Post on 12-Apr-2019
PENETAPAN KADAR KAFEIN DALAM MINUMAN BERENERGI MEREK
"X" DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF APLIKASI
PEAK-TO-PEAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Veronica Suko Danasrayaningsih
NIM : 038114015
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Hidup ini bukan tentang mengumpulkan nilai
Bukan tentang tempat tinggalmu atau sekolahmu
Bahkan, juga bukan tentang nilai-nilai ujianmu, uang, baju, dan
perguruan tinggi yang menerimamu atau yang tidak menerimamu
Hidup bukan tentang apakah kau memiliki banyak teman atau
apakah kau seorang diri.
Namun, hidup ini adalah tentang kepercayaan, kebahagiaan, dan
welas asih.
Tentang menghargai orang apa adanya dan bukan karena apa yang
dimilikinya.
Dan, yang terpenting, hidup ini adalah tentang memilih untuk
menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan
cara yang tidak bisa digantikan dengan cara lain.
Hidup adalah tentang pilihan-pilihan itu.
( Chicken Soup)
Kupersembahkan karyaku ini
Untuk
Bapak, Ibu, Leo,
Orang-orang yang mencintaiku
serta almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga, karena hanya
berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikannya, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan dorongan semangat selama
penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra.M.M Yetty Tjandrawati, M.Si. yang telah memberikan kritik dan saran
untuk skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. yang telah memberikan kritik dan saran untuk
skripsi ini.
5. Bapak Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. terima kasih untuk semua diskusi,
nasehat dan semangatnya
6. Mr. “J” terima kasih untuk semua mukjizat yang setiap detik diberikan.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Pak Mukmin, Pak Prapto, Mas Parlan, Mas Kunto dan Mas Sarwanto, terima
kasih atas semua bantuan dan cerita-ceritanya.
8. Bapak Ignatius Sadiarko dan Ibu Theresia Sri Suratmini, terima kasih untuk
semua doa, peluh, dan semangat selama ini.
9. Leo Damar Kandela, terimakasih buat ejekan-ejekan penyemangatnya.
10. Keluarga Besar Soekohardjono terima kasih atas semua doa, perhatian dan cinta
yang selalu diberikan.
11. Dita, Andi, Yohana, makasih sudah memberikan aku apa arti sahabat.
12. Henny, sahabat seperjuangan, makasih buat bantuan, diskusi, saran dan kritiknya.
13. Teman-teman kelas A angkatan 2003, terima kasih untuk empat tahun yang indah.
14. Teman-teman KKN angkatan XXXII Dusun Soka Kragilan, Aiu, Anis, Dedy,
Dessy, Ica, Ita, Yeye’, Arba, Prast, Adi, makasih dukungannya.
15. Teman-teman P3W Mrican, Cipluk, Eka, Leli, Lisa, Trisna, Rita, Paula, MM,
Sandra, Uli, Nyoman, Qwhat, Yongkie, Yanu, Ziko, makasih sudah mau menjadi
keluarga keduaku. Kejar satu juta!
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun sangat berjasa
terhadap skripsi ini. Terimakasih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dan perkembangan
selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Kafein merupakan salah satu zat aktif yang terdapat dalam minuman berenergi yang bersifat menstimulasi sistem saraf pusat, pernafasan, dan jantung. Penentuan kadar kafein dalam minuman berenergi dapat dilakukan dengan mengembangkan metode spektrofotometri ultraviolet menjadi spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak tanpa harus dilakukan pemisahan terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akurasi dan presisi dari metode yang digunakan langsung pada sampel. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif. Penelitian dilakukan dengan membuat spektra serapan, baik spektra normal maupun spektra derivatifnya. Spektra derivatif pertama merupakan plot dA/dλ vs λ, spektra derivatif kedua merupakan plot d A/dλ vs λ, spektra derivatif ketiga merupakan plot d A/dλ vs λ. Penentuan kadar kafein didasarkan pada jarak vertikal antara puncak maksimum pada panjang gelombang 271 nm dan puncak minimum pada panjang gelombang 273 nm yang dinyatakan sebagai nilai amplitudo peak-to-peak
2 2
3 3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai recovery kafein berada pada rentang 96,24 – 107,12 % dan nilai CV sebesar 0,46 %. Dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar kafein dalam minuman berenergi merek “X” secara spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak memiliki akurasi dan presisi yang baik. Kata kunci : kafein, minuman berenergi, spektrofotometri derivatif, peak-to-peak
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Caffeine is one of the active subtance in energy drink that stimulate central nervous system, respiratory, and heart. Determination of caffeine conssentration in energy drink can be made by enlarge ultraviolet spectrophotometry method to derivative spectrophotometry peak-to-peak method application without extraction. The aim of this research is ti find out the accuracy and precision of the method used in sample. This research is descriptive non experimental research. The research has been conduct by creating spectra absorbance, both normal absorbance spectra and derivative spectra. First derivative spectra is plot dA/dλ vs λ, second derivative spectra is plot d A/dλ vs λ, and third derivative spectra is plot d 3 A/dλ vs λ. Determination of caffeine concentration is based on the measurement of vertical distance between maximum peak at 271 nm and minimum peak at 273 nm which stated as peak-to-peak amplitude value.
2 2 3
The result of this research show that the caffeine recovery value is on 96,24 – 107,12 % and CV value is on 0,46 %. It can be concluded that determination of caffeine concentration using derivative spectrophotometry peak-to-peak method application has ood accuracy and precision. Keywords : cafeine, energy drink, derivative spectrophotometry, peak-to-peak
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................... iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................. v
PENYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................................... vii
INTISARI………………………………………………………………………...... viii
ABSTRACT……………………………………………………………………......... ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………….....… x
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..... xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………....... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………...…………….......…. xvi
BAB I. PENGANTAR…………………………………………………….......……. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………….......…… 1
1. Permasalahan ………………………………………………………….......…. 2
2. Keaslian Penelitian ………………………………………………….......…… 3
3. Manfaat Penelitian …………………………………………………...........… 3
B. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….......….. 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……………………………………........…… 5
A. Kafein ….……………………………………………………………….......…... 5
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Minuman Berenergi …………………………………………………….......…... 6
C. Spektrofotometri Ultraviolet ………………………………………………......... 7
D. Spektrofotometri Derivatif ………………………………………………......… 14
E. Validasi Metode Analisis dan Kategori Metode Analisis …………………....... 16
F. Keterangan Empiris ………………………………………………………......… 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………......….. 21
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………………......…… 21
B. Definisi Operasional ………………………………………………………...... 21
C. Bahan-bahan Penelitian …………………………………………………......…. 21
D. Alat-alat penelitian …………………………………………………..........…… 22
E. Tata Cara Penelitian …………………………………………………..........…. 22
1. Pembuatan larutan HCl 0,1N .......................................................................... 22
2. Pembuatan spektra tiap-tiap senyawa ............................................................. 22
3. Penentuan panjang gelombang peak to peak .................................................. 23
4. Pembuatan kurva baku ................................................................................... 23
5. Penetapan kadar kafein ................................................................................... 23
6. Pembuatan larutan kafein baku yang akan ditambahkan pada sampel …....... 24
7. Validasi Metode Analisis …………………………………………......…….. 24
F. Analisis Hasil ....................................................................................................... 25
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 26
A. Pengambilan Sampel ........................................................................................... 26
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Analisis Organoleptis …………………………………………………......…… 27
C. Pembuatan Larutan Baku Kafein ………………………………………......….. 27
D. Pengamatan Spektra Kafein ………………………………………….....……… 28
E. Pembuatan Larutan Sampel dan Pembacaan Serapan Sampel ……….....……... 30
F. Penentuan Panjang Gelombang Peak-to-Peak ………………………….....…... 32
G. Pembuatan Kurva Baku Kafein …………………………………………....….. 35
H. Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Berenergi Merek “X” ……….....…. 36
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………..........… 39
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….....… 39
B. Saran ………………………………………………………………….……....... 39
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….….....…. 40
LAMPIRAN …………………………………………………………….……........ 42
BIOGRAFI PENULIS............................................................................................... 59
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I. Parameter validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode …........ 19
Tabel II. Kurva baku kafein ……………………………………………….......… 36
Tabel III. Data kafein terukur dalam sampel minuman berenergi merek “X”........ 37
Tabel IV. Data kafein terukur pada sampel minuman berenergi yang telah
ditambah larutan kafein baku …………………………………......…… 38
Tabel V. Data perhitungan recovery kafein dalam sampel minuman
Berenergi …………………………………………………………......... 38
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumus bangun kafein ........................................................................... 5
Gambar 2. Struktur taurin dan kafein sebagai zat aktif yang
terkandung dalam minuman berenergi ................................................... 7
Gambar 3. Tingkat energi elektron molekul ………….…………......…………… 8
Gambar 4. Bagan spektrofotometer berkas ganda ………………………......….. 12
Gambar 5. Penurunan spektrum basal menjadi spektra derivatif satu sampai
empat……………………………………………………...........……. 15
Gambar 6. Metode analisis kuantitatif spektra derivatif ………..……….......….. 15
Gambar 7. Reaksi antara kafein dengan HCl ....................................................... 28
Gambar 8. Gugus kromofor kafein....................................................................... 29
Gambar 9. Spektra serapan normal kafein ………………… ……………......…. 29
Gambar 10. Spektra serapan normal sampel minuman berenergi
merek “X” ……………………………………………………......…. 31
Gambar 11. Struktur niasinamida dan piridoksin ………………………………… 31
Gambar 12. Spektra serapan normal kafein dengan sampel minuman
berenergi merek “X” ……………………………………………....... 32
Gambar 13. Spektra derivat pertama kafein dengan sampel minuman
berenergi merek “X” .......................................................................... 33
Gambar 14. Spektra derivat kedua kafein dengan sampel minuman
berenergi merek “X”............................................................................ 34
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 15. Spektra derivat ketiga kafein dengan sampel minuman
berenergi merek “X” ........................................................................... 35
Gambar 16. Minuman berenergi merek “X” .......................................................... 44
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat analisis kafein …………………………….......………….. 42
Lampiran 2. Data sampel minuman berenergi ………………………......……….. 43
Lampiran 3. Data penimbangan kafein baku ……………………………......…… 44
Lampiran 4. Spektra sampel minuman berenergi merek “X” ................................. 45
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Konsentrasi Larutan Baku Kafein ………......… 46
Lampiran 6. Spektra kafein ……………………………………………….........… 47
Lampiran 7. Spektra derivatif kafein dengan sampel ( ∆λ 1 nm) ......................... 48
Lampiran 8. Spektra derivatif kafein dengan sampel ( ∆λ 2 nm) ......................... 50
Lampiran 9. Contoh Perhitungan amplitudo peak-to-peak (d3A/dλ3) …………..... 52
Lampiran 10. Perhitungan kadar terukur kafein dalam sampel …………….....…... 54
Lampiran 11. Perhitungan Recovery, CV kadar terukur kafein……..……….....…..56
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Konsumsi minuman energi menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat
sejak tahun 1997. Banyak orang memilih untuk mengembalikan energi yang
hilang selama aktifitasnya dengan minuman berenergi. Bahkan tidak sedikit orang
yang mengkonsumsinya setiap hari.
Beberapa minuman energi mengandung kafein. Berdasarkan fungsinya
dalam metabolisme, kafein lebih cocok bertindak sebagai stimulan daripada
sumber energi (Anonim, 2006a).
Minuman berenergi yang beredar di Indonesia termasuk dalam golongan
suplemen makanan dengan ijin edar SD (Suplemen yang diproduksi dalam
negeri). Namun, sebelum ada Surat Keputusan Kepala Balai POM tahun 2004
tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, minuman berenergi
memiliki ijin edar MD (Makanan yang diproduksi dalam negeri).
Menurut Balai POM, minuman berenergi yang ada di Indonesia
mengandung kafein sejumlah 50 mg per botol dan hanya diperbolehkan untuk
mengkonsumsi sebanyak tiga botol per hari (Marlinda, 2001).
Saat ini, banyak metode analisis telah dikembangkan untuk menetapkan
kadar kafein. Pada penetapan kadar kafein dalam minuman, berbagai macam
metode analisis seperti titrimetri, spektrofotometri dan KCKT telah banyak
dilaporkan. Namun masih banyak kekurangan pada metode analisis tersebut. Pada
titrimetri penetapan kadar harus melalui isolasi terlebih dahulu. Keberadaan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
senyawa lain akan mengganggu hasil titrasi sehingga hasil yang diperoleh tidak
tepat. Metode KCKT merupakan metode yang sensitif dan dapat digunakan untuk
penetapan kadar senyawa yang berupa campuran secara bersamaan. Metode ini
membutuhkan biaya operasional yang cukup mahal untuk mengoperasikannya.
Metode spektrofotometri merupakan metode yang cepat dan sederhana untuk
menetapkan kadar kafein, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk sampel
yang kompleks sehingga harus dilakukan isolasi terlebih dahulu.
Saat ini spektrofotometri UV berkembang seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran,
salah satunya melalui derivatisasi. Karena adanya kebutuhan akan analisis yang
cepat dan selektif, spektrofotometri derivatif dijadikan metode pilihan dalam
penentuan kadar kafein. Hal ini dikarenakan metode ini dapat menetapkan kadar
kafein dengan cepat dan selektif tanpa adanya isolasi terlebih dahulu. Metode
spektrofotometri derivatif aplikasi peak to peak didasarkan pada pengukuran pada
daerah panjang gelombang yang mempunyai nilai ekstremum ( amplitudo peak-
to-peak ) pada derivat kafein baku dan sampel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, timbul masalah untuk
diteliti, yaitu apakah metode spektrofotometri derivatif aplikasi peak to peak yang
digunakan dalam penetapan kadar kafein dalam minuman berenergi merek “X”
memiliki akurasi dan presisi yang baik?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian terhadap penetapan kadar kafein secara spektrofotometri
ultraviolet telah banyak dilakukan. Pada penelitian ini digunakan metode
spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak sebagai metode pengembangan
spektrofotometri ultraviolet dalam menetapkan kadar kafein dalam minuman
berenergi merek “X”. Penelitian dengan menggunakan aplikasi peak-to-peak yang
pernah dilakukan diantaranya adalah penetapan kadar kafein dalam minuman
(Alpdogan et al, 2000), penetapan kadar asam askorbat dalam sayuran
(Aydogmus and Cetin, 2001), penetapan kadar kafein dalam campuran
parasetamol, kafein dan salisilamida (Friamita, 2006).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan ilmiah khususnya terhadap perkembangan metode spektrofotometri
derivatif aplikasi peak to peak, khususnya terhadap kafein dalam minuman
berenergi merek “X”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan metode
penetapan kadar yang lebih cepat dan praktis untuk menetapkan kadar kafein
dalam minuman berenergi merek”X” karena tidak memerlukan pemisahan
terlebih dahulu.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi dan presisi dari metode
spektrofotometri derivatif aplikasi peak to peak pada penetapan kadar kafein
dalam minuman berenergi merek “X”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kafein
N
N
N
NH3C
O
O
CH3
CH3
(1,3,7 Trimetil Xantine; C8H10N4O2; BM 194,9)
Gambar 1. Rumus bangun kafein
Kafein berbentuk anhidrat atau hidrat yang mengandung satu molekul air.
Kafein mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H10N4O2, dihitung terhadap zat anhidrat ( Anonim, 1995 ).
Pemerian. Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya
menggumpal; tidak berbau; rasa pahit. Titik lebur antara 235ºC - 237ºC ( Anonim,
1995 ). Kafein memiliki kelarutan 1:60 dengan air, 1:1 dengan air panas, 1:130
dengan etanol, 1:7 dengan kloroform. Sedikit larut dalam eter namun mudah larut
dalam larutan asam encer. Dalam larutan asam encer, kafein memberikan serapan
absorbsi maksimum pada 273 nm ( = 504 )( Clarke, 1986 ). sama artinya
dengan serapan jenis (A1% 1cm) di dalam Farmakope Indonesia IV yaitu serapan
dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm.
11A 1
1A
Kafein adalah zat kimia yang tergolong dalam jenis alkaloid.
Selain pada kopi, kafein banyak ditemukan dalam minuman, teh, cola, coklat,
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
minuman berenergi, maupun obat-obatan. Kandungan kafein pada secangkir kopi
sekitar 80-125 mg, sedangkan satu kaleng softdrink cola mengandung sekitar 23-
37 mg, teh mengandung sekitar 40 mg, dan satu ons coklat mengandung sekitar
20 mg kafein ( Anonim, 2006b ).
Sebenarnya, jika dikonsumsi di bawah ambang batas, kafein tidak akan
menimbulkan masalah. Akan tetapi jika dikonsumsi di atas 500 mg ( dalam satu
kali minum ), akan mengakibatkan keracunan ( Marlinda, 2001 ).
B. Minuman Energi
Minuman berenergi termasuk dalam golongan food supplement atau
makanan tambahan. Produk ini dimasukkan ke dalam kelompok “ produk
berbatasan “ antara obat dan makanan / minuman. Meskipun termasuk makanan
yang dijual bebas, produk minuman berenergi ini berisi zat-zat yang biasa terdapat
dalam obat-obatan (Rafira, 2005).
Kandungan zat aktif yang umum dijumpai pada produk minuman
berenergi ini antara lain kafein, taurin, vitamin B, guarana, ginseng dan vitamin C
( Anonim, 2006a).
Kelebihan produk minuman berenergi adalah manfaatnya yang cepat
terasa karena mengandung zat pemanis buatan (sorbitol, aspartam, siklamat) yang
mudah diserap tubuh. Sumber lain yang juga mempengaruhi kecepatan reaksi
adalah kandungan kafein dan taurin di dalamnya (Marlinda, 2001).
Kombinasi taurin dan kafein dalam minuman berenergi akan merangsang
sistem saraf pusat untuk memicu reaksi katabolisme di otot. Mekanismenya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
melalui pengaktifan kerja saraf yang menghasilkan percepatan jantung untuk
memompa darah dan oksigen, sembari menstimulasi peningkatan kadar gula darah
(Anonim, 2006a).
HO S
O
O
CH2
CH2
NH2
N
N
N
NH3C
O
O
CH3
CH3
Gambar 2. Struktur taurin dan kafein sebagai zat aktif yang terkandung dalam minuman berenergi
C. Spektrofotometri Ultraviolet
Serapan radiasi digunakan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis dan
infra merah. Spektrofotometri UV adalah anggota teknis analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm)
dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan atas interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan materi (atom, ion, atau molekul). Interaksi yang
menyebabkan adanya perpindahan energi dari sinar radiasi ke materi disebut
absorbsi (Pecsok et al, 1976). Bila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagian
dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul.
Setiap senyawa mempunyai tingkatan energi yang spesifik (Mulja dan Suharman,
1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Transisi elektronik senyawa organik yang dapat terjadi yaitu transisi dari
orbital σ→ σ*, π→ π*, n→ σ*, n→ π* yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 3. Tingkat energi elektron molekul (Skoog et al, 1998)
1. Transisi elektron n→ π*
Transisi jenis ini meliputi transisi elektron-elektron heteroatom tak
berikatan ke orbital antibonding π* seperti Nitrogen, Sulfur, Oksigen, dan
Halogen. Serapan ini terjadi pada panjang gelombang yang panjang dan
intensitasnya rendah (Sastrohamidjojo, 2001). Hal ini disebabkan karena
probabilitas terjadinya transisi energi yang diserap (P) kecil. Nilai harga P adalah
0,1 sampai 1 yang menunjukkan kekuatan pita absorbansi akibat transisi
elektronik yang diperbolehkan. Sedangkan untuk harga P < 0,01 merupakan
transisi yang terlarang (forbidden transition) ( Mulja dan Suharman, 1995).
2. Transisi elektron n→ σ*
Senyawa-senyawa jenuh yang mengandung heteroatom seperti Nitrogen,
Sulfur, Oksigen, dan Halogen memiliki elektron-elektron tak berikatan ( elektron
n atau elektron nonbonding) disamping elektron σ. Elektron nonbonding ini dapat
dipromosikan pada panjang gelombang yang pendek, ke keadaan antibonding σ*.
Transisi ini terjadi pada panjang gelombang di bawah 200 nm (Christian, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
3. Transisi elektron π→ π*
Transisi ini terjadi pada elektron di orbital π, yaitu pada ikatan rangkap
dua dan rangkap tiga. Eksitasi ini paling mudah terbaca dan bertanggung jawab
terhadap spektra elektronik dalam daerah UV dan tampak (Christian, 2004).
4. Transisi elektron σ→ σ*
Transisi ini terjadi pada elektron yang mempunyai ikatan tunggal kovalen
dan menduduki orbital σ. Tingkat energi yang dibutuhkan untuk eksitasi ini sangat
besar (Connors, 1982) dan absorpsi elektron σ untuk bertransisi yaitu pada
panjang gelombang sekitar 150 nm yang jauh dari UV (Sastrohamidjojo, 2001).
Suatu molekul dapat menyerap radiasi elektromagnetik bila mempunyai
kromofor yakni gugus penyerap dalam molekul. Molekul yang mengandung
kromofor disebut kromogen. Pada senyawa organik dikenal pula gugus
auksokrom yaitu gugus fungsional yang tidak menyerap radiasi namun bila terikat
bersama kromofor dapat meningkatkan penyerapan oleh kromofor atau merubah
panjang gelombang serapan dan intensitas ketika bergabung dengan kromofor.
Auksokrom sedikitnya mempunyai sepasang elektron bebas yang dapat
berinteraksi dengan elektron π pada kromofor (n- π konjugasi), misal –OCH3, -Cl,
-OH dan –NH3 (Christian, 2004).
Pergeseran serapan ada 4 macam yaitu pergeseran batokromik, pergeseran
hipsokromik, hiperkromik, dan hipokromik. Pergeseran batokromik adalah
pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih panjang disebabkan substitusi
atau pengaruh pelarut. Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran ke arah panjang
gelombang yang lebih pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
misalnya dari pelarut nonpolar ke pelarut polar (Sastrohamidjojo, 2001). Efek
hiperkromik adalah kenaikan intensitas serapan. Efek hipokromik adalah
penurunan intensitas serapan (Connors, 1982).
Spektrofotometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kuantitatif spektroskopik berdasarkan hubungan antara jumlah cahaya
yang diabsorpsi dan jumlah molekul pengabsorpsi (konsentrasi senyawa
pengabsorpsi). Banyaknya cahaya yang diserap pada frekuensi atau panjang
gelombang tertentu sesuai dengan jumlah molekul yang ada. Hal ini menentukan
banyaknya intensitas absorpsi yang merupakan dasar analisis kuantitatif dengan
metode spektrofotometri (Willard et al, 1988). Intensitas serapan dinyatakan
sebagai transmitan (T) didefinisikan sebagai berikut:
T = IoI = 10-ε.b.c………………………………. (1)
dimana Io adalah intensitas dari energi pancaran yang mengenai cuplikan, I adalah
intensitas pancaran yang keluar dari cuplikan, c adalah konsentrasi, ε adalah
absorptivitas molar dan b adalah panjang sel.
Rumusan tersebut disempurnakan dalam Hukum Lambert-Beer yang
menyatakan hubungan antara transmisi dengan tebal cuplikan dan konsentrasi
bahan penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai:
A = log T1 = ε.c.b = a.b.c ………………….. (2)
Keterangan: T = persen transmitan Io = intensitas radiasi yang datang I = intensitas radiasi yang diteruskan ε = daya serap molar, absorptivitas molar, (L. mol-1. cm-1) a = daya serap, absorptivitas (L. g-1. cm-1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
c = konsentrasi larutan (mol. L-1) (g. L-1) b = tebal kuvet (cm) A = serapan ( Silverstein, 1981).
Harga ε didefinisikan sebagai daya serap molar atau koefisien extingsi
molar. Harga ε adalah karakteristik untuk molekul atau ion penyerap dalam
pelarut tertentu, pada panjang gelombang tertentu dan tidak bergantung pada
konsentrasi dan panjang gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001).
Dalam produk farmasi, konsentrasi dan jumlah sampel biasa ditunjukkan
dalam gram atau milligram daripada dalam satuan mol. Bila diketahui konsentrasi
(c) larutan dalam gram per liter (g/L), maka persamaan Lambert-Beer dapat ditulis
menjadi
A = A(1%,1cm).b.c …………………………… (3)
A adalah absorbansi; A(1%,1cm) adalah absorbansi larutan konsentrasi 1% b/v
dalam kuvet setebal 1 cm; b adalah tebal kuvet dalm cm (biasanya 1 cm); dan c
adalah konsentrasi sampel dalam g/100ml (Watson, 1999).
Harga ε bergantung pada luas penampang senyawa yang terkena radiasi
(A) dan probabilitas terjadinya transisi energi yang diserap (P). Hubungan ε dan
variabel tersebut adalah sebagai berikut:
ε = 8,7 x 1019 P A………….……………… (5)
Secara umum dapat dikatakan bahwa harga ε sangat mempengaruhi puncak
spektrum suatu zat. Rincian harga ε terhadap puncak spektrum adalah sebagai
berikut: 1-10 : sangat lemah; 10-102 : lemah; 102-103 : sedang; 103-104 : kuat; 104-
105 : sangat kuat (Mulja dan Suharman, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Dalam penurunan hukum ini diasumsikan bahwa radiasi yang masuk
adalah monokromatik, spesies penyerap tidak tergantung satu terhadap yang
lainnya dalam proses penyerapan, absorpsi terjadi dalam volume yang mempunyai
luas penampang yang sama, degradasi energi cepat (tidak terjadi flouresensi),
indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi (tidak berlaku pada konsentrasi
yang tinggi) (Pecsok et al, 1976).
Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi
elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrofotometer.
Bagian-bagian penting dari spektrofotometer meliputi :
Gambar 4. Bagan spektrofotometer berkas ganda (Skoog et al, 1998)
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi ultraviolet yang kebanyakan digunakan adalah lampu
hidrogen dan lampu deuterium. Lampu tersebut terdiri dari sepasang elektroda
yang terselubung dalam tabung gelas dan diisi dengan gas hidrogen atau
deuterium pada tekanan yang rendah. Bila tekanan yang tinggi dikenakan pada
elektroda-elektroda, maka akan dihasilkan elektron-elektron yang mengeksitasi
elektron-elektron lain dalam molekul gas ke tingkatan tenaga yang tinggi. Bila
elektron-elektron kembali ke tingkat dasar mereka melepaskan radiasi yang
kontinyu dalam daerah sekitar 180 dan 350 nm (Sastrohamidjojo, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2. Monokromator
Sumber radiasi yang digunakan biasanya memancarkan radiasi kontinyu
pada daerah panjang gelombang yang lebar. Dalam spektrofotometer, radiasi yang
polikromatis ini harus diubah menjadi radiasi monokromatis (Sastrohamidjojo,
2001).
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari
sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis (Mulja dan Suharman,
1995). Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan
radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang gelombang-
panjang gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang tersebut
menjadi jalur-jalur yang sangat sempit (Sastrohamidjojo, 2001).
3. Tempat cuplikan
Cuplikan yang akan dipelajari pada daerah ultraviolet yang biasanya
berupa gas atau larutan ditempatkan pada sel atau kuvet. Untuk daerah ultraviolet
biasanya digunakan kuarsa atau sel dari silika yang dilebur. Sel untuk larutan
mempunyai panjang lintasan tertentu dari 1 sampai 10 cm (Sastrohamidjojo,
2001).
4. Detektor
Fungsi detektor dalam spektrofotometri adalah mengubah sinyal radiasi
yang diterima menjadi sinyal elektronik (Mulja dan Suharman, 1995). Setiap
detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga tersebut
untuk dapat diukur secara kuantitatif. Detektor yang digunakan dalam ultraviolet
disebut detektor fotolistrik (Sastrohamidjojo, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
5. Alat pencatat
Fungsi alat pencatat adalah mengubah sinyal elektronik yang dihasilkan
oleh detektor menjadi bentuk yang dapat diinterpretasikan (Pecsok et al, 1976).
D. Spektrofotometri Derivatif
Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulasi terhadap spektra
pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak (Connors, 1982). Pada spektroskopi
derivatif, derivaf pertama atau lebih dari absorbansi ditransformasikan sebagai
fungsi panjang gelombang lawan panjang gelombang (dA/dλ vs λ). Pada spektra
derivatif, kemampuan mendeteksi dan mengukur spektra minor dapat meningkat.
Peningkatan karakteristik spektra ini dapat digunakan untuk membedakan antara
dua spektra yang mirip. Lebih jauh, metode ini dapat digunakan pada analisis
kuantitatif untuk mengukur konsentrasi analit. Dengan derivatisasi yang dibuat
lebih tinggi maka spektrogram akan bertambah dengan sejumlah pemecahan
puncak-puncak yang lebih terperinci dan puncak spektra yang melebar terpecah
menjadi dua (Willard et.al, 1988).
Semua spektrum yang dihasilkan oleh semua spektrofotometer ultraviolet
apapun dapat diturunkan spektra derivatifnya secara manual maupun otomatis.
Analisis kuantitatif spektrum derivatif dilakukan dengan jalan menggambarkan
selisih absorban (∆A) dua panjang gelombang (∆A = Aλ2-Aλ1) terhadap rata-rata
dua panjang gelombang tersebut yang berderet teratur, yaitu:
221 λλ
λ+
=m ……………………………… (6)
(Mulja dan Suharman, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Gambar 5. Penurunan spektrum basal menjadi spektra derivatif satu sampai empat Keterangan : a = spektra normal, b = spektra derivatif satu, c = spektra derivatif dua, d =
spectra derivatif tiga, e = spektra derivatif empat (Mulja dan Suharman, 1995)
Kemungkinan metode analisis kuantitatif spektrofotometri ada beberapa
jenis, yaitu : a) aplikasi tangent, b) aplikasi peak-peak, c) aplikasi peak-zero
(a) (b) (c)
Gambar 6. Metode analisis kuantitatif spektra derivatif (Anonim, 2006c) Keterangan : a = aplikasi tangent, b = aplikasi peak-to-peak, c = aplikasi peak-zero
Analisis kuantitatif mengunakan aplikasi peak to peak didasarkan pada
pengukuran daerah antara dua nilai ekstrem (amplitudo peak to peak) pada orde
pertama, kedua, ketiga bahkan keempat dari spektra derivatif (Alpdogan et.al,
2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
E. Validasi Metode dan Kategori Metode Analisis
Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk
membuktikan bahwa metode analisis tersebut secara taat asas memberikan hasil
seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.
Persoalan analisis era modern ini yaitu sangat kecilnya kadar senyawa yang
dianalisis dan kompleksnya matrik sampel yang dianalisis (Mulja dan Suharman,
1995).
Parameter-parameter yang digunakan sebagai pedoman kesahihan metode
analisis antara lain :
1. Spesifitas
Spesifitas merupakan kemampuan untuk menilai dengan pasti analit atau
komponen yang mungkin diharapkan untuk disajikan, seperti ketidakmurnian,
degradasi produk dan komponen matriks (Anonim, 2005).
2. Linieritas
Linieritas suatu prosedur analisis merupakan kemampuan untuk
mendapatkan hasil uji yang secara langsung atau secara matematis, proporsional
dengan konsentrasi analit di dalam sampel dengan pemberian rentang. Rentang
adalah jarak antara level terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah
dipakai untuk mendapatkan presisi, linieritas dan akurasi yang bisa diterima
(Anonim, 2005). Untuk maksud analisis kuantitatif yang dipakai sebagai
parameter yaitu bermacam-macam kadar sebagai absis pada sistem koordinat
Cartesian. Sedangkan sebagai ordinat dapat dipakai tanggap detektor yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
merupakan serapan radiasi elektromagnetik pada metode spektrofotometri UV-
Vis (Mulja dan Suharman, 1995).
3. Akurasi
Akurasi dari suatu metode analisis merupakan kedekatan hasil pengukuran
yang diperoleh dengan metode tersebut dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi
dari suatu metode analisis sebaiknya disajikan dalam rentang (Anonim, 2005).
%erycovRe% 100 x diketahuikadar
kurkadar teru= ………………… (7)
Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil biasanya disepakati 90-
110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105%,
akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98-102% sedangkan untuk
bioanalisis rentang akurasi 80-120% masih bisa diterima (Mulja dan Hanwar,
2003).
4. Presisi
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian antara hasil
pengukuran ketika metode tersebut diaplikasikan secara berulang-ulang pada
sampel yang homogen. Presisi biasanya ditunjukkan dengan standar deviasi atau
koefisien variasi dari sebuah seri pengukuran (Anonim, 2005).
Presisi dalam USP dibagi menjadi tiga macam yaitu :
a. repeatability adalah derajat keterulangan metode analisis jika analisis
dilakukan di laboratorium yang sama pada hari yang sama dengan alat yang
sama pula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
b. intermediate precision adalah derajat keterulangan metode analisis jika analisis
dilakukan pada laboratorium yang sama dengan hari yang berbeda, analisis
yang berbeda dan atau alat yang berbeda.
c. reproducibility adalah derajat keterulangan metode analisis jika analisis
dilakukan pada laboratorium yang berbeda (Anonim, 2005).
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku
relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat
fleksibel tergantung pada kondisi analit yang diperiksa, konsentrasi sampel dan
kondisi laboratorium. Pada kadar 1 % atau lebih, standar deviasi relatif antara
laboratorium adalah sekitar 2,5 %, untuk satu per seribu adalah 5 %. Pada kadar
satu per sejuta (ppm) Relatif Standar Deviasinya adalah 16 % dan pada part per
billion (ppb) adalah 32 % (Harmita, 2004).
SD = 1
)(1
2_
1
−
−∑=
n
xxn
i ………………………………. (8)
Persamaan no.(7) digunakan untuk menghitung nilai SD
CV = %100_ xx
SD …………………………………. (9)
Nilai CV dapat dihitung menggunakan persamaan no.(9)
5. LOD (Limit of detection) dan LOQ (Limit of Quantitation)
LOD (limit of detection) adalah jumlah terkecil analit di dalam sampel
yang masih dapat terdeteksi. LOD besarnya 2-3 kali respon blanko. LOQ (limit of
Quantitation) adalah jumlah terkecil analit di dalam sampel yang masih dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
ditetapkan dalam kondisi percobaan tertentu dengan presisi dan akurasi yang
dapat diterima. LOQ besarnya 10 kali dari respon blanko (Anonim, 2005).
Metode analisis dapat dibedakan menjadi empat kategori berdasarkan jenis
analit:
a. Kategori I.
Mencakup metode-metode analisis kualitatif untuk menetapkan kadar
komponen utama dari bahan obat atau zat aktif (termasuk pengawet) dalam
sediaan farmasi.
b. Kategori II.
Mencakup metode-metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan
untuk menganalisis impurities (cemaran) ataupun degradation compound
dalam sediaan farmasi.
c. Kategori III.
Mencakup metode-metode analisis yang digunakan untuk menentukan
karakteristik penampilan sediaan farmasi (misal : kecepatan disolusi dan
kecepatan pelepasan obat).
d. Kategori IV (tes identifikasi)
Tabel I. Parameter validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode Kategori II Parameter
validasi Kategori I Kuantitatif Kualitatif Kategori III Kategori IV
Akurasi Ya Ya * * Tidak Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak Spesifitas Ya Ya Ya * Ya LOD Tidak Tidak Ya * Tidak LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak Rentang Ya Ya * * Tidak
* mungkin harus dipenuhi, tergantung dari jenis ujinya
(Anonim, 2005)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
F. Keterangan Empiris
Sampel minuman berenergi merek “X” mengandung berbagai macam
bahan salah satunya kafein yang bermanfaat sebagai stimulan. Adanya kebutuhan
akan analisis yang cepat dan selektif maka penetapan kadar kafein dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri derivatif. Pada penelitian ini analisis
kandungan kafein dalam minuman berenergi merek “X” dilakukan dengan metode
spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak tanpa dilakukan pemisahan
terlebih dahulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental deskriptif karena
tidak ada subyek uji yang dimanipulasi atau dikenai perlakuan, dan hanya
bertujuan melihat fakta yang ada.
B. Definisi operasional
1. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra
pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak. Pada metode derivatif, plot
absorban lawan panjang gelombang ditransformasikan menjadi plot
d A/dλ vs λ. n n
2. Kafein adalah zat kimia yang tergolong dalam jenis alkaloid.
3. Amplitudo merupakan laju perubahan serapan terhadap panjang gelombang
(d A/dλ ), diturunkan dari hukum Lambert-Beer, memiliki hubungan yang
linear terhadap konsentrasi.
n n
4. Pengukuran kafein dilakukan pada amplitudo peak-to-peak kafein.
C. Bahan-bahan penelitian
Bahan yang digunakan adalah kafein (Brataco Chemica) kualitas working
standart ( no sertifikat analisis J1439 / 04 (04035) ), HCl pro analisis (E.Merck)
,minuman energi merek “X”, aquades.
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
D. Alat-alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV
Lambda 20 merc Perkin Elmer dengan kuvet Quartz. Spektrum derivatif
ditetapkan dengan Matlab software program. Neraca analitik Scaltec d = 0,01/0,1
mg, alat-alat gelas.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan HCl 0,1N
Pipet sebanyak 9,8 ml HCl pro analisis kemudian tambahkan aquades
sampai sampai volumenya 1000 ml.
2. Pengamatan spektra tiap-tiap senyawa
a. Pengamatan spektra kafein. Timbang seksama lebih kurang 10 mg
kafein kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N 50,0 ml. Larutan kemudian dibuat
konsentrasi 2,0 ; 3,0 ; 4,0 mg% b/v dengan volume 10,0 ml. Tiap-tiap konsentrasi
dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 220 – 300 nm, kemudian dibuat
spektra serapan normal (panjang gelombang vs absorbansi).
b. Pengamatan spektra sampel. Pipet sebanyak 1,0 ml sampel kemudian
tambahkan aquades sampai 10,0 ml. Dari larutan ini, pipet sebanyak 4,0 ml
kemudian tambahkan aquades sampai volumenya 10,0 ml dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 220 – 300 nm, kemudian dibuat spektra
serapan normal ( panjang gelobang vs absorbansi ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
3. Penentuan panjang gelombang peak to peak
Spektra serapan normal sampel dan salah satu konsentrasi dari kafein
dibuat spektra derivat pertama, derivat kedua, dan derivat ketiga dengan
menggambarkan selisih absorban dua panjang gelombang (∆A= Aλ2-Aλ1)
terhadap harga rata-rata dua panjang gelombang tersebut yang teratur berderet.
Dari spektra derivat tersebut
4. Pembuatan kurva baku
a. Pembuatan larutan baku kafein. Timbang seksama lebih kurang 20 mg
kafein dan dilarutkan dalam HCl 0,1 N hingga 100,0 ml. Dari larutan ini
kemudian dibuat konsentrasi 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0 ; 6,0 mg% b/v dengan volume
larutan 10,0 ml.
b. Pembuatan kurva baku kafein. Kurva baku dibuat dengan mengukur seri
konsentrasi larutan baku kafein pada panjang gelombang peak to peak. Nilai
d3A/dλ3 spektrum dan kadar dibuat dengan persamaan linier sehingga diperoleh
persamaan y = bx + a (y = nilai d3A/dλ3 ; x = kadar senyawa ; b = slope
persamaan ; a = derau).
5. Penetapan kadar kafein sampel
a. Pembuatan larutan sampel. Pipet sebanyak 1,0 ml sampel kemudian
tambahkan aquades sampai 10,0 ml (larutan a). Dari larutan a diambil sebanyak
2,0 ml kemudian tambahkan aquades sampai 10,0 ml.
b. Penetapan kadar kafein. Sampel dibaca pada panjang gelombang peak
to peak kafein. Nilai d3A/dλ3 spektrum sampel dimasukkan ke dalam persamaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
kurva baku kafein. Kurva baku y = bx + c, dimana y = nilai d3A/dλ3, b adalah
koefisien regresi, x adalah konsentrasi (mg% b/v) dan c adalah konstanta.
6. Pembuatan larutan kafein baku yang akan ditambahkan pada sampel
Timbang seksama lebih kurang 10 mg kafein baku. Kemudian larutkan
dalam HCl 0,1 N sampai volumenya 100,0 ml. Sehingga didapatkan larutan kafein
baku konsentrasi 0,1 mg/ml.
7. Validasi Metode Analisis.
a. Recovery. Pipet sebanyak 1,0 ml sampel kemudian tambahkan aquades
sampai 10,0 ml (larutan a). Dari larutan a diambil sebanyak 2,0 ml kemudian
tambahkan 1,0 ml larutan kafein baku 0,1 mg/ml. Tambahkan aquades sampai
10,0 ml. Larutan ini kemudian dibaca pada panjang gelombang peak to peak
kafein. Nilai d3A/dλ3 spektrum sampel dimasukkan ke dalam persamaan kurva
baku kafein. Konsentrasi larutan sampel yang telah ditambahkan kafein baku 0,1
mg/ml yang diperoleh kemudian dikurangi dengan konsentrasi kafein dalam
sampel. Hasil pengurangan ini dianggap sebagai kadar kafein terukur, dan larutan
kafein baku 0,1 mg/ml yang ditambahkan pada sampel dianggap sebagai kadar
kafein terhitung. Sehingga recovery dapat dihitung dengan
%erycovRe% 100 x diketahuikadar
kurkadar teru=
b. Presisi. Konsentrasi kafein terukur setiap replikasi pada perlakuan triplo
dicari rata-rata. Diperoleh rata-rata konsentrasi kafein 6 kali replikasi. Kemudian
ditentukan nilai Coefficient of Variation (CV) yang dihitung dengan cara:
CV = %100_ xx
SD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
F. Analisis Hasil
Validitas metode yang digunakan dalam penetapan kadar kafein dalam
minuman berenergi secara spektrofotometri derivatif aplikasi metode peak to
peak dapat ditentukan berdasarkan parameter berikut :
1. Akurasi
Akurasi metode analisis dinyatakan dengan recovery atau perolehan
kembali yang dihitung dari kadar terukur dibandingkan dengan kadar diketahui
dikalikan 100%.
%erycovRe% 100 x diketahuikadar
kurkadar teru=
Jika metode tersebut memberikan nilai recovery berada pada rentang 90 – 110 %
untuk obat dengan kadar kecil maka metode ini dinilai memiliki akurasi yang baik
(Mulya dan Hanwar,2003).
2. Presisi
Presisi diukur dengan Coefficient of Variation (CV) yang dihitung dengan
cara sebagai berikut:
CV = %100_ xx
SD
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku
relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat
fleksibel tergantung pada kondisi analit yang diperiksa, konsentrasi sampel dan
kondisi laboratorium (Harmita, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengambilan Sampel
Sampel merupakan minuman berenergi yang dikemas dalam gelas plastik
berwarna putih opaque dengan ijin edar MD (nomor registrasi makanan yang
diproduksi industri dalam negeri). Sampel ini mencantumkan kafein pada
komposisi di dalam labelnya. Sejauh pengamatan penulis terdapat 13 merek
minuman berenergi yang mencantumkan kafein di dalam labelnya.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya 1 merek saja dan tidak
mengikuti aturan pengambilan sampel yaitu pengambilan sampel sebanyak 10%
dari populasi untuk populasi besar dan pengambilan sampel sebanyak 20% dari
populasi untuk populasi kecil. Hal ini disebabkan karena komposisi setiap sampel
berbeda. Sehingga memberikan spektra sampel yang berbeda dan panjang
gelombang peak-to-peak yang berbeda. Sampel dipilih yang memiliki nomor
batch sama karena dalam satu nomor batch, produk minuman berenergi
memperoleh perlakuan yang sama saat proses pembuatan di pabrik dan menjamin
homogenitas.
Sampel yang akan diteliti diwakili oleh 6 kemasan yaitu replikasi 6 kali.
Hal ini disebabkan karena replikasi 6 kali merupakan syarat minimal untuk
analisis kuantitatif. Tiap-tiap kemasan diberi perlakuan triplo yaitu pengambilan
sampel dilakukan 3 kali. Tujuan pengambilan triplo ini adalah untuk mendapatkan
hasil yang benar-benar mencerminkan populasi.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
B. Analisis Organoleptis
Analisis organoleptis meliputi pemeriksaan sifat fisik minuman berenergi
yaitu warna, bau, dan rasa. Di dalam minuman berenergi merek “X” memiliki
komposisi antara lain taurin 1000 mg, kafein 50 mg, vitamin B3 1,5 mg, vitamin
B5 1mg, vitamin B6 1,3 mg, gula, air, asam sitrat, perisa tropical fruit, natrium
siklamat 175 mg, asesulfam-K, kalium sorbat, natrium sitrat, kuning FCF CI
15985.
Hasil analisis organoleptis sampel minuman berenergi merek “X” yaitu
warna kuning jingga, hal ini disebabkan karena adanya bahan pewarna kuning
FCF CI 15985. Adanya bahan tambahan yaitu perisa tropical fruit, maka bau dari
sampel minuman berenergi merek “X” adalah wangi buah. Rasa dari sampel
minuman berenergi merek “X” adalah manis asam, karena adanya gula, natrium
siklamat, asam sitrat dan asesulfam-K di dalam kandungannya.
C. Pembuatan Larutan Baku Kafein
Pada penelitian digunakan larutan HCl 0,1 N sebagai pelarut dari kafein
baku. Hal ini disebabkan karena pelarut yang digunakan dalam sampel adalah air.
Sedangkan kafein sukar larut dalam air, sehingga dapat dipastikan kafein dalam
sampel minuman berenergi dalam bentuk garam kafein. Untuk menyamakan
kondisi dalam penetapan kadar baik kafein baku dan kafein dalam sampel, maka
kafein baku yang bersifat basa diubah dulu menjadi bentuk garam dengan bantuan
larutan HCl 0,1 N. Reaksi yang terjadi antara kafein dengan HCl yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
N
N
N
NH3C
O
O
CH3
CH3
+ H Cl
N
N
N
NH3C
O
O
CH3
CH3
H
+ Cl-
Kafein (sukar larut air) garam kafein (larut air)
Gambar 7. Reaksi antara kafein dengan HCl
Pada gambar diatas terlihat bahwa kafein yang sukar larut air
bereaksi dengan HCl membentuk garam kafein yang mudah larut dalam air.
Untuk mengamati spektra serapan kafein, maka dibuat tiga seri konsentrasi
yaitu 2,0; 3,0; dan 4,0 mg%. Kafein yang digunakan dalam pembuatan larutan
baku ini berkualitas working standart sehingga ketiga spektrum serapan kafein
dapat digunakan sebagai data sekunder dalam analisis kualitatif.
D. Pengamatan Spektra Kafein
Pada pembacaan serapan kafein digunakan rentang panjang gelombang
220-300 nm karena pada rentang panjang tersebut terdapat spektra serapan dan
panjang gelombang serapan maksimum (λmaks) dari kafein.
Senyawa yang akan ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet harus memiliki gugus kromofor pada strukturnya agar dapat menyerap
radiasi elektromagnet. Gugus kromofor yang dimiliki kafein terdapat ikatan
rangkap yang mengandung ikatan π. Ikatan π ini apabila dikenai radiasi
elektromagnet akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yaitu orbital π*.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
N
N
N
NH3C
O
O
CH3
CH3
= Gugus Kromofor kafein
Gambar 8. Gugus kromofor kafein
Spektrum serapan dari kafein dapat dilihat pada gambar berikut.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
210 230 250 270 290 310
panjang gelombang (nm)
abso
rban
si
Gambar 9. Spektra serapan normal kafein (λmaks = 272)
Keterangan : konsentrasi 2 mg% (——), 3 mg% (——), 4 mg% (——)
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketiga spektrum kafein
dengan pelarut HCl 0,1 N memiliki bentuk yang sama yaitu menurun sampai
panjang gelombang 244,9 nm dan kemudian naik membentuk puncak pada
panjang gelombang 272 nm setelah itu kembali turun. Puncak yang terbentuk
pada spektra merupakan puncak dimana kafein memberikan serapan maksimum.
Panjang gelombang serapan maksimum ketiga spektra terletak pada λ yang sama
yaitu 272 nm. Panjang gelombang serapan maksimum kafein dalam pelarut asam
encer menurut literatur yaitu 273 nm (Clarke, 1986). Terdapat perbedaan sebesar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
1 nm antara spektra absorbsi maksimum kafein hasil pengamatan dan literatur
namun menurut Farmakope Indonesia IV toleransi yang diperbolehkan maksimum
2 nm. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa senyawa yang diamati benar-benar
kafein.
E. Pembuatan Larutan Sampel dan Pembacaan Serapan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minuman berenergi
yang sudah dalam bentuk larutan maka dalam pembuatan larutan sampel hanya
dilakukan pengenceran. Hal ini dilakukan agar kafein dapat memberikan serapan
yang tidak terlalu tinggi sehingga dapat dianalisis. Pengenceran didasarkan pada
optimasi pengenceran sehingga pada pengenceran 50 kali, kafein di dalam sampel
akan memberikan serapan sebesar 1,9. Serapan yang digunakan memang besar,
namun data ini akan diolah dengan derivatisasi sehingga amplitudo kafein hasil
derivatisasi tidak terlalu rendah.
Pembacaan serapan sampel digunakan rentang panjang gelombang 220-
300 nm karena pada rentang panjang gelombang tersebut terdapat serapan dari
kafein. Spektrum serapan sampel dapat dilihat pada gambar berikut.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
210 230 250 270 290 310
panjang gelombang (nm)
abso
rban
si
Gambar 10. Spektra serapan normal sampel minuman berenergi merek “X”
(λmaks = 265,1 nm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Pada gambar terlihat bahwa spektra larutan sampel memiliki bentuk yang
menurun landai membentuk lembah sampai panjang gelombang 241,7 nm
kemudian naik tidak terlalu tinggi membentuk puncak lalu turun agak curam.
Puncak yang terbentuk memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
265,1 nm. Terdapat perbedaan antara spektra kafein baku dengan sampel, hal ini
disebabkan karena di dalam sampel terdapat banyak bahan yang memberikan
serapan pada rentang panjang gelombang yang sama antara lain vitamin B3
(niasinamid) yang mempunyai serapan maksimal pada panjang gelombang 261
nm dan vitamin B6 (piridoksin) yang mempunyai serapan maksimum pada
panjang gelombang 291 nm.
= Gugus Kromofor kafein
= auksokrom
N C 3
OH
H2C
CH2
OH
HO
NC
O
NH2
H
niasinamida piridoksin
Gambar 11. Struktur niasinamida dan piridoksin
Sedangkan, untuk bahan-bahan lain seperti taurin, vitamin B5 ( Asam
pantotenat), asam sitrat, natrium silkamat, asesulfam-K, kalium sorbat dan
natrium sitrat tidak memberikan serapan pada rentang panjang gelombang 220-
300 nm karena bahan-bahan tersebut tidak memiliki kromofor yang bertanggung
jawab terhadap penyerapan sinar ultraviolet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
panjang gelombang
abso
rban
si
Gambar 12. Spektra serapan normal kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”.
Keterangan : kafein (——), sampel (——)
Pada gambar 12, terlihat bahwa spektra kafein baku berbeda dengan
spektra sampel. Spektra kafein baku lembah yang terbentuk lebih curam daripada
spektra sampel. Dan puncak yang terbentuk pada spektra kafein dan spektra
sampel berbeda. Terjadi pergeseran puncak spektra, dimana puncak spektra
sampel berada pada panjang gelombang yang lebih pendek daripada spektra
kafein. Hal ini disebabkan karena di dalam sampel terdapat banyak bahan
tambahan yang memberikan serapan pada rentang 220-300 nm.
F. Penentuan Panjang Gelombang Peak-to-Peak
Spektra serapan normal larutan baku kafein dan sampel minuman
berenergi dibuat spektra derivat pertama, kedua dan ketiga. Spektra derivat
pertama dibuat dengan memplotkan dA/dλ terhadap panjang gelombang (λ).
Spektra derivat kedua dibuat dengan memplotkan d2A/dλ2 terhadap panjang
gelombang. Spektra derivat ketiga dibuat dengan memplotkan d3A/dλ3 terhadap
panjang gelombang. Amplitudo diperoleh dari selisih 2 panjang gelombang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
(∆A=Aλ1-Aλ2) yang berderet teratur dibagi dengan ∆λ, dalam hal ini ∆λ adalah 2
nm. Digunakan ∆λ 2 nm karena ∆λ ini merupakan ∆λ optimal hasil optimasi. Pada
∆λ ini pengaruh derau atau noise terhadap spektrum tidak terlalu besar dan dapat
menunjukkan ketajaman spektrum yang jelas.
Panjang gelombang peak-to-peak ditentukan dari penggabungan spektra
derivatif larutan baku dan larutan sampel. Dari hasil penggabungan spektra
derivatif ini kemudian dicari panjang gelombang dimana terdapat spektra yang
secara total saling berhimpit menghasilkan puncak maksimum dan puncak
minimum. Pada penentuan panjang gelombang peak-to-peak ini rentang panjang
gelombang yang diamati pada 260 nm sampai 290 nm karena kafein memberikan
serapan pada panjang gelombang ini.
Spektra derivat pertama larutan baku kafein dan larutan sampel dapat
dilihat pada gambar berikut.
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
panjang gelombang
dA/d
x
Gambar 13. Spektra derivat pertama kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”.
Kafein (——), sampel (——)
Pada gambar tersebut belum ditemukan adanya spektra yang secara total
saling berhimpit. Oleh karena itu dibuat derivat yang lebih tinggi untuk
memperoleh spektra yang saling berhimpit. Derivatisasi lebih tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
mengakibatkan pemecahan puncak-puncak yang lebih rinci dan menghasilkan
spektra yang jelas. Spektra derivat kedua larutan baku kafein dan larutan sampel
dapat dilihat pada gambar berikut.
-0.025-0.02
-0.015-0.01
-0.0050
0.0050.01
0.015
260
262
264
266
268
270
272
274
276
278
280
282
284
286
288
290
panjang gelombang
d2A
/dx2
Gambar 14. Spektra derivat kedua kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”.
Keterangan: kafein (——), sampel (——)
Pada spektra derivat kedua terlihat pemecahan puncak yang lebih
terperinci namun masih belum ditemukan adanya spektra yang secara total saling
berhimpit. Oleh karena itu dibuat spektra derivat ketiga untuk menentukan
panjang gelombang peak-to-peak. Spektra derivat ketiga larutan baku kafein dan
larutan sampel dapat dilihat pada gambar berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
-0.01-0.008-0.006-0.004-0.002
00.0020.0040.0060.0080.01
260 262 264 266 268 270 272 274 276 278 280 282 284 286 288 290
panjang gelombang
d3A
/dx3
Gambar 15. Spektra derivat ketiga kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”.
Keterangan : kafein (——), sampel (——)
Pada spektra derivat ketiga terlihat spektra yang secara total saling
berhimpit sehingga menghasilkan puncak maksimum dan puncak minimum, yaitu
puncak maksimum pada 271 nm dan puncak minimum pada 273 nm. Panjang
gelombang ini merupakan panjang gelombang peak-to-peak. Nantinya panjang
gelombang peak-to-peak ini akan digunakan untuk pengukuran amplitudo pada
pembuatan kurva baku dan penetapan kadar sampel.
G. Pembuatan Kurva Baku Kafein
Kurva baku kafein dibuat pada panjang gelombang peak-to-peak. Nilai
amplitudo peak-to-peak ditentukan dengan jarak antara puncak maksimum pada
271 nm dengan puncak minimum pada 273 nm spektra derivat ketiga dari seri
konsentrasi larutan baku.
Persamaan kurva baku merupakan hubungan linier antara konsentrasi
larutan baku dengan amplitudo peak-to-peak (d3A/dλ3) dimana linieritasnya
dibuktikan dengan koefisien korelasi (r). Dalam penelitian ini, nilai r yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
digunakan adalah nilai r yang lebih besar dari nilai r tabel untuk 5 data dengan
derajat bebas (db) = 3 yaitu 0,878 untuk taraf kepercayaan 95%.
Tabel II. Kurva baku kafein Replikasi 1 Replikasi 2* Replikasi 3
C (mg/ml) d3A/dλ3 C (mg/ml) d3A/dλ3 C (mg/ml) d3A/dλ3
0,02034 0,00075 0,01882 0,00075 0,01994 0,00075 0,03051 0,0017 0,02823 0,0010 0,02991 0,0014 0,04068 0,0036 0,03764 0,0028 0,03988 0,0026 0,05085 0,0045 0,04705 0,0041 0,04985 0,0100 0,06102 0,0087 0,05645 0,0065 0,05982 0,0140
A = -3,63 . 10-3
B = 0,1839 r = 0,9523 SE = 1,044 x 10-3
A = -2,811.10-3
B = 0,1552 r = 0,9720 SE = 6,44 x 10-4
A = -8,29.10-3
B = 0,3521 r = 0,9382 SE = 2,364 x 10-3
* = persamaan kurva baku yang digunakan Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali, dan nilai r dari ketiga replikasi
tersebut lebih besar dari nilai r tabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang baik antara konsentrasi larutan kafein baku dengan amplitudo peak-to-peak
sehingga persamaan kurva baku dapat digunakan untuk menentukan kadar kafein
dalam minuman berenergi merek “X”. Persamaan kurva baku yang kedua
menunjukkan nilai r yang terbesar dan nilai standar error yang terkecil, sehingga
persamaan itulah yang digunakan untuk menghitung kadar kafein. Persamaan
kurva baku yang diperoleh Y = 0,1552 X – 2,811.10-3
H. Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Berenergi Merek “X”
Pada penetapan kadar kafein dalam sampel minuman berenergi, amplitudo
diukur dengan cara menghitung jarak vertikal antara puncak maksimum 271 nm
dengan puncak minimum 273 nm pada spektrum derivat ketiga. Dari 6 kali
replikasi dan setiap replikasi diberikan perlakuan triplo diperoleh hasil sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Tabel III. Data kafein terukur dalam sampel minuman berenergi merek “X” (dikalikan faktor pengenceran)
I II III Replikasi d3A/dλ3 C
(mg/ml) d3A/dλ3 C (mg/ml) d3A/dλ3 C
(mg/ml)
Rata C (mg/ml)
1 0,00137 1,3469 0,0015 1,3887 0,0016 1,4211 1,3856 2 0,0014 1,3566 0,0015 1,3887 0,00162 1,4275 1,3909 3 0,0015 1,3887 0,0015 1,3887 0,00162 1,4275 1,4016 4 0,0015 1,3887 0,0015 1,3887 0,0015 1,3887 1,3887 5 0,0016 1,4211 0,00137 1,3469 0,00162 1,4275 1,3985 6 0,00137 1,3469 0,00162 1,4275 0,0015 1,3887 1,3877
Rata-rata kafein terukur = 1,3922 mg/ml SD = 6,4155.10-3
CV = 0,46 %
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kadar kafein terukur dalam sampel
minuman berenergi merek “X” adalah 1,3922 mg/ml atau sebesar 0,139% b/v dari
komposisi per kemasan . Kadar kafein ini jelas sangat besar mengingat dalam
setiap sampel hanya mengandung 50 mg kafein atau 0,029% b/v dari total
komposisi per kemasan. Untuk mengetahui apakah konsentrasi kafein dalam
sampel benar-benar 1,3922 mg/ml , dilakukan validasi metode analisis. Validitas
metode yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan parameter akurasi
dan presisi. Parameter akurasi dinyatakan dengan nilai recovery atau perolehan
kembali. Oleh karena itu dilakukan pengukuran sampel yang telah ditambah
dengan larutan kafein baku konsentrasi 0,0983 mg/ml. Pengurangan kadar kafein
dalam sampel yang telah ditambah dengan larutan kafein baku dengan kadar
kafein dalam sampel ditetapkan sebagai kadar kafein terukur. Recovery dihitung
dengan membagi kadar kafein terukur dengan kadar kafein sebenarnya dikalikan
100%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Tabel IV. Data kafein terukur pada sampel minuman berenergi yang telah ditambah larutan kafein baku (dikalikan faktor pengenceran)
I II III Replikasi d3A/dλ3 C
(mg/ml) d3A/dλ3 C (mg/ml) d3A/dλ3 C
(mg/ml)
Rata C (mg/ml)
1 0,0016 1,4211 0,0017 1,4533 0,0021 1,5821 1,4855 2 0,0019 1,5177 0,0019 1,5177 0,0017 1,4533 1,4962 3 0,0019 1,5177 0,0019 1,5177 0,0017 1,4533 1,4962 4 0,0019 1,5177 0,0016 1,4211 0,0019 1,5177 1,4855 5 0,0017 1,4533 0,0018 1,4855 0,0020 1,5499 1,4962 6 0,0018 1,4833 0,0017 1,4533 0,0019 1,5177 1,4855
Tabel V. Data perhitungan recovery kafein dalam sampel minuman berenergi
Replikasi Sampel (mg/ml)
Sampel + kafein baku
(mg/ml)
Kafein sebenarnya
(mg/ml)
Kafein terukur (mg/ml)
Recovery (%)
1 1,3856 1,4855 0,0983 0,0999 101,63 2 1,3909 1,4962 0,0983 0,1053 107,12 3 1,4016 1,4962 0,0983 0,0946 96,24 4 1,3887 1,4855 0,0983 0,0968 98,47 5 1,3985 1,4962 0,0983 0,0977 99,39 6 1,3877 1,4855 0,0983 0,0978 99,49
Rentang recovery yang diperoleh adalah 96,24 – 107,12%. Nilai recovery
ini memenuhi rentang recovery untuk sampel dengan kadar kecil yaitu 90-110%
(Mulja dan Hanwar, 2003). Parameter presisi dinyatakan dengan nilai CV
(Coefficient of Variation). NIlai CV yang diperoleh adalah 0,46 %. Nilai ini
memenuhi syarat presisi yang baik yaitu CV < 2% untuk sampel dengan kadar
analit kecil (Harmita, 2004). Hasil ini menunjukkan bahwa spektrofotometri
derivatif aplikasi metode peak-to-peak memiliki akurasi dan presisi yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penetapan kadar kafein dalam minuman berenergi merek “X” dengan metode
spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak memiliki akurasi dan presisi
yang baik.
B. Saran
Kadar kafein dalam minuman berenergi merek ”X” sebesar 0,139% b/v. Jauh
lebih besar daripada kadar kafein maksimal yang diperkenankan oleh Balai POM
yaitu sebesar 50 mg/kemasan atau 0,029% b/v. Oleh karena itu perlu dilakukan
analisis ulang terhadap minuman berenergi merek “X” ini. Dan dilakukan
penarikan produk apabila terbukti kadar kafein melampaui ambang batas yang
disarankan oleh Balai POM yaitu sebesar 50 mg.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
DAFTAR PUSTAKA
Alpdogan,G., Karabina, K., Sungur, S., 2000, Derivative Spectrophotometric Determination of Caffeine in Some Beverages, Turk J Chem, 26, 295-302
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 2005, The United States of Pharmacopeia 28, Vol II, 2440-2442, United
States Pharmacopeia Convention Inc., Rockville Anonim, 2006a, Benarkah Minuman Energi Selalu Berenergi?, http://www.info-
sehat.com/content.php?s_sid=794. Diakses pada 5 April 2006 Anonim, 2006b, Wanita dan Pengaruh Kafein, http://www.info-
sehat.com/content.php?s_sid=840. Diakses pada 5 April 2006 Anonim,2006c,http://www.iupac.org/publications/analytical_compedium/Cha10se
c352.pdf, Diakses 27 Maret 2006 Aydogmus, Z., and Cetin, S.M., 2001, Determination of Ascorbic Acid in
Vegetables by Derivative Spectrophotometry, Turk. J. Chem. 26, 697-704
Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 464-479, John Willey & Sons Inc.,
New York Clarke, E.G.C., 1986, Isolation and Identification of Drugs in Pharmaceutical
Body Fluids and Post Mortem Material, 420-421, The Pharmaceutical Press, London
Connors, K.A., 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rd edition, 180-
208, John Willey & Sons Inc., New York Friamita, R.D., 2006, Penetapan Kadar Kafein dalam Campuran Parasetamol,
Salisilamida dan Kafein Secara Spektrofotometri Derivatif dengan Aplikasi Metode Peak-to-Peak, Skripsi, Univeritas Sanata Dharma, Yogyakarta
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya, 5-7, 8, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Marlinda, I, 2001, Bahaya Minuman Berenergi, http://www.indomedia.com/Intisari/online/kesehatan/410kes1.htm diakses 5 april 2006
Mulja & Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga Press,
Surabaya Mulja,M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, Vol. III, No.2, 71-76
Pecsok, R.L., Shields, L.D., Cairns, T., and Mc. William, I.G., 1976, Modern
Methods of Chemical Analysis, 2nd Ed., 148, 150, 153, 154, 158, Jhon Wiley and Sons, New York
Rafira, 2005, Di Balik Manfaat Minuman Berenergi & Minuman Ringan,
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/31/hikmah/lainnya04.htm. Diakses 5 April 2006
Rohdiana, D., 2005, Serbuan Pangan Instan Berenergi, http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2005/0805/25/cakrawala/utama02.htm. Diakses pada 5 April 2006
Sastrohamidjojo, H., 2001, Spektroskopi, Edisi kedua, 1-43, Liberty, Yogyakarta Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3rd edition, 213-215,
Saunders College Publishing, Philadelphia Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, 5th Ed., 11-14, 314-316, 329-332, Harcourt Brace College, Philadelphia
Willard, et.al., 1988, Instrumental Methods of Analysis, 7th edition, 177-178,
Wadsworth Publishing, California Watson, D.G., 1999, Pharmaceutical Analysis A Textbook for Pharmacy Student
and Pharmaceutical Chemists, 79, Churcill Livingstone, Edinburg.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Lampiran 1. Sertifikat analisis kafein
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Lampiran 2. Data sampel minuman berenergi
1. Komposisi :
Taurin, Kafein, Vitamin B3, Vitamin B5, Vitamin B6, Gula, Air, Asam Sitrat,
Perisa tropical fruit, Natrium Siklamat, Asesulfam-K, Kalium Sorbat, Natrium
Sitrat, Kuning FCF CI 15985.
2. Analisis Organoleptis
Warna : jingga
Bau : wangi buah
Rasa : manis asam
Gambar 16. minuman berenergi merek “X”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Lampiran 3. Data penimbangan kafein baku
I. Berat kertas kosong : 0.2249 gram
Berat kertas + kafein : 0.23523 gram
Berat kertas + sisa : 0,22582 gram ———————— - Berat kafein : 0,00941 gram
: 9,41 mgram
II Berat kertas kosong : 0.2240 gram
Berat kertas + kafein : 0.23425 gram
Berat kertas + sisa : 0,22408 gram ———————— - Berat kafein : 0,01017 gram
: 10,17 mgram
III Berat kertas kosong : 0.2231 gram
Berat kertas + kafein : 0.23323 gram
Berat kertas + sisa : 0,22326 gram ———————— - Berat kafein : 0,00997 gram
: 9,97 mgram
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Lampiran 4. Spektra sampel minuman berenergi merek “X”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Konsentrasi Larutan Baku Kafein
a. Skema pembuatan
Timbang seksama ± 10,0 mg kafein
↓
Larutkan dalam HCl 0,1 N ad 50,0 ml (larutan A)
↓
Pipet larutan A sebanyak 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 ml
↓
Encerkan dengan HCl 0,1 N ad 10,0 ml
b. Perhitungan seri konsentrasi kafein
• Bobot kafein hasil penimbangan = 0,00941 gram = 9,41 mg
• Konsentrasi kafein dalam larutan A = ml50
gram41,9 = 0,1882 mg/ml
• Seri larutan baku kafein :
Konsentrasi kafein : Alarutan ikonsentrasx larutanvol
npengambila vol
Seri konsentrasi Perhitungan konsentrasi kafein
1 mg/ml 0,01882 mg/ml 0,1882x ml10
ml 1=
2 ml10ml 1,5 x 0,1882 mg/ml = 0,02823 mg/ml
3 ml10ml 2 x 0,1882 mg/ml = 0,03764 mg/ml
4 ml10ml 2,5 x 0,1882 mg/ml = 0,04705 mg/ml
5 ml10ml 3 x 0,1882 mg/ml = 0,05645 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Lampiran 6. Spektra kafein
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Lampiran 7. Spektra derivatif kafein dengan sampel ( ∆λ 1 nm)
Spektra derivat pertama kafein baku dengan sampel
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
220 240 260 280 300 320
λ
dA/dλ
Spektra derivat kedua kafein baku dengan sampel
-0.06-0.05-0.04-0.03-0.02
-0.010
0.010.020.03
260 262 264 266 268 270 272 274 276 278 280 282 284 286 288 290
λ
d2A
/dλ2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Spektra derivat ketiga kafein baku dengan sampel
-0.08
-0.06
-0.04
-0.02
0
0.02
0.04
0.06
260 262 264 266 268 270 272 274 276 278 280 282 284 286 288 290
λ
d3A/
dλ3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Lampiran 8. Spektra derivatif kafein dengan sampel ( ∆λ 2 nm)
Spektra derivat pertama kafein baku dengan sampel
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
panjang gelombang (nm)
dA/dλ
Spektra derivat pertama kafein baku dengan sampel
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
260
262
264
266
268
270
272
274
276
278
280
282
284
286
288
290
panjang gelombang (nm)
d2A
/dλ2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Spektra derivat pertama kafein baku dengan sampel
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
260
262
264
266
268
270
272
274
276
278
280
282
284
286
288
290
panjang gelombang (nm)
d3A
/dλ3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Lampiran 9. Contoh Perhitungan amplitudo peak-to-peak (d3A/dλ3)
12
12
A A
ddA
λλλ −−
=
Derivat 1 (dA/dλ)
λ A λ = 2
2 1 λλ + (dA/dλ)
260 1.393 261 0.07 262 1.533 263 0.064 264 1.661 265 0.058 266 1.777 267 0.046 268 1.869 269 0.0325 270 1.934 271 0.0045 272 1.943 273 -0.008 274 1.927 275 -0.045 276 1.837 277 -0.0525 278 1.732 279 -0.086 280 1.560 281 -0.1 282 1.360 283 -0.105 284 1.150 285 -0.113 286 0.924
Derivat 2 (d2A/dλ2)
λ = (dA/dλ) λ = 2
2 1 λλ +2
2 1 λλ + (d2A/dλ2)
261 0.07 262 -0.003 263 0.064 264 -0.003 265 0.058 266 -0.006 267 0.046 268 -0.0068 269 0.0325 270 -0.014 271 0.0045 272 -0.0063 273 -0.008 274 -0.0185 275 -0.045 276 -0.0037 277 -0.0525 278 -0.0167 279 -0.086 280 -0.007 281 -0.1 282 -0.0025 283 -0.105 284 -0.004 285 -0.113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Derivat 3 (d3A/dλ3)
λ = (d2A/dλ2) λ = 2
2 1 λλ +2
2 1 λλ + (d3A/dλ3)
262 -0.003 263 0 264 -0.003 265 -0.0015 266 -0.006 267 -0.0004 268 -0.0068 269 -0.0036 270 -0.014 271 0.0039 272 -0.0063 273 -0.0061 274 -0.0185 275 0.0074 276 -0.0037 277 -0.0065 278 -0.0167 279 0.0049 280 -0.007 281 0.0022 282 -0.0025 283 -0.0007 284 -0.004
Amplitudo pada 271 nm = 0,0039
Amplitudo pada 273 nm = -0,0061
Amplitudo peak-to-peak = 0,0039 – (-0,0061) = 0,01
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Lampiran 10. Perhitungan kadar terukur kafein dalam sampel
a. Skema Pembuatan
Pipet 1,0 ml sampel minuman berenergi
↓
Tambahkan aquades sampai 10,0 ml (larutan A)
↓
Pipet 2,0 ml larutan A, tambahkan aquades sampai 10,0 ml
b. Data amplitudo peak-to-peak (d3A/dλ3)
(d3A/dλ3) Sampel
I II III 1 0.00137 0.0015 0.0016 2 0.0014 0.0015 0.00162 3 0.0015 0.0015 0.00162 4 0.0015 0.0015 0.0015 5 0.0016 0.00137 0.00162 6 0.00137 0.00162 0.0015
Amplitudo peak-to-peak = 0.00137
Persamaan kurva baku kafein Y = 0,1552 x – 2.811.10-3
Kadar kafein = 0,1552
2,811.10 0.00137 -3+ = 0,0269 mg/ml x faktor pengenceran
= 0,0269 mg/ml x 50 = 1,3469 mg/ml
Kadar terukur kafein per kemasan = 1,3469 mg/ml x 175 ml
= 235,7075 mg/kemasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
c. Data kadar terukur kafein
I II III Replikasi d3A/dλ3 C
(mg/ml) d3A/dλ3 C (mg/ml) d3A/dλ3 C
(mg/ml) 1 0,00137 1,3469 0,0015 1,3887 0,0016 1,4211 2 0,0014 1,3566 0,0015 1,3887 0,00162 1,4275 3 0,0015 1,3887 0,0015 1,3887 0,00162 1,4275 4 0,0015 1,3887 0,0015 1,3887 0,0015 1,3887 5 0,0016 1,4211 0,00137 1,3469 0,00162 1,4275 6 0,00137 1,3469 0,00162 1,4275 0,0015 1,3887
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Lampiran 10. Perhitungan Recovery, CV kadar terukur kafein
a. Data kafein terukur dalam sampel minuman berenergi merek “X” yang telah
ditambah kafein baku.
I II III Replikasi d3A/dλ3 C
(mg/ml) d3A/dλ3 C (mg/ml) d3A/dλ3 C
(mg/ml)
Rata C (mg/ml)
1 0,0016 1,4211 0,0017 1,4533 0,0021 1,5821 1,4855 2 0,0019 1,5177 0,0019 1,5177 0,0017 1,4533 1,4962 3 0,0019 1,5177 0,0019 1,5177 0,0017 1,4533 1,4962 4 0,0019 1,5177 0,0016 1,4211 0,0019 1,5177 1,4855 5 0,0017 1,4533 0,0018 1,4855 0,0020 1,5499 1,4962 6 0,0018 1,4833 0,0017 1,4533 0,0019 1,5177 1,4855
b. Data kadar kafein sebenarnya dan kafein terukur dalam sampel
Replikasi Kafein
sebenarnya (mg/ml)
Kafein terukur (m
g/ml) 1 0,0983 0,0999 2 0,0983 0,1053 3 0,0983 0,0946 4 0,0983 0,0968 5 0,0983 0,0977 6 0,0983 0,0978
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Recovery = sebenarnyakadar
kurkadar teru x 100%
Data perhitungan recovery kafein
sampel Perhitungan recovery recovery
1 mg/ml 0983,0mg/ml 0999,0 x 100% 101,63 %
2 mg/ml 0983,0mg/ml 1053,0 x 100 % 107,12 %
3 mg/ml 0,0983mg/ml 0946,0 x 100% 96,24 %
4 mg/ml 0,0983mg/ml 0968,0 x100% 98,47 %
5 mg/ml 0,0983mg/ml 0977,0 x100% 99,39 %
6 mg/ml 0,0983mg/ml 0978,0 x100% 99,49 %
Rentang recovery 96,24 – 107,12 % Data perhitungan CV dari kadar kafein terukur
sampel Kadar kafein terukur (mg/ml) 1 1,3856 2 1,3909 3 1,4016 4 1,3887 5 1,3985 6 1,3877
rerata 1.3922 SD = 6,4155.10-3
CV = kurkadar teru rerata
SD x100 %
= 3922,1
10.4155,6 3−
x100% = 0,46 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul Penetapan Kadar Kafein Dalam
Minuman Berenergi Merek “X” dengan
Spektrofotometri Derivatif Aplikasi metode Peak-to-
Peak memiliki nama lengkap Veronica Suko
Danasrayaningsih. Penulis dilahirkan di Yogyakarta
pada tanggal 11 April 1985 sebagai anak sulung dari dua
bersaudara pasangan Ignatius Sadiarko dan Theresia Sri
Suratmini. Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu TK Kanisius Kotabaru
I Yogyakarta (1989-1991), SD Kanisius Kotabaru I Yogyakarta (1991-1997),
SLTP Negeri 5 Yogyakarta (1997-2000), SMU Negeri 6 Yogyakarta (2000-2003).
Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis pernah mengikuti kegiatan
kemahasiswaan sebagai anggota Paduan Suara Fakultas “Veronika”. Saat ini
penulis masih bergabung sebagai Petugas Perpustakaan Paruh Waktu (P3W)
Mrican.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI