makanan, yang kesemuanya
akan berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut.18
Setiap harinya, anak membutuhkan gizi seimbang yang terdiri dari
asupan karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Asupan kandungan
gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi yang berguna
untuk pertumbuhan otak (intelegensia) dan pertumbuhan fisik. Untuk
31
mengetahui status gizi dan kesehatan anak secara menyeluruh dapat dilihat
mulai dari penampilan umum (berat badan dan tinggi badan), tanda-tanda
fisik, motorik, fungsional, emosi dan kognisi anak. Berdasarkan pengukuran
antropometri, maka anak yang sehat bertambah umur, bertambah berat, dan
tinggi dikaitkan dengan kecukupan asupan makronutrien, kalsium,
magnesium, fosfor, vitamin D, yodium, dan seng. Indonesia memiliki
kesepakatan tanda anak sehat bergizi baik yang terdiri dari 10 kriteria, yaitu:
1) Anak sehat bertambah umur, berat dan tinggi badannya juga bertambah.
2) Postur tubuh tegap dan otot padat. Pertumbuhan dan perkembangan
rangka tubuh diukur dengan cara berdiri tegak dan dilihat dengan
pengukuran lingkar lengan atas.
3) Rambut berkilau dan kuat. Tanda ini menunjukkan kecukupan
makronutrien, seng, vitamin C dan vitamin E.
4) Kulit serta kuku bersih dan tidak pucat. Tanda ini menunjukkan
kecukupan vitamin A, C, dan E.
5) Wajah ceria, mata bening dan bibir segar. Kejiwaan anak ditandai dengan
sifat ceria, aktif berkomunikasi dan mau berteman.
6) Gigi bersih dan gusi merah muda. Gigi berkilat, gusi merah muda dan
lidah bersih menunjukkan anak kecukupan niasin, asam folat, riboflavin
dan vitamin B12.
7) Nafsu makan baik dan buang air besar teratur.
32
8) Anak bergerak aktif dan berbicara lancar sesuai umur. Fungsi motorik
anak yang sehat bila anak bergerak aktif sesuai umur, lincah bermain
sesuai umur dan berbicara lancar sesuai umur.
9) Anak sehat penuh perhatian dan bereaksi aktif. Kecerdasan anak
diartikan dengan sikap penuh perhatian, rasa ingin tahu, bereaksi aktif
dan berprestasi.
10) Anak dapat tidur nyenyak. Status gizi mempengaruhi kebiasaan tidur
anak, ada hubungan IMT dengan jumlah jam tidur, anak yang langsing
tidur lebih nyenyak dan lama dibanding dengan anak yang gemuk.13
Tindakan pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah atau setidak-
tidaknya mengontrol pembentukan plak, adalah dengan membatasi makanan
yang banyak mengandung karbohidrat terutama sukrosa. Berdasarkan bukti-
bukti bahwa karbohidrat merupakan bahan utama dalam pembentukan
matriks plak, selain sebagai sumber energi untuk bakteri dalam membentuk
plak. Makanan yang lunak dan mudah menempel pada gigi sebaiknya sedapat
mungkin dihindarkan.13
33
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pengetahuan Perilaku
PLAK GIGI
Sikap
Faktor Etiologi
Faktor Internal : Mikroba Anatomi gigi Posisi gigiFaktor Eksternal : Ras Usia
Penurunan Plak Gigi
Karies
Penyakit periodotal
Jenis kelamin
Variabel Penelitian
1. Variabel independen : Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
2. Variabel dependen : Penurunan indeks plak gigi
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah quase eksperimental lapangan
4.2 DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pre and posttest design with control group.
4.3 WAKTU PENELITIAN
Waktu dilakukannya penelitian pada 1 Maret – 15 April 2012
4.4 SUBJEK PENELITIAN
Jumlah subjek yang akan diteliti pada seluruh murid kelas VI di Desa Padang
Loang adalah 50 murid, dengan masing-masing jumlah murid pada setiap sekolah
ialah SD Inpres Padang Loang 15 murid, SD Negeri 260 Banga 16 murid dan SD
Inpres Palita 19 murid.
36
4.5 LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian di sekolah dasar se-Desa Padang Loang, Kecamatan
Patampanua
4.6 KRITERIA SAMPEL
1. Kriteria Inklusi :
a) Hadir pada saat penelitian dilakukan
b) Bersedia ikut saat penelitian dilakukan
2. Kriteria Eksklusi :
a) Sampel tidak sedang menggunakan alat ortodontik
4.7 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Alat
Kaca mulut (mirror), sonde, pingset, gelas, nierbecken, sikat gigi, alat
tulis menulis, masker, handskun, handuk putih dan model peraga rahang
atas dan rahang bawah.
2. Bahan
Disclosing solution, alcohol 70%, air, pasta gigi, dan kapas
37
4.8 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
1. Penyuluhan tentang penyikatan gigi adalah suatu bentuk pemberian
informasi seputar penyikatan gigi secara langsung kepada kelompok
perlakuan.
2. Menurunkan indeks plak adalah kemampuan sampel dalam menurunkan
indeks atau skor plaknya yang dihitung dengan menggunakan indekd PHP
4.9 PROSEDUR PENELITIAN
1. Sampel dipilih sesuai kriteria sampel.
2. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok yang mendapatkan
perlakuan berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut dan yang
kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan.
3. Penelitian dilakukan 1 hari di tiap sekolah, dimana peneliti melakukan:
a. Pengukuran indeks plak indeks pertama pada kedua kelompok. Hal ini
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya plak, dengan menggunakan
larutan pewarna plak / disclosing solution. Penggunaannya dengan cara
mengoleskan kapas yang telah ditetesi disclosing solution pada
permukaan gigi-gigi yang menjadi indeks penelitian, yaitu permukaan
labial pada gigi anterior atas dan bawah, permukaan bukal gigi posterior
rahang atas, dan permukaan lingual gigi posterior rahang bawah. Bila ada
gigi indeks sampel ada yang rusak atau hilang tetap dimasukkan sebagai
sampel.
38
b. Pada kelompok yang mendapat perlakuan berupa penyuluhan tentang
kesehatan gigi dan mulut, antara lain yaitu :
1) Cara merawat gigi dengan baik, dapat dengan mengkonsumsi
makanan yang sehat dan waktu menyikat gigi adalah setelah sarapan
dan sebelum tidur.
2) Cara memilih sikat gigi yang baik adalah yang bulu sikatnya lembut
dan ukuran kecil sesuai dengan usia anak.
3) Sampel diberikan instruksi untuk memeriksakan giginya secara rutin
ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
c. Selanjutnya pada kelompok yang mendapat perlakuan, dilakukan pula
pelatihan cara sikat gigi yang benar:
1) Peragaan cara menyikat gigi dilakukan dengan menggunakan sikat
gigi dan model rahang atas dan rahang bawah.
2) Sampel diisntruksikan untuk melakukan penyikatan gigi dengan
teknik scrub atau teknik horizontal.
Setelah 7 hari (diharapkan sampel telah mampu melaksanakan secara
individual cara penyikatan yang baik dan benar), peneliti kembali mendatangi
lokasi penelitian untuk diadakan pemeriksaan plak indeks akhir pada kedua
kelompok.
39
4.10 KRITERIA PENILAIAN
Penilaian penurunan plak gigi diperoleh dari kemampuan sampel
menurunkan atau menghilangkan jumlah plak yang diukur dengan menggunakan
PHP indeks (Patient Hygiene Performance).
Gigi yang diperiksa adalah gigi:
6 1 6
6 1 6
Pemeriksaan dilakukan secara sistematis pada:
Permukaan labial gigi insisif pertama kanan atas
Permukaan labial gigi insisif pertama kiri bawah
Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas
Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas
Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah
Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah
Pemeriksaan dilakukan pada permukaan mahkota gigi bagian fasial atau
lingual dengan membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi lima subdivisi,
yaitu :
D : distal
G : 1/3 tengah gingiva
M : mesial
C : 1/3 tengah
I/O : 1/3 tengah insisal/oklusal
40
Gambar 4.1. Lima Subdivisi Permukaan Gigi dalam Indeks Plak PHPSumber : Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. 2009
Dengan kriteria penilaian:
0 = tidak ada plak
1 = ada plak
Skor tiap gigi = jumlah skor dari 5 bagian gigi
Skor tiap individu = jumlah skor 6 gigi indeks dibagi 6
Cara pengukuran untuk menentukan indeks plak PHP yaitu dengan rumus :
Jumlah total skor plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa
Jumlah gigi yang diperiksa
Nilai yang dihasilkan adalah berupa angka. Kriteria penilaian tingkat
kebersihan mulut berdasarkan indeks plak PHP (Personal Hygiene Performance),
yaitu :
Sangat Baik = 0
Baik = 0,1 – 1,7
Sedang = 1,8 – 3,4
41
IP PHP =
Buruk = 3,5 – 5
Jika pada gigi indeks sampel terdapat kerusakan atau gigi hilang, maka
yang dinilai hanya gigi sisa yang masih baik dan utuh dan skor tiap individunya
adalah jumlah skor gigi sisa dibagi dengan jumlah gigi tersebut. Gigi pengganti
di sebelah mesial
4.11 DATA PENELITIAN
a. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti selama penelitian berlangsung.
b. Pengolahan data
Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS
for Windows versi 15.0
c. Analisis data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis data uji beda
dengan menggunakan uji t
d. Penyajian data
Penyajian data pada penelitian ini berupa penyajian dalam bentuk tabel.
42
4.12 ALUR PENELITIAN
Pretest
Posttest
43
Murid SD Se-Desa Padang Loang
Kelompok Perlakuan
Pengukuran Indeks Plak I
Pengukuran Indeks Plak I
Pengukuran Indeks Plak II
Pengukuran Indeks Plak II
Penyuluhan Kesehatan Gigi dan mulut
Pengumpulan dan Analisi Data
Kesimpulan
SD Inpres Padang Loangn = 15
SD Neg. 260 Bangan = 16
SD Inpres Palitan = 19
Ʃ N = 50
Kelompok Kontrol
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di sekolah dasar (SD) se-Desa Padang Loang yang
memiliki 3 SD, yaitu SD Inpres Padang Loang, SD Negeri 260 Banga dan SD Inpres
Palita. Subjek penelitian dibatasi hanya pada murid-murid kelas VI di ketiga SD
tersebut. Berikut disajikan data sebaran jumlah murid yang menjadi sampel
penelitian:
Tabel 5.1 Distribusi jumlah subjek penelitian pada murid SDN kelas VI se-Desa Padang Loang
Sumber : Putri, IN. Efek Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut dalam Upaya Menurunkan Indeks Plak pada Murid Kelas VI Sekolah Dasar, Laporan Hail Penelitian, 2012; hal 37.
Pada hasil penelitian ini, peneliti membagi jumlah subjek di tiap sekolah
dasar sama besar ke dalam dua kelompok dengan tujuan memudahkan perbandingan
jumlah subjek pada saat dilakukan perhitungan baik itu secara kuantitas maupun
prosentase dari tiap variabel.
44
No. Nama SekolahJumlah sampel
TotalKelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
1 SD Inpres Padang Loang 7 8 152 SD Negeri 260 Banga 8 8 163 SD Inpres Palita 10 9 19
Total 50
Tabel di atas menunjukkkan sebaran jumlah sampel pada ketiga sekolah
dasar yang menjadi populasi penelitian. Di SD Inpres Padang Loang 15 subjek, 7
orang dimasukkan ke dalam kelompok kontrol dan 8 orang ke kelompok perlakuan.
Di SD Negeri 260 Banga terdapat 16 subjek, 8 orang dimasukkan ke dalam
kelompok kontrol dan 8 orang ke kelompok perlakuan. Di SD Inpres Palita terdapat
19 subjek, 10 orang dimasukkan ke dalam kelompok kontrol dan 9 orang ke
kelompok perlakuan.
NO Sekolah Dasar Kelompok N
Skor Plak x (SD)
pPretest(SD)
Posttest(SD)
1.SD Inpres Padang Loang
Perlakuan 8 1.90(0.70) 1.55(0.69) 0.35(0.22)
0.01*
Kontrol 7 2.25(0.79) 2.47(0.75) 0.22(0.19)
2. SDN 260 BangaPerlakuan 8 2.05(0.97) 1.78(0.92) 0.27(0.21)Kontrol 8 2.28(0.78) 2.54(0.83) 0.26(0.26)
3. SD Inpres PalitaPerlakuan 9 3.50(0.46) 2.92(0.12) 0.58(0.34)Kontrol 10 2.73(0.63) 2.97(0.62) 0.23(0.13)
Tabel 5.2 Distribusi skor plak rata-rata pretest dan posttest pada kelompok kontrol dan perlakuan
Keterangan: *uji t berpasangan, p<0.05 = bermakna
Sumber : Putri, IN. Efek Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut dalam Upaya Menurunkan Indeks Plak pada Murid Kelas VI Sekolah Dasar, Laporan Hail Penelitian, 2012; hal 38.
Pada tabel 5.2 memperlihatkan distribusi skor plak rata-rata pretest dan
posttest pada kedua kelompok subjek, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Untuk
SD Inpres Padang Loang, pada kelompok perlakuan dengan jumlah subjek 8 orang,
didapatkan skor plak pretest 1.90(0.70), posttest 1.55(0.69), terjadi penurunan
sebesar 0.35(0.22). Pada kelompok kontrol dengan jumlah subjek 7 orang, skor plak
45
pretest 2.25(0.79), posttest 2.47(0.75), terjadi peningkatan sebesar 0.22(0.19). Untuk
SDN 260 Banga, pada pada kelompok perlakuan dengan jumlah subjek 8 orang,
didapatkan skor plak pretest 2.05(0.97), posttest 1.78(0.92), terjadi penurunan
sebesar 0.27(0.21). Pada kelompok kontrol dengan jumlah subjek 8 orang, skor plak
pretest 2.28(0.78), posttest 2.54(0.83), terjadi peningkatan sebesar 0.26(0.26). Untuk
SD Inpres Palita, pada pada kelompok perlakuan dengan jumlah subjek 9 orang,
didapatkan skor plak pretest 3.50(0.46), posttest 2.91(0.12), terjadi penurunan
sebesar 0.58(0.34). Pada kelompok kontrol dengan jumlah subjek 10 orang, skor plak
pretest 2.73(0.63), posttest 2.97(0.62), terjadi peningkatan sebesar 0.23(0.13).
Dari tabel ini juga diperoleh hasil uji statistik di peroleh hasil yang signifikan
(p < 0,05) untuk selisih nilai skor plak rata-rata pretest dan posttest pada kelompok
perlakuan dan kontrol. Ini menunjukkan bahwa terdapat efek yang bermakna dari
pemberian penyuluhan dan pelatihan cara sikat gigi yang benar terhadap penurunan
plak gigi pada murid sekolah dasar.
46
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan selama sebulan di tiga sekolah yang berbeda. Pada
hari pertama, peneliti mendatangi sekolah untuk melakukan pengukuran skor plak
awal pada kedua kelompok, sekaligus memberikan intervensi berupa penyuluhan dan
pelatihan cara sikat gigi yang benar kepada kelompok perlakuan. Tujuh hari
kemudian, peneliti kemudian mendatangi sekolah yang sama untuk melakukan
pengambilan data skor plak akhir pada kedua kelompok. Hal yang sama dilakukan
pada tiap sekolah. Jumlah sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.2 memberikan gambaran mengenai rata-rata selisih skor plak pretest
dan posttest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada setiap sekolah
dasar. Untuk kelompok perlakuan, terjadi penurunan skor plak disemua kelompok
sekolah dasar, yang mana penurunan skor plak terbesar terjadi pada subjek kelompok
Sekolah Dasar Inpres Palita, yaitu sebesar 0.58(0.34), sedangkan penurunan skor
plak terkecil terjadi pada subjek kelompok Sekolah Dasar Negeri 260 Banga yaitu
sebesar 0.27 (0.21). Untuk kelompok kontrol justru terjadi sebaliknya, yaitu terjadi
peningkatan skor plak pada semua kelompok sekolah dasar. Peningkatan skor plak
terbesar terjadi pada kelompok Sekolah Dasar Negeri 260 Banga sebesar 0.26(0.26),
dan peningkatan skor plak terkecil terjadi pada kelompok Sekolah Dasar Inpres
Padang Loang sebesar 0.22(0.19).
47
Kemudian dilakukan uji t berpasangan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara pemberian penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan penurunan
plak pada murid kelas VI sekolah dasar. Hal ini dilakukan dengan membandingkan
skor plak rata-rata pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan selisih
skor plak rata-rata pretest dan posttest. Hasilnya menggambarkan bahwa terdapat
efek atau pengaruh dari pemberian penyuluhan kesehatan gigi dan terhadap murid-
murid sekolah dasar. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2 dengan nilai p=0.01 (p<0.05
berarti terdapat hubungan yang signifikan).
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Simson
Damanik dan Evi D. Sinaga (2002). Penelitian tersebut dilakukan terhadap murid-
murid kelas VI di dua SD negeri Medan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
penyuluhan dan pelatihan sikat gigi yang diberikan kepada anak-anak sekolah dasar
cukup efektif untuk menurunkan indeks plak gigi dan efek ini masih bertahan sampai
tiga minggu setelah penyuluhan dan pelatihan dilaksanakan.
Selain itu, hasil penelitian kesehatan gigi dan mulut pada siswa-siswi kelas
I–VI SDN Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan Timur
oleh Silvia Anitasari dan Liliwati (2005) menunjukkan bahwa siswa-siswi yang
sudah pernah mendapat penyuluhan dan pelatihan cara menyikat gigi yang baik dan
benar, didapati bahwa tingkat kebersihan gigi dan mulut mereka termasuk sedang.
Hal ini menunjukkan proses belajar yang mereka dapat melalui program penyuluhan
dan pelatihan yang diberikan setiap tahun dapat dimengerti dan dipraktekkan oleh
siswa dan siswi ini.
48
BAB VII
PENUTUP
7.1. SIMPULAN
Pemberian penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan kepada
murid-murid kelas VI sekolah dasar cukup efektif untuk menurunkan indeks plak
gigi.
7.2. SARAN
1. Pengenalan tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut hendaknya
diberikan sejak usia dini.
2. Perlu upaya yang berkelanjutan dan sinergis antara pihak sekolah dan
tenaga kesehatan gigi agar murid-murid sekolah dasar bisa menjaga
kesehatan gigi dan mulutnya dengan baik dan benar.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Said F, Rahmawati I, Hadayati S. Gambaran kebersihan gigi mulut dan pengetahuan cara menyikat gigi murid SD negeri Hapingin kelas IV dan V Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Buletin Penelitian RSUD Dr Soetomo 2009 Sep; 3(11): 148-150
2. Situmorang N. Status dan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid sekolah di 8 Kecamatan di Kota Medan. Dentika Dental Journal 2008 Dec; 2(3):115-9.
3. Darwita RR, Rahardjo A, Amalia R. Penerimaan guru SDN 03 Senen terhadap program sikat gigi bersama di dalam kelas pada murid kelas 1 dan 2. Cakradonya Dent J 2010 Dec; 2(2):159-250.
4. Hamsar A. Perbandingan sikat gigi yang berbulu halus (soft) dengan sikat gigi yang berbulu sedang (medium) terhadap manfaatnya menghilangkan plak pada anak usia 9-12 tahun di SD Negeri 060830 Kecamatan Medan Petisah tahun 2005. Jurnal Ilmiah PANNMED. 2006 Jul; 1(1):20-3.
5. Hariyani N, Setyo L, Soedjoko. Mengatasi kegagalan penyuluhan kesehatan gigi pada anak dengan pendekatan psikologi. Dentika Dental Journal 2008; 1(13):80-4
6. Darwita RR, Novrinda H, Budiharto. Efektivitas program sikat gigi bersama terhadap risiko karies gigi pada murid sekolah dasar. J Indon Med Assoc 2011 Mei:204-9
7. Riyanti E, Chemiawan E, Rizalda RA. Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Imam Bukhari. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2005
8. Rusli M, Gondhoyoewono T. Pengaruh metode bermain terhadap penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. PDGI Online
9. Soekidjo N. Promoso kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
10. Riyanti E, Saptarini R. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut melalui perubahan perilaku anak. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Diunduh dari: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-10.pdf.
50
11. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC; 2001, p. 67
12. Farani W, Sudarso ISR. Pengaruh perbedaan menyikat gigi dengan metode horisontal dan vertikal terhadap pengurangan plak pada anak Perempuan Usia 12 Tahun. Dentika Dental Journal 2008; 2(13):108-111.
13. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2009, p. 59-60, 112-120
14. Hamrun N, Rathi M. Perbandingan status gizi dan karies gigi pada murid SD Islam Athirah dan SD Bangkala III Makassar. Jurnal Dentofasial 2009; 1(8):27-34.
15. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti. 4 th ed. Jakarta: EGC; 2005, p.15-6, 73-5
16. Yanti GN, Natamiharja L. Pemilihan dan pemakaian sikat gigi pada murid-murid SMA di Kota Medan. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dentika Dental Journal 2005; 1(10): 28-32.
17. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj Ked Gigi 2005 Jul:130-4
18. Amalia R. Manajemen nasehat nutrisi dalam praktek dokter gigi. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2011 Feb. 1(10):55-9
51