Proposal Jurnal

Post on 04-Aug-2015

405 views 8 download

Transcript of Proposal Jurnal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekasaran (surface roughness) suatu produk permukaan pemesinan dapat

mempengaruhi beberapa fungsinya, antara lain gesekan permukaan (surface friction),

perpindahan panas, kemampuan penyebaran pelumasan, pelapisan, dan lain-lain. Dimana

semakin halus kekasaran permukaan semakin kecil gesekan yang terjadi. Dan juga semakin

halus kekasaran permukaan semakin merata penyebaran perpindahan panasnya, begitu juga

halnya dengan penyebaran pelumasan. Oleh karena itu, kekasaran permukaan menjadi tolak

ukur mutu permukaan dari proses manufaktur.

Dalam praktek di lapangan seringkali yang pertama kali ditetapkan adalah tingkat

kekasaran yang diinginkan, kemudian berdasarkan tingkat kekasaran yang diinginkan

tersebut dilakukan proses pemesinan. Untuk mendapatkan tingkat kekasaran tersebut, dengan

menetukan parameter pemotongan yaitu kedalaman pemakanan, laju pemakanan, dan

kecepatan potong. Jika kekasaran permukaan yang didapatkan tidak sesuai dengan yang

diinginkan maka dilakukan lagi proses pemesinan dengan pengaturan parameter pemotongan

yang lain.

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang di teliti adalah seberapa besar pengaruh parameter pemotongan

kecepatan potong (cutting speed), kedalaman pemakanan (depth of cut), dan laju pemakanan

(feed rate), terhadap kekasaran permukaan hasil pembubutan pada material St.37. Sejauh

mana ketiga parameter tersebut mempengaruhi kekasaran permukaan hasil pembubutan.

Secara sederhana kecepatan potong adalah keliling benda kerja dikalikan dengan

kecepatan putar. Kedalaman pemakanan adalah tebal bagian benda kerja yang dibuang dari

benda kerja.

1.3 Batasan Masalah

1. Material benda uji adalah ST.37 berbentuk pejal dengan ukuran Ø 50 x 100 mm. Tool overhang dan mesin bubut dianggap cukup rigid, sehingga mampu menyerap getaran yang terjadi selama proses pemotongan berlangsung.

2. Eksperimen difokuskan pada pembubutan memanjang (parallel turning) tahap finishing.

3. Mesin bubut yang digunakan adalah mesin maximat V13.

1.4 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara parameter pemotongan kecepatan potong, kedalaman pemakanan, dan laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan?

2. Seberapa besar ketiga parameter tersebut mempengaruhi kekasaran permukaan?3. Bagaimana cara mendapatkan kekasaran permukaan yang optimum pada proses

pembubutan?

1.5 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan hubungan antara parameter kecepatan potong, kedalaman pemakanan dan laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan, untuk proses pembubutan dengan pahat kyocera tipe DCMT11T304HQ bahan CVD coated carbide pada material ST. 37.

2. Mendapatkan seberapa besar tingkat signifikan pengaruh ketiga parameter tersebut terhadap kekasaran permukaan.

3. Mendapatkan kekasaran permukaan yang optimum pada proses pembubutan berdasarkan setting parameter pemotongan yang digunakan.

1.6 Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah dapat membuat suatu hasil produk

dengan proses pembubutan dimana nilai kekasaran permukaan yang didapat sangat kecil

nilainya setelah mengetahui parameter pemotongan apa saja yang memperngaruhinya. Selain

itu, kegunaannya yaitu untuk mengembangkan ilmu mengenai kekasaran suatu permukaan

hasil pembubutan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teori

Kekasaran permukaan adalah salah satu penyimpangan yang disebabkan oleh kondisi

pemotongan dari proses pemesinan. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk bermutu

berupa tingkat kepresisian yang tinggi serta kekasaran permukaan yang baik, perlu didukung

oleh proses pemesinan yang tepat. Karakteristik kekasaran permukaan dipengaruhi oleh

faktor kondisi pemotongan dan geometri pahat

Untuk memperoleh profil suatu permukaan, digunakan suatu alat ukur yang disebut

surface tester. Dimana jarum peraba (Stylus) dari alat ukur bergerak mengikuti lintasan yang

berupa garis lurus dengan jarak yang ditentukan terlebih dahulu. Panjang lintasan disebut

panjang pengukuran sesaat setelah jarum bergerak dan sesaat sebelum jarum berhenti, maka

secara elektronis alat ukur melakukan perhitungan berdasarkan data yang diperoleh dari

jarum peraba. Bagian dari panjang ukuran dilakukan analisa dari profil permukaan yang

disebut sebagai panjang sampel.Pertumbuhan keausan pahat salah satunya ditandai dengan

adanya penurunan kehalusan permukaan hasil proses pemesinan yang semakin kasar.

Hal tersebut terjadi karena permukaan mata pahat yamg kontak langsung dengan

benda kerja telah mengalami deformasi. Pada praktiknya untuk mengetahui kekasaran

permukaan biasanya operator membandingkannya secara visual atau dengan perabaan. Akan

tetapi untuk hal khusus dimana tidak dapat dilakukan dengan perabaan/secara visual, maka

diperlukan alat ukur kekasaran permukaan untuk menentukan harga kekasarannya. Dimana

yang dimaksud dengan permukaan di sini adalah batas yang memisahkan benda padat dengan

sekelilingnya.

Karakteristik suatu permukaan memegang peranan penting dalam perancangan komponen

mesin/peralatan. Banyak hal dimana karakteristik permukaan perlu dinyatakan dengan jelas

misalnya dalam kaitannya dengan gesekan, keausan, pelumasan, tahanan kelelahan,

perekatan dua atau lebih komponen-komponen mesin dan sebagainya.Untuk memproduksi

profil suatu permukaan, sensor/peraba (stylus) alat ukur harus digerakkan mengikuti lintasan

yang berupa garis lurus dengan jarak yang telah ditentukan terlebih dahulu. Panjang lintasan

ini disebut dengan panjang pengukuran (traversinglength, lg). Sesaat setelah jarum berhenti

secara elektronik alat ukur melakukan perhitungan berdasarkan data yang dideteksi oleh

jarum peraba. Bagian panjang pengukuran dimana dilakukan analisis profil permukaan

disebut dengan panjang sampel (sampling length). Profil-profil permukaan tersebut dapat

dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Posisi profil referensi, profil tengah, dan profil alas terhadap profil terukur, untuk satu panjang sampel.

Keterangan gambar : Profil geometrik ideal adalah profil permukaan sempurna Profil terukur adalah profil permukaan terukur Profil referensi/acuan/puncak adalah profil yang digunakan sebagai acuan

untukMenganalisis ketidakteraturan konfigurasi permukaan. Profil ini dapat berupa garis lurus atau garis dengan bentuk sesuai dengan profil geometrik ideal, serta menyinggung puncak tertinggi profil terukur dari panjang sampel.

Profil alas adalah profil referensi yang digeserkan ke bawah (arah tegak lurus terhadap profil geometrik ideal) sehingga menyinggung titik terendah profil terukur.

Profil tengah adalah nama yang diberikan kepada profil referensi yang digeserkan ke bawah (tegak lurus terhadap profil geometrik ideal), sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah di atas profil tengah sampai ke profil terukur adalah sama dengan jumlah luas daerah-daerah di bawah profil tengah sampai ke profil terukur (daerah-daerah yang diarsir dengan kemiringan garis yang berbeda).

Berdasarkan profil-profil tersebut, dapat didefinisikan beberapa parameter permukaan, yaitu antara lain :

1. Kedalaman total (peak to valley height/total height), Rt (µm); adalah jarak antara profil referensi dan referensi dasar.

2. Kedalaman perataan (depth of surface smoothness/peak to mean line), Rp (µm); adalah jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil tengah.

3. Kekasaran rata-rata aritmatis (mean roughness index/center line average, CLA), Ra (µm); adalah harga rata-rata aritmatis dari harga absolutnya jarak antara profil terukur dengan profil tengah.

4. Kekasaran rata-rata kwadratis (root mean square height), Rg (µm); adalah akar dari

jarak kwadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah.

Dari bermacam-macam parameter permukaan tersebut, parameter Ra relatif lebih banyak digunakan untuk mengidentifikasikan. Parameter Ra cocok apabila digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan komponen mesin yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan suatu proses pemesinan tertentu. Hal ini dikarenakan harga Ra lebih sensitif terhadap perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada proses pemesinan. Dengan demikian, jika permukaan produk dimonitor dengan menggunakan Ra maka tindakan pencegahan permukaan dapat dilakukan jika ada tanda-tanda bahwa ada peningkatan kekasaran (misalnya dengan mengasah atau mengganti perkakas potong atau batu gerindanya).

2.1.1 Pengertian Mesin Bubut

Mesin bubut mencakup segala mesin perkakas yang memproduksi bentuk silindris. Jenis

yang paling tua dan paling umum adalah pembubut (lathe) yang melepas bahan dengan

memutar benda kerja terhadap pemotong mata tunggal. Suku cadang di mesin harus dapat

dipegang diantara kedua pusatnya, dipasangkan pada plat muka didukung pada pencekam

rahang atau dipegang pada pencekam yang ditarik ke dalam atau leher collet). Meskipun

mesin ini terutama disesuaikan dengan pengerjaan silindris, namun dapat juga dipakai untuk

beberapa kepentingan lain. Permukaan rata dapat dicapai dengan menyangga benda kerja

pada plat muka atau ke dalam pencekam.

Benda kerja yang dipegang dengan cara ini dapat juga diberi pusat, digurdi, dibor atau

dilebarkan lubangnya. Sebagai tambahan, pembubut dapat digunakan untuk membuat kenob,

memotong ulir atau membuat tirus. Pembubut berkepala roda gigi mendapatkan dayanya

pada kepala tetap melalui sabuk V banyak yang dipasang pada motor di bawah. Untuk itu

hanya perlu menggerakkan tuas yang menjulur pada kotak roda gigi. Rakitan kereta luncur

mencakup perletakan majemuk, sadel pahat dan apron. Oleh karena mendukung dan

memandu pahat pemotong, maka harus kaku dan dirancang dengan ketepatan tinggi. Tersedia

dua hantaran tangan untuk memandu pahat pada gerakan arah menyilang. Roda tangan yang

atas atau engkol tangan mengendalikan gerakan dari perlengkapan majemuk dan karena

perletakannya dilengkapi dengan busur derajat penyetel putaran, maka dapat ditempatkan

dalam berbagai kedudukan sudut untuk membubut tirus pendek. Roda tangan yang ketiga

digunakan untuk menggerakkan kereta luncur di sepanjang landasan, biasanya untuk menarik

kembali ke kedudukan semula setelah ulir pengarah membawanya sepanjang pemotongan.

Bagian dari kereta luncur yang menjulur di depan dari pembubut disebut apron, yaitu

merupakan dinding ganda dicor yang berisi kendali, roda gigi dan mekanisme lain untuk

menghantar kereta luncur dan peluncur menyilang dengan tangan atau daya. Pada permukaan

apron dipasangkan berbagai tuas kendali dan roda. Pembubutan dilakukan untuk

menghasilkan bagian-bagian yang bundar, benda kerja diputar pada sumbunya di mesin bubut

ke arah sudut potong dari pahat potong sehingga akan dihasilkan geram. Proses ini disebut

dengan Turning Operation. Semua benda kerja hasil pembubutan merupakan bagian-bagian

mesin, jig dan fixture, dan cekam. Benda-benda tersebut dibuat dari bahan yang berbeda-beda

tergantung dari kebutuhannya, dan dapat memiliki kualitas yang tidak sama satu sama lain.

2.1.2 Bagian-bagian Mesin Bubut

A. Parameter yang Dapat Diatur pada Mesin Bubut

Parameter utama pada setiap proses bubut adalah kecepatan putar spindel (speed),

gerak makan (feed), dan kedalaman potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan

benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga

parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung pada mesin bubut.

Kecepatan putar, n (speed), selalu dihubungkan dengan sumbu utama (spindel) dan benda

kerja. Kecepatan putar dinotasikan sebagai putaran per menit (rotations per minute, rpm).

Akan tetapi yang diutamakan dalam proses bubut adalah kecepatan potong (cutting speed

atau v) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling benda kerja. Secara sederhana

kecepatan potong dapat digambarkan sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan

kecepatan putar atau:

v = p.d.n /1.000Di mana:p = 3,14v = kecepatan potong (m/menit)d = diameter benda kerja (mm)

n = putaran benda kerja (putaran/menit)

Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja. Selain

kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja, faktor bahan benda kerja, dan bahan

pahat sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada waktu proses bubut

kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan

potong sudah tertentu, misalnya untuk benda kerja mild steel dengan pahat dari HSS,

kecepatan potongnya antara 20 sampai 30 m/menit. Gerak makan, f (feed), adalah jarak yang

ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali (Gambar .4), sehingga satuan f

adalah mm/putaran. Gerak makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda

kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan.

Gerak makan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong.

Gerak makan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 atau sesuai dengan kehalusan

permukaan yang dikehendaki. Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda

kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap

permukaan yang belum terpotong. Ketika pahat memotong sedalam a, maka diameter benda

kerja akan berkurang 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi,

akibat dari benda kerja yang berputar. Beberapa proses pemesinan selain proses bubut. pada

mesin bubut dapat juga dilakukan proses pemesinan yang lain, yaitu bubut dalam (internal

turning), proses pembuatan lubang dengan mata bor (drilling), proses memperbesar lubang

(boring), pembuatan ulir (thread cutting), dan pembuatan alur (grooving/partingoff).Proses

tersebut dilakukan di mesin bubut dengan bantuan/tambahan peralatan lain agar proses

pemesinan bisa dilakukan

1. Cutting Speed

Cutting Speed ialah kecepatan potong (mm/min) . dihitung dari putaran per

menit terhadap diameter benda kerjanya, sering juga disebut dengan kecepatan pada

permukaan

ν = π.d.n / 1000

Ketarangan :

d : diameter benda kerja

n : putaran poros utama (benda kerja)

2. Feeding Speed

Feeding Speed ialah kecepatan Makan (mm/min)

ν f = f . n

Keterangan :

f : gerak makan (mm)

n : putaran poros utama (benda kerja)

3. Material Removal Rate

Material Removal Rate ialah Laju penghasil geram ( cm3/min)

Z = f . a . ν f

Keterangan :

f : gerak makan (mm)

a : kedalaman potong (mm)

ν f : kecepatan makan (mm/min)

4. Cutting Time (min)

Cutting time ialah waktu pemotongan

tc = lt / ν f

Keterangan :

lt : panjang permesinan

ν f : kecepatan makan (mm/min)

5. Depth of Cut

Depth of cut ialah Kedalaman Pemotongan (mm)

Keterangan :

D = diameter awal pembubutan (mm)

d = diameter akhir pembubutan (mm

.B. Geometri Pahat Bubut

Geometri/bentuk pahat bubut terutama tergantung pada material benda kerja dan

material pahat. Terminologi standar. Untuk pahat bubut bermata potong tunggal, sudut pahat

yang paling pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut

sisi potong (cutting edge angle). Sudut-sudut pahat HSS dibentuk dengan cara diasah

menggunakan mesin gerinda pahat (Tool Grinder Machine). Sedangkan bila pahat tersebut

adalahpahat sisipan (insert) yang dipasang pada tempat pahatnya. Selain geometri pahat

tersebut pahat bubut bisa juga diidentifikasikan berdasarkan letak sisi potong (cutting edge)

yaitu pahat tangan kanan (Right-hand tools) dan pahat tangan kiri (Left-hand tools).

Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut :

(a) pembubutan pinggul (chamfering),(b) pembubutan alur (parting-off),(c) pembubutan ulir (threading),(d) pembubutan lubang (boring),(e) pembuatan lubang (drilling), dan(f) pembuatan kartel (knurling)

Pahat bubut di atas apabila digunakan untuk proses membubut biasanya dipasang

pada pemegang pahat (tool holder). Pemegang pahat tersebut digunakan untuk memegang

pahat dari HSS dengan ujung pahat diusahakan sependek mungkin agar tidak terjadi getaran

pada waktu digunakan untuk membubut. Untuk pahat yang berbentuk sisipan (inserts), pahat

tersebut dipasang pada tempat pahat yang sesuai Bentuk dan pengkodean pahat sisipan serta

pemegang pahatnya sudah distandarkan oleh ISO. Standar ISO untuk pahat sisipan dapat

dilihat pada Lampiran, dan pengkodean pemegang pahat.

C.Material Pahat

Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga nantinya dapat

menghasilkan produk yang berkualitas baik (ukuran tepat) dan ekonomis (waktu yang

diperlukan pendek). Kekerasan dan kekuatan pahat harus tetap bertahan meskipun pada

temperatur tinggi, sifat ini dinamakan hot hardness. Ketangguhan (toughness) dari pahat

diperlukan, sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada saat melakukan

pemotongan dengan beban kejut. Ketahanan aus sangat dibutuhkan yaitu ketahanan pahat

melakukan pemotongan tanpa terjadi keausan yang cepat. Penentuan material pahat

didasarkan pada jenis material benda kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya

beban kejut, penghalusan).

Material pahat yang ada ialah baja karbon sampai dengan keramik dan intan. Sifat hot

hardness dari beberapa material pahat. Material pahat dari bajakarbon (baja dengan

kandungan karbon 1,05%) pada saat ini sudah jarang digunakan untuk proses pemesinan,

karena bahan ini tidak tahan panas (melunak pada suhu 300-500° F). Baja karbon ini

sekarang hanya digunakan untuk kikir,bilah gergaji, dan pahat tangan. Material pahat dari

HSS (high speed steel) dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti pahat HSS yang

mengandung unsur molibdenum, dan jenis T berarti pahat HSS yang mengandung unsur

tungsten.

D.Pemilihan Mesin

Pertimbangan pemilihan mesin pada proses bubut adalah berdasarkan dimensi benda

kerja yang yang akan dikerjakan. Ketika memilih mesin perlu dipertimbangkan kapasitas

kerja mesin yang meliputi diameter maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin,

dan panjang benda kerja yang bisa dikerjakan. Ukuran mesin bubut diketahui dari diameter

benda kerja maksimal yang bisa dikerjakan (swing over the bed) dan panjang meja mesin

bubut (length of the bed). Panjang meja mesin bubut diukur jarak dari headstock sampai

ujung meja. Sedangkan panjang maksimal benda kerja adalah panjang meja dikurangi jarak

yang digunakan kepala tetap dan kepala lepas. Beberapa jenis mesin bubut manual dengan

satu pahat sampai dengan mesin bubut CNC dapat dipilih untuk proses pemesinan .

Pemilihan mesin bubut yang digunakan untuk proses pemesinan bisa juga dilakukan dengan

cara memilih mesin yang ada di bengkel (workshop). Dengan pertimbangan awal diameter

maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin yang ada.

E. Pencekaman Benda Kerja

Setelah langkah pemilihan mesin tersebut di atas, dipilih juga alat dan cara

pencekaman/pemasangan benda kerja. Pencekaman/pemegangan benda kerja pada mesin

bubut bisa digunakan beberapa cara. Cara yang pertama adalah benda kerja tidak dicekam,

tetapi menggunakan dua senter dan pembawa. Dalam hal ini, benda kerja harus ada lubang

senternya di kedua sisi benda kerja yang bisa digunakan.

2.2 Kerangka Berfikir

2.3 Hipotesis

Pengaruh Kekasaran Permukaan pada Indentasi diinstrumentasi Pengujian

Karena diinstrumentasi Indentasi Pengujian teknik menggunakan kedalaman penetrasi

diukur untuk memperkirakan bidang kontak dan kemudian menghitung sisa kekerasan,

kekasaran permukaan dapat memiliki pengaruh signifikan pada nilai-nilai resultan. Kontak

antara dua benda tidak hanya dikontrol oleh sifat bahan (modulus elastis dan kekerasan)

tetapi oleh sifat topografis juga.

Faktor Kekasaran Permukaan Mempengaruhi Pengukuran Kekerasan

Dua situasi yang mungkin timbul dalam praktek: pertama, ketika indentor datang ke

dalam kontak dengan puncak, maka-seragam kontak non meningkatkan tegangan lokal pada

titik kontak, berdeformasi bahan untuk kedalaman yang lebih besar beban yang relatif rendah.

Hal ini dapat mengakibatkan kedalaman penetrasi lebih besar dan kekerasan dihitung lebih

rendah. Kedua, jika indentor datang ke dalam kontak dengan lembah, sebaliknya fenomena

yang diamati, yaitu bidang kontak yang benar adalah meremehkan dan akibatnya, kekerasan

yang dihitung adalah berlebihan.

Pengaruh Kekasaran Permukaan pada lekukan

Gambar dibawah menunjukkan mikrograf optik lekukan khas di masing-masing sampel

diukur dua. Hal ini jelas dapat dilihat bahwa jejak sisa pada permukaan halus yang jelas

sedangkan pada permukaan kasar itu cacat dan tidak jelas.

Gambar . Optik mikrograf terbitan lekukan sisa pada 10 kekuatan mN dalam sampel tembaga dengan (a) permukaan halus dan (b) permukaan kasar.

Pengaruh Kekasaran Permukaan pada Penetrasi Kedalaman Force Curves

Penetrasi mendalam kurva-berlaku untuk kedua sampel ditunjukkan pada gambar. 2

menyatakan bahwa kurva ini lebih tersebar pada permukaan kasar daripada yang halus. 10

kurva yang diperoleh pada permukaan halus ditumpangkan membuat jelas homogenitas

permukaan sedangkan pada permukaan kasar kurva tersebar dan bergeser tergantung pada

apakah indentasi dilakukan di lembah atau di puncaknya.

Gambar 2. Force-penetrasi mendalam kurva dilakukan di 10 gaya mN pada permukaan tembaga kasar dan halus. 10 lekukan tes telah dilakukan pada setiap permukaan menunjukkan bahwa kurva lebih tersebar pada permukaan kasar dari pada permukaan halus.

Berbeda Nilai Kekerasan Karena Efek Kekasaran Permukaan

Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa pada permukaan halus kekerasan relatif konstan

sedangkan pada permukaan kasar, kekerasan ini kadang-kadang berlebihan, kadang-kadang

meremehkan. Hasil kekerasan instrumented ditunjukkan pada Gambar. menunjukkan bahwa

nilai rata-rata untuk kedua permukaan cukup dekat dengan 1338 MPa dan 1405 MPa

sedangkan deviasi standar adalah 11 MPa dan 308 MPa (0,8% dan 22% dari nilai rata-rata)

untuk permukaan halus dan kasar masing-masing.

Gambar 3. Hasil instrumented Kekerasan rata-rata 10 lekukan yang dilakukan pada sampel yang halus dan kasar. Nilai rata-rata untuk

kedua permukaan cukup dekat dengan 1338 MPa dan 1405 MPa sedangkan deviasi standar adalah 11 MPa dan 308 MPa untuk permukaan halus dan kasar masing-masing.

Pentingnya Permukaan Selesai

Hasil tersebut menegaskan bahwa sangat penting untuk mengetahui kondisi permukaan

sebelum melanjutkan dengan diinstrumentasi Indentasi Pengujian . Nilai Ra harus kurang dari

5% dari kedalaman penetrasi maksimum yang ditetapkan dalam Standar Internasional ISO

14577-4.

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Metode

Metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter pemotongan

terhadap kekasaran permukaan hasil pembubutan dengan material St.37 adalah dengan

metode eksperimen. Metode eksperimen yang digunakan adalah full factorial dengan 3 faktor

dan 2 tingkat sehingga dapat 23= 8 variasi percobaan dengan tiga kali perulangan.

Tiga faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan yang di uji adalah :

a) Kedalaman Pemakanan(Depth of cut)b) Laju Pemakanan(feed rate)c) Kecepatan Potong(Cutting Speed)

Faktor dan tingkat dari eksperimen dapat di lihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. 1 Faktor dan tingkat eksperimen

Untuk cutting speed menentukan harga v berpengaruh terhadap kecepatan putaran benda kerja. Persamaan nya...

Faktor dan tingkat penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2. Dengan menggunakan faktor full factorial, untuk 3 faktor dan 2 tingkat diatas maka terdapat sebanyak 23=8 variasi eksperimen dengan 3 kali pengulangan.

Tabel 3. 2 Disain percobaan3.2 Populasi dan Sampel

PopulasiBaja bahan material St.37

Sampel

Baja bahan material St.37 batang pejal 50 x 100 mm sebanyak 24 buah.

3.3 Instumen Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan.3.3.1Alat yang digunakan

Mesin bubut maximat V13 Digital Surface Analyzer Pahat yang digunakan pahat kyocera type DCMT11T304XQ bahan

CVD coated carbide. Tool holder yang digunakan SDNCN 1010 F11 sudut bebas cekam

62,5o.

3.3.1 Bahan yang digunakan

Material St.37 berbentuk batang pejal 50 x 100 mm, sebanyak 24 buah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan datanya adalah observasi, dimana data diperoleh setelah dilakukan pengukuran kekasaran permukaan, dan pengamatan hasil pembubutan pada kekasaran permukaannya.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah statistik dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Variabel bebas nya adalah kondisi pemotongan(dalam pemotongan,laju pemakanan, dan kecepatan potong) yang mempengaruhi variabel dependennya yaitu kekasaran permukaannya.