Post on 03-Feb-2021
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 47
Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya
Kelinci Hyla, Hycole dan Rex di DKI Jakarta
Erna Puji Astuti, Syamsu Bahar, Neng Risris Sudolar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
Jln. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta – 12540
Email: ernapujiastuti.rna@gmail.com
ABSTRAK
Kelinci sebagai ternak pedaging memiliki
beberapa keunggulan di antaranya yaitu
daya reproduksi tinggi dengan
pertumbuhan yang cepat. Kelinci Hyla
dan Hycole merupakan rumpun kelinci
dengan potensi sebagai pedaging unggul
yang baru dikembangkan di Indonesia
karena kemampuan pertumbuhan cepat
dan produktivitas tinggi. Penelitian ini
dilaksanakan pada kelompok tani Mustika
di Kramatjati, Jakarta Timur, pada
Februari-Mei 2019, dengan jumlah
responden sebanyak 15 orang. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik observasi
partisipatoris, angket dan wawancara
mendalam. Data yang dianalisis pada
penelitian ini adalah data mengenai
persepsi masyarakat terhadap aroma
lingkungan kandang, limbah, dan manfaat
dari peternakan kelinci. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode trianggulasi dan
dianalisis dengan menggunakan analisis
miles interaktif. Hasil persepsi masyarakat
terhadap peternakan kelinci yang berada
di Kramatjati, Jakarta Timur sebagai
berikut: (1) faktor yang paling
mempengaruhi persepsi responden adalah
kerumitan dalam budidaya kelinci oleh
masyarakat dengan inovasi teknologi yang
ditawarkan sesuai dengan kondisi
lingkungan dan kebutuhan masyarakat; (2)
ditinjau dari aspek limbah, menunjukkan
bahwa keberadaan peternakan kelinci
tersebut tidak mengganggu masyarakat;
(3) Ditinjau dari segi manfaat, peternakan
kelinci sangat bermanfaat bagi
masyarakat. Untuk keberlanjutannya
peternak kelinci yang berada di
Kramatjati, Jakarta Timur lebih
memperhatikan kebersihan peternakan-
nya.
Kata kunci: Persepsi, Kelinci, Hyla,
Hycole, Rex
ABSTRACT
Rabbit meat types have several
advantages including high reproductive
power with rapid growth. Hyla and
Hycole rabbits are breed of rabbit with the
potential to become superior meat type
rabbit which were developed in Indonesia
due to their fast growth capabilities and
high productivity. This research was
conducted at Mustika farmer group in
Kramatjati, East Jakarta, during February-
May 2019, with 15 respondents. Data
collection techniques used in this study
were participatory observation techniques,
questionnaires and in-depth interviews.
The data analyzed in this study were the
respondent's perception on the
environment, the smell of cages, waste,
and the benefits of rabbit farming. The
data collection was done by using
triangulation technique and were analyzed
using interactive miles analysis. The
results of respondent's perception on
rabbit farming located in Kramatjati, East
Jakarta were as follows: (1) the most
influence factors on respondent’s
perception were the complexity of
technological innovations in rabbit
mailto:ernapujiastuti.rna@gmail.com
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 48
farming which offered according to
environmental conditions and community
needs; (2) in terms of waste, showed that
the existence of the rabbit farm dit not
interfere with the community; (3) In terms
of benefits, rabbit farming was very
beneficial for the community. For its
sustainability, rabbit breeders in
Kramatjati, East Jakarta need to pay more
attention to the cleanliness of their farms.
Keywords: Perception, Rabbit, Hyla,
Hycole, Rex
PENDAHULUAN
eternakan yang
dikembangkan di Indonesia
cukup banyak, salah satunya
ternak kelinci. Peternakan kelinci
mempunyai sifat jarak beranak yang
pendek sehingga mampu menghasilkan
jumlah anak yang cukup banyak dalam
waktu yang singkat. Ternak kelinci
memiliki beberapa keuntungan antara lain;
(1) modal usaha yang relatif kecil, pakan
sangat mudah diperoleh dan tidak
tergantung pada pakan pabrik; (2)
menghasilkan beragam produk selain
daging seperti kulit, kulit-bulu, pupuk
organik, kelinci hias, serta (3) kualitas
daging mengandung protein tinggi dan
rendah kolesterol (Sartika, 1998). Selain
keuntungan tersebut terdapat dampak
negatifnya, yaitu limbah yang dihasilkan
menimbulkan permasalahan yang
kompleks bagi lingkungan sekitar seperti
aroma yang tidak sedap dan kotoran
kelinci yang berserakan.
Kelinci merupakan ternak yang
memiliki potensi tinggi untuk
menghasilkan daging, kulit-rambut
bermutu, merupakan hewan kesayangan/
hewan hias, serta sebagai objek penelitian
di laboratorium (Raharjo et al., 2001).
Permintaan daging kelinci dewasa ini
semakin meningkat seiring dengan mulai
dikenalnya usaha beternak kelinci baik
melalui percontohan/transfer informasi,
maupun teknologi. Permintaan daging
kelinci di Jawa meningkat signifikan
selama 2019-2020 dan kebanyakan dari
pedagang satai kelinci. Jumlah permintaan
daging kelinci naik signifikan dari
biasanya hanya setengah hingga 1 ton per
hari, menjadi 3 ton terutama menghadapi
momentum Natal dan tahun baru
(Liputan6.com, 2019). Salah satu
keunggulan ternak kelinci adalah bisa
dikembangkan pada skala rumah tangga
(skala kecil) berdasarkan kearifan lokal
dalam hubungannya dengan peternakan
rakyat.
Salah satu upaya untuk mendukung
dan mendorong ternak kelinci dilakukan
melalui budidaya kelinci Hyla, Hycole
dan Rex. Kelinci Hyla dan Hycole adalah
kelinci tipe pedaging untuk dikembangkan
di Indonesia, sedangkan kelinci Rex
adalah kelinci tipe pedaging yang sudah
eksis. Ciri khas kelinci Hyla adalah warna
putih dan memiliki bercak hitam
kecoklatan dibagian hidung dan telinga.
Kelinci Hycole memiliki warna putih
polos, dengan bagian kepala lonjong ke
depan, sedangkan kelinci Rex memiliki
warna hitam, putih, atau coklat yang
menyebar dengan bulu halus dan tebal.
Kelinci Hyla turunan dari Cina, kelinci
Hycole turunan dari Perancis sedangkan
kelinci Rex terseleksi dari Balai Penelitian
Ternak Ciawi.
Kelinci termasuk kelompok hewan
herbivora yang mengkonsumsi pakan
berupa hijauan dan dapat tumbuh serta
berkembangbiak dengan cepat. Dalam
P
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 49
rangka mendukung pemenuhan gizi
masyarakat sesuai dengan potensi dan
kearifan lokal, maka telah dilakukan
pengkajian tentang budidaya dan
produktivitas kelinci pedaging Hyla,
Hycole, dan Rex di Kelompok Tani
Mustika Kelurahan Kramatjati,
Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur.
Sumber pakan ternak kelinci tersebut
adalah limbah sayuran yang diperoleh dari
pasar-pasar tradisional. Limbah sayuran
merupakan bagian dari sayuran yang
sudah tidak digunakan atau dibuang.
Limbah sayuran yang dijadikan sebagai
pakan kelinci dipilah-pilah terlebih dahulu
dan harus masih layak dan tidak tercemar.
Sayuran yang dapat diambil adalah wortel,
selada, kangkung, tomat, biji-bijian, kubis,
ketela dan ubi jalar, dan lain sebagainya.
Limbah sayuran tersebut memiliki nilai
ekonomis karena dapat menghasilkan
berbagai produk pakan yang berguna dan
harganya yang murah, mudah didapat dan
tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.
Limbah organik pasar banyak dijumpai di
Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur.
Pasar Induk Kramatjati menyandang
predikat sebagai pasar penyumbang
sampah organik terbanyak (Trubus News,
2019).
Dalam observasi yang telah
dilakukan diketahui bahwa masyarakat
yang bermukim di sekitar peternakan
kelinci yang jarak rumahnya sekitar 100
meter sering merasakan bau menyengat
yang berasal dari kotoran dan limbah
kelinci, akan tetapi bila dilihat dari
perkembangan usaha peternakan kelinci
yang semakin besar tidak menunjukan
adanya keresahan masyarakat terhadap
bau dan limbah yang ditimbulkan
peternakan kelinci tersebut. Peternakan
kelinci yang ada belum sepenuhnya
berjalan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan yaitu dalam rangka
meningkatkan swasembada daging, Hal
ini disebabkan oleh beberapa kendala
antara lain daging kelinci belum
memasyarakat. Selain itu, harga daging
kelinci belum terjangkau oleh daya beli
masyarakat dikarenakan kurang gencarnya
promosi tentang mengkonsumsi daging
kelinci, sehingga produsen daging kelinci
belum berani memproduksi dalam jumlah
banyak. Oleh karena itu, pengembangan
ternak kelinci masih memerlukan inovasi
yang intensif, sehingga mampu
memberikan keutungan bagi produsen dan
bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk menganalisis persepsi kelompok
tani mustika terhadap budidaya kelinci
Hyla, Hycole, dan Rex.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
kelompok tani Mustika di Kramatjati,
Jakarta Timur, pada bulan Februari-Mei
2019, dengan jumlah responden sebanyak
15 orang. Alasan pemilihan lokasi
penelitian adalah tercukupinya sampel
penelitian dan terdapat masalah
peternakan kelinci di daerah tersebut yang
perlu diberikan solusi yang tepat.
Pengambilan sampel responden ini sudah
mencakup segala kalangan masyarakat
yang diambil secara random sampling.
Kegiatan penelitian mencakup persiapan
penelitian, pelaksanaan penelitian,
pengumpulan dan pengolahan data, serta
penyusunan laporan penelitian. Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 50
kualitatif. Iskandar (2013) menyatakan
bahwa penelitian kualitatif dilaksanakan
melalui proses yang berangkat dari khusus
ke umum, konseptualisasi, kategorisasi
dan deskripsi masalah yang diteliti.
Selanjutnya Noor (2011) menyatakan
bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berusaha mendiskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang
terjadi saat sekarang.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik
observasi partisipatoris, angket dan
wawancara mendalam dengan
menggunakan instrumen berupa pedoman
observasi, angket dan pedoman
wawancara. Instrumen penelitian yang
digunakan telah divalidasikan dengan
contruct validity dan content validity. Data
yang terkumpul dilakukan teknik
triangulasi untuk mengetahui keterkaitan
dan kesepadanan data. Setelah itu data
dianalisis menggunakan analisis miles
interaktif (Miles dan Huberman, 1992;
Gambar 1).
Gambar 1. Komponen analisis data model interaktif (Miles dan Huberman, 1992)
Data yang dianalisis pada penelitian
ini adalah data mengenai persepsi
masyarakat terhadap aroma lingkungan
kandang, limbah, dan manfaat dari
peternakan kelinci. Data dianalisis secara
deskriptif, dengan menggunakan model
pengelompokan, penyederhanaan, serta
penyajian seperti tabel distribusi frekuensi
dengan pengukuran menggunakan skala
“likert”. Menurut Ridwan (2010), skala
likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, persepsi seseorang atau
sekelompok seseorang atau sekelompok
tentang kejadian gejala sosial. Pada
penggunaan skala likert variabel yang
akan diukur dijabarkan menjadi indikator-
indikator yang dapat diukur, dapat berupa
menjadi pernyataan atau pertanyaan yang
selanjutnya dikategorikan ke dalam skor.
Variabel pertama dalam analisis ini
adalah aroma lingkungan kandang dengan
indikator mencakup kategori sangat
berbau, bau terus menerus, kadang kadang
tercium dan tidak tercium. Selanjutnya,
variabel kedua adalah manfaat dengan
indikator mencakup membuka lapangan
kerja, memberikan pengetahuan
peternakan kelinci.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik penduduk yang
menjadi responden dalam persepsi petani
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 51
terhadap budidaya kelinci meliputi jenis
kelamin, kelompok umur, tingkat
pendidikan, pendapatan dan pengeluaaran
serta mata pencaharian (Tabel 1).
Berdasarkan hasil penelitian
responden penelitian berjenis kelamin
laki-laki adalah sebanyak 15 responden
86% berjenis kelamin laki laki dan
berjenis kelamin perempuan sebanyak
13%. Kisaran umur responden diantara
24-28 tahun sebanyak 21%, 29-33 tahun
sebanyak 14%, 34-38 tahun sebanyak
29%, 39-43 tahun sebanyak 7%, 44-48
tahun sebanyak 7%, 49-53 tahun sebanyak
7%, 54-58 tahun sebanyak 14%.
Tabel 1. Karakteristik responden
No Karakteristik Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Umur 24 Tahun - 28 Tahun
29 Tahun - 33 Tahun
34 Tahun – 38 Tahun
39 Tahun - 43 Tahun
44 Tahun – 48 Tahun
49 Tahun – 53 Tahun
54 Tahun – 58 Tahun
3
2
4
2
1
1
2
20
13
27
13
7
7
13
2 Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
13
2
86
13
2. Pendidikan 6 Tahun
9 Tahun
12 Tahun
16 Tahun
3
3
7
2
20
20
47
13
3. Daerah asal Jakarta
Wonogiri
Karanganyar
Yogyakarta
Surakarta
Bogor
8
3
1
1
1
1
53
20
7
7
7
7
4 Nama Poktan Mustika 15 100
5. Pekerjaan PPSU Kelurahan Kramatjati
RPTRA
Petani
Bengkel
Pensiunan Karyawan Swasta
Pensiunan
Wiraswasta
4
2
4
2
1
1
1
27
13
27
13
7
7
7
Jenis pendidikan terakhir dari
peternak kelinci adalah mayoritas dari
lulusan sekolah menengah atas/sekolah
menengah kejuruan sebanyak 47%,
selanjutnya pendidikan sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama masing
masing sebanyak 20% dan dari
pendidikan sarjana sebanyak 13%.
Anggota kelompok tani mustika ini
berasal dari beragam daerah asal.
Mayoritas responden berasal dari daerah
Jakarta sebanyak 53%, dari Wonogiri
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 52
sebanyak 20%, dari daerah Karanganyar,
Yogyakarta, Surakarta, dan Bogor masing
masing sebanyak 7%. Selain itu, jenis
pekerjaan yang digeluti oleh responden
pun juga bearagam. Responden sebagai
PPSU Kelurahan Kramatjati sebanyak
27%. RPTRA sebanyak 13%, Petani
sebanyak 27%, Di bengkel sebanyak 13%,
pensiunan karyawan swasta sebanyak 7%,
Pensiunan lainnya dan wiraswasta masing
masing sebanyak 7%. Terdapat hubungan
responden dengan umur. Responden yang
usianya lebih muda akan mudah dalam
menerima informasi dan arahan yang
diberikan. Selanjutnya tingkat Pendidikan
responden juga mempengaruhi daya
tangkap terhadap informasi yang
diberikan. Dalam hal ini dipengaruhi oleh
umur, tingkat Pendidikan dan jenis
pekerjaan responden dalam menerima
informasi yang diberikan.
Persepsi Budidaya Kelinci
Berdasarkan pengamatan penerima,
maka inovasi mempunyai lima sifat
(Rogers dan Shoemaker, 1987). Kelima
sifat inovasi tersebut adalah keuntungan
relatif, kompabilitas, kompleksitas,
triabilitas dan observabilitas. Sifat
keuntungan relatif adalah tingkatan –
tingkatan suatu ide baru yang dianggap
sudah lebih baik daripada ide yang ada
sebelumnya. Hal ini sering disebut
keuntungan ekonomis. Selanjutnya sifat
kompabilitas adalah sejauh mana suatu
inovasi dianggap konsisten dengan nilai-
nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan
kebutuhan penerima. Sifat selanjutnya
yaitu kompleksitas adalah tingkat
inovasidapat mencoba dalam skala kecil.
Ide baru yang dapat di coba biasanya
diadopsi lebih cepat dan pada inovasi
yang tidak bisa dicoba terlebih dahulu.
Sifat terakhir adalah observabilitas yaitu
tingkat hasil-hasil suatu inovasi dapat
dilihat oleh orang lain. Hasil inovasi
tertentu mudah dilihat dan
dikomunikasikan kepada orang lain,
sedangkan beberapa yang lainnya tidak.
Hasil uji persepsi responden
terhadap budidaya kelinci yang meliputi
persepsi terhadap tingkat kesesuaian,
tingkat kerumitan, tingkat kemudahan
dapat dicoba, dan tingkat kemudahan
untuk dilihat hasilnya termasuk dalam
katagori cukup baik. Hal ini menunjukkan
bahwa teknologi ini dapat diterima dan
berpeluang untuk diadopsi oleh pengguna.
Nilai persepsi terhadap tingkat kerumitan
untuk dicoba oleh masyarakat pengguna
menunjukkan nilai yang paling tinggi
yaitu 84,44% (Tabel 2). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa faktor yang paling
mempengaruhi persepsi terhadap
budidaya kelinci adalah kerumitan dalam
budidaya kelinci oleh masyarakat dengan
inovasi teknologi yang ditawarkan sesuai
dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat.
Persepsi Masyarakat terhadap aroma
(limbah) adalah tanggapan yang diberikan
oleh masyarakat mengenai keberadaan
peternakan kelinci ditinjau dari aroma
(limbah). Indikator pengukurannya adalah
tingkat gangguan indera penciuman
masyarakat, dengan kategori yaitu sangat
mengganggu, cukup mengganggu dan
tidak mengganggu. Dari hasil yang
didapatkan dilokasi, dapat diketahui
bahwa masyarakat dilokasi tidak
terganggu dengan adanya bau yang
ditimbulkan dari peternakan kelinci
tersebut. Hal ini disebabkan karena
peternak kelinci yang ada dilokasi mampu
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 53
mengelolah peternakan kelincinya dengan
baik sehingga bau yang ditimbulkan tidak
mengganggu masyarakat. Para peternak
kelinci menggunakan limbah kotoran
ternaknya sebagai pupuk yang diberikan
pada tanaman yang khusus ditanam
sebagai pakan untuk ternak kelincinya.
Salah satu upaya untuk mengurangi
limbah adalah mengintegrasikan dengan
usaha pembuatan kompos serta upaya
memadukan tanaman, ternak dan ikan di
lahan pertanian, sehingga memiliki
manfaat ekologis dan ekonomis.
Tabel 2. Penilaian persepsi teknologi olahan kelinci
Persepsi Pengguna Tingkat Persepsi (%) Kategori Skor
Kesesuaian/kompabilitas (kondisi lingkungan dan kebutuhan)
83, 33% Baik
Kerumitan/ complexity 84,44% Baik Tingkat kemudahan untuk dicoba
dan diterapkan (Trialibilitas)
82,50% Baik
Tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya (Observabilitas)
83,33% Baik
Total nilai yang didapat dikelompokkan berdasarkan rentang skala, 0–33,3 = tidak baik; 33,4–66,7 = cukup
baik; 66,8–100 = baik (Vredenbregt, 1987).
Manfaat atau keuntungan adalah
sesuatu yang dapat memberikan dampak
positif terhadap masyarakat disekitar
peternakan kelinci di Kramatjati. Indikator
pengukurannya adalah tingkat
kesejahteraan masyarakat, dengan
kategori yaitu sangat bermanfaat, cukup
bermanfaat, tidak bermanfaat. Dari
keseluruhan responden (100%)
menyatakan bermanfaat. Hal ini
disebabkan karena ternak kelinci yang ada
dilokasi sangat memberi manfaat kepada
masyarakat di lokasi khususnya
masyarakat yang tidak mempunyai mata
pencaharian. Sebagian besar masyarakat
dilokasi menjadikan peternakan kelinci
sebagai mata pencaharian pokok, hewan
piaraan dan mata pencaharian sampingan
untuk menambah pendapatan dan
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain
itu, sangat memberi manfaat yang besar
seperti membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat yang tidak mempunyai
pekerjaan, sehingga hal ini dapat
membantu mengurangi tingkat
pengangguran di daerah tersebut.
Persepsi Masyarakat terhadap aroma
(limbah) adalah tanggapan yang diberikan
oleh masyarakat mengenai keberadaan
peternakan kelinci ditinjau dari aroma
(limbah) Indikator pengukurannya adalah
tingkat gangguan indera penciuman
masyarakat, dengan kategori: sangat
mengganggu, cukup mengganggu, tidak
mengganggu. Selanjutnya manfaat atau
keuntungan adalah sesuatu yang dapat
memberikan dampak positif terhadap
masyarakat di sekitar peternakan kelinci.
Indikator pengukurannya adalah tingkat
kesejahteraan masyarakat, dengan
kategorinya adalah sangat bermanfaat,
cukup bermanfaat, dan tidak bermanfaat.
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 54
Tabel 3. Tingkat persepsi masyarakat terhadap aroma (bau)
No Kategori Frekunsi Bobot Nilai Jumlah Persentase (%)
1
2
3
Sangat Menganggu
Menggangu
Tidak Menganggu
-
8
7
3
2
1
0
16
7
0
70
30
Jumlah 15 23 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat dilokasi tidak terganggu
dengan adanya bau yang ditimbulkan dari
peternakan kelinci tersebut (Tabel 3). Hal
ini disebabkan karena peternak kelinci
yang ada di lokasi mampu mengelola
peternakan kelincinya dengan baik
sehingga bau yang ditimbulkan tidak
mengganggu masyarakat. Salah satu
upaya untuk mengurangi limbah adalah
mengintegrasikan usaha tersebut dengan
beberapa usaha lainnya, seperti
penggunaan suplemen pada pakan, usaha
pembuatan kompos, budidaya ikan,
budidaya padi sawah, sehingga menjadi
suatu sistem yang saling sinergis, serta
upaya memadukan tanaman, ternak dan
ikan di lahan pertanian memiliki manfaat
ekologis dan ekonomis. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Sholikhah et al.,
(2018) bahwa pemanfaatan dan
pengolahan limbah urin ternak kelinci
menjadi pupuk dan pestisida organik
mempunyai prospek yang cukup cerah
guna mengatasi permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat petani. Urin
kelinci yang sudah diolah menjadi pupuk
organik dan pestisida organik, tidak hanya
bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman
dan mengembalikan kesuburan lahan,
tetapi juga untuk mengurangi biaya yang
harus dikeluarkan dalam kegiatan
usahatani serta lebih ramah lingkungan.
Dari 10 ekor kelinci bisa diperoleh 2 liter
urin per hari. Namun perlu dipahami urin
kelinci terbaik berasal dari air kencing
kelinci berumur 6–8 bulan karena urinnya
sudah terbukti mengandung paling banyak
unsur N, P, dan K (Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. 2010). Hal
ini juga sejalan dengan Sutaryo et al.,
(2018) yang menyatakan bahwa upaya
yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir dampak negatif dari limbah
peternakan terhadap lingkungan
diantaranya dapat dilakukan dengan
penanganan dan pengolahan limbah
peternakan yaitu dengan penanganan
limbah secara anaerob untuk produksi
biogas ataupun penanganan limbah secara
aerob untuk produksi kompos.
Selanjutnya terkait dengan tingkat
kebermanfaatan peternakan kelinci dapat
dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Tingkat persepsi masyarakat terhadap kebermanfaatan
No Kategori Frekunsi Bobot Nilai Jumlah Persentase (%)
1
2
3
Sangat Bermanfaat
Bermanfaat
Tidak Bermanfaat
6
9
-
3
2
1
18
18
0
50
50
0
Jumlah 15 36 100
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 55
Terkait dengan tingkat
kebermanfaatan peternakan kelinci
terdapat keseimbangan dalam hal
kebermanfaatan peternakan kelinci
berdasarkan kategori sangat bermanfaat
dan bermanfaat (Tabel 4). Hal ini
disebabkan karena dari aspek sosialnya
peternakan kelinci yang ada dilokasi
sangat memberi manfaat yang besar
dalam membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat yang tidak mempunyai
pekerjaan dan dapat membantu
mengurangi tingkat pengangguran di
lokasi tersebut. Dari aspek ekonomi dapat
dijadikan sebagai pendapatan pokok
peternak dan sebagai pendapatan
tambahan bagi para petani dan pekerja
lainnya, karena dari beternak kelinci para
peternak dapat memperoleh keuntungan
dari kelinci yang mempunyai nilai jual
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
Kuntana, Partasasmita, dan Fitriani
(2012) yang menyatakan bahwa usaha
budidaya ternak kelinci lebih
menguntungkan dibandingkan dengan
ternak lain, seperti sapi dan domba
dikarenakan kelinci merupakan ternak
profilik, dapat bunting dan menyusui
pada waktu yang bersamaan, memiliki
pertumbuhan dan interval beranak yang
cepat. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian dari Swatika, Azizah dan
Kusumastuti (2017) yang menyatakan
bahwa ternak kelinci merupakan jenis
ternak yang mempunyai banyak
keunggulan seperti mampu berproduksi
dengan cepat dan menghasilkan banyak
anak, mudah dan sederhana dalam
pemeliharaannya serta tidak memerlukan
lahan yang luas. Selanjutnya penelitian
lain oleh Ridho dan Prayuginingsih
(2018) memberikan hasil Penelitian yaitu
: (1) tingkat keuntungan peternak kelinci
sistem kandang batere di desa Umbulrejo,
Kecamatan Umbulsari, Kabupaten
Jember sebesar Rp 2.245.050 per 10 ekor
induk kelinci per tahun atau rata-rata per
bulan Rp 187.088, (2) penggunaan biaya
usaha pembesaran gurami effisien
ditunjukkan dengan nilai R/C ratio
sebesar 1,81. dan (3) Rentabilitas usaha
sebesar 115,29 %. Berdasarkan nilai
tersebut maka usaha budidaya kelinci
sistem batrai lebih menguntungkan
daripada menyimpan uang di Bank
dengan suku bunga bank yang
diasumsikan sebesar 12% per tahun.
Penelitian lain dari Suryana (2017)
menunjukan adanya perubahan perilaku
lebih baik yang meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap
peternak dalam mengolah hasil produksi
kelinci.
Kelinci adalah hewan yang
memiliki banyak manfaat. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian dari Harahap,
Saleh dan Jannah (2019) yang
menyatakan bahwa Kelinci adalah salah
satu jenis satwa harapan yang memiliki
prospek cukup baik. Ternak kelinci
memiliki beberapa keunggulan yaitu
menghasilkan daging yang berkualitas
tinggi dengan kadar lemak yang rendah;
tidak membutuhkan areal yang luas
dalam pemeliharaannya, dapat
memanfaatkan bahan pakan dari berbagai
jenis hijauan dan sisa dapur. Pakan
kelinci umumnya diberikan dalam bentuk
hijauan segar atau hijauan yang telah
dilayukan. Kelinci merupakan hewan
herbivora non ruminansia yang sebagian
besar kebutuhan pakannya berasal dari
hijauan.
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 56
Masalah dan kendala dalam budidaya
kelinci
Masalah/kendala yang dihadapi
oleh peternak kelinci sangat beragam.
Masalah tersebut antara lain: 1) suhu
musim kemarau yang terlalu panas; 2)
tidak ada mesin pencacah pakan; 3)
kesulitan membuat pakan pelet; 4) belum
pernah budidaya kelinci; 5) pakan pelet
mahal; 6) kelinci ada yang mati; 7)
anakan banyak yang mati. Dari beragam
permasalahan tersebut diselesaikan
dengan cara dan strategi yang berbeda
beda disesuaikan dengan permasalahan
yang dialami. Sebagian masalah yang
dialami oleh peternak terletak pada suhu
musim kemarau yang terlalu panas
sehingga banyak kelinci dan anakannya
yang mati. Hal ini sejalan dengan
penelitian dari Iswandi, Dahlan &
Wahyuning (2016) yang menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
minat budidaya ternak kelinci di
Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
minat budidaya ternak kelinci masuk
dalam rata-rata sebagai berikut faktor
produksi 72,93 pakan dan kandang 73,16
pemasaran 72,23 aspek sosial 67,99. Di
peroleh nilai rata-rata tertinggi pada
faktor pakan dan kandang 73,16 dengan
kisaran antara 60-80%. Selanjutnya hasil
penelitian lain dari Darman (2011)
menyatakan bahwa terdapat faktor teknis
berupa kematian yang menjadi kendala
pada teknis budidaya, sedangkan faktor
nonteknis adalah masalah psikologis dan
daya beli mayarakat masih rendah.
Promosi pengembangan kelinci melalui
pengenalan produk-produk olahan
sehingga masyarakat mempunyai pilihan
atas produk daging kelinci. Di bidang
pertanian dan peternakan, peran teknologi
di bidang pascapanen atau pengolahan
hasil sangat penting untuk meningkatkan
nilai tambahnya.
Masalah dalam peternakan kelinci
sangat beragam. Seperti yang
diungkapkan dalam penelitian dari
Charisma (2012) menunjukkan bahwa
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
melalui program aksara kewirausahaan
ternak kelinci dilakukan dengan tahapan
perencanaan, pelatihan, pelaksanaan, dan
pendampingan, pelaksanaannya program
aksara kewirausahaan ternak kelinci
dapat meningkatkan pengetahuan dan
penghasilan warga belajar terlihat dari
semakin meningkatnya keberaksaraan
dan penghasilan warga belajar. Faktor
pendukung yaitu respon positif dari
masyarakat, adanya dukungan dari Dinas
Pendidikan dan Dinas Peternakan, adanya
kerjasama dari berbagai instansi dan
potensi alam Desa Pagersari yang
memadai. Sedangkan faktor penghambat
yaitu kurangnya pengetahuan warga
belajar tentang penanganan dan
penanggulangan penyakit. Simpulan
dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
program aksara kewirausahaan ternak
kelinci berjalan sesuai dengan tujuan
Saran dalam penelitian adalah perlunya
peningkatan jumlah materi pada proses
pelatihan dan tindak lanjut yang
dilakukan secara terpadu dan
berkelanjutan.
Dalam meningkatkan produksi
kelinci sehingga meningkatkan
pendapatan peternak dan masyarakat
sekitar diperlukan strategi pertumbuhan
yang tepat. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian dari Siregar, Nuraini dan
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 57
Bramantiyo (2014) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan kelinci yang efisien
dan produktivitas karkas yang optimal
pada umur 12 minggu. Pertumbuhan dan
produksi karkas k pelinci ada umur
potong 12 minggu dapat mengurangi
masa pemeliharaan, yang dapat menjadi
acuan umur potong yang optimal,
sehingga dapat memproduksi kelinci
pedaging yang berkualitas dalam waktu
yang efisien.
Berdasarkan permasalahan yang
telah dialami oleh responden yang berasal
dari kelompok tani Mustika terdapat
berbagai harapan kedepan yang harus
diupayakan. Harapan tersebut yaitu
mampu membuat pellet sendiri, mampu
menjual kelinci hasil budidaya kelinci
baik secara online maupun secara offline,
mampu membuat dan menjual hasil
olahan dari kelinci, mampu berbudidaya
kelinci di lingkungan perkotaan, mampu
membuka warung sate kelinci di Jakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
Persepsi masyarakat terhadap
peternakan kelinci yang berada di
Kramatjati, Jakarta Timur terhadap
tingkat kerumitan untuk dicoba oleh
masyarakat pengguna menunjukkan nilai
yang paling tinggi yaitu 84,44%. Hasil ini
menunjukkan bahwa faktor yang paling
mempengaruhi persepsi terhadap
budidaya kelinci adalah kerumitan dalam
budidaya kelinci oleh masyarakat dengan
inovasi teknologi yang ditawarkan sesuai
dengan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat. Ditinjau dari
aspek limbah (aroma), diperoleh hasil
bahwa keberadaan peternakan kelinci
tersebut tidak mengganggu masyarakat.
Selanjutnya dari segi kebermanfaatnya,
keberadaan peternakan kelinci sangat
bermanfaat bagi masyarakat.
Sebaiknya peternak kelinci yang
berada di Kramatjati, Jakarta Timur lebih
menjaga kebersihan peternakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan. 2018. Lokasi
Prioritas Pencegahan Stunting.
Lampiran Surat Sekretaris Badan
Ketahanan Pangan. Kementerian
Pertanian. Jakarta.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian. 2010. Peranan Unsur
Hara N,P,K dalam Proses
Metabolisme Tanaman Padi. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Charisma, D. 2012. Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Program Aksara
Kewirausahaan Ternak Kelinci
(Penelitian Deskriptif Di Balai
Belajar Bersama Hj. Mudrikah Desa
Pagersari, Kecamatan Patean
Kabupaten Kendal). Journal of Non
Formal Education and Community
Empowerment. 1(1). 68-80.
Darman. 2011. Analisis Ekonomi Usaha
Ternak Kelinci. Binus Business
Review. 2 (2): 914-922.
Harahap, A.E., E. Saleh, E., Jannah, N.
2019. Penampilan Produksi Kelinci
Periode Pertumbuhan Yang Diberi
Pakan Wafer Limbah Daun Ubi Jalar
(Ipomoeabatatas) Dengan
Penambahan Berbagai Level
Molases. Jurnal Peternakan. 16 (2).
55-60.
Iskandar. 2013. Metodologi Penelitian
Pendidikan dan Sosial. Jakarta:
Referensi.
Iswandi, Dahlan, M., Wahyuning, D.
2016. Gambaran Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Minat Peternakan
dalam Budidaya Ternak Kelinci Di
Erna Puji Astuti et al.; Persepsi Kelompok Tani Mustika terhadap Budi Daya Kelinci Hyla, Hycole dan Rex
di DKI Jakarta
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 10 Nomor 1, 2020 | 58
Kecamatan Bluluk Kabupaten
Lamongan Rabbit Livestock
Cultivation Influence Factors
Analisys in Bluluk Subdistrict
Lamongan Regency. Jurnal Fakultas
Peternakan Universitas Islam
Lamongan. 1(1). 1-9.
Kuntana, Y.P., Partasasmita, R. dan
Fitriani, N. 2012. Penyuluhan
Mengenai Budidaya Kelinci
Pemberdayaan Petani Miskin Di Desa
Depok Dan Sukanagara Kecamatan
Cisompet Kabupaten Garut. Jurnal
Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat,
1(2). 74-79.
Liputan6. 2019. Permintaan Daging
Kelinci 2019. Diakses:
https://surabaya.liputan6.com/read/41
41769/permintaan-daging-kelinci-
melonjak saat-libur-akhir-tahun.
Miles, M.B. dan Huberman, M. 1992.
Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Raharjo YC, Gultom D, Iskandar S,
Prasetyo LH. 2001. Peningkatan
produktivitas, mutu produk dan nilai
ekonomi kelinci eksotis melalui
pemuliaan dan nutrisi. Laporan Hasil
Penelitian. Proyek Pembinaan
Kelembagaan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian/ARMP-II.
Bogor (Indonesia): Balitnak
bekerjasama dengan Badan Litbang
Pertanian.
Ridho, A., A., Prayuginingsih, H. 2018.
Analisis Kelayakan Usahatani Kelinci
Di Desa Umbulrejo Kecamatan
Umbulsari Kabupaten Jember.
Agribest, 2(1). 70-77.
Ridwan (2010). Skala Pengukuran
Variabel-Variabel Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Rogers EM. dan Shoemakers F.
Comunication of Inovation,
Terjemahan oleh Hanafi A. 1987.
Memasyarakatkan Ide-ide Baru.
Usana Offset Printing. Surabaya.
Sartika. 1998. Peluang Ternak Kelinci
Sebagai Sumber Daging Yang
Potensial Di Indonesia .Bandung.
Sholikhah, U., Magfiroh, I., Fanata,
2018. Pemanfaaatan Limbah Urine
Kelinci Menjadi Pupuk Organik Cair
(POC). AJIE - Asian Journal of
Innovation and Entrepreneurship,
3(2). 204-208.
Siregar, G.A.W., Nuraini, H.,
Brahmantiyo, B. 2014. Pertumbuhan
Dan Produksi Karkas Kelinci Rex
Pada Umur Potong Yang Berbeda.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan. 2(1). 196-200.
Suryana, N., K. 2017. Peningkatan
Pendapatan Kelompok Peternak
Kelinci Melalui Nilai Tambah
Produksi. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Borneo. 1(2). 14-24.
Sutaryo, Utami L.S., Purnomoadi, A.,
Hastuti, D. 2018. Kandungan Nutrien
Feses Dan Konsumsi Bahan Organik
Ransum Pada Kelinci New Zealand
White Akibat Pemberian Pakan
Dengan Sumber Serat Yang Berbeda.
Mediagro, 15(2). 58-63.
Swastika, N. A., Azizah, S dan
Kusumastuti, A., E. 2017. Model
Pemberdayaan Kelompok Ternak
Kelinci melalui Program Pelatihan
Pertanian dan Perdesaan Swadaya
(studi kasus Kelompok Ternak
Kelinci “Mandiri Jaya” di Desa
Ngijo, Kecamatan Karangploso,
Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan. 27 (3): 1- 6.
Trubus News. 2019.
https://news.trubus.id/baca/7521/pasa
r-induk-kramatjati-penyumbang-
sampah-organik-terbanyak.
Vredenbregt, J. 1987. Metode dan Teknik
Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.
Gramedia.
https://surabaya.liputan6.com/read/4141769/permintaan-daging-kelinci-melonjak%20saat-libur-akhir-tahunhttps://surabaya.liputan6.com/read/4141769/permintaan-daging-kelinci-melonjak%20saat-libur-akhir-tahunhttps://surabaya.liputan6.com/read/4141769/permintaan-daging-kelinci-melonjak%20saat-libur-akhir-tahunhttps://news.trubus.id/baca/7521/pasar-induk-kramatjati-penyumbang-sampah-organik-terbanyakhttps://news.trubus.id/baca/7521/pasar-induk-kramatjati-penyumbang-sampah-organik-terbanyakhttps://news.trubus.id/baca/7521/pasar-induk-kramatjati-penyumbang-sampah-organik-terbanyak