Post on 11-Dec-2014
Presentasi Kasus
Bronchitis Asmatis
Raih Anisti Dewi Praniti
07711132
Pembimbing :
Dr. Hj. Endang W, Sp.PD, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011
I. KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 46 tahun
Status : Menikah
Alamat : Klaten
II. KELUHAN UTAMA (KU)
Sesak nafas
III.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
OS datang ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak 1 jam yang lalu. Selain itu
OS juga mengeluh sesak disertai batuk dengan dahak berwarna putih dan pilek dengan
cairan encer berwarna bening sejak 1 minggu yang lalu. Sesak nafas dirasakan kambuh-
kambuhan. Dalam 1 minggu ini sesak nafas sudah kambuh sebanyak 2 kali. OS merasa
sesak nafas kambuh apabila sedang merasa kelelahan dan udara dingin. OS juga
mengaku sesak nafas kali ini kambuh karena kelelahan setelah perjalanan jauh dari
Pacitan-Yogyakarta dengan mengendarai sepeda motor. Sebenarnya kemarin (Minggu,
10 Juli 2011) OS sudah mengeluh sesak nafas dan diperiksakan ke RSI Klaten namun
OS menolak untuk rawat inap dan akhirnya rawat jalan dengan diberi obat cefadroxin,
Nytex, Inhaler combifent. Namun keesokan malam harinya (11 Juli 2011), sesak nafas
kambuh kembali dan langsung dibawa k RSI klaten lagi.
Biasanya sesak kambuh pada malam hari dan membaik pada siang hari. OS
mengaku sejak kecil sudah sering sesak nafas, namun terakhir kambuh sesak nafas
kurang lebih 2 tahun yang lalu. Dibandingkan dengan sesak nafas yang sebelumnya,
sesak nafas kali ini dirasa paling berat dan mengganggu aktivitas serta tidur. Untuk
sehari-hari obat sesak yang dikonsumsi adalah neo napacin, namun untuk serangan saat
ini, sesak tidak kunjung mereda dengan obat tersebut.
IV. ANAMNESIS SISTEM :
Saraf : pusing (-), penurunan kesadaran (-), demam (-)
Kardiovaskuler : berdebar-debar (+), keringat dingin (-), lemas (+), nyeri dada (-)
Respirasi : sesak (+), batuk (+), pilek (+)
Digesti : mual (-), muntah (-), diare(-), nafsu makan turun(+), BAB dalam
batas normal (+)
Urogenital : BAK dalam batas normal (+)
Muskuloskeletal : nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
Integumentum : akral dingin (-), uedem (-)
V. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat keluhan serupa (+)
Riwayat alergi (+)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat sakit jantung (-)
VI. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Keluhan serupa pada keluarga (+) anak dan nenek
Riwayat Hipertensi pada keluarga (-)
Riwayat DM pada keluarga (-)
Riwayat sakit jantung (-)
VII.KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN
Kebiasaan merokok (-)
OS jarang berolahraga (+)
Sering berpergian jauh dengan menggunakan kendaran bermotor tanpa masker
VIII. PEMERIKAAN FISIK
11 Juli 2011 (IGD)
Keadaan Umum : tampak sesak
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign :
TD : 160/90 mmHg N : 102 x/mnt
R : 27 x/mnt S : 37oC
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat
Thorax
Pulmo : I : simetris, ketinggalan gerak (-)
P: ketinggalan gerak (-), krepitasi (-)
P: hipersonor (+)
A: vesikuler +/+, RBK (+), wheezing (+)
Cor : I : iktus cordis terlihat pada SIC 4 midclavikula
P: kardiomegali (-)
P: kardiomegali (-)
A: S1, S2 tunggal reguler, bising (-)
Abdomen : I : flat, pembesaran vena (-)
A: peristaltik normal (+)
P: timpani, acites (-)
P: supel (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas : edem pada ekstremitas (-), akral dingin (+)
IX. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan urin
Ro thorax
X. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 11 Juli 2011 (di IGD)
EKG : sinus rythim, heart rate 102x/Menit
XI. DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkial
Bronchitis kronik
Emfisema
Gagal jantung kiri
Emboli paru
XII. TERAPI (di IGD)
O2 4 liter
Nebulizer Combivent
Infus D5 16 Tpm
Aminophilin
Injeksi metilprednison ½ Amp/12 jam
XIII. FOLLOW UP
Tanggal 12 Juli 2011
S : demam (-), batuk (+), pilek (+), sesak berkurang (+)
O: Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/90 mmHg N : 94 x/mnt
R : 24 x/mnt S : 36 C
Kepala : CA(-), SI (-)
Thorax : S1 S2 reguler,bising (-)
Pulmo : Hipersonor (+)
Vesikuler +/+, RBK (+), Wheezing (+)
Abdominal : Nyeri tekan (-), BU (+)N
Ekstremitas : edem (-), akral hangat (+)
Hasil pemeriksaan penunjang
Darah Rutin 12 Juli 2011
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Hematokrit
LED
Eritrosit
13.6
10.5
251.0
41.9
30 – 60
5.10
13,2-17,3
3,8-10,6
150,0-440,0
40,0-52,0
0-10
4,40-5,90
g/dl
10^3/uL
10^3/uL
vol%
mm/jam
10^6/uL
HITUNG JENIS
Netrofil
Limfosit
Monosit/Eosinofil/Basofil
72.5
17.2
10.3
36,0-66,0
25,0-40,0
-
%
%
%
NILAI-NILAI MC
MCV
MCH
MCHC
82.2
26.7
32.5
80,0-100,0
26,0-34,0
32,0-36,0
u^3
pg
g/dl
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
26.7
0.8
23
10
15,0-50
0,6-1,3
0-50
1-50
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L
Foto Thorax 12 juli 2011 :
Cardiomegali Ringan HHD, Dengan Paru Gambaran Bronkitis Perihiler
Dupleks, Sinus Dan Diafragma Dalam Batas Normal
A : Bronchitis Asmatis
P : Planning : Pemeriksaan Urin Rutin
Terapi :
- D5% 16 Tpm
- Metilprednison 0,5 A/12 jam
- Ranitidin 2 x1
- Vectrin 3x1
- Starcef 200 mg 1x1
- Nebulizer combivent (k/p)
Tanggal 13 Juli 2011 :
S : pusing (-), sesak (-), batuk (+), pilek (+)
O : Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 140/90 mmHg N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt S : 36oC
Kepala : CA(-), SI (-)
Thorax : S1 S2 reguler,bising (-)
Pulmo : Hipersonor (+)
Vesikuler +/+, RBK (+), Wheezing (-)
Abdominal : Nyeri tekan (-), BU (+) N
Pemeriksaan Laboratorium :
Urine Rutin 13 Juli 2011
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
URINALISA
Warna
Kekeruhan
BJ
PH
Protein
Glukosa
Keton Urin
Bilirubin
Darah
Nitrit
Urobilinogen
Lekosit
SEDIMEN URINE
Epitel
Eritrosit
Lekosit
Silinder
Kuning
Jernih
1.030
5.50
2+
Negative
Trace
1+
negatif
negatif
0.20
negatif
0-1
3-6
2-4
Negative
kuning
jernih
1,005-1,030
5,00-8,50
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
0,20-1,00
negatif
1+
0-2
0-3
negatif
/LPB
/LPB
Bakteri
Kristal urat amorf
Negatif
Negative
negatif
negative
A : Bronchitis Asmatis
P : Pasien diperbolehkan pulang
Terapi : - D5% 16 Tpm
- Vectrin 3x1
- Starcef 200 1x1
- Nebulizer combivent (k/p)
II. TEORI
A. Pendahuluan
Asma merupakan penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial
adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.
Asma merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktoral.
Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda
genetic molekul immunoglobulin G (IgG).
Hingga saat ini, masih banyak penelitian yang dilakukan untuk lebih menguak
segala sesuatu tentang penyakit asma dan terapinya. Asma merupakan penyakit yang
manifestasinya sangat bervariasi. Sekelompok pasien mungkin bebas dari serangan
dalam jangka waktu lama dan hanya mengalami gejala jika berolahraga atau terpapar
allergen atau terinfeksi virus pada saluran pernafasannya. Pasien lain mungkin
mengalami gejala yang terus-menerus atau serangan akut yang sering. Pola gejalanya
juga berbeda antar satu pasien dengan pasien lainnya. Misalnya, seorang pasien
mungkin mengalami batuk hanya pada malam hari, sedangkan pasien lain mengalami
gejala dada sesak dan bersin-bersin baik siang maupun malam. Selain itu, dalam pasien
sendiri, pola, frekuensi, dan intensitas gejala bisa bervariasi antar waktu ke waktu.
Banyak juga pasien asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif sehingga sulit
dibedakan karena dari gejalanya hamir sama.
Secara umum, Bronkitis adalah peradangan pada selaput lendir bronkus, saluran
udara yang membawa aliran udara dari trakea ke dalam paru-paru. Bronkitis dapat
dibagi menjadi dua kategori, akut dan kronis, masing-masing memiliki etiologi yang
unik, patologi, dan terapi. Bronkitis akut ditandai oleh perkembangan batuk, dengan
atau tanpa produksi sputum, lendir yang ekspektorasi (batuk) dari saluran pernapasan.
Bronkitis akut sering terjadi selama penyakit virus akut seperti pilek atau influenza.
Virus menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis akut, sedangkan bakteri mencapai
kurang dari 10%.
Bronkitis asma adalah kategori didalam COPD (chronic obstructive pulmonary
disease). Penyakit paru-paru jenis ini biasanya diperoleh oleh individu yang menderita
terhadap bronkitis kronisdan sulit dibedakan dari penyakit paru-paru lainnya karena
tanda-tanda dan gejalanya sangat mirip. Penyakit jalan pernafasan lainnya yang mirip
adalah sinusitis, bronkitis, emphysema dan asma yang umum. Bronchitis asmatis adalah
bentuk asma yang sering terancukan dengan bronchitis akut. Pada berbagai infeksi
saluran pernafasan atas, beberapa penderita mengalami spasme bronkus dan eksudasi
yang serupa dengan tanda-tanda pada penderita lebih besar yang menderita asma.
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic
dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan
jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan
cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
saluran nafas maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkus dan spasme otot
polos bronkus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian
luar bronkus. Karena bronkus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
D. Klasifikasi
Derajat Gejala Gejala malam Faal paru
Pencetus :- Allergen- Olahraga- Emosi
Imun respon menjadi aktif
Pelepasan mediator humoral- Histamine- SRS-A- Serotonin- Kinin
- bronkospasme - edema mukosa- sekresi meningkat- inflamasi
Penghambat kortikosteroid
Intermiten - Gejala kurang dari 1x/minggu
- Asimtomatik
Kurang dari 2 kali dalam sebulan
APE > 80%
Mild persistan - Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari
- Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur
Lebih dari 2 kali dalam sebulan
APE >80%
Moderate persistan
- Setiap hari, - serangan 2 kali/seminggu, bisa
berahari-hari.
- menggunakan obat setiap hari
- Aktivitas & tidur terganggu
Lebih 1 kali dalam seminggu
APE 60-80%
Severe persistan
- gejala Kontinyu - Aktivitas terbatas
- sering serangan
Sering APE <60%
E. Gejala Klinis
Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang
meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan
terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode
tanpa gejala.
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi
yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada
beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak
napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-
tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis
alergika atau radang saluran napas bagian atas.
F. Diagnosis banding
1. Bronkitis kronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling
sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada
penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-
lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut
ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.
2. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya
tidak ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas.
Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas,
hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di
dapat adanya hiperinflasi.
3. Gagal jantung kiri
Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai
paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya kardiomegali dan udem paru.
4. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan
tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri
pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat
ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan
hipertensi.
G. Diagnosis
1. Anamnesa
a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang
tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi
yang lain, seperti rhinitis alergika, dermatitis atopic
d. Adanya faktor pencetus serangan. Dengan mengetahui faktor pencetus serangan,
kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah.
Faktor – faktor pencetus asma yaitu :
- infeksi virus saluran atas : influenza
- pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang
- pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
- kegiatan jasmani: lari
- ekspresi emosiaonal takut, marah, frustasi
- obat-obat aspirin, penyekat beta, anti-inflamasi non-steroid
- lingkungan kerja: uap zat kimia
- polusi udara: asap rokok
- pengawet makanan : sulfit
Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma
serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati
ada yang hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien asma dalam serangan tanpa obat
selain tidak etis juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma bervariasi
dari satu individu ke individu lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung derajat obstruksi
saluran napas.
a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih
nyaman dalam posisi duduk.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c. Paru :
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah.
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
Perkusi : hipersonor
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi, reversibilitas,
variabilitas. Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis
asma adalah melihat respon pengobatan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup golongan
adrenegik beta. Peningkatan VEP/KVP sebanyak 20% menunjukan diagnosis
asma.
b. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE
c. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden.
Sedangkan neutrophil sangat dominan pada bronchitis kronik.
d. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya
penyakit lain.
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis untuk menunjukan adanya
hiperaktivitas bronkus.
f. Analisis gas darah hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal serangan,
terjadi hipoksemia dan hiokapnia (PaCO2 < 35 mmHg)
H. Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan asma
Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
Menghindari Efek samping obat
Mencegah airflow limitation irreversible
Mencegah kematian
2. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisioterapi
Beri O2 bila perlu
3. Terapi Farmakologi
Terapi awal
a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5.
b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian
dapat diulang dalam 1 jam.
c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.
d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai
efek supresi profilaksis
e. Ekspektoran adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran
pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus
diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk
putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)
f. Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh
rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Gb 2. Algoritma tatalaksana terapi asma di RS (sumber : kelly dan sorkness, 2005)
Sebenarnya untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan
yaitu:
a. Quick-relief medicines, yaitu pengobatan cepat yang digunakan untuk
merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas,
memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma
(asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator (golongan Agonis β 2,
antikolinergik, metilsantin, dan kortikosteroid oral (sistemik)
b. Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati
inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu
mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu
kortikosteroid bentuk inhalasi.
Gol. Adrenergik:
Contoh : Adrenalin/epinephrine, Ephedrine oral : Short Acting beta 2-agonis
(SABA), Salbutamol (Ventolin), Terbutaline (Bricasma), Fenoterol (Berotec),
Procaterol (Meptin), Orcipren Obat-obat simpatomimetik.
Pada asma golongan β-2 adrenegik (salbutamol, terbutalin, fenoterol,
prokaretol) merupakan obat-obat terpilih untuk mengatasi serangan asma akut.
Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (Metered Dosed Inhaler ) atau
nebulizer (Waspadji, 2001). β2 agonis merupakan bronkodilator yang paling
efektif. Stimulasi β2 reseptor adrenergik mengaktifkan adenil siklase, dimana
produksinya meningkatkan intraselular siklik AMP intrasel dan merelaksasi
otot polos bronkus.
Obat-obat simpatomimetik seperti epinefrin, efedrin, isoproterenol dan
beberapa obat-obat β 2 selektif telah banyak digunakan dalam pengobatan
asma (Katzung,2001). Epinefrin adalah bronkodilator yang efektif, efek
bronkodilatornya cepat bila diberikan secara subkutan atau per inhalasi.
Karena epinefrin merangsang reseptor-reseptor β 1 sama kuatnya dengan
reseptor β 2, takikardi, aritmia dan memperberatangina pektoris yang
merupakan efek-efek samping yang mengganggu. Dibanding epinefrin,
efedrin mempunyai masa kerja yang lebih lama, aktif per oral, efek sentral
lebih menonjol dan potensinya jauh lebih lemah (Katzung, 2001). Dosis lazim
epedrin15-60mg, 3x sehari (Anonim, 2006).aline (Alupent)
Gol. Methylxantine:
Contoh : metil xantin penting adalah teofilin, teobromin dan kafein. Dari
berbagai xantin, teofilin merupakan bronkodilator yang paling efektif dan
telah terbukti berulang kali dapat meringankan obstruksi aliran udara pada
asma akut, mengurangi keparahan gejala-gejala serta waktu yang hilang dalam
pekerjaan atau sekolah karena asma kronis. Teofilin memperbaiki control
jangka panjang asma jika diberikan sebagai terapi pemeliharaan tunggal atau
apabila ditambahkan pada kortikosteroid per inhalasi (Katzung, 2001). Dosis
teofilin untuk dewasa 130-150mg, jikadiperlukan dapat dinaikkan menjadi 2
kalinya (Anonim, 2000). Teofilin banyak dijumai dalam bentuk kompleks
dengan etilendiamin yang dinamakan aminofilin.
Gol. Antikolinergik:
Contoh : Atropin, Ipratropium bromide
Penggunaan antikolinergik inhalasi ini umumnya menghasilkan perbaikan pada
fungsi paru 10-15% dibandingkan jika hanya menggunakan b agonis saja.
Gol. Steroid:
Contoh : Methylprednisolone, Dexamethasone, Beclomethasone (Beclomet),
Budesonide (Pulmicort), Fluticasone (Flixotide)
Obat anti inflamasi Kortikosteroid digunakan Jika obstruksi saluran nafas
masih tetap berat meskipun diobati dengan bronkodilator, dapat dimulai
dengan memberikan kortikosteroid per oral. Setelah pengobatan permulaan
dengan kortikosteroid dosis tinggi (misal prednisolon 30mg/hari selama
3minggu), obat ini harus diiberikan dalam dosis paling rendah
yangdiperlukan untuk mengontrol gejala-gejala. Bila memungkinkan,terapi
pasien dengan kortikosteroid oral tersebut kemudian diubah ke terapi dengan
kortikosteroid inhalasi (Katzung, 2001). Dosis prednisolon oral yaitu dosis
awal 10-20mg/hari, kasus beratsampai 60mg/hari, sebaiknya dimakan pagi
hari setelah sarapan,dosis sering dapat diturunkan dalam beberapa hari,
tetapi mungkindiperlukan sampai beberapa minggu atau bulan. Dosis
prednisolone injeksi im 25-100mg sekali atau 2x seminggu (Anonim, 2006)
2. Terapi serangan asma akut
Berat ringannya serangan
Terapi Lokasi
Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setiap 1 jam Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg
Di rumah
Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasi Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb
- puskesmas
- klinik rawat jalan
- IGD
-praktek dokter umum
-rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam.
Berat Terbaik :
-Oksigen 2-4 liter/menit
-agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali dalam 1 jam pertama
- IGD
- Rawat inap apabila dalam 3 jam belum ada perbaikan
-pertimbangkan masuk ICU jika keadaan memburuk
-aminofilin IV dan infuse
-steroid IV diulang tiap 8 jam
progresif.
Mengancam jiwa
Terbaik
-lanjutkan terapi sebelumnya
-pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik
ICU
3. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk
a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma
mandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
4. Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
I. Komplikasi
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis
3. Atelektasis
4. Gagal nafas
DAFTAR PUSTAKA
1. samsuridjal . 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Price, Sylvia Anderston. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses
Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Mansjoer, Arif, et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius :
Jakarta
4. Ikawati, Zullies. 2006. Farmakoterapi penyakit system pernafasan. Fakultas
Farmasi UGM. Yogyakarta