Post on 23-Jan-2016
description
1
PRINSIP KEMOTERAPI PADA KEGANASAN KEPALA DAN LEHER
BAB I
PENDAHULUAN
Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat
pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kaker ini
dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents), tetapi kebanyakan
berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel
kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif
terhadap obat lainnya. Sebagian besar tumor – tumor epitelial pada kepala dan
leher diobati dengan modalitas pembedahan dan atau terapi radiasi.
Terapi dengan obat sistemik belum banyak dipergunakan, hanya digunakan
untuk pengobatan paliative terhadap keganasan yang rekuren dan atau penyakit
yang telah metastasis jauh. Tetapi pada dekade belakangan ini, telah terjadi
perubahan pengobatan yang dramatis, terutama pada keganasan squamous cell
carcinoma dimana kemoterapi atau radiasi memberikan perbaikan dalam
mengontrol penyakit dibandingkan hanya dengan radiasi saja pada pasien
squamous cell carcinoma pada kepala dan leher yang tidak dapat dilakukan
tindakan pembedahan.1
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat atau
obat yang sebagian besar di berikan secara sistemik walaupun ada sebagian kecil
dapat berupa tablet atau kapsul. Dimana tujuannya adalah membunuh sel kanker
1
2
dengan menghambat kerja sel. Pada sejarah awal penggunaan kemoterapi
digunakan satu jenis sitostika, namun dalam perkembangannya kini umumnya
dipergunakan kombinasi sitostika atau disebut regimen kemoterapi, dalam usaha
untuk mendapatkan efek lebih besar.2
Kemoterapi menyebabkan sel kanker serta beberapa jenis sel sehat yang juga
sedang membelah atau tumbuh mengalami kerusakan. Namun sel kanker akan
mengalami kerusakan lebih parah dibanding kerusakan pada sel sehat. Setelah
beberapa periode 1-3 minggu sel sehat pulih dan sel kanker juga akan pulih
kembali namun mengalami kerusakan berarti, sehingga atas dasar inilah obat anti
kanker dipergunakan.2
Pada tahun 1955, kemoterapi pertama kali digunakan untuk mengobati tumor
padat, karsinoma trofoblastik gestasional. Kemudian diketahui bahwa kemoterapi
secara konsisten digunakan sebagai pengobatan pasien dengan penyakit yang
kemoresponsif. Untuk mengetahui perkembangan regimen kemoterapi modern
dan penerapannya pada terapi neoplastik, prinsip sitokinetik dan farmakodinamik
perlu dipahami.3
Pada awal abad ke 20 kemoterapi pertama kali dipergunakan oleh Ehrlich yang
berasal dari agen anti parasit (alkyllating agent). Penggunaan obat anti kanker
dimulai tahun 1946-an dengan ditemukannya secara kebetulan nitrogen mustard
yang dapat dipakai untuk mengobati leukemia. Umumnya obat anti-kanker itu
sangat toksik, sehingga penggunaannya harus dengan sangat hati-hati dan atas
indikasi yang tepat. Sejak waktu itu makin banyak ditemukan obat yang dapat
3
dipakai untuk mengobati kanker. Saat ini dikenal lebih dari 40 jenis obat anti-
kanker yang dipakai secara aktif di seluruh dunia.2,3
4
BAB II
KEMOTERAPI
2.1 Prinsip Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan pemberian golongan obat-
obatan tertentu yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dan
ada pula yang dapat membunuh sel kanker. Dimana obat – obatan kemoterapi
disebut juga sitostatika atau obat anti-kanker.2,4
Penggunaan kemoterapi pada keganasan bertujuan untuk eradikasi kanker
secara sistemik atau mengontrol secara lokoregional apabila digunakan bersamaan
dengan pembedahan atau radioterapi. Penderita mendapat kemoterapi pada
keadaan metastasis baik makroskopik maupun mikroskopik. Metastasis secara
makroskopik adalah penderita dengan bukti klinik maupun radiologik terdapat
penyebaran tumor. Metastasis secara mikroskopik terdapat deposit kecil
metastatik sel tumor yang secara klinik tidak terdeteksi, yang apabila tidak diobati
akan menjadi metastasis makroskopik. Pada keadaan ini digunakan kemoterapi
secara ajuvan maupun neoajuvan.4
Secara praktis, kesembuhan hanya didapatkan pada sedikit tipe keganasan
lanjut, dan pada beberapa penderita dengan tumor padat lanjut tidak dapat diterapi
dengan pengobatan yang intensif. Kemoterapi potensial untuk menyembuhkan
penderita dengan kanker testis, kanker paru small cell, kanker ovarii, limfoma,
leukemia, dan sarkoma pada anak maupun dewasa muda.
5
Secara mikroskopik atau untuk ajuvan, kemoterapi efektif untuk kanker
payudara, kanker kolon, osteosarkoma, dan beberapa tumor padat pada anak.
Keberhasilan kemoterapi tergantung besar tumor, persentase sel tumor yang
responsif terhadap kemoterapi pada siklus sel, dan jumlah sel yang menunjukkan
resisten secara bawaan atau didapat terhadap obat kemoterapi. Obat kemoterapi
yang efektif harus mempunyai toksisitas yang lebih besar pada sel tumor
dibanding jaringan normal.4
2.2 Sitokinetik
Pada proses pembelahan sel manusia, terdapat lima fase proliferasi sel, baik
pada sel normal maupun pada sel tumor.
Fase-fase tersebut adalah:
1. Fase G0 (GAP 0) : fase istirahat
Sel di program untuk melaksanakan fungsi – fungsi khusus
2. Fase G1
Lamanya sangat variabel dari beberapa jam sampai tahunan. Pada fase ini sel
anak yang baru terbentuk setelah mitosis tumbuh menjadi sel dewasa, membentuk
protein, enzim dan kromosomnya hanya mengandung rantai tunggal DNA
(haploid).
Sel dewasa masuk ke zona perbatasan yang menentukan apakah sel itu akan :
a) Berhenti bertumbuh
Sel yang berhenti bertumbuh akan masuk ke fase G-0
6
Sel yang masuk ke fase G-0 ada 2 golongan, yaitu :
1. Stem sel, yaitu sel yang dapat tumbuh lagi bila ada rangsangan tertentu,
misalnya untuk mengganti sel yang rusak atau mati dan kembali masuk ke
Fase-S.
2. Sel yang tetap tidak akan tumbuh sampai sel itu mati. Hanya sel saraf yang
praktis tidak akan tumbuh lagi.
b) Tumbuh terus
Sel yang tumbuh lagi akan masuk ke fase-S
3. Fase-S (Synthetic phase)
Lamanya 6-8 jam. Pada fase–S ini dibentuk rantai DNA baru, protein, enzim,
dsb. Untuk persiapan fase-M berikutnya. Replikasi DNA terjadi dengan
bantuan enzim DNA polimerase. Dengan dibentuknya DNA baru maka rantai
tunggal DNA menjadi rantai ganda.
4. Fase G-2 (Growth phase-2).
Lamanya 1-2 jam. Pada fase ini dibentuk RNA, protein, enzim dan sebagainya
untuk persiapan fase–M berikutnya.
5. Fase M (Mitotic phase)
Lamanya 1-2 jam. Pada fase-M hampir tidak ada kegiatan kimiawi. Yang ada
ialah pembelahan sel, dari sel induk menjadi 2 sel anak yang mempunyai
struktur genetika yang sama dengan sel induknya. Di sini rantai ganda DNA
yang merupakan pembawa informasi gen terbelah menjadi dua rantai tunggal
yang masing-masing untuk sel anak baru.
7
Gambar 2.1. Siklus sel
Sel kanker sendiri sendiri merupakan turunan dari sel yang normal, akan tetapi
karena suatu sebab menjadi menyimpang dimana terjadi penyimpangan
mekanisme kontrol pertumbuhannya. Berbagai penelitian secara sitogenetika
menunjukkan bahwa banyak sel-sel kanker yang menunjukkan abnormalitas
jumlah dan penampilan kromosom, tetapi ada juga sel kanker dengan penampilan
pola kromosom yang normal. Kecepatan sel yang mati tidak seimbang dengan
kecepatan sel yang baru. Sel kanker mendesak dan merusak jaringan dan organ
host.
2.3 Biokimia Tumor
Terdapat perbedaan metabolik antara sel normal dan sel tumor. Secara umum
aktivitas metaboliknya lebih sederhana dan terdapat sintesa bahan-bahan yang
diperlukan untuk pembelahan sel. Sel-sel tumor tidak memerlukan protein yang
8
diperlukan untuk mempertahankan fungsi aslinya dan pertumbuhannnya akan
lebih cepat jika terdapat banyak bahan yang digunakan untuk pembelahan sel.
Perubahan yang mencolok pada sel-sel tumor yang di kultur adalah
peningkatan produksi asam, yang menyebabkan sel tumor cenderung
mengadakan glikolisis secara anaerobik, meskipun tersedia cukup oksigen. Ciri
khas lainnya adalah meningkatnya transport glukosa. Pada sel kanker peningkatan
kecepatan metabolisme dan pertumbuhan sel akan menyebabkan bertambahnya
kebutuhan zat-zat nutrien dari darah. Karena difusi oksigen dan zat terlarut hanya
terbatas beberapa milimeter saja maka banyak neoplasma yang tumbuh cepat
pada daerah yang vaskularisasinya kurang, mengalami nekrosis di bagian
tengahnya. Beberapa jenis tumor dapat merangsang pertumbuhan jaringan
pembuluh darah non neoplastik dari jaringan normal ke arah tumor tersebut
(neovascularisasi) karena kemampuan sel kanker memproduksi Growth Factor
Polypeptide Angiogenic .
Terjadinya perubahan biokimia sel ke arah metabolisme primitif (embrio)
menyebabkan dihasilkannya zat-zat tertentu yang biasanya dihasilkan oleh
embrio, hanya pada kanker dihasilkan oleh sel orang dewasa. Hal ini dapat
membantu diagnosa penyakit kanker. Sebagai contoh Carcino Embryonic Antigen
(CEA) yang dihubungkan dengan kanker gastrointestinal dan alfa fetoprotein
dihubungkan dengan hepatoma dan kanker embrional.
Sel-sel kanker juga dapat menghasilkan zat biologik aktif seperti yang
diproduksi oleh sel normal dimana sel neoplasma tersebut berasal. Dilepaskannya
zat tersebut ke dalam sirkulasi menyebabkan efek metabolik seperti hiperfungsi
9
organ tertentu, misalnya hiperpratiroid yang disebabkan oleh karsinoma
paratiroid.
Kecepatan tumbuh tumor dinyatakan dengan tumor doubling time (TDT) yaitu
waktu yang diperlukan sel tumor untuk menambah volume 2 kali dari ukuran
sebelumnya. Pengukuran ini terutama berguna untuk lesi metastatik tumor di
paru-paru, sehingga observasi menjadi mudah dilakukan. TDT dari neoplasma
bervariasi antara 8-600 hari, rata-rata 20-100 hari. Pengukuran TDT dapat
membantu menentukan prognosis, evaluasi terhadap respon kemoterapi dan
membandingkan respon terhadap berbagai macam pemberian terapi.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan tumbuh tumor :
1. Faktor penderita :
a. Umur
Kanker yang tumbuh pada anak-anak umumnya tumbuh dengan cepat.
b. Jenis kelamin
Umumnya karena hormonal pada laki-laki dan perempuan berbeda.
c. Penyakit
Pada penderita penyakit tertentu seperti contoh pada penderita diabetes
tumbuhnya kanker lebih cepat.
2. Faktor tumor
a. Jenis tumor.
10
Umumnya tumor yang asalnya dari jaringan kaya pembuluh darah
lebih cepat tumbuh.
b. Asal sel tumor.
Dapat dari epitel, mesenkim embrional atau campuran. Masing-masing
punya kecepatan tumbuh yang berbeda. Sarkoma jaringan lunak
(mesenkim) tumbuh dengan cepat. Tidak mengenal kanker in situ.
c. Sifat tumor.
Jinak, in situ, ganas atau tidak tertentu/tidak jelas.
d. Derajat keganasan
Rendah, sedang atau tinggi.
e. Ratio sel yang tumbuh.
Kecepatan tumbuh = fraksi sel yang tumbuh berbanding fraksi sel
yang tidak tumbuh ditambah fraksi sel yang hilang.
f. Besar tumor
Makin besar tumor makin terbatas pasokan pembuluh darah dan
semakin lambat tumbuhnya.
3. Faktor lingkungan
a. Ruang tempat tumbuh
b. Dibatasi oleh barier alamiah seperti fascia, periosteum atau rongga
tubuh
c. Pasokan darah
d. Penyakit-penyakit tertentu.
11
Kebanyakan tumor pada manusia paling tidak berada 1 tahun atau bahkan 10
tahun dalam tubuh sebelum terdeteksi secara klinis. Jadi terdapat waktu yang
panjang mulai antara mulai terjadi transformasi hingga timbul gejala klinis
kanker. Selama periode ini dapat dilakukan deteksi dini dan terapi bedah yang
memungkinkan kesembuhan. Jika masa interval preklinik ini dapat dideteksi
sedini mungkin maka mungkin akan dihasilkan terapi bedah lebih memuaskan.
2.4 Mekanisme Kerja Obat-Obat Kemoterapi
Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, bekerja
dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau
fungsi asam nukleat.
Berdasarkan mekanisme cara kerja obat, zat yang berguna pada tumor dibagi
sebagai berikut :
1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin.
Sebagai contoh MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang
dibutuhkan untuk sintesis timidin.
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat
pengalkil seperti CTX ( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA,
dengan demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika
seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip diantara
rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat
produksi mRNA.
12
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan
vinblastine, menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen
mikro pada kumparan mitosis.
Berdasarkan kerjanya pada siklus sel, obat kemoterapi dapat dibedakan :
Cell Cycle Depending Drugs (CCDD)
Obat ini bekerja selama terdapat proses pembelahan sel, dikelompokkan
menjadi :
1) Cell Cycle Depending Drugs Specific Phase
Obat jenis golongan ini hanya bekerja pada fase tertentu dalam proses
pembelahan sel, sehingga obat ini dapat efektif bekerja jika terdapat dalam
jumlah yang cukup pada sel tumor yang memasukki fase tertentu tersebut.
2) Cell Cycle Depending Drugs Non Spesific Phase
Obat jenis golongan ini bekerja pada sel-sel tumor yang sedang aktif membelah
tetapi tidak tergantung pada proses pembelahan sel, sehingga obat ini dapat
efektif bekerja pada sel-sel tumor yang sedang aktif membelah tanpa
tergantung fasenya.
Cell Cycle Independing Drugs (CCID)
Obat ini membunuh sel tumor pada setiap keadaan dan tidak tergantung pada
pembelahan sel. Obat sitostatika yang hanya dapat bekerja pada satu fase
misalnya golongan alkaloid, sedangkan yang dapat bekerja pada beberapa fase
sekaligus misalnya golongan antimetabolit.
13
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat kemoterapi dapat dibedakan :
1) Alkylating Agent
Obat golongan ini bekerja dengan cara :
Menghambat sintesa DNA dengan menukar gugus alkali sehingga membentuk
ikatan silang DNA.
Mengganggu fungsi sel dengan melakukan transfer gugus alkali pada gugus
amino, karboksil, sulfidril, atau fosfat.
Merupakan golongan sel spesifik non fase spesifik
Yang termasuk golongan ini antara lain:
Amsacrine Ifosphamid Dacarbazine
Busulfan Thiotepa Procarbazin
Chlorambucil Mephalan Carboplatin
Cyclophospamid Streptozocin Cisplatin
2) Antibiotik
Obat anti kanker yang termasuk golongan antibiotik umumnya dihasilkan oleh
suatu mikroorganisme yang bersifat non spesifik, terutama berguna untuk
tumor yang tumbuhnya lambat. Mekanisme kerjanya terutama dengan cara
menghambat sintesa DNA dan RNA.
Yang termasuk golongan ini antara lain :
Bleomicin Mitoxantron Idarubicin
Mithramicin Daunorubicin Epirubicin
Actinomicin D Mitomicin Doxorubicin
3) Antimetabolit
14
Obat anti kanker yang termasuk golongan antimetabolit bekerja dengan cara
menghambat sintesa asam nukleat. Beberapa antimetabolit memiliki struktur
analog dengan molekul normal sel yang diperlukan untuk pembelahan sel,
sedangkan ada juga yang bekerja dengan cara menghambat enzim yang penting
untuk pembelahan. Secara umum aktifitasnya meningkat pada sel yang
membelah cepat.
Yang termasuk golongan ini antara lain :
Azacytidine Fludarabin Metotrexate
Capecitabine Cladribin Thioguanin
Mitoguazone Cytarabin Mercaptopurin
Luekovorin Pentostatin Hydroxyurea
Mitoguazon Fluorouracil
4) Mitotic Spindle
Obat anti kanker yang termasuk golongan mitotic spindle berikatan dengan
protein mikrotubuler sehingga menyebabkan disolusi struktur mitotic spindle
pada fase mitosis.
Yang termasuk golongan ini antara lain :
Paclitaxel (Taxol) Docetaxel
Vinblastine Vinorelbin
Vindesine Vincristine
5) Cytoprotektive Agents
Yang termasuk golongan ini antara lain : Amifostin dan Dexrazoxan
15
6) Topoisomerase Inhibitor
Obat anti kanker yang termasuk golongan topoisomerase inhibitor bekerja
dengan cara mengganggu fungsi enzim topoisomerase sehingga menghambat
proses transkripsi dan replikasi.
Yang termasuk golongan ini antara lain : Etoposit, Irinotecan, dan Topotecan
7) Hormonal
Beberapa hormonal yang dapat digunakan dalam kemoterapi antara lain:
Adrenokortikosteroid (Prednison,Metilprednisolon,Dexametason)
Adrenal inhibitor(Aminoglutethimide,Anastrozole,Letrozole,Mitotane)
Androgen
Antiandrogen
LHRH dan Progestin
8) Monoclonal Antibodies
Obat ini memiliki selektifitas relatif untuk jaringan tumor dan toksisitasnya
relatif rendah. Obat ini dapat menyerang sel tertentu secara langsung, dan dapat
pula digabungkan dengan zat radioaktif atau kemoterapi tertentu. Macam-
macamnya antara lain: Rituximab dan Trastuzumab
9) Hematopoietic Growth Factors
Obat-obat ini sering digunakan dalam kemoterapi tetapi tidak satupun yang
menunjukan peningkatan survival secara nyata. Macam-macamnya antara lain:
Eritropoitin, coloni stimulating factors (CSFs), dan platelet growth factors
10) Lain-lain
Obat ini tidak mempunyai mekanisme khusus, antara lain:
16
L- Asparaginase Oktreotide Anagrelide
Estramustine Suramin Interferon alfa
Lavamisol Hexamethylmelamine IL-2.
Hasil pengobatan sitostatika dipengaruhi oleh:
Pertumbuhan sel kanker
Fraksi tumor mitosis terbesar saat ukuran tumor 37 % dari ukuran
maksimal
Sitostatik efektif pada sel yang mengalami mitosis, terutama pada saat sel
tumor masih kecil
Mutasi genetik: Tergantung ketidakstabilan gen dan besarnya tumor
sehingga diperlukan kombinasi dengan dosis maximal.
Intensitas dosis : Jumlah obat dalam kurun waktu tertentu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemakaian obat anti
kanker adalah :
1) Jenis kanker
Untuk keperluan pemberian kemoterapi, maka kanker dibagi menjadi 2
jenis, yaitu :
a) Kanker hemopoitik dan limfopoitik
Umumnya termasuk kanker sistemik, yang termasuk dalam golongan
kanker jenis ini antara lain : kanker darah (leukemia), limfoma maligna,
dan kanker sumsum (myeloma). Untuk terapi utama kanker golongan
17
hematologi adalah kemoterapi, dan sebagai adjuvan nya radioterapi dan
operasi.
b) Kanker padat (solid)
Kanker golongan ini dimulai secara lokal kemudian menyebar regional
atau sistemik ke organ-organ yang lain. Dalam kanker golongan ini
termasuk semua jenis kanker di luar kanker golongan hematologi. Terapi
utamanya antara lain dengan operasi atau radioterapi sedangkan
kemoterapi baru diberikan pada stadium lanjut atau hanya sebagai
adjuvan.
2) Kemosensitivitas kanker
Sensitivitas tumor terhadap obat-obatan anti kanker tidak selalu sama,
namun pada umumnya sel kanker dapat bersifat sensitif, responsif dan
bahkan resisten.
3) Populasi sel kanker
Dalam sebuah tumor, sel kanker heterogen yakni terdiri dari bermacam-
macam sel yang asalnya sama. Ada beberapa fraksi :
a) Fraksi klonogen (clonogenic fraction)
Fraksi klonogen ialah fraksi sel yang dapat tumbuh. Klon sendiri ialah
sekumpulan sel yang tumbuh.
Fraksi ini dibagi lagi menjadi :
Fraksi sel yang tumbuh (growth fraction)
Semakin besarnya sebuah tumor, maka semakin kecil fraksi sel yang tumbuh.
Tumor sebesar 1 kg, fraksi sel yang tumbuh tidak lebih dari 10%. Fraksi sel
18
yang tumbuh dalam tubuh dapat naik menjadi 50% atau malah lebih. Sel yang
berada dalam fraksi tumbuh dapat dihancurkan dengan obat yang bekerja
pada fase spesifik. Obat ini memberikan efek toksik minimal pada sel yang
tidak tumbuh
Fraksi sel yang tumbuh pada keadaan tertentu (stem sel = G0 sel)
Fraksi sel ini tidak tumbuh, namun dapat tumbuh lagi apabila terdapat
rangsangan untuk menggantikan sel-sel yang mati atau rusak sehingga bentuk
dan fungsi organ tetap baik seperti semula. Fraksi sel ini tidak dapat
dihancurkan dengan obat yang bekerja pada sel yang sedang tumbuh, dan
dapat dihancurkan oleh obat yang bekerja pada fase non spesifik. Pemberian
rangsangan yang adekuat sel dapat ditarik masuk ke dalam fraksi sel yang
tumbuh, sehingga fraksi sel yang tumbuh dapat menjadi lebih besar.
b) Fraksi non klonogen (non clonogenic fraction)
Fraksi non klonogen ialah fraksi sel yang tidak mempunyai kemampuan
tumbuh, fraksi sel ini dapat dianggap sebagai sel yang mati. Meskipun masih
hidup namun tidak dapat tumbuh lagi. Pada keadaan kanker keseimbangan
tersebut terganggu, pada kanker yang telah bermanifestasi klinik, fraksi sel
kanker yang tumbuh berkisar antara 10-50%
Implikasi klinis dari fraksi sel yang tumbuh ialah:
Pada tumor besar atau pertumbuhannya lambat lebih baik menggunakan
obat cycle non specific
Pada tumor kecil atau pertumbuhannya cepat lebih baik menggunakan obat
cycle cell specific atau phase specific
19
4) Persentase sel kanker yang terbunuh
Sebagian besar obat anti kanker tidak dapat membunuh sel kanker secara
bersamaan seluruhnya, dalam satu tumor tidak semua sel kanker yang terdapat di
dalamnya peka terhadap obat anti kanker. Bila pada pertumbuhan kanker tersebut
bertambah secara logaritmik maka sel yang mati pun secara logaritmik. Jumlah sel
kanker yang terbunuh oleh obat anti kanker bersifat konstan secara proporsional
atau persentase tidak tergantung banyaknya sel kanker yang ada, minimum 0% sel
sampai maksimum 99,9% sel. Hipotesa disebut Hipotesa Log Sel yang Terbunuh
(Log Cell Kill Hyphotesis).
Menurut hipotesa ini, pengobatan kanker harus diberikan beberapa kali
paparan obat sampai jumlah sel kanker sisa yang masih hidup minimal. Makin
besarnya jumlah beban sel, semakin banyak paparan obat yang diperlukan. Dan
diharapkan sel kanker yang masih tersisa itu dapat dibunuh oleh imunitas tubuh.
Contohnya ada tumor sebesar 2 cm mengandung 1010 sel mendapat kemoterapi
non cycle cell specific yang dapat membunuh 99,9% sel sehingga sel yang tersisa
dan masih hidup tinggal 1 diantara 103 sel. Setelah paparan ke 1 tinggal 107 sel,
pada paparan ke 2 tinggal 104 sel, pada paparan ke 3 tinggal 101 sel yang masih
hidup. Tumor yang tersisa sangat kecil, sehingga secara subklinik dan
mikroskopis tidak terlihat lagi. Sisa sel tumor yang tinggal sedikit itu akan
dibunuh oleh imunitas tubuh yang diperkirakan dapat menghancurkan sel
maksimal 105 sel kanker. Implikasi klinik dari besar beban sel kanker dan hipotesa
sel yang mati secara logaritmik ialah :
20
Pengobatan harus diulang beberapa kali untuk dapat membunuh sel
kanker sebanyak mungkin.
Dipakai kombinasi obat secara bersamaan (polifarma) untuk
memperbesar daya bunuh obat anti kanker.
Memulai pengobatan sewaktu tumor masih kecil atau setelah
mengecilkan masa tumor dengan radiasi atau operasi (debulking) lebih
disarankan.
5) Siklus pertumbuhan kanker
Obat anti kanker bekerja pada :
Semua siklus (Cell Cycle non specific)
Obat anti kanker jenis ini bekerja pada semua siklus sel, dimana sel sedang
berada pada siklus pertumbuhan sel atau pun tidak. Sel yang
pertumbuhannya cepat lebih sensitif pada obat daripada yang lambat,
namun perbedaannya memang tidak terlalu besar.
Siklus pertumbuhan tertentu pada semua fase (cell cycle non phase
specific)
Obat anti kanker jenis ini hanya bekerja pada sel yang berada dalam siklus
pertumbuhan, tetapi tidak pada sel yang tidak tumbuh (G0). Toksisitas sel
tergantung dari dosis obat dan lamanya paparan (exposure).
Siklus pertumuhan tertentu pada fase tertentu (cell cycle phase specific)
Obat anti kanker jenis ini hanya bekerja pada fase tertentu saja dalam
siklus pertumbuhan sel. Sel yang pertumbuhannya cepat lebih peka
daripada sel yang pertumbuhannya lambat, tetapi ada juga sel yang tidak
21
peka terhadap obat walaupun dosisnya tinggi. Untuk sel kanker golongan
ini sebaiknya diberi obat anti kanker dalam waktu yang pendek dan dosis
yang tinggi
6) Imunitas tubuh
Penderita kanker yang telah bermanifestasi klinis, imunitas tubuhnya
umumnya tertekan. Diperkirakan kemampuan tubuh untuk mengatasi sel
kanker terbatas sampai sejumlah 105 jumlah sel. Setelah jumlah sel kanker
dapat dikecilkan sampai 105 diharapkan imunitas tubuh dapat mengambil
alih untuk menghancurkan lebih lanjut sisa sel kanker yang masih ada.
Operasi, radioterapi dan kemoterapi juga dapat menurunkan imunitas
tubuh.
2.5 Metoda Pemberian Kemoterapi
Secara umum metode kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :
1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan
dan radiasi.
2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan
radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut.
3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan
dan atau radiasi
4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan
terutama pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis
hematologi (leukemia dan limfoma).
22
Menurut prioritas indikasinya terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu
terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi
utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri,
artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah
membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna.
2.5.1 Terapi Utama
Sebagai terapi utama obat anti kanker diberikan pada kanker yang kemosensitif
atau pada kanker yang telah menyebar jauh (umumnya stadium IV). Pemberian
kemoterapi pada kanker stadium lanjut yang telah menyebar jauh ialah untuk
tujuan paliatif.
2.5.2 Terapi Tambahan
Terapi tambahan kemoterapi pada kanker lokal atau regional umumnya
diberikan pasca operasi dan atau pasca radioterapi untuk kanker yang bersifat
kemosensitif. Pada penderita kanker yang setelah beberapa bulan dan tahun timbul
residif yakni pada waktu operasi atau radioterapi masih ada sel kanker
mikroskopik yang masih hidup dalam lapangan operasi atau ada metastase jauh
yang subklinik maka diperlukan pemberian terapi adjuvan.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu
bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
- Kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
23
- Kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
- Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh).
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala
leher dibagi menjadi :
1. Neoadjuvant atau induction chemotherapy
2. Concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy
3. Post definitive chemotherapy.
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang
apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum
memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sbb :
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
yaitu status penampilan <= 2
3. Jumlah lekosit >=3000/ml
4. Jumlah trombosit>=120.0000/ul
5. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
6. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal Ginjal )
7. Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal ( Tes Faal
Hepar ).
8. Elektrolit dalam batas normal.
24
9. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada
usia diatas 70 tahun.
Status Penampilan Penderita Kanker ( Performance Status )
Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana
penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal
ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi
yang tepat pada pasien dengan sesuai status penampilannya.
2.6 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Kemoterapi
Menurut Brule dkk, WHO 1973 indikasi pengobatan dengan kemoterapi adalah
untuk:
Menyembuhkan dan menghilangkan kanker
Memperpanjang hidup
Memperpanjang interval bebas kanker
Menghentikan progresifitas kanker
Mengecilkan volume kanker
Terapi paliatif
Kontraindikasi kemoterapi:
Absolut Relatif
Penyakit stadium terminal Usia lanjut
25
Hamil trimester pertama, kecuali akan
digugurkan
Keadaan umum yang sangat jelek
Septikemia Ada gangguan fungsi organ vital
Koma Demensia
Penderita tidak dapat mengunjungi
klinik secara teratur
Tumor resisten terhadap obat, tidak ada
fasilitas penunjang
2.7 Teknik Pemberian Kemoterapi :
Peroral Intraperikardial
Intravena Intraperitoneal
Intra arteri Intratekal
Intra pleura Isolated perfution
2.8 Kemoterapi kombinasi
Kombinasi obat-obat kemoterapi memperlihatkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian agen tunggal, karena sel-sel yang resisten
terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat yang lain. Dalam
tatalaksana kanker daerah kepala dan leher kombinasi yang paling sering
diberikan adalah methrotrexate atau cisplatin/carboplatin, paclitaxel atau
docetaxel, dan 5-FU. Pada beberapa penelitian kemoterapi kombinasi pada pasien
yang rekuren didapatkan respon rata-rata sekitar 30-40 %. Bahkan pada penelitian
yang lain pemberian kemoterapi neoadjuvan pada pasien kanker yang tidak
26
mengalami metastasis didapatkan respon rata-rata sampai 80% dengan 10-40%
diantaranya mengalami respon yang komplit.4
Keuntungan menggunakan kemoterapi kombinasi yaitu :
Membunuh sel tumor secara maksimal dengan rentang masing-masing zat
kemoterapi yang masih dapat ditoleransi oleh tubuh
Memberikan cakupan sensitifitas yang lebih luas terhadap populasi tumor yang
berbeda
Mencegah atau memperlambat terjadinya resistensi baru
Prinsip pemberian kemoterapi kombinasi :
Obat-obatan yang memiliki efektivitas parsial terhadap tumor tertentu jika
diberikan tunggal yang dipilih untuk diberikan secara kombinasi
Beberapa obat yang kelasnya sama dengan efektivitas sama, maka obat
tersebut dipilih berdasarkan toksisitas dari masing-masing obat yang tidak akan
menimbulkan overlapping toksisitas dengan jenis obat lain yang akan
dikombinasikan bersama dengan golongan obat itu.
Masing-masing obat diberikan dalam dosis dan jadwal yang optimal
Kombinasi ini diberikan dengan interval konstan
2.9 Kemoiradiasi
Dalam terapi kemoiradiasi konkomitan, kemoterapi dan terapi radiasi diberikan
secara simultan. Kemoterapi dapat meningkatkan efikasi dari terapi radiasi.
Beberapa keuntungan dan mekanisme kemoradioterapi adalah sebagai berikut:
27
1) Obat-obatan dan radiasi dapat secara aktif melawan subpopulasi sel-sel
tumor yang berbeda berdasarkan pada spesifisitas siklus sel, pH, dan
suplai oksigen. Resistensi sel terhadap satu modalitas dapat dihilangkan
oleh modalitas yang lain.
2) Terapi kombinasi dapat meningkatkan rekruitmen sel-sel tumor dari G0
kedalam fase responsif dari siklus sel terhadap terapi radiasi.
3) Penyusutan massa tumor dapat menurunkan tekanan interstisial sehingga
akan meningkatkan penghantaran obat dan oksigen.
4) Eradikasi awal dari sel-sel tumor dapat mencegah resistensi sel terhadap
obat-obatan dan radiasi.
5) Sinkronisasi siklus sel dapat meningkatkan efektivitas dari kedua
modalitas terapi
6) Kemoterapi menghambat perbaikan kerusakan subletal akibat radiasi dan
menghambat pemulihan letal sel akibat kerusakan radiasi.
Karena manifestasi kanker daerah kepala dan leher predominan bersifat
lokoregional, terapi kemoiradiasi konkomitan mempunyai nilai karena fokus
terhadap lokasi dan menentukan prognosisnya. Pemberian kemoterapi secara awal
juga dapat menghilangkan mikrometastasis jauh.
Terapi kemoiradiasi dapat diberikan pada beberapa keadaan seperti, pada kasus
kanker daerah kepala dan leher dengan penyebaran lokoregional lanjut yang tidak
dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pemberian kemoiradiasi memberikan hasil
yang lebih baik dibanding jika hanya dilakukan terapi radiasi saja. Pemberian
kemoiradiasi setelah operasi pada pasien dengan resiko tinggi relaps dari
28
beberapa penelitian menunjukan hasil yang baik dibanding dengan terapi radiasi
saja. Pada pasien yang resectable tetapi karena alasan medis atau karena menolak
dilakukan tindakan pembedahan pemberian kemoiradiasi lebih superior dibanding
hanya jika dilakukan terapi radiasi saja.
Mekanisme terjadinya Resistensi
Konsentrasi obat terbatas karena vaskularisasi yang tidak adekuat
Kegagalan sel untuk mengubah obat ke dalam bentuk aktif
Impermeabilitas dinding sel terhadap sitostatika
Perubahan spesifitas enzim dalam sel
Katabolisme yang berlebihan oleh sel tumor
Cara mencegah resistensi
Pemakaian dosis intermiten
Terapi kombinasi atau disertai imunoterapi
Pemakaian obat berbeda dengan siklus berurutan
Jika timbul resistensi diganti dengan obat yang mekanisme kerjanya berbeda
Pemakaian obat harus segera dihentikan sesudah ada remisi.4
29
BAB III
OBAT – OBAT KEMOTERAPI
Beberapa obat-obat yang biasa digunakan untuk tumor daerah kepala dan
leher :
3.1 Paclitaxel dan docetaxel
Paclitaxel dan docetaxel adalah obat yang sering digunakan untuk kanker
daerah kepala dan leher. Pertama kali diisolasi dari sejenis pohon cemara didaerah
pasifik, meskipun sekarang telah diproduksi dari bahan sintetik. Golongan taxane
ini menstabilkan tubulin polymer dan mencegah pembelahan sel.
Gambar 3.1 Paclitaxel
Gambar 3.2 Docetaxel
30
Pada penelitian fase II terhadap sekelompok pasien berjumlah 30 orang yang
diberikan paclitaxel sebagai agen tunggal dalam dosis tinggi lebih dari 24 jam
memerlihatkan respon rata-ratanya sekitar 40%. Pemberian obat ini setiap 3
minggu sekali dimasukan ke dalam infus diberikan selama 3 jam pada pasien yang
berobat jalan.
Pada penelitian lain dengan jumlah pasien yang lebih besar dengan kombinasi
paclitaxel dan cisplatin hanya memberikan respon rata-rata sekitar 35 %.
Aktivitas docetaxel menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan paclitaxel.
Obat-obat golongan ini banyak digunakan sebagai lini pertama pengobatan pada
kanker daerah kepala dan leher yang telah lanjut.4,5
3.2 Cisplatin
Cisplatin merupakan obat utama yang digunakan dalam terapi kanker daerah
kepala dan leher. Pertama kali disintesis oleh Peyrone pada thun 1845, dikenal
sebagai Peyrone’s chloride sebagaimana yang dilaporkan Rosenberg tahun 1980
dan dituliskan Rybak, Talaska dan Schacht. Sisplatin menandai aktivitas tumor
dan menghambat tumor yang tidak sensitif terhadap fase “S” inhibitor yang cepat
bereaksi dengan sifat elektrofilik / oksidasi dengan target utama DNA sel.
Aktivitas anti tumornya dihasilkan dari pengikatan intraseluler sel-sel yang
diaktifkan, menghambat sintesa DNA dengan menukar gugus alkali sehingga
membentuk ikatan silang DNA. Cisplatin biasanya diberikan selama 2-6 jam
dengan dosis 60 sampai 120 mg/m2. Toksisitas terhadap ginjal paling sering
dilaporkan yaitu azotemia ringan-sedang, kebocoran elektrolit khususnya
31
magnesium dan natrium. Reaksi toksik lainnya adalah mual dan muntah,
neurotoksik perifer, ototoksik, supresi sumsum tulang setelah pemberian beberapa
siklus obat. Sisplatin menyebabkan gangguan dengar sensorineural dan kerusakan
sel rambut luar kokhlea mulai dari basal / turn kokhlea kemudian akan mengenai
apex kokhlea dimana bagian sel rambut luar yang paling dalam adalah yang
paling rentan. Ganglion spiralis akan mengalami degenerasi penurunan pada
distortion product otoacoustic emission dan pengurangan potensial endolimfatik
menunjukkan adanya disfungsi sel rambut luar dan stria vaskularis. Jika dosis
sisplatin ditingkatkan atau diberikan secara berulang maka akan terjadi kerusakan
yang lebih parah pada sel rambut dalam dan sel penyokong. Sel rambut dalam
dapat rusak jika ketiga baris sel rambut luar sudah mengalami degenerasi.
Gambar 3.3 Cisplatin
Untuk agen tunggal rentang dosis dari 60-120 mg/m2 diberikan setiap 3-4
minggu. Rata-rata respon parsial didapat hampir 15-30 %. Saat ini Cisplatin
digunakan secara kombinasi dengan obat kemoterapi yang lain untuk
32
mendapatkan efek sinergis sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
menurunkan efek toksiknya.
Karena toksisitas Cisplatin, khususnya untuk membatasi efek nefrotoksik dan
neurotoksik nya dikembangkan obat yang serupa dengan tujuan mempertahankan
aktivitas anti tumor dan mengurangi efek toksiknya. Carboplatin sekarang banyak
digunakan khususnya pada kasus-kasus paliatif, dimana dapat mengurangi efek
samping dan lama perawatan di rumah sakit.4,5
3.3 5-Fluorouracil
5-FU adalah antimetabolit yang bekerja secara antagonis dengan timin
terhadap aktivitas enzim timidilat sintetase (TS). 5-FU merupakan prodrug,
metabolisme 5-FU menghasilkan fluoridin-5′-trifosfat (FUTP) yang bergabung ke
dalam RNA dan mempengaruhi fungsinya, dan fluorodeoksiuridilat (FdUMP)
yang menghambat replikasi DNA.
5-Fluorouracil (5-FU) dikonversi menjadi 3 metabolit aktif utama yaitu : (1)
fluoro-deoxyuridine monophosphate (FdUMP), (2) fluorodeoxyuridine
triphosphate (FdUTP), dan (3) fluorouridine triphosphate (FUTP). Mekanisme
utama aktivasi 5-FU adalah konversi menjadi fluorouridine monophosphate
(FUMP) juga secara langsung oleh orotate phosphoribosyl transferase (OPRT),
atau secara tidak langsung via fluorouridine (FUR) melalui aksi berurutan dari
uridine phosphorylase (UP) dan uridine kinase (UK). FUMP kemudian
difosforilasi menjadi fluorouridine diphosphate (FUDP), yang dapat juga
difosforilasi lebih lanjut menjadi metabolit aktif fluorouridine triphosphate
33
(FUTP), atau dikonversi menjadi fluorodeoxyuridine diphosphate (FdUDP) oleh
ribonucleotide reductase (RR). Di sisi lain, FdUDP dapat pula di fosforilasi atau
didefosforilasi menjadi metabolit aktif masing-msaing FdUTP dan FdUMP.
Jalur aktivasi alternatif lainnya melibatkan thymidine phosphorylase yang
mengkatalisis konversi 5-FU menjadi fluorodeoxyuridine (FUDR), kemudian
difosforilasi oleh thymidine kinase (TK) dan menjadi thymidylate synthase (TS)
inhibitor, FdUMP. Ada pula enzim Dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD)
yang mengkonversi 5-FU menjadi dihydrofluorouracil yang tidak aktif. (DHFU)
adalah rate-limiting step katabolisme 5-FU pada sel normal dan sel tumor, dan
proprsi dari pengrusakan menjadi metabolit tidak aktif mencapai 80% (Longley
and Johnston, 2007).
Hal ini akan mengakibatkan induksi apoptosis karena penghambatan sintesis
DNA yang disebabkan sel kekurangan deoksitimidin trifosfat (dTTP).
Peningkatan ekspresi TS pada sel kanker merupakan respon sel yang dapat
mengakibatkan resistensi terhadap 5-FU (Giovanetti et al., 2007).
Pada kaitannya dengan daur sel, 5-FU tidak dapat bekerja pada sel yang berada
di luar daur sel (G0). 5-FU hanya bekerja pada sel yang aktif menjalankan daur sel
di mana diperlukan aktivitas TS untuk sintesis basa penyusun DNA. TS
diekspresikan tinggi pada fase G1 melalui perantara aktivitas transkripsi dari E2F.
Setelah diekspresikan, TS sendiri langsung mensintesis prekursor dUMP yang
diperlukan dalam fase sintesis. Perlakuan dengan 5-FU pada sel kanker dapat
menyebabkan akumulasi sel pada fase G1 dan awal fase sintesis (G1/S arrest)
34
(Liu et al., 2006). Namun, bagaimanapun aktivitas penghambatan daur sel oleh 5-
FU tergantung pada jenis sel kanker.
Pada sel kanker kolon HCT-15 dan HT-29, 5-FU menunjukkan penghambatan
pada fase G2/M. 5-FU meningkatkan ekspresi cyclin A, cyclin B, dan CDC2 yang
merupakan protein regulator pada fase G2/M (Lim et al., 2007). Mekanisme yang
memperantarai aktivitas pada fase tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut.
Pada sel Lovo dan WiDr, Backus et al. (2001) melaporkan bahwa 5-FU
menyebabkan penghambatan daur sel pada fase S. Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas 5-FU tidak selamanya terkait dengan aktivitas penghambatan TS dan
diperlukan penelitian untuk konfirmasi aktivitas 5-FU pada daur sel jika
digunakan sel yang berbeda.
5-FU dapat menginduksi terjadinya penghentian daur sel dan pemacuan
apoptosis tanpa melibatkan peran p53, tetapi melibatkan peningkatan ekspresi p21
dan pRb. Kedua protein tersebut memiliki peran penting dalam sistem checkpoint
pada fase G1. Ekspresi pRb tinggi akan menghambat aktivitas E2F sehingga
menyebabkan penghambatan sel untuk melampaui R. Ekspresi p21 akan
menghambat aktivitas cyclin E/CDK2 dan cyclin A/CDK2 sehingga dapat
menyebabkan penghambatan daur sel pada fase G1 dan S. Sel yang berada pada
fase G1 akan terhenti pada fase G1, sedangkan sel yang berada fase S akan
terhenti pada fase tersebut. Resistensi yang disebabkan oleh 5-FU dapat terjadi
melalui perantaraan penghambatan daur sel. Sel kanker dengan p21 mutan tidak
dapat memacu penghentian daur sel sehingga langsung memacu apoptosis tetapi
sel dengan p21 normal yang memacu penghentian daur sel akan memicu
35
munculnya sel yang resisten. Aktivitas 5-FU dalam pemacuan apoptosis dapat
melalui jalur p53 atau tidak (dependent or independent p53) (Levrero et al.,
2000). Hal ini dibuktikan bahwa 5-FU dapat menginduksi apoptosis pada sel
kanker yang mengalami defisiensi p53 atau memiliki p53 mutan.
Gambar 3.4 5-Fluorouracil
Efek samping dari 5-FU yang ditemukan pada pasien antara lain neutropenia,
stomatitis, diare, dan hand-food syndrome. Masing-masing efek ini terkait dengan
metode pemberian yang diterapkan pada pasien (Meyerhardt and Mayer, 2005).
Pada kasus yang efek samping 5-FU yang paling parah adalah kardiotoksisitas
meskipun hal ini jarang ditemui (Thomas et al., 2004). Dibandingkan dengan agen
kemoterapi yang lain, 5-FU memiliki selektivitas yang tinggi pada aktivitas TS
dan efek samping yang ditimbulkan relatif lebih ringan. Meskipun demikian,
efektivitas 5-FU sebagai agen kemoterapi baru mencapai 15% sehingga
diperlukan pengembangan agen kokemoterapi untuk meningkatkan efektivitas
terapi dengan 5-FU (Meyerhardt and Mayer, 2005).
5-Fluorouracil bekerja spesifik sebagai analog urasil pada fase S yang dapat
diaktivasi melalui dua jalur utama intraseluler, yang pertama adalah
menggabungkan fosforilasi menjadi RNA, kedua aktivasi menjadi 5-
36
fluorodeoxyuridine monophosphate, yang menghambat enzim thymidylate
synthase dan konversi senyawa uridin menjadi timidin. Sehingga sel akan
kekurangan timidin dan tidak dapat mensintesis DNA. Efek samping yang
ditemukan adalah mielosupresi, mukositis, diare, dermatitis dan kardiak toksik.
Pemberian agen tunggal 5-FU pada kanker daerah kepala dan leher mempunyai
aktivitas yang terbatas, diberikan secara bolus intravena. Respon rata-ratanya
hanya sekitar 13 %.
5-Fluorouracil diberikan dalam Dosis : 500-600 mg/m² setiap 3-4 minggu atau
425 mg/m² pada hari 1-5 setiap 4 minggu. I.V. infus kontinyu: 1000 mg/m²/hari
untuk 4-5 hari setiap 3-4 minggu atau 2300-2600 mg/m2 pada hari pertama setiap
minggu atau 300-400 mg/m2/hari atau 225 mg/m²/hari untuk 5-8 minggu (dengan
terapi radiasi).4,5
3.4 Methotrexate
Methotrexate adalah suatu antimetabolit yang bekerja mengganggu
metabolisme folat intraseluler dengan mengikat enzim dihydrofolate reductase. Ini
akan menghambat konversi asam folat menjadi tetrahydrofolate sehingga akan
terjadi kekurangan folat didalam sel dan akan menghambat sintesis DNA. Obat ini
hanya aktif selama fase S dalam siklus sel.
37
Gambar 3.5 Methotrexate
Sebagai agen tunggal, methotrexate diberikan setiap minggunya dengan dosis
40-50 mg/m2. Reaksi toksik berupa mielosupresi, mukositis, dermatitis, mual,
muntah, diare dan fibrosis hati. Methotrexate menghasilkan respon parsial sekitar
10% dalam jangka waktu 1 sampai 6 bulan.4,5
Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR)
Growth factor merupakan hormon yang disekresikan secara lokal, yang terlibat
atau bertanggung jawab terhadap regulasi proliferasi, diferensiasi dan survival
dari sel normal. Reseptor growth factor ini termasuk ke dalam tipe reseptor tirosin
kinase (RTK) yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan berbagai bagian sel.
Jika suatu growth factor berikatan pada reseptornya, akan memicu serangkaian
peristiwa molekuler yang berujung pada transkripsi gen, dimana transkripsi gen
ini selanjutnya akan memicu sintesis protein terrtentu yang dibutuhkan dalam
berbagai proses dalam sel yang terkait dengan pertumbuhan dan proliferasi sel.
38
Salah satu reseptor growth factor adalah epidermal growth factor receptor
(EGFR). EGFR merupakan anggota dari keluarga human epidermal receptor
(HER), suatu reseptor permukaan sel yang berperan penting sebagai mediator
pertumbuhan sel, diferensiasi dan survival serta proliferasi. EGFR merupakan
glikoprotein 170 kDa yang terdiri dari 3 domain fungsional yaitu domain ligan
ikatan ekstraseluler, domain transmembran hidrofilik dan domain tirosin kinase
sitoplasmik (Gb.1). terdapat empat tipe reseptor ini, yaitu: EGFR (HER 1/erb-1),
HER2 (erbB-2/neu), HER3 (erbB-3) dan HER4 (erbB-4). Setiap reseptor berikatan
dengan ligan yang berbeda-beda. Terdapat tujuh ligan yang berbeda secara
genetik seperti EGF, TGF-α, Heparin-binding EGF, amphitegulin, β-cellulin, dan
epiregulin yang mampu berikatan dengan EGFR.
Efek aktivasi EGFR pada sel tumor adalah beragam, meliputi pertumbuhan sel
yang tidak terkontrol, peningkatan mobilitas, proliferasi sel, invasi, metastasis,
penurunan kemampuan apoptosis serta stimulasi angiogenesis. Overekspresi
EGFR terjadi pada kanker kandung kemih, otak, payudara, serviks, uterus, kolon,
esogafus, ovarium dan paru non-small-cell.4,5
3.5 Cetuximab (Erbitux)
Cetuximab menghambat produksi VEGF (Vascular epithelial growth factor)
sel karsinoma epidermois, sehingga mengurangi jumlah pembuluh darah tumor,
down regulation VEGF, interleukin 8 dan ekspresi bEGF (basic fibroblast growth
factor) pada xenograf tumor. Cetuximab diberikan secara intravena dengan dosis
200-400/m2 dan memiliki waktu paruh 114 (75-188 jam), sehingga
39
memungkinkan diberikan setiap minggu. Pada saat dosis awal diberikan secara
perlahan–lahan secara intravena dalam dosis besar diberikan sekitar 2 jam. Untuk
pemberian berikutnya diberikan seminggu sekali dan memakan waktu 1 jam.
After the first infusion, the following infusions are given once weekly and take
about an hour. Mekanisme kinetik obat ini belum diketahui secara pasti dan
bersihan sistemik terjadi secara lengkap. Pada kanker Kepala dan leher cetuximab
diberikan dengan kombinasi radioterapi. Efek samping cetuximab biasanya ringan
seperti rash seperti jerawat, kulit kering dan fisur.4,5
Gambar 3.6 Cetuximab (Erbitux)
3.6 Nimotuzumab
Nimotuzumab merupakan obat kanker yang masuk golongan “terapi target”.
Berbeda dengan obat kanker konvensional yang dikenal sebagai kemoterapi,
”terapi target” bekerja sangat selektif dengan menjadikan zat zat spesifik dalam
tubuh yang berperan dalam proses pertumbuhan kanker sebagai ”target”
pengobatan. Dengan demikian, efek samping yang muncul dari pemberian obat
“terapi target” jauh lebih ringan dibandingkan obat kanker konvensional. Pasien,
misalnya, pada umumnya tidak akan mengalami rambut rontok, muntah atau
40
penurunan kadar sel darah putih sebagaimana yang lazim ditemukan pada
kemoterapi konvensional.
Berbagai uji klinik yang melibatkan ribuan pasien dari beragam ras di banyak
negara (Eropa, USA, Jepang, Asia, Kuba) telah dan terus dilakukan untuk
meneliti lebih jauh khasiat dan keamanan Nimotuzumab dalam berbagai jenis
kanker seperti kanker kepala dan leher, kanker otak, kanker paru, kanker usus,
kanker pankreas, kanker lambung, kanker prostat, payudara dan kanker
esophagus. Nimotuzumab bukan satu satunya terapi target yang bekerja terhadap
EGFR, tetapi yang membedakannya dengan obat-obat serupa pendahulunya
adalah aspek keamanannya.
Pada terapi dengan menggunakan obat obat anti-EGFR yang telah beredar
sebelumnya, ditemukan adanya ciri khas munculnya efek samping semacam
jerawat atau bisul dalam berbagai tingkat keparahan (bisa mencapai grade 3 dan
4) dipermukaan tubuh yang dikenal dengan “skin rash”. Efek samping “skin rash”
memang tidak mengancam jiwa, tetapi jika tingkatannya sudah masuk grade 2
atau medium, efek samping ini dirasakan sangat mengganggu kenyamanan dan
penampilan pasien. Hal ini ternyata tidak berlaku bagi Nimotuzumab. Pasien yang
mendapatkan manfaat dari pemberian Nimotuzumab dengan mendapatkan respon
klinis, sebagian besar tidak mengalami efek samping “skin rash”, apalagi dalam
tingkatan yang berat.
Setelah mendapat izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
obat Nimotuzumab akhirnya dapat beredar. Selain di Indonesia, 13 negara lain di
41
ASEAN (kecuali Vietnam) obat ini bisa diperoleh. Nimotuzumab (telah
dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang TheraCIM).4,5
Gambar 3.8 Nimotuzumab (TheraCIM)
42
BAB IV
KEMOTERAPI PADA KEGANASAN KEPALA DAN LEHER
Beberapa obat diketahui dapat bekerja sebagai agen tunggal dalam
penatalaksanaan metastasis atau kanker rekuren daerah kepala dan leher. Agen ini
memberikan respon kurang dari 30 %. Hasil penelitian secara acak dengan
membandingkan pasien-pasien yang dilakukan kemoterapi dan pasien yang tidak
dilakukan kemoterapi memperlihatkan peningkatan angka harapan hidup secara
statistik signifikan pada pasien yang dikemoterapi.
Pemberian dan penatalaksanaan yang terbaru dari obat-obat anti tumor
dilakukan dalam beberapa fase dari tahapan percobaan klinis (clinical trial)
sebelum obat tersebut diterima atau ditolak.
Fase I
Pada fase I toleransi dan farmakologi obat baru dipelajari. Tujuan akhir dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis maksimal yang dapat ditoleransi dan
spektrum toksisitas pada manusia untuk jadwal pemberian obat. Secara klinis
dinilai penurunan ukuran tumor, paliatif gejala, atau memperpanjang angka
harapan hidup.
Fase II
Pada fase ini peneliti mempelajari aktivitas terapi atau efikasi obat baru pada
penyakit yang spesifik dan stadiumnya dengan dosis yang telah ditentukan.
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah mendefinisikan aktivitas obat, biasanya
diukur sebagai respon rata-rata dengan toksisitas rata-rata yang masih dapat
diterima.
43
Dalam menilai respon rata-rata, penting untuk mengikuti secara hati-hati kriteria
respon yang telah ditentukan. Kriteria respon yang digunakan saat ini adalah
RECIST (Respons Evaluation Criteria in Solid Tumor).
Fase III
Jika informasi yang didapat dari fase II ternyata obat baru atau kombinasi obat
tersebut memiliki aktivitas anti tumor, obat tersebut dibandingkan dengan standar
terapi yang sekarang digunakan. Pada fase III dua terapi dibandingkan secara acak
(randomized). Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas
terapi dan toksisitas dari obat. Sebagai contoh, terapi obat terbaru dengan aktivitas
yang sama tetapi memiliki toksisitas yang rendah dipertimbangkan lebih superior.
Angka harapan hidup juga sering kali digunakan sebagai tujuan akhir dari
penelitian fase III ini.
Hampir sepertiga pasien dengan karsinoma sel squamosa pada daerah kepala
dan leher datang untuk berobat dengan lesi stadium awal. Pasien-pasien ini tidak
memerlukan kemoterapi. Pada pasien yang sudah mengalami metastasis atau
terjadi rekurensi lokoregional yang tidak dapat dilakukan tindakan bedah lebih
lanjut atau radiasi, kemoterapi berperan sebagai terapi paliatif. Hampir sepertiga
pasien dengan metastasis, pemberian kemoterapi dapat mengecilkan ukuran tumor
(respon komplit atau parsial) dalam jangka waktu 3 sampai 6 bulan. Pada pasien
dengan kanker stadium III dan IV, kemoterapi berperan dalam memperbaiki
angka harapan hidup dan preservasi organ.4,5
44
4.1 Karsinoma Laring
Dampak negatif penurunan kualitas hidup pada pasien-pasien yang dilakukan
tindakan pembedahan pada laring berupa kehilangan fungsi suara, gangguan
fungsi menelan, trakeostomi permanen, efek kosmetik pasca operasi seringkali
membuat pasien menolak dilakukan tindakan pembedahan. Penelitian pada
beberapa pasien yang menolak tindakan pembedahan dan diberikan kemoterapi
pada awalnya kemudian dilakukan radioterapi memberikan hasil yang lebih baik
dibanding hanya dilakukan terapi radiasi saja.
Kemoterapi induksi kemudian dilakukan radiasi dengan dosis yang telah
ditentukan, disertai tindakan pembedahan pada lokasi primer tumor merupakan
pendekatan yang paling memugkinkan. Penelitian yang dilakukan The Veterans
Affairs Laryngeal Cancer study Group (VALCSG) yang mengevaluasi 332 pasien
dengan kanker laring stadium III dan IV yang masih resectable. Regimen
kemoterapi yang digunakan adalah cisplatin dan infus 5-FU diberikan sebanyak 3
siklus. Kemudian dilanjutkan dengan terapi radiasi menggunakan dosis fraksinasi
harian 180 sampai 200 cGy dengan total dosis 6600 sampai 7600 cGy, dan jika
diperlukan dilakukan diseksi leher setelah terapi radiasi. Didapatkan 31% pasien
dapat dilakukan preservasi laring dan 62 % diantaranya dapat bertahan hidup
selama rentang waktu rata-rata 98 bulan follow-up.
4.2 Karsinoma Nasofaring
Ciri biologis dari karsinoma nasofaring, khususnya secara histologi subtipe
undifferentiated, mempunyai karakteristik proliferasi yang tinggi dan berkembang
45
menjadi metastasis dalam stadium awal penyakit. Keterlibatan kelenjar getah
bening leher sering terjadi. Insidensi metastasis jauh lebih tinggi dibanding tipe
karsinoma sel skuamosa pada daerah kepala dan leher. Sekitar 5-11% secara klinis
dapat ditemukan adanya metastasis pada tahap awal timbulnya penyakit,
meskipun dari evaluasi pemeriksaan sumsum tulang dan radiologis ditemukan
metastasis jauh sekitar 40 %.
Radiasi merupakan landasan terapi pada karsinoma nasofaring. Pemberian
kemoterapi dipertimbangkan pada pasien dengan metastasis jauh. Pada beberapa
penelitian memperlihatkan kombinasi kemoterapi dan radiasi memberikan hasil
yang baik. Intergroup 0099 melakukan penelitian pada pasien karsinoma
nasofaring stadium III dan IV dengan memberikan kemoterapi (cisplatin 100
mg/m2 IV, pada hari 1, 22, dan 43) bersamaan dengan terapi radiasi (70 Gy dalam
35 fraksi selama 7 minggu) kemudian dilanjutkan dengan pemberian 3 siklus
cisplatin dan infus 5-FU. Hasilnya didapatkan 69 % lebih dari 3 tahun bebas
progresi tumor dan 78 % pasien dapat bertahan hidup. Hasil ini berdampak dalam
tatalaksana karsinoma nasofaring. Program ini sekarang banyak dipakai secara
luas dan dijadikan standar terapi pada pasien-pasien dengan penyebaran
lokoregional.4,5,6
Kemoterapi memegang peranan penting pada kanker nasofaring dan sekarang
harus dipertimbangkan sebagai bagian standar pengobatan multimodalitas. Waktu
optimal dan peran kemoterapi masih ditentukan.
Carsinoma undifferentiated metastasis, atau limpoepitelioma dari nasofaring
sangat sensitif terhadap kemoterapi. Tiga penelitian yang berkelanjutan dari total
46
131 penderita yang diobati dengan regimen yang mengandung cisplatin untuk
limpoepitelioma metastasis, 17% mengalami respon komplet, dan 63 % minimal
mengalami respon parsial. Sepuluh persen bebas dari penyakit 2 tahun setelah
kemoterapi.
Kemoterapi juga memegang peranan pada carcinoma sel skuamosa dan
limpoepitelioma dengan penyakit lokal. Hasil penelitian dari Intergroup trial di
Amerika Serikat. Penderita (134) dilakukan randomisai untuk terapi radiasi saja
atau dengan cisplatin konkomitan dan postradiasi cisplatin dan 5 FU. Penelitian
ini dihentikan awal apabila terdapat perbedaan signifikan pada survival 2 tahun
dengan pilihan kelompok kemoterapi (80% vs 55%). Apakah data ini relevan
untuk tipe endemik kanker nasofaring yang terjadi di Timur jauh dan daerah
Mediterania masih dicari.4,5
4.3 Kanker Kelenjar Saliva
Kanker pada kelenjar saliva mayor dan minor terjadi sekitar 5-10 % dari
keganasan daerah kepala dan leher. Pada umumnya tindakan pembedahan dan
atau radiasi merupakan modalitas utama dalam tatalaksana penyakit ini.
Kemoterapi primer digunakan pada kasus-kasus rekuren atau metastasis. Sebagai
modalitas tunggal kemoterapi tidak dapat menyembuhkan penyakit ini. Pemberian
agen tunggal kemoterapi yang biasa diberikan adalah doxorubicin, cisplatin, dan
5-FU. Respon terapi dengan pemberian regimen kombinasi memberikan hasil
yang lebih baik, kombinasi yang luas digunakan adalah cyclophosphamide,
doxorubicin dan cisplatin.
47
4.4 Kanker Tiroid
Sama seperti pada tumor kelenjar saliva, kemoterapi bukan modalitas kuratif
pada kanker tiroid. Kemoterapi seringkali dipertimbangkan pasca operasi atau jika
gagal dengan terapi radiasi. Pada tipe papilare atau folikular radioactive iodine
merupakan pilihan awal terapi sistemik. Sebelum dipertimbangkan pemberian
kemoterapi langkah pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi kualitas
pemberian radioactive iodine apakah adekuat atau tidak. Jika diindikasikan
pemberian kemoterapi, doxorubicin merupakan obat yang paling sering digunakan
dengan respon rata-rata sekitar 30-40 %. Obat-obat lain yang juga dapat
digunakan adalah cisplatin, carboplatin, methotrexate dan etoposide.
Pada kanker tiroid tipe anaplastik memiliki prognosis yang buruk walaupun
sudah mendapat terapi yang terbaik. Kombinasi modalitas kemoterapi dan radiasi
diberikan secara awal dalam tatalaksana penyakit ini, hasilnya lebih baik
dibanding jika dilakukan terapi radiasi saja. Pemberian kombinasi doxorubicin
dan cisplatin memberikan respon komplit yang lebih tinggi dibanding jika
diberikan doxorubicin saja.
Pada karsinoma tipe medulare biasanya berjalan lambat. Obat-obat kemoterapi
yang dapat diberikan adalah streptozocin, cyclophosphamide, dacarbazin, dan 5-
FU.4,.5,6,7
4.5 Kemoterapi Emergensi
Kemoterapi emergensi dapat dibagi dalam ciri efek samping yang berat pada
toksisitas organ spesifik. Nausea, vomiting, dan diare intraktabel kurang umum
dengan adanya antiemetik dan anti diare modern masih terjadi pada beberapa
48
penderita. Dehidrasi dan gangguan elektrolit dapat terjadi, dan penderita
memerlukan rawat inap untuk pemberian antiemetik dan cairan intravena.
Mukositis berat dapat segera dirawat untuk diberi narkotik parenteral dan hidrasi.
Kebanyakan obat kemoterapi, sering menyebabkan granulositopeni dan
trombositopeni. Meskipun granulositopeni sendiri tidak memerlukan rawat inap,
infeksi yang ditandai demam, menggigil, atau tanda atau gejala spesifik,
memerlukan perawatan dirumah sakit segera pada keadaan netropeni. Kultur
darah, urin, cairan khusus lain harus dilakukan, antibiotik broadspektrum,
antipseudomonas harus diberikan secara cepat. Antibiotik harus diteruskan sampai
demam, netropeni, infeksi menghilang. Granulosit colony stimulating factor
memegang peranan penting dalam mencegah infeksi pada pengobatan yang
agresif, tetapi tidak dapat menolong apabila awalnya merupakan demam yang
disebabkan netropeni. Pada penderita yang mendapat methotreksat , khususnya
apabila mendapat dosis tinggi, pemberian awal leukovorin mungkin dapat
menolong, sebab dapat membalik aktivitas methotreksat.
Trombositopeni merupakan keadaan kegawatan, khususnya apabila platelet
jumlahnya kurang dari 20.000/ml, yang dapat menyebabkan perdarahan spontan.
Penderita ini diberi tranfusi trombosit sampai jumlahnya menjadi normal.
Penderita ini perlu dirawat di rumah sakit untuk perdarahannya atau untuk tranfusi
trombosit.
Kegagalan ginjal akut dapat terjadi pada pemberian dosis tinggi metotreksat
dan cisplatin. Penderita yang mendapat cisplatin juga dapat mengalami kehilangan
49
elektrolit. Keadaan ini memerlukan perawatan di rumah sakit untuk mendapat
pengobatan dari onkologis dan nefrologis.
Reaksi alergi, khususnya paclitaxel atau bleomisin, dapat berat dan
memerlukan obat antihistamin, steroid dan penunjang lainnya. Bocor atau
ekstravasasi obat seperti vinkristin atau doksorubisin dapat menyebabkan nekrosis
pada kulit dan memerlukan perhatian segera.4
50
BAB V
KESIMPULAN
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat
atau obat secara sistemik, walaupun sebagian kecil dapat berupa tablet atau
kapsul dengan tujuan membunuh sel kanker dengan menghambat kerja sel.
Kemoterapi standar pada pasien keganasan daerah kepala dan leher
biasanya dipakai methotrexate, cisplatin atau paclitaxel. Ketika obat – obat
kemoterapi ini kepada pasien dengan keganasan yang rekuren atau metastase\
pengobatannya dapat bersifat paliatif.
Kombinasi kemoterapi pada keganasan yang rekuren memperbaiki respon
terhadap penyakit tetapi tidak berdampak pada perbaikan angka harapan hidup.
Kemoterapi neo adjuvan pada keganasan daerah kepala dan leher yang
telah lanjut dengan penyebaran lokoregional memberikan respon yang komplit
tetapi dampaknya terhadap angka harapan hidup sangat sedikit.
Kemoradioterapi konkomitan pada kanker kepala dan leher tingkat lanjut
dengan penyebaran lokoregional diberikan pada pasien-pasien yang tidak
resectable.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Maluf CF, et al. Chemotherapy and Chemoprevention in Head and Neck
Cancer. Dalam : Cancer of Head and Neck. Jatin P Shah. American Cancer
Society. 2001
2. De Vita V.T. Jr: Principles of Cancer Management: Chemotherapy, Dalam :
De Vita V.T. Jr. Hellman S, Rosenberg. S. A,:Cancer Principles and Practice
of Oncology, 5th edition 1993;248-273
3. Mendelson J. Neoplasma principle. In Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al.
Harrison Principles of internal Medicine. Mc Graw-Hill Book Co, Singapore,
1995;331-353
4. Brokstein BE, Vokes EE. Principles chemotherapy in the management of
head and neck cancer. Dalam Bailey BJ. Head and neck surgery
otolaryngology. 5th ed vol.2 lippincott Williams & Wilkins. 2014;1645-1977.
5. Saini A et al. Chemotherapy for head and neck cancer. Dalam : Principles and
practice of head and neck oncology. Martin-Dunitz 2006
6. Henk JM. Principles of head and neck radiotherapy. Dalam : Principles and
practice of head and neck oncology. Martin-Dunitz 2006;120-140
7. Schechter NR, Ang KK. Combination of chemotherapy with radiation for
head and neck cancer. Dalam : Head and neck cancer emerging perspectives.
Academic Press. 2003;445-460.