Post on 24-Dec-2015
description
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA DILUAR
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DIBIDANG
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
A. Latar Belakang Masalah
Upaya untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan narkotika bukan
hanya menjadi perhatian secara nasional masing-masing negara, akan tetapi tindak
pidana narkotika telah menjadi salah satu dari beberapa kejahatan internasional
(international crime). Oleh karena itu, tidak heran jika hampir semua bangsa di
dunia memerangi tindakan penyalahgunaan narkotika, mengingat dampak yang
ditimbulkan sangat mempengaruhi terutama bagi generasi muda. Perhatian dunia
internasional yang menyatakan perang terhadap penyalahgunaan narkotika, dapat
dilihat dari beberapa konvensi internasional yang secara eksplisit menyatakan
bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan international crime yang harus
dilawan secara bersama-sama.
Beberapa ketentuan internasional tentang narkotika diantaranya Konvensi
Tunggal Narkotika 1961 yang diadopsi oleh Indonesia dengan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961,
beserta Protokol yang mengubahnya (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3085), United Nations Convention Against
Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances yang diadopsi
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika
dan Psikotropika (United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances) (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 17,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3673) dan sebagainya.
Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, psikotropika dan Zat adiktif atau
bahan berbahaya lainnya) adalah merupakan tindak pidana yang bukan hanya
diperangi oleh negara dalam konteks nasional akan tetapi merupakan salah satu di
antara kejahatan internasional (international crime). Narkotika dalam bahasa
Inggris yaitu “Narcotics” yang artinya Obat bius, sedangkan dalam bahasa Yunani
disebut “Narcosis” artinya menidurkan atau membiuskan. Pengertian secara
umum tentang Narkotika adalah suatu zat yg dapat menimbulkan perubahan
perasaan, suasana pengamatan/ penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi
susunan syarat pusat.
Pengertian Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UU
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 67, dan tambahan Lembaran Negara Nomor 3698), Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam III golongan atau
yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Dalam tindak pidana Napza dikenal istilah Penyalahgunaan yaitu pengguna
narkotika atau psikotropika dan zat adiktif lainnya yang tidak dimaksudkan untuk
pelayanan kesehatan dan pengawasan dokter dan pengembangan ilmu
2
pengetahuan. Sedangkan Toleransi adalah peningkatan dosis untuk mendapatkan
pengaruh yang sama sebagai akibat dan penggunaan yang lama dan terus-
menerus. Gejala Putus Obat adalah reaksi badaniah dan batiniah yang hebat akibat
penghentian obat atau zat secara tiba-tiba. Gejala yang nampak mula-mula
menguap, bersin-bersin, beringus, badan berkeringat, mata berair, air liur mengalir
dan mulut, muntah-muntah, kejang perut, nyeri seluruh badan, lemah sampai
dengan pingsan.
Ciri-ciri penyalahgunaan NAPZA antara lain Ciri-ciri Umum seperti
kebersihan tidak terjaga, kurus dan pucat, apatis terhadap lingkungan. Sedangkan
ciri-ciri khusus seperti:
- Pengguna Ganja: Gerakan lamban, apatis, sering menyendiri, kadang bicara
sendiri, sering mengantuk.
- Pengguna Morfin: mata sayu, pupil mata mengecil.
- Pengguna Heroin : Pernafasan lamban.
- Pengguna candu: terdapat bekas suntikan gejala putus obat.
- Pengguna Kokain : mata membesar terkesan melotot, gerakan berlebihan,
berbicara berlebihan, pemafasan cepat, badan terasa hangat.
Beberapa jenis narkotika serta pengaruhnya antara lain:
1. GANJA.
- Nama Beken: Cimenk, Grass, Gelek.
- Bentuk penampilan; berupa tanaman.
- Cara pakai; dihisap setelah dipadatkan, digulung seperti rokok.
3
- Efek negatif; lemas, perasaan gelisah dan curiga yang berlebihan, rasa
cemas, marah-marah, mengalami gangguan pada persepsi serta halusinasi,
menyendiri, melamun, tertawa-tawa sendiri.
- Bahaya: sesak nafas, bronchitis, kanker paru-paru, terjadi gangguan pada
saraf otak dan sistem pembuluh darah.
2. HEROIN
- Nama beken : Putaw, Putih, Pete, Etep.
- Bentuk penampilan; Seperti bedak, warna putih dijual dalam kertas dan
sebagainya.
- Jenis ; Bunana, Snow, White dan lain lain.
- Efek setelah pakai ; Mata sayu, muka pucat, tidak konsentrasi, hidung gatal,
mual-mual (bagi pemula), mengantuk, cadek, pendiam, bisa overdosis/ mati.
- Efek negatif: Nafsu makan kurang, susah untuk berfikir, susah untuk
konsentrasi, jadi pemarah.
- Gejala putus obat; mual-mual, mata berair, hidung berair, perut sakit,
tulang-tulang ngilu, keringat keluar tidak wajar.
3. KOKAINA
Bisa menyebabkan aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung,
menyebabkan anemia dan turunnya berat badan.
4. SHABU-SHABU
- Nama beken: Ubas, SS, Mecin.
- Jenis ; Gold River, coconut, cristal dll.
- Bentuk penampilan ; Bola kristal sebesar batu krikil (serbuk).
4
- Cara pakai ; dibakar di atas kertas timah, lalu dusap dengan pipa (bong).
- Efek setelah pakai ; Bersemangat, seolah gairah seks meningkat, paranoid,
tidak bisa makan, tidak bisa tidur.
- Efek negatif ; Paranoid, otak susah diajak berfikir, susah konsentrasi, jetlag,
tidak mau makan.
- Gejala putus obat; tidak bisa tenang, cepat lelah, mudah marah, tidak bisa
beraktivitas dengan baik, tidak bersemangat.
Penggolongan Narkotika menurut UU No. 22/1997 sebagai berikut:
1. Narkotika Golongan I
a. Tanaman Papaver Sonmiferum.
b. Opium.
c. Tanaman Koka, daun koka, kokain merah.
d. Heroin, morpin.
e. Ganja.
2. Narkotika golongan II:
a. Alfasetil metadol.
b. Benzetidin.
c. Betarnetadol
3. Narkotika golongan III:
a. Asetildihirocodeina
b. Dekstroproposifem.
c. Dihidrokodeina.
5
Perang terhadap narkotika di Indonesia juga terlihat dengan ditetapkannya
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang kemudian diganti
dengan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Keseriusan pemerintah
Indonesia dalam memerangi penyalahgunaan narkotika terutama melalui
instrumen hukum salah satunya tercermin pada beratnya sanksi pidana yang
diberikan bagi pelanggar tersebut. Dalam UU No. 22/1997, ketentuan pidana
terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika terdapat dalam Pasal 78
hingga Pasal 100.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika
diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UUKUHP)?
2. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Ingin meneliti dan mempelajari mengenai pengaturan penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (UUKUHP)
2. Ingin meneliti dan mempelajari mengenai penegakan hukum terhadap
penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
6
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Dapat berguna sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya Ilmu Hukum berkenaan dengan Hukum Pidana di bidang
Narkoba.
b. Berguna dalam upaya pengembangan serta memperkaya bacaan bagi
pendidikan Hukum.
2. Secara Praktis
a. Berguna sebagai masukkan bagi para pembuat kebijakan, khususnya bagi
para penegak hukum.
b. Diharapkan dapat meningkatkan keahlian meneliti dan keterampilan
menulis bagi peneliti.
E. Kerangka Pemikiran
Pasal 81 UU No. 22/1997(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
b. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan II, didana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, maka terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:a. ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 18 (delapan belas) tahun dan denda paling sedikit
7
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).
b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(4)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak
Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);c. ayat (1) huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Pasal 84 UU No. 22/1997:Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:a. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika
Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
b. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
8
Pasal 85 UU No. 22/1997Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:a. Menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan ara
paling lama 4 (empat) tahun;b. Menggunakan narkotika Golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;c. Menggunakan narkotika Golongan III bagi diri sendiri, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 86 UU No. 22/1997(1) Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) tidak dituntut pidana.
Pasal 87 UU No. 22/1997Barang siapa menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83 dan Pasal 84, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 88 UU No. 22/1997:(1) Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2) Keluarga pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Pasal 89 UU No. 22/1997:Pengurus pabrik obat yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Narkotika dan hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana narkotika serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika, dirampas untuk negara.
9
Pasal 91 UU No. 22/1997:Penjatuhan pidana terhadap segala tindak pidana narkotika dalam Undang-undang ini kecuali yang dijatuhi pidana kurungan atau pidana denda tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dapat pula dipidana dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasa1 92 UU No. 22/1997:Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana nakotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 93 UU No. 22/1997:Nakhoda atau kapten penerbang yang tanpa hak dan melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasa1 94 UU No. 22/1997:(1) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 95 UU No. 22/1997:Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 96 UU No. 22/1997:Barang siapa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85 dan Pasal 87 pidananya dapat ditambah dengan sepertiga dari pidana pokok, kecuali yang dipidana dengan pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
10
Pasal 97 UU No. 22/1997:Barang siapa melakukan tindak pidana narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84 dan Pasal 87, di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan pula ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 98 UU No. 22/1997:(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana narkotika dan
telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 99 UU No. 22/1997:Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), bagi:a. Pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, sarana penyimpanan
sediaan farmasi milik pemerintah, apotik, dan dokter yang mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
b. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
c. Pimpinan pabrik obat tertentu yang memproduksi narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
d. Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
F. Metode Penelitian
Metode berarti cara penyelidikan untuk memperoleh pengertian ilmiah
terhadap suatu obyek sehingga dapat dicapai kebenaran obyektif. Oleh karena itu,
untuk penggunaan metode penelitian dapat dilihat tahapan sebagai berikut :
11
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat deskriptif analitis1 adalah bertujuan untuk
memperoleh gambaran atau uraian mengenai azas-azas yang terdapat dalam
hukum pidana. Di samping itu pula, bahwa analisis dilakukan berdasarkan pada
ketentuan Perundang-undangan yang berlaku (sumber hukum berupa undang-
undang) dan juga terhadap pendapat para ahli (sumber hukum berupa doktrine)
yang bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu suatu
metode dalam penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber utama
data sekunder atau bahan pustaka.2 Data sekunder dimaksud meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Selain itu,
digunakan pula data primer untuk mendukung penelitian dan menunjang sumber
data sekunder yang sudah ada.
3. Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu penelitian kepustakaan
(library research), dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder
sebagai sumber data utama yang meliputi :
a. Bahan hukum primer, yaitu berupa Perundang-undangan di bidang hukum
pidana, baik yang diatur dalam KUHPidana maupun undang-undang lainnya.
1 C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Bandung, Alumni, 1994, Hlm. 120; Lihat pula Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, Hlm. 9-10.
2 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995, Hlm. 13; Lihat pula Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004, Hlm. 98.
12
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa tulisan-tulisan dari para pakar yang
terkait dengan peranan hukum pidana yang terdiri dari literatur-literatur dan
makalah-makalah.
c. Bahan hukum tertier, yaitu berupa bahan yang dapat memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Studi Dokumen
Dilakukan terhadap data sekunder untuk mendapatkan landasan teoritis
berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak lain berupa
informasi baik dalam bentuk formal maupun data melalui naskah resmi.
b. Analisis Data
Metode analisa data untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh
disusun secara logis, sistematis dan lengkap tanpa mempergunakan angka-angka
statistik.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang akan didatangi untuk memperoleh bahan-bahan yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah perpustakaan Fakultas Hukum UNINUS.
G. Sistimatika Penulisan
13
Menelaah suatu sistimatika yaitu suatu kesatuan, dimana masing-masing
bagian tidak terjadi simpang siur, melainkan selalu berhubungan satu dengan yang
lainnyapun di dalamnya tidak ada pertentangan dicakup dalam satu rangka.
Begitupun, dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menguraikan ke dalam 5
(lima) bab, yang terdiri dari :
Bab kesatu : Pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang
penelitian; identifikasi masalah; maksud dan tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kerangka pemikiran, dan metode penelitian yang dimulai dari :
spesifikasi penelitian, metode pendekatan, tahap penelitian, teknik pengumpulan
data, analisis data, lokasi penelitian; serta sistimatika penulisan.
Bab kedua : Tinjauan pustaka, meliputi sejarah berlakunya Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari sejarah perkembangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sejarah perkembangan kitab Undang-
Undang Hukum Pidana di Indonesia dan sistimatika Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP), kebijakan hukum pidana dalam mengisi kesenjangan
KUHPidana yang terdiri dari pengertian kebijakan hukum pidana, peranan
diskresi dalam kebijakan hukum pidana dan aneka macam bentuk undang-undang
pidana khusus.
Bab ketiga : Membahas mengenai keberadaan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika sebagai salah satu tindak pidana yang diatur di
luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang meliputi pengertian
tindak pidana, pengertian pertanggung jawaban pidana.
14
Bab keempat : Keberadaan Undang-undang No. 22 yahun 1997 tentang
Narkotika merupakan Undang-undang yang diatur diluar Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, meliputi keberadaan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 sebagai
ketentuan hukum di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pelaksanaan
tindak Pidana tentang Narkotika yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
Bab kelima : kesimpulan dan saran.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
C.F.G. Sunaryati Hartono. 1994. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20. Bandung. Alumni.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Universitas Indonesia (UI-Press).
Soerjono Soekanto. 1995. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
16