Post on 20-Aug-2019
i
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG
PERAWATAN HALUSINASI DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN
PASIEN HALUSINASI DI RSJD SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Khristina Andriyani
ST. 13044
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Khristina Andriyani
NIM : ST. 13044
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
(Khristina Andriyani)
NIM. ST. 13044
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta
karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta”.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Peneliti menyadari tanpa adanya bimbingan dan
dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Kepala Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing Utama dan
Penguji I yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan
dalam penyusunan skripsi ini.
4. bc.Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping dan Penguji II
yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Penguji III yang telah
memberikan saran dan kritik pada pembuatan skripsi penulis.
6. Direktur RSJD Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian.
7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah membantu peneliti.
8. Responden dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam
penyusunan skripsi ini.
v
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk
itu peneliti mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat.
Surakarta, Juli 2015
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... x
ABSTRAK .................................................................................................. xi
ABSTRACT ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 7
2.1 Tinjauan Teori ..................................................................... 7
2.1.1 Pengetahuan ............................................................ 7
2.1.2 Keluarga .................................................................. 12
2.1.3 Halusinasi................................................................ 16
2.1.4 Kekambuhan ........................................................... 20
vii
2.2 Keaslian Penelitian.............................................................. 23
2.3 Kerangka Teori.................................................................... 25
2.4 Kerangka Konsep ................................................................ 26
2.5 Hipotesis.............................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 27
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................... 27
3.2 Populasi dan Sampel ........................................................... 27
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 29
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ....... 30
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...................... 31
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................. 34
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................. 38
3.8 Etika Penelitian ................................................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................... 43
4.1 Hasil Penelitian ................................................................... 43
4.1.1. Analisis Univariat.................................................... 43
4.1.2. Analisis Bivariat...................................................... 46
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................... 49
BAB VI PENUTUP................................................................................. 53
6.1 Simpulan ............................................................................. 53
6.2 Saran.................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel HalamanTabel
2.1 Keaslian Penelitian.................................................................... 23
3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .............. 30
3.2 Kisi-kisi Pertanyaan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi ................................................................ 32
3.3 Hasil Uji Validitas Biserial (γpbi) Untuk Variabel
Tingkat Pengetahuan................................................................. 36
3.4 Tingkatan Besarnya Reliabel .................................................... 38
4.1 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur ................. 43
4.2 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.... 44
4.3 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ........ 44
4.4 Distribusi frekuensi Tingkat Pengetahuan ................................ 45
4.5 Distribusi frekuensi Tingkat Kekambuhan ............................... 45
4.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan
Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta........................................ 46
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar HalamanGambar
2.1 Kerangka Teori.......................................................................... 25
2.2 Kerangka Konsep ...................................................................... 26
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
Lampiran 1 Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 3 Surat Balasan Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Uji Validitas
Lampiran 5 Surat Pemberitahuan Ijin Uji Validitas
Lampiran 6 Surat Balasan Ijin Uji Validitas
Lampiran 7 Surat Keterangan Ijin Uji Validitas
Lampiran 8 Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 9 Surat Balasan Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 10 Surat Keterangan Ijin Penelitian
Lampiran 11 Permohonan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 12 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 13 Kuesioner Penelitian
Lampiran 14 Tabulasi Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 15 Tabulasi Data Penelitian
Lampiran 16 Analisa Data
Lampiran 17 Lembar Konsultasi
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Khristina Andriyani
Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan HalusinasiDengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta
Abstrak
Halusinasi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa. Peningkatanangka gangguan jiwa yang mengalami halusinasi merupakan masalah serius bagidunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Pasien yang mengalami halusinasijika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga,orang lain dan lingkungan. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahuihubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasidengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.
Rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling ConsecutiveSampling. Sampel penelitian sebanyak 92 pasien. Variabel yang diamati yaitutingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan tingkatkekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Penelitian menggunakan ujistatistik non parametrik dengan uji chi-square (χ2).
Hasil uji chi-square (χ2) menunjukkan signifikan yaitu 2hitung sebesar
47,001 (p= 0,000 < 0,05).Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuankeluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasienhalusinasi di RSJD Surakarta
Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,581 berada pada antara 0,40-0,59(hubungan cukup kuat) hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkatpengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhanpasien halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup kuat.
Dari penjelasan studi ini penulis menyimpulkan bahwa tingkatpengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi yang tinggi akan memperkeciltingkat kekambuhan pasien halusinasi.
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan Keluarga, Halusinasi, Tingkat KekambuhanDaftar pustaka : 53 (2003-2013)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Khristina Andriyani
Correlation between Families’ Knowledge Level of Hallucination Treatmentand Hallucination Patients’ Recurrence Level at Local Psychiatric Hospital
of Surakarta
ABSTRACT
Hallucination is a kind of mental disorder. The increased number ofmental disorder patients with hallucination is a serious issue for health andnursing in Indonesia. The improper treatment of the hallucination patients willcause a negative effect on the clients, their families, and their communities. Theobjective of the research is to investigate the correlation between the families’knowledge level of hallucination treatment and the hallucination patients’recurrence level at Local Psychiatric Hospital of Surakarta.
This research used the cross sectional design. The samples of researchwere 92 patients. They were taken by using the consecutive sampling technique.The data of research were analyzed by using the non-parametric statistical testwith the chi-square (χ2) test.
The result of the research shows that there was a strong adequatecorrelation the families’ knowledge level of hallucination treatment and thehallucination patients’ recurrence level at Local Psychiatric Hospital of Surakartaas indicated by the chi-square test2
count of 47.001 (p= 0.000 < 0.05) and thecontingency coefficient value of 0.581, which was located between 0.40-0.59.
Thus, the families’ high knowledge level of hallucination treatment willprevent the hallucination patients’ recurrence level.
Keywords: Families’ high knowledge level, hallucination, recurrence levelReferences: 53 (2003-2013)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1996 yang dikutip Yosep
(2009) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,
emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan
selaras dengan orang lain. Menurut Depkes RI (2003) dalam (Yuliana Sisky,
2010) gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan, dan tingkah laku
seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-
hari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial) dari orang tersebut. Salah satu bentuk
gangguan jiwa adalah halusinasi. Menurut Sunardi (1995) yang dikutip
Dalami, dkk (2009), halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi
tidak ada rangsangan yang menimbulkan atau tidak ada objek. Halusinasi
adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiologikal yang
maladaptif (Stuart & Sundeen, 2007). Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar
70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah gangguan
halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah
halusinasi penciuman, pengecapan, dan perabaan (Purba dkk, 2012).
Tingginya angka gangguan jiwa yang mengalami halusinasi
merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di
Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan
berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak
2
jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena
halusinasi. Pemberian asuhan keperawatan yang professional diharapkan
mampu mengatasi hal ini (Hawari, 2007). Halusinasi merupakan
penyimpangan perilaku karena individu memperlihatkan gejala abnormal yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari
lima modalitas sensori utama penglihatan, pendengaran, bau, rasa dan
perabaan persepsi terhadap stimulasi eksternal dimana stimulus tersebut
sebenarnya tidak ada (Stuart, 2007).
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan
asuhan keperawatan pada pasien halusinasi. Keluarga yang mendukung pasien
secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sangat sulit. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan
kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya (Keliat, 1996 dalam
Yuyun Yusnifah, 2012). Memberikan kepercayaan dan motivasi bagi
penderita gangguan jiwa dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, dorongan
yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali
menempatkan dirinya dalam masyarakat (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah,
2012).
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kekambuhan pasien halusinasi (Ryandini dkk, 2011). Keluarga adalah
caregiver untuk pasien halusinasi di rumah. Perannya menggantikan peran
3
perawat saat di rumah sakit. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan keluarga. Hal ini memperlihatkan
pentingnya pengetahuan keluarga untuk proses penyembuhan pasien (Yuyun
Yusnipah, 2012).
Kekambuhan adalah munculnya kembali gejala-gejala akut yang
biasanya sama dengan perlakuan yang ditujukan klien pada awal episode diri.
Sebagai perlakuan umum yang terjadi seperti kurang tidur, penarikan diri,
kehidupan sosial yang memburuk, kekacauan berfikir, berbicara ngawur,
halusinasi penglihatan dan pendengaran (Firdaus dkk, 2005).
Keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan
keperawatan yang diperlukan oleh pasien di rumah sehingga akan menurunkan
angka kekambuhan (Nurdiana, 2007). Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh
penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008), menyatakan bahwa
keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan,
meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta pasien dapat beradaptasi
kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Berdasarkan jumlah total pasien yang masuk di RSJD Surakarta bulan
Januari sampai dengan Desember 2014 baik lewat IGD maupun IRJ adalah
2.783 dan yang mengalami kekambuhan sebanyak 1.750 dan 70% pasien
dengan halusinasi (MR RSJD SKA, 2014).
Hasil wawancara pada studi pendahuluan terhadap 10 orang keluarga
pasien yang membawa pasien untuk berobat ke RSJD Surakarta¸ menyatakan
tahu bahwa anggota keluarganya mengalami halusinasi,dirumah menunjukkan
4
gejala seperti bicara dan tertawa sendiri,bicara nglantur atau tidak jelas,marah-
marah tanpa sebab. Pada studi pendahuluan ini juga didapatkan data keluarga
menyatakan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi masalah anggota
keluarganya yang menderita halusinasi. Tindakan yang dilakukan keluarga
antara lain hanya membiarkan pasien,mengurung dalam rumah atau kamar dan
jika pasien membahayakan orang lain atau lingkungan baru kemudian dibawa
ke Rumah Sakit.
Tingginya angka pasien yang mengalami halusinasi dan kekambuhan
pasien memerlukan upaya diantaranya program intervensi dan terapi yang
implementasinya bukan di rumah sakit tetapi di lingkungan masyarakat. Maka
dari itu pengetahuan dan peran serta keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami halusinasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi
angka kejadian halusinasi. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sakit pasien khususnya
ketika pasien di rumah. Umumnya, keluarga meminta tenaga kesehatan jika
mereka tidak mampu lagi merawatnya. Perawatan yang berfokus pada
keluarga bukan hanya memulihkan keadaan penderita, tetapi bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Keliat, 1996
dalam Yuyun Yusnipah, 2012).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi
dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.
5
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
perumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan antara tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta?“.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
RSJD Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden.
b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi di RSJD Surakarta.
c. Mendeskripsikan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD
Surakarta.
d. Menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
RSJD Surakarta.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan khususnya bidang keperawatan lebih dapat
meningkatkan bagaimana cara meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang kekambuhan pasien halusinasi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya tentang
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi.
b. Sumber referensi bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan referensi untuk melanjutkan penelitian.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan mengenai hubungan tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien
halusinasi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian
Pengetahuan (Knowledge) diartikan sebagai hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya),
dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengingat)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu
(Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
8
lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah
memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada
situasi yang lain (Notoatmodjo, 2010).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut
(Notoatmodjo, 2010).
9
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan
seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu
hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo, 2010).
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak dkk (2007) ada tujuh faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat
memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap
10
seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru
diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi
perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental).
Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori
perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan
mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk
mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih dalam.
5. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan
pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk
11
melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu
wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang
baru.
2.1.1.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), untuk mengukur tingkat
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek
penelitian atau responden. Penilaian-penilaian didasarkan pada
suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-
kriteria yang telah ada.
Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi
dalam 3 kategori, yaitu:
1. Baik : Apabila skor atau nilai menjawab benar 76% - 100%
dari seluruh petanyaan.
12
2. Cukup : Apabila skor atau nilai menjawab benar 56% - 75%
dari seluruh pertanyaan.
3. Kurang : Apabila skor atau nilai menjawab benar < 55% dari
seluruh pertanyaan
2.1.2 Keluarga
2.1.2.1 Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah
tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto,
2007).
2.1.2.2 Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut
(Sudiharto, 2007):
1. Keluarga Inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk
karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari
suami, istri, dan anak- anak baik karena kelahiran (natural)
maupun adopsi.
2. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga
tempat asal seseorang dilahirkan.
13
3. Keluarga Besar (extended family), keluarga inti ditambah
keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek,
nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti
orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan
sejenis (guy/lesbian families).
4. Keluarga berantai, keluarga yang terbentuk karena
perceraiandan/atau kematian pasangan yang dicintai dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan suatu keluarga inti.
5. Keluarga duda atau janda (single family), keluarga yang terjadi
karena perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
6. Keluarga komposit (composite family), keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.
7. Keluarga kohabitasis (Cohabitation), dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di
Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan
budaya timur. Namun lambat laun, keluarga kohabitasi ini
mulai dapat diterima.
8. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai-
nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat,
dijumpai bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak
perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah
dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan
14
keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan
satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya.
Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya, jumlah
keluarga inses semakin hari semakin besar. Halini dapat kita
cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan
elektronik.
9. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan
ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh
perkawinan, sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat
oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah ayah-ibu
dan anak hasil dari perkawinan atau adopsi. Contoh keluarga
nontradisional adalah sekelompok orang yang tinggal di
asrama.
2.1.2.3 Ciri-ciri Keluarga
Ciri-ciri keluarga di Indonesia adalah (Ali, 2010):
1. Mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat yang dilandasi
oleh semangat kegotongroyongan.
2. Merupakan satu kesatuan utuh yang dijiwai oleh nilai budaya
ketimuran yang kental yang mempunyai tanggung jawab besar.
3. Umumnya dipimpin oleh suami sebagai kepala rumah tangga
yang dominan dalam mengambil keputusan walaupun
prosesnya melalui musyawarah dan mufakat.
15
4. Sedikit berbeda antara yang tinggal di pedesaan dan di
perkotaan keluarga di pedesaan masih bersifat tradisional,
sederhana, saling menghormati satu sama lain dan sedikit sulit
menerima inovasi baru.
2.1.2.4 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2007), lima
fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut:
1. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan
memberikan cinta kasih serta, saling menerima dan
mendukung.
2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial
dan belajar berperan di lingkungan sosial
3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.
5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga
untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan. Kemampuan keluarga melakukan asuhan
keperawatan atau pemeliharaan kesehatan memengaruhi status
kesehatan keluarga dan individu.
16
2.1.3 Halusinasi
2.1.3.1 Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar. Halusinasi adalah distorsi yang terjadi pada respon
neurologika, mal adaptif tanpa adanya rangsangan dari luar (Stuart,
2007). Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indera tanpa stimulus ekstern, persepsi palsu (Maramis,
2005).
Dari beberapa pengertian halusinasi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa halusinasi adalah gejala gangguan jiwa dimana
seseorang mengalami perubahan dalam merasakan rangsangan
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan dan penciuman yang
secara nyata sebenarnya tidak ada.
2.1.3.2 Jenis dan Penyebab Halusinasi
Jenis halusinasi menurut Cancro dan Lehman dalam
Videbeck (2008) yaitu halusinasi pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, taktil, kinestetik atau gerakkan. Stuart
(2007) mengatakan bahwa halusinasi dapat terjadi pada salah satu
dari lima modalitas sensori utama penglihatan, pendengaran, bau,
rasa dan perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal dimana
stimulus tersebut sebenarnya tidak ada. Halusinasi pendengaran
17
merupakan halusinasi yang paling sering terjadi. Penelitian Sousa
(2007) menyebutkan bahwa tipe halusinasi yang sering muncul
adalah halusinasi pendengaran sebanyak 69,23% diikuti dengan
halusinasi penglihatan sebesar 8,59%, selanjutnya halusinasi taktil
sebesar 5,72% dan sisanya halusinasi tipe lain. Maka halusinasi
dapat terjadi berupa stimulus palsu terhadap seluruh panca indera,
tetapi yang paling banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran.
Stuart (2007) menyebutkan bahwa halusinasi disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu adanya kegagalan dalam menyelesaikan
tahap perkembangan sosial, koping individu tidak efektif dan
hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis. Stuart dan
Laraia (2001) dalam (Yuyun Yusnifah, 2012) menjelaskan bahwa
halusinasi disebabkan oleh gangguan pada otak, konflik keluarga
dan koping stress yang tidak adekuat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa penyebab halusinasi sangat kompleks,
mencakup bio, psiko, sosial dan spiritual yang menyebabkan
seseorang mengalami stressor yang tidak dapat ditanganinya
sehingga menimbulkan berbagai manifestasi penyimpangan
perilaku berupa halusinasi.
2.1.3.3 Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Nanda (2010) tanda dan gejala halusinasi meliputi:
konsentrasi kurang, selalu berubah respon dari rangsangan,
18
kegelisahan, perubahan sensori akut, mudah tersinggung,
disorientasi waktu, tempat dan orang, perubahan kemampuan
pemecahan masalah, perubahan pola perilaku. Bicara dan tertawa
sendiri, mengatakan melihat dan mendengar sesuatu padahal objek
sebenarnya tidak ada, menarik diri, mondar-mandir dan
mengganggu lingkungan juga sering ditemui pada pasien dengan
halusinasi. Individu terkadang sulit untuk berpikir dan mengambil
keputusan. Banyak dari mereka yang justru mengganggu
lingkungan karena perilakunya itu. Pasien halusinasi biasanya
dibawa ke rumah sakit dalam kondisi akut yang memperlihatkan
gejala seperti bicara dan tertawa sendiri, berteriak-teriak, keluyuran
dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Hal tersebut
sebenarnya dapat dicegah apabila keluarga mengetahui tanda dan
gejala awal dari halusinasi. Pengetahuan keluarga tentang
halusinasi akan mencegah perilaku mal adaptif pasien halusinasi.
Ryandini (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan keluarga dengan frekuensi kambuh pasien penderita
skizofrenia di RS Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Penelitian ini dilakukan pada 36 responden yaitu keluarga yang
merawat pasien dengan skizofrenia. Dari hasil analisanya
menyebutkan bahwa keluarga dengan tingkat pengetahuan tinggi
memiliki tingkat kekambuhan rendah, sedangkan keluarga dengan
19
tingkat pengetahuan rendah memiliki tingkat kekambuhan yang
tinggi.
2.1.3.4 Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi
Menurut Stuart (2007), strategi merawat pasien dengan
halusinasi yaitu membina hubungan interpersonal dan saling
percaya, mengkaji gejala halusinasi, memfokuskan pada gejala dan
minta pasien menjelaskan apa yang sedang terjadi, mengkaji
penggunaan alkohol atau obat terlarang, mengatakan bahwa
perawat tidak mempunyai stimulus yang sama, membantu pasien
mengidentifikasikan kebutuhan yang dapat memicu halusinasi dan
membantu menangani gejala yang mempengaruhi aktifitas hidup
sehari-hari.
Menurut Keliat, dkk (2011) tindakan keperawatan yang
dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat
pasien halusinasi.
20
3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan
pasien.
4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
perawatan lanjutan pasien.
Merawat pasien berarti juga harus terlibat langsung dengan
program pengobatan pasien. Peran keluarga dibutuhkan dalam
mengawasi pasien minum obat. Oleh karena itu penting bagi
keluarga untuk mengetahui tentang obat dan efek samping obat.
Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis, waktu,
cara pemberian dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam
perawatan dan pengobatan bisa dikontrol oleh obat (Videbeck,
2008). Penatalaksanaan terpentingnya adalah bagaimana pasien
dengan halusinasi tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat
dan patuh, sehingga mampu mengikuti dan mempertahankan
terapinya untuk mengontrol halusinasinya (Suwardiman, 2011).
2.1.4 Kekambuhan
2.1.4.1. Pengertian
Kambuh artinya jatuh sakit kembali, mengulangi
perbuatannya (Fajri,. dkk, 2009: 416). Menurut Yakita (2003)
(dalam Wulansih,. Dkk, 2008: 182) kekambuhan adalah istilah
medis yang mendiskripsikan tanda-tanda dan gejala kembalinya
suatu penyakit setelah suatu pemulihan yang jelas. Menurut
21
Dohrenwend dan Nuechterlein dalam Prabowo (2007: 23)
memaparkan bahwa dari hasil beberapa penelitian, menyatakan
bahwa onset dan kambuhnya skizofrenia dapat disebabkan oleh
suasana kehidupan yang negatif, seperti perceraian orang tua,
kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan rusaknya hubungan sosial
karena adanya ketegangan dalam pola interaksi keluarga. Oleh
karena itu, psikologi harus selalu mengembangkan beberapa
penelitian untuk dapat mengungkapkan hubungan yang kompleks
antara faktor biologis, lingkungan, dan psikososial yang dapat
menyebabkan gangguan skizofrenia.
Kekambuhan merupakan keadaan klien dimana muncul
gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien
harus dirawat kembali (Andri, 2008). Ada beberapa hal yang bisa
memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan
tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat
tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga
dan masyarakat serta adanya masalah kehidupan yang berat yang
membuat stress (Akbar, 2008).
Tingkat kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun
kambuh lebih dari atau sama dengan 3, dan rendah bila kurang dari
2 kali atau sama dengan 2 per tahun (Nurdiana, dkk, 2007).
22
2.1.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekambuhan
penderita gangguan jiwa dalam Yosep (2007) meliputi klien,
dokter, penanggungjawab klien dan keluarga. Penderita-penderita
yang kambuh biasanya sebelum keluar dari Rumah Sakit
mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan
memiliki sedikit keterampilan sosial (Porkony dkk dalam Akbar,
2008).
Beberapa prediktor terjadinya kekambuhan antara lain:
pemberian neuroleptik, onset dan previous course (akut/kronis,
manifestasi awal, upaya bunuh diri, dan faktor presipitasi),
psikopatologi (tipe residual, gejala afektif, sindrom paranoid,
halusinasi, gejala negatif), pengalaman hidup (pengalaman
traumatik, gangguan psikiatrik dan perkembangan saat anak),
social adjustment (status perkawinan, pekerjaan, pengalaman
seksual, dan tingkat pendidikan), kepribadian premorbid, situasi
emosi keluarga (ekspresi emosi keluarga yang tinggi/rendah),
faktor biologi (genetik, pria/wanita, dan umur) dari penderita
(Vaughn. et al, 2005).
Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam
proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan
perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan baik. Kualitas dan
23
efektifitas keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan
klien sehingga statusnya meningkat (Keliat, 2005).
2.2 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di
RSJD Surakarta belum pernah diteliti, namum penelitian lain yang membahas
tentang pengetahuan keluarga, keterlibatan keluarga dalam perawatan
halusinasi dan kekambuhan pasien halusinasi adalah:
Tabel 2.1Keaslian Penelitian
No NamaPeneliti
JudulPenelitian
MetodePenelitian
Hasil Penelitian
1. Tri DesiNadia (2012)
HubunganDukunganKeluargadenganTingkatKekambuhanKlienHalusinasi diRuang RawatInap RumahSakit JiwaProf. HBSa’aninPadang Tahun2012.
MenggunakandesainpenelitianAnalitikobservasionalberupa studicross-sectional
Hasil analisa univariatmenunjukkan lebihbanyak (51,1%)responden memilikidukungan keluargayang kurang, dan lebihdari separoh (59,2%)memiliki tingkatkekambuhan yangtinggi, dan hasil analisachi-square denganderajat kemaknaanp<0,05 menunjukkanterdapat hubunganbermakna antaradukungan keluargadengan tingkatkekambuhan klienhalusinasi di ruangrawat inap RumahSakit Jiwa Prof. HB.Sa`anin Padang.
24
NoNama
PenelitiJudul
PenelitianMetode
Penelitian Hasil Penelitian
2. Sri Wulansihdan ArifWidodo(2008)
HubunganAntaraTingkatPengetahuandan SikapKeluargadenganKekambuhanPada PasienSkizofrenia diRSJDSurakarta.
Menggunakandesainpenelitiandeskriptifberupa studicross-sectional
Dari hasil analisa nilaiChi-Squaremenunjukkan bahwaprobabilitas lebih besardari level of significant5% (0,256 > 0,05),maka pengetahuantidak mempunyaihubungan yangsignifikan dengankekambuhan padapasien skizofrenia.
3. DwyWahyunyRamdhany,dkk (2013)
HubunganKeterlibatanKeluargaTerhadapKemampuanKlienMengontrolHalusinasi diWilayah KerjaPuskesmasSamataKabupatenGowa.
MenggunakandesainpenelitiandeskriptifanalitikdenganpendekatanCrossSectionalStudy
Pearson Chi – Squaretest didapatkan nilaihubungan dukungankeluargap=0.001, hubunganmotivasi keluargap=0,001 dan nilaihubungan pemberianobat p=0,001. Olehkarena nilai p<0,05maka didapatkanhubungan yangsignifikan antarahubungan keterlibatankeluarga terhadapkemampuan klienmengontrol halusinasi.
25
2.3 Kerangka Teori
.
Keterangan:
: Tidak diteliti
: Diteliti
Gambar 2.1Kerangka Teori
Sumber: dimodifikasi (Budi Prayitno, 2008)
TingkatPengetahuan
Keluarga
TingkatKekambuhan
PasienHalusinasi
Tingkat Pengetahuan:1. Tahu2. Memahami3. Aplikasi4. Analisis5. Sintesis6. Evaluasi
Faktor-faktor yangMempengaruhiTingkat Pengetahuan:1. Pendidikan2. Pekerjaan3. Umur4. Minat5. Pengalaman6. Kebudayaan7. Informasi
Rendah(dalam 1 tahun
kambuh ≤ 2 kali)
Faktor-faktor yang mempengaruhikekambuhan:1. Klien.2. Dokter.3. Penanggung jawab klien.4. Keluarga
Tinggi(dalam 1 tahun
kambuh ≥ 3 kali)
26
2.4 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa hubungan antara
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Maka pada penelitian ini
variabel independen adalah tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi sedangkan variabel dependen adalah tingkat kekambuhan pasien
halusinasi.
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha = Ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi
di RSJD Surakarta.
H0 = Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi
di RSJD Surakarta.
Tingkat PengetahuanKeluarga Tentang
Perawatan Halusinasi
Tingkat KekambuhanPasien Halusinasi
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional,
yaitu suatu penelitian survei analitik. Pengamatan cross sectional merupakan
penelitian prevalensi penyakit dan sekaligus dengan prevalensi penyebab atau
faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara
faktor risiko terhadap akibat yang terjadi dalam bentuk penyakit atau keadaan
(status) kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan (Noor, 2008). Cross
sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Desain
penelitian cross sectional memiliki keunggulan antara lain mudah
dilaksanakan, sederhana, ekonomis, dalam hal waktu dan hasilnya dapat
diperoleh dengan cepat. Disamping itu dalam waktu yang bersamaan dapat
mengumpulkan banyak variabel, baik variabel risiko maupun variabel efek
(Notoatmodjo, 2010).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan
dalam penelitian (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua keluarga yang merawat pasien halusinasi yang sedang rawat
28
inap dan kambuh di RSJD Surakarta pada bulan Januari sampai dengan
Desember 2014 tercatat 1.200 pasien.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas
sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain,
sejumlah, tapi tidak semuanya, elemen dari populasi akan membentuk
sampel (Sekaran, 2006).
Penelitian ini menarik sampel dengan menggunakan rumus
Slovin dalam Husein Umar (2007: 78) yaitu:
21 Ne
Nn
Dimana:
N : Besarnya populasi
n : Besarnya sampel
e : Nilai presisi 0,1 (presisi ini diambil 10% karena melihat dari
jumlah populasi yang besar)
)1,0(200.11
1.2002
n
13
1.200n
31,92n = 92
Maka didapat sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang
merawat pasien halusinasi yang sedang rawat inap di RSJD Surakarta
sebanyak 92 pasien.
29
3.2.3 Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Consecutive
Sampling. Consecutive Sampling yaitu pemilihan sampel dengan
menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah
responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2008).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Keluarga dari pasien halusinasi yang kambuh dan dirawat di RSJD
Surakarta.
2. Dapat membaca dan menulis.
3. Anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien.
4. Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Anggota keluarga dari pasien yang dirawat di RSJD Surakarta
dengan diagnosa selain halusinasi.
2. Tidak bersedia menjadi responden.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap di RSJD Surakarta pada
tanggal 25 Mei s/d 4 Juli 2015.
30
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011).
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan
variabel terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel
secara operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007).
Komponen pada bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur,
hasil ukur, dan jenis data.
Tabel 3.1Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
UraianDefinisiOperasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel IndependenTingkatpengetahuankeluargatentangperawatanhalusinasi
Kemampuankeluargamerawatanggotakeluarganyayangmengalamihalusinasi.(Notoatmodjo,2010)
Kuesioner Hasilkuesioner
1. Baik: Skorjawaban lebihdari 76 - 100%.
2. Cukup: Skorjawaban 56% -75%.
3. Kurang: Skorjawaban kurangdari 56%.
Ordinal
Variabel DependenTingkatkekambuhanpasienhalusinasi
Frekuensikejadianhalusinasiyang terulangkembali.(Nurdiana,dkk, 2007)
Observasi Data direkamedik
1. Tinggi (dalam 1tahun kambuh ≥3 kali).
2. Rendah (dalam1 tahun kambuh≤ 2 kali)
Nominal
31
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
1. Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi
Pengumpulan data untuk variabel tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi didapatkan dengan cara
melakukan penyebaran kuesioner terhadap keluarga yang merawat
pasien halusinasi yang sedang rawat inap.
Kriteria tingkat pengetahuan menggunakan rumus
(Arikunto, 2010):
%100xN
nP
Keterangan:
P : Prosentase
n : Jumlah responden yang sesuai dengan kriteria
baik/cukup/kurang
N : Jumlah responden
Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam
3 kategori, yaitu:
a. Baik : Apabila skor atau nilai menjawab benar 76%
- 100% dari seluruh petanyaan.
b. Cukup : Apabila skor atau nilai menjawab benar 56%
- 75% dari seluruh pertanyaan.
32
c. Kurang : Apabila skor atau nilai menjawab benar < 55%
dari seluruh pertanyaan.
Pertanyaan tingkat pengetahuan meliputi tahu dan
memahami. Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi
pertanyaan tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi sebagai berikut:
Tabel 3.2Kisi-kisi Pertanyaan Tingkat Pengetahuan Keluarga
Tentang Perawatan Halusinasi
No KategoriJumlah
ItemNomor dalam
Kuesioner1. Tahu 12 item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 11, 172. Memahami 11 item 7,8, 9, 10, 12, 14, 15, 16,
18,19,20, 21
2. Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi
Pengumpulan data variabel tingkat kekambuhan pasien
halusinasi didapatkan dengan cara melihat laporan data sekunder
dari keluarga yang merawat pasien halusinasi atau melihat check
list data dari rekam medik yang sedang rawat inap. Kategorisasi
dan kode dari tingkat kekambuhan pasien halusinasi 1. Tingkat
kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun kambuh lebih dari
atau sama dengan 3, dan 2. Rendah bila kurang dari 2 kali atau
sama dengan 2 per tahun (Nurdiana, dkk, 2007).
3.5.2 Cara Pengumpulan Data
1. Mengajukan surat permohonan studi pendahuluan ke RSJD
Surakarta.
33
2. Mengajukan surat permohonan uji validitas dan reliabilitas ke
RSJD Dr. RM. Soedjarwaji Klaten.
3. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke RSJD surakarta.
4. Menjelaskan tentang penelitian dan tujuan penelitian kepada
calon responden, menjelaskan tentang informed consent, setelah
responden memahami dan apabila setuju maka responden
diminta untuk menandatangani informed consent tersebut.
5. Pengumpulan data untuk variabel tingkat pengetahuan keluarga
tentang perawatan halusinasi dengan melakukan penyebaran
kuesioner sebanyak 21 pernyataan benar dan salah.
6. Pengumpulan data untuk variabel tingkat kekambuhan dengan
cara melihat laporan data sekunder dari keluarga atau melihat
check list data dari rekam medik dengan memberi kategori dan
kode tingkat kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun
kambuh ≥ 3 kali, dan rendah bila ≤ 2 kali.
7. Setelah diisi kuesioner ditarik kembali untuk dikoreksi
kelengkapan pengisian kuesioner. Kuesioner yang memenuhi
syarat kemudian dilakukan pengolahan data.
Skoring dilakukan berdasarkan jawaban dengan skala 1 dan 0.
Pada pernyataan yang bersifat positif (benar), bila responden
memberikan jawaban positif maka diberi skor 1 dan bila memberi
jawaban negatif diberi skor 0. Sebaliknya pada pertanyaan yang
bersifat negatif, bila responden memberi jawaban positif maka diberi
skor 0 dan bila memberi jawaban negatif maka diberi skor 1.
34
Pengumpulan data pada variabel tingkat kekambuhan pasien
halusinasi menggunakan laporan data sekunder dari keluarga yang
merawat pasien halusinasi atau melihat check list data dari rekam
medik yang sedang rawat inap. Tingkat kekambuhan tinggi bila klien
dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 3, dan rendah
bila kurang dari 2 kali atau sama dengan 2 per tahun (Nurdiana, dkk,
2007).
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara
ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya
tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus
teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk
menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas
dan reliabilitas instrumen (Dharma, 2011).
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap keluarga yang
merawat pasien halusinasi yang sedang rawat inap di RSJD Klaten dengan
menyebar 30 kuesioner. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut:
3.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010).
Butir soal dis-kontinum pada soal bentuk obyektif dengan skor 0 dan
1, maka menggunakan “koefisian korelasi biserial” (Riyanto, 2011).
Langkah-langkah perhitungan validitas adalah sebagai berikut :
35
1. Menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi), dengan rumus:
q
p
S
MM
t
tppbi
Keterangan:
γpbi = Koefisien korelasi biserial
Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item
yang dicari validitasnya
Mt = Rerata skor total
St = Standar deviasi dari skor total
p = Proporsi sampel yang menjawab betul/ya
q = 1-p
2. Mencari nilai t hitung
Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji
nilai signifikansi validitas butir soal tersebut, peneliti
menggunakan uji t yaitu dengan menggunakan rumus berikut:
2
1 2
N
r
rthitung
Keterangan:
r = Nilia koefisien korelasi
N = Jumlah sampel
Setelah diperoleh thitung maka, langkah selanjutnya adalah
menentukan ttabel dengan df = n-2 = 30-2 = 28 dengan nilai df = 28
dan pada nilai α = 0,05 didapat nilai t(0,05;28) = 1,701.
36
3. Proses pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika t hitung positif dan t hitung > t tabel, maka butir soal valid.
b. Jika t hitung negatif dan t hitung < t tabel, maka butir soal tidak
valid.
Uji instrumen dilakukan pada tanggal 12 Mei – 21 Mei 2015 di
RSJD Dr. RM. Soedarwaji Klaten sebanyak 30 responden, hasil uji
validitas tingkat pengetahuan dengan 24 butir pertanyaan diketahui
bahwa 21 butir pertanyaan untuk mengungkap tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dinyatakan valid, hal ini karena
nilai thitung > ttabel, sedangkan 3 butir pertanyaan dinyatakan tidak valid
yaitu butir nomor 3,7,14. Hal ini karena nilai thitung (-) atau thitung <
ttabel. Selanjutnya 3 butir pertanyaan yang tidak valid didrop dan tidak
digunakan pada penelitian berikutnya.
Tabel 3.3Hasil Uji Validitas Biserial (γpbi)
Untuk Variabel Tingkat PengetahuanButir
Pertanyaan thitung ttabel Status
1. 13.456 1.701 Valid2. -0.963 1.701 Invalid3. 4.785 1.701 Valid4. 14.414 1.701 Valid5. 5.748 1.701 Valid6. 28.922 1.701 Valid7. 0.867 1.701 Invalid8. 23.285 1.701 Valid9. 18.276 1.701 Valid10. 7.312 1.701 Valid11. 6.719 1.701 Valid12. 19.756 1.701 Valid13. 14.463 1.701 Valid
37
14. -5.825 1.701 Invalid15. 19.910 1.701 Valid16. 2.805 1.701 Valid17. 2.978 1.701 Valid18. 6.947 1.701 Valid19. 5.064 1.701 Valid20. 9.466 1.701 Valid21. 24.824 1.701 Valid22. 30.810 1.701 Valid23. 35.681 1.701 Valid24. 3.277 1.701 Valid
Sumber: data primer diolah, 2015
3.6.2 Uji reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto,
2010). Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius
mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.
Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau yang reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Dalam penelitian ini menggunakan rumus dari KR 21 (Kuder
Richardson) (Arikunto, 2006) yaitu:
KR-21 : r11 =
2
11
tnS
MnM
n
n
Keterangan:
KR-21 : r11= Reliabilitas instrumen
n = Banyaknya butir pertanyaan
M = Skor rata-rata
St2 = Varians total
38
Tabel 3.4Tingkatan Besarnya Reliabel
No r11 Tingkatan1. 0,800 – 1,000 Sangat Tinggi2. 0,600 – 0,799 Tinggi3. 0,400 – 0,599 Cukup4. 0,200 – 0,399 Rendah5. 0,000 – 0,199 Sangat Rendah
Arikunto (2008: 75)
Hasil pengujian reliabilitas KR 21 (Kuder Richardson) variabel
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi diperoleh
nilai KR 21 (Kuder Richardson) = 0,646 (0,600 – 0,799) pada tingkat
reliabel tinggi. Sehingga seluruh uji instrumen yang terdiri dari
validitas dan reliabilitas memenuhi persyaratan untuk dipakai dalam
pengambilan keputusan penelitian.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul pada tahap pengumpulan data perlu
diolah terlebih dahulu. Tujuan dari pengolahan data tersebut adalah
untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul. Adapun
pengolahan data dalam penelitian ini meliputi (Hidayat, 2007):
1. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian
dalam lembar kuesioner sudah lengkap. Editing dilakukan ditempat
pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang dapat
segera dilengkapi.
39
2. Coding
Teknik koding dilakukan dengan memberikan tanda pada
masing-masing jawaban dengan kode berupa angka dilakukan
berdasarkan jawaban dengan skala 1 dan 0. Pada pernyataan yang
bersifat positif (benar), bila responden memberikan jawaban positif
maka diberi skor 1 dan bila memberi jawaban negatif diberi skor 0.
Sebaliknya pada pertanyaan yang bersifat negatif, bila responden
memberi jawaban positif maka diberi skor 0 dan bila memberi
jawaban negatif maka diberi skor 1. Selanjutnya dimasukkan ke
dalam lembaran tabel kerja.
3. Tabulating
Tabulating adalah langkah untuk memasukkan data hasil
penelitian ke dalam tabel-tabel kriteria.
3.7.2 Analisa Data
Dalam menganalisis data, data yang telah diolah dengan
menggunakan bantuan komputerisasi program SPSS for windows
kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan sehingga pada akhirnya
analisis data tersebut memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Analisa data dalam penelitian ini melalui
prosedur bertahap yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
40
Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu
menampilkan frekuensi, varian data (mean, median, standar
deviasi) tentang karakteristik responden, variabel tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel
tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2007). Yaitu
variabel bebas tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi dan variabel terikat adalah tingkat kekambuhan pasien
halusinasi di RSJD Surakarta. Pada penelitian ini digunakan
Penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik dengan uji
chi-square (χ2) dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) untuk
data dengan skala ordinal 3 kategori dengan rumus (Notoatmodjo,
2007). Kriteria pengambilan kesimpulan berdasarkan tingkat
signifikan (nilai p) adalah:
a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
b. Jika nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.:
k
i h
h
F
FFx
1
202 )(
Keterangan:
X2 = Chi kuadrat
F0 = Frekuensi yang diobservasi
Fh = Frekuensi yang diharapkan
41
Koefisien kontigensi digunakan untuk menghitung
hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Koefisien
kontigensi (CC) sangat erat hubungannya dengan chi square yang
digunakan untuk menguji hipotesis komparatif (k) sampel
independent. Rumus menghitung koefisien kontigensi adalah
(Sugiyono, 2007):
NX
XC
2
2
Keterangan:
C = Koefisien kontegensi
X2 = Harga chi quadrat yang diperoleh
N = Jumlah responden
Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien
kontigensi yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2007):
a. 0,00-0,19 = hubungan sangat lemah.
b. 0,20-0,39 = hubungan lemah.
c. 0,40-0,59 = hubungan cukup kuat.
d. 0,60-0,79 = hubungan kuat.
e. 0,80-1,00 = hubungan sangat kuat.
42
3.8 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2007) etika dalam penelitian keperawatan sangat
penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu:
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed consent)
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan
dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Responden telah menyatakan bersedia diteliti, mereka
diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent)
tersebut.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
mencantumkan namanya dalam lembar pengumpulan data, namun
cukup diberi kode pada masing-masing lembar tersebut.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok tertentu
saja yang akan dijadikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSJD Surakarta pada bulan Februari s/d
Maret 2015. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah consecutive
sampling. Sampel penelitian berjumlah 92 pasien dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.
Adapun hasilnya adalah sebagai berikut
4.1.1 Analisis Univariat
1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umurUmur f %
28 – 40 Tahun 30 32,6%41 – 53 Tahun 45 48,9%54 – 65Tahun 17 18.5%
Jumlah 92 100,0%
Hasil distribusi berdasarkan umur responden dapat diketahui
bahwa umur 28 - 40 tahun sebanyak 30 responden atau 32,6%, 41 - 53
tahun sebanyak 45 responden atau 48,9% dan 54 - 65 tahun sebanyak
17 responden atau 18,5%. Maka dapat disimpulkan bahwa umur
responden sebagian besar 41 - 53 tahun yaitu sebanyak 45 responden
atau 48,9%.
.
44
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jeniskelamin
Jenis Kelamin Frekuensi PersentaseLaki-laki 36 39,1%Perempuan 56 60,9%
Jumlah 92 100,0%
Hasil distribusi berdasarkan jenis kelamin responden dapat
diketahui bahwa laki-laki sebanyak 36 responden atau 39,1% dan
perempuan sebanyak 56 responden atau 60,9%. Maka dapat
disimpulkan bahwa responden penelitian sebagian besar perempuan.
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikanPendidikan Frekuensi Persentase
Perguruan Tinggi 5 5,4%SMA 54 58,7%SMP 28 30,5%SD 5 5,4%
Jumlah 92 100,0%
Hasil distribusi berdasarkan pendidikan responden dapat
diketahui bahwa pendidikan terakhir SD sebanyak 5 responden atau
5,4%, SMP sebanyak 28 responden atau 30,5%, SMA sebanyak 54
responden atau 58,7% dan Perguruan Tinggi sebanyak 5 responden
atau 5,4%. Maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian
sebagian besar dengan pendidikan terakhir SMA, yaitu sebanyak 54
responden atau 58,7%.
45
4. Tingkat Pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkatpengetahuan
Tingkat Pengetahuan Frekuensi PersentaseBaik 43 46,7%Cukup 33 35,9%Kurang 16 17,4%
Jumlah 92 100%
Hasil perhitungan berdasarkan tingkat pengetahuan responden
dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan pada kategori baik
sebanyak 43 responden atau 46,7%, cukup sebanyak 33 responden atau
35,9% dan kurang sebanyak 16 responden atau 17,4%. Maka dapat
disimpulkan sebagian besar responden penelitian dengan tingkat
pengetahuan pada kategori baik, yaitu sebanyak 43 responden atau
46,7%.
5. Tingkat Kekambuhan
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkatkekambuhan
Tingkat Kekambuhan Frekuensi PersentaseTinggi 25 27,2%Rendah 67 72,8%
Jumlah 92 100%
Hasil perhitungan berdasarkan tingkat kekambuhan pasien
halusinasi dapat diketahui bahwa pada kategori rendah sebanyak 67
responden atau 72,8% dan tinggi sebanyak 25 responden atau 27,2%.
Maka dapat disimpulkan sebagian besar pasien halusinasi dengan
tingkat kekambuhan pada kategori rendah, yaitu sebanyak 67
responden atau 72,8%.
46
4.1.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi, yaitu variabel bebas tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel terikat
adalah tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Pada
penelitian ini digunakan uji statistik chi square dengan tingkat
kemaknaan α=0,05. adapun hasil analisis bivariat adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.6Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi dengan Tingkat KekambuhanPasien Halusinasi di RSJD Surakarta
TingkatPengetahuan
Keluarga
Tingkat KekambuhanPasien Halusinasi Jumlah p-value
Rendah Tinggi
Baik 41 (44,6%) 2 (2,2%) 43 (46,7%)
47,001 0,000Cukup 25 (27,2%) 8 (8,7%) 33 (35,9%)
Kurang 1 (1,1%) 15 (16,3%) 16 (17,4%)
Jumlah 67 (72,8%) 25 (27,2%) 92 (100,0%)
C (Koefisien Kontigensi) = 0,581Sumber: data primer diolah, 2015
Hasil perhitungan pada tabel 4.6 diketahui tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi kategori kurang dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi kategori rendah sebanyak 1 orang
(1,1%) sedangkan kategori tinggi sebanyak 15 orang (16,3%), tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi kategori cukup
dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi kategori rendah
47
sebanyak 25 orang (27,2%) sedangkan kategori tinggi sebanyak 8
orang (8,7%) dan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi kategori baik dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi
kategori rendah sebanyak 41 orang (44,6%) sedangkan kategori tinggi
sebanyak 2 orang (2,2%).
Berdasarkan jumlah tabulasi di atas dapat diketahui
kecenderungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi kategori baik dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi
kategori rendah yaitu sebanyak 41 orang (44,6%).
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.6 dengan
menggunakan alat analisis chi-square (χ2) dapat diketahui bahwa nilai
2hitung adalah sebesar 47,001 (p= 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak
dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan
tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.
Koefisien kontigensi digunakan untuk menghitung hubungan
antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Koefisien kontigensi
(CC) sangat erat hubungannya dengan chi square yang digunakan
untuk menguji hipotesis komparatif (k) sampel independent. Rumus
menghitung koefisien kontigensi adalah (Sugiyono, 2007):
NX
XC
2
2
92001,47
001,47
C
48
581,0C
Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien
kontigensi yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2007):
1. 0,00-0,19 = hubungan sangat lemah.
2. 0,20-0,39 = hubungan lemah.
3. 0,40-0,59 = hubungan cukup kuat.
4. 0,60-0,79 = hubungan kuat.
5. 0,80-1,00 = hubungan sangat kuat.
Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,581 berada pada antara
0,40-0,59 (hubungan cukup kuat) hal ini menunjukkan bahwa
hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD
Surakarta pada kategori hubungan cukup kuat.
49
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien
halusinasi di RSJD Surakarta yang telah dilakukan terhadap 92 keluarga pasien
halusinasi diperoleh hasil sebagai berikut:
5.1 Umur Responden
Hasil distribusi berdasarkan umur keluarga dari pasien halusinasi yang
sedang rawat inap di RSJD Surakarta diketahui bahwa umur responden
sebagian besar 41 - 53 tahun sebanyak 45 responden atau 48,9%. Umur yang
lebih dewasa lebih memiliki banyak pengalaman, sehingga dapat diartikan
bahwa semakin dewasa umur seseorang maka semakin tinggi tingkat
pengalamannya (Mubarak, 2007).
5.2 Jenis Kelamin Responden
Hasil distribusi berdasarkan jenis kelamin keluarga dari pasien
halusinasi yang sedang rawat inap di RSJD Surakarta dapat diketahui sebagian
besar perempuan sebanyak 56 responden atau 60,9%. Hal ini disebabkan
karena perempuan memiliki peranan penting dalam merawat anggota keluarga
yang sakit.
5.3 Pendidikan Responden
Hasil distribusi berdasarkan pendidikan keluarga dari pasien halusinasi
yang sedang rawat inap di RSJD Surakarta diketahui bahwa sebagian besar
50
pendidikan SMA yaitu sebanyak 54 responden atau 58,7%. Makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya,
jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai
baru diperkenalkan (Mubarak dkk, 2007).
5.4 Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi di RSJD
Surakarta
Hasil distribusi tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi di RSJD Surakarta dominan kategori baik yaitu sebesar 46,7%.
Sabagian besar keluarga tahu dan memahami isi kuesioner tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi di RSJD Surakarta. Hal ini
disebabkan informasi mengenai perawatan halusinasi sudah banyak didapat
keluarga melalui media informasi seperti koran ,televisi dan radio, serta
keluarga mendapatkan penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan di RSJD
Surakarta. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kekambuhan pasien halusinasi (Ryandini dkk, 2011). Pengetahuan
(Knowledge) diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan
sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga
menghasilkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Keluarga adalah caregiver
untuk pasien halusinasi di rumah. Perannya menggantikan peran perawat saat
51
di rumah sakit. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan keluarga .
Penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Yuyun Yusnipah (2012),
dengan menunjukkan hasil bahwa sebanyak 57,7% responden memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi dalam merawat pasien halusinasi. Hal ini
memperlihatkan pentingnya pengetahuan keluarga untuk proses penyembuhan
pasien (Yuyun Yusnipah, 2012).
5.5 Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi Di RSJD Surakarta
Hasil distribusi berdasarkan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
RSJD Surakarta dominan kategori rendah yaitu sebesar 72,8%, Hal ini
disebabkan oleh faktor tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi di RSJD Surakarta yang membuat keyakinan klien akan
kesembuhan tentang dirinya meningkat sehingga menyebabkan klien
mempunyai semangat dan motivasi dalam proses penyembuhan. Sedangkan
tingkat kekambuhan yang tinggi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi. Kekambuhan adalah munculnya
kembali gejala-gejala akut yang biasanya sama dengan perlakuan yang
ditujukan klien pada awal episode diri. Sebagai perlakuan umum yang terjadi
seperti kurang tidur, penarikan diri, kehidupan sosial yang memburuk,
kekacauan berfikir, berbicara ngawur, halusinasi penglihatan dan pendengaran
(Firdaus dkk, 2005). Penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Nurdiana, dkk
(2007) menunjukkan hasil bahwa tingkat kekambuhan yang rendah sebanyak
22 orang (73,3%) yang mungkin disebabkan oleh faktor peran serta keluarga.
52
5.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan
Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta
Hasil penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dengan nilai 2hitung sebesar
47,001 (p= 0,000 < 0,05).Keluarga merupakan faktor penting yang
menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi.
Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien
mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, maka pasien akan
kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Hal ini tentunya
tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan kemampuan keluarga merawat
anggota keluarganya (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah, 2012).
Memberikan kepercayaan dan motivasi bagi penderita gangguan jiwa dalam
menjalani kehidupannya. Selain itu, dorongan yang kuat dari dalam dirinya
tentu dapat memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam
masyarakat (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Dwy Wahyuny
Ramdhany, dkk (2013). Hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang
signifikan hubungan keterlibatan keluarga terhadap kemampuan klien
mengontrol halusinasi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Tri
Desi Nadia (2012). Hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan klien halusinasi.
53
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Karakteristik responden berdasarkan umur responden sebagian
besar 41 - 53 tahun yaitu sebanyak 45 responden atau 48,9%, jenis
kelamin perempuan sebanyak 56 responden atau 60,9% dan
pendidikan terakhir SMA, yaitu sebanyak 54 responden atau
58,7%.
2. Tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi di
RSJD Surakarta dominan kategori baik yaitu sebesar 46,7%.
3. Kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dominan
kategori rendah yaitu sebesar 72,8%, sedangkan sisanya kategori
tinggi hanya sebesar 27,2%.
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan
pasien halusinasi di RSJD Surakarta dengan nilai 2hitung sebesar
47,001 (p= 0,000 < 0,05). Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,581
berada pada antara 0,40-0,59 (hubungan cukup kuat) hal ini
54
menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan
pasien halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup
kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi yang tinggi akan
memperkecil tingkat kekambuhan pasien halusinasi.
6.2 Saran
Adanya berbagai keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini, maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Sebaiknya rumah sakit harus lebih meningkatkan intensitas
kunjungan keluarga pasien, untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang perawatan halusinasi dengan meningkatkan pendidikan kesehatan
atau penyuluhan tentang perawatan halusinasi sehingga jarang mengalami
kekambuhan yang berulang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan petunjuk para civitas akademika
bahwa keluarga pasien juga dapat menjadi salah satu objek pengkajian
dalam upaya penyembuhan pasien halusinasi.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih
lanjut, maka untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat
55
mengembangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi penyembuhan
pasien halusinasi.
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan mengenai tingkat pengetahuan keluarga
tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien
halusinasi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Akbar. (2008). Konsep Stres. Diakses 30 Desember 2014 darihttp://drakbar.wordpress.com/2008/01/31/2/.
Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.
Andri. (2008). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing the Treatment Gap forSchizophrenia, (online), (http://www.kabarindonesia/berita, diakses 01Januari 2015).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Karya.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Budi Prayitno. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat TentangProsedur Suction dengan Prilaku Perawat dalam Melakukan TindakanSuction di ICU Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang. Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang,Februari 2008.
Dalami, E, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial.Jakarta: Trans Info Media.
Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: PanduanMelaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans InfoMedia.
Dinosetro. (2008). Hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kemandiriankehidupan sosial bermasyarakat pada klien Skizofrenia post perawatan diRumah Sakit Jiwa Menur.http://dinosetro.multiply.com/guestbook?&=&page=3. Diunduh padatanggal 30 Desember 2014.
Dwy Wahyuny Ramdhany, Dahrianis dan Muhammad Nur. (2013). HubunganKeterlibatan Keluarga Terhadap Kemampuan Klien MengontrolHalusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas Samata Kabupaten Gowa. ISSN :2302-1721. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2013.
Fajri., Em zul, dan Ratu Aprilia. (2009). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta: Difa Publisher.
57
Firdaus Jimmi, Muhammad Syukri, dkk. (2005). Schizophrenia, Sebuah PanduanBagi Keluarga Skizofrenia. Yogyakarta: Dozz.
Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hawari, Dadang. (2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hidayat. A.A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik AnalisaData. Jakarta: Salemba Medika.
Husein Umar. (2007) Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Keliat, B.A., dkk. (2005). Peran Serta Keluarga dalam Perawatan KlienGangguan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (BasicCourse). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Maramis,W.F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: AirlanggaUniversity Press.
MR RSJD SK. (2013). Data Jumlah Pasien Gangguan Jiwa. Rumah Sakit JiwaDaerah Surakarta.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar ProsesBelajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muwarni, A. (2007). Asuhan Keperawaran Keluarga. Yogyakarta: MitraCendikia Press.
Nanda. (2010). Nursing Disgnoses: Definition and Classification 2010-2011.Philadelphia-USA. Nanda International.
Noor, N.N. (2008). Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: RinekaCipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur’aeni, Nani (2010). Fungsi Keluarga Pada Tanggung Jawab Pendidikan.(http://ekselenizer.com). Diakses 26 Desember 2014.
58
Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. (2007). Peran Serta Keluarga TerhadapTingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah KesehatanKeperawatan, Vol.3 No.1.
Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen PenelitianKeperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Oktaviandry, Navel. 2012. Pengetahuan Ilmiah, Penelitian Ilmiah, dan JenisPengetahuan. Tersedia di: http://navelmangelep.wordpress.com/2012/02/21/pengetahuan-pengetahuan-ilmiah-penelitian-ilmiah-dan-jenis-penelitian/ [diakses pada 29 Desember 2014].
Prabowo, Hendy Purwo. 2007. Interaksi Keluarga pada Remaja PenderitaSkizofrenia : Tinjauan Psikokultural Jawa. Semarang: Fakultas PsikologiUniversitas Diponegoro. Didownload tanggal 29 Desember 2014. Melaluibrowser google chrome dengan alamat URL.http://eprints.undip.ac.id/10425/1/SKRIPSI-HENDY-M2A002041.pdf.
Purba dkk. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososialdan Gangguan Jiwa. Edisi 2. Medan: USU Press.
Riyanto, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ryandini, R.F.,Saraswati, H.R. & Meikawati, W. (2011). Faktor-faktor yangBerhubungan dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di RumahSakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal Keperawatandan Kebidanan (JIKK). Vol 1. No. 4. 4 Juni 2011. 205-215.
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis BagiPemula. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Sekaran, Uma. (2006). Research Methods For Business: Metodologi PenelitianUntuk Bisnis, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Setiadi. (2008). Konsep dan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sousa, D.A. (2007). Types and Content of Hallucination in Schizofrenia. Journalof Pakistan Psychiatric Society. Page 29.
Stuart, & Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 4. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa; Alih Bahasa, Ramona P, Egi,K. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
59
Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan PendekatanKeperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suwardiman, D. (2011). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan BebanKeluarga untuk Mengikuti Regimen Terapeutik pada Keluarga KlienHalusinasi di RSUD Serang Tahun 2011. Tesis FIK UI. TidakDipublikasikan.
Tri Desi Nadia. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dengan TingkatKekambuhan Klien Halusinasi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit JiwaProf. HB Sa’anin Padang Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Keperawatan.Universitas Andalas.
Vaughn, C, Snyder, K, et al. (2005). Family factor in schizophrenic relapse areplication. Rehabilitation research and training center in mental illness,Brentwood Medical Center Los Angeles. Schizophrenia Bulletin Brady N.and McCain GC, Living with Schizophrenia: a Family Perspective,Journal of Issues in Nursing, 2005; 8 (2) 10 (issue 1).
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wulansih, Sri dan Arif Widodo. (2008). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuandan Sikap Keluarga dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia diRSJD Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979-2697, Vol. 1 No. 4,Desember 2008.
Yosep I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Penerbit Refika Aditama.
Yosep I. (2009). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Penerbit RefikaAditama.
Yuliana Sisky. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan MotivasiKeluarga dalam Memberikan Dukungan terhadap Klien Gangguan Jiwa diPoliklinik RSJ Prof. HB Saanin Padang Tahun 2010. Skripsi. ProgramStudi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kedokteran. Universitas AndalasPadang.
Yuyun Yusnipah. (2012). Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Merawat PasienHalusinasi di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor.Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.
60