Post on 22-Dec-2015
description
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS SCIENCE DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI
PROGRAM D3 KIMIA TERAPAN
PENUNTUN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGAWETAN
DOSEN PENGASUH
VINY SUWITA
1
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas kehendak Nyalah Penuntun Praktikum Teknologi
Pengolahan Hasil Ternak ini dapat diselesaikan.
Penutun Praktikum Teknologi Pengawetan ini disusun khusus
untuk mahasiswa Program D3 Kimia Terapan Jurusan Analis dan
Industri. Di dalam penuntun praktikum ini diberikan cara kerja yang
sesederhana mungkin disesuaikan dengan jumlah mahasiswa dan
fasilitas yang umumnya ada di Laboratorium Fakultas Science dan
Teknologi Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa penuntun praktikum ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran kearah perbaikan akan
penulis terima dengan tangan terbuka.
Atas bantuan semua pihak dan saran yang membangun kami
ucapkan terima kasih.
Jambi, SEPTEMBER 2014
Penulis
2
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
PEMBUATAN TELUR ASIN
Telur asin yang sering dijumpai di pasar tradisional atau supermarket
merupakan produk yang dikerjakan secara home industri (industri rumahan).
Rasanya yang khas dan gurih sangat disukai masyarakat Indonesia. Telur asin
biasanya dijadikan pelengkap makan nasi, atau sebagai makanan cemilan ketika
berpergian. Selain rasanya yang enak dan gurih, telur asin sering digunakan sebagai obat
diare atau sakit perut.
Telur bebek sebagai bahan baku utama pembuatan telur asin sangat mudah
ditemukan di sekitar kita.
Usaha pembuatan telur asin cukup menjanjikan karena peminatnya cukup besar,
selain itu jenis telur asin yang beredar hanya satu rasa yaitu asin. Produk telur asin yang
dikembangkan yaitu dengan berbagai aroma dan rasa misalnya rasa bawang, rasa pedas,
rasa gulai, rasa mentega, atau buah-buahan.
A. Kandungan Gizi
Tabel Komposisi zat gizi beberapa telur dalam 100 gram.
No. Zat giziTelur
Ayam
Telur
Bebek
Telur
bebek asin
Telur
puyuh
1. Kalori (kal) 162 189 395 149,8
2. Protein (gram) 12,8 13,1 13,6 10,3
3. Lemak (gram) 11,5 14,3 13,6 10,6
4. Karbohidrat (gram) 0,7 0,8 1,4 3,3
5. Kalsium (mg) 54 56 120 49
6. Fosfor (mg) 180 175 157 198
7. Besi (mg) 2,7 2,8 1,8 1,4
8. Vit. A (IU) 900 1,230 841 2.741
9. Vit. B (mg) 0,1 0,18 0,23 -
10 Air (gr) 74 70,8 66,5 -
Sumber : Direktorat Gizi departemen Kesehatan RI
3
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
B. Kiat Memilih Telur Bebek
Telur bebek yang berkualitas baik dan segar dapat dilihat dari keadaan kantong
udara, kebersihan kulit, putih telur, bentuk telur serta bunyi yang ditimbulkan jika
digoyang. Besarnya diameter kantong udara dapat menentukan kesegaran telur.
Keadaan kantong udara telur bebek dapat dilihat dengan bantuan sorot lampu
yang kuat (candling). Kantong udara telur bebek yang segar terletak di ujung telur
bagian yang tumpul.
C. Kiat Membuat telur Asin Lebih Gurih dan Agak Berminyak
Umumnya telur asin yang kuning telurnya agak berminyak lebih disukai. Telur
asin seperti itu memiliki rasa yang lebih enak dan gurih. Sayangnya, telur asin yang
sering kita temui kuning telurnya kering dan tidak gurih.
Cara mendapatkan telur asin yang bagian kuningnya agak berminyak :
1. Telur bebek yang dijadikan bahan dasar sebaiknya masih baru atau maksimum
disimpan selama dua hari (48 jam)
2. Ketika merebus telur bebek yang sudah diasinkan sebaiknya air rebusan
ditambahkan dengan santan. Santan yang dipakai untuk merebus terbvuat dari
satu butir kelapa yang diparut dicampur dengan air dua liter. Air santan ini
cukup untuk merebus telur asin sebanyak 30 butir.
3. Telur asin yang sudah direbus harus ditiriskan agar keadaan bagian dalamnya
tetap kering dan empuk.
BAHAN DAN PERALATAN
A. Bahan
a. Telur Bebek
Telur bebek yang akan dibuat telur asin harus yang berkualaitas baik dan masih segar.
Kualitas telur bebek dapat dilihat dari bentuk, ukuran, warna, dan beratnya.
Pemilihan telur bebek yang baik ini bertujuan agar hasil akhir yang diperoleh
berkualitas baik. Agar hasil akhir telur asin ini lebih menarik, sebaiknya dipilih telur
bebek yang berukuran besar, bahkan kalau ada yang berukuran jumbo.
4
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
b. Garam Dapur
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa asin sekaligus sebagai bahan pengawet
agar telur asin yang dihasilkan lebih tahan lamadisimpan. Jenis garam yang
digunakan sebaiknya yang mengandung iodium karena zat iodium sangat diperlukan
tubuh manusia, terutama untuk mencegah penyakit gondok. Dalam pembuatan telur
asin, garam ini dicampur dengan bubukan bata merah atau yang dicampur dengan
sedikit air bersih sehingga menjadi satu adonan.
c. Bubukan Batu Bata atau Abu Dapur
Bubukan bata yang digunakan berasal dari bata merah yang telah dihancurkan atau
ditumbuk halus sehingga tampak seperti butiran pasir yang berwarna merah.
Bubukan bata atau abu dapur berfungsi untuk mengikat garam yang telah
dicampurkan di dalamnya. Jika menggunakan abu dapur untuk membungkaus telur
bebek, kandungan kaliumnya lebih banyak. Kalium sangat baik untuk mengobati
sakit perut (maag) karena kalium bersifat basa. Abu dapur yang paling banyak
mengandung unsure kalium yaitu abu dapur yang berasal dari batang atau daun
kelapa.
d. Penyedap rasa
Untuk memberikan rasa sesuai dengan yang diinginkan, kita dapat menggunakan
bumbu penyedap rasa. Misalnya bumbu penyedap rasa gulai atau rasa soto ayam.
e. Bawang Putih
Membuat telur asin rasa bawang, tentu memerlukan bawang putih. Bawang putih
yang digunakan sebaiknya masih segar, jangan yang sudah busuk atau layu. Hal ini
dimaksudkan agar aroma dan rasa yang ditimbulkan tetap enak dan menarik.
f. Sambal Pedas
Menimbulkan pedas bisa dilakukan dengan menambahkan sambal pedas. Sambel
pedas bias dibeli dalam bentuk olahan jadi di pasar tradisional atau supermarket.
Sambal pedas juga dapat dibuat sendiri menggunakan bahan berupa cabe rawit dan
garam. Kedua bahan ini dihaluskan dengan blender atau alat pencampur lain.
g. Bubuk Cokelat
Membuat telur asin rasa cokelat diperlukan bahan tambahan berupa bubuk cokelat.
Bubuk cokelat yang digunakan sebaiknya berasal dari cokelat asli, bukan campuran.
5
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Hal ini bertujuan untuk mempertahankan keaslian rasa cokelat yang ingin
ditampilkan.
h. Aroma Pasta
Memunculkan rasa dan aroma durian, vanilli, atau stroberi pada telur asin bias
menggunakan aroma pasta. Aroma pasta bias dibeli di pasar atau supermarket.
i. Mentega
Mentega digunakan untuk memberi rasa mentega pada telur asin.
Mentega yang digunakan sebaiknya yang masih baru atau belum pernah dipakai. Hal
ini bertujuan agar rasa yang dimunculkan oleh mentega tidak terkontakinasi oleh rasa
lainnya.
j. Udang
Jenis udang yang digunakan adalah udang kering yang sangat kecil (berukuran 0,5 – 1
cm) atau rese urang. Udang jenis ini bias dibeli di pasar atau warung terdekat.
j. Air
Air berfungsi untuk membuat adonan bubuk bata atau abu dapur agar bias melekat di
kulit telur bebek. Jumlah air yang dibutuhkan secukupnya, yang penting adonan tadi
tidak terlalu encer sehingga bias melekat pada kulit telur.
B. Peralatan
a. Ember Plastik
Ember Plastik berfungsi sebagai tempat untuk mencuci dan membersihkan telur
bebek. Jumlah ember plastik yang dibutuhkan cukup satu buah dengan diameter 40
cm.
b. Alat Suntik (Spet)
Alat suntik digunakan untuk memasukkan bahan pelengkap seperti bumbu, cokelat,
aroma durian, atau aroma stroberi ke dalam telur sehingga diperoleh telur asin aneka
rasa. Alat suntik yang digunakan harus yang steril dan belum pernah dipakai. Hal ini
bertujuan agar telur tidak terkontaminasi dan keadaannya tetap bersih.
c. Kain Bersih
6
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Kain bersih digunakan untuk membersihkan kotoran yang masih melekat atau
menempel pada telur. Jenis kain yang digunakan jangan terlalu keras atau kaku. Hal
ini dimaksudkan agar tidak meninggalkan goresen-goresen pada bagian kulit telur
tersebut.
d. Pengaron
Pengaron digunakan sebagai tempat atau wadah untuk mengasinkan telur. Bentuk
pengaron mirip seperti ember cucian, tetapi tidak terlalu tinggi dan terbuat dari tanah
liat. Jika tidak ada pengaron, bias diganti dengan baskom plastik yang besar.
e. Ayakan
Ayakan sebaiknya terbuat dari anyaman bamboo. Ayakan digunakan untuk
meniriskan telur yang telah dibersihkan. Jumlah ayakan yang dibutuhkan cukup dua
buah dengan diameter 60 cm.
f. Paku atau Jarum Kecil
Paku atau jarum kecil berfungsi untuk melubangi cangkang telur asin. Jenis jarum
yang digunakan bias berupa jarum jahit yang berukuran sedang. Jarum yang akan
digunakan jangan yang berkarat.
g. Panci Aluminium
Panci aluminium berfungsi sebagai tempat untuk merebus telur yang sudah diasinkan.
Jumlah panic yang dibutuhkan cukup satu dengan diameter 50 cm.
h. Palu
Palu digunakan untuk menghaluskan atau menumbuk bata merah yang akan
digunakan untuk membungkus telur bebek.
i. Kompor atau Tungku
Kompor atau tungku digunakan untuk merebus telur bebek yang sudah diasinkan.
Jumlah kompor atau tungku yang diperlukan cukup satu buah. Jika jumlah telur yang
sudah diasinkan banyak sebaiknya perebusan dilakukan menggunakan tungku yang
bahan bakarnya kayu. Selama proses perebusan, nyala api dari kayu bakar harus
diatur secara rata.
7
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
j. Baskom
Baskom digunakan untuk merendam telur asin dan menampung telur yang telah
direbus.
k. Batang Korek Api dan Pisau
Digunakan untuk menutup lubang yang dibuat di telur. Jika tidak ada batang korek
api, lubang pada telur bias ditutup dengan lem atau nasi yang lengket. Pisau
dignakan untuk meruncingkan dan memotong batang korek api.
l. Blender
Blender digunakan untuk menghaluskan bumbu yang akan dimasukkan ke dalam
telurasin.
m. Stempel
Jika kita ingin memberikan cirri atau penanda khusus pada produk telur asin bias
menggunakan stempel. Stempel ini dibubuhkan ketika telur asin sudah direbus dan
sudah jadi.
8
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
TELUR ASIN RASA ASIN
Cara membuat telur asin ada dua cara yaitu penyuntikan secara langsungsung
dan pengasinsn menggunakan bubukan bata merah atau abu dapur. Cara pembuatan telur
asin yang sekarang lazim dan banayak dilakukan masyarakat adalah dengan
menggunakan bubukan bata merah yang dicampur dengan garamdapur. Alasan mereka
menggunakan cara ini adalah bahan-bahnnya lebih mudah diperoleh.
Membuat telur asin aneka rasa dengan cara perendaman membutuhkan waktu
lebih lama dan biaya lebih banyak. Namun, rasa yang dihasilkan lebih rata dibandingkan
dengan cara penyuntikan. Pembuatan telur asin aneka rasa dengan cara penyuntikan
relatif lebih mudah dan memrlukan waktu lebih singkat dibandingkan dengan cara
perendaman.
Telur bebek yang diasinkan tahan disimpan lebih dari satu bulan. Hal ini
disebabkan adanya garam yang berfungsi sebagai pengawet dan antiseptik yang mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan.
Telur bebek yang akan diasinkan harus dibersihkan terlebih dahulu agar
kualitasnya baik. Mengingat daya simpan telur bebek rendah, diperlukan sedikit
ketekunan untuk mempersiapkan proses pengawetan. Telur yang akan diawetkan
sebaiknya masih baru atau maksimum baru disimpan selama dua hari (48 jam). Lebih
baik lagi jika umur telur itu kurang dari sepuluh jam setelah diproduksi.
Telur bebek yang akan diasinkan tidak boleh retak, pecah, atau lembek. Agar
telur yang diasinkan tidak pecah atau retaksebaiknya disimpan di dalam panic atau ember
plastik. Ketika menyususn telur di dalam panic atau ember plastik sebaiknya
menggunakan kapan atau bahan lain yang empuk agar telur tidak saling berbenturan
sehingga tidak retak.
A. Bahan dan Peralatan
a. Bahan
Telur bebek 10 butir, garam dapur 100 gram, dan bubuhkan bata atau abu dapur 250
gram.
9
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
b. Peralatan
Ember plastik 1 buah, pengaron, kain bersih unruk membersihkan telur, ayakan
berdiameter 30 cm 2 buah, panic aluminium berdiameter 25 cm 1 buah, palu, kompor
atau tungku, dan baskom.
B. Proses pembuatan
a. Pemilihan bahan
Telur bebek yang digunakan sebaiknya masih segar (baru). Ketika membeli telur,
sebaiknya tidak asal membeli, tetapi harus memperhatikan kualitasnya yang dapat
dilihat dari bentuk, ukuran, warna, dan berat. Telur bebek yang dipilih sebaiknya
berukuran sama.
Bata merah yang digunakan sebaiknya tidak berwarna merah kehitaman karena akan
susah ditumbuk. Batu bata seperti ini kurang baik jika digunakan sebagai adonan
karena daya resapnya sangat rendah sehingga air dan garam tidak bias bercampur
dengannya. Jika menggunakan abu dapur, sebaiknya dipilih yang butirannya kecil
sehingga mudah menyerap rasa asin dari garam. Abu dapur yang paling baik untuk
bahan pembuatan telur asin adalah abu dapur yang berasal dari pohon, batang, atau
daun kelapa karena banyak mengandung kalium.
b. Pencucian
Telur yang telah dipilih harus dicuci dengan cara sebagai berikut.
1. Tuangkan air ke dalam ember hingga tiga perempatnya
2. Masukkan telur ke dalamnya, lalu bersihkan menggunakan kain yang sudah
dibasahi hingga kotorannya lepas.
3. Ketika sedang membersihkan telur bebek perlu diperhatikan keadaannya. Jika
telur itu mengapung, berarti kualitas telur kurang bagus sehingga perlu
disingkirkan.
c. Penirisan
Telur yang telah dicuci, ditiriskan di dalam ayakan. Penirisan dilakukan agar kulit
telur kering sehingga lebih mudah dibungkus. Jika kulit telur masih basah akan sulit
10
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
dibungkus dengan adonan batu bata atau abu dapur karena adonan tersebut akan
mencair.
d. Pembuatan adonan
Batu bata yang telah disiapkan, ditumbuk hingga halus menggunakan palu. Bubukan
batu bata dicampur dengan garam dapur. Ketika melakukan pencampuran,
tambahkan sedikit air hingga membentuk adonan. Air yang ditambahkan jangan
terlalu banyak agar adonan tidak terlalu cair.
e. Penggaraman
Telur yang telah ditiriskan, dibungkus dengan adonan abu dapur setebal 0,5 cm.
Pembungkusan harus dilakukan secara merata agar rasa asinnya juga bias merata.
Telur yang telah dibungkus dengan adonan langsung disimpan dalam pengaron.
Meletakkan telur ke dalam pengaron harus hati-hati agar adonan yang melekat pada
telur tidak rontok atau berjatuhan. Selanjutnya, telur tersebut dibiarkan selama
beberapa hari, tergantung dari tingkat rasa yang diinginkan. Jika mengiinginkan rasa
yang asin, telur yang telah dibungkus diabiarkan sela 15 hari. Jika menginginka rasa
yang sedang (tidak terlalu asin), cukup dibiarkan sela 10 hari. Proses penggaraman
sebenarnya bisa dipercepat dengan cara menambah kepekatan garam pada adonan
batu bata. Semakin banyak garam yang dicampurkan, waktu untuk penggaraman
akan semakin pendek.
f. Pengupasan adonan
Setelah 10 – 15 hari, adonan yang membungkus telur dirontokkan, lalu telurnya
dibersihkan. Adonan yang baru dipakai satu kali tidak perlu dibuang karena masih
bias digunakan untuk membungkus telur lagi. Namun, perlu ditambahkan garam
dapur ke dalam adonan tadi sebanyak 50 gram. Penambahan garam dilakukan karena
kandungan garam dalam adonansudah berkurang atau meresap ke dalam telur.
g. Pencucian
Telur yang telah dikeluarkan, dicuci hingga bersih. Membersihkan telur bisa
dilakukan dengan menggunakan kain halus yang sudah dibasahi. Membersihkan telur
harus dilakukan secar hati-hati, jangan sampai ada telur yang pecah atau retak.
11
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
h. Perebusan
Telur yang sudah bersih, direbus menggunakan panic yang telah diisi air. Ketika
merebus telur, perhatikan ketinggian permukaan air di atas telur-telur tadi. Hal ini
bertujuan agar tingkat kematangan telur tersebut merata. Ketika merebus sebaiknya
panic ditutup agar proses perebusan menjadi lebih cepat dan merata. Setelah air
mendidih, telur jangan langsung diangkat dan dibersihkan, tetapi dibiarkan selama 15
– 30 menit agar telurnya benar-benar matang.
I. Penirisan
Telur yang telah direbus dan dibiarkan 15 10 menit, diangkat dan ditiriskan.
Penirisan bertujuan agar kondisi tetap kering (tidak lembek) bagian dalamnya
sehingga telur akan tetap terasa empuk.
J. Penstempelan
Telur yang telah matang dan kering sudah siap dikonsumsi atau diperdagangkan. Jika
ingin memberikan merek atau cirri terhadap telur yang dihasilkan bias menggunakan
stempel. Telur tersebut distempel satu per satu sesuai dengan keinginan kita untuk
membedakan dengan telur yang sudah beredar di pasaran.
12
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
FISH NUGGET
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling
yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi. Potongan ini kemudian dilapisi
tepung berbumbu (battered dan breaded). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi,
ayam, ikan dan lain-lain
Pembuatan Fish Nugget tidaklah sulit seperti yang dibayangkan oleh sebagian
masyarakat. Pembuatan fish nugget bisa menggunakan teknologi sederhana dan bahan
bakunya mudah diperoleh. Pada dasarnya pembuatan nugget daging mencakup lima
tahap, yaitu penggilingan yang disertai dengan pencampuran bumbu, bahan pengikat, dan
emulsifier, pencetakan, breading, pre-frying dan pembekuan.
Keberadaan fish nugget diharapkan mampu memenuhi permintaan masyarakat
khususnya untuk makanan siap saji dan menjadi alternatif makanan pilihan olahan ikan
berprotein tinggi.
Ciri Ikan yang Segar :
- Bentuk badan memanjang (compressed)
- Sisik berukuran besar
- Warna indah
- Hidup di air tawar
- Hampir dapat dijumpai di seluruh Indonesia
- Budi daya ikan mas cukup mudah
- Biasanya dipelihara di kolam/karamba
- Harga ikan mas cukup tinggi karena rasanya lezat
13
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
DIAGRAM ALIR FISH NUGGET
IKAN
SORTASI
SIANGI
KEPALA, SISIK, ISI PERUT, SIRIP EKOR
FILLETING
PENCUCIAN
PENCAMPURAN
PENGADUKAN + 5 MENIT
PENCETAKAN
PEMOTONGAN (5 cm X 1 cm X 1 cm)
BUTTER
PENCELUPAN DALAM TELUR KOCOK
Garam 4 grMerica 1 grTepung terigu 30 grGula 1 grBawang putih 4 grMSG 1 gr
BREADING
PENGGORENGAN (180 oC 3 MENIT)
FISH NUGGET
14
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Formulasi nugget ikan per 200 gram daging ikan.
Bahan Jumlah (gram
Dagung Ikan
Bawang Putih
Lada
Garam
Tepung Terigu
Gula
MSG
200
4
1
4
30
1
1
Formulasi Butter dan Breading
Bahan Jumlah (gram)
1. Butter
Terigu
Bawang Putih
Lada/merica
Garam
2. Breading
Tepung roti
200
4
2
8
300
15
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Teknologi Pengawetan pada Kulit Mentah
Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk
mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit.
Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroorganisme perusak kulit. Hal tersebut dilakukan dengan
menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas tertentu sehingga
mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-10%). Pengawetan kulit memiliki
beberapa tujuan antara lain :
a. Mempertahankan struktur dan keadaan kulit dari pengaruh lingkungan untuk
sementara waktu sebelum dilakukan proses pengolahan/penyelesaian
b. Untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang relatif lebih lama
c. Agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat dikelompokkan menurut besar dan
kualitasnya serta mengantisipasi terjadinya over produksi karena stok kulit yang
terlalu banyak
Secara umum proses pengawetan kulit mentah yang dikenal di Indonesia terdiri
atas 4 macam, yakni :
1. Pengawetan dengan cara pengeringan + zat kimia
2. Pengawetan dengan cara kombinasi penggaraman dan pengeringan
3. Pengawetan dengan cara garam basah
4. Pengawetan dengan cara pengasaman (pickling)
Pengawetan dengan cara pengeringan + zat kimia
Kulit segar yang baru dilepas dari ternak selanjutnya dilakukan pengawetan
dengan maksud untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam kulit hingga mencapai
batas minimum kadar air yang diperlukan untuk persyaratan hidup bakteri perusak.
Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Pencucian dan pembuangan daging
16
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Kulit yang baru dilepas dicuci dengan air mengalir dan kelebihan daging maupun
lemak yang masih melekat dibuang. Pisau yang digunakan harus tajam dan bentuknya
melengkung untuk mencegah robeknya kulit. Setelah semua lemak dan daging telah
bersih selanjutnya dicuci kembali dengan air mengalir.
b. Pengetusan (Pentirisan)
Kulit yang telah dicuci kemudian disampirkan atau ditiriskan diatas kuda-kuda
kayu dan dibiarkan menetes selama 30 menit.
c. Pemberian zat kimia
Kulit direndam dalam bak yang berisi zat kimia jenis Natrium Arsenat 0,5%
selama 5-10 menit. Setelah proses tersebut selesai, kulit masih disampirkan diatas bak
agar sisa-sisa zat kimia masih tetap menetes kembali ke dalam bak
d. Pementangan
Setelah zat kimia menetes dengan baik, kulit dipentang dan ditarik dengan tali
pada kerangka kayu (pentangan kulit). Pentangan untuk kulit sapi, kerbau maupun kuda
menggunakan kayu bulat dengan diameter kira-kira 5-10 cm yang menyerupai model
bingkai gambar. Ukuran panjang maupun lebarnya disesuaikan dengan kondisi kulit
dengan acuan bahwa pentangan tersebut dapat menampung luas maksimal dari kulit.
Kulit yang akan dipentang dilubangi pada bagian pinggirnya dengan jarak kira-kira 2-3
cm dari batas pinggir kulit dan ditarik hingga posisi kulit terpentang dengan sempurna
tanpa adanya pengkerutan dan pelipatan pada bagian pinggir maupun tengah.
Proses pementangan untuk kulit kecil seperti domba, kambing maupun reptil
dapat dilakukan diatas papan dan teknik pementangannya tidak perlu menggunakan tali
tapi cukup dilakukan dengan menggunakan paku.
e. Pengeringan
Kulit yang telah dipentang selanjutnya siap untuk dijemur. Proses pengeringan
tidak boleh dilakukan terlalu cepat, sebab zat-zat kulit pada lapisan luar akan mengering
lebih cepat dibanding pada bagian dalam dari kulit.
Temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan zat-zat kulit (kolagen) mengalami
proses gelatinisasi menjadi gelatin yang bersifat mengeras dan tentunya dapat
menghalangi proses penguapan air pada bagian dalam. Bila hal tersebut terjadi
mengakibatkan kulit akan membusuk pada saat disimpan dalam jangka waktu yang
17
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
lama. Untuk mengantisipasi hal tersebut beberapa petunjuk teknis sederhana tentang
posisi letak kulit dalam proses penjemuran kulit dibawah sinar matahari.
Penjemuran pertama dimulai pada bagian daging (flesh). Pukul 09.00-11.00 dan
pukul 15.00-17.00 penjemuran dilakukan dengan arah sinar matahari tegak lurus dengan
permukaan kulit. Pada waktu siang hari yaitu pukul 11.00-15.00 penjemuran dengan
arah sinar matahari sejajar dengan arah datangnya sinar matahari. Bila kulit pada bagian
dagingnya telah kering, maka posisi kulit dapat dibolak balik sedemikian rupa hingga
semua pengeringan dapat merata disemua permukaan kulit. Proses pengeringan kulit
dapat selesai dalam waktu kurang lebih 2-3 hari dengan kondisi panas matahari yang
cukup dan penguapan yang teratur.
Beberapa petunjuk sederhana untuk mengetahui apakah proses pengeringan telah cukup,
yakni apabila :
o Keadaan kulit terlihat tembus cahaya (transparan)
o Keadaan kulit tegang (kaku)
o Bagian daging dan bulu telah mengering
o Penampang kulit bila diketuk akan berbunyi nyaring
18
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
pH Daging
Mikroorganisme berasosiasi dengan daging dan produk unggas dapat
dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu bermanfaat, merugikan dan yang bersifat
patogen. Setiap produk memiliki ikutan mikrobia yang khas yang dikenal dengan ‘flora
normal’. Pada kondisi tersebut jika perubahan dari kondisi yang normal akan dengan
mudah dapat diidentifikasi dengan cara yang mudah dan sederhana. Metode yang
sederhana ini disebut dengan observasi organoleptis. Istilah organoleptis mengacu pada
penggunaan inderawi untuk menentukan tingkat penerimaan produk. Hal ini menyangkut
pengujian mikroskopis secara langsung. Untuk mendapat kesimpulan yang tepat dari
suatu produk, analis harus mengetahui sifat fisik dari produk yang dikatakan normal.
Pengetahuan ini dapat diperoleh melelui pengalaman dan training khusus.
Cara Pengujian untuk Melihat Karakteristik Sampel
a. Kenampakan : perubahan warna, degradasi lemak;
keberadaan material asing seperti logam, rambut,bulu, pasir,dsb.
b. Tekstur: perubahan konsistensi, pembentukan lendir, rusaknya struktur dsb.
c. Bau: yang meliputi bau yang tidak disuka (off-odor) adalah Examples of words used
to describe off-odors are: masam, apek, amis, tengik, busuk.
Kadang kala amat sulit membedakan mutu produk yang satu dengan yang lain
maka sering kali dilakukan pembedaan skor pengujian organoleptis.
Pengujian Kualitas Daging
Sediakan daging sebanyak 0.25 kg (untuk seluruh praktikan) yang terdiri dari
berbagai bagian tubuh, hati, daging paha, dan leher. Kemudian pisahkan. Amati warna,
dan, konsistensi dari masing masing bagian daging tersebut dan catat waktu pembelian.
Setelah sampai di laboratorium amati kembali warna dan konsistensinya catat perubahan
yang terjadi, tiap bagian daging dipotong jadi 3 bagian. Satu bagian diukur pHnya.
Potongan berikutnya diukur setelah 3 jam, dan 6 jam.
Buat grafik hubungan antara waktu dan pH, pH Vs warna, dan pH vs konsistensi
bahaslah masing masing hubungan data tersebut
19
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
20
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
KERUPUK JANGEK
Latar Belakang
Usaha bidang peternakan memiliki potensi untuk dapat terus
berkembang apabila ada keinginan untuk memanfaatkannya secara
optimal, salah satu caranya dengan cara pengolahan. Pengolahan
merupakan suatu cara yang dilakukan yaitu untuk merubah suatu
bahan pangan menjadi bahan pangan atau produk lain yang
mempunyai sifat yang berbeda dengan bahan aslinya. Salah satu
produk hasil ternak yang dapat diolah menjadi bahan pangan adalah
kulit.
Bentuk pengolahan dalam upaya mempertahankan mutu dan
ketersediaan kulit telah banyak dilakukan dan semakin berkembang
sejalan dengan peningkatan hasil usaha budidaya. Kulit sapi yang
didapat dapat dipertahankan kesegarannya untuk jangka waktu yang
cukup lama, yaitu dengan cara diawetkan dalam berbagai bentuk.
Usaha-usaha tersebut pada awalnya hanya memanfaatkan
proses-proses alami saja dan dikerjakan secara tradisional, tetapi
karena perkembangan ilmu dan teknologi metode tersebut
berkembang pula dengan pemanfaatan alat-alat mekanis yang dapat
menunjang dan memperbaiki mutu olahan kulit serta mereduksi
kehilangan bahan selama proses (Irawan, 1995)
Kerupuk kulit (kerupuk jangek) adalah sejenis makanan kecil
yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang
porous serta mempunyai densitas yang rendah selama penggorengan
(Siaw et al., 1985).
Kerupuk kulit (kerupuk jangek)
Kerupuk kulit merupakan salah satu bentuk olahan hasil produksi
peternakan yang diolah oleh pengusaha yang merupakan industri hilir
dari usaha ternak potong. Kulit merupakan produk sampingan dari
21
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
usaha ternak potong yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi,
dimana kulit dapat diolah menjadi kulit samak sebagai bahan pembuat
tas, sepatu dan berbagai asesories lainnya dan kulit juga dapat diolah
sedemikian rupa sehingga menjadi makanan ringan dalam bentuk
kerupuk yang di Sumatera Barat lebih dikenal dengan sebutan
karupuak jangek atau kerupuk kulit.
Bahan baku dari kerupuk kulit ini adalah kulit kerbau dan kulit
sapi, namun bila dibandingkan jumlah pemakaian bahan baku antara
kulit kerbau dengan kulit sapi, usaha kerupuk kulit lebih banyak
menggunakan kulit kerbau. Karena dengan memakai kulit kerbau hasil
lebih baik dimana bentuk pemotogan lebih bagus.
Syarat mutu kerupuk kulit SNI 01-4308-1996
No
.Keiteria Uji Satuan
Persyaratan
Mentah Siap di
konsumen
1.
1.1
1.2
1.3
1.4
2.
3.
4.
5.
6.
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
Keutuhan
Benda-benda asing,
serangga dan potong-
potongannya
Air
Abu tanpa garam
Asam lemak bebas
(dihitung sebagai asam
larut)
-
-
-
-
% b/b
-
% b/b
% b/b
% b/b
Normal
Khas
Normal
Renyah
Minimal 95
Tidak boleh
ada
Maksimal 8
Maksimal 1
Maksimal 1,0
Normal
Khas
Normal
Renyah
Min 90
tidak boleh ada
Maksimal 6
Maksimal 1
Maksimal 0,5
22
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
7.
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
8.
9.
9.1
9.2
9.3
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Pb)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Arsen
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Coliform
Salmonella
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Koloni/g
Apm/g
Koloni
Maksimal 2,0
Maksimal 2,0
Maksimal 40,0
Maksimal 40,0
Maksimal 0,03
Maksimal 1,0
Maksimal
5X104
< 3
Negative
Maksimal 2,0
Maksimal 2,0
Maksimal 40,0
Maksimal 40,0
Maksimal 0,03
Maksimal 1,0
Maksimal 5X104
< 3
Negative
Sumber : Standar Nasional Indonesia, BPOM Provinsi Jambi, 2007
23
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Bahan Baku Kerupuk Jangek
Kulit
Kulit yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kulit ini adalah
kulit sapid an kulit kerbau. Kulit yang paling baik adalah kulit kerbau
karena kulit kerbau sangat tebal, sehingga pada saat penggorengan
kerupuk yang dihasilkan lebih mengembang. Pada industri kerupuk
kulit Chaniago kulit yang digunakan adalah kulit sapi maupun kulit
kerbau tergantung dari pemotongan yang ada.
Air
Dalam prosesing bahan makanan, air yang digunakan
memerlukan persyaratan kebesihan yang tinggi. Untuk keperluan
pengolahan bahan makanan ini, persyaratan air sama dengan
persyaratan air minum (potable water) yaitu tidak mengandung
mikrobia penyebab sakit perut atau penyakit lain (pathogen), tanpa
rasa atau bau yang tidak dikehendaki dan tidak berwarna (Sudarmaji,
1989).
Menurut Sudarmaji (1989), kualitas air untuk berbagai keperluan,
ditentukan berdasarkan 3 faktor berikut :
1. Sifat fisisnya : warna, bau, rasa, kekeruhan
2. Sifat kimiawinya : padatan dan gas yang terlarut, pH,kesadahan
3. Kandungan mikrobianya, misalnya : algae, bakteri patogen, bakteri
bukan patogen.
Garam
Gram dapur (NaCl) bersifat osmotis sehingga mampu menarik air
keluar dari jaringan. Dengan demikian, aktivitas air dalam bahan
dapat berkurang sehingga daya awet bahan dapat meningkat. Selain
sebagai sebagai pengawet, garam juga berfungsi sebagai
24
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
penyempurnaan cita rasa dan menambah rasa enak pada produk
(Kaplan, 1971).
Agar memberikan hasil yang baik, garam yang dipakai harus
bermutu baik. Mutu garam dapat diukur dari kemurnian dan
kebersihannya. Dalam industri makanan, dibutuhkan garam minimum
99 % NaCl. Mutu garam di bawah 99 % NaCl akan mengurangi
kecepatan garam masuk ke dalam jaringan bahan dan dapat
memasukkan kualitas warna, rupa serta tekstur produk. Garam kotor
dapat menyebabkan kontaminasi pada produk yang dihasilkan
(Fachruddin, 1997).
Cara Pembuatan Kerupuk Kulit
Pembuatan kerupuk kulit sebenarnya tidaklah sulit, pembuatan
kerupuk kulit ini berbeda dengan kerupuk ikan maupun kerupuk
bawang, dimana kerupuk kulit ini tidak menggunakan bahan tambahan
lain, bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan kerupuk
kulit ini adalah kulit sapi atau kerbau. Kulit yang paling baik digunakan
adalah kulit kerbau. Kulit kerbau sangat tebal dibandingkan dengan
kulit sapi sehingga hasil yang diperoleh dari kerupuk kulit sangat baik
yaitu dari warna dan bantuk dari kulit tersebut. Proses pembuatan
kerupuk kulit terdiri atas beberapa tahapan yaitu : bahan baku,
pembersihan bulu pada kulit, perebusan kulit, pembersihan lemak,
pemotongan, pencucian, pemberian garam, penjemuran, dan
penggorengan.
Tahap-tahap pembuatan kerupuk kulit :
1. Bahan baku, bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kulit
ini adalah kulit sapi dan kulit kerbau. Kulit yang paling baik
digunakan adalah kulit kerbau dibandingkan kulit sapi, karena kulit
25
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
kerbau memiliki kulit yang lebih tebal bila dibandingkan dengan
kulit sapi.
2. Pembersihan bulu pada kulit yaitu, kulit sapi dan kulit kerbau
dipotong menjadi 6 – 8 bagian, kemudian direndam dalam air panas
(mendidih) dengan suhu ± 100 oC selama 3 menit. Perendaman ini
bertujuan untuk memudahkan pembersihan bulu pada kulit.
Kulit yang telah direndam kemudian diangkat dan dibersihkan
bulunya. Pembersihan bulu pada kulit dapat dilakukan dengan
menggunakan pisau, parang, untuk pengerikan bulu, pembersihan
bulu-bulu harus benar-benar bersih sampai bulu pada kulit hilang.
3. Perebusan kulit, setelah bulu pada kulit dibersihkan maka kulit
tersebut dilakukan perebusan dengan menggunakan drum yang
berisi air panas yang suhunya ± 70 – 80 oC selama ± 1 – 1,5 jam
hingga kulit kelihatan agak kuning keputihan, barulah kulit tersebut
diangkat. Perebusan ini dilakukan agar kulit masak dan dapat
mengurangi bakteri ataupun kotoran yang masih menempel pada
kulit.
4. Pembersihan lemak, Kulit yang sudah direbus lalu diangkat
kemudian direndam dalam air dingin (biasa), kemudian dilakukan
pembersihan lemak pada kulit yang disebut dengan tetelan. Selain
lemak, bulu-bulu halus yang masih menempel pada kulit juga
dibersihkan. Lemak (tetelan) dari kulit tersebut dapat dijual
ataupun dapat dikonsumsi menjadi makanan. Biasanya tetelan ini
dijemur dan dapat diolah menjadi kerupuk.
5. Pemotongan, Kulit yang telah dibersihkan, kemudian dipotong
dengan bentukpersegi empat dengan ukuran panjangnya ± 1,5 cm,
dan lebar 1 cm, proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pisau atau alat potong mesin. Pemotongan
merupakan proses yang cukup menentukan kualitas kerupuk kulit
26
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
terutama penampilan kerupuk yang dihasilkan, kulit yang telah
dipotong-potong kemudian dicuci hingga bersih.
6. Pemberian garam, Pada tahap pemberian garam ini potongan-
potongan kulit sebanyak 56 kg dimasukkan ke dalam baskom dan
ditambahkan garam sebanyak 3 kg yang dilarutkan dalam 16 liter
air, kemudian diaduk secara merata hingga homogen. Jumlah
garam yang diberikan jangan terlalu banyak, karena akan
mempengaruhi kualitas kerupuk kulit, jika garam yang ditambahkan
terlalu banyak maka kerupuk kulit akan sukar mengembang pada
saat digoreng.
7. Penjemuran, potongan kulit yang telah dibersihkan dan diberi
garam kemudian dijemur di atas nampan kawat. Lama penjemuran
dilakukan menggunakan sinar matahari, jika cuaca panas bisa
sekitar 2 - 3 hari, jika cuaca mendung bisa samapi 4 hari. Untuk
memastikan bahwa potongan itu sudah kering biasanya dengan
menekan potongan tersebut. Jika masih lengket berarti kerupuk
belum kering. Pengeringan adalah suatu metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi
panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai
suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya.
Dengan pengeringan bahan menjadi lebih awet dengan volume
bahan menjadi lebih kecil dan berat bahan menjadi berkurang
(Winarno et.al, 1980).
Potongan yang sudah kering disebut dengan kerupuk kulit mentah.
Kulit kering adalah kulit segar yang telah dikeringkan atau dijemur
(Departemen Pertanian, 1987). Tujuan pengeringan kulit yaitu
untuk meningkatkan kualitas hasil sehingga tahan lebih lama serta
memberikan rasa yang lebih enak. Hal ini sesuai dengan
27
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
pernyataan Deptan (1989), bahwa pengeringan mempengaruhi
kualitas dari kerupuk kulit.
8. Penggorengan, dilakukan jika memang akan dijual dalam bentuk
kerupuk goring.
Penggorengan dapat dilakukan dalam dua tahap :
- Tahap pertama : kerupukmkulit mentah digoreng dengan
menggunakan minyak yang tidak terlalu panas sampai kerupuk
mengembang sedikit, setelah semua kerupuk selesai digoreng
pada tahap I ini kemudian diangkat dan dipersiapkan untuk
penggorengan selanjutnya. Penggorengan I ini disebut
denganprose letus.
- Tahap kedua : kerupuk kulit yang telah diletus kemudian
digoreng kembali selama ± 5 menit dengan minyak yang panas,
pada saat penggorengan tahap II ini dipastikan minyak tersebut
harus benar-benar panas karena dapat mempengaruhi kualitas
kerupuk kulit. Jika minyak kurang panas maka hasil kerupuk
kulit tidak mengembang atau bantat. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukan oleh Semaoen (1991), bahwa
penggorengan yang dilakukan dengan minyak yang kurang
panas dapat mempengaruhi kualitas.
9. Penirisan, penirisan kerupuk dilakukan sebelum pengemasan.
Proses penirisan dilakukan untuk meminimalkan kandungan minyak
yang ada pada kerupuk sesudah penggorengan. Proses penirisan
dilakukan dengan menggunakan serokan, kemudian kerupuk
tersebut dimasukkan ke dalam baskom tanpa dilapisi dengan kertas
kopi. Penirisan dilakukan ± 10 menit dan sampai minyak yang ada
benar-benar berkurang. Kemudian kerupuk yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam kantong plastic besar sebelum dibawa ke
ruang pengemasan.
28
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
10. Pengemasan, dilakukan menggunakan kemasan plastik yang
telah diberi label nama home industri kerupuk jangek. Dengan
kapasitas tertentu setiap kemasan. Untuk merekatkan atau
menutup kemasan kerupuk hingga rapat, yaitu dengan
menggunakan alat pengepres PFS (Plastic Film Sealer). Selain
mudah penggunaannya juga hasil kemasannya merekat dengan
sempurna sehingga dapat menjaga kualitas dan kerenyahan dari
kerupuk jangek yang akan dipasarkan. Proses pengemasan
dilakukan setelah proses produksi (pembuatan kerupuk) telah
selesai dan dipasarkan langsung pada pagi harinya ke supermarket.
Selain itu kerupuk jangek yang mentah ataupun yang telah diletus
juga dikirim ke kota lain.
Kulit
Direndam dalam air panas (T = 100 oC, t = 5 menit) Air
Pelepasan bulu Bulu
Direbus ± 1 – 1,5 jam (T = 70– 80 oC ) Air
Pelepasan lemak bagian dalam Lemak
Pemotongan
Air Dicuci Air
Diberi garam
Dijemur ± 2 – 3 hari
29
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Penggorengan tahap I dengan minyak panas(T = 70 oC, t = 5 – 6 menit)
Penggoprengan tahap II (T= 70 oC, t = 5 meniy)
Ditiriskan
Dikemas
Kerupuk JangekDiagram alir pengolahan kerupuk kulit (jangek)
30
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
PENGAWETAN BAMBU
Bambu semenjak dahulu digunakan oleh masyarakat Indonesia terutama diwilayah
pedesaan untuk mendirikan tempat tinggal, perabot rumah tangga, prasarana umum
seperti jembatan. Untuk tempat tinggal yang menggunakan Bambu akan menambah segi
artistik tempat tinggal disamping akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya dari
adanya rasa hangat pada malam hari dan sejuk pada siang hari. Namun menurut Leslie
(1980) Bambu-Bambu yang digunakan hanya bertahan 1-7 tahun apabila tidak
diawetkan, sehingga tidak cukup efektif apabila digunakan untuk tempat tinggal ataupun
prasarana umum yang membutuhkan waktu penggunaan lebih lama.
Pengawetan Bambu
Kerusakan pada Bambu selain dari penggunaanya juga disebabkan dari adanya
kumbang bubuk yang memakan kandungan pati pada Bambu-Bambu yang tidak
diawetkan. Dikenal masyarakat ada beberapa upaya untuk memperoleh Bambu yang
bertahan lama yaitu dengan merendam Bambu untuk waktu 3-12 bulan dan menebang
pada waktu-waktu tertentu, seperti dilaksanakan oleh masyarakat jawa dengan menebang.
Bambu pada masa ke X dan XI yakni sekitar bulan Maret sampai pertengahan Mei yang
merupakan musim kemarau. Dimana diyakini masa tersebut adalah waktu Bambu tidak
mudah menyerap makanan dari tanah (kandungan pati rendah), sedangkan di India
menurut Jayanetti dan Follet (1990) saat yang tepat adalah musim Winter.
Saat ini mulai terdapat usaha pengawetan Bambu dengan menggunakan Vertical
Soak Diffusion (VSD) dengan menggunakan larutan borate (campuran BORAX dan
BORIC ACID), dimana larutan tersebut dinyatakan cukup ramah terhadap lingkungan
dan merupakan merupakan modifikasi dari sistem Boucherie (sistem yang diperkenalkan
oleh Prof.Dr. Liese) dengan waktu pemrosesan selama 2 minggu. Adapun takaran dari
borate tersebut sebesar 5-10 % volume larutan, dimana volume larutannya 10 % dari
volume Bambunya. Langkah yang dilakukan adalah dengan membuat ruas Bambu
sepanjang 6 meter, pemotongan pangkal Bambu dilakukan pada jarak sekitar 25 cm dari
buku-buku.
31
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Pengawetan Bambu bertujuan untuk menaikkan umur pakai dan nilai ekonomis
Bambu. Apapun spesies Bambunya, pengawetan tetap perlu dilakukan. Tetapi,
pengawetan Bambu biasanya jarang dilakukan orang. Alasannya antara lain: kurangnya
pengetahuan tentang teknik pengawetan, kurangnya fasilitas untuk metode perlakuan
tertentu dan ketersediaan bahan kimia (pengawet), keraguan terhadap manfaat
pengawetan Bambu serta kurangnya permintaan pasar terhadap bamboo awetan. Metode
pengawetan Bambu yang baku (standar) pun belum ada.
Metode Pengawetan Bambu
Cara tradisional telah digunakan sejak lama di daerah pedesaan. Kelebihan
metode ini yaitu tidak membutuhkan biaya dan dapat dilakukan sendiri tanpa
penggunaan alat-alat khusus. Metode non-kimia, misalnya: curing, pengasapan,
pelaburan, perendaman dalam air dan perebusan. Metode pengawetan secara kimia
biasanya menggunakan bahan pengawet. Bahan pengawet yang terkenal adalah Copper-
Chrrome-Arsenic (CCA). Metode kimia relatif mahal tetapi menghasilkan perlindungan
yang lebih baik. Keberhasilan metode ini sangat tergantung pada ketepatan konsentrasi
larutan pengawet yang diberikan. Metode kimia misalnya: metode Butt Treatment,
metode tangki terbuka, metode Boucherie, dan fumigasi (dengan senyawa metilbromida).
Metode ini tidak selalu ekonomis. Metode kimia - dalam skala besar - digunakan secara
meluas di India, Taiwan dan Jepang.
Metode NonkimiaTEKNO
Bambu segar lebih mudah diberi perlakuan di banding bambu yang sudah kering.
Makin tinggi berat jenis bambu, makin sulit diawetkan karena ikatan pembuluhnya makin
rapat dan kandungan serabutnya makin banyak. Makin tua umur bambu, kadar airnya
makin turun sehingga bambu makin sulit diawetkan. Metode kimia lebih baik diterapkan
pada musim hujan. Penetrasi pengawet akan lebih baik bila digunakan senyawa garam
yang larut dalam air. Pengawetan bambu dalam jumlah yang kecil akan menaikkan biaya
pengawetan. Aspek ekonomis yang perlu dipertimbangkan adalah biaya pengangkutan
dari hutan (kebun) ke tempat pengawetan. Suatu metode pengawetan dikatakan ekonomis
32
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
apabila umur pakai bambu dapat mencapai waktu 10 - 15 tahun; untuk bambu dalam
keadaan terbuka, dan 15 - 25 tahun untuk bambu yang diberi perlindungan tertentu.
Beberapa metode pengawetan bambu yang dapat diterapkan adalah:LOGI
Curing
Mula-mula batang bambu dipotong pada bagian bawah tetapi cabang dan daunnya
tetap disisakan. Kemudian, selama waktu tertentu rumpun bambu tersebut disimpan di
dalam ruang khusus. Karena proses asimilasi daun masih berlangsung, kandungan pati
ruas bambu akan berkurang. Akibatnya, ketahanan bambu terhadap serangan kumbang
bubuk meningkat. Tetapi, metode ini tidak berpengaruh terhadap serangan jamur atau
rayap.
Pengasapan
Bambu diletakkan di atas rumah perapian (tungku) selama waktu tertentu sampai
pengaruh asap menghitamkan batang bambu. Proses pemanasan menyebabkan terurainya
senyawa pati dalam jaringan parenkim. Di Jepang, bambu mentah disimpan dalam ruang
pemanas pada suhu 120 - 150 oC selama 20 menit. Perlakuan ini cukup efektif untuk
mencegah serangan serangga. Efek negatif metode ini adalah kemungkinan terjadinya
retak yang dapat mengurangi kekuatan bambu.
Pelaburan
Metode ini lebih ditujukan untuk mendapatkan efek hiasan ketimbang manfaat
pengawetannya. Batang bambu untuk konstruksi perumahan dilaburi dengan kapur tohor
(Ca[OH]2). Tujuannya untuk memperlambat penyerapan air, sehingga daya tahan bambu
terhadap jamur menjadi lebih tinggi. Efektivitas metode ini masih perlu dibuktikan,
terutama menyangkut pengaruh senyawa alkali terhadap kekuatan bambu. Di daerah
pedesaan, metode ini mengalami modifikasi. Bambu dilaburi dahulu dengan ter lalu
diperciki dengan debu halus. Segera setelah debu melekat dan ter kering, dilakukan
pelaburan dengan kapur tohor sampai 4 kali. Metode pelaburan lain yang biasa dilakukan
rakyat adalah penurapan (pemlesteran) bambu dengan menggunakan campuran kotoran
sapi dengan kapur atau adukan semen. Dewasa ini, bambu yang digunakan sebagai tiang
33
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
pancang untuk bangunan terlebih dahulu dilumuri dengan ter lalu dililitkan dengan
anyaman sabut kelapa.
Perendaman dalam air
Perendaman bambu dalam air adalah salah satu metode pengawetan tradisional
yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat pedesaan. Perendaman menyebabkan
penurunan kandungan pati bambu. Bambu mengandung pati relatif tinggi misalnya
bambu ampel, sedangkan bambu apus kadar patinya relatif rendah. Tujuan akhir
perendaman adalah menekan serangan kumbang\ bubuk. Metode ini lebih cocok
diterapkan pada bambu yang digunakan untuk bahan bangunan. Waktu perendaman yang
dianjurkan sebaiknya tidak lebih dari 1 bulan.
Perebusan
Perebusan bambu pada suhu 55-60 oC selama 10 menit akan menyebabkan pati
mengalami gelatinisasi sempurna, yaitu menjadi amilosa yang larut dalam air
(Matangaran, 1987). Perebusan pada 100 oC selama 1 jam cukup efektif untuk
mengurangi serangan kumbang bubuk. Metode ini di samping metode pengasapan -
pemanasan dan perebusan dengan air kapur tidak populer karena kurang efektif.
Metode Kimia_
Metode Kimia yang sederhana lebih tepat diterapkan di desa-desa yang terletak
jauh dari pusat industri. Tingkat keberhasilan pengawetan bambu dengan metode kimia
tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
1. Kondisi fisik bambu sebelum diawetkan
2. Berat
3. Jenis bambu
4. Umur bambu
5. Musim
6. Jenis
7. Bahan pengawet
8. Posisi dan ukuran bambu
34
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Bambu segar lebih mudah diberi perlakuan di banding bambu yang sudah kering.
Makin tinggi berat jenis bambu, makin sulit diawetkan karena ikatan pembuluhnya makin
rapat dan kandungan serabutnya makin banyak. Makin tua umur bambu, kadar airnya
makin turun sehingga bambu makin sulit diawetkan. Metode kimia lebih baik diterapkan
pada musim hujan. Penetrasi pengawet akan lebih baik bila digunakan senyawa garam
yang larut dalam air. Pengawetan bambu dalam jumlah yang kecil akan menaikkan biaya
pengawetan. Aspek ekonomis yang perlu dipertimbangkan adalah biaya pengangkutan
dari hutan (kebun) ke tempat pengawetan. Suatu metode pengawetan dikatakan ekonomis
apabila umur pakai bambu dapat mencapai waktu 10 - 15 tahun; untuk bambu dalam
keadaan terbuka, dan 15 - 25 tahun untuk bambu yang diberi perlindungan tertentu.
Beberapa metode pengawetan bambu yang dapat diterapkan adalah:
Metode kimia sederhana
Bambu segar yang baru ditebang, didirikan terbalik. Pada ujung bambu bagiaan
atas, dimasukkan tabung yang berisi minyak solar. Karena gaya gravitasi, minyak solar
ini akan mendesak keluar cairan yang terkandung dalam batang bambu. Proses ini
memakan waktu satu minggu. Konsultasi untuk memperoleh informasi lebih rinci
mengenai pengawetan bambu dapat diperoleh dengan menghubungi: Pusat Informasi
Teknologi Terapan (PITT) – ELSPPAT.
Metode Butt Treatment
Bagian bawah batang bambu yang baru dipotong bdiletakkan di dalam tangki
yang berisi larutan pengawet. Cabang dan daun pada batang tetap disisakan. Larutan
pengawet tersebut akan mengalir ke dalam pembuluh batang karena proses transpirasi
daun masih berlangsung. Karena prosesnya memakan waktu yang lama, metode ini hanya
tepat diterapkan pada batang bambu yang pendek dan berkadar air tinggi.
35
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
FERMENTASI SAWI PAHIT
Perombakan yang kompleks pada fermentasi sayur sawi pahit dihasilkan oleh
pertumbuhan bakteri asam laktat. Proses fermentasi umumnya dimulai oleh Leucunostoc
mesentroides, kemudian disempurnakan oleh berbagai spesies Lactobacillus.
KEUNTUNGAN FERMENTASI ASAM LAKTAT
- Bahan menjadi resisten terhadap pembusukan mikroorganisme dan pembentukan
racun-racun makanan
- Menyebabkan bahan pangan menjadi awet dalam waktu yang relatif lama tanpa
mengalami penurunan nilai gizi
- Memodifikasi cita rasa orisinil bahan pangan menjadi lebih merangsang selera makan
dan kadang-kadang memperbaiki gizi
FUNGSI GARAM :
- Mengeluarkan zat-zat gizi dari jaringan bahan.
- Menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diingini penyebab pembusukan
produk
- Menginaktifkan enzim yang tidak diingini yang melunakan jaringan
KONSENTRASI GARAM TINGGI :
- Memperlambat pembentukan bakteri asam laktat heterofermentatif khususnya
L mesenteroides (pelopor fermentasi)
- Merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat homoferfentatif.
CO2 << Untuk mengusir udara yang terperangkap diantara rajangan-rajangan
kubis agar terjadi kondisi anaerobik
- Menyebabkan pertumbuhan khamir aerobik termasuk khamir jingga
- Rasa pahit yang tajam
Sawi pahit dipisahkan helai demi helai daun, dicuci bersih, diatur di atas tampah dan
dilayukan semalam. Disiapkan media perendam yaitu :
a. air matang yang sudah didinginkan pada suhu kamar;
36
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
b. air tajindingin yang diperoleh dari hasil perebusan beras (7 % W/V).
Sawi yang telah layu diremas-remas dengan garam sebanyak 2,5 % dari berat
bahan. Sawi dan cairan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam wadah, dan ditambahkan
media secepat mungkin sampai seluruh permukaan bahan terendam kemudian ditutup
rapat. Fermentasi berlangsung selama 1 – 2 minggu.
SAWI PAHIT
RAPIHKAN & BERSIHKAN
LAYUKAN 1 MALAM
GARAMI (KONSENTRASI : 2,50 %, B/B)
MASUKKAN DALAM WADAH
RENDAM DALAM MEDIA
TUTUP RAPAT DENGAN PEMBERAT
FERMENTASI (1 – 2 MINGGU)
Gambar 3. Diagram Alir Fermentasi Sawi Pahit
37
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
BEKASEM
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-
perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin
berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga
tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makana yang hanya
mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian,
makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak
manfatnya bagi masyarakat itu sendiri
Tujuan
Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan
makanan yang ideal sekaligus implementasinya, dalam hal ini ialah tentang Bekasam.
2.1 Definisi bekasam
Bekasam adalah produk ikan fermentasi tradisional yang pada awalnya diolah
oleh penduduk bermukim di Muara Sungai Bengawan Solo dan Surabaya, tetapi
kemudian menyebar ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Produk
tersebut di Kalimantan Tengah disebut dengan wadi .
Pengolahan bekasam dilakukan dengan menambahkan sumber karbohidrat dan
dalam kondisi anaerobik. Karbohidrat didekomposisi melalui proses fermentasi menjadi
gula-gula sederhana dan kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang berperan
sebagai pengawet dan memberikan rasa dan bau spesifik pada bekasam. Bekasam
disajikan dengan membumbuinya menggunakan cabai dan gula
Mikrobiologi Bekasam
Isolasi bakteri dari produk bekasam ikan lampan, bekasam ikan saluang, bekasam
ikan sepat, dan bekasam ikan betino yang dibeli di Palembang dan dibuat di laboratorium
diperoleh 27 isolat bakteri asam laktat . Identifikasi lebih lanjut terhadap isolat tersebut
diperoleh bahwa bakteri asam laktat yang terdapat pada bekasam yang dibeli dari
pengolahan adalah Lactobacillus coryneformis dan Lactobacillus spp. Sedangkan
38
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
bakteri asam laktat yang diidentifikasi dari bekasam yang dibuat di labpratorium adalah
Lactobacillus spp., Pediococcus sp., Lactobacillus coryneformis dan Pediococcus
damnosus.
Indiati et al (1999) melakukan isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari ikan
pede, yaitu bekasam yang diolah dengan menggunakan beras sangrai sebagai sumber
karbohidrat. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa bakteri asam laktat yang dominan
pada produk ikan pede adalah Lactobacillus coryneformis.
Karakteristik Kimia dan Nilai Gizi
Kandungan asam laktat bekasam meningkat setelah melalui proses
fermentasi dan kecepatan peningkatannya secara nyata dipengaruhi oleh sumber
karbohidrat yang digunakan. Kandungan asam laktat bekasam hasil penelitian Murtini et
al. (1991) adalah 0,60 – 5,33%.
Komposisi proksimat bekasam yang dibuat dari ikan mas dapat dilihat pada Tabel
15. Kadar garam dan nilai pH bekasam masing-masing adalah 14,95-17,20% dan 4,57-
4,89
Tabel 15. Karakteristik Kimia dan Nilai Gizi Bekasam dari Ikan Mas
Parameter
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Protein (%)
Kadar Lemak (%)
Kadar Garam (%)
PH
Kadar Asam Laktat (%)
58,40 – 66,95
6,11 – 8,67
4,80 – 6,91
5,00 – 5,72
14,95 – 17,20
4,57 – 4,89
0,60 – 5,33
Pengolahan
Murtini (1992) secara rinci telah menjelaskan prosedur pengolahan bekasam.
Pertama-tama, ikan dibuang kepala, sisik dan isi perutnya. Ikan kemudian dibelah
menjadi bentuk kupu-kupu dan dicuci. Ikan yang telah dicuci selanjutnya direndam
dalam larutan garam 16% selama 48 jam dan diusahakan agar ikan tidak mengambang
39
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
dengan menempatkan pemberat. Ikan kemudian ditiriskan dan ditambah dengan nasi
biasa dan nasi ketan sebanyak masing-masing 50% dan 25% dari berat ikan. Campuran
ikan dan nasi ditempatkan dalam wadah plastik yang kemudian ditutup rapat. Campuran
ikan dan nasi tersebut diperam selama satu minggu atau lebih agar terjadi proses
fermentasi. Afrianto dan Liviawaty (1989) menyarankan penggaraman dilakukan dengan
menaburkan garam pada permukaan ikan. Metoda ini akan menghasilkan proses
penetrasi garam ke dalam daging ikan yang lebih cepat. Garam yang digunakan
sebaiknya tidak lebih dari 20% dari berat ikan, kalau lebih akan dihasilkan bekasam yang
sangat asin. Secara tradisional, proses fermentasi dilakukan dalam kuali.
Penelitian penggunaan berbagai jenis karbohidrat telah dilakukan. Tiga
jenis sumber karbohidrat, yaitu beras sangrai (ditambahkan 50% dari berat ikan),
campuran nasi dan fermentasi beras ketan (tapai ketan), serta campuran beras sangrai,
gula, nenas dan jahe (ditambahkan 50%, 10%, 15% dan 0,5% dari berat ikan).
Dari uraian di atas diketahui bahwa proses fermentasi pada produk bekasam
terjadi pada ikan dan sumber karbohidrat yang melibatkan bakteri (terutama bakteri asam
laktat), kapang dan khamir. Peranan kapang dan khamir dapat dilihat pada penggunaan
tapai ketan sebagai sumber karbohidrat. Tapai di dalam pengolahannya melalui proses
fermentasi dengan menggunakan ragi.
40
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN
Diagram Alir PengolahanIkan air Tawar
Pembuangan Isi Perut dan Insang
Pembelahan Menjadi Bentuk Kupu-Kupu
Perendaman Dalam Larutan Garam
(16% b/b, selama 2 hari)
Penirisan
Penambahan Nasi
Pengemasan
Fermentasi
BEKASAM
41