Post on 27-Jan-2020
PROBLEMATIKA PERNIKAHAN USIA DINI DALAM
PENDIDIKAN KELUARGA ISLAM
(Studi Kasus di Kampung Pasirputih, Sukajaya,
Cilamaya Kulon, Karawang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
UMI HANI
NIM 11140110000075
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1440 H
i
ABSTRAK
Umi Hani, (NIM: 11140110000075). “Problematika Pernikahan Usia Dini
dalam Pendidikan Keluarga Islam (Studi Kasus di Kampung Pasirputih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)”. Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Drs. Aminuddin Yakub, M.Ag
Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah masih ditemukannya
fenomena pernikahan usia dini khususnya dikampung Pasirputih, Sukajaya,
Cilamaya kulon, Karawang. Pendidikan Agama Islam bagi keluarga adalah upaya
orang tua sebagai orang yang memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan
Islam bagi anak dalam keluarga untuk membiming jasmani dan rohani anak agar
dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan tujuan syariat Islam. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pernikahan dini
problematika pernikahan usai dini dalam pendidikan keluarga Islam. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan ialah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik
analisisnya adalah dengan cara mendeskripsikan data-data secara sistematik dan
diinformasikan sedemikian rupa sehingga diperoleh kesimpulan yang
komprehensif.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pernikahan usia dini di kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya
Kulon, Karawang adalah faktor perjodohan, ekonomi, keinginan sendiri dan
pergaulan bebas. Sedangkan mengenai problematika pernikahan usia dini dalam
Pendidikan Agama Islam dalam keluarga adalah praktik pernikahan usia dini
memiliki dampak positif dan negatif bagi pelakuknya. Dampak positif dari
pernikahan usia dini ini adalah timbulnya kesadaran bahwa menjadi orang tua
tidaklah mudah perlu kesiapan fisik dan mental, menjalankan salah satu sunnah
Rosulullah dengan melakukan pernikahan, dan menghindari zina. Selain positif
ada sisi negative bagi pelaku pernikahan usia dini yaitu terjadinya perceraian,
terjadi pertengkaran dan ketidakharmonisan dalam keluarga. Selain itu
problematika atau masalah pernikahan usia dini dalam keluarga adalah
ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan agama
kepada anak karena pendidikan orang tua yang rendah terhadap agama Islam dan
kondisi jiwa yang belum matang, maka keluarga pasangan usia dini ini
membutuhkan bimbingan dan pendidikan agama dari orang lain yaitu ustadz, guru
yang dapat memberikan pengetahuan-pengetahuan agama yang lebih kepada
pasangan pernikahan usia dini.
Kata Kunci: Problematika, Pernikahan Dini, Keluarga
ii
ABSTRACT
Umi Hani, (NIM: 11140110000075). "Early Marriage Problems in Islamic
Family Education (Case Study in Pasirputih Village, Sukajaya, Cilamaya
Kulon, Karawang)". Department of Islamic Education, Faculty of Tarbiyah
and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
Supervisor: Drs. Aminuddin Yakub, M.Ag
The background of the problem in this study is that the phenomenon of
early marriage is still found, especially in the village of Pasirputih, Sukajaya,
Cilamaya kulon, Karawang. Islamic Education for families is an effort of parents
as people who have the responsibility to provide Islamic education for children in
the family to guide the body and spirit of the child so that they can develop
optimally in accordance with the objectives of Islamic law. This study was
conducted to determine the factors that cause early marriage marriage problems
after early in Islamic family education. This study uses descriptive qualitative
methods. Data collection techniques used are observation, interview and
documentation techniques. The analysis technique is to describe the data
systematically and be informed in such a way that a comprehensive conclusion is
obtained.
The results of this study explain that the factors that led to early marriage
in the village of Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang are factors of
matchmaking, economics, self-interest and promiscuity. While regarding the
problem of early marriage in Islamic Education in the family is the practice of
early marriage has a positive and negative impact on the performer. The positive
impact of this early marriage is the emergence of awareness that being a parent is
not easy to need physical and mental readiness, carrying out one of the Sunnah of
the Prophet by conducting a marriage, and avoiding adultery. Besides being
positive there is a negative side for early marriage actors, namely divorce, family
disputes and disharmony. In addition, the problem or the problem of early
marriage in the family is the inability of parents to provide religious knowledge to
children because of the low education of parents to the religion of Islam and
immature mental conditions, the families of these early couples need guidance
and religious education from others, namely ustadz, teachers who can provide
more religious knowledge to early marriage partners.
Keywords: Problems, Early Marriage, Family
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Problematika
Pernikahan Usia Dini dalam Pendidikan Keluarga Islam (Studi Kasus di Kampung
Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada
jenjang Strata Satu (S1) di Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mendapatkan bantuan, dukungan, dan dorongan dari berbagai
pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
FITK UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
3. Marhamah Saleh, Lc., M.A., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Aminudin Yakub, M.Ag., Dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan arahan serta masukan kepada penulis, sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Dr. Asril DT Paduko Sindo, M.A., Dosen Pembimbing Akademik yang
selama empat tahun ini menemani perjalanan studi penulis dengan arahan
dan motivasinya.
6. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Agama Islam yang telah mengajar dan
memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
7. Abdul Ghofur Astra, S.Pd., Kepala Desa Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang beserta seluruh Staf desa Sukajaya.
8. Seluruh warga kampung Pasirputih yang terlibat dalam penulisan Skripsi
ini, penulis ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya yang telah
iv
meluangkan waktu, memberikan informasi dan data kepada penulis untuk
membantu menyelesaikan Skripsi ini.
9. Kedua orang tua penulis, Mimi Barkah dan Bapak Kartomo tersayang.
Terima kasih telah membesarkan, mendidik, dan menjaga Hani dengan
penuh kasih sayang. Semua bantuan, dukungan, dan nasihat dari Mimi dan
Bapak tidak ternilai harganya. Segala yang telah Bapak dan Mimi berikan
semoga Allah balas dengan balasan yang terindah. Terimkasih atas segala
pengorbanan yang tiada hentinya, Pak, Mi. Hani sayang kalian, ini untuk
Mimi dan Bapak.
10. Adiku tercinta, Fahri Dwi Ramadhan, yang mewarnai hidup penulis
dengan candaan dan kenakalannya.
11. Keluarga besar Bani Tarab Indramayu, dan Keluarga besar Bani Hasbulah
Karawang. Terimakasih atas segala dukungan dan kasih sayangnya.
12. Teman-teman seperjuangan, mahasiswa-mahasiswi PAI angkatan 2014,
khususnya APACHE, penulis sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari
kalian.
13. Warga-wargi KMIK (Keluarga Mahasiswa Islam Karawang) Jakarta yang
menjadi keluarga kedua penulis mba Fikri, Incess Ila, Indini.
14. Teman-teman kosan pak Zahwan Raspiani, Liyani, Milda, Samroh, Nazma
Alumni Penghuni Asrama Purti KMIK Jakarta, Feni, Irma, Teh Nadya,
Rahma, dan Ainun, Teh Aisyah, Teh Hanan, Teh Fida, Teh Fitri.
15. Semua pihak yang telah mendoakan dan menyemangati penulis.
Semoga seluruh pihak yang mendoakan dan memberikan bantuan kepada
penulis senantiasa diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Penulis menerima kritik
dan saran yang membangun untuk skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan kegunaan bagi seluruh pihak.
Jakarta, 10 Desember 2018
Penulis
UMI HANI
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 7
D. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pernikahan Usia Dini ................................................................. 9
1. Pengertian Pernikahan ............................................................ 9
2. Rukun dan Syarat Nikah ...................................................... 11
3. Hukum Pernikahan ............................................................... 13
4. Tujuan Pernikahan ............................................................... 17
5. Hikmah Pernikahan dalam Islam ......................................... 18
6. Hakikat Pernikahan Usia Dini .............................................. 18
B. Pendidikan Keluarga Islam ..................................................... 23
1. Pengertian Pendidikan Islam ................................................ 23
2. Jenis dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ......................... 26
3. Kedudukan keluarga dalam Pendidikan ............................... 29
4. Peranan Orang Tua dalam Mendidik Anak .......................... 31
vi
5. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Islam .......... 34
6. Fungsi keluarga dalam pendidikan Agama Islam ................ 37
C. Hasil Penelitian Relevan .......................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 41
B. Metode dan Jenis Penelitian ...................................................... 41
C. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................... 41
D. Sumber Data ............................................................................... 43
E. Teknik Pengumpulan data .......................................................... 43
F. Teknik Analisis Data .................................................................. 45
G. Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 45
H. Prosedur Penelitian ..................................................................... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 48
B. Deskripsi Data ............................................................................ 53
C. Pembahasan ................................................................................ 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 82
B. Saran .......................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 84
LAMPIRAN
RIWAYAT PENULIS
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Data penyebaran penduduk Desa Sukajaya
Tabel 4.2 :Faktor-faktor Pernikahan usia dini dari dua belas kasus yang
terjadi di Kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang.
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Pedoman Wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia
Dini
Lampiran 2 : Lembar Wawancara dengan Guru Ngaji
Lampiran 3 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu Tati
Lampiran 4 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Darilah
Lampiran 5 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Erina
Lampiran 6 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Dayanti
Lampiran 7 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Pujiyanti
Lampiran 8 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Rasminah
Lampiran 9 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Ratini
Lampiran 10 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Wiwin
Lampiran 11 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Waridah
Lampiran 12 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Sutiah
Lampiran 13 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu
Dahlia
Lampiran 14 : Lembar wawancara dengan Pelaku Pernikahan Usia Dini Ibu Meli
Lampiran 15 : Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan jalinan suci antara dua insan antara laki-laki
dengan perempuan yang berjanji sehidup semati saling mengasihi baik
suka maupun duka, yang mana hubungan keduanya didasarkan atas niat
ibadah kepada Allah. Sebagaimana tertulis dalam buku fiqh munakahat
karya Abdul Rahman Ghazali mendefinisikan pernikahan adalah “akad
yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan
keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong
menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan
kewajiban bagi masing-masing”.1
Hukum melakukan pernikahan jumhur ulama sepakat bahwa
hukum pernikahan adalah boleh. namun menurut sebagian ulama yang lain
hukum nikah itu adakalanya sunnah, makruh, wajib bahkan haram
tergantung situasi dan kondisi orang yang hendak melakukan pernikahan
tersebut.
Tujuan pernikahan sendiri pada umumnya adalah tergantung pada
orang yang hendak melakukan pernikahan tersebut karena lebih bersifat
subjektif. namun ada tujuan yang memang diinginkan oleh semua orang
yang melakukan pernikahan yaitu untuk memperoleh kebahagian baik
lahir maupun batin untuk mencapai kesejahteraan baik di dunia maupun di
akhirat, pernikahan juga merupakan sarana proses melanjutkan keturunan.
Adapun menurut Abdul Rahman Ghazali Tujuan pernikahan ada 5 yaitu:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
1 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h.9
2
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.2
Keluarga sendiri merupakan suatu kesatuan masyarakat yang
paling kecil yang didalamnya terdiri antara bapak, ibu, dan anak. yang
saling bertanggung jawab masing-masing dengan rasa kasih sayang.
Keluarga merupakan tempat Pendidikan pertama dan utama bagi seorang
anak, sedangkan orangtuanya adalah pendidik utama bagi anak.
Pendidikan dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai moral
anak. Dasar pembentukan sebuah keluarga lahir dari terjadinya sebuah
perkawinan yang mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan ikatan
yang kokoh dan kuat yang dilandasi dengan ketaqwaan kepada Allah dan
keridhaan-Nya. Al-Qur’an memandang perkawinan sebagai salah satu
tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Sebagaimana Allah
berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 21
إلي هاوجعلبي نكمۦ ءايتهومن كنو ا وجال تس ز أ نفسكم
أ ن لكمم خلق ن
أ
رون ميتفك لكأليتل قو فيذ إن مة ةورح ود ١٢م Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Kehadiran anak dalam sebuah keluarga merupakan sebuah
anugerah dan titipan Allah kepada orang tua untuk dijaga dan dididik
sebaik mungkin oleh orangtua. Kehadiran anak dianggap sebuah masalah
baru jika anak tersebut lahir dalam keluarga yang belum siap dalam
menerima hadirnya anak. Namun sebaliknya jika dalam keluaga tersebut
2Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h.24
3
keluarga yang matang yang siap dan tahu fungsi dan cara mendidik anak
dengan baik, maka kehadiran anak menjadi sebuah anugerah dan sarana
meraih kebahagiaan di dunia maupun akhirat
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang system Pendidikan Nasional bagian kedua pasal 7 Hak dan
Kewajiban orang tua, menegaskan bahwa “Orang tua berhak berperan
serta dalam memilih satuan Pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan Pendidikan anaknya. Orang tua dari anak usia wajib
belajar, berkewajiban memberikan Pendidikan dasar kepada anaknya”.3
Dari Undang-Undang tersebut jelas dikatakan bahwa tanggung
jawab orang tua sangat besar dalam memberikan Pendidikan yang layak
bagi anaknya. seperti yang ditulis oleh Abdul Qadir Djaelani “Kewajiban
ayah dan ibu dalam mendidik anak-anaknya, baik dari segi pembawaan
maupun dari segi lingkungan”.4 karena itu dalam hukum Islam ada istilah
hadanah. Para ahli hukum Islam mendefinisikan hadanah ialah melakukan
pemelihaaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan, atau yang telah besar tetapi belum baligh dengan menyediakan
sesuatu yang menjadikan ia baik, mendidik jasmani, rohani dan akalnya
agar mampu berdiri sendiri dalam menghadapi hidup dan memikul
tanggung jawabnya.
Selama anak belum menginjak usia dewasa, maka orang tua
mempunyai peranan penting bagi anak-anaknya, untuk membawa kepada
kedewasaan, maka orang tua harus memberikan contoh yang baik bagi
anaknya, anak-anak cenderung bersifat peniru terhadap apa yang
dilakukan oleh orang tuanya. dengan contoh yang baik tersebut anak
dengan otomatis meniru tanpa ada paksaan. Orang tua juga dalam
memberikan sugesti kepada anak-anaknya tidak boleh dengan cara otoriter
melainkan dengan cara mendekatkan diri dengan pergaulan anak, sehingga
3 Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 4 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), h. 212
4
anak dengan senang hati melaksanakannya tanpa pakasaan. dan hubungan
antara orang tua dengan anak terjalin dengan rasa simpati.
Pernikahan itu merupakan sesuatu yang agung dan mulia yang
harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. orang yang
melaksanakan pernikahan hendaklah terdiri atas orang-orang yang dapat
mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya itu terhadap istri atau
suaminya, terhadap keluarganya dan tentunya terhadap Allah SWT. di
dalam Al-Qur’an surah an-Nur ayat 32 Allah menganjurkan hambanya
untuk segera melakukan pernikahan.
الحينمنعبادكمإومائكمإن نكحواالأياميمنكموالص يكونوافقراءيغنهموأ
واسععليم منفضلهوالل الل Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara
kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S An-Nur ayat 32)
Kedudukan nikah yang agung dan mulia itu juga berfungsi sebagai
forum pendidikan dan pembinaan generasi yang akan datang, maka
hendaknya pernikahan itu dilaksanakan setelah masing-masing kedua
belah pihak sudah betul-betul mempunyai kesiapan dan kemampuan untuk
melaksanakan tugas sebagaimana suami dan istri yang baik bahkan siap
untuk menjadi bapak dan ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak. Nabi
Muhammad menganjurkan menikah bagi para pemuda dan pemudi yang
sudah sanggup atau mampu sebagaimana sebuah hadist yang ditulis oleh
imam Bukhori dan imam Muslim:
باب،مناستطاعمنكم للبصرويامعشرالش غض ج،فإن هأ حصنالباءةفليتزو
أ
وم،فإن هلهو جاءللفرج،ومنلميستطعفعليهبالص
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu
menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan
pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak
5
mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan
syahwatnya (sebagai tameng).”
Masa remaja merupakan fase terpenting bagi seseorang dalam
rentang kehidupannya. yang mana masa ini dikenal sebagai masa
peralihan, masa perubahan yang sangat pesat, bahkan dikatakan usia yang
sangat menakutkan saat dimana seseorang indvidu mencari identitas, masa
yang tidak realistic dan masa diambang dewasa. oleh karena itu dalam
peraturan perundangan dijelaskan bahwa ada batas umur untuk
melangsungkan perkawinan. Ketentuan tersebut dalam pasal 7 ayat 1 UU
No 1 Tahun 1974 yang berbunyi bahwa perkawinan diijinkan jika pihak
pria sudah mencapai umur 19 tahun, pihak wanita mencapai umur 16
tahun. hal ini juga ditunjang dengan ketentuan yang terdapat dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 15 yang isinya bahwa “untuk
kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan
pasal 7 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-
kurangnya berusia 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya 16
tahun”.5 dari pembatasan umur tersebut dapat diartikan bahwa UU No 1
Tahun 1974 tidak menghendaki perkawinan yang dilakukan oleh mereka
yang berusia dibawah ketentuan tersebut atau melakukan pernikahan
diusia dini atau dibawah umur.
Meski kini modernisasi telah menyentuh kedaerah pedesaan, tetapi
ternyata belum bisa mengubah kebiasan-kebiasaan yang telah ada sejak
lama, seperti yang ada di desa Sukajaya kampung Pasirputih. Masyarakat
kampung pasirputih masih sering sekali menikahkan putra putrinya
dibawah umur 16 tahun, bahkan terkadang anak yang masih sekolah
dengan beragam alasan. tanpa memperhatikan dampak yang akan
ditimbulkan dari pernikahan usia dini tersebut.
5 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), h. 289
6
uraian diatas jelas sekali bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang
main-main yang bisa diputusakan jika tidak saling menyukai lagi,
pernikahan merupakan ikatan suci yang dibangun atas dua orang manusia
laki-laki perempuan yang telah dewasa yang saling bertanggung jawab
masing-masing sebagai suami-isteri untuk menggapai ridha Allah dan
memenuhi Sunnah Nabi, dan tanggung jawab orang tua amat besar dalam
mendidik anaknya sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang apalagi anak-anak yang noatbenenya masih dibawah
umur yang belum mampu mengemban amanat sebagai orang tua.
Dengan melihat pentingnya permasalahan pernikahan usia dini
serta dampaknya terhadap pendidkan anak dalam keluarga serta
keharmonisan perkawinan itu sendiri inilah yang menjadikan peneliti
tertarik untuk meneliti dan mengkaji dalam bentuk skripsi. Berangkat dari
permasalahan yang telah diuraikan diatas penyusun tertarik untuk
mengangkat kasus pernikahan usia dini khususnya yang terjadi di
kampung Pasirputih menjadi sebuah skripsi yang berjudul: “Problematika
Pernikahan Usia Dini dalam Pendidikan Keluarga Islam (Studi Kasus di
Kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Masih kurangnya pemahaman orangtua terhadap pengetahuan Agama
yang akan diberi kepada anak
2. Kurangnya pemahaman masyarakat kampung Pasirputih tentang
pernikahan
3. Rendahnya Pendidikan pasangan pernikahan dini yang berdampak
pada pola asuh anak dalam keluarga
4. Pasangan pernikahan usia dini kurang menyadari bahwa mereka adalah
salah satu pusat Pendidikan yang sangat penting bagi anak-anaknya
7
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas, maka penulis membatsai masalah yang
akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut:
1. Orang tua yang dimaksud disini adalah orang tua yang melakukan
pernikahan usia dini, ayah dan ibu yang mendidik anaknya, penelitian
ini difokuskan kepada ibu cerminan yang pertama bagi anak dan
tempat utama dan pertama anak memperoleh pendidikan.
2. Anak yang dimaksud disini adalah anak yang lahir dari orangtua yang
melakukan pernikahan usia dini yang berusia 4-17 tahun.
3. Pemahaman mengenai pengetahuan-pengetahuan keagamaan yang
akan diberikan kepada anak hasil pernikahan usai dini di lingkungan
kampung Pasirputih wetan, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang.
D. Perumusan Masalah
Setelah menguraikan mengidentifikasi dan membatasi masalah,
selanjutnya penulis membuat perumusuan masalah. Adapun perumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
di kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang?
2. Bagaimana problematika pernikahan usia dini dalam Pendidikan
Agama Islam keluarga di kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya
Kulon, Karawang?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
a. Untuk menggambarkan faktor-faktor apa yang menyebabkan
terjadinya pernikahan usia dini di kampung Pasirputih, Sukajaya,
Cilamaya Kulon, Karawang.
b. Untuk mengetahui problematika pernikahan usia dini dalam
Pendidikan Agama Islam keluarga di kampung Pasirputih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang
2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Untuk mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai dengan jurusan
penulis, tambahan referensi guna penelitian lanjutan serta
kontribusi untuk data perpustakaan
b. Praktis
Memberikan sumbangan kepada warga kampung Pasirputih
desa Sukajaya, kecamatan Cilamaya Kulon dalam memahami
pernikahan dan tidak melakukan praktek pernikahan usia dini.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pernikahan Usia Dini
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan merupakan salah satu jalan bahkan mungkin tujuan
hidup yang dialami oleh hampir seluruh manusia dimuka bumi ini.
Walaupun ada sebagian orang yang tidak berhasil mempertahankan
hubungan pernikahnnya sampai ajal menjemput, tapi tidak sedikit juga
yang hubungan pernikahannya langgeng sampai maut memisahkan.
Semua agama resmi di Indonesia memandang pernikahan sebagai
sesuatu yang sakral dan suci. Oleh karena itu setiap orang mengidam-
idamkan sebuah pernikahan bahkan setiap orang tua menghendaki agar
anak anaknya segera melangsungkan sebuah pernikahan. Karena
dengan pernikahan tersebut tanggung jawab orang tua menjadi selesai
apabila anaknya telah memasuki jenjang pernikahan.
Pengertian pernikahan dapat ditinjau dari segi istilah dan
bahasa, menurut bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata
“kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan
lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.6
Perkawinan atau pernikahan dalam literature fiqh berbahasa
Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj.7 Dalam kalimat
lain perkawinan diartikan juga dengan al-dammu wa al jam’u atau
6 Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 1994), cet. Ke-3. h.
456 7 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 35
10
ibarat’an al wath’ wa al ‘aqd yang diartikan dengan makna berkumpul
dan akad.8
Adapun dalam segi istilah Abdul Rahman Ghazali dalam
bukunya Fiqh Munakahat menyebutkan bahwa perkawinan
mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan pernikahan ialah
saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan
hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena
perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya
terkandung adanya tujuan/maksud mengharapkan keridhaan Allah
SWT.9
Menurut sebagian ulama Hanafiyah nikah adalah akad yang
memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-
senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dengan seorang
wanita, terutama guna mendapatkan biologis. Sedangkan menurut
sebagian mazhab Maliki, nikah adalah sebuah ungkapan (sebutan) titel
bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih
kenikmatan (seksual) semata-mata. Oleh mazhab Syafi’Iah nikah
dirumuskan dengan akad yang menjamin kepemilikan (untuk)
bersetubuh.10
Pernikahan menurut peraturan perundang-undangan, Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
dan instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam merumuskan bahwa “pernikahan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
8 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), h. 2 9 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h. 10 10 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), h. 45
11
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.11
Adapun menurut Paul Scholten ahli hukum perdata,
perkawinan adalah “suatu hubungan hukum antara seorang pria dan
seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh
Negara”.12 Sejalan dengan definisi perkawinan dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) perkawinan menurut hukum Islam adalah
“pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan suatu
ibadah”.13
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pernikahan adalah suatu ikatan yang terjalin antara laki-laki dengan
perempuan yang didalamnya terkandung hukum kebolehan
mengadakan hubungan suami istri yang harus dilakukan oleh orang
dewasa bukan anak-anak yang masih di bawah umur. Karena tanggung
jawabnya lahir dan batin bahkan dunia dan akhirat.
2. Rukun dan Syarat Nikah
Sebelum terjadinya suatu pernikahan ada rukun dan syarat
tertentu yang harus dipenuhi sebelum terlaksananya sebuah pernikahan
tersebut.
Adapun rukun menurut Abdul Rahman Ghazali adalah “sesuatu
yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu”.14
11 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), h. 46 12 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), h. 4 13 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), h. 46 14 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h. 45
12
yang artinya adalah rukun itu sesuatu yang harus ada dan termasuk
kedalam rangkaian pekerjaan itu.
Sedangkan syarat yaitu “sesuatu yang mesti ada yang
menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu
itu tidak termasuk ke dalam rangkaian pekerjaan itu”.15
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas,
sebagai berikut:
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan
pernikahan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
c. Adanya dua orang saksi
d. Sighat akad yaitu ijab dan Kabul yang diucapkan oleh wali
atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon
pengantin laki-laki.16
Adapun mengenai syarat-syarat pernikahan menurut Undang
Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai berikut:
1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga,
perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang
telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yakni calon suami
sekurang kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun harus
mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat
(2), (3), (4), dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.17
Namun secara garis besar syarat-syarat sahnya sebuah
perkawinan menurut Abdul Rahman Ghazali itu ada dua:
Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki
yang menjadikannya istri. Jadi perempuannya itu bukan merupakan
orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikah untuk
15 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h. 46 16 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), h. 5 17 Undang Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
13
sementara maupun untuk selama-lamanya. Dan Akad nikahnya
dihadiri oleh para saksi.18
3. Hukum Pernikahan
Pada dasarnya hukum pernikahan itu adalah mubah, atau boleh.
Tetapi hukum nikah ini dapat berubah menjadi wajib, sunnah, makruh
bahkan haram bagi seseorang, sesuai dengan keadaan seseorang yang
akan nikah tersebut.
Perkawinan adalah suatu perbuatan yang diperintah oleh Allah
dan juga dianjurkan oleh Nabi, banyak perintah-perintah Allah dalam
Al-Qur’an untuk melaksanakan perkawinan.19 Diantaranya firman-Nya
dalam surat an-Nur ayat 32
نكحوايميوأ
وٱل أ لحينمنكم إنيكونوافقرا ءٱلص إوما ئكم عبادكم من
نهم يغ لهٱلل منفض وۦ ٢١وسععليمٱلل Yang artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-
hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui
Tentang hukum perkawinan menurut Ibnu Rusyd yang dikutip
oleh Abdul Rahman Ghazali dalam bukunya Fiqh Munakahat,
menjelaskan sebagai berikut:
Segolongan fuqaha yakni jumhur mayoritas ulama berpendapat
bahwa “nikah itu hukumnya sunnah”.20 Golongan Zahiriyah
berpendapat bahwa “nikah itu wajib, tanpa terikat kondisi pribadi
18 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h. 49 19 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan
Undng-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 43 20 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h. 16
14
pelaku”.21 Para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat “bahwa
nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian lainnya,
dan mubah untuk segolongan yang lain. Ini berati hukum nikah
menurut ulama Malikiyah adalah sesuai kondisi pelaku nikah”.22
Al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang
yang melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum syara
yang lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnah dan adakalanya
mubah.
Ulama Syafiiyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah
mubah, disamping ada yang sunnah, wajib, haram dan yang makruh.
Di Indonesia umumnya masyarakat memandang bahwa hukum
asal melakukan perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi
pendapat ulama Syafi’iyah.23
Terlepas dari pendapat imam-imam madzhab berdasarkan
nash-nash, baik Al-Qur’an maupun As-sunnah, Islam sangat
menganjurkan kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan
perkawinan. namun demikian, jika dilihat dari segi kondisi orang yang
melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan
pernikahan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnah, haram, makruh
ataupun mubah.
a. Melakukan perkawinan yang hukumnya wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina
seandainya tidak menikah maka hukum melakukan perkawinan bagi
orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum
21 Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), h.
27 22 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2014), Cet ke-6 h. 16 23 Ibid., h. 18
15
bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang
terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan pernikahan,
sedang menjaga diri itu wajib, maka melakukan perkawinan itu pun
wajib.
b. Melakukan perkawinan yang hukumnya sunnah
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak menikah tidak akan
dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan pernikahan
bagi orang tersebut adalah sunnah.
c. Melakukan perkawinan yang hukumnya haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak
mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila
melangsungkan pernikahan akan terlantarlah dirinya dan istrinya,
maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah haram.
Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal
yang akan mendatangkan kerusakan:
نفقواوأ سبيل في ٱلل إلي ي ديكم
بأ تل قوا لكةولا ٱلت ه إن سنو ا ح
وأ ٱلل يحب
سنين ٢٩١ٱل مح Yang artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik
Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang
menikah dengan maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah
wanita yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat
menikah dengan orang lain.24
24 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2014), Cet ke-6 h. 21
16
d. Melakukan perkawinan yang hukumnya makruh
Melakukan pernikahan yang hukumnya makruh kurang/tidak
disukai yaitu jenis perikahan yang dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki kemampuan biaya hidup meskipun memiliki kemampuan
biologis, atau tidak memiliki nafsu biologis meskipun memiliki
kemampuan ekonomi. Tetapi ketidakmampuan biologis dan ekonomi
itu tidak sampai membahayakan salah satu pihak khususnya istri. Jka
kondisi seseorang seperti itu, tetapi dia tetap melakukan pernikahan,
maka pernikahannya adalah makruh karea pernikahan yang
dilakukannya besar kemungkinan menimbulkan hal-hal yang kurang
disukai oleh salah satu pihak.25
e. Melakukan perkawinan yang hukumnya mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan
berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan melantarkan
istri. Pernikahan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi
kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan
membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi
orang yang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk menikah
itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan yang akan
melakukan pernikahan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum
mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan
tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.26
25 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 92
26 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2014), Cet ke-6 h. 22
17
4. Tujuan Pernikahan
Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas
umat Islam. Diantaranya sebagai berikut:
Menurut Amir Syarifuddin dalam bukunya hukum perkawinan
Islam di Indonesia menyebutkan bahwa ada beberapa tujuan
pernikahan yakni sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan
generasi yang akan datang.
b. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan
hidup dan rasa kasih sayang.27
Zakiyah Darajat dkk. Mengemukakan lima tujuan dalam
pernikahan, yaitu:
a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
b. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan
d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima
hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh
harta kekayaan yang halal, serta
e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.28
Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai
subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama.
Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling
menentukan. Sebab keluarga salah satu diantara lembaga informal, ibu
bapak yang dikenal mula pertama oleh putra-putrinya dengan segala
perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar
pertumbuhan pribadi atau kepribadian sang putra putri itu sendiri.
27 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan
Undng-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 43 28 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2009),h. 15
18
5. Hikmah Pernikahan dalam Islam
Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan
berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan seluruh
umat manusia. Adapun hikmah pernikahan adalah
a. Nikah adalah jalan alami yang paling baik sesuai untuk
menyalurkan dan memuaskan naluri seks.
b. Nikah jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia,
memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta
memelihara nasib yang oleh Islam sangat diperhatikan sekali.
c. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi
dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula
perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-
sifat baik yang menyempurnakan kemanusaiaan seseorang.
d. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat
bakat dan pembawaan seseorang.
e. Pembagian tugas, di mana yang satu mengurusi rumah tangga,
sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas-batas
tanggung jawab antara suami-istri dalam menangani tugas-
tugasnya
f. Perkawinan, dapat membuahkan diantranya, tali kekeluargaan,
memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan
memperkuat hubungan masyarakat.29
6. Hakikat Pernikahan Usia Dini
a. Pengertian dan batasan usia dini
Sebelum penulis membahas tentang pernikahan Dini,
terlebih dahulu harus diketahui batasan usia muda atau remaja.
29 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2009),h. 20
19
Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa
anak dan masa ke dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai
dengan perubahan yang pesat dalam berbagai aspek
perkembangan, baik fisik maupun psikis.
Ada beberapa pengertian remaja yang ditinjau dari
beberapa segi diantaranya:
Masa remaja disebut juga adolescene, yang dalam bahasa
latin berasal dari kata adolescere. Yang berarti “to grow into
adulthood”. Adolesen merupakan periode transisi dari masa anak
ke masa dewasa.30
Zakiah Dradjat mengemukakan bahwa: “usia muda
(remaja) adalah anak yang pada masa dewasa, dimana anak-anak
mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka
bukan lagi anak-anak baik untuk badan, sikap dan cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang,
Masa ini dimulai kira-kira umur 13 tahun dan berakhir kira-kira 21
tahun”.31
Secara psikologis masa remaja adalah “usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak
tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak”.32
dalam agama Islam tidak dijelaskan batasan umur remaja,
tetapi hal ini dapat dilihat ketika seseorang telah mencapai akil
baligh, itu ditandai haid (menstruasi) yang pertama bagi perempuan
30 Syamsu Yusuf dan Nani M.Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 2011), h. 77 31 Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, tt), Cet ke-3, h. 106 32 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), Cet ke-5, h.
206
20
sehingga sudah boleh dinikahkan. Dan wanita di Indonesia rata-
rata haid pada usia kurang lebih 13 tahun. Sedangkan yang laki-
laki ditandai dengan mimpi basah.33
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa
kedewasaan seseorang itu tidak ditinjau hanya dari umur,
seseorang yang masih remaja pun bisa dikatakan dewasa jika ia
mampu memenuhi tanggung jawabnya dengan baik.
Kedewasaan itu dinilai dari dua sudut pandang. Pertama,
berdasarkan pendekatan umur kronologis (chronologis age), yaitu
perhitungan menurut usia kelahiran. Kedua, berdasarkan
pendekatan umur mental (mental age), yaitu tingkat usia yang
didasarkan atas kemampuan mental.34 Berdasarkan sudut pandang
pertama, para ahli didik sependapat bahwa, pada anak normal
tingkat kedewasaan tercapai pada usia antara 22 tahun untuk
wanita dan 24 tahun untuk laki-laki. Pada usai tersebut
pertumbuhan jasmani seseorang sudah mencapai puncaknya.
Sedangkan kedewasaan menurut pendekatan umur mental
(mental age) ditandai oleh kemampuan untuk mandiri dan
tanggung jawab.35 Maksudnya apabila seseorang telah dapat
melakukan suatu perbuatan atas inisiatif sendiri dan buruk baiknya
sudah dipertimbangkan secara matang. Kemudian segala resiko
yang diakibatkan oleh perbuatan tersebut, sepenuhnya dapat
dipertanggungjawabkannya sebagai perbuatan sendiri. Ia tidak
mengadalkan orang lain. Bila sukses ia merasakan hal itu sebagai
hasil usaha sendiri, dan menyebabkan rasa bangga pada dirinya.
Sebaliknya bila gagal, juga ia tidak menumpahkan kesalahan
dengan mengkambinghitamkan yang lain. Ia sudah mampu
33 Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), h. 96 34 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 105 35 Ibid,. h. 105
21
menanggung segala bentuk resiko yang bakal terjadi dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab.
Dari beberapa pengertian usia muda atau remaja, penulis
mencoba menyimpulkan bahwa usia muda itu adalah mulai dari 10
tahun sampai 21 tahun. Yang tercakup didalamnya antara lain,
masa pra remaja, remaja awal dan remaja akhir. Jadi pernikahan
usia dini yang dimaksud oleh penulis disini adalah interaksi atau
hubungan antara dua insan yang berlainan jenis kelamin yang
didasari atas rasa suka sama suka sebagai landasan menjalankan
sunah rasul dengan sebuah pernikahan dengan tujuan mengharap
rumah tangganya menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah
dan warahmah yang dilakukan oleh pasangan tersebut pada usia
antara 10-21 tahun.
b. Perkembangan jiwa keagamaan pada remaja
dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka
masa remaja menduduki tahap progresif atau arah yang paling
menentukan, Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya
terdapat beberapa factor perkembangan agama pada remaja
menurut W. Starbuck yang dikutip oleh Jalaluddin adalah sebagai
berikut:
1) Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja
dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik lagi bagi
mereka karena mereka merasa ide dan dasar keyakinan itu
sudah sering ia terima pada masa kanak-kanaknya. Sifat kritis
terhadap ajaran agama mulai timbul yang dulunya tidak
mempertanyakan hal-hal yang berkaitan dengan agama, tapi
ketika beranjak dewasa ia mulai berfikir kritis. Selain masalah
agama juga remaja sudah mulai tertarik pada masalah
22
kebudayaan, social, ekonomi dan norma-norma kehidupan
lainnya.
Jalaludin mengungkapkan dalam bukunya bahwa agama
yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak
berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran
agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang
konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang
pengembangan pikiran dan mental para remaja, sehingga
mereka meninggalkan ajaran agamanya.36
2) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja.
Perasaan social, etis, dan estetis mendorong remaja untuk
menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.
Kehidupan religious akan cenderung mendorong dirinya lebih
dekat ke arah hidup yang religious pula. Sebaliknya, bagi
remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran
agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa
remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh
perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah
terperosok kea rah tindakan seksual yang negative.
3) Perkembangan social
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh
adanya pertimbangan social. Dalam kehidupan keagamaan
mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material.
Remaja cenderung sedang kebingungan menetukan pilihan itu.
Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan
materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap matrealistis.
36 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 75
23
4) Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa
berdosa dan usaha untuk mencari proteksi atau perlindungan.
5) Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan
boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari
kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang
mempengaruhi mereka.
6) Ibadah
Pandangan remaja mengenai masalah ajaran agama,
ibadah dan masalah doa beragam sebagian besar menganggap
bahwa ibadah yang ia lakukan hanya semata-mata untuk
menggugurkan kewaiban semata.37
Dari beberapa faktor perkembangan jiwa keagamaan
remaja yang diuraikan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pada remaja mengalami beberapa faktor perkembangan jiwa
keagamaan yang mana dari bebarapa faktor tesebut saling
memengaruhi dalam jiwa keagaaman pada seorang remaja. Dari
pertumbuhan pikiran dan mental, perasaan, social, moral, sikap dan
minat bahkan ibadah para remaja semuanya mengalami
perkembangan.
B. Pendidikan Keluarga Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Kata pendidikan, dalam bahasa Arab adalah tarbiyah, dengan
kata kerja Rabba, sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arab
adalah tarbiyatul Islamiyah.38
37 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 77 38 Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), h. 195
24
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
hidup dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan, bahwa
“pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai
bimbingan, sarana pertumbuhan yang memersiapkan dan membukakan
serta membentuk disiplin hidup”.39
Hasan Langgulung berpendapat bahwa, pendidikan dapat
dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang individu dan sudut
pandang masyarakat. Dari sudut pandang pertama, pendidikan
merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu. Sedangkan
menurut pandangan kedua, pendidikan adalah usaha untuk mewariskan
nilai-nilai budaya oleh generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-
nilai budaya tersebut terus hidup dan berlanjut di masyarakat.40 Karena
itu pendidikan merupakan aktivitas yang sudah terprogram dalam
suatu system.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam
yaitu at-tarbiyat, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti
memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamnya sudah
termasuk makna mengajar atau allama.41 Berangkat dari pengertian ini
maka tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi
manusia (jasmani, ruh dan akal) secara maksimal agar dapat menjadi
bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.
Selanjutnya, Syed Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan
dari konsep ta’dib yang mengacu kepada adab dan variatifnya,
berangkat dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi mendidik
adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang
sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara
proporsional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya.
39 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 67 40 Ibid, h. 69 41 Ibid, h. 72
25
Menurut Naguib Al-attas selanjutnya bahwa pendidikan Islam lebih
tepat berorientasi ta’dib. Sedangkan tarbiyat dalam pandangan nya
mencakup obyek yang lebih luas, bukan saja terbatas pada pendidikan
manusia tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanya
mencakup pengertian pendidikan untuk manusia.
Baik al-Tarbiyat, al-Ta’lim maupun al-Ta’dib, merujuk
kepada Allah. Tarbiyat yang ditengarai sebagai kata bentukan dari kata
Rabb atau Rabba mengacu keoada Allah sebagai Rabb al-alamin.
Sedangkan Ta’lim yang berasal dari kata ‘allama, juga merujuk kepada
Allah sebagai Dzat Yang Maha ‘alim. Selanjutnya ta’dib seperti
termuat pada pernyataan Rasul Allah SAW. “Addabany Rabby
faahsana ta’dibyí” memperjelas bahwa sumber utama pendidikan
adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan bahwa beliau dididik oleh
Allah SWT. sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-
baik pendidikan.42
Pendidikan agama dalam kaitannya dengan pembangunan
bangsa merupakan masalah penting dan fundamental serta memerlukan
peninjauan dari berbagai aspek. Pada hakikatnya pendidikan agama
merupakan pembinaan terhadap bangunan bawah dari moral bangsa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa dari moral tata
tertib dan ketentraman hidup sehari-hari dalam masyarakat tidak hanya
semata-mata ditentukan oleh ketentuan hukum saja, tetapi juga
didasarkan atas ikatan moral, nilai-nilai kesusilaan dan sopan santun
yang didukung dan dihayai bersama oleh masyarakat.
Mengingat sangat pentingnya arti dan peranan agama bagi tata
kehidupan perseorangan maupun masyarakat Abdul Rahman Saleh
dalam bukunya menyatakan bahwa “untuk dapat mengembangkan
watak bangsa yang kokoh haruslah bertumpu pada landasan
keagamaan, dengan cara menempatkan pendidikan agama sebagai
42 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 73
26
faktor dasar yang paling penting dalam membina watak suatu
bangsa”.43
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah
usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam
secara menyeluruh yang tujuan akhirnya adalah dapat mengamalkan
serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup sebagai suatu
bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia dapat
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam, dan dapat
berguna bagi dirinya, lingkungan sekitar, dan dapat menciptakan
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa. Maka dari itu orangtua yang merupakan pendidik
utama dalam keluarga berperan penting dalam memberikan pendidikan
agama kepada anak secara maksimal guna menjadikan anak yang
sesuai dengan cita cita atau tujuan pendidikan Islam.
2. Jenis dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi:
a. Pendidikan Informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang
dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar
sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga,
dalam pergaulan sehari-hari, maupun dalam pekerjaan masyarakat,
keluarga dan organisasi.
b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara
teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat.
Pendidikan ini berlangsung disekolah
c. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara
tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan ketat.44
43 Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta: PT Gemawindu
PancaPerkasa,tt), h. 18
27
Secara etimologis istilah tujuan sering distilahkan dengan aim,
goal, objective, dan purpose. Dan dalam bahasa Arab disebut dengan
ghayah, hadaf, jamaknya ahdaf, dan maqashid.45
Tujuan pendidikan agama Islam pada hakikatnya sama dan
sesuai dengan tujuan diturunkan agama Islam, yaitu untuk membentuk
manusia yang beriman, bertaqwa sesuai dengan perintah
diturunkannya manusia ke muka bumi yaitu menjadi pengabdi Allah
yang patuh dan setia.
Tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Omar al-Touny
al-Syaibany adalah untuk mempertinggi nial-nilai akhlak hingga
mencapai tingkat akhlak al-karimah.46 Tujuan ini sama dan sejalan
dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan, yaitu
membimbing manusia agar berakhlak mulia. Akhlak mulia yang
dimaksud adalah tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam
hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama
makhluk Allah, serta lingkungannya.
Ada beberapa tujuan pendidikan Islam yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah
Mahdah
b. Membentuk manusai muslim yang di samping dapat melaksanakan
ibadah mahdah, juga dapat melaksanakan ibadah muamalah dalam
kedudukannya sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan
tertentu.
44 Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rineke Cipta, 2011), h.
97 45 Mahmud, Heri Gunawan dan Yuyun, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga,
(Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 154. 46 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 92
28
c. Membentuk warga Negara yang bertanggung jawab kepada
masyarakat dan bangsanya dan bertanggung jawab kepada Allah,
penciptanya.
d. Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang saip
dan terampil untuk memungkinkan memasuki lingkungan
masyarakat.
e. Mengembangkan tenaga ahli di bidang ilmu baik ilmu agama
maupun ilmu-ilmu lainnya.47
Secara umum menurut Dina Mulyati tujuan pendidikan Islam
dalam keluarga adalah “mendidik dan membina anak menjadi manusia
dewasa yang memiliki mentalitas dan moralitas yang luhur
bertanggung jawab baik secara moral, agama, maupun social
kemasyarakatan”.48 Secara sederhana orang tua menghendaki anak-
anaknya menjadi manusia mandiri yang memiliki keimanan yang
teguh taat beribadah serta berakhlak mulia dalam pergaulan sehari-hari
di tengah masyarakat dan lingkungannya.
Jika kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam akan
terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang
mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian
seseorang yang dapat membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola
takwa insan kamil yang artinya adalah menjadi manusia yang utuh
baik jasmani maupun rohaninya, dapat hidup dan berkembang secara
wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. ini
mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna baik bagi dirinya sendiri maupun
orang lain, serta senang dan gemar menagmalkan dan mengembangkan
ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah, dan dengan manusia
sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari
47 Baharuddin, Pendidikan & Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016),
h. 196 48 Mahmud, Heri Gunawan dan Yuyun, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga,
(Jakarta: Akademia Permata, 2013), h 155
29
alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan dunia yang
akan datang (akhirat).49
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama
Islam dalam keluarga merupakan pendidikan informal yang merupakan
suatu usaha secara sadar yang dilakukan untuk membina dan
mengasuh seseorang (anak) agar senantiasa memahami ajaran Islam
secara menyeluruh. Menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup,
supaya ia dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.
3. Kedudukan keluarga dalam Pendidikan
Pada hakikatnya keluarga atau rumah tangga merupakan tempat
pertama dan yang utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan
mental dan pembentukan kepribadian yang kemudian di tambah dan
disempurnakan oleh sekolah.
Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan
pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah kedua orang tuanya.
Bapak dan ibunya adalah pendidik kodrati yang sudah menjadi
kewajiban mereka sebagai orang tua. Mereka pendidik bagi anak-
anaknya karena secara kodrati seorang ibu dan bapak diberikan
anugerah oleh Allah SWT. berupa naluri orang tua. Karena naluri ini,
timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka,
hingga secara moral keduanya merasa terbebani tanggung jawab untuk
memelihara, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan
mereka. Menginat besarnya tanggung jawab sebagai orang tua, maka
menjadi orang tua perlu kesaiapan, mental dan umur yang cukup, tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang apalagi anak dibawah umur.
49 Zakiah Darajat, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h 29-30
30
Hadis Nabi mengatakan, yang artinya: “carilah ilmu sejak dari
ayunan/buayan sampai ke liang lahat.”50 Hal ini menunjukkan bahwa
merupakan kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya sejak si anak
masih dalam buayan ibunya.
Menurut Rasulullah SAW. fungsi dan peran orang tua bahkan
mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak. Seperti teori
tabularasa bahwa anak itu dilahirkan dalam kondisi seperti kertas putih
bersih, orang tuanya lah yang memberikan warna bagi kehidupannya.
Menurut Rasulullah SAW. setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki
potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan
dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan
pengaruh kedua orang tua mereka.51
Bila pendidikan agama tidak diberikan kepada anak-anak sejak
kecil, maka akan mengakibatkan hal-hal seperti mudah melakukan
segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa
memperhatikan norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku, selain
itu tidak terdapat unsur-unsur agama dalam kepribadiannya, sehingga
sulit baginya untuk menerima ajaran tersebut bila ia sudah dewasa.52
Keluarga merupakan basis segala segi yang berhubungan
dengan pendidikan, baik pendidikan rohani, social, fisik dan mental.
Keluarga itu bisa menentukan hari depan kehidupan anak. Disanalah ia
memperoleh dasar-dasar hidup yang akan dikembangkan di sekolah
dan di lingkungan pergaulan dnegna orang lain.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Zakiah Darajat, bahwa
“agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan
merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan bertindak
menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan dan
50 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 22 51 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 294 52 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 22
31
dorongan-dorongan yang timbul”.53 Karena keyakinan agama yang
menjadi bagian dari kepribadian itu, akan mengatur sikap dan tingkah
laku seseorang secara otomatis dari dalam. Ia tidak akan mau
menyelewengkan sesuatu, bukan karena ia takut akan kemungkinan
buruk seperti ketahuan akan tetapi ia takut akan kemarahan dan
kehilangan ridha Allah SWT.
Dari beberapa uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa
kedudukan Keluarga dalam Pendidikan adalah sangat besar keluarga
menjadi basis utama bagi seorang anak dalam mendapatkan
pendidikan. Anak memperoleh pendidikan pertama dan utama dari
keluarga, keluarga yang menjadikan anak baik atau buruk, laksana
sehelai kertas putih bersih, apa yang orang tuanya goreskan maka
itulah hasilnya. Maka penting sekali kedudukan keluarga yang dalam
hal ini adalah kedua orang tua dalam memberikan pendidikan bagi
anaknya agar anaknya dapat berkembang secara maksimal sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dengan ajaran Islam.
4. Peranan Orang Tua dalam Mendidik Anak
Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam
mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anak mereka untuk
mencapai tahapan tertentu. Peran orang tua adalah sebagai penyelamat
anak dunia dan akhirat, khususnya dalam menumbuhkan akhlak mulia
bukanlah tugas yang ringan. Pertumbuhan fisik, intelektual, emosi dan
sikap sosial anak harus diukur dengan kesesuaian nilai-nilai agama
melalui jalan yang diridhai Allah swt.54
Ada empat peranan orang tua dalam mendidik anak, yaitu:
a. Peran orang tua sebagai suri tauladan
Seringkali anak cenderung memandang orang tua sebagai
model dalam melakukan peran sebagai orang tua, sebagai suami
53 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 25 54 Aziz Mushaffa, Aku Anak Hebat Bukan Anak Nakal!, (Jogjakarta: Diva Press, 2009), h.
37.
32
atau istri, atau model hidup sebagai anggota masyarakat.55 Oleh
sebab itu untuk membawa anak kepada kedewasaan, orang tua
harus memberi teladan yang baik, karena anak suka mengimitasi
kepada orang yang lebih tua atau orang tuanya.56
Orang tua yang shaleh merupakan contoh suri tauladan
yang baik bagi perkembangan anak, jiwa, pribadi maupun
pembentukan perilaku anak. Apabila orang tua membiasakan diri
untuk berperilaku dan berakhlak baik, taat kepada Allah
menjalankan syariat agama, serta memiliki jiwa sosial, maka dalam
diri anak akan timbul dan berbentuk sifat yang ada pada orang
tuanya, karena ia akan meniru dan mencontoh apa yang ia lihat
dalam kehidupan sehari-hari dari tingkah laku orang tuanya.57
b. Peran orang tua sebagai pendidik
Orang tua juga berperan dalam mendidik anak dan
mengembangkan kepribadiannya, karena pada dasarnya pendidikan
anak adalah tanggung jawab orang tua. pendidikan anak secara
umum di dalam keluarga terjadi secara alamiah, tanpa disadari oleh
orang tua namun pengaruh dan akibatnya amat besar terhadap
kehidupan anak.
Orang tua sebagai keluarga menjadi lembaga pendidikan
pertama dan utama bagi anak dalam memperoleh pendidikan, anak
pertama kali diberikan pendidikan oleh orang tua sebagai
penunjang untuk kehidupan selanjutnya.
c. Peran orang tua sebagai motivator
Motivasi merupakan dasar tanggung jawab orang tua
terhadap anaknya. Sidney D Craig dalam bukunya mendidik
dengan kasih menjelaskan bahwa “orang tua dapat memotivasi
55 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali, 1992), Cet ke-
2, h. 28 56 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.
155 57 Muhammad Nur Abdullah Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: Al-
Bayan, 1995), Cet ke-2, h. 49
33
anak dengan berbicara atau bertindak terhadap anak dengan jalan
sedemikian rupa agar didalam diri anak tercipta hasrat untuk
berbuat sesuai dengan yang diharapkan orang tua”.58 karena
dengan dorongan itulah dapat memacu semangat kreativitas anak
di dalam mengembangkan sesuatu, terutama dalam menuntut ilmu
pengetahuan, sehingga dengan demikian semangat anak
bertambah, di samping itu pula ia merasakan bahwa dirinya ada
perhatian dan bimbingan dari orang tua.
d. Peran orang tua sebagai pemberi rasa cinta dan kasih saying
Allah swt. telah menitipkan dalam jiwa manusia rasa cita
yang dalam kepada anak, dan tak tertandingi dengan cinta yang
lain. Sebab, anak merupakan jantung hati, cahaya kalbu di dalam
rumah tangga. Hal tersebut bisa dilihat dari perhatian besar yang
diberikan orang tua kepada anak-anaknya, disertai dengan rasa
kasih saying yang abadi.59
Didalam al-Qur’an telah ditegaskan realita tersebut dalam
sejumlah ayat, diantaranya adalah QS. Al-Kahfi ayat 46 dan QS.
Al-Furqon ayat 74
الحاتخيرعندرب كثواب اوخيرأ والباقياتالص نيا مل االمالوالبنونزينةالحياةالد
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
(QS. Al-Kahfi ayat 46)
وٱجعلنا عينأ ة قر تنا ي وذر زوجنا
أ من هبلنا رب نا يقولون وٱل ذين قينللمت
ا إمام
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
58 Sidney D Craig, Mendidik dengan Kasih, (Jogjakarta: Kanisius, 1990), h. 89 59 Ibid, h. 89
34
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-
orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqon ayat 74)
5. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Islam
Anak adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang hadir ditengah
keluarga atas dasar fitrah. Mereka menjadi sumber kebahagiaan
keluarga yang harus dijaga dan dipertahankan kesuciannya oleh kedua
orang tuanya demi pertumbuhan kepribadiannya, Allah berfirman
dalam QS. At-Tahrim ayat 6
علي ها وٱل حجارة ٱلن اس وقودها نارا ليكم ه وأ نفسكم
أ قو ا ءامنوا ٱل ذين ها ي
أ ي
مرون علونمايؤ ويف مرهم أ ما صونٱلل ئكةغلاظشدادل ايع ٦مل
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-
Tahrim: 6)
Dalam firmannya tersebut, Allah swt memerintahkan segenap
orang beriman agar memilihara diri dan keluarganya dengan penuh
tanggung jawab agar terhindar dari bahaya dunia dan akhirat, untuk
menindaklanjuti tugas dan kewajibannya, orang tua dituntut menjadi
pendidik pertama dan utama bagi putra dan putrinya.
Anak adalah amanah Allah swt. maka orang tua wajib menjaga
mengupayakan biaya yang cukup untuk keperluan jasmani anak-
anaknya, tetapi lebih penting berusaha mencerdasakan anak dan
memperbaiki budi pekertinya. Dengan kata lain, pola pendidikan orang
tua terhadap anak-anak adalah keserasian antara pemenuhan
kepentingan dan kebutuhan jasmani dengan pendidikan keagamaan
dan keluhuran budi pekertinya.60
Tugas dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan
mendidik anak sejak masa bayi bukanlah suatu usaha yang mudah.
60 Aziz Mushaffa, Aku Anak Hebat Bukan Anak Nakal!, (Jogjakarta: Diva Press, 2009), h.
33-34
35
Orang tualah yang bertanggung jawab membentuk masa depan anak
mereka. Hal tersebut bukanlah persoalan yang kecil, karena berhasil
atau gagal dalam tanggung jawab ini berarti membawa pengaruh yang
luas, baik dalam lingkungan keluarga itu sendiri maupun kepada
masyarakat dan bangsa.61
Adapun tugas dan tanggung jawab orang tua yang harus dilakukan
kepada anak pada usai dua tahun hingga baligh adalah sebagai berikut:
a. Menanamkan tauhid dan aqidah
Inilah hal pertama yang harus dilakukan oleh orang tua
terhadap anaknya, yaitu menanamkan keyakinan bahwa Allah itu
maha Esa dan memiliki sifat-sifat yang mulia (asmaul husna).
Adapun langkah –langkah menanamkan tauhid dan aqidah
terhadap anak adalah sebagi berikut
1) Menanamkan tauhid ini bisa dimulai sejak masih dlaam
kandungan, yaitu dengan membiasakan anak
mendengarkan alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an,
ceramah-ceramah agama, kalimat-kalimat thayibah dan
ucapan-ucapan yang sopan, santun serta lemah lembut
2) Setelah anak bisa berbicara ajarkanlah anak agar dapat
mengucapkan kata-kata Allah, Bismillah,
Alhamdulillah, Astaghfrullah, dan sebagainya
3) Tegurlah dan berilah peringatan apabila anak
mengucapkan kata-kata yang tidak baik
4) Memberi penjelasan kepada anak bahwa diri kita,
tumbuhan, hewan dan semua yang ada di alam ini
adalah ciptaan Allah srta kepunyaan Allah yang maha
kuasa
5) Menyampaikan kisah-kisah para Nabi, Rasul dan orang-
orang yang shalih, baik secara lisan maupun berupa
buku-buku kisah, dan jelaskan hikmah atau pelajaran
yang bisa diambil dari kisah tersebut.
6) Membawa anak kepada tempat-tempat yang bisa
memperkuat aqidah dan tauhid, misalnya ke masjid,
madrasah atau tempat rekreasi seperti pegunungan,
pantai dan lain-lain. dan berilah penjelasan kepadanya
61 Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, (Bandung: Indonesia Publishing House,
1977), Cet ke-6, h. 20
36
betapa kuasanya Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan,
gunung, lautan, hewan, matahari dan sebagainya.62
b. Mengajarkan Al-Qur’an
Setiap orang tua memiliki tanggung jawab mengajarkan
anak-anaknya Al-Qur’an sejak kecil. Karena pengajaran Al-Qur’an
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menanamkan aqidah
yang kuat pada jiwa anak. Pendidikan Al-Qur’an merupakan sarana
paling ideal dalam membentuk anak menjadi sosok manusia yang
sempurna yang hidupnya berlandasakan Al-Qur’an.
Adapun cara mengajarkan Al-Qur’an kepada anak adalah
sebagi berikut:
1) Mengenalkan huruf-huruf dan tata cara membaca Al-
Qur’an dengan baik dan benar
2) Mengajarkan tata cara menulis huruf dan bacaan Al-
Qur’an
3) Memerintahkan kepada anak untuk membaca dan
menghafalkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an
4) Mengecek mengenai benar tidaknya anak dalam
membaca dan menulis ayat Al-Qur’an
5) Membiasakan anak serta seluruh keluarga untuk
membaca Al-Qur’an
6) Melatih dan membiaskan untuk mengamalkan isi Al-
Qur’an secara bertahap dan sesuai kemampuan anak.63
c. Melatih mengajarkan sholat dan ibadah-ibadah lain
Pembinaan anak dalam beribadah dianggap sebagi
penyempurna dari pembinaan akhlak. Karena semakin tinggi nilai
ibadah yang ia miliki, akan semakin tinggi pula keimanannya.
Teknis mengajarkan sholat kepada anak bisa dilakukan
dengan cara:
1) Mengajak anak sholat bersama-sama ketika mereka
masih kecil (sekitar umur dua sampai empat tahun)
2) Mengajarkan bacaan dan tata cara shlat yang benar
ketika mereka berumur sekitar lima tahun sampai tujuh
tahun
62 Heri Juhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet
ke-1, h. 88 63 Heri Juhari Muchtar, Op. cit., h. 89
37
3) Mengecek dan memantau bacaan serta tata cara shalat
yang dilakukan anak
4) Mengingatkan anak untuk senantiasa mendirikan sholat
kapan pun, dimanapun dan bagaimanapun keadaanya.
5) Membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat
berjamaah baik dirumah maupu di masjid
6) Selain sholat orang tua juga harus mengajarkan, melatih
dan membasakan melaksanakan ibadah-ibadah lain
dalam Islam seperti puasa, zakat, zikir, doa dan lain-
lain.64
6. Fungsi keluarga dalam pendidikan Agama Islam
Keluarga merupakan satu kesatuan unit masyarakat kecil yang
terdiri dari ibu dan bapak, adik dan kakak. Setelah sebuah keluarga
terbentuk, maka masing-masing orang yang ada di dalamnya, memiliki
fungsi masing-masing. Menurut Melly Sri, Fungsi keluarga dilihat dari
segi sosiologis ada sembilan, yakni sebagai berikut:
a. Fungsi biologis, yaitu keluarga tempat lahirnya anak-anak , yang
secara biologis anak berasal dari orang tua.
b. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga merupakan tempat pemenuhan
hasrat ekonomi yaitu kebutuhan makan, minum, dan tempat
berteduh.
c. Fungsi kasih sayang, yaitu fungsi keluarga merupakan tempat
terjadinya perasaan saling sayang menyayangi, kasih mengasihi,
yang terbentuk karena ikatan batin yang erat antar keluarga.
d. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga merupakan pendidikan yang
pertama dan utama bagi anak. Keluarga bertanggung jawab untuk
mengembangkan anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga
tersebut untuk berkembang menjadi orang yang diharapkan oleh
bangsa, Negara dan agamanya.
e. Fungsi perlindungan, yaitu untuk menjaga dan memelihara anak
serta anggota keluarga lainnya dari tindakan negative yang
mungkin timbul, baik dari dalam maupun luar kehidupan keluarga.
64 Ibid, h. 90
38
f. Fungsi sosialisasi anak, yaitu keluarga mempunyai tugas untuk
mengantarkan anak mengenal dunia luar dalam kehidupan social
yang lebih luas. Untuk membentuk kepribadian anak-anaknya.
g. Fungsi rekrasi, yaitu keluarga harus menjadi lingkungan yang
nyaman, menyenangkan, cerah dan ceria, hangat dan penuh
smenagat untuk anak maupun anggota keluarga lainnya. Keluarga
merupakan tempat rekreasi bagi anggotanya, untuk memperoleh
afeksi, ketenangan dan kebahagiaan.
h. Fungsi status keluarga, fungsi status keluarga ini mengarah kepada
kadar kedudukan atau status keluarga dibandingkan dengan
keluarga lainnya. Dengan kata lain, status keluarga ditentukan oleh
orang-orang yang membina keluarga itu.
i. Fungsi agama, keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat
pendidikan agama dan tempat beribadah bagi para anggotanya,
yang secara serempak berusaha mengembangkan amal saleh dan
mencipatkan anak-anak yang saleh.65
Dari penjelasan tersebut diatas dapat penulis simpulkan, bahwa
keluarga memiliki fungsi dan peran yang strategis dalam proses
pembinaan dan pendidikan anak. Karena keluarga merupakan institusi
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Tugas dan
tanggung jawab keluarga dalam pendidikan anak meliputi segala hal,
baik yang berkaitan dengan anak di dalam rumah maupun di luar
rumah. Yang mana peran dan tanggung jawab itu meliputi pendidikan
jasmani, rohani, pembinaan moral dan intelektual, memperkuat
spiritualitas anak.
C. Hasil Penelitian Relevan
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan yang masih ada
kaitannya dengan penelitian penulis, di antaranya:
65 Mahmud, Heri Gunawan dan Yuyun, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga,
(Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 139-146
39
1. Barkah, Pernikahan Usia Dini dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan
Agama Islam dalam Keluarga, Skripsi UIN Jakarta tahun 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
pernikahan usia dini terhadap Pendidikan Agama Islam dalam
keluarga. Perbedaan dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah penelitian tersebut bertujuan untuk menguji
hipotesa apakah ada pengaruh yang signifikan atau tidak, tetapi
penelitian yang peneliti lakukan adalah tidak menguji hipotesa atau
penelitian kualitatif deskriptif hanya ingin mengetahui keadaan
sebenarnya bagaimana dampak pernikahan usia dini terhadap
pendidikan agama Islam anak dalam keluarga. Persamaannya adalah
sama-sama membahas mengenai pernikahan usia dini terhadap
Pendidikan Agama Islam.
2. Siti Malehah, Dampak Psikologis Pernikahan Dini dan Solusinya
Dalam Persfektif Bimbingan Konseling Islam (Studi kasus di desa
Depok Kecamatan Kalibawang kabupaten Wonosobo), Skripsi UIN
Walisongo Semarang tahun 2010. Dari hasil penelitian ini diketahui
bahwa pernikahan dini di desa Depok adalah berawal dari latar
belakang yang merupakan kebiasaan atau budaya masyarakat yang
tidak dapat dirubah sehingga turun temurun kegenerasi berikutnya.
Perbedaan dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah penelitian tersebut bertujuan mengetahui dampak
pernikahan usia dini secara psikologis dan solusinya dalam persfektif
Bimbingan Konseling Islam. Persamaannya adalah sama-sama
membahas menegnai pernikahan usia dini dan penelitian kualitatif
deskriptif.
3. Rusmini, Dampak Menikah Dini Dikalangan Perempuan di Desa
Batulampa Kecamatan Batulampa kabupaten Pinrang (studi kasus
khususnya perempuan yang menikah dini di dusun Tarokko), Skripsi
Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2015. Penelitian ini bertujuan
hanya ingin mengetahui dampak dan factor-faktor apa saja yang
40
mempengaruhui pernikahan usia dini dari penelitian tersebut diketahui
bahwa pada umumnya penduduk melakukan pernikahan usia dini
karena factor perjodohan dan kekhawatiran orang tua terhadap
pergaulan anak gadisnya. Perbedaan dalam penelitian tersebut dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian tersebut hanya
membahas tentang dampak menikah usia dini dikalangan perempuan
dan tidak membahas tentang pendidikan agama Islam dalam keluarga.
Persamaannya adalah sama-sama menggunakan penelitan kualitatif
deskriptif dan sama-sama membahas pernikahan usia dini
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 bulan Juli 2018 sampai
dengan tanggal 21 bulan September 2018, dimana penelitian ini dilakukan
di kampung Pasirputih Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya kulon,
Kabupaten Karawang
B. Metode dan Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analisis kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini
tidak dimaksudkan menguji hipotesis tertentu tetapi hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel atau keadaan.
Untuk memperoleh data yang objektif dan lengkap dalam
menyusun skripsi ini digunakan metode deskriptif analisis kualitatif
dengan pendekatan penelitian lapangan (field research) yaitu
mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal apa adanya sehingga
memberi gambaran yang jelas tentang informasi yang diteliti sesuai tujuan
penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba menjelaskan dan
menguraikan tentang problematika pernikahan usia dini dalam pendidikan
keluarga Islam yang ada di kampung Pasirputih, Desa Sukajaya,
Kecamatan Cilamaya kulon, Kabupaten Karawang.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam sebuah penelitian, pencantuman sumber data sebagai subjek
penelitian merupakan hal yang penting. Sumber data tersebut berupa
populasi dan sampel. Namun, penelitian kualitatif tidak menggunakan
istilah populasi sebagai sumber data, melainkan istilah situasi sosial seperti
42
yang digunakan Spradley. Situasi sosial dalam penelitian kualitatif dapat
berupa orang, tempat, atau aktivitas.66
Subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat kampung
Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya kulon, Karawang yang melakukan
pernikahan dibawah umur. Penelitian akan difokuskan kepada masyarakat
kampung Pasir-putih pada pasangan suami istri yang melakukan
pernikahan dibawah umur dan telah memiliki anak dengan usia 4-17
tahun. Jumlah seluruh jiwa yang ada dikampung pasirputih wetan adalah
1,153 jiwa dengan total KK 361. Dari jumlah total tersebut tidak
semuanya melakukan pernikahan dibawah umur dan yang menikah
dibawah umur jumlahnya adalah 187 KK, dan dari jumlah yang menikah
dini hanya diambil yang sudah memiliki anak umur 4-17 tahun, yang
jumlahnya adalah 119.67 Mengingat luasnya populasi tersebut maka
peneliti mengambil sampel yang representative.
Penentuan informan ini ditetapkan dengan cara purposive samples,
yakni menentukan sampel atau dasar tujuan tertentu dan pertimbangan
tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti yang
dapat memberikan data secara maksimal.68 Pertimbangan tertentu ini
misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi
sosial yang diteliti.
Adapun kriteria yang diambil yaitu penduduk yang berada di
kampung Pasir-putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, kab. Karawang yang
telah menikah di bawah umur dan sudah memiliki anak karena banyaknya
populasi maka diambil sampel. menurut Suharsimi Arikunto “besar
kecilnya sampel yang baik adalah sekedar ancer-ancer, maka apabila
subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga
66 Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: CV. Mandar
Maju, 2011), Cet. II, h. 33 67 Sumber data: KUA Cilamaya Kulon, Karawang. 68 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineke
Cipta, 2013), h. 33
43
penelitian merupakan penelitian populasi, jika subyeknya besar maka
dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.69 Karena seluruh populasinya
lebih dari 100 yaitu 119 maka sampel yang penulis ambil dalam penelitian
ini adalah 10% yaitu sebanyak 12 orang.
D. Sumber Data
Penelitian yang dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi ini
adalah penelitian yang berdasarkan pada deskriptif kualitatif, untuk itu
sumber-sumber data diperoleh dari bahan-bahan pustaka dan studi
lapangan sebagai sumber pokok yang ada relevansinya dengan
permasalahan di atas antara lain sebagai berikut:
1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara
langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukur
atau pengambilan data langsung kepada subjek sebagai sumber
informasi yang dicari meliputi observasi, wawancara, dokumentasi dan
lain-lain. Sumber data ini berupa sumber data dan informasi yang
secara langsung.
2. Data Sekunder
Sumber data Sekunder merupakan sumber data pendukung atau
pelengkap dari data primer. Dalam penelitian ini kepustakaan
merupakan sumber data sekunder. Data ini berupa tentang
problematika pernikahan usia dini dalam pendidikan keluarga Islam
yang berasal dari buku-buku, catatan, internet. Bahan bahan dari
kepustakaan tersebut dikelompokkan, lalu dipahani dan ditafsirkan
serta mengambil kesimpulan.
E. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan cara pengumpulan data yang
telah di dapatkan untuk menyelesaikan pertanyaan dalam rumusan
masalah. Adapun instrument yang penulis gunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
69 Ibid, h. 146
44
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan
langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau
lokasi penelitian. Observasi sering disebut juga dengan pengamatan yang
meliputi segala bentuk kegiatan yang dipusatkan perhatiannya terhadap
sesuatu objek pengamatan dan pencatatan tentang sebuah realita yang
terjadi. observasi ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung ketempat
tinggal pelaku pernikahan usia dini di kampung Pasirputih.
2. Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara atau interview adalah metode
pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab antara dua orang atau lebih
secara langsung. Wawancara merupakan alat yang paling ampuh untuk
mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan dirasakan
orang tentang berbagai aspek kehidupan melalui Tanya jawab, peneliti
dapat memasuki alam pikiran orang lain, sehingga peneliti dapat
memperoleh gambaran apa yang mereka maksudkan.
Adapun dalam wawancara ini Penulis melakukan wawancara dengan
ibu yang memiliki anak usia 4-17 tahun yang menikah di usia dini, guru
ngaji, dan staff desa Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data yang telah ada baik dari buku-buku induk, sejarah, catatan dan lain-
lain.70
Metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan
data dengan meneliti dokumen-dokumen, disbanding metode lain, metode
ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber data
masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati
bukan benda hidup melainkan benda mati.
70 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), h. 224-240
45
Metode ini peneliti gunakan sebagai suatu pendukung dari wawancara
dan untuk mengetahui dan mencatat data-data tentang latarbelakang objek
penelitian dan untuk memperoleh data mengenai:
a. Profil Desa Sukajaya
b. Jumlah seluruh penduduk desa sukajaya yang melakukan pernikahan
usia dini
F. Teknik Analisis Data
Mengetahui penelitian ini difokuskan kepada observasi, wawancara
dan dokumentasi sebagai data primer, maka data yang telah dikumpulkan
dalam kegiatan penelitian ini selanjutnya dianalisis supaya bisa diambil
kesimpulan/pengertian.
Adapun metode analisis yang penulis gunakan adalah dengan cara
mendeskripsikan data-data secara sistematik dan diinformasikan
sedemikian rupa sehingga diperoleh kesimpulan yang komprehensif.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Selain menganalisi data, peneliti juga harus menguji keabsahan
data agar memperoleh data yang valid, agar data yang telah diperoleh
dalam penelitian ini dijamin tingkat validitasnya maka perlu dilakukan
pengecekan atau pemeriksaan keabsahan data.
Adapun peneliti dalam melakukan pemeriksaan keabsahan data
menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan
usnur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan yang diteliti
kemudian memusatkan diri pada persoalan tersebut secara rinci.
Dengan kata lain memperdalam pengamatan terhadap hal-hal yang
diteliti yaitu tentang problematika pernikahan usia dini dalam
pendidikan keluarga Islam di kampung Pasir putih, Sukajaya,
Cilamaya Kulon, Karawang.
2. Observasi yang diperdalam
46
Dalam penelitian ini, peneliti harus memperdalam observasi
dilapangan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan usnur-unsur
dalam situasi yang relevan dengan persoalan yang diteliti kemudian
memusatkan diri pada persoalan tersebut secara rinci. Hal ini berarti
bahwa peneliti mengadakan pengamatan secara teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol kemudian
menelaah kembali secara rinci sampai pada suatu titik sehingga dapat
dipahami secara baik keadaan dilapangan yang sesungguhnya.
3. Triangulasi data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil
wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Untuk memperoleh
data mengenai problematika pernikahan usia dini dalam pendidikan
keluarga Islam di kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang, maka peneliti tidak menggali informasi dari salah satu
pihak saja, mislanya pelaku pernikahn usia dini akan tetapi, dalam hal
ini tidak menutup kemungkinan peneliti bisa mendapatkan keterangan-
keterangan tambahan dari pihak lain yang dianggap penting dalam
memberikan informasi yang berguna dalam penelitian ini.
H. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan, dalam tahap ini, penulis melakukan studi
pendahuluan untuk melakukan Observasi kepada salah satu ibu yang
memiliki anak usia 4-17 tahun yang melakukan praktik pernikahan
usai dini, dan pihak pihak terkait lainnya. Penelitian pendahuluan ini
dilakukan dalam rangka pengumpulan data.
2. Tahap Pelaksanaan, dalam tahap ini, penulis melakukan pengumpulan
data dari studi pendahuluan tersebut dan buku-buku sumber yang
diperoleh dari perpustakaan dan internet untuk penelitian dengan topic
yang berkaitan dengan penelitian tersebut, peneliti melakukan
47
wawancara dan observasi lanjutan dengan secara mendalam kepada
informan pelaku pernikahan usia dini untuk megumpulkan data yang
jelas dan rinci, selain itu peneliti juga mencatat keterangan dari
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian, peneliti berusaha
memperoleh data sebanyak-banyaknya mengenai dampak apa saja
yang ditimbulkan dari terjadinya pernikahan usia dini terhadap
pendidikan agama islam anak dalam keluarga. Sebelum melakukan
wawancara peneliti juga menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan
yang akan diajukan kepada informan, akan tetapi kemudian peneliti
juga dapat mengembangkan pertanyaan yang sesuai dengan bahasan
penelitian.
3. Tahap Penyelesaian, dalam tahap ini selanjutnya penulis berusaha
menyimpulkan dan menyusun data dalam bentuk laporan/hasil
penelitian.
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Desa Sukajaya
Asal usul desa Sukajaya adalah desa hasil pemekaran dari desa
Induk nya yaitu desa Sukakerta pada tahun 1978. Asalnya desa
Sukajaya membawahi tiga dusun yaitu dusun Lobang Buaya, dusun
Sambirata dan dusun Pasirputih, seiring perkembangan dan Jumlah
penduduk yang semakin meningkat di mekarkan lagi menjadi lima
dusun yaitu dusun Lobang Kulon, dusun Lobang Wetan, dusun
Sambirata, dusun Pasirputih Wetan dan dusun Pasirputih Kulon.
Dari kelima pembagian dusun yang ada di desa Sukajaya yang
menjadi pusat penelitian yaitu di dusun Pasirputih wetan, dengan
alasan karena di dusun Pasirputih Wetan banyak ditemukan kasus
pernikahan diusia yang masih sangat dini.
Sejarah dan asal usul nenek moyang penduduk di desa
Sukajaya kebanyakan berasal dari daerah Indramayu tepatnya daerah
Loh bener yang asalnya membuka lahan dan bertani di desa Sukajaya
dan kemudian menetap dan menghasilkan keturunan yang sekarang
menjadi penduduk Sukajaya.
Pada jaman perang revolusi atau agresi Belanda kedua dulu
konon katanya penduduk desa Sukajaya aktif mengadakan perlawanan
terhadap penjajah Belanda sehingga banyak pejuang yang gugur dan
wilayah desa Sukajaya mengalami gempuran hebat dari darat dan laut,
sehingga pada saat itu banyak penduduk desa Sukajaya mengungsi ke
daerah Nambo Sukaratu Kabupaten Subang dan bahkan banyak yang
menetap dan tinggal di daerah tersebut sampai sekarang.
49
Setelah kemerdekaan dan jaman pembangunan atau sekitar
tahun 1985 banyak tanah pertanian atau pesawahan yang menjadi mata
pencaharian sebagian besar masyarakat yang di ambil alih oleh
pengusaha-pengusaha keturunan yang di fasilitasi pemerintah pusat
bahkan banyak di beri kemudahan untuk mebebaskan lahan pesawahan
untuk menjadi lahan tambak udang. dan sampai sekarang penguasaan
lahan pesawahan di desa Sukajaya masih banyak yang di kuasai orang
asing tersebut.
Keadaan ekonomi masyarakat desa khususnya masyarakat
Dusun Pasirputih Mengalami perubahan drastis setelah ada proyek
inpres dari pemerintah pusat sekitar tahun 1980 yaitu bantuan mesin
perahu sehingga nelayan bisa mencari ikan dengan jangkauan yang
jauh bahkan sekarang telah mencapai pulau Sumatra dan Kalimantan.
2. Demografi Desa Sukajaya
a. Letak Geografis Desa Sukajaya
Desa Sukajaya terletak antara 6,47684’S Lintang Selatan
dan 108,46135’E Bujur Timur, dengan luas wilayah 2,223 Km2,
terdiri dari 5 Dusun, 6 RW dan 21 RT dengan rincian sebagai
berikut: Dusun Lobang Kulon terdiri dari RT 01, 02,03,04, Dusun
Lobang Wetan terdiri dari RT. 05,06,07,08, Dusun Sambirata
terdiri dari RT.09,10,11,12,13, Dusun Pasirputih Wetan terdiri dari
RT 14,15,18,19, Dusun Pasirputih Kulon terdiri dari Rt
16,17,20,21.
Dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :
sebelah utara : laut jawa
sebelah selatan : Desa Pasirjaya-Desa Pasirukem
sebelah barat : Desa Pasirjaya
sebelah timur : Desa Sukakerta
Jarak dari Desa Sukajaya ke ibu kota Kecamatan Cilamaya
Kulon 6 Km, jarak ke ibu kota Kabupaten Karawang 40 Km, jarak
50
ke Provinsi di Bandung 188,6 Km dan jarak ke ibu kota Negara di
Jakarta 120 Km.
b. Keadaan Topografi
Desa Sukajaya merupakan desa yang berada di daerah
dataran rendah pantai utara Pulau Jawa, dengan ketinggian 1,5 M
diatas permukaan air laut. Sebagian besar wilayah desa adalah
lahan pertanian/sawah.
c. Hidrologi dan Klimatologi
Sumber air yang ada di Desa Sukajaya meliputi air
permukaan dan air tanah. Air permukaan berupa sungai dan air
tanah berupa genangan, yang merupakan Daerah Aliran Sungai
(DAS). Sesuai dengan kebijakan penyediaan air baku untuk irigasi,
maka di Desa Sukajaya mendapat pasokan pelayanan irigasi
berasal dari Bendungan Walahar. sedangkan untuk kebutuhan
rumah tangga menggunakan sumur gali dan sumur pompa.
3. Keadaan Sosial Penduduk
a. Jumlah Penduduk desa Sukajaya
Penduduk Desa Sukajaya berdasarkan data terakhir hasil Sensus
Penduduk Tahun 2018 tercatat sebanyak 5.945 jiwa, dengan KK
terdiri dari 1.947. dengan data penyebaran penduduk sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Data penyebaran penduduk
Desa Sukajaya71
No Dusun/RW Jumlah Kepadatan
per Km2 Jiwa KK
1. Lobang Kulon 870 312 139
2. Lobang Wetan 880 220 117,5
3. Sambirata 1.436 586 132,16
4. Pasirputih Wetan 1.153 361 45,56
71 Sumber Data: Kantor Kelurahan Desa Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang
51
5. Pasirputih Kulon 1.606 468 160
J um l a h 5.945 1.947 -
Karena fokus penelitian dalam Skripsi ini hanya pada
kampung Pasirputih wetan maka seluruh populasi nya adalah 1.153
jiwa dengan total 361 (KK).
b. Potensi yang ada di desa Sukajaya
Dalam menanggulangi kemiskinan di desa Sukajaya ada beberapa
potensi wilayah yang dapat dimanfaatkan selain sumber daya
manusia. Potensi-potensi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1) Potensi sumber daya alam
Potensi desa Sukajaya yang memiliki lahan persawahan
yang luas dan lokasi desa sukajaya dekat dengan laut. Sangat
baik dari segi pertanian dan kelautan. Jika dikelola dengan baik
akan membantu perekonomian warga desa Sukajaya dan bisa
dinikmati dengan jangka panjang
Sawah, laut dan hutan yang ada di desa Sukajaya adalah
potensi tersbesar sebagai penyangga hidup masyarakat, sebagai
penampung air, dan sebagai mata pencarian.
2) Potensi sumber daya manusia
Dengan adanya sumber daya alam yang memadai di desa
Sukajaya, maka peluang untuk mengurangi kemiskinan di desa
Sukajaya sangatlah terbuka lebar, dan tentu hal ini harus
didukung juga oleh sumber daya manusia yang memadai. oleh
karena itu kami memandang bahwa segala sesuatu itu terletak
pada manusianya sendiri, maka pengembangan kemampuan
kapasitas SDM merupakan prioritas, dan juga merupakan salah
satu strategi dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah
desa Sukajaya
c. Permasalahan yang ada di desa Sukajaya
52
Masalah adalah hambatan atau kendala yang menyebabkan
terjadinya perbedaan antara harapan dengan kenyataan atau antara
yang seharusnya dengan yang sesunguhnya.
Berdasarkan hasil Pengkajian Keadaan Desa (PKD) melalui
Sketsa Desa, Kalender Musim dan Bagan Kelembagaan, telah
dijumpai beberapa permasalahan yang telah dikelompokan dalam
Bidang Pendidikan, Bidang Sosial Budaya, Bidang Pemerintahan
Desa, dan Bidang Sarana Infrastruktur.
1) Bidang Pendidikan
Kelemahan mendasar yang membuat posisi pembangunan
manusia di Desa Sukajaya terletak pada bidang pendidikan.
Tingkat Pendidikan masyarakat pada umumnya tergolong
rendah, data hasil sensus penduduk tahun 2017 memperlihatkan
bahwa penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak/belum tamat
SD/Sederajat prosentasinya cukup tinggi, sementara yang telah
tamat SD, SLP, SLA sampai dengan Perguruan Tinggi
prosentasenya sangat rendah.
Hal ini disebabkan antara lain ; kondisi ekonomi masyarakat
yang mayoritas rendah, sarana prasarana pendidikan yang ada
untuk semua jenjang pendidikan masih relatif terbatas bahkan
ada yang sudah rusak dan tenaga pengajar belum memadai.
2) Bidang Sosial dan Budaya
Perkembangan Sosial Budaya masyarakat dipengaruhi oleh
perpaduan antara kepercayaan, adat istiadat dan pengaruh
budaya luar juga karena sistem pemerintahan yang dijalankan
dan kondisi pendidikan serta ekonomi masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka permasalahan Sosial
Budaya yang berkembang dan terjadi sampai saat ini
diantaranya: masih terbatasnya SDM yang berkualitas dibidang
kebudayan, kurangnya sarana dan fasilitas pembinaan generasi
muda baik dalam bidang olah raga, seni maupun budaya daerah
53
setempat, masih belum terkelolanya aset seni dan budaya
daerah sebagai aset yang memiliki nilai jual, rendahnya tingkat
pendidikan sebagian besar masyarakat serta tingginya angka
pengangguran dan rumah tangga miskin.
3) Bidang Pemerintahan Desa
Pemerintah Desa masih belum maksimal menjalankan tugas
pokoknya sebagai penyelenggara pemerintahan desa dan
pelaksana pembangunan, disebabkan antara lain : sarana dan
prasarana penunjang mobilitas operasional relatif terbatas,
kelembagaan masyarakat sebagai mitra kerja pemerintah desa
belum sepenuhnya melaksanakan tugas dan fungsinya,
rendahnya kualitas SDM masyarakat yang sebagian besar
berketerampilan rendah, termasuk yang terlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, Lemahnya
kemampuan penyusunan rencana pembangunan desa.
4) Bidang Sarana Infrastruktur
Desa Sukajaya adalah desa yang kategori inrfastruktur dasarnya
masih tergolong kurang, utamanya fasilitas jalan yang masih
banyak yang rusak dan berbatu sehingga menghambat
mobilisasi warga.
B. Deskripsi Data
1. Identitas Responden
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dimana peneliti
mengambil 12 sampel dari pelaku pernikahan usia dini yang ada di
dusun Pasirputih desa Sukajaya untuk dijadikan informan, dan peneliti
menggunakan metode wawancara yang mendalam kepada informan
agar lebih mudah mengetahui awal mula terjadinya pernikahan usia
dini dan pendidikan Islam keluarga tersebut yang ada pada setiap
responden. di desa Sukajaya terdiri dari lima (5) dusun yaitu dusun
Lobang Kulon, dusun Lobang Wetan, dusun Sambirata, dusun
Pasirputih Wetan dan dusun Pasirputih Kulon. Yang menjadi objek
54
penelitian adalah di dusun pasir putih wetan dengan alasan peneliti
lebih memilih memusatkan penelitiannya di dusun pasir putih wetan
karena dari hasil observasi dan wawancara kepada salah satu staf desa
yang dilakukan, di desa Pasirputih wetan lah yang banyak terjadi kasus
pernikahan di bawah umur, di banding dengan dusun-dusun yang lain.
“Masyarakat yang masih sering melakukan pernikahan
dibawah umur di desa Sukajaya ini lebih banyak dilakukan oleh warga
dusun Pasirputih Wetan dibandingkan dengan dusun-dusun lain yang
ada di desa Sukajaya”72
Untuk mendapatkan informasi, peneliti menggunakan cara
dengan mendatangi langsung informan ke rumahnya atau dirumah
orangtuanya. di dalam proses penelitian ada beberapa hambatan yang
dirasakan oleh peneliti, seperti masih ada informan yang malu-malu
menceritakan kisahnya dan ada juga yang tidak sungkan menceritakan
kisahnya, adapun masalah yang ditemukan, hampir semua informan
yang diwawancarai tentang bagaimana memberikan pendidikan pada
anaknya semua informan merasa kesulitan dalam mendidik anaknya
karena pengetahuan pendidikannya yang minim.
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan,
kebaisaan yang sering dilakukan oleh ibu-ibu pelaku pernikahan usia
dini selain mengurus rumah tangga dan anaknya adalah mengupas
rajungan atau yang biasa disebut dengan ‘meka’. Sedangkan untuk
para suaminya hampir semuanya berprofesi sebagai nelayan, yang
pergi berlayar dengan satu bulan lamanya dan jarang sekali berada
dirumah bersama anak-anaknya.
2. Identitas Informan dan Historis Perkawinan
a. Kasus 1. Tati dan Saroni. Tati berkerja sebagai ibu rumah tangga
dan pengupas rajungan, pendidikan terakhir adalah SD, menikah
pada usia 14 tahun. Saroni bekerja sebagai nelayan. Pasangan ini
dikaruniai 3 anak, dua laki-laki dan satu perempuan, anak yang
72 Wawancara dengan Bapak Sehu Staf desa Sukajaya tanggal 9 Agustus 2018
55
pertama berusia 17 tahun laki-laki, anak yang kedua berusia 14
tahun perempuan dan anak yang ketiga berusia 5 tahun laki-laki.
Ini merupakan pernikahan kedua dari Tati, karena
sebelumnya tati pernah menikah dan gagal. Pernikahan pertama
Tati terjadi karena dijodohkan oleh orang tuanya, ia terpaksa
menuruti keinginan orang tuanya walaupun harus dengan
mengorbankan sekolahnya.
Dari hasil wawancara yang dilakukan antara peneliti
dengan resonden dapat diketahui bahwa akibat dari pernikahan dini
yang dilakukan berdampak pada keharmonisan rumah tangga dan
kesulitan memberikan pendidikan bagi anak. Tati mengalami
kegagalan pada rumah tangganya yang pertama karena faktor
dirinya yang masih belum dewasa dan keterlibatan mertua dalam
urusan rumah tangganya, sehingga yang menjadi korban dalam hal
tersebut adalah anak. Pada pernikahan yang pertama Tati dan
suami pertamanya dikaruniai satu orang anak laki-laki yang saat ini
berusia 17 tahun.
Tati tidak dapat memberikan kasih sayang dan pendidikan
yang paling dibutuhkan oleh anak pada saat itu karena tati sendiri
sebagai ibunya dilarang oleh mertuanya untuk mengasuh anaknya
karena dianggap tidak mampu, setelah itu tati memutuskan untuk
bercerai dan meninggalkan suami pertamanya dan anaknya karena
merasa ia tidak dihargai dan tidak dibutuhkan lagi. Selain itu dapat
diketahui juga bawa dalam kelaurganya yang melakukan
pernikahan usia dini bukan hanya Tati, ibunya juga dulu
melakukan pernikahan usia dini sepertinya. Pasangan ini juga
diketahui bahwa mereka mengalami kesulitan dalam memberikan
pendidikan agama Islam bagi anaknya, yang pada akhirnya
pendidikan Islam anaknya ditangani oleh orang lain yaitu guru
ngaji yang dekat dengan rumah. Karena tati sendiri mengaku
56
bahwa ia tidak mampu menberikan pendidikan secara maksimal
kepada anaknya karena pengetahuannya yang minim.
b. Kasus 2. Darilah dan Kasman, pasangan ini menikah pada tahun
2008, dan telah dikaruniai dua anak, anak pertama perempuan
berusia 10 tahun anak kedua laki-laki berumur 5 tahun. Darilah
ketika menikah dengan Kasman berumur 15 tahun, sedangkan
Kasman berumur 16 tahun. Pendidikan terakhir Darilah hanya
sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) begitu juga dengan Kasman.
Pasangan ini menikah karena faktor ekonomi, kesulitan
ekonomi mendorong orangtua Darilah untuk menikahkannya,
padahal keinginan untuk bersekolah pada saat itu masih ada. Tetapi
keadaan memaksanya untuk meninggalkan sekolah demi menuruti
keinginan orang tua. yang dilakukan oleh Darilah setelah menikah
selain mengurus keluarga ia juga mengupas rajungan ‘meka’ untuk
menambah pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
Kasman berprofesi sebagai nelayan.
Dari percakapan antara responden dan peneliti dapat
diketahui bahwa pernikahan dini yang dilakukan oleh Darilah dan
Kasman yang pada awalnya disebabkan karena faktor ekonomi
yang menganggap bahwa dengan menikah bisa mengurangi beban
ekonomi keluarga, tapi nyatanya setelah menikah beban
ekonominya sama sekali tidak berkurang, bahkan bertambah sulit
apalagi dengan kehadiran anak, yang kebutuhan juga semakin
banyak.
selain itu Darilah juga merasa kesulitan dalam memberikan
pendidikan khususnya pendidikan agama Islam bagi anaknya.
apalagi anak laki-lakinya, sangat sulit diatur dan masih suka
melawan dengan orang tua, bahkan anaknya tidak segan untuk
berkata kasar kepadanya, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa ia
tidak bisa menangani anaknya dengan baik, sehingga yang ia
57
lakukan adalah menitipkan untuk diajarkan agama kepada guru
ngaji yang dekat dengan rumah.
Darilah juga mengaku bahwa dalam kelurganya tidak hanya
dia yang melakukan pernikahan usia dini, anggota keluarganya
yang lain juga ada yang melakukan pernikahan dibawah umur
bahkan dengan usia jauh dibawah Darilah.
c. Kasus 3. Erina dan Ratim. Pasangan ini menikah pada tahun 2011,
pada saat itu Erina masih berusia 15 tahun dan pendidikan
terakhirnya adalah hanya sampai sekolah dasar. dan Ratim pada
saat itu berusia 18 tahun pendidikan terakhir adalah sekolah dasar.
Erina bekerja sebagai ibu rumah tangga dan pengupas rajungan.
Ratim bekerja sebagai nelayan. Selama menikah pasangan ini baru
dikaruniai satu anak perempuan yang berusia empat tahun. Selama
menikah mereka sudah tinggal dirumahnya sendiri dan sudah tidak
membebani orangtua mereka lagi. Pekerjaan Ratim sebagai
nelayan membuatnya jarang sekali berada dirumah dan interaksi
antara anak dan ayah pun kurang maksimal.
Dari hasil wawancara antara peneliti dan informan dapat
diketahui bahwa pernikahan dini yang dilakukan oleh Erina dan
Ratim terjadi karena dorongan orang tua, yang beralasan daripada
nganggur tidak sekolah, tidak kerja lebih baik menikah, supaya ada
yang membiayai hidup. Erina mengaku kesulitan dalam membagi
waktu untuk mengurus dirinya, dan keluarganya. yang dilakukan
Erina selain mengurus rumah tangga ia juga pengupas rajungan
untuk menambah pemasukan harian keluarganya. jika ia bekerja
mengupas rajungan ia terpaksa menitipkan anaknya kepada
orangtuanya. bekerja sebagai pengupas rajungan terkadang sangat
menyita waktu, mulai dari pagi hari sampai larut malam tergantung
pemasok rajungan pada waktu itu. hal ini yang menyebabkan ia
tidak bisa maksimal membagi waktu antara mengurus dirinya dan
keluarganya. untuk memberikan pendidikan agama kepada
58
anaknya Erina sendiri yang mengajarkan pendidikan agama kepada
anak, walupun ia hanya lulusan sekolah dasar ia masih mampu
untuk memberikan pendidikan pada anaknya, karena usia anaknya
masih kecil dan yang dibutuhkan anak saat ini masih terbatas pada
hal-hal kecil.
Erina sebenarnya merasa kesulitan dalam memberikan
pendidikan agama pada anaknya takut salah dalam memberikan
pemahaman agama kepada anak tetapi karena anaknya sulit dan
tidak mau untuk di didik atau dititipkan ke guru ngaji yang dekat
dengan rumah ia terpaksa memberikan pendidikan semampu yang
ia bisa.
d. Kasus 4. Dayanti dan Amri. Pasangan ini menikah pada tahun 2007
dan telah dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama perempuan
berusia 9 tahun, anak kedua perempuan 8 tahun dan anak ketiga
baru berusia 4 bulan laki-laki. Dayanti ketika menikah berusia 14
tahun dan suaminya berusia 17 tahun. pendidikan terakhir
keduanya adalah hanya sampai sekolah dasar. alasan pernikahan ini
terjadi karena atas keinginan Dayanti sendiri yang pada saat itu ia
iri melihat semua teman-teman seumurannya hampir sudah
menikah, dan tidak ada yang bisa ia ajak main bersama.
Pada awal pernikahannya Dayanti dengan suaminya masih
menumpang dirumah orangtua Dayanti. Sehingga hal ini rentan
sekali menimbulkan konflik, karena hal itu Dayanti meminta
suaminya untuk segera membuatkan rumah untuknya dengan anak-
anaknya agar bisa mengurangi beban orangtua Dayanti dan
menghindari konflik. hingga akhirnya setelah sekian lama 2 bulan
yang lalu dayanti dan suami bisa membangun rumahnya sendiri.
Dayanti selain menjadi ibu rumah tangga yang mengurus ketiga
anaknya ia juga bekerja sebagi pengupas rajungan, seperti yang
dilakukan perempuan-permpuan lain yang ada di kampung
59
Pasirputih. Suamninya juga bekerja sebagai nelayan yang jarang
sekali berada dirumah.
Dari hasil percakapan antara peneliti dan informan dapat
diketahui bahwa informan memiliki permasalahan dalam mendidik
anaknya. Informan mengalami kesulitan dalam memberikan
pendidikan yang baik bagi anaknya khususnya anak pertama dan
anak keduanya. Ketika peneliti menanyakan apakah informan
memperhatikan pendidikan anak jawaban informan sangat
mengejutkan peneliti yaitu ia tidak memperhatikan pendidikan
anaknya yang terpenting baginya anak sehat. Ini menunjukkan
keputusasaan informan dalam mendidik anak. Padahal yang paling
dibutuhkan oleh anak saat ini adalah perhatian dan bimbingan
orangtuanya. Karena ketidakmampuan ia memberi pendidikan
yang maksimal bagi anaknya ia terpaksa menitipkan anaknya ke
guru ngaji yang dekat dengan rumahnya untuk mengajarkan
pendidikan agama yang seharusnya Dayanti dan suaminya lah yang
bertugas untuk itu.
Dalam keluarganya yang melakukan praktek nikah dini
bukan hanya Dayanti sendiri tetapi kakanya dan kedua adik
perempuannya melakukan pernikahan usia dini juga. Tetapi ia
sama sekali tidak mengharapkan anak-anaknya kelak ketika
dewasa melakukan pernikahan usia dini seperti ia dan anggota
keluarganya yang lain lakukan. Dayanti menuturkan bahwa ia
menyesal dulu mengapa memilih melakukan pernikahan dini yang
mengakibatkan ia kesusahan dalam membina rumah tanga apalagi
dalam memberikan pendidikan yang maskimal bagi anaknya,
sehingga ia tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang ia
rasakan akibat dari pernikahan usia dini tersebut. Selain sisi
negative tersebut ada sisi postitif dari pernikahan usia dini yang
dilakukan oleh Dayanti dan suami yaitu Dayanti mengalami
perubahan pola pikir setelah menikah ia sadar bahwa ternyata
60
tanggung jawab menjadi orang tua tidak lah mudah, ia menyesal
dulu sering tidak menuruti kemauan orang tua dan cenderung
melawan dan membantah orangtua.
e. Kasus 5. Pujiyanti dan Rohman. Puji bekerja sebagai ibu rumah
tangga ia juga membuka warung kecil-kecilan di depan rumahnya
untuk menambah penghasilan nya sehari-hari. Suaminya berprofesi
sebagai nelayan. Pendidikan terakhir puji hanya sampai pada
jenjang sekolah dasar begitupun dengan suaminya. Ia menikah
pertama kali pada usia 15 tahun karena hamil diluar nikah.
Sedangkan suaminya pada saat itu sudah berumur 27 tahun. ia dan
suami dikaruniai satu anak perempuan yang saat ini sudah berumur
7 tahun.
Dari hasil wawancara antara peneliti dan informan dapat
diketahui bahwa Pernikahan pertamanya terjadi disebabkan karena
pergaulan bebas ia hamil diluar nikah. Kurangnya pengawasan
orang tua membuat puji pada saat itu berani melakukan hal yang
diharamkan oleh agama. Akibat dari hal itu pula ia tidak dapat
melanjutkan pendidikannya karena langsung dinikahkan oleh
kedua orangtuanya.
Pujiyanti mengalami kegagalan dalam pernikahan
pertamanya. Kegagalan pernikahan pertamanya disebabkan karena
sudah tidak ada lagi kecocokan antara dirinya dan suami
pertamanya. Ia mengaku selama pernikahan sering terjadi
pertengkaran cekcok mulut antara ia dan suami yang berujung
pada perceraian. Jarak usia yang terlalu jauh juga menjadi salah
satu alasan perceraian itu terjadi. usia ia dan suami pertamanya
terpaut cukup jauh, puji yang saat itu masih berusia 15 tahun
sedangkan suaminya berumur 27 tahun, suaminya telah dewasa
dan matang. yang menginginkan istrinya selalu berdiam diri
dirumah untuk mengurus rumah layaknya isteri-isteri pada
umumnya, sedangkan puji yang masih belum dewasa ia tidak mau
61
dikekang dan masih mengingikan dunianya yaitu main-main,
keluyuran, nongkrong bersama teman-temannya.
Selama pernikahan pun ia dan suami masih menumpang
dirumah orang tua Puji, pernikahan pertamanya berjalan selama
kurang lebih 5 tahun kemudian memutuskan bercerai. setelah
terjadi perceraian pada pernikahan pertamanya puji kemudian
menikah lagi dengan laki-laki pilihannya yang usianya jauh lebih
muda daripada ia. Pernikahanya baru berjalan selama 4 bulan dan
masih tinggal bersama dengan orangtua puji.
dalam memberikan pendidikan pada anaknya Puji mengaku
mengalami kesulitan. Karena pengetahuannya yang minim ia
terpaksa menitipkan anaknya untuk diajarkan kepada orang lain,
yaitu kepada guru ngaji yang lokasinya dekat dengan rumah agar
anaknya dapat memperoleh ilmu pendidikan Islam dengan baik.
f. Kasus 6. Rasminah dan Abbas. Pasangan ini menikah pada tahun
2003 dan telah dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama berusia 16
tahun laki-laki, anak kedua 10 tahun laki-laki, anak ketiga
perempuan 8 tahun. pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, suaminya
bekerja sebagai nelayan. Pendidikan terakhir keduanya hanya
sampai pada tingkat sekolah dasar. Pada saat menikah Rasminah
masih berusia 15 tahun. sedangkan Abbas berusia 18 tahun.
pernikahan ini terjadi karena atas dasar kemauan Rasminah sendiri.
Dari penuturan informan dapat diketahui bahwa pernikahan
yang terjadi antara Rasminah dan Abbas terjadi karena atas dasar
kemauan mereka sendiri, rastimah sudah tidak menginginkan untuk
melanjutkan sekolah padahal orangtuanya masih mengharapkan ia
terus melanjutkan sekolah, tapi ia lebih memilih melakukan
pernikahan.
Selama pernikahan Rasminah dan suami masih tinggal
bersama dengan orangtua Rasminah, baru 1 tahun terakhir mereka
tinggal dirumah sendiri dan jarak rumah nya dengan rumah
62
orangtuanya berdampingan. Rasminah menuturkan permasalahan
yang terjadi selama pernikahan adalah memberikan pendidikan
kepada anaknya, karena pengetahuanya yang minim ia tidak
mampu memberikan pendidikan secara maksimal untuk anaknya,
anaknya yang paling besar sulit sekali ia tangani, rasminah
menginginkan anaknya untuk terus melanjutkan pendidikannya
dengan baik, sedangkan anaknya sudah tidak menginginkan
sekolah dan lebih memilih pergi melaut, sikap anak tertuanya ini
juga sudah terpengaruh oleh pergaulan bebas, sering keluyuran,
pulang malam, dan merokok. untuk anak kedua dan ketiganya ia
titipkan kepada guru ngaji, untuk diajarkan pengetahuan agama
dengan baik, karena Rasminah sendiri tidak bisa memberikan
pengetahuan itu kepada anaknya, ia sendiri tidak bisa mengaji dan
pengetahuan agamanya sangat minim. Sedangkan suaminya tidak
ada waktu untuk memberikan pendidikan bagi anaknya karena
melaut, jarang sekali pulang. dan waktu bersama anak-anaknya
terbatas.
g. Kasus 7. Ratini dan Heri. pasangan ini menikah pada tahun 2014
dan telah dikarunai 1 anak perempuan yang usianya 5 tahun. ratini
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai
nelayan. Pendidikan terakhir keduanya hanya sampai tingkat
sekolah dasar. pada saat menikah ratini masih berusia 15 tahun dan
heri 16 tahun. jika melihat dari umur pernikahan ini jelas sekali
dilarang oleh Undang-undang karena usianya belum mencukupi
dibolehkannya melakukan pernikahan, untuk itu Ratini dan suami
menempuh jalan dengan cara menambah umur aslinya yang mana
hal ini di kampung Pasirputih seperti sudah menjadi hal yang biasa
dan lumrah untuk dilakukan.
Dari penuturan antara peneliti dan informan dapat diketahui
bahwa pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ini disebabkan
karena dijodohkan oleh orangtua dan atas dasar rasa suka sama
63
suka antara keduanya. Ratini lebih memilih menikah dibandingkan
melanjutkan sekolahnya karena ia sudah merasa tidak kuat dan
tidak ingin lagi belajar disekolah. selama pernikahan mereka masih
tinggal bersama dengan kedua orangtua Ratini, tapi kemudian baru
dua bulan ini mereka tinggal dirumahnya sendiri yang jaraknya
juga tidak terlalu jauh dengan mertuanya yaitu orangtua dari Heri.
sehari-hari yang dilakukan Ratini adalah bercengkrama dengan
teman-teman sebayanya, sedangkan anaknya selalu ia titipkan
kepada mertua dan orangtuanya, hal ini menunjukkan
ketidaksiapan Ratini menjadi orangtua. Jangankan mengurus anak
memasak untuk suaminyapun ia belum bisa, ia masih
mengandalkan orangtua dan mertuanya.
Suaminya yang berprofesi sebagai nelayan jarang sekali
berada didalam rumah, interaksi antara ayah dan anakpun tidak
terjalin dengan baik. Itulah mengapa di kampung Pasirputih ini
lebih banyak anak-anak yang dekat sekali dengan ibunya daripada
dengan ayahnya karena intensitas pertemuan antara ayah dan anak
sangat terbatas.
h. Kasus 8. Wiwin dan Tata. Pasangan ini menikah pada tahun 2006
dan telah dikaruniai satu orang putri berusia 8 tahun. pada saat
menikah usia Wiwin saat itu berusia 16 tahun dan Tata 17 tahun.
pendidikan terakhir Wiwin hanya pada tingkat SMP sedangkan
Tata hanya sampai tingkat SD. Wiwin bekerja sebagai Ibu Rumah
tangga yang bertugas mengurus rumah, anak dan suaminya.
terkadang disela-sela waktunya ia bekerja sebagai pengupas
rajungan untuk menambah penghasilan haraian rumah tangganya.
Tata bekerja sebagai nelayan yang terkadang penghasilannya tidak
menentu, bergantung pada cuaca dan keadaan laut.
Dari penuturan antara peneliti dan informan diketahui
bahwa pasangan ini melakukan pernikahan usia dini dikarenakan
adanya dorongan orang tua dan lemahnya ekonomi orang tua yang
64
berharap dengan menikah bisa mengurangi beban hidup keluarga.
Padahal saat itu wiwin masih meginginkan untuk melanjutkan
sekolahnya ke jenjang SMA tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa
tuntutan orang tua dan ekonomi terpaksa membuat ia memilih
melakukan pernikahan dini tersebut.
Selama pernikahan yang alasan awalnya berharap dapat
mengurangi beban hidup keluarga justru sebaliknya, dengan
menikah dalam keadaan yang belum mapan seperti ini membuat
keadaan semakin sulit, apalagi dengan hadirnya anak kebutuhan
semakin banyak. selama pernikahan wiwin dan suami juga masih
tinggal dengan orang tua Wiwin. Selama pernikahan juga wiwin
dan suami sering terlibat pertengkaran. Karena beragam alasan
emosi yang belum stabil antara ia dan suami membuat hal-hal kecil
yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan berubah menjadi
sesuatu yang besar yang menimbulkan pertengkaran, dari
penuturan wiwin pernah suatu kali ia dan suami ribut besar yang
hampir saja berujung pada perceraian. tapi untungnya hubungan
keduanya masih bisa diselamatkan dan dan masih bertahan sampai
saati ini.
wiwin menuturkan bahwa ia tidak begitu kesulitan dalam
memberikan pendidikan agama Islam pada anakanya, selama ini ia
masih bisa menangani pendidikan agama kepada anaknya dengan
baik tanpa bantuan guru ngaji disekitar rumahnya.
i. Kasus 9. Waridah dan Lambri. Pasangan ini menikah pada tahun
2001 dan telah dikaruniai 2 orang anak. 1 putra dan 1 putri. Putra
pertamanya berumur 16 tahun dan anak keduanya seorang putri
berumur 6 tahun. waridah menikah ketika masih berusia 14 tahun
sedangkan lambri berusia 18 tahun. pendidikan terakhir waridah
hanya sampai tamat sekolah dasar sedangkan Lambri tidak tamat
sekolah dasar. Pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh suaminya
65
adalah sebagai tukang urut dan petani, yag penghsilannya kadang
tidak menentu. Waridah berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Dari percakapan antara peneliti dan responden diketahui
bahwa pasangan ini menikah karena faktor ekonomi.
Ketidakmampuan orang tua waridah membiayai sekolah
mendorong orang tuanya untuk menikahkan anak perempuannya
dengan tujuan agar dapat mengurangi beban hidup orang tua,
pemikiran seperti ini masih sering terjadi di kampung Pasirputih.
Padahal setelah diajalani ternyata tidak benar-benar mengurangi
beban hidup keluarga, beban semakin banyak apalagi ketika
hadirnya anak ditengah-tengah keluarga yang belum mapan, baik
fisik, mental dan ekonominya.
Permasalahan yang sering hadir dalam keluarga pasangan
ini adalah masalah ekonomi dan sulitnya mengatur anak-anaknya.
waridah mengaku ia kesulitan membimbing anaknya. anak
pertamanya hanya sampai pada tingkat sekolah menengah pertama,
tidak bisa melanjutkan pendidikan dikarenakan faktor ekonomi
yang sulit tidak ada biaya. Selain itu anaknya sendiri juga sudah
tidak ingin lagi melanjutkan sekolah dan lebih memilih pergi
melaut. Pergaulan anak pertamanya ini juga menghawatirkan
karena terpengaruh oleh teman-temannya ia sudah berani mencoba
minum-minuman keras dan mulai merokok, sering keluyuran
malam, dan kadang tidak segan berkata kasar kepada orang tua.
Waridah tidak bisa melakukan apa-apa ia tidak bisa mendekati,
mengarahkan dan memberikan pengetahuan-pengetahuan agama
yang maksimal. Anak keduanya masih bisa ia atur dan ia titipkan
ke guru ngaji untuk diajarkan ngaji dan pengetahuan-pengetahuan
agama.
j. Kasus 10. Sutiah dan Turmudi. Pasangan ini menikah pada tahun
2004 dan telah dikaruniai 2 orang anak. Anak pertama berusia 12
tahun anak kedua masih didalam kandungan usia 7 bulan. Sutiah
66
menikah pada usai 15 tahun sedangkan Turmudi berusia 27 tahun.
pekerjaan sutiah sebagai ibu rumah tangga dan turmudi bekerja
sebagai nelayan.
Dari percakapan antara peneliti dan informan dapat
diketahui bahwa pasangan ini menikah karena keinginan sendiri
tidak ada paksaan dari orang tua keduanya. Keduanya melakukan
pernikahan atas dasar rasa suka sama suka. Selain itu perbedaan
jarak umur yang terlalu jauh antara Sutiah dan suami tidak
menghalangi niat mereka untuk menikah.
Dari percakapan antara peneliti dan informan juga diketahui
bahwa seiring berjalannya waktu ternyata usia juga menjadi
pemicu masalah dalam keluarga ini. Sutiah masih memiliki sifat
egois dan kekanak-kanakan yang menyebabkan sering terjadinya
pertengkaran, yang pada akhirnya pernah suatu hari sutiah
memutuskan pergi meninggalkan suaminya dan memilih pulang ke
rumah orang tuanya, yang saat itu suaminya tidak tau karena
sedang bekerja dilaut. hingga suaminya kemudian menjemputnya
untuk kembali kerumah, awalnya sutiah menolak yang kemudian ia
terpaksa kembali kepada suaminya karena mengetahui bahwa ia
sedang hamil.
Selain masalah tersebut diatas dari percakapan antara
peneliti dan responden diketahui juga bahwa ia dan suami
mengalami kesulitan dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan
agama kepada anaknya yang akhirnya ia menitipkan anaknya ke
guru ngaji, dengan harapan dapat diberikan pendidikan agama
Islam yang maksimal untuk anaknya.
k. Kasus 11. Dahlia dan Arifin. Pasangan ini menikah pada tahun
2007 dan sudah dikarunai satu orang putri berusia 10 tahun. dahlia
berprofesi sebagai ibu rmah tangga dan pengupas rajungan disela-
sela kesibukannya mengurus rumah tangga. Suaminya bekerja
sebagai nelayan bubu yang berlayar hampir satu bulan penuh.
67
Pendidikan terakhir Dahlia dan suami hanya sampai pada tingkat
Sekolah Dasar. Dahlia ketika menikah masih berusia 16 tahun
sedangkan suami berusia 17 tahun.
Dari percakapan antara peneliti dan responden diketahui
bahwa alasan keduanya melakukan pernikahan di usia dini adalah
karena keinginan sendiri, melihat lingkungan sekitarnya dan
teman-temannya yang hampir semuanya telah melaksanakan
pernikahan mendorong Dahlia melakukan pernikahan juga. Selain
itu yang melakukan pernikahan dibawah umur didalam
keluarganya bukan hanya Dahlia sendiri anggota keluarganya yang
lain juga melakukan pernikahan dibawah umur seperti ibunya, dan
kedua adik perempuannya yang semuanya menikah rata-rata
diumur 15 tahun.
Masalah yang sering terjadi didalam rumah tangga Dahlia
dan Arifin adalah masalah ekonomi dan kurangnya perhatian
Dahlia dan suami terhadap pendidikan agama Islam untuk anaknya.
dahlia dan suami jarang sekali memberikan pengetahuan-
pengetahuan agama kepada anaknya, bahkan mungkin tidak
pernah, tugas dan peran mendidik ilmu ia serahkan kepada guru
sekolah dan guru ngaji. ia dan suami tidak pernah menanyakan
apapun terkait mata pelajaran dan pengetahuan-pengetahuan agama
kepada anak, selain karena anaknya tidak pernah menanyakan
apapun kepadanya ia dan suami juga merasa tidak bisa
mengajarkan dan mendidik anak dengan baik sehingga peran dan
tanggung jawab mendidik ia titipkan kepada guru ngaji.
l. Kasus 12. Meli dan Syapei. Pasangan ini menikah pada tahun 2014
dan telah dikaruniai seorang putri yang berusai 5 tahun. pada saat
menikah meli saat itu masih berusia 16 tahun. dan Syapei berusia
18 tahun. pendidikan terakhir meli hanya pada sampai sekolah
dasar dan syapei lulus SMP. Syapei bekerja sebagai nelayan dan
meli sebagai ibu rumah tangga.
68
Dari wawancara antara peneliti dan responden diketahui
bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
pada pasangan ini adalah karena pergaulan bebas ia hamil diluar
nikah. Pergaulan bebas membuat pasangan ini hamil diluar nikah
dan melakukan pernikahan usia dini untuk menjaga nasab anak
yang akan lahir dalam kandungan ibunya.
Masalah yang sering terjadi pada pasangan ini adalah
masalah ekonomi dan sering terjadi pertengkaran adu mulut yang
disebabkan hanya karena hal-hal kecil, hal itu terjadi karena Meli
masih berpikir belum dewasa dan masih menginginkan kebebasan
tanpa kekangan suami. Selain itu Meli dan suami merasa kesulitan
dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan agama kepada
anaknya, karena ia dan suami sendiri tidak bisa mendidik dan
mengajarkan pengetahuan-pengetahuan agama kepada anak yang
akhirnya peran mendidik agama ia titipkan kepada guru ngaji.
dengan harapan guru ngaji dapat memberikan pengetahuan-
pengetahuan agama yang maksimal.
3. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Pernikahan Usia
Dini
Dari dua belas kasus pernikahan usia dini dapat
menggambarkan bahwa faktor-faktor terjadinya pernikahan usia dini di
sebabkan karena berbagai macam permasalahan, ada yang menikah
karena dijodohkan dan dorongan orang tua, ada yang menikah atas
dasar kemauan sendiri, lingkungan, ekonomi bahkan sampai pergaulan
bebas.
Dapat diberikan penjelasan seperti berikut ini:
a. Kasus 1. Faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini pada
pasangan yang pertama disebabkan karena perjodohan, hubungan
keluarga yang dekat, ibu dari suami Tati menyukai Tati dan
menginginkan ia segera menajdi menantunya. Dari pihak Tati
sendiri tidak bisa menolak karena Tati sendiri setuju untuk
69
melakukan pernikahan tersebut, selain itu alasan lain orang tua tati
mengijinkan pernikahan itu adalah kedua orang tua Tati merasa
tenang jika anaknya dinikahkan dengan keluarga sendiri, karena
kalau keluarga snediri sudah tahu baik buruknya, bibit dan
bobotnya, tidak akan mudah menyakitinyi dan lainnya. Alasan Tati
menerma perjodohan ini adalah karena Tati juga sebenanrnya
memiliki perasaan kepada laki-laki yang akan dijodohkan
dengannya pada saat itu. akan tetapi pada kenyataannya pernikahan
tersebut gagal dan terjadi perceraian. kemudian Tati menikah lagi
dengan laki-laki pilihannya, sampai sekarang.
b. Kasus 2. Faktor yang menyebabkan pasangan yang kedua ini
melakukan pernikahan usia dini adalah karena ekonomi, keluarga
Darilah sudah tidak sanggup untuk menyekolahkan anaknya,
sehingga lebih memilih menikahkan anaknya dengan tujuan agar
beban ekonomi berkurang, akan tetapi pada kenyataannya setelah
melakukan pernikahan beban ekonomi justru tidak berkurang
malah semakin banyak kareana hadirnya anak, kebutuhan juga
semakin meningkat dengan bertambahnya anggota keluarga baru.
c. Kasus 3. Pasangan yang ketiga ini menikah karena faktor dorongan
orang tua, melihat anaknya nganggur dirumah, tidak sekolah tidak
kerja, mendorong orang tua Erina untuk segera menikahkan
anaknya. dengan tujuan agar bisa mandiri dan ada kerjaan
mengurus rumah.
d. Kasus 4. Pada kasus yang keempat ini yang menyebabkan
pasangan ini melakukan pernikahan usia dini adalah karena atas
dasar keinginan dari responden sendiri, mengingat semua teman-
temannya telah mendahului menikah dan tidak ada teman yang bisa
diajak bermain oleh responden, dan responden sudah tidak sanggup
melanjutkan pendidikannya dan kebetulan lingkungan sekitarnya
yang mempengaruhi ia untuk menikah, sehingga Dayanti memilih
mengikuti jejak temannya yang lain untuk melakukan pernikahan
70
dibawah umur, tanpa memikirkan beratnya tanggung jawab sebagai
orang tua kelak ketika dikaruniai buah hati.
e. Kasus 5. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
pada pasangan kelima ini adalah karena pergaulan bebas,
responden hamil di luar nikah sehingga orang tua responden
terpaksa harus menikahkan anaknya meski masih di bawah umur,
selain itu kurannya pengawasan dari orang tua responden dan
kurangnya iman responden yang mengakibatkan hal seperti itu bisa
terjadi. pernikahan responden dengan suami pertamanya
mengalami kegagalan yang berujung pada perceraian, rumah
tangganya hanya mampu bertahan sleama 6 tahun. yang kemudian
baru-baru ini responden memilih menikah lagi dengan laki-laki
pilihannya yang usainya jauh lebih muda dari responden.
f. Kasus 6. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
pada pasangan yang keenam ini karena keinginan responden
sendiri. responden sudah tidak ingin dan tidak sanggup
melanjutkan pendidikannya ke tingkat menengah pertama (SMP)
dan lebih memilih melakukan pernikahan dengan laki-laki
pilihannya, padahal orang tua responden masih mengharapkan
responden melanjutkan pendidikannya.
g. Kasus 7. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
pada pasangan yang ketujuh ini yaitu karena di jodohkan, dengan
alasan keduanya memiliki perasaan sama-sama suka. Oleh karena
itu kedua orangtua responden memilih untuk menikahkannya, tak
lain dengan alasan agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Apalagi dengan melihat gaya model berpacaran remaja zaman
sekarang sudah pada taraf yang mengkhawatirkan apalagi bagi
orang tua yang memiliki anak perempuan.
h. Kasus 8. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
pada pasangan ke delapan ini adalah karena faktor ekonomi.
Sulitnya ekonomi membuat orang tua wiwin memilih menikahkan
71
anaknnya. Padahal wiwin sendiri masih menginginkan untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA. tapi karena sudah
tidak ada biaya dan dorongan orang tua untuk melakukan
pernikahan ia terpakasa menurutu keinginan orang tua.
i. Kasus 9. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
pada pasangan kesembilan ini sama dengan pada kasus sebelumnya
yaitu kaena faktor ekonomi. Sulitnya ekonomi orang tua waridah
membuat orang tuanya mendorong ia untuk melakukan pernikahan
dengan tujuan agar dapat mengurangi beban ekonomi keluarga.
Pemikiran seperti ini masih berkembang di masyarakat Pasirputih
padahal sebenarnya pernikahan usai dini bukanlan satu-satunya
jawaban atau solusi untuk mengatasi rendahnya ekonomi justru
semakin memnabah beban ekonomi dalam keluarga.
j. Kasus 10. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia
dini pada pasangan Sutiah dan Turmudi adalah karena keinginan
sendiri. sutiah sudah ingin menikah dan keduanya sudah saling
menyukai dan sudah berniat untuk menikah sejak memulai
pacaran.
k. Kasus 11. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia
dini pada pasangan Dahlia dan Arifin dikarenakan faktor
lingkungan sekitar. Dahlia melihat semua teman-teman sebayanya
hampir telah melakukan pernikahan sehinga ia terdorong ingin
melakukan pernikahan juga.
l. Kasus 12. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia
dini pada pasangan ke 12 ini adalah dikarenakan pergaulan bebas.
Pergaulan bebas menyebabkan pasangan ini hamil diluar nikah,
sehingga mereka memilih melakukan pernikahan usia dini dengan
tujuan agar anak lahir mempunyai seorang bapak dan tidak malu
kepada tetangga dan lingkungan sekitar.
72
4. Problematika Pernikahan Usia Dini dalam Pendidikan Agama
Islam Anak di Keluarga
Pernikahan yang dilakukan di usia muda atau yang biasa
disebut dengan pernikahan usia dini merupakan salah satu keputusan
yang secara tidak langsung memiliki dampak bagi pelakunya, baik itu
yang bersifat positif maupun negative. Pernikahan usia dini bukanlah
solusi yang tepat jika dilakukan untuk keluar dari sebuah masalah.
Seperti yang dituturkan oleh informan ke-2, ke-8 dan ke-9. mereka
menikah karena faktor ekonomi, yang berharap dengan melakukan
pernikahan mereka bisa mengurangi beban hidup keluarganya, tapi
pada kenyataannya justru pernikahan usia dini tidak mengurangi beban
ekonomi keluarga, bahkan beban tersebut bertambah apalagi dengan
kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluarga yang belum mapan,
baik mentalnya maupun ekonominya.
Selain itu dampak yang akan ditimbulkan ialah permasalahan
keluarga seperti pertikaian dan juga selisih paham antara suami istri
pasangan usia dini yang diakibatkan karena permasalahan kecil yang
dapat berujung pada permasalahan yang besar, seperti yang dialami 2
informan yaitu informan ke-1 dan ke-5 mereka tidak dapat
mempertahankan rumah tangganya yang akhirnya berujung pada
perceraian. penuturan informan ke-1
Banyak, apalagi pada pernikahan pertama, karena saya sudah
dua kali menikah. Pernikahan pertama saya gagal karena,
saya mungkin dulu masih belum dewasadan ibu mertua selalu
ikut campur dalam urusan rumah tangga, selain itu saya juga
tidak bisa mengurus anak dengan baik, pada puncaknya saya
tidak boleh tidur bersama satu kamar dengan anak saya yang
masih bayi oleh ibu mertua saya hingga saya tidak kuat dan
memilih bercerai, kendala nya juga anak hasil pernikahan saya
yang pertama sama sekali tidak diperbolehkan oleh ibu mertua
saya untuk bertemu dengan saya.73
Adapun penuturan informan ke-5
73 Wawancara dengan informan ke-1 pelaku pernikahan usai dini ibu Tati 19 Juli 2018
73
Rumah tangga yang pertama banyak cekcok saya nya masih
kecil masih mau pergi-pergi sama temen-temen, sedangkan
suami saya waktu nikah sama saya udah dewasa dia umurnya
27 an. Awal-awal nikah sih baik-baik aja, udah kesini-kesini
ngga cocok berantem mulu yaudah cerai.74
Lebih daripada itu dampak pernikahan usia dini terhadap
pendidikan agama Islam anak dalam keluarga adalah ketidak mampuan
orang tua dalam memberikan pengetahuan yang maksimal bagi anak.
Hampir semua responden menitipkan anaknya ke guru ngaji untuk
diajarkan mengaji yang padahal itu adalah tugas dan tanggung jawab
orang tua dalam mendidik anak. Selain mengajarkan al-Qur’an tugas
dan kewajiban orang tua dalam mendidik anak adalah menanamkan
tauhid, aqidah dan melatih mengajarkan sholat dan ibadah-ibadah lain,
hal itu tidak bisa dilakukan oleh orang tua yang melakukan pernikahan
usia dini karena keterbatasan ilmu dan waktu yang dimiliki, hal ini
berdampak pada sikap dan perilaku anak, banyak responden yang
menuturkan bahwa anaknya suka melawan, tidak segan berkata kasar
kepada orang tua, susah diatur dan tidak mau sekolah bahkan ada yang
putus sekolah. Hal ini juga dituturkan oleh guru ngaji.
Kesulitannya paling susah diatur namanya juga anak-anak,
mereka juga tidak segan berkata kasar, padahal terus saya
bilangin kalo tidak boleh berkata kasar apalagi kepada orang
tua. terus suka lama buat nangkep pelajaran karena satu-
satunya sumber belajar hanya saya tidak dibantu orang
tuanya, padahal orangtuanya sebenarnya juga harus bisa
mengajarkan kepada anak agar anak setelah mengaji disini
bisa diajarin lagi dirumah atau istilah katanya mah ngulang
agar ingatan anak tuh kuat.75
Dari penuturan responden diatas tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa sikap anak yang tidak baik tersebut bukan hanya
karena orang tuanya yang melakukan pernikahan usia dini akan tetapi
ada hal lain yang mempengaruhi sifat dan perilaku anak tersebut yaitu
lingkungan dan masyrakat setempat.
74 Wawancara dengan informan ke-5 pelaku pernikahan usia dini ibu Pujiyanti 16
Agustus 2018 75 Wawancara dengan guru ngaji ibu Barkah pada tanggal 20 Agustus 2018
74
Selain dampak negative tersebut diatas ada dampak positif.
seperti yang dituturkan oleh responden ke-4 yang menyatakan setelah
menikah ia menjadi sadar dan lebih dewasa karena sudah berkeluarga
dan memiliki anak, ia menyesal karena dulu tidak menurut kepada
orang tua karena ia sekarang sadar susahnya mengurus anak.
Iya ada, udah eling (sadar) saya jadi lebih dewasa, karena
mungkin sudah banyak anak sih, dulu mah masih suka
seenaknya sama orang tua juga, suka ngelawan soalnya
sekarang udah punya anak sendiri jadi sadar susahnya jadi
orang tua, saya suka nyesel dulu ngelawan sama orang tua.76
dari penuturan responden diatas dapat diketahui bahwa
pernikahan usia dini tidak hanya memiliki dampak negatif terdapat
dampak positif yaitu timbulnya kesadaran bagi setiap orang tua bahwa
tanggung jawab orang tua sangatlah besar dalam mendidik anaknya
dan menjadi orang tua tidaklah mudah perlu kesiapan fisik dan mental
yang baik untuk dapat menjadi orang tua yang baik.
C. Pembahasan
keluarga merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal
yang pertama dan utama bagi anak, dalam memperoleh pengetahuan.
Orang tua berperan penting dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan
yang diperlukan anak bukan hanya setelah lahir tapi sejak di dalam
kandungan untuk bisa berkembang sesuai dengan ajaran Islam dan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat. Mengingat pentingnya peran orang
tua, maka menjadi orang tua tidaklah mudah ia harus sudah matang dan
dewasa baik dalam mental maupun ekonominya, tidak bisa dilakukan oleh
anak yang masih di bawah umur yang belum matang fisik, mental maupun
ekonominya, hal ini justru terjadi di kampung Pasirputih, Sukajaya,
Cilamaya Kulon, Karawang pernikahan usia dini masih marak terjadi yang
disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan dibawah ini, dan
berdampak kepada pemberian pengetahuan agama kepada anak.
76 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Dayanti pada 07 Agustus 2018
75
1. Faktor-faktor terjadinya pernikahan usia dini di kampung Pasirputih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang
Tabel 4.2
Faktor-faktor Pernikahan usia dini dari dua belas kasus yang terjadi di
Kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang.
Pelaku
Pernikahan
Usia Dini
Faktor-faktor Pernikahan Usia Dini
Perjodohan Ekonomi Pergaulan
Bebas
Keinginan
sendiri
(Kasus 1)
Tati dan
Saroni
Ya - - -
(Kasus 2)
Darilah dan
Kasman
Ya Ya - -
(Kasus 3)
Erina dan
Ratim
Ya - - Ya
(Kasus 4)
Dayanti dan
Amri
- - - Ya
(Kasus 5)
Pujiyanti
dan Rohman
- - Ya Ya
(Kasus 6)
Rasminah
dan Abbas
- - - Ya
(Kasus 7)
Ratini dan
Heri
Ya - - Ya
(Kasus 8)
Wiwin dan
Tata
- Ya - -
(Kasus 9)
Waridah dan
Lambri
Ya Ya - -
(Kasus 10) - - - Ya
76
Sutiah dan
Turmudi
(Kasus 11)
Dahlia dan
Arifin
- - - Ya
(Kasus 12)
Meli dan
Syapei
- - Ya Ya
Dari Tabel diatas diketahui bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabakna terjadinya pernikahan usia dini di kampung Pasirputih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Kararwang. Diantaranya sebagai berikut:
a. Faktor Ekonomi
Lemahnya ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari membuat masyarakat menjatuhkan pilihan untuk
menikahkan anaknya di usia yang masih sangat muda, dengan
anggapan bisa mengurangi beban hidup keluarganya, padahal
realitanya pernikahan usia dini justru tidak mengurangi beban
ekonomi keluarga karena kebutuhan semakin meningkat apalagi
dengan hadirnya anak ditengah-tengah keluarga yang belum mapan
baik mental maupun fisiknya. Hal ini memicu problem dalam
rumah tangga yaitu sering terjadinya keributan dalam rumah
tangga karena ekonomi, yang berujung pada perceraian. Berikut
penuturan salah satu informan ketika ditanyakan apakah dengan
menikah dapat mengurangi beban ekonomi keluarga.
Agak berkurang saat belum punya anak, tapi setelah punya
anak ya bebannya tambah lagi.77
Dari penuturan informan tersebut diketahui bahwa
pernikahan usia dini bukanlah jawaban atau solusi terbaik dalam
mengatasi kesulitan ekonomi keluarga, dengan melakukan
pernikahan dini ekonomi keluarga akan semakin terpuruk dan
77 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Darilah 07 Agustus 2018
77
kebutuhan semakin meningkat apalagi ketika hadirnya anak
ditengah-tengah keluarga yang belum mapan.
Setelah dijalani justru tidak bisa dikatakan bekurang,
memang berkurang tapi ketika ada anak kebutuhan tambah
banyak juga tambah susah juga.78
Dari uraian wawancara antara peneliti dan responden
menunjukkan bahwa persoalan banyaknya pernikahan di usia dini
dikarenakan faktor ekonomi ini menjadi salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi terjadinya pernikahan di usia dini.
b. Faktor Kemauan Sendiri
Pernikahan usia dini disebabkan adanya kemauan sendiri dari
pasangan. Karena keduanya sudah saling mencintai sehingga
mereka ingin menikah tanpa memikirkan umur dan tanggung
jawab menjadi orang tua terlebih dahulu. Selain itu lingkungan
juga mempengaruhi terjadinya pernikahan usai dini, melihat
teman-teman dilingkungannya sudah menikah membuat ia juga
ingin menikah. Seperti yang dituturkan oleh infroman ke 4 sebagai
berikut:
Mengikuti temen, temennya pada nikah semua saya mau
main juga ngga ada temen yaudah nikah aja, ngga sekolah
juga.79
Dari penuturan informan tersebut diketahui bahwa lingkungan
sangat berpengaruh terhadap keinginan responden untuk menikah
di usia dini. Yang mereka lakukan hanya mengikuti teman tanpa
ada pertimbangan apa-apa. Yang mengakibatkan ketidakmampuan
orang tua dalam menangani dan mendidik anaknya. berikut
penuturan responden ketika ditanyakan apakah ia mengalami
kesulitan dalam mendidik dan mengarahkan anaknya
Iya sangat (kesulitan), apalagi anak saya tidak mau
sekolah, dia maunya pergi ke laut padahal saya maunya
78 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Waridah 12 September 2018 79 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Dayanti 07 Agustus 2018
78
dia sekolah dulu, ke laut mah gampang nanti kalo udah
selese sekolahnya. anaknya susah jadi saya biarin maunya
anak apalagi yang besar udah susah banget diatur.80
c. Faktor Perjodohan
Terjadinya pernikahan usia dini disebabkan karena perjodohan ini
adalah adanya dorongan dari orang tua untuk segera melakukan
pernikahan tanpa memikirkan usia anak yang masih di bawah umur
dengan alasan kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan anaknya
yang bebas, dan sudah tidak ada keinginan anak untuk melanjutkan
pendidikan bukan karena ekonomi tapi ketidakmampuan anak
untuk melanjutkan sekolah. Mendorong orang tua untuk
menikahkan anaknya walupun masih di usia dini. Berikut
penuturan beberapa responden yang diwawancarai oleh peneliti
Iya, (dorongan orang tua) daripada nganggur tidak ngapa-
ngapain disuruh menikah.81
Uraian wawancara tersebut menunjukkan bahwa peran
orang tua di kampung Pasir putih masih menjadi faktor yang
menyebabkan pernikahan di usia muda, hal ini terlihat dari apa
yang sudah dipaparkan oleh informan diatas. Selain itu hal ini juga
relevan dengan apa yang dilakukan oleh informan 1 saat peneliti
melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan alasan
kenapa ia memilih melakukan pernikahan usai dini?
Ya karena menuruti keingininan orang tua, dijodohkan.
Saya bahkan tidak tahu menahu mengenai calon suami
saya. Calon suami saya pilihan orang tua, tapi saya senang
ya senang karena terpaksa, mau bagaimana lagi.82
Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa peran
orang tua sangat berperan dalam tingkat pernikahan diusia muda
yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang ada di kampung
Pasirputih.
80 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Rasminah 04 September 2018 81 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Erina 07 Agustus 2018 82 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Tati 19 Juli 2018
79
d. Faktor Pergaulan Bebas
Hal ini terjadi karena pergaulan bebas dari anak dan kurangnya
pengawasan dan perhatian dari orang tuanya sehingga
menyebabkan hamil diluar nikah, yang akibatnya terjadi
pernikahan usia dini untuk menutupi aib keluarga. Berikut
penuturan informan ke 12.
Kecelakaan hamil diluar nikah, jadi ya mau ngga mau kudu
nikah, kasian sama anak nanti kalo lahir ngga ada
bapaknya, sama malu juga sama tetangga sama masarakat
sekitar kalo nanti lahiran ngga ada bapaknya.83
Dari uraian wawancara tersebut diketahui bahwa faktor
yang menyebabkan terjadinya pernikahan usai dini selain karena
faktor ekonomi, perjodohan, dan keinginan sendiri adalah karena
hamil diluar nikah atau pergaulan bebas yang mengakibatkan orang
tua terpaksa menikahkan anaknya walaupun dengan usai yang
masih muda. Selain itu kurangnya perhatian dan pengawasan orang
tua membuat hal itu bisa terjad speerti yang dituturkan oleh
informan ke-5 sebagai berikut.
Pergaulan bebas kurang diawasi sama orangtua, terus
temen-temennya pada ngajak ngga bener, minum-minum,
pulang malem, kalo ngga ikut disangkanya sombong
yaudah terjadi weh ahirnya begitu.84
Dari penuturan wawancara tersebut diketahui bahwa
pengawasan dan perhatian orang tua terhadap anak nya sangat
penting untuk mecegah hal-hal seperti tersebut diatas terjadi dan
agar pernikahan usia dini tidak terus menerus terjadi khususnya di
kampung Pasirputih, Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang.
2. Problematika Pernikahan Usia Dini dalam Pendidikan Agama Islam
Anak di Keluarga
Permasalahan pernikahan usia dini yang dilakukan oleh
pasangan suami istri di lingkungan kampung Pasirputih, Sukajaya,
83 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Meli 15 September 2018 84 Wawancara dengan pelaku pernikahan usia dini ibu Pujiyanti 16 Agustus 2018
80
Cilamaya Kulon, Karawang. bagi pendidikan agama Islam anak adalah
ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pengetahuan-
pengetahuan agama yang maksimal untuk anak, sehingga anak di didik
oleh orang lain yaitu guru ngaji. yang sebenarnya mengajarkan Al-
Qur’an, menanamkan Aqidah, tauhid dan melatih mengajarkan sholat
dan ibadah-ibadah lain. adalah peran dan tanggung jawab mereka
sebagai orang tua. Akan tetapi dampak ketidakmampuan tersebut
bukan sepenuhnya karena orang tuanya yang melakukan pernikahan
usia dini itu juga disebabkan karena lingkungan sekolah dan
masyarakat sekitar yang tidak kondusif, maka dari itu orang tua yang
dalam hal ini adalah keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat
masing-masing sangat mempengaruhi pengetahuan anak tentang
agama dan perilaku anak.
Selain itu orang tua juga kurang memberikan keteladanan bagi
anak, banyak orang tua yang cuek terhadap pendidikan agama
anaknya, semua beban pengajaran ditanggungjawabkan kepada guru
ngaji. Selain itu orang tua juga jarang sekali mengajak anak-anaknya
beribadah bersama, bahkan ada orang tua yang tidak bisa mengaji dan
sering berkata kurang baik yang kemudian ditiru oleh anak-anaknya,
hal ini ditujukkan berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan
penulis.
Dampak dari ketidakmampuan orang tua dalam memberikan
keteladanan dan pengetahuan agama yang baik inilah yang
mengakibatkan sikap dan perilaku anak kurang baik, banyak
diantaranya anak-anak yang tidak segan berkata kasar bahkan kepada
orang tuanya, melawan dan sulit diatur ada beberapa anak responden
yang diwawancara oleh penulis juga yang anaknya putus sekolah
ditengah jalan karena sulit diatur dan sudah tidak menginginkan
melanjutkan sekolah dan lebih memilih pergi melaut. Namun hal ini
bukanlah satu-satunya penyebab yaitu pernikahan usia dini yang
dilakukan oleh orang tua anak, akan tetapi ada hal lain yang
81
mempengaruhi sikap dan perilaku tidak baik anak tersebut yaitu
lingkungan sekolah dan masyarakat. Maka dari itu untuk dapat
menjadikan anak baik harus selalu diperhatikan pendidikan dalam
keluarga, lingkungan sekolah yang kondusif dan ligkungan
masyarakat. yang masing-masing saling berkaitan dan saling
mempengaruhi.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, dapat diambil
kesimpulan pernikahan usia dini yang dilakukan oleh pasangan suami
istri mempunyai dampak positif dan negative. Dampak positif dari
pernikahan usia dini ini adalah timbulnya kesadaran orang tua bahwa
menjadi orang tua tidaklah mudah perlu kesiapan fisik dan mental,
menjalankan salah satu sunnah Rosulullah dengan melakukan
pernikahan, dan menghindari zina. Selain positif ada sisi negative bagi
pelaku pernikahan usia dini yaitu terjadinya perceraian tidak bisa
mempertahankan rumah tangga karena sering terjadi pertengkaran dan
ketidakharmonisan dalam keluarga. Selain itu problematika atau
masalah pernikahan usia dini dalam keluarga adalah ketidamapuan
orang tua dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan agama kepada
anak karena pendidikan orang tua yang rendah terhadap agama Islam
dan kondisi jiwa yang belum matang.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa fenomena praktik
pernikahan usia dini masih sering terjadi di daerah Pasirputih, Sukajaya,
Cilamaya Kulon, Karawang. Faktor-faktor yang melatarbelakangi
terjadinya pernikahan usia dini dintaranya adalah faktor perjodohan, faktor
ekonomi, faktor pergaulan bebas dan faktor keinginan sendiri. dan yang
paling banyak dilakukan pasangan usia dini di kampung Pasirputih adalah
faktor keinginan sendiri.
Mengenai problematika pernikahan usia dini dalam Pendidikan
Agama Islam dalam keluarga adalah praktik pernikahan usia dini memiliki
dampak positif dan negatif bagi pelakuknya. Dampak positif dari
pernikahan usia dini ini adalah timbulnya kesadaran orang tua bahwa
menjadi orang tua tidaklah mudah perlu kesiapan fisik dan mental,
menjalankan salah satu sunnah Rosulullah dengan melakukan pernikahan,
dan menghindari zina. Selain positif ada sisi negative bagi pelaku
pernikahan usia dini yaitu terjadinya perceraian, terjadi pertengkaran dan
ketidakharmonisan dalam keluarga. Selain itu problematika atau masalah
pernikahan usia dini dalam keluarga adalah ketidkamapuan orang tua
dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan agama kepada anak karena
pendidikan orang tua yang rendah terhadap agama Islam dan kondisi jiwa
yang belum matang, maka keluarga pasangan usia dini ini membutuhkan
bimbingan dan pendidikan agama dari orang lain yaitu ustadz, guru yang
dapat meberikan pengetahuan-pengetahuan agama yang lebih kepada
pasangan pernikahan usia dini.
B. Saran
1. Upaya pencegahan kasus pernikahan usia dini akan lebih baik bila
anggota masyarakat ikut terlibat secara langsung dalam pencegahan
83
pernikahan usia dini yang ada si sekitar lingkungan mereka. Adanya
kerjasama antara pemerintah setempat dengan masyarakat menjadi
modal utama untuk dapat mencegah terjadinya pernikahan usia dini.
2. Penulis berharap ketika seseorang memutuskan untuk menikah pada
usai dini hendaknya terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatunya
secara matang. baik itu dari segi fisik, mental, emosi, tanggung jawab
dan kesiapan mempunyai anak sehingga pernikahannya menjadi
pernikahan yang sakinah mawaddah warrahmah.
3. Kepada masyarakat yang telah melakukan pernikahan usia dini
hendaknya tidak berhenti untuk menimba ilmu pengetahuan dan harus
memperhatikan pendidikan terutama pendidikan agama bagi anak.
84
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Dan Nur Uhbiyati.. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Rineke
Cipta. 2011.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT
Rineke Cipta, 2013.
Baharuddin. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media. 2016.
Barkah, “Pernikahan Usia Dini dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Agama
Islam dalam Keluarga”, Skripsi UIN Jakarta tahun 2008. tidak
dipublikasikan.
Craig, Sidney D. Mendidik dengan Kasih, Jogjakarta: Kanisius. 1990.
Dep Dikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994.
Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. 1995.
Drajat, Zakiah. tt. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
-----------------. Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 2004.
Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana PrenadaMedia
Group. 2014.
Hafizh, Muhammad Nur Abdullah Mendidik Anak Bersama Rasulullah,
Bandung: Al-Bayan. 1995.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2006.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. 1980.
85
Jalaluddin. Teologi Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002.
-------------. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2012.
Kartono, Kartini, Peranan Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rajawali, 1992.
Kuzari, Ahmad. 1995. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Mahmud, Heri Gunawan dan Yuyun. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga,
Jakarta: Akademia Permata. 2013.
Muchtar, Heri Juhari Fikih Pendidikan, .Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2005.
Mushaffa, Aziz. Aku Anak Hebat Bukan Anak Nakal!, Jogjakarta: Diva Press.
2009.
Rusdiana, Kama dan Jaenal Aripin. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: UIN
Jakarta Press. 2007.
Rusmini, “Dampak Menikah Dini Dikalangan Perempuan di Desa Batulampa
Kecamatan Batulampa kabupaten Pinrang (studi kasus khususnya
perempuan yang menikah dini di dusun Tarokko)”, Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar tahun 2015. tidak dipublikasikan.
Saleh, Abdul Rachman, tt. Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta: PT
Gemawindu PancaPerkasa.
Siti Malehah, “Dampak Psikologis Pernikahan Dini dan Solusinya Dalam
Persfektif Bimbingan Konseling Islam (Studi kasus di desa Depok
Kecamatan Kalibawang kabupaten Wonosobo)”, Skripsi UIN Walisongo
Semarang tahun 2010. tidak dipublikasikan
Sobur, Alex. Anak Masa Depan, Bandung: Angkasa. 1986.
86
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
2011.
Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2005.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana. 2007.
Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
2009.
Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, Bandung: Indonesia Publishing
House. 1977.
Yusuf, Syamsu dan Nani M.Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT
RajaGrafindo. 2011.
v
v
v
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Umi Hani
NIM : 11140110000075
Jurusan / Fakultas : Pendidikan Agama Islam / Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama
Islam Anak dalam Keluarga (Studi Kasus di Kampung PasirPutih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)
Dosen Pembimbing : Drs. Aminuddin Ya’kub, M.Ag
No Identitas Buku Nomor
Footnote
Halaman
Skripsi
BAB Paraf
1. Abdul Rahman Ghozali, Fiqh
Munakahat, (Jakarta: Kencana
PrenadaMedia Group, 2014),
Cet ke-6
1, 2, 4, 9,
10, 13, 15,
17, 19, 21
1, 2, 9, 10,
11, 12, 13,
15, 16
I, II
2. Undang-Undang Dasar RI
Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3 3 I
3. Abdul Qadir Djaelani,
Keluarga Sakinah, (Surabaya:
PT Bina Ilmu Offset, 1995)
4 3 1
4. Muhammad Amin Suma,
Hukum Keluarga Islam di
Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005)
5, 5, 6, 8,
12, 20
4, 9, 10, 11,
15
I, II
5. Dep Dikbud, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka. 1994), cet. Ke-
3.
1 8 II
6. Amir Syarifuddin, Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia
antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan,
(Jakarta: Kencana, 2007)
2, 14, 22 8, 12, 16 II
7. Kama Rusdiana dan Jaenal
Aripin, Perbandingan Hukum
Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007)
3, 7, 11 9, 10, 11 II
8. Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai 16 13 II
Perikatan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1995)
9. Tihami dan Sohari Sahrani,
Fikih Munakahat, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2009)
23, 24 16, 17 II
10. Syamsu Yusuf dan Nani
M.Sugandhi, Perkembangan
Peserta Didik, (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 2011)
25 18 II
11. Zakiah Drajat, Kesehatan
Mental, (Jakarta: Gunung
Agung, tt), Cet ke-3
26 18 II
12. Elizabeth B. Hurlock,
Psikologi Perkembangan
(Jakarta: Erlangga, 1980), Cet
ke-5
27 18 II
13. Baharuddin, Pendidikan dan
Psikologi Perkembangan,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016)
28, 33, 42 19, 23, 27 II
14. Jalaluddin, Teologi
Pendidikan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002)
29, 30, 34,
35,36, 37,
41
19, 23, 24,
26
II
15. Abdul Rachman Saleh,
Pendidikan Agama dan
Keagamaan, (Jakarta: PT
Gemawindu PancaPerkasa,tt)
38 25 II
16. Jalaluddin, Psikologi Agama,
(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012)
31, 32, 46 21, 22, 29 II
17. Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati,
Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT Rineke Cipta,
2011)
39 26 II
18. Mahmud, Heri Gunawan dan
Yuyun, Pendidikan Agama
Islam dalam Keluarga,
(Jakarta: Akademia Permata,
2013)
40, 43,
48,60
26, 27,
31,37
II
19. Zakiah Darajat, Dkk, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004)
44 28 II
20. Alex Sobur, Anak Masa
Depan, (Bandung: Angkasa,
1986)
44, 46,
47,48
29, 29, 30 II
21. Aziz Mushaffa, Aku Anak
Hebat Bukan Anak Nakal!,
(Jogjakarta: Diva Press, 2009)
49, 55 31, 34 II
22. Kartini Kartono, Peranan 50 31 II
Keluarga Memandu Anak,
(Jakarta: Rajawali, 1992), Cet
ke- 2
23. Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu
Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006)
51 31 II
24. Muhammad Nur Abdullah
Hafizh, Mendidik Anak
Bersama Rasulullah,
(Bandung: Al-Bayan, 1995)
52 31 II
25. Sidney D Craig, Mendidik
dengan Kasih, (Jogjakarta:
Kanisius, 1990)
53 32 II
26. Wauran, Pendidikan Anak
Sebelum Sekolah, (Bandung:
Indonesia Publishing House,
1977)
56 34 II
27. Heri Juhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005)
57,58,59 35,36 II
28. Sedarmayanti dan Syarifudin
Hidayat, Metodologi
Penelitian, (Bandung: CV.
Mandar Maju, 2011), Cet. II
1 41 III
29. Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian suatu Pendekatan
Praktik, (Jakarta: PT Rineke
Cipta, 2013)
3, 4 41, 42 III
30. Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011)
5 43 III
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam
Anak dalam Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa
yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga
pasangan usia dini tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena
dalam pelaksanaannya pertanyaan dalam wawancara bisa berubah sesuai
dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Tati
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Umur : 30
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 3 (2 laki-laki, 1 perempuan)
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Ya karena menuruti keingininan orang tua, dijodohkan. Saya
bahkan tidak tahu menahu mengenai calon suami saya. Calon
suami saya pilihan orang tua, tapi saya senang ya senang karena
terpaksa, mau bagaimana lagi
2. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah
usia dini?
Belum kepikiran dan belum pernah baca
3. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan
orang tua/dijodohkan?
4. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain
anda? Jika ada siapa?
Banyak, ibu saya. Yang melakukan pernikahan usai dini bukan
hanya saya sendiri
5. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Iya mungkin, karena ibu mertua saya suka sama saya jadinya ya
udah nikahkan saja
6. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Tidak ada perubahan yang saya rasakan hanya begitu-begitu saja,
hanya saja langsung hamil dan dapat anak
7. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja mengurus anak
8. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua
anda?
Iya masih ikut dengan mertua
9. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban
perekonomian keluarga anda?
Menurut saya sih sama saja, tidak ada perubahan
10. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Rumah tangga yang pertama lamanya 3 tahun dan rumah tangga
yang kedua sudah 15 tahun jalan.
11. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda
dan keluarga?
Banyak, apalagi pada pernikahan pertama, karena saya sudah dua
kali menikah. Pernikahan pertama saya gagal karena, saya
mungkin dulu masih belum dewasadan ibu mertua selalu ikut
campur dalam urusan rumah tangga, selain itu saya juga tidak bisa
mengurus anak dengan baik, pada puncaknya saya tidak boleh tidur
bersama satu kamar dengan anak saya yang masih bayi oleh ibu
mertua saya hingga saya tidak kuat dan memilih bercerai, kendala
nya juga anak hasil pernikahan saya yang pertama sama sekali
tidak diperbolehkan oleh ibu mertua saya untuk bertemu dengan
saya.
12. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia
seperti apa?
Iya, walaupun saya begini anak saya mah tidak boleh kaya saya dia
harus pintar
13. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak
anda?
Menitipkan anak ke guru ngaji yang dekat dengan rumah
14. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak
anda, khususnya pendidikan agama islam?
Susah susah gampang, karena pengetahuan saya yang minim maka
saya suruh anak saya ngaji ke orang yang dekat dengan rumah
15. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
Lumayan tidak bodoh bodoh amatkan dia ngaji
16. Bagiamana perkembangan keberagamaan anak anda?
Baik walaupun belum seratus persen ketika disuruh solat ya solat
kadang males malesan
17. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda
sendiri atau orang lain?
Orang lain
18. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda
mampu/memangani pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang
menangani?
19. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar
melakukan pernikahan usia dini seperti anda?
Pengennnya mah tidak tapi yang tergantung anak, apalagi jaman
sekarang segalanya serba rumit, tapi say amah maunya yang pinter
jangan kaya saya
20. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi
dalam rumah tangga selama pernikahan?
Saya ngalamin dua kali nikah, pernikahan pertama bermasalah dari
saya melahirkan anak, dan sering cekcok dengan mertua
alhamdulillah pernikahan yang kedua masalahnya ya begitu begitu
saja masalah yang wajar yang masih bisa saya dan suami hadapi
bersama. Sama ini Belum bisa memberikan pendidikan buat anak
yang baik sayanya kan ngga sekola jadi ya gitu
21. Apakah anda mencatatkan pernikahan di KUA?
*Jika tidak
a. kenapa anda melakukan pernikahan uisa dini?
dijodohkan
b. apakah umur anda tidak cukup untuk mendaftarkan di kua
sehingga memilih melakukan pernikahan secara sirri?
Iya saya keluar SD langsung dinikahkan
Karawang, 19 Juli 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Tati
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam
Anak dalam Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa
yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga
pasangan usia dini tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena
dalam pelaksanaannya pertanyaan dalam wawancara bisa berubah sesuai
dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Darilah
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga & mengupas rajungan
3. Umur : 25
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 2
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Saya melakukan pernikahan dini karena faktor ekonomi tidak ada
biaya, keadaan pada saat itu sangat sulit sehingga memaksa saya
untuk menikah. Tidak ada alasan lain selain ekonomi
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
3. Apa alasan anda menikah di usia dini?
4. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah
usia dini?
Ya pernah dengar sih, tapi ya gimana karena ekonomi, mau gamau
harus
5. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan
orang tua/dijodohkan?
Pilihan sendiri ya tapi dijodohna
6. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain
anda? Jika ada siapa?
Banyak, saya malah keitungnya yang paling tua menikah, banyak
keluarga saya yang menikah dibawah umur saya menikah
7. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua
anda?
8. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan
dini?
9. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Iya karena ekonomi
10. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Ya senengnya kalo pegang duit sedih kalo ngga pegang duit ya gitu
aja perubahannya
11. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Mengurus anak dan kalo senggang suka meka (ngupas rajungan)
buat nambah nambahin pemasukan
12. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua
anda?
Masih, tapi sekarang sudah berpisah saya ngontrak disini sama
suami saya
13. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban
perekonomian keluarga anda?
Agak berkurang saat belum punya anak, tapi setelah punya anyak
ya bebannya tambah lagi
14. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Sekitar 10 tahun
15. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda
dan keluarga?
ekonomi dan mengurus anak, anak pertama yang perempuan kalo
diatur masih nurut tapi kalo yang kecil laki-laki susah apalagi
disuruh sekolah suka melawan juga
16. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia
seperti apa?
Iya disuruh sekolah, ngaji
17. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak
anda?
Menitipkan ke guru ngaji yang dkeat rumah, soalnya kalo ngaji
sama saya suka ngga mau, suka nglawan
18. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak
anda, khususnya pendidikan agama islam?
Gampang gampang susah, namanya juga anak-anak masih susah
buat diatur
19. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
Bagus sih kan mereka ngaji
20. Bagiamana perkembangan keberagamaan anak anda?
Kalo disuruh solat masih susah, kalo anak yang kecil masih suka
ngomong kasar ke orang tua, ngelawan ke orang tua
21. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda
sendiri atau orang lain?
Guru ngaji dekat rumah, saya juga kalo malem suka ngajarin kalo
sempat
22. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda
mampu/memangani pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang
menangani?
23. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar
melakukan pernikahan usia dini seperti anda?
Tidak maunya sih
24. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi
dalam rumah tangga selama pernikahan?
25. Apakah anda mencatatkan pernikahan di KUA?
*Jika tidak
a. kenapa anda melakukan pernikahan uisa dini?
b. apakah umur anda tidak cukup untuk mendaftarkan di kua
sehingga memilih melakukan pernikahan secara sirri?
*Jika Ia
a. kenapa diperbolehkan mendaftarkan pernikahan anda di KUA
padahal umur anda belum mencukupi?
Karawang, 07 Agustus 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Darilah
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam
Anak dalam Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa
yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga
pasangan usia dini tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena
dalam pelaksanaannya pertanyaan dalam wawancara bisa berubah sesuai
dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Erina
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (Mengupas Rajungan)
3. Umur : 21 tahun
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 1 (5 Tahun)
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Sudah tradisi, mengikuti teman-teman yang sudah mendahului
menikah
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
3. Apa alasan anda menikah di usia dini?
4. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah
usia dini?
pernah
5. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan
orang tua/dijodohkan?
6. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain
anda? Jika ada siapa?
7. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua
anda?
8. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan
dini?
Iya, daripada nganggur tidak ngapa-ngapain disuruh menikah
9. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Kalo faktor ekonomi mungkin engga, tapi mungkin adat ia
10. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Perubahannya lebih enak, ada yang ngurusin, ada yang biayain
hidup, langsung punya rumah sendiri, enak sedikitlah, daripada
dulu sebelum menikah ada yang biayain
11. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja, dan ngupas rajungan
12. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua
anda?
Tidak sudah dirumah sendiri, setelah menikah suami langsung
buatin rumah walauoun sederhana tapi nggapapa yang penting
misah sama orang tua sama mertua
13. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban
perekonomian keluarga anda?
Tidak, biasa saja.
14. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Sudah 6 tahun jalan
15. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda
dan keluarga?
Repot membagi waktu, untuk diri sendiri, anak dan pekerjaan
rumah. Kadang anak saya, saya titipkan ke orang tua kalo saya cari
uang ngupas rajungan
16. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia
seperti apa?
Iya sekarang sekolah PAUD, tapi kalo disuruh ngaji masih ngga
mau, kalo disuruh sekolah mah mau, kalo malem suka ngajarin
ngaji kalo anaknya mau
17. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak
anda?
18. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak
anda, khususnya pendidikan agama islam?
Sebenernya iya tapi gimana lagi anaknya susah diajarin
19. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
Ya lumayan, untuk umur segini dia nurut kalo disuruh belajar
20. Bagiamana perkembangan keberagamaan anak anda?
21. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda
sendiri atau orang lain?
Saya sendiri, kalo sama orang lain masih malu
22. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda
mampu/memangani pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang
menangani?
Mampu biasa aja
23. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar
melakukan pernikahan usia dini seperti anda?
Tidak,
24. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi
dalam rumah tangga selama pernikahan?
25. Apakah anda mencatatkan pernikahan di KUA?
*Jika tidak
a. kenapa anda melakukan pernikahan uisa dini?
b. apakah umur anda tidak cukup untuk mendaftarkan di kua
sehingga memilih melakukan pernikahan secara sirri?
*Jika Ia
a. kenapa diperbolehkan mendaftarkan pernikahan anda di KUA
padahal umur anda belum mencukupi? Tidak tahu, langsung
dikasih surat sama KUAnya
Karawang. 07 Agustus 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Erina
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam
Anak dalam Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa
yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga
pasangan usia dini tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena
dalam pelaksanaannya pertanyaan dalam wawancara bisa berubah sesuai
dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Dayanti
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga/Ngupas rajungan
(meka)
3. Umur : 25
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 3
A. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
3. Apa alasan anda menikah di usia dini?
Mengikuti temen, temennya pada nikah semua saya mau main juga
ngga ada temen yaudah nikah aja, ngga sekolah juga
4. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah
usia dini?
Tidak
5. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan
orang tua/dijodohkan?
Dengan pilihan sendiri
6. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain
anda? Jika ada siapa?
Banyak, ibu saya, kakak saya dan kedua adik saya
7. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua
anda?
Iya
8. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan
dini?
Tidak, kemauan saya sendiri
9. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Mungkin sih, ikut ikutan soalnya udah adatnya begitu
10. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Iya ada, udah eling (sadar) saya jadi lebih dewasa, karena mungkin
sudah banyak anak sih, dulu mah masih suka seenaknya sama
orang tua juga, suka ngelawan soalnya sekarang udah punya anak
sendiri jadi sadar susahnya jadi orang tua, saya suka nyesel dulu
ngelawan sama orang tua
11. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Ngurus anak dan ngupas rajungan
12. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua
anda?
Masih sama orang tua, tapi sekarang sudah dirumah sendiri udah
punya rumah
13. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban
perekonomian keluarga anda?
Iya mengurangi, sudah ada yang memberi makan, tanggunannya
bukan ke orang tua lagi tapi ke suamiku
14. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Menikah sekitar tahun 2007 berati ya 12 tahunan lah kurang lebih
15. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda
dan keluarga?
Ekonomi, mendidik anak juga suka kewalahan
16. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia
seperti apa?
Tidak begitu sih, yang penting anak sehat saya mahlah
17. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak
anda?
Mentipkan ngaji ke guru ngaji
18. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak
anda, khususnya pendidikan agama islam?
Iya susah sekali, anaknya tidak bisa diatur, makanya yang penting
mah sehat cukup buat saya
19. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
20. Bagiamana perkembangan keberagamaan anak anda?
21. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda
sendiri atau orang lain?
Kalo agama ya guru ngaji yang deket rumah, kalo pendidikan
umum ya disekolah SD nya
22. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda
mampu/memangani pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang
menangani?
Tidak, guru ngaji yang dekat dengan rumah
23. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar
melakukan pernikahan usia dini seperti anda?
Jangan, cukup saya yang ngalamin.
24. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi
dalam rumah tangga selama pernikahan?
Namanya rumah tangga masalah mah banyak kadang ekonomi
kadang anak, anak saya 3 masih pada kecil-kecil, anak saya yang
bungsu baru lahir 4 bulan kemaren repot ngurus anak, tapi saya
juga harus cari duit meka buat beli susu anak, repot ngurus anak
sendirian suami pergi ke laut, yang penting anak saya sehat
25. Apakah anda mencatatkan pernikahan di KUA?
*Jika tidak
a. kenapa anda melakukan pernikahan uisa dini?
b. apakah umur anda tidak cukup untuk mendaftarkan di kua
sehingga memilih melakukan pernikahan secara sirri?
*Jika Ia
a. kenapa diperbolehkan mendaftarkan pernikahan anda di KUA
padahal umur anda belum mencukupi?
Saya ngga ngerti tapi saya dapat surat nikah lengkap beserta
fotonya padahal saya juga belum punya KTP, Suami saya juga
belum punya KTP, bayar 20 ribu langsung dapet surat nikah.
Karawang, 07 Agustus 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Dayanti
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam
Anak dalam Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih,
Sukajaya, Cilamaya Kulon, Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa
yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga
pasangan usia dini tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena
dalam pelaksanaannya pertanyaan dalam wawancara bisa berubah sesuai
dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Pujiyanti
2. Pekerjaan : ibu rumah tangga
3. Umur : 25
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 1 satu
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Aduh gimana ya ngomongnya, hamil duluan han
2. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Pergaulan bebas kurang diawasi sama orangtua, terus temen-
temennya pada ngajak ngga bener, minum-minum, pulang malem,
kalo ngga ikut disangkanya sombong yaudah terjadi weh ahirnya
begutu
3. Apa alasan anda menikah di usia dini?
4. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah
usia dini?
Pernah, tapi udah terjadi mau gimana. Kalo ngga nikah kasian anak
nanti Tanya bapaknya siapa saya nga bisa jawab, yaudah dinikahin
sam orangtua saya
5. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan
orang tua/dijodohkan?
Iya pilihan sendiri, sama orang yang sama
6. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain
anda? Jika ada siapa?
7. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua
anda?
Iya orang tua mau ngga mau yang ngijinin orang liat anaknya udah
hamil kasian katanya
8. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan
dini?
9. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Tidak sama sekali bukan ekonomi, pergaulan kayanya sih
10. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Ada langsung punya anak, dituntut buat dewasa padahal saya
masih mau main sama temen-temen kaya dulu, karena punya anak
waktunya jadi ngga bebas
11. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Ya dirumah aja sambil ngurus anak, saya sambil dagang juga.
Dagang sosis bakar ya kaya gitulah daripada nganggur ngupas
rajungan engga, mending dagang begini lumayan ada pemasukan
buat dede
12. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua
anda?
Iya masih sama orangtua saya
13. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban
perekonomian keluarga anda?
Tidak sama saja
14. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Rumah tangga yang pertama sih sekitar 6 tahunan sekarang baru
nikah lagi yang kedua baru 4 bulan
15. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda
dan keluarga?
Rumah tangga yang pertama banyak cekcok saya nya masih kecil
masih mau pergi-pergi sama temen-temen, sedangkan suami saya
waktu nikah sama saya udah dewasa dia umurnya 27 an. Awal-
awal nikah sih baik-baik aja, udah kesini-kesini ngga cocok
berantem mulu yaudah cere
16. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia
seperti apa?
Ia saya sekolahin sama ngaji
17. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak
anda?
18. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak
anda, khususnya pendidikan agama islam?
Sejujurnya ia, saya kan ngga sekolah pengetahuan saya juga minim
19. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
20. Bagiamana perkembangan keberagamaan anak anda?
21. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda
sendiri atau orang lain?
Orang lain, anak saya kalo dirumah udah krjaannya main aja, saya
juga ngga bisa larang, kalo saya larang kasian
22. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda
mampu/memangani pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang
menangani?
Guru ngaji yang deket rumah
23. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar
melakukan pernikahan usia dini seperti anda?
Sama sekali tidak
24. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi
dalam rumah tangga selama pernikahan?
Sering cekcok yang ahirnya ujungnya cere, untung anak saya ikut
sama saya. Suami saya yang kedua usianya jauh lebih muda dari
saya, umur saya sekarang 25 sedangkan suami saya 17 tahun.
Sejauh ini sih baik-baik aja semoga tidak kaya pernikahan pertama.
Akhir-akhir ini anak saya susah disuruh ngaji padahal udah saya
teriakin suruh ngaji ngga mau ngaji juga, dirumah main aja, saya
juga kalo dia nga ngaji ya ngga bisa ngajarin selian karena ngga
bisa sibuk juga ngelayanin pembeli
Karawang, 16 Agustus 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Pujiyanti
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Rasminah
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Umur : 29 tahun
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 2
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Ngga tau ngga ada alasan mau nikah aja
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
Iya liat temen-temen nikah udah punya laki-laki yang disukain yaudah nikah
3. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah usia dini?
tidak
4. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan orang
tua/dijodohkan?
Iya pilihan sendiri
5. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain anda? Jika ada
siapa?
Ada ibu saya dan adik saya juga nikah masih kecil
6. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua anda?
Iya
7. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan dini?
Tidak ada, saya mau nikah sendiri ngga ada orangtua yang nyuruh, orangtua
maunya saya sekolah, tapi saya udah ngga mau sekolah
8. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Tidak ada begitu saja
9. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja
10. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua anda?
Iya dulu, sekarang udah punya rumah sendiri
11. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban perekonomian
keluarga anda?
Iya, saya ada yang nanggung, orangtua saya tinggal ngurusin adik-adik saya saja
12. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Udah mau 16 tahun jalan
13. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda dan keluarga?
Paling masalah ekonomi kadang sulit, anak saya yang pertama udah besar susah
sekali diatur disuruh sekolah tidak mau sekolah sampe jadinya berenti sekolah
14. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia seperti apa?
Sebenernya ia, tapi anaknya susah jadi saya biarin maunya anak apalagi yang
besar udah susah banget diatur, yang kecil masih ngaji
15. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Iya sangat, apalagi anak saya tidak mau sekolah, dia maunya pergi ke laut padahal
saya maunya dia sekolah dulu, ke laut mah gampang nanti kalo udah selese
sekolahnya
16. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
Harusnya sih bagus kalo anak yang paling kecil soalnya ngaji diajarin sama guru
ngajinya
17. Bagaimana perkembangan keberagamaan anak anda?
Iya kalo yang paling besar ngga hormat sama orangtua, sering ngelawan maunya
diturutin tapi disuruh sekolah ngga mau maunya kelaut, kalo yang kecil nurut
sama orangtua
18. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda sendiri atau orang
lain?
Orang lain
19. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda mampu/memangani
pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang menangani?
Tidak, guru ngaji
20. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar melakukan
pernikahan usia dini seperti anda?
Tidak. Biarin saya saja anak saya jangan
21. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi dalam rumah
tangga selama pernikahan?
Yang pasti ekonomi kadang seret kadang lancar nelayan kan ngga tentu
tergantung keadaan laut kalo angin lautnya lagi kenceng susah dapet rajungan,
kalo cuacanya lagi bagus ya banyak rajungan banyak duit juga. sama cara didik
anak ngga bisa nganganin anak dengan baik.
Karawang, 04 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Rasminah
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Ratini
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Umur : 20 tahun
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 1
B. Pertanyaan
1. Pernikahan kalian dilakukan ini apakarena dijodohkan atau memang pacaran?
Bisa dibilang dijodohin dari orang tua, karena awalnya saya dan suami saya saling
suka sama suka. Jadi orangtua kita berdua rembukan untuk nikah saja, soalnya
takut kalo kelamaan bisa terjadi apa-apa.
2. Jadi kamu terima dijodohkan sama orang tuamu?
Iya, kebetulan suami saya tetangga rumah, sering ketemu sering liat, saya juga
sebenernya suka sama dia
3. Bagiamana dengan sekolahmu?
Saya memang sudah tidak mau sekolah, udah ngga kuat sekolah pusing
4. Waktu memutuskan untuk menerima pernikahan itu apakah kamu sudah tau
pekerjaan ibu rumah tangga? Karena umur kamu kan masih kecil
Apalagi masak, panasin air saja tidak tau
5. Jadi bagaimana kamu mengurus rumah tanggamu ?
Kan masih tinggal sama orang tua jadi masih dibantuin orangtua
6. Setelah menikah langsung diakruniai anak apa kosong dulu?
Langsung hamil dan punya anak
7. Lalu bagiaman cara kamu mengurus anakmu? Padahal pengetahuan kamu dalam
mengurus anak juga masih sedikit
Orangtua ku yang ngurus sama dibantuin mertua
8. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia seperti apa?
Iya, saya suka suruh dia buat ngaji
9. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Saya suruh dia buat ngaji sama guru ngaji yang deket sama rumah saya
10. Kenapa orang lain yang ngajarin?
Saya ngga mampu
11. Nanti anak kamu kalo sudah besar mau jadi apa?
Jadi orang pinter jangan kaya saya
12. Kenapa anak kamu tidak boleh seperti kamu, anakkan cenderung mengikuti
orangtuanya?
Jangan kaya saya, saya sekolah saja ngga selesei malah milih nikah, padahal
nikah lebih susah
13. Permasalahan-permasalahan apa saja yang terjadi selama pernikahan?
Saya sering ditinggal suami ke laut buat cari duit, kadang mikir buat apa nikah
tapi dtinggal-tinggal mulu, saya ngga bisa ngajarin anak saya, ilmu saya sedikit
14. Umurmu kan belum cukup untuk menikah, pada saat itu langsung tercatat di KUA
apa hanya menikah di ustad?
Langsung tercatat di KUA saya dan suami menambah umur biar dapet nikah.
, Karawang. 11 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Ratini
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Wiwin
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Umur : 27
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SMP
6. Jumlah Anak : 1
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Terpaksa nurutin kemauan orang tua saya mah maunya lanjut sekolah. Tapi orang
tua ngga punya biaya, jadi disuruh nikah aja
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
Tidak disuruh orang tua
3. Apa alasan anda menikah di usia dini?
Kemauan orang tua karena ngga ada biaya buat sekolah
4. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah usia dini?
pernah
5. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan orang
tua/dijodohkan?
Plihan sendiri tapi pilihan orang tua juga
6. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan dini?
Iya, ngga ada biaya buat lanjut sekolah, serba kekurangan
7. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Faktor ekonomi iya
8. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Ada ya paling langsung punya anak
9. Setelah menikah apakah benar beban kedua orang tua anda berkurang?
Sebenernya tidak juga, malah kebutuhan semakin banyak
10. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja
11. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua anda?
Iya, kadang sama orang tua saya kadang sama mertua saya
12. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
10 tahun jalan
13. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda dan keluarga?
Kendalanya paling masih suka berantem sama suami masih sering cekcok, dulu
bahkan hampir pisah tapi untung masih bisa dipertahanin, sayanya belum dewasa
suami sayanya emosian, kadang suka kasian juga sama anak jadi korban. Karena
ekonomi juga, mendidik anak juga
14. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia seperti apa?
Iya saya suruh ngaji saya suruh belajar, suruh sekolah
15. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak anda?
Saya ajarin ngaji juga kalo dirumah, kasih tau mana yang benar mana yang tidak
dalam agama
16. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Tidak begitu sih, selama ini sih masih bisa saya ajarin
17. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda sendiri atau orang
lain?
Saya sama guru ngaji
18. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda mampu/memangani
pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang menangani?
Mampu
19. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar melakukan
pernikahan usia dini seperti anda?
Tidak
20. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi dalam rumah
tangga selama pernikahan?
Permasalahannya ya itu masih suak berantem sama suami belum bisa ngontrol
emosi masih belum dewasa ekonomi juga kadang jadi penyebab utama
pertengkaran
Karawang, 12 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Wiwin
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Waridah
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Umur : 31
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Jumlah Anak : 2
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Tuntutan orang tua, ngga punya biaya
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
Iya
3. Apa alasan anda menikah di usia dini?
Tuntutan orang tua udah ngga ada biaya supaya bisa bantu-bantu orang tua, kalo
nikah kan udah ada yang biayain
4. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah usia dini?
tidak
5. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan orang
tua/dijodohkan?
Pilihan sendiri
6. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan dini?
Iya
7. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Iya ekonomi, keluarga saya serba kekurangan kalo apa-apa juga masih suka
ngutang ke tetangga
8. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Sama saja
9. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja ngurus rumah
10. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua anda?
Awalnya iya tapi sekarang udah punya rumah sendiri, rumahnya deket sama
mertua tetanggaan
11. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban perekonomian
keluarga anda?
Setelah dijalani justru tidak bisa dikatakan bekurang, memang berkurang tapi
ketika ada anak kebutuhan tambah banyak juga tambah susah juga
12. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Sudah 18 tahun jalan
13. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda dan keluarga?
Yang paling dirasa sih ya ekonomi
14. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia seperti apa?
Saya suruh sekolah sama ngaji anak yang pertama udah gede udah 16 tahun
disuruh sekolah ngga mau saya juga ngga bisa maksa karena ngga punya uang
juga buat nyekolahin jadi dia pergi melaut, anak yang gede ya udah ngga ngaji
udah ngga mau ngaji, yang kecl mah saya suruh ngaji mau dia
15. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak anda?
Nitipin ke guru ngaji saya ngga ngajarin ngga bisa sih
16. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Iya susah
17. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda sendiri atau orang
lain?
Orang lain saya ngga bisa ngajarin
18. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda mampu/memangani
pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang menangani?
Tidak guru ngaji
19. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar melakukan
pernikahan usia dini seperti anda?
tidak
Karawang, 12 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Waridah
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Sutiah
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Umur : 29
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : tidak tamat SD
6. Jumlah Anak : 2
B. Pertanyaan
1. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Sudah pengen nikah, dirumah tidak ada kerjaan nganggur tidak melanjutkan
sekolah juga jadi ya menikah saja
2. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
Iya
3. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah usia dini?
tidak
4. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan orang
tua/dijodohkan?
Iya dengan pilihan sendiri
5. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua anda?
Awalnya orang tua ngga ngijinin karena saya masih belum dewasa pada saat itu,
tapi karena saya memaksa akhirnya merestui
6. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan dini?
Tidak ada
7. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Ngga tau ya, yang jelas sih mau sendiri gitu
8. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Lebih ada kerjaan, ngurus rumah, ngurus anak sama suami
9. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja
10. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua anda?
Iya masih sama mertua
11. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban perekonomian
keluarga anda?
Iya sih sedikit
12. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Kurang lebih 15 tahun jalan lah
13. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda dan keluarga?
Kendala yang sering dialami karena tinggalnya masih bareng sama mertua sering
salah paham. Ekonomi juga kadang memicu pertengkaran, pernah saya dan suami
ribut besar yang ujungnya saya lebih memilih pergi balik ke rumah orang tua
saya, suami saya saat itu ngga tau karena dia pergi ke laut. Pas suami saya pulang
saya dijemput suruh balik lagi awalnya saya ngga mau udah kepengen pisah ngga
kuat, mungkin karena saya juga masih belum dewasa masih egois jadi belum bisa
mikir panjang. Terus pas saya tau saya hamil akhirnya mau ngga mau saya balik
lagi sama suami saya.
14. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia seperti apa?
Iya saya suka suruh ngaji sama sekolah
15. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak anda?
Kalo anak saya minta ajarin kalo ada pr ya saya bantuin kalo ngga ya biasa aja
gitu
16. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Gampang gampang susah sih
17. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
Ya dia tau sih kan diajarin sama guru ngajinya
18. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda sendiri atau orang
lain?
Orang lain
19. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda mampu/memangani
pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang menangani?
Sebenernya tidak, guru ngaji
20. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar melakukan
pernikahan usia dini seperti anda?
Tidak sama sekali
Karawang, 12 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Sutiah
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
C. Identitas Responden
7. Nama : Dahlia
8. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga/ Ngupas Rajungan
9. Umur : 28 Tahun
10. Agama : Islam
11. Pendidikan Terakhir : SD
12. Jumlah Anak : 1 Usia 8
D. Pertanyaan
26. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Ngeliat temen-temen udah pada nikah jadi pengen nikah juga
27. Apakah anda menikah karena keinginan sendiri?
iya
28. Apa alasan anda menikah di usia dini?
Kalo disini rata-rata pada nikah sih jadi saya ya ikutan yang lain, temen-temen
saya juga pada bilang udah nikah aja enak ada yang bantuin katanya, jadi saya
tertarik ya nikah juga
29. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah usia dini?
tidak
30. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan orang
tua/dijodohkan?
31. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain anda? Jika ada
siapa?
Iya ada banyak, ibu saya, adik-adik saya juga nikah masih muda
32. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua anda?
33. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan dini?
34. Apakah anda di nikahkan karena factor ekonomi, budaya, dll?
Iya faktor lingkungan mungkin
35. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Tidak ada biasa aja paling bedanya sekarang kemana-mana ada yang nemenin
apalagi pas udah ada anak
36. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah sama anak kadang kalo ada rajungan ya suka ngupas rajungan buat
nambahin penghasilan
37. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua anda?
Iya pas awal-awal pernikahan. Sekarang udah ada rumah sendiri ya walaupun
begitu yang penting ngga keujanan kalo ujan, ngga kepanasan kalo panas
38. Apakah menurut anda setelah menikah bisa mengurangi beban perekonomian
keluarga anda?
Tidak tambah beban kebutuhan tambah banyak bukan untuk kita berdua untuk
anak juga
39. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
Kurang lebih 13 tahun
40. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda dan keluarga?
Ekonomi sulit, kebutuhan banyak pemasukan sedikit. Jarang ngajarin anak ngaji
biasanya sama guru ngaji aja, saya ngga bisa ngaji
41. Apakah anda memperhatikan pendidikan agama anak anda? Jika ia seperti apa?
Iya disuruh ngaji ke guru ngaji
42. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak anda?
Kalo anak saya nanya yasaya jawab yang saya bisa kalo ngga nanya ya saya tidak
memberikan pendidikan apa-apa, saya bingung mau kasih pendidikannya gimana
orang saya aja ngga bisa.
43. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Sebenernya iya tapi saya terus berusaha buat memberikan yang terbaik buat anak
saya
44. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda mampu/memangani
pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang menangani?
Tidak guru ngaji
45. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar melakukan
pernikahan usia dini seperti anda?
Tidak jangan sampe, cukup saya
46. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi dalam rumah
tangga selama pernikahan?
Ya rumah tangga kadang seneng kadang sedih, seneng kalo punya duit anak
nurut, sedih kalo ngga punya duit terus anak rewel minta sesuatu terus saya ngga
bisa nurutin.
47. Apakah anda mencatatkan pernikahan di KUA?
*Jika tidak
a. kenapa anda melakukan pernikahan uisa dini?
b. apakah umur anda tidak cukup untuk mendaftarkan di kua sehingga memilih
melakukan pernikahan secara sirri?
*Jika Ia
a. kenapa diperbolehkan mendaftarkan pernikahan anda di KUA padahal umur
anda belum mencukupi?
Karawang 14 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Dahlia
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PELAKU
PERNIKAHAN USIA DINI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usia dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
E. Identitas Responden
13. Nama : Meli
14. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
15. Umur : 20
16. Agama : Islam
17. Pendidikan Terakhir : SD
18. Jumlah Anak : 1
F. Pertanyaan
48. Kenapa anda melakukan pernikahan usia dini?
Kecelakaan hamil diluar nikah, jadi ya mau ngga mau kudu nikah, kasian sama
anak nanti kalo lahir ngga ada bapaknya, sama malu juga sama tetangga sama
masarakat sekitar kalo nanti lahiran ngga ada bapaknya.
49. Pernahkah anda mendengar atau membaca dampak dari menikah usia dini?
tidak
50. Apakah anda menikah dengan orang pilihan anda atau pilihan orang
tua/dijodohkan?
Iya dengan pilihan sendiri
51. Adakah di dalam keluarga anda ada yang menikah dini selain anda? Jika ada
siapa?
Iya ada, ibu saya dan kakak-kakak saya
52. Apakah pernikahan anda mendapatkan persetujuan oleh orang tua anda?
Iya mau ngga mau disetujuin anaknya udah mau lahiran
53. Adakah dorongan dari orang tua anda untuk melakukan pernikahan dini?
Tidak sama sekali
54. Adakah perubahan yang anda alami setelah menikah?
Langsung ada anak dan sudah ngga bisa main-main lagi
55. Setelah anda menikah apa yang anda kerjakan?
Dirumah saja ngurus anak
56. Apakah setelah menikah anda masih tinggal dengan orang tua anda?
Iya masih
57. Kenapa bisa terjadi hal seperti itu (hamil diluar nikah)?
Pacarannya kebablasan kayanya sih, saya aja ngga sadar pergaulannya udah gini
saya juga bingung kenapa bisa terjadi. Pas udah terjadi saya nyesel
58. Sudah berapa lama anda berumah tangga?
5 tahun jalan berati karena pas ada anak, anak kan sekarang udah 5 tahun jalan
juga
59. Selama berumah tangga kendala apa saja yang dialami oleh anda dan keluarga?
Apa ya…paling ekonomi, terus saya kadang suka risih masih pengen main tapi
sekarang kan ada anak ngga sebebas dulu
60. Bagaimana anda memberikan pendidikan agama islam untuk anak anda?
Iya gimana ya saya titipin aja ke guru ngaji biar guru ngaji yang ajarin agama
61. Apakah anda kesulitan dalam memberikan pendidikan untuk anak anda,
khususnya pendidikan agama islam?
Sebenernya ia, saya kan kadang ngga ada waktu juga
62. Bagaimana pengetahuan agama anak anda?
lumayan
63. Siapakah yang mengajarkan agama kepada anak anda? Anda sendiri atau orang
lain?
Orang lain
64. Dengan pendidikan anda yang minim apakah anda mampu/memangani
pendidikan agama anak? Jika tidak siapa yang menangani?
Tidak, orang lain guru ngaji
65. Apakah anda mengingikan anak anda nanti kelak ketika besar melakukan
pernikahan usia dini seperti anda?
tidak
66. Permasalahan-permasalahan apa saja yang biasanya sering terjadi dalam rumah
tangga selama pernikahan?
Selama ini sih paling masalah ekonomi, sama kudu bisa ngontrol emosi sama
keinginan seneng-seneng tuh masih suka ada. Kadang masih suka berantem sama
suami cuma karena hal-hal kecil, sama iya kadang suka bingung mau ngajarin
anak agama gimana ya ahirnya suruh ngaji ke orang lain.
Karawang, 15 September 2018
Pelaku Pernikahan Usia Dini
Meli
LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU NGAJI
Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Pendidikan Agama Islam Anak dalam
Keluarga (Studi Kasus di Kampung Pasir Putih, Sukajaya, Cilamaya Kulon,
Karawang)
Wawancara ini bertujuan untuk mencari data tentang dampak apa yang
ditimbulkan dari pernikahan usai dini bagi anak dalam keluarga pasangan usia dini
tersebut. Wawancara ini bersifat tentative, karena dalam pelaksanaannya pertanyaan
dalam wawancara bisa berubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
A. Identitas Responden
1. Nama : Barkah
2. Pekerjaan : ibu rumah tangga dan guru ngaji
3. Umur : 40 tahun
4. Agama : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SMP Pesantren
B. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama mengajar ngaji dilingkungan ini?
Sudah hamipr 22 tahun sejak anak pertama saya masih kecil hingga sekarang
sudah berumur 22 tahun masih ngajar. Awalnya saya cuma ngajarin anak saya,
tapi lama kelamaan banyak anak yang ikut ngaji, karena disini banyak
orangtuanya yang tidak bisa ngaji dan memberi pendidikan agama kepada anak
makanya ia titipin ke saya buat ngajarin anak mereka.
2. Apa saja kesulitan dalam mengajarkan agama kepada anak?
Kesulitannya paling susah diatur namanya juga anak-anak, mereka juga tidak
segan berkata kasar, padahal terus saya bilangin kalo tidak boleh berkata kasar
apalagi ekpada orang tua. terus suka lama buat nangkep pelajaran karena satu-
satunya sumber belajar hanya saya tidak dibantu orang tuanya, padahal
orangtuanya sebenarnya juga harus bisa mengajarkan kepada anak agar anak
setelah mengaji disini bisa diajarin lagi dirumah atau istilah katanya mah ngulang
agar ingatan anak tuh kuat.
3. Apa saja yang anda ajarkan kepada anak didik anda?
Ngaji iqro sama juzamma, saya juga ngajarin doa-doa sehari hari seperti doa
keluar rumah, doa untuk kedua orang tua, menghapal nama-nama nabi, malaikat
dan tugasnya, ngajarin akhlak juga bagaimana bersikap sama orang tua
4. Apakah ada batasan umur untuk ngaji dengan ibu?
Sama sekali tidak siapapun boleh ngaji, tapi kebanyakan anak-anak kecil dari
umur 4 tahun sampai yang paling besar umur 10 tahun. Anak anak sekitar sini
kalo udah masuk sekolah SMP udah ngga mau ngaji, alasannya malu katanya
udah gede.
5. Lalu yang anak yang tidak mau ngaji ini apa yang mereka lakukan?
Kerjaannya ya nongkrong bareng-bareng temen seusianya
6. Untuk ngaji waktunya kapan saja bu?
Karena banyaknya anak dan tempat saya terbatas saya bagi menjadi 2 sesi. Sesi
yang pertama yaitu setelah ashar untuk anak anak kecil yang usia 4-7 tahun dan
sesi kedua setelah magrib untuk anak yang sudah agak besar.
7. Untuk mencapai tujuan pembelajaran apakah ibu punya kurikulum atau cara
mengajar tertentu?
Tidak ada sama sekali, ngaji ya ngaji saja, saya paling harus mengingat kemarin
saya ngajar apa terus hari ini lanjutkan pelajaran yang kemaren itu-itu saja tidak
ada kurikulum dan yang lainnya.
Karawang, 20 Agustus 2018
Guru Ngaji
Barkah
LAMPIRAN
DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN
Kegiatan Ibu-ibu kampung Pasirputih
mengupas Rajungan
Wawancara dengan Guru Ngaji
Wawancara dengan informan ke-1 Wawancara dengan informan ke-2
Wawancara dengan informan ke-3 Wawancara dengan informan ke-4
Wawancara dengan informan ke-5 wawancara dengan informan ke-6
Wawancara dengan informan ke-7 Wawancara dengan informan ke-8
Wawancara dengan informan ke-9 Wawancara dengan informan ke-10
Wawancara dengan informan ke-11 Wawancara dengan informan ke-12
PROFIL PENULIS
Umi Hani lahir di Karawang pada Rabu, 5 Februari 1997.
Penulis yang akrab dipanggil Hani ini merupakan anak pertama dari
dua bersaudara, dari pasangan Bapak Kartomo dan Ibu Barkah. Saat ini
penulis tinggal di Kosan Sahal, Jl. Semanggi II No.26 RT.002/RW.03,
Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.
Penulis pernah menjadi pelajar di TK/TPA Al Khoeriyah, Karawang
(2001-2002), MI Al Khoeriyah, Karawang (2002-2008), MTsN.
Babakan Ciwaringin, Cirebon (2008-2011), MAN. Buntet Pesantren,
Cirebon (2011-2014). Gadis berusia 21 tahun ini memiliki hobi
membaca novel, menonton drama korea, dan berekreasi.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah, penulis melanjutkan studi
ke Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di Jurusan Pendidikan Agama Islam
pada tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis memiliki pengalaman mengajar privat dan
bimbel bidang studi PAI di beberapa lembaga. Ia juga aktif di organisasi kedaerahan, KMIK
(Keluarga Mahasiswa Islam Karawang) Jakarta, dan pernah menjabat sebagai Anggota Bidang
Departemen Kependidikan di HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) PAI pada periode
kepengurusan 2014/2015.