Post on 09-May-2022
LAPORAN PENELITIAN STIMULUS
ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM PEMBUANGAN SAMPAH
MEDIS DI RUMAH SAKIT X JAKARTA
TAHUN 2020
PENELITI
Ketua : Ns. Milla Evelianti Saputri, S.Kep.,MKM
Anggota : Ns. Aisyiah, S.Kep., M.Kep.,Sp. Kep. Kom
Dwi Nugroho, AMKep
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2020
DENGAN BANTUAN BIAYA
DARI UNIVERSITAS NASIONAL
2
3
RINGKASAN
Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi social dan kesehatan
dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif) meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan
tenaga kesehatan dan tempat untuk penelitian. Rumah Sakita dalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawatinap, rawat jalan, dan gawatdarurat.
(PermenkesNomor 72 Tahun 2016).
Diperkirakan secara nasional produksi sampah rumah sakit sebesar 376.089 ton
perhari dan produksi air limbah sebanyak 48.885,70 ton per hari. Dari data tersebut
dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Ditjen PP & PL,
2017).
Dampak sampah rumah sakit ini mempunyai risiko yang tinggi, infeksi virus
yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan C, tenaga layanan kesehatan,
terutama perawat, merupakan kelompok yang berisiko paling besar untuk terkena
infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang terkontaminasi (umumnya jarumsuntik).
(Riyastri, 2016)
Hasil penelitian menunjukan perilaku perawat yang kurang dalm pembuangan
ssampah medis sebesar 58,6%, sedangkan untuk variabel pengetahuan dan sikap
memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai P < α(0.05) sedangkan untuk variabel
usia dan pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai P>α (0.05).
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas kehendakNya kegiatan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor Perilaku Perawat dalam Membuang Sampah Medis
Di Rumah Sakit X Jakarat tahun 2020 ” dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan penelitian
ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh
dosen yaitu dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang Penelitian
Berkaitan dengan selesainya kegiatan ini, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-
besarnya disampaikan kepada :
1. Universitas Nasional, atas bantuan dana yang diberikan.
2. Prof. Dr. Ernwati Sinaga, MS. Apt., Warek III Universitas Nasional Bidang Penelitian,
Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama, yang telah memotivasi, mendorong, dan
memberikan semangat kepada dosen-dosen Universitas Nasional untuk melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sekaligus mengusahakan dana dari
Universitas Nasional.
3. Dr. Retno Widowati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional atas ijin
dan kesempatan sehingga kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar.
4. Semua pihak yang membantu terlaksananya pengabdian masyarakat ini.
Jakarta, 24 Agustus 2020
Ketua Peneliti
(Ns.Milla Evelianti S. S.Kep., M.KM)
5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………......... 2
RINGKASAN .................................................................................... 3
KATA PENGANTAR ........................................................................ 4
DAFTAR ISI ……………………………………………………............ 5
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................. 6
B. Kerangka Teori…………….............................................. 7
C. Permasalahan .................................................................. 8
D. Urgensi Penelitian ……………………………………........ 9
E. Tujuan Penelitian…………………………………….......... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Rumah sakit............................................................... 11
B. Konsep sampah Medis........................................................ 21
C. Konsep Pengetahuan ............................................................. 21
D. Konsep Sikap…............................................................ 27
E. Konsep Perilaku…............................................................. 26
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………. .... 43
B. Alat, bahan dan Responden …………………………. .... 43
C. Cara Kerja ……………………………………………..... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….. 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………… 52
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 53
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO )pada tahun 2010 menunjukkan
suntikan dengan jarum suntik yang terkontaminasi menyebabkan 33.800 kasus baru
infeksi HIV, 1.700.000 Infeksi Hepatitis B, dan 315.000 Infeksi Hepatitis C. Angka
kejadian kecelakaan kerja pada perawat di Amerika yang disebabkan oleh benda
tajam yang terjadi pada perawat rawat inap adalah sekitar 12.600 - 22.200 orang
dan perawat rawat jalan sekitar 28.000 - 48.000
Dampak sampah rumah sakit ini mempunyai risiko yang tinggi, infeksi virus
yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan C, tenaga layanan kesehatan,
terutama perawat, merupakan kelompok yang berisiko paling besar untuk terkena
infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang terkontaminasi (umumnya jarum
suntik). (Riyastri, 2016)
Faktor pengetahuan dan sikap menjadi dasar keberhasilan pengelolaan sampah
rumah sakit. Pengetahuan dan sikap akan mempengaruhi perilaku perawat dan
petugas lainnya untuk berperilaku dengan baik dan benar dalam melakukan upaya
penanganan dan pembuangan sampah. Dukungan pengetahuan dan sikap ini akan
berpengaruh langsung terhadap perilaku yang nyata dalam pengelolaan ampah.
(sudiharti, 2011).
Proses pemisahan sampah di rumahsakit dilakukan oleh petugas kesehatan
khususnya perawat yang berada di setiap unit pelayanan. Untuk pengolahan sampah
selanjutnya dilakukan oleh petugas kebersihan di rumah sakit kemudians ampah
7
dibawa ketempat penampungan sementara untuk selanjutnya dilakukan proses
pemusnahan. ( Lailatul, dkk 2016)
Menurut Jurnal Penelitian dari Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
(Sudiarti, 2012) tentang pengetahuan dan sikap perilaku perawat dalam
pembuangan sampah medis di rumah sakit muhammadiyah Yogyakarta
Pengelolaan sampah padat di Rumah Sakit X Jakarta baru sebatas pada
pemisahan, penampungan dan pegangkutan dari tiap ruangan untuk kemudian di
bawa ketempat penampungan sementara. Untuk proses selanjutnya yaitu
pembuangan dan pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga sehingga diharapkan
sampah yang dihasilkan tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan
lingkungan. (Asmadi,2015)
B. Kerangka Teori
Berdasarkan studi kepustakaan, kajian teori disusunlah kerangka teoridari kejadian
hipertensi
Perilaku Perawat
Faktor Internal
Umur
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Faktor Eksternal
Ketersediaan Fasilitas
Ketersediaan sarana
Memperoleh Infomasi
Faktor Penguat (reinforcing
factor):
Kebijakan Rumah Sakit
8
Gambar 1
(Sumber: Kombinasi dari Aulia Andamita, 2012; Ika Yuniarti Tarigan, 2008; L. Green, 2005;
Soekidjo Notoadmojo, 2007; Sudiharti Solikha, 2011; Sumiati, 2005; Permenkes RI No.
1204/menkes/SK/X/2004)
C. Permasalahan
Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara
keseluruhan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif
(pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat
berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat untuk penelitian.
Rumah sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan rawat jalan, rawat inap,
pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, dan non medik menggunakan teknologi
yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya, sehingga wajib untuk
memelihara dan meningkatkan upaya penyehatan lingkungan.
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam sampah yang berupa
benda cair, padat dan gas. Hal ini mempunyai konsistensi perlunya pengelolaan
sampah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari sampah rumah sakit. Dampak sampah rumah sakit ini mempunyai
risiko yang tinggi, infeksi virus yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan
C, tenaga layanan kesehatan, terutama perawat, merupakan kelompok yang
berisiko paling besar untuk terkena infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang
terkontaminasi (umumnya jarum suntik). Risiko serupa juga dihadapi tenaga
kesehatan lain di rumah sakit dan pelaksana pengelolaan limbah di luar rumah
sakit, begitu juga pemulung di lokasi pembuangan akhir limbah (sekalipun risiko
ini tidak terdokumentasi). Di kalangan pasien dan masyarakat, risiko terkena
9
infeksi tersebut jauh lebih rendah. Beberapa infeksi yang menyebar melalui media
lain atau disebabkan oleh agen yang lebih resisten dapat menimbulkan risiko yang
bermakna pada masyarakat dan pasien rumah sakit
D. Urgensi Penelitian
Pengelolaan sampah rumah sakit semakin perlu mendapat perhatian mengingat
peningkatan rumah sakit yang cukup pesat akhir-akhir ini. Berdasarkan data, di
Indonesia sampai tahun 2002 terdapat sebanyak 1.215 buah rumah sakit dengan
jumlah tempat tidur 130.214. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan
Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur
perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat) berupa
limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2
persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) rumah sakit
sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per
hari. Gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk
mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta
penularan penyakit.
Permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit adalah peraturan terkait
kesehatan lingkungan rumah sakit masih belum memasyarakat, pelaksanaan
analisis dampak lingkungan, upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan
rumah sakit masih berorientasi secara administrasi, serta kegiatan kesehatan
lingkungan rumah sakit masih belum menjadi prioritas. Salah satunya adalah
pengelolaan sampah rumah sakit yang bagi orang awam mungkin terkesan berjalan
apa adanya dan belum menjadi perhatian. Faktor pengetahuan menjadi dasar
keberhasilan pengelolaan sampah rumah sakit. Pengetahuan tentang pengelolaan
10
sampah atau limbah harus dimiliki seorang Petugas Pengelola Limbah (PPL)
sebagai tanggungjawab langsung kepada Direktur rumah sakit. Ia harus bekerja
sama dengan petugas pengontrol infeksi, kepala bagian farmasi, dan teknisi
radiologi agar memahami prosedur yang benar di dalam penanganan dan
pembuangan limbah patologi, farmasi, kimia dan limbah radioaktif
E. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang
berhubungan perilaku perawat dalam pembuangan sampah medis dilihat dari faktor
pendidikan, usia, pengetahuan dan sikap.
BAB II
11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Rumah Sakit
1. . Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
menyebutkan bahwa definisi rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.
1204/menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan srana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan.
B. Sampah Medis
1. Pengertian
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang disebut sebagai sampah
medis adalah berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-unit
pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehataan bagi manusia, yakni pasien maupun masyarakat.
Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dapat
pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah
medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan
rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insinerator.
Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang
dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai
12
diinsinerasi. Beberapa, seperti mercuri, harus dihilangkan dengan cara merubah
pembelian bahan-bahan, bahan lainnya dapat di daur ulang, selebihnya harus
dikumpulkan dengan hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya.
a. Jenis Sampah Medis
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi dua, yaitu sampah organik (biasa
disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah
basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan,
sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara
alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-
lain. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.
Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi
atau yang sejenisnya serta limbah yang dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan
perawatan, pengobatan atau penelitian.
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat
digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik, farmasi,
kimia, radio aktif dan limbah plastik.
1) Sampah benda tajam
Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit.
Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan
gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radio aktif.
13
2) Sampah Infeksius
Sampah infeksius merupakan limbah yang dicurigai mengandung bahan
pathogen. Sampah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien
yang memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang
berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan
dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain
: sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang
terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah ruang isolasi, limbah pembedahan,
limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi.
3) Sampah JaringanTubuh (Patologis)
Sampah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan,
plasenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan
autopsi. Sampah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan
hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.
4) Sampah Citotoksik
Sampah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi obatcitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan
terapi citotoksik. Sampah yang terdapat sampah citotoksik didalamnya harus
dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000°C.
5) Sampah Farmasi
Sampah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang
terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi,
14
obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang
sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi obat-
obatan.
6) Sampah Kimia
Sampah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi
limbah farmasi dan limbah.
7) Limbah Radio Aktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini
antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan
bakteriologis yang dapat berupa padat, cair dan gas.
8) Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit
dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang
terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
b. Pengaruh sampah medis tehadap kesehatan
1) Efek langsung : efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah,
misalnya : sampah beracun ; sampah yang korosif terhadap tubuh yang
karsinogenik, teragonik, sampah yang mengandung kuman pathogen (berasal
dari sampah rumah tangga dan industri).
2) Efek tidak langsung : dapat dirasakan masyarakat akibat proses : pembusukan,
pembakaran, pembuangan sampah secara sembarangan, penyakit bawaan
vector yang berkembang biak didalam sampah (lalat dan tikus).
15
c. Pengelolaan dan penanggulangan sampah medis
Pengelolaan sampah terdiri dari pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan,
pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya
mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan
biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan
atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber
daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif
dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat.
Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan,
berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah
yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area
komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang
berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari
penimbunan, penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
1) Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran
penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan
pemisahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti baterai bekas,
bekas toner, dan sebagainya), dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan
kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
16
2) Penampungan
Penampungan sampah ini merupakan wadah yang memiliki sifat kuat, tidak
mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup
dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan
perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan
kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI
No.986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”.
3) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke
tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam
pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah
diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur
tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut
dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
4) Pengolahan dan Pembuangan
17
Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang
berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat.
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan
adalah :
a) Incinerasi
b) Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh C)
bersuhu 121C
c) Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
d) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia
sebagai desinfektan)
e) Inaktivasi suhu tinggi
f) Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
g) Microwave treatment
h) Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
i) Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk
d. Penanganan Sampah Medis Cair yang Terkontaminasi ( darah, feses, urine dan
cairan tubuh lainnya.
1) Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
2) Hati-hati pada waktu menuangkan sampah tersebut pada bak yang mengalir atau
dalam toilet bilas. Sampah cair dapat pula dibuang kedalam kakus. Hindari
percikannya.
18
3) Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk membersihkan
sisa-sisa sampah. Hindari percikannya.
4) Dekontaminasi wadah specimen dengan larutan klorin 0,5 % atau disenfeksi
local lainnya yang adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci.
5) Cuci tangan sesudah menangani sampah cair dan lakukan dekontaminasi,
kemudian cuci sarung tangan.
e. Penanganan Sampah Medis Padat (Misalnya pembalut yang sudah digunakan dan
benda-benda lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau materi organik
lainnya.
1) Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
2) Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan tidak
korosif (plastik atau metal yang berlapis seng) dengan tutup yang rapat.
3) Kumpulkan tempat sampah tersebut ditempat yang sama dan bawa sampah-
sampah yang dapat dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat pembakaran
tidak tersedia maka bisa dilakukan penguburan saja.
4) Melakukan pembakaran atau penguburan harus segera dilakukan sebelum
tersebar ke lingkungan sekitar. Pembakaran adalah metode terbaik untuk
membunuh mikroorganisme.
5) Cuci tangan setelah menangani sampah tersebut dan
6) Dekontaminasi serta cuci sarung tangan yang tadi dipakai saat membersihkan
sampah tersebut.
f. Penanganan Sampah Medis berupa Benda Tajam (Jarum, silet, mata pisau dan lain-
lain)
1) Gunakan sarung tangan tebal.
19
2) Buang seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan pecah.
Tempat sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah dibuat
menggunakan karton tebal, ember tertutup, atau botol plastic yang tebal. Botol
bekas cairan infus juga dapat digunakan untuk sampah-sampah yang tajam, tapi
dengan resiko pecah.
3) Letakkan tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan
sehingga sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh
sebelum dibuang.
4) Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk atau
mematahkan jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup, tetapi
jika dibutuhkan, dapat diusahakan dengan metode satu tangan.
5) Letakkan tutup pada permukaan yang datar dankeras, kemudian pindahkan ke
tangan.
6) Kemudian dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan jarumnya untuk
menyendok tutup tersebut.
7) Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain untuk
merapatkan tutup tersebut.
8) jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat dengan
kuat.
9) Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya. Jarum
dan benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan dengan
membakarnya dan kemudian hari dapat menyebabkan luka dan mengakibatkan
infeksi yang serius. Pembakaran atau membakarnya dalam suatu wadah, dapat
mengurangi kemungkinan, sampah tersebut dikorek-korek dalam tempat
sampah.
20
10) Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut kemudian
dekontaminasi dan cuci tangan.
g. Membuang Wadah Kimia yang Telah Digunakan
1) Cuci wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas dengan
benar-benar bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.
2) Untuk wadah-wadah plastik yang berisi zat-zat toksik, misalnya glutaraldehid,
bilas tiga kali dengan air kemudian buang dengan cara menguburnya. Jangan
pernah menggunakan wadah tersebut untuk dipakai kembali setelah
dibersihkan.
Faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam pembuangan
sampah medis
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas pengabungan atau
kerjasama antara suatu subjek yang mengetahui dan objek di ketahui. Segenap apa
yang diketahui suatu objek tertentu (Surya Sumantri dalam Nurroh 2017).
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tau seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga, dan sebagainya)
jadi pengetahuan adalah berbagai macam hal yang diperoleh dari seseorang melalui
panca indra.(Menurut Notoatmojo dalam Yuliana, 2017)
21
2. Proses terjadinya pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2011), berdasarkan hasil penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang
tersebut terjadi proses sebagai berikut:
1) Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).
2) Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap
obyek mulai timbul.
3) Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi
tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki.
5) Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.
3. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Dariyanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan
bahwa ada 6 tingkatan pengetahuan sebagai berikut:
1) Pengetahuan (Knowledge)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima
2) Pemahaman (comprehension)
22
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya terhadap
obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan
makanan yang bergizi.
3) Penerapan (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.
23
4. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuandikelompokan menjadi dua yaitu;
1) Cara non ilmiah
a) Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin
sebelumnya adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan ini tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
b) Secara Kebetulan
Artinya secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang
bersangkutan.
c) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat
baik yang formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan
dengan kata lain pengetahuan diperoleh berdasarkan pemegang otoritas
yakni orang yang memiliki wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan atau
ilmuwan tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya
baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
d) Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman
merupakan suatu cara untuk memeperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
24
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan
namun tidak semua dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan
dengan benar karena masih diperlukan berfikir secara kritis dan logis.
e) Cara akal sehat (Common Sence)
Akal sehat atau common sence kadang-kadang dapat menemukan teori atau
kebenaran.
f) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari
Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh
pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah
kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh
para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran
atau penyelidikan manusia.
g) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui
proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran berfikir.
Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran
ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.
h) Melalui jalan fikiran
Memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan
fikiran baik melalui induksi atau deduksi kemudian dicari hubungannya
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
i) Induksi
25
Adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-
pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum
j) Deduksi
Adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke
khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berfikir deduksi ini
kedalam suatu cara “silogisme” yang merupakan suatu bentuk deduksi yang
memungkinkan seseorang untuk mencapai kesimpulan yang lebih baik.
2) Cara Ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa
ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (reseach
methodology)
Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto, 2010 dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat
kualitatif di gambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat
kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat
di proses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang
diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasikan lalu ditafsirkan
kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.
1. Pengetahuan baik ≥ 70%
2. Pengetahuan kurang baik ≤ 70%
Sedangkan untuk pengkategorian pengetahuan yang umum digunakan
yaitu:
1. Kategori baik dengan nilai 76-100%.
26
2. Kategori cukup dengan nilai 56-75%
3. Kriteria kurang dengan nilai 40-55%
4. Kriteria tidak baik dengan nilai ≤ 40%
Menurut hasil penelitian Solikha, 2012 yang dilakukan di Rumah Sakit
PKU Muhammadyah Yogyakarta menyatakan bahwa terdapat 21 perawat (
35%) yang mempunyai pengetahuan baik, 30 perawat (50%) mempunyai
pengetahuan cukup dan 9 perawat (15%) mempunyai pengetahuan kurang, ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prilaku perawat dalam
pembuangan sampah medis di Rumah Sakit PKU Muhammadyah Yogyakarta.
D. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini
mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. (ensiklopedia bebas,
www.wikipedia.co.id). Pengertian sikap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan, sikap bisa juga
disamakan dengan perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2011) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang
yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Newcomb dalam Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
27
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi adalah
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat
dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek dilingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sedangkan sikap menurut Azwar (2015) adalah suatu bentuk reaksi/evaluasi
terhadap suatu objek, memihak/tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu
dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognitif) dan predisposisi (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
Kesimpulan dari beberapa pengertian sikap diatas yakni sikap adalah reaksi
tertutup individu terhadap stimulus sebagai suatu penghayatan terhadap objek
meliputi perasaan (afeksi), pemikiran (kognitif) dan predisposisi (konasi) untuk
kecenderungan individu tersebut bertindak berdasarkan pada pendirian dan
keyakinannya.
a. Komponen sikap.
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2011) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3
komponen pokok yaitu :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Sedangkanmenurut Azwar (2015) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling
menunjang yaitu sebagai berikut :
1) Komponen Kognitif
28
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan streotipe yang dimiliki
setiap individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini)
terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang
kontroversional.
2) Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.
Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap
pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang
komponen afektif yang disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu.
3) Komponen Konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-
cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam
bentuk tendensi perilaku.
b. Faktor yang mempengaruhi sikap
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
1) Pengalaman pribadi.
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk
29
apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam
situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih
mendalam dan lebih lama berbekas.
2) Kebudayaan.
B.F. Skinner dalam Azwar (2015) menekankan pengaruh lingkungan
(termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang.
Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang
menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki.
3) Orang lain yang dianggap penting.
Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang
orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi
oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yang dianggap penting tersebut.
4) Media massa.
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan
sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi
dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu.
5) Institusi Pendidikan dan Agama.
Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh
kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
30
6) Faktor emosi dalam diri.
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan
ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi
telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan
lebih tahan lama.(Azwar, 2015).
c. Karakteristik sikap.
Menurut Sax (1980) dalam Azwar (2015) sikap memiliki beberapa karakterisitik
yaitu;
1) Arah
Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju,
apakah memihak atau tidak memihak, apakah mendukung atau tidak
mendukung terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek.
2) Intensitas
Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun
arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya
terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki yang berarah ngatif belum tentu
memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya
31
3) Keluasan
Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai
hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula
mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.
4) Konsistensi
Maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan
dengan responnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap
diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten,
sikap harus bertahan dalam diri seseorang untuk waktu yang relatif panjang.
Sikap yang sangat cepat berubah, labil, tidak bertahan lama dikatakan
sebagai sikap yang tidak konsisten.
5) Spontanitas
Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan
secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih
dahulu agar individu mengemukakannyaDalam berabagai bentuk skala sikap
yang umumnya harus dijawab setuju dan tidak setuju spontanitas sikap ini
pada umumnya tidak dapat terlihat.
d. Tingkatan sikap.
Menurut Notoatmodjo (2011) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
32
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan
itu benar atu salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
e. Pengukuran sikap.
Pengukuran sikap juga dapat dilakukan berdasarkan jenis atau metode penelitian
yang digunakan.
1) Kuantitatif.
Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat menggunakan dua
cara seperti pengukuran pengetahuan yakni :
a) Wawancara
Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan wawancara
untuk mengukur pengetahuan. Bedanya hanya pada subtansi
pertanyaannya saja. Apabila pada pengukuran pengetahuan pertanyaan-
pertanyaanya menggali jawaban apa yang diketahui oleh responden.
Tetapi pada pengukuran sikap pertanyaan-pertanyaanya menggali
pendapat atau penilaian responden terhadap objek.
b) Angket
33
Pengukuran sikap menggunakan metode angket juga menggali pendapat
atau penilaian responden terhadap objek kesehatan, melalui pertanyaan-
pertanyaan dan jawaban-jawaban tertulis.
2) Kualitatif.
Pengukuran sikap dalam metode penelitiann kualitatif, subtansi
pertanyaannya sama dengan pertanyaan-pertanyaan pada penelitian sikap
pada penelitian kuantitatif seperti tersebut di atas.
a) Wawancara mendalam
Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap,
tetapi pertanyaan bersifat menggali pendapat atau penilaian responden
terhadap objek.
b) Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)
Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap,
tetapi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali pendapat atau
penilaian responden terhadap objek. (Notoatmodjo,2014)
3) Metode Observasi untuk mengukur sikap.
Selain mernggunakan metode wawancara dan angket, pengukuran sikap juga
dapat dilakukan melalui metode pengamatan atau observasi.
Metode observasi untuk mengukur sikap ini dapat dilakukan melalui dua cara
yakni;
a) Verbal
34
Misalnya responden diperlihatkan suatu gambar kemudian responden
tersebut diminta tanggapannya terhadap gambar tersebut.
b) Non verbal
Setelah diperlihatkan gambar, amati gerakan atau mimik responden
terhadap gambar sebagai cerminan sikapnya terhadap gambar tersebut.
(Notoatmodjo,2014)
f. Kriteria pengukuran sikap.
Menurut Notoatmodjo (2014) mengukur sikap agak berbeda dengan
mengukur pengetahuan. Sebab mengukur sikap berarti menggali pendapat atau
penilaian orang terhadap objek yang berupa fenomena, gejala, kejadian dan
sebagainya yang kadang-kadang bersifat abstrak.
Sedangkan menurut Azwar (2015) pengukuran dan pemahaman terhadap
sikap, idealnya harus mencakup dimensi arah, intensitas, keluasan, konsistensi
dan spontanitas tetapi hal ini sangat sulit untuk dilakukan bahkan mungkin sekali
merupakan hal yang mustahil. Belum ada atau mungkin tidak akan pernah ada
instrument pengukuran sikap yang dapat mengungkap kesemua dimensi itu
sekaligus.
Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya
mengungkapkan dimensi arah dan dimensi intensitas sikap saja, yaitu dengan
hanya menunjukan kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan
tafsiran mengenai derajat kesetujuan terhadap respon individu.
Metode yang digunakan untuk mengukur sikap menurut Azwar (2015) antara
lain :
1. Observasi langsung
Observasi langsung adalah dengan memperhatikan langsung pada pelakunya.
35
2. Pernyataan langsung (direct question)
Ada kelamahannya yaitu bila orang akan mengungkapkan pendapat dan
jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya bila situasi dan kondisi
memungkinkan.
3. Pengungkapan langsung
Metode penanyaan langsung adalah mengungkapkan langsung (direct
assesment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item
tunggal maupun dengan item ganda.
Konsep tentang sikap yang dapat dijadikan acuan untuk pengukuran sikap
antara lain sebagai berikut;
1. Merupakan tingkatan afeksi yang positif atau negatif yang dihubungkan
dengan objek (Thurstone)
2. Sikap dilihat dari individu yang menghubungkan efek yang positif
dengan objek (individu yang menyenangi objek atau negatif atau tidak
menyenangi objek (Edward)
3. Sikap merupakan penilaian dan atau pendapat individu terhadap objek
(Lickert).
Oleh sebab itu, mengukur sikap biasanya dilakukan dengan hanya minta
pendapat atau penilaian terhadap fenomena, yang diwakili dengan
pernyataan (bukan pertanyaan). Beberapa hal atau kriteria untuk mengukur
sikap yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut ;
1) Dirumuskan dalam bentuk pernyataan
2) Pernyataan haruslah sependek mungkin, kurang lebih dua puluh kata.
3) Bahasanya sederhana dan jelas
4) Tiap satu pernyataan hanya memiliki satu pemikiran saja.
36
5) Tidak menggunakan kalimat bentuk negatif rangkap.
Cara mengukur sikap dapat dilakukan melalui wawancara dan atau observasi
dengan mengajukan pernyataan-pernyataan yang telah disusun berdasarkan
kriteria di atas. Kemudian pernyataan-pernyatan tersebut disusun atau
dirumuskan dalam bentuk instrument. Dengan instrument tersebut pendapat atau
penilaian responden terhadap objek dapat diperoleh melalui wawancara atau
angket. Biasanya responden dimintakan pendapatnya terhadap pernyataan-
pernyataan dengan mengatakan atau memilih; setuju tidak setuju, baik-tidak baik,
menerima-tidak menerima, senang-tidak senang.
E. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014).
Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan
yang dilakukan oleh makhluk hidup
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2014), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas adalah sikap
merupakan aktifitas atau tindakan sebagai respon seseorang terhadap stimulus yang
dapat di amati langsung maupun yang tidak dapat di amati dari luar.
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
37
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu
terwujud dalam tindakan sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain
antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Menurut Notoatmodjo
(2014) praktik atau tindakan dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya,
yakni;
1) Praktik terpimpin (guided responses)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi tergantung
pada tuntutan atau menggunakan panduan.
2) Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktekan sesuatu
hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
3) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa
yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
b. Bentuk Perilaku
Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan
tindakan, namun demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat
dilihat dari sikap dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial,
yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.
Berdasarkan teori “S-O-R” maka perilaku manusia dapat dikelompokan
menjadi dua, yakni :
1) Perilaku tertutup (covert behavior)
38
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau
covert behavior yng dapat di ukur adalah pengetahuan dan sikap.
2) Perilaku terbuka (overt Behavior)
Perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa
tindakaan atau praktik ini dapat di amati orang lain dari luar atau observable
behavior
c. ProsesPembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal
dari dalam diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.
2) Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk
mencapai sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini
diwujudkan dalam bentuk perilaku
3) Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang
mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan
keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam
39
mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan
emosi akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu
perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.
4) Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari
praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964) mengatakan
bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku
terdahulu.
Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yaitu:
1) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo,2011).
d. Pengukuran
40
Mengukur perilaku terbuka, praktek atau tindakan, relatif lebih mudah bila
dibandingkan dengan mengukur perilaku tertutup (pengetahuan dan sikap). Sebab
praktek atau tindakan mudah diamati secara konkret dan langsung maupun
melalui pihak ketiga.
Secara garis besar mengukur perilaku terbuka atau praktek dapat dilakukan
melalui dua metode, yakni;
1) Langsung
Mengukur perilaku terbuka secara langsung, berarti peneliti langsung
mengamati atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Untuk
memudahkan pengamatan, maka hal-hal yang akan diamati tersebut
dituangkan atau dibuat lembar tilik atau check list.
2) Tidak langsung
Pengukuran perilaku secara tidak langsung ini, berarti peneliti tidak secara
langsung mengamati perilaku orang yang diteliti (responden). Menurut
Notoatmodjo (2014) metodenya dapat dengan berbagai cara yakni;
a) Metode mengingat kembali (recall)
b) Melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan subjek atau
responden.
c) Melalui indikator (hasil perilaku) responden
F. Umur
Secara fisiologi pertumbuhan seseorang dapat digambarkan dengan
pertambahan umur, pemimgkatan umur diharapkan terjadi pertambahan kemampuan
motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya, akan tetapi pertumbuhan dan
41
perkembangan seseorang pada titik teterntu akan terjadi kemunduran akibat faktor
degenerative ( Martini, 2010)
G. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap
sesuatu yang datang dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan
kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha, pembaharuan, ia juga
akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan ( Martini, 2010)
H. Ketersediaan Fasilitas
Faktor ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor pendorong
pembentukan perilaku (Lawrance Green,1980). Keberadaan fasilitas tempat pembuangan
limbah medis dapat berpengaruh terhadap perilaku perawat dalam membuang limbah
medis (Sumiyati, 2010)
I. Kebijakan Rumah Sakit
Kebijakan rumah sakit terkait limbah medis merupakan salah satu faktor
pendukung pembentukan prilaku. Adanya peraturan yang disosialisasikan kepada
perawat akan berpengaruh terhadap prilaku perawat sehingga mereka menjadi lebih
mematuhi peraturan yang ada (Ika, 2015)
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Rumah Sakit Gandaria yang
terletak di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Rumah Sakit Umum dengan Tipe C.
B. Alat, Bahan dan Responden
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah instrumen berupa kuesioner,
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Rumah Sakit X yang
berjumlah 58 orang .
C. Cara Kerja
1. Pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data
diperoleh langsung dari responden dengan menanyakan langsung dan memberikan
43
pertanyaan atau kuesioner tentang perilaku perawat dalam pembuangan sampah
medis. Tahapan pertama sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti
mempersiapkan materi dan konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Lalu
mengurus surat izin penelitian di teruskan ke lahan penelitian setelah dilaporkan
dan mandapatkan izin, maka peneliti akan mulai melakukan kegiatan penelitian
dilapangan. Setelah itu melakukan pengambilan data yang didahului dengan
pemilihan sampel atau responden dengan cara mengambil sampel pada saat hari itu
juga. Pada saat penelitian berlangsung peneliti memberikan kuesioner kepada
perawat yang sedang bekerja diRumah Sakit X Jakarta
2. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data, proses
pengolahan data penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing (Menyunting Data)
Pada tahap ini merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuesioner tersebut. Apakah lengkap, jawaban/tulisan masing–
masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca, relevan dengan pertanyaannya, dan
jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang
lainnya (Notoatmodjo,2012)
b. Coding (Mengkode Data)
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2012).Pemberian kode ini
44
sangat penting bila pengolahan data dan analisis data menggunakan computer.
Biasanya dalam pemberikan kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu
buku(code book) untuk memudahkan kembali untuk melihat lokasi dan arti suatu
kode dari suatu variable.
Untuk cara mengukur sikap dengan menggunakan skala likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial
ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai
variabel penelitian (Sugiyono, 2017).
Dalam penggunaan skala Likert, terdapat dua bentuk pertanyaan, yaitu
bentuk pertanyaan positif untuk mengukur skala positif, dan bentuk pertanyaan
negatif untuk mengukur skala negatif. Pertanyaan positif diberi skor 5, 4, 3, 2,
dan 1; sedangkan bentuk pertanyaan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2,
-1, 0, 1, 2.
c. Processing
Data, yakni jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
“kode” dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer. Salah satu
paket program yang digunakan peneliti adalah SPSS for Windows
(Notoatmodjo, 2012).
d. Cleaning (Membersihkan Data)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2012).
e. Tabulating
45
Merupakan pengolahan data yang telah ditetapkan. Dalam pengolahan data
ini disusun dan ditampilkan dalam bentuk tabel.
3. Analisis Data
Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dengan
teknik statistik menggunakan, data dianalisis dengan analisis univariat dan
bivariate dengan teknik pengolahan data statistik inferensi atau induksi analisis
Chi square .
b. Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, pada
analisis univariate dihasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel yaitu
pendidikan, usia, pengetahuan, sikap dan perilaku.
c. Analisis bivariate adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi. Tujuan analisa bivariate adalah untuk
melihat hubungan antara variabel independen (pendidikan, usia, pengetahuan
dan sikap) dan variabel dependen (perilaku/praktik). Untuk membuktikann
adanya hubungan antar variabel tersebut digunakan uji statistik chi square (x2)
dengan SPSS.Nilai derajat kemaknaan adalah apabila p ≤ 0,05 maka hipotesis
nol akan ditolak
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 58 perawat didapatkan Distribusi
Frekuensi Pengetahuan sikap dan Perilaku perawat dalam pembuangan sampah
medis
Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
Umur ≤ 30 th 12 21
>30th 46 79
Pendidikan D-3 55 95
S-Kep-Ners 3 5
Pengetahuan Kurang 30 51,7
Baik 28 48,3
Sikap Negatif 28 48,3
Positif 30 51,7
Perilaku Kurang 34 58,6
Baik 24 41,4
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa karakteristik responden terbanyak pada
usia > 30th sebesar 79% sedangkan untuk pendidikan yang tebnyak pada diploma 3
sebanyak 95% untuk pengetahuan perawatnya banyak responde yang memiliki
pengetahuan yang kurang sebesar 51,7% dan Pengetahuan baik 48,3%, untuk sikap
47
perawat negatif 48,3%, dan Sikap Positif 51,7%. Dan untuk Perilaku Perawat Kurang
58,6%, sedangkan perilaku perawat baik 41,4%.
2. Analisis Bivariat
Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian hbungan masing-masing variabel bebas
dan terikat, dilakukan analisa bivariat
Variabel Perilaku Total P-Value
Kurang Baik
Umur
≤ 30 th 8(67%) 4(33%) 12 (100%) 0,744
>30 thn 26(57%) 20(43%) 46 (100%)
Pendidikan D-3 33(60%) 22(40%) 55 (100%)
0,564 Ners 1(33%) 2(67%) 3 (100%)
Pengetahuan Kurang 25 (83,3%) 5 (16,7%) 30 (100%)
0,000 Baik 9 (32,1%) 19 (67,9) 28 (100%)
Sikap Negatif 23 (82,1%) 5 (17,9%) 28(100%)
0,001 Positif 11 (36,7%) 19 (63,3%) 30(100%)
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa Responden yang berusia <30th berperilaku
kurang sebesar 57% sedangkan usia perawat ≤30th yang berperilaku baik sebesar 33%,
untuk pendidikan perawat yang berpendidikan D-3 berperilaku kurang sebanyak 60%,
sedangkan perawat yang berpendidikan S-1 Ners yang berperilaku baik sebanyak 67%,
tetapi dau variabel diatas tidak memilki hubungan yang signifikan dengan perilaku
pembuangan sampah karena nilai p ≥ 0.05. tetapi untuk variabel pengetahuan kurang
dengan perilaku yang kurang sebanyak 83,3% sedangkan pengetahuan baik dengan
perilaku baik sebesar 67,9%.dan untuk variabel sikap perawat yang memiliki sikap
negatif dengan perilaku yang kurang sebanyak 82,1%, sedangkan sikap positif yang
berperilaku baik sebesar 63,3%. Sehingga dapat diketahui hubungan antara pengetahuan
dan sikap dengan perilaku perawat dalam pembuangan sampah medis didapatkan P-
Value < 0,05. Artinya Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan yang
48
signifikan antara pengetahun dan sikap dengan Perilaku perawat dalam membuang
sampah medis di RS Gandari Jakarta.
B. PEMBAHASAN.
Berdasarkan tabel 1 di tunjukan bahwa hasil distribusi usia terbanyak pada usia >30th
serta pendidikan paling banyak lulusan diploma 3 yang ternyata tidak memiliki hubungan
dengan perilaku pembuangan sampah medis artinya perawat di RS ini walaupun banyak
perawat yang masih berpendiidkan D-3 tetapi perawat ini sudah memiliki masa kerja
lebih dari 5 tahun karena perawat banyak yang berusia >30th sehingga sudah memiliki
pengalaman dalam perilaku pembuangan sampah medis,. dan untuk pengetahuan perawat
didapatkan hasil pengetahuan perawat yang masih kurang terkait dengan informasi dan
pentingnya pemilahan pembuangan sampah, dikarenakan di RS Gandari sudah
melakukan pelatihan terkait dengan pengelolaan sampah medis tetapi banyak sekali
perawat senior yang enggan untuk mengikuti pelatihan tersebut. penelitian ini sejalan
dengan penelitian Fahriyah (2016) yang menunjukan distribusi pengetahuan rendah
sebesar 39,2% serta sikap positif perawat 96,8%. dan pengetahuan responden yang baik
didapat dari perawat senior dan dari beberap media yang tersedia diantaranya poster,
leaflet, buku maupun internet. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Notoatmodjo
(2005) yang mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Berdasarkan tabel 2 menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan perilaku perawat dalam membuang sampah medis dilihat dari P value 0,000 dan
49
ini sejalan dengan penelitian Fahriyah (2016) yang menunjukan hasil yaitu ada hubugan
antara pengetahuan dengan perilaku pemilahan dan pewadahan limbah medis padat di
RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas dengan P value 0.0001. dan hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Nova (2019), yang menunjukan hasil bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku perawat terhadap
pembuangan sampah medis di RSUD Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dengan nilai
Pvalue 0,027. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa didapat dari
informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, bukudan surat kabar. Pada
penelitian Yulliati I (2011) Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi beberap faktor,
seperti keyakinan dan sosial budaya..Hal ini ditunjang karena jenjang pendidikan perawat
di RS Gandaria masih banyak yang D-3 tetapi dengan masa kerja yang lama, sehingga
budaya sudah terbentuk kuat sehingga mempengaruhi motivasi untuk mau mengupdate
informasi. Sementara untuk variabel sikap memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku perawat dalam membuang sampah medis, walaupun sudah banyak perawat
yang memiliki sikap positif tetapi masih banyak yang tidak melakukan pemilahan
pembuangan sampah denga baik karena banyak perawat yang memiliki budaya dan
keyakinan bahwa pemilahan akan dilakukan oleh cleaning service, sehingga waluapun
memiliki sikap positif tetapi masih melakukan perilaku yang kurang terhadap pemilahan
pembuangan sampah medis. Padahal menurut peraturan yang ditetapkan seperti
Keputusan Menteri Kesehatan RI. No:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit. Pengelolaan limbah dimulai dari sumber penghasil
limbah medis yaitu perawat yang dimulai dari pemilahan dan pewadahan limbah medis
Biasanya keyakinan diperoleh dari turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih
dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang baik keyakinan itu
bersifat positif maupun negatif. Sedangkan kebudayaan setempat dan kebiasaan keluarga
50
dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu
(Yulliati 2011).
dan ini sejalan dengan penelitian Fahriyah (2016) yang menunjukan hasil yang sama
bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku pemilahan dan
pewadahan limbah medis padat di RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
dengan P value 0.021, dan sejalan juga dengan penelitian Nova (2019) yang menunjukan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku perawat terhadap
pembuangan sampah medis di RSUD Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dengan nilai
Pvalue 0,016. Sikap yang belum menjadi tindakan dalam berperilaku bisa berubah dalam
tindakannya. Sebagai contoh Di RS Gandaria sudah menyiapkan tempat sampah yang
terpisah antara medis dengan non medis yang di cirikan dengan warna kantong yang
berbeda, kuning untuk sampah medis dan hitam untuk sampah non medis, kenyataanya
masih saja ada perawat yang membuah sampah medis kedalam plastik berwarna hitam
karena ada keyakinan dan budaya tadi yang masih melekat pada perawat bahwa sampah
akan dipilah lagi oleh cleaning service.maka hal ini yang menyebabkan perawat yang
memiliki sikap postif tetapi belum melakukan perilaku yang baik. Dalam Penelitian
Widayani (2019). Petugas pelayanan medis diwajibkan mengetahui dan dapat
mempraktekkan perilaku pemilihan sampah medis padat yang meliputi proses pemilihan,
pewadahan dan pengangkutan yang sesuai dengan persyaratan.
51
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian univariat pada RS Ghandari menunjukan sebaran usia perawat
lebih banyak >30th (76%), untuk pendidikan lebih banyak lulusan D-3
keperawatan (95%), pengetahuan kurang (51,7) dan untuk sikap postif
menunjukan hasil (30%), dan untuk bivariat umur >30 th, dan Pendidikan D-3
tidak memiliki hubungan yang signifiikan dengan perilaku pembuangan sampah
medis sedangkan pengetahuan kurang dan sikap negatif memiliki hubungan
yang signifikan dengan Perilaku perawat dalam membuang sampah medis.
B. SARAN
Pengetahuan perawat tentang pembuangan sampah medis lebih ditingkatkan
lagi seperti memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan supaya tindakan
perawat dalam upaya pembuangan sampah medis lebih baik lagi, dan rumah
sakit memberikan fasilitas pelatihan yang baik kepada petugas kesehatan
tentang pembuangan sampah medis
52
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmitho, W (2007), Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta Grafindo
Persada
Arikunto, 2010.,Prosedur Penelitian, RinekaCipta, Jakarta.
Asmadi .2013 Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit.Yogyakarta :Gosyen Publishing .
Asmarhany C, 2014. Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Jepara. UNNES
Azwar S, (2015). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Departemen Kesehatan RI, (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor:1204/Menkes/SK/2004. Tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.
Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan 2004
Departemen Kesehatan R.I., 2012, LaporanHasilRisetKesehatan Dasar, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Bersama ILO/WHO Tentang Pelayanan Kesehatan
dan HIV /AIDS.Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja. Jakarta
Depkes RI, 1997, Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis, Desinfeksi dan Strelisasi di
Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan, Depkes RI, Jakarta.
Dewi, 2010.,Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Yogyakarta,
Nuha Medika.
53
Ditjen PP dan PL, (2011). Kebijakan Kesehatan Lingkungan dalam Pengelolaan Limbah
Medis di Fasyankes. Jakarta: Direktorat PI.
Fahriya L, Husaini, F, (2016), Pengetahuan dan Sikap dengan perilaku perawat dalam
Pemilahan dan Pewadahan Limbah Medis Padat. Jurnal Publikasi Kesehatan
Masyarakat Indonesia Vol 3, No. 3 94-99
Hidayat, A.A, (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, PT. Jakarta:
Salemba Medika
KementerianKesehatan RI ProfilKesehatan Indonesia 2015.
Lailatul, dkk. Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Perawat dalam Pemilahan dan
Pewadahan Limbah Medis. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016
Notoatmodjo S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmojo S, 2012.,Metodologi Penelitian Kesehatan,Rineka Cipta, Jakarta.
Nurhayanti,L,2016,Hubungan antara tingkat Pengetahuan Perawat dengan Perilaku Perawat
dalam Pengelolaan Sampah Medis di Ruang rawat inap RSUD Sukuharjo.
UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016
Nursalam, 2009.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta,
Salemba Medika
Riskesdas, 2018.,Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Riyastri A, (2016). Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi
Penyakit Menular Jakarta
Sari N.L, Pohan, RA, (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Terhadap
Pembuangan Sampah Medis Di RSUD Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada
Jurnal Ilmiah Kohesi, vol. 3, No. 940-103
Swarjarna, I.K. 2015, MetodologiPenelitianKesehatan . Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET
Sudiharti, Solikhah, (2012), Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Perawat
dalam Pembuangan Sampah Medis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Jurnal
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad daulan
Sugiyono, 2017.,StatistikaUntukPenelitian, Alfabeta, Bandung.
Undang- Undang RI No 44 Tahun 2009 TentangRumahSakit
54
Wawan D, 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan dan Sikap Perilaku Manusia.
Yogyakarta :NuhaMedika
Widayani, S.I.P, Adisanjaya, N.N, Astuti, N.P.W, (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Tenaga Pelayanan Medis Terhadap Perilaku Pemilihan Sampah Medis Padat di UPT
RSUD Bali Provinsi Bali, Jurnal Higiene, vol. 5 No. 3 121-127
World Health Organization. The Word Health Indonesia 2012.
WHO, 2005, Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.
Yulliati I (2011), Profil Pengetahuan dan Praktik Pengelolaan Sampah Non Medis Pada
Petugas Kebersihan di RSUD Tidar Kota Magelang Tahun 2010, Skripsi Semarang
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Nageri Semarang
JUDUL PENELITIAN : ” ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM
PEMBUANGAN SAMPAH MEDIS DI RUMAH SAKIT X JAKARTATAHUN 2020”.
KUISIONER
Tanggal wawancara/ pengamatan :
Identitas responden
No. Responden :
Umur :
Pendidikan :
I. Pengetahuan
Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang merupakan jawaban yang sesuai dengan
pendapat anda.
No Pernyataan Ya Tidak
1 Yang dimaksud dengan limbah layanan kesehatan adalah limbah
yang mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi
kesehatan, fasilitas penelitian dan laboratorium
2. Limbah layanan kesehatan terdiri dari limbah cair dan gas
55
3. jenis sampah dibagi menjadi tiga yaitu sampah organik, sampah
non organik dan sampah basah
4. Jarum suntik, perban, pembalut pasien termasuk sampah non
medis
5. Medis, paramedis, pegawai layanan kesehatan, pasien dan
pengujung adalah yang beresiko terhadap limbah medis
6. Sarung tangan, masker, dan sepatu boot salah satu alat pelindung
diri yang dipakai saat penanganan limbah medis
7. Warna tempat / tong non medis adalah plastik warna kuning
8. Limbah medis berbahaya, dapat menimbulkan gangguan
kesehatan, gangguan genetik dan reproduksi
9. Jarum suntik, ampul, dan vial obat membutuhkan tempat khusus
untuk penampungannya.
10. Apakah trolly/ gerobak khusus adalah salah satu cara
pengangkutan sampah medis.
II. Sikap
Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang merupakan jawaban yang sesuai dengan
pendapat anda.
No Pernyataan
SS S TS STS 1 Sampah medis dan non medis perlu dilakukan
pemisahan
2 Sampah medis yang tidak dilakukan pemisahan
dengan sampah non medis dapat meningkatkan
resiko infeksi nosocomial
3 Jarum,vial dan ampul dimasukan ketempat khusus
dengan tanda biohazard
4 Harus ada upaya untuk membiasakan membuang
sampah medis sesuai aturan
5 Kode warna kantong plastic memudahkan
pemilahan sampah
6 Diberlakukan punish and reward untuk ruangan
yang memilah sampah sesuai aturan
7 Di setiap ruang perawatan disediakan tempat
sampah medis dan non medis
56
III. Perilaku (di isi oleh petugas )
Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang merupakan jawaban yang sesuai dengan
pendapat anda
NO Pernyataan YA TIDAK
1 Selalu memisahkan sampah medis dan non medis
2 Setelah menangani sampah medis selalu mencuci tangan
dengan sabun atau antiseptic yang disediakan
3 Jarum,vial dan ampul dimasukan ketempat khusus dengan
tanda biohazard
4 ada upaya untuk membiasakan membuang sampah medis
sesuai aturan
5 Menutup kembali tempat sampah medis setelah sampah
medis dibuang pada tempat sampah
6.
Jika mengetahui ada petugas yang tidak menutup
kembali tempat sampah setelah membuang sampah
medis, apakah diberikan teguran
7. Menegur jika ada pasien/ keluarga pasien membuang
sampah medis tidak pada tempatnya
8. Aktif mengikuti penyuluhan dan bimbingan dalam
pembuangan sampah medis
8 Jarum kasa habis pakai sebelum dibuang harus
disinfeksi terlebih dahulu
9 Pengelolaan sampah medis di ruangan adalah
tanggung jawab cleaning servis
10 Pengangkutan sampah medis dan non medis tidak
harus dilakukan pemisahan.
57
9. Mengikuti SPO pembuangan sampah medis yang sudah
ada
10. Membuang sampah medis menggunakan alat pelindung
diri