Post on 24-Jan-2017
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Policy Brief
PUSAT KAJIAN DAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR III
LAN SAMARINDA
Konsep lahirnya UU
No. 30 Tahun 2014 bukan
berdasar pada konteks
hukum semata, ke-
lahirannya merupakan
perpaduan harmonis
antara konsep ilmu ad-
ministrasi negara dan
ilmu hukum (dalam hal
ini hukum administrasi
negara). Dalam konsep
ilmu administrasi negara,
memperhatikan kepent-
ingan masyarakat
dengan berbagai persoa-
lan dan solusi menjadi
ruang lingkupnya. Se-
mentara dalam konteks
Hukum Administrasi
Negara, dapat dilihat se-
bagai sebuah instrumen
pengaturan, agar
sesuatunya dapat ber-
jalan dengan baik, tera-
tur, dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Persoalan diskresi hingga
saat ini masih sering di-
maknai sebagai sesuatu
yang berbahaya dan
menakutkan untuk dil-
akukan. Hal ini berim-
plikasi pada ketakutan-
ketakutan untuk berbuat
disebagian para pejabat
kita, termasuk untuk ber-
tindak nyata. Mencerma-
ti kondisi tersebut, pent-
ing untuk memahami
ketentuan perundangan
bahwa diskresi sebagai
sebuah keputusan dan
atau tindakan. Hasil
penelitian tentang
pelaksanaan diskresi pe-
layanan publik di kali-
mantan (Kota Pontianak
dan Kabupaten Kutai
Kartanegara) menunjuk-
kan bahwa diskresi se-
bagai tindakan nyata tid-
ak sulit dan menakutkan
untuk dilakukan demi
terciptanya pelayanan
publik yang prima. Yang
tidak kalah penting dari
upaya penerapan diskresi
adalah pemahaman yang
sama oleh semua pihak
mengenai ruang lingkup
dan karakteristiknya,
terutama bagi aparat
penegak hukum yang
dituntut untuk lebih pro-
gresif dalam memandang
konteks diskresi tanpa
mengurangi tujuan pen-
capaian kepastian
hukumnya.
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Policy Brief
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif 0
Pendahuluan 0
Deskripsi Masalah 0
Rekomendasi 0
Daftar Pustaka 0
Daftar Isi
Undang-Undang
No. 30 Tahun 2014
merupakan produk
hukum fenomenal
yang berhasil dibuat
oleh bangsa Indonesia.
Karakteristiknya yang
bertujuan untuk mem-
berikan perlindungan
bagi penyelenggara
pemerintah dalam
menjalankan tugasnya
membuat UU tentang
administrasi negara ini
ditunggu kehadirannya
selama ini. Konsep la-
hirnya UU No. 30 Ta-
hun 2014 bukan ber-
dasar pada konteks
hukum semata, ke-
lahirannya merupakan
perpaduan harmonis
antara konsep ilmu
administrasi negara
dan ilmu hukum
(dalam hal ini hukum
administrasi negara).
Dalam konsep ilmu ad-
ministrasi negara,
memperhatikan
kepentingan masyara-
kat dengan berbagai
persoalan dan so-
lusinya merupakan ru-
ang lingkup dari admin-
istrasi negara. Admin-
istrasi negara haruslah
mampu menjawab
tuntutan-tuntutan
masyarakat yang
senantiasa berkem-
bang tersebut. Dengan
demikian, ketidak pua-
san masyarakat dapat
diperkecil dan di-
persempit jaraknya
(Thoha, 2005). Lebih
lanjut disampaikan
bahwa Administrator –
administrator negara
diharapkan bekerja da-
lam kerangka kepent-
ingan-kepentingan
umum, tidak mengek-
sploitasi jabatannya
untuk mencapai tujuan
pribadi. Mereka
mempunyai kewajiban
patuh terhadap un-
dang-undang dan pera-
turan (Thoha, 2005).
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Policy Brief
Pendahuluan
Jabatan merupakan
bagian yang tidak
terpisahkan dari dimensi
administrasi nega-
ra,dengan adanya jab-
atan maka administrasi
negara dapat berjalan,
begitu berperannya jab-
atan dalam administrasi
negara, Bahsan Mustafa
mengartikan bahwa ad-
ministrasi negara sebagai
gabungan jabatan-
jabatan yang dibentuk
dan disusun secara
bertingkat yang diserahi
tugas melakukan sebagi-
an dari pekerjaan
pemerintah dalam arti
luas, yang tidak dis-
erahkan kepada badan-
badan pembuat undang-
undang dan badan-badan
kehakiman (Mustafa da-
lam Ridwan, 2006). Dari
definisi Bahsan Mustafa
tersebut dapat disimpul-
kan bahwa tugas
pemerintah yang paling
utama adalah sebagai
eksekutif atau pelaksana
kebijakan melalui
berbagai penyediaan dan
penyelenggaraan
layanan publik untuk
mencapai kepuasan dan
kesejahteraan masyara-
kat dengan berbagai jab-
atan yang dimilikinya.
Wujud dari pelaksa-
naan jabatan adalah pela-
yanan. Pelayanan yang
berkualitas merupakan
ciri dari masyarakat yang
dinamis. Proses check
and balance dalam
kegiatan pelayanan
menempatkan masyara-
kat bukan hanya sebagai
obyek pelayanan, melain-
kan dapat berperan juga
sebagai subyek layanan
melalui berbagai input
yang diberikan kepada
kepada pemerintah un-
tuk memperbaiki kulaitas
pelayanan. Mekanisme
pelayanan dimaksud ha-
rus menjamin terciptanya
makna pemerintahan
yang responsif, yakni
sosok pemerintahan
yang sensitif, akomodatif
dan antisipatif terhadap
kebutuhan, keingi-
nan,aspirasi, kepent-
ingan, cita-cita, harapan,
motivasi, tuntutan, dan
keluhan rakyat serta ber-
tanggung jawab kepada
rakyat atas pelaksanaan
tugasnya sebagai
pengemban mandat ked-
aulatan rakyat, sebagai
abdi negara dan pelayan
masyarakat (Napitupulu,
2007).
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Policy Brief
Pendahuluan
Adapun konteks
Hukum Administrasi
Negara di dalam UU No.
30 Tahun 2014 dapat
dilihat sebagai sebuah
konsep pengaturan, agar
sesuatunya dapat ber-
jalan dengan baik, tera-
tur, dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Adanya harapan terse-
but, tidak terlepas dari
Konsep Hukum admin-
istrasi negara sebagai
instrumen yuridis yang
digunakan oleh
pemerintahan untuk
secara aktiv terlibat da-
lam kehidupan ke-
masyarakatan, dan di sisi
lain HAN merupakan
hukum yang dapat
digunakan oleh anggota
masyarakat untuk
mempengaruhi dan
memperoleh perlin-
dungan dari pemerintah.
Jadi HAN memuat pera-
turan mengenai aktivitas
pemerintahan (Wijk dan
Konijnenbelt dalam Rid-
wan 2006)
Proses meleburkan
ilmu administrasi negara
dan ilmu hukum yang
sudah terakomodasi
dengan baik di dalam UU
No. 30 tahun 2014 dalam
penerapannya masih
jauh dari kata maksimal.
Salah satu subtansi
mengenai diskresi masih
sering berujung ke krimi-
nalisasi walaupun seba-
gian pendapat yang lain
berpendapat bahwa per-
soalan hukum tersebut
harusnya diselesaikan
dalam ranah peradilan
tata usaha negara, bukan
peradilan umum ataupun
peradilan korupsi. Kondi-
si tersebut pada akhirn-
ya menjadi momok untuk
lahirnya pelaksanaan dis-
kresi di sektor pelayanan
publik.
Diskresi di dalam ke-
tentuan Pasal 1 angka 9
UU No. 30 tahun 2014
didefinisikan sebagai
Keputusan dan/atau tin-
dakan yang ditetapkan
dan/atau dilakukan oleh
Pejabat Pemerintahan
untuk mengatasi persoa-
lan konkret yang dihada-
pi dalam penyeleng-
garaan pemerintahan
dalam hal peraturan pe-
rundang-undangan yang
memberikan pilihan, tid-
ak mengatur, tidak
lengkap atau tidak jelas,
dan/atau adanya stagnasi
pemerintahan. Dari defin-
isi tersebut dapat terlihat
bahwa kondisi UU mem-
berikan pilihan, tidak
lengkap/jelas dan adanya
stagnasi merupakan per-
soalan konkrit yang ha-
rus diselesaikan melalui
diskresi.Dari Ketiga sifat
konkrit tersebut dalam
penerapannya
‘seharusnya’ dapat
digambarkan secara
makro dan dapat diter-
jemahkan sangat luas
untuk memu-
dahkan,memtigasi kek-
hawatiran, memberikan
ketenangan dan mengini-
siasi lahirnya diskresi
ketika diperlukan.
Policy Brief
Pendahuluan
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Persoalan diskresi
dengan lahirnya UU
No. 30 Tahun 2014 ten-
tang Administrasi
Negara, masih dimak-
nai sebagai sesuatu
yang berbahaya dan
menakutkan untuk dil-
akukan, terlebih
dengan berbagai peri-
stiwa hukum dimana
pejabat negara yang
merasa mendasarkan
tindakannya pada dis-
kresi justru berujung
bui. Hal ini berimplikasi
pada ketakutan-
ketakutan untuk ber-
buat apapun disebagi-
an para pejabat kita,
termasuk untuk bertin-
dak nyata dalam men-
ciptakan/memberikan
pelayanan yang men-
jadi kewajibannya. Jika
kondisi ini terus tejadi,
menjadi kurang makna
pengaturan diskresi
berdasar UU No. 30
Tahun 2014.
Mencermati kondisi
tersebut, penting un-
tuk memahami ke-
tentuan perundangan
bahwa diskresi sebagai
sebuah keputusan dan
atau tindakan.
Pemerintah melakukan
berbagai tindakan, baik
tindakan nyata
(faitelijkhandelingen)
maupun tindakan
hukum
(recthshandelingen).
Tindakan nyata adalah
tindakan-tindakan
yang tidak ada rele-
vansinya dengan
hukum, dan oleh kare-
nanya tidak men-
imbulkan akibat hukum
(Versteden dalam Rida-
wan 2007). Tindakan
nyata merupakan ke-
harusan yang harus
dilakukan oleh Pejabat
Pemerintah dengan
wewenang yang dimili-
kinya untuk menjalan-
kan kewenangannya
berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-
undangan dan AUPB.
Fungsi pemerinta-
han sebagaimana ter-
sebut di dalam Pasal 1
angka 2 UU No. 30 ta-
hun 2014 meliputi
fungsi pengaturan, pe-
layanan, pem-
bangunan, pem-
berdayaan, dan pelin-
dungan. Kelima fungsi
tersebut menuntut tin-
dakan nyata dari para
pejabat pemerintah
untuk dapat terealisasi-
kan. Untuk menge-
tahui bagaimana ben-
tuk dari tindakan nyata
pejabat pemerintah
dalam menjalankan
fungsinya, dapat kita
lihat bentuknya dalam
tabel di bawah ini:
Policy Brief
Deskripsi Masalah
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Policy Brief
Deskripsi Masalah
Tabel 1.1
Tindakan Nyata Pelaksanaan Diskresi di Kota Pontianak dan Kabupaten Kutai Kartanegara
No Lokus Tindakan Nyata Pelaksanaan Diskresi
1. Pemerintah Kota Pontianak
Penundaan kelengkapan persyaratan pada permohonan ijin HO Dibuat kebijakan bahwa ketika mengurus HO tidak ada IMB aslinya, maka proses masih dapat ter-us berlanjut. Diberikan semacam rekomendasi (nota) yang berfungsi sebagai IMB pendahuluan yang berlaku hanya 1 tahun saja.
Meniadakan kelengkapan aspek teknis pemeriksaan lapangan dapat dilakuakn melalui metode self assesment. Pemohon cukup membu-at pernyataan bahwa memang benar rumah kos saya dengan kualifikasi X benar adanya,
Pembekuan data penduduk Membekukan data penduduk yang tidak bertempat tinggal/domisili sesuai dengan alamat yang tertera di dalam Kartu Keluarga/Kartu Tanda Penduduk lebih dari 1 tahun tanpa memberikan laporan.
Memberikan bantuan biaya transportasi Permendagri 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial, Tidak terse-but di dalamnya mengenai bantuan untuk akomodasi dan transportasi bagi keluarga pasien tidak mampu.Sehingga dapat masuk ke dalam kualifikasi diskresi.
Rumah Sakit tanpa kelas
Pelayanan/tindakan medis yang dilaksanakan berdasarkan jenis penyakit dan berat ringannya penyakit tersebut, bukan pada kemampuan finasial pasien serta pelayanan medis sama untuk semua pasien berdasarkan standar prosedur operasional (SPO) pelayanan.
Pernyataan terhutang bagi pasien yang tidak mampu
Mengambil kebijakan yang meringankan masyarakat dengan memberikan kemudahan dalam transaksi pembayaran biaya rumah sakit. Di dalam form pasien diberikan tenggat waktu pem-
2. Kabupaten Kutai Kar-tanegara
Menandatangani blanko Kartu Keluarga yang masih kosong Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 471.14/13795/ , mencabut dan menyatakan tidak berlakunya lagi seluruh surat yang berkaitan dengan petunjuk penan-datangan Kartu Keluarga menggunakan scanner atau tanda tangan berupa stempel di kecama-tan. Kebijakan baru tersebut dinilai cukup menghambat pelayanan. Sehingga untuk memper-lancar pelayanan dibuat kebijakan dengan menandatangi blanko Kartu Keluarga terlebih dahulu kemudian diserahkan kepada pihak UPT dengan dibuatkan berita acaranya.
Penerbitan surat pengantar/keterangan Untuk penerbitan surat ijin lingkungan, tidak harus menunggu dokumen itu selesai, karena wak-tunya pasti melebihi 7 hari untuk di lingkungan Badan Lingkungan Hidup sendiri. Maka diambil-lah jalan tengah melalui kesepakatan, BLH dapat menerbitkan semacam surat pengantar/ ket-erangan sehingga proses perijinan dapat terus bejalan di BP2T, hingga keluar surat ijin yang dimaksud
Pemberian keringanan terkait kekurangan kelengkapan Membuat kebijakan dengan melanjutkan terus proses pengurusan proses perizinan walaupun persyaratannya kurang. Persyaratan yang kurang wajib dipenuhi ketika masyarakat yang mengajukan perizinan akan mengambil dokumen perizinannya.
Penitipan sementara pasien pihak RSUD mengambil kebijakan untuk menitipkan pasien sementara di kamar yang masih kosong meskipun kelasnya berbeda. Dengan begitu pasien masih bisa tertangani dan biaya ako-modasi dibebankan sesuai dengan standar kelas pasien tersebut.
Membangun rumah sakit tipe C tanpa kelas di Kota Bangun
Memberikan take home pay serta tunjangan dan fasilitas kesehatan kepada tenaga medis
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Pada
saat diskresi dengan mu-
dah beradaptasi di
konteks administrasi
negara, hukum dengan
berbagai konteksnya
dianggap masih mem-
belenggu penerapan dis-
kresi. Ahmad Ali dalam
Ahmad Rivai mengatakan
secara universal, jika
ingin keluar dari situasi
keterpurukan hukum,
maka harus membebas-
kan diri dari belenggu
formalisme-positivisme,
karena jika hanya
mengandalkan pada te-
ori dan pemahaman
hukum secara legalistik-
positivistis yang hanya
berbasis pada peraturan
tertulis belaka, maka tid-
ak akan mampu untuk
menangkap hakikat akan
kebenaran, keadilan dan
kemanusiaan (hal 37).
Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bah-
wa hukum harus lebih
membuka diri, harus
lebih progresif dan adap-
tasi dalam konsep penye-
lenggaraan pemerinta-
han yang terus berkem-
bang tanpa mengurangi
sifat kepastian
hukumnya. Hukum pro-
gresif yang bertumpu
pada manusia, memba-
wa konsekwensi pent-
ingnya sebuah kreativi-
tas. Kreativitas penegak
hukum dalam memaknai
hukum tidak akan ber-
henti pada ‘mengeja un-
dang-undang’, tetapi
menggunakannya secara
sadar untuk mencapai
tujuan kemanuasiaan
(Rahardjo dalam Dey).
Diakui memang positiv-
isme hukum telah banyak
memberi sumbangan
besar dalam pem-
bangunan hukum mod-
ern di dunia. Namun,
bukan berarti ia tidak
memiliki kekurangannya
yang antara lain adalah
telah mengabaikan sub-
tansi hukum yaitu keadi-
lan dan kemanfaatan
(Yusriyadi dalam Sarma-
di, 2012)
Terlepas dari
berbagai ketakutan yang
masih mencengkeram
sebagian para penye-
lenggara pemerintahan
dalam melakukan diskre-
si, perlu untuk
mendapatkan perhatian
bagi kita semua bahwa,
tidak perlu khawatir da-
lam memandang dan
melakukan diskresi. Dis-
kresi yang dilakukan tid-
ak harus berwujud
produk hukum
(keputusan). Tindakan
nyata yang dapat
menghindarkan penye-
lenggaraan pemerinta-
han dari stagnasi meru-
pakan wujud nyata dari
sebuah diskresi, se-
bagaimana tindakan
nyata yang telah dil-
akukan beberapa pejabat
pemerintah di wilayah
kalimantan yang berhasil
diinventarisasi sebagai
hasil temuan lapangan
kajian “Diskresi Pela-
yanan Publik di di Kali-
mantan”. Kalaupun ha-
rus dilakukan diskresi
yang berupa tindakan
hukum, harus dipastikan
sebelumnya bahwa dis-
kresi tersebut dilakukan
dengan tidak berten-
tangan dengan UU,
itikad baik, alasan yang
obyektif, dan sesuai de-
nagn asas umum
pemerintahan yang baik
Policy Brief
Deskripsi Masalah
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
1. Dalam konteks UU No. 30 ta-hun 2014 diskresi yang merupa-kan hasil perpaduan dari 2 (dua) konsep keilmuan, yakni administrasi negara dan hukum (hukum administrasi negara) dalam penerapannya hen-daknya selalu berpacu kepada kedua konsep keilmuan terse-but, baik oleh para penegak hukum dan menjalankan fungsinya dan oleh pemerintah (penyelenggara pemerintahan) dalam menjalankan tugasnya.
2. Lahirnya UU No. 30 Tahun 2014 merupakan jawaban atas berbagai persoalan konkrit yang selama ini menjadi masa-lah dalam penyelenggaraan negara. Keadilan dan ke-manfaatan bagi masyarakat merupakan prioritas yang ingin dihadirkan secara pasti dalam undang-undang ini. Untuk menunjang lahirnya kondisi tersebut, maka semua praktisi hukum harus mempunyai ‘keinginan’ yang sama dalam mewujudkannya. Para praktisi hukum yang selama ini masih cenderung berpikir secara legisme dan Positivisme dalam menyorot proses dan hasil dari penyelenggaraan pemerinta-han, diharapkan mampu mem-buka diri ke dalam pergerakan hukum yang progresive.
3. Diskresi dalam aturannya tidak
saja berbentuk keputusan, tin-dakan nyata untuk mengatasi stagnasi penyelenggaraan
pemerintahan merupakan diskresi yang harusnya dapat lebih diekplorasi oleh Pejabat Pemerintah, khusunya yang mengampu pelayanan publik, agar berbagai persolan pem-berian layanan yang selama ini masih menjadi persoalan dapat dikurangi.
4. Pemahaman yang bagus
mengenai konsep diskresi sangat diperlukan, baik oleh kepala daerah maupun oleh Pejabat Pemerintah. Pema-haman yang bagus akan membantu untuk mengu-rangi ketakutan-ketakutan para elemen penyelenggara pemerintahan ( Kepala dae-rah ataupun pejabat) dalam melakukan pemberian pela-yanan publik dengan kualitas di atas rata-rata melalui me-dia diskresi.
5. Untuk lebih menguatkan Pe-
jabat Pengambil Kebijakan dalam membuat diskresi (baik berupa keputusan atau-pun berupa tindakan), hen-daknya harus mulai dibangun budaya konsultasi “fast responsive”.Walaupun diskresi merupakan hak seorang pejabat berdasarkan kewenangan yang dimilikin-ya, tetap dimungkinkan bag-inya untuk mengkonsultasi-kan rencana pengambilan keputusan/tindakan diskresi dengan unit organisasi yang
mempunyai tusi tersebut seperti Biro/Bagian Hukum, oleh karenanya, wajib hukumnya bagi Biro/bagian Hukum untuk mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan/pemahaman mengenai diskresi, ruang lingkup dan implikasinya.
6. Dari hasil kajian Diskresi
Pelayanan Publik di Kali-mantan dapat disimpul-kan bahwa diluar konteks keilmuan, beberapa faktor internal pemerintah daerah yang mempengaruhi lahirnya diskresi, antara lain : faktor kepemimpinan, visi dan misi daerah, dan kon-disi geografis.
Policy Brief
Rekomendasi
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
Policy Brief
Daftar Pustaka
Rifai, Ahmad.,2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim, Sinar Grafika, Jakarta.
HR, Ridwan., 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Thoha Miftah., 2005, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Napitupulu, Paiman., 2007, Pelayanan Public dan Customer Satisfaction, PT. Alumni, Bandung, .
Ravena Dey, Mencandra Hukum Progresif dan Peran Penegakan Hukum di Indonesia.https:/
www.google.co.id
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwimjpzqqK_
QAhXELI8KHdF2CEYQFggkMAE&url=http%3A%2F%2Fdownload.
Sarmadi,A Sukris, Vol. 12 No. 2 Mei 2012, Membebaskan positivisme hukum ke ranah hukum pro gresif (Studi Pembacaan Teks Hukum Bagi Penegak Hukum), Jurnal Dinamika Hukum,
TINDAKAN NYATA DALAM PENERAPAN DISKRESI DI SEKTOR PELAYANAN PUBLIK