Post on 08-Aug-2015
FISIOLOGI DAN PATOLOGI PENDENGARAN
A. Anatomi Telinga Dan Fisiologi Pendengaran
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga
luar, telinga tengah dan telinga dalam. Ketiga bagian telinga ini terletak di dalam tulang temporal
kepala. Tulang temporal adalah struktur berbentuk piramidal yang membentuk bagian dasar dan
pinggir (lateral) kedua sisi tulang tengkorak. Bagian-bagian utama tulang temporal adalah
segmen tulang skuamosa, petrosa, timpanik, dan mastoid. Pada tulang temporal inilah selain
organ pendengaran (koklea) juga tersimpan organ keseimbangan (vestibuler). Pada proses
pendengaran, telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis
oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang
kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.
1
1. Telinga Luar (external ear)
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga luar (meatus
auditorius eksternus)/(external auditory canal=EAC) dengan batas medialnya adalah gendang
telinga (membrana timpani=MT). Sekitar 1/3 luar EAC tersusun atas tulang rawan dan
mengandung folikel rambut, kelenjar serumentosa, dan kelenjar sebasea (kelenjar minyak).
Sedangkan 2/3 dalam EAC tersusun atas tulang, dan tidak mengandung kelenjar.1,2
EAC dilapisi kulit sebagai kelanjutan kulit daun telinga. Di bagian dalam, kulit EAC
membentuk lapisan terluar MT. Panjang EAC sekitar 2.5-3 cm (orang dewasa), dengan
diameter 1 cm, dan bentuknya mirip huruf S kurus.
Fungsi utama EAC adalah mengumpulkan dan mengarahkan input suara dari luar menuju
MT. Struktur dan panjang EAC juga turut menentukan resonansi frekuensi spesifiknya yaitu
antara 3-4 kHz. Ini juga faktor utama yang menjelaskan mengapa noice-induce hearing loss
(NIHL = gangguan dengar akibat pajanan bising) biasanya terjadi pada frekuensi antara
3-6 kHz, dengan puncak gangguan pada 4 kHz seperti tercatat pada audiogram.
Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga
kaku tetapi juga lentur. Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran
telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.1,2
2. Telinga Tengah (middle ear cleft)
Middle ear cleft adalah suatu celah berisi udara dengan volume berkisar 1 - 2 cm3 (cm
kubik). Batas-batas telinga tengah adalah MT di bagian lateral, dan dinding lateral (kapsul
labirin) telinga dalam di bagian medial. Telinga tengah berhubungan dengan rongga/sel udara
mastoid melalui sebuah lubang sempit yang dinamakan antrum, dan juga berhubungan
dengan nasofaring (ruang di belakang hidung) melalui tuba eustachius. Telinga tengah terdiri
dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3
tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.1,2
Ketiga tulang tersebut membentuk rantai tulang pendengaran (osicular chain), dengan
demikian osicular chain imenjembatani inter-koneksi telinga luar hingga telinga dalam.
Ketiga tulang tersebut adalah:
a. Maleus :bentuknya seperti palu, Posisi maleus adalah di antara MT dan inkus, artinya sisi
luar maleus melekat pada MT dan sisi dalam membentuk persendian dengan incus.
2
b. Inkus : menghubungkan maleus dan stapes
c. Stapes : melekat pada jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam.
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan
dihantarkan ke jendela oval. Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:
Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap
menempel)
Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius
dengan jendela oval.
Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga
rangkaian tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan. Respon ini
disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan
karena suara. Kedua otot ini mengurangi proses mekanik telinga tengah. Pengertiannya
adalah sebagai berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras (intensitas > 80 dB)
maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat progresif yang dapat
merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat intensitas suara mencapai nilai di
atas, otot stapedius secara refleks akan berkontraksi untuk membatasi gerakan stapes.
Meskipun fungsi utama refleks akustik ini adalah proteksi, ia juga meningkatkan
mekanisme kontrol yang mempertahankan input suara ke telinga dalam (koklea) lebih
konstan, dan memperluas rentang dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot
stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara (vokalisasi),
sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakan-gerakan yang berasal dari
dalam tubuh sendiri.
Tuba eustachius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung
bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.
Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara
yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang
normal dan kenyamanan.
3
Telah diketahui bahwa telinga tengah adalah celah berisi udara, di mana tekanan udara di
dalamnya harus tetap dipertahankan sesuai tekanan udara ambien (lingkungan luar) agar
transfer sinyal suara berjalan optimal. Tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah
dengan nasofaring akan menjamin aerasi dan drainase telinga tengah. Jika tuba eustachius
mengalami disfungsi, dapat menimbulkan rasa tersumbat atau popping di telinga dan/atau
otitis media (radang/infeksi telinga tengah). Fungsi tuba eustachius yang tidak matur, yang
sering terjadi pada anak-anak, merupakan salah satu predisposisi utama timbulnya infeksi
telinga tengah pada populasi anak.
Ada hal mendasar yang membedakan sistem telinga luar dan sistem telinga dalam, yaitu:
medium udara di telinga luar dan medium cairan di telinga dalam. Perbedaan medium ini
menentukan perbedaan impedansi di antara kedua sistem ini, yaitu "energi perlawanan"
sistem telinga dalam terhadap input energi suara jauh lebih besar dibanding sistem telinga
luar. Artinya energi suara yang merambat sepanjang medium udara di telinga luar akan
sangat menurun ketika mencapai medium cairan di telinga dalam. Karena itu telinga tengah
berfungsi meminimalisasi masalah ini.
Amplifikasi energi suara terjadi akibat efek area MT dan aktivitas pengungkit dari
osicular chain. Efektivitas area vibrasi MT adalah sekitar 17 kali dibanding area footplate
stapes (yaitu area perlekatan stapes pada oval window telinga dalam), sehingga
menghasilkan peningkatan energi suara sebesar 17 kali pula. Selain itu panjang lengan
maleus sekitar 1.3 kali panjang short process incus, sehingga kekuatan yang terbentuk pada
stapes akan meningkat sebesar 1.3 kali. Kombinasi dari kedua efek di atas (17 x 1.3)
memberikan peningkatan energi mekanik 22:1, yang menyebabkan peningkatan energi suara
setara 25 dB saat mencapai koklea telinga dalam.
4
3. Telinga Dalam (inner ear)
Telinga dalam adalah suatu sistem labirin membranosa yang tertanam di dalam tulang.
Sistem ini mengandung 2 bagian utama auditory end organ (koklea) yang bertanggung
jawab dalam mendeteksi suara, dan vestibuler end organ (utrikukus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis) yang bertanggung jawab dalam mempertahankan keseimbangan tubuh,
dengan mencitrakan gerakan akselerasi (linear ataupun anguler) maupun gerakan
gravitasional.
1) Koklea (organ pendengaran)
Koklea merupakan saluran berongga yang berbentuk seperti rumah siput yang
melingkar sebanyak 2.5 kali putaran, terdiri dari cairan kental dan organ Corti,
yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang
mengarah ke dalam cairan tersebut. Jika kita memotong koklea secara transversal,
maka di dalam koklea terdapat 3 buah kompartemen, yaitu skala vestibuli (atas), skala
media (tengah), dan skala timpani (bawah).
Membrana Reissneri memisahkan skala vestibuli dari skala media, sedangkan
membrana basilaris memisahkan skala media dari skala timpani. Di dalam skala
vestibuli dan skala timpani terdapat perilimfe, suatu cairan yang mirip dengan cairan
5
ekstraseluler. Dan di dalam skala media terdapat endolimfe, cairan yang mirip
dengan cairan intraseluler. Di dalam skala media inilah terletak organo korti.
Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke
jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel
rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan
merubahnya menjadi gelombang saraf. Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang
serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak.
Walaupun ada perlindungan dari refleks akustik, tetapi suara yang gaduh bisa
menyebabkan kerusakan pada sel rambut. Jika sel rambut rusak, dia tidak akan
tumbuh kembali.
Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel
rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran. Organo korti pada skala media
mengandung sel-sel reseptor pendengaran (auditory receptor cells), atau disebut pula
sel-sel rambut. Dinamakan sel-sel rambut karena membran di bagian permukaan sel
mengalami evaginasi yang disebut stereosilia, yang mirip seperti rambut.
Stereosilia mengandung ion channels yang dapat terbuka aktif secara mekanik
jika menerima stimulus suara. Selain sel-sel rambut terdapat pula se-sel struktural dan
sel-sel pendukung (supporting cells). Terdapat 2 tipe sel rambut, yaitu sel rambut
dalam (inner hair cells=IHC) dan sel rambut luar (outer hair cells=OHC). IHC
membentuk sebaris sel yang berjalan spiral di sepanjang koklea dekat aksis sentral.
OHC membentuk 3-4 baris sel rambut yang berjalan pada koklea namun tidak
berdekatan dengan aksis sentral.
Bagian dasar sel-sel rambut menempel pada membrana basilaris, sedangkan pada
bagian permukaan di mana terdapat stereosilia terletak membrana tektorial.
Membrana basilaris dan tektorial berhubungan di bagian sentral. Suara akan
mengerakkan kedua struktur ini pada arah berlawanan, sehingga stereosilia yang
berada di permukaan sel rambut akan menekuk.
Pergerakan stereosilia akan membuka dan menutup ion channels, menghasilkan
potensial reseptor di IHC. Potensial reseptor ini menyebabkan keluarnya
neurotransmitter ke serabut-serabut saraf aferen yang menjadi sinyal penting ke otak
tentang adanya suara dengan frekuensi tertentu. Sel-sel rambut koklea bersifat
6
frekuensi spesifik, di mana stimulasinya oleh input suara tergantung pada tonotopic
map membrana basilaris. Pengertiannya sebagai berikut: suara dengan frekuensi
tinggi dideteksi di bagian basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi rendah
dideteksi di bagian apeks. Properti mekanik membrana basilaris sendiri yang
kemudian menentukan perbedaan tonotopik ini.
Secara konseptual perbedaan antara IHC dan OHC adalah:
- IHC dianggap sebagai auditory receptor cells yang klasik, yang bertanggung
jawab mengirim sinyal dalam bentuk frekuensi suara yang spesifik ke otak.
- OHC dianggap memberikan efek amplifikasi dari stimulus suara kepada IHC
yang terdekat, selain juga mempertajam respon frekuensi IHC terdekat.
Dasar untuk konsep di atas:
OHC terlihat memendek dan memanjang jika dirangsang oleh suara. Gerakan
pumping (mirip kontraksi) seperti ini dapat mempengaruhi IHC dengan
merubah gerakan membrana basilaris dan meningkatkan sensitivitas dan
selektivitas frekuensi untuk output koklear (sinyal menuju otak). Di samping
itu suatu protein prestin telah berhasil diisolasi pada OHC yang memberikan
kemampuan untuk berkontraksi.
IHC secara predominan dipersarafi oleh serabut aferen yang membawa
informasi dari sel-sel rambut ke otak. Kebalikannya pada OHC, predominan
dipersarafi serabut eferen, yang justru membawa informasi dari otak ke sel-sel
rambut. Stimulasi serabut eferen OHC juga berperan dalam mengurangi
respon dari koklea. Stimulasi saraf oleh input suara yang dimulai dari sel-sel
rambut kemudian berjalan sepanjang serabut aferen, selanjutnya berturut-turut
mencapai nukleus koklearis, kompleks olivarius superior, lemniskus lateralis,
kolikulus inferior, dan medial geniculate body untuk selanjutnya tiba di
korteks auditori di otak. Pada level kompleks olivarius superior ke atas, mulai
terjadi crossover antara input suara dari sisi kiri dan kanan.
7
B. Proses Mendengar
Suara merupakan suatu sinyal analog (kontinyu) yang secara teoritis mengandung
informasi yang tak terhingga jumlahnya, yang direpresentasikan pada tak terhingga banyaknya
jumlah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut memiliki informasi fasa dan magnituda. Suara yang
didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal akustik yang bersifat mekanik
menjadi sinyal listrik yang diteruskan syaraf pendengaran ke otak. Proses mendengar tentunya
tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni telinga.
Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang ditangkap
oleh daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Daun telinga dan meatus acusticus
eksternus ini menyerupai pipa kira-kira sepanjang 2 cm sehingga memiliki mode resonansi dasar
pada frekuensi sekitar 4 kHz. Kemudian gelombang suara yang telah ditangkap akan membuat
membran tympani telinga bergetar. Seseorang menerima suara berupa getaran pada membran
tympani dalam daerah frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah
variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium
sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik. Variasi tekanan pada atmosfer disebut tekanan
suara, dalam satuan Pascals (Pa). Setelah melalui membran tympani, getaran tersebut akan
menggetarkan ketiga tulang pendengaran (maleus, incus, stapes). Pada saat maleus bergerak,
incus ikut bergerak karena maleus terikat kuat dengan inkus oleh ligamen-ligamen. Artikulasi
dari incus dan stapes menyebabkan stapes terdorong ke depan pada cairan cochlear. Ketiga
tulang pendengaran tadi mengubah gaya kecil dari partikel udara pada gendang telinga menjadi
gaya besar yang menggerakkan fluida dalam koklea. Impedansi matching antara udara dan cairan
koklea ialah sekitar 1 kHz. Pada telinga bagian dalam terdapat koklea dan di dalam koklea
terdapat membran basiliar yang bentuknya seperti serat panjangnya sekitar 32 mm. Getaran dari
tulang pendengaran diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian akan menggerakkan fluida
sehingga membran basiliar ikut bergetar akibat resonansi. Bentuk membran basiliar memberikan
frekuensi resonansi yang berbeda pada suatu bagian membran. Gelombang dengan frekuensi
tertentu akan beresonansi secara sempurna dengan membran basiliar pada titik tertentu,
menyebabkan titik tersebut bergetar dengan keras. Prinsip ini sama dengan nada tertentu yang
akan membuat garputala bergetar. Frekuensi tinggi menyebabkan resonansi pada titik yang
berada di dekat jendela oval dan frekuensi rendah menyebabkan resonansi pada titik yang berada
8
lebih jauh dari jendela oval. Organ korti yang terletak di permukaan membran basiliar yang
terdiri dari sel-sel rambut ini akan mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik. Laju firing
(firing rate) sel rambut dirangsang oleh getaran membran basiliar. Kemudian sel saraf (aferen)
menerima pesan dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf auditori, yang akan membawa
informasi tersebut ke otak, yaitu korteks serebri area pendengaran (area Boadmann 41 dan 42)
dan disadari sebagai rangsang pendengaran .
Potensial listrik
Potensial listrik di cochlea ada dua macam yaitu resting potential dan alternating current
yang timbul sebagai akibat rangsang akustik.
Resting potential +80mV di dalam scala media disebut endolimfatik potensial, sedangkan di
dalam sel rambut terdapat potensial -80mV sehingga terdapat perbedaan potensial sebesar
160mV pada atap sel rambut.
Energi potensial ini merupakan arus langsung secara konstan dan sangat sensitif terhadap
anoxia dan zat kimia yang dapat mempengaruhi metabolisme oksigen.
Mekanisme yang pasti mengenai stimulasi dari saraf ini tidak begitu diketahui, tapi diduga
bahwa stimulasi ini disebabkan oleh:
1. Cochlear microphonics, yaitu reaksi arus bolak-balik yang timbul antara sel rambut dan scala media.
2. Terbentuknya dan terlepasnya zat-zat kimia pada ujung saraf dari sel-sel rambut.
C. Gangguan Fisiologi Telinga:
Gangguan fisiologi telinga pada fungsi pendengaran terdiri dari :
1) Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli syaraf (sensori neural deafness), serta tuli campur
(mixed deafness).
9
2) Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan
gangguan telinga dalam menyebabkan tuli syaraf, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli
retrokoklea.
a. Tuli konduktif
Setiap masalah di telinga luar atau tengah yang mencegah terhantarnya bunyi dengan
tepat dinamakan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran konduktif biasanya
pada tingkat ringan atau menengah, pada rentang 25 hingga 65 desibel. Dalam beberapa
kejadian, gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara. Pengobatan atau bedah dapat
membantu tergantung pada penyebab khusus masalah pendengaran tersebut. Gangguan
pendengaran konduktif juga dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah.
Tuli konduktif dapat disebabkan berbagai kondisi pada telinga, seperti :
Penyebab Telinga luar:
- Atresia liang telinga (tidak lubang telinga kongenital).
- Serumen obturan.
- Otitis eksterna cryrcumsripta.
- Osteoma liang telinga.
Penyebab Telinga tengah:
- Tuba katar (oklusi tuba)
- Sumbatan tuba eustachius
- Otitis media
- Otosklerosis
- Timpani skelerosis
- Hemotimpani
- Dislokasi tulang pendengaran
b. Tuli sensori neural (perseptif)
Gangguan pendengaran sensorineural disebabkan oleh kelainan pada koklea (telinga
tengah), nervus VIII atau di pusat pendengaran dan biasanya bersifat permanen. Gangguan
pendengaran sensorineural, yang disebut juga “tuli saraf”, dapat ringan, menengah, berat atau
parah. Gangguan pendengaran ringan hingga berat sering dapat diatasi dengan alat bantu dengar
10
atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi atas
gangguan pendengaran berat atau parah.
Sebagian orang menderita gangguan pendengaran sensorineural hanya pada frekuensi
tinggi, juga dikenal dengan sebutan tuli sebagian. Dalam hal ini, yang rusak hanya sel rambut
pada ujung rumah siput. Pada bagian dalam rumah siput, apeks, sel rambut yang berfungsi untuk
memproses nada rendah masih utuh. Stimulasi akustik dan elektrik gabungan, atau EAS, telah
dikembangkan khusus untuk menangani kejadian seperti ini.
Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tuli sensori neural koklea atau retrokoklea :
Tuli sensori neural coclea
- Aplasia (kongenital)
- Labirintitis oleh bakteri/virus
- Intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol.
- Trauma kapitis
- Trauma akustik
- Pemaparan bising
- Presbicusis : penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut
Tuli sensori neural retrokoklea
- Neuroma akustik
- Tumor sudut pons serebellum
- Cidera otak
- Perdarahan otak
c. Gangguan Pendengaran Campuran
Gangguan pendengaran campuran merupakan gabungan dari gangguan pendengaran
sensorineural dan konduktif. Gangguan ini disebabkan oleh masalah baik pada telinga dalam
maupun telinga luar atau telinga tengah. Opsi penanganan mencakup pengobatan, bedah, alat
bantu dengar atau implan pendengaran telinga tengah .
11
d. Gangguan Pendengaran Saraf
Gambar 3. Gangguan Pendengaran Saraf
Masalah yang disebabkan oleh tidak adanya atau rusaknya saraf pendengaran dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran saraf. Gangguan pendengaran saraf biasanya
parah dan permanen. Alat bantu dengar dan implan rumah siput tidak dapat mengatasi hal ini
karena saraf tidak dapat meneruskan informasi bunyi ke otak. Dalam banyak kejadian, Implan
Batang Otak Auditory (ABI) dapat menjadi pilihan pengobatan
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan secara kualitatif (cara klasik) dengan mempergunakan
garpu tala dan secara kuantitatif (cara modern) dengan menggunakan audiometer, audioscope,
dan lain-lain
1.Tes Kualitatif
a.Tes Rinne
Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran melalui tulang pada
telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaannya yaitu: penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosessus mastoideus
setelah terdengar penala dipegang di depa telinga kira-kira 2.5 cm.
12
Penilaian: bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-).
b. Tes Weber
Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan tulang
telinga kanan.
Cara pemeriksaannya yaitu: penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah
kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah gigi seri atau dagu).
Penilaian: apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar
lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi (normal).
c. Tes Swabach
Tes Swabach adalah membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan: penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosessus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Penilaian: bila pemeriksa masih dapat mendengar, diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala
diletakkan pada prosessus mastoideus pemeriksa terlebih dahulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Swabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-
sama mendengarnya disebut dengan Swabach sama dengan pemeriksa.
d. Tes Bing (Tes Oklusi)
Cara pemeriksaan: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga
terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan
kepala (seperti tes Weber).
13
Penilaian: Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal atau
tuli saraf. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut
menderita tuli konduktif.
e. Tes Stenger
Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).
Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura
tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di
depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.
Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga
kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri
yang mendengar bunyi jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi telinga kiri tuli,
telinga kanan tetap mendengar bunyi.
Tes Semikuantitatif
2. Tes Berbisik
Tes berbisik menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan
cukup tenang, dengan panjang minimal 6 m. Pada nilai normal tes berbisik 5/6-6/6.
3. Tes Kuantitatif
a. Pemeriksaan menggunakan audiometer
Audiometer adalah alat standar klinik untuk memeriksa gangguan fungsi pendengaran.
Terdiri dari sebuah osilator untuk menghasilkan dan menyeleksi frekuensi yang berkisar antara
125-12000 Hz ,sebuah amplifier attenuator atau sebuah pengontrol volume suara dan alat
pendengar yang dapat bekerja otomatis atau dengan adanya rangsang panas. Pengeluaran nada
oleh osilator disesuaikan pada masing-masing frekuensi supaya volume kontrol diatur pada titik
nol, pengeluaran suara atau nada dari alat pendengarmewakili sebuah sinyal yang berhubungan
14
erat dengan level tekanan dari referensi standar. Audiometer mengubah bentuk energi listrik
menjadi nada murni dan teratur, mempunyai tingkatan dan intensitas yang dapat diatur oleh
operator. Audiometer biasanya telah disesuaikan sehingag frekuensinya berturt-turut satu oktaf
dengan intensitas 5dB. Hasil catatan tersebut dicatat dalam audiogram.
b. pemeriksaan autoskop
Adalah suatu sumber cahaya biasa yang dilekatkan pada spekulum yang mempunyai kaca
pembesar. Tutp atas nya dibuang untuk mencegah kontaminasi silang. Alat ini juga dilengkapi
dengan perlengkapan untuk memasang pipa karet dan pompa insuflasi udara. Spekulum telinga
atau otoskop hendaknya dipergunakan pada pemeriksaan saluran pendengaran luar.cara
penggunaannya yaitu: sebelum spekulum dimasukan, tarik sedikit daun telinga penderita ke
atas,belakang dan luar, kemudian pastikan tidak terdapat serumen dalam saluran tersebut. Salah
satu keadaan yang sering ditemukan adalah serumen yang berlebihan atau serumen yang
mengeras, yang dapat menyumbat telinga dan mengganggu pendengaran cukup hebat.
c. Welch Allyn Audioscope(WAA)
Adalah peralatan cepat dan tepat serta akurat yang digunakan untuk memeriksa kehilangan
pendengaran.proses pemeriksaan nya berupa prosedur sederhana dan hanya memakan waktu
beberapa detik. Alat ini mempunyai level HL 20,25,40dB, pada pemeriksaan audiometric dan
autroskop pada unit menggunakan cahaya halogen dan serat optic untuk melihat hasil yang jelas
15
dari membrane tympani dan liang telinga selama pemeriksaan pendengaran dilakukan. Pasien
diperiksa mungkin dengan satu instrument saja. Nada diinterpretasikan pada interval acak untuk
memastikan keobjektifitasnya, sehingga pasien tidak dapat menduga tes pendengaran tersebut.
Alat ini mempunyai nada murni 100Hz di presentasikan pada HL 20dB diatas tingkatan
pemerikasaan. Sebelum pasien diperiksa diberikan kesempatan untuk mempraktikan
pendengarannya. Setelah nada murni, pasien tersebutdiberikan nada yang paling kecil pada awal
tes tersebut, dimulai dengan 1000Hz. Diharapkan cara tersebut reliabilitas dan trespon pasien
dapat terlihat secara nyata.
d. Visual Rinforcement Audiometry(VRA)
Adalah sbuah alat menggunakan tekhnik cahaya atau gerakan dengan suara ke kondisi anak
untuk melihat sumber masalah.alt ini cocok untuk digunakan untuk bayi yang berusia 6-18 bulan
dan anak-anak. Bayi dan anak-anak berusia dibawah 3 tahun memiliki metode yang berbeda
dengan orang dewasa.
e. Elektrostagmografi
Digunakan untuk menilai keseimbangan dan ketidakberesan vestibuler.tes dapat digunakan
untuk bayi, anak-anak, dan dewasa.tes ini tidak menyakiti pasien dan mencakup evaluasi
audiologikal untuk mengetahui sensitivitas pendengaran pada nada dan pelafalan. Audiometri
impedansi untuk mengukur telinga tengah, emisi auto akustik untuk mencakup penilaian objektif
dari fungsi telingadalam dan respon batang otakauditorius secara objektif dari sensitivitas
auditorius.
f. GSR dan EEG audiometri
Dua bentuk lain audiometri yang ada digunakan bagi anak-anak dan pasien yang tidak dapat
menerti instruksi untuk tes pendengaran rutin. Galvaric skin respons(GSR) adalah jenis tes yang
mana pasien dikondisikan menerima shoklistrik ringan. Kapanpun penderita mendengar bunyi,
shok mengeluarkan GSR, caranya dengan merekam dan mencatat respon dari kulit, jika terjadi
perubahan ketika bunyi didengarkan pada level yang berbeda dan operator dapat menetukan
ambang pendengaran pasien. Dalam tes EEG, contoh pada sebuah grafik listrik di otak yang
disebut juga electr encephalic response(EER), yang terjadi dalam ketidaksadaran digunakan
16
sebagai indikasi bahwa bunyi yang diberikan telah didengar. EEG direkam oleh elektroda yang
ditempelkan pada kulit kepala yang akan memberikan tanda tertentu apabila nada tersebut telah
didengar. Tanggapan ini direspon oleh EEG melalui rangsang suara untuk menyelesaikan letak
elektroda. Operator menentukan nilai amabang dari suatu interpretasi rekaman
17