Post on 09-Jan-2016
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
1
Profesionalisasi Tenaga Kependidikan
A. Pengertian Profesi
Secara harfiah kata profesi berasal dari kata profession (Inggris) yang berasal dari
bahasa Latin profesus yang berarti mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan
(Sanusi, 1987 : 18). Dalam Websters New World Dictionary ditemukan bahwa profesi
merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, dalam liberal arts atau
scince dan biasanya meliputi pekerjaan mental yang ditunjang oleh kepribadian dan
sikap profesional.
Vollmer dan Mill yang dikutip Peter Jarvis (1983 : 21) menyatakan bahwa profesi
adalah : suatu pekerjaan yang didasarkan atas studi intelektual dan latihan yang khusus,
tujuannya untuk menyediakan pelayanan keterampilan atau advise terhadap yang lain
dengan bayaran atau upah tertentu (a profession may perhaps be defined as an
occupation based upon specialized intellectual study and training, the purpose of which
is to supply skilled service or advice to other for a definite fee or salary).
Lebih lanjut, Peter Jarvis mengutip pendapat Cogan (1983 : 21) profesi adalah
suatu keterampilan yang dalam prakteknya didasarkan atas suatu struktur teoritis
tertentu dari beberapa bagian pelajaran atau ilmu pengetahuan. Dengan demikian tidak
semua pekerjaan dapat disebut suatu profesi, karena hanya pekerjaan yang memiliki
ciri-ciri tertentu yang dapat dikatakan profesi. Abin Syamsuddin (1996) mengartikan
profesi sebagai suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan
istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang
memerlukannya.
Di dalam berbagai referensi, pengertian profesi dapat berbeda makna sesuai
dengan pendekatan yang digunakan. Pendekatan dari sisi sifat (trait) memandang
profesi sebagai suatu yang memiliki seperangkat elemen inti atau embrio (a set of core
element) yang membedakan dari jenis pekerjaan lain, artinya sifat profesi ditandai oleh
seperangkat elemen inti. Dedi Supriadi (1998 : 95) memaknai profesi dengan menunjuk
kepada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
2
kesetiaan terhadap profesi. Lebih lanjut Dedi menyatakan bahwa suatu profesi tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan disiapkan untuk itu.
Dari perspektif sosiologis, profesi adalah suatu pekerjaan yang mengatur dirinya
melalui suatu latihan wajib dan sistematis dan disiplin kesejawatan, yang didasarkan
atas pengetahuan teknis yang spesialis, memiliki orientasi pelayanan dan bukan
keuntungan serta dijunjung tinggi melalui kode etiknya.
Merujuk kepada uraian di atas, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan
atau jabatan yang menuntut keahlian, yang didapat melalui pendidikan dan latihan
tertentu, menuntut persyaratan khusus, memiliki tanggung jawab dan kode etik tertentu
pula.
Ciri/karakteristik pelayanan profesi ini adalah : adanya ikatan profesi, adanya
kode etik, adanya pengendalian batas kewenangan dan adanya pengaturan hukum untuk
mengontrol praktek. Greenwood (1957) menambahkan beberapa ciri lain yaitu adanya
teori yang sistematis, otoritas, sangsi dari masyarakat, dan adanya budaya khusus.
Wilensky (1964) menambahkan juga ciri profesi, yaitu pekerjaan penuh waktu, adanya
pendidikan yang berhubungan dengan universitas.
Suatu pekerjaan dianggap profesi, menurut Achmad Sanusi (1991) apabila
memiliki fungsi dan signifikansi sosial secara krusial, memiliki keterampilan atau
keahlian tertentu, dalam memperoleh pengetahuan dilakukan bersifat pemecahan
masalah dengan menggunakan metoda ilmiah, didasarkan pada suatu disiplin ilmu
tertentu yang jelas dan eksplisit, memiliki kode etik, membutuhkan masa pendidikan
dan latihan yang lama, memiliki kebebasan untuk memberikan judgment, memiliki
tanggung jawab otonomi dan mendapat pengakuan dari masyarakat.
Karakteristik lain tentang profesi diidentifikasi oleh Liebermen (1956) yaitu
sebagai berikut :
(1) A unique, definite and essential (suatu pelayanan yang khas, tertentu dan
mendasar, pelayanan yang dalam pelaksanaannya dapat diidentifikasi dari
pelayanan lain);
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
3
(2) An emphasis upon intellectual techniques in performing its service (suatu yang
menekankan atas teknik-teknik intelektual dalam pelayanannya);
(3) A long period of specialized training (profesi ditempuh melalui latihan dalam
periode waktu yang panjang);
(4) A broad range of autonomy for both the individual practitioners and occupation
group as a whole (suatu lapangan ekonomi yang luas baik bagi para individu-
individu praktisi maupun bagi kelompok kerja sebagai suatu keseluruhan);
(5) As acceptance by practitioners of road personal responsibility for judgment made
and acts performed with in the scope of profession autonomy (sebagai penerimaan
oleh praktisi-praktisi atas tanggung jawab personal yang luas terhadap keputusan
yang dibuat dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam ruang lingkup otonomi
profesional);
(6) An emphasis upon the service to be rendered rather than the economic gain to the
practitioners as the basis for organization and performance of the social service
delegated to the occupational group (suatu penekanan atas pelayanan yang
diberikan daripada ganjaran ekonomis dan penampilan pelayanan sosial terhadap
kelompok kerja);
(7) A comprehensive self governing organization of practitioners (suatu organisasi
praktisi yang menyeluruh dalam mengelola organisasi secara mandiri);
(8) A code of ethics which has been classified and interpreted without ambiguous and
doubtful points (suatu kode etik yang telah diklasifikasi dan ditafsirkan dengan
pengertian yang tidak kabur).
Glenn Langford (1978 : 6) mengemukakan ciri profesi sebagai berikut :
(1) Payment (bersifat bayaran);
(2) Knowledge and skill (memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas);
(3) Responsibility purpose (memiliki tanggung jawab sebagai agen, pribadi, sosial
dan tanggung jawab sebagai pengembang misi untuk mencapai tujuan;
(4) The profession ideal services (memberi pelayanan yang tepat);
(5) Unity (memiliki suatu kesatuan dalam upaya mencapai tujuan);
(6) Recognition (memperoleh pengakuan dari masyarakat).
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
4
Dalam dunia pendidikan beberapa referensi tentang sifat-sifat atau ciri-ciri profesi
yang dapat digunakan untuk mengungkapkan profesi pendidikan datang dari Oteng
Sutisna (1987) yang mengambil dari buku tahunan Persatuan Administratur Sekolah
Amerika Serikat, menjelaskan bahwa profesi itu adalah :
(1) Berbeda dengan pekerjaan lain, karena memiliki sejumlah pengetahuan yang unik
yang dikuasai dan dipraktekkan oleh para anggotanya;
(2) Memiliki suatu ikatan yang kuat terdiri dari para anggotanya dan aktif mengatur
syarat-syarat memasuki profesi;
(3) Memiliki kode etik yang memaksa;
(4) Memiliki literatur sendiri, walaupun ia mungkin menimba kuat dari banyak
disiplin akademis untuk isinya;
(5) Biasanya memberikan jasa-jasa kepada masyarakat dan digerakkan oleh cita-cita
yang mengatasi tujuan-tujuan mementingkan diri sendiri semata-mata;
(6) Tidak hanya personal tetapi juga dilihat demikian oleh masyarakat.
Selanjutnya Oteng Sutisna menyimpulkan bahwa profesi yang ideal itu harus
memiliki : (1) Suatu dasar ilmu atau teori sistematis; (2) Kewenangan profesional yang
diakui oleh klien; (3) Sangsi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan
kewenangannya; (4) Kode etik yang regulative; (5) Kebudayaan profesional; (6)
Persatuan profesi yang kuat dan berpengaruh.
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat, ciri atau karakter
profesi adalah : (1) Profesi membutuhkan waktu pendidikan dan latihan yang khusus
dan memadai; (2) Suatu pekerjaan yang khas dengan keahlian dan keterampilan
tertentu; (3) Menurut kemampuan kinerja intelektual; (4) Mempunyai konsekwensi
memikul tanggung jawab pribadi secara penuh; (5) Kinerja lebih mengutamakan
pelayanan daripada imbalan ekonomi; (6) Ada sangsi jika terdapat pelanggaran; (7)
Memiliki kebebasan untuk memberikan judgment; (8) Ada pengakuan dari masyarakat;
(9) Memiliki kode etik dan asosiasi profesional.
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
5
B. Konsep Profesionalisasi
Profesional adalah kata benda dari profesi, merupakan lawan kata dari amateur
yang berkaitan dengan seseorang yang menerima bayaran atas jasa pekerjaannya.
Pengertian lain adalah seseorang yang mempraktekkan suatu profesi dan seseorang yang
dipandang sebagai ahli dalam suatu cabang ilmu (one who is regarded an expert since
he has mastery of a specific branch of learning). Jadi seseorang yang mempraktekkan
suatu pekerjaan yang diterima sebagai status profesional, maka ia adalah seorang yang
ahli dari cabang ilmu yang digelutinya, dengan demikian lembaga profesional yang
bersangkutan mempunyai kewajiban untuk mengawasinya. Seorang yang profesional
akan senantiasa terus-menerus mencari kesempurnaan (mastery) dari cabang ilmu yang
ia kuasai dan melakukan pekerjaan dengan itu, sehingga ia akan lebih sempurna dalam
memberikan pelayanan kepada publiknya.
Oleh karena itu, seseorang yang menjadi profesional/ahli seharusnya ia terus
menerus meningkatkan mutu pengetahuannya sesuai dengan bidang pekerjaan yang ia
geluti, ini sesuai dengan pendapat Peter Jarvis (1983 : 27) In order to be master of
branch of learning it is essential for a practitioner to continue his learning after initial
education and some professions have institutionalized education. Selanjutnya Jarvis
menegaskan bahwa seorang profesional adalah yang berikhtiar untuk menjadi ahli serta
melaksanakan ilmu pengetahuannya dalam pekerjaannya secara efektif (one who
endeavor to have mastery of and to apply effectively that knowledge upon which his
occupations is based).
Untuk menjadi profesional harus melalui pendidikan dan atau latihan yang
khusus. Pendidikan profesional adalah suatu pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik dengan panggilan atau pekerjaan profesional. Profesionalisasi berasal dari kata
professionalization yang berarti kemampuan profesional. Dedi Supriadi (1998)
mengartikan profesionalisasi sebagai pendidikan prajabatan dan/atau dalam jabatan.
Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif.
Menurut Eric Hoyle (1980) konsep profesionalisasi mencakup dua dimensi yaitu :
..the improvement of status and the improvement of practice. Pendapat ini
mengemukakan bahwa dimensi yang pertama meliputi upaya yang terorganisir untuk
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
6
memenuhi kriteria profesi yang ideal dan bila telah mencapai tingkatan profesi yang
sudah mapan, maka upaya tersebut adalah mempertahankan serta membina posisi yang
telah mapan itu. Profesionalisasi dalam dimensi ini mengandung implikasi untuk
meningkatkan periode latihan bagi anggota profesi yang memiliki kualitas sehingga
terlihat jelas batas yang berprofesi dan berhak melaksanakan profesinya secara resmi
dengan tidak, selanjutnya mempunyai implikasi dalam meningkatkan kontrol terhadap
aktivitas-aktivitas profesi dan kontrol atas latihan yang dilakukan anggota profesi.
Dimensi kedua menurut Hoyle adalah penyempurnaan pelaksanaan (improvement
of practice), meliputi penyempurnaan keterampilan secara terus menerus, serta
pengetahuan dari pelaksanaannya. Karena itu konsep profesionalisasi dapat disamakan
dengan pembinaan profesi (professional development).
C. Profesionalisasi Tenaga Kependidikan
Secara normatif, Pasal 20 UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen menandaskan,
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: (a) merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran; (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; (c) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; (d) menjunjung tinggi
peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;
dan (e) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Lebih lanjut Pasal 28 PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
menjabarkan bahwa:
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional;
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
7
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) Kompetensi pedagogik; (b) Kompetensi
kepribadian; (c) Kompetensi profesional; dan (c) Kompetensi sosial;
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat
diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan;
(5) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Pandangan yang ideal mengenai profesionalisme guru, direfleksikan dalam citra
guru masa depan sebagaimana dikemukakan oleh Sudarminta (1990), yaitu guru yang:
(1) sadar dan tanggap akan perubahan zaman; (2) berkualifikasi profesional;(3) rasional,
demokratis dan berwawasan nasional; (4) bermoral tinggi, beriman.
Sadar dan tanggap akan perubahan zaman artinya, pola tindak keguruannya tidak
rutin, maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya. Jadi guru
tersebut diharapkan menguasai daya foresight, intellectual coriosity, dan kemampuan
berpikir lateral.
Guru profesional yaitu guru yang tahu mendalam tentang apa yang diajarkan,
mampu mengajarkannya secara efektif, efisien, dan berkepribadian mantap. Guru yang
bermoral tinggi dan beriman tingkah lakunya digerakkan oleh nilai-nilai luhur.
Syah (1995) memperinci kompetensi profesional guru ke dalam tiga aspek, yaitu:
(1) kompetensi kognitif; (2) kompetensi afektif; dan (3) kompetensi psikomotorik.
Aspek pertama meliputi penguasaan terhadap pengetahuan kependidikan,
pengetahuan materi bidang studi yang diajarkan, dan kemampuan mentransfer
pengetahuan kepada para siswa agar dapat belajar secara efektif dan efisien.
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
8
Kompetensi kedua yaitu sikap dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi
keguruan, yang meliputi self concept, self efficacy, attitude of self-acceptance dan
pandangan seorang guru terhadap kualitas dirinya.
Sedangkan aspek yang disebut terakhir -kompetensi psikomotorik- meliputi
kecakapan fisik umum dan khusus seperti ekspresi verbal dan nonverbal.
Johnson sebagaimana dikutip Sanusi dkk (1991) mengetengahkan tiga aspek
performansi guru, yaitu :
(a) Kemampuan profesional yang mencakup : (1) penguasaan pelajaran yang terdiri atas
penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari
bahan yang diajarkan itu; (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan
wawasan kependidikan dan keguruan; (3) penguasaan proses-proses kependidikan,
keguruan dan pembelajaran siswa.
(b) Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan
kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
(c) Kemampuan personal guru, mencakup : (1) penampilan sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan
beserta unsur-unsurnya; (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai
yang seyogianya dianut oleh seorang guru; (3) penampilan upaya untuk menjadikan
dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
P3G Depdikbud (1980) merumuskan sepuluh kompetensi dasar guru, yang
meliputi kemampuan-kemampuan dalam hal : (1) menguasai bahan ajar; (2) mengelola
program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media dan sumber
pengajaran; (5) menguasai landasan-landasan kependidikan; (6) mengelola interaksi
belajar mengajar; (7) menilai prestasi belajar siswa; (8) mengenal fungsi dan program
pelayanan BP; (9) mengenal dan ikut menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10)
memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan menafsirkannya untuk pengajaran.
Aktualisasi profesi guru dalam proses pembelajaran merupakan hal paling pokok
dalam menjawab isu-isu pokok pendidikan dewasa ini. Pelaksanaan pekerjaan dalam
bidang ini secara garis besar terdiri atas tiga tahapan: (1) tahap kesiapan guru untuk
melakukan tugas yang ditunjukkan dengan perencanaan pengajaran; (2) tahap
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
9
pelaksanaan prosedur pengajaran berdasarkan perencanaan yang telah dipersiapkan; dan
(3) tahap ketiga berkaitan dengan kemampuan guru dalam membina hubungan
antarpribadi.
Tahap perencanaan pengajaran meliput aspek-aspek: (1) rencana
pengorganisasian bahan pengajaran; (2) pengelolaan pengajaran; (3) rencana
pengelolaan kelas; (4) penggunaan media dan sumber belajar; dan (5) rencana penilaian
prestasi.
Tahap pelaksanaan prosedur terdiri atas aspek-aspek : (1) penggunaan metode,
media, dan bahan pengajaran; (2) berkomunikasi dengan siswa; (3) mendemonstrasikan
metode; (4) mendorong keterlibatan siswa; (6) mengorganisasikan waktu, ruang, dan
perlengkapan pengajaran; (7) melakukan evaluasi.
Tahap pembinaan hubungan antarpribadi dapat diamati dari aspek-aspek: (1)
pengembangan sikap positif terhadap siswa; (2) sikap terbuka dan fleksibel; (3)
kesungguhan dan kegairahan mengajar; (4) mengelola interaksi perilaku di dalam kelas.
Sejalan dengan uraian di atas, Wotruba dan Wright (1975) mengidentifikasi enam
karakteristik mengajar yang efektif.
Pertama, pengorganisasian yang baik dari pokok bahasan dan mata pelajaran.
Organisasi yang baik dari pokok bahasan ditunjukkan dalam tujuan-tujuan, materi
pelajaran, tugas-tugas, aktivitas kelas, dan ujian.
Tahapan penyiapan kelas dan efektivitas penggunaan waktu di dalam kelas, juga
merupakan indikator dari organisasi yang baik dari pokok bahasan dan mata pelajaran.
Riset menunjukkan bahwa pengorganisasian mata pelajaran mempunyai hubungan
dengan cara siswa belajar. Apabila pelajaran diberikan secara terorganisasi akan dapat
membantu mengembangkan kemampuan belajar siswa, maka dapat dinyatakan bahwa
organisasi bahan pengajaran yang baik memberikan kontribusi terhadap efektivitas
mengajar.
Kedua, komunikasi yang efektif. Kemampuan guru termasuk penggunaan
audiovisual atau teknik-teknik lain untuk menarik perhatian siswa, merupakan
karakteristik mengajar yang penting untuk dievaluasi.
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
10
Keahlian berkomunikasi meliputi kemampuan-kemampuan menjelaskan
presentasi, kelancaran verbal, interpretasi gagasan-gagasan abstrak, kemampuan
berbicara yang baik dan kemampuan mendengarkan.
Dapat berkomunikasi dengan baik merupakan karakteristik penting bagi mengajar
yang efektif. Karena, komunikasi yang efektif sangat penting untuk kelas-kelas yang
besar, seminar, laboratorium, grup-grup diskusi kecil, sebaik dalam percakapan orang
perorang.
Ketiga, pengetahuan dari dan perhatian pada bahan pelajaran serta proses
pembelajaran. Guru harus mengetahui bahan pelajaran yang mereka bina agar mereka
dapat mengorganisasikannya secara tepat sehingga dapat mengkomunikasikannya
secara tepat pula.
Seorang pengajar penting untuk mencurahkan perhatian dan pemikirannya
terhadap disiplin ilmunya, termasuk yang didapatkannya dari penelitian. Pengetahuan
pengajar terhadap materi pelajaran direfleksikan juga dalam kemampuannya memilih
buku teks, bahan bacaan dan daftar referensi, isi pengajaran serta silabus pelajaran.
Keempat, sikap yang positif kepada siswa. Sikap-sikap yang disukai siswa di
antaranya ialah pemberian pertolongan oleh pengajar atau instruktur ketika siswa
mengalami kesulitan berkenaan dengan materi pelajaran, pemberian kesempatan
mengajukan pertanyaan atau mengekspresikan opini siswa, dan kepedulian terhadap
hal-hal yang dipelajari siswa.
Sikap positif terhadap siswa dicerminkan pula dalam dukungan dan kepercayaan
diri siswa. Mengajar yang efektif sesungguhnya melibatkan harapan-harapan yang tepat,
pembimbingan dan dorongan kepada siswa.
Kelima, adil dalam ujian dan penilaian. Sejak awal pembelajaran, siswa harus
diberitahu mengenai jenis-jenis penilaian seperti karya tulis, proyek, ujian, kuis-kuis,
yang akan dijumlahkan pada akhir perkuliahan. Keterkaitan masing-masing materi yang
tercakup dalam pelajaran merupakan aspek penting dari keadilan. Konsistensi penting
bagi tujuan pelajaran, isi pelajaran, ujian, kuis-kuis, dan penilaian.
Batas waktu dan manfaat umpan balik mengenai kinerja siswa, juga merupakan
elemen penting dari keadilan sebagaimana kesesuaian antara beban kerja dengan kredit
Fikri Aulia Pascasarjasana UNNES
11
yang diterima. Umpan balik dalam bentuk peringkat dan komentar tidak hanya dapat
menjadi indikator pencapaian pengetahuan relatif siswa terhadap dibanding rekan
sekelasnya, tetapi harus dapat pula menjadi indikator pertumbuhan pribadi.
Keenam, fleksibel dalam pendekatan mengajar. Pengajar yang jarang mencoba
pendekatan instruksional yang beragam mengindikasikan kehilangan semangat
mengajar. Variasi pendekatan instruksional berguna dalam menyempurnakan
bermacam-macam peraturan dan tujuan-tujuan pelajaran, serta dalam merespons
keragaman latar belakang individual siswa.
Dengan memvariasikan langkah-langkah instruksional yang mempertimbangkan
keragaman siswa akan memungkinkan pencurahan perhatian yang lebih baik dari siswa
terhadap materi pelajaran.
Sumber Rujukan :
Mudyaharjo, Redja. 2009. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Saud, Udin Syaefudin. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.