PR-Sandra Amelia.pdf - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351606-PR-Sandra Amelia.pdf ·...

Post on 01-Feb-2018

245 views 10 download

Transcript of PR-Sandra Amelia.pdf - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351606-PR-Sandra Amelia.pdf ·...

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KOLELITIASIS DI

RUANG BEDAH LANTAI 5 RSPAD GATOT SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

SANDRA AMELIA, S. Kep 0706271166

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS

DEPOK JULI 2013

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Sandra Amelia, S.Kep

NPM : 0706271166

Tanda Tangan :

Tanggal : 5 Juli 2013

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh

Nama

NPM

Program Studi

Judul Karya Ilmiah Akhir

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewanpersyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Program Studi S1 Reguler, Fakultas

Pembimbing : Kuntarti, Skp, M

Penguji : Ns. Merri Silaban., S.Kep

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 5 Juli 2013

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh :

: Sandra Amelia, S. Kep

: 0706271166

: Ilmu Keperawatan

: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Kolelitiasis Di ruang Bedah lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Ilmu KeperawatanProgram Studi S1 Reguler, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

i, Skp, M. Biomed (

Ns. Merri Silaban., S.Kep (

: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Kolelitiasis Di ruang Bedah lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto

Penguji dan diterima sebagai bagian Ilmu Keperawatan pada

, Universitas Indonesia

)

)

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-

Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners. Karya ilmiah akhir Ners ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Keperawatan. Saya

menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan

sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada:

1) Ibu Dewi Irawaty, MA, PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia;

2) Ibu Kuntarti, S.Kp, M. Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu

Keperawatan dan dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan

pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan karya

ilmiah akhir Ners ini;;

3) Bapak Masfuri, S.Kp, MN selaku dosen pembimbing PKKMP yang telah banyak

membantu dalam memberikan arahan dan masukan berharga selama praktik PKKMP

dan penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;

4) Ibu Dr. Mustikasari, S.Kp, MARS selaku pembimbing akademik;

5) Keluarga yang selalu memberikan do’a dan support selama praktik profesi dan

penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;

6) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Depok,5 Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sandra Amelia, S.Kep

NPM : 0706271166

Program Studi : Ners

Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Kolelitiasis di ruang Bedah lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto”

berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Depok

Pada Tanggal: 5 Juli 2013

Yang menyatakan

(Sandra Amelia, S. Kep)

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

vi

ABSTRAK

Nama : Sandra Amelia

Program Studi : Ners

Judul : “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Kolelitiasis Di ruang Bedah lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto”

Gaya hidup masyarakat perkotaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji yang cenderung tinggi lemak dan kolesterol merupakan faktor risiko terjadinya kolelitiasis. Karya ilmiah akhir ini menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien pascabedah laparoskopik kolesistektomi. Perawat berperan penting dalam memberikan edukasi diet rendah lemak pada pasien kolelitiasis. Diet rendah lemak membatasi asupan kolesterol, sehingga tidak terjadi hipersaturasi cairan empedu yang akan memicu terbentuknya batu empedu kembali setelah pengangkatan kandung empedu. Peningkatan pemahaman pasien sebagai hasil edukasi diet rendah lemak yang diberikan, penting untuk mengubah perilaku pasien setelah pulang dari rumah sakit. Penggunaan media yang lebih bervariasi dalam edukasi harus menjadi discharge planning untuk klien.

Kata kunci:

edukasi diet rendah lemak, kolelitiasis, laparoskopik kolesistektomi

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

vii

ABSTRACT

Name : Sandra Amelia

Study Program : Nursing

Title : “Analysis Clinical Practice of Urban Community Health with Cholelithiasis Patients in surgical’s room fl.5 RSPAD Gatot Soebroto”

Urban lifestyle in consumpting fast food which contains high fat and cholesterol is a risk factor for cholelithiasis. This papers describe the implementation of nursing care to post laparoscopic cholecystectomy surgery patients. Nurses give an important role in educating low-fat dietary in patients with cholelithiasis. Low-fat diet can decrease intake of cholesterol, so hipersaturasion of bile that would lead to the formation of gallstones come back after gall bladder removal will not happened. Improved understanding of the patient as a result of a given low-fat diet education is important to change the behavior of patients after discharge from the hospital. A more varied of media use in education should be a discharge planning for clients.

Keywords:

cholelithiasis, low-fat diet education, laparoscopic cholecystectomy,

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................. vi ABSTRACT ............................................................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................................. viii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 4

a. Tujuan Umum ......................................................................... 4 b. Tujuan Khusus ........................................................................ 4

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................ 5 a. Bagi Peneliti ............................................................................. 5 b. Bagi Tenaga kesehatan ............................................................ 5 c. Bagi Masyarakat....................................................................... 5 d. Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................................... 5 e. Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................ 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan . 6 2.2 Pengertian Kolelitiasis .................................................................. 7 2.3 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu ................................... 7

a. Anatomi Kandung Empedu .................................................... 7 b. Fisiologi Kandung Empedu ..................................................... 8

2.4 Etiologi Kolelitiasis ...................................................................... 9 2.5 Tipe Batu Empedu ....................................................................... 10

a. Batu Kolesterol ........................................................................ 10 b. Batu Pigmen ............................................................................ 11

2.6 Patogenesis .................................................................................. 12 2.7 Epidemiologi ................................................................................ 14 2.8 Manifestasi Klinik ....................................................................... 14

2.9 Komplikasi ................................................................................. 15 2.10 Pencegahan dan Penanganan Kolelitiasis .................................... 15

2.11Pemeriksaan Diagnostik............................................................... 17 2.12Proses Keperawatan .................................................................... 18

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

ix

3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ........................................ 23 3.1 Pengkajian .................................................................................... 23 3.2 Analisa Data ................................................................................. 29 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ....................................................... 32 3.4Implementasi dan Evaluasi ............................................................ 37

4. ANALISIS SITUASI ............................................................................ 40

4.1 Profil Lahan Praktik a. Sejarah terbentuknya RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ......... 40 b. Profil Keperawatan RSPAD Gatot Soebroto ............................ 40 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan

Konsep Kasus Terkait .................................................................. 41 4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait 44 4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan ................................. 46

5. PENUTUP .............................................................................................. 48

5.1 Kesimpulan ................................................................................... 48 5.2 Saran ............................................................................................. 49

a. Bagi Penulis ............................................................................... 49 b. Bagi Masyarakat ........................................................................ 49 c. Bagi Instasi Rumah Sakit .......................................................... 49

DAFTAR REFERENSI ........................................................................... 50 DAFTAR TABEL LAMPIRAN

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbedaan Batu Kolesterol, Batu Pigmen Hitam, dan Batu Pigmen cokelat ................................................................... 12 Tabel 4.1 Hasil Laboratorium ............................................................ 27 Tabel 4.2 Analisa Data ....................................................................... 29

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Satuan Acara Pembelajaran (SAP) Diet Rendah Lemak Lampiran 2 Leaflet Diet Rendah Lemak

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

1 Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan dipengaruhi oleh

banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota-kota besar.

Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang pesat ini membuat masyarakat saling

berlomba-lomba untuk bersaing dalam meningkatkan taraf hidupnya. Padatnya

masyarakat perkotaan menyebabkan masyarakat harus bisa beradaptasi dengan kondisi

dan lingkungan yang ada. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan menjadi

salah satu yang menentukan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai

dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yang menyebutkan bahwa derajat kesehatan

masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika (Jaji, 2012).

Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan membuat masyarakat mengubah

perilaku dan gaya hidup mereka. Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup yang

dilakukan oleh masyarakat adalah terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan cepat

saji, berlemak, dan berkolesterol. Makanan yang berlemak dan berkolesterol dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung koroner dan kolelitiasis.

Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang di

dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di

dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007)

mengatakan kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam

kandung empedu. Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol,

pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik (Gustawan, 2007).

Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi

dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu

proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu (Smeltzer dan

Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga

berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti

pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

2

Universitas Indonesia

kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan

kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.

Faktor risiko yang menyebabkan seseorang terkena kolelitiasis adalah usia, jenis kelamin,

berat badan dan makanan. Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk

terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Angka prevalensi

orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-40%) dan rendah di negara Asia

(3-4%) (Robbin, 2007). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika

dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu

paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan

(Beckingham, 2001). Orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi, mempunyai risiko

lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Orang yang memiliki IMT tinggi, cenderung

memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam tubuh

membuat kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi. Hal ini dikarenakan

kolesterol merupakan bagian dari lemak, jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan

empedu tinggi maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu

atau biasa disebut hipersaturasi cairan empedu.

Kasus kolelitiasis di Indonesia sama dengan kasus kolelitiasis di Afrika yang jumlahnya

tidak banyak dibandingkan dengan kasus kolelitiasis di Eropa dan Amerika Utara. Akan

tetapi, dengan kebiasaan makan (peningkatan asupan kalori, kolesterol tinggi/lemak) dan

perubahan gaya hidup masyarakat, terutama peningkatan konsumsi lemak dan gula yang

terus menerus akan meningkatkan angka kejadian kasus kolelitiasis baik di Afrika

maupun di Indonesia. Hal ini terlihat dari admisi masuk pasien yang dianalisis Bremner

pada sebuah rumah sakit di Afrika yang mendapatkan prevalensi peningkatan enam kali

lipat rumah sakit melakukan kolesistektomi dari tahun 1956 1-2/100.000 sampai tahun

1969 12/100.000. Perubahan ini disebabkan oleh cepatnya urbanisasi populasi dan

dikaitkan dengan perubahan diet khusunya peningkatan konsumsi lemak. Selain itu,

berdasarkan laporan dari benua Afrika, Ethiopia, 46 pasien mengalami kolesistektomi

pada kasus kolelitiasis dan kolesistitis dalam waktu 5 tahun. Hal ini menunjukkan rata-

rata pasien berjumlah sembilan pertahunnya (Rahman, 2005)

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

3

Universitas Indonesia

Dari kenyataan di atas perubahan gaya hidup dan kebiasaan konsumsi makanan pada

masyarakat menjadi faktor dominan untuk meningkatkan kasus kolelitiasis. Hal ini sesuai

dengan teori Bloom (1986) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan ada empat (4)

faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia yaitu genetik (hereditas),

lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku (gaya hidup). Faktor perilaku ini banyak

terlihat dari gaya hidup masyarakat yang sering mengkonsumsi makanan berlemak dan

berkolesterol. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak

larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid)

dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi

penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan

ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari

getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh

kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai

iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Penelitian di masyarakat Barat mengungkapkan komposisi utama batu empedu adalah

kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada

73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien (Lesmana, 2006).

Berdasarkan beberapa penelitian di atas, perilaku diet rendah lemak sangat penting untuk

dilakukan dalam mengatasi terjadinya batu empedu baik sebagai pencegahan pada

masyarakat yang belum terkena kolelitiasis maupun pada pasien pasca pembedahan

kolelitiasis. Selain itu, butuhnya peningkatan kesadaran dari masyarakat untuk mengubah

gaya hidupnya. Begitu juga kesadaran dari penyedia layanan kesehatan, khususnya

perawat dalam memberikan edukasi pada masyarakat untuk meminimalkan angka

kejadian kolelitiasis dengan memberikan intervensi yang tepat untuk mencegah

peningkatan kasus kolelitiasis.

1.2 Perumusan masalah

Cepatnya urbanisasi populasi masyarakat dari desa ke perkotaan membuat masyarakat

harus beradaptasi dengan kondisi dan lingkungan yang ada. Adaptasi masyarakat

terhadap kondisi dan lingkungan membuat mayarakat mengubah perilaku dan gaya hidup

mereka. Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat

adalah terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan

berkolesterol. Makanan berlemak dan berkolesterol merupakan salah satu faktor risiko

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

4

Universitas Indonesia

yang menyebabkan batu empedu. Kasus kolelitiasis yang meningkat pada masyarakat di

Indonesia dan Afrika dilaporkan karena kebiasaan makan (peningkatan asupan kalori,

kolesterol tinggi/lemak) dan perubahan gaya hidup. Di RSPAD Gatot Soebroto, rata-rata

pasien yang mengalami kolelitiasis dan dirawat dilantai 5 bedah dari bulan Februari

sampai Juni berjumlah empat orang. Tingginya kasus kolelitiasis dapat meningkatkan

pasien mengalami kolesistektomi, jika pasien mengalami kolesistektomi maka

masyarakat dan pelayanan kesehatan harus waspada terhadap tanda-tanda khas yang

muncul seperti nyeri dan kolik bilier, ikterus, dan perubahan warna feses dan urin. Hal ini

menunjukkan perlunya perhatian khusus masyarakat dan pelayanan kesehatan khususnya

mengenai perilaku diet rendah lemak untuk mengatasi terjadinya batu empedu baik

sebagai pencegahan pada masyarakat yang belum terkena kolelitiasis maupun pada pasien

pasca pembedahan kolelitiasis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memberikan

edukasi diet rendah lemak kepada keluarga dan pasien dengan kolelitiasis.

1.3 Tujuan penulisan

a. Tujuan umum

Penulisan ini dibuat untuk memberikan gambaran pemberian asuhan keperawatan

klien pasca bedah laparoskopik kolesistektomi.

b. Tujuan khusus

Tujuan khusus pembuatan karya ilmiah Ners ini adalah :

1. Memberikan gambaran tentang kasus kolelitiasis

2. Menjelaskan kondisi klien dan dikaitkan dengan teori KKMP (Keperawatan

Kesehatan Masyarakat Perkotaan)

3. Menjelaskan konsep masalah terkait kondisi klien

4. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien

5. Menganalisis masalah keperawatan yang muncul berdasarkan konsep KKMP

6. Menganalisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

5

Universitas Indonesia

1.4 Manfaat penulisan

a. Peneliti

Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperluas

pengetahuan peneliti tentang kolelitiasis serta meningkatkan kemampuan peneliti

dalam memberikan asuhan keperawatan dan mengaplikasikan langsung pada lahan

praktik.

b. Tenaga kesehatan

Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan informasi tepat guna untuk

tenaga kesehatan dalam meminimalkan dan mendiagnosis kolelitiasis serta

memberikan penanganan yang optimal.

c. Masyarakat

Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan

meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya pencegahan terhadap

kolelitiasis sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat lebih baik.

d. Peneliti selanjutnya

Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran

dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kolelitiasis sehingga peneliti

selanjutnya dapat membuat penelitian terkait agar pencegahan dan penanganan pada

kolelitiasis lebih optimal.

e. Pendidikan keperawatan

Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait

kolelitiasis dan sebagai sumber bacaan untuk meningkatkan pengetahuan.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

6 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar KKMP

Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan dipengaruhi oleh

banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota-kota besar.

Cepatnya urbanisasi populasi masyarakat dari desa ke perkotaan membuat masyarakat

harus beradaptasi dengan kondisi dan lingkungan yang ada. Adaptasi masyarakat

terhadap kondisi dan lingkungan menjadi salah satu yang menentukan derajat kesehatan

masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yang

menyebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada

hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan

kesehatan dan genetika. Kalangan ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan

utama dari derajat kesehatan masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah

perilaku masyarakat (Jaji, 2012). Oleh karena itu, untuk mengurangi perilaku masyarakat

yang kurang sehat diperlukan informasi kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan

mayarakat. Menurut teori Snehandu B. Kar (1983) dalam Jaji (2012), yang mencoba

menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku tersebut dapat

diubah dengan : a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior intention), b. Dukungan sosial dari masyarakat

sekitarnya (social support), c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau

fasilitas kesehatan (accessibility of information), d. Otonomi pribadi yang bersangkutan

dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) dan e. Situasi yang

memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Informasi kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif diberikan oleh tenaga

kesehatan, khususnya perawat. Dalam hal ini perawat berfungsi sebagai perawat edukasi.

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian dari

pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit secara komprehensif Bio-

psiko-sosio-spiritual dengan didasarkan pada ilmu keperawatan. Peran perawat kesehatan

pada masyarakat adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin

melalui praktik komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

7

Universitas Indonesia

pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention).

Orientasi praktik perawat tidak hanya kepada masyarakat sakit saja tetapi juga kepada

masyarakat sehat, dimana perawat dapat mengajarkan kepada masyarakat yang sakit

bagaimana cara mengatasi sakit dan mencegah keparahan dan menjadi sehat, dan bagi

masyarakat yang sehat bagaimana menjaga kesehatan dan meningkatkan kesehatannya

(Jaji, 2012). Asuhan keperawatan yang komprehensif melibatkan peran aktif dari

masyarakat. Peran aktif dari masyarakat bersama tim kesehatan diharapkan dapat

mengatasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat.

Informasi yang diberikan oleh seorang perawat sebagai upaya promotif dan preventif

tentang perilaku atau gaya hidup yang sehat, cara memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mengatasi sakit dan mencegah keparahan merupakan cara untuk

meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan derajat

kesehatannya.

2.2 Pengertian Kolelitiasis

Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang di

dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di

dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007)

mengatakan kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk

dalam kandung empedu.

2.3 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu

a. Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti buah pir,

berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam

suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh jaringan ikat yang

longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu

dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus (Smeltzer dan Bare,

2002). Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus

berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas tepi

hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian

sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

8

Universitas Indonesia

Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung

empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus

hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke saluran

empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus

hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk

membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke

dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi

yang terletak pada tempat sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki

duodenum (Smeltzer dan Bare, 2002).

b. Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas kandung

empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan dikeluarkan di antara

saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit

akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam

empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung

empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat disekresikan pertama

kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi

kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir

masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesistokinin-

pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus (Smeltzer dan Bare, 2002).

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

9

Universitas Indonesia

Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai

pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu

(Smeltzer dan Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak,

empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari

tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah

merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan

cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.

2.4 Etiologi Kolelitiasis

Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui secara pasti.

Kumar et al (2000) dalam Gustawan (2007) mendapatkan penyebab batu kandung

empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik, dan penyakit spesifik non-hemolitik.

Schweizer et al (2000) dalam Gustawan (2007) mengatakan anak yang mendapat nutrisi

parenteral total yang lama, setelah menjalani operasi by pass kardiopulmonal, reseksi

usus, kegemukan dan anak perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi hormonal

mempunyai resiko untuk menderita kolelitiasis.

Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, pembentukan batu empedu

terjadi karena adanya peningkatan saturasi kolesterol bilier (Smeltzer dan Bare, 2002).

Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu.

Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke

kandung empedu sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh.

Keadaan ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu (Gustawan, 2007). Orang

dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan orang yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi

kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan

memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo dan Martono, 1994). Angka prevalensi

orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-40%) dan rendah di negara Asia

(3-4%) (Robbin, 2007). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika

dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

10

Universitas Indonesia

paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan.

(Beckingham, 2001).

Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu

berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu

pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total,

kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor

predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti

Ascharis lumbricoides. Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol

adalah kegemukan, reseksi ileum, penyakit Chorn’s ileal dan fibrosis kistik (Heubi

(2001) dalam Gustawan (2007)).

Jadi dari beberapa sumber di atas penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada

kandung empedu (kolelitiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non-

hemolitik, anak yang mendapat nutrisi parenteral total dalam waktu yang lama, wanita

dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal, kegemukan,

dan makanan berlemak.

2.5 Tipe Batu Empedu

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu

terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer dan Bare, 2002). Komposisi dari batu

empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks

inorganik (Gustawan, 2007).

a) Batu kolesterol

Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh beratnya, sisanya

terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering mengandung kristal

kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya agak lunak

dan adanya protein menyebabkan konsistensi batu empedu menjadi lebih keras

(Gustawan, 2007). Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam

cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika

kolesterol dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama

kelamaan menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu

bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan

lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

11

Universitas Indonesia

empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis

kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh

kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk

batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk

timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan

dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).

b) Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri dari

kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam

batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-

30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu

pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari

bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin

glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam

kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam

umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti

thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan

kejadian infeksi (Gustawan, 2007). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tak-

terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi

batu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

12

Universitas Indonesia

Sumber: (Gustawan, 2007)

2.6 Patogenesis

Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan kolesterol yang

membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol

dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu

pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan

batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang

sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses

pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol,

penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007).

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,

dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia

(endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien dinegara

Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak

terkonjugasi yang akan mengendap sebagaicalcium bilirubinate. enzim β-glucuronidase

bakteri berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat

dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet rendah

protein dan rendah lemak (Lesmana, 2006).

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

13

Universitas Indonesia

Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis, penyakit

hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam terjadi akibat

melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini

disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi

bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin

tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas

membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses adifikasi

yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang

pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin

tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu (Gustawan,

2007).

Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang

terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu

pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol yang

sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen

coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak

dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi

stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (Gustawan, 2007).

Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri

memproduksi enzim β-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida

menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan

enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam

lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi asam

empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium

membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium dari asam

lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri

berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin (Gustawan, 2007)

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

14

Universitas Indonesia

2.7 Epidemiologi

Kasus kolelitiasis di Indonesia sama dengan kasus kolelitiasis di Afrika yang jumlahnya

tidak banyak dibandingkan dengan kasus kolelitiasis di Eropa dan Amerika Utara.

Berdasarkan hasil studi Universitas Illoin di Nigeria mendapatkan total pasien yang

mengalami kolesistektomi karena peradangan pada penyakit kandung empedu selama

lima tahun (1997-2001) sejumlah 46 pasien, dari total tersebut didapatkan rata-rata pasien

yang mengalami penyakit pada kandung empedu sebanyak sembilan pasien setiap

tahunnya. Hal ini terlihat juga dari admisi masuk pasien yang dianalisis Bremner pada

sebuah rumah sakit di Afrika yang mendapatkan prevalensi peningkatan enam kali lipat

rumah sakit melakukan kolesistektomi dari tahun 1956 1-2/100.000 sampai tahun 1969

12/100.000 (Rahman, 2005)

2.8 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala

asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua jenis

gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang

terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa

bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen

dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini

dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng

(Smeltzer dan Bare, 2002)

Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik bilier,

ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang

mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus

sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan

infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas,

pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi

makanan dalam posi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah

ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas

dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu

oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa

gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat

gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala terakhir terjadinya

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

15

Universitas Indonesia

defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan vitamin A, D, E dan K karena

obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K dapat menghambat proses

pembekuan darah yang normal. (Smeltzer dan Bare, 2002)

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis, hidrops dan emfiema.

Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat obstruksi

atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran kandung empedu, yang

menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung empedu. Kolangitis adalah

peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena adanya infeksi yang menyebar

akibat obstruksi pada saluran empedu. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung

empedu yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi

lagi oleh empedu. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi

pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena dapat

mengancam jiwa (Sjamsuhidajat (2005) dan Schwartz (2000)).

2.10 Pencegahan dan Penanganan Kolelitiasis

Pencegahan kolelitiasis dapat di mulai dari masyarakat yang sehat yang memiliki faktor

risiko untuk terkena kolelitiasis sebagai upaya untuk mencegah peningkatan kasus

kolelitiasis pada masyarakat dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan

promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak masyarakat untuk hidup

sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan

tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor risiko

penyebab kolelitiasis, seperti menurunkan makanan yang berlemak dan berkolesterol,

meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih.

Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami kolelitiasis dapat dilakukan tindakan

dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah adalah dengan cara

kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan

batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL.

Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan pada sebagian besar

kasus kolesistitis akut dan kronis. Jenis kolesistektomi laparoskopik adalah teknik

pembedahan invasif minimal di dalam rongga abdomen dengan menggunakan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

16

Universitas Indonesia

pneumoperitoneum sistim endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor

tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Keuntungan dari

kolesistektomi laparoskopik adalah meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses

pemulihan, masa rawat yang pendek dan meminimalkan luka parut (Lesmana, 2006).

Penanganan kolelitiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu empedu yaitu suatu

metode melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut

(monooktanion atau metil tertier butil eter [MTBE] ) ke dalam kandung empedu. Pelarut

tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang

dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang

dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada

saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan

non-bedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat

kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Smeltzer dan Bare, 2002).

ERCP (Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography) terapeutik dengan melakukan

sfingterektomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi,

pertama kali dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan

basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju

lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui

mulut bersama skopnya (Lesmana, 2006). ESWL (Extracorporeal Shock-Wave

Lithoripsy) merupakan prosedur non-invasif yang menggunakan gelombang kejut

berulang (repeated shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung

empedu atau duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi

sebuah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik,

yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Smeltzer dan Bare, 2002).

Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan

perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah komplikasi penyakit yang lain,

mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain, serta meningkatkan kualitas

hidup pasien. Perawatan tersebuit bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu

memerhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak dan kolesterol.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

17

Universitas Indonesia

2.11 Pemeriksaan Diagnostik (Smeltzer dan Bare, 2002)

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah

a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan

penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.

Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat

tampak melalui pemeriksaan sinar-x.

b. Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral

karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita

disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung

empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.

c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi

menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini

kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem

bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar

kandung empedu dan percabangan bilier.

d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini

meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga

mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus

koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam

duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier.

ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan

akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu.

e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan

kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang

disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus

hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis

bentuknya dengan jelas.

f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik

pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

18

Universitas Indonesia

radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang

karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan

terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas

sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.

(Lesmana, 2006).

2. 12 Proses Keperawatan a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang

sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi

dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al (1996) dalam Setiadi (2012)).

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu

wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik.

Pada saat pengkajian pada klien kolelitiasis, tenaga kesehatan khususnya perawat

dapat menanyakan keluhan utama klien seperti apakah ada rasa sakit pada bagian

abdomen kanan dan perubahan warna urin dan feses, riwayat penyakit dahulu,

kebiasaan makan dan gaya hidup klien seperti apakah klien senang mengkonsumsi

makanan berlemak dan berkolesterol, untuk klien wanita dapat ditanyakan apakah

klien menggunakan kontrasepsi hormonal atau tidak. Selain itu, perawat dapat

mengobservasi warna kulit dan sklera klien apakah mengalami ikterik atau tidak.

Pada klien yang akan menjalani pembedahan penyakit kandung empedu

(kolesistektomi), anamnesis dan pemeriksaan harus difokuskan pada persoalan yang

paling penting bagi klien serta bagi tim kesehatan yang akan menangani perawatan

klien selama dan sesudah pembedahan. Pengkajian harus difokuskan kepada status

pernapasan klien. Jika operasi yang direncanakan berupa pembedahan tradisional,

insisi abdomen yang diperlukan selama pembedahan dapat mempengaruhi gerakan

penuh pernapasan. Riwayat merokok atau masalah pernapasan sebelumnya perlu

diperhatikan. Respirasi dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan adanya suara

napas tambahan juga harus dicatat. Status nutrisi dievaluasi melalui anamnesis

riwayat diet, pemeriksaan umum dan pemantauan hasil-hasil laboratorium yang

didapat sebelumnya. (Smeltzer dan Bare, 2002)

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

19

Universitas Indonesia

b. Diagnosa Keperawatan

NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang

respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar

seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai

dengan kewenangan perawat ( Setiadi, 2012).

Carpenito (2000) menyebutkan ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko,

kemungkinan, sehat dan sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan

yang secara klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat

diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah kesehatan yang

nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Masalah dapat timbul pada

seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan faktor risiko yang

memberikan kontribusi pada peningkatan kerentanan. Menurut NANDA, diagnosa

keperawatan risiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas

yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain

pada situasi yang sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan

menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah

keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum

ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan

Wellness (Sejahtera) atau sehat adalah keputusan klinik tentang keadaan individu,

keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat

sejahtera yang lebih tinggi yang menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi

kesehatan menjadi fungsi yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah

diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi yang

diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu. (Setiadi, 2012)

Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien kolelitiasis dan mengalami

pembedahan adalah: 1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan insisi

bedah; 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan insisi bedah abdomen (jika

akan dilakukan bedah kolesistektomi tradisional); 3. Gangguan integritas kulit

berhubungan dengan perubahan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah

(jika dipasang T-tube karena batu berada dalam duktus koledokus); 4. Gangguan

nutrisi berhubungan dengan sekresi getah empedu yang tidak adekuat; 5. Kurang

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

20

Universitas Indonesia

pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah sakit

(Smeltzer dan Bare, 2002).

c. Perencanaan dan Intervensi keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan

sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,

meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses

perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria

hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan

mendokumentasikan rencana perawatan (Setiadi, 2012).

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada klien yang

dilaksanakan oleh perawat, yang ditujukan kepada kegiatan yang berhubungan dengan

promosi, mempertahankan kesehatan klien (Setiadi, 2012). Tujuan utama dari

pemberian intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan di atas adalah

peredaan rasa nyeri, tidak adanya komplikasi pernapasan, kulit yang utuh dan drainase

bilier yang normal, perbaikan asupan nutrisi, pemahaman yang baik klien terhadap

kegiatan rutin untuk merawat diri sendiri dan tidak adanya komplikasi (Smeltzer dan

Bare, 2002).

Intervensi keperawatan dapat diberikan secara mandiri dan kolaborasi. Pada diagnosa

keperawatan Nyeri, perawat dapat memberikan intervensi secara mandiri dengan

memonitoring tanda-tanda vital, mengajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam dan

distraksi, serta kolaborasi dalam pemberian analgetik. Pada diagnosa keperawatan

gangguan pertukaran gas, klien yang mengalami pembedahan saluran bilier cenderung

mengalami komplikasi paru seperti pada semua klien dengan insisi abdomen bagian

atas. Klien harus diingatkan untuk menarik napas dalam setiap jam agar paru-paru

dapat berkembang penuh dan terjadinya ateletaksis dapat dicegah. Membantu dan

memotivasi klien untuk ambulasi dini dapat mencegah komplikasi paru disamping

komplikasi lain, seperti tromboflebitis (Smeltzer dan Bare, 2002). Pada diagnosa

keperawatan gangguan integritas kulit, perawat dapat meningkatkan perawatan kulit

dan drainase bilier klien. Perawat dapat melakukan observasi akan adanya tanda-tanda

infeksi, kebocoran empedu ke dalam rongga peritoneal dan obstruksi drainase bilier.

Pada diagnosa keperawatan gangguan nutrisi, diet klien dapat berupa diet rendah

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

21

Universitas Indonesia

lemak tinggi karbohidrat dan protein yang diberikan segera sesudah pembedahan.

Pembatasan lemak biasanya akan dicabut setelah 4 hingga 6 minggu kemudian ketika

saluran empedu telah cukup melebar untuk menampung volume getah empedu yang

sebelumnya disimpan oleh kandung empedu dan ketika ampula Vater telah berfungsi

secara efektif. Hal ini dikarenakan ketika klien mengkonsumsi lemak, getah empedu

dalam jumlah yang adekuat akan dilepas ke dalam saluran cerna untuk

mengemulsikan lemak tersebut dan memungkinkan pencernaan (Smeltzer dan Bare,

2002). Pada diagnosa keperawatan kurang pengetahuan, klien diberikan edukasi

melalui pendidikan kesehatan. Edukasi yang diberikan dapat berupa pendidikan

kesehatan tentang diet rendah lemak, diet atau nutrisi apa saja yang baik untuk klien,

dan gejala atau tanda-tanda apa saja yang harus dilaporkan klien dan keluarga seperti

adanya rasa nyeri, ikterus, feses berwarna pucat, urin berwarna pekat dan tanda-tanda

inflamasi atau infeksi.

Intervensi keperawatan dengan memberikan pendidikan kesehatan diet rendah lemak

penting untuk segera diberikan kepada klien pasca pembedahan kolesistektomi dan

atau terpasang T-tube. Hal ini dikarenakan makanan berlemak yang mengandung

kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol di dalam cairan empedu. Kadar

kolesterol yang tinggi di dalam cairan empedu dapat membuat hipersaturasi cairan

empedu yang lama kelamaan menjadi batu empedu.

d. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang

disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi dari intervensi keperawatan yang diberikan adalah: 1. klien melaporkan

pengurangan rasa nyeri dengan memfiksasi luka insisi pada abdomen untuk

mengurangi nyeri, menghindari jenis-jenis makanan yang menyebabkan nyeri, dan

menggunakan analgesik sesuai terapi yang diberikan; 2. Klien memperlihatkan fungsi

pernapasan yang sesuai dengan dapat melakukan gerakan pernapasan secara penuh

dengan inspirasi dalam dan ekspirasi, batuk efektif dengan menggunakan bantal untuk

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

22

Universitas Indonesia

menfiksasi luka insisi pada abdomen, menggunakan preparat analgesik pascaoperatif

seperti yang diresepkan dan melakukan latihan seperti yang dianjurkan (misalnya

membalik tubuh, berjalan); 3. Integritas kulit di sekitar tempat drainase bilier tampak

normal dengan bebas dari gejala panas, nyeri abdomen, perubahan pada tanda-tanda

vital atau adanya getah empedu di sekitar kateter drainase, menunjukkan atau

melaporkan pengurangan drainase empedu secara bertahap, warna urin dan feses

kembali normal, memperlihatkan penanganan kateter yang benar, mengenali tanda-

tanda dan gejala obstruksi bilier yang perlu dicatat dan dilaporkan dan kadar bilirubin

serum dalam batas-batas normal; 4. Intoleransi makanan berkurang dengan klien

mempertahankan asupan makanan yang adekuat dan menghindari jenis makanan yang

menyebabkan gangguan gastrointestinal, melaporkan penurunan frekuensi gejala

mual, muntah, diare, flatulensi dan gangguan rasa nyaman abdomen atau tidak adanya

semua gejala tersebut; 5. Klien bebas dari komplikasi dengan tanda-tanda vital dalam

batas normal (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi dan pola pernapasan, serta suhu

tubuh), melaporkan tidak adanya perdarahan dari traktus gastrointestinal atau T-tube

dan tidak adanya bukti perdarahan dalam feses,dan melaporkan pemulihan selera

makan dan tidak adanya bukti muntah, distensi abdomen serta rasa nyeri. (Smeltzer

dan Bare, 2002)

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

23 Universitas Indonesia

BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian

a) Data Umum

Ny. S usia 65 tahun masuk ke RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 23 April 2013

dengan diagnosa medis Cholelitiasis Simptomatik. Pada saat pengkajian tanggal 10

Mei 2013, klien mengatakan kalau saat ini rasa kembung yang dirasakan sudah

berkurang, badan masih terasa lemas, dan nyeri pada luka operasi. Klien juga

mengeluhkan kalau dirinya susah untuk BAB dan pagi ini BAB lembek.

b) Alasan masuk ke rumah sakit

Klien mengatakan kalau dirinya datang ke rumah sakit karena sakit batu kandung

empedu dan mau dilakukan operasi. Klien mengaku batu kandung empedu yang

dialaminya sejak tahun 2008. Klien sering merasakan sakit pada perut sebelah kanan

atas. Jika rasa sakit muncul, klien mengatakan hanya tidur dan beristirahat. Klien

mengetahui dan disarankan dari tahun 2008 untuk melakukan operasi sebagai cara

penanganan terhadap kandung empedu yang dialaminya. Tetapi saat itu klien takut

untuk menjalani operasi. Sehingga setiap kali nyeri timbul, klien hanya menahan dan

beristirahat. Nyeri yang dirasakan klien makin hari makin terasa sakit hingga

mengganggu aktivitas klien. Sehingga keluarga memutuskan untuk membawa klien

ke rumah sakit untuk dilakukan operasi.

c) Riwayat penyakit sebelumnya

Klien mengatakan menggunakan KB suntik lebih dari lima tahun. Klien memilki

riwayat Diabetes Mellitus tipe 2 sejak tahun 2003 dan tidak terkontrol. Klien juga

pernah melakukan operasi laparoskopik cholesistectomy pada tanggal 29 April 2013

dengan terpasang dua drain pada abdomen sebelah kanan dan epigastrium. Keluarga

klien mengatakan 5 hari setelah operasi, drain yang ada di perut bagian kanan lepas

dengan sendirinya. Beberapa hari kemudian, perut klien semakin besar. Perawat

melakukan pengukuran dan pemeriksaan acites dengan ukuran lingkar abdomen klien

sampai 87 cm. Klien direncanakan dilakukan operasi laparotomi eksplorasi dengan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

24

Universitas Indonesia

pemasangan T-Tube drainage. Operasi laparatomi eksplorasi dan pemasangan T-Tube

dilakukan pada tanggal 7 Mei 2013.

d) Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh

Pengkajian pada klien mulai dilakukan dari tanggal 10 Mei 2013, adapun hasil yang

didapatkan selama pengkajian dan selama klien di rawat adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas / Istirahat

Klien mengatakan kalau dirinya adalah seorang ibu rumah tangga yang membuka

usaha catering di rumah. Sehari-hari klien dibantu oleh tetangga dan anak-anaknya

untuk menjalankan catering. Klien membuka usaha catering karena beliau

memiliki hobi memasak berbagai macam kue dan masakan lainnya selain untuk

membantu perekonomian keluarga.

Kegiatan klien selama di rumah sakit menjadi sangat terbatas karena klien

terpasang T-Tube pada abdomen sebelah kanan dan drain pada abdomen sebelah

kiri (drain pada abdomen sebelah kiri dilepas pada tanggal 13 Mei 2013). Klien

terlihat takut ketika menggerakkan badannya miring ke kanan dan ke kiri dan

hanya miring jika klien sudah merasa sangat pegal. Klien mengatakan dirinya

masih bisa menjalankan ibadah sholat lima waktu di atas tempat tidur. Klien

mengaku bisa beristirahat dengan cukup dan pulas pada malam hari. Klien tidur

pada malam hari pada pukul 21.00-05.00 WIB dan tidur siang pada pukul 14.00-

15.30 WIB.

Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan umum klien terlihat baik dengan

kesadaran compos mentis. Klien terlihat hanya berbaring di tempat tidur seharian.

Terkadang klien terlihat berbincang-bincang dengan anak dan pasien lain yang ada

di sebelahnya. Rentang pergerakan klien baik tidak ada tremor dan deformitas,

massa/tonus otot baik dengan kekuatan otot 5555 5555 .

5555 5555

Klien mulai dianjurkan untuk mobilisasi duduk di tempat tidur dan menggunakan

kursi roda pada tanggal 14 Mei 2013.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

25

Universitas Indonesia

2. Sirkulasi

Klien mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi tetapi hasil pemeriksaan

pengukuran tekanan darah selama tiga hari (7 – 10 Mei 2013) menunjukkan nilai

tekanan darah klien berkisar 140-160 / 90-100 mmHg, nadi 100x/menit, dan suhu

37 ° c. Klien mendapatkan medikasi captopril 25 mg. Klien tidak memiliki masalah

jantung. Bunyi jantung pada BJ 1 dan 2 terdengar normal, tidak terdengar murmur

dan gallop. Warna kulit kien pink kemerahan, tidak ada tanda sianosis pada bibir,

pengisian kapiler < 3 detik, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik.

3. Eliminasi

Klien terpasang folley catheter dengan warna urin kuning jernih produksi 300 cc.

klien tidak mengeluhkan nyeri saat BAK. Klien mengatakan pasca operasi yang

kedua (laparotomi eksplorasi) BAB terasa sulit. BAB terakhir pagi ini dengan

karakter feses lembek berwarna kuning. Riwayat hemoroid tidak ada. Klien tidak

mengalami diare dan tidak terjadi perdarahan saat BAB.

Pada tanggal 13 Mei 2013 folley chateter klien dilepas. BAB pada tanggal 16 Mei

2013 berwarna putih seperti dempul. Pada tanggal 17 Mei 2013 klien mengatakan

BAB nya sudah berwarna kuning seperti biasanya.

4. Makanan / cairan

Saat ini (tanggal 10 Mei 2013) klien terpasang Nasogastric Tube (NGT) dengan

diet DM 1700 kkal/hari. Pada tanggal 11 Mei 2013 NGT klien dilepas dan klien

mendapatkan terapi diet lunak DM 1700 kkal/hari.

Klien menceritakan kebiasaan makan klien sebelum sakit yang gemar

mengkonsumsi goreng-gorengan, makanan berlemak, dan bersantan. Makanan

bersantan yang paling klien sukai adalah soto Bandung. Hal ini yang mungkin

menjadi faktor pencentus dari penyakit kolelitiasis yang dialami oleh klien. Klien

mengaku berat badan ketika masuk ke rumah sakit adalah 49 kg. Pada saat

penimbangan berat badan klien pada tanggal 16 Mei 2013 berat badan klien 44,5

kg dengan tinggi badan 159 cm. Dari berat badan dan tinggi badan klien sekarang

didapatkan IMT klien adalah 17,6.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

26

Universitas Indonesia

Klien mandiri untuk makan dan minum. Klien mengatakan tidak mengalami

kehilangan selera makan, makan-makanan yang disediakan di rumah sakit selalu

dihabiskan. Klien tidak mengeluhkan adanya mual muntah selama makan. Klien

juga tidak memiliki riwayat alergi atau intoleransi makanan dan masalah / kesulitan

mengunyah dan menelan.

5. Hygiene

Penampilan umum dan cara berpakaian klien terlihat bersih, bau badan tidak ada,

kondisi kulit kepala terlihat berminyak dan terdapat pediculus humanicus pada

rambut klien. Klien sudah secara mandiri untuk BAK ke kamar mandi sejak

tanggal 14 Mei 2013. Setiap kali klien ditawarkan untuk mandi klien selalu

mengatakan mandinya satu kali saja di pagi hari karena takut T-Tube yang masih

terpasang terlepas. Ketika mandi klien dibantu oleh anaknya untuk di lap

menggunakan handuk kecil. Klien belum berani untuk mandi di kamar mandi. Pada

tanggal 15 Mei 2013 klien dibantu untuk keramas ke kamar mandi dengan

menggunakan kursi roda.

6. Neurosensori

Klien mengatakan tidak ada rasa pusing dan ingin pingsan, tidak ada rasa

kesemutan / kebas / kelemahan pada bagian ekstremitas, dan tidak memiliki

riwayat stroke. Ukuran atau reaksi pupil klien isokor 2/2. Saat ini klien

menggunakan kacamata untuk membaca. Klien tidak mengalami masalah dalam

pendengaran. Status mental klien baik dengan kesadaran compos mentis, orientasi

klien baik terhadap waktu dan ruang, dan memori klien baik saat ini maupun yang

lalu juga baik. Klien kooperatif selama berinteraksi.

7. Nyeri / ketidaknyamanan

Pada tanggal 10 Mei 2013 klien masih mengeluhkan nyeri pada daerah luka

operasi. Klien terlihat takut dan berhati-hati serta menjaga daerah luka ketika ingin

bergerak dan miring ke kanan atau ke kiri. Klien terlihat mengerutkan muka dan

mengeluarkan ekspresi menahan sakit saat nyeri timbul. Skala nyeri 4-5. Klien

mendapatkan terapi medikasi ketorolac 3 mg drip dimasukkan ke dalam cairan

infus ringer laktat untuk menghilangkan nyeri klien.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

27

Universitas Indonesia

8. Pernapasan

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat tuberkulosis (TBC) dan tidak merokok.

Berdasarkan hasil observasi, klien tidak menggunakan alat bantu pernafasan dan

penggunaan otot-otot aksesori pernafasan. Saat dilakukan pemeriksaan fisik,

frekuensi pernafasan klien 20x/menit dengan bunyi nafas vesikuler pada kedua

lapang paru dan kedua dada tampak simetris. Klien terlihat tenang saat bernafas.

9. Keamanan

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi dan cedera kecelakaan. Klien juga

mengatakan tidak memiliki masalah pada bagian sendi dan punggung. Klien

memiliki riwayat menggunakan kacamata sebagai alat bantu untuk membaca.

Fungsi pendengaran klien masih baik. Berdasarkan hasil pengamatan, klien

beresiko terlepas drainnya saat klien tidur atau beraktivitas. Integritas kulit klien

baik namun pada bagian luka operasi terlihat luka bekas jahitan operasi.

e) Pemeriksaan penunjang

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium

Jenis

Pemeriksaan

HASIL Nilai Rujukan

7-5-2013 8-5-2013 9-5-2013 13-5-2013 23-5-2013

Kimia Klinik

Glukosa Darah

(sewaktu)

249 517 274 186 169 < 140 mg/dL

Jenis Pemeriksaan HASIL

Nilai Rujukan 7-5-2013 9-5-2013 13-5-‘13 14-5-‘13 16-5-‘13

Hematologi

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

MCV

10,3

31

3,5

20900

432000

87

9,2

26

2,9

15800

490000

87

8,5

26

2,9

9420

626000

89

-

-

-

-

-

-

9,1

27

3,1

10300

671000

87

12-16 g/dL

37 – 47 %

4,3 – 6,0 juta/µL

4.800–10.800 juta/µL

150000-400000/ µL

80-96 fL

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

28

Universitas Indonesia

MCH

MCHC

Kimia klinik

Albumin

SGOT (AST)

SGPT (ALT)

Ureum

Kreatinin

Natrium (Na)

Kalium (K)

Klorida (Cl)

Bilirubin Total

Bilirubin Direk

Bilirubin indirek

Fosfatase alkali

(ALP)

-γGT

Protein Total

Globulin

29

34

-

11

15

64

1,6

132

4,0

100

-

-

-

-

-

-

-

29

34

2,6

-

-

43

1,8

129

4,0

99

-

-

-

-

-

-

-

29

33

2,8

-

-

-

-

135

3,5

100

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3,0

19

15

-

-

-

-

-

0,49

0,26

0,23

118

56

7,1

4,1

30

34

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

27-32 pg

32-36 g/dL

3,5-5,0 g/dL

< 35 U/L

< 40 U/L

20-50 mg/dL

0,5-1,5 mg/dL

135-147 mmol/L

3,5-5,0 mmol/L

95-105 mmol/L

< 1,5 mg/dL

< 0,3 mg/dL

< 1,1mg/dL

< 98 U/L

5-36 U/L

6 - 8,5 g/dL

2,5 – 3,5 g/dL

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

29

Universitas Indonesia

3.2 Analisis Data

Berdasarkan hasil pengkajian di atas didapatkan masalah keperawatan sebagai berikut:

Tabel 3.2 Analisa Data

DATA MASALAH KEPERAWATAN

DS:

� Klien mengeluhkan nyeri pada daerah luka operasi

DO:

� Klien terlihat takut dan berhati-hati serta menjaga daerah luka ketika ingin bergerak dan miring ke kanan atau ke kiri

� Klien terlihat mengerutkan muka dan mengeluarkan ekspresi menahan sakit saat nyeri timbul

� Klien mengatakan skala nyeri 4-5 � Hasil TTV tanggal 10 Mei 2013

TD= 160/100 mmHg, Nadi 100x /menit, RR= 20x/menit, suhu= 36,4ͦc

Nyeri akut

DS:

� Klien mengatakan memiliki riwayat DM yang tidak terkontrol dari tahun 2003

� Klien mengatakan tidak pernah menggunakan insulin di rumah

DO:

� Klien mengalami penurunan berat badan dari pertama kali masuk RS, dari 49 kg menjadi 44,5 kg.

� Hasil GDS klien pada tanggal 7-9 Mei 2013 adalah 249 mg/dL, 517 mg/dL, dan 274 mg/dL

� Klien mendapatkan terapi insulin 3x4 unit

Ketidakstabilan glukosa darah

DS:

� Klien mengatakan hanya mau mandi satu kali saja di pagi hari karena takut T-Tube yang masih terpasang terlepas

� Klien mengatakan belum berani untuk mandi di kamar mandi

DO:

Defisit perawatan diri: mandi

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

30

Universitas Indonesia

� Klien dibantu oleh anaknya ketika mandi dengan cara dilap menggunakan handuk kecil

� Kondisi kulit kepala klien terlihat berminyak dan terdapat pediculus humanicus pada rambut klien

� Klien terlihat menggaruk-garuk kepalanya

DS: -

DO:

� Klien pasca operasi laparatomi eksplorasi

� Klien terpasang folley catheter � Klien terpasang T-Tube pada abdomen

sebelah kanan dan drain pada abdomen sebelah kiri

� Klien terpasang infus pada tangan sebelah kanan

� Klien terpasang NGT

Risiko Infeksi

DS: -

DO:

� Klien post-op Laparatomi Eksplorasi

� Klien terpasang drain dan T-tube

� Trombosit klien 490000 / µL

� Klien tidak tampak anemis

Risiko Perdarahan

DS:

� Klien tidak mengatakan adanya mual

dan muntah saat ini tetapi terkadang

suka merasa mual

� Klien merasa berat badannya menurun

DO:

� Klien memiliki riwayat DM dari ahun

2003 yang tidak terkontrol

� Klien mengalami penurunan berat badan

dari 49 kg (23 April) menjadi 44,5 kg

(16 Mei)

� IMT 17,6 kg/m²

Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

31

Universitas Indonesia

� Klien mendapatkan terapi insulin 3x 4

unit

DS:

� Klien mengatakan tidak tahu tentang

diet rendah lemak dan pentingnya diet

rendah lemak untuk dirinya

� Klien mengatakan ingin tahu tentang

informasi diet rendah lemak

DO:

� Diagnosa medis klien kolelitiasis

simptommatik

� Klien post-op laparoskopik

kolesistektomi

� Klien terpasang T-tube

Defisiensi Pengetahuan

DS:

� Klien mengatakan sudah paham tentang

diet rendah lemak, pentingnya diet

rendah lemak untuk dirinya, dan

makanan apa saja yang berlemak

DO:

� Klien butuh untuk pengingatan kembali

tentang diet rendah lemak

Kesiapan meningkatkan pengetahuan

Berdasarkan analisa data di atas, diagnosa keperawatan prioritas yang diambil adalah

defisiensi pengetahuan terkait diet rendah lemak berhubungan dengan kondisi klien post-

op laparaskopi kolesistektomi dan terpasang T-tube.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

32

Universitas Indonesia

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

a). Defisiensi Pengetahuan

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien dan keluarga

menunjukkan tanda-tanda:

� Memperlihatkan pengetahuan tentang diet yang dilakukan yaitu tentang diet

rendah lemak

� Klien dan keluarga mengetahui tentang definisi diet rendah lemak

� Klien mengetahui pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya

� Klien dan keluarga mengetahui makanan apa saja yang mengandung lemak

dan bagaimana strategi untuk mengubah kebiasaan diet

� Klien memperlihatkan kemampuan untuk mengurangi asupan lemak sesuai

terapi yang diberikan

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet Rendah Lemak

� Menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian pendidikan

kesehatan

� Memberikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien

� Menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien

� Mengulangi informasi bila diperlukan

� Memotivasi klien untuk mulai menerapkan diet rendah lemak

� Mempersiapkan klien untuk secara benar mengikuti program diet

Kolaborasi:

� Rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet yang sesuai

dengan kondisi klien

b). Nyeri Akut

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam klien

menunjukkan tanda-tanda:

� Klien dapat menjelaskan tingkat dan karakteristik nyeri dengan skala 0-10

� Klien dapat menyampaikan teknik penatalaksanaan nyeri yang tanpa

menimbulkan efek samping

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

33

Universitas Indonesia

� Klien dapat melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam dengan baik dan

benar

� Klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas harian secara mandiri dengan

bertahap

� Klien mampu mengugkapkan rasa nyaman dan berkurangnya nyeri dengan

skala 0-1

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Mengidentifikasi karakteristik nyeri: lokasi, intensitas, frekuensi, kualitas,

durasi, dan penjalaran

� Meminta klien menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan dengan skala 1-10

� Memonitor nyeri yang dirasakan klien secara berkala baik pada saat istirahat

maupun beraktivitas

� Menjelaskan dan melatih cara mengatasi nyeri secara nonfarmakologis, yaitu

melalui teknik distraksi dan relaksasi napas dalam

� Menganjurkan klien menggunakan teknik distraksi dan tarik napas dalam saat

nyeri timbul

Kolaborasi:

� Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksaan nyeri akut yaitu dalam

pemberian analgetik

c). Risiko Infeksi

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 7x24 jam klien menunjukkan

tanda-tanda:

� Terbebas dari tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu di atas 37,5 ͦ c,

kemerahan pada bagian luka, dan adanya discharge atau pus pada bagian luka

� Menyampaikan tanda-tanda infeksi yang harus diwaspadai

� Mempertahankan jumlah sel darah putih dalam rentang normal

� Mendemonstrasikan cara mempertahankan hygiene: mencuci tangan, perawatan

mulut, dan perawatan perineal

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

34

Universitas Indonesia

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Mengobservasi tanda dan gejala infeksi seperti peningkatan suhu, kemerahan,

dan adanya discharge

� Mencatat dan menganalisis nilai laboratorium (leukosit, serum protein, albumin

dan kultur

� Memonitor perubahan warna kulit, kelembaban tekstur, dan turgor kulit

� Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan

� Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah berinteraksi dengan klien

� Menganjurkan dan memotivasi klien untuk selalu menjaga personal hygiene

Kolaborasi:

� Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai

� Awasi pemeriksaan laboratorium seperti leukosit, serum protein, albumin dan

kultur

d). Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 7x24 jam klien menunjukkan

tanda-tanda:

� Klien selalu menghabiskan satu porsi makan yang diberikan rumah sakit pada

pagi, siang, dan malam harinya

� Klien tidak mengalami penurunan berat badan

� Adanya penambahan berat badan dengan target IMT 18,0 kg/m²

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Mengobservasi asupan makan klien setiap hari

� Motivasi klien untuk intake adekuat sesuai terapi yang diberikan

� Awasi tanda-tanda terjadinya anoreksia, mual, muntah dan kemungkinan

hubungan dengan diet yang harus dilakukan oleh klien

� Motivasi klien untuk istirahat yang sering

� Motivasi klien untuk melakukan oral hygiene

Kolaborasi:

� Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik sesuai indikasi

� Rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet yang sesuai

dengan kondisi klien

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

35

Universitas Indonesia

� Awasi pemeriksaan laboratorium seperti BUN, protein serum, dan albumin

e). Risiko Perdarahan

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien menunjukkan

tanda-tanda:

� Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan

� Menunjukkan perilaku penurunan risiko perdarahan dengan menjaga daerah

yang terpasang drain dan tidak memegang daerah tersebut sehingga drain tidak

tercabut atau terlepas

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan seperti rembesan pada balutan

luka

� Observasi drain yang terpasang pada klien. Catat produksi darah yang

tertampung pada drain

� Observasi tanda-tanda vital

� Catat perubahan mental/tingkat kesadaran klien

Kolaborasi:

� Awasi Hb / Ht dan faktor pembekuan

f). Ketidakstabilan glukosa darah

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien menunjukkan

tanda-tanda:

� Memperlihatkan kadar glukosa darah stabil (<140mg/dL)

� Mematuhi regimen yang diprogramkan untuk pemantauan glukosa darah

� Mematuhi rekomendasi diet dan latihan fisik

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Pantau tanda dan gejala hiperglikemia (misal glukosa serum >300mg/dL, sakit

kepala, penglihatan kabur, mual, muntah, pliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,

letargi, hipotensi, takikardia, pernapasan kusmaul)

� Mempersiapkan klien untuk mengikuti dengan benar program diet

� Berikan informasi kepada klien mengenai diabetes

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

36

Universitas Indonesia

� Beri informasi mengenai penerapan diet dan latihan fisikuntuk mencapai

keseimbangan kadar glukosa

� Beri informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan

diabetes

Kolaborasi:

� Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin

� Rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet yang sesuai

dengan kondisi klien

g). Defisit Perawatan Diri: Mandi

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien menunjukkan

tanda-tanda:

� Klien termotivasi untuk selalu menjaga personal hygiennya

� Kulit kepala dan rambut terlihat bersih

� Tidak sering menggaruk-garuk kepalanya

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Memotivasi klien untuk mandi sehari 2 kali

� Mengobservasi tingkat kemandirian klien untuk mandi

� Membantu dan mendorong klien untuk melakukan personal hygiene seperti cuci

rambut

� Membantu klien mandi sebagian atau sepenuhnya dan membantu klien jika

mengalami kesulitan

� Mempertahankan privasi klien

h). Kesiapan meningkatkan pengetahuan

� Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan keluarga

menunjukkan tanda-tanda:

� Mengidentifikasi kebutuhan informasi tambahan mengenai diet rendah lemak

� Memperlihatkan peningkatan pengetahuan tentang diet yang dilakukan yaitu

tentang diet rendah lemak

� Klien dan keluarga sudah paham tentang definisi diet rendah lemak

� Klien dan keluarga mengerti akan pentingnya diet rendah lemak untuk klien

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

37

Universitas Indonesia

� Klien dan keluarga bisa menyebutkan dan mengidentifikasi makanan apa saja

yang mengandung lemak dan bagaimana strategi untuk mengubah kebiasaan

diet

� Klien dan keluarga mengetahui diat atau nutrisi apa saja yang baik untuk klien

� Klien dan keluarga dapat membuat menu harian yang sesuai dengan terapi yang

diberikan

� Intervensi Keperawatan

Mandiri:

� Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet Rendah Lemak

dan nutrisi yang baik untuk klien

� Menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian pendidikan

kesehatan

� Memberikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien

� Menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien

� Mengulangi informasi bila diperlukan

� Memotivasi klien dan keluarga untuk mulai bersama-sama mengawasi dan

mengikuti program diet yang diberikan

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi yang diberikan kepada klien berdasarkan prioritas masalah yang diangkat

adalah intervensi keperawatan dengan pemberian informasi melalui pendidikan kesehatan

tentang diet rendah lemak. Intervensi yang pertama diberikan pada tanggal 11 Mei 2013

pada pukul 13.10 WIB. Peserta yang mengikuti ada dua orang yaitu klien dan anaknya.

Materi yang diberikan saat itu adalah mengenai informasi tentang definisi diet rendah

lemak, pentingnya diet rendah lemak untu klien, dan makanan apa saja yang mengandung

lemak. Metode yang digunakan adalah diskusi dan tanya jawab. Waktu yang diperlukan

saat intervensi berlangsung adalah sekitar 10 menit.

Evaluasi keperawatan dari intervensi pendidikan kesehatan tentang Diet Rendah Lemak

yang pertama berdasarkan data subjektif adalah klien mengetahui tentang definisi diet

rendah lemak yaitu mengurangi makanan yang mengandung lemak, pentingnya diet

rendah lemak untuk dirinya untuk mencegah timbulnya batu empedu kembali, dan

makanan yang mengandung lemak seperti konsumsi daging ayam dengan kulitnya (ayam

boiler), daging kambing, daging sapi dan kornet. Berdasarkan data objektif, selama

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

38

Universitas Indonesia

kegiatan pendidikan kesehatan berlangsung klien terlihat tidak terlalu fokus terhadap

materi yang diberikan. Hal ini terjadi karena kondisi klien yang masih terpasang drain dan

T-tube sehingga klien terlihat menjaga area yang terpasang dan terlihat berhati-hati ketika

bergerak. Selain itu, lingkungan yang ramai di dekat tempat tidur klien yang membuat

konsentrasi klien tidak optimal. Analisis dari intervensi dan masalah keperawatan yang

diambil adalah kurang optimalnya pendidikan kesehatan yang diberikan oleh klien

sehingga defisiensi pengetahuan klien teratasi sebagian. Rencana tindakan keperawatan

yang akan diberikan adalah menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian

pendidikan kesehatan selanjutnya, menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien,

mengulangi informasi bila diperlukan, memberikan penyuluhan selanjutnya sesuai

dengan tingkat pemahaman klien, memotivasi klien untuk mulai menerapkan diet rendah

lemak dan mempersiapkan klien untuk secara benar mengikuti program diet yang akan

diberikan selanjutnya.

Implementasi kedua diberikan pada tanggal 25 Mei 2013 sebagai discharge planning dan

pengingat kembali tentang diet rendah lemak karena klien akan direncanakan pulang esok

hari. Pendidikan kesehatan dilakukan dengan kontrak 20 menit dan dilaksanakan pada

pukul 12.00 WIB. Peserta yang mengikuti ada empat orang yaitu klien, anak klien, dan

dua orang sanak famili klien yang sedang menjenguk klien. Materi yang diberikan saat itu

adalah mereview kembali informasi tentang definisi diet rendah lemak, pentingnya diet

rendah lemak untuk klien, makanan apa saja yang mengandung lemak, nutrisi yang baik

untuk klien dan pembuatan menu harian yang dilakukan oleh klien dan keluarga. Media

yang digunakan berupa leaflet dan lembar balik dengan metode ceramah, diskusi, dan

tanya jawab.

Evaluasi keperawatan dari intervensi pendidikan kesehatan tentang Diet Rendah Lemak

yang kedua berdasarkan data subjektif adalah klien mengatakan sudah paham dan

mengerti tentang definisi diet rendah lemak yaitu membatasi dan mengurangi makanan

yang mengandung lemak dalam makanan sehari-hari bukan tidak mengkonsumsinya

sama sekali, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya untuk mencegah terjadinya batu

empedu kembali karena pasca operasi pengangkatan kandung empedu, makanan yang

mengandung lemak seperti makanan yang mengandung santan, daging ayam khususnya

ayam boiler, daging kambing, daging atau ikan yang diawetkan seperti kornet, sosis,

sarden dan ikan asin. Selain itu, klien menambahkan makanan yang tidak baik untuk

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

39

Universitas Indonesia

dirinya adalah makanan yang mengandung gas seperti ubi, kol, durian, makanan yang

pedas, dan minuman bersoda. Evaluasi objektif selama pemberian pendidikan kesehatan

adalah peserta (klien, anak klien, dua orang sanak famili klien yang sedang menjenguk

klien) terlihat antusias dan memerhatikan selama kegiatan berlangsung. Selain itu, klien

dan keluarga aktif bertanya jika ada penjelasan yang kurang jelas, klien beserta anaknya

mampu mendemonstrasikan pembuatan menu harian yang baik untuk diberikan kepada

klien.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

40 Universitas Indonesia

BAB IV

ANALISIS SITUASI

4.1 Profil lahan praktik

a. Sejarah terbentuknya RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit rujukan tentara

pusat. Dahulu RSPAD Gatot Soebroto ditkesad merupakan rumah sakit tentara

Belanda yang dikenal dengan groot militare hospital welterveden. Pada

tanggal 8 maret 1942 RSPAD Gatot Soebroto menjadi rumah sakit militer

angkatan darat Jepang dengan nama rikugun byoin. Sejak kemerdekan 17

agustus 1945 dikuasai oleh tentara KNIL dan namanya diubah menjadi

militaire geneeskundige dienst yang dikenal dengan nama "leger hospital

Batavia".

Pada tanggal 26 Juli 1950 diserahkan kepada Djawatan Kesehatan Angkatan

Darat menjadi rumah sakit tentara pusat. Moment bersejarah ini selanjutnya

diperingati sebagai hari jadi RSPAD Gatot Soebroto. Untuk mengingat jasa-

jasa Letnan Jenderal Gatot Soebroto dalam memberikan kebanggaan dan

upaya peningkatan kesejahteraan prajurit angkatan darat maka dipakailah

nama Gatot Soebroto dibelakang nama Rumah Sakiit Angkatan Darat ini.

b. Profil Keperawatan RSPAD Gatot Soebroto

RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad memiliki Visi menjadi rumah sakit

berstandar Internasional, rujukan utama dan rumah sakit pendidikan serta

merupakan kebanggaan prajurit dan masyarakat. Adapun Misi RSPAD Gatot

Soebroto adalah: 1. Menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat

dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka mendukung

tugas pokok TNI AD; 2. Menyelenggarakan dukungan pelayanan kesehatan

yang bermutu secara menyeluruh untuk prajurit PNS TNI AD serta

masyarakat; 3. Mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan; 4.

Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan

berkelanjutan; 5. Memberikan lingkungan yang mendukung proses

pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

41

Universitas Indonesia

RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad bertugas pokok menyelenggarakan

pelayanan perumahsakitan tertinggi di jajaran TNI AD, melalui upaya-upaya

pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif yang terpadu dengan pelaksanaan

kegiatan kesehatan promotif dan preventif dalam rangka mendukung tugas

pokok Ditkesad.

Pelayanan Keperawatan RSPAD Gatot Soebroto adalah pelayanan yang

profesional dean komprehensif dengan caring yang berdasarkan etika profesi.

Adapun tujuan keperawatan RSPAD Gatot Soebroto adalah: 1. Memberikan

pelayanan keperawatan secara komprehensif dengan pendekatan caring

ditunjukkan kepada pasien dan keluarganya dengan berpedoman kepada etika

profesi; 2. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mendukung

profesionalisme keperawatan yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi berdasarkan kepada riset keperawatan; 3.

Mengembangkan image positif profesionalisme keperawatan di lingkungan

keperawatan dan bermitra dengan profesi lain; 4. Melaksanakan fungsi

pendidikan dan penelitian keperawatan.

4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep

kasus terkait

Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan dipengaruhi

oleh banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota-kota

besar. Cepatnya urbanisasi populasi masyarakat dari desa ke perkotaan membuat

masyarakat harus beradaptasi dengan kondisi dan lingkungan yang ada. Adaptasi

masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan menjadi salah satu yang menentukan

derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi

dan lingkungan membuat masyarakat mengubah perilaku dan gaya hidup mereka.

Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat

yaitu terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan

berkolesterol. Makanan yang berlemak dan berkolesterol dapat menimbulkan

berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung koroner dan kolelitiasis.

Berdasarkan hasil pengkajian pasien, Ny. S berusia 65 tahun didiagnosis medis

mengalami kolelitiasis simptomatik. Klien memiliki riwayat menggunakan KB

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

42

Universitas Indonesia

suntik lebih dari lima tahun, gemar makan gorengan, dan soto bersantan. Hal ini

sesuai dengan faktor risiko dan etiologi dari kolelitiasis, yaitu Usia lebih dari 40

tahun, wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan makan

makanan berlemak dan berkolesterol.

Usia Ny. S yang sudah 65 tahun menjadi salah satu faktor terjadinya batu

empedu. Hal ini terjadi karena pertambahan usia dapat mengakibatkan

bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu

(Smeltzer dan Bare, 2002). Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses

menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita

(Darmojo dan Martono, 1994). Riwayat klien menggunakan kontrasepsi

hormonal dapat meningkatkan saturasi kolesterol bilier (Smeltzer dan Bare,

2002). Makanan berlemak dan berkolesterol menjadi sumber pencetus utama

untuk terjadinya kolelitiasis pada klien. Kolesterol merupakan bagian dari lemak,

jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu tinggi maka cairan

empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu atau biasa disebut

hipersaturasi cairan empedu. Hal ini terjadi karena fungsi cairan empedu sebagai

pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam

empedu tidak optimal karena kadar kolesterol yang tinggi (Smeltzer dan Bare,

2002).

Berdasarkan uraian di atas, Ny. S beresiko untuk terjadinya batu kolesterol. Batu

kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi

kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk

kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol

melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat

jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses

pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi

kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007).

Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu

tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol

dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

43

Universitas Indonesia

menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu

bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu

dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol

merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan

yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare,

2002).

Iritan yang menyebabkan peradangan ini yang menimbulkan rasa nyeri dan kolik

bilier klien. Hal ini terjadi karena saat kandung empedu melakukan kontraksi,

cairan empedu tidak dapat keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu empedu.

Ketika kandung empedu dalam keadaan distensi, bagian fundus dari kandung

empedu menyentuh dinding abdomen sebelah kanan. Sentuhan ini yang

mengakibatkan nyeri tekan yang khas pada abdomen kuadran kanan atas

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Pemasangan drainase bilier atau T-Tube pada klien berfungsi untuk

menggantikan sementara fungsi dari kandung empedu . Selama pemasangan T-

Tube , saluran empedu (Duktus sistikus, duktus hepatikus, dan duktus koledokus)

melakukan adapatasi dengan cara melebarkan saluran untuk mengaliri dan

menampung volume getah empedu yang sebelumnya disimpan oleh kandung

empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya hipersaturasi cairan empedu

diperlukannya perbaikan status nutrisi klien dengan cara diet rendah lemak. Diet

rendah lemak ini akan terlaksana jika klien mengetahui dengan benar informasi

tentang diet rendah lemak itu sendiri. Informasi tersebut dapat diberikan dengan

pendidikan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, khususnya perawat.

Dalam hal ini perawat berfungsi sebagai perawat edukasi. Edukasi yang diberikan

kepada klien diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan defisiensi

pengetahuan klien dan potensial kesiapan meningkatkan pengetahuan klien. Hal

ini merupakan cara untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran klien dalam

meningkatkan derajat kesehatannya.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

44

Universitas Indonesia

4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait

Pendidikan kesehatan dan penerapan diet rendah lemak atau pembatasan asupan

lemak merupakan salah satu intervensi keperawatan yang diberikan kepada

pasien yang mengalami kolelitiasis. Hal ini dilakukan karena kolesterol

merupakan bagian dari lemak dan menjadi faktor dominan dalam pembentukan

batu empedu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu

bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu

dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien kolelitiasis terjadi peningkatan

sekresi kolesterol oleh hati dan penurunan sintesis asam empedu. Pada keadaan

ini dapat mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang

kemudian keluar dari getah empedu, mengendap, dan membentuk batu. Getah

empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu

empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam

kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). Penelitian di masyarakat Barat

mengungkapkan komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan

penelitian di jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan

batu kolesterol pada 27% pasien (Lesmana, 2006). Kadar kolesterol yang tinggi

dalam cairan empedu akan membuat cairan empedu mengendap dan menjadi

batu. Cairan empedu yang berfungsi sebagai pembantu proses penyerapan lemak

dengan cara emulsifikasi lemak tidak berfungsi secara optimal karena kadar

kolesterol yang tinggi.

Kadar kolesterol yang tinggi dapat dipengaruhi oleh perilaku atau gaya hidup

seseorang dengan kebiasaan makan makanan yang berlemak. Berdasarkan

penelitian di benua Afrika khususnya Nigeria didapatkan peningkatan kasus

kolelitiasis yang terjadi pada masyarakat perkotaan Nigeria karena adanya

perubahan kebiasaan makan (peningkatan asupan kalori, kolesterol tinggi/lemak)

dan perubahan gaya hidup. Perubahan ini disebabkan oleh cepatnya urbanisasi

populasi dan dikaitkan dengan perubahan diet khususnya peningkatan konsumsi

lemak. Laporan dari benua Afrika, Ethiopia, 46 pasien mengalami kolesistektomi

pada kasus kolelitiasis dan kolesistitis dalam waktu 5 tahun. Hal ini menunjukkan

rata-rata pasien berjumlah sembilan pertahunnya (Rahman, 2005).

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

45

Universitas Indonesia

Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 yang menyebutkan bahwa derajat kesehatan

masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika. Kalangan

ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan utama dari derajat kesehatan

masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah perilaku masyarakat (Jaji,

2012). Perilaku masyarakat yang kurang sehat dapat dikurangi dengan cara

pemberian informasi kesehatan. Menurut teori Snehandu B. Kar (1983) dalam Jaji

(2012), perilaku kesehatan yang kurang sehat dapat diubah dengan : a. Niat

seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention), b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya

(social support), c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan (accessibility of information), d. Otonomi pribadi yang bersangkutan

dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) dan e. Situasi

yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Informasi kesehatan dapat diberikan oleh seorang perawat dengan memberikan

pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan oleh perawat

dengan pasien kolelitiasis adalah terkait nutrisi, yaitu diet rendah lemak.

Pendidikan kesehatan yang diberikan ini dapat mengatasi masalah keperawatan

defisiensi pengetahuan klien.

Pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak diberikan kepada klien pada

tanggal 11 Mei 2013. Klien diberikan informasi tentang apa yang dimaksud

dengan diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak pada pasien kolelitiasis,

dan makanan apa saja yang mengandung lemak. Hasil dari pendidikan kesehatan

yang diberikan pada saat itu, menggambarkan klien belum paham dan mengerti

apa yang dimaksud dengan diet rendah lemak dan pentingnya diet rendah lemak

untuk klien. Tetapi klien dapat menyebutkan makanan apa saja yang mengandung

lemak.

Pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak diberikan kembali kepada klien

satu hari sebelum klien pulang, pada tanggal 25 Mei 2013, sebagai discharge

planning. Masalah keperawatan yang diangkat adalah potensial kesiapan

meningkatkan pengetahuan. Masalah keperawatan potensial kesiapan

meningkatkan pengetahuan diangkat karena sebelumnya klien telah diberikan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

46

Universitas Indonesia

pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak. Pendidikan kesehatan dilakukan

dengan peserta empat orang, yaitu klien, anak klien, dan dua kerabat klien yang

sedang menjenguk. Selama proses pemberian pendidikan kesehatan, peserta

terlihat antusias terutama kerabat klien yang serius dalam menyimak setiap materi

yang diberikan. Hasil dari pendidikan kesehatan didapatkan klien sudah mengerti

dan paham tentang apa yang dimaksud dengan diet rendah lemak, pentingnya diet

rendah lemak untuk klien, makanan apa saja yang mengandung lemak, diet atau

nutrisi apa saja yang baik untuk klien dan pembuatan menu harian yang dilakukan

oleh klien dan keluarga.

.

Informasi yang diberikan melalui pendidikan kesehatan ini diharapkan dapat

membantu klien memelihara dan meningkatkan kesehatan, mengatasi sakit dan

mencegah keparahan, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran klien

dalam meningkatkan derajat kesehatannya.

Masalah yang ditemui saat pemberian implementasi adalah lingkungan dan

kondisi klien yang kurang kondusif untuk diberikan pendidikan kesehatan.

Lingkungan dan kondisi klien ini menyebabkan konsentrasi klien tidak optimal

dalam menerima materi yang disampaikan. Selain itu, banyaknya pengunjung

yang datang membesuk klien yang membuat review materi tidak optimal.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

47

Universitas Indonesia

4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan

Intervensi yang diberikan pada klien kolelitiasis tentang diet rendah lemak dapat

diberikan kepada klien sebagai bentuk pendidikan kesehatan dan discharge

planning. Informasi ini diharapkan dapat membantu klien dalam mengubah

perilaku dan gaya hidupnya ke arah lebih sehat sebagai salah satu upaya

meningkatkan derajat kesehatan klien. Perubahan perilaku ini dapat dilakukan

jika ada niat dari klien untuk meningkatkan kesehatan dirinya, dukungan sosial

dari keluarga dan masyarakat dalam mengawasi perilaku dan gaya hidup klien

sehari-hari, ada atau tidaknya sumber informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan yang diperlukan oleh klien dan otonomi klien dalam mengambil

tindakan atau keputusan terkait kesehatannya. Selain itu, pentingnya kontinuitas

pengulangan materi sebagai pengingat untuk klien terhadap materi yang telah

disampaikan.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

48 Universitas Indonesia

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada kasus kolelitiasis yang dialami oleh klien dapat disimpulkan bahwa

penyebab kolelitiasis klien adalah usia klien yang berumur 65 tahun, riwayat

penggunaan kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan makan klien yang sering

mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan.

Dari hasil data penyebab kolelitiasis yang dialami klien, batu empedu yang

mungkin dialami klien adalah batu kolesterol. Batu kolesterol yang terbentuk

terjadi ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan

empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang

selanjutnya membentuk batu. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan sekresi

kolesterol oleh hati dan penurunan sintesis asam empedu yang dapat

mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar

dari getah empedu, mengendap, dan membentuk batu. Cairan empedu yang

berfungsi sebagai pembantu proses penyerapan lemak dengan cara emulsifikasi

lemak tidak berfungsi secara optimal karena kadar kolesterol yang tinggi. Oleh

karena itu, diperlukannya informasi kepada klien tentang diet rendah lemak untuk

mencegah terjadinya hipersaturasi cairan empedu kembali pasca pembedahan.

Berdasarkan hasil pengkajian, klien belum tahu tentang apa yang dimaksud

dengan diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya, dan

makanan apa saja yang mengandung lemak. Oleh karena itu, masalah

keperawatan yang muncul pada klien adalah defisiensi pengetahuan. Klien

diberikan pendidikan kesehatan terkait diet rendah lemak.

Evaluasi keperawatan setelah diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang

diet rendah lemak adalah klien mengerti, paham, dan dapat menyebutkan tentang

diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya, makanan apa saja

yang mengandung lemak, diet atau nutrisi apa saja yang baik untuk klien dan

pembuatan menu harian yang dilakukan oleh klien dan keluarga.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

49

Universitas Indonesia

Masalah yang ditemui saat pemberian implementasi adalah lingkungan dan

kondisi klien yang kurang kondusif untuk diberikan pendidikan kesehatan.

Lingkungan dan kondisi klien ini menyebabkan konsentrasi klien tidak optimal

dalam menerima materi yang disampaikan. Oleh karena itu, pentingnya

kontinuitas pengulangan materi sebagai pengingat untuk klien terhadap materi

yang telah disampaikan.

5.2 Saran

a. Bagi Penulis

1. Meningkatkan pengetahuan tentang kolelitiasis untuk meningkatkan kualitas

dalam pemberian asuhan keperawatan

2. Mengembangkan metode dan inovasi terhadap intervensi yang diberikan

dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada.

b. Bagi Masyarakat

1. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor resiko

dan etiologi dari kolelitiasis

2. Merubah perilaku dan gaya hidup ke arah lebih sehat untuk meningkat

derajat kesehatan

c. Bagi Instansi Rumah Sakit

1. Meningkatkan pemahaman dan berfikir kritis dalam menangani kasus

kolelitiasis

2. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasien

kolelitiasis

3. Memberikan media yang lebih bervariasi dalam pemberian edukasi

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Beckingham, I.J. (2001). ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone

Disease. Dalam: British Medical Journal V. 322, 13 Januari 2001.

http://www.pubmedcentral.articlerender.artid diakses pada tanggal 20 Juni 2013

Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam Maj kedokt

Indon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.

http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/543/661

diakses pada tanggal 19 Juni 2013

Jaji,. (2012) . Makalah Peran perawat komunitas dalam peningkatan derajat kesehatan

masyarakat menuju MDGs 2015. PSIK-FK Unsri tahun 2012.

http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip201232.pdf diakses pada tanggal 28 Juni 2013

Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, Soekijo. (2011). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan aplikasi.

Jakarta: Rineka cipta.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-3-bab2.pdf diakses pada 26 Juni 2013

Rahman, Ganiyu A. (2005). Cholelitiasis and Cholecystitis: Changing Prevalence in an African

Community. Journal of the National Medical Association 97.11 (Nov 2005):1534-8.

http://www.scholar.google.com/scholar?q=cholelithiasis+dan+cholecystitis+rahman+ganiyu

+2005&um=1&ie=UTF-8&Ir&cites=-8772717938376248698 diakses pada tanggal 25 Juni

2013

Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Schwartz, dkk. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdf

diakses pada tanggal 10 Mei 2013

Setiadi,. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan; Teori dan Praktik.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Sjamsuhidayat, R, de jong W. (2005). Buku Ajar I,mu Bedah, Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku

kedokteran EGC

http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdf diakses

pada tanggal 10 Mei 2013

Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner&Suddarth..

Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah).

Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 10 Mei 2013

Darmojo, Boedhi dan Hadi Martono. (1994). http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24269/4/chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 28 Juni 2013

http://www.rspadgatsu.com/profile diakses pada tanggal 1juli 2013

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

SATUAN ACARA PENYULUHAN

DIET NUTRISI RENDAH LEMAK

PENGANGKATAN KANDUNG EMPEDU

DI RUANG RAWAT INAP BEDAH LANTAI V

RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

SATUAN ACARA PENYULUHAN

RENDAH LEMAK BAGI PASIEN POST OP

PENGANGKATAN KANDUNG EMPEDU

DI RUANG RAWAT INAP BEDAH LANTAI V

RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

OLEH:

SANDRA AMELIA

NPM. 0706271166

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2013

POST OP

DI RUANG RAWAT INAP BEDAH LANTAI V

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Pokok Bahasan : Asuhan Keperawatan Pasien Post op pengangkatan kandung empedu

Sub Pokok Bahasan : Diet nutrisi rendah lemak

Sasaran : Klien Ny. S dan Keluarga Klien di Ruang Rawat Inap Bedah 5 RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta

Hari/tanggal : Kamis, 23/5/2013

Waktu : 10.00 s/d 10.20 WIB (20 menit)

Tempat : Ruang Rawat Inap Bedah 5 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah diberikan penjelasan selama 10 menit tentang diet nutrisi rendah lemak pada klien

post op pengangkatan kandung empedu, diharapkan klien dapat memahami akan pentingnya

diet rendah lemak post op pengangkatan kandung empedu dan menerapkannya di rumah

setelah pulang dari rumah sakit.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah diberikan penjelasan tentang pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan

kandung empedu, klien mampu:

1. Menyebutkan definisi diet rendah lemak

2. Memahami pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan kandung empedu

3. Menyebutkan makanan yang mengandung lemak

4. Menyebutkan diet nutrisi yang baik untuk klien post op pengangkatan kandung empedu

ketika berada di rumah

5. Menyusun menu harian selama tiga hari untuk klien

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

III. MATERI PENYULUHAN

1. Definisi diet rendah lemak

2. Pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan kandung empedu

3. Makanan yang mengandung lemak

4. Diet nutrisi untuk klien post op pengangkatan kandung empedu

5. Rencana menu harian selama satu minggu untuk klien

IV. METODE PENYULUHAN

1. Ceramah

2. Diskusi

3. Tanya jawab

V. MEDIA

1. Leaflet

2. Lembar menu harian selama satu minggu

VI. BAGAN RENCANA KEGIATAN PENYULUHAN

No. Tahapan & Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Klien

1. Pembukaan

(5 menit)

- Memberi salam

- Menanyakan kondisi hari ini

- Menjelaskan tujuan, kontrak waktu

dan materi yang akan diberikan

- Menjawab salam

- Memperhatikan dan

mendengarkan

- Menjawab

2. Kegiatan

(10 menit)

- Menjelaskan definisi diet rendah

lemak

- Menjelaskan pentingnya diet

rendah lemak post op

pengangkatan kandung empedu

- Menjelaskan makanan yang

mengandung lemak

- Memperhatikan dan

mendengarkan

- Memperhatikan dan

mendengarkan

- Memperhatikan dan

mendengarkan

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

- Menjelaskan diet nutrisi untuk klien

post op pengangkatan kandung

empedu

- Memberikan contoh menu harian

untuk klien selama satu minggu

- Membantu klien dalam menyusun

contoh menu dalam tiga hari ke

depan

- Memperhatikan dan

mendengarkan

- Memperhatikan dan

mendengarkan

- Ikut

mendemonstrasikan

3. Penutup

(5 menit)

- Mengevaluasi subjektif dan objektif

- Menyimpulkan bersama-sama

- Mengucapkan salam penutup

- Menjawab

- Memperhatikan dan

mendengarkan

- Menjawab salam

VII. DAFTAR EVALUASI HASIL PENYULUHAN

No. No. TIK Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Klien

1. 1 Sebutkan definisi diet

rendah lemak

- Memperhatikan penjelasan yang diberikan

oleh mahasiswa

- Memahami definisi diet rendah lemak dengan

baik yaitu kegiatan membatasi nutrisi berupa

lemak

2. 2 Sebutkan pentingnya diet

rendah lemak post op

pengangkatan kandung

empedu

- Fungsi empedu yaitu membantu dalam proses

pencernaan dan penyerapan lemak

- Cairan empedu mengandung sejumlah besar

kolesterol yang biasanya tetap berbentuk

cairan.

- Jika cairan empedu menjadi jenuh karena

kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak

larut dan membentuk endapan di luar

empedu

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

- Jika ada endapan maka akan terjadi sumbatan

dan penyempitan di dalam saluran empedu

- Sumbatan pada saluran empedu bisa

menumbuhkan bakteri dan mengakibatkan

infeksi

- Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah

dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh

lainnya

3. 3 Sebutkan makanan yang

mengandung lemak

- Makanan yang mengandung lemak,

seperti:

� Daging Ayam boiler

� Daging kambing

� Daging sapi

� Daging/ikan yang diawetkan (kornet,

sosis, sarden, ikan asin)

� Keju

� Mayones

4. 4 Sebutkan diet nutrisi yang

baik untuk klien dengan

post op pengangkatan

kandung empedu

Bahan makanan yang tidak boleh diberikan

adalah:

- Makanan yang mengandung lemak, seperti:

� Daging kambing

� Daging sapi

� Daging/ikan yang diawetkan (kornet,

sosis, sarden, ikan asin)

� Keju

� Mayones

- Makanan yang mengandung gas, seperti:

� Ubi

� Kacang merah

� Kol

� Sawi

� Lobak

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

� Durian

� Nangka , dan

� ketimun

- Bumbu yang merangsang, seperti cabe,

bawang, merica, asam cuka dan jahe

- Minuman yang mengandung soda dan alkohol

Bahan makanan yang baik diberikan adalah

bahan makanan yang mengandung karbohidrat

tinggi dan mudah dicerna. Seperti bubur, telur

yang direbus, tahu, tempe, madu, daging sapi

tanpa lemak

VIII. SUMBER

Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Ed. 4.

Volume II. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing vol.2.

(8th

Ed). (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah). Philadelphia:

Lippincott-Raven Publisher.

Ins.Gizi RSCM & AsDI. (2007) Buku Penuntun Diet Dewasa, hal. 131-136. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama hal. 131-136.

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

Diet rendah lemak adalah kegiatan

membatasi nutrisi berupa lemak dalam

makanan sehari-hari

√ Post op pengangkatan kandung

empedu. Fungsi Empedu sebagai zat

untuk membantu proses pencernaan

dan penyerapan lemak

√ Cairan empedu mengandung sejumlah

kolesterol yang biasanya tetap

berbentuk cairan. Jika cairan empedu

menjadi jenuh karena kolesterol, maka

kolesterol bisa menjadi tidak larut dan

membentuk endapan

√ Jika ada endapan maka akan terjadi

sumbatan dan penyempitan di dalam

saluran empedu

√ Sumbatan pada saluran empedu bisa

menumbuhkan bakteri dan

mengakibatkan infeksi

√ Bakteri bisa menyebar melalui aliran

darah dan menyebabkan infeksi di

bagian tubuh lainnya

� Daging yang mengandung lemak

� Daging / ikan yang diawetkan (kornet,

sosis, sarden, ikan asin)

� Keju

� Mayonaise

� Bahan makanan yang baik diberikan adalah

bahan makanan yang mengandung karbohidrat

tinggi dan mudah dicerna. Seperti bubur,

telur yang direbus, tahu, tempe, madu, dan

daging sapi tanpa lemak.

� Bahan makanan yang tidak boleh diberikan

adalah:

Apa Itu Diet rendah lemak?

Makanan yang mengandung

lemak Pentingnya diet rendah lemak

Diet Nutrisi yang Baik untuk

klien post op pengangkatan

kandung empedu

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

- Makanan yang mengandung lemak,

seperti:

• Daging kambing • Daging sapi yang berlemak • Daging/ikan yang diawetkan • Keju • Mayonaise

- Makanan yang mengandung gas,

seperti:

• Ubi • Kacang merah • Kol • Sawi lobak • Durian • Nangka

- Bumbu yang merangsang, seperti cabe,

bawang, merica, asam cuka, dan jahe

- Minuman yang bersoda dan beralkohol

Contoh menu makan harian pasien post

op pengangkatan kandung empedu

Sarapan

Pagi

� Roti Bakar isi madu � Telur ceplok (dengan sedikit minyak) atau telor rebus

� Susu skim

Makan

Siang

� Nasi/tim � Sayur bening bayam � Tempe bacem � Pepaya

Makan

sore/malam

� Nasi/tim � Pepes ikan � Cah tahu/ oyong � pisang

SEMOGA BERMANFAAT.....

Mahasiswa Profesi Keperawatan

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

2013

Diet Nutrisi

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013

Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013