Post on 25-Dec-2015
description
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
serta karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul “Anestesi Intravena pada Pasien Blighted ovum dengan Anemia”. Dalam
menyelesaikan laporan kasus ini, kami mendapat bantuan dan bimbingan, untuk itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Guntur, Sp.An dan sebagai pembimbing yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soeselo, Slawi.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soeselo Slawi, khususnya kepada seluruh penata anestesi yang
telah membantu selama kami menjalankan kepaniteraan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan, oleh karena kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis
berharap laporan khusus ini dapat memberikan manfaat yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk mahasiswa kedokteran dan
masyarakat pada umumnya.
Slawi, Januari 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I LAPORAN KASUS 3
IDENTITAS PASIEN 3
ANAMNESIS 3
PEMERIKSAAN FISIK 4
PEMERIKSAAN PENUNJANG 5
PENATALAKSANAAN 6
BAB II ANALISA KASUS 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 13
DAFTAR PUSTAKA 34
2
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DR. SOESELO SLAWI
---------------------------------------------------------------------------------------
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny Wami
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Wijahan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal masuk : 20 Januari 2015
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 24
2015, pukul 07.00 WIB di bangsal Nusa Indah kelas III RSUD dr Soeselo, Slawi.
1. Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir sejak 3 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Soeselo, Slawi pada tanggal 20 Januari
2015 dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir yang dirasakan pasien
sejak 3 hari SMRS, darah berwarna kehitaman. Sejak mulai perdarahan
pasien mengganti pembalut 5-8x/hari. Pasien mengaku hamil 3 bulan.
Nyeri perut juga dirasakan pasien terutama pada perut bagian kanan
bawah. Mual, muntah, dan pusing disangkal pasien, namun pasien
mengeluh merasa lemas. Demam, batuk maupun sesak disangkal
pasien. Buang air besar dan buang air kecil lancar.
3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah menjalani operasi seksio sesarea sebanyak 1 kali
sebelumnya. Riwayat alergi obat-obatan/ makanan tertentu disangkal. Riwayat
diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung-paru disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi
obat/ makanan tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-
obatan terlarang.
II. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler
Suhu : 36,C
Pernapasan : 20x/menit
Kepala : bentuk normochepali, rambut hitam, distribusi merata dan
tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, Pucat (-), Sianosis (-) dan Ikterik (-)
Mata : Conjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret -/-, hiperemis
mukosa -/-
Telinga : tidak ada kelainan
Mulut : sianosis (-), lidah tidak kotor
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks : Paru : suara nafas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas : Simetris, tidak sianosis, pitting oedem -/-, akral hangat.
Abdomen
4
Inspeksi : Simetris, perut buncit, efloresensi (-), spider nevi (-).
Auskultasi : Bising usus normal.
Palpasi : supel, nyeri perut bagian bawah (+), defans muscular (-),
smiling umbilicus (-), dilatasi pembuluh darah(-)
Perkusi : Timpani.
Genitalia : Vulva vagina tidak ada kelainan
Perdarahan aktif (-).
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM
Hematologi
Leukosit 7,8 103/uL
Eritrosit 3.0 106/uL
Hemoglobin 9,1 %
Trombosit 337 103/uL
APTT 30,2 detik
PT 11.7 detik
Golongan darah O
Rhesus factor Positif
Gula darah sewaktu 103
Ureum 13,9
Kreatinin 0.61
SGOT 26
SGPT 5
IV. ASSESSMENT
Ny Wami, 37 tahun dengan G3P2A0 mengeluh adanya perdarahan pervaginam
sejak 3 hari SMRS, nyeri perut juga dirasakan pasien terutama pada perut
bagian kanan bawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign tekanan
darah 110/70 mmHg, konjungtiva anemis dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 9,1 %,.
Status ASA II dan akan dilakukan anestesi GA TIVA.
V PENATALAKSANAAN
5
RENCANA ANESTESI
Total intra vena anestesi.
Premedikasi : midazolam dan fentanil
Induksi : propofol
Maintanance : propofol
PERSIAPAN PRAANESTESI
A. Persiapan pasien
1. Informed consent
2. Pasien dipuasakan 6-8 jam
3. Infus RL 500-1000cc
4. Premedikasi ondancentron
5. Sedia PRC 1 kolf
B. Persiapan Alat Anastesi
1.Mesin anastesi
-Komponen I : sumber gas, flowmeter dan vaporizer
-Komponen II : sirkuit napas / system ventilasi yaitu open , semi open ,
semiclose
-Komponen III alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu sungkup
muka dan pipa ombak
2. Monitor Elektrokardiografi ( EKG )
3.Oksimeter/saturasi
4.Infus set dan cairan infus
5. Abbocath no 18
C. Persiapan Obat Anestesi
1. Premedikasi: Midazolam2,5 mg ; Fentanyl 100mcg
2. Obat induksi: Propofol 100 mg
3. Obat maintenance anestesi : Propofol 50 mg intermitten
D. Persiapan terapi cairan perioperatif
6
BeratBadan : 65 Kg
a. Maintenance (M) = BB x Kebutuhan cairan perjam
= (10x4)+(10x2)+(45x1)cc/kg/jam
= 105cc/jam
b. Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa
= 105 cc/jam x 8 jam = 840cc
c. Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi
= 65 kg x 4cc/kgbb = 260 cc
Pemberian Cairan Pada Operasi ini
Pada jam I = M + 50% (P) + O
= 105+ 50% (840)+ 260
= 785cc
Operasi berlangsung <1 jam maka terapi cairan dilanjutkan RR dan ruangan
Pada jam II
=M + 25%(P)
= 105+ 25% (840)
= 315cc
Pada jam III= 315 cc
E. Pelaksanaan Anestesi
Pukul 9.50 :
Pasien dibaringkan diatas meja operasi
Pasang infus cairan Ringer Laktat pada tangan kiri
aboket no.18
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur TD : 120/80 mmHg, nadi 75x/mnt
Pukul 10.00 :
7
Pemberian premedikasi Midazolam 2,5 mg dilanjutkan
dengan Fentanyl 100 mcg
TD : 110/70 mmHg, Nadi : 70x/mnt, SaO2 : 99%
Induksi dengan Propofol 100 mg
Diberikan nasal canule dengan O2 3 liter/menit
Pukul 10.05 :
Operasi dimulai
Pukul 10.10 :
TD : 100/65mmHg, Nadi : 84x/mnt, Sa O2 : 99%
Pukul 10.20
Operasi selesai
Diberikan tramadol 100mg
TD : 100/60mmHg, Nadi : 86x/mnt, Sa O2 :99%
Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2
dipertahankan.
Setelah pasien bangun infus dihentikan sejenak
kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa
keruang pemulihan atau recovery room (RR).
Terapi Cairan
Cairan yang diberikan selama anestesi adalah RL 500 cc
Pengawasan Anestesi
EKG ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%.
E. Post Operasi
- Tiba di ruang recovery pukul : 10.35 wib
- Kesadaran : compos mentis, dapat dibangunkan
- Pernafasan : spontan, pasien dapat bernafas dalam
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
8
- Nadi : 80x/mnt
- SpO2 : 99%
Penilaian pulih sadar menurut aldrette score :
- Kesadaran : 2
- Pernafasan : 2
- Tekanan darah : 2
- Aktivitas : 2
- Warna kulit : 2
Total score = 10
Pasien pindah keruang perawatan biasa pukul 11.05
Instruksi paska bedah :
Bila kesakitan : ketorolac 30mg IV
Bila mual/muntah : ondancentron 4mgIV
Antibiotika dan cairan sesuai terapi bedah
Bila pasien sadar penuh dan peristaltic usus +, boleh minum dan baru makan
Pemantauan tensi, nadi dan nafas setiap 15 menit selama 2 jam.
9
BAB II
ANALISIS KASUS
Seorang ibu berusia 37 tahun mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak 3
hari SMRS dan nyeri perut bagian kanan bawah. Pasien mengaku sedang hamil 3
bulan.
Saat diperiksa didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, keadaan umum
tampak sakit sedang. Tekanan darah, nafas, suhu dan nadinya dalam batas normal.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan nyeri tekan abdomen pada bagian kanan bawah.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan pasien mengalami anemia.
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi atas indikasi blighted ovum dan
harus dilakukan tindakan kuretase, ijin operasi didapatkan dari pasien dan disetujui
oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik saat pre-operasi dan
pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA II. Menjelang
operasi keadaan umum pasien normal, tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu
dalam batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 24 Januari 2015 pukul 10.05 sedangkan anestesi
diberikan pada pukul 10.00 di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr Soeselo. Pada pasien
dipilih anestesi intravena dengan alasan:
Durasi operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup
baik (ASA II)
Lambung dalam keadaan kosong
Tidak adanya manipulasi posisi kepala
Posisi pasien terlentang
Urutan tindakan :
1. Pasien dibaringkan diatas meja operasi, kemudian dipasang monitor EKG dan
manset sfignomanometer. Lalu kita lakukan pemeriksaan tanda vital dan
pemasangan infus RL ini dikarenakan agar pasien tidak kekurangan cairan.
2. Kemudian premedikasi masukanobat sedative Midazolam 2,5mg agar pasien
merasa nyaman, serta obat analgetik Fentanyl 100 mcg yang berguna untuk
menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan.
3. Masukkan propofol 100 mg sebagai obat induksi yanrg membuat pasien dari
keadaan sadar menjadi tidak sadar.
10
4. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi
tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika stadium
anestesi sudah cukup dalam, reflek bulu mata hilang, nasal canule dipasang
dengan aliran oksigen 3 liter.
5. Selama operasi perhatikan tanda-tanda vital.
6. Operasi berlangung 15 menit, tanda vital dan SaO2 baik selama operasi.
7. Pada saat pasien sudah berada di recovery room oksigenasi dengan O2 tetap
diberikan, kemudian dilakukan fungsi vital menurut Aldrette’s score
Kesadaran : orientasi baik, dapat dibangunkan
Pernafasan : spontan, pasien dapat bernafas dalam
Warna kulit : merah muda, tanpa oksigen Sat O2> 98%
Aktivitas : 2 ekstrimitas bergerak
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/mnt
Pada pasien ini :
Kesadaran : 2
Warna kulit : 2
Aktivitas : 2
Respirasi : 2
Tekanan darah : 2
Jumlah pulih sadar :10
Kesimpulan : pasien diperbolehkan keruang perawatan
Obat-obatan
1. Midazolam 2,5 mg
Konsentrasinya 5mg/ml
Merupakan obat sedative, hipnotik, amnestic
Dosis : 0,02 – 0,07 mg/kg BB iv
2. Fentanyl 100 mcg
Konsentrasinya 50 mcg/ml
Merupakan analgestic opioid
Dosis : 1-2 mcg/kg BB iv
3. Propofol 100 mg
11
Konsentrasi 10mg/mL
Merupakan obat induksi sedatif
Dosis : 2-2.5 mg/kgBB iv
Dosis pemeliharaan : 100-150mcg/kgBB/menit
4. Tramadol 100 mg
Konsentrasi 50mg/mL
Merupakan obat analgesik post operatif
Dosis : IM/IV inj dalam 2-3 min/IV infus: 50-100 mg diberi setiap 4-6 jam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk
N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang
menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau
trias A (3 A) dalam anestesi yaitu
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari
obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut.
Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas
kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen
anestesi intravena yang paling lengkap.
Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis
yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama
pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin khusus.
4. Cepat menghasilkan efek hypnosis.
5. Mempunyai efek analgesi.
6. Disertai amnesia pasca anestesi.
7. Cepat dieliminasi oleh tubuh.
8. Dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya.
Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut
digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi
anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan
juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi dan
13
yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,
Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
INDIKASI ANESTESI INTRAVENA
1. Obat induksi anesthesia umum
2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anestesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
CARA PEMBERIAN
1. Sebagai obat tunggal :
· Induksi anestesi
· Operasi singkat: cabut gigi
2. Suntikan berulang :
· Sesuai kebutuhan : colonoscopy
3. Diteteskan lewat infus :
· Menambah kekuatan anestesi.
OBAT OBATAN YANG DIPAKAI :
PROPOFOL
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek
anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin,
glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya
asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik
pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.1,2
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit
glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.
14
Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu
pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai
hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol
menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat
LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah
pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas. Karena propofol tidak signifikan
menumpuk setelah bolus ulangan, propofol sangat cocok untuk infus jangka panjang
selama operasi sebagai bagian dari teknik anestesi Total intravena (Tiva) dan di ICU
untuk obat penenang jangka panjang.3
Efek pada sistem kardiovaskuler
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh
darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini
diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan
menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung
tergantung dari :
· Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
· Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian
secara bolus
· Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
Efek pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara
lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah
seperti berikut:
· Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis
induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.
Dosis dan penggunaan
15
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to
effect), bolus iv 25-50mg.
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal 0,2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6
jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.1,2
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat
dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat
diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal
tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol <
etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah
pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat
pemberian propofol.3
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari
3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik
dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.
TIOPENTON
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal,
16
Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat
short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang
cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak
konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan
infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
Efek pada sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah
sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik
elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala
methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi.
Efek pada mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau
methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental
supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.
Efek pada sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam
plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah
jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh,
tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia.
Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa
menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi
yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat
vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek
depresi langsung obat pada miokard.
17
Efek pada sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan
terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih
aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang
menyebabkan bronkospasme.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek
negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil
menunggu reaksi pasien.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini
dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga
kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi
enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut.
Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian
melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok
regional simpatis.
KETAMIN
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan
Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan
muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi
18
dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence
phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan
secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata
terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang
tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor
dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas
setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan
tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada
periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak
meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi
peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus
koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem pernafasan
19
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan
obat pilihan pada pasien asma.
Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air
sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB
secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2
mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian
secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal
sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic
adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi
buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada
otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada
mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien
yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti
tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan
operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma
dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif
terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes
militus , PJK dl1,2
20
OPIOID
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan
golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah
analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak.
Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat
transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi
dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg)
dan dewasa (200-800 μg).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan
morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat
dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat
dan durasi singkat setelah injeksi bolus.6
Efek pada sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung
maupun tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun
karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun
hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi
nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon
terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan,
selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas
atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis
tertentu.
21
Efek pada sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga
terhambat.
Efek pada endokrin
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress
anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif
stabil.1,2
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :
Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung
Miosis 4
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat,
untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary
edema dan acute left ventricular failure. 5
22
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya
(menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah, sianosis, hipotensi,
hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot,
pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja &
efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah,
anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor
otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 µg
Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
23
Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 4
Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat
secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi
nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls
nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas
75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu
6,3 – 7,4 jam.
Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca
pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
• Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan
nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4
– 6 jam.
• Dosis maksimum 400 mg sehari.
• Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan
hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 – 100 mg setiap 12 jam,
maksimum 200 mg sehari.
• Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12
jam.
BENZODIAZEPIN
24
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam
tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya
akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam
didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak
lambat pada pasien tua.
Efek pada sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Efek pada sistem kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin
terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid
Efek pada sistem pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi
mental.
EFek pada sistem saraf otot
25
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot
rangka.4,6
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen
glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan rasa
sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat
ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan
untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat
induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut dan
serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg,
PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 4
Efek samping obat :
Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
Depresi pernapasan
Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4
b. Midazolam
26
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang
dari 7 pada neonatus. 2
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Induksi : iv 50-350 µg/kg 4
Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salvasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 4
Target controlled infusion
Propofol terutama digunakan untuk intravena Total anaesthesia, teknik konvensional
dicapai dengan hanya menyuntikkan obat melalui pompa jarum suntik pada tingkat
yang telah ditentukan (mg / jam atau ml / jam) berdasarkan berat badan. Satu masalah
dengan metode ini adalah bahwa, jika tingkat infus pompa meningkat dari, misalnya,
10 ml / jam untuk 20 ml / jam, perubahan tidak akan secara cepat tercermin dalam
konsentrasi darah atau otak. Meningkatnya teknologi pompa, bersama dengan
estimasi yang lebih baik dari konsentrasi situs efek (konsentrasi agen di otak untuk
setiap konsentrasi darah yang diberikan) memfasilitasi pengembangan infus
dikendalikan target. Dengan teknik ini, dokter anestesi hanya menetapkan konsentrasi
darah target awal (atau daerah efek) yang dibutuhkan: konsentrasi target dicapai dan
dipertahankan tanpa intervensi lebih lanjut diperlukan oleh pengguna. Nomogram dari
studi klinis (dan pengalaman klinis operator ) digunakan untuk mengkorelasikan
konsentrasi darah (atau daerah efek) dengan efek klinis. Konsentrasi darah (atau
daerah efek) ditampilkan oleh pompa adalah perkiraan dari percobaan besar yang
menghubungkan dosis infus dengan konsentrasi darah.3,7
27
Tabel 1. Dosis induksi TIVA7
Tabel 2. Dosis pemeliharaan TIVA 7
Tabel 3. Properti ringkasan dari obat-obat intravena anestesi3
28
Blighted Ovum
A. Definisi
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita dalam keadaan hamil
tetapi tidak ada janin di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga
merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah
pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi
pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun
laboratorium hasilnya pun positif.
Blighted Ovum
Blighted ovum (kehamilan anembryonic) yang terjadi ketika ovum
yang telah dibuahi menempel pada dinding uterus, tetapi embrio tidak
berkembang. Sel berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak
membentuk embrio itu sendiri. Blighted ovum biasanya terjadi dalam trimester
pertama sebelum seorang wanita tahu tentang kehamilannya. Tingginya
tingkat kelainan kromosom biasanya menyebabkan tubuh wanita secara
alami mengalami keguguran.
29
B. Etiologi
Blighted ovum biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom dan
penyebab sekitar 50% dari keguguran trimester pertama. Tubuh wanita
mengenali kromosom abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha
untuk tidak meneruskan kehamilan karena janin tidak akan berkembang
menjadi bayi normal dan sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan
sel yang abnormal, atau kualitas sperma atau ovum yang buruk.
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam
proses pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan
streptokokus, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol,
rendahnya kadar beta HCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi
terhadap janin juga dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga
meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena kualitas sperma atau
ovum menjadi turun.
C. Patofisiologi
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Namun akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak
dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi
cairan. Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim.
Plasenta menghasilkan hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dimana
hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak
sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim.
Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti
mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif.
30
Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya
mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering
disebut juga sebagai hormon kehamilan.
D. Gejala dan Tanda
Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan
tanda-tanda mungkin termasuk:
· Periode menstruasi terlambat
· Kram perut
· Minor vagina atau bercak perdarahan
· Tes kehamilan positif pada saat gejala
· Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan
perdarahan
· Hampir sama dengan kehamilan normal
E. Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang (USG) à diagnosis pasti, bisa dilakukan saat kehamilan
memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih
besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan tampak,
adanya kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan
anembriogenik dapat ditegakkan ilapada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya
30 mm, tidak dijumpai adanya strukturmudigah dan kantong kuning telur.
31
Gambar 1 : Blighted Ovum
Gambar 2 : Kehamilan Normal
F. Pencegahan
Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa
pasangan seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi
keguguran berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan
kejadian satu kali, dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita.
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan
beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi
rubella pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan
dulu, dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama
bila usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas
sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan
pola hidup sehat.
32
G. Penatalaksanaan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan
dianalis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi
penyebabnya. Jika karena infeksi maka maka dapat diobatai agar tidak terjadi
kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program
imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan. Penyebab blighted ovum
yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat diupayakan jika
kemungkinan penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon yang
rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum. Dalam kasus ini,
pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping dari
pemakaian hormon adalah sakit kepala, perubahan suasana hati, dan lain-
lain. Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan secara berulang, maka
pembuahan buatan mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam
hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan tetapi,
pembuahan buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran
kembar seringkali lebih tinggi. Jika belum berhasil maka adopsi adalah pilihan
lain bagi banyak pasangan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik Ed 5
farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru ; 2007
2. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta :
Universitas Udayana Indeks ; 2010
3. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. ANAESTHESIA AND
INTENSIVE CARE MEDICINE 9:4. Diunduh dari :
http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-anaesthetic-
agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf
4. Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta
5. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran,
Cetakan keenam 2007 : Media Aesculapius – FK UI
6. http//ascf.en.enzl.com/ACM619_multi_functional_anasthesia_machine
7. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif
Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007
8. Collage of anaesthesiologist Academy of Medicine Malaysia. Total Intravenous
Anaesthesiologist using target controlled infusion. A pocket reference 1st edition. 2012.
9. Anonim. 2008. Blighted Ovum (Kehamilan Kosong). www.doktersehat.com
10. Anne Jackson Bracker. 2006. Blighted Ovum / Anembryogenic Pregnancy.
http://www.miscarriageassociation.org.uk/ma2006/downloads/Blighted%2 ovum.pdf
11. Alan H., et al. 2006. Blighted Ovum. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment-Ninth Ed. DeCherney. http://www.marchofdimes.com
12. Nasrudin AM, Eddy R Moeljono, Putra Rimba. 2006. Efektivitas Misoprostol 400 mcg
Pervaginam Untuk Dilatasi Serviks Pada Kasus Blighted Ovum. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin.
13. Agoes Oerip Poerwoko, Anantyo Binarso Mochtar, Hary Tjahjanto. 2008. Efek
Misoprostol Sublingual pada Kasus Blighted Ovum dan Missed Abortion. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro : Media Medika Indonesiana
14. Juminten Saimin, Eddy R. Moeljono, Retno B. Farid. 2008. Pemakaian Tablet
Misoprostol 100 Mikrogram Per Vaginam Untuk Dilatasi Servix Sebelum Tindakan
Kuretase. Subbagian Fetomaternal Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
34