PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3....

101
PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK DALAM ADAT BETAWI (Telaah Etnografi Hukum Islam di Kelurahan Pondok Karya Tangerang Selatan) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh Hendrawan NIM: 1111044100049 KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (SAS) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Transcript of PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3....

Page 1: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

PR O BLE MATI KA PE R N I KAH AN MEL A N GKAH I KAKA K

D A LA M A D AT BET AW I

(Telaah Etnografi Hukum Islam di Kelurahan Pondok Karya Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh

Hendrawan

NIM: 1111044100049

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (SAS)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2015 M

Page 2: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 3: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 4: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

iii

ABSTRAK

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam adat

perkawinan pada masyarakat Pondok Karya Tangerang Selatan terdapat adat yang

apabila seseorang ingin menikah akan tetapi terdapat kakaknya yang belum

menikah, maka orang itu harus menunggu kakaknya menikah terlebih dahulu atau

dapat menikah mendahului kakaknya dengan syarat orang yang ingin melangkahi

kakaknya harus memberikan sesuatu berupa uang atau barang kepada kakaknya.

Menurut tokoh adat bahwa pelangkah itu diharuskan, untuk menjaga

hubungan baik kepada kakaknya. Namun jika pelangkah itu memberatkan atau

menghalangi adiknya untuk menikah, tokoh adat mengungkapkan bahwa hal itu

tidak dibenarkan karena pelangkah tidak bisa diminta dengan nominal tertentu

atau barang tertentu, hanya kesadaran adiknya saja. Sejalan dengan pendapat

tokoh adat, tokoh ulama mengungkapkan bahwa pelangkah boleh saja

diberlakukan atas dasar kaidah العاده عدوه akan tetapi hal itu tidak menjadi

sebuah keharusan.

Sumber data primer diperoleh dari wawancara dan sumber data sekunder

diperoleh dari buku-buku, majalah, jurnal-jurnal, dll. Jenis penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (Field Research).

Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan deskriptif kualitatif.

Pengumpulan data yang dilakukan penulis untuk mendapatkan dan memahami

gambaran serta realita yang ada, penulis menggunakan teknik pengumpulan data

dengan wawancara, observasi dan dokumen. Dari data yang telah terkumpul

kemudian penulis analisis dengan menggunakan metode deskriptif.

Berdasarkan data hasil penelitian, dapat penulis simpulkan bahwa adat

pernikahan melangkahi kakak dapat dilestarikan karena adat pernikahan

melangkahi kakak ini selain sebagai simbol identitas bangsa, dapat juga sebagai

bentuk penghormatan kepada kakak yang akan dilangkahi dan sebagai penjaga

hubungan baik keluarga. Meskipun harus tetap dilestarikan, akan tetapi harus ada

penyaringan dan penyesuaian dengan fikih agar tidak ada pertentangan antara adat

dengan fikih.

Beberapa masalah adat pelangkah yang harus disaring dan disesuaikan

dengan fikih diantaranya yaitu mengenai penghalangan nikah dari kakaknya

kepada adiknya yang ingin menikah. Menghalangi adiknya untuk menikah itu

tidak dibenarkan dalam adat dan di dalam fikih itu dapat diharamkan karena dapat

menimbulkan banyak kemudharatan. Selain itu hal yang memberatkan dan

menyusahkan seseorang untuk menikah harus dihapuskan juga, Kakak yang akan

dilangkahi harus dapat menerima apapun pemberian adik sebagai permohonan

izin untuk menikah. Tidak boleh memaksakan kemampuan adik dan tidak boleh

memberatkan permintaan kepada adik.

Page 5: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 6: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

vii

بسم اهلل الرحمن الرحيم KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah

memberikan penulis banyak sekali rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Solawat beriring salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi

terakhir serta manusia yang paling mulia.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah

banyak membantu penulis baik dari segi moril maupun materil. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, S.Ag., MA., Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Kamarusdiana, S.Ag., M.H., Ketua Program Studi Hukum Keluarga

yang selalu memberikan pelayanan terbaik serta motivasi-motivasi kepada

penulis.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga yang

selalu memberikan pelayanan terbaik.

4. Bapak H. M. Riza Afwi, Lc., MA., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

meluangkan waktu, tenaga serta fikirannya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Perpustakaan Umum, Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Serta Lembaga Kebudayaan Betawi yang telah membantu

dalam menyediakan bahan-bahan referensi skripsi ini.

Page 7: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

vii

6. Dr. H. Supriyadi Ahmad, MA., Dosen Pembimbing Akademik yang telah

meluangkan waktu, tenaga serta fikirannya untuk membimbing serta

memotivasi penulis.

7. Bapak H. Muslih dan Bapak Drs. KH. Hasanuddin, MM, yang telah

meluangkan waktu dan fikirannya untuk menjadi narasumber skripsi ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Lingkungan Program Studi Hukum

Keluarga yang dengan sabar telah memberikan ilmu-ilmu kepada penulis.

9. Secara Khusus penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada

Ayahanda Nasan dan Ibunda Sariyah yang telah memberikan dukungan moril

serta materil, yang senantiasa dengan tulus memberikan motivasi dan

bimbingan serta mendoakan penulis.

10. Kakak tercinta Santi dan Anih yang telah memberikan dukungan moril

maupun materil. kepada keluarga besar penulis yang senantaiasa motivasi.

11. Sahabat-sahabat Peradilan Agama 2011, khususnya untuk sahabatku Andi

Asyraf, Rudi Niyarto, Nadia Nur Syahidah, Mujahidah, Lilis Sumiyati, Savira

Maharani, Epi Yulianti, Triana Apriyanita, Kamelia Sari, M. Irpan, M. Hira

Hidayat, Taufiq rahman dan Samsul Bahri. Yang telah memberikan semangat

untuk penulis.

12. Kanda-kanda dan yunda-yunda Program Studi Hukum Keluarga Bang Fajrul,

Kak Novita, Kak Nita, Bang Jejen, Kak Wiwin, Kak Aulia, Kak Eka, Kak

Dita dan Kak Lulu. Yang telah memberikan penulis pengalaman yang tak

terlupakan.

Page 8: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

vii

13. Adinda-adinda Program Studi Hukum Keluarga khususnya Ricky, Habibi,

Dira, Eka, Tiqoh, Reza, Lia Ipeh, Aisyah, Zulfa, Jamil, Amalkan, Anisa

Mutiara, Eno, Mella, Fahra, The Barbies, Nina, Mutia dan Harum yang telah

memberikan pengalaman serta semangat kepada penulis.

14. Sahabat-sahabatku Filah Apriliani, Herman Bachtiar, Edi Laras Kasman,

Teman-Teman Bina Karya serta Teman-Teman Ikrab. Yang telah

memberikan dukungan dan semangat.

15. Tak terlupakan pula terimakasih kepada semua yang telah berjasa membantu

dalam pembuatan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

namun tidak mengurangi rasa terimakasih penulis yang sebesar-besarnya.

Semoga segala kebaikan dan sumbangsinya dicatat sebagai amal ibadah

dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 06 Sya’ban 1436 H.

24 Mei 2015 M.

Page 9: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN BIMBINGAN ...................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ii

ABSTRAK ........................................................................................................ iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 6

D. Review Studi Terdahulu ...................................................... 8

E. Metode dan Tehnik Penelitian ............................................. 10

F. Sistematika Penulisan .......................................................... 13

BAB II PERNIKAHAN MENURUT FIKIH DAN HUKUM

POSITIF

A. Pengertian Pernikahan ......................................................... 14

B. Syarat dan Rukun Pernikahan ............................................. 18

C. Dasar Hukum Pernikahan .................................................... 25

D. Larangan Pernikahan ........................................................... 30

E. Tujuan dan Hikmah Pernikahan .......................................... 34

BAB III PROFIL KELURAHAN PONDOK KARYA

TANGERANG SELATAN

Page 10: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

ix

A. Kondisi Geografis, Ekonomi dan Sosial .............................. 39

B. Tata Cara Pernikahan Adat Betawi ...................................... 45

BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT

ADAT BETAWI

A. Pengertian Pernikahan Melangkahi Kakak .......................... 56

B. Melangkahi dalam Adat, Fikih dan Hukum Positif ............. 57

C. Melangkahi Menurut Ulama dan Tokoh Adat Betawi ......... 63

D. Analisis Penulis .................................................................... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 70

B. Saran-Saran .......................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 74

LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 78

1. Profil Kelurahan Pondok Karya Kecamatan Pondok Aren Tangerang

Selatan.

2. Wawancara dengan Ulama Tentang Pandangan Islam Mengenai Pelangkah

3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat.

Page 11: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Sejak

lahir di dunia, manusia telah bergaul dengan manusia lain di dalam wadah

yang bernama masyarakat.1 Pergaulan dengan manusia lain itu dinamakan

sebagai proses sosial. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik

antara berbagai segi kehidupan bersama.2

Masyarakat terbentuk mulai dari individu-individu membentuk

suku-suku, kemudian suku-suku membentuk menjadi berbangsa-bangsa.

Hal demikian sudah dijelaskan oleh Allah SWT di dalam firmannya surat

Al-Hujurat ayat 3. Dari ayat itu terlihat jelas bahwa Allah menciptakan

manusia beraneka ragam dan dipersatukan menjadi satu kesatuan dengan

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk membentuk kehidupan

bersama. Di dalam kehidupan bersama, ia harus berbicara dan berbuat

untuk mengembangkan kehidupan bersama selanjutnya.3

Harus ada norma yang harus dipatuhi dalam kehidupan bersama,

norma-norma melekat kuat sebagai fakta di dalam realitas.4 norma-norma

1 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal.

1.

2 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, hal. 65

3 Hilman Hadikusuma, Hukum Ketatanegaraan Adat, (Bandung: Alumni, 1981), hal. 9.

4 Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, Penerjemah: Nurulita Yusron, (Bandung:

Nusa Media, 2009), cet. 2, hal. 214.

Page 12: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

2

tersebut dibuat menjadi hukum di dalam kehidupan bersama ditengah

masyarakat, hukum adat yang merupakan kongkritisasi dari pada

kesadaran hukum. Karena hukum akan efektif apabila mempunyai basis

sosial yang relatif kuat. Artinya hukum adat tersebut dipatuhi oleh warga

masyarakat secara sukarela. Namun tidak selalu hukum adat merupakan

hukum yang sebanding atau adil.5

Indonesia adalah satu negara kepulauan di Asia Tenggara yang

wilayahnya sangat luas, dari Sabang sampai Merauke, dengan

penduduknya yang terdiri atas berbagai suku bangsa (etnis) dengan

bahasa, adat-istiadat dan budaya yang berbeda.6 Adat dapat dijumpai

dalam setiap bentuk kehidupan sosial.7

Adat kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai

yang dianggap oleh masyarakat tersebut. Nilai-nilai tersebut diketahui,

dipahami, disikapi, dan dilaksanakan atas dasar kesadaran masyarakat

tersebut.8 Sikap-sikap yang mendasar dan umum yang membentuk nilai-

nilai yang disepakati diantara anggota-anggota masyarakat.9

5 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),

hal. 338-340.

6 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta:

Masup, 2012), hal. v

7 Roberto M. Unger, Teori Hukum Kritis, Penerjemah: Dariyatno dan Derta Sri

Widowatie, (Bandung: Nusa Media, 2008), cet. 2, hal. 65.

8 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan

Masalah-Masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. 2, hal. 78.

9 Peter Worsley, Pengantar Sosiologi: Sebuah Pembanding, Jilid 2, Penerjemah: Hartono

Hadikusumo, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992), hal. 248.

Page 13: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

3

Nilai-nilai memainkan peranan yang sangat penting di dalam

kehidupan sosial.10 Hukum selalu mengadopsi nilai-nilai yang tumbuh dan

berkembang di masyarakat, termasuk nilai-nilai adat.11 Apabila terjadi

pelanggaran terhadap hukum adat, maka yang mengadili adalah

pengadilan adat yang bersangkutan.12

Mengenai adat, Islam sudah mengaturnya karena di dalam

kehidupan tiap gerak berawal dari agama, berujung pada kebudayaan.13

Adat sudah diatur oleh agama di dalam kaidah fiqhiyyah yang

menjelaskan bahwa adat kebiasaan dapat dijadikan pertimbangan hukum.

Dalam kaidah itu Islam hanya memberikan patokan dasar yang masih

umum dan global. Perinciannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan

manusia.14

Adat yang banyak berkembang di masyarakat dan diatur dalam

hukum adat setiap daerah yaitu hukum adat mengenai perkawinan atau

pernikahan. Tata tertib adat perkawinan antara masyarakat adat yang satu

berbeda dengan masyarakat adat yang lain. Dikarenakan perbedaan tata

10

Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Penerjemah: Daniel Dhakidae, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2000), cet. 8, hal. 12.

11 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga di Dunia Islam Kontemporer, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. 1, hal. 1.

12 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990),

cet. 4, hal. 14-15.

13 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1976), hal. 127.

14 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, (Jakarta: Wahana Semesta Intermedia, 2012), cet. 2, hal. 15.

Page 14: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

4

tertib adat, maka seringkali dalam menyelesaikan perkawinan antar adat

menjadi berlarut-larut, bahkan kadang-kadang tidak tercapai kesepakatan

antar kedua pihak dan menimbulkan ketegangan.15

Islam juga telah membahas mengenai tata cara pernikahan secara

rinci. Berpasang-pasangan merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh

Allah SWT.16 Pernikahan di dalam Islam merupakan suatu cara yang

dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk

berkembang biak dan melestarikan hidupnya.17 Tidak hanya itu,

pernikahan juga memiliki unsur-unsur ibadah. Pernikahan dapat menjaga

kehormatan diri sendiri dan pasangan agar tidak terjerumus ke dalam hal-

hal yang diharamkan.18 Melaksanakan perkawinan berarti melaksanakan

sebagian dari ibadah dan berarti pula telah menyempurnakan sebagian dari

agama.19

Adat pernikahan yang masih ada hingga saat ini diperlihatkan oleh

adat pernikahan masyarakat Betawi. Sebagai suatu kelompok etnik,

masyarakat etnik, Masyarakat Betawi pun memiliki pelbagai atribut

15

As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Kairo: Dar Al-Fath Li al-„Ilami Al-Arabiy, 2000),

hal. 5.

16 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, hal. 12.

17 M. A. Tihami, dkk, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2009), hal. 6.

18 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr, 2004),

hal. 6516.

19 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan

Bintang, 1974), hal. 5.

Page 15: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

5

budaya sendiri sebagai manifestasi keberadaannya, termasuk adat istiadat

dalam perkawinan.20

Tercantum di dalam tata cara pernikahan Adat Betawi apabila

seseorang ingin menikah, akan tetapi terdapat kakaknya yang belum

menikah, maka orang tersebut tidak boleh menikah sebelum kakaknya

menikah atau orang tersebut harus memberikan sesuatu, permintaan dari

kakaknya agar kakaknya dapat memberi izin untuk menikah. Di dalam

adat betawi hal ini dinamakan Pelangkah atau pelangke.21

Pernikahan melangkahi kakak di dalam adat betawi merupakan

penghalangan pernikahan bagi seseorang yang ingin menikah, akan tetapi

di dalam fikih pernikahan melangkahi kakak tidak dinyatakan sebagai

penghalangan nikah.

Melihat dari permasalahan di atas, penulis menganggap perlu

adanya penelitian lebih lanjut bagaimanakah fikih menyikapi

permasalahan hukum adat seperti itu. Dari uraian yang sudah dipaparkan

maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini ke dalam

sebuah skripsi yang berjudul “PROBLEMATIKA PERNIKAHAN

MELANGKAHI KAKAK DALAM ADAT BETAWI (Telaah

Etnografi Hukum Islam di Kelurahan Pondok Karya Tangerang

Selatan)”.

20

Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, (Jakarta: Lembaga

Kebudayaan Betawi, 1994), hal. 1.

21 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, (Jakarta: Wedatama Widya

Sastra, 2008), cet. 1, hal. 47.

Page 16: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Supaya pembahasannya tidak melebar, penulis membatasi

hanya membahas sekitar pernikahan melangkahi kakak menurut

hukum adat dari adat betawi itu sendiri, pembahasan tentang uang

pelangkah yang ada dalam adat apabila ingin menikah melangkahi

kakaknya dan pandangan islam mengenai adat tersebut yang terjadi di

Kelurahan Pondok Karya Tangerang Selatan.

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan apa yang sudah penulis uraikan di atas, maka

penulis merumuskan permasalahan tersebut dalam bentuk pertanyaan

dibawah ini:

a. Bagaimana tata cara pernikahan melangkahi kakak dalam adat

betawi di Kelurahan Pondok Karya, Tangerang Selatan, Banten?

b. Bagaimana pandangan tokoh adat dan ulama Kelurahan Pondok

Karya Tangerang Selatan Banten, terhadap pernikahan melangkahi

kakak?

c. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap pernikahan

melangkahi kakak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan suatu penelitian adalah mengungkapkan secara jelas apa

yang ingin dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan. Dari definisi

tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:

Page 17: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

7

1. Mengetahui tradisi pernikahan Adat Betawi di Kelurahan Pondok

Karya, Tangerang Selatan, Banten.

2. Mengetahui pandangan masyarakat mengenai menghalang-halangi

pernikahan dalam konteks melangkahi kakak.

3. Mengetahui pandangan Hukum Islam mengenai tradisi pernikahan

melangkahi kakak.

Sejalan dengan tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat:

1. Secara teoritis

a. Menambah khazanah ilmu agama Islam mengenai pernikahan.

b. Menambah pengetahuan tentang hukum adat Betawi khususnya

mengenai pernikahan.

c. Memberi bahan masukan dan/atau dapat dijadikan sebagai bahan

kajian lebih lanjut untuk mengembangkan adat khususnya

pernikahan.

2. Secara praktis

a. Menginformasikan masalah-masalah yang timbul dalam

masyarakat mengenai hukum Islam.

b. Memberikan solusi sehubungan dengan permasalah pernikahan

adat.

D. Review Studi Terdahulu

Tinjauan pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan

pokok bahasan penelitian yang akan dilakukan, atau bahkan memberikan

Page 18: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

8

inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian.22

Penulis menemukan

karya, yaitu:

1. Dalam Skripsi Karangan Muhammad Syarif yang berjudul: “Larangan

Melangkahi Kakak Dalam Perkawinan Adat Mandailing (Desa

Sirambas Kecamatan Panyabungan Barat Mandailing Natal)” skripsi

ini menjelaskan proses dan tata cara pernikahan Desa Sirambas

Kecamatan Panyabungan Barat Mandailing Natal dan menjelaskan

mengenai adat pernikahan melangkahi kakak yang ada di daerah itu.

2. Dalam Skripsi Karangan Nur Faizah yang berjudul: “Pernikahan

Melangkahi Kakak Menurut Adat Sunda (Studi di Desa Cijurey

Sukabumi Jawa Barat)” Skripsi ini menjelaskan proses dan tata cara

pernikahan adat sunda di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat dan

menjelaskan mengenai adat pernkahan melangkahi kakak yang ada di

daerah itu.

3. Dalam Skripsi Karangan Ahmad Fauji yang berjudul: “Respon

Masyarakat Kelurahan Pasirputih Kecamatan Sawangan Kota Depok

Terhadap Nikah Dengan Melangkahi Kakak Kandung” Skripsi ini

menjelaskan tanggapan masyarakat Kelurahan Pasirputih Kecamatan

Sawangan Kota Depok mengenai pernikahan dengan melangkahi

kakak kandung.

Pembahasan mengenai pernikahan melangkahi kakak memang

sudah dibahas oleh beberapa skripsi di atas. Pada pembahasan yang akan

22

Huzaemah T. Yanggo, (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta:

IIQ Press, 2011), cet. ke-2, hal. 13

Page 19: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

9

dibahas oleh penulis memang sudah di bahas oleh skripsi nomer 1 dan 2,

akan tetapi penulis akan memaparkan adat istiadat dari suku yang

berbeda. Antara adat istiadat di satu daerah pasti berbeda dengan daerah

yang lain. Adat Sunda dan Mandailing pasti akan memiliki perbedaan

dengan adat Betawi, sehingga nilai-nilai yang terkandung akan berbeda

dan menciptakan sebuah hukum yang berbeda pula. Disebabkan karena

tempat, keadaan dan situasi yang dialami oleh satu daerah dengan daerah

yang lain berbeda.

Perbedaan antara pernikahan melangkahi kakak yang ada di Adat

Betawi dengan Adat Mandailing dan Adat Sunda dari segi tehnik dapat

dilihat dari yang dilangkahi, kalau di dalam Adat Mandailing dan Adat

Sunda berlaku hanya melangkahi kakak perempuan saja, akan tetapi di

dalam Adat Betawi berlaku baik melangkahi kakak perempuan maupun

kakak laki-laki. Kemudian perbedaan hukumnya antara pembahasan yang

penulis bahas dengan pembahasan yang dibahas oleh skripsi nomor 1 dan

2 yaitu penulis membahas melihat dari sisi penghalangan pernikahan

sedangkan pembahasan yang dibahas dalam skripsi nomor 1 dan 2,

melihat dari sisi pelarangan pernikahan.

Sedangkan perbedaan dengan skripsi nomer 3 yaitu sudah jelas

terlihat bahwa skripsi Karangan Ahmad Fauji itu hanya membahas

mengenai tanggapan masyarakat di Kelurahan Pasirputih Kecamatan

Sawangan Kota Depok mengenai pernikahan dengan melangkahi kakak

Page 20: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

10

kandung. Sedangkan yang sekarang akan penulis kaji yaitu pengetahuan

hukum islam mengenai pernikahan melangkahi kakak.

Dilihat dari perbedaan tersebut, maka penulis menganggap

pembahasan ini masih relevan untuk dikaji kembali karena pembahasan

ini masih dalam lingkup kebudayaan yang ada di indonesia. Yang bukan

hanya harus kita lestarikan tetapi juga kita harus mempelajari lebih dalam

apakah bertentangan dengan agama hukum islam atau tidak.

E. Metode dan Tehnik Penelitian

1. Kriteria dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh dari wawancara dengan tokoh

masyarakat dan penduduk Kelurahan Pondok Karya Tangerang

Selatan Banten, Al-Qur‟an, Hadits, serta Undang-undang No. 1

tahun 1974 Tentang Perkawinan. Serta buku-buku dan data lainnya

yang memuat keterangan dan penjelasan seputar tema dan pokok

penjelasan.

b. Data Sekunder

Di dalam penelitian perlu adanya data sekunder untuk

menguatkan. Bahan sekunder berupa buku-buku, makalah seminar,

jurnal-jurnal, laporan penelitian, artikel, majalah, dan koran.

2. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini

merupakan jenis penelitian lapangan (Field Research), yaitu

Page 21: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

11

pengumpulan data langsung di lapangan untuk mendapatkan informasi

mengenai objek penelitian yang akurat dan sesuai keinginan penulis.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis dalam penelitian

ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang merupakan metode

dengan mengamati secara langsung atau menggunakan data-data

berupa gambaran sebenarnya tentang Budaya Pernikahan Adat Betawi

ditinjau dari Perspektif Fiqih.

4. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang dilakukan penulis untuk

mendapatkan dan memahami gambaran serta realita yang ada, penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara yaitu proses tanya jawab secara langsung antara

peneliti dengan informan. Wawancara ini bertujuan untuk memeriksa

kebenaran informasi yang diperoleh sebelumnya.

b. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap objek yang

diteliti. Tujuan observasi ini adalah untuk informasi mengenai objek

penelitian seperti apa yang terjadi pada kenyataannya.

c. Dokumen

Page 22: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

12

Dokumen yaitu sejumlah bahan bukti berupa fakta dan data

yang tersimpan dalam bentuk dokumen. Dapat berbentuk dokumen

pemerintahan atau swasta, dalam bentuk website, dll.

5. Analisis Data

Penulis menggunakan metode deskriptif (deskriptive research)

dalam proses analisa data. Penelitian deskriptif adalah hasil penelitian

yang diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas dan

sistematis.23

Adapun teknik penulisan, penulis merujuk kepada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang

diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.24

F. Sistematika Penulisan

Bab Pertama Tentang Pendahuluan dengan memuat Latar

Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode dan Tehnik

Penelitian dan yang terakhir adalah Sistematika Penulisan.

Bab Kedua Tentang Pernikahan Menurut Fiqih dan Hukum Positif.

Pada bab ini penulis membahas secara umum tentang Pengertian

23

Joko Medikanto, Penetapan Wali Adlal (Studi Kasus Pengadilan Agama Kendal),

Tesis, (Semarang, 2006), hal. 56.

24 Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman

Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan

Hukum, 2012).

Page 23: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

13

Pernikahan, Syarat dan Rukun Pernikahan, Dasar Hukum Pernikahan,

Larangan Pernikahan, Tujuan dan Hikmah Pernikahan.

Bab Ketiga Tentang Profil Kelurahan Pondok Karya Tangerang

Selatan. Membahas tentang Kondisi Geografis, Ekonomi dan Sosial, serta

Tata Cara Pernikahan Adat Betawi.

Bab Keempat Tentang Pernikahan Melangkahi Kakak Menurut

Adat Betawi Membahas tentang Pengertian Pernikahan Melangkahi

Kakak, Melangkahi dalam Adat, Fiqih dan Hukum Positif, Melangkahi

Menurut Ulama dan Tokoh Adat Betawi, serta Analisa Penulis.

Bab Kelima Tentang Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-

saran.

Page 24: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

14

BAB II

PERNIKAHAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Pernikahan

Nikah secara bahasa berasal dari kata al-wath‟u (الىطء) yang artinya

hubungan badan.25

Pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut

dengan dua kata, yaitu nakaha ( حاوك ) dan Zawãj (زواج). Kata na-ka-ha

banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dengan arti kawin.26

Menurut syara‟

nikah artinya akad yang telah terkenal dan memenuhi rukun-rukun serta

syarat-syarat untuk berkumpul.27

Seperti dalam surat An-nisa‟ ayat 3:

هوإن ذم سطىا فيال يرامفاوكحىا ماطابلكمم أال خف رم

دلىا ذع أال خف رم فىاحدج الىساءمث ىوثالزورتاعفئن

Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim,

maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi,

dua, tiga atau empat orang, dan jika kamu takut tidak akan

berlaku adil, cukup satu orang.

Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur‟an

dalam arti kawin, seperti pada surat al-Ahzãb ayat 37:28

25

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta : Pustaka Al-kautsar, 2006), hal. 3

26 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta : Kencana, 2011), Cet. 3, hal. 35

27 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

2004), cet. 3, hal. 224.

28 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, hal. 35

Page 25: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

15

ىاكهالكي ج زو ى هاوطرا الضزي دم اليكىنعلفلم

... عيائهم واجأد مىيهحرجفيأز ال مؤ

Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan (menceraikan)

istrinya; kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada

keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) mantan istri-

istri anak angkat mereka...

Dalam masalah perkawinan, para ahli fiqh mengartikan “nikah”

menurut arti kiasan, mereka berbeda pendapat tentang arti kiasan yang

mereka pakai. Imam Abu Hanifah memakai arti “setubuh” sedang Imam

Asy Syafi`i memakai arti “mengadakan perjanjian perikatan”.29

Arti terminologis dalam kitab-kitab terdapat beberapa rumusan

yang saling melengkapi. Perbedaan perumusan tersebut disebabkan oleh

berbeda dalam titik pandangan. Di kalangan ulama Syafi`iyah rumusan

yang biasa dipakai adalah:30

و التزويجء بلفظ اإلنكاح أباحة الوطعقد يتضمن إل

Akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan

hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau

za-wa-ja.

Ulama golongan Syafi`iyyah ini memberikan definisi sebagaimana

disebutkan di atas melihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan

dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh

29

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal. 11.

30 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, hal. 37.

Page 26: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

16

bergaul sedangkan sebelum akad tersebut berlangsung di antara keduanya

tidak boleh bergaul.31

Para ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa nikah adalah sebuah

akad yang memberikan hak kepemilikan untuk bersenang-senang secara

sengaja. Artinya, kehalalan seorang laki-laki bersenang-senang dengan

seorang perempuan yang tidak dilarang untuk dinikahi secara syariat,

dengan kesengajaan.32

Ulama kontemporer memperluas jangkauan definisi yang

disebutkan ulama terdahulu. Diantaranya sebagaimana yang disebutkan

Dr. Ahmad Ghandur dalam bukunya al-Ahwal al-Syakhsiyah fi al-Tasyri’

al-Islamiy:33

عمديفيدحلالعشرجتيهالرجلوالمرأجتمايحمكمايرماضايالطثع

االوساويمديالحياجويجعللكلمىهماحمىقلثلصاحثوواجثاخ

علي

Akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki

dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam

kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal

balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban.

Al-Maibari mengemukakan definisi akad nikah, sebagai berikut:

akad yang mengandung kebolehan persetubuhan dengan kata nikah atau

31

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, hal. 11

32 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani,

hal. 39.

33 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, hal. 39.

Page 27: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

17

tazwij. Kemudian definisi akad nikah yang dikemukakan oleh muhammad

abu zahra, sebagai berikut: akad yang mengakibatkan hukum halal

pergaulan antara laki-laki dengan perempuan dan pertolongan serta

pembatasan milik, hak dan kewajiban mereka.34

Selain itu, pernikahan juga sudah diatur di dalam hukum positif di

Indonesia. Konsep perkawinan yang paling ringkas tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan

merupakan :35

“ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah-

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.”

Ikatan diartikan sebagai penyatuan dari dua pasang, yaitu pria dan

wanita. Penyatuan itu, meliputi penyatuan lahir dan batin. Subjek dari

ikatan itu, yaitu pria dan wanita. Tujuan adanya ikatan (perkawinan), yaitu

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Suatu keluarga dikatakan

bahagia apabila terpenuhinya dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan

jasmani dan rohani.36

34

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995),

Cet. 1. Hal. 11

35 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative

Civil Law, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014), cet. 1, hal. 145-146.

36 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative

Civil Law, hal. 146

Page 28: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

18

Di samping definisi yang diberikan oleh UU No. 1 Tahun 1974

tersebut di atas, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia memberikan definisi

lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU tersebut, namun bersifat

menambah penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut :37

“pernikahan menurut Islam yaitu akad yang sangat kuat atau

miitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.

Perkawinan merupakan perbuatan ibadah dalam kategori ibadah

umum, dengan demikian dalam melaksanakan perkawinan harus diketahui

dan dilaksanakan aturan-aturan perkawinan dalam Hukum Islam.38

Menurut penulis pernikahan adalah akad yang menimbulkan ikatan lahir

batin antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah keluarga.

B. Syarat dan Rukun Pernikahan

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah). Sedangkan syarat-syarat perkawinan

merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.39

Perkawinan mempunyai

akibat hukum. Adanya akibat hukum ini penting sekali hubungannya

dengan sahnya perbuatan hukum itu.40

37

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, hal. 40

38 Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2010), hal. 275

39 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 45-49.

40 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia,

(Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 5.

Page 29: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

19

Pembahasan mengenai rukun merupakan masalah yang serius

dikalangan fuqoha.41

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqoha,

perbedaan dikalangan ulama yang perbedaan ini tidak bersifat substansial.

Perbedaan diantara pendapat tersebut disebabkan oleh karena berbeda

dalam melihat fokus perkawinan itu.42

Abdurrahman al-Jazîrî menyebutkan yang termasuk rukun adalah

al-ijab dan al-qabul karena tidak ada nikah tanpa ada keduanya. Sayyid

Sabiq juga menyimpulkan rukun nikah terdiri dari ijab dan qabul,

sedangkan yang lain termasuk ke dalam syarat.43

Menurut ulama Hanafiyah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang

terkadang berhubungan dengan shigat, berhubungan dengan dua calon

mempelai dan berhubungan dengan kesaksian. Menurut Syafi`iyyah

melihat syarat perkawinan itu ada kalanya menyangkut sighat dan wali

calon suami-isteri. Berkenaan dengan rukunnya, bagi mereka ada lima

syarat yaitu calon suami-istri, wali, dua orang saksi dan sighat.44

Ulama Malikiah berpandangan rukun nikah ada lima yaitu wali,

mahar, calon suami-isteri, dan sighat.45

Semua ulama sependapat dalam

hal-hal yang terlibat dan yang harus ada dalam suatu perkawinan adalah:46

41

Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2007), hal. 4.

42 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, hal. 59

43 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, hal. 4.

44 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, hal. 4-5.

45 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, hal. 5.

Page 30: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

20

a. Calon suami dalam keadaan muslim, merdeka, berakal, benar laki-

laki, adil, tidak beristri empat, tidak memiliki hubungan mahram

dengan calon istri, dan tidak sedang berihram.47

b. Calon istri beragama Islam atau ahli kitab, terang bahwa ia wanita

bukan khunsa (banci), wanita itu tentu orangnya, halal bagi calon

suami, wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih

dalam „iddah, tidak dipaksa/ikhtiyar dan tidak dalam keadaan ihram

haji atau umrah.48

c. Shighat (Ijab dan Qobul) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan.49

Lafadz ijab qobul bukan kata-kata kiasan, lafadz ijab qobul tidak

dikaitkan dengan syarat tertentu yang dilarang agama, lafadz ijab

qobul harus terjadi pada suatu majelis dan harus segera di ucapkan

setelah ijab.50

d. Wali dalam pernikahan, harus memiliki 6 syarat berikut: islam, baligh,

sehat akalnya, merdeka, laki-laki dan adil.51

e. Dua orang saksi dalam kondisi muslim, baligh, berakal, merdeka,

laki-laki, adil, pendengaran dan penglihatannya sempurna, memahami

46

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, Hal. 59

47 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Hal. 47

48 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 54-55.

49 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal. 382-383.

50 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Hal. 47

51 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, hal. 233.

Page 31: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

21

bahasa yang diucapkan dalam ijab dan qobul dan tidak sedang

ihram.52

Hukum positif juga telah mengatur mengenai rukun dan syarat

pernikahan. Syarat-syarat sahnya perkawinan telah ditentukan di dalam

Kitab Undang-Undang Perdata. Ada dua syarat sahnya perkawinan,

yaitu:53

a. Syarat materiil, dan

b. Syarat formil

Syarat materiil, yaitu syarat yang berkaitan dengan inti atau pokok

dalam melangsungkan perkawinan. Syarat ini dibagi dua macam, yaitu:54

a. Syarat materiil mutlak, dan

b. Syarat materiil relatif

Syarat materiil mutlak, yaitu syarat yang berkaitan dengan pribadi

seseorang yang harus diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada

umumnya.55

Syarat itu disajikan berikut ini:56

a. Asas Monogami Mutlak (Pasal 27 BW)

b. Persetujuan kedua belah pihak (Pasal 28 BW)

52

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Hal. 47

53 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative

Civil Law, hal. 147.

54 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative

Civil Law, hal. 147.

55 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative

Civil Law, hal. 147.

56 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, hal 7.

Page 32: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

22

c. Mencapai batas umur tertentu, untuk laki-laki berumur 18 tahun

sedangkan wanita berumur 15 tahun (pasal 29 BW)

d. Lewat masa tunggu bagi wanita yang ingin menikah lagi, yaitu 300

hari (Pasal 34 BW)

e. Memperoleh izin kawin (Pasal 35 BW)

Syarat materiil relatif, yaitu ketentuan yang merupakan larangan

bagi seseorang untuk kawin dengan orang tertentu. Larangan itu ada tiga

macam, yaitu:57

a. Larangan kawin dengan orang yang sangat dekat dalam hubungan

kekeluargaan sedarah dan karena perkawinan.

b. Laranga kawin karena zinah; dan

c. Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya

perceraian, jika belum lewat waktu satu tahun.

Syarat formil adalah syarat yang berkaitan dengan tata cara atau

prosedur didalam pelaksanaan perkawinan. Syarat ini dibagi dua tahapan,

yaitu: 58

a. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan

dilangsungkan; dan

b. Syarta-syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan

dilangsungkannya perkawinan.

57

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata : Comparative

Civil Law, hal. 148.

58 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata : Comparative

Civil Law, hal. 148.

Page 33: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

23

Syarat sahnya perkawinan juga diatur dalam pasal 6 sampai dengan

pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di

dalam ketentuan itu ditentukan dua syarat untuk dapat melangsungkan

perkawinan, yaitu: 59

a. Syarat intern, dan

b. Syarat ekstern.

Syarat intern, yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan

melaksanakan perkawinan. Syarat-syarat intern itu meliputi: 60

a. Persetujuan dua belah pihak;

b. Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai umur 21 tahun;

c. Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun. Pengecualiannya

dispensasi dari pengadilan atau camat atau bupati;

d. Kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin;

e. Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus lewat masa tunggu

(iddah).

Syarat ekstern, yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitas-

formalitas dalam pelaksanaan perkawinan. Syarat-syarat itu meliputi: 61

a. Harus mengajukan laporan ke P3NTR (Pegawai Pencatatan Nikah

dan Talak);

59

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata : Comparative

Civil Law, hal. 149.

60 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata : Comparative

Civil Law, hal. 149.

61 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata : Comparative

Civil Law, hal. 149.

Page 34: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

24

b. Pengumuman, yang ditandatangani oleh pegawai pencatat.

Undang-undang perkawinan menjelaskan pada pasal 2, diperinci

dalam pasal 6 sampai pasal 12. Undang-undang Perkawinan dalam pasal 2

ayat (1) dikatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya, maka bagi umat Islam

ketentuan mengenai terlaksananya akad nikah dengan baik tetap

mempunyai kedudukan yang menentukan untuk sah atau tidak sahnya

suatu perkawinan.62

Penjelasan bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang

Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku

bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak

bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini.63

. UU Perkawinan sama sekali tidak berbicara tentang rukun

perkawinan. KHI secara jelas membicarakan rukun perkawinan

sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 14, yang keseluruhan rukun

tersebut mengikuti fiqh Syafi`iy dengan tidak memasukkan mahar dalam

rukun.64

62

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam, (Jakarta:

Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 63.

63 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978),

hal. 16.

64 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, hal. 61.

Page 35: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

25

Melihat pentingnya rukun pernikahan karena tanpa adanya rukun

akan mengakibatkan tidak sahnya suatu pernikahan. Untuk menjaga

sakralnya sebuah pernikahan maka penulis setuju dengan apa yang

diungkapkan oleh kelompok Syafi`iyyah bahwa rukun terdiri atas calon

suami-istri, wali, dua orang saksi dan sighat.

C. Dasar Hukum Pernikahan

Negara seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-undang

Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan

memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi

pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat.65

Presiden RI telah mensahkan suatu Undang-undang Nasional yaitu

Undang-undang No.1 Tahun 1974 dengan peraturan pelaksanaannya PP.

No. 9 Tahun 1975. Maka segenap warganegara Indonesia yang ingin

melangsungkan suatu perkawinan berlakulah Undang-undang tersebut.66

Melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang

membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang

sebelumnya tidak boleh, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal dari

perkawinan itu adalah boleh atau mubah.67

Asal hukum melakukan

perkawinan, menurut pendapat sebagian sarjana hukum Islam adalah

65

Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hal. 162.

66 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, hal.

15.

67 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, hal. 43.

Page 36: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

26

Ibahah atau kebolehan atau halal.68

Pendapat ini sejalan dengan pendapat

dari Imam Syafi`i. Imam Syafi`i memandang bahwa menikah hukumnya

mubah. Alasan yang dipegang oleh golongan ini ialah bahwa dalam ayat 3

surat an-Niŝa‟, Allah menyerahkan kepada kita untuk memperoleh wanita

dengan jalan menikah atau dengan jalan tasarrî. Hal ini menunjukkan

bahwa kedua jalan itu sama derajatnya. Menurut Ijma`, tasarrî hukumnya

mubah. Jadi, menikah juga hukumnya mubah.69

Menurut perspektif fikih, nikah disyariatkan dalam Islam

berdasarkan Al-Qur‟an, as-Sunnah dan Ijma`. Ayat yang menunjukkan

nikah disyariatkan adalah firman Allah dalam Surah an-Nûr (24): 32,

berikut:70

الحين منأ عبادكمأ وإمائكمأ إن يامى منكمأ والص وأنكحوا الأ

له من فضأ نهم للا يكونوا فقراء يغأ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu

dan orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba-

hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu

yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan

kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya.

Tentang hukum melakukan perkawinan, Ibnu Rusyd menjelaskan:

segolongan fuqoha, yakni jumhur berpendapat bahwa nikah itu hukumnya

sunnat. Golongan Zahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para

68

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam, hal. 49.

69 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2003), hal. 134.

70 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta:

Elsas, 2008), hal. 4-5.

Page 37: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

27

ulama Malikiyah mutaakhkhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk

sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk

segolongan yang lain.71

Hukum nikah sangat erat hubungannya dengan mukallaf

(pelakunya).72

Dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta

tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat

dikenakan hukum wajib, sunat, haram, makruh ataupun mubah.73

1. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Wajib

Orang yang diwajibkan kawin, ialah orang yang sanggup untuk

kawin, sedang ia khawatir terhadap dirinya akan melakukan perbuatan

yang dilarang Allah melakukannya. Melakukan perkawinan merupakan

satu-satunya jalan baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang

dilarang Allah, berdasarkan hadits Nabi SAW:74

د ر عنأ عوأ ن مسأ دللا ابأ ه ض عبأ ل ي للا عنأ قال: قال لنا رسوأ

ه وسل ع ى للا ل للا ص كم ليأ تطاع منأ باب من اسأ شر الش م, "يا معأ

ج. ومنأ لمأ صن للأفرأ ه أغض للأبصر وأحأ جأ فان يتزو باءة فلأ الأ

ه له وجاء". م فان وأ ه بالص تطعأ فعليأ يسأ

71

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 16.

72 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, hal. 224.

73 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 18.

74 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal. 23-24.

Page 38: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

28

“Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, telah berkata kepada kami

Rasululah SAW: “Hai sekalian pemuda , barang siapa diantara

kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah ia kawin. Maka

sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap yang

dilarang oleh agama) dan memelihara faraj. Dan barang siapa

yang tidak sanggup hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu

adalah perisai baginya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

2. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Sunnah

Orang yang telah memiliki kemauan dan kemampuan untuk

melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan

akan berbuat zina, maka melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah

sunat. Alasannya anjuran Al-Quran seperti dalam surat an-Nur ayat 32 dan

hadits Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari abdullah bin

Mas`ud tersebut berbentuk perintah, tetapi berdasarkan qarinah-qarinah

yang ada, perintah Nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum

sunnat saja.75

3. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Haram.

Perkawinan hukumnya haram, apabila orang yang melakukannya

tidak mempunyai keinginan dan kemampuan, serta tanggung jawab untuk

menjalankan kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga.76

Disamping itu

haram hukumnya bagi orang yang yakin akan menzalimi dan membawa

mudharat kepada istrinya karena ketidakmampuan dalam memberi nafkah

lahir batin.77

Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 195:

75

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 19-20.

76 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, hal. 7

77 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, hal. 6.

Page 39: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

29

لكة هأ ديكمأ إلى الت ...وال تلأقواأ بأيأ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam

kebinasaan...”

4. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Makruh.

Orang-orang yang makruh hukumnya kawin, ialah orang yang

tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada hakekatnya orang yang

tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin (dibolehkan melakukan

perkawinan, tetapi ia dikhawatirkan tidak dapat mencapai tujuan

perkawinannya, karena itu dianjurkan sebaiknya ia tidak melakukan

perkawinan. Firman Allah SWT :78

من نيهمأ للا فف الذين ال يجدون نكاحا حتى يغأ تعأ ولأيسأ

له ...فضأ

“hendaklah menahan diri orang-orang yang tidak memperoleh

(alat-alat) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan

sebahagian karunianya... (QS. An Nûr : 33)

5. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Mubah.

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya,

tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan

apabila apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan isteri.

Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan

bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina

keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang

78

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal. 24

Page 40: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

30

antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga

menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan kawin.79

Melihat dari penjelasan diatas, menurut penulis seseorang dapat

dihukumi wajib, sunah, haram, makruh maupun mubah dapat dilihat dari

kondisi orang tersebut.

D. Larangan Pernikahan

Hukum perkawinan telah diatur sedemikian rupa oleh syariah

sehingga ia dapat membentuk suatu umat yang ideal. Untuk mencapai

tujuan itu, Al-Quran dan Sunah telah menjelaskan macam-macam

larangan dalam perkawinan.80

Secara garis besar, larangan kawin antara

seorang laki-laki dan seorang wanita menurut syara‟ dibagi dua, yaitu

halangan abadi dan halangan sementara. Halangan abadi yang telah

disepakati yaitu:81

1. Nasab (Keturunan)

2. Pembesanan (Pertalian Kerabat Semenda)

3. Sesusuan.

Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu:82

1. Zina

2. Li‟an

79

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 21-22.

80 Abdur Rahman, Perkawinan dalam Syariat Islam, Penerjemah: Basri Iba Asghari dan

Wadi Masturi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), hal. 17.

81 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 103.

82 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 103.

Page 41: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

31

Halangan-halangan sementara ada sembilan, yaitu:83

1. Halangan bilangan

2. Halangan mengumpulkan

3. Halangan kehambaan

4. Halangan kafir

5. Halangan Ihram

6. Halangan sakit

7. Halangan iddah

8. Halangan perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan.

9. Halangan peristrian.

Orang-orang yang terlarang untuk dinikahi karena ada hubungan

dengan nasab ada 7 macam, yaitu: (1) Ibu (dan urutan keatasnya), (2)

Anak (dan urutan kebawahnya), (3) Saudara Perempuan, (4) Bibi (Saudara

Perempuan Ayah), (5) Bibi (saudara perempuan ibu), (6) Keponakan dari

saudara perempuan dan (7) Keponakan dari saudara laki-laki. Hal ini

sesuai dengan firman Allah surat an-Nisa ayat 23:84

اذكم وعم وأخىاذكم وتىاذكم هاذكم أم علي كم مد حر

د... وتىاخاألخوتىاخاألخ .وخاالذكم

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-

anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang

perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan,

saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak

83

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 103.

84 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, hal. 238-239.

Page 42: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

32

perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-

anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

perempuan...”

Tafsirnya: menurut ibnu katsir, ayat tersebut merupakan ayat yang

mengharamkan wanita yang disebut mahram karena pertalian nasab,

susuan dan persemendaan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi

Hatim dari Ibnu Abbas, dia berkata: diharamkan kepadamu tujuh golongan

lagi karena persemendaan.85

Wanita yang haram dinikahi karena faktor persusuan yaitu Ibu

yang menyusui dan Saudara perempuan sepersusuan.86

Dan yang terlarang

untuk dinikahi karena hubungan mushaharan (besanan) ada 4

macam,yaitu: (1) ibu dari istri dan neneknya, (2) anak dari istri, (3) istri

ayah (mertua) dan (4) istri anak (menantu).87

Di Indonesia juga memiliki peraturan yang menentukan

perkawinan mana yang diperbolehkan dan perkawinan mana yang dilarang

menurut hukum.88

Dalam Kompilasi Hukum Islam, larangan kawin seperti

telah diuraikan di atas, dijelaskan pula secara rinci dalam BAB IV pasal 39

sampai pasal 44.89

Dalam Undang-undang Perkawinan menentukan

beberapa larangan untuk melangsungkan perkawinan yang dimuat dalam

85

Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Ayat-Ayat Perkawinan dan Perceraian dalam Kajian

Ibnu Katsir, (Jakarta: Gaung Persada Press, hal. 38-39.

86 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, hal. 32.

87 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, hal. 239-240.

88 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur

Bandung, 1991), hal. 34.

89 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 114-117.

Page 43: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

33

pasal 8, 9 dan 10.90

Ketentuan dalam pasal 8 itu telah sangat mendekati

ketentuan-ketentuan larangan perkawinan dalam Islam.91

Pasal 8 UU No. 1/1974 menyatakan melarang perkawinan antara

dua orang yang mempunyai hubungan darah baik keatas, kebawah maupun

garis menyamping, mempunyai hubungan semenda, hubungan susuan,

hubungan saudara dengan isteri dan hubungan yang oleh agamanya atau

peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. Pasal 9 melarang seorang

yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain untuk kawin lagi,

kecuali ada izin pengadilan. Dan pasal 10 melarang perkawinan kembali

antara suami-isteri yang telah bercerai untuk kedua kalinya.92

Larangan pernikahan selain orang yang akan menikah sebagai

objek pelarangan nikah, Islam juga mencantumkan beberapa jenis

pernikahan sebagai objek pelarangan untuk menikah, diantaranya yaitu:

nikah mut‟ah (kawin kontrak), nikah syighar (nikah yang didasarkan

kepada janji atau kesepakatan penukaran), nikah muhallil (nikah dengan

tujuan menghalalkan perempuan yang dinikahinya agar dinikahi oleh

mantan suaminya yang mentalak tiga) dan pernikahan silang (nikah beda

agama).93

90

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, hal. 27.

91 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam, hal. 54.

92 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama: Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan

No. 1/1974, (Jakarta: PT Dian Rakyat, 1986), hal. 25.

93 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, hal. 34-37.

Page 44: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

34

Berdasarkan yang dijelaskan di atas, penulis hanya akan melihat

terfokuskan kepada halangan semestara saja sedangkan halangan abadi

bukan fokus pembahasan penulis karena penghalangan abadi merupakan

pelarangan pernikahan bukanlah penghalangan pernikahan.

E. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang

perlu mendapat pemenuhan. Mengenai naluri manusia seperti tersebut

pada ayat 14 surat Al-Imran:94

الشهىاخمهالىساءوال ثىيهوال مىاطيرز يهللىاسحة

...ال ممىطرج

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan

kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-

anak, harta yang banyak...”

Melihat uraian diatas dan memperhatikan uraian Imam Al-Ghazali

dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan perkawinan, maka tujuan

perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu:95

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya.

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan.

94

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 22-23.

95 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 24.

Page 45: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

35

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak

serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta

kekayaan yang halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Tujuan Perkawinan menurut Undang-undang perkawinan sudah

tercantum dengan jelas di dalam isi pada Pasal 1 Undang-undang

Perkawinan, tujuan perkawinan adalah: “Membentuk keluarga/rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.96

Selain memiliki tujuan, pernikahan pernikahan dalam islam juga

mempunyai hikmah dan manfaat yang sangat besar. Secara detil, beberapa

hikmah dari pernikahan tersebut diantaranya:97

1. Pernikahan sejalan dengan fitrah manusia untuk berkembang biak, dan

keinginan untuk melampiaskan syahwat secara manusiawi dan syar‟i.

2. Upaya menghindarkan diri dari perbuatan maksiat.

3. Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram.

4. Membuat ritme kehidupan seseorang menjadi lebih tertib, teratur, dan

mengembangkan sikap kemandirian serta tanggung jawab.

5. Pernikahan dan adanya keturunan akan mendatangkan rezeki yang

halal serta barokah.

96

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, hal. 14.

97 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, hal. 42-44.

Page 46: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

36

6. Nikah mempunyai kontribusi di dalam membentuk pribadi untuk

berperilaku disiplin.

7. Memperkokoh tali persaudaraan antar masyarakat.

8. Dapat menghasilkan keturunan yang baik, jelas nasabnya dan semakin

merekatkan hubungan antar sesama.

Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi, hikmah-hikmah perkawinan itu

banyak antara lain:98

1. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan.

2. Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan

rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali

dengan adanya ketertiban rumah tangga.

3. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi

memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat

dengan berbagai macam pekerjaan.

4. Adanya istri akan bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan.

5. Pernikahan akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap

apa yang tidak dihalalkan untuknya.

6. Perkawinan akan memlihara keturunan serta menjaganya.

7. Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit.

8. Jika sudah menikah terdapat anak dan isteri yang mendoakan.

Menurut Sayyid Sabiq menyebutkan pula hikmah-hikmah yang

lain, sebagai berikut:99

98

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 22-23.

Page 47: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

37

1. Kawin merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai

untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks. Dengan kawin, badan

jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram

perasaan tenang menikmati barang yang halal.

2. Kawin jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi mulia,

memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta

memelihara nasab.

3. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam

suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan

ramah, cinta dan sayang yang menyempurnakan kemanusiaan

seseorang.

4. Menyadari tanggung jawab yang akan menimbulkan sikap rajin dan

sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan

seseorang.

5. Adanya pembagian tugas.

6. Dengan perkawinan, diantaranya dapat membuahkan tali

kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga,

dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui,

ditopang dan ditunjang.

99

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 69-72.

Page 48: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

38

BAB III

PROFIL KELURAHAN PONDOK KARYA TANGERANG SELATAN

A. Kondisi Geografis, Ekonomi dan Sosial

Pada masa sekarang masyarakat betawi hidup dalam susunan

kependudukan menurut kelurahan atau desa.100

Wilayah Kelurahan

Pondok Karya di Kecamatan Pondok Aren Tangerang Selatan merupakan

salah satu desa yang strategis yaitu dekat dengan Jakarta, sangat

berpotensi baik dari segi ekonomi maupun sosial.101

Potensi desa dapat

diukur dengan melihat dari jalan utama desa, mata pencaharian

masyarakat, jarak dari desa ke ibukota, sarana pendidikan, fasilitas

kesehatan, sarana komunikasi dan pasar.102

Kelurahan Pondok Karya berpenduduk yang mencapai 20.180

orang dengan uraian 5.119 Kepala Keluarga, 10.297 laki-laki dan 9.883

perempuan.103

Luas desa yang mencapai 278.960 Ha yang berbatasan dengan

Cipadu di sebelah Utara, Pondok Betung di sebelah Timur, Pondok Ranji

di sebelah Selatan serta Jurang Mangu di sebelah Barat. Keseluruhan luas

desa terdiri atas dataran kering dan pemukiman.104

100

Zulyani Hidayat, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1996), hal.

56.

101 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

102 Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),

hal. 154.

103 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

104 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

Page 49: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

39

Letak yang strategis inilah akses jalan menuju wilayah Kelurahan

Pondok Karya sangatlah mudah dengan jalan yang sudah beraspal

sepanjang 5.65 Km dan jalan berbeton sepanjang 11.9 Km serta

banyaknya kendaraan umum yang mengakses ke wilayah Kelurahan

Pondok Karya.105

Dilihat dari segi sosial, masyarakat di wilayah Kelurahan Pondok

Karya merupakan desa yang sangat potensial, dapat kita lihat dari data

penduduk berdasarkan pendidikannya. Menurut data yang kami peroleh

bahwa di wilayah Kelurahan Pondok Karya tidak ada lagi warga

masyarakat yang tidak bersekolah.106

Mayarakat yang belum tamat sekolah dasar sebanyak 928 orang,

warga yang sudah tamat sekolah dasar sebanyak 2049 orang, yang sudah

tamat SLTP sebanyak 2448 orang, sudah tamat SLTA sebanyak 6772

orang, D3 sebanyak 777 orang, S1 sebanyak 2141 orang, S2 sebanyak 201

orang dan S3 sebanyak 6 orang. Jadi jumlah keseluruhan sebanyak 15322

orang.107

Terlihat Dari data di atas bahwa Kelurahan Pondok Karya ini dari

segi sosial sangatlah potensial dengan sudah tidak adanya penduduk yang

tidak bisa bersekolah. Bahkan dapat dilihat dari tingkatan belajar SLTA

105

Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

106 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

107 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

Page 50: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

40

hingga S1 lebih banyak dibanding SLTP hingga Tidak Sekolah.108

Hal ini

disebabkan kesadaran dari penduduk Kelurahan Pondok Karya dan

dorongan dari pemerintah yang mewajibkan belajar 9 tahun. Wajib belajar

sampai suatu standar tertentu bisa dibenarkan dengan alasan bahwa kita

semua akan dihadapkan pada resiko yang lebih kecil dan akan mendapat

keuntungan yang lebih besar dari kepercayaan dasar tertentu yang sama

dengan kita. Demokrasi mungkin sekali tidak jalan apabila sebagian rakyat

buta huruf.109

Masih dari segi sosial, Dari data yang diperoleh juga kita dapat

melihat kemajuan dari segi sosial melalui sarana pendidikan yang ada di

Kelurahan Pondok Karya. Di dalam pendidikan formal yang ada di

Kelurahan Pondok Karya terdapat 9 kelompok bermain/TK, 11 Sekolah

Dasar, 6 SLTP dan 3 SLTA.110

Selain itu, masih terdapat juga pendidikan nonformal yang terdapat

di wilayah Kelurahan Pondok Karya. Diantaranya terdapat 1 tempat kursus

mengemudi, 1 tempat kursus menjahit, 1 tempat kursus komputer dan 1

tempat kursus Bahasa Inggris, serta terdapat juga 1 Club sepak bola, 1

Club bola volly, 11 club badminton, 1 club tenis, 3 club futsal dan terdapat

2 sanggar.111

108

Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

109 Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat, (Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1992), hal. 61.

110 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

111 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014..

Page 51: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

41

Dari data diatas juga dapat terlihat bahwa sarana untuk memajukan

sosial di Kelurahan Pondok Karya sangatlah memadai baik dari sarana

pokok maupun sarana pendukung untuk memajukan sosial di Kelurahan

Pondok Karya.112

Selain dari segi sosial, pada segi ekonomi di Kelurahan Pondok

Karya juga sangat potensial dan memadai. Kita dapat mengukur seberapa

potensial Wilayah Kelurahan Pondok Karya dengan melihat ciri-ciri yang

hidup di bawah garis kemiskinan yaitu:113

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri

2. Tidak memliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan

kekuatan sendiri

3. Tingkat pendidikan yang rendah

4. Kebanyakan sebagai pekerja bebas

5. Banyak yang hidup di kota berusia muda dan tidak memiliki

keterampilan.

Melihat dari ciri-ciri tersebut, jelaslah bahwa Desa Kelurahan

Pondok Karya bukanlah Desa yang berada di bawah garis kemiskinan.

Mengenai pendidikan, sudah penulis paparkan di bagian atas dan terlihat

bahwa di bidang pendidikan Desa Kelurahan Pondok Karya ini memiliki

tingkat pendidikan yang tinggi. Selanjutnya untuk memperlihatkan bahwa

112

Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

113 Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung:

PT Refika Aditama, 2001), hal. 229.

Page 52: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

42

Desa Pondok Karya sangatlah potensial di bidang ekonomi, akan penulis

paparkan di bawah ini.

Melihat dari data yang penulis peroleh dari arsip Kantor Kelurahan

Pondok Karya berdasarkan pekerjaannya, bahwa warga yang belum/ tidak

bekerja terdapat 3032 orang, sebagai Ibu Rumah Tangga sebanyak 4151

orang, yang sudah pensiun sebanyak 339 orang, yang berprofesi sebagai

PNS sebanyak 482 orang, sebagai TNI sebanyak 26 orang, sebagai POLRI

sebanyak 34 orang, sebagai pedagang sebanyak 52 orang, sebagai

karyawan/BUMN/BUMD/Swasta sebanyak 7299 orang, sebagai Buruh

sebanyak 9 orang, sebagai guru sebanyak 221 orang, sebagai dosen

sebanyak 26 orang, sebagai dokter sebanyak 56 orang, sebagai perawat

sebanyak 19 orang dan sebagai bidan sebanyak 5 orang.114

Dari data mengenai pekerjaan penduduk Kelurahan Pondok Karya

diatas dapat terlihat bahwa segi ekonomi di Kelurahan Pondok Karya

sudah cukup dapat dikatakan sebagai Desa yang maju di bidang

perekonomian.

Kemajuan ekonomi di Kelurahan Pondok Karya juga dapat terlihat

dengan adanya lapangan pekerjaan yang ada di Kelurahan Pondok Karya.

Lapangan pekerjaan yang terdapat di Wilayah Kelurahan Pondok Karya

diantaranya terdapat 20 warung makan/restoran, 2 hotel, 1 gedung

bioskop, 1 pom bensin, 2 bengkel mobil, 20 bengkel motor, 11 toko

bangunan/material, 2 toko besi, 3 toko kaca, 1 percetakan, 10 rumah jahit,

114

Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

Page 53: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

43

5 konveksi, 5 warnet, 6 bank, 8 mall/supermarket, 2 sanggar dan 2 panti

pijat.115

Dari data diatas dapat terlihat bahwa perekonomian di Kelurahan

Pondok Karya sudah maju dengan banyak lapangan pekerjaan yang berada

di Kelurahan Pondok Karya untuk mensejahterakan penduduk Kelurahan

Pondok Karya.

Selain pemikiran dari segi sosial dan ekonomi yang sudah maju,

penduduk Kelurahan Pondok Karya juga memiliki sikap toleransi yang

sangat baik yaitu terbukti dengan tidak adanya gesekan antar umat

beragama. Semua hanya bersikap toleransi dan saling menghargai.

Mengingat bahwa kerukunan antar umat beragama merupakan faktor

penting dalam kehidupan di masyarakat.116

Mengingat urgensinya kerukunan antar umat beragama, maka

MPR dalam sidangnya pada tahun1978 melalui ketetapan No.

IVMPR/1978 tentang GBHN bab IV di bidang agama, angka 1 huruf b:

kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

makin dikembangkan, sehingga terbina rukun diantara sesama umat

beragama, diantara sesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa dalam usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan

meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat.117

115

Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

116 Syamsir Salam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hal. 107.

117 Syamsir Salam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, hal. 107.

Page 54: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

44

Diantara umat yang ada di Kelurahan Pondok Karya, yaitu: warga yang

beragama Islam terdapat 17749 orang, beragama Kristen terdapat 1097

orang, beragama Katolik sebanyak 1049 orang, beragama Hindu sebanyak

131 orang dan beragama Budha sebanyak 154 orang.118

Meskipun di Kelurahan Pondok Karya mayoritas umat islam tetapi

penduduk Kelurahan Pondok Karya tetap memiliki sikap saling

menghargai dan menghormati. Berikut ini adalah data tempat ibadah yang

berada di Kelurahan Pondok Karya, diantaranya: Masjid sebanyak 10

buah, Musolah sebanyak 22 buah, Gereja sebanyak 2 buah, Majlis Ta‟lim

sebanyak 22 buah, TPA sebanyak 22 buah dan Pondok Pesantren

sebanyak 1 buah.119

B. Tata Cara Pernikahan Adat Betawi

Upacara adat perkawinan pada orang Betawi sebenarnya dilakukan

melalui beberapa tingkatan upacara yang berhubungan atau berkaitan satu

sama lainnya.120

Untuk sampai pada acara akad nikah, banyak tahap acara

yang harus dilalui.121

Tahap-tahap itu adalah sebagai berikut:

1. Ngedelengin (melihat-lihat)

Ngedelengin yaitu mencari informasi dari sumber langsung, atau

terdekat untuk mengetahui apakah gadis yang menjadi “liat-liatan” itu

118

Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

119 Arsip Data Kantor Kelurahan Pondok Karya Tahun 2014.

120 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Folklor Betawi, (Jakarta: Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2000), hal. 72.

121 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 143.

Page 55: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

45

sudah ada yang empunya atau belum.122

Dalam ngedelengin ada dua

kemungkinan yang terjadi. Pertama, tindakan aktif pihak orang tua

(ayah/ibu) mencari dan memilih seorang gadis untuk dijadikan calon

menantu. Dalam kemungkinan yang pertama ini dapat saja terjadi si orang

tua tidak dapat secara aktif ngedelengin.123

Biasanya dilakukan dengan

meminta bantuan seorang wanita yang biasa dan yang pandai melakukan

tugas ini. hasil kerja si wanita ahli ini nanti dilaporkan kepada orang tua si

perjaka, lalu dibicarakan dalam keluarga si perjaka.124

Kedua, proses ngedelengin yang dilakukan sendiri oleh sang

jejaka. Dalam hal ini, sang jejaka berupaya mencari dan menemukan gadis

pilihannya. Jika jejaka sudah merasa mantap dengan gadis pilihannya,

maka ia segera mengutarakan langsung tentang keinginannya tersebut

kepada kedua orang tuanya untuk segera mengikat sang gadis.125

2. Main atau Silaturahim

Andaikata sudah ada gadis yang dianggap cocok maka tahap

berikutnya adalah keluarga si perjaka mengadakan kunjungan ke rumah

keluarga si gadis untuk main, silaturahim dan berkenalan dengan si gadis

dan keluarganya. Hasil kunjungan ini dibicarakan dalam keluarga si

perjaka. Andaikata keluarga menyetujui gadis itu untuk menjadi isteri si

122

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat Istiadatnya,

(Jakarta: PT Gunara Kata, 2004), hal. 156.

123 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 3.

124 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 144.

125 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 35-36.

Page 56: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

46

perjaka maka masuk tahap lamaran. Kalau keluarga sepakat untuk tidak

setuju maka acara lamaran tentu tidak ada.126

3. Melamar (Ngelamar)

Ngelamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dari pihak

keluarga laki-laki (calon tuan mantu) kepada pihak keluarga wanita (calon

none mantu).127

Adapun yang dikirim sebagai utusan biasanya keluarga

yang dekat sebanyak dua atau tiga orang, dan jarang sekali orang tuanya

sendiri.128

Bawaan pokok pada waktu ngelamar, antara lain:129

a. Sirih lamaran/sirih embun, yaitu nampan yang dihiasi kertas minyak

dan diisi daun sirih lipat bulat dan sirih tampi/ sirih yang telah diisi

rempah-rempah untuk nyirih (kapur, gambir, pinang).

b. Pisang Raja jumlahnya dua sisir.

c. Roti tawar.

d. Sirop (umumnya berwarna merah dan berjumlah tiga botol).

e. Hadiah Pelengkap. Hadiah berupa bahan baju kebaya, kain batik tige

negeri, kain panjang, perlengkapan kosmetik, selop dan sebagainya.

f. Para utusan yang terdiri atas Mak comblang dan dua pasang wakil

orang tua calon tuan mantu.

126

Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 144.

127 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 41.

128 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Folklor Betawi, hal. 73.

129 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 41.

Page 57: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

47

Utusan keluarga sang jejaka akan diterima oleh pihak keluarga dan

orang tua si gadis. Maka terjadilah dialog antara kedua belah pihak, dialog

berisi tentang maksud dan tujuan kedatangan pihak keluarga sang jejaka.

Serta berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan apa saja yang menjadi

permintaan keluarga si gadis.130

Sebagai pemeluk agama islam, yang pertama diputuskan adalah

soal mahar (mas kawin). Berikutnya dibicarakan pula persyaratan-

persyaratan adat lainnya, seperti kekudang, pecingkrem, pesalin

(seperangkap busana lengkap), uang belanje dan pelangke. Pelangke

terjadi apabila si gadis mempunyai kakak laki-laki atau perempuan yang

belum menikah.131

4. Tunangan (Bawa Tande Putus)

Tahap ini ditandai dengan adanya suatu acara mengantar kue-kue

dan buah-buahan dari pihak laki-laki ke rumah pihak si gadis, yang

kemudia dibalas dengan makanan berupa nasi dan lauk-pauknya dan

seterusnya dibagikan kepada semua anggota keluarga masing-masing.132

Pada saat itu akan diputuskan hari dan tanggal pernikahan, sekaligus

dibawa pecingkrem berupa cincin belah rotan sebagai pengikat.133

130

Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 6.

131 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 6.

132 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Folklor Betawi, hal. 74.

133 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 7.

Page 58: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

48

Setelah acara bawa tanda putus, kedua belah pihak menunggu dan

mempersiapkan keperluan pelaksanaan acara akad nikah. Masa ini

dimanfaatkan juga untuk memelihara none calon menantu yang disebut

dengan piare calon none penganten dan orang yang memelihara disebut

tukang piare penganten atau dukun penganten.134

5. Piare Calon None Penganten

Piare calon none penganten artinya merawat calon pengantin sejak

10 hari sebelum akad nikah dilaksanakan. Perawatan dilakukan agar nanti

pada waktu akad nikah dan duduk ditaman (pelaminan) wajah si pengantin

tampak segar dan bercahaya.135

Perawatan ini disediakan seorang yang piawai dala bidangnya,

yang oleh masyarakat Betawi dikenal dengan nama “tukang piare”.

Tukang piare bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengatur dan

menentukan jangka waktu perawatan, obat-obat tradisional yang harus

digunakan, dan apa saja yang harus menjadi makanan tetap serta makanan

yang dilarang bagi calon pengantin putri.136

Selama dipiare ini calon none mantu diharuskan memakai baju

terbalik (kain sarung dan kebaya longgar ukuran ¾ lengan) sebagai

lambang tolak bala, bahkan dilarang mengganti baju. Kalau calon none

menantu gemuk, makan dan minumnya diatur (diet), tidak boleh makan

134

Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 48.

135 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 146.

136 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 9.

Page 59: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

49

makanan yang digoreng, makanan yang dianjurkan adalah makanan yang

dibakar/dipanggang dan diharuskan minum jamu godok dan jamu air

secang. Seluruh tubuhnya diurut dan dilulur sekali sehari. Dilarang mandi

dan ngaca/bercermin. Diharuskan banyak berzikir, membaca selawat, dan

membaca surah Yusuf.137

6. Dimandiin/Mandi Kembang

Pengantin putri dimandikan sehari sebelum akad nikah.138

Sebelum

upacara mandi, calon pengantin meminta izin orang tuanya dengan

menemuinya dan mencium tangannya, dengan mengenakan kemben serta

kebaya tipis, rambut disanggul biasa dan mengenakan kerudung tipis.

Adapun yang memandikan hanya tukang piare pengantin (kecuali ada

permintaan lain dari pihak keluarga, misalnya disertakan juga beberapa

orang tua), sedangkan yang lain hanya menyaksikan saja.139

Adapun perlengkapanya adalah: 1) kembang 7 rupa (setaman); 2)

paso tanah; 3) gayung batok; 4) pedupaan dengan setanggi/gahru yang

diletakkan dibawah bangku tempat pengantin duduk. Untuk menghindari

hal-hal yang tidak diinginkan oleh keluarga pengantin, pakaian bekas

mandi diberikan kepada tukang piare pengantin sebagai hadiah.140

137

Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 48-49.

138 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 10.

139 Ensiklopedia Jakarta, Culture dan Heritage (Budaya dan Warisan Sejarah), (Jakarta:

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2005), hal. 483.

140 Ensiklopedia Jakarta, Culture dan Heritage (Budaya dan Warisan Sejarah), hal. 483.

Page 60: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

50

Setelah upacara mandi, pengantin menjalani upacara tangas atau

kum (semacam mandi uap) untuk membersihkan dari bekas-bekas dari

pori-pori dan membuat kulit pengantin menjadi wangi serta tidak

mengeluarkan keringat pada waktu di rias. Peralatannya adalah: 1)

kembang 7 rupa (setaman) serta ramuan lainnya seperti: daun jeruk purut,

daun pandan, akar wangi, daun mangkok, dll; 2) paso tanah; 3) kursi rotan

bolong-bolong; 4) tikar atau kain penutup.141

Kemudian dilakukan acare ngerik dan malem pacar. Alat-alat yang

digunakan antara lain: 1) kain putih ukuran 2 meter, 2) kembang setaman,

3) air putih dalam cawan dicampur dengan satu atau dua kuntum mawar

dan bunga melati, 4) pedupaan dan setanggi/gaharu, 5) alat cukur, 6) dua

keping uang logam, 7) tempat sirih lengkap dengan isinya, dan 8) pacar

secukupnya.142

Acara ngerik yaitu acara memersihkan/mencukur bulu-bulu kalong

calon pengantin wanita yang tumbuh di sekitar kening, pelipis, tengkuk,

dan leher. Acara malam pacar adalah acara memakaikan pacar pada kuku

tangan dan kuku kaki calon pengantin wanita. Ini dilakukan oleh tukang

piara dan keluarga serta teman-teman wanita calon pengantin.143

141

Ensiklopedia Jakarta, Culture dan Heritage (Budaya dan Warisan Sejarah), hal. 483.

142 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 50.

143 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 50.

Page 61: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

51

7. Malem Mangkat/Malem Bumbu/Malem Ngeracik

Kegiatan di rumah calon tuan mantu (calon pengantin pria) disebut

malem nyerondeng, malem bungkus-bungkus, malem goreng ikan, dan

lain-lain. Pada malam itu, pihak calon pengantin pria mempersiapkan

semua kebutuhan serah-serahan.mereka membuat pesalin, menghias

nampan kue (kuenya antara lain dodol, wajik, geplak dan uli), menghias

peti sie, membuat dan menghias miniatur masjid, dan sebagainya. Buah-

buahan pun dihias sedemikian rupa sehingga enak dilihat. Itu sebabnya

pada malam itu disebut malam bungkus-bungkus, yaitu membungkus

seluruh serah-serahan yang ada dan esok hari akan dibawa ke rumah calon

none mantu.144

8. Ngerudat/Duduk Nikahnya

Acara ngerudat adalah upacara akad nikah atau ijab kabul.

Pengantin pria akan datang dengan rombongan pengiring yang besar

terdiri dari: 1) calon pengantin pria diiringi dan diapit oleh para alim

ulama dan tokoh masyarakat di lingkungan keluarganya, 2) para penabuh

rebana, 3) dibelakang mereka terdapat rombongan pembawa barang.145

Perlu disinggung kembali ketika kunjungan penyerahan tande

putus, selain membicarakan mahar atau mas kawin, ditentukan juga

beberapa jenis bawaan yang harus diikutsertakan mengiringi mahar pada

pelaksanaan akad nikah. Bawaan pengiring itu antara lain: 1) sirih nanas

144

Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 51-52.

145 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 19.

Page 62: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

52

lamaran dan sirih nanas hiasan, 2) mahar atau mas kawin, 3) miniatur

masjid yang berisi uang sejumlah yang telah dibicarakan sebelumnya, 4)

sepasang roti buaya, 5) kekudang/sesuatu yang sangat disukai none calon

menantu sejak kecil hingga dewasa, 6) kue penganten, biasanya kue

kembang, 7) pesalin atau hadiah pelengkap, berupa pakaian wanita, kain,

selop, alat kecantikan dan sebagainya, 8) beberapa nampan kue-kue khas

betawi (dodol, wajik, geplak, tape, uli, dan lain-lain, 9) beberapa nampan

buah-buahan khas Betawi, 10) sie, dan 11) jung atau perahu cina berisi

buah-buahan.146

Acara akad nikah dimulai dari rumah calon mempelai pria yang

dimulai dengan maulud nabi, pembacaan doa untuk keselamatan

semuanya, serta mengarak pengantin pria menuju rumah pengantin wanita.

Sebagai tanda rombongan pengarak pengantin akan berangkat, dibakarlah

sederet petasan. Nanti setelah sampai kira-kira 100 meter dari rumah

mempelai wanita, akan dibakar pula sederet petasan untuk menandai

kedatangan.147

Tiba di depan rumah mempelai wanita, rombongan dihalangi oleh

wakil dari keluarga mempelai wanita yang menanyakan ini rombongan

apa dan mau kemana. Pertanyaan dan dialog dilakukan dalam bentuk

pantun. Pertanyaan ini memulai acara yang disebut buka palang pintu.148

146

Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 53-54.

147 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 147-

148.

148 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 148.

Page 63: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

53

Tradisi palang pintu pada acara pernikahan betawi dimulai dari beradu

pantun hingga adu ketangkasan bersilat.149

Setelah acara buka palang pintu selesai, maka mempelai pria dan

rombongan dipersilahkan masuk untuk melangsungkan acara akad

nikah.150

Setelah akad nikah selesai pengantin pria diterimadan dituntun

oleh tukang rias yang akan mempertemukannya dengan pengantin putri di

pelaminan.151

9. Pulang Tiga Hari

Tepat tiga hari setelah pengantin pria menginap di rumah istrinya,

mereka berdua akan diboyong ke rumah pengantin pria. Peristiwa itu

disebut orang “Pulang Tiga Hari”.152

Keberangkatan pengantin wanita menuju rumah pengantin pria

diantar oleh beberapa orang wakil keluarga orang tuanya. Sebelum

meninggalkan rumah, pengantin wanita diberi nasihat atau wejangan

bagaimana seharusnya ia berperilaku di rumah mertuanya. Di rumah

pengantin pria, dikamarnya sudah diletakkan seperangkat kotak sirih

komplit dengan isinya dan selembar kain putih.153

149

Lily Turangan, Willyanto dan Reza Fadhilla, Seni Budaya dan Warisan Indonesia:

Manusia dan Lingkungan Budaya, (Jakarta: PT Aku Bisa, 2014), hal. 39

150 Abdul Chaer, Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, hal. 147-

148.

151 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 28.

152 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 31.

153 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 72.

Page 64: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

54

Adat Betawi mengharuskan jika pada malam itu telah terjadi

“kumpul” antara keduanya, pada pagi hari suaminya akan mengeluarkan

kotak sirih dan meletakkan di sisi luar pintu kamar. Jika alat penumbuk

sirih diletakkan miring atau tergeletak, itu mengisyaratkan bahwa istri

benar-benar gadis suci ketika memasuki mahligai pernikahan. Sebaliknya,

jika tempat sirih dikeluarkan dalam keadaan sama seperti dimasukkan,

berarti istri bukan gadis lagi tatkala memasuki pernikahan.154

154

Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 72-73.

Page 65: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

55

BAB IV

PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT BETAWI

A. Pengertian Pernikahan Melangkahi Kakak

Pernikahan melangkahi kakak memiliki beberapa suku kata yang

masing-masingnya memiliki arti. Untuk mengartikan pernikahan

melangkahi kakak, penulis menguraikan satu persatu dari suku kata

tersebut. Pertama, arti kata pernikahan. Pernikahan memiliki asal kata

nikah yaitu perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri

dengan resmi. Pada kata pernikahan, asal kata nikah ditambahi imbuhan

Per – an sehingga menjadi kata pernikahan yang artinya hal (perbuatan)

nikah.155

Kedua, arti kata melangkahi. Melangkahi memiliki asal kata

langkah yaitu gerakan kaki (ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan).

Pada kata melangkahi, asal kata langkah ditambahi dengan imbuhan me – i

sehingga menjadi kata melangkahi yang artiya melewati, melalui,

menyalahi, melanggar, mendahului (kawin, memperoleh sesuatu, dsb),

melewatkan, tidak mengikutsertakan.156

Ketiga, arti kata kakak. Kakak artinya saudara tua (menurut

silsilah), penggilan kepada orang yang dianggap lebih tua, panggilan

155

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 614.

156 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, hal. 494-495.

Page 66: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

56

kepada suami.157

Dari suku kata tersebut dapat penulis definisikan bahwa

pernikahan melangkahi kakak yaitu perbuatan nikah yang mendahului

saudara tua menurut silsilah. Maksudnya adalah pernikahan yang

dilakukan seorang dengan mendahului kakak kandungnya.

B. Melangkahi dalam Adat, Fiqh dan Hukum Positif

1. Melangkahi dalam adat

Pelangkah di dalam Adat merupakan sesuatu yang harus ada

apabila di dalam pernikahan tersebut terdapat kakak dari calon pengantin

yang belum menikah. Di dalam Adat Betawi hal ini dinamakan Pelangke,

pelangke terjadi apabila si gadis mempunyai kakak laki-laki atau

perempuan yang belum menikah.158

Adat Betawi mengajarkan di dalam sebuah pernikahan adat bahwa

apabila seseorang ingin menikah akan tetapi terdapat kakaknya yang

belum menikah terdapat dua pilihan, yaitu menunggu hingga kakaknya

menikah terlebih dahulu atau dapat tetap menikah dengan melangkahi

kakaknya dengan syarat seseorang yang ingin melangkahi kakaknya itu

harus memenuhi permintaan kakaknya, dapat berupa uang atau barang.

Oleh karena itu, pelangke atau pelangkah berlaku hanya kalau ada abang

atau empok yang dilangkahi.159

157

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, hal. 378.

158 Lembaga Kebudayaan Betawi, Upacara Perkawinan Adat Betawi, hal. 6.

159 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 47.

Page 67: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

57

Pelangke atau pelangkah untuk mendapatkan kesepakatan antara

yang melangkahi dengan yang dilangkahi, hal ini dibicarakan pada acara

bawa tande putus.160

Pembicaraan mengenai pelangkah ini berkenaan

dengan berapa jumlah atau barang apa yang harus dipersembahkan kepada

kakak yang dilangkahi. Hal ini berlaku selain bertujuan sebagai cara untuk

menjaga kebudayaan tetap ada, tetapi juga untuk menghormati dan

menjaga perasaan kakak yang dilangkahi. Intinya adalah pada

kekerabatan, kekeluargaan dan kebersamaan.161

Manfaat dari adanya pelangkah ini yaitu melestarikan adat istiadat,

membuat hubungan kakak beradik, hubungan kedua mempelai dan

hubungan kedua keluarga menjadi baik dan tidak ada sakit hati maupun

permasalahan. intinya mengarahkan manusia untuk manunggal (berpadu)

dengan alam, kerabat dan sesama manusia lain.162

2. Melangkahi dalam Fiqh

Islam merupakan agama yang fleksibel dan dinamis, cocok untuk

semua kalangan, untuk semua waktu dan kondisi. Islam juga sebenarnya

mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Mengenai bermasyarakat,

dalam Fiqh tidak detail membahas mengenai cara bermasyarakat. Namun

itulah fungsi manusia diberikan akal supaya dapat berfikir penyelesaian

bermasyarakat dengan cara yang islami. Hukum Islam juga ditetapkan

160

Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hal. 47.

161 Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), (Surabaya: Laksbang

Justitia, 2014), hal. 73.

162 Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), hal. 73.

Page 68: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

58

untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara

bermasyarakat.163

Seperti halnya mengenai pernikahan melangkahi kakak ini, di

dalam Fiqh tidak membahas mengenai pernikahan melangkahi kakak.

Maka manusialah yang dituntut untuk berfikir cara penyelesaiannya

seperti apakah yang Islami dan tidak bertentangan dengan apa yang sudah

diyakini di tengah-tengah masyarakat. Karena sesuatu yang sudah diyakini

oleh masyarakat mempunyai basis sosial yang relatif kuat, keyakinan

tersebut dipatuhi oleh warga masyarakat secara sukarela.164

Fiqh memang tidak menjelaskan mengenai pernikahan melangkahi

kakak, Pernikahan melangkahi kakak hanya dijelaskan di dalam salah satu

adat di Indonesia. Karena di dalam Fiqh tidak dijelaskan sebagai

penghalangan pernikahan, maka Islam menganjurkan orang menyegerakan

berkeluarga.165

Sebagaimana nikah disyariatkan dalam firman Allah

sebagai berikut:

الحين منأ عبادكمأ وإمائكمأ إن يامى منكمأ والص وأنكحوا الأ

له من فضأ نهم للا يكونوا فقراء يغأ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu

dan orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba-

hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu

163

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 13.

164 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, hal. 340.

165 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 15.

Page 69: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

59

yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan

kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya (QS. An-Nur: 32).

Melihat dari ayat diatas, dapat penulis argumentasikan bahwa

pernikahan tidak boleh dihalang-halangi kecuali dengan alasan-alasan

yang mendasar kepada Fiqh. Meskipun demikian, pada dasarnya adat yang

sudah memenuhi syarat dapat diterima secara prinsip.166

Bahkan di dalam

kaidah fiqih menyebutkan bahwa:

مح العادجمحك

“Adat itu dapat menjadi dasar hukum”

Ulama sepakat dalam menerima adat. Adat yang dalam perbuatan

itu terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharat atau unsur

manfaatnya lebih besar dari unsur mudharatnya serta adat yang pada

prinsipnya secara substansial mengandung unsur maslahat, namun dalam

pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk itu

dikelompokkan kepada adat atau urf yang shahih.167

Melihat dari segi penilaian baik dan buruknya, adat atau urf terbagi

menjadi 2 macam, yaitu urf sahih dan urf fasid. Urf sahih ialah sesuatu

yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil

syara‟, juga tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan

166

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 74.

167 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 395.

Page 70: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

60

yang wajib.168

Sedangkan urf fasid yaitu apa yang saling dikenal orang,

tapi berlainan dari syariat, atau menghalalkan yang haram, atau

membatalkan yang wajib.169

Ulama yang mengamalkan adat sebagai dalil hukum menetapkan 4

syarat dalam pengamalannya:170

a. Adat itu bernilai maslahat.

b. Adat itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang

berada dalam lingkungan tertentu.

c. Adat itu telah berlaku sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya.

d. Adat itu tidak bertentangan dengan nash.171

3. Melangkahi dalam Hukum Positif

Pernikahan melangkahi kakak di dalam hukum positif juga tidak

ada pengaturan mengenai hal itu. Karena pernikahan melangkahi kakak ini

masih termasuk di dalam hukum adat, maka dasar hukum berlakunya

dapat penulis sandarkan kepada hukum adat. Dasar hukum ini diperlukan

sebab negara kita menganut paham hukum Positivisme.172

168

Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam: Ilmu Ushulul Fiqh,

Penerjemah: Noer Iskandar al-Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2002), hal. 131.

169 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Usul Fikih, Penerjemah: Halimuddin, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2005), hal. 105.

170 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, hal. 74.

171 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1996), hal. 144

172 Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), hal. 111

Page 71: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

61

Dasar hukum berlakunya hukum adat dalam UUD 1945 adalah

Pasal II Aturan Peralihan. Menurut pasal ini dikatakan bahwa “segala

badan negara dan peraturan yang ada masih terus berlangsung selama

belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.”173

Pasal diatas dapat menjadi dasar hukum dan kekuatan berlakunya

adat pernikahan melangkahi kakak. Secara sosiologis, kekuatan

berlakunya hukum adat karena hukum itu benar-benar secara nyata ditaati

oleh anggota masyarakat. Walaupun secara tertulis tidak dinyatakan

dengan tegas dalam sebuah peraturan perundang-undangan.174

Kekuatan berlakunya hukum adat secara yuridis dapat kita lihat

bahwa hukum itu memiliki kemampuan untuk dipaksakan kepada anggota

masyarakat. Kemudian kekuatan berlakunya hukum adat secara filosofis

dapat kita lihat dari alasan hukum adat itu dibuat dan tujuan dari

berlakunya hukum adat tersebut.175

Melihat dari penjelasan diatas dapat penulis argumentasikan bahwa

di dalam hukum positif, adat mengenai pernikahan melangkahi kakak ini

dapat diberlakukan selama belum ada perundang-undangan yang

mengatur. Selain untuk menjaga adat sebagai identitas bangsa, berlakunya

173

Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), hal. 111-112

174 Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), hal. 50

175 Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), hal. 50-51

Page 72: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

62

adat pernikahan melangkahi kakak ini juga untuk memperkuat persatuan

dan kesatuan di dalam kekerabatan, kekeluargaan dan kebersamaan.176

C. Melangkahi menurut Ulama dan Tokoh Adat

1. Melangkahi menurut Ulama

Adat pelangkah merupakan kebiasaan atau adat yang awalnya

hanya sebuah perasaan yang menjadi pertimbangan dalam interaksi sosial

untuk menjalin hubungan baik di dalam keluarga. Dengan adanya interaksi

sosial, maka kebiasaan tersebut lambat laun menjadi adat yang telah

menjelmakan perasaan masyarakat itu sendiri.177

Adat pelangkah di dalam Islam tidak dijelaskan di dalam Al-Quran

maupun Hadits. Ketua MUI Kecamatan Pondok Aren Hasanuddin

menjelaskan bahwa “Boleh saja diberlakukan, tidak ada larangannya. Jadi

boleh saja menikah dengan melangkahi kakaknya”.178

Karena beliau

berpandangan bahwa adat pelangkah ini hanya bersifat tasliyah atau

menghibur saja agar tidak menjadi beban dihati atau dibatin dengan dia

mendapatkan hadiah, akan tetapi hal ini bukanlah sebuah keharusan.

Beliau menambahkan bahwa “Hal itu hanya permberian seseorang,

pemberian seseorang itu hanya keikhlasan saja, pemberian suka rela tidak

176

Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar), hal. 74.

177 A. Suriyaman Masturi Pide, Hukum Adat: Dahulu, Kini dan Akan Datang, (Jakarta:

Prenada Media Group, 2014), hal. 4.

178 Hasil wawancara dengan Drs. KH. Hasanuddin, MM di Pondok Karya Pada hari

Minggu, 3 Mei 2015.

Page 73: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

63

ada paksaan dan tidak ada keharusan.179

Seseorang yang sudah memenuhi

syarat untuk menikah dan sudah ingin berkeluarga, Islam menganjurkan

orang menyegerakan berkeluarga.180

Meskipun hal itu harus mendahului

kakaknya yang belum menikah.

“Sesuai dengan Syariat bahwa nikah itu siapa yang mendapat

jodoh duluan, dia yang akan nikah dan itu tidak melanggar syariat. Tidak

karena adiknya nikah duluan lalu dikatakan melanggar syariat”, kata Ketua

MUI Kecamatan Pondok Aren Hasanuddin saat ditemui di rumahnya di

Kelurahan Pondok Karya, Tangerang Selatan.

Beliau juga menuturkan bahwa pernikahan melangkahi kakak

hanyalah melanggar adat. Meskipun berpotensi menimbulkan sesuatu yang

bertentangan dengan syariat, seperti penghalangan pernikahan. Beliau

menanggapi hal itu bahwa “kalau adat sudah bertentangan dengan syariat

maka adat harus melebur diri untuk ikut syariat”.181

Beliau juga menambahkan bahwa “memang ada kaidah “Al-a’dah

Adawah” yang artinya meninggalkan kebiasaan maka akan menimbulkan

kesalahpahaman. Tetapi itu adalah adat yang dianggap tidak bertentangan

179

Hasil wawancara dengan Drs. KH. Hasanuddin, MM di Pondok Karya Pada hari

Minggu, 3 Mei 2015.

180 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, hal. 15.

181 Hasil wawancara dengan Drs. KH. Hasanuddin, MM di Pondok Karya Pada hari

Minggu, 3 Mei 2015.

Page 74: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

64

dengan syariat, kalau yang bertentangan dengan syariat, jelas sekuat

apapun adat tersebut harus ditinggalkan”.182

Melihat dari penjelasan Ketua MUI di atas, pada intinya bahwa

adat pelangkah di dalam Hukum Islam boleh diberlakukan. Akan tetapi,

sesuatu yang bertentangan dengan Hukum Islam di dalam adat tersebut

harus ditinggalkan, seperti halnya penghalangan pernikahan. Kemudian

mengenai pemberian pelangkah menurut Ketua MUI juga hal itu

dibolehkan namun pemberian seseorang itu hanya keikhlasan saja,

pemberian suka rela tidak ada paksaan dan tidak ada keharusan.

2. Melangkahi Menurut Tokoh Adat

“Pelangkah itu apabila ingin menikah di kampung atau desa orang

lain maka diwajibkan oleh adat memberikan uang pelangkah ke kampung

tempat menikah karena melangkah kampung, dengan tujuan untuk

meminta izin menikah. Itu yang dimaksud pelangkah kampung. Kemudian

ada yang disebut pelangkah kakak, pelangkah kakak itu yang seharusnya

nikah terlebih dahulu ialah kakaknya, akan tetapi adiknya mendahului

kakaknya menikah. Karena hal itu dari pihak adik memberikan uang

pelangkah kepada kakaknya. Budaya seperti itu memang dari dahulu

sudah ada, makanya sampai sekarang mayoritas tetap ada dan kuat”. Kata

Muslih.

Pembahasan pada penelitian ini terfokus hanya kepada pelangkah

kakak. Menurut Muslih pelangkah di dalam adat diharuskan ada, untuk

182

Hasil wawancara dengan Drs. KH. Hasanuddin, MM di Pondok Karya Pada hari

Minggu, 3 Mei 2015.

Page 75: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

65

menjaga hubungan baik kepada kakaknya, jangan sampai ada sakit hati

dari kakaknya dan kakaknya dapat mengikhlaskan serta dapat memberikan

doa restu kepada adiknya.183

Meskipun pelangkah diharuskan ada dengan tujuan-tujuan tersebut,

tetapi tetap saja masih ada orang yang menyalahi tujuan dari adanya

pelangkah itu. Masih ada orang yang menghalangi pernikahan adiknya

atau meminta sesuatu yang memberatkan adiknya untuk menikah dengan

alasan adat pelangkah. Di dalam adat hal ini tidak dibenarkan. Tokoh adat

Pondok Karya Muslih menjelaskan bahwa “hal itu salah, aturan dalam

adat juga menyalahkan. Dan dalam adat tidak bisa meminta dengan

nominal tertentu atau meminta barang tertentu itu salah. Hanya kesadaran

adiknya saja”.184

Beliau juga menjelaskan bahwa “kewajiban yang harus dipenuhi

adik yaitu memberikan sesuatu kepada kakaknya, itu hanya sekedarnya

saja tidak bisa dipaksakan. Hal ini untuk menghargai kakaknya. kakak pun

tidak meminta hanya suka rela dari adik”.185

D. Analisis Penulis

Melihat dari penjelasan di atas, penulis dapat mengalisis beberapa

hal mengenai adat pernikahan melangkahi kakak bahwa adat pernikahan

melangkahi kakak memang tidak dijelaskan di dalam fiqh maupun hukum

183

Hasil wawancara dengan H. Muslih di Pondok Karya Pada hari Rabu, 6 Mei 2015.

184 Hasil wawancara dengan H. Muslih di Pondok Karya Pada hari Rabu, 6 Mei 2015.

185 Hasil wawancara dengan H. Muslih di Pondok Karya Pada hari Rabu, 6 Mei 2015.

Page 76: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

66

positif. Jadi sudah sangat jelas bahwa pernikahan tersebut tidak akan

mempengaruhi sah atau tidak sahnya pernikahan karena tidak tercantum di

dalam syarat pernikahan. Bahkan di dalam adat sendiri, prosesi pelangkah

itu tidak sampai menjadi tolak ukur bahwa pernikahan itu sah atau tidak.

Seseorang yang ingin menikah dan sudah memenuhi syarat untuk

menikah, Islam sangat menganjurkan untuk disegerakan pernikahan

tersebut. Oleh karena itu, perintah menyegerakan tersebut yang membuat

pernikahan tidak dapat dihalangi oleh siapapun tanpa ada alasan yang

diatur dalam hukum syar‟i maupun hukum positif, bahkan meskipun

seseorang itu menikah dengan mendahulu kakaknya yang belum menikah,

maka kakaknya tidak dapat mengahalangi orang itu untuk menikah.

Seorang kakak yang dilangkahi oleh adiknya menikah, tidak dapat

mempengaruhi pernikahan tersebut apalagi menghalangi adiknya untuk

menikah. Kalau pun hal itu terjadi dengan alasan adat, bahkan adat tidak

membenarkan hal itu karena adat mengatur adat pelangkah tersebut hanya

untuk meminta izin kepada kakak dalam bentuk uang atau barang untuk

menyenangkan hati kakak yang akan didahului. Di dalam agama juga

melarang seseorang menghalangi pernikahan tanpa alasan syar‟i. Bahkan

dapat dihukumi haram karena hal itu dapat menyebabkan banyak

kemudharatan.

Bentuk permintaan izin yang berupa uang atau barang tersebut

sebenarnya hanya pemberian suka rela dari adik kepada kakaknya, namun

ada beberapa bentuk permintaan izin tersebut yang menjadi permintaan

Page 77: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

67

kakaknya. Meskipun permintaan dari kakaknya yang akan dilangkahi,

akan tetapi menurut penulis permintaan tersebut harus melihat kemampuan

adik. Jika permintaan itu memberatkan bahkan menjadi syarat yang

diharuskan ada maka hal itu tidak dibenarkan. Apalagi bila permintaan itu

sampai membuat pernikahan adik terhalang, hal itu sangat tidak

dibenarkan baik agama maupun adat.

Meskipun adat pernikahan melangkahi kakak itu tidak

mempengaruhi dan tidak menjadi tolak ukur sah atau tidaknya suatu

pernikahan. Namun menurut penulis, adat pernikahan melangkahi kakak

masih harus terus dilestarikan. Bukan untuk menghalangi pernikahan akan

tetapi adat tersebut hanya untuk menjadi sebuah bentuk penghormatan dan

permintaan izin kepada kakak yang akan didahului adiknya menikah.

Melihat dari penjelasan tokoh adat serta praktik yang terjadi

mengenai adat pelangkah, dapat dikatakan bahwa tidak semua di dalam

adat pelangkah tersebut bertentangan dengan hukum syara‟. Harus ada

pemisahan antara yang bertentangan dengan hukum syara‟ dengan yang

tidak bertentangan dengan hukum syara‟. Bahkan bagian yang

mengandung kemaslahatan dari adat pelangkah tersebut menurut penulis

harus tetap dipertahankan.

Sesuatu yang bertentangan dengan hukum syara‟ di dalam adat

pelangkah tersebut diantaranya yaitu mengenai penghalangan

pernikahannya. Menurut penulis hal itu harus dirubah menjadi kerelaan

dan keridhoan kakak kepada adiknya.

Page 78: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

68

Selanjutnya sesuatu yang tidak bertentangan dengan hukum syara‟

bahkan menjadi sebuah kemaslahatan dengan adanya adat pelangkah yaitu

permintaan izin dari adik kepada kakaknya untuk mendahului menikah.

Hal tersebut yang menurut penulis perlu dilestarikan untuk menjaga

hubungan baik antara adik dan kakak bahkan antar keluarga, karena

sebuah pernikahan itu bukanlah hanya menyatukan dua orang saja, akan

tetapi pernikahan itu menyatukan dua keluarga.

Adapun manfaat dari adanya adat pelangkah yaitu menjaga

perasaan kakak yang akan dilangkahi dan menyenangkan hati kakak yang

akan dilangkahi. Hal ini yang menurut penulis harus dibudayakan dan

dilestarikan agar tidak ada perselisihan bahkan keretakan di dalam

keluarga. Namun perlu penyaringan juga, jangan sampai ada yang

bertentangan dengan hukum syara‟.

Page 79: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Melihat dari yang sudah dijelaskan di atas, penulis dapat

menyimpulkan beberapa hal mengenai adat pernikahan melangkahi kakak

yang terdapat di dalam Adat Betawi Kelurahan Pondok Karya Tangerang

Selatan yaitu tatacara pernikahan melangkahi kakak dalam adat betawi

bermula pada pembicaraan mengenai pelangkah, hal itu diadakan pada

saat lamaran terjadi dan pemberiannya bersamaan dengan akad

pernikahan, bahkan ada yang saat akad disebutkan pemberian apa yang

diberikan sebagai pelangkah.

Menurut tokoh adat bahwa pelangkah itu diharuskan, untuk

menjaga hubungan baik kepada kakaknya. Namun jika pelangkah itu

memberatkan atau menghalangi adiknya untuk menikah, tokoh adat

mengungkapkan bahwa hal itu tidak dibenarkan karena pelangkah tidak

bisa diminta dengan nominal tertentu atau barang tertentu, hanya

kesadaran adiknya saja. Sejalan dengan pendapat tokoh adat, tokoh ulama

mengungkapkan bahwa pelangkah boleh saja diberlakukan atas dasar

kaidah “Al-A`dah Adawah” akan tetapi hal itu tidak menjadi sebuah

keharusan.

Adat pelangkah di dalam fiqh memang tidak dijelaskan dan tidak

dirinci, hal itu hanya terdapat di dalam adat. Oleh karena itu, diberlakukan

Page 80: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

70

atau tidak diberlakukannya adat ini tidak akan mempengaruhi pernikahan

tersebut sah atau tidak.

Meskipun tidak mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan, adat

mengenai pelangkah ini harus tetap dilestarikan sebagai simbol identitas

bangsa namun perlu ada penyaringan dan penyesuaian dengan fiqh agar

tidak bertentangan. Penyesuaian tersebut diantaranya mengenai

penghalangan nikah dari kakaknya kepada adiknya yang ingin menikah.

Penghalangan tersebut harus ditinggalkan dan diganti dengan

kerelaan dan keikhlasan, karena keegoisan seorang kakak untuk

menghalangi adiknya untuk menikah itu tidak dibenarkan dan di dalam

fiqh itu dapat diharamkan karena dapat menimbulkan banyak

kemudharatan.

Tidak hanya penghalangannya saja yang harus dihapuskan akan

tetapi hal yang memberatkan dan menyusahkan seseorang untuk menikah

harus dihapuskan juga, seperti halnya meminta dibelikan sesuatu yang di

luar kesanggupan dan kemampuan adik yang ingin memberi pelangkah.

Karena hal ini hanya keikhlasan saja, pemberian suka rela tidak ada

paksaan dan tidak ada keharusan.

Kakak yang akan dilangkahi harus dapat mengikhlaskan dan

menerima apapun pemberian adik sebagai permohonan izin untuk

menikah. Tidak boleh memaksakan kemampuan adik dan tidak boleh

memberatkan permintaan kepada adik.

Page 81: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

71

Seorang adik yang ingin melangkahi juga harus tetap melihat

keadaan psikologis maupun mental kakak yang akan dilangkahinya,

berikanlah sesuatu yang akan menyenangkan hati kakak agar tidak merasa

sakit hati dan rendah diri. Hal ini hanya untuk penghormatan kepada kakak

dan menjaga hubungan baik dengan keluarga.

Dari penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa adat pernikahan

melangkahi kakak yang terdapat di Kelurahan Pondok Karya dapat

dilestarikan dengan catatan bahwa sesuatu yang bertentangan dengan fiqh

harus diubah agar tidak terjadi pertentangan antara hukum adat dengan

fiqh.

B. Saran-Saran

Melihat penjelasan dari penelitian yang penulis lakukan di atas,

penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada kita semua agar menjadi

masyarakat dan umat yang lebih baik. Karena mengenai pernikahan ini

adalah sesuatu yang serius dan tidak hanya melibatkan dua orang saja,

akan tetapi melibatkan dua keluarga yang akan dipersatukan. Oleh karena

itu, penulis akan memberikan beberapa saran sesuai dengan apa yang telah

penulis teliti, diantaranya:

1. Hendaklah orang yang akan menikah, konsultasikan terlebih dahulu

kepada ahli hukum keluarga atau ustadz-ustadz yang mengerti

mengenai pernikahan agar mendapat pencerahan mengenai hal yang

harus dilakukan dan hal yang harus ditinggalkan ketika akan menikah.

Page 82: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

72

2. Seseorang yang sudah ingin menikah dan memenuhi persyaratan untuk

menikah, janganlah dibebani dengan sesuatu yang memberatkan

pernikahannya dan jangan dihalangi baik itu oleh kakaknya atau yang

lainnya. Karena hal itu hanya akan menimbulkan kemudharatan yang

lebih besar.

3. Seorang adik yang akan menikah akan tetapi memiliki kakak yang

belum menikah, hendaklah meminta izin terlebih dahulu kepada

kakaknya agar tidak terjadi kesalahpahaman ataupun keretakan dalam

keluarga. Karena saling menghormati dan menghargai di dalam

keluarga itu sangat penting.

4. Hendaklah kepada ahli-ahli hukum keluarga maupun ustadz-ustadz

yang mengerti mengenai pernikahan, untuk memberikan

pembelajaran-pembelajaran kepada masyarakat mengenai pernikahan

agar masyarakat tidak hanya mengacu kepada sesuatu hal yang sudah

ada saja seperti halnya adat istiadat, akan tetapi agar masyarakat dapat

berfikir lebih luas dan melihat dari berbagai sudut pandang, baik itu

sudut pandang adat, sudut pandang agama, maupun sudut pandang

hukum positif.

Page 83: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR PUSTAKA

Asmin. Status Perkawinan Antar Agama: Ditinjau dari Undang-Undang

Perkawinan No. 1/1974. Jakarta: PT Dian Rakyat. 1986.

Ayyub, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah: Abdul Hayyie al-

Kattani. Jakarta: Gema Insani. 2011.

Chaer, Abdul. Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi.

Jakarta: Masup. 2012.

Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam

Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana. 2007.

Cetakan ke-2.

Duverger, Maurice. Sosiologi Politik. Penerjemah: Daniel Dhakidae. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 2000. Cetakan Ke-8.

Ensiklopedia Jakarta. Culture and Heritage (Budaya dan Warisan Sejarah).

Jakarta: Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Kebudayaan

dan Permuseuman. 2005.

Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi. Jakarta:

Bulan Bintang. 1976.

George, Vic dan Wilding, Paul. Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti. 1992.

Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana. 2010.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti.

1990. Cetakan Ke-IV.

---------------------------. Hukum Ketatanegaraan Adat. Bandung: Alumni. 1998.

Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos. 1996.

Hidayat, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES. 1996.

Hosen, Ibrahim. Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan. Jakarta: Pustaka

Firdaus. 2003.

Idris, Abdul Fatah dan Ahmadi, Abu. Fikih Islam Lengkap. Jakarta: PT Rineka

Cipta. 2004.

Page 84: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

Kelsen, Hans. Dasar-Dasar Hukum Normatif. Penerjemah: Nurulita Yusron.

Bandung: Nusa Media. 2009. Cetakan Ke-2.

Khallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-Kaidah Hukum Islam: Ilmu Ushul Fiqh.

Penerjemah: Noer Iskandar al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.

---------------------------------. Ilmu Usul Fikih. Penerjemah: Halimuddin. Jakarta:

PT Rineka Cipta. 2005.

Kharlie, Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Di Dunia Islam Kontemporer. Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. Cetakan ke-1.

Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995.

Lembaga Kebudayaan Betawi. Upacara Perkawinan Adat Betawi. Jakarta:

Lembaga Kebudayaan Betawi. 1994.

Medikanto, Joko. Penetapan Wali Adlal (Studi Kasus Pengadilan Agama Kendal).

Tesis. Semarang. 2006.

Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan

Bintang. 1974.

Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Ayat-Ayat Perkawinan dan Perceraian dalam

Kajian Ibnu Katsir. Jakarta: Gaung Persada Press. 2010.

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Folklor Betawi. Jakarta: Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta. 2000.

Pide, A. Suriyaman Masturi. Hukum Adat: Dahulu, Kini dan Akan Datang.

Jakarta: Prenada Media Group.2014.

Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia.

Jakarta: Bina Aksara. 1987.

Prodjodikoro, R. Wirjono. Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung: Sumur

Bandung. 1991.

Pusat Peningkatan dan Jmainan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum.

Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu

(PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum. 2012.

Rahman, Abdur. Perkawinan dalam Syariat Islam. Penerjemah: Basri Iba Asghari

dan Wadi Masturi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1992.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994.

Page 85: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

Rato, Dominikus. Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar). Surabaya:

Laksbang Justitia. 2014.

Rusdiana, Kama dan Aripin, Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: UIN

Jakarta Press. 2007.

S, Salim H dan Nurbani, Erlies Septiana. Perbandingan Hukum Perdata:

Comparative Civil Law. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2014.

Sabiq, Sayyid. Fiqh As-Sunnah. Kairo: Dar Al-Fath Lil I’lami Al-Arabiy. 2000

Saidi, Ridwan. Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan dan Istiadatnya.

Jakarta: PT Gunara Kata. 2004.

Salam, Syamsir dan Fadhilah, Amir. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. 2008.

Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

1978.

Saputra, Yahya Andi. Upacara Daur Hidup Adat Betawi. Jakarta: Wedatama

Widya Sastra. 2008.

Sholeh, Asrorun Ni’am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga.

Jakarta: Elsas. 2008.

Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum

Indonesia. Jakarta: Kencana. 2010.

Singarimbun, Masri. Penduduk dan Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

1996.

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

2003.

-------------------------. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

2013.

Soelaeman, Munandar. Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial.

Bandung: PT Refika Aditama. 2001.

Sopyan, Yayan. Islam-Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Jakarta: Wahana Semesta Intermedia. 2012. Cetakan

Ke-2.

Sudarsono. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1991.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2009.

Page 86: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

---------------------. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana. 2011.

--------------------. Garis-Garis Besar Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2012.

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam.

Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1986.

Tihami, M. A. dkk. Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta:

Rajawali Pers. 2009.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988.

Turangan, Lily, Willyanto dan Fadhilla, Reza. Seni Budaya dan Warisan

Indonesia: Manusia dan Lingkungan Budaya. Jakarta: PT Aku Bisa. 2014.

Unger, Roberto M. Teori Hukum Kritis. Penerjemah: Dariyatno dan Derta Sri

Widowatie. Bandung: Nusa Media. 2008. Cetakan Ke-2.

Worsley, Peter. Pengantar Sosiologi: Sebuah Pembanding, Jilid 2. Penerjemah:

Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1992.

Yanggo, Huzaemah T. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertas., Jakarta:

IIQ Press. 2011. Cetakan Ke-2.

Page 87: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

PROFIL KELURAHAN PONDOK KARYA

KECAMATAN PONDOK AREN KOTA TANGERANG SELATAN

KONDISI GEOGRAFIS

Luas Wilayah (Ha) : 278.960 Ha

Batas Wilayah :

Utara Cipadu

Timur Pondok Betung

Selatan Pondok Ranji Ciputat Timur

Barat Jurangmangu Timur

Luas Wilayah Menurut Pengguna Lahan

Sawah : - Ha

Darat / Kering : 278.960 Ha

Perkebunan : - Ha

Hutan : - Ha

Pemukiman : 278.960 Ha

Orbitasi Kelurahan (Km)

Ke Ibukota Kec : 4 Km

Ke Ibukota KAB/KOTA : 6 Km

Ke Ibukota Provinsi : 70 Km

Ke Ibukota Negara : 30 Km

PEMERINTAHAN

Jumlah RT / RW :

RT 69

RW 10

Jumlah Aparat Pemerintah Kelurahan :

Jumlah Aparat 17 Orang

Pegawai Tetap / PNS 2 Orang

Pegawai Tidak Tetap / Non

PNS

15 Orang

Jumlah Sarana Kerja Kantor :

Telepon 1

Radio Komunikasi 1

Meja 25

Kursi 83

Mesin Tik 4

Komputer / Laptop 6

Lemari Kayu / Besi 2

Filling Kabinet 5

Meja Tamu

Kursi Tamu 4

Page 88: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

Wifi 1

Kendaraan Roda 3 1

Kendaraan Roda 2

Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk

Jumlah KK : 5119 KK

Jumlah Laki-laki : 10297 Jiwa

Jumlah Perempuan : 9883 Jiwa

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ( Tahun )

0 – 4 Th 1836 Orang

5 – 9 Th 1607 Orang

10 – 14 Th 2032 Orang

15 – 19 Th 2121 Orang

20 – 24 Th 1873 Orang

25 – 29 Th 2174 Orang

30 – 34 Th 2155 Orang

35 – 39 Th 2181 Orang

40 – 44 Th 1201 Orang

45 – 49 Th 1002 Orang

50 – 54 Th 799 Orang

55 – 59 Th 674 Orang

60 Th Keatas 525 Orang

Jumlah 20180 Orang

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

ISLAM 17749 Orang

KRISTEN 1097 Orang

KHATOLIK 1049 Orang

HINDU 131 Orang

BUDHA 154 Orang

KONGHUCU -

JUMLAH 20180 Orang

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Tidak Sekolah

Belum Tamat SD /

Sederajat

928

Tamat SD / Sederajat 2049

Tamat SLTP / Sederajat 2448

Tamat SLTA / Sederajat 6772

Diploma III / Sederajat 777

Diploma IV / Akademik 2141

Starat II 201

Strata III 6

Jumlah

Page 89: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian / Pekerjaan :

Belum / Tidak Kerja 3032

Ibu Rumah Tangga 4151

Pensiunan 339

PNS 482

TNI 26

POLRI 34

Pedagang 52

Petani 0

Karyawan / BUMN / BUMD /

SWASTA

7299

Buruh 9

Guru 221

Dosen 26

Dokter 56

Perawat 19

Bidan 5

Lainnya 0

Jumlah 15751

SOSIAL Jumlah Sarana Pendidikan

Kelompok Bermain/TK 9

SD / Sederajat 11

SLTP / Sederajat 6

SLTA / Sederajat 3

Perguruan Tinggi -

Tempat Ibadah dan Sarana Pendidikan Agama

MASJID 10

MUSHOLLA 22

GEREJA 2

PURA -

KELENTENG -

VIHARA -

MAJLIS TA’LIM 22

TPA 22

PON – PES 1

Pendidikan Non Formal

Kursus Montir

Page 90: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

Kursus Mengemudi 1

Kursus Elektronik

Kursus Memasak

Kursus menjahit 1

Kursus Komputer 1

Kursus Kecantikan

Kursus Bahasa Inggris 1

SARANA DAN PRASARANA

1. Jalan

Panjang jalan yang ada di wilayah Kelurahan Pondok Karya Sepanjang

17.6 Km, dengan klasifikasi

a. Berdasarkan status :

Jalan Negara : - Km

Jalan Provinsi : - Km

Jalan KAB / KOTA : - Km

b. Berdasarkan Kondisi Fisik :

Jalan Beton : 11.9 Km

Jalan Aspal : 5.65 Km

Jalan Tanah/Diperkeras : - Km

2. Jembatan

Jumlah Jembatan dengan Klasifikasi

Jembatan Besi : - Buah

Jembatan Kayu : - Buah

Jembatan Beton : 1 Buah

Jembantan Gantung : - Buah

3. Sarana Olah Raga

Sepak Bola : 1 Club

Bola Volly : 1 Club

Bulu Tangkis : 11 Club

Tennis : 1 Club

Tenis Meja : - Club

Basket : - Club

Atletik : - Club

Golf : - Club

Bela Diri : - Club

Futsal : 3 Club

4. Sarana Angkutan Umum / Transportasi

Bis/Metro mini : Ada ( ± 15 Unit )

Angkutan Umum : Ada / Perorangan

Taksi : Ada / Perorangan

Motor/Ojek : Ada / Perorangan

Sepeda : Tidak Ada

Stasiun : Tidak Ada

Terminal : Tidak Ada

Page 91: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

PEREKONOMIAN

NIAGA INDUSTRI, PARIWISATA DAN PERKOPERRASIAN

1. NIAGA INDUSTRI

Warung Makan / Restoran : 20

Hotel : 2

Pasar : -

Terminal : -

Gedung Bioskop : 1

Pom Bensin : 1

Bengkel Mobil : 2

Bengkel Motor : 20

Toko Bangunan / Material : 11

Toko Besi : 2

Toko Kaca : 3

Percetakan : 1

Penjahit : 10

Konveksi : 5

Toko Alat Mobil / Motor :

Warnet : 5

2. PEREKONOMIAN

Perbankan : 6 Buah

BPR : Buah

Mall / Supermarket : 8 Buah

Seni Budaya / Sanggar : 2 Buah

Panti Pijat : 2 Buah

Page 92: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

1. Data dan jumlah peserta Diklat, Prajab dan Diklat Struktur lainnya :

2. Data dan jumlah Peserta Diklat Kedinasan :

3. Data dan Jumlah kasus lingkungan yang ada :

4. Jumlah kasus lingkungan yang ada :

5. Data dan jumlah perusahaan wajib AMDAL :

6. Data dan jumlah perusahaan wajib AMDAL yang yelah diawasi :

7. Data dan jumlah sumur / lubang resapan air :

8. Data dan jumlah RHL :

9. Data dan jumlah pelayanan perijinan yang terpenuhi :

10. Data dan jumlah korban bencana alam :

11. Data dan jumlah korban bencana alam yang dievakuasi :

12. Data dan jumlah Lembaga Ekonomi Mikro Perdesaan :

13. Data dan jumlah kegiatan Usaha Ekonomi Masyarakat Keluarga :

14. Data dan jumlah Posyandu : 29

15. Data dan Jumlah Posyandu yang aktif : 29

16. Data dan jumlah PKK : 1

17. Data dan jumlah PKK yang aktif : 1

18. Data dan jumlah Binaan Kelompok Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (

LPM ) : 1

19. Data dan jumlah kader Pembinaan Masyarakat (KPM) : 5 Orang

20. Data dan jumlah Binaan kader Pembinaan masyarakat (KPM) :

21. Data dan jumlah Perempuan Dilembaga Perintahan : 4 Orang

22. Data dan jumlah Perempuan yang ada dilokasi P2WKSS :

23. Data dan jumlah Perempuan yang mendapat pembinaan di;lokasi P2WKSS :

24. Data dan jumlah pengaduan yang masuk keunit pelayanan terpadu :

25. Data dan jumlah pengaduan yang ditindaklanjuti oleh unit pelayanan terpadu :

26. Data dan jumlah perkara kekerasan terhadap perempuan dan anak yang

disidangkan :

27. Jumlah perkara yang diputuskan pengadilan dengan dasar perundang-

undangan yang berkaitan dengan kekerasan perempuan dan anak :

28. Data dan jumlah Suluruh korban KTP/A yang terdata dating kepuskesmas

mampu tatalaksana KTP/A atau PPT/PKT dirumah sakit :

29. Data dan jumlah korban kekerasan yang memperoleh layanan kesehatan oleh

tenaga kesehatan terlatih di puskesmas mampu tatalaksana KTP/A atau

PPT/PKT dirumah sakit :

30. Data dan jumlah pasangan usia subur (PUS) : ± 2602

31. Data dan jumlah pasangan usia subur (PSU) yang istrinya dibawah 20 tahun :

32. Data dan jumlah unmet need / targer KB baru :

33. Data dan jumlah PUS anggota Bina Keluarga Balita (BKB) :

34. Data dan jumlah PUS anggota Bina Keluarga Remaja (BKR) :

35. Data dan jumlah PUS anggota BKR yang ber-KB :

36. Data dan jumlah anggota Bina Keluarga Lansia :

37. Data dan jumlah anggota Bina Keluarga Lansia Aktif :

38. Data dan jumlah peserta KB aktif :

39. Data dan jumlha PUS yang ingin ber-KB tapi tidak terpenuhi :

40. Data dan jumlah PLKB/PKB, PPKBD :

Page 93: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

41. Data dan jumlah kebutuhan alat dan obat kotrasepsi :

42. Data dan jumlah alat dan obat kontrasepsi yang terpenuhi :

43. Data panjang dan jumlah jembatan : 1 Buah panjang 10 M2

44. Data kondisi jembatan : Baik

45. Data dan panjang dan jumlah ruas jalan :

46. Data kondisi jalan : baik

47. Data panjang dan jumlah sungai :

48. Data konsisi sungai :

49. Data panjang kondisi drainase : 17.6 km

50. Data konsdisi drainase : kurang baik

51. Data jumlah titik banjir : 2

52. Data jumlah titik banjir tertangani : 2

53. Data jumlah kebutuhan PJU :

54. Data jumlah kebutuhan PJU terpasang :

55. Data kondisi PJU :

56. Data jumlah RTH :

57. Data jumlah RTH tertata :

58. Data jumlah timbunan sampah :

59. Data jumlah timbunan sampah yang tertangani :

60. Data dan jumlah komunitas yang terlibat dalam pengelolaan persampahan

(PSBM) :

61. Data dan jumlah masyarakat miskin penerima jamkesda :

62. Data dan jumlah ibu yang melaksanakan kunjungan antenat 4 kali : 674

63. Data dan jumlah ibu bersalin : 597

64. Data dan jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan : 115

65. Data dan jumlah ibu bersalin yang ditolong nakes : 597

66. Data pelayanan ibu nifas ( KF lengkap ) : 597

67. Data dan jumlah neonates : 597

68. Dan jumlah neonates dengan komplikasi yang ditangani : 108

69. Data dan jumlah seluruh bayi lahir hidup : 597

70. Data dan jumlah kunjungan bayi memperoleh pelayanan kesehatan sesuai

standar : 597

71. Data dan jumlah pelayanan anak balita : 2406

72. Data dan jumlah anak usia 6-24 bulan yang diberkan MP-ASI :

73. Data dan jumlah seleuruh balita gizi buruk yang ditemukan : 2

74. Data dan jumlah gizi buruk mendapat perawatan disarana pelayanan kesehatan

: 2

75. Data dan jumlah PUS anggota BKB yang ber-KB :

76. Jumlah kader kesehatan aktif : 154

77. Data dan jumlah desa/kelurahan siaga aktif :

78. Data dan jumlah balita dilayani di posyadu : 3392

79. Data dan jumlah desa/kelurahan UCI :

80. Data dan jumlah penanganan penyakit menular & PTM diseluruh layanan

kesehatan :

81. Data dan jumlah penderita DBD yang ditemukan : 14

82. Data dan jumlah penderita DBD yang ditangani sesuai SOP : 14

Page 94: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

83. Data dan jumlah ODHA :

84. Data dan jumlah ODHA yang memdapat pengobatan ARV sesuai protokol

yang ditetapkan :

85. Data dan jumlah penderita baru TBC (BTA+) yang ditemukan :

86. Data dan jumlah desa/kelurahan mengalami KLB :

87. Data dan jumlah rumah sehat :

88. Data dan jumalah UKM :

89. Data dan jumlah UKM yang mendapatkan bantuan :

90. Data dan jumlah UKM aktif :

91. Data dan jumlah koperasi :

92. Data dan jumlah koperasi aktif :

93. Data dan jumlah SD/MI Negeri : 2

94. Data dan jumlah SD/MI Swasta : 9

95. Data dan jumlah SMP/Mts Swasta : 6

96. Data dan jumlah SMA/MA Negeri : tidak ada

97. Data dan jumlah SMA/MA Swasta : 3

98. Data dan jumlah SMK Negeri : tidak ada

99. Data dan jumlah SMK Swasta :

100. Data dan jumlah siswa SMK Swasta :

101. Data dan jumlah ruang kelas SD/MI Negeri dan kondisinya :

102. Data dan jumlah ruang kelas SD/MI Swasta dan kondisinya :

103. Data dan jumlah ruang kelas SMP/MTs Negeri dan kondisinya :

104. Data dan jumlah ruang kelas SMP/MTs Swasta dan kondisinya :

105. Data dan jumlah ruang kelas SMA/MA Negeri dan kondisinya :

106. Data dan jumlah ruang kelas SMA/MA Swasta dan kondisinya :

107. Data jumlah ruang kelas SMK Negeri dan kondisinya :

108. Data jumlah ruang kelas SMK Swasta dan kondisinya :

109. Data dan jumlah anak putus sekolah usia SD/Sederajat :

110. Data dan jumlah anak putus sekolah usia SMP/Sederajat :

111. Data dan jumlah anak putus sekolah usia SMA/Sederajat :

112. Data jumlah guru SD/SMP/SMA, SMK :

113. Data jumlah guru SD/SMP/SMA, SMK memiliki sertifikat sesuai dengan

kompetensi :

114. Data dan jumlah siswa miski SD/MI :

115. Data dan jumlah siswa miski SMP/Mts :

116. Data dan jumlah siswa miski SMA/MA :

117. Data luas areal pertanian : tidak ada

118. Data dan jumlah produksi hasil pertanian : tidak ada

119. Data dan jumlah kelompok tani : tidak ada

120. Data dan jumlah petani terbina : tidak ada

Page 95: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

121. Data dan jumlah peternak : tidak ada

122. Data dan jumlah kelompok peternak yang telah mengikuti penyulihan :

tidak ada

123. Data dan jumlah produksi budidaya perikanan : tidak ada

124. Data dan jumlah kelompok POKDAKAN, UPR dan kelompok pengolah :

tidak ada

125. Data dan jumlah kelompok binaan pokdakan yang mendapatkan bantuan

PEMDA : tidak ada

126. Data kondisi kantor kecamatan dan kelurahan : kurang baik

127. Data dan jumlah rumah tangga pengguna air bersih : 5119 KK

128. Data dan jumlah rumah layak dihuni :

129. Data dan jumlah rumah tinggal berakses sanitasi :

130. Data dan jumlah lembaga kesejahteraan sosial :

131. Data dan jumlah lembaga kesejahteraan sosial yang diberdayakan :

132. Data dan jumlah Panti Asuhan :

133. Data dan jumlah Panti Jompo :

134. Data dan jumlah PMKS :

135. Data dan jumlah penduduk usia kerja (15-64 th) : 12584

136. Data dan jumlah penduduk angkatan kerja : 8383

137. Data dan jumlah pencari kerja yang mendaftar :

138. Data dan jumlah pencari kerja yang telah ditempatkan dalam 1 tahun :

139. Data dan jumlah transmigrasi swakarsa : tidak ada

140. Data dan jumlah penduduk berusia > 17 thn yang memiliki KTP :

141. Data dan jumlah keseluruhan pasangan nikah :

142. Data dan jumlah pasangan berakta nikah :

143. Data dan jumlah keseluruhan bayi yang lahir :

144. Data dan jumlah bayi lahir yang memiliki akte kelahiran :

145. Data dan jumlah kondisi prasarana dan fasilitas LLAJ :

146. Data dan jumlah uji kir angkutan umum :

147. Data dan jumlah titik rawan macet : tidak ada

148. Data dan jumlah terminal bis : tidak ada

149. Data dan jumlah tower bersama : tidak ada

150. Data dan jumlah kelompok pengrajin : tidak ada

151. Data dan jumlah kelompok pengrajin binaan PEMDA : tidak ada

152. Data dan jumlah produk industri kecil dan menengah yang mendapatkan

fasilitas untuk mendaftarkan HAKI : tidak ada

153. Data dan jumlah kelompok pedagang/usaha informal :

154. Data dan jumlah kelompok pedagang/usaha informal yang mendapatkan

binaan PEMDA:

155. Data dan jumlah organisasi kepemudaan :

Page 96: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

156. Data dan jumlah kegiatan kepemudaan :

157. Data dan jumlah lapangan olahraga dikelurahan :

158. Data dan jumlah aset kota Tangsel : 2 terdiri dari Kantor Kelurahan Luas

450 M2dan SDN Pondok Karya Luas 1500 M

2

159. Data dan jumlah gedung serbaguna :

160. Data dan jumlah cagar budaya yang direvitakisasi : tidak ada

161. Data dan jumlah kunjungan wisatawan : tidak ada

162. Data dan jumlah objek wisata : tidak ada

163. Data dan jumlah kejadian kebakaran : tidak ada

164. Data dan jumlah perpustakaan (Sekolah, Kelurahan) :

165. Data dan jumlah koleksi buku (perpustakaan sekolah, kelurahan : tidak ada

166. Data dan jumlah pos jaga limnas kelurahan/desa :

167. Data dan jumlah sarana dan prasarana RSUD : tidak ada

168. Data dan jumlah pos jaga pasar :

169. Data dan jumlah lembaga keagamaan dan tempat ibadah :

170. Data dan jumlah penyedian jasa beserta IUJK nya : tidak ada

Page 97: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN HASIL WAWANCARA

DENGAN KETUA MUI KECAMATAN PONDOK AREN

MENJABATAN DARI TAHUN 2009 - Sekarang

DRS. KH. HASANUDDIN, MM.

1. Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai Adik yang melangkahi

kakaknya dalam pernikahan?

Jawaban: Sesuai dengan Syariat bahwa nikah itu siapa yang mendapat

jodoh duluan, dia yang akan nikah dan itu tidak melanggar syariat. Tidak

karena adiknya nikah duluan lalu dikatakan melanggar syariat, akan tetapi

melanggar adat. Adat itupun tidak semua memangku adat tersebut, ada

orang yang menganggap itu biasa saja artinya tidak mempermasalahkan

bahwa nikah harus kakak duluan karena takut diolok-olok oleh masyarakat

atau adat, mereka berjalan biasa saja dan menganggap biasa-biasa saja.

Seseorang kalau berbicara adatnya, memang ada sebagian orang yang

mengharuskan memberikan sesuatu, seperti halnya uang pelangkah atau

tanda jasa dapat berupa barang atau uang. Tetapi hal itu tidak ditentukan

nominal atau harganya, hal itu hanya bersifat adat semata yang bertujuan

untuk menghibur kakaknya, untuk membuat senang kakaknya yang sudah

mengikhlaskan adiknya menikah dengan adanya hadiah yang diberikan.

2. Menurut Bapak, Seberapa kuatkah masyarakat di Kelurahan ini memegang

adat istiadat?

Jawaban: Untuk melihat secara dalam memang perlu penelitian, Cuma

memang hanya sekelompok orang yang memegang adat itu. Memang

dilakukan dari generasi ke generasi dan itu merupakan sesuatu yang tidak

baku, jadi kalau ditanya seberapa kuat, memang tidaklah kuat karena tidak

baku.

3. Bagaimana jika adat pernikahan melangkahi kakak ini sebagai penghalang

pernikahan?

Jawaban: Memang ada juga, akan tetapi hal itu tidak menjadi sebuah

keharusan. Tidak ada adat yang mengkhususkan, hal itu hanya bersifat

parsial dan kelompok, hanya ada beberapa orang yang berfikir seperti itu.

Kalau secara umum tidak ada.

4. Bagaimana pandangan Hukum Islam tentang adat?

Jawaban: Memang ada kaidah “Al-a‟dah Adawah” yang artinya

meninggalkan kebiasaan maka akan menimbulkan kesalahpahaman.

Tetapi itu adalah adat yang dianggap tidak bertentangan dengan syariat,

kalau yang bertentangan dengan syariat, jelas sekuat apapun adat tersebut

harus ditinggalkan. Sebab adat itu bukanlah agama, adat hanya kebiasaan

Page 98: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

sekelompok orang atau sekelompok daerah sedangkan agama sifatnya

universal untuk rahmatan lil „alamin. Sehingga kalau dilihat seberapa kuat

adat mempengaruhi agama, tidak boleh jika adat mendominasi agama.

Bahkan jika adat yang bertentangan dengan syariat, harus melebur dan

harus ikut syariat.

5. Bagaimana pandangan Islam tentang memberikan pelangkah?

Jawaban: hal itupun Islam tidak ada aturan mengenai orang yang menikah

akan melangkahi terikat dengan pelangkah, kalaupun ada hanya bersifat

tasliyah (menghibur) saja. Menghibur kepada si kakak yang dilangkahi

sehingga dia tidak menjadi beban dihati atau dibatin dengan dia

mendapatkan hadiah, bukan berarti hal itu adalah keharusan bila

melangkahi harus memberikan sesuatu.

6. Apakah di dalam Islam, adat mengenai pernikahan melangkahi kakak

dapat diberlakukan?

Jawaban: Boleh saja diberlakukan, tidak ada larangannya. Jadi boleh saja

menikah dengan melangkahi kakaknya.

7. Bagaimanakah jika adat pernikahan melangkahi kakak ini sebagai

penghalangan pernikahan?

Jawaban: hal ini kan hanya adat, jadi kalau adat sudah bertentangan

dengan syariat maka adat harus melebur diri untuk ikut syariat.

8. Bagaimana pandangan bapak sebagai masyarakat betawi juga, apakah adat

ini dihapuskan saja atau tetap dipertahankan?

Jawaban: Kalau dihapuskan sih tidak, akan tetapi jangan dimaknai hal itu

sebagai sebuah keharusan. Artinya jika ingin berjalan, berjalan saja

menurut biasanya. Tapi jangan dimaknai bahwa ini adalah suatu keharusan

secara adat maupun syariat. Hal itu hanya permberian seseorang,

pemberian seseorang itu hanya keikhlasan saja, pemberian suka rela tidak

ada paksaan dan tidak ada keharusan.

Tangerang Selatan, 3 Mei 2015.

Peneliti, Tokoh Agama,

Hendrawan. Drs. KH. Hasanuddin, MM.

Page 99: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN HASIL WAWANCARA

DENGAN TOKOH ADAT PONDOK KARYA (GURU BESAR BEKSI)

BAPAK H. MUSLIH

1. Menurut Bapak apakah masyarakat Pondok Karya masih memegang kuat

adat istiadat, seberapa kuatkah?

Jawaban: Menurut saya untuk hal-hal yang positif masih kuat. Ritual-ritual

adat yang positif masih dipegang kuat oleh masyarakat.

2. Bagaimana tata cara Perkawinan di Pondok Karya?

Jawaban: Tata cara perkawinan di sini mengikuti tata cara adat pernikahan

Betawi, bila tidak melakukan menurut adat pernikahan betawi

dianggapnya kurang afdhal.

3. Apakah yang Bapak ketahui mengenai pelangkah?

Jawaban: Pelangkah itu apabila ingin menikah di kampung atau desa orang

lain maka diwajibkan oleh adat memberikan uang pelangkah ke kampung

tempat menikah karena melangkah kampung dengan tujuan untuk

meminta izin menikah. Itu yang dimaksud pelangkah kampung. Kemudian

ada yang disebut pelangkah kakak, pelangkah kakak itu yang seharusnya

nikah terlebih dahulu ialah kakaknya, akan tetapi adiknya mendahului

kakaknya menikah. Karena hal itu dari pihak adik memberikan uang

pelangkah kepada kakaknya. Budaya seperti itu memang dari dahulu

sudah ada, makanya sampai sekarang mayoritas tetap ada dan kuat.

4. Apakah Bapak tahu sejarah adanya budaya pelangkah?

Jawaban: jadi pelangkah itu adalah adat orang tua terdahulu seperti itu.

Memang jodoh tidak melihat adik atau kakak, yang seharusnya kakak

lebih dahulu menikah, akan tetapi dalam hal ini adik lah yang menikah

terlebih dahulu. Itulah yang memancing kesadaran dari adiknya untuk

memberikan sesuatu kepada kakaknya. Hal itu memang sudah ada sejak

dahulu hingga sekarang. Karena memang seharusnya kakak yang lebih

dahulu menikah sebelum adiknya.

5. Apa saja kewajiban yang harus dipenuhi bila terjadi pernikahan

melangkahi kakak?

Jawaban: kewajiban yang harus dipenuhi adik yaitu memberikan sesuatu

kepada kakaknya, itu hanya sekedarnya saja tidak bisa dipaksakan. Hal ini

untuk menghargai kakaknya.

6. Siapakah yang harus memberikan pelangkah?

Page 100: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

Jawaban: Adiknya, tidak bisa diwakilkan kepada siapapun harus adiknya

diberikan kepada kakaknya.

7. Siapakah yang diberikan pelangkah?

Jawaban: kepada kakak yang dilangkahi saja, hanya kakak kandung bukan

kakak sepupu atau yang lainnya.

8. Apakah yang diberikan dalam prosesi pelangkah?

Jawaban: biasanya terserah yang ingin memberikan dapat berupa uang

atau barang, kakak pun tidak meminta hanya suka rela dari adik.

9. Kapankah pelangkah itu diberikan?

Jawaban: pelangkah itu diberikan saat ingin menikah, bahkan disebutkan

di dalam ijab qabul.

10. Apakah pelangkah itu menurut adat diharuskan?

Jawaban: menurut adat hal itu diharuskan, untuk menjaga hubungan baik

kepada kakaknya, jangan sampai ada sakit hati dari kakaknya dan

kakaknya dapat mengikhlaskan serta dapat memberikan doa restu kepada

adiknya.

11. Apakah ada sanksi apabila pelangkah itu dilanggar?

Jawaban: kalau itu tidak ada sanksinya, makanya hal ini hanya untuk

meminta doa restu aja, takutnya ada sakit hati bila tidak memberikan

pelangkah. Jadi tidak ada sanksi apa-apa. Hal ini hanya menjaga agar tidak

ada masalah antara adik dengan kakak.

12. Dimanakah pelangkah itu diberikan?

Jawaban: diberikan pada saat menikah, jadi dimanapun seseorang itu

menikah maka disitulah pelangkah diberikan kepada kakaknya.

13. Apakah pelangkah tersebut diminta?

Jawaban: tidak. Hal ini hanya untuk meminta doa restu, tidak harus

diminta, hanya inisiatif dari adiknya. Kakak pun tidak meminta, jadi tidak

diberikan juga tidak apa-apa.

14. Apakah pelangkah boleh dihutang atau dicicil?

Jawaban: tidak, hal itu tidak bisa dihutang ataupun dicicil. Pelangkah saja

hanya se relanya sang adik, tidak diharuskan berapa harganya dan

nilainya.

Page 101: PROBLEMATIKA PERNIKAHAN MELANGKAHI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30580/...3. Wawancara dengan Tokoh Adat Betawi Tentang Pelangkah Menurut Adat. 1 BAB I PENDAHULUAN

15. Bagaimana jika sang kakak meminta pelangkah yang memberatkan

adiknya atau menghalangi adiknya menikah?

Jawaban: hal itu salah, aturan dalam adat juga menyalahkan baik itu yang

meminta pihak orang tua tetap itu disalahkan. Tidak bisa meminta dengan

nominal tertentu atau meminta barang tertentu itu salah. Hanya kesadaran

adiknya saja.

16. Apakah tujuan dari adanya pelangkah?

Jawaban: tujuan pelangkah itu untuk toleransi antara adik dengan kakak

agar rukun dan agar diberikan doa restu dari kakaknya.

17. Apakah manfaat dari adanya pelangkah?

Jawaban: manfaatnya itu untuk saling memberikan. Untuk kerukunan di

dalam keluarga serta untuk melestarikan budaya.

Tangerang Selatan, 6 Mei 2015.

Peneliti, Tokoh Adat,

Hendrawan. H. Muslih